Anda di halaman 1dari 12

REVISI MAKALAH

MEMAHAMI PERAN POLITIK MUHAMMADIYAH DALAM KANCAH


PERPOLITIKAN INDONESIA

Dosen Pengampu:
Dr. Syamsurizal Yazid, MA

Kelompok 7
Disusun Oleh:
Diyas Adibrata 201910510311044
Ichlasul Ubaidillah 201910510311023
Muhammad Said Rafli 201910510311002
Andina Chairany 201910510311018
Rofiqoh Abidah 201910510311031
Afif Naufal Ghufron 201910510311014

EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2021/2022
A. Khittah Perjuangan Muhammadiyah Dalam Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara
(Afif & Ubet)
Muhammadiyah sebagai gerakan, dalam mengikuti perkembangan dan perubahan itu,
senantiasa mempunyai kepentingan untuk melaksanakan amar ma'ruf nahi-mungkar, serta
menyelenggarakan gerakan dan amal usaha yang sesuai dengan lapangan yang dipilihnya ialah
masyarakat, sebagai usaha Muhammadiyah untuk mencapai tujuannya. Dalam melaksanakan usaha
tersebut, Muhammadiyah berjalan diatas prinsip gerakannya, seperti yang dimaksud di dalam Matan
Keyakinan Cita-cita Hidup Muhammadiyah. Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah itu
senantiasa menjadi landasan gerakan Muhammadiyah, juga bagi gerakan dan amal usaha dan
hubungannya dengan kehidupan masyarakat dan ketatanegaraan, serta dalam bekerjasama dengan
golongan Islam lainnya., tidak terkecuali dengan aspirasi politiknya. Khittah muhammadiyah itu
sebagai rujukan sebagai landasan-landasan pada putusan atau maksud dari khittah itu sendiri. Khittah
adalah garis-garis haluan perjuangan muhammadiyah. Dalam dunia gerakan muhammadiyah Khittah
dipakai untuk menyebut panduan langkah-langkah dalam berjuang seperti berjuang didalam kegiatan
kader dalam berdakwah. Khittah adalah pedoman yang dipegang oleh muhammadiyah yang sangat
berguna ketika menghadapi kenyataan yang sebenarnya di masyarakat. Khittah itu mengandung
konsepsi atau pemikiran perjuangan yang merupakan tuntunan, pedoman dan arah perjuangan. Jadi
Khittah adalah pedoman, arahan, kebijakan atau langkah-langkah perjuangan muhammadiyah untuk
mewujudkan kayakinan dan cita hidup muhammadiyah.

Adapun Khittah yang merumuskannya adalah Khittah Perjuangan Muhammadiyah dalam


Berbangsa dan Bernegara. Khittah ini disebut juga dengan khittah Denpasar, karena diputuskan dalam
sidang Tanwir Muhammadiyah tepatnya di Denpasar Bali tahun 2000. Khittah Denpasar mengandung
pandangan muhammadiyah mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara. Muhammadiyah adalah
Gerakan Islam yang melaksanakan dakwah amar ma'ruf nahi munkar dengan maksud dan tujuan
menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-
benarnya. Muhammadiyah berpandangan bahwa Agama Islam menyangkut seluruh aspek kehidupan
meliputi aqidah, ibadah, akhlaq, dan mu'amalat duniawiyah yang merupakan satu kesatuan yang utuh
dan harus dilaksanakandalam kehidupan perseorangan maupun kolektif. Dengan mengemban misi
gerakan tersebut Muhammadiyah dapat mewujudkan atau mengaktualisasikan agama Islam menjadi
Rahmatan lil-'alamin dalam kehidupan di muka bumi ini. Tentunya banyak terdapat nilai-nilai politik
yang menjadi ranah ijtihad karena menyangkut urusan mua'amalah dunyawiyah pakan satu kesatuan
yang utuh dan harus dilaksanakan dalam kehidupan perseorangan maupun kolektif.

