Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH SEMINAR AKUNTANSI

“AKUNTANSI PEMERIKSAAN (AUDITING)”

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas

mata kuliah Seminar Akuntansi

Kelompok 4

Ida Nurfitriani (3403150157)

Azka Nabilla (3403150181)

Lita Andriyati (3403150213)

Novi Rahmawati (3403150214)

YAYASAN PENDIDIKAN UNIVERSITAS GALUH CIAMIS

FAKULTAS EKONOMI

Jl.R.E Martadinata No. 150 Tlp./Fax. (0265) 776787 Ciamis 46251


KATA PENGANTAR

Puji dan sukur marilah kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah memberikan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini, yang berjudul “Akuntansi Pemeriksaan (Auditing)”.

Makalah ini disusun berdasarkan pengamatan penyusun dari berbagai


sumber. Adapun penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas
Seminar Akuntansi. Selain itu dapat menambah wawasan pengetahuan yang luas
mengenai Akuntansi Pemeriksaan (Auditing).

Kami menyadari masih terdapat kekurangan dan kesalahan dalam


penyusunan makalah ini, untuk itu Kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk lebih menyempurnakan makalah ini.

Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami sendiri
dan bagi para pembaca umumnya serta diharapkan tulisan ini bermanfaat untuk
menambah informasi mengenai perdagangan.

Ciamis, Oktober 2018

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Audit merupakan suatu proses pengumpulan data, penilaian ataupun pengevaluasian


yang dilakukan untuk menilai sesuatu apakah telah sesuai dengan kriteria yang
mendasarinya. Audit terdiri dari beberapa macam seperti audit keuangan, audit kepatuhan
dan audit operasional.
Auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti
secara obyektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi
dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan
dengan kriteria yang telah ditetapkan serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai
yang berkepentingan. Audit merupakan jasa profesi yang dilakukan oleh Kantor Akuntan
Publik dan dilaksanakan oleh seorang auditor yang sifatnya sebagai jasa pelayanan.
Seorang akuntan publik dalam melakukan audit atas laporan keuangan tidak semata-
mata bekerja untuk kepentingan kliennya, melainkan jaga untuk pihak lain yang
berkepentingan dalam laporan keuangan lainnya (Mulyadi, 2002).
Menurut Farida, dkk. (2016), audit merupakan serangkaian proses yang dilakukan
oleh auditor untuk mendapatkan bukti akurat mengenai aktivitas ekonomi suatu entitas.
Sebuah perusahaan dalam hal ini sangat membutuhkan jasa audit, khususnya bagi
perusahaan-perusahaan yang sudah go public. Dalam hal ini tentunya diharapkan audit
yang dihasilkan adalah audit yang berkualitas untuk memudahkan dalam pengambilan
keputusan ekonomi bagi perusahaan dan pihak terkait. Banyaknya kasus audit yang
melibatkan auditor menimbulkan keraguan publik terhadap kualitas audit yang
dihasilkan oleh auditor. Terdapat berbagai faktor yang dapat
Profesi akuntan publik mempunyai tanggung jawab untuk menaikkan tingkat
keandalan laporan keuangan, sehingga laporan keuangan yang telah di audit oleh akuntan
publik memiliki kewajaran yang dapat lebih dipercaya dibandingkan dengan laporan
keuangan yang tidak atau belum diaudit. Selain itu, masyarakat menilai bahwa profesi
auditor diharapkan dapat melakukan penilaian yang bebas, dapat dipercaya, serta tidak
memihak terhadap informasi laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan. Dalam
melaksanakan tugasnya seorang akuntan publik berpedoman pada SPAP (Standar
Profesional Akuntan Publik) yang telah disahkan oleh Institut Akuntan Publik
Indonesia (IAPI), yang di dalamnya terdapat standar yang terdiri dari standar auditing,
standar asersi, standar jasa akuntansi dan revew, standar jasa konsultasi dan standar
jasa pengendalian mutu. Dewasa ini perkembangan perekonomian masyarakat sudah
sangat cepat. Disinilah data-data ekonomi sangat diperlukan. Perekonomian masyarakat
dicerminkan dalam bentuk organisasi badan usaha yang besar dimana para pemilik atau
penanam modalnya sudah menyebar ke segala pelosok daerah dan operasinya yang
sudah meluas bahkan sampai luar negeri. Para penanam modal tersebut percaya bahwa
modal yang ditanam dalam perusahaan perlu diadakan pengawasan dan pengendalian.
Sehingga mereka sangat memerlukan laporan keuangan yang dapat dipercaya dari
perusahaan dimana mereka menenamkan modalnya.

Laporan keuangan yang disajikan tersebut hendaknya dapat memenuhi keperluan


yaitu dapat memberi informasi secara kuantitatif, lengkap dan dapat dipercaya.
Disamping itu laporan keuangan harus mencerminkan keadaannya secara tepat dan
netral sehingga para pengambil keputusan yang mendasarkan diri pada laporan
keuangan tidak akan tersesat.
Dengan adanya kegiatan-kegiatan ekonomi dari badan usaha maka laporan
keuangan harus disajikan untuk pihak-pihak yang menggunakan atau yang
berkepentingan terhadap laporan keuangan tersebut. Laporan keuangan yang biasanya
terdiri dari posisi keuangan dan laporan rugi-laba harus disajikan wajar. Untuk itu
peranan akuntan publik sangatlah diperlukan guna memeriksa laporaan keuangan dan
menyatakan pendapat (opinion) atas laporan keuangan tersebut.

1.2 Rumusan Maslah

1. Apa pengertian auditing ?


2. Apa perbedaan akuntansi dengan auditing
3. Apa saja jenis jenis audit ?
4. Bagaimana standar Audit?
5. Pengertian Audit Laporan Keuangan
6. Bagaimana Konsep Dasar Audit Laporan Keuangan
7. Apa saja Etika Profesional Akuntansi ?
8. Pengertian Bukti Audit ?
9. Apa saja Jenis Bukti Audit ?
10. Apa saja jenis Kertas Kerja ?
11. Apa Pengertian pengendalian intern ?

