Anda di halaman 1dari 6

[EKSTENSI MUHAMMADIYAH TERHADAP POLITIK DAN HUKUM]

[Hikmal Asril Annazaa,1, Muhammad Afriza Rifandyb,2,]

a,b,c
Institut Agama Islam Negeri Palangkaraya
1
hikmalasril04@gmail.com,, 2muhammadafrizarifandy241@gmail.com

Received:dd-mm-yyyy; Revised:dd-mm-yyyy; Accepted: dd-mm-yyyy;

ABSTRACT
Muhammadiyah, which started from the Kauman village of Yogyakarta, on 8 Dzulhijjah 1330
H / 18 November 1912 AD by KHA Dahlan has two sides. Where each side reinforcses On the
one hand, Muhammadiyah is a movement to purify Islamic teachings (tajridu al Islamiyah), on
the other hand, it is also a movement for civilization renewal by weighing problems (tajrih al
masail) This Tajdid- Tajrid- Tarjih relationship can be called “Muhammadiyah Dialectics”
because of that, Muhammadiyah people in their minds are always excited to discover new things,
but are always alert and question all reforms that cause problems in ijtihad regardless of where
Muhammadiyah is located. demand to always make steps that are creative, innovative, and
responsive to the times. Likewise, in the field of Politics and Law, Muhammadiyah is present as a
manifestation of the tajdid movement, Muhammadiyah has risen to make new achievements in all
aspects, including Politics and Law.
Kyewords: Law, Politics, and Muhammadiyah

INTISARI
Muhammadiyah yang di mulai dari kampung kauman Yogyakarta, Pada tanggal 8 Dzulhijjah
1330 H /18 November 1912 M oleh KHA Dahlan, memiliki dua sisi. Di mana masing-masing
sisi saling menguatkan. Satu sisi Muhammadiyah merupakan gerakan pemurnian ajaran Islam
(tajridu al Islamiyah), di sisi lain juga merupakan gerakan pembaharuan peradaban di lakukan
pembobotan persoalan (tarjih al masail). Relasi Tajdid- Tajrid- Tarjih ini bisa di sebut
“Dialektika Muhammadiyah” oleh karena itu, orang Muhammdiyah di dalam pikirannya selalu
di gairahkan untuk menemukan hal- hal yang baru, namun selalu waspada dan mempersoalkan
segala pembaharuan yang menimbulkan persoalan di dalam ijtihad nagaimanapun
Muhammadiyah di tuntut selalu membuat langkah- langkah yang kreatif, inovatif, dan responsif
terhadap perkembangan zaman. Begitu pula dalam bidang Politik dan Hukum muhammadiyah
hadir sebagai wujud dari gerakan tajdid, Muhammadiyah bangkit untuk membuat prestasi baru
dalam seluruh aspek tidak terkecuali Politik dan Hukum.
Kata Kunci:Hukum,Politik, dan Muhammadiyah
A. Pendahuluan
Sejak berdirinya pada 1912, Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan Islam yang bergerak
bidang dakwah. Haidar Nashir menyebutkan Muhammadiyah tidak berjuang di lapangan politik
serta tidak memiliki hubungan apapun dengan kekuatan politik manapun di negeri ini. Bersama
berjalannya waktu Muhammadiyah terus membentengi dirinya dengan apa yang di sebut
“khittah” (garis perjuangan) yang telah mendarah daging dalam persyarikatan ini. Pembuktian
paa khittah ini terlihat dari Khittah Palembang (1956-1959), khittah Ponorogo (1969) Khittah ,
ujung pandang (1971), Khittah Denpasar (2002). Meskipun Muhammadiyah tidak memposisikan
pada posisi netral tidak berpolitik praktis tapi Muhammadiyah mampu memotivasi pemikiran
politiknya dalam kerangka amar ma’ruf nahi munkar, Muhammaiyah tetap memiliki perhatian
pada proses politik, hukum seperti proses legislasi. 1 di parlemen dan mengambil kebijakan
pemerintah. Perundang-undangan (legislasi) merupakan bagian tugas pemerintah, dengan tujuan
menciptakan ketentraman, kebaikandan keadilan masyarakat. Bila undang- undang yang
dilegislasikan itu berasal dari huku, sudah tentu juga kekuatan hukumnya mengikat berdasarkan
hukum.

B. Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif yang mana peneulis mengambil
atau mengutip dari beberapa buku dan jurnal yang mengutip beberapa pembahasan mengenai
politik hukum pada Muhammadiyah.