1
Muhammadiyah berpandangan bahwa berkiprah dalam kehidpan bangsa dan negara
merupakan salah satu perwujudan dari misi dan fungsi melaksanakan dakwah amar ma'ruf nahi
munkar sebagaimana telah menjadi panggilan sejarahnya sejak zaman pergerakan hingga masa awal
dan setelah kemerdekaan Indonesia. Peran dalam kehidupan bangsa dan negara tersebut diwujudkan
dalam langkah-langkah strategis dan taktis sesuai kepribadian, keyakinan dan cita-cita hidup, serta
khittah perjuangannya sebagai acuan gerakan sebagai wujud komitmen dan tanggungjawab dalam
mewujudkan "Baldatun Thoyyibatun Wa Rabbun Ghafur" (QS: Saba':15). Bahwa peran dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara dapat dilakukan melalui dua strategi dan lapangan perjuangan.
Pertama, melalui kegiatan-kegiatan politik yang berorientasi pada perjuangan kekuasaan/kenegaraan
(real politics, politik praktis) sebagaimana dilakukan oleh partai-partai politik atau kekuatan-kekuatan
politik formal di tingkat kelembagaan negara. 

Kedua, melalui kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang bersifat pembinaan atau


pemberdayaan masyarakat maupun kegiatan-kegiatan politik tidak langsung (high politics) yang
bersifat mempengaruhi kebijakan negara dengan perjuangan moral (moral force) untuk mewujudkan
kehidupan yang lebih baik di tingkat masyarakat dan negara sebagaimana dilakukan oleh kelompok-
kelompok kepentingan (interest groups). Muhammadiyah secara khusus mengambil peran dalam
lapangan kemasyarakatan dengan pandangan bahwa aspek kemasyarakatan yang mengarah kepada
pemberdayaan masyarakat tidak kalah penting dan strategis dari pada aspek perjuangan politik
kekuasaan. Perjuangan di lapangan kemasyarakatan diarahkan untuk terbentuknya masyarakat utama
atau masyarakat madani sebagai pilar utama terbentuknya negara yang berkedaulatan rakyat. 

Peran kemasyarakatan tersebut dilakukan oleh organisasi-organisasi kemasyarakatan seperti


halnya Muhammadiyah. Sedangkan perjuangan untuk meraih kekuasaaan ditujukan untuk
membentuk pemerintahan dalam mewujudkan tujuan negara, yang peranannya secara formal dan
langsung dilakukan oleh partai politik dan institusi-institusi politik negara melalui sistem politik yang
berlaku. Kedua peranan tersebut dapat dijalankan secara objektif dan saling terkait melalui bekerjanya
sistem politik yang sehat oleh seluruh kekuatan nasional menuju terwujudnya tujuan negara.
Muhammadiyah sebagai organisasi sosial-keagamaan (organisasi kemasyarakatan) yang mengemban
misi da'wah amar ma'ruf nahi munkar senantiasa bersikap aktif dan konstruktif dalam usaha-usaha
pembangunan dan reformasi nasional sesuai dengan khittah (garis) perjuangannya serta tidak akan
tinggal diam dalam menghadapi kondisi-kondisi kritis yang dialami oleh bangsa dan negara. Karena
itu, Muhammadiyah senantiasa terpanggil untuk berkiprah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
dengan berdasarkan pada khittah perjuangan.

2
Muhammadiyah senantiasa bekerjasama dengan pihak atau golongan mana pun berdasarkan
prinsip kebajikan dan kemaslahatan, menjauhi kemudharatan, dan bertujuan untuk membangun
kehidupan berbangsa dan bernegara ke arah yang lebih baik, maju, demokratis dan berkeadaban.
Berdasarkan landasan tersebut di atas dan dengan memperhatikan kemampuan dan potensi
Muhammadiyah dan bagiannya, perlu ditetapkan langkah kebijaksanaan sebagai berikut: Memulihkan
kembali Muhammadiyah sebagai Persyarikatan yang menghimpun sebagian anggota masyarakat,
terdiri dari muslimin dan muslimat yang beriman teguh, ta'at beribadah, berakhlaq mulia, dan menjadi
teladan yang baik di tengah-tengah masyarakat. Meningkatkan pengertian dan kematangan anggota
Muhammadiyah tentang hak dan kewajibannya sebagai warga negara, dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan meningkatkan kepekaan sosialnya terhadap persoalan-persoalan dan
kesulitan hidup masyarakat. Menepatkan kedudukan Persyarikatan Muhammadiyah sebagai gerakan
untuk melaksanakan dakwah amar-ma'ruf nahi-mungkar ke segenap penjuru dan lapisan masyarakat
serta di segala bidang kehidupan di Negara Republik Indonesia yang berdasar Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945.

