Anda di halaman 1dari 115

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Istilah manajemen dan kepemimpinan sering diartikan hanya berfungsi pada
kegiatan supervise, tetapi dalam keperawatan fungsi tersebut sangatlah luas.
Sebagai perawat professional seseorang tidak hanya mengelola orang tetapi
sebuah proses secara keseluruhan yang kemungkinan orang dapat
meneyelesaikan tugasnya dalam memberikan asuhan keperawatan serta
meningkatkan keadaan kesehatan pasien menuju ke arah kesembuhan.
(Nursalam, 2015).

Profesionalisasi keperawatan merupakan proses dinamis yang mengalami


perubahan dan perkembangan karakteristik sesuai dengan tuntutan profesi dan
kebutuhan masyarakat. Proses profesionalisasi merupakan proses pengakuan
terhadap sesuatu yang dirasakan, dinilai dan diterima secara spontan oleh
masyarakat (Nursalam, 2014).

Menurut Kholid Rosyidi (2013), manajemen didefinisikan sebagai suatu proses


dalam menyelesaikan masalah pekerjaan melalui orang lain, manajemen
merupakan suatu pendekatan yang dinamis dan proaktif dalam menjalankan
suatu kegiatan di organisasi, digunakan agar sistem berjalan dengan baik sesuai
dengan visi dan misi yang ada. Manajemen keperawatan keperawatan adalah
suatu proses bekerja melalui anggota staf keperawatan untuk memberikan
asuhan keperawatan secara professional (Gillies, 2005).

Manajemen keperawatan diaplikasikan dalam tatanan pelayanan keperawatan


nyata yaitu Rumah Sakit dan komunitas sehingga perawat perlu memahami
konsep dan aplikasinya. Konsep yang harus dikuasai adalah konsep manajemen
keperawatan, perencanaan yang berupa strategi melalui pengumpulan data
dengan pendekatan 5 M (Man, Money, Material, Method, Market), analisa
SWOT dan penyusunan langkah-langkah perencanaan, pelaksanaan model
keperawatan profesional dan melakukan pengawasan serta pengendalian.

1
2

Pemberian asuhan keperawatan profesional perlu ditunjang dengan adanya


manajemen keperawatan. Proses manajemen keperawatan sejalan dengan
proses keperawatan sebagai satu metode pelaksanaan asuhan keperawatan
secara profesional, sehingga diharapkan keduanya dapat saling menopang.

Tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan keperawatan dirasakan


sebagai fenomena yang harus direspon oleh perawat.Respon yang ada harus
bersifat kondusif dengan pengelolaan keperawatan dan langkah-langkah
konkret dalam pelaksanaannya. Praktek keperawatan profesional yang
diterapkan di rumah sakit diharapkan dapat memperbaiki asuhan keperawatan
yang diberikan untuk pasien dimana lebih diutamakan pelayanan yang bersifat
interaksi antar individu. Pernyataan tersebut juga sesuai dengan ciri-ciri dari
pelayanan keperawatan profesional yaitu memiliki otonomi, bertanggung jawab
dan bertanggung gugat (accountability), menggunakan metode ilmiah,
berdasarkan standar praktik dan kode etik profesidan mempunyai aspek legal.

Rumah Sakit Islam Banjarmasin yang juga sebagai Rumah Sakit rujukan kota
Banjarmasin, serta wilayah sekitarnya sekaligus sebagai Rumah Sakit Type C
mempunyai beberapa ruangan yang menjadi ruang percontohan dalam
menerapkan model keperawatan MAKP. Ruang Al Biruni merupakan salah satu
ruangan demgan pelaksanaan Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP)
dengan Metode Tim Primeryang ada di Rumah Sakit Islam Banjarmasin.

Berdasarkan fenomena tersebut, maka Mahasiswa Program Studi S1


Keperawatan Tahap Profesi Ners Universitas Muhammadiyah Banjarmasin
perlu melakukan praktik di rumah sakit dalam Stase Manajemen Keperawatan
guna meningkatkan pengetahuan, keterampilan keperawatan dan etika profesi
dalam melaksanakan manajemen keperawatan serta mencoba menerapkan
model keperawatan MAKP Tim Primer yang nantinya akan dilaksanakan role
play yang meliputi supervisi, ronde keperawatan, timbang terima, sentralisasi
obat, discharge planning, dan penerimaan pasien baru, serta dokumentasi
dengan melibatkan perawat ruangan.
3

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Setelah melaksanakan praktek profesi manajemen keperawatan,
mahasiswa diharapkan dapat mengerti dan memahami prinsip
manajemen keperawatan dan model pemberian Asuhan Keperawatan
profesional yang sesuai dengan prinsip Model Asuhan Keperawatan
Profesional (MAKP) metode Tim Primer yang telah diterapkan di
Ruang Al-Biruni Rumah Sakit Islam Banjarmasin.

1.2.2 Tujuan Khusus


Setelah melakukan praktik manajemen, mahasiswa diharapkan dapat:
1.2.2.1 Mampu memahami dan menganalisis pelaksanaan 5 fungsi
manajemen (perencanaan, pengorganisasian, pengaturan,
pengarahan dan pengawasan) di ruang perawatan
1.2.2.2 Mampu melakukan analisis situasi dalam lingkup ruang
keperawatan (bangsal)
1.2.2.3 Mampu mengidentifikasi dan memprioritaskan masalah dalam
manajemen asuhan dan atau manajemen pelayanan
keperawatan
1.2.2.4 Mampu merencakan dan melakukan penyelesaian masalah
melalui invasi atau Problem Solving Better Health
1.2.2.5 Merencanakan ketenagaan keperawatan sederhana yang sesuai
dengan kebutuhan ruang rawat
1.2.2.6 Melaporkan kasus kelolaan dengan metode komunikasi efektif
(SBAR/TBAK) dalam upaya keselamatan pasien
1.2.2.7 Berperan sebagai anggota Tim/PN (primer nurse)
1.2.2.8 Melaporkan kasus kelolaan dengan metode SBAR
1.2.2.9 Memimpin ronde keperawatan
1.2.2.10 Berperan sebagai kepala ruangan dengan menerapkan gaya
kepemimpinan yang efektif
1.2.2.11 Memimpin laporan shift/timbang terima
1.2.2.12 Mengelola konflik
4

1.2.2.13 Memimpin preconference dan post conference


1.2.2.14 Mampu berkoordinir dengan Tim perawat lain
1.2.2.15 Mampu berkoordinasi dengan profesi kesehatan lain
1.2.2.16 Memberikan pengarahan
1.2.2.17 Melakukan suvervisi asuhan
1.2.2.18 Melakukan evaluasi kinerja
1.2.2.19 Melakukan perubahan sesuai dengan prioritas masalah di
ruangan
1.2.2.20 Mendesiminasikan hasil perubahan

1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Teoritis
Dari hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan
informasi dalam bidang managemen keperawatan tentang prinsip
manajemen keperawatan dan model pemberian Asuhan Keperawatan
profesional yang sesuai dengan prinsip Model Asuhan Keperawatan
Profesional (MAKP) Metode Tim Primer.

