Kelompok 4
FAKULTAS EKONOMI
Puji dan sukur marilah kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah memberikan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini, yang berjudul “Akuntansi Pemeriksaan (Auditing)”.
Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami sendiri
dan bagi para pembaca umumnya serta diharapkan tulisan ini bermanfaat untuk
menambah informasi mengenai perdagangan.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
Ada beberapa pendapat dari para ahli mengenai pengertian audit. William F.
Messier, Steven M. Glover dan Douglas F. Prawitt yang diterjemahkan oleh Nuri, H.
(2005) menulis “Auditing adalah suatu proses sistematis mendapatkan dan mengevaluasi
bukti-bukti secara objektif sehubungan dengan asersiatas tindakan dan peristiwa ekonomi
untuk memastikan tingkat kesesuaian antara asersi- asersi tersebut dan menetapkan
kriteria serta mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak- pihak yang berkepentingan”.
Arens dan Loebbecke yang diterjemahkan oleh Jusuf, A,A. (2003) menulis
“Auditing adalah proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi
yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang dilakukan seorang yang
kompeten dan independen untuk dapat menentukan dan melaporkan kesesuaian nformasi
dimaksud dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan”.
Menurut (Sukrisno Agoes, 2004), ditinjau dari luasnya pemeriksaan, maka jenis-jenis
audit dapat dibedakan atas:
1. Pemeriksaan Umum (General Audit), yaitu suatu pemeriksaan umum atas
laporan keuangan yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) yang
independen dengan maksud untuk memberikan opini mengenai kewajaran
laporan keuangan secara keseluruhan.
2. Pemeriksaan Khusus (Special Audit), yaitu suatu bentuk pemeriksaan yang
hanya terbatas pada permintaan auditee yang dilakukan oleh Kantor Akuntan
Publik (KAP) dengan memberikan opini terhadap bagian dari laporan keuangan
yang diaudit, misalnya pemeriksaan terhadap penerimaan kas perusahaan.
Masih menurut sumber yang sama, menurut (Sukrisno Agoes , 2004), ditinjau dari
jenis pemeriksaan maka jenis-jenis audit dapat dibedakan atas:
1. Audit Operasional (Management Audit), yaitu suatu pemeriksaan terhadap
kegiatan operasi suatu perusahaan, termasuk kebijakan akuntansi dan kebijakan
operasional yang telah ditetapkan oleh manajemen dengan maksud untuk
mengetahui apakah kegiatan operasi telah dilakukan secara efektif, efisien dan
ekonomis.
2. Pemeriksaan Ketaatan (Complience Audit), yaitu suatu pemeriksaan yang
dilakukan untuk mengetahui apakah perusahaan telah mentaati peraturan-
peraturan dan kebijakan-kebijakan yang berlaku, baik yang ditetapkan oleh pihak
intern perusahaan maupun pihak ekstern perusahaan.
3. Pemeriksaan Intern (Internal Audit), yaitu pemeriksaan yang dilakukan oleh
bagian internal audit perusahaan yang mencakup laporan keuangan dan
catatan akuntansiperusahaan yang bersangkutan serta ketaatan terhadap kebijakan
manajemen yang telah ditentukan.
4. Audit Komputer (Computer Audit), yaitu pemeriksaan yang dilakukan oleh
Kantor Akuntan Publik (KAP) terhadap perusahaan yang melakukan proses
data akuntansidengan menggunakan sistem Elektronic Data Processing (EDP).
Sedangkan berdasarkan kelompok atau pelaksana audit, jenis audit dibagi 4 yaitu:
Audit laporan keuangan mencakup perolehan dan pengevaluasian bukti-bukti atas laporan
keuangan entitas yang menjadi dasar untuk menyatakan pendapat mengenai apakah
laporan keuangan telah disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum.
2. Audit kepatuhan.
3. Audit operasional.
Standar audit merupakan pedoman bagi auditor dalam menjalankan tanggung jawab
profesionalnya. Standar-standar ini meliputi pertimbangan mengenai kualitas profesional
mereka, seperti keahlian dan independensi, persyaratan pelaporan dan bahan bukti.
Menurut Standar Profesional Akuntan Publik (2001), “Kesepuluh standar auditing dibagi
menjadi tiga kelompok standar, yaitu :
1.Standar Umum.
a. Audit harus dilaksanakan oleh seseorang atau lebih yang memiliki keahlian dan
pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
b. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap
mental harus dipertahankan oleh auditor.
c. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan,
permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan
pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.
