Anda di halaman 1dari 5

Penulis : Aqsal Fifteen Hapiah (Mahasiswa STEI SEBI, Depok)

PRAKTEK AUDIT INTERNAL SYARIAH PADA BANK ISLAM DI MALAYSIA

Industri perbankan syariah atau lebih dikenal dengan Islamic Banking Industry (IBI)
di Negara Malaysia ini, telah berkembang secara drastis pada abad ke-21 karena faktor-
faktor seperti kebijakan pada bank asing yang bersifat liberalisasi dan menyebar-luasnya
anak dan cabang-cabang perusahaan perbankan syariah di Negara Jiran itu. Dengan
berkembang pesatnya industri perbankan ini, membuat semakin terlihatnya akan perubahan
pada persyaratan, peraturan dan inovasi produk di perbankan syariah yang mungkin
melibatkan perlakuan akuntansi yang rumit pula (Islamic Banker Asia, 2014). Maka dari
itu, perlu adanya peningkatan pada fungsi kepatuhan Syariah dalam IBI agar menjadi lebih
relevan bagi industri perbankan. Sejalan dengan tujuan pada pembahasan ini, dalam
penelitian Rahman et al., (2018) yang berjudul “Risk Based Internal Shariah Audit
Practices in the Islamic Bank” telah dipaparkan secara mendalam penjelasan tentang proses
audit internal syariah, terutama pada perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan, juga fase
tindak lanjutnya pada bank islam di Malaysia. Dengan ini, kita akan membahas hal
tersebut, dengan acuan penelitian milik Rahman et al., (2018).
Dalam penelitiannya ini, mereka memberikan informasi berdasarkan dari
penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan tujuan penelitian ini, dan juga dari
hasil wawancara kepada beberapa pihak dalam lingkup perbankan syariah di Malaysia,
dimana pihak yang di wawancarai adalah manajer umum, anggota komite syariah, kepala
auditor internal, kepala syariah, kepala audit syariah, auditor syariah, kepala tinjauan
syariah, manajer manajemen risiko dan manajer cabang. Sehingga penelitian mereka hanya
berfokus kepada penerapan pendekatan audit internal berbasis risiko, atau dikenal dengan
Risk Based Internal Audit (RBIA) dalam praktiknya pada Islamic Bank di Malaysia
Sebelumnya, perlu kita ketahui bersama bahwa audit syariah adalah suatu aktivitas
yang memiliki fungsi penting untuk memastikan kepatuhan syariah di lembaga perbankan
Islam. Audit syariah melengkapi fungsi audit internal konvensional yang ada, serta
memberikan jaminan yang memadai pada kepatuhan syariah. Oleh karena itu, perlu adanya
acuan dan panduan untuk memasukkan fungsi audit syariah ke dalam kerangka tata kelola
pada perusahaan Islamic Bank (IB) yang ada. Namun, tidak banyak panduan yang dapat
dirujuk oleh auditor untuk melakukan prosedur audit syariah yang komprehensif. Sehingga
perlu dibuatnya suatu pedoman atau setidaknya ditemukan solusinya yang mampu
melakukan hal tersebut dan dapat dilakukan pada semua audit syariah di bank islam, yang
berdasarkan pada praktek yang kini berkembang di Negara Malaysia.
Pada bagian pendahuluan dalam penelitian Rahman et al., (2018) ini, dijelaskan
bahwa seiring dengan berkembangnya industri perbankan syariah di Malaysia, membuat
semakin rumit pula prosedur yang harus dilakukan oleh auditor internal syariah, baik dalam
perlakuan akuntansinya, maupun dalam pelaksanaan fungsi kepatuhan syariahnya. Maka
dari itu Rahman et al., (2018) ini bertujuan untuk memberikan solusi dalam kesenjangan
audit internal syariah ini. Agar kemudian, dapat memberikan jawaban dan penjelasan
mendalam tentang pentingnya praktik audit internal syariah ini sebagai salah satu strategi
kontrol dan pemantauan penting untuk bisnis, dimana hal tersebut mencakup pada proses
perencanaan audit syariah, pelaksanaan, pelaporan, dan audit tindak lanjut.
Menurut peraturan Shariah Governance Framework (SGF) pada Bank Negara
Malaysia (2011), bahwa audit Syariah itu mengacu kepada penilaian berkala yang
dilakukan dari waktu ke waktu untuk memberikan penilaian independen dan jaminan
obyektif, yang dirancang untuk menambah nilai dan meningkatkan tingkat kepatuhan
dalam kaitannya dengan operasi bisnis Lembaga Keuangan Islam, atau dikenal di Malaysia
dengan Islamic Financial Institution’s (IFI), dengan tujuan utama untuk memastikan sistem
kontrol internal yang baik dan efektif untuk kepatuhan syariah, serta kinerja yang dilakukan
oleh auditor internal. Selanjutnya SGF juga menetapkan bahwa auditor internal dari
departemen audit internal harus melakukan audit syariah juga, sehingga mereka harus
kompeten sehubungan dengan pengetahuan Syariah. Departemen audit internal