1.3.2 Manfaat Praktis


1.3.2.1 Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan dalam bidang manajemen keperawatan.
1.3.2.2 Bagi Instansi Akademik
Sebagai bahan masukan dalam kegiatan proses belajar
mengajar tentang pengelolaan ruangan dengan pelaksanaan
Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Metode Tim
Primer
1.3.2.3 Bagi Profesi Keperawatan
Sebagai sarana dan informasi dalam meningkatkan mutu dan
kualitas keperawatan dan profesi ners.
1.3.2.4 Bagi Pasien dan Keluarga
1) Pasien dan keluarga mendapatkan pelayanan yang
memuaskan.
5

2) Tingkat kepuasan pasien dan keluarga terhadap pelayanan


tinggi.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Unsur Input (M1-M5)


2.1.1. Men (manusia, orang-orang, tenaga kerja)

Tenaga kerja ini meliputi baik tenaga kerja eksekutif maupun


operatif.Dalam kegiatan manajemen faktor manusia adalah yang
palingmenentukan. Titik pusat dari manajemen adalah manusia,
sebabmanusia membuat tujuan dan dia pulalah yang melakukan
proseskegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkannya itu.
Tanpatenaga kerja tidak akan ada proses kerja. Hanya saja manajemen
itusendiri tidak akan timbul apabila setiap orang bekerja untuk
dirinyasendiri saja tanpa mengadakan kerjasama dengan yang
lain.Manajemen timbul karena adanya orang yang bekerjasama
untukmencapai tujuan bersama.

2.1.2. Money ( uang )

Uang merupakan unsur yang penting untuk mencapai tujuan,


disamping faktor manusia yang menjadi unsur paling penting (the
most important tool) dan faktor-faktor lainnya.Dalam dunia modern
yang merupakan faktor yang penting sebagai alat tukar dan alat
pengukur nilai suatu usaha.Jadi uang diperlukan pada setiap kegiatan
manusia untuk mencapai tujuannya.Terlebih dalam pelaksanaan
manajemen ilmiah, harus ada perhatian yang sungguh-sungguh
terhadap faktor uang karena segala sesuatu diperhitungkan secara
rasional yaitu memperhitungkan berapa jumlah tenaga yang harus
dibayar, berapa alar-alat yang dibutuhkan yang harus dibeli dan
berapa pula hasil yang dapat dicapai dari suatu investasi.

2.1.3. Methods ( metode atau cara )

Cara atau metode yang digunakan dalam usaha untuk mencapai suatu
tujuan. Dengan cara kerja yang baik akan memperlancar dan
memudahkan pelaksanaan pekerjaan. Tetapi walaupun metode kerja
5
6

yang telah dirumuskan atau ditetapkan itu baik, kalau orang yang
diserahi tugas pelaksanaannya kurang mengerti atau tidak
berpengalaman maka hasilnya juga akan tetap kurang baik. Oleh
karena itu hasil penggunaan/penerapan suatu metode akan tergantung
pula pada orangnya.

2.1.4. Materials ( bahan atau perlengkapan )

Manusia tanpa material atau bahan-bahan tidak akan dapat mencapai


tujuan yang dikehendakinya, sehingga unsur material dalam
manajemen tidak dapat diabaikan.Dalam setiap organisasi, peranan
mesin-mesin sebagai alat pembantu kerja sangat diperlukan. Mesin
dapat meringankan dan memudahkan dalam melaksanakan
pekerjaan.Hanya yang perlu diingat bahwa penggunaan mesin sangat
tergantung pada manusia, bukan manusia yang tergantung atau bahkan
diperbudak oleh mesin. Mesin itu sendiri tidak akan ada kalau tidak
ada yang menemukannya, sedangkan yang menemukan adalah
manusia. Mesin dibuat adalah untuk mempermudah atau membantu
tercapainya tujuan hidup manusia.

2.1.5. Market ( pasar )

Memasarkan produk sudah barang tentu sangat penting, sebab bila


barang yang diproduksi tidak laku maka proses barang akan berhenti.
Artinya,proses kerja tidak akan berlangsung. Oleh karena itu,
penguasaan pasar dalam arti menyebarkan hasil produksi merupakan
faktor menentukan dalam perusahaan. Agar pasar dapat dikuasai maka
kualitas dan harga barang harus sesuai dengan selera konsumen dan
daya( kemampuan) konsumen.

2.2. Fungsi Manajemen (POSAC)


2.2.1. Pengertian Perencanaan
Perencanaan adalah adalah suatu keputusan untuk masa yang akan nya,
apa, kapan, mana, berapa, kapan, dan apa yang akan atau harus dilakukan
sesuai tujuan tertentu.
7

Sebelum mengetahui lebih lanjut tentang perencanaan terlebih dahulu


mengenal perbedaan visi, misi, nilai dasar, dan tujuan.Misi, visi, nilai
dasar dan tujuan adalah titik awal dari perencanaan strategi. Keempat
hal ini mengatur konteks landasan dari suatu proses dan untuk
menjalankan sesuatu serta unit perencana yang tertanam dalam suatu
organisasi. Perbedaan misi menggambarkan tujuan dari suatu organisasi
sedangkan visi menggambarkan keinginan untuk masa depan, seringkali
digambarkan dengan jelas, menggugah, singkat oleh manajemer suatu
organisasi.