1.2 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui Apa pengertian auditing ?
2. Untuk mengetahui Apa perbedaan akuntansi dengan auditing
3. Untuk mengetahui Apa saja jenis jenis audit ?
4. Untuk mengetahui Bagaimana standar Audit?
5. Untuk mengetahui Pengertian Audit Laporan Keuangan?
6. Untuk mengetahui Bagaimana Konsep Dasar Audit Laporan Keuangan?
7. Untuk mengetahui Apa saja Etika Profesional Akuntansi ?
8. Untuk menegtahui apa Pengertian Bukti Audit ?
9. Untuk mengetahui Apa saja Jenis Bukti Audit ?
10. Untuk mengetahui Apa saja jenis Kertas Kerja ?
11. Untuk mengetahui Apa Pengertian pengendalian intern ?
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Audit

Ada beberapa pendapat dari para ahli mengenai pengertian audit. William F.
Messier, Steven M. Glover dan Douglas F. Prawitt yang diterjemahkan oleh Nuri, H.
(2005) menulis “Auditing adalah suatu proses sistematis mendapatkan dan mengevaluasi
bukti-bukti secara objektif sehubungan dengan asersiatas tindakan dan peristiwa ekonomi
untuk memastikan tingkat kesesuaian antara asersi- asersi tersebut dan menetapkan
kriteria serta mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak- pihak yang berkepentingan”.

Arens dan Loebbecke yang diterjemahkan oleh Jusuf, A,A. (2003) menulis
“Auditing adalah proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi
yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang dilakukan seorang yang
kompeten dan independen untuk dapat menentukan dan melaporkan kesesuaian nformasi
dimaksud dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan”.

Menurut Munawir (1999), menulis “Auditing merupakan salah satu bidang


akuntansi yang membahas tentang prinsip, prosedur dan metode perolehan dan penilaian
bukti yang berkaitan dengan laporan keuangan dengan tujuan untuk memberikan
pendapat mengenai kewajaran atau kesesuaian laporan keuangan tersebut dengan kriteria
yang telah ditetapkan yaitu Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum”.

Sedangkan menurut Agoes, S. (2004), “Auditing adalah suatu pemeriksaan


yangdilakukan secara kritis dan sistimatis, oleh pihak yang independen, terhadap laporan
keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan
bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai
kewajaran laporan keuangan tersebut.” Dari beberapa pengertian di atas, pengertian
auditing menurut penulis adalah suatu proses pemeriksaan terhadap laporan keuangan
yang dilakukan oleh pihak yang independen dan kompeten dalam memperoleh dan
mengevaluasi bukti dengan tujuan untuk menyatakan pendapat terhadap kewajaran
laporan keuangan.

2.2 Jenis-jenis Audit

Menurut (Sukrisno Agoes, 2004), ditinjau dari luasnya pemeriksaan, maka jenis-jenis
audit dapat dibedakan atas:
1. Pemeriksaan Umum (General Audit), yaitu suatu pemeriksaan umum atas
laporan keuangan yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) yang
independen dengan maksud untuk memberikan opini mengenai kewajaran
laporan keuangan secara keseluruhan.
2. Pemeriksaan Khusus (Special Audit), yaitu suatu bentuk pemeriksaan yang
hanya terbatas pada permintaan auditee yang dilakukan oleh Kantor Akuntan
Publik (KAP) dengan memberikan opini terhadap bagian dari laporan keuangan
yang diaudit, misalnya pemeriksaan terhadap penerimaan kas perusahaan.
Masih menurut sumber yang sama, menurut (Sukrisno Agoes , 2004), ditinjau dari
jenis pemeriksaan maka jenis-jenis audit dapat dibedakan atas:
1. Audit Operasional (Management Audit), yaitu suatu pemeriksaan terhadap
kegiatan operasi suatu perusahaan, termasuk kebijakan akuntansi dan kebijakan
operasional yang telah ditetapkan oleh manajemen dengan maksud untuk
mengetahui apakah kegiatan operasi telah dilakukan secara efektif, efisien dan
ekonomis.
2. Pemeriksaan Ketaatan (Complience Audit), yaitu suatu pemeriksaan yang
dilakukan untuk mengetahui apakah perusahaan telah mentaati peraturan-
peraturan dan kebijakan-kebijakan yang berlaku, baik yang ditetapkan oleh pihak
intern perusahaan maupun pihak ekstern perusahaan.
3. Pemeriksaan Intern (Internal Audit), yaitu pemeriksaan yang dilakukan oleh
bagian internal audit perusahaan yang mencakup laporan keuangan dan
catatan akuntansiperusahaan yang bersangkutan serta ketaatan terhadap kebijakan
manajemen yang telah ditentukan.
4. Audit Komputer (Computer Audit), yaitu pemeriksaan yang dilakukan oleh
Kantor Akuntan Publik (KAP) terhadap perusahaan yang melakukan proses
data akuntansidengan menggunakan sistem Elektronic Data Processing (EDP).
Sedangkan berdasarkan kelompok atau pelaksana audit, jenis audit dibagi 4 yaitu:

1. Auditor Ekstern ; Auditor ekstern/ independent bekerja untuk


kantor akuntan publik yang statusnya diluar struktur perusahaan yang
mereka audit. Umumnya auditor ekstern menghasilkan laporan atas
financial audit.
2. Auditor Intern ; Auditor intern bekerja untuk perusahaan yang
mereka audit. Laporan audit manajemen umumnya berguna bagi
manajemen perusahaan yang diaudit. Oleh karena itu tugas internal auditor
biasanya adalah audit manajemen yang termasuk jenis compliance audit.
3. Auditor Pajak ; Auditor pajak bertugas melakukan pemeriksaan ketaatan
wajib pajak yang diaudit terhadap undangundang perpajakan yang berlaku.
4. Auditor Pemerintah ; Tugas auditor pemerintah adalah menilai
kewajaran informasi keuangan yang disusun oleh instansi pemerintahan.
Disamping itu audit juga dilakukan untuk menilai efisiensi, efektifitas dan
ekonomisasi operasi program dan penggunaan barang milik pemerintah.
Dan sering juga audit atas ketaatan pada peraturan yang dikeluarkan
pemerintah. Auditing yang dilaksanakan oleh pemerintahan dapat
dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau
Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
William C. Boynton, Raymond N. Johnson dan Walter G. Kell yang diterjemahkan oleh
Budi, S,I. (2003) menulis “Terdapat tiga jenis audit, yaitu :

1. Audit laporan keuangan.

Audit laporan keuangan mencakup perolehan dan pengevaluasian bukti-bukti atas laporan
keuangan entitas yang menjadi dasar untuk menyatakan pendapat mengenai apakah
laporan keuangan telah disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum.

2. Audit kepatuhan.

Audit kepatuhan mencakup perolehan dan pengevaluasian bukti-bukti untuk menentukan


apakah aktivitas keuangan atau aktivitas operasi suatu entitas tertentu telah sesuai dengan
persyaratan, peraturan dan perundang-undangan spesifik.

