Anda di halaman 1dari 4

Resume Bab X

Muhammadiyah Sebagai Gerakan Politik

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Al Islam-Kemuhammadiyahan III


Yang Diampu Oleh Bapak Abu Bakar, Drs., M.Pd., Dr.

Oleh :
Nama : Laksmi Yuniarsih
Nim : 201510410311073
Jurusan : Farmasi

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


PROGAM STUDI FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2016
A. Pendahuluan
Muhammadiyah sebagai gerakan politik (political movement) maksudnya
adalah pergumulan dan keterlibatan Muhammadiyah di kancah perpolitikan bangsa
Indonesia sejak zaman penjajahan zaman sekarang ini. Sebagai gerakan Islam mau
tidak mau Muhammadiyah harus terlibat dalam strategi-strategi perjuangan dan
dakwah Islam di tengah-tengah masyarakat yang terjajah dan pemerintah yang di
anggap tidak islami.
Bentuk keterlibatan politik Muhammadiyah sekarang ini adalah high politics,
yaknilebih mengedepankan moral daripada sekedar memperoleh kekuasaan
sebagaimana pada umumnya perjuangan yang dilakukan oleh pelaku-pelaku low
politics(Politik Praktis Kepartaian).

B. Pengertian Politik
Politik (siasah-bahasa Arab; politics-bahasa Inggris) memiliki pengertian
yang sangat luas. Didalam konteks masyarakat Indonesia sering terjadi kesenjangan
antara llmu politik yang dipelajari dengan praktik politik yang terjadi. Ilmu poliik
adalah ilmu sosial yang khusus mempelajari sifat dan tujuan dari negara sejauh negara
merupakan organisasi kekuasaan, beserta sifat tujuan dari gejala-gejala kekuasaan lain
yang tidak resmi, yang dapat mempengaruhi Negara.
Politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu system politik yang
berkenaan dengan proses mennetukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan
tujuan-tujuan itu.

C. Pergumulan Muhammadiyah dalam Berpolitik


Menurut sejarah Muhammadiyah, Muhammadiyah dalam menyalurkan
perjuangan politiknya pada partai politik Islam tanpa harus menjadikan
Muhammadiyah sebagai partai politik. Perjuangan politik bagi Muhammadiyah
didasarkan pada dua prinsip pertama Muhammadiyah memerlukan saluran aspirasi
politik dan dilakukan diluar organisasi Muhammadiyah, kedua penyaluran aspirasi
politik melalui partai Islam harus dilakukan dengan tujuan kemenangan Islam dan
umatnya secara keseluruhan.

D. Perkembangan Politik Muhammadiyah


Muhammadiyah sebagai dakwah itu mencangkup seluruh bidang ehidupan
termasuk politik tetapi tidak termasuk partai politik. Secara historis politik yang
melekat pada Muhammadiyah adalah politik kebangsaan yang disebut dengan politik
amar maruf nahi munkar.

E. Landasan Operasional Politik Muhammadiyah


Muhammadiyah dalam menjalankan kehidupan politik semata-mata hanya
untuk menegakkan kehidupan berbanga da bernegara baik melalui peenggembangan
masyarakat ataupun dengan perjuangan politik dalam pemerintahan. Muhammadiyah
secara aktif menjadi kekuatan perekat bangsa dan berfungsi sebagai waana pendidikan
yang sehat menuju kehidupan nasional yang damai dan berkeadaban. Setiap anggota
Muhammadiyah memiliki hak pilihnya dalam berpolitik.
1. Kebebasan Beraspirasi Politik dalam Politik Praktis
Muhammadiyah melaksanakan tugas dan kegiatan politik secara sungguh-
sungguh dengan mengedepankan tanggung jawab (amanah), akhlak mulia (akhlaq
karimah), keteladanan (uswah hasanah), dan perdamaian (ishlah). Setiap anggota
dibebaskan menyalurkan aspirasi politiknya kepada salh satu partai politik yang
dipandang dapat mneyuarakan misi Islam untuk menegakkan keadilan sesuai
dengan prinsip-prinsip ajaran Islam.
2. Metamorfose Sikap Politik Muhammadiyah
a. Tahun 1912-1926, Muhammadiyah dinyatakan bukan sebagai organisasi
politik.
b. Tahun 1927-1938, Muhammadiyah memantapkan diri sebagai organisasi
Islam untuk amal
c. Tahun 1938-1942, para pemuka Joung Islamitten Bond (JIB) dan para anggota
Muhammadiyah berhasil mendirikan Partai Islam Indonesia (PII), tetapi
Muhhamadiyah sebagai organisasi tetap tidak menetapkan secara resmi
terhada eksistensi partai itu.
d. Tahun 1942-1945, Muhammadiyah bersama dengan organisasi-organisasi
Islam medirikan Majelis Islam Ala Indonesia (MIAI) DAN Muhammadiyah
sebagai organisasi, tetap tidak merupakan bagian dari majelis ini.
e. Tahun 1945-1960, MIAI akhirnya berubah menjadi Majelis Syuro Muslimin
Indonesia (Masyumi) dan Muhammadiyah sebagai anggota istinewa dan
dinyatakan sebagai bagian struktursl dari partai itu. Pada tahun 1950,
Muhammadiyah tidak lagi menjadi anggota istimewa Masyumi.
f. Thun 1960-1965, Muhammadiyah dalam posisi yang sulit sebab situasi politik
kenegaraan yang semakin panas, dan dominasi kekuatan komunis sangat
menentukan.
g. Tahun 1965-1971, Muhammadiyah dinyatakan oleh pemerintah sebagai
Organisasi Masyarakat (Ormas) yang berfungsi politik riel. Artinya
Muhammadiyah berhak mempunyai wakil-wakil dalam legislatife.
h. Tahun 1971-sekarang, dalam bidang politik Muhammadiyah berusaha sesuai
dengan khittah (garis) perjuangannya dengan Dawah Amar Maruf Nahi
Munkar dalam arti dan proporsi yang sebenar-benarnya, Muhammadiyah
harus dapat membuktikan baik secara teoritis konseptual, secara operasional,
secara riel bahwa ajaran Islam mampu mengatur masyarakat dalam Negara
Republik Indonesia yang berpancasila dan UUD 1945, menjadi masyarakat
yang adil makmur serta sejahtera.
3. Moral Politik Muhammadiyah
Muhammadiyah kerap membuat putusan yang secara sadar atau tidak telah
menyeret Muhammadiyah pada kubangan politik praktis. Karena itu, tidak heran
bila selama perjalanan sejarahnya Muhammadiyah lebih banyak bersinggungan
dengan politik praktis.

F. High Politics dan Low Politcs


Muhammadiyah tampak sangat dipengauhi situasi praktis-politik (low politics)
yang melingkupinya ketimbang idealitas politik Muhammadiyah (high politics)
High politics bukan politik hightetapi politik yan luhur, adiluhung dan berdimensi
moral etis. Sedangkan low politics bukan politik redah, tetapi politik yang terlalu
praktis dan seringkali cenderung nista.
Contoh high politics : sebuah organisasi menunjukan sikap yag tegas terhadap
korupsi , mengajak masyarakat luas untuk memerangi ketidakdilan , menghimbau
pemerintah untuk terus menggelindingkan proses demokratisasi dan ketebukaan.
Contoh low politic : sebuah organisasi melakukan gerakan dan maneuver
politik utuk memperebutkan kursi DPR, minta bagian di lembaga eksekutif membuat
kelompok penekan, membangun lobi serta berkasak-kusuk untuk memperluas atau
mempertahankan vested interest.

Anda mungkin juga menyukai