Anda di halaman 1dari 19

Peran Kebangsaan Muhammadiyah di ranah Politik Indonesia

PENDAHULUAAN

1. Latar Belakang
Sejak awal berdirinya Muhammadiyah merupakan pergerakan dakwah Amal
ma’ruf nahi mungkar. Bergerak demi terciptanya masyarakatutama adil, makmur dan
sejahtera sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebener
benarnya.Muhammadiyah seperti halnya semua gerakan pembaharuan Islam di
seluruh dunia sudah sejak dini berpendapat bahwa ijtihad tidak pernah tertutup. Ia
terbuka selama-lamanya dengan tujuan untuk aktualisasi ajaran Islam dalam
menghadapi segala perubahan yang terjadi Sebagaimana dikatakan AhmadSyafi’i
Maarif bahwa ijtihad adalah metode berpikir dalam memahami ajaran Islam yang
meliputi seluruh dimensi kehidupan manusia. Tanpa ijtihad Islam dapat kehilangan
relevansinya dengan perkembangan zaman.Untuk itu, perumusan yang tepat terhadap
perkembangan dan perubahan dalam masyarakat, sebagaimana dilansir Menteri
Agama H.Tarmidzi Taher, adalah perwujudan ijtihad, yang merupakan salah satu tema
pokok pandangan Muhammadiyah. Ijtihad di sini tidak sekadar kembali kepada al-
Qur’an dan Sunnah, tetapi juga melihat dan mengkaji relevansi dan kontekstualisasi
ajaran-ajaran Islam dengan perubahan dan perkembangan zaman. Dengan cara seperti
itu ijtihad dapat fungsional dan menjadi factor penting untuk mengembangkan umat
yang dinamis, yang dengan penuh keyakinan dan percaya diri siap menghadapi
tantangan di masa mendatang. Sebagian publik di negeri tercinta ini, banyak yang
melihat Muhammadiyah sebagai organisasi gerakan masyarakat yang buta dengan
politik tidak mau bersentuhan denganpolitik. Namun, sejatinya muhammadiyah
tidaklah seperti itu, Muhammmadiya memang organisasi keagamaan namum tidak
berarti awam dalam dunia politik. Sepanjang sejarah membuktikan keterlibatan
Muhammadiyah atau tokoh-tokohnya yang memperjuangankan masyarakat dan
pengembangan pergerakan amar ma’ruf nahi mungkar. Untuk menjaga kemurnian ruh
pergerakan sebagai organisasi keagamaan. Muhammadiyah lebih

1
memilih/memposisikan dirinya untuk terbebas dari afiliasi dengankekuatan orsospol.
Sebagaimana ditegaskan dalam "Matan Keyakinan Cita-Cita Hidup, Muhamrnadiyah"
tahun 1968. meski demikian tidak mengisolasikan diri dari perkembangan politik
yang memiliki implikasi langsung terhadap kehidupan umat, masyarakat, bangsa dan
negara. Ini merupakan tradisi yang tumbuh sejak Kongres Solo (1929), AR
Fachruddin, ketua PP Muhammadiyah menyatakan secara sederhana, bahwa
Muhammadiyah bukan organisasi politik, namun tidak "buta" politik.

2. Indentifikasi Masalah :
Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Arti kata
Muhammadiyah sendiri adalah pengikut Muhammad atau dikenal sebagai orang –
orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW (ST Rajiah Rusydi,139). Tujuan
didirikan Muhammadiyah adalah untuk memperbaiki Akhlakul karimah dan
memajukan sosial Pendidikan masyarakat muslim serta mengembalikan seluruh
penyimpangan yang terjadi dalam peroses dakwah yang menyebabkanajaran Islam
bercampur baur dengan kebiasaan di daerah tertentu dengan alasan adaptasi. Tujuan
Muhammadiyah juga ingin menegakkan dan menjunjung tinggi Islam sehingga
terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya Muhammadiyah sebagai Gerakan
dalam mengikuti perkembangan dan perubahan itu senantiasa mempunyai kepentingan
untuk melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar serta menyelenggarakan gerakan dan
amal usaha yangsesuai dengan lapangan yang dipilihnya, ialahMasyarakat sebagai
usaha Muhammadiyah untuk mencapai tujuannya Kelahiran Muhammadiyah pada
tahun 1912 menunjukkan bahwa organisasi ini dari segi kesejarahan memiliki
pengalaman yang lebih banyak dibandingkan dengan negara Indonesia yang baru
berdiri pada tahun 1945. Walaupun Muhammadiyah tidak pernah mendeklarasikan
dirinya sebagai sebuah organisasi politik, namun dengan usianya yang lebih tua dari
usia Republik ini maka Muhammadiyah selalu aktif dalam pergumulan dan berbagai
pergulatan pentas politik kebangsaan nasional. Muhammadiyah terlihat terlibat dalam
pentas politik nasional karena keterlibatan para pimpinan elitenya dan selalu
dijalankan dalam bingkai amar ma’ruf nahi mungkar atau yang sering diartikan dengan
bahasa yang populer yaitu high politics. Perkembangan pentas politik Islam dalam
negara tidak bisa lepas dari peran politik Muhammadiyah, bahkan kebangkitan
nasional juga merupakan bagian dari mata rantai persinggungan Muhammadiyah