3. Standar Pelaporan.
a. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
PSA 02 (SA 110), menyatakan ”Tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor
independen adalah untuk menyatakan pendapat atas kewajaran dalam semua hal yang
material, posisi keuangan, hasil usaha dan arus kas yang sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum”.
Menurut Arens dan Loebbecke yang diterjemahkan oleh Jusuf, A,A. (2003)
menulis ”Audit laporan keuangan bertujuan menentukan apakah laporan keuangan secara
keseluruhan yang merupakan informasi terukur yang akan diverifikasi telah disajikan
sesuai dengan Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum.”
2. Jika laporan keuangan sudah diaudit dan mendapat opini Unqualified (wajar
tanpa pengecualian) dari KAP, berarti pengguna laporan keuangan bisa yakin
bahwa laporan keuangan tersebut bebas dari salah saji yang material dan
disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
3. Mulai tahun 2001 perusahaan yang total asetnya Rp 25 milyar ke atas harus
memasukkan audited financial statements ke Departemen Perdagangan dan
Perindustrian.
f. Menentukan materialitas dan risiko audit yang dapat diterima dan risiko bawaan.
h. Pengujian substantif atas transaksi adalah prosedur yang dirancang untuk menguji
kekeliruan atau kecurangan dalam bentuk uang atau rupiah yang mempengaruhi
penyajian saldo-saldo laporan keuangan yang wajar.
b. Pengujian terinci atas saldo berfokus pada saldo buku akhir buku besar baik
untuk pos neraca dan laba rugi, tetapi penekanan utama biasanya terletak pada
saldo neraca.
3. Penyelesaian audit
Standar umum perilaku yang ideal dan menjadi khusus tentang perilaku yang harus
dilakukan terdiri dari empat bagian yaitu:
·Peraturan etika
·Kaidah etika
Etika profesional bagi praktik akuntan di Indonesia ditetapkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia Kode Etik Akuntan Indonesia mempunyai struktur seperti kode etik AICPA
yang meliputi prinsip etika, aturan etika dan interpretasi aturan etika yang diikuti dengan
tanya jawab dalam kaitannya dengan interpretasi aturan etika.
Prinsip etika akuntan atau kode etik akuntan meliputi delapan butir. Delapan butir
tersebut terdeskripsikan sebagai berikut:
2. Kepercayaan publik
Akuntan sebagai anggota IAI berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka
pelayanan kepada publik, menghormati kepentingan publik, dan menunjukkan komitmen
atas profesionalisme.
3. Integritas
4. Obyektifitas
Dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya, setiap akuntan sebagai anggota IAI harus
menjaga obyektifitasnya dan bebas dari benturan kepentingan.
6. Kerahasiaan
Auditor harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa
profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa
persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk
mengungkapkannya.
7. Perilaku profesional
Akuntan sebagai seorang profesional dituntut untuk berperilaku konsisten selaras dengan
reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesinya.
8. Standar teknis
Akuntan dalam menjalankan tugas profesionalnya harus mengacu dan mematuhi standar
teknis dan standar profesional yang relevan.
Dalam menjalankan tugasnya anggota KAP harus selalu mempertahankan sikap mental
independen di dalam memberikan jasa profesional sebagaimana diatur dalam Standar
Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan oleh IAI. Sikap mental independen tersebut
harus meliputi:
Independensi dalam fakta: Auditor benar-benar mempertahankan perilaku yang tidak bias
(independen) disepanjang audit.
Independensi dalam penampilan: pandangan pihak lain terhadap diri auditor sehubungan
dengan pelaksanaan audit.
Laporan audit adalah alat formal yang digunakan auditor dalam mengkomunikasikan
kesimpulan tentang laporan keuangan yang diaudit kepada pihak yang berkepentingan. Di
dalam menerbitkan suatu laporan audit, auditor harus mematuhi keempat standar
pelaporan dalam standar auditing.
