Disusun Oleh :
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat
menyusun makalah ini dengan baik dan benar, serta tepat pada waktunya.
Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai “Manajemen Resiko
kepatuhan”.
Makalah ini telah dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa
bantuan dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan
hambatan selama mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, kami
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada
makalah ini. Oleh karena itu kami meminta pembaca untuk memberikan saran
serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca
sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita
semua.
Kelompok 11
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Resiko Kepatuhan
2.2 Fungsi manajemen resiko kepatuhan perbankan
2.3 Proses identifikasi resiko kepatuhan
2.4 Penerapan manajemen resiko kepatuhan
2.5 System pengendalian internal
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Risiko dalam perbankan merupakan suatu kejadian potensial, baik yang
dapat diperkirakan (anticipated) maupun yang tidak dapat diperkirakan
(unanticipated) yang berdampak negatif terhadap pendapatan dan permodalan
bank. Bisnis adalah suatu aktivitas yang selalu berhadapan dengan risiko dan
return. Bank syariah adalah salah satu unit bisnis. Dengan demikian, bank
syariah juga akan menghadapi risiko manajemen bank itu sendiri. Bahkan kalau
dicermati secara mendalam, bank syariah merupakan bank yang sarat dengan
risiko. Karena dalam menjalankan aktivitasnya banyak berhubungan dengan
produk-produk bank yang mengandung banyak risiko seperti produk
mudharabah, musyarakah, dan sebagainya. Oleh karenanya para pejabat bank
syariah harus dapat mengendalikan risiko seminimal mungkin dalam rangka
untuk memperoleh keuntungan yang optimum. Secara spesifik, risiko-risiko
yang akan dihadapi oleh perbankan syariah dalam kegiatannya yaitu meliputi
risiko likuiditas (liquidity risk), risiko pembiayaan/kredit (credit risk), risiko
hukum (legal risk), risiko pasar (market risk), risiko operasional (operational
risk), risikop reputasi (reputation risk), risiko kepatuhan (compliance risk), dan
risiko modal (capital risk). Perbankan syariah tidak akan berhadapan dengan
risiko tingkat suku bunga secara langsung, karena bank syariah tidak
menggunakan instrumen bunga dalam operasionalnya.
PEMBAHASAN
1
Berbagi itu indah, Resiko Kepatuhan Syariah,
http://berbagitutorpengetahuan.blogspot.com/2019/09/risiko-kepatuhan-syariah.html?m=1
20 Desember 2021, pukul 11:53 wib.
2
Diana Novita, Manajemen Risiko Kepatuhan Pada Perbankan Syariah, Jurnal EKSISBANK Vol.
3, No. 1, 2019, hal. 51.
3 Menekankan pada terwujudnya budaya kepatuhan dalam rangka
mengelola risiko kepatuhan, karena tak jarang orang lupa kepada
budaya kepatuhan yang sudah ada.
4 Kepatuhan merupakan tanggung jawab personil seluruh bagian dari
bank terhadap tone from the top, dengan cara memberikan prioritas
yang tinggi kepada manajemen risiko, kepatuan kepada kebijakan dan
regulasi dan standar perilaku yang beretika tinggi pada seluruh jajaran.
5 Status independensi yang disandang dari elemen organisasi fungsi
kepatuhan dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaan
tugas dan menghindari konflik kepentingan (conflict of interest), agar
semuanya terlaksana dengan teratur dengan terarah.
Kepatuhan terhaadap hukum, norma-norma dan aturan-aturan membantu
memelihara reputasi bank, sehingga sesuai dengan harapan dari para nasabah,
pasar dan masyarakat secara keseluruhan. Bank yang lalai menjalankan peran
dan fungsi kepatuhan akan berhadapan langsung dengan apa yang dikenal
dengan compliance risk yang didefinisikan oleh Basel Commite on Banking
Supervision sebagai risiko hukum atau sanksi-sanksi hukum, kerugian
keuangan/materi atau tercemarnya reputasi bank sebagai akibat dari
pelanggaran terhadap hukum, regulasi-regulasi, aturan-aturan, dihubungkan
dengan norma-norma organisasi yang menjadi aturan internal suatu bank.
Secara lebih luas lagi, ketidakpatuhan perbankan nasional berpengaruh secara
signifikan terhadap stabilitas perekonomian nasional karena bank tempat
perputaran uang didalam sebuah negara dan juga bisa dikatakan sebagai
oksigennya perekonomian.