2
dengan negara. Berdasarkan hal tersebut penulis ingin menelaha bagaimana
pemahaman kebangsaan menurut Muhammadiyah, bagaimana sikap Politik
Muhammadiyah dalam sejarah perpolitikam indonesia, bagaimana bentuk Politik
Muhammadiyah?, Bagaimana Khiittah Muhammadiyah dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara

3. Rumusan Masalah
Tulisan ini dipergunakan untuk ujian akhir semester di pasca sarjana UMSU Program
studi Megister iilmu hukum yang di selenggarakan pada tanggal 13 Januari 2024
dengan Dosen Dr. Nur Rahmah Amini M.Ag, ada pum yang menjadi permasalahan di
dalam Tulisan ini yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimana Pehamahaman Kebangsaan menurut Muhammadiyah?
2. Bagaimana Sikap Politik Muhammadiyah Dalam Sejarah Perpolitikan
Indonesia?
3. Bagaimana bentuk Politik Muhammadiyah?
4. Bagaimana Khittah Muhammadiyah dalam Kehidupan Berbangsa dan
Bernegara?

4. PEMBAHASAN
1. Paham kebangsaan menurut Muhammadiyah

Muhammadiyah Sebagai Solusi Kebangsaan Muhammadiyah yang hadir


sebelum Bangsa ini merdeka tentu menyadari akan peran civil society sebagai sebuah
ciri Negara Maju dalam ikut mengambil langkah-langkah penting, terlebih yang
berhubungan dengan persoalan kebangsaan. Adanya pressure dari lembaga sebesar
Muhammadiyah akan terus mewarnai jejak perjuangan dan kemajuan bangsa ini.
Muhammadiyah ingin meletakkan dan mengintegrasikan nilai keislaman dipadukan
dengan ke Indonesiaan dalam bingkai Pancasila sebagai sebuah pandangan luhur
berkehidupankebangsaan. Muhammadiyah dan umat Islam adalah bagian kesatuan
bangsa yang telah berkiprah dan membangun Indonesia dari masa penjajahan sampai
era globalisasi saat ini. Seluruh elemen bangsa harus memahami betul arti dari
kesepakatan, namun sebagai wujud perjanjian yang luhur bangsa dan negara Republik
lndonesia, sekaligus membangunnya secara sungguh-sungguh menjadi negara dan
bangsa berkemajuan di segala bidang kehidupan. Kemudian, Muhammadiyah dengan

3
dasar pikiran Negara Pancasila sebagai ‘Darul Ahdi Wa Syahadah’ dan pandangan
Islam Berkemaiuan, paham dan gerakan yang mewajibkan berdirinya negara Khilafah
Islamiyah di Indonesia tidaklah sejalan, bahkan bertentangan dengan konstitusi dasar
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Dalam pandangan keislaman dan pengalaman sejarah Islam, tidak ada satu sistem
politik dan bentuk negara yang tunggal dan absolut yang ditetapkan secara mutlak
oleh nash ajaran (qothiy), sehingga pilihan sistem politik apapun merupakan
pemujudan dari utihad yang bersifat muamalah keduniawian dalam prinsip-prinsip
ajaran lslam. Muhammadiyah juga menolak paham sistem kekhalifahan Islam yang
disertai sikap mendegasikan pilihan politik Islam lainnya dengan menuding sebagai
sistem di luar Islam terlebih apabila disertai gerakan untuk mengganti Sistem politk
yang telah berlaku pada setiap negara Islam atau negara Muslim. Muhammadiyah
menolak dan tidak mendukung segala paham, eksistensi organisasi, dan gerakan anti
Pancasila lainnya yang berusaha mengganti Dasar Negara Pancasila dan NKRI atau
mengembangkan paham, ideologi, dan gerakan yang bertentangan dengan Pancasila
sebagai dasar negara. Termasuk di dalamnya paham dan gerakan Komunisme maupun
paham yang ingin menjadikan atau membawa Indonesia meniadi negara sekuler.

2. Sikap Politik Muhammadiyah Dalam Sejarah Perpolitikan Indonesia


a) Muhammadiyah sebelum penjajahan Jepang
Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakartapada tanggal 8
Zulhijjah 1330 H /18 Nopember 1912 oleh Muhammad Darwis yang kemudian
setelah pulang melaksanakan ibadah haji di tanah suci makkah berganti nama
menjadi K.H. Ahmad Dahlan, seorang pegawaiKesultanan Yogyakarta yang
bertindak sebagai khatib dan bekerja sebagai pedagang. Organisasi ini
didirikannya untuk mengorganisir kegiatannya mengajak kembali ke Qur'an dan
Hadits yang pada mulanya mengalami penolakan namun kemudian berangsur-
angsur diterima tidak hanya di Kauman tapi di tempat-tempat perdagangannya di
luar Yogyakarta bahkan hingga ke luar Pulau Jawa. Di samping pengajian kepada
kaum laki-laki, K.H. Ahmad Dahlan juga mengadakan pengajian kepada kaum
ibu-ibu yang diberi nama "Sidratul Muntaha". Tahun 1913-1918 beliau
mendirikan 5 buah Sekolah Dasar.Tahun 1919 mendirikan Hooge School
Muhammadiyah yang kemudian pada tahun 1921 diganti namanya menjadi