C. Hasil dan Pembahasan


1. Politik dan Hukum
a.Politik dan Hukum
Jika berbicara Politik dan Hukum maka tidak lepas dengan kebijakan pemerintah di
bidang pembangunan hukum (legel policy). Politik hukum dilaksanakan melalui proses legislasi
yang teratur dan berkesinambungan. Hal ini menempatkan politik hukum sebagai pemegang
kendali penting terkelolanya sebuah pemerintahan yang baik untuk terwujudnya tujuan
pembangunan nasional yang dicita-citakan bersama. Maka untuk mewujudkan itu semua
diperlukan sebuah sistem yang benar-benar baik mulai dari hulu sampai hilir. Dan harus disadari
bahwa masyarakat merupakan subjek dan objek dari sebuah target pembangunan hukum itu
sendiri. Mahfud MD mengemukakan beberapa ahli yang pernah mengemukakan definisi Politik
hukum sebagai berikut.2
-Teuku Muhammad Radhi mendefinisiskan politik hukum sebagai suatu pernyataan kehendak
penguasa Negara menegenai hukum yang berlaku di wilayahnya dan mengenai arah perkemba-
ngan hukum yang di bangun.
1
Syarifuddin Jurdi,(Muhammadiyah Dalam DinamikaPolitik Imdonesia1966-2006) . 392
2
Mahfud MD: Membangun Poltik Hukum, Menegakkan Konstitusi, (Pustaka LP3ES, Jakarta,2006) . 21-22
-Padmo Wahyono, mengemukakan bahwa politik Hukum adalah kebijakan dasar yang
menentukan arah, bentuk maupun isi dari hukum yang akan di bentuk.
-Soedarto mengemukakan bahwa politik hukum adalah kebijkan Negara melalui badan-badan
negara yang berwenang untuk menetapkan peraturan yang dikehedaki dan di perkirakan akan di
gunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat dan untuk mencapai
apa yang di cita-citakan
-Satjipto Raharjo mengemukakan bahwa politik hukum adalah aktivitas memilih cara yang
hendak di pakai untukmenciptakan suatu tujuan sosial dan hukum tertentu dalam masyarakat.

b.Sejarah Politik dan Hukum

Indonesia telah memiliki 7 Presiden hingga saat ini. Tentu jika kita sandingkan dengan
manusia usia Indonesia ini maka sudah cukup matang. Korelasi yang di harpkan dengan
matangnya sebuah Negara maka kedewasaan dalam bernegara juga mengikut, sehingga tidak ada
lagi gesekan antar kelompok dan golongan sehingga sepakat untuk membangun sebuah Negara
secara bersama guna menuju baldatun thoyibatun. Hal ini tergambar dari era orde lama sampai
era reformasi bahwa posisi politik hukum belum begitu terasa manfat dan kegunaannya, namun
demikian tanpa disadari bahwa politik hukum itu sendiri di libatkan dalamppraktiknya terkadang
kurang di jalnkan oleh segelintir oknum.