3. Audit operasional.

Audit operasional mencakup perolehan dan pengevaluasian bukti-bukti mengenai


efesiensi dan efektivitas dari aktivitas operasi suatu entitas dalam kaitannya dengan
tujuan spesifik”.

2.3 Perbedaan Auditing dan Akuntansi

 Auditing bersifat Analitis sedangkan akuntansi bersifat konstruktif. Auditing


dikatakan bersifat analitis karena akuntan publik memulai auditnya dari angka
dalam laporan keuangan, lalu dicocokkan dengan neraca saldo, buku besar, buku
harian, bukti-bukti pembukuan, dan sub buku besar. Lain halnya dengan
akuntansi yang bersifat konstruktif karena disusun mulai dari bukti-bukti
pembukuan, buku harian, buku besar dan sub buku besar, neraca saldo sampai
menjadi laporan keuangan.
 Akuntansi dilakukan oleh staf organisasi (bagian akuntansi) dengan berpedoman
pada Standar Akuntansi Keuangan Umum (Konvergensi IFRS), atau SAK ETAP,
atau SAK Syariah. Sedangkan auditing dilakukan oleh akuntan publik
(khususnya financial audit) dengan berpedoman pada Standar Profesional
Akuntan Publik, Kode Etik Profesi Akuntan Publik, dan Standar Pengendalian
Mutu.

Perbedaan antara Auditing dengan Akuntansi

Keterangan Auditing Akuntansi


Pencatatan secara sistematis dari
Pemeriksaan atas
rekening suatu organsiasi dan
Arti pembukuan dan laporan
penyusunan laporan keuangan pada
keuangan suatu organisasi
akhir tahun
Mengikuti aturan standard
Mengikuti aturan standar akuntansi
Peraturan profesional akuntan
keuangan (PSAK, IFRS, ETAP)
publik (SPAP)
Pekerjaan Dilakukan oleh Auditor Akuntan
Memperoleh dan menilai Mengidentifikasi kejadian-kejadian
atau mengevaluasi bukti dan kemudian mengukur, mencatat,
Metode yang berhubungan dengan mengklasifikasikan dan
laporan keuangan yang meringkasnya dalam catatan-
disusun oleh manajemen. catatan akuntansi.
Menyatakan pendapat
Menyusun dan mendistribusikan
Tujuan tentang kewajaran laporan
laporan keuangan.
keuangan.
Pihak yang bertanggung Laporan audit (audit Laporan keuangan tanggung jawab
jawab report) tanggung jawab manajemen.
auditor.

2.4 Standar Audit

Standar audit merupakan pedoman bagi auditor dalam menjalankan tanggung jawab
profesionalnya. Standar-standar ini meliputi pertimbangan mengenai kualitas profesional
mereka, seperti keahlian dan independensi, persyaratan pelaporan dan bahan bukti.

Menurut Standar Profesional Akuntan Publik (2001), “Kesepuluh standar auditing dibagi
menjadi tiga kelompok standar, yaitu :

1.Standar Umum.

a. Audit harus dilaksanakan oleh seseorang atau lebih yang memiliki keahlian dan
pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.

b. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap
mental harus dipertahankan oleh auditor.

c. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib


menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.

2. Standar Pekerjaan Lapangan.

a. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus


disupervisi dengan semestinya.

b. Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk


merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan
dilakukan.

c. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan,
permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan
pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.

3. Standar Pelaporan.

a. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

b. Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada,


ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan
keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi
tersebut dalam periode sebelumnya.

c. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai,


kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.

d. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan


keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa penyataan demikian tidak
dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka
alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan
keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai
sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab
yang dipikul oleh auditor”.

2.5 Audit Laporan Keuangan

2.5.1 Pengertian Audit Laporan Keuangan

Munawir (1999), menulis “Audit laporan keuangan dilakukan untuk memberikan


pendapat apakah laporan keuangan secara keseluruhan, yaitu informasi-informasi
kuantitatif yang diaudit, telah disusun sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.
Kriteria yang digunakan dalam audit laporan keuangan adalah Prinsip Akuntansi yang
Berlaku Umum.”

2.5.1Tujuan Audit Laporan Keuangan

PSA 02 (SA 110), menyatakan ”Tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor
independen adalah untuk menyatakan pendapat atas kewajaran dalam semua hal yang
material, posisi keuangan, hasil usaha dan arus kas yang sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum”.

Menurut Arens dan Loebbecke yang diterjemahkan oleh Jusuf, A,A. (2003)

menulis ”Audit laporan keuangan bertujuan menentukan apakah laporan keuangan secara
keseluruhan yang merupakan informasi terukur yang akan diverifikasi telah disajikan
sesuai dengan Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum.”

2.5.1 Manfaat Suatu Audit

Menurut Sunarto (2003), ”Manfaat ekonomis audit laporan keuangan sebagai


berikut:

1. Akses ke pasar modal


Undang-Undang Pasar Modal mewajibkan perusahaan publik untuk diaudit laporan
keuangannya agar bisa didaftar dan bisa menjual sahamnya di pasar modal.

2. Biaya modal menjadi lebih murah

Perusahaan kecil seringkali mengaudit laporan keuangannya dalam rangka mendapatkan


kredit dari bank atau dalam upaya mendapatkan persyaratan pinjaman yang lebih
menguntungkan.

3. Pencegah terjadinya ketidakefisienan dan kecurangan

Penelitian telah membuktikan bahwa apabila para karyawan mengetahui bahwa


perusahaan akan diaudit oleh auditor independen, mereka cenderung lebih hati-hati agar
dapat memperkecil terjadinya kekeliruan dalam pelaksanaan fungsi akuntansi dan
memperkecil kemungkinan terjadinya penyalahgunaan aktiva perusahaan.

4. Perbaikan, pengendalian dan operasional

Observasi yang dilakukan selama auditor melaksanakan audit, auditor independen


seringkali dapat memberikan saran untuk perbaikan pengendalian dan mencapai efisiensi
operasi yang lebih besar dalam organisasi klien”.

Menurut Agoes (2004), ”Laporan keuangan yang merupakan tanggung jawab


manajemen perlu diaudit oleh KAP yang merupakan pihak ketiga yang independen,
karena :

1. Jika tidak diaudit, ada kemungkinan bahwa laporan keuangan tersebut


mengandung kesalahan baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Karena itu
laporan keuangan yang belum diaudit kurang dipercaya kewajarannya oleh pihak-
pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan tersebut.