menjalankan perannya sebagai garis pertahanan ketiga dalam suatu lembaga. Dengan
demikian, lampiran fungsi audit syariah ke departemen audit internal tidak akan
membahayakan masalah independensi karena temuan audit Syariah dilaporkan langsung ke
komite audit bank islam (Shafii et al., 2013).
Perlu diingat, bahwa Shariah Governance Framework (SGF) adalah suatu sistem
dan peraturan berupa kerangka tata kelola pemerintahan syariah, yang diperkenalkan oleh
Bank Negara Malaysia (BNM), yang tepatnya mulai 1 januari 2011 peraturan tersebut
berlaku, dengan tujuan menunjang efektitas dalam menjalankan fungsi kepatuhan syariah.
Sedangkan di Indonesia sendiri, yang berperan dalam sistem shariah governance pada
lembaga keuangan syariah adalah Dewan Pengawas Syariah (DPS) dengan bantuan dewan
direksi, audit internal, dan eksternal, dan unit kepatuhan melalui ketentuan dari Islamic
Financial Standard Board (IFSB) (Rama, 2015).
Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa proses audit internal syariah, terdiri dari
perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan. Sekarang, mari kita lanjut pembahasan kita ini
menuju proses audit internal syariah yang pertama, yaitu perencanaan audit.
Pertama, yaitu terkait perencanaan audit. Sama seperti audit konvensional, bahwa
rencana audit harus didokumentasikan dengan baik untuk memasukkan kriteria dan ukuran
pemilihan sampel, dengan mempertimbangkan kompleksitas dan frekuensi transaksi.
Dimana terdapat aspek-aspek tertentu dari kerja lapangan audit yang membutuhkan teknik
pengambilan sampel. Pemeriksaan dokumentasi yang lebih rinci akan diperlukan apakah
metodologi sampling digunakan atau tidak (Bangash, 2012; Rahman, 2008).
Namun, pada pengembangan program audit syariah, mengisyaratkan pentingnya
untuk memastikan bahwa prosedur yang sedang dijalankan ini tepat untuk setiap produk di
IFI (Rahman, 2008; Shafii et al., 2010). Hal ini terdiri dari prosedur audit syariah,
kebijakan dan proses ketika menawarkan jasa keuangan Islam, serta meliputi prosedur
operasi standar yang mencakup akuntansi, persyaratan peraturan dan persyaratan lain yang
diperlukan. Program ini juga mencakup teknik audit yang akan digunakan, termasuk
pemeriksaan makalah, wawancara, benchmarking, survei, studi kasus, diagram alur dan
lain-lain. Maka dari itu, audit syariah internal dinilai lebih baik dibanding dengan audit
konvensional untuk diterapkan pada bank islam di Malaysia. Walaupun begitu, penggunaan
program audit konvensional atau standar lain apa pun dapat “diterima”, asalkan tidak
bertentangan dengan prinsip Syariah.
Untuk mengetahui pandangan terkait pentingnya perencanaan audit syariah pada
prakteknya dalam lembaga keuangan islam, Rama (2015) menunjuk responden untuk
diwawancarai. Pada bagian wawancara, menurut responden saat ditanya tentang pentingnya
perencanaan audit syariah, menjawab :
“Yang penting adalah perencanaannya. Kita perlu memperjelas apa fokus kita. Apa
yang paling kritis? kegagalan pada bagian perencanaan audit akan menyebabkan kegagalan
pada kunjungan lapangan ”.
Kemudian dalam proses perencanaan auditnya, perlu diketahui bahwa proses
perencanaan audit tahunan dimulai dengan penilaian risiko Syariah pada audit universe atau
pusat audit, klien atau departemen. Setelah identifikasi semesta audit, auditor Syariah akan
mengidentifikasi persyaratan Syariah untuk menentukan profil risiko Syariah. Ini termasuk
semua putusan yang relevan, seperti putusan dan keputusan Dewan Penasihat Syariah Bank
Negara Malaysia (BNM) dan Komisi Sekuritas Malaysia. Lalu pedoman yang dikeluarkan
oleh BNM dan Komisi Sekuritas. Parameter syariah juga memandang pada pernyataan
relevan dan berlaku lainnya yang dikeluarkan oleh BNM. Setelah itu, profil risiko Syariah
akan dikelompokkan bersama menurut area risiko bersama mereka. Area risiko syariah
meliputi eksekusi Aqad (titik sentuh), struktur produk, pengembangan produk, dokumentasi
produk, dan kode pakaian. Dalam pandangan proses perencanaan ini, responden sependapat
dan juga setuju.
Persiapan rencana audit dan program audit dibenarkan menggunakan pendekatan
berbasis risiko. Yang mana fokusnya lebih banyak ditempatkan pada area yang memiliki
risiko lebih tinggi. Ini juga mempertimbangkan unsur-unsur dalam komponen internal
kontrol Committee Of Sponsoring Organization of The Treadway Commission (COSO),
seperti lingkungan pengendalian, penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan
komunikasi, serta pemantauan. Dan responden juga sependapat dan setuju terkait hal ini,
dalam praktiknya. Dari hal-hal diatas terkait perencanaan audit, dapat kita ketahui bahwa
dalam proses dan pemeriksaan berbasis resiko pada perencanaan audit syariah telah sejalan
dengan praktik yang terjadi, namun terkait pentingnya perencanaan audit syariah masih
belum terpenuhi seutuhnya dalam praktik di perbankan syariah yang berada di Malaysia.
Kedua, terkait pelaksanaan dalam audit syariah, Ada dua jenis audit syariah yang
dilaksanakan di Bank. Yang pertama dieksekusi atas dasar "mandiri", sedangkan yang
kedua dijalankan bersama dengan operasi, kredit, kantor pusat dan audit anak perusahaan..
Hal ini sependapat dengan jawaban responden. Kemudian responden juga menyatakan
pengambilan sampel dalam pelaksanaan audit, dilakukan secara acak, tergantung pada
sumber daya audit yang tersedia. Dan yang terakhir, untuk alat dan teknik dalam
pelaksanaan audit syariah, responden menggunakan standar pada praktik industri
internasional yang meliputi meliputi pemeriksaan dokumen, wawancara, observasi,
kuesioner, penelusuran dan penambangan data. Dalam pelaksanaan praktik audit syariah,
bank menerapkan COSO dalam praktik audit internal. Semua peserta menyadari manfaat
COSO sebagai metodologi audit yang efektif karena mencakup semua aspek dalam
memastikan kontrol internal bank yang efektif.
Yang ketiga, terkait pelaporan audit syariah serta tindak lanjutnya, responden
menyatakan dalam praktiknya bahwa temuan audit dibahas dengan pihak yang diaudit oleh
masing-masing bagian, untuk klarifikasi dan justifikasi lebih lanjut, serta untuk mencari
solusi jika terjadi suatu masalah. Dan dalam hal pelaporan, perlu dibuat laporan terpisah
yang disiapkan untuk audit operasional dan audit syariah. Agar setiap laporan disusun
sesuai dengan tujuannya masing-masing. Dan audit tindak lanjut dilakukan setiap bulan
untuk memastikan bahwa masalah yang terkait diselesaikan sepenuhnya. Dalam
penyusunan laporan audit syariah, mengikuti pedoman yang disediakan oleh SGF. SGF
menyatakan bahwa proses audit Syariah mencakup mengkomunikasikan hasil penilaian
atau temuan yang timbul dari audit syariah ke Komite Audit dan Sub-Committee (SC). Lalu
segala pertimbangan yang mengindikasikan tindakan korektif untuk upaya manajemen
risiko diperluas ke Kepala pusat audit masing-masing untuk tindakan lebih lanjut. Hal ini
sejalan dengan persyaratan pelaporan ketidakpatuhan Syariah dalam Islamic Financial
Services Act (IFSA) 2013.
Dari pernyataan responden terkait pelaporan audit syariah serta tindak lanjutnya,
telah kita ketahui bahwa apa yang terjadi dalam praktiknya, sudah sesuai dengan konsep
audit dan syariah, serta sejalan dengan peraturan yang berlaku. Namun, secara keseluruhan
dari pembahasan kita yang meliputi dari perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan serta
tindak lanjut audit syariah di negara Malaysia, telah berjalan dengan baik, namun belum
seutuhnya terpenuhi, yang berarti masih ada catatan kecil yang perlu di perbaiki. Menurut
Rahman et al., (2018) bahwa prosedur yang tidak terstruktur dan ketidakseragaman dalam
proses audit di beberapa bank islam dapat mengakibatkan ketidakmampuan untuk membuat
perbandingan laporan kepatuhan syariah oleh para pemangku kepentingan. Ini dapat
menghalangi pengambilan keputusan yang baik oleh mereka. Oleh karena itu akan berguna
apabila melakukan penelitian masa depan untuk memeriksa nilai komunikasi, serta konten
dan format laporan audit syariah. Sebagai penutup, jadi telah kita ketahui bersama dari
pembahasan diatas, bahwa praktik audit internal syariah berbasis risiko pada bank islam di
Malaysia sama halnya dengan praktik yang terjadi di Indonesia, namun sedikit berbeda
pada bagian sumber regulasinya saja.

Sumber :
Rahman, N. A., Mastuk, N., Kasim, N., & Osman, M. R. (2018). Risk Based Internal
Shariah Audit Practices in the Islamic Bank. 954–961.
Rama, A. (2015). Analisis Kerangka Regulasi Model Syariah Governance Lembaga
Keuangan Syariah di Indonesia. Journal of Islamic Economics Lariba, Volume
1(January 2015).
Biodata Singkat Penulis

Nama : Aqsal Fifteen Hapiah

TTL : Jakarta Selatan, 15 September 1998

Jenis Kelamin : Laki-laki

Domisili : Jl. H. Sulaiman RT 04/02, Kel. Bedahan, Kec. Saawangan, Kota Depok

Kode Pos : 16519

Institusi : STEI SEBI

Semester : Semester 7

Alamat Institusi : Jl. Raya Bojongsari, Pondok Rangga, Kec. Sawangan, Kota Depok, Jawa
Barat

Anda mungkin juga menyukai