Anda di halaman 1dari 11

TUGAS MANAJEMEN RISIKO LEMBAGA KEUANGAN ISLAM

“RISIKO KETIDAKPATUHAN SYARIAH”

Disusun Oleh :
Azkiya Maulida Reza 041811433041
Alda Nuansa Fitri 041811433042
Nadya Ayu Septembriani 041811433050
Fina Maghfirotul Azizah 041811433065

PROGRAM STUDI S1 EKONOMI ISLAM


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2021
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bank syariah adalah salah satu unit bisnis dalam pengelolaan dana. Dengan demikian,
bank syariah juga akan menghadapi risiko manajemen bank itu sendiri. Bahkan jika kita
cermati secara mendalam, bank syariah merupakan bank yang rentan dengan sebuah risiko.
Karena dalam menjalankan aktivitasnya banyak berhubungan dengan produk-produk bank
yang mengandung banyak risiko seperti produk mudharabah, musyarakah, dan sebagainya.
Oleh karenanya sebuah perbankan/lembaga keuangan syariah harus dapat mengendalikan
risiko seminimal mungkin dalam rangka untuk memperoleh keuntungan yang optimum dan
juga risiko dalam perbankan merupakan suatu kejadian potensial, baik yang dapat
diperkirakan (anticipated) maupun yang tidak dapat diperkirakan (unanticipated) yang
berdampak negatif terhadap pendapatan dan permodalan bank.

Dalam menjalankan kegiatan usahanya, Bank Syariah harus mengacu pada ketentuan-
ketentuan syariah Islam khususnya menyangkut tata cara bermuamalah. Sharia compliance
adalah ketaatan bank syariah terhadap prinsip-prinsip syariah. Makna kepatuhan syariah
dalam bank syariah adalah penerapan prinsip-prinsip Islam, syariah dan tradisinya dalam
transaksi keuangan dan perbankan serta bisnis lain yang terkait (Zainal, 2009). Fungsi
kepatuhan adalah serangkaian tindakan atau langkahlangkah yang bersifat pencegahan
(preventif) untuk memastikan bahwa kebijakan, sistem dan prosedur serta kegiatan usaha
yang dilakukan bank syariah telah sesuai dengan ketentuan Otoritas Jasa Keuangan, Bank
Indonesia dan Peraturan Perundangundangan yang berlaku.

Kepatuhan syariah dalam operasional bank syariah tidak hanya meliputi produk saja,
akan tetapi juga meliputi sistem, teknik, dan identitas perusahaan (Andrian, 2009). Sejatinya
bank syariah merupakan bank yang tingkat risikonya sangat tinggi dalam menjalankan
aktivitasnya terutama dalam bentuk pembiayaan. Bank syariah berkewajiban untuk
memenuhi ketentuan-ketentuan yang ada, baik ketentuan internal maupun eksternal, seperti
berikut ; 1) Ketentuan giro wajib minimum, batas maksimum pemberian pembiayaan. 2)
Ketentuan dalam pemberian pembiayaan 3) Ketentuan dalam pelaporan kepada Bank
Indonesia 4) Ketentuan perpajakan 5) Ketentuan dalam akad 6) Fatwa Dewan Syariah
Nasional (DSN). Apabila bank syariah mengabaikan ketentuan-ketentuan tersebut dalam
menjalankan usahanya maka berdampak pada risiko pembiayaan, yaitu timbulnya
pembiayaan bermasalah dan menjadikan bank tersebut tidak sehat.
Selanjutnya, secara spesifik, ada 11 risiko-risiko yang akan dihadapi oleh perbankan
syariah dalam kegiatanya salah satu risiko yang akan di hadapi oleh bank syariah adalah
resiko kepatuhan (compliance risk), yang merupakan timbulnya kerugian baik langsung
maupun tidak langsung yang diakibatkan oleh tidak dipatuhinya atau tidak dilaksanakannya
peraturan perundangan dan ketentuan lainnya yang berlaku Perbankan syariah. Dan juga
tidak akan berhadapan dengan risiko tingkat suku bunga secara langsung, karena bank
syariah tidak menggunakan instrumen bunga dalam operasionalnya.
TINJAUAN PUSTAKA

1. Kepatuhan Syariah

Kepatuhan syariah dalam perbankan syariah adalah pemenuhan nilai-nilai dan prinsip
syariah dalam setiap kegiatan operasional bank. Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan No. 46/POJK.03/2017 tentang Pelaksanaan Fungsi Kepatuhan Bank Umum, maka
yang dimaksud dengan Kepatuhan adalah nilai, perilaku, dan tindakan yang mendukung
terciptanya kepatuhan terhadap ketentuan Ototritas Jasa Keuangan dan ketentuan peraturan
perundangan-undangan, termasuk Prinsip Syariah bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah (Otoritas Jasa Keuangan, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.46/POJK.03/2017
tentang Pelaksanaan Fungsi Kepatuhan Bank Umum).