2.Ekstensi Muhammadiyah terhadap Politik dan Hukum


a.Muhammadiyah dan Politik
Dalam menyusun wacana pemikiran, termasuk ranah politik Muhammadiyah tidak
mungkin melompat dari sesuatu yang kosong. Oleh sebab itu, apa yang berlaku di era klasik
perlu di tinjau selintas. Adalah Abu al- Hasan al Mawardi (974-1058M) yang membuka diskusi
teologi politiknya dalam sebuah pernyataan terkenal yang berbunyi: “Al-Imamah maudhu’atun
lilkhilafati al-nubuwwah fi hirrasati al din wa siyasati al dunya.” Kepemimpinan Politik di
kembangkan sebagai pengganti peran kenabian untuk melindungi agama dan mengatur urusan
dunia (Al-Mawarrdi dan Al-Sultaniyah 1881:3).3 Bagi Mawardi masalah Politik kenegaraan
tidak bisa di pisahkan dengan peran yang pernah dijalankan oleh Nabi di era Madinah sekitar
(622-632 M). Sekaipun Nabi telah wafat, masalah kepemimpinan komunitas muslim harus di
lanjutkan, sebab jika tidak semikian, sejarah Islam sudah pasti lumpuh sejak masa-masa awal
dengan segala masalah pelik yang menyertainya. Karena selama ratusan tahun pengaruh sistem
kekuasaan dinastik demikian kuat sepeninggal Nabi dan al-khulafa al rasyidun (632-661 M),
teori- teori politik yang berangkat dari prinsip syura (permusyawaratan) tidak pernah muncul.
Dalam karya diatas al-Mawardi masih menempatkan keturunan Quraisy yang harus berada di
pucuk pimpinan, berdasarkan hadis bukhari, Muslim, dan Nawawiy, sesuatu yang perlu dikaji
kembali karena berlawanan dengan Al-Qur’an tentang prinsip egalitarianisme.4 sebuah sistem
politik yang tidak menghargai Manusia manusia sebagai manusia penuh (full human) harus
ditolak. Menurut Ahmad Syafii Maarif menerangkan dalam tulisan nya “Teologi Politik
Muhammadiyah” bagi buya Maarif memahami politik dengan pendekatan teologi erat kaitannya
perihal relasi antara agama dengan politik kenegaraan dalam perspektif Muhammadiyah.
3
Abu Hasan Al-Mawardi ,Al ahkam al sulthaniyah. (Kairo 1881). 78
4
Lin Abdul Qawi al-Mundziri ,Ringkasan Shahih Muslim, (Insan Kamil:Solo). 268
Meskipun pengartikulasian akan teologi politik Muhammadiyah belum begitu mendapat porsi
lebih untuk di kaji, buya Maarif pun berpendapat, bahwa pandangan Muhammadiyah akan
politik kenegaraan itu sendiri menjadi persoalan penting. Teologi yang secara jelas tidak bisa
dilepaskan dari unsur agama, agar dijadikan dasar oleh Muhammadiyah. Kemdian Haedar Nashir
juga menjelaskan maksud dan tujuan Muhammadiyah itu sendiri, yakni menegakkan dan
menjungjung tinggi agama Islam yang sebenar-benarnya. Melalui prinsip dasar tersebut, bahwa
islam merupakan agama yang memiliki misi rahmat bagi seluruh alam, kemudian K.H Ahmad
Dahlan mengolaborasikan bayak hal dlam perumusan maksud dan tujuan tersebut, termasuk di
dalamnya ,pendidikan, kesehatan, sosial, kebudayaan, dan politik. Budaya politik yang masih
bias ini, sehingga perlaku politik wrga Muhammadiyah yang majemuk dan dnamis, sampai
kepada dilematis yang dihadapi oleh politisi Muhammadiyah menjadi alasan , bagaimana budaya
politik Muhammadiyah ini dapat menjadi pembahasan yang menarik untuk diperdalam. Dalam
hal ini, Muhammadiyah telah lama menganut politik adiluhung , atau sering disebut hihg politics.
Bagaimana dalam proses dan cara yang dilakukan untuk menegakkan sebuah sistem berdasrkan
nilai-nilai agama. Namun ,lain daripada it, banyak dari warga Muhammadiyah yang aktif dalam
pola-pola politik kepartaian, atau sering di sebut low politics. Tradisi-tradisi politik demikianlah
yang lebih condong akan pemaknaan-pemaknaan yang bersifat praktis, jangka pendek dan
transaksional. Kemudian etika politik Muhammadiyah , etika politik Muhammadiyah dewasa ini
tidaklah mudah. Dalam membaca situasi politik kontemporer misalnya, politisi Muhammadiyah
dihadpkan dengan persoalan imoralitas perilaku dalam berpolitik. Achmad Jainuri menganggap,
bahwa persoalan demikian tentu sangat bertolak belakang dengan pandangan etika politik yang
dipahami oleh para politisi Muhammadiyah, namun yang menjadi tantangan adalah,“Mampukah