2. Jika laporan keuangan sudah diaudit dan mendapat opini Unqualified (wajar
tanpa pengecualian) dari KAP, berarti pengguna laporan keuangan bisa yakin
bahwa laporan keuangan tersebut bebas dari salah saji yang material dan
disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

3. Mulai tahun 2001 perusahaan yang total asetnya Rp 25 milyar ke atas harus
memasukkan audited financial statements ke Departemen Perdagangan dan
Perindustrian.

4. Perusahaan yang sudah go public harus memasukkan audited financial statements


ke Bapepam paling lambat 90 hari setelah tahun buku.
5. SPT yang didukung oleh audited financial statements lebih dipercaya oleh pihak
pajak dibandingkan dengan yang didukung oleh laporan keuangan yang belum
diaudit”.

2.6 Tahap-tahap Audit Laporan Keuangan

Menurut Agoes dan Estralita (2006), ”Tahap-tahap audit laporan keuangan


dimulai dari pekerjaan awal penerimaan penugasan sampai dengan penyerahan laporan
audit kepada klien, yaitu :

1. Merencanakan dan merancang pendekatan audit

a. Mengidentifikasi alasan klien untuk diperiksa, dengan mengetahui maksud


penggunaan laporan audit dan pihak-pihak pengguna laporan keuangan.

b. Melakukan kunjungan ke tempat klien untuk mengetahui :

 Latar belakang usaha klien

 Memahami struktur pengendalian internal klien

 Memahami sistem administrasi pembukuan

 Mengukur volume bukti transaksi atau dokumen untuk menentukan


biaya, waktu, dan luas pemeriksaan.

c. Mengajukan proposal audit ke klien.

d. Untuk klien lama, dilakukan penelaahan kembali apakah ada perubahan -


perubahan yang signifikan.

e. Mendapatkan informasi tentang kewajiban hukum klien.

f. Menentukan materialitas dan risiko audit yang dapat diterima dan risiko bawaan.

g. Mengembangkan rencana dan program audit menyeluruh mencangkup :

 Menyiapkan staf yang masuk dalam tim audit

 Menyusun program audit termasuk tujuan audit dan prosedur audit

 Menentukan rencana dan jadwal kerja.

 Pengujian atas pengendalian dan pengujian transaksi

h. Pengujian substantif atas transaksi adalah prosedur yang dirancang untuk menguji
kekeliruan atau kecurangan dalam bentuk uang atau rupiah yang mempengaruhi
penyajian saldo-saldo laporan keuangan yang wajar.

i. Pengujian pengendalian adalah prosedur yang dirancang untuk memverifikasi


apakah sistem pengendalian dilaksanakan sebagaimana telah ditetapkan.

2. Pelaksanaan prosedur analitis dan pengujian terinci atas saldo

a. Prosedur analitis mencangkup perhitungan rasio oleh auditor untuk dibandingkan


dengan rasio periode sebelumnya dan data lain yang berhubungan.

b. Pengujian terinci atas saldo berfokus pada saldo buku akhir buku besar baik
untuk pos neraca dan laba rugi, tetapi penekanan utama biasanya terletak pada
saldo neraca.

3. Penyelesaian audit

a. Menelaah kewajiban kontijensi atau bersyarat

b. Menelaah peristiwa kemudian

c. Mendapatkan bahan bukti akhir

d. Mengisi daftar periksa audit

e. Menyiapkan surat manajemen

f. Menerbitkan laporan audit

g. Mengkomunikasikan hasil audit dengan komite audit dan manajemen”.

2.7 Etika dalam Profesi Auditor


Profesi Auditor membutuhkan pengabdian yang besar pada masyarakat dan
komitmen moral yang tinggi. Masyarakat menuntut untuk memperoleh jasa para auditor
publik dengan standar kualitas yang tinggi, dan menuntut auditor untuk bersedia
mengorbankan diri. Oleh karena itu profesi auditor menetapkan standar teknis dan standar
etika yang harus dijadikan panduan oleh para auditor dalam melaksanakan audit. Standar
etika diperlukan bagi profesi audit karena auditor memiliki posisi sebagai orang
kepercayaan dan menghadapi kemungkinan benturan-benturan kepentingan.

2.7.1 Pentingnya Nilai-Nilai Etika dalam Auditing

Beragam masalah etis berkaitan langsung maupun tidak langsung


dengan auditing. Banyak auditor menghadapi masalah serius karena mereka melakukan
hal-hal kecil yang tak satu pun tampak mengandung kesalahan serius, namun ternyata
hanya menumpuknya hingga menjadi suatu kesalahan yang besar Untuk itu pengetahuan
akan tanda-tanda peringatan adanya masalah etika akan memberikan peluang untuk
melindungi diri sendiri.

a) Kode Etik Profesi AICPA (American Institute of Certified Public


Accountants)

Standar umum perilaku yang ideal dan menjadi khusus tentang perilaku yang harus
dilakukan terdiri dari empat bagian yaitu:

·Prinsip etika profesi

·Peraturan etika

·Interpretasi atas peraturan etika

·Kaidah etika

b) Kode Etik Akuntan Indonesia

Etika profesional bagi praktik akuntan di Indonesia ditetapkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia Kode Etik Akuntan Indonesia mempunyai struktur seperti kode etik AICPA
yang meliputi prinsip etika, aturan etika dan interpretasi aturan etika yang diikuti dengan
tanya jawab dalam kaitannya dengan interpretasi aturan etika.

Prinsip etika akuntan atau kode etik akuntan meliputi delapan butir. Delapan butir
tersebut terdeskripsikan sebagai berikut:

1. Tanggung jawab Auditor


Ketika melaksanakan tanggungjawabnya sebagai profesional auditor harus senantiasa
menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang
dilakukannya.

2. Kepercayaan publik

Akuntan sebagai anggota IAI berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka
pelayanan kepada publik, menghormati kepentingan publik, dan menunjukkan komitmen
atas profesionalisme.

3. Integritas

Akuntan sebagai seorang profesional, dalam memelihara dan meningkatkan kepercayaan


publik, harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya tersebut dengan menjaga
integritasnya setinggi mungkin.

4. Obyektifitas

Dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya, setiap akuntan sebagai anggota IAI harus
menjaga obyektifitasnya dan bebas dari benturan kepentingan.