3
Yelni Hernita, Pengelolaan Manajemen Risiko Kepatuhan Pada Bank Syariah,
https://yelnihernitafebiiainbatusangkar.blogspot.com/2019/11/makalah-manajemen-risiko-
bank_10.html diakses pada 20 Desember 2021 pukul 14.30 WIB
Karena, pada praktiknya risiko kepatuhan melekat pada risiko bank
yang terkait peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain yang
berlaku, diantaranya
1) Ketentuan kewajiban pemenuhan modal minimum (KPMM),
2) Kualitas Aktiva produktif, Pembentukan Penyisihan Aktiva
Produktif (PPAP),
3) Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK),
4) Risiko pasar terkait dengan ketentuan Posisi Devisa Neto
(PDN),
5) Risiko stratejik terkait dengan ketentuan rencana kerja anggaran
tahunan (RKAT) Bank,
6) Pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) bagi bank
umum, dan
7) Risiko lain yang terkait dengan ketentuan tertentu.
2 Pengukuran Risiko Kepatuhan
Dalam mengukur risiko kepatuhan, suatu bank dapat
menggunakan indikator/parameter berupa jenis, signifikasi, dan
frekuensi pelanggaran terhadap standar yang berlaku secara umum.
Proses Pengukuran Risiko Kepatuhan dilakukan melalui
pelaksanaan penilaian mandiri atas Risiko Kepatuhan sebagai bagian
dari penyusunan profil risiko Bank yang dilakukan secara berkala.
Proses pengukuran risiko dilakukan melalui pelaksanaan Compliance
Risk Assesment (CRA) dan Compliance Self Review (CSR).4
3 Pemantauan Risiko Kepatuhan
Dalam rangka memastikan pelaksanaan fungsi kepatuhan
dan/atau memastikan pelaksanaan peraturan eksternal, termasuk
peraturan internal, dapat terlaksana dengan baik maka hasil identifikasi
4
https://www.btpn.com/pdf/investor/publikasi-eksposur-risiko-dan-pemodalan/per-
kategori/compliance/laporan-publikasi-eksposur-risiko---risiko-kepatuhan-desember-2020-
ina.pdf Diakses pada 20 Desember 2021 pukul 15.08 WIB
dan pengukuran risiko kepatuhan harus ditindaklanjuti dengan
melakukan aktifitas pemantauan.
Dengan ungkapan lain dapat dikatakan bahwa unit kerja yang
melaksanakan fungsi Manajemen Risiko kepatuhan wajib untuk
memantau dan melaporkan risiko kepatuhan yang terjadi kepada direksi
Bank, baik sewaktu-waktu pada saat terjadinya risiko kepatuhan
maupun secara berkala. Suatu bank dapat membuat laporan hasil
pemantauan risiko kepatuhan setiap bulan dan disampaikan kepada
pimpinan unit kerja terkait dan direktur kepatuhan untuk dapat ditindak
lanjuti dengan baik.
Proses Pemantauan Risiko Kepatuhan dilakukan melalui antara
lain review terhadap kesesuaian kebijakan Bank dengan ketentuan yang
berlaku, pemenuhan parameter kehati-hatian, penyampaian laporan
kepada OJK, BI dan otoritas lainnya yang berwenang, tindak lanjut
temuan OJK/BI.
4 Pengendalian Risiko Kepatuhan
Bank harus memastikan bahwa bank memiliki tingkat
kepatuhan yang memadai terhadap peraturan perundang-undangan yang
berlaku di negara mana kantor cabang bank tersebut berada. Proses
Pengendalian Risiko Kepatuhan dilakukan melalui antara lain kaji
ulang berkala terhadap Kebijakan dan Prosedur Kepatuhan,melakukan
tindak lanjut hasil audit eksternal maupun internal.
5 Sistem Informasi Manajemen Risiko Kepatuhan
Pelaksanaan sistem informasi manajemen risiko kepatuhan
merupakan bagian dari sistem informasi manajemen yang harus
dimiliki sebuah bank dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan bank
dalam rangka penerapan manajemen risikoyang efektif. Sebagai bagian
dari proses manajemen risiko, sistem informasi manajemen risiko bank
digunakan untuk mendukung pelaksanaan proses identifikasi,
pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko.
6 Sistem Pengendalian Internal
Dalam melakukan penerapan manajemen risiko untuk risiko
kepatuhan, bank perlu memiliki sistem pengendalian intern untuk risiko
kepatuhan antara lain untuk memastikan tingkat responsif bank
terhadap penyimpangan terhadap standar yang berlaku secara umum,
ketentuan, dan atau peraturan perundang-undangan.
