Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

MANAJEMEN RESIKO KEPATUHAN

Dosen Pengampu : Dr. Sri Budi Cantika Yuli, SE.,MM

Disusun Oleh :

Nitya Sephastika Sani (201910510311043)


Eki Rahma Agustin (201910510311035)
Rizki Ratulangi (201910510311047)
Andina Chairany (201910510311018)
Jabir Rizki Kurniawan (201910510311036)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat
menyusun makalah ini dengan baik dan benar, serta tepat pada waktunya.
Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai “Manajemen Resiko
kepatuhan”.
Makalah ini telah dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa
bantuan dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan
hambatan selama mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, kami
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada
makalah ini. Oleh karena itu kami meminta pembaca untuk memberikan saran
serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca
sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita
semua.

Malang, 8 Desember 2021

Kelompok 11
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Resiko Kepatuhan
2.2 Fungsi manajemen resiko kepatuhan perbankan
2.3 Proses identifikasi resiko kepatuhan
2.4 Penerapan manajemen resiko kepatuhan
2.5 System pengendalian internal
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Risiko dalam perbankan merupakan suatu kejadian potensial, baik yang
dapat diperkirakan (anticipated) maupun yang tidak dapat diperkirakan
(unanticipated) yang berdampak negatif terhadap pendapatan dan permodalan
bank. Bisnis adalah suatu aktivitas yang selalu berhadapan dengan risiko dan
return. Bank syariah adalah salah satu unit bisnis. Dengan demikian, bank
syariah juga akan menghadapi risiko manajemen bank itu sendiri. Bahkan kalau
dicermati secara mendalam, bank syariah merupakan bank yang sarat dengan
risiko. Karena dalam menjalankan aktivitasnya banyak berhubungan dengan
produk-produk bank yang mengandung banyak risiko seperti produk
mudharabah, musyarakah, dan sebagainya. Oleh karenanya para pejabat bank
syariah harus dapat mengendalikan risiko seminimal mungkin dalam rangka
untuk memperoleh keuntungan yang optimum. Secara spesifik, risiko-risiko
yang akan dihadapi oleh perbankan syariah dalam kegiatannya yaitu meliputi
risiko likuiditas (liquidity risk), risiko pembiayaan/kredit (credit risk), risiko
hukum (legal risk), risiko pasar (market risk), risiko operasional (operational
risk), risikop reputasi (reputation risk), risiko kepatuhan (compliance risk), dan
risiko modal (capital risk). Perbankan syariah tidak akan berhadapan dengan
risiko tingkat suku bunga secara langsung, karena bank syariah tidak
menggunakan instrumen bunga dalam operasionalnya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Definisi Resiko Kepatuhan?
2. Apa Fungsi Manajemen Resiko Kepatuhan Perbankan?
3. Bagaimana Proses Identifikasi Resiko Kepatuhan?
4. Bagaimana Penerapan Manajemen Resiko Kepatuhan?
5. Bagaimana System Pengendalian Internal?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk Mengetahui Apa Saja Definisi Dari Resiko Kepatuhan
2. Untuk Mengetahui Apa Saja Fungsi Dari Manajemen Resiko Kepatuhan
Perbankan
3. Untuk Mengetahui Bagaimana Proses Identifikasi Resiko Kepatuhan
4. Untuk Mengetahui Bagaimana Penerapan Manajemen Resiko
Kepatuhan
5. Untuk Mengetahui Bagaimana System Pengendalian
Internal
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Manajemen Resiko Kepatuhan

Resiko Kepatuhan adalah resiko yang timbul akibat Bank tidak


mematuhi dan/atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan
ketentuan yang berlaku. Pada tahun 2005 BIS ( Bank For International
Settlement ) mengeluarkan panduan tentang compliance and compliance
function in bank. BIS mendefinisikan resiko kepatuhan sebagai resiko hukum
atau regulatori sanctions,kerugian finansial yang material,atau kehilangan
reputasi bank sebagai akibat dari kegagalan bank mematuhi
hukum,pengaturan,aturan,standart operasional atau kode etik. Dalam rangka
meningkatkan pengelolaan resiko kepatuhan,Bank memperkuat struktur
organisasi dan jajaran SDM pada compliance and good corporate governance
division dengan membaginya menjadi lima bagian yakni : corporate governance
opinion departement,policy/procedure and control departement,fraud banking
investigation departement,legal compliance departement ,dan area compliance
representative.

Pada prakteknya resiko kepatuhan melekat pada resiko bank yang


terkait peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku,seperti
resiko kredit ( KPPM,kualitas aktiva produktif,PPAP,BMPK ). Resiko lain
yang terkait dalam menilai resiko inherent atau resiko kepatuhan,indikator yang
digunakan adalah jenis dan signifikasi pelanggaran yang dilakukan,frekuensi
pelanggarran yang dilakukan atau track record kepatuhan bank,perilaku yang
mendasari pelanggaran,dan pelanggaran terhadap ketentuan atas transaksi
keuangan tertentu.
2.2 Fungsi Manajemen Resiko Kepatuhan perbankan