Muhammadiyah memilih perjuangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui


usaha-usaha pembinaan atau pemberdayaan masyarakat guna terwujudnya masyarakat madani yang
kuat sebagaimana tujuan Muhammadiyah untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-
benarnya. Sedangkan, hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan kenegaraan sebagai proses dan hasil
dari fungsi politik pemerintahan akan ditempuh melalui pendekatan-pendekatan secara tepat dan
bijaksana sesuai prinsip-prinsip perjuangan kelompok kepentingan yang efektif dalam kehidupan
negara yang demokratis. Muhammadiyah mendorong secara kritis atas perjuangan politik yang
bersifat praktis dan berorientasi pada kekuasaan untuk dijalankan oleh partai-partai politik dan
lembaga-lembaga formal kenegaraan dengan sebaik-baiknya menuju terciptanya sistem politik yang
demokratis dan berkeadaban sesuai dengan cita-cita luhur bangsa dan negara. 1

B. Sikap Politik Muhammadiyah Dalam Lintasan Sejarah Perpolitikan Indonesia (Fee &
Andina)
a. Muhammadiyah sebelum penjajahan Jepang
Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta pada tanggal 8
Zulhijjah 1330 H /18 Nopember 1912 oleh Muhammad Darwis yang kemudian setelah
pulang melaksanakan ibadah haji di tanah suci makkah berganti nama menjadi K.H.

1
Azzam, Rohman. 2013. Khittah Perjuangan Muhammadiyah
.

3
Ahmad Dahlan, seorang pegawai Kesultanan Yogyakarta yang bertindak sebagai khatib
dan bekerja sebagai pedagang.
Organisasi ini didirikannya untuk mengorganisir kegiatannya mengajak kembali
ke Qur'an dan Hadits yang pada mulanya mengalami penolakan namun kemudian
berangsur-angsur diterima tidak hanya di Kauman tapi di tempat-tempat perdagangannya
di luar Yogyakarta bahkan hingga ke luar Pulau Jawa. Di samping pengajian kepada
kaum laki-laki, K.H. Ahmad Dahlan juga mengadakan pengajian kepada kaum ibu-ibu
yang diberi nama "Sidratul Muntaha".2 Tahun 1913-1918 beliau mendirikan 5 buah
Sekolah Dasar. Tahun 1919 mendirikan Hooge School Muhammadiyah yang kemudian
pada tahun 1921 diganti namanya menjadi Kweek School Muhammadiyah. Sekolah ini
pada tahun 1923 dipecah menjadi dua, untuk laki-laki dan perempuan.
Pada tahun 1930 namanya diganti menjadi Muallimin dan Muallimat. Selanjutnya
Muhammadiyah mendirikan organisasi untuk kaum perempuan Aisyiyah yang dipimpin
istrinya Ny. Walidah Ahmad Dahlan. Aisyiyah bermula dari badan otonom
SAPATRESNA, kelompok pengajian wanita yang didirikan pada tahun 1914. Nama
Aisyiyah digunakan sejak tahun 1920.
Pada tahun 1918 Muhammadiyah mendirikan organisasi kepanduan yang
bernama Hizbul Wathan. Tahun 1920 dibentuk media massa yang dinamai Suara
Muhammadiyah. Pada tahun 1927 Muhammadiyah mempunyai 176 cabang, dan
Aisyiyah mempunyai 68 cabang yang tersebar di seluruh kekuasaan Hindia Belanda.
Sesuai dengan kondisi Hindia Belanda yang saat itu gerakan kepartaian dibatasi,
Muhammadiyah lebih banyak bergerak di bidang sosial. Sampai dikeluarkannya aturan
disiplin pada SI tahun 1928, Fachruddin tokoh Muhammadiyah berkiprah di SI, bahkan
sampai menduduki Bendahara.3
b. Era Jepang
Pada tahun 1937, yakni tanggal 21 September 1937, Muhammadiyah bersama
Nahdatul Ulama (NU) mendirikan MIAI (Majelis Islam A'la Indonesia) yang diwakili
oleh K.H. Mas Mansyur dari Muhammadiyah, K.H. Abdul Wahab Chasbullah dari
Nahdatul Ulama, dan K.H. Ahmad Dahlan mewakili organisasi non- partai/ormas.