A. Pengawasan aktif dewan komisaris, direksi, dan DPS. Bank syariah wajib
melakukan penerapan manajemen risiko melalui pengawasan aktif dewan
komisaris, direksi, dan DPS dalam penanganan risiko kepatuhan. Selain itu,
dewan komisaris, direksi, dan DPS harus juga memahami risiko kepatuhan
yang dihadapi dan memberikan arahan yang jelas, agar suatu saat jika terjadi
pelanggaran dapat di indefikasi secara jelas, selain itu juga dengan melakukan
pengawasan, dan mitigasi secara aktif serta mengembangkan budaya
manajemen risiko di bank syariah. Dewan komisaris dan direksi harus
memastikan struktur organisasi memadai, menetapkan tugas, dan tanggung
jawab yang jelas pada masing-masing unit serta memastikan kecukupan
kuantitas dan kualitas sumber daya insani (SDI) yang merupakan salah satu
faktor yang sangat penting bahkan tidak dapat dilepaskan dari sebuah kegiatan
baik Lembaga keuangan syariah maupun dalam sebuah perusahaan, untuk
mendukung penerapan manajemen risiko efektif juga merupakan kunci yang
menentukan perkembangan pada sebuah lembaga syaiah. Sesuai dengan
regulasi berikut ini, ada hal-hal spesifik yang perlu diperhatikan dalam
pelaksanaan pengawasan aktif dewan komisaris, direksi, dan DPS yang
mencakup hal-hal sebagai berikut.
1. Kewenangan dan tanggung jawab dewan komisaris dan direksi serta DPS
(Dewan Pengawas Syariah)
5
Bambang, “Manajemen Risiko Perbankan Syariah di
Indonesia”, 235.
diharapkan seua dapat melaksanakan sesuai dengan prosedur kepatuhan yang
telah ditetapkan.
2. Sumber daya insani Pejabat dan staf di satuan kerja kepatuhan dilarang untuk
ditempatkan pada posisi ketika harus menghadapi konflik kepentingan dalam
melaksanakan tanggung jawab fungsi kepatuhan6 karena dikhawatirkan jika
terjadi sesuatu akan lepas dari tanggung jawab maka dari itu pejabat dan staf
tidak di tetapkan pada posis untuk menghadapi konflik kepentingan. Karena
Pejabat dan staff yang ditempatkan pada masing-masing satuan kerja tersebut
memiliki pemahaman mengenai risiko yang melekat pada setiap produk dan
aktivitas perusahaan, paham mengenai faktor-faktor risiko yang relevan dan
kondisi pasar yang mempengaruhi produk dan aktivitas perusahaan, serta
mampu mengestimasi dampak dari perubahan faktor-faktor tersebut terhadap
kelangsungan usaha perusahaan. 7
6
Bambang, “Manajemen Risiko Perbankan syariah di Indonesia”, 236
7
Fakhruroji Hasan, “Peran Dewan Komisaris dan Direksi Dalam Manajemen
Risiko”, diaksen dari website, (https://
fakhrurrojihasan.wordpress.com/2016/02/03/peran-dewankomisaris-dan-
direksi-dalam-manajemen-risiko/),pada tanggal 29/1/2019.
unit kerja. b. Bank syariah harus memiliki satuan kerja kepatuhan yang
independen yang memiliki tugas, kewenangan, dan tanggung jawab
sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku mengenai pelaksanan fungsi
kepatuhan bank umum yang mencakup hal-hal sebagai berikut:
a. Lingkungan Pengendalian
Tanpa lingkungan pengendalian yang efektif, keempat komponen lainnya
mungkin tidak akan menghasilkan pengendalian internal yang efektif.
8
Edi Purwono, Aspek-aspek EDP Audit Pengendalian Internal pada
Komputerisasi (Yogyakarta: Andi Offset, 2004), h.119.
9
Sanyoto Gondodiyoto, Audit Sistem Informasi (Jakarta:Mitra Wacana
Media, 2007), h.266
10
Hery, Auditing (Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi) (Jakarta:
Kencana Pernada Media Group, 2011), h.90.