Dalam konteks perbankan nasional, Bank Indonesia menjelaskan bahwa


secara garis besar, fungsi kepatuhan bank meliputi beberapa tindakan sebagai
berikut:1
1 Mewujudkan terlaksananya budaya kepatuhan pada semua tingkat
organisasi dan kegiatan usaha bank.
2 Mengelola risiko kepatuhan yang dihadapi oleh bank.
3 Memastikan agar kebijakan, ketentuan, sistem, dan prosedur serta
kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank telah sesuai dengan ketentuan
Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
termasuk prinsip syariah bagi bank umum syariah dan unit usaha
syariah.
4 Memastikan kepatuhan bank terhadap komitmen yang dibuat oleh bank
kepada Bank Indonesia dan/atau otoritas pengawas lain yang
berwenang.
Pokok-pokok pengaturan peraturan Bank Indonesia (PBI) dalam
pelaksanaan fungsi kepatuhan pada Bank Umum adalah:2
1 Fungsi kepatuhan merupakan bagian dari pelaksanaan framework
manajemen risiko, inti dari fungsi kepatuhan di sini adalah koordinasi.
2 Pelaksanaan fungsi kepatuhan menekankan pada peran aktif dari
seluruh elemen organisasi kepatuhan yang terdiri dari direktur yang
membawahkan fungsi kepatuhan, kepada unit kepatuhan dan satuan
kerja kepatuhan untuk mengelola risiko kepatihan, jadi semua yang
saling keterkaitan mempunyai perannya masing-masing.

1
Berbagi itu indah, Resiko Kepatuhan Syariah,
http://berbagitutorpengetahuan.blogspot.com/2019/09/risiko-kepatuhan-syariah.html?m=1
20 Desember 2021, pukul 11:53 wib.
2
Diana Novita, Manajemen Risiko Kepatuhan Pada Perbankan Syariah, Jurnal EKSISBANK Vol.
3, No. 1, 2019, hal. 51.
3 Menekankan pada terwujudnya budaya kepatuhan dalam rangka
mengelola risiko kepatuhan, karena tak jarang orang lupa kepada
budaya kepatuhan yang sudah ada.
4 Kepatuhan merupakan tanggung jawab personil seluruh bagian dari
bank terhadap tone from the top, dengan cara memberikan prioritas
yang tinggi kepada manajemen risiko, kepatuan kepada kebijakan dan
regulasi dan standar perilaku yang beretika tinggi pada seluruh jajaran.
5 Status independensi yang disandang dari elemen organisasi fungsi
kepatuhan dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaan
tugas dan menghindari konflik kepentingan (conflict of interest), agar
semuanya terlaksana dengan teratur dengan terarah.
Kepatuhan terhaadap hukum, norma-norma dan aturan-aturan membantu
memelihara reputasi bank, sehingga sesuai dengan harapan dari para nasabah,
pasar dan masyarakat secara keseluruhan. Bank yang lalai menjalankan peran
dan fungsi kepatuhan akan berhadapan langsung dengan apa yang dikenal
dengan compliance risk yang didefinisikan oleh Basel Commite on Banking
Supervision sebagai risiko hukum atau sanksi-sanksi hukum, kerugian
keuangan/materi atau tercemarnya reputasi bank sebagai akibat dari
pelanggaran terhadap hukum, regulasi-regulasi, aturan-aturan, dihubungkan
dengan norma-norma organisasi yang menjadi aturan internal suatu bank.
Secara lebih luas lagi, ketidakpatuhan perbankan nasional berpengaruh secara
signifikan terhadap stabilitas perekonomian nasional karena bank tempat
perputaran uang didalam sebuah negara dan juga bisa dikatakan sebagai
oksigennya perekonomian.

2.3 Proses identifikasi resiko kepatuhan

Bank melakukan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan


pengendalian risiko kepatuhan secara terus-menerus melalui antara lain uji
kepatuhan terhadap rancangan kebijakan dan produk program yang diterbitkan
oleh unit kerja, termasuk terhadap rencana penerbitan produk/aktivitas baru
maupun perkembangannya. Bank memiliki system laporan risiko kepatuhan
secara periodik minimal setiap bulan.
Proses menajamen risiko kepatuhan yang dapat diterapkan oleh suatu
unit kerja di sebuah perusahaan. Model tersebut selaras dengan berbagai
literatur yang dipergunakan di berbagai negara dan juga sejalan dengan standar
pengelolaan risiko yang dikeluarkan oleh berbagai organisasi internasional dan
juga digunakan oleh negara-negara anggota OECD. Tidak jauh berbeda dengan
di Indonesia, proses pengelolaan manajemen risiko kepatuhan perbankan yang
dikeluarkan oleh Bank Indonesia juga selaras dengan model yang dibangun
oleh OECD.
Dalam pedoman Penerapan Manajemen Risiko Bagi bank umum, Bank
Indonesia menjelaskan proses manajemen risiko kepatuhan, yang intinya adalah
penerapan manajemen risiko kepatuhan dapat dilakukan melalui proses
identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko, serta didukung
sistem informasi sebagai berikut:3
1 Identifikasi Risiko Kepatuhan
Proses identifikasi Risiko Kepatuhan dilakukan antara lain, melalui
uji kepatuhan terhadap kebijakan, prosedur serta produk/aktivitas baru
maupun pengembangannya serta aksi korporasi yang akan dilaksanakan,
termasuk terhadap transaksi yang wajib memperoleh persetujuan Komite
Kredit. Pada tahap identifikasi ini, Bank harus memahami seluruh risiko
yang sudah ada (inherent risk) yang terkait dengan pelaksanaan fungsi
kepatuhan, termasuk risiko yang bersumber dari cabang-cabang dan
perusahaan anak dengan memperhatikan beberapa faktor diatas dengan
melakukan identifikasi terhadap semua peraturan yang berkaitan dengan
kepatuhan.