5. Kompetensi dan kehati-hatian profesional

Auditor dituntut harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan penuh kehati-hatian,


kompetensi, dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan
pengetahuan dan keterampilan profesionalnya pada tingkat yang diperlukan untuk
memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional
yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi, dan teknik yang paling
mutakhir.

6. Kerahasiaan
Auditor harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa
profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa
persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk
mengungkapkannya.

7. Perilaku profesional

Akuntan sebagai seorang profesional dituntut untuk berperilaku konsisten selaras dengan
reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesinya.

8. Standar teknis

Akuntan dalam menjalankan tugas profesionalnya harus mengacu dan mematuhi standar
teknis dan standar profesional yang relevan.

2.7.2 Independensi Profesi Auditor

Dalam menjalankan tugasnya anggota KAP harus selalu mempertahankan sikap mental
independen di dalam memberikan jasa profesional sebagaimana diatur dalam Standar
Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan oleh IAI. Sikap mental independen tersebut
harus meliputi:

Independensi dalam fakta: Auditor benar-benar mempertahankan perilaku yang tidak bias
(independen) disepanjang audit.

Independensi dalam penampilan: pandangan pihak lain terhadap diri auditor sehubungan
dengan pelaksanaan audit.

2.8 Jenis Opini Auditor

Laporan audit adalah alat formal yang digunakan auditor dalam mengkomunikasikan
kesimpulan tentang laporan keuangan yang diaudit kepada pihak yang berkepentingan. Di
dalam menerbitkan suatu laporan audit, auditor harus mematuhi keempat standar
pelaporan dalam standar auditing.

Menurut Standar Profesional Akuntan Publik (PSA 29 SA Seksi 508), ”Ada lima

jenis pendapat akuntan, yaitu :

1. Pendapat wajar tanpa pengecualian (Unqualified opinion) Pendapat wajar tanpa


pengecualian menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar,
dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perusahaan ekuitas,
dan arus kas suatu entitas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia.

Menurut Arens dan Loebbecke yang diterjemahkan Jusuf, A,A. (2003) menulis,

”Laporan audit standar wajar tanpa pengecualian digunakan apabila kondisi berikut
terpenuhi :

a. Semua laporan keuangan – neraca, laporan laba rugi, saldo laba dan laporan arus
kas sudah tercakup di dalam laporan keuangan.

b. Ketiga standar umum telah diikuti sepenuhnya dalam penugasan.

c. Bahan bukti yang cukup telah dikumpulkan dan auditor tersebut telah
melaksanakan penugasan dengan cara yang memungkinkan baginya untuk
mengumpulkan bahwa ketiga standar pekerjaan lapangan yang telah terpenuhi.

d. Laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Ini berarti bahwa pengungkapan yang memadai telah disertakan dalam catatan
laporan keuangan.

e. Tidak terdapat situasi yang memerlukan penambahan paragraf penjelasan atau


modifikasi kata-kata dalam laporan audit”.

2. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan yang ditambahkan


dalam laporan audit bentuk baku (Unqualified opinion with explanatory
language). Pendapat ini diberikan jika terdapat keadaan tertentu yang mungkin
mengharuskan auditor menambahkan suatu paragraf penjelasan (atau bahasa
penjelasan yang lain) dalam laporan auditnya, meskipun tidak mempengaruhi
pendapat wajar tanpa pengecualian yang dinyatakan oleh auditor. Keadaan
tersebut meliputi :

a. Pendapat auditor sebagian didasarkan atas laporan auditor independen.


b. Untuk mencegah agar laporan keuangan tidak menyesatkan karena keadaan-
keadaan yang luar biasa, laporan keuangan disajikan menyimpang dari suatu
prinsip akuntansi yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.

c. Jika terdapat kondisi dan peristiwa yang semula menyebabkan auditor yakin
tentang adanya kesangsian mengenai kelangsungan hidup entitas, namun setelah
mempertimbangkan rencana manajemen, auditor berkesimpulan bahwa rencana
manajemen tersebut dapat secara efektif dilaksanakan dan pengungkapan
mengenai hal itu telah memadai. Di antara periode akuntansi terdapat suatu
perubahan material dalam penggunaan prinsip akuntansi atau dalam metode
penerapannya.

d. Keadaan tertentu yang berhubungan dengan laporan auditor atas laporan


keuangan komparatif.

e. Data keuangan kuartalan tertentu yang diharuskan oleh Badan Pengawas Pasar
Modal (Bapepam) namun tidak disajikan atau tidak di-review.

f. Informasi tambahan yang diharuskan oleh Ikatan Akuntan Indonesia-Dewan


Standar Akuntansi Keuangan telah dihilangkan, yang penyajiannya menyimpang
jauh dari panduan yang dikeluarkan oleh Dewan tersebut, dan auditor tidak dapat
melengkapi prosedur audit yang berkaitan dengan informasi tersebut, atau auditor
tidak dapat menghilangkan keraguan-raguan yang besar apakah informasi
tambahan tersebut sesuai dengan panduan yang dikeluarkan oleh Dewan tersebut.

g. Informasi lain dalam suatu dokumen yang berisi laporan keuangan auditan secara
material tidak konsisten dengan informasi yang disajikan dalam laporan
keuangan.

3. Pendapat wajar dengan pengecualian (Qualified opinion) Pendapat wajar dengan


pengecualian, menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar,
dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas
tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, kecuali
untuk dampak hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan. Pendapat ini
dinyatakan bilamana :

a. Ketiadaan bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan terhadap


lingkup audit yang mengakibatkan auditor berkesimpulan bahwa ia tidak
dapat menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian dan ia
berkesimpulan tidak menyatakan tidak memberikan pendapat.

b. Auditor yakin, atas dasar auditnya, bahwa laporan keuangan berisi


penyimpangan dari prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia,
yang berdampak material, dan ia berkesimpulan untuk tidak menyatakan
pendapat tidak wajar. Jika auditor menyatakan pendapat wajar dengan
pengecualian, ia harus menjelaskan semua alasan yang menguatkan
dalam satu atau lebih paragraf terpisah yang dicantumkan sebelum
paragraf pendapat.

4. Pernyataan tidak wajar (Adverse opinion) Pendapat tidak wajar menyatakan


bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil
usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum di Indonesia. Bila auditor menyatakan pendapat tidak wajar, ia harus
menjelaskan dalam paragraf terpisah sebelum paragraf pendapat dalam
laporannya (a) semua alasan yang mendukung pendapat tidak wajar, dan (b)
dampak utama hal yang menyebabkan pemberian pendapat tidak wajar terhadap
posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas.

