Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

MUHAMMADIYAH DAN POLITIK

EKI RIZKY JUNIAR

2261101006

MAGISTER MANAJEMEN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG

2022
BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Sebagai salah satu organisasi kemasyarakatan islam terbesar di


Indonesia, muhammadiyah dianggap mampu berperan aktif dalam ikut
mewujudkan tujuan pembangunna nasional yakni mewujudkan
masyarakat yang adil dan makmur.

Muhammadiyah sebagai organisasi kemasyarakatan juga


menjalankan fungsi politiknya dalam kehidupan nasional, yakni
muhammadiyah juga berkiprah pada pergerakan kebangkitan
kebangsaan, meletakkan fondasi negara yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang 1945, dan menegakkan Negara Kesatuan Republik
Indonesia, serta memelihara poltik Islam yang berwawasan kebangsaan
ditengah pertarungan ideologi dunia.

RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana bentuk atau sikap yang diambil muhammadiyah di bidang


politik?
2. Bagaimana peran muhammadiyah dalam pendiri NKRI?
3. Bagaimana tanggung muhammadiyah terhadap NKRI?
4. Apa peran muhammadiyah dalam perpolitikan di Indonesia?

TUJUAN PENULISAN

1. Mengetahui khittah muhammadiyah dalam kehidupan berbangsa dan


bernegara
2. Mengetahui tanggung jawab Muhammadiyah terhadap NKRI
3. Memahami peran muhammadiyah dalam perpolitikan di Indonesia
1. Khittah Muhammadiyah dalam Kehidupan Berbangsa dan
Bernegara

Muhammadiyah menitik beratkan pada perjuangan dalam


melaksanakan dakwah amar makruf nahi munkar dengan tujuan tatanan
masyarakat yang sebenar-benarnya sesuai dengan yang dikehendaki oleh
ajaran agama islam. Pergerakan muhammadiyah meliputi seluruh aspek
kehidupan seperti aqidah, ibadah, akhlaq, dan muamalat dunyawiyah
yang dilaksanakan baik secara perseorangan maupun kolektif. Misi
tersebut diemban dengan tujuan aktualisasi ajaran agama islam yang
rahmatan lil alamin bagi seluruh pemeluknya di muka bumi ini.

Berkiprah dalam kehidupan bernegara merupakan implementasi


dakwah amar makruf nahi munkar sebagaimana telah tercatat dalam
sejarah perjuangan bangsa Indonesia dari awal penjajahan sampa
kemerdekaan. Baldatun toyyibun wa robbun gofur merupakan tugas inti
dan tanggung jawab muhammadiyah sebagai cita-cita, komitmen, dan
tanggung jawabya dalam kehidupan bernegara. Peran dan tugas
muhammadiyah dalam kehidupan bernegara dicirikan dalam dua strategi
dan langkah baik yang secara langsung maupun tidak langsung.

Pertama, kegiatan politik dalam peran praktis yang berorientasi pada


posisi kekuasaan dan kepemerintahan (politik praktis) seperti yang
dijalankan oleh partai-partai politik. Kedua, melalui kegatan sosial yang
bersifat pembinaan dan pemberdayaan masyarakat. Pergerakan yang
berorientasi pada pembinaan dan pemberdayaan masyarakat dinilai
menjadi sebuah gerakan politik tidak langsung yang dapat mempengaruhi
kebijakan politik sesuai dengan moral dan norma kehidupan bernegara.

Berikut merupakan sikap politik muhammadiyah yang tertuang dalam


khittah perjuagan dalam berbangsa dan bernegara:

A. Muhammadiyah tidak menolak gerakan politik kenegaraan karena


dinilai sejalan dengan ajaran agama islam yang tertuan dalam
urusan duniawi (al umur ad duniyawiyat) selama dilandasi dengan
nilai-nilai keagamaan yang berorientasi pada moral dan norma
kebajikan.
B. Bentuk kontekstual baldatun toyibun wa robbun gofur dapat secara
langsung maupun tidak langsung diimplementasikan melalui fasilitas
politik kepemerintahan maupun gerakan pemberdayaan masyarakat.
C. Muhammadiyah mendorong dan mengkritisi perjuangan politik
praktis yang diperprakarsai oleh partai politik dan lembaga
kepemerintahan formal sehingga dapat terbentuknya sistem politik
yang demokratis dan bermoral sesuai dengan cita-cita bangsa.
Dalam hal ini muhammadiyah memiliki fungsi pengawasan agar arah
politik yang diambil pemangku kepentingan bisa sejalan dengan
kepentingan rakyat semangat dasar NKRI sebagaimana yang
tertuang dalam proklamasi 1945.
D. Muhammadiyah tidak terafiliasi atau terikat dengan kekuatan politik
manapun yang memangku kepentingan tersendiri.
E. Muhammadiyah memberikan kebebasan bagi kader dan anggota
perserikatan untuk menggunakan hak deokrasinya dalam memilih.
Pilihan tersebut yang dikemudian hari menjad tanggung jawab moral
yang dilaksanakan secara rasional dan kritis sesuai dengan koridor
perjuangan muhammadiyah demi kemaslahatan umat.
F. Muhammadiyah membimbing anggota perserikatan yang aktif dalam
kehidupan politik kenegaraan agar mengedepankan tanggung jawab,
akhlak mulia, keteladanan, dan perdamaian dalam melaksanakan
tugas-tugasnya sebagai pemangku kepentingan.
G. Muhammadiyah selalu mendukung dan bekerja sama dengan pihak
manapun dengan prinsip kebajikan dan kemaslahatan, menjauhi
mudharat, sebagai tujuan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara yang arahnya bisa lebih baik, maju, demokratis, dan
berkeadaban.
2. Muhammadiyah Sebagai Bagian dari Pendiri NKRI