3
Yelni Hernita, Pengelolaan Manajemen Risiko Kepatuhan Pada Bank Syariah,
https://yelnihernitafebiiainbatusangkar.blogspot.com/2019/11/makalah-manajemen-risiko-
bank_10.html diakses pada 20 Desember 2021 pukul 14.30 WIB
Karena, pada praktiknya risiko kepatuhan melekat pada risiko bank
yang terkait peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain yang
berlaku, diantaranya
1) Ketentuan kewajiban pemenuhan modal minimum (KPMM),
2) Kualitas Aktiva produktif, Pembentukan Penyisihan Aktiva
Produktif (PPAP),
3) Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK),
4) Risiko pasar terkait dengan ketentuan Posisi Devisa Neto
(PDN),
5) Risiko stratejik terkait dengan ketentuan rencana kerja anggaran
tahunan (RKAT) Bank,
6) Pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) bagi bank
umum, dan
7) Risiko lain yang terkait dengan ketentuan tertentu.
2 Pengukuran Risiko Kepatuhan
Dalam mengukur risiko kepatuhan, suatu bank dapat
menggunakan indikator/parameter berupa jenis, signifikasi, dan
frekuensi pelanggaran terhadap standar yang berlaku secara umum.
Proses Pengukuran Risiko Kepatuhan dilakukan melalui
pelaksanaan penilaian mandiri atas Risiko Kepatuhan sebagai bagian
dari penyusunan profil risiko Bank yang dilakukan secara berkala.
Proses pengukuran risiko dilakukan melalui pelaksanaan Compliance
Risk Assesment (CRA) dan Compliance Self Review (CSR).4
3 Pemantauan Risiko Kepatuhan
Dalam rangka memastikan pelaksanaan fungsi kepatuhan
dan/atau memastikan pelaksanaan peraturan eksternal, termasuk
peraturan internal, dapat terlaksana dengan baik maka hasil identifikasi

4
https://www.btpn.com/pdf/investor/publikasi-eksposur-risiko-dan-pemodalan/per-
kategori/compliance/laporan-publikasi-eksposur-risiko---risiko-kepatuhan-desember-2020-
ina.pdf Diakses pada 20 Desember 2021 pukul 15.08 WIB
dan pengukuran risiko kepatuhan harus ditindaklanjuti dengan
melakukan aktifitas pemantauan.
Dengan ungkapan lain dapat dikatakan bahwa unit kerja yang
melaksanakan fungsi Manajemen Risiko kepatuhan wajib untuk
memantau dan melaporkan risiko kepatuhan yang terjadi kepada direksi
Bank, baik sewaktu-waktu pada saat terjadinya risiko kepatuhan
maupun secara berkala. Suatu bank dapat membuat laporan hasil
pemantauan risiko kepatuhan setiap bulan dan disampaikan kepada
pimpinan unit kerja terkait dan direktur kepatuhan untuk dapat ditindak
lanjuti dengan baik.
Proses Pemantauan Risiko Kepatuhan dilakukan melalui antara
lain review terhadap kesesuaian kebijakan Bank dengan ketentuan yang
berlaku, pemenuhan parameter kehati-hatian, penyampaian laporan
kepada OJK, BI dan otoritas lainnya yang berwenang, tindak lanjut
temuan OJK/BI.
4 Pengendalian Risiko Kepatuhan
Bank harus memastikan bahwa bank memiliki tingkat
kepatuhan yang memadai terhadap peraturan perundang-undangan yang
berlaku di negara mana kantor cabang bank tersebut berada. Proses
Pengendalian Risiko Kepatuhan dilakukan melalui antara lain kaji
ulang berkala terhadap Kebijakan dan Prosedur Kepatuhan,melakukan
tindak lanjut hasil audit eksternal maupun internal.
5 Sistem Informasi Manajemen Risiko Kepatuhan
Pelaksanaan sistem informasi manajemen risiko kepatuhan
merupakan bagian dari sistem informasi manajemen yang harus
dimiliki sebuah bank dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan bank
dalam rangka penerapan manajemen risikoyang efektif. Sebagai bagian
dari proses manajemen risiko, sistem informasi manajemen risiko bank
digunakan untuk mendukung pelaksanaan proses identifikasi,
pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko.
6 Sistem Pengendalian Internal
Dalam melakukan penerapan manajemen risiko untuk risiko
kepatuhan, bank perlu memiliki sistem pengendalian intern untuk risiko
kepatuhan antara lain untuk memastikan tingkat responsif bank
terhadap penyimpangan terhadap standar yang berlaku secara umum,
ketentuan, dan atau peraturan perundang-undangan. 

2.4 Penerapan manajemen resiko kepatuhan

Penerapan pada manajemen risiko, khususnya pada manajemen risiko


kepatuhan di lembaga keuangan syariah atau bank syariah setidaknya
mencakup hal-hal sebagai berikut.