4
Kweek School Muhammadiyah. Sekolah ini pada tahun 1923 dipecah menjadi
dua, untuk laki-laki dan perempuan. Pada tahun 1930 namanya diganti menjadi
Muallimin dan Muallimat. Selanjutnya Muhammadiyah mendirikan organisasi
untuk kaum perempuan Aisyiyah yang dipimpin istrinya Ny. Walidah Ahmad
Dahlan. Aisyiyah bermula dari badan otonom SAPATRESNA, kelompok
pengajian wanita yangdidirikan pada tahun 1914. Nama Aisyiyah digunakan sejak
tahun 1920. Pada tahun 1918 Muhammadiyah mendirikan organisasi kepanduan
yang bernama Hizbul Wathan. Tahun 1920 dibentuk media massa yang dinamai
Suara Muhammadiyah. Pada tahun 1927 Muhammadiyah mempunyai 176 cabang,
dan Aisyiyah mempunyai 68 cabangyang tersebar di seluruh kekuasaan Hindia
Belanda. Sesuai dengan kondisi Hindia Belanda yang saat itu gerakan kepartaian
dibatasi, Muhammadiyah lebih banyak bergerak di bidang sosial. Sampai
dikeluarkannya aturan disiplin pada SI tahun 1928, Fachruddin tokoh
Muhammadiyah berkiprah di SI, bahkan sampai menduduki Bendahara.

b) Era Jepang
Pada tahun 1937, yakni tanggal 21 September 1937, Muhammadiyah bersama
Nahdatul Ulama (NU) mendirikan MIAI (Majelis Islam A'la Indonesia) yang
diwakili oleh K.H. Mas Mansyur dari Muhammadiyah, K.H. Abdul Wahab
Chasbullah dari Nahdatul Ulama, dan K.H. Ahmad Dahlan mewakili organisasi
non - partai/ormas. Meskipun MIAI bukan bergerak di bidang politik, tetapi MIAI
yang kemudian menjadi embrio Masyumi. MIAI dibubarkan oleh Jepang pada
tahun 1943 dan menggantikannya dengan Masyumi yang di dalamnya juga
terdapat Muhammadiyah. Pada tahun 1937 pula, K.H. Mas Mansyur bersama
Dr.Sukiman Wirjosanjaya mendirikan PII (Partai Islam Indonesia) sebagai
penimbangan atas sikap non-kooperatif dari PSII.

c) Era Kemerdekaan
Pada tanggal 7-8 November 1945, Masyumi tempat bernaung Muhammadiyah
dan ormas Islam lainnya memutuskan untukmengusung suatu misi yakni
kemerdekaan. Masyumi menjadi partai politik yang amat kental perjuangannya
dalam era kemerdekaan. Sudirman, kepala Hizbul Wathan diangkat menjadi
pemimpin TNI. Tahun 1947 Muhammadiyah membentukan Angkatan Perang

5
Sabil (APS) dengan Ketua Hajid, Wakil Ketua A.Badawi dan penasihat Ki Bagus
Hadikusumo.

d) Pasca Kemerdekaan
Muhammadiyah aktif di Masyumi pasca kemerdekaan. Pada waktu pemilu 1955
Muhammadiyah masih bergabung dengan Masyumi meski NU waktu itu sudah
keluar dan menjadi peserta Pemilu. Seiring dengan menurunnya "keuntungan-
keuntungan politik" yang didapat Muhammadiyah selaku anggota istimewa
Masyumi, Sidang Tanwir Muhammadiyah 1956 memutuskan meninjau ulang
keanggotaan istimewa Muhammadiyah di Masyumi. Pada sidang tanwir 1959
Muhammadiyah resmi keluar dari Masyumi.

e) Era Orde Baru


K.H. Faqih Usman dari Muhammadiyah dan Dr.Anwar Haryono pernah
mengirimkan surat kepada Soeharto untuk mencabut larangan terhadap partai
masyumi. Nota Faqih Usman tersebut tidak ditanggapi. Selanjutnya
Muhammadiyah dan bekas pendukung masyumi mendirikan Parmusi, yang pasca
Pemilu 1971 berfusi ke PPP.

f) Era Reformasi

Pada bulan Agustus 1998, Amien Rais, Ketua Muhammadiyah saat itu
mendirikan Partai Amanat Nasional (PAN) yang mendapat dukungan dan fasilitasi
dari Muhammadiyah. Pengajuan Bambang Sudibyo dan Hatta Rajasa yang dua
kali menjadi menteri dari PAN, menimbulkan disharmoni PAN dan
Muhammadiyah. Ketidakpuasan terhadap PAN menyebabkan generasi muda
Muhammadiyah melahirkan partai sendiri yakni Partai Matahari Bangsa pada
tanggal 26 November 2006.