5. Pernyataan tidak memberikan pendapat (Disclaimer opinion) Pernyataan tidak


memberikan pendapat menyatakan bahwa auditor tidak menyatakan pendapat
atas laporan keuangan. Pernyataan tidak memberikan pendapat timbul karena
banyak pembatasan ruang lingkup, atau hubungan yang tidak independen antara
auditor dengan klien menurut kode etik profesional”.

2.8.1 Konsep Dasar dalam Melaksanakan Audit

William F. Messier, Steven M. Glover dan Douglas F. Prawitt yang


diterjemahkan oleh Nuri, H. (2005) menyatakan ”Bahwa detail konseptual dan prosedural
dari audit laporan keuangan membangun tiga konsep mendasar : risiko audit, materialitas,
dan bukti yang berkaitan dengan asersi manajemen.

1. Risiko audit.

Risiko adalah resiko bahwa auditor mungkin tanpa sepengetahuannya gagal untuk
memodifikasi secara benar pendapatnya atas laporan keuangan dengan salah saji yang
material.

2. Materialitas.
Konsep penting kedua yang terlibat dalam audit adalah materialitas. Pertimbangan
auditor atas materialitas adalah masalah judgment profesional dan terpengaruh oleh apa
yang dirasakan auditor sebagai pandangan orang yang bergantung pada laporan
keuangan. Dewan Standar Akuntansi Keuangan mendefinisikan materialitas adalah
tingkat penghapusan atau salah saji informasi akuntansi, yang dalam hubungannya
dengan kondisi sekitarnya, memungkinkan bahwa pertimbangan seseorang yang
mengandalkan informasi tersebut akan berubah dan terpengaruh dengan penghapusan
atau salah saji tersebut. Fokus dari definisi tersebut adalah pada pengguna laporan
keuangan. Dalam merencanakan perikatan, auditor menaksir atau menentukan tingkat
salah saji yang mungkin mempengaruhi keputusan pengguna. Penentuan ini membantu
auditor menentukan sifat, waktu, dan luasnya prosedur audit.

3. Bukti yang berkaitan dengan asersi manajemen.

Kebanyakan pekerjaan auditor dalam mencapai pendapat atas laporan keuangan


terdiri dari mendapatkan dan mengevaluasi bukti audit. Bukti yang membantu auditor
dalam mengevaluasi asersi laporan keuangan manajemen terdiri dari data akuntansi yang
mendasarinya dan informasi pendukung yang tersedia bagi auditor. Asersi manajemen
dalam hal ini digunakan sebagai kerangka untuk membimbing dalam pengumpulan bukti
audit. Asersi tersebut berkaitan dengan penentuan materialitas dan risiko audit, yang
digunakan auditor untuk menentukan sifat, waktu, dan luasnya bukti yang dikumpulkan.
Sekali auditor telah mendapatkan bukti kompeten yang cukup bahwa asersi manajemen
dapat diandalkan untuk setiap akun yang signifikan, ia memberikan keyakinan memadai
bahwa laporan keuangan telah disajikan secara wajar. Asersi adalah pernyataan
manajemen yang terkandung dalam komponen laporan keuangan. Klasifikasi asersi
manajemen adalah sebagai berikut ini :

1. Kelengkapan (completness)

Berhubungan dengan apakah semua transaksi dan akun yang seharusnya telah disajikan
dalam laporan keuangan.

2. Keberadaan (existence)

Berhubungan dengan apakah aktiva atau utang entitas yang ada pada tanggal tertentu dan
apakah transaksi yang dicatat telah terjadi selama periode tertentu.

3. Penilaian (valuation)

Berhubungan dengan apakah komponen-komponen aktiva, kewajiban, pendapatan dan


biaya sudah dicantumkan dalam laporan keuangan pada jumlah yang semestinya.

4. Pemilikan (ownership)

Berhubungan dengan apakah aktiva merupakan hak perusahaan dan utang merupakan
kewajiban perusahaan pada tanggal tertentu.

5. Penyajian (presentation)

Berhubungan dengan apakah komponen-komponen tertentu laporan keuangan


diklasifikasikan, dijelaskan dan diungkapkan semestinya. Dalam mendapatkan dan
mengevaluasi bukti, auditor berkepentingan dengan relevansi dan keandalan bukti.
Relevansi mengacu kepada apakah bukti yang berhubungan dengan asersi manajemen
yang spesifik telah teruji.

2.9 Bukti Audit

2.9.1 Pengertian Bukti Audit

Munawir (1999), menyatakan ” Bukti audit adalah segala informasi yang


mendukung data yang disajikan dalam laporan keuangan, yang terdiri dari data akuntansi
dan informasi pendukung lainnya, yang dapat digunakan oleh auditor sebagai dasar untuk
menyatakan pendapatnya mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.”

Arens dan Loebbecke yang diterjemahkan oleh Jusuf, A,A. (2003) menulis

”Bukti audit merupakan informasi yang digunakan auditor untuk menentukan apakah
informasi kuantitatif yang sedang diaudit disajikan sesuai dengan kriteria yang
ditetapkan.”

Sedangkan menurut penulis, Bukti audit merupakan informasi yang diperoleh


auditor dalam melaksanakan audit dan dapat digunakan oleh auditor sebagai dasar untuk
menyatakan pendapat mengen ai kewajaran laporan keuangan.

2.9.2 Jenis Bukti Audit

Menurut Konrath, L. L. (2004), ”Tipe bukti audit, yaitu :

1. Physical evidence

Physical evidence terdiri dari segala sesuatu yang bisa dihitung, dipelihara, diobservasi
atau diinspeksi, dan terutama berguna untuk mendukung tujuan eksistensi atau
keberadaan.

2. Evidence obtain through confirmation


Confirmation evidence adalah bukti yang diperoleh mengenai eksistensi, kepemilikan
atau penilaian, langsung dari pihak ketiga di luar klien.

3. Documentary evidence

Documentary evidence terdiri dari catatan akuntansi dan seluruh dokumen pendukung
transaksi. Bukti ini berkaitan dengan asersi manajemen mengenai completness dan
eksistensi dan berkaitan dengan audit trail yang memungkinkan auditor untuk mentrasir
dan melakukan vouching atas transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian dari dokumen ke
buku besar dan sebaliknya.

4. Mathematical evidence

Mathematical evidence merupakan perhitungan, perhitungan kembali dan rekonsiliasi


yang dilakukan auditor.