A. Pengawasan aktif dewan komisaris, direksi, dan DPS. Bank syariah wajib
melakukan penerapan manajemen risiko melalui pengawasan aktif dewan
komisaris, direksi, dan DPS dalam penanganan risiko kepatuhan. Selain itu,
dewan komisaris, direksi, dan DPS harus juga memahami risiko kepatuhan
yang dihadapi dan memberikan arahan yang jelas, agar suatu saat jika terjadi
pelanggaran dapat di indefikasi secara jelas, selain itu juga dengan melakukan
pengawasan, dan mitigasi secara aktif serta mengembangkan budaya
manajemen risiko di bank syariah. Dewan komisaris dan direksi harus
memastikan struktur organisasi memadai, menetapkan tugas, dan tanggung
jawab yang jelas pada masing-masing unit serta memastikan kecukupan
kuantitas dan kualitas sumber daya insani (SDI) yang merupakan salah satu
faktor yang sangat penting bahkan tidak dapat dilepaskan dari sebuah kegiatan
baik Lembaga keuangan syariah maupun dalam sebuah perusahaan, untuk
mendukung penerapan manajemen risiko efektif juga merupakan kunci yang
menentukan perkembangan pada sebuah lembaga syaiah. Sesuai dengan
regulasi berikut ini, ada hal-hal spesifik yang perlu diperhatikan dalam
pelaksanaan pengawasan aktif dewan komisaris, direksi, dan DPS yang
mencakup hal-hal sebagai berikut.
1. Kewenangan dan tanggung jawab dewan komisaris dan direksi serta DPS
(Dewan Pengawas Syariah)

a. Dewan komisaris dan direksi harus memastikan bahwa manajemen risiko


untuk risiko kepatuhan dilakukan secara terintegrasi dengan manajemen risiko
lainnya yang dapat berdampak pada profil risiko kepatuhan bank syariah.
Dengan begitu akan adanya kontroling dengan jelas.

b. Dewan komisaris dan direksi harus memastikan bahwa setiap permasalahan


kepatuhan yang timbul dapat diselesaikan secara efektif oleh satuan kerja
terkait dan dilakukan monitoring atas tindakan perbaikan oleh satuan kerja
kepatuhan untuk menghidari adanya ketidak efektifan sehingga akan
berdampak pada semuanya.

c. Direktur yang membawahi fungsi kepatuhan memiliki peranan penting dalam


manajemen risiko untuk risiko kepatuhan dengan tanggung jawab sebagaimana
diatur dalam ketentuan yang berlaku mengenai pelaksanaan fungsi kepatuhan
bank umum, 5antara lain sebagai berikut.

1) Merumuskan strategi guna mendorong terciptanya budaya kepatuhan.


Dengan adanya strategi untuk memudahkan dalam menyusun budaya
kepatuhan dengan memperhatikan tingkat risiko yang akan diambil dan
toleransi risiko yang ditetapkan, serta menghitung dampak risiko terhadap
kecukupan permodalan

2) Mengusulkan kebijakan kepatuhan atau prinsip-prinsip kepatuhan yang akan


ditetapkan oleh direksi. Jadi semua berpendapat mengenai kebijakan apa saja
yang akan tetapkan.

3) Menetapkan sistem dan prosedur kepatuhan yang akan digunakan untuk


menyusun ketentuan dan pedoman internal bank syariah. Dengan adanya sistem

5
Bambang, “Manajemen Risiko Perbankan Syariah di
Indonesia”, 235.
diharapkan seua dapat melaksanakan sesuai dengan prosedur kepatuhan yang
telah ditetapkan.

4) Memastikan bahwa seluruh kebijakan, ketentuan, sistem, dan prosedur serta


kegiatan usaha yang dilakukan bank syariah telah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Dengan begitu dapat meminimalkan risiko
kepatuhan bank syariah, dan juga diberlakukannya kontroling atau penecekan
bertahap.

5) Melakukan tindakan pencegahan agar kebijakan dan atau keputusan yang


diambil direksi bank syariah atau pemimpin kantor cabang bank syariah asing
tidak menyimpang dari ketentuan otoritas dan peraturan perundangundangan
yang berlaku. Jika terlihat akan adanya penyimpangan maka harus langsung
melakukan tindakan pencegahan agar penyimpangan tersebut tidak semakin
banyak

6) Melakukan tugas-tugas lainnya yang terkait dengan fungsi kepatuhan

d. Direktur yang membawahi fungsi kepatuhan harus independen dan


menyampaikan laporan pelaksanaan tugasnya kepada otoritas sesuai dengan
ketentuan yang berlaku mengenai pelaksanaan fungsi kepatuhan baik pada bank
konvensional maupun bank syariah dan ketentuan-ketentuan lain yang terkait.
Dapat kita simpulkan bahwa memberikan kebebasan dalam pelaporan tidak
dibatasi namun kebebasan disini tetap memperhatikan ketentuan-ketentuanya

e. Dewan Pengawas Syariah harus melakukan evaluasi (review) atas kebijakan


manajemen risiko khususnya aspek kepatuhan yang terkait dengan pemenuhan
Prinsip Syariah. Dengan begitu akan terlihat apa saja yang memang perlu di
perhatikan, tidak hanya pada pelaksanaa kegiatan kebijakan saja dan
memberikan arahan perbaikan atas pelaksanaan kebijakan manajemen risiko
secara berkala.
f. Dewan Pengawas Syariah harus mengevaluasi pertanggungjawaban direksi
atas pelaksanaan kebijakan manajemen risiko khususnya aspek kepatuhan yang
terkait dengan pemenuhan Prinsip Syariah. Dalam pengevaluasian ini semua
terlibat dalam pengawasan syariah karena penerapan manajemen risiko adalah
tanggung jawab semua pihak, tak terkecuali Dewan Komisaris dan Direksi.
Oleh karena Karena itu Dewan Komisaris dan Direksi bertanggung jawab
terhadap efektivitas penerapan manajemen risiko.