3. Bentuk Peran Politik Muhammadiyah

6
Khittah Muhammadiyah bagaimanapun lengkapnya tidaklah sempurna, selalu
terdapat celah kekurangan. Tetapi dengan Khittah terdapat garis pembatas sekaligus
bingkai bahwa Muhammadiyah sejatinya berposisi dan berperan sebagai organisasi
kemasyarakatan (sosial - keagamaan) yang bergerak dalam lapangan pembangunan
masyarakat, sebaliknya Muhammadiyah bukanlah organisasi politik atau yang
berperan sebagaimana organisasi politik seperti halnya partai politik dengan segala
aktivitasnya dalam perjuangan kekuasaan di ranah negara atau pemerintahan. Namun
baik organisasi kemasyarakatan maupun organisasi politik melalui jalur yang berbada
tetap bertemu dalam satu titik yaitu bersama - sama membangun bangsa dan negara.
Karenanya baik ormas keagamaan/kemasyarakatan maupun partai politik memiliki
posisi dan peran yang berbeda tetapi sama-sama pentingdan strategis dalam
membangun kehidupan bangsa dan negara. Muhammadiyah akan menjadisalah posisi
dan tidak tepat manakala dipandang dan diposisikan dari sudut partai politik atau
kepentingan perjuangan kekuasaan yang bersifat praktis. Partai politik dan perjuangan
politik kekuasaan itu sendiri memang penting dan strategis tetapi juga bukan segala-
galanya. Urusan bangsa dannegara terlalu penting hanya diserahkan dan menjadi
garapan partai politik dan sekadar kepentingan perjuangan kekuasaan belaka. Lebih
dari itu kenyataan juga menunjukkan bahwa kehidupan partai politik dan perjuangan
politik kekuasaan sebagaimana menjadi agenda utama urusan politik tidaklah serba
ideal sebagaimana dibayangkan oleh para pendukung politik praktis. Dalam sejumlah
hal, untuk tidak menyatakan banyak hal, ranah politik kekuasaan bahkan seringkali
sarat masalah, sehingga bukan sekadar dunia yang indah. Seorang pimpinan partai
politik di negeri ini berangkat dari pengalamannya di lapangan bahkan sempat
menyatakan bahwa politik itu dalam praktiknya sungguh jahat dan kotor, kendati
tentu saja dalam sisi lain politik itu juga menunjukkan nilai luhur terutama ketika
dibingkai moral dan sepenuhnya memperjuangkan hajat hidup bangsa dan negara.
Jika sebagian pandangan menyatakan hasil kerja politik itu luar biasa bagaikan
memancing ikan hiu, sedangkan dakwah sekadar mengail ikan teri, sesungguhnya
tidak selamanya demikian. Ketika menang memang besar ikan tangkapannya, tetapi
manakala kalah juga tak kalah besar jatuh dan bangkrutnya. Ormas-ormas Islam yang
di masa lalu jaya kemudian berubah menjadi partai politik pada akhirnya juga
tenggelam, atau ketikamenjadi partai politik kemudian sarat masalah sedangkan
urusan dakwah kemasyarakatannya terlantar. Partai politik Islam yang di masa lalu
jaya kemudian mati dan menjadi beban sejarah atau partai-partai politik yang

7
demikian ideal sejak awal tetapi setelah di perjalanan bagaikan kacang lupa kulit,
sehingga resikonya pun tak kalah berat. Kerja politik dapat menghasilkan menteri atau
posisi strategis dikekuasaan, tetapi pada saat yang sama kehilangan menteri atau
jabatan kekuasaan karena tawar menawar politik selalu disertai pertukaran
kepentingan, akhirnya dapat satu kehilangan satu. Perjuangan di ranah politik pun
selalu diwarnai prgamatisasi yang luar biasa sehingga konflik, intrik, saling jegal,
politik uang, dan masalah- masalah perebutan kepentingan menjadi sangat vulgar dan
terbuka. Hal-hal yang demikian jangan diabaikan dari neraca politik, sehingga dunia
politik kendati sekali lagi penting dan strategis, tidak seindah sebagaimana yang
diagungkanpara pejuang politik kekuasaan. Adapun gerakan-gerakan sosial
kemasyarakatan memang kelihatan genggaman tangannya tak seberapa, mungkin
kecil dan mengais-ngais. Tetapi dalam jangka panjang sering tidak kalah besar hasil
dan manfaatnya. Kalau berandai-andai bahwa Muhammadiyah menjadi partai politik
atau terus bergumul dalam perjuangan politik mungkin meraih sukses besar, tetapi
juga terbuka kemungkinan bangkrut besar sehingga tidak seperti sekarang memiliki
171 perguruan tinggi, ribuan sekolah dan taman kanak - kanak, puluhan rumah sakit,
ratusan balai pengobatan dan panti asuhan, dan lebih penting lagi masih mengakar di
masyarakat luas dengan kepercayaan yang melekat di dalamnya. Ketika sesekali
masuk ke ranah perjuanganatau dukungan politik, sering dengan mudah kritik dan
peluruhan kepercayaan mengemuka ke ruang publik. Muhammadiyah juga tidak akan
memiliki basis sosial yang kuat dalam berdakwah, sehingga boleh jadi kehilangan
kepercayaan dari umat atau masyarakat, yang lama kelamaan surut dan mengecil
sebagaimana ormas Islamyang lebih dulu lahir dan kemudian nyaris hilang dari
peredaran.Pertimbangan yang demikian juga perlu dikemukakan dan menjadi
perhatian agar tidak dengan mudah menegasikan posisi dan peran penting
Muhammadiyah karena demikian kuat hasrat membawa gerakan Islam inimasuk ke
kancah perjuangan politik- praktis baik langsung maupun tidak langsung. Politik
sekali lagi penting dan strategis, tetapi juga ekonomi,pendidikan, kesehatan, dan
lebih-lebih dakwah kemasyarakatan tak kalah penting dan strategisnya manakala
ditekuni, digarap, dikelola, dan diperjuangkan sepenuh hati dengan istiqamah. Karena
itu, Muhammadiyah baik dengan Khittah maupun tanpa Khittah, sesungguhnya telah
berada di jalur yang tepat, sebagaimana pihak atau organisasi lain yang mengambil
jalur perjuangan politik sama tepatnya, manakala semuanya dilakukan dengan
terfokus, optimal, sungguh-sungguh, dan lebih penting lagi dengan mengerahkan