Kepatuhan dalam tata kelola perusahaan memiliki arti mengikuti suatu spesifikasi
standar atau hukum yang telah diatur jelas yang biasanya diterbitkan oleh lembaga atau
organisasi yang berwenang dalam suatu bidang tertentu, karena kepatuhan syariah merupakan
bagian dari pelaksanaan framework manajemen risiko dan mewujudkan budaya kepatuhan
dalam mengelola resiko perbankan Islam maupun lembaga keuangan syariah Non bank dan
untuk melakukan efektivitas dalam kepatuhan syariah, maka diperlukan beberapa upaya,
yaitu Preventif, yaitu memastikan terciptanya ketaatan Bank terhadap kebijakan, ketentuan,
dan peraturan yang berlaku melalui analisis di bidang keuangan. Kepatuhan syariah (shariah
compliance) juga memiliki standar internasional yang disusun dan ditetapkan oleh Islamic
Financial Service Board (IFSB) dimana kepatuhan syariah merupakan bagian dari tata kelola
lembaga (corporate governance) (Muhammad, 2009).

Rambu-rambu kesehatan yang harus dipenuhi bank, diantaranya: Good Corporate


Governance (GCG), Financing to Deposit Ratio (FDR), Current Adiquacy Ratio (CAR),
Giro Wajib Minimum (GWM) dan Batas Maksimum Pemberian Dana (BMPD).

Kepatuhan pada bank syariah adalah penerapan prinsip, hukum dan tradisi dalam
Islam fi transaksi keuangan dan perbankan dan bisnis terkait lainnya ( Ari fi n, 2009 ).
Sementara itu, Ansori (2001) menyarankan itu Syariah kepatuhan merupakan salah satu
indikator pengungkapan syariah untuk memastikan kepatuhan bank syariah terhadap Syariah
prinsip. Dengan demikian, dapat dikatakan demikian Syariah kepatuhan merupakan bentuk
pertanggungjawaban bank untuk memenuhi prinsip-prinsip syariah tersebut, termasuk dalam
menggunakan teknologi, khususnya dalam bertransaksi menggunakan e-banking atau m-
banking.

Kepatuhan syariah juga merupakan bagian dari manifestasi pemenuhan prinsip


syariah dalam kelembagaan yang memiliki wujud karakteristik, integritas dan kredibilitas di
bank syariah. Di mana budaya kepatuhan adalah nilai, perilaku dan tindakan yang dapat
mendukung terciptanya kepatuhan bank syariah terhadap ketentuan Bank Indonesia (Budi,
2012).

Kepatuhan syariah dalam operasional bank syariah tidak hanya meliputi produk bank,
akan tetapi juga meliputi sistem, teknik, dan identitas perusahaan. Sehingga, budaya
perusahaan yang didalamnya meliputi pakaian, dekorasi, dan image perusahaan juga
merupakan salah satu aspek kepatuhan syariah dalam bank syariah yang bertujuan untuk
terwujudnya moralitas dan spiritual kolektif, dalam hal ini apabila digabungkan dengan suatu
produksi barang dan jasa, maka akan mampu menopang kemajuan dan pertumbuhan jalan
hidup yang Islami (Ibid)

Peran penting Bank Indonesia (BI) sebagai pemegang kebijakan perbanakan di


Indonesia telah menjadikan fatwa DSN sebagai hukum positif bagi bank syariah. Sehingga,
fatwa DSN menjadi peraturan Bank Indonesia dalam mengatur aspek syariah bagi bank
syariah. Dengan adanya formalisasi fatwa DSN menjadi peraturan Bank Indonesia dalam
aspek kepatuhan syariah bertujuan untuk terciptanya keseragaman terhadap norma-norma
dalam aspek syariah secara keseluruhan produk bank (Ibid).

2. Ketentuan Kepatuhan Syariah

(Adrian 2009) Adanya bentuk jaminan kepatuhan syariah (sharia compliance)


terhadap aktivitas bank syariah merupakan hal yang penting bagi nasabah maupun
masyarakat. Terdapat beberapa ketentuan yang dapat digunakan sebagai ukuran secara
kualitatif untuk menilai ketaatan syariah dalam lembaga perbankan syariah, diantaranya :

1) Akad atau kontrak yang digunakan untuk pengumpulan dan penyaluran dana harus
sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dan aturan syariah yang berlaku.
2) Dana zakat dihitung dan dibayar serta dikelola sesuai dengan aturan dan prinsip-
prinsip syariah
3) Seluruh transaksi dan aktivitas ekonomi dilaporkan secara wajar sesuai dengan
standar akuntansi syariah yang berlaku.
4) Lingkungan kerja dan corporate culture sesuai dengan syariah.
5) Adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS) sebagai pengarah syariah atas keseluruhan
aktivitas operasional bank syariah.
6) Bisnis usaha yang dibiayai tidak bertentangan dengan syariah.
7) Sumber dana berasal dari sumber yang sah dan halal menurut syariah.
PEMBAHASAN

