Di Susun Oleh:
HENDRIK RIVOLI
B.
C.
Konsep itu kemudian disempurnakan oleh sebuah tim yang anggotanya adalah ;
1. KH Faqih Usman.
2. Prof. H.Farid Makruf,
3. H.Djarnawi Hadikusumo,
4. M. Djindar Tamimy,
5. Dr. Hamka,
6. KH R. Muhd Wardan Diponingrat,
7. M. Saleh Ibrahim
D.
HAKIKAT MUHAMMADIYAH
Perkembangan masyarakat Indonesia, baik yang disebabkan oleh daya dinamik
dari dalam ataupun karena persentuhan dengan kebudayaan dari luar, telah
menyebabkan perubahan tertentu. Perubahan itu menyangkut seluruh segi kehidupan
masyarakat, diantaranya bidang sosial, ekonomi, politik dan kebudayaan, yang
menyangkut perubahan strukturil dan perubahan pada sikap serta tingkah laku dalam
hubungan antar manusia.
Muhammadiyah sebagai gerakan, dalam mengikuti perkembangan dan
perubahan itu, senantiasa mempunyai kepentingan untuk melaksanakan amar ma'ruf
nahi-mungkar, serta menyelenggarakan gerakan dan amal usaha yang sesuai dengan
lapangan yang dipilihnya ialah masyarakat, sebagai usaha Muhammadiyah untuk
mencapai tujuannya: "menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga
terwujud masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai Allah SWT.
akhirat. Akhlaq Islamlah moral yang tidak bersifat kondisional dan situasional,
tetapi akhlaq yang memiliki nilai-nilai yang mutlak. Akhlaq rabbanilah yang
mampu menghindari nilai moralitas dalam hidup manusia (Q.S.) Al-Anam / 6 :
153).
2. Akhlak Manusiawi. Akhlaq dalam Islam sejalan dan memenuhi fitrah manusia.
Jiwa manusia yang merindukan kebaikan, dan akan terpenuhi dengan mengikuti
ajaran akhlaq dalam Islam. Akhlaq Islam benar-benar memelihara eksistensi
manusia sebagai makhluk terhormat sesuai dengan fitrahnya.
3. Akhlak Universal. Sesuai dengan kemanusiaan yang universal dan menyangkut
segala aspek kehidupan manusia baik yang berdimensi vertikal, maupun
horizontal. (Q.S. Al-Annam : 151-152).
4. Akhlak Keseimbangan. Akhlaq Islam dapat memenuhi kebutuhan sewaktu
hidup di dunia maupun di akhirat, memenuhi tuntutan kebutuhan manusia
duniawi maupun ukhrawi secara seimbang, begitu juga memenuhi kebutuhan
pribadi dan kewajiban terhadap masyarakat, seimbang pula. (H.R. Buhkori).
5. Akhlaq Realistik. Akhlaq Islam memperhatikan kenyataan hidup manusia
walaupun manusia dinyatakan sebagai makhluk yang memiliki kelebihan
dibanding dengan makhluk lain, namun manusia memiliki kelemahankelemahan itu yaitu sangat mungkin melakukan kesalahan-kesalahan. Oleh
karena itu Allah memberikan kesempatan untuk bertaubat. Bahkan dalam
keadaan terpaksa. Islam membolehkan manusia melakukan yang dalam keadaan
biasa tidak dibenarkan. (Q.S. Al- Baqarah / 27 : 173)
(http://luqm.multiply.com/journal/item/74).
C. Metodologi Ijtihad
Jalan Ijtihad yang ditempuh Majlis Tarjih meliputi :
1. Ijtihad Bayan : yaitu ijtihad terhadap ayat yang mujmal baik karena belum jelas
maksud lafadz yang dimaksud, maupun karena lafadz itu mengandung makna
ganda, mengandung arti musytarak ataupun karena pengertian lafadz dalam
ungkapan yang konteksnya mempunyai arti yang jumbuh (mutasyabih) ataupun
adanya beberapa dalil yang bertentangan (taarrudl) dalam hal terakhir
digunakan cara jama dan talfiq.
2. Ijma: Kesepakatan para imam mujtahid di kalangan umat Islam tentang suatu
hukum Islam pada suatu masa (masa sahabat setelah Rasulullah wafat). Menurut
kebanyakan para ulama, hasil ijmadipandang sebagai salah satu sumber hukum
Islam sesudah Alquran dan Sunnah. Pemikiran tentang ijma berkembang sejak
masa sahabat sampai masa sekarang, sampai masa para imam mujtahid.
3. Qiyas: Menyamakan sesuatu hal yang tidak disebutkan hukumnya di
dalam nash, dengan hal yang disebutkan hukumnya di dalam nash, karena
adanya persamaan illat (sebab) hukum pada dua macam hal tersebut, contoh:
hukum wajib zakat atas padi yang dikenakan pada gandum. Untuk Qiyas
digunakan dalam bidang muamalah duniawiyah, tidak berlaku untuk bidang
ibadah mahdlah. La qiyasa fil ibadah.
4. Maslahah, atau Istislah. Yaitu, menetapkan hukum yang sama sekali tidak
disebutkan dalam nash dengan pertimbangan untuk kepentingan hidup manusia
yang bersendikan mamfaat dan menghindarkan madlarat. Contoh,
mengharuskan pernikahan dicatat, tidak ada satu nash pun yang membenarkan
atau membatalkan. Hal ini dilakukan untuk memperoleh kepastian hukum atas
terjadinya perkawinan yang dipergunakan oleh negara. Hal ini dilakukan untuk
melindungi hak suami istri. Tanpa pencatatan negara tidak mempunyai dokumen
otentik, atas terjadinya perkawinan.
5. Istihsan: yaitu memandang lebih baik, sesuai dengan tujuan syariat, untuk
meninggalkan ketentuan dalil khusus dan mengamalkan dalil umum. Contoh:
Harta zakat tidak boleh dipindah tangankan dengan cara dijual, diwariskan, atau
dihibahkan. Tetapi kalau tujuan perwakafan (tujuan syari) tidak mungkin
tercapai, larangan tersebut dapat diabaikan, untuk dipindah tangankan, atau
dijual, diwariskan atau dihibahkan. Contoh : Mewakafkan tanah untuk tujuan
pendidikan Islam. Tanah tersebut terkena pelebaran jalan, tanah tersebut dapat
dipindahtangankan dengan dijual, dibelikan tanah ditempat lain untuk
pendidikan Islam yang menjadi tujuan syariah diatas.
Akal dan Pikiran menurut Budha dan Islam
Pembahasan mengenai judul di atas akan kami awali dengan pemaknaan dan uraian
akal dan pikiran melalui Al-Quran. Hal ini kami lakukan atas dasar pemahaman bahwa
meskipun timur itu tidak berarti islam dan islam itu sendiri juga bukan
merupakan timur, namun fakta menunjukkan bahwa para pemikir-pemikir yang
berasal dari timur, khususnya yang berasal dari tanah arab umumnya melandasi ataupun
memulai kajian akal dan pikiran mereka berbasiskan dengan apa-apa yang sudah
termaktub di dalam Al-Quran.
Selain mengambil pemikiran para pemikir islam, uraian ini juga akan mengangkat
khasanah pemikiran Sidharta Budha Gautama. Ini tidak lepas dari pengaruh pemikiran
atau filsafat Budha yang sangat mashyur, khususnya di Benua Asia.
Demikian pengantar uraian singkat kami mengenai judul di atas. Sebenarnya masih
banyak tokoh-tokoh dari dunia timur yang layak diangkat di dalam tulisan ini (baca: di
luar Budha dan Islam). Namun mengingat kami berdua hanya fokus dengan agama
yang telah kami anut masing-masing maka tulisan ini hanya akan menyajikan
pemikiran yang berasal dari tokoh-tokoh dengan latar agama yang sama dengan agama
yang kami anut, yakni Budha (Soeprano Effendi) dan Islam (Wim Permana).
1. Akal dan Pikiran dalam Al-Quran
Kata dan makna akal pada masa pra-islam.
Pada masa pra-islam, akal hanya berarti kecerdasan praktis yang ditunjukkan seseorang
dalam situasi yang berubah-ubah. Akal sangat berkaitan dengan pemecahan masalah.
Oleh karena itu, ia bersifat praktis. Tok! Seorang aqli menurut tradisi arab pra-islam
adalah dia yang memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah dan menemukan
jalan keluar dalam situasi apa pun juga.
Kata dan makna akal pada masa pasca-islam (Al-Quran)
Dalam Al-Quran, kata akal (aql) disebut 49 kali dalam 28 surah: 31 kali dalam surah
makkiyah (turun di Kota Mekkah) dan 18 kali dalam surah madaniyah (turun di Kota
Madinah).
Akal memiliki makna yang sangat padat dalam Al-Quran. Dalam perbendaharaan kata
umat islam, akal memiliki kedudukan yang sangat tinggi. Sehingga barang siapa yang
sampai tidak memiliki akal akan dianggap tidak laik untuk beribadah. Dari segi ibadah,
ia sangat erat kaitannya dengan kesadaran.
Menurut Qurais Shihab, Al-Quran menggunakan kata itu untuk sesuatu yang
mengikat atau menghalangi seseorang terjerumus ke dalam kesalahan atau dosa.
Dengan menelusuri ayat yang menggunakan akar kata aql, sesuatu dalam konteks di
atas dapat dimaknai:
1. Daya untuk memahami sesuatu (QS Al-Ankabut [29]: 43)
2. Dorongan moral (QS Al-Anam [6]: 151)
3. Daya untuk mengambil pelajaran, hikmah, dan kesimpulan (QS Al-Mulk [67]:
10).
Kata dan makna pikiran pada dalam Al-Quran
Kata pikir dan pakar dalam bahasa Indonesia diambil dari bahasa Arab fikr yang
dalam Al-Quran menggunakan istilah fakkara dan tafakkarun. Kata fikr menurut
Quraish Shihab diambil dari kata fark yang dalam bentuk faraka dapat berarti:
1. mengorek sehingga apa yang dikorek itu muncul
2. menumbuk sampai hancur, dan
3. menyikat (pakaian) sehingga kotorannya hilang.
Baik kata fikr maupun kata fark memiliki makna yang serupa. Bedanya, fikr digunakan
untuk hal-hal yang konkret. Larangan berpikir tentang Tuhan adalah sebuah contoh
tentang objek fikr. Dari makna dasar fikr itu terkandung makna yang sangat dalam
menyangkut usaha serius, giat, dan tak kenal lelah untuk mengelaborasi, atau bahkan
mencari sampai pada bagian terdalam dari alam semesta, sehingga dapat ditemukan
hakikat alam semesta itu sendiri. Para ahli yang meneliti materi-materi terkecil dari
sesuatu sehingga didapatlah apa yang sekarang disebut atom, neutron, elektron, proton,
dan quark adalah beberapa contohnya.
Salah satu bentuk berfikir adalah tafakur. Kata ini memiliki makna yang sangat
mendalam. Salah satunya adalah bahwa tafakur merupakan cermin yang akan
memperlihatkan kepada seseorang perihal kebaikan dan keburukannya. Menurut Ibnu
Qayyim Al-Jauziyah, tafakur merupakan kegiatan yang paling utama dan bermanfaat.
2. Akal dan Pikiran dalam Filsafat Budha
Menurut ajaran Budha, pikiran -pikiran yang benar- termasuk ke dalam Delapan
Jalan Utama yang dapat membawa kita ke jalan menuju lenyapnya Dukkha
(Penderitaan). Menurut Budha, pikiran benar yang dimaksud tersebut adalah pikiran
yang terbebas dari nafsu-nafsu keduniawian, bebas dari kebencian, dan bebas dari
kekejaman.
3. Akal dan Pikiran dalam Filsafat Al-Farabi
Akal memiliki posisi yang sangat tinggi dalam pemikiran Al-Farabi. Filsuf asal Turki
yang terkenal dengan filsafat emanasi (Al-Faid: Pancaran) ini menganggap bahwa
Tuhan berhubungan dengan ciptaannya dengan perantara akal dan malaikat.
4. Akal dan Pikiran dalam Filsafat Al-Kindi
Menurut Al-Kindi, satu-satunya filsuf berkebangsaan Arab dalam Islam, akal memiliki
posisi yang sangat penting dan tinggi dalam pencarian kebenaran. Bagi Al-Kindi, akal
termasuk salah satu alat yang dibutuhkan untuk mencari kebenaran yang hakiki dalam
kehidupan, di samping agama dan argumen-argumen rasional.
Akal menurut Al-Ghazali bukanlah sesuatu yang sangat tinggi kedudukannya. Menurut
beliau, adalah al-dzauq dan marifat sufilah yang justru akan membawa seseorang
kepada kebenaran yang meyakinkan. Pendapat ini beliau cantumkan dalam kitabnya
yang terus menjadi perdebatan hingga sekarang, yakni tahafut al falasifah (kerancuan
filsafat). Pemikiran Al-Ghazali ini, konon sangat mempengaruhi dunia islam saat itu.
Bahkan banyak juga para pengamat dunia islam yang menganggap bahwa buku dan
pengaruh Al-Ghazali inilah yang membuat islam terpuruk dalam hal pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, bahkan sampai hari ini.
9. Akal dan Pikiran dalam Filsafat Yusuf Al-Qardhawi
Akal adalah sesuatu yang sangat berharga dalam diri manusia. Kemunculan kata akal
dalam Al-Quran yang bersifat istifham inkari (pertanyaan retoris) bermaksud untuk
memotivasi, memberi semangat, dan mendorong manusia untuk menggunakan akalnya.
10. Akal dan Pikiran dalam Filsafat Al-Asyari
1. Dalam teologi Al-Asyari akal mempunyai kedudukan rendah sehingga kaum
Asyari banyak terikat kepada arti lafzi dari teks wahyu. Mereka tidak
mengambil arti tersurat dari wahyu untuk menyesuaikannya dengan pemikiran
ilmiah dan filosofis.
2. Karena akal lemah manusia dalam teologi ini merupakan manusia lemah dekat
menyerupai anak yang belum dewasa yang belum bisa berdiri sendiri tetapi
masih banyak bergantung pada orang lain untuk membantunya dalam hidupnya.
Teologi ini mengajarkan paham jabariah atau fatalisme yaitu percaya kepada
kada dan kadar Tuhan. Manusia di sini bersikap statis.
3. Pemikiran teologi al-Asyari bertitik tolak dari paham kehendak mutlak Tuhan.
Manusia dan alam ini diatur Tuhan menurut kehendak mutlakNya dan bukan
menurut peraturan yang dibuatnya. Karena itu hukum alam dalam teologi ini,
tak terdapat, yang ada ialah kebiasaan alam. Dengan demikian bagi mereka api
tidak sesuai dengan hukum alam selamanya membakar tetapi biasanya
membakar sesuai dengan kehendak mutlak Tuhan.