8
segala potensi dan berpijak pada idealisme. Kepalantangan yang kecil dalam jalur
gerakan dakwah kemasyarakatan manakala disatukan dari ratusan ribua hingga jutaan
warga Muhammadiyah dalam menyangga gerakan Islam ini insya Allah akan
melahirkan karya amaliah yang luar biasa. Dalam posisi yang demikian maka
sebagaimana Khittah Denpasar, Muhammadiyah dengan tetap berada dalam kerangka
gerakan dakwah dan tajdid yang menjadi fokus dan orientasi utama gerakannya, dapat
mengembangkan fungsi kelompok kepentingan atau sebagai gerakan sosial civil-
society dalam memainkan peran berbangsa dan bernegara tanpa harus bergumul
dalam kancah perjuangan politik-praktis sebagaimana partai politik. Muhammadiyah
sebagai gerakan sosial-keagamaan yang memerankan fungsi kelompok kepentingan
sebagai kekuatan masyarakat madaniah merupakan format yang tepat dalam
memainkan peran politik-kebangsaan untuk mewujudkan Indonesia sebagai bangsa
dan negara yang maju, adil, makmur, sejahtera, bermartabat, dan berdaulat
sebagaimana cita-cita nasionalkemerdekaan tahun 1945. Muhammadiyah sebagai
kelompok kepentingan dapat memainkan peran politik lobi, komunikasi politik,
sosialisasi politik, pendidikan politik, melakukan kritik atau tekanan publik, dan
distribusi kader politik atau kader profesional lainnya yang dapat masuk ke seluruh
lini pemerintahan. Peran kelompok kepentingan tersebut dengan tetap dilakukan
berdasarkan spirit dakwah al-amr bi al-ma’ruf wa nahyu ‘an al-munkar, yang
dilakukan dengan pendekatan berwajah kultural dan tidak sebagaimana peran politisi
dan partai politik yang sering bersifat serba terbuka, vulgar, dan sarat tawar menawar
kepentingan yang bersifat pragmatis. Dalam menjalankan fungsi kelompok
kepentingan tersebut dapat dilakukan melalui kelembagaan sesuai mekanisme yang
berlaku dalam Muhammadiyah maupun perseorangan dengan tetap menjunjung tinggi
prinsip, etika, dan kepentingan Muhammadiyah. Kendati fungsi kelompok
kepentingan sebagai aktualisasi peran politik kebangsaan selaku kekuatan masyarakat
madaniyah dan wujud dari peran amar makruf dan nahi munkar, Muhammadiyah dan
para pelaku gerakannya tetap harus memperhatikan prinsip-prinsip dan etika
organisasi termasuk di dalamnya komitmen pada Khittah Muhammadiyah. Tidak
boleh karena alasan menjalankan fungsi kelompok kepentingan kemudian terjebak
pada langkah politik-praktis dan menjadikan organisasi sebagai pertaruhan politik,
karena sampai batas tertentu pula melalui fungsi kelompok kepentingan akan terjadi
proses politik- praktis manakala tidak dijaga jarak dan keseimbangan dalam
menjalankannya. Baik dalam mendukung (amar makruf), mengkritisi (nahi munkar)
9
kebijakan pemer intah misalnya manakala dilakukan melampaui garis Khittah dan
kepatutan organisasi maka pada akhirnya akan bermuara pada proses politik-praktis
pula. Hingga di sini faktor etika gerakan dan kearifan dalam menjalankan fungsi
kelompok kepentingan dari para pelaku gerakan menjadi penting dalam
Muhammadiyah. Segala sesuatu dan langkah harus tetap berada dalam koridor
organisasi dan tidak melampaui batas takaran. Hal tersebut kelihatan rumit atau
konservatif tetapi apapun dalam menjalankan amanah organisasi memang perlu garis
pembatas, kearifan, dan pertimbanga yang matang karena menyangkut sistemdan
amanat gerakan yang tidak boleh dipertaruhkan dengan sembarangan tanpa
mekanisme dan etika organisasi yang membingkainya. Kesantunan, objektivitas,
moralitas atau akhlak, dan kearifan dalam menjaga batas-batas prinsip gerakan
maupun dalam menjalankan fungsi kelompok kepentingan tetapdiperlukan dari
seluruh pelaku gerakan Muhammadiyah. Hindari pemaksaan kehendak, berjalan
sendiri tanpa memperhatikan koridor organisasi, dan sikap berlebihan atau melampaui
takaran dalam menjalankan fungsi politik kepentingan atas nama Muhammadiyah.
Sebab manakala peran atau fungsi kelompok kepentingan itu dilakukan melampaui
takaran atau kebablasan maka proses dan hasil akhirnya akan sama dengan fungsi atau
peran partai politik dan masuk ke kancah atau jalur perjuangan politik-praktis. Pada
situasi yang demikian maka selain selalu memperhatikan spirit dan binkai Khittah
maupun prinsip - prinsip organisasi yang selama ini manhj menjadi gerakan
Muhammadiyah, pada saat yang sama perlu dikedepankan kearifan dan etika dari para
elite atau pelaku gerakan kelompok kepentingan dan Muhammadiyah secara
keseluruhan. Disinilah integrasi antara koridor organisasi dan akhlak politik setiap
anggota Muhammadiyah sebagaimana terkandung dalam Pedoman Hidup Islami
Warga Muhammadiyah menjadi sangat penting dan harus menjadi pijakan bagi setiap
kader, elite,dan pimpinan Persyarikatan dalam kancah kehidupan berbangsa dan
bernegara. Dalam mengoptimalkan peran Muhammadiyah dalam politik kebangsaan
dapat dikembangkan pula jaringan kader politik kebangsaan, baik yang berada dan
melalui jalurpartai politik dan lembaga legislatif, maupun di jalur lembaga eksekutif
dan yudikatif serta lembaga-lembaga pemerintahan lainnya. Jika secara kelembagaan
Muhammadiyah tidak memainkan fungsi politik-praktis, maka secara fungsional dan
non-institusional dapat dikembangkan jaringan kader politik sebagai langkah
pengembanganpolitik sebagai langkah pengembang potensi kader di berbagai struktur
kelembagaan di luar organisasi. Pengembangan jaringan kader politik atau kader