5. Analytical evidence

Analytical evidence adalah bukti yang diperoleh melalui penelaahan analitis terhadap
informasi keuangan klien. Penelaahan analitis ini harus dilakukan pada waktu membuat
perencanaan audit, sebelum melakukan substantive test dan pada akhir pekerjaan
lapangan.

6. Hearsay evidence

Hearsay (oral) evidence merupakan bukti dalam bentuk jawaban lisan dari klien atas
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan auditor”.

2.10 Kertas Kerja

2.10.1 Pengertian Kertas Kerja

SA Seksi 339 Kertas Kerja paragraf 3 mendefinisikan kertas kerja sebagai


berikut: "Kertas kerja adalah catatan-catatan yang diselenggarakan oleh auditor mengenai
prosedur audit yang ditempuhnya, pengujian yang dilakukannya, informasi yang
diperolehnya, dan simpulan yang dibuatnya sehubungan dengan auditnya."

Menurut SA Seksi 339 Kertas Kerja paragraf 5, kertas kerja harus berisi
dokumentasi yang memperlihatkan bahwa telah dilaksanakannya standar pekerjaan
lapangan pertama, kedua dan ketiga.

2.10.2 Tujuan Kertas Kerja


Agoes dan Estralita (2006), menulis ”Tujuan pembuatan kertas kerja pemeriksaan

antara lain :

1. Dasar untuk perencanaan audit.

2. Sebagai catatan atas bukti yang dikumpulkan dan hasil pengujian.

3. Mencatat pemeriksaan atau pekerjaan yang telah dilakukan sesuai dengan


program pemeriksaan.

4. Menjelaskan masalah atau situasi yang dihadapi atas pelaksanaan kebijakan dan
prosedur yang ada.

5. Sebagai dasar untuk menentukan jenis opini dari laporan audit.

6. Sebagai dasar pemeriksaan oleh supervisor dan partner.

7. Sebagai sumber informasi di kemudian hari untuk menjawab pertanyaan-


pertanyaan yang diajukan oleh manajemen dan pihak lainnya.

8. Sebagai dasar penilaian seluruh staf audit, sehingga staf audit dapat dinilai
prestasi dan perkembangannya”.

Agar tujuan di atas dapat tercapai, maka kertas kerja yang dibuat oleh auditor harus
memenuhi faktor-faktor antara lain : lengkap, teliti, ringkas, jelas dan rapi.

2.10.2 Jenis Kertas Kerja

Kertas kerja terdiri dari berbagai macam yang secara garis besar dapat
dikelompokkan ke dalam 5 jenis kertas kerja berikut ini :

1. Program audit (audit program)

Program audit yaitu daftar prosedur audit untuk seluruh audit unsur tertentu.

2. Working Trial Balance

Working Trial Balance yaitu suatu daftar yang berisi saldo-saldo akun buku besar pada
akhir tahun yang diaudit dan pada akhir tahun sebelumnya, kolom-kolom untuk
adjustments dan reclassifications yang diusulkan auditor, serta saldo-saldo koreksi auditor
yang akan tampak dalam laporan keuangan auditan.

3. Ringkasan adjustments

Ringkasan adjustments yaitu suatu daftar yang berisi penyesuaian-penyesuaian yang


nantinya akan menjadi koreksi terhadap saldo klien yang perlu mendapat penyesuaian.
Ringkasan adjustments ini nantinya akan dibicarakan dengan klien sebelum penerbitan
laporan keuangan auditan final.

4. Lead schedule

Lead schedule yaitu kertas kerja yang digunakan untuk meringkas informasi yang dicatat
dalam skedul pendukung untuk akun-akun yang berhubungan.

5. Supporting schedule

Supporting schedule yaitu kertas kerja yang digunakan dalam memverifikasi unsur- unsur
yang tercantum dalam laporan keuangan klien.

2.11 Prosedur Audit

2.11.1 Pengertian Prosedur Audit

Agoes (2004), menulis ”Audit procedures adalah langkah-langkah yang harus


dijalankan auditor dalam melaksanakan pemeriksaannya dan sangat diperlukan oleh
asisten agar tidak melakukan penyimpangan dan dapat berkerja secara efisien dan
efektif”.

Menurut Munawir (1999), menulis ”Prosedur audit adalah tindakan-tindakan


yang dilakukan atau metode-metode dan teknik-teknik yang digunakan oleh auditor untuk
memperoleh bukti audit, yang dilakukan selama melaksanakan suatu penugasanaudit.”

2.11.2 Jenis Prosedur Audit

Menurut Arens dan Loebbecke yang diterjemahkan oleh Jusuf, A,A. (2003)
menulis ”Prosedur audit yang dapat digunakan untuk memperoleh bukti kompeten atau
dapat dipercaya adalah :

1. Pemeriksaan fisik.

Pemeriksaan fisik adalah inspeksi atau perhitungan aktiva berwujud oleh auditor.
Pemeriksaan fisik, sebagai alat yang langsung digunakan untuk memverifikasi apakah
suatu aktiva secara aktual ada, dianggap sebagai salah satu bahan bukti yang paling andal
dan berguna.

1. Konfirmasi.

Konfirmasi digambarkan sebagai penerimaan jawaban tertulis maupun lisan dari pihak
ketiga yang independen dalam memverifikasi akurasi informasi yang telah diminta oleh
auditor. Karena konfirmasi berasal dari sumber yang independen dari klien, konfirmasi
menjadi bahan bukti yang dianggap bernilai tinggi dan sering dipakai.

2. Dokumentasi.

Dokumentasi merupakan pemeriksaan auditor atas dokumentasi dan catatan klien untuk
menyokong informasi yang ada atau seharusnya ada dalam laporan keuangan. Dokumen
yang diperiksa oleh auditor adalah catatan yang digunakan klien untuk menyediakan
informasi dalam melaksanakan usahanya.

3. Pengamatan.

Pengamatan adalah penggunaan perasaan untuk menetapkan aktifitas tertentu. Dalam


pengamatan akan banyak kesempatan untuk melihat, mendengar, dan mengevaluasi
aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan.

4. Tanya jawab dengan klien.

Tanya jawab adalah mendapatkan informasi tertulis atau lisan dari klien untuk
mendapatkan bahan bukti lain yang menguatkan melalui prosedur yang lain.

5. Pelaksanaan ulang.

Pelaksanaan ulang meliputi pengecekan ulang suatu sampel perhitungan dan perpindahan
informasi yang dilakukan klien selama periode yang diaudit. Pengecekan ulang
perhitungan berisi pengujian akurasi aritmatis klien.