“Studi Kasus Indikasi Moral Hazard Pada Pembiayaan Mudharabah dan Murabaha
Pada Bank Umum Syariah Di Indonesia”

Analisis regresi linier berganda dalam penelitian ini digunakan untuk mencari pengaruh
Pertumbuhan GDP, RR dan RF terhadap NPF. Berdasarkan hasil perhitungan dengan
menggunakan program spss. Hasil pengujian persamaan regresi tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut :

NPF = 2,655 1,057 Pertumbuhan GDP + 1,687 RR + 0,617 RF

1) Gross Domestic Product mempunyai koefisien regresi dengan arah negatif sebesar
1,057. Jika diasumsikan variabel independen lain constan, hal ini berarti bahwa
kenaikan sebesar 1 persen dari variabel pertumbuhan GDP akan menyebabkan
variabel NPF turun sebesar 1,057 persen. Hasil penelitian menunjukkan nilai
signifikansi pertumbuhan GDP = 0,05, maka Hipotesis yang menjelaskan bahwa
pertumbuhan GDP memiliki pengaruh terhadap NPF dapat diterima.
Berdasarkan hasil uji statistik secara parsial menunjukkan bahwa pertumbuhan
GDP memiliki hubungan yang negatif terhadap NPF, dan hasil analisis menunjukkan
bahwa GDP mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap NPF, hal tersebut
ditunjukkan dengan koefisien regresi nilai probabilitas yang signifikan yakni lebih
kecil dari 0,05. Hasil penelitian ini menunjukkan nilai koefisien pertumbuhan GDP
negatif dan signifikan, dimana setiap ada kenaikan GDP akan menurunkan nilai NPF.
Kondisi ini mengindikasikan tidak adanya indikasi moral hazard pada perbankan
syariah dalam sisi makroekonomi ketika pertumbukan GDP naik maka akan
menurunkan nilai NPF, karena pada sisi makroekonomi ketika pertumbuhan GDP
naik akan terjadi peningkatan transakasi ekonomi, dunia bisnis menggeliat, sehingga
pendapatan masyarakatpun bertambah dan kemampuan bayar nasabah pun semakin
tinggi. Sehingga nasabah mampu untuk membayar pinjaman kepada bank. Dalam hal
ini berarti manajemen bank, sudah baik dalam mengestimasi dana yang tepat pada sisi
makroekonomi.
2) Rasio Return Pembiayaan Mudharabah dibanding Return Total Pembiyaan (RR)
mempunyai koefisien regresi dengan arah positif sebesar 1,687. Jika diasumsikan
variabel independen lain constan, hal ini berarti bahwa kenaikan sebesar 1 persen dari
variabel RR akan menyebabkan variabel NPF naik sebesar 1,687 persen.
Hasil penelitian menunjukkan nilai signifikasi = 0,05, maka Hipotesis yang
menyatakan bahwa RR memiliki pengaruh terhadap NPF dapat diterima. Berdasarkan
hasil uji statistic secara parsial menunjukkan bahwa RR memiliki pengaruh yang
positif, dan hasil analisis menunjukkan bahwa RR signifikan terhadap NPF, hal
tersebut ditunjukkan dengan koefisien regresi nilai probabilitas yang signifikan yakni
lebih kecil dari 0,05.
Hasil penelitian ini menunjukkan nilai koefisien RR bernilai positif, yang
mana setiap ada kenaikan variabel RR akan menaikkan variabel NPF. Kondisi ini
mengindikasikan adanya moral hazard. Moral hazard bisa terjadi pada pelaku usaha
(Mudharib) yang cenderung untuk memaksimalkan keuntungan, sehingga return yang
akan didapat oleh bank sebagai shahibul mal menjadi berkurang. Dan naiknya NPF
bisa juga terjadi karena nasabah tidak mampu mengembalikan pinjaman dana kepada
bank. Sedangkan pada sisi bank syariah naiknya NPF bisa juga terjadi karena bank
kurang berhati-hati dan kurang dalam memonitoring terhadap penyaluran dana pihak
ketiganya.
Bank seharusnya lebih berhatihati dalam memilih calon debitur untuk
pembiayaan mudharabah, karena pada pembiayaan mudharabah sistemnya adalah
kepercayaan. Jadi semakin tinggi nilai return yang didapat, semakin tinggi juga
kecurangan yang dilakukan oleh mudharib, sehingga akan meningkatkan nilai NPF
pada perbankan syariah.
3) Return Alokasi Piutang Murabahah dibanding Return Total Financing (RF)
mempunyai koefisien regresi dengan arah negatif sebesar 0,617. Jika diasumsikan
variabel independen lain constan, hal ini berarti bahwa kenaikan 1 persen dari
variabel RF akan menyebabkan variabel NPF mengalami kenaikan sebesar 0,617.
Hasil penelitian menunjukkan nilai signifikansi maka Hipotesis yang
menytakan bahwa RF memiliki pengaruh terhadap NPF ditolak. Berdasarkan hasil uji
statistic secara parsial menunjukkan bahwa RF memiliki pengaruh positif namun tidak
signifikan terhadap NPF, hal tersebut ditunjukkan dengan koefisien regresi nilai
probabilitas yang signifikan yakni lebih besar dari 0,05.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai koefisien RF positif namun tidak
signifikan terhadap NPF. Yang artinya bahwa tidak ada pengaruh antara variabel RF
terhadap nilai NPF. Tidak signifikannya variabel RF berarti bahwa variabel RF yaitu
rasio return alokasi piutang murabahah dibanding return total pembiayaan belum
cukup bukti untuk menjelaskan ada atau tidaknya indikasi moral hazard pada
perbankan syariah. Karena pada pembiayaan murabahah itu sifatnya jaminan,
sehingga ketika nasabah itu tidak mampu lagi membayar barang yang menjadi
jaminan itu ditarik kembali oleh bank.
Pembiayaan Murabahah adalah pembiayaan yang diberikan kepada ummat
untuk tujuan pembelian barangbarang kebutuhan modal kerja, investasi ataupun
konsumtif. Dengan menggunakan prinsip dasar murabahah adalah jual beli. Sehingga
keuntungannya berbentuk margin penjualan yang sudah termasuk harga jual.
Keuntungan tersebut dapat dinegosiasikan antara pihak yang melakukan transaksi,
yaitu pihak bank syariah dengan nasabah. Pembiayaan murabahah juga
memungkinkan adanya jaminan, karena sifat dari pembiayaan murabahah merupakan
jual-beli yang pembayarannya tidak dilakukan secara tunai. Karena tidak dibayar
secara tunai, maka tanggungan pembayaran tersebut merupakan hutang yang harus
dibayar oleh nasabah.