10
kebangsaan tersebut berfungsi sebagai kepanjangan tanga atau anak panah gerakan
Muhammadiyah. Dengan demikian sekaligus dapat dipecahkan kesenjangan
hubungan antara kader politik / kader bangsa dengan Persyarikatan yang selama ini
sampai batas tertentu menjadi keluhan sementara pihak. Lebih jauh lagi melalui
jaringan kader politik kebangsaan tersebut dapat diptimalkan misi Muhammadiyah
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui para kadernya di ranah
kebangsaan. Agar peran kader politik kebangsan tersebut dapat dioptimalkan bagi
kepentingan misi Muhammadiyah maka diperlukan usaha-usaha pemahaman misi
ideologi gerakan bagi para kader bangsa tersebut. Muhammadiyah tentu akan terus
mendorong para kadernya yang berkiprah di dunia politik-praktis maupun di berbagai
jalur kehidupan lainnya secara positif, karena dakwah memang memerlukan
penyangga dari seluruh lini dan struktur kehidupan. Namun para kader politik atau
kader bangsa dari Muhammadiyah tersebut seyogyianya terus memupuk idealisme,
prinsip, etika, dan modal dasar yang kuat atau memadai untuk berkiprah di ranah
politik-praktis atau di ranah kebangsaan, selain faktor kemampuan - kemampuan
objektif yang diperlukan sebagaimana layaknya pelaku politik yang idealis dan
profesional potensi kader di berbagai struktur kelembagaan di luar organisasi.
Pengembangan jaringan kader politik atau kader kebangsaan tersebut berfungsi
sebagai kepanjangan tangan atau anak panah gerakan Muhammadiyah. Dengan
demikian sekaligus dapat dipecahkan kesenjangan hubungan antara kader politik /
kader bangsa dengan Persyarikatan yang selama ini sampai batas tertentu menjadi
keluhan sementara pihak. Lebih jauh lagi melalui jaringan kader politik kebangsaan
tersebut dapat diptimalkan misi Muhammadiyah dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara melalui para kadernya di ranah kebangsaan. Agar peran kader politik
kebangsan tersebut dapat dioptimalkan bagi kepentingan misi Muhammadiyah maka
diperlukan usaha-usaha pemahaman misi ideologi gerakan bagi para kader bangsa
tersebut. Muhammadiyah tentu akan terus mendorong para kadernya yang berkiprah
di dunia politik-praktis maupun di berbagai jalur kehidupan lainnya secara positif,
karena dakwah memang memerlukan penyangga dari seluruh lini dan struktur
kehidupan. Namun para kader politik atau kader bangsa dari Muhammadiyah tersebut
seyogyianya terus memupuk idealisme, prinsip, etika, dan modal dasar yang kuat atau
memadai untuk berkiprah di ranah politik-praktis atau di ranah kebangsaan, selain
faktor kemampuan- kemampuan objektif yang diperlukan sebagaimana layaknya
pelaku politik yang idealis dan profesional

11
4. Khittah Muhammadiyah dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

Khittah atau garis-garis perjuangan Muhammadiyah dalam kehidupan berbangsa dan


bernegara, salah satunya termaktub dalam keputusan sidang Majelis Tanwir di
Ponorogo. Pada tahun 1969. Khittah ini kemudian dikenal dengan Khittah Ponorogo
yang berisi tentang pola dasar perjuangan tentang cara dan strategi Muhammadiyah
dalam mewujudkan cita-cita dan keyakinan hidupnya. Dalam khittah ini ditegaskan
Kembali dakwah Islam Amar

Ma’ruf, Nahi Mungkar harus dilaksanakan melalui dua cara yaitu saluran
politik praktis dan saluran masyarakat yaitu :

1. Melalui kegiatan-kegiatan politik yang berorientasi pada


perjuangankekuasaan/kenegaraan (real politics, politik praktis) sebagaimana
dilakukan oleh Partai- Partai politik atau kekuatan-kekuatan politik formal di
tingkat kelembagaan negara.