2
Shobron Sudarsono dan Ali Marpuji, 2010 Membangun Konstruksi Ideal Relasi Muhammadiyah dan Politik,
Tajdida Jurnal Pemikiran dan Gerakan Muhammadiyah Vol 8, No.1.
3
Nilwani, H. (2016). Kiprah Muhammadiyah Dalam Kancah Politik Nasional. Jurnal Tarbawi Khatulistiwa, 33-43.

4
Meskipun MIAI bukan bergerak di bidang politik, tetapi MIAIlah yang kemudian
menjadi embrio Masyumi. MIAI dibubarkan oleh Jepang pada tahun 1943 dan
menggantikannya dengan Masyumi yang di dalamnya juga terdapat Muhammadiyah.
Pada tahun 1937 pula, K.H. Mas Mansyur bersama Dr.Sukiman Wirjosanjaya mendirikan
PII (Partai Islam Indonesia) sebagai penimbangan atas sikap non- kooperatif dari PSII.
c. Era Kemerdekaan
Pada tanggal 7-8 November 1945, Masyumi tempat bernaung Muhammadiyah
dan ormas Islam lainnya memutuskan untuk mengusung suatu misi yakni kemerdekaan.
Masyumi menjadi partai politik yang amat kental perjuangannya dalam era kemerdekaan.
Sudirman, kepala Hizbul Wathan diangkat menjadi pemimpin TNI. Tahun 1947
Muhammadiyah membentukan Angkatan Perang Sabil (APS) dengan Ketua Hajid, Wakil
Ketua A.Badawi dan penasihat Ki Bagus Hadikusumo.4
d. Pasca Kemerdekaan
Muhammadiyah aktif di Masyumi pasca kemerdekaan. Pada waktu pemilu 1955
Muhammadiyah masih bergabung dengan Masyumi meski NU waktu itu sudah keluar
dan menjadi peserta Pemilu. Seiring dengan menurunnya "keuntungan-keuntungan
politik" yang didapat Muhammadiyah selaku anggota istimewa Masyumi, Sidang Tanwir
Muhammadiyah 1956 memutuskan meninjau ulang keanggotaan istimewa
Muhammadiyah di Masyumi. Pada sidang tanwir 1959 Muhammadiyah resmi keluar dari
Masyumi.5
e. Era Orde Baru
K.H. Faqih Usman dari Muhammadiyah dan Dr.Anwar Haryono pernah
mengirimkan surat kepada Soeharto untuk mencabut larangan terhadap partai masyumi.
Nota Faqih Usman tersebut tidak ditanggapi. Selanjutnya Muhammadiyah dan bekas
pendukung masyumi mendirikan Parmusi, yang pasca Pemilu 1971 berfusi ke PPP.
f. Era Reformasi

4
Prasetyo Hendro dan Ali Munhanif, 2002. Islam dan civil society, pandangan muslim Indonesia. Jakarta : Gramedia
pustaka utama.
5
Sartono Kartodirjo, 1993. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metode Sejarah. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama.

5
Pada bulan Agustus 1998, Amien Rais, Ketua Muhammadiyah saat itu
mendirikan Partai Amanat Nasional (PAN) yang mendapat dukungan dan fasilitasi dari
Muhammadiyah. Pengajuan Bambang Sudibyo dan Hatta Rajasa yang dua kali menjadi
menteri dari PAN, menimbulkan disharmoni PAN dan Muhammadiyah. Ketidakpuasan
terhadap PAN menyebabkan generasi muda Muhammadiyah melahirkan partai sendiri
yakni Partai Matahari Bangsa pada tanggal 26 November 2006.6