4)
PENUTUP

Kesimpulan

Dari hasil studi kasus yang sudah dijelaskan diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan
yaitu Pada variabel pertumbuhan GDP, tidak ditemukannya indikasi moral hazard, karena
pada penelitian ini koefisien GDP memiliki hubungan yang negatif dan signifikan terhdap
NPF pada uji statistiknya. Hubungan yang negatif itu menunjukkan tidak adanya indikasi
moral hazard pada bank syariah di sisi makroekonomi, karena semakin tinggi GDP akan
menurunkan nilai NPF. Kemudian Pada variabel RR (rasio return) ditemukan indikasi moral
hazard, karena pada penelitian ini koefisien RR memiliki pengaruh yang positif dan
signifikan terhadap NPF pada uji statistiknya. Hubungan yang positif itu menunjukkan
adanya indikasi moral hazard pada pembiayaan mudharabah di perbankan syariah. Dimana
setiap ada kenaikan 1 % rasio return pembiayaan mudharabah dibanding return jumlah total
pembiayaan, akan menaikkan nilai NPF. Dan yang terahir yaitu pada variabel RF (return
financing) hasilnya tidak signifikan terhadap NPF. Yang artinya bahwa variabel RF tidak
berpengaruh terhadap NPF, karena variabel RF yang merupakan pembiayaan murabahah
yang mana pembiayaan murabahah itu sudah menajdi jaminan, sehingga tanggungan
pembayaran adalah hutang yang harus dibayar oleh nasabah.
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.umy.ac.id

Mulia, Dipa, Hardius Usman & Novia Budi Parwanto. 2019. Peran customer intimacy dalam
meningkatkan nasabah bank syariah loyalitas dalam menggunakan e-banking dan m-
banking. Jurnal Pemasaran Islam.

Ningsih, Aat Rutia, Azib & Nanik Eprianti. 2019. Pengaruh Kepatuhan Syariah (Sharia
Compliance) terhadap Operasional Risiko Pembiayan Pada Perbankan Syariah (Studi
Kasus 5 Bank Umum Syariah menurut Nilai Aset Tertinggi). Jurnal Hukum Vol. 3 No. 2,
2012, hlm. 424.

Suciningtias, Siti Aisyah. 2017. Indikasi Moral Hazard pada Pembiayaan Mudharabah dan
Murabahah pada Bank Umum Syariah di Indonesia. Vol. 14 No. 1.

Anda mungkin juga menyukai