Melalui kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang bersifat pembinaan atau


pemberdayaan mmasyarakat maupun kegiatan-kegiatan politik tidak langsung (high
politics) yang bersifat mempengaruhi kebijakan negara dengan perjuangan moral
(moral force) untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik di tingkat masyarakat
dan negara sebagaimana dilakukan oleh kelompok-kelompok kepentingan (interest
groups). Muhammadiyah yang sejak awal mengakui sebagai organisasi sosial-
keagamaan yang mengemban sebuah misi da’wah amr ma’ruf nahi munkar terus
bersikap aktif dan konstruktif dalam usaha-usaha pembangunan dan reformasi
nasional sesuai khittah (garis) perjuangannya serta tidak tinggal diam dalam
menghadapi kondisi- kondisi kritis yang dialami oleh bangsa dan negara. Oleh karena
itu, Muhammadiyah senantiasa terpanggil untuk berkiprah dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara dengan berdasarkan pada khittah perjuangan sebagai
berikut:

1. Muhammadiyah meyakini politik dalam kehidupanberbangsa dan bernegara


merupakan salah satu aspek dari ajaran Islam dalam urusan keduniawian ( al-umur
ad-dunyawiyat) yang harus selalu dimotivasi, dijiwai, dan dibingkai oleh nilai-
nilai luhur agama dan moral yang utama. Karena itu diperlukan sikap dan

12
morayang positif dari seluruh warga Muhammadiyah dalam menjalani kehidupan
politik demi tegaknya kehidupan berbangsa dan bernegara.
2. Muhammadiyah meyakini bahwa negara dan usaha- usahanya dalam membangun
kehidupan berbangsa dan bernegara baik melalui perjuangan politik maupun
melalui pengembangan masyarakat pada dasarnya merupakan wahana yang
mutlak diperlukan untuk membangun kehidupan dimana nilai-nilai Ilahiyah
melandasi dan tumbuh suburnya bersamaan dengan tetaptegaknya suatu nilai-
nilaim kemanusiaan, keadilan, perdamaian, ketertiban, kebersamaan, dan
keadaban demi terwujudnya “BaldatunThayyibatun wa Rabbun Ghafur”.
3. Muhammadiyah (menyatakan) memilih perjuangan dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara melalui usaha-usaha pembinaan/pemberdayaan Masyarakat guna
terwujudnya masyarakat madani (civil society) yang kuat sebagaimana tujuan
Muhammadiyah yaitu terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Sedangkan hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan- kebijakan kenegaraan
sebagai proses dan hasil dari fungsi politik pemerintahan akan ditempuh melalui
pendekatan-pendekatan secara tepat dan bijaksana sesudengan prinsip prinsip
perjuangan kelompok kepentingan yang bersifat efektif dalam kehidupannegara
yang demokratis.
4. Muhammadiyah mendorong secara kritis atas suatu perjuangan politik bersifat
praktis atau berorientasi pada kekuasaan (real politics) untuk dijalankan oleh
partai-partai politik dan lembaga-lembaga formal kenegaraan dengan baik menuju
terciptanyasystem politik yang demokratis dan berkeadaban sesuai dengan cita-
cita luhur bangsa dan negara. Dalam hal ini perjuangan politik yang dilakukan
oleh kekuatan-kekuatan politik harus benar-benar mengedepankan kepentingan
rakyat dan tegaknya nilai-nilai utama sebagaimana yang menjadi semangat dasar
dan tujuan didirikannya suatu Negara Republik Indonesia yang diproklamasikan
tahun 1945.
5. Muhammadiyah senantiasa atau selalu memainkan peranan politiknya sebagai
wujud dari dakwah amar ma’ruf nahi munkar dengan jalan mempengaruhi proses
dan kebijakannegara agar tetap berjalan sesuai konstitusi dan Cita-cita luhur
bangsa. Muhammadiyahsecara aktif menjadi kekuatan perekat bangsa dan
berfungsi sebagai wahana pendidikanpolitik yang sehat menuju kehidupan
nasional yang damai dan berkeadaban.

13
6. Muhammadiyah tidak berafiliasi dan tidak memiliki hubungan organisatoris
dengan kekuatan-kekuatan politik atau organisasi mana pun. Muhammadiyah
senantiasa mengembangkan sikap positif dalam memandang perjuangan politik
dan menjalankan fungsi kritik sesuai dengan prinsip amar ma’ruf nahi munkar
demi tegaknya system politik kenegaraan yang demokratis dan berkeadaban.
7. Muhammadiyah memberikan kebebasan pada setiap anggota persyarikatan untuk
menggunakan hak pilih dalam kehidupan politik sesuai hati nuraninya masing-
masing.Penggunaan hak pilih tersebut merupakan bentuk tanggungjawab sebagai
warga negara yang dilaksanakan secara rasional dan kritis sesuai misi dan
kepentinganMuhammadiyah demi kemaslahatan bangsa dan negara.
8. Muhammadiyah meminta pada segenapanggotanya yang aktif dalam bidang
politik untuk benar-benar melaksanakan tugasnya dan kegiatan politik secara
sungguh- sungguh dan mengedepankan tanggung jawab (amānah), akhlak mulia
(akhlaq al- karimah,keteladanan (uswah hasanah) dan perdamaian (iṣlah).
Aktifitas (kegiatan) politik harus (benar) sejalan dengan upaya memperjuangkan
misi persyarikatan dalam melaksanakan dakwah amr ma’ruf nahi munkar.
9. Muhammadiyah senantiasa bekerjasama dengan pihak atau golongan mana pun
berdasarkan prinsip-prinsip kebajikan dan kemaslahatan (kedamaian),
menjauhikemudaratan dan bertujuan membangun kehidupan berbangsa dan
bernegara ke arahyang lebih baik, maju, demokratis dan berkeadaban