C. Model/Bentuk Peran Politik Nasional Muhammadiyah (Diyas & Rafli)


Muhammadiyah memandang politik sebagai bagian dari mu’amalah-dunyawiyah
yang harus diurus dalam kerangka menjalankan dan mewujudkan  ajaran Islam dalam
kehidupan umat dan bangsa. Sebagaimana prinsip bermu’amalah maka dasarnya boleh
kecuali hal yang dilarang, artinya di satu pihak diberi keleluasaan retapi tidak berarti serba
boleh atau serba bebas tanpa dasar nilai dari ajaran Islam itu sendiri. Selain itu nilai-nilai
yang diperintahkan dan dianjurkan dalam Islam harus dijalankan dalam politik, sebaliknya
hal-hal yang dilarang harus dihindarkan atau tidak boleh dilakukan. Tentang mana yang
boleh dan tidak boleh, yang benar dan salah, yang baik dan buruk, yang pantas dan tidak
pantas selain dalam ajaran Islam sendiri terdapat kandungan nilai yang mengaturnya secara
sharih atau jelas,  tentunya banyak terdapat nilai-nilai politik yang menjadi ranah ijtihad
karena menyangkut urusan mua’amalah dunyawiyah.

Muhammadiyah melalui Khittah Denpasar 2002 secara tegas menetapkan garis


perjuanag politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yang di dalamnya terkandung
nilai dan orientasi bagi tindakan setiap warga persyarikatan sebagai berikut:

1. Muhammadiyah meyakini bahwa politik dalam kehidupan bangsa dan negara merupakan
salah satu aspek ajaran Islam dalam urusan keduniawian (al-umur al-dunyawiyyat) yang
harus selalu dimotivasi, dijiwai, dan dibingkai oleh nilai-nilai luhur agama dan moral
yang utama. Karena itu diperlukan sikap dan moral yang positif dari seluruh warga

6
Nilwani, H. (2016). Kiprah Muhammadiyah Dalam Kancah Politik Nasional. Jurnal Tarbawi
Khatulistiwa, 33-43.

6
Muhammadiyah dalam menjalani kehidupan pilitik untuk tegaknya kehidupan berbangsa
dan bernegara.
2. Muhammadiyah meyakini bahwa negara dan usaha-usaha membangun kehidupan
berbangsa dan bernegara, baik melalui perjuangan politik maupun memalui
pengembangan masyarakat, pada dasarnya merupakan wahana yang mutlak diperlukan
untuk membangun dimana nilai-nilai Illahiyah melandasi dan tumbuh subur bersamaan
dengan tegakknya nilai-nilai kebersamaan, keadilan, perdamaian, ketertiban, keadaban
untuk terwujudnya “Baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur”
3. Muhammadiyah memilih perjuangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui
usaha-usaha pembinaan atau pemberdayaan masyarakat guna terwujudnya masyarakat
madani yang kuat sebagaimana tujuan muhammadiyah untuk mewujudkan masyarakat
Islam yang sebenar-benarnya. Sedangkan hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan
kenegaraan sebagai proses dan hasil dari fungsi politik pemerintahan akan ditempuh
melalui pendekatan-pendekatan secara tepat dan bijaksana sesuai prinsip-prinsip
perjuangan kelompok kepentingan yang efektif dalam kehidupan negara yang
demokratis.
4. Muhammadiyah mendorong secara kritis atas perjuangan politik yang bersifat praktis dan
berorientasi pada kekuasaan untuk dijalankan oleh partai-partai politik dan lembaga-
lembaga formal kenegaraan dengan sebaik-baiknya menuju terciptanya sistem politik
yang demokratis dan berkeadaban sesuai dengan cita-cita luhur bangsa dan negara.
Dalam hal ini perjuangan politik yang dilakukan oleh kekuatan-kekuatan politik
hendaknya benar-benar mengedepankan kepentingan rakyat dan tegaknya nilai-nilai
utama sebagaimana yang menjadi semangat dasar dan tujuan didirikannya NKRI yang
diprolkamasikan tahun 1945.
5. Muhammadiyah senantiasa memainkan peran politiknya sebagai wujud dari da’wah amar
ma’ruf nahi munkar dengan jalan mempengaruhi proses dan kebijakan negara agar tetap
berjalan sesuai dengan konstitusi dan cita-cita luhur bangsa. Muhammadiyah secara aktif
menjadi kekuatan perekat bangsa dan berfungsi sebagai wahana pendidikan politik yang
sehat menuju kehidupan nasional yang damai dan berkeadaban.
6. Muhammadiyah tidak berafiliasi ddan tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan
kekuatan-kekuatan politik atau organisasi manapun. Muhammadiyah senantiasa