2. Sumber daya insani Pejabat dan staf di satuan kerja kepatuhan dilarang untuk
ditempatkan pada posisi ketika harus menghadapi konflik kepentingan dalam
melaksanakan tanggung jawab fungsi kepatuhan6 karena dikhawatirkan jika
terjadi sesuatu akan lepas dari tanggung jawab maka dari itu pejabat dan staf
tidak di tetapkan pada posis untuk menghadapi konflik kepentingan. Karena
Pejabat dan staff yang ditempatkan pada masing-masing satuan kerja tersebut
memiliki pemahaman mengenai risiko yang melekat pada setiap produk dan
aktivitas perusahaan, paham mengenai faktor-faktor risiko yang relevan dan
kondisi pasar yang mempengaruhi produk dan aktivitas perusahaan, serta
mampu mengestimasi dampak dari perubahan faktor-faktor tersebut terhadap
kelangsungan usaha perusahaan. 7

3. Organisasi Manajemen Risiko Kepatuhan Dalam mengelola Manajemen


Risiko Kepatuhan diperlukan adanya organisasi yang meliputi pada: a. Bank
syariah harus memiliki fungsi manajemen risiko untuk risiko kepatuhan yang
memadai dengan wewenang dan tanggung jawab yang jelas untuk
masingmasing satuan atau unit kerja yang melaksanakan fungsi manajemen
risiko untuk risiko kepatuhan. Oleh karena itu sangat penting bagi perbankan
dalam menerapkan wewenang dan tanggung jawab yang jelas kepada satuan

6
Bambang, “Manajemen Risiko Perbankan syariah di Indonesia”, 236

7
Fakhruroji Hasan, “Peran Dewan Komisaris dan Direksi Dalam Manajemen
Risiko”, diaksen dari website, (https://
fakhrurrojihasan.wordpress.com/2016/02/03/peran-dewankomisaris-dan-
direksi-dalam-manajemen-risiko/),pada tanggal 29/1/2019.
unit kerja. b. Bank syariah harus memiliki satuan kerja kepatuhan yang
independen yang memiliki tugas, kewenangan, dan tanggung jawab
sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku mengenai pelaksanan fungsi
kepatuhan bank umum yang mencakup hal-hal sebagai berikut:

1) Membuat langkah-langkah dalam rangka mendukung terciptanya budaya


kepatuhan pada seluruh kegiatan usaha bank syariah pada setiap jenjang
organisasi. Pembuatan langkah-langkah ini cukup penting agar
semuanyaterstruktur dengan rapih.

2) Memiliki program kerja tertulis dan melakukan identifikasi, pengukuran,


monitoring, dan pengendalian terkait dengan manajemen risiko untuk risiko
kepatuhan. Ini bertujuan agar program kerja dapat terlaksana dengan baik
sehingga risiko kepatuhan dapat terkendali.

3) Menilai dan mengevaluasi secara efektifivitas, kecukupan, dan kesesuaian


kebijakan, sistem, dan prosedur yang dimiliki bank dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Oleh karerna itu mengevaluasi dan menilai
secara efektivitas diperlukan pada sebuah perrbankan untuk mengetahui sebera
besar kebijakankebijan atau peraturan perundangundagan di laksanakan.

4) Melakukan pengkajian ulang merekomendasikan pemutakhiran dan


penyempurnaan kebijakan, ketentuan, sistem, maupun prosedur yang dimiliki
oleh bank syariah agar sesuai dengan ketentuan otoritas dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku sebelum di tetapkan atau disahkan kebijakan
tersebut. Pengkajian ulang ini sangat penting dilakukan jika tidak melalui
proses pengkajian ulang dikhawatirkan ada kebijakan-kebijakan yang tidak
sesuai.

5) Melakukan upaya-upaya untuk memastikan bahwa kebijakan, ketentuan,


sistem, dan prosedur serta kegiatan usaha bank syariah telah sesuai dengan
ketentuan otoritas dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan
begitu ketentuan peraturan perundang-undangan dapat dilaksanakan atau dapat
ditetapkan.

6) Melakukan tugas-tugas lainnya yang terkait dengan fungsi kepatuhan.


Karena fungsi keputahan memilki banyak tugas-tugas maka dari itu tugas-tugas
itu harus di kerjakan.

2.5 System pengendalian internal

Komponen sistem pengendalian internal adalah proses untuk


mendapatkan pengendalian yang memadai.agar tujuan pengendalian intern
tercapai, maka perusahaan harus mempertimbangkan komponen-komponen
pengendalian internal agar pengendalian internal terhadap perusahaan tersebut
menjadi efektif. COSO mengeluarkan definisi tentang pengendalian internal
pada tahun 1992.8 COSO memandang pengendalian internal merupakan
rangkaian tindakan yang menembus seluruh organisasi. COSO juga membuat
jelas bahwa pengendalian internal berada dalam proses manajemen dasar, yaitu
perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring. Pengendalian bukanlah sesuatu
yang ditambahkan ke dalam proses manajemen tersebut, akan tetapi merupakan
bagian integral (bagian tidak terpisahkan) dalam proses tersebut.9 Kerangka
kerja pengendalian internal yang digunakan oleh sebagian perusahaan AS
dikeluarkan oleh comittee of sponsorsing organization (COSO). Komponen
pengendalian internal COSO meliputi: lingkungan pengendalian internal,
pengendalian risiko, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi
akuntansi, serta pemantauan.10