Menurut Standar Profesional Akuntan Publik (PSA 29 SA Seksi 508), ”Ada lima
Menurut Arens dan Loebbecke yang diterjemahkan Jusuf, A,A. (2003) menulis,
”Laporan audit standar wajar tanpa pengecualian digunakan apabila kondisi berikut
terpenuhi :
a. Semua laporan keuangan – neraca, laporan laba rugi, saldo laba dan laporan arus
kas sudah tercakup di dalam laporan keuangan.
c. Bahan bukti yang cukup telah dikumpulkan dan auditor tersebut telah
melaksanakan penugasan dengan cara yang memungkinkan baginya untuk
mengumpulkan bahwa ketiga standar pekerjaan lapangan yang telah terpenuhi.
d. Laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Ini berarti bahwa pengungkapan yang memadai telah disertakan dalam catatan
laporan keuangan.
c. Jika terdapat kondisi dan peristiwa yang semula menyebabkan auditor yakin
tentang adanya kesangsian mengenai kelangsungan hidup entitas, namun setelah
mempertimbangkan rencana manajemen, auditor berkesimpulan bahwa rencana
manajemen tersebut dapat secara efektif dilaksanakan dan pengungkapan
mengenai hal itu telah memadai. Di antara periode akuntansi terdapat suatu
perubahan material dalam penggunaan prinsip akuntansi atau dalam metode
penerapannya.
e. Data keuangan kuartalan tertentu yang diharuskan oleh Badan Pengawas Pasar
Modal (Bapepam) namun tidak disajikan atau tidak di-review.
g. Informasi lain dalam suatu dokumen yang berisi laporan keuangan auditan secara
material tidak konsisten dengan informasi yang disajikan dalam laporan
keuangan.
1. Risiko audit.
Risiko adalah resiko bahwa auditor mungkin tanpa sepengetahuannya gagal untuk
memodifikasi secara benar pendapatnya atas laporan keuangan dengan salah saji yang
material.
2. Materialitas.
Konsep penting kedua yang terlibat dalam audit adalah materialitas. Pertimbangan
auditor atas materialitas adalah masalah judgment profesional dan terpengaruh oleh apa
yang dirasakan auditor sebagai pandangan orang yang bergantung pada laporan
keuangan. Dewan Standar Akuntansi Keuangan mendefinisikan materialitas adalah
tingkat penghapusan atau salah saji informasi akuntansi, yang dalam hubungannya
dengan kondisi sekitarnya, memungkinkan bahwa pertimbangan seseorang yang
mengandalkan informasi tersebut akan berubah dan terpengaruh dengan penghapusan
atau salah saji tersebut. Fokus dari definisi tersebut adalah pada pengguna laporan
keuangan. Dalam merencanakan perikatan, auditor menaksir atau menentukan tingkat
salah saji yang mungkin mempengaruhi keputusan pengguna. Penentuan ini membantu
auditor menentukan sifat, waktu, dan luasnya prosedur audit.
1. Kelengkapan (completness)
Berhubungan dengan apakah semua transaksi dan akun yang seharusnya telah disajikan
dalam laporan keuangan.
2. Keberadaan (existence)
Berhubungan dengan apakah aktiva atau utang entitas yang ada pada tanggal tertentu dan
apakah transaksi yang dicatat telah terjadi selama periode tertentu.
3. Penilaian (valuation)
4. Pemilikan (ownership)
Berhubungan dengan apakah aktiva merupakan hak perusahaan dan utang merupakan
kewajiban perusahaan pada tanggal tertentu.
5. Penyajian (presentation)
Arens dan Loebbecke yang diterjemahkan oleh Jusuf, A,A. (2003) menulis
”Bukti audit merupakan informasi yang digunakan auditor untuk menentukan apakah
informasi kuantitatif yang sedang diaudit disajikan sesuai dengan kriteria yang
ditetapkan.”
1. Physical evidence
Physical evidence terdiri dari segala sesuatu yang bisa dihitung, dipelihara, diobservasi
atau diinspeksi, dan terutama berguna untuk mendukung tujuan eksistensi atau
keberadaan.
3. Documentary evidence
Documentary evidence terdiri dari catatan akuntansi dan seluruh dokumen pendukung
transaksi. Bukti ini berkaitan dengan asersi manajemen mengenai completness dan
eksistensi dan berkaitan dengan audit trail yang memungkinkan auditor untuk mentrasir
dan melakukan vouching atas transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian dari dokumen ke
buku besar dan sebaliknya.
4. Mathematical evidence
5. Analytical evidence
Analytical evidence adalah bukti yang diperoleh melalui penelaahan analitis terhadap
informasi keuangan klien. Penelaahan analitis ini harus dilakukan pada waktu membuat
perencanaan audit, sebelum melakukan substantive test dan pada akhir pekerjaan
lapangan.
6. Hearsay evidence
Hearsay (oral) evidence merupakan bukti dalam bentuk jawaban lisan dari klien atas
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan auditor”.