7
mengembangkan sikap positif dalam memandang perjuangan pollitik dan menjalankan
fungsi kritik sesuai dengan prinsip amar ma’ruf nahi munkar demi tegaknya sistem
politik kenegaraan yang demokratis dan berkeadaban.
7. Muhammadiyah memberikan kebebasan kepada setiap anggota persyarikatan untuk
menggunakan hak pilihnya dalam kehidupan politik sesuai dengan hati nurani masing-
masing. Penggunaan hak pilih tersebut harus sesuai dengantangguang jawab sebagai
warga negara yag dilaksanakan secara rasional dan kritis, sejalan dengan misi dan
kepentingan Muhammadiayah, demi kemaslahatan bangsa dan negara.
8. Muhammadiyah meminta kepada segenap anggotanya yang aktif dalam politik untuk
benar-benar melaksanakan tugas dan kegiatan politik secara sungguh-sungguh dengan
mengedepankan tanggung jawab, akhlaq mulia, keteladanan, dan perdamaian. Aktifitas
polotik tersebut harus sejalan dengan upaya memperjuangkan misi persyarikatan dalam
melaksanakan da’wah amar ma’ruf nahi munkar.
9. Muhammadiyah senantiasa bekerjasama dengan pihak atau golongan mana pun
berdasarkan prinsip kebajikan dan kemaslahatan, menjauhi kemudharatan, dan bertujuan
untuk membangun kehidupan berbangsa dan bernegara ke arah yang lebih baik, maju,
demokratis dan berkeadaban.

Bagi warga Muhammadiyah terdapat panduan nilai dalam berpolitik sebagaimana


terkandung dalam “Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah” sebagai berikut:

1. Warga Muhammadiyah perlu mengambil bagian dan tidak boleh apatis (masa bodoh)
dalam kehidupan politik melalui berbagai saluran secara positif sebagai wujud
bermuamalah sebagaimana dalam bidang kehidupan lain dengan prinsip-prinsip
etika/akhlaq Islam dengan sebaik-baiknya dengan tujuan membangun masyarakat Islam
yang sebenar-benarnya.
2. Beberapa pinsip dalam berpolitik harus ditegakkan dengan sejujur-jujurnya dan
sesungguh-sungguhnya yaitu menunaikan amanat dan tidak boleh menghianati amanat,
menegakkan keadilan, hukum, dan kebenaran, ketaatan kepada pemimpin sejauh sejalan
dengan perintah Allah dan Rasul, mengemban risalah Islam, menunaikan amar ma’ruf,
nahi munkar, dan mengajak orang untuk beriman kepada Allah, mempedomani Al-Quran
dan Sunnah, mementingkan kesatuan dan persaudaraan umat manusia, menghormati

8
kebebasan orang lain, menjauhi fitnah dan kerusakan, menghormati hak hidup orang lain,
tidak berhianat dan melakukan kezaliman, tidak mengambil hak orang lain berlomba
dalam kebaikan, bekerjasama dalam kebaikan dan ketaqwaan serta tidak bekerjasama
(konspirasi] dalam melakukan dosa dan permusuhan, memelihara hubungan baik antara
pemimpin dan warga, memelihara keselamatan umum, hidup berdampingan dengan baik
dan damai, tidak melakukan fasad dan kemunkaran, mementingkan ukhuwah Islamiyah,
dan prinsip-prinsip lainnya yang maslahat, ihsan, dan ishlah.
3. Berpolitik dalam dan demi kepentingan umat dan bangsa sebagai wujud ibadah kepada
Allah dan ishlah serta ihsan kepada sesama, dan jangan mengorbankan kepentingan yang
lebih luas dan utama itu demi kepentingan diri sendiri dan kelompok yang sempit.
4. Para politisi Muhammadiyah berkewajiban menunjukkan keteladanan diri (uswah
hasanah) yang jujur, benar, dan adil serta menjauhkan diri dari perilaku politik yang
kotor, membawa fitnah, fasad (kerusakan], dan hanya mementingkan diri sendiri.
5. Berpolitik dengan kesalihan, sikap positif, dan memiliki cita-cita bagi terwujudnya
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya dengan fungsi amar ma’ruf dan nahi munkar
yang tersistem dalam satu kesatuan imamah yang kokoh.
6. Menggalang silaturahmi dan ukhuwah antar politisi dan kekuatan politik yang digerakkan
oleh para politisi Muhammadiyah secara cerdas dan dewasa.