politisi Muhammadiyah terjun dalam rangka nahi munkar”. Guna mencegah kemungkaran
praktik- praktik politik yang tidak bermoral atau membiarkan imoralitas politik terjadi begitu
saja. Ketiga mengenai tradisi politik Muhammadiyah. Sejak kelahirannya, Muhammadiyah
memang tidak rupawan dengan wajah politik. Sebab itulah orang di luar Muhammadiyah cukup
kesulitan dalam memahami tradisi politik Muhammadiyah Namun, dalam hal ini, ada tiga hal
yang dapat membantu memahami tradisi politik Muhammadiyah. Pertama, Muhammadiyah
menjaga jarak yang sama dengan partai dengan partai politik, artinya dalam menghadapi kondisi
situasi politik praktis, Muhammadiyah selalu hadir dengan wajah politik adiluhung, tidak
memiliki kecenderungan dengan partai politik tertentu. Kemudian Muhammadiyah mnjaga
kedekatan yang sama. Wacana ini di sampaikan oleh Dahlan Rais dalam tanwir Muhammadiyah
di Samarinda pada tahun 2014. Namun, manakala hal tersebut dicermati lebih dalam , makna
tersebut syarat akan perdebatan. Acham Jainuri menilai, bahwa makna kedekatan dan bentuk
kedekatan masih belum begitu jelas. Yang menjadi bahaya, adalah ketika kemudian persoalan ini
menjadi berakibat pada tarik ulur di antara politisi Muhammadiyah. Konflik politik yang
berpengaruh pada kondisi internal, bukan tidak mungkin akan terjadi. Kemudian yakni
mendirikan amal usaha politik. Meskipun ini masih menjadi wacana, paling tidak perlu diambil
pertimbangan yang cukup dalam. Mengingat, bahwa warna dan karakteristik poliik beda dengan
amal usaha yang lain. Bagi Jainuri, amal usaha politik ini, manakala yang akan terjadi adalah
politik transaksional ,praktis dan uang, hanyalah akan bersifat kontradiktif dengan budaya amar
ma’ruf nahi munkar, sedikit bicara banyak bekerja, dan hidup- hidupilah Muhammadiyah yang
selama ini menjadi karakter yang begitu melekat dalam Muhammadiyah.
b.Muhammadiyah dan Hukum
Muhammadiyah adalah gerakan keagamaan secara konsisten memperluas ruang gerak
pengabdiannya. Salah satu bentuk perluasan gerak Muhammadiyah adalah melalui penegakan
hukum di jalur peradilan, hal itu di lakukan dengan membentuk lembaga yang membentuk
lembaga yang memberi bantuan hukum sebagai pemenuhan hak masyarakat yang rentan
terhadap deskriminasi penegakan hukum itu sendiri, sebagai ciri pengembangan program
Muhammadiyah dalam aksi dan pelayanan yaang berkaian dengan aktivitas secara langsung dan
dapat dinikmati anggota Muhammadiyah dan masyarakat luas yang bersifat
membebaskan,memberdayakan, dan memajukan kehidupan masyarakat dalam gerakan
Muhammadiyah yang bersifat pencerahan menuju kehidupan yang berkemajuan. Di segala
bidang kehidupan dalam persyarikatan sebagai Islamic Civil Society yang sejalan dengan
kepribadian dan khittah Muhammadiyah. Dijelaskan dalam visi pengembangan Bidang Hukum
dan Hak Asasi Manusia, dan konstitusi, yakni “berkembangnya kesadaran dan advokasi di
lingkungan persyarikatanserta peran Muhammadiyah dalam memperjuangkan kepentingan
publik dan tegaknya hukum, hak asasi manusia dan konstitusi sebagai wujud dakwah amar
ma’ruf dan nahi munkar. Dapat di simpulkan Muhammadiya hadir sebagai bentuk refleksi atas
buruknya kondisi kebangsaan dan kegagalan struktur kenegaraan yang ada dalam penegakan
hukum yang menjamin hadirnya rasa kedilan dalam masyarakat. Jika dikaitkan degngan strategi
Muhammadiyah yang diadopsidari buku dengan judul 12 Tafsir langkah Muhammadiyah KH
Mas Mansyur yang di tulis tahun 1939 dan di tetapkan sebagai langkah-langkah yang lebih luas
dan menempatkan jejaknya yang kokoh oleh hoofdbestur (PP) Muhammadiyah pada tahun 1938-
1940, Salah satunya “Menegakkan Keadilan” Menegakkan keadilan memiliki makna yang luas
dan dalam yang dapat dimaknai pada beragram konteks. Dalam buku Hamdan Hambali,
memaknai menegakkan keadilan adalah menjalankan sebagimana mestinya walaupun akan
mengenai badan sendiri dan ketetapan yang sudah seadilnya-adilnya itu dibela dan dipertahankan