Menurut SA Seksi 339 Kertas Kerja paragraf 5, kertas kerja harus berisi
dokumentasi yang memperlihatkan bahwa telah dilaksanakannya standar pekerjaan
lapangan pertama, kedua dan ketiga.
antara lain :
4. Menjelaskan masalah atau situasi yang dihadapi atas pelaksanaan kebijakan dan
prosedur yang ada.
8. Sebagai dasar penilaian seluruh staf audit, sehingga staf audit dapat dinilai
prestasi dan perkembangannya”.
Agar tujuan di atas dapat tercapai, maka kertas kerja yang dibuat oleh auditor harus
memenuhi faktor-faktor antara lain : lengkap, teliti, ringkas, jelas dan rapi.
Kertas kerja terdiri dari berbagai macam yang secara garis besar dapat
dikelompokkan ke dalam 5 jenis kertas kerja berikut ini :
Program audit yaitu daftar prosedur audit untuk seluruh audit unsur tertentu.
Working Trial Balance yaitu suatu daftar yang berisi saldo-saldo akun buku besar pada
akhir tahun yang diaudit dan pada akhir tahun sebelumnya, kolom-kolom untuk
adjustments dan reclassifications yang diusulkan auditor, serta saldo-saldo koreksi auditor
yang akan tampak dalam laporan keuangan auditan.
3. Ringkasan adjustments
4. Lead schedule
Lead schedule yaitu kertas kerja yang digunakan untuk meringkas informasi yang dicatat
dalam skedul pendukung untuk akun-akun yang berhubungan.
5. Supporting schedule
Supporting schedule yaitu kertas kerja yang digunakan dalam memverifikasi unsur- unsur
yang tercantum dalam laporan keuangan klien.
Menurut Arens dan Loebbecke yang diterjemahkan oleh Jusuf, A,A. (2003)
menulis ”Prosedur audit yang dapat digunakan untuk memperoleh bukti kompeten atau
dapat dipercaya adalah :
1. Pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fisik adalah inspeksi atau perhitungan aktiva berwujud oleh auditor.
Pemeriksaan fisik, sebagai alat yang langsung digunakan untuk memverifikasi apakah
suatu aktiva secara aktual ada, dianggap sebagai salah satu bahan bukti yang paling andal
dan berguna.
1. Konfirmasi.
Konfirmasi digambarkan sebagai penerimaan jawaban tertulis maupun lisan dari pihak
ketiga yang independen dalam memverifikasi akurasi informasi yang telah diminta oleh
auditor. Karena konfirmasi berasal dari sumber yang independen dari klien, konfirmasi
menjadi bahan bukti yang dianggap bernilai tinggi dan sering dipakai.
2. Dokumentasi.
Dokumentasi merupakan pemeriksaan auditor atas dokumentasi dan catatan klien untuk
menyokong informasi yang ada atau seharusnya ada dalam laporan keuangan. Dokumen
yang diperiksa oleh auditor adalah catatan yang digunakan klien untuk menyediakan
informasi dalam melaksanakan usahanya.
3. Pengamatan.
Tanya jawab adalah mendapatkan informasi tertulis atau lisan dari klien untuk
mendapatkan bahan bukti lain yang menguatkan melalui prosedur yang lain.
5. Pelaksanaan ulang.
Pelaksanaan ulang meliputi pengecekan ulang suatu sampel perhitungan dan perpindahan
informasi yang dilakukan klien selama periode yang diaudit. Pengecekan ulang
perhitungan berisi pengujian akurasi aritmatis klien.
6. Prosedur analitis.
Terdiri dari tindakan, kebijakan dan prosedur yang mencerminkan sikap menyeluruh
manajemen puncak, direktur dan komisaris, dan pemilik suatu satuan usaha terhadap
pengendalian dan pentingnya terhadap satuan usaha tersebut.
Penetapan risiko untuk pelaporan keuangan adalah identifikasi dan analisa oleh
manajemen atau risiko-risiko yang relevan terhadap penyiapan laporan keuangan yang
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Aktivitas pengendalian yang harus dilakukan oleh manajemen terdiri dari 5 kategori:
d. Pengendalian
f. Pemantauan (Monitoring)
Agar melihat apakah telah dilaksanakan dengan semestinya dan telah diperbaiki sesuai
dengan keadaan.
3.1 Kesimpulan
Arens, Alvin A., and J.K Loebbecke. 2008. “Auditing: Pendekatan Terpadu”.
Terjemahan oleh Amir Abadi Yusuf. Buku Dua. Edisi Indonesia, Salemba Empat,
Jakarta.
Boynton W.C., Johnson, R.N., Kell, G.W. 2002. Modern Auditing. Jakarta:
Erlangga