Lingkungan pengendalian berfungsi sebagai paying bagi keempat komponen
pengendalian internal lainnya. Lingkungan pengendalian terdiri atas tindakan,
kebijakan, dan prosedur yang mencerminkan sikap manajemen puncak, para
direktur dan pemilik entitas secara keseluruhan mengenai pengendalian internal
serta arti pentingnya bagi entitas tersebut. Inti dari keberhasilan dalam
pengendalian entitas secara efektif terletak pada sikap manajemen. Jika
manajemen puncak sangat fokus terhadap pengendalian, maka anggota entitas
lainnya juga akan bersikap demikian. Untuk memahami dan menilai lingkungan
pengendalian, auditor perlumempertimbangkan sub komponen dari lingkungan
pengendalian itu sendiri, yaitu:
5) Struktur organisasi
Struktur organisasi menunjukkan tingkatan tanggung jawab dan kewenangan
yang ada dalam setiap divisi atau bagian. Dengan memahami struktur
organisasi klien, auditor dapat mempelajari perihal pengelolaan entitas dan
unsure-unsur fungsional bisnis serta melihat bagaimana pengendalian atas
pengelolaan tersebut diterapkan.
b. Penilaian Risiko
Merupakan tindakan yang dilakukan manajemen untuk mengidentifikasi dan
menganalisis risiko terkait penyusunan laporan keuangan yang sesuai dengan
prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Sebagai contoh, jika perusahaan
sering mengalami kesulitan dalam menagih piutang usaha, maka perusahaan
harus menyelenggarakan pengendalian yang memadai untuk mengatasi risiko
lebih saji piutang usaha. Penilaian risiko oleh manajemen berbeda dengan
penilaian risiko oleh auditor walaupun ada keterkaitannya. Apabila manajemen
menilai risiko sebagai bagian dari perancangan dan pelaksanaan pengendalian
internal untuk memperkecil kekeliruan serta kecurangan, sedangkan auditor
menilai risiko untuk memutuskan jenis dan cakupan bukti yang dibutuhkan
dalam pemeriksaan. Jika manajemen secara efektif menilai dan menanggapi
risiko tersebut, biasanya auditor akan mengumpulkan lebih sedikit bukti audit
dari pada jika manajemen gagal dalam mengidentifikasi atau menindaklanjuti
risiko yang signifikan.
c. Aktivitas Pengendalian
1) Pemisahan tugas
Pemisahan tugas disini maksudnya adalah pemisahan fungsi atau pembagian
kerja. Ada dua bentuk yang paling umum dari penerapan prinsip pemisahan
tugas ini yaitu:
(1) pekerjaan yang berbeda seharusnya dikerjakan oleh karyawan yang berbeda
pula.
(2) harus adanya pemisahan tugas antara karyawan yang menangani pekerjaan
pencatatan aktiva dan karyawan yang menangani langsung aktiva secara fisik.
Sesungguhnya rasionalisasi dari pemisahan tugas adalah bahwa tugas pekerjaan
dari karyawan seharusnya dapat memberikan dasar yang memadai untuk
mengevaluasi pekerjaan karyawan lainnya. Jadi, hasil pekerjaan seorang
karyawan dapat diperiksa silang (cross check) kebenarannya oleh karyawan
lain. Ketika seorang karyawan bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan
biasanya potensi munculnya kesalahan maupun kecurangan akan meningkat.
Oleh sebab itu, sangatlah penting kalau pekerjaan yang berbeda seharusnya
dikerjakan oleh karyawan yang berbeda pula.
2) Otorisasi yang tepat atas transaksi Agar pengendalian berjalan dengan baik,
setiap transaski harus diotorisasi dengan tepat. Sebagai contoh, transaksi
pembayaran kas dilakukan setelah mendapatkan persetujuan terlebih dahulu
dari pihak lain yang berwenang. Ini dilakukan untuk menjamin bahwa kas
hanya dibayarkan atas transaksi yang telah diotorisasi sebagaimana mestinya.
Sesungguhnya, karakteristik yang paling utama dari pengendalian internal
adalah penetapan tanggung jawab ke masing-masing karyawan secara spesifik.
Penetapan tanggung jawab disini agar supaya masingmasing karyawan dapat
bekerja sesuai dengan tugas-tugas tertentu yang telah dipercayakan kepadanya.