Muhammadiyah sebagai bagian dari pendiri NKRI dapat ditegaskan


dengan berdirinya organisasi islam sebagai pelopor perjuangan sejak
tahun 1912. Dalam tubuh muhammadiyah sendiri ada beberapa substansi
organiasi yang bergerak di bidang keagamaan, pendidikan, dan sosial
ekonomi. Salah satu hasil nyata dari output perjuangan muhammadiyah
dalam proses kemerdekaan adalah menyuntikan kurikulum berbasis
ajaran keagamaan dalam proses pembelajaran hindia belanda. Nilai
utama dalam progresi kemuhammadiyahan adalah kesejahteraan
bersama berdasarkan tuntunan Al-Quran dan As-Sunnah, hal tersebut
yang sekiranya membentuk Muhammadiyah sebagai salah satu dari
bagian pendiri NKRI karena kesamaan tujuan.

Berikut merupakan beberapa tokoh kemuhammadiyahan yang juga


tergabung sabagai tokoh perjuangan bangsa Indonesia:

A. K.H. Ahmad Dahlan

K.H. Ahmad Dahlan merupakan seorang founding father dari


organisasi Muhammadiyah yang dalam perjuangannya membangun
masyarakat yang sejahtera, normatif, dan berkeadaban sesuai dengan
ajaran agama islam.

B. Ir. Soekarno

Ir. Soekarno merupakan tokoh sentral dalam perjuangan


kemerdekaan Republik Indonesia. Ia mencetuskan 5 konsep dasar
negara yang dirumuskan menjadi pancasila.

Soekarno resmi menjadi kader Muhammadiyah pada tahun 1930


dan pernah menjadi pengurus Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah
milik Muhammadiyah di Bengkulu. Di kota inilah, ia bertemu Fatmawati,
kader Aisyiah dan anak tokoh Muhammadiyah setempat, yang
kemudian menjadi istrinya.
C. Jendral Soedirman

Terkenal dalam pertempuran di Ambarawa dan Magelang


(Desember 1945). Sukses memimpin perang gerilya di beberapa
daerah pulau Jawa saat Agresi Militer Belanda I (21 Juli-5 Agustus
1947) dan agresi militer Belanda II (19 Desember 1948). Yang tidak
kalah fenomenal Ia juga mengomandoi Serangan Umum 1 Maret yang
merebut kembali Ibu Kota Yogyakarta. Puncak karier Jendral
Soedirman di Muhammadiyah sebagai Wakil Majelis Pemuda
Muhammadiyah daerah Banyumas.

D. H. Abdul Malik Karim Amrullah (Buya Hamka)

Sosok yang lebih dikenal sebagai Buya Hamka ini adalah seorang
ulama, politisi, dan sastrawan. Selain aktif di partai Masyumi, Buya
Hamka pernah menjadi wartawan, penulis, dan pengajar. Selain itu,
tercatat sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang pertama
dan aktif di Muhammadiyah hingga akhir hayat.

3. Tanggung Jawab Muhammadiyah Terhadap NKRI

Muhammadiyah memili rasa tanggung jawab dalam perkembangan


kebangsaan dan keagamaan di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagai salah satu organisasi yang berperan dalam proses
kemerdekaan. Bagi Muhammadiyah, pengembanan tanggung jawab ini
diimplementasikan dengan refleksi keimanan dan sekaligus komitmen
kebangsaan. Dan komitmen ini telah dibuktikan oleh Muhammadiyah
dengan ikut andil dalam memajukan kebudayaan dan peradaban pada
bangsa ini.

Faktanya dalam segala aspek kehidupan, baik Kehidupan


Beragama, Berbangasa dan Bernegara, Muhammadiyah Telah hadir
sebagai Agen Pembaharuan. Tanggung jawab Muhammdaiyah terhadap
stabilitas NKRI diidentifikasi dengan pencerahan, dan gerakan
pengembangan pendidikan di sekolah-sekolah yang ada di Indonesia.
Peningkatan kualitas kesehatan juga menjadi segmentasi dari tanggung
jawab utama muhammadiyah, serta turut andil dalam memperbaiki dan
membangun kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat dengan
membangun beberapa lembaga dan organisasi terkait.

4. Peran Muhammadiyah dalam Perpolitikan di Indonesia

Dalam penerapan dalam kehidupan berpolitiknya, muhammadiyah


tidak melulu memprioritaskan bentuk politik praktis yang mengarah
kepada kekuasaan dan posisi strategis. Jalan yang ditempuh oleh
muhammadiyah sebagian besar berorientasi pada kontrak sosial yang
bisa ditarik sebagai kebaikan dan kemaslahatan bersama bisa ditempuh
dengan cara demokratis. Hal tersebut yang membuat muhammadiyah
seringkali dinilai mengambil gerakan politik alokatif dan high politics.

Dari apa yang dijelaskan oleh Din Syamsudin, Politik alokatif adalah
kegiatan politik untuk mengalokasikan nilai-nilai yang berkembang dalam
masyarakat untuk dikontribusikan ke dalam proses politik yang sedang
berlangsung. Dalam konteks Muhammadiyah, politik alokatif adalah
mengambil bentuk pengalokasian prinsip keislaman untuk dikontribusikan
ke dalam proses politik pembangunan/kebangsaan berdasarkan
pancasila.

Muhammadiyah memposisikan diri sebagai kelompok kepentingan


juga sebagai kelompok penekan. Berbeda dengan partai politik yang
mempengaruhi jalannya pemerintahan dengan mengajukan calon-calon
untuk jabatan politik, namun Muhammadiyah sebagai kelompok
kepentingan lebih efektif dalam mewakili aspirasi rakyat, dibandingkan
dengan partai politik.

Muhammadiyah mengambil sikap independen dalam politik praktis,


bukan berarti buta politik dan anti politik. Dalam membangun bangsa dan
negara dibutuhkan peranan nyata, dan dibutuhkan strategi politik sebagai
cara untuk bisa memposisikan diri mengambil peran serta kebijakan agar
bisa melakukan transformasi sosial. Maka dari itu, Muhammadiyah
senantiasa membekali diri dan membentengi secara organisatoris dengan
tetap komitmen dan konsisten terhadap garis perjuangan yang telah
dijelaskan dalam khittah muhammadiyah.

Amien Rais menjelaskan bahwa high politics merupakan inisiasi


bentuk politik yang luhur, adiluhung, dan berdimensi moral etis. Sikap
tegas terhadap bentuk perilaku korupsi, mengajak kelompok dalam
memberantas ketidakadilan, dan menghimbau pemerintah untuk bersikap
secara terbuka dan integratif, merupakan penerapan high politics. Amien
Rais juga mengemukakakn tentang tiga ciri dalam inisiasi bentuk high
politics, diantaranya;

A. Setiap jabatan politik atau kepemerintahan merupakan amanah dari


masyarakat dan harus dipelihara secara integratif dan penuh
tanggung jawab.
B. Setiap jabatan politik memiliki tanggung jawab sebagaimana yang
diajarkan Rasulullah bahwa setiap individu merupakan seorang
pemimpin yang mengemban tugas & menjadi pertanggungjawaban.
C. Arah dan progresi politik harus didasari dengan prinsip kemanusiaan
dan ukhuwah.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Khittah mengandung “Garis Strategi Perjuangan” yang merupakan


aspek atau unsur dari Ideologi Muhammadiyah. Selain itu, khittah juga
mengandung arti sebagai pemikiran perjuangan yang merupakan
tuntunan, pedoman, dan akan kemana arah perjuangan tersebut.
Sehingga dalam hal ini, khittah mempunyai arti yang penting karena
merupakan sebuah landasan pemikiran bagi setiap pemimpin dan yang
menjadi anggota muhammadiyah.

Peta politik muhammadiyah dapat diidentifikasi dari dua klasifikasi


utama yaitu allocative politics dan high politics. Arah politik
muhammadiyah lebih cenderung memiliki peran legislatif dan
pengawasan, penyambung lidah antara keresahan masayarakat dan
kebijakan yang diambil oleh pemangku kekuasaan.

REFERENSI

Adam, Auri. 1999. High Politics Sebagai Kerangka Moral Pemikiran Politik
Muhammadiyah, https://media.neliti.com/

Ali, Marpuji. 2010. Reposisi Politik Alokatif Muhammadiyah,


http://muhammadiyahstudies.blogspot.com/

A, Sofi. 2021. Peran Politik Muhammadiyah dalam Sistem Politik di


Indonesia, https://www.kompasiana.com/

Hadi, Mukhtar. 2021. Implementasi Khittah Muhammadiyah untuk Menuju


Keunggulan, https://ummetro.ac.id/

Anda mungkin juga menyukai