6. Prosedur analitis.

Prosedur analitis adalah menggunakan perbandingan dan hubungan untuk menentukan


apakah saldo akun tersaji secara layak. Prosedur analitis sangat penting sehingga harus
dilakukan selama tahap perencanaan dan penyelesaian di setiap audit”.

2.12 Pengendalian Intern

2.12.1 Pengertian Pengendalian Intern

William F. Messier, Steven M. Glover dan Douglas F. Prawitt yang


diterjemahkan oleh Nuri, H. (2005) menulis ”Pengendalian internal adalah suatu proses
yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personel entitas lainnya yang
didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan
berikut ini : (1) Keandalan pelaporan keuangan, (2) Efektivitas dan efesiensi operasi, dan
(3) Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku”.

2.12.2 Unsur-unsur Pengendalian Intern


Menurut Arens dan Loebbecke yang diterjemahkan oleh Jusuf, A, A. (2003)
menulis “Struktur pengendalian intern mencakup 5 kategori dasar kebijakan dan prosedur
yang dirancang dan digunakan oleh manajemen untuk memberikan keyakinan memadai
bahwa tujuan pengendalian dapat dipenuhi, terdiri dari :

1. Lingkungan Pengendalian (Control Environment)

Terdiri dari tindakan, kebijakan dan prosedur yang mencerminkan sikap menyeluruh
manajemen puncak, direktur dan komisaris, dan pemilik suatu satuan usaha terhadap
pengendalian dan pentingnya terhadap satuan usaha tersebut.

2. Penaksiran Risiko (Risk Assessment)

Penetapan risiko untuk pelaporan keuangan adalah identifikasi dan analisa oleh
manajemen atau risiko-risiko yang relevan terhadap penyiapan laporan keuangan yang
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.

3. Sistem Informasi dan Komunikasi (Information Processing Communication)

Adalah untuk mengidentifikasi, menggabungkan, mengklasifikasi, mencatat dan


melaporkan transaksi satu satuan usaha, dan untuk mengelola akuntabilitas (tanggung
gugat) atas aktiva terkait.

4. Aktivitas Pengendalian (Control Activities)

Aktivitas pengendalian yang harus dilakukan oleh manajemen terdiri dari 5 kategori:

a. Pemisahan tugas yang cukup

b. Otorisasi yang pantas atas transaksi dan aktiva

c. Dokumen dan catatan yang memadai

d. Pengendalian

e. Pengecekan independen atas pelaksanaan

f. Pemantauan (Monitoring)

Agar melihat apakah telah dilaksanakan dengan semestinya dan telah diperbaiki sesuai
dengan keadaan.

2.12.3 Tujuan Pengendalian Intern

IAI (2001), mendefinisikan pengendalian intern sebagai “suatu proses yang


dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen dan personel lain entitas yang didesain
untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut
ini:

1. Keandalan pelaporan keuangan

2. Efektivitas dan efisiensi operasi

3. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.”


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Auditing adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan


sistematis oleh pihak yang independen terhadap laporan keuangan yang telah
disusun oleh manajemen, berserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti
pendukungnya dengan tujuan untuk mendapat memberikan pendapat mengenai
kewajaran laporan keuangan tersebut. Auditing mempunyai sifat analitis,
sedangkan accounting mempunyai sifat konstruktif. Jenis-jenis audit menurut
obyek auditnya dapat dibedakan menjadi empat, antara lain : Audit Laporan
Keuangan (Financial Audit), Audit Operasional (Operational Audit), Audit
Ketaatan (Compliance Audit), Audit Kinerja. Jenis-jenis audit ditinjau dari
luasnya pemeriksaan dapat dibedakan menjadi dua yaitu :General Audit
(pemeriksaan Umum) dan Special Audit (pemeriksaan Khusus). Akuntan dapat
dibedakan menjadi beberapa kelompok yang antara lain : Akuntan Independen,
Akuntan Intern, Akuntan Pemerintah, Akuntan Pajak dan Akuntan Pendidik.
Audit atas laporan keuangan terutama diperlukan oleh perusahaan berbentuk
Perseroan Terbatas (PT) yang pemiliknya adalah para pemegang saham. Di
Indonesia, pemakaian gelar akuntan, sampai saat ini, dilindungi oleh Undang-
Undang Pemakaian Gelar AKuntan tahun 1954. Saat ini untuk mendapat gelar
akuntan, seorang lulusan fakultas ekonomi jurusan akuntansi baik negeri maupun
swasta harus mengikuti Pendidikan Profesi Akuntan di Perguruan Tinggi tertentu
dan mengambil antara 20-30 SKS. Untuk bisa memperoleh izin praktik sebagai
kuntan public, seorang akuntan harus memenuhi beberapa syarat yang ditentukan
Departemen Keuangan, antara lain : berpengalaman di KAP minimal 3 tahun
setara 4.000 jam, mempunyai beberapa orang staf, mempunyai kantor yang cukup
representatif dan lain-lain.
3.2 Saran
Dengan adanya tulisan ini semoga apa yang telah kita harapkan untuk mejadikan
keinginan yang ingin kita peroleh lebih baik dari apa yang telah diharapkan. Tulisan ini
sangat membutuhkan saran dalam memperbaiki makalah ini kedepannya agar
memperoleh nilai guna yang ingin diperoleh menjadi lebih bertambah. Sehingga
memperoleh manfaat yang besar bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Sukirno. 2004. ” Auditing (Pemeriksaan Akuntan oleh Kantor Akuntan


Publik)”. Edisi Ketiga, Jilid 1 . Jakarta. Lembaga Penerbitan Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.

Arens, Alvin A., and J.K Loebbecke. 2008. “Auditing: Pendekatan Terpadu”.
Terjemahan oleh Amir Abadi Yusuf. Buku Dua. Edisi Indonesia, Salemba Empat,
Jakarta.

Boynton W.C., Johnson, R.N., Kell, G.W. 2002. Modern Auditing. Jakarta:
Erlangga

Rahayu, NG. 2015. Pengaruh Kompetensi Auditor dan Skeptisisme Professional


Auditor Terhadap Upaya Auditor Dalam Mendeteksi Kecurangan. Jurnal
Akuntansi Desember 2015. Vol. 16 No. 2: 143-156

Mayangsari, Sekar., Wandarum, Puspa. 2013. “Auditing Pendekatan Sektor Publik


dan Privat”. Media Bangsa.

Anda mungkin juga menyukai