Pengendalian atas pekerjaan tertentu akan menjadi lebih efektif jika hanya ada
11
Alvin A. Arens.,dkk, Auditing dan Jasa Assurance (Jakarta:Erlangga,
2015), h.349
satu orang saja yang bertanggung jawab atas sebuah tugas tertentu. Penetapan
tanggung jawab disni tentu saja meliputi pemberian otorisasi untuk menyetujui
atas sebuah transaski. Sebagai contoh, dalam sebuah perusahaan dagang yang
meliputi penjualan barang dagangan secara kredit kepada para pelanggannya,
maka biasanya setiap transaksi penjualan kredit haruslah terlebih dahulu
meminta persetujuan dari manajer kredit, selaku orang yang memang benar-
benar memiliki wewenang untuk memberikan kredit kepada si calon pembeli.
Untuk menjamin pengendalian internal yang baik, maka dalam kasus pemberian
kredit ini sebaiknya manajer kreditlah, bukan manajer penjualan yang memiliki
wewenang untuk menganalisis kelayakan kredit si calon pembeli.
3) Dokumen dan catatan yang memadai Dokumen dan catatan merupakan objek
fisik di mana transaksi akan dicantumkan serta diikhtisarkan. Contohnya adalah
faktur penjualan, surat pesanan pembelian, jurnal penjualan dan pembelian,
kartu hadir karyawan, kartu persediaan, dan laporan penerimaan barang.
Dokumen memadai sangat penting untuk mencatat transaksi dan
mengendalikan aktiva. Dokumen memberikan bukti bahwa transaksi bisnis atau
peristiwa ekonomi telah terjadi. Dengan membubuhkan atau memberikan tanda
tangan ke dalam dokumen orang yang bertanggung jawab atas terjadinya
sebuah transaksi atau peristiwa dapat diidentifikasikan dengan mudah.
Dokumentasi atas transaksi seharusnya dibuat ketika transaksi terjadi.
4) Pengendalian fisik atas aktiva dan catatan Untuk menyelenggarakan
pengendalian internal yang memadai, aktiva catatan harus dilindungi. Jika tidak
diamankan sebagaimana mestinya, aktiva dapat dicuri, diselewengkan, atau
disalahgunakan. Demikian juga dengan catatan, jika tidak dilindungi secara
memadai, catatan bisa dicuri, rusak, atau hilang. Yang dapat sangat memabantu
dalam proses pencatatan akuntansi danoperasi normal bisnis perusahaan.
Penggunaan pengendalian fisik, mekanik, dan elektronik sangatlah penting.
Pengendalian fisik terutama terkait dengan pengamanan aktiva. Pengendalian
mekanik dan elektronik sangatlah penting. Pengendalian fisik terutama terkait
dengan pengamanan aktiva. Pengendalian mekanik dan elelktronik juga
mengamankan aktiva. Berikut ini adalah beberapa macam contoh dari
penggunaan pengendalian fisik, mekanik, dan elelktronik:
(1) uang kas dan surat-surat berharga sebaiknya disimpan dalam safe deposits
box
(2) catatan-catatan akuntansi yang penting juga harus disimpan dalam filing
cabinet yang terkunci
(3) tidak semua tau sembarang karyawan dapat keluar masuk gudang tempat
penyimpanan persediaan barang dagang.
e. Pemantauan Yaitu suatu proses yang menilai mutu dari kinerja pengendalian
internal sepanjang waktu. 13Aktivitas pemantauan berhubungan dengan
penilaian atas mutu pengendalian internal secara berkesinambungan oleh
manajemen untuk menentukan bahwa pengendalian telah berjalan sebagaimana
yang diharapkan, dan dimodifikasi sesuai dengan perkembangan kondisi yang
ada dalam perusahaan. Informasi yang dinilai berasal dari berbagai sumber,
termasuk studi atas pengendalian internal yang ada, laporan auditor internal,
umpan balik dari personel operasional dan lainnya.
12
Hery, Auditing (Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi) (Jakarta:Kencana
Pernada Media Group, 2011), h.100.
13
Hamzah Halim, Legal Audit dan Legal Opinion (Jakarta:
Prenadamedia Group, 2016), h.3.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
http://berbagiitututorpengetahuan.blogspot.com/2019/09/risiko-kepatuhan-
syariah.html?m=1, 20 Desember 2021, pukul 11:53 wib.
https://www.btpn.com/pdf/investor/publikasi-eksposur-risiko-dan-pemodalan/
per-kategori/compliance/laporan-publikasi-eksposur-risiko---risiko-
kepatuhan-desember-2020-ina.pdf Diakses pada 20 Desember 2021
pukul 15.08 WIB
file:///C:/Users/Asus/Downloads/32-Article%20Text-222-2-10-
20200529%20(2).pdf