a. Lingkungan Pengendalian
Tanpa lingkungan pengendalian yang efektif, keempat komponen lainnya
mungkin tidak akan menghasilkan pengendalian internal yang efektif.
8
Edi Purwono, Aspek-aspek EDP Audit Pengendalian Internal pada
Komputerisasi (Yogyakarta: Andi Offset, 2004), h.119.
9
Sanyoto Gondodiyoto, Audit Sistem Informasi (Jakarta:Mitra Wacana
Media, 2007), h.266
10
Hery, Auditing (Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi) (Jakarta:
Kencana Pernada Media Group, 2011), h.90.
Lingkungan pengendalian berfungsi sebagai paying bagi keempat komponen
pengendalian internal lainnya. Lingkungan pengendalian terdiri atas tindakan,
kebijakan, dan prosedur yang mencerminkan sikap manajemen puncak, para
direktur dan pemilik entitas secara keseluruhan mengenai pengendalian internal
serta arti pentingnya bagi entitas tersebut. Inti dari keberhasilan dalam
pengendalian entitas secara efektif terletak pada sikap manajemen. Jika
manajemen puncak sangat fokus terhadap pengendalian, maka anggota entitas
lainnya juga akan bersikap demikian. Untuk memahami dan menilai lingkungan
pengendalian, auditor perlumempertimbangkan sub komponen dari lingkungan
pengendalian itu sendiri, yaitu:

1) Integritas dan nilai-nilai etis.


Sub komponen ini meliputi tindakan manajemen untuk mencegah karyawan
melakukan tindakan yang tidak jujur, ilegal, atau tidak etis. Caranya adalah
melalui sosialisasi kepada karyawan perihal nilai-nilai entitas yang harus
dijunjung tinggi serta standar perilaku yang harus dipegang teguh dan
dijalankan oleh seluruh karyawan. Integritas dan nilai-nilai etis ini dituangkan
dalam sebuah standar etika atau kode perilaku.

2) Komitmen pada kompetensi.


Meliputi pertimbangan manajemen tentang persyaratan kompetensi yang harus
dipenuhi bagi pekerjaan tertentu. Setiap karyawan diharapkan dapat
menjalankan tugas dan pekerjaannya sesuai dengan tingkat keterampilan dan
pengetahuan yang dimiliknya.

3) Partisipasi dewan komisaris dan komite audit


Dewan komisaris mewakili pemegang saham dalam mengawasi jalannya
kegiatan entitas yang dilakukan atau dikelola manajemen. Dewan komisaris
berperan penting dalam memastikan bahwa manajemen (selaku pihak yang
dipercayakan oleh pemilik modal untuk mengelola dana perushaan) telah
mengimplementasikan pengendalian internal dan proses pelaporan keuangan
secara layak. Untuk membantu melakukan pengawasan terhadap manajemen,
dewan membentuk komite audit yang diberikan tanggung jawab dalam
mengawasi proses pelaporan keuangan oleh manajemen.

4) Filosofi dan gaya operasi manajemen


Manajemen melalui prinsip dan sikapnya memberikan isyarat tertentu bagi para
karyawannya mengenai arti penting pengendalianinternal. Sebagai contoh
apakah manajemen sering melakukan tindakan yang mengandung risiko yang
cukup besar bagi entitas, atau justru cenderung menghindari risiko? Apakah
manajemen menetapkan target penjualan dan tingkat laba yang terlalu besar
(tidak realistis) dan apakah karyawan didorong untuk melakukan tindakan yang
agresif guna memenuhi harapan target tersebut? Dengan memahami gaya
pengelolaan manajemen, auditor dapat merasakan sikap manajemen tentang
pengendalian internal.

5) Struktur organisasi
Struktur organisasi menunjukkan tingkatan tanggung jawab dan kewenangan
yang ada dalam setiap divisi atau bagian. Dengan memahami struktur
organisasi klien, auditor dapat mempelajari perihal pengelolaan entitas dan
unsure-unsur fungsional bisnis serta melihat bagaimana pengendalian atas
pengelolaan tersebut diterapkan.

6) Kebijakan perihal sumber daya manusia


Karyawan yang tidak kompeten atau tidak jujur dapat merusak sistem,
meskipun ada banyak pengendalian yang diterapkan. Karyawan yang jujur dan
kompeten mampu mencapai kinerja yang tinggi meskipun hanya ada sedikit
pengendalian. Akan tetapi karyawan yang jujur dan kompeten bisa juga dapat
terganggu kinerjanya sebagai akibat dari perasaan bosan, tidak puas, ataupun
masalah pribadi lainnya. Karena pentingnya sumber daya manusia bagi
keberhasilan sebuah entitas, metode atau kebijakan untuk mengangkat,
mengevaluasi melatih, mempromosikan dan memberi kompensasi kepada
karyawan merupakan bagian yang penting dari pengendalian internal.

b. Penilaian Risiko
Merupakan tindakan yang dilakukan manajemen untuk mengidentifikasi dan
menganalisis risiko terkait penyusunan laporan keuangan yang sesuai dengan
prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Sebagai contoh, jika perusahaan
sering mengalami kesulitan dalam menagih piutang usaha, maka perusahaan
harus menyelenggarakan pengendalian yang memadai untuk mengatasi risiko
lebih saji piutang usaha. Penilaian risiko oleh manajemen berbeda dengan
penilaian risiko oleh auditor walaupun ada keterkaitannya. Apabila manajemen
menilai risiko sebagai bagian dari perancangan dan pelaksanaan pengendalian
internal untuk memperkecil kekeliruan serta kecurangan, sedangkan auditor
menilai risiko untuk memutuskan jenis dan cakupan bukti yang dibutuhkan
dalam pemeriksaan. Jika manajemen secara efektif menilai dan menanggapi
risiko tersebut, biasanya auditor akan mengumpulkan lebih sedikit bukti audit
dari pada jika manajemen gagal dalam mengidentifikasi atau menindaklanjuti
risiko yang signifikan.