Ada tiga model sikap politik bagi warga Muhammadiyah menyikapi Politik nasional sebagai
berikut:

1. Pertama, sikap apatis - apolitik. yaitu sikap politik yang menggangap Pilkada tidak


penting bagi Muhammadiyah. Muhammadiyah sudah cukup mandiri, kuat dan besar
dengan jaringang organisasi dan AUM yang ribuan. “Mereka berpandangan, keberadaan
muhammadiyah tanpa pemerintah sudah bisa hidup selama ini. Jadi siapapun
pemimpinnya, tidak mempengaruhi posisi kemandirian AUM. Sehingga Pilkada tidak
terlalu menarik dan penting,”
2. Kedua, Muhammadiyah No - Warganya Yes Politik. Yaitu model sikap politik yang
berpikiran Muhammadiyah secara organisasi haram berpolitik ptaktis dalam hal dukung
mendukung calon dalam Pilkada. Karena Muhammadiyah adalah organisasi dakwah
bukan organisasi politik partisan seperti parpol. “Tetapi bagi warganya bebas

9
menentukan pilihan politiknya sesuai kecenderungan dan kedekatan masing-
masing dengan para calon dalam pilkada, sebagai hak dari kebebasan berpendapat dan
berserikat yang dijamin UU,”
3. Ketiga, Muhammadiyah Politik. Yaitu model sikap politik yang berpikiran
Muhammadiyah harus berani mengambil sikap politik secara tegas dalam Pilkada.
Artinya Muhammadiyah harus berani menentukan pilihan kepada calon pemimpin dalam
Pilkada sebagai ijtihad dan tanggung jawab moral di masyarakat. Sehingga dengan
pilihan tersebut diharapkan mendapatkan pemimpin yang baik dan benar.7

Pertanyaan
1. Apa maksud dari keuntungan politik yang di dapat muhammadiyah pada masa
kemerdekaan ? (renald al amin 2019-004)
2. Apakah ada gerakan politik muhammadiyah pasca reformasi ? (zuhdi ridho 2018-
086)
3. Bagaimana sejarah politik muhammadiyah di orde baru, terutama pasca pemilu
pada tahun 71 ? (rizky noval 2019-022)

7
Muhammadiyah dan Politik: Landasan Ideologi bagi Artikulasi Konstruktif. MAARIF Vol.14, No. 2 — Desember
2019

10
DAFTAR PUSTAKA

Nilwani, H. (2016). Kiprah Muhammadiyah Dalam Kancah Politik Nasional. Jurnal Tarbawi
Khatulistiwa, 33-43.

Azzam, Rohman. 2013. Khittah Perjuangan Muhammadiyah

Prasetyo Hendro dan Ali Munhanif, 2002. Islam dan civil society, pandangan muslim Indonesia. Jakarta :
Gramedia pustaka utama

Sartono Kartodirjo, 1993. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metode Sejarah. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama

Shobron Sudarsono dan Ali Marpuji, 2010 Membangun Konstruksi Ideal Relasi Muhammadiyah dan
Politik, Tajdida Jurnal Pemikiran dan Gerakan Muhammadiyah Vol 8, No.1

Muhammadiyah dan Politik: Landasan Ideologi bagi Artikulasi Konstruktif. MAARIF Vol.14, No. 2 —
Desember 2019

11

Anda mungkin juga menyukai