KESIMPULAN

Dari paparan di atas dapat dikatakan bahwa Muhammadiyah sarat dengan


dinamika dalam menapaki sejarahnya sejak berdiri hingga saat sekarang ini,organisasi
yang bergerak dibidang keagamaan dengan maksud berdakwah amal ma’ruf nahi
mungkar dengan segala lini kehidupan masyarakat. Muhammadiyah juga melakukan
gerakan politik, namun bukan politik praktis, perpolitikan muhammadiyah
berdasarkan khittah perjuangan Muhammadiyah yang dibuat sebagai batasan gerak
politik Muhammadiyah. Muhammadiyah dengan khittah dan manhaj gerakan yang
melandasai serta membingkainya dapat memainkan peran kebangsaan secara lebih
proaktif melalui aktualisasi kerja-kerja dakwah kemasyarakatan yang lebih progresif,
baik untuk memperkuat basis civil - society maupun penguatan kehidupan berbangsa

14
dan bernegara. Khittah perjuangan Muhammadiyah ini harus dapat mencerminkan
peran muhammadiyah dalam menjalankan fungsinya organisasi modern yang
berorientasi masa depan. Selain itu, Khittah perjuangan harus menjadi variabel
pengubah kultural dalam berorganisasi para kader terutama sekali dari kalangan
angkatan muda Muhammadiyah ke arah yang lebih baik, agar kultural hasanah
mereka dalam setiap nadi gerakan Muhammadiyah, maka diperlukan upaya
pembumian semangat saling menasehati dalam kebaikan dan kesabaran dan saling
berlomba-lomba untuk menuju cinta dan kasih sayang Allah. yang melandasi
perjuangan pada cita-cita Muhammadiyah untuk menciptakan masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya

15
DAFTAR PUSTAKA

Jainuri, Achmad 2002. Ideologi KaumReformis. Surabaya : LPAM

Nasir, Haedar,2011. Aktualisasi Khittah Muhammadiyah dan Format Peran Politik


kebangsaan,blog.spot .com

Prasetyo Hendro dan Ali Munhanif, 2002. Islam dan civil society, pandangan muslim
Indonesia.Jakarta : Gramedia pustaka utama

Sartono Kartodirjo, 1993. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metode Sejarah. Jakarta
Gramedia Pustaka Utama

Shobron Sudarsono dan Ali Marpuji, 2010 Membangun Konstruksi Ideal Relasi
Muhammadiyah dan Politik, Tajdida Jurnal Pemikiran dan Gerakan Muhammadiyah
Vol8, No.1

Suwarno, 2001. Muhammadiyah Sebagai Oposisi. Yogyakarta: UII Press

Rais Amien, 1998. Membangun Pilitik Adiluhung. Bandung : Zaman Wacana Mulia

16
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR I
1. PENDAHULUAN 1
----------------------------------------------------------------
1. Latar belakang ---------------------------------------------------------------- 2
2. Indentifikasi Permasalahan 2
--------------------------------------------------
3. Rumusan Permasalahan 2
------------------------------------------------------
1. Pembahasan-------------------------------------------------------------------- 3
1. Paham kebangsaan menurut Muhammadiyah ------------------------- 3
2. Sikap Politik Muhammadiyah Dalam Sejarah Perpolitikan
Indonesia ------------------------------------------------------------------ 4
1. Muhammadiyah sebelum penjajahan Jepang --------------------- 4
2. Era Jepang 5
------------------------------------------------------------- 5
3. Era Kemerdekaan ---------------------------------------------------- 6
4. Pasca Kemerdekaan 6
-------------------------------------------------- 6
5. Era Orde baru -------------------------------------------------------- 6
6. Era reformasi
---------------------------------------------------------- 11

17
3. Bentuk Politik Muhammadiyah------------------------------------------ 14
4. Khittah Muhammadiyah dalam Kehidupan Berbangsa dan 15
Bernegara-------------------------------------------------------------------
5. Kesimpulan ----------------------------------------------------------------
6. Daftar Pustaka------------------------------------------------------------

Peran Muhammadiyah Kebangsaan di ranah Politik Indonesia

Disusun oleh :

NAMA : DONNY M DOLOKSARIBU SH

NIM : 2320010043

MATA KULIAH

Al ISLAM dan KEMUHAMMADYAHAN

DOSEN:

Dr. NUR RAHMAH AMINI, M.Ag

18
PASCA SARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA

19

Anda mungkin juga menyukai