Auditor dapat mengetahui proses penilaian risiko yang dilakukan


manajemen melalui pengguaan kuisioner atau diskusi dengan manajemen
terkait untuk menentukan bagaimana manajemen klien mengidentifikasi risiko-
risiko yang terkait dengan pelaporan keuangan, mengevaluasi signifikan dan
kemungkinan terjadinya risiko tersebut, serta untuk memutuskan tindakan apa
yang harus diambil untuk mengatasi risiko yang muncul.

c. Aktivitas Pengendalian

Merupakan kebijakan dan prosedur, yang membantu memastikan bahwa


tindakan yang diperlukan telah diambil untuk menangani risiko guna mencapai
entitas. Sebenarnya ada banyak aktivitas pengendalian semacam ini dalam
entitas manapun, termasuk pengendalian manual dan terotomasi. Aktivitas
pengendalian biasanya dibagi menjadi 5 jenis berikut ini, yang akan dibahas
berikutnya:11

1) Pemisahan tugas
Pemisahan tugas disini maksudnya adalah pemisahan fungsi atau pembagian
kerja. Ada dua bentuk yang paling umum dari penerapan prinsip pemisahan
tugas ini yaitu:

(1) pekerjaan yang berbeda seharusnya dikerjakan oleh karyawan yang berbeda
pula.
(2) harus adanya pemisahan tugas antara karyawan yang menangani pekerjaan
pencatatan aktiva dan karyawan yang menangani langsung aktiva secara fisik.
Sesungguhnya rasionalisasi dari pemisahan tugas adalah bahwa tugas pekerjaan
dari karyawan seharusnya dapat memberikan dasar yang memadai untuk
mengevaluasi pekerjaan karyawan lainnya. Jadi, hasil pekerjaan seorang
karyawan dapat diperiksa silang (cross check) kebenarannya oleh karyawan
lain. Ketika seorang karyawan bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan
biasanya potensi munculnya kesalahan maupun kecurangan akan meningkat.
Oleh sebab itu, sangatlah penting kalau pekerjaan yang berbeda seharusnya
dikerjakan oleh karyawan yang berbeda pula.
2) Otorisasi yang tepat atas transaksi Agar pengendalian berjalan dengan baik,
setiap transaski harus diotorisasi dengan tepat. Sebagai contoh, transaksi
pembayaran kas dilakukan setelah mendapatkan persetujuan terlebih dahulu
dari pihak lain yang berwenang. Ini dilakukan untuk menjamin bahwa kas
hanya dibayarkan atas transaksi yang telah diotorisasi sebagaimana mestinya.
Sesungguhnya, karakteristik yang paling utama dari pengendalian internal
adalah penetapan tanggung jawab ke masing-masing karyawan secara spesifik.
Penetapan tanggung jawab disini agar supaya masingmasing karyawan dapat
bekerja sesuai dengan tugas-tugas tertentu yang telah dipercayakan kepadanya.
Pengendalian atas pekerjaan tertentu akan menjadi lebih efektif jika hanya ada

11
Alvin A. Arens.,dkk, Auditing dan Jasa Assurance (Jakarta:Erlangga,
2015), h.349
satu orang saja yang bertanggung jawab atas sebuah tugas tertentu. Penetapan
tanggung jawab disni tentu saja meliputi pemberian otorisasi untuk menyetujui
atas sebuah transaski. Sebagai contoh, dalam sebuah perusahaan dagang yang
meliputi penjualan barang dagangan secara kredit kepada para pelanggannya,
maka biasanya setiap transaksi penjualan kredit haruslah terlebih dahulu
meminta persetujuan dari manajer kredit, selaku orang yang memang benar-
benar memiliki wewenang untuk memberikan kredit kepada si calon pembeli.
Untuk menjamin pengendalian internal yang baik, maka dalam kasus pemberian
kredit ini sebaiknya manajer kreditlah, bukan manajer penjualan yang memiliki
wewenang untuk menganalisis kelayakan kredit si calon pembeli.
3) Dokumen dan catatan yang memadai Dokumen dan catatan merupakan objek
fisik di mana transaksi akan dicantumkan serta diikhtisarkan. Contohnya adalah
faktur penjualan, surat pesanan pembelian, jurnal penjualan dan pembelian,
kartu hadir karyawan, kartu persediaan, dan laporan penerimaan barang.
Dokumen memadai sangat penting untuk mencatat transaksi dan
mengendalikan aktiva. Dokumen memberikan bukti bahwa transaksi bisnis atau
peristiwa ekonomi telah terjadi. Dengan membubuhkan atau memberikan tanda
tangan ke dalam dokumen orang yang bertanggung jawab atas terjadinya
sebuah transaksi atau peristiwa dapat diidentifikasikan dengan mudah.
Dokumentasi atas transaksi seharusnya dibuat ketika transaksi terjadi.
4) Pengendalian fisik atas aktiva dan catatan Untuk menyelenggarakan
pengendalian internal yang memadai, aktiva catatan harus dilindungi. Jika tidak
diamankan sebagaimana mestinya, aktiva dapat dicuri, diselewengkan, atau
disalahgunakan. Demikian juga dengan catatan, jika tidak dilindungi secara
memadai, catatan bisa dicuri, rusak, atau hilang. Yang dapat sangat memabantu
dalam proses pencatatan akuntansi danoperasi normal bisnis perusahaan.
Penggunaan pengendalian fisik, mekanik, dan elektronik sangatlah penting.
Pengendalian fisik terutama terkait dengan pengamanan aktiva. Pengendalian
mekanik dan elektronik sangatlah penting. Pengendalian fisik terutama terkait
dengan pengamanan aktiva. Pengendalian mekanik dan elelktronik juga
mengamankan aktiva. Berikut ini adalah beberapa macam contoh dari
penggunaan pengendalian fisik, mekanik, dan elelktronik:
(1) uang kas dan surat-surat berharga sebaiknya disimpan dalam safe deposits
box
(2) catatan-catatan akuntansi yang penting juga harus disimpan dalam filing
cabinet yang terkunci