dimanapun juga. Kalimat tersebut mengingatkan kepada Indigium Hukum, fiat justitia ruat
caelum yang memiliki makna hendaklah keadilan di tegakkan wlaupun langit akan runtuh. Selain
itu beberapa surat dalam al-Qur’an juga mengatur tentang “menegakkan keadilan” dalam al-
Qur’an surat An-Nisa dan Al-Maidah. Konsep menegakkan keadilan tentunya di perlukan alat
yang bernama hukum. Hukum berasal dari bahasa Arab “Hukmun” yang memiliki makna aturan.
Selain itu, secara etimologi hukum berasal dari empat kata hukum,recht,lex, dan lus. Dengan kata
lain menegakkan keadilan tentunya menegakan hukum dengan cara melakukan advokasi dalam
konteks pergerakan civil society berhimpitan dengan term pencerahan. Terminologi pencerahan
memiliki makna yang luas dan dalam yang dapat diseret pada beragam konteks, bergantung pada
konteks gerakan dan ideologi mana terma itu digunakan. Kendati demikian, perlu dilihat pula
bahwa pada masyarakat mana pun dan,dan kondisi apa pun, definisi “cerah” itu merujuk pada
nilai kebajikan universal umat manusia. Nilai kebaikan universal berkaitan dengan yang benar,
baik dan bermoral, yang melekat pada rasa dan nalar sadar manusai, semisal pembunuhan,
pencurian dan penjajahan sebagai kejahatan, keindahan, kemerdekaan dan pengetahuan sebagai
kebaikan. Gerak pencerahan dalam islam diidentikkan dengan implementasi misi kenabian,
yakni sebagai segenap daya dan upaya yang diusahakan secara terencana untuk mengentaskan
ummat manusia dari kebiadaban menuju keberadaban (minaddhulumaati ila an-nur).
“Tercerahkan” identik dengan kondisi yang manusiawi (human being),yakni kondisi seseorang
manusia atau sekelompok manusia yang menetapi harkat dan martabatnya sebagai manusia.
Dalam kontruksi hukum, keadilan adalah salah sau tujuan dari mengadanya hukum. Yang
mempunyau kaitan dengan adanya konsep Negara Hukum. Pasal 1 ayat (3), Negara Indonesia
adalah Negara Hukum. Implikasi sebagai negara hukum adalah adanya jaminan hak asasi
manusia (HAM) yang dituangkan dalam konstitusi (UUD NRI TAHUN 1945). Di dalam UUD
NRI Tahun 1945, terdapat 2 (dua) hak konstitusional warga negara yang saling bersinggungan
dan saling terkait yaitu hak di perlakukan sama di depan hukum (equality before the law) dan
hak atas keadilam (acces to justice). Implementasi dari 2 (dua) hak dasar tersebut adalah
pemenuhan hak atas bantuan hukum (legal aid) yang di antaranya ditujukan kepada
kelompok/komunitas perempuan dan inklusi sosial lainnya.
D.Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa Muhammadiyah secara individu menjadi tempat politik ,
namun dalam sejarahnya Muhammadiyah tak pernah bisa lepas dari urusan politik sebab politik
nya menjadi nilai bukan kekuasaan sehingga senantiasa Muhammadiyah memainkan peran
politiknya sebagai wujud dari dakwah amar ma’ruf nahi munkar dan secara tidak langnsung
berperan sebagai landasan pendidikan politik yang sehat menuju kehidupan yang damai dan
berkeadaban Muhammadiyah tidak memiliki hubungan organisatoris dengan kekuatan-kekuatan
politik atau organisasi manapun.Muhammadiyah senantiasa mengembagkan sikap positif dalam
memandang perjuangan politik dan menjalankan fungsi kritik sesuai dengan prinsip amar ma’ruf
nahi munkar demi tegknya sistem politik kenegaraan yang demokratis dan berkeadaban.

DAFTAR PUSTAKA
Baiquni Iqbal Muhammad,Soelaiman Rintia Rizqina Ria, “Sejarah politik hukum Indonesia
dalam peran pembangunan hukum Indonesia dari masa kemerdekaan hingga pasca reformasi”:
i-WIN LIBRARY, vol. 6 No 1. Juni 2021
Ma’arif, Ahmad Syafii “Muhammadiyah dan High Politics”Jurnal Ulumul Quran
No.2/Vol..VI/1995.
Sugianto, “Wujud Konkret Muhammadiyah dalam Penegakan Hukum di Indonesia “
https://www.khittah.co/wujud-konkret-muhammadiyah-dalam-penegakan-hukum-di-
indonesia/24633/?amp=1, 2021.
Qodir Zuly,Nurmandi Ahmad,Yamin Nurul. Ijtihad Politik Muhammadiyah :Pustaka Pelajar.
Yogyakarta, 2015
Widodo,Wahyu,H.Gunarto,& H.Djauhari. Politik Hukum: Semarang :Universitas PGRI
Semarang Pers, 2016.

Anda mungkin juga menyukai