Nilai dasar menyatakan secara filosofis komitmen yang diprioritaskan


oleh manajer, sedangkan tujuan adalah keinginan masa depan dari suatu
organisasi yang di usahakan untuk di wujudkan. Empat karakteristik
tujuan :Tepat dan terukur. Tujuan yang terukur dapat memberikan
seorang manajer standar pembanding terhadap hasil yang telah
dilaksanakan.Menyebutkan issue yang penting. Untuk membangun
manajer harus memilih beberapa tujuan major untuk menaksir kinerja
organisasi.Menantang tetapi realis.Memberikan sebuah tantangan
tersendiri bagi semua karyawan, anggota organisasi untuk
mengiprovisasi kinerja dalam organisasi.jika tujuan tidak realis atau
terlalu mudah akan membuat putus asa dan bosan pada diri karyawan
atau anggota organisasi.Menetapkan dalam periode waktu tertentu yang
seharusnya dapat dicapai. Tenggat waktu dapat menyuntikkan rasa
urgensi dalam pencapaian tujuan dan bertindak sebagai
motivator.Namun, tidak semua tujuan memerlukan kendala waktu.

Pentingnya perencanaan :

a. menghilangkan atau mengurangi ketidakpastian di masa datang


b. memusatkan perhatian pada setiap unit yang terlibat
c. membuat kegiatan yang lebih ekonomis
d. memungkinkan dilakukannya pengawasan

Unsur-unsur perencanaan
8

Unsur-unsur yang terlibat dalam perencanaan adalah:

a. meramalkan (forecasting), misalnya memperkirakan kecenderungan


masa depan (peluang dan tantangan)
b. menetapkan tujuan (establishing objectives), misalnya menyusun
acara yang urutan kegiatannya berdasarkan skala prioritas
c. menyusun jadwa pelaksanaan (scheduling), misalnya menetap
kan/memperhitungkan waktu dengan tepat
d. menyusun anggaran (budgeting), misalnya mengalokasikan sumber
yang tersedia (uang, alat, manusia) dengan memperhitungkan waktu
dengan tepat cara yang mengembangkan prosedur, misalnya
menentukan tata cara yang paling tepat
e. kebijakan (interpreting and establishing policy), misalnya
menafsirkan kebijakan atasan dan menetapkan kebijakan operasional

Sifat-sifat perencanaan
Ada beberapa sifat perencanaan yang harus diperhatikan agar dapat
dihasilkan rencana yang baik, yaitu: melihat jauh ke depan, sederhana,
jelas, fleksibel, stabil, ada dalam keseimbangan, tersedianya sumber-
sumber untuk pelaksanaan.

Teknik perencanaan
a. PPBS, yaitu system perencaaan, pembuatan program, dan pembuatan
anggaran (planning, programming, and budgeting system)
b. NwP, yaitu perencanaan jaringan kerja (network planning)
c. Perencanaan tradisional berdasarkan jenis pengeluaran
d. Perencanaan hasil keria yang berorientasi pada sasaran/hasil yang
ingin dicapai

2.2.2 Pengertian Organizing


Organizing, atau dalam bahasa Indonesia pengorganisasian merupakan
proses menyangkut bagaimana strategi dan taktik yang telah dirumuskan
dalam perencanaan didesain dalam sebuah struktur organisasi yang tepat
dan tangguh, sistem dan lingkungan organisasi yang kondusif, dan dapat
9

memastikan bahwa semua pihak dalam organisasi dapat bekerja secara


efektif dan efisien guna pencapaian tujuan organisasi.

Definisi sederhana dari pengorganisasian ialah seluruh proses


pengelompokan orang, alat, tugas, serta wewenang dan tanggung jawab
sedemikian rupa sehingga tercipta suatu organisasi yang dapat
digerakkan sebagai suatu kesatuan yang utuh dan bulat dalam rangka
pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

Pengorganisasian adalah penentuan pekerjaan yang harus dilakukan,


pengelompokan tugas dan membagi pekerjaan kepada setiap karyawan,
penetapan berbagai departemen serta penentuan hubungan. Tujuan
pengorganisasian ini adalah untuk menetapkan peran serta struktur
dimana karyawan dapat mengetahui apa tugas dan tujuan mereka.

Prinsip Pengorganisasian
Proses pengorganisasian dapat dilakukan secara efisien jika manajer
memiliki pedoman tertentu sehingga mereka dapat mengambil
keputusan dan dapat bertindak. Untuk mengatur secara efektif, prinsip-
prinsip organisasi berikut dapat digunakan oleh seorang manajer,
sebagai berikut:

a. Prinsip Spesialisasi

Menurut prinsip, pekerjaan seluruh perhatian harus dibagi di antara


bawahan atas dasar kualifikasi, kemampuan dan keterampilan. Ini
adalah melalui pembagian kerja dapat dicapai yang menghasilkan
organisasi yang efektif. Pembagian kerja adalah pemecahan tugas
kompleks menjadi komponen-komponennya sehingga setiap orang
bertanggung jawab untuk beberapa aktivitas terbatas bukannya tugas
secara keseluruhan.

Tidak semua orang secara fisik dan psikologi mampu melaksanakan


semua operasi yang menyusun kebanyakan tugas kompleks, bahkan
10

dengan anggapan seseorang dapat memperoleh semua keterampilan


yang diperlukan untuk melaksanakan tugas tadi. Sebaliknya,
pembagian pekerjaan menciptakan tugas yang lebih sederhana yang
dapat dipelajari dan diselesaikan dengan relatif cepat.

Jadi hal ini memperkuat spesialisasi, ketika setiap orang menjadi


pakar dalam pekerjaan tertentu.Karena tindakan ini menciptakan
variasi pekerjaan, orang dapat memilih atau ditugaskan pada suatu
posisi yang sesuai dengan bakat dan minat mereka.

b. Prinsip Definisi Fungsional

Menurut prinsip ini, semua fungsi dalam kekhawatiran harus benar


dan jelas kepada manajer dan bawahan. Hal ini dapat dilakukan
dengan jelas mendefinisikan tugas-tugas, tanggung jawab, wewenang
dan hubungan orang terhadap satu sama lain. Klarifikasi dalam
otoritas-tanggung jawab membantu dalam mencapai hubungan
koordinasi dan dengan demikian organisasi dapat berlangsung
efektif.Sebagai contoh, fungsi utama dari produksi, pemasaran dan
keuangan dan hubungan tanggung jawab wewenang dalam
departemen ini harus jelas didefinisikan untuk setiap orang agar
melekat dalam pemikiran karyawan.Klarifikasi dalam hubungan
otoritas- tangggung jawab membantu dalam organisasi yang efisien.

c. Prinsip Rentang Pengendalian atau Pengawasan

Menurut prinsip ini, rentang kendali adalah rentang pengawasan yang


menggambarkan jumlah karyawan yang dapat ditangani dan
dikontrol secara efektif oleh seorang manajer tunggal.Menurut
prinsip ini, seorang manajer harus dapat menangani jumlah karyawan
yang dibawahinya.Keputusan ini dapat diambil dengan memilih baik
rentang lebar atau sempit froma.
11

Ada dua jenis rentang kendali:


1) Rentang kendali yang luas adalah salah satu di mana seorang
manajer dapat mengawasi dan mengendalikan secara efektif
sebuah kelompok besar orang pada satu waktu.
2) Rentang kendali yang sempit rentang ini, pekerjaan dan wewenang
dibagi antara banyak bawahan dan manajer tidak mengawasi dan
mengendalikan kelompok yang sangat besar dari orang di bawah
dia. Manajer sesuai dengan rentang yang sempit mengawasi
sejumlah karyawan yang dipilih pada satu waktu.

d. Prinsip Rantai Skalar


Rantai skalar adalah rantai komando atau otoritas yang mengalir dari
atas ke bawah.Otoritas dan tanggung jawab harus berjalan dalam
garis yang tegas dan tidak terputus dari eksekutif tertinggi sampai
yang paling rendah.Sebuah rantai skalar memfasilitasi alur kerja di
sebuah organisasi yang membantu dalam pencapaian hasil yang
efektif. Sebagai otoritas mengalir dari atas ke bawah, hal itu akan
menjelaskan posisi kewenangan untuk manajer di semua tingkatan
dan yang memfasilitasi organisasi yang efektif.

e. Prinsip Kesatuan Perintah

Ini menyiratkan satu bawahan-satu hubungan yang superior.Setiap


bawahan bertanggung jawab kepada satu manajer.Hal ini membantu
dalam menghindari kesenjangan komunikasi dan kesimpangan
tanggung jawab.Jika atasan yang lebih tinggi ingin memberikan
perintah atau hal-hal lain kepada para bawahan yang berada beberapa
tangga di bawah dalam hierarki organisasi, seyogianya hal itu
dilakukan melalui atasan langsung orang yang bersangkutan.Paling
tidak dengan sepengetahuan atasan langsung tersebut.

Implementasi
12

Pentingnya pengorganisasian, menyebabkan timbulnya sebuah struktur


organisasi, yang dianggap sebagai sebuah kerangka sebuah kerangka
yang masih dapat menggabungkan usaha-usaha mereka dengan baik.
Dengan kata lain, salah satu bagian penting tugas pengorganisasian
adalah mengharrmonisasikan kelompok orang yang berbada,
mempertemukan macam-macam kepentingan dan memanfaatkan
kemampuan-kemampuan kesemuanya kesuatu arah tertentu. (Terry
1979).

Maksud dari hal tersebut adalah dapat dihasilkannya sinergisme, yang


berarti perlu adanya tindakan-tindakan untuk mengelompokkan semua
kemampuan yang sesuai menjadi satu tempat dan memanfaaatkan
kemampuan tersebut agar dapat berguna bagi organisasi tersebut. Akan
tetapi suatu pengorganisasian tidak hanya mengelompokkan sumber
daya manusia saja, akan tetapi juga dengan sumber daya lainnya agar
dapat efektif. Jadi pengorganisasian merupakan sebuah kasus yang dapat
menimbulkan efek yang sangat baik dalam upaya menggerakan seluruh
aktivitas dan potensi yang bisa diwadahi serta sebagai pengawasan
manajerial.

2.2.3 Definisi Staffing


Fungsi staffing dalam manajemen diartikan sebagai suatu proses
prosedur langkah demi langkah yang berkesinambungan untuk menjaga
agar organisasi selalu memperoleh orang-orang yang tepat dalam posisi
yang tepat pada waktu yang tepat.

Langkah-langkah tersebut antara lain : (1) Perencanaan sumber daya


manusia (SDM), (2) Pengadaan pegawai baru (rekrutmen melalui
seleksi), (3) Pemilihan dan penempatan, (4) Induksi dan Orientasi.

1) Perencanaan Sumber Daya Manusia


Langkah-langkah perencanaan sumber daya manusia, yaitu :
a. Perencanaan untuk kebutuhan masa depan
13

b. Perencanaan untuk keseimbangan masa depan


c. Perencanaan untuk pengadaan dan seleksi atau pemberhentian
d. Perencanaan untuk pengembangan.

Untuk menyelesaikan langkah-langkah ini ada 2 faktor yang


pertimbangan, yaitu : Rencana strategi, tujuan dan sasaran serta taktik
untuk membuat organisasi menjadi realistik yang akan menentukan
kebutuhan personil dan organisasi. Perubahan-perubahan potensi pada
lingkungan luar, hal ini dapat berarti perubahan ketersediaan dana atau
tenaga kerja.

2) Pengadaan pegawaibaru (rekrutmen)


Dimaksudkan untuk menampung calon yang cukup banyak untuk
diadakan seleksi untuk mendapatkan calon pegawai yang memenuhi
syarat-sayarat administrasi secara umum.
Seleksi dapat dilakukan dalam 2 macam, yaitu seleksi umum (untuk
kebutuhan tenaga yang bersifat umum) dan seleksi khusus (untuk
kebutuhan tenaga-tenaga spesialis/ahli dibidang tertentu).

3) Pemilihan dan Penempatan


Jika telah ditentukan kualifikasi untuk masing kedudukan pekerjaan
maka selanjutnya adalah diadakan pemilihan (seleksi) melalui
tahapan-tahapan seleksi mulai test tertulis, kesehatan, test psikologi,
wawancara dan surat-surat pernyataan mengenai kesanggupan kerja
dan lokasi penempatan kerja.

4) Induksi dan Orientasi


Induksi dan orientasi mamberi kepada pegawai baru tentang :
a. Informasi umum tentang pekerjaan sehari-hari
b. Tinjauan tentang sejarah, lingkungan kantor, visi dan misi
organisasi serta
c. pengembangan kemasa depan.
14

d. Informasi mengenai kebijakan-kebijakan organisasi, aturan kerja


dan hal-hal mengenai
e. gaji dan tunjangan.

5) Pemindahan
Pemindahan terdiri dari promosi, mutasi dan demosi
a. Promosi, adalah memberikan tanggung jawab dan wewenang
yang lebih besar kepada pegawai, dengan kata lain promosi
adalah kenaikan pangkat/jabatan yang lebih tinggi, merupakan
salah satu usaha untuk memajukan/mengembangkan pegawai.
b. Mutasi, adalah memindahkan pegawai dari jabatan yang satu ke
jabatan yang lain dalam satu tingkatan secara horizontal.
c. Demosi, adalah suatu tindakan memberikan kekuasaan dan
tanggung jawab yang lebih kecil, dengan kata lain penurunan
pangkat/jabatan karena dinilai kurang cakap dan kurang
berprestasi pada jabatan tersebut.

6) Latihan dan Pengembangan


Latihan dan pengembangan adalah suatu pendekatan sistematik
untuk memberikan kesempatan kepada pegawai untuk
mengembangkan diri memanfaatkan kekuatan dan kemampuan
untuk keperluan organisasi.

7) Penilaian prestasi
Penilaian prestasi adalah salah satu hal yang penting dalan
pengorganisasian, namun dalam pelaksanaannya sangat sulit untuk
melihat hasil yang memadai.Penilaian prestasi dapat dibedakan
dalam 2 macam, yaitu formal dan informal.

2.2.4 Definisi Actuating


Actuating, dalam bahasa Indonesia artinya adalah menggerakkan.
Maksudnya, suatu tindakan untuk mengupayakan agar semua anggota
kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan tujuan
15

organisasi. Jadi, actuating bertujuan untuk menggerakkan orang agar


mau bekerja dengan sendirinya dan penuh dengan kesadaran secara
bersama- sama untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan
efisien. Dalam hal ini dibutuhkan kepemimpinan (leadership) yang baik.

Actuating merupakan upaya untuk merealisasikan suatu rencana.Dengan


berbagai arahan dengan memotivasi setiap karyawan untuk
melaksanakan kegiatan dalam organisasi, yang sesuai dengan peran,
tugas dan tanggung jawab.Maka dari itu, actuating tidak lepas dari
peranan kemampuan leadership.

Leadership dan Actuating


Actuating jelas membutuhkan adanya kematangan pribadi dan
pemahaman terhadap karakter manusia yang memiliki kecenderungan
berbeda dan sifatnya dinamis.Maka dari itu, fungsi actuating ternyata
jauh lebih rumit dari kelihatannya, karena harus melibatkan fungsi dari
leadership.Premis yang terkenal pernah diungkapkan oleh Doghlas
McGregor, bahwa seorang karyawan selalu diasumsikan negatif dan
positif.
Di dalam proses actuating ini, keberadaan leadership adalah sebagai
pendukung. Karena actuating sendiri memiliki tujuan sebagai penggerak,
yang nantinya akan bertujuan mengefektifkan dan mengefisienkan kerja
dalam organisasi.

Prinsip Actuating
a. Pelaksanaan dan Penugasan.
Langkah lanjutan dari penetapan program kerja pengawasan adalah
pelaksanaan pengawasan dalam bentuk pemberian tugas. Tjuan
utama penugasan adalah untuk mencapai keseimbangan antara
beberapa faktor: persyaratan dan kualifikasi personal, keseimbangan
untuk pengembangan profesi, dan lain-lain.
b. Pengawasan Pengelolaan Dana
16

Pengelolaan terhadap dana atau anggaran yang digunakan oleh


organisasi penting dilakukan agar dana tidak disia-siakan.
c. Penyediaan dan Pemanfaatan Sarana Pengawasan.
Pengawasan juga membutuhkan saran dan alat untuk melakukan
pengawasan, misalnya teknologi yang digunakan untuk memantau
kerja anggota organisasi atau pekerja.
d. Dokumentasi Pengawasan.
Hal ini diperlukan unutuk mendapatkan bukti yang nyata bila terjadi
pelanggaran, kesalahan dalam melakukan aktivitas di dalam
organisasi.
e. Supervisi Audit.

Implementasi
Hal penting yang dipertimbangkan dalam melakukan actuating adalah
untuk memotivasi seorang karyawan untuk melakukan sesuatu, misalnya
saja:
a. Merasa yakin dan mampu melakukan suatu pekerjaan,
b. Percaya bahwa pekerjaan telah menambahkan nilai untuk diri mereka
sendiri,
c. Tidak terbebani oleh masalah pribadi atau tugas lain yang lebih
penting atau mendesak,
d. Tugas yang diberikan cukup relevan,
e. Hubungan harmonis antar rekan kerja.

2.2.5 Definisi Controling


Menurut G.R Terry, pengawasan dapat didefinisikan sebagai proses
penentuan, apa yang harus dicapai yaitu standar, apa yang sedang
dilakukan yaitu pelaksanaan, menilai pelaksanaan dan apabila perlu
melakukan perbaikan-perbaikan, sehingga pelaksanaan sesuai dengan
rencana yaitu selaras dengan standar.

Jelas sekali bahwa fungsi pengawasan yang diambil dari sudut pandang
definisi sangat vital dalam suatu perusahaan. Supaya proses pelaksanaan
17

dilakukan sesuai dengan ketentuan dari rencana. Melakukan tindakan


perbaikan, jika terdapat penyimpangan.Hal ini dilakukan untuk
pencapaian tujuan sesuai dengan rencana.

Jadi pengawasan dilakukan sebelum proses, saat proses, dan setelah


proses. Dengan pengendalian diharapkan juga agar pemanfaatan semua
unsur manajemen menjadi efektif dan efisien.

Proses dalam Controlling


Dalam controlling ada beberapa proses dan tahapan, yaitu pengawasan.
Proses pengawasan dilakukan secara bertahap dan sistematis melalui
langkah sebagai berikut:
a. Menentukan standar yang akan digunakan sebagai dasar
pengendalian.
b. Mengukur pelaksanaan atau hasil yang sudah dicapai.
c. Membandingkan pelaksanaan atau hasil dengan standar dan
menentukan penyimpangan jika ada.
d. Melakukan tindakan perbaikan, jika terdapat penyimpangan agar
pelaksanaan dan tujuan sesuai dengan rencana.
e. Meninjau dan menganalisis ulang rencana, apakah sudah realistis
atau tidak. Jika ternyata belum realistis maka perlu diperbaiki.

Implementasi
Beberapa cara pengendalian yang harus dilakukan oleh seorang
manajer yang meliputi pengawasan langsung, adalah pengawasan
yang dilakukan sendiri secara langsung oleh seorang manejer.
Manajer memeriksa pekerjaan yang sedang dilakukan untuk
mengetahui apakah dikerjakan dengan benar dan hasilnya sesuai
dengan yang dikehendakinya.

Pengawasan tidak langsung, adalah pengawasan jarak jauh, artinya


dengan melalui laporan secara tertulis maupun lisan dari karyawan
18

tentang pelaksanaan pekerjaan dan hasil yang dicapai.Pengawasan


berdasarkan pengecualian, adalah pengawasan yang dikhususkan
untuk kesalahan yang luar biasa dari hasil atau standar yang
diharapkan. Pengawasan ini dilakukan dengan cara kombinasi
langsung dan tidak langsung oleh manajer.

Pengawasan juga bisa dibedakan menurut sifat dan waktunya:


a. Preventive control, adalah pengawasan yang dilakukan sebelum
kegiatan dilakukan untuk menghindari terjadinya penyimpangan
dalam pelaksanaannya. Pengawasan ini merupakan pengawasan
terbaik karena dilakukan sebelum terjadi kesalahan namun
sifatnya prediktif.
b. Repressive control, adalah pengawasan yang dilakukan setelah
terjadinya kesalahan dalam pelaksanaanya. Dengan maksud agar
tidak terjadi pengulangan kesalahan, sehingga hasilnya sesuai
dengan yang diinginkan.
c. Pengawasan saat proses dilakukan, sehingga dapat segera
dilakukan perbaikan.
d. Pengawasan berkala, adalah pengawasan yang dilakukan secara
berkala, misalnya perbulan, persmester, dll.
e. Pengawasan mendadak (sidak), adalah pengawasan yang
dilakukan secara mendadak untuk mengetahui apa pelaksanaannya
dilakukan dengan baik atau tidak.
f. Pengawasan Melekat (waskat), adalah pengawasan/pengendalian
yang dilakukan secara integratif mulai dari sebelum, pada saat,
dan sesudah kegiatan dilakukan.

Ada beberapa dasar proses dalam pengawasan, diantaranya adalah


teknik pengendalian dan sistem yang pada dasarnya sama untuk kas,
prosedur kantor, moral, kualitas produk atau apa pun.
Bisa diasumsikan bahwa baik rencana dan struktur organisasi yang
jelas, lengkap, dan terintegrasi akan tercipta jika manajer yakin akan
19

tugasnya. Jika manajer tidak yakin dari tugasnya atau bawahan tidak
memiliki kekuatan atau tidak tahu bahwa dia memiliki kekuatan
untuk melaksanakan tugasnya, akan menjadi sulit untuk menentukan
siapa yang bertanggung jawab.

2.3 Model Asuhan Keperawatan


3.3.1 Model SP2KP (Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan
Professional)
1) Pengertian
SP2KP adalah sistem pemberian pelayanan keperawatan profesional
yang merupakan pengembangan dari MPKP ( Model Praktek
Keperawatan Profesional ) dimana dalam SP2KP ini terjadi
kerjasama profesional antara perawat primer (PP) dan perawat
asosiet (PA) serta tenaga kesehatan lainnya.

Pada aspek proses ditetapkan penggunaan metode modifikasi


keperawatan primer (kombinasi metode tim dan metode
keperawatan primer). Penetapan metode ini didasarkan pada
beberapa alasan sebagai berikut :
a) Pada metode keperawatan primer, pemberian asuhan
keperawatan dilakukan secara berkesinambungan sehingga
memungkinkan adanya tanggung jawab dan tanggung gugat
yang merupakan esensi dari suatu layanan profesional.
b) Terdapat satu orang perawat professional yang disebut PP, yang
bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas asuhan
keperawatan yang diberikan. Pada MPKP , perawat primer
adalah perawat lulusan sarjana keperawatan/Ners.
c) Pada metode keperawataan primer, hubungan professional dapat
ditingkatkan terutama dengan profesi lain. Metode keperawatan
primer tidak digunakan secara murni karena membutuhkan
jumlah tenaga Skp/Ners yang lebih banyak, karena setiap PP
20

hanya merawat 4-5 klien dan pada metode modifikasi


keperawatan primer , setiap PP merawat 9-10 klien.

Saat ini terdapat beberapa jenis tenaga keperawatan dengan


kemampuan yang berbeda-beda. Kombinasi metode tim dan
perawat primer menjadi penting sehingga perawat dengan
kemampuan yang lebih tinggi mampu mengarahkan dan
membimbing perawat lain di bawah tanggung jawabnya.

Metode tim tidak digunakan secara murni karena pada metode ini
tanggung jawab terhadap asuhan keperawatan terbagi kepada semua
anggota tim, sehingga sukar menetapkan siapa yang bertanggung
jawab dan bertanggung gugat atas semua asuhan yang diberikan.

Apabila ditinjau dari 5 sub sistem yang diidentifikasi oleh Hoffart &
Woods (1996), secara sederhana dapat diartikan sebagai berikut :

1) Nilai-nilai profesional sebagai inti model


Pada model ini, PP dan PA membangun kontrak dengan
klien/keluarga sejak klien/keluarga masuk ke suatu ruangr
rawat yang merupakan awal dari penghargaan atas harkat dan
martabat manusia. Hubungan tersebut akan terus dibina selama
klien dirawat di ruang rawat, sehingga klien/keluarga menjadi
partner dalam memberikan asuhan keperawatan. Pelaksanaan
dan evaluasi renpra, PP mempunyai otonomi dan akuntabilitas
untuk mempertanggungjawabkan asuhan yang diberikan
termasuk tindakan yang dilakukan PA di bawah tanggung
jawab untuk membina performa PA agar melakukan tindakan
berdasarkan nilai-nilai professional.
2) Pendekatan Manajemen
Model ini memberlakukan manajemen SDM, artinya ada garis
komunikasi yang jelas antara PP dan PA.performa PA dalam
satu tim menjadi tanggung jawab PP. PP adalah seorang
manajer asuhan keperawatan yang harus dibekali dengan
21

kemampuan manajemen dan kepemimpinan sehingga PP dapat


menjadi manajer yang efektif dan pemimpin yang efektif.
3) Metode pemberian asuhan keperawatan
Metode pemberian asuhan keperawatan yang digunakan adalah
modifikasi keperawatan primer sehingga keputusan tentang
renpra ditetapkan oleh PP. PP akan mengevaluasi
perkembangan klien setiap hari dan membuat modifikasi pada
renpra sesuai kebutuhan klien.
4) Hubungan professional
Hubungan professional dilakukan oleh PP dimana PP lebih
mengetahui tentang perkembangan klien sejak awal masuk ke
suatu ruang rawat sehingga mampu member informasi tentang
kondisi klien kepada profesi lain khususnya dokter. Pemberian
informasi yang akurat tentang perkembangan klien akan
membantu dalam penetapan rencana tindakan medic.
5) Sistem kompensasi dan penghargaan
PP dan timnya berhak atas kompensasi serta penghargaan untuk
asuhan keperawatan yang professional.Kompensasi san
penghargaan yang diberikan kepada perawat bukan bagian dari
asuhan medis atau kompensasi dan penghargaan berdasarkan
prosedur. Kompensasi berupa jasa dapat diberikan kepada PP
dan PA dalam satu tim yang dapat ditentukan berdasarkan
derajat ketergantungan klien. PP dapat mempelajari secara
detail asuhan keperawatan klien tertentu sesuai dengan
gangguan/masalah yang dialami sehingga mengarah pada
pendidikan ners spesialis.

Metode modifikasi Perawat Primer-Tim yaitu seorang PP


bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap asuhan
keperawatan yang diberikan pada sekelompok pasien mulai dari
pasien masuk sampai dengan bantuan beberapa orang PA. PP dan
PA selama kurun waktu tertentu bekerjasama sebagai suatu tim
yang relative tetap baik dari segi kelompok pasien yang dikelol,
22

maupun orang-orang yang berada dalam satu tim tersebut . Tim


dapat berperan efektif jika didalam tim itu sendiri terjalin kerjasama
yang professional antara PP dan PA. selain itu tentu saja tim
tersebut juga harus mampu membangun kerjasama professional
dengan tim kesehatan lainnya.

1. Peran Managerial dan Leadership


Ketua dalam tim betugas untuk membuat rencana asuhan
keperawatan, mengkoordinir kegiatan semua staf (PA) yang
berada dalam tim, mendelegasikan sebagian tindakan-tindakan
keperawatan yang telah direncanakan pada renpra dan bersama-
sama dengan PA mengevaluasi asuhan keperawatan yang
diberikan.

Seorang PP harus memiliki kemampuan yang baik dalam


membuat renpra untuk klien yang menjadi
tanggungjawabnya.Adanya renpra merupakan tanggung jawab
profesional seorang PP sebagai landasan dalam memberikan
asuhan keperawatan yang sesuai dengan standar.Renpra
tersebut harus dibuat sesegera mungkin pada saat klien masuk
dan dievaluasi setiap hari.

PP dituntut untuk memiliki kemampuan mendelegasikan


sebagian tindakan keperawatan yang telah direncanakan pada
PA.pembagian tanggung jawab terhadap klien yang menjadi
tanggung jawab tim, didasarkan pada tingkat ketergantungan
pasien dan kemampuan PA dalam menerima pendelegasian.

Metode tim PP-PA dituntut untuk memiliki keterampilan


kepemimpinan. PP bertugas mengarahkan dan
mengkoordinasikan PA dalam memberikan asuhan
keperawatan pada kelompok klien.PP berkewajiban untuk
membimbing PA agar mampu memberikan asuhan
keperawatan seuai dengan standar yang ada.Bimbingan tersebut
23

dapat dilaksanakan secara langsung, misalnya mendampingi


PA saat melaksanakan tindakan tertentu pada klien atau secara
tidak langsung pada saat melakukan konferens. PP juga harus
senantiasa memotivasi PA agar terus meningkatkan
keterampilannya,misalnya memberikan referensi atau bahan
bacaan yang diperlukan.

Selain terkait dengan bimbingan keterampilan pada PA, sebagai


bagian dari peran kepemimpinan seorang PP, PP seharusnya
juga memiliki kemampuan untuk mengatasi konflik yang
mungkin terjadi antar PA.PP harus menjadi penengah yang
bijaksana sehingga konflik bisa teratasi dan tidak mengganggu
produktifitas PA dalam membantu memberikan asuhan
keperawatan.

2. Komunikasi tim melalui renpra, konferensi, dan ronde


keperawatan
Komunikasi yang efektif merupakan kunci keberhasilan dalam
melakukan kerjasama profesional tim antara PP-PA.
Komunikasi tersebut dapat melalui ;renpra, konferensi, dan
ronde keperawatan yang terstruktur dan terjadwal.
Rencana asuhan keperawatan (renpra) selain berfungsi sebagai:
a. Pedoman bagi PP-PA
b. Landasan profesional bahwa asuhan keperawatan diberikan
berdasarkan ilmu pengetahuan

Kerjasama profesional PP-PA, selain berfungsi sebagai


penunjuk perencanaan asuhan yang diberikan juga berfungsi
sebagai media komunikasi PP pada PA. Berdasarkan renpra ini,
PP mendelegasikan PA untuk melakukan sebagian tindakan
keperawatan yang telah direncanakan oleh PP. Oleh sebab itu,
sangat sulit untuk tim PP-PA dapat bekerjasama secara efektif
24

jika PP tidak membuat perencanaan asuhan keperawatan


(renpra). Hal ini menunjukan bahwa renpra sesungguhnya
dibuat bukan sekedar memenuhi ketentuan ( biasanya ketentuan
dalam menentukan akreditasi rumah sakit ). Renpra seharusnya
dibuat sesegera mungkin, paling lambat 1 kali 24 jam setelah
pasien masuk karena fungsinya sebagai pedoman dan media
komunikasi. Berdasarkan ketentuan tugas dan tanggung jawab
PP tidak sedang bertugas (misalnya pada malam hari atau hari
libur), PA yang sebelumnya telah didelegasikan dapat
melakukan pengkajian dasar dan menentukan satu diagnosa
keperawatan yang terkait dengan kebutuhan dasar
pasien.Selanjutnya segera setelah PP bertugas kembali maka
pengkajian dan renpra yang telah ada harus divalidasi dan
dilengkapi.

Penting juga diperhatikan bahwa renpra yang dibuat PP harus


dimengerti oleh semua PA. Semua anggota tim harus memiliki
pemahaman yang sama tentang istilah-istilah keperawatan yang
digunakan dalam renpra tersebut. Misalnya dalam renpra, PP
menuliskan rencana tindakan keperawatan ; " monitor I/O (
Intake/Output = pemasukan / pengeluaran ) tiap 24 jam".

Maka harus dipahami oleh semua anggota tim yang dimaksud


dengan monitor I/O, contoh lain dalam perencanaan PP
menuliskan "berikan dukungan pada pasien dan keluarganya" ,
maka baik PP dan PA dalam timnya harus memiliki persepsi
yang sama tentang tindakan yang akan dilakukan tersebut. Oleh
sebab itu PP harus menjelaskan kembali pada PA tentang apa
yang disusunnya tersebut.

Pendelegasian tindakan keperawatan yang berdasarkan pada


renpra, PP terlebih dahulu harus memiliki kemampuan masing-
masing PA.Hal yang tidak dapat didelegasikan pada PA adalah
tanggung jawab dan tanggung gugat seorang PP (Dunville dan
McCuock, 2004).Tindakan yang telah didelegasikan pada PA,
25

PP tetap berkewajiban untuk tetap memonitor dan


mengevaluasi tindakan yang dilakukan oleh PA.

3. Komunikasi tim oleh konferensi


Konferensi adalah pertemuan yang direncanakan antara PP dan
PA untuk membahas kondisi pasien dan rencana asuhan yang
dilakukan setiap hari.Konferensi biasanya merupakan
kelanjutan dari serah terimashift.Hal-hal yang ingin dibicarakan
lebih rinci dan sensitif dibicarakan didekat pasien dapat dibahas
lebih jauh didalam konferensi. Konferensi akan efektif jika PP
telah membuat renpra, dan membuat rencana apa yang akan
dibicarakan dalam konferensi. Konferensi ini lebih bersifat 2
arah dalam diskusi antara PP–PA tentang rencana asuhan
keperawatan dari dan klarifikasi pada PA dan hal lain yang
terkait.

4. Komunikasi tim melalui Ronde Keperawatan


Ronde keperawatan yang dilakukan dalam tim ini harus
dibedakan dengan ronde keperawatan yang dilakuan
dengan clinical manager (ccm). Tujuan ronde keperawatan
dalam tim adalah agar PP dan PA bersama-sama melihat proses
yang diberikan.

5. Kerjasama dengan tim lain


Tim kesehatan lain adalah dokter, ahli gizi, ahli farmasi,
fisioterapi, staf laboratorium dll. Peran PP dalam melakukan
kerjasama dengan tim lain tersebut adalah :
a. Mengkolaborasikan.
b. Mengkomunikasikan.
c. Mengkoordinasikan semua aspek perawatan pasien yang
menjadi tanggung jawabnya.
d. PP dituntut untuk memiliki pengetahuan yang memadai
baik segi tingkat pendidikan dalam pengalamannya.
26

PP bertanggung jawab untuk memberikan informasi kondisi


pasien yang terkait dengan perawatannya. PP dapat
memberikan informasi yang akurat bagi tenaga kesehatan lain,
sehingga keputusan medis atau gizi misalnya akan membantu
perkembangan pasien selama dalam perawatan, agar PP
melakukan komunikasi yang efektif dengan tim kesehatan lain
tersebut, maka haruslah disepakati waktu yang tepat untuk
mengkomunikasikan pada tim kesehatan yang lain, misalnya
melalui ronde antar profesional.

Kondisi dimana dokter tidak berada di ruang perawatan dapat


menyebabkan komunikasi langsung sangat sulit dilakukan oleh
karena itu komunikasi antar tim kesehatan dapat juga terbina
melalui dokumentasi keperawatan. Dokumentasi tersebut
dibuat oleh PP tetapi sebelumnya harus telah disepakati oleh
semua tim kesehatan bahwa dokumentasi yang ada juga
dimanfaatkan secara efektif sebagai alat komunikasi.

Terciptanya komunikasi yang efektif dengan tim kesehatan dari


profesi lain, seorang PP harus memenuhi kepribadian yang baik
serta keterampilan berkomunikasi, misalnya memiliki sikap
mampu menghargai orang lain, tidak terkesan memerintah atau
menggurui atau bahkan menyalahkan orang lain dalam hal ini
tim kesehatan dari profesi lain, merupakan kemampuan yang
harus dimiliki PP. Melakukan komunikasi antar profesi ini PP
dituntut untuk selalu berpegang pada etika keperawatan.

Seorang PP harus melakukan tugas mengkordinasikan semua


kegiatan yang terkait dengan pengobatan dan perawatan pasien,
misalnya dokter menjadwalkan pasien untuk di rontgen dada
dan di USGabdoment sekaligus pemeriksaan mata pada hari
yang sama, maka seorang PP harus mampu mengkoordinasikan
semua kegiatan tersebut agar tidak melelahkan dan
membingungkan bagi pasien dan keluarganya. Misalnya dalam
hal ini perawat dapat menjadwal ulang semua kegiatan tadi.
27

6. Tantangan yang dihadapi