(3) tidak semua tau sembarang karyawan dapat keluar masuk gudang tempat
penyimpanan persediaan barang dagang.

(4) penggunaan kamera dan televise monitor

(5) adanya sistem pemadam kebakaran atau alarm yang memadai.

(6) penggunaan password system.


5) Pemeriksaan independen atau vertical internal Kebanyakan sistem
pengendalian internal memberikan pengecakan independen atau verifikasi
internal. Prinsip ini meliputi peninjauan ulang, perbandingan, dan pencocokan
data yang telah disiapkan oleh karyawan lainnya yang berbeda. Untuk
memperoleh manfaat yang maksimum dari pengecekan independen atau
verifikasi interna, maka

(1) verifikasi seharusnya dilakukan secara periodik/berkala atau bisa juga


dilakukan atas dasar dadakan.

(2) verifikasi sebaiknya dilakukan oleh orang yang independen.

(3) ketidakcocokan dan kekecualian seharusnya dilaporkan ke tingkatan


manajemen yang memang dapat mengambil tindakan korektif secara tepat.

d. Informasi dan komunikasi akuntansi Tujuan dari sistem informasi dan


komunikasi akuntansi adalah agar transaksi yang dicatat, diproses, dan
dilaporkan telah memenuhi keenam tujuan audit umum atas transaksi, yaitu :
12
(1) transaksi yang dicatat memang ada (2) transaksi yang ada sudah dicatat (3)
transaksi yang dicatat dinyatakan pada jumlah yang benar (4) transaksi yang
dicatat di posting dan diikhtisarkan dengan benar (5) transaksi diklasifikasikan
dengan benar (6) transasksi dicatat pada tanggal yang benar. Dengan kata lain,
sistem akuntansi harus dirancang untuk memastikan perihal keterjadian,
kelengkapan, keakuratan, posting dan pengikhtisaran, klasifikasi, dan penetapan
waktu transaksi dicatat.

e. Pemantauan Yaitu suatu proses yang menilai mutu dari kinerja pengendalian
internal sepanjang waktu. 13Aktivitas pemantauan berhubungan dengan
penilaian atas mutu pengendalian internal secara berkesinambungan oleh
manajemen untuk menentukan bahwa pengendalian telah berjalan sebagaimana
yang diharapkan, dan dimodifikasi sesuai dengan perkembangan kondisi yang
ada dalam perusahaan. Informasi yang dinilai berasal dari berbagai sumber,
termasuk studi atas pengendalian internal yang ada, laporan auditor internal,
umpan balik dari personel operasional dan lainnya.

12
Hery, Auditing (Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi) (Jakarta:Kencana
Pernada Media Group, 2011), h.100.
13
Hamzah Halim, Legal Audit dan Legal Opinion (Jakarta:
Prenadamedia Group, 2016), h.3.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

http://berbagiitututorpengetahuan.blogspot.com/2019/09/risiko-kepatuhan-
syariah.html?m=1, 20 Desember 2021, pukul 11:53 wib.

Novita, Diana. 2019. Manajemen Risiko Kepatuhan Pada Perbankan Syariah.


Jurnal EKSISBANK Vol. 3 No. 1.

Hernita, Yelni. Pengelolaan Manajemen Risiko Kepatuhan Pada Bank Syariah,


https://yelnihernitafebiiainbatusangkar.blogspot.com/2019/11/makalah-
manajemen-risiko-bank_10.html diakses pada 20 Desember 2021 pukul
14.30 WIB

https://www.btpn.com/pdf/investor/publikasi-eksposur-risiko-dan-pemodalan/
per-kategori/compliance/laporan-publikasi-eksposur-risiko---risiko-
kepatuhan-desember-2020-ina.pdf Diakses pada 20 Desember 2021
pukul 15.08 WIB

file:///C:/Users/Asus/Downloads/32-Article%20Text-222-2-10-
20200529%20(2).pdf

Datiani Setia Ningsih,Jurnal penerapan sistem pengendalian internal perbankan


dalam menunjang efektivitas pemberianpembiayaan.

Hery, Auditing (Dasar-dasar Pemeriksaan Akuntansi) Jakarta: Kencana Pernada


Media Group, 2011.

Anda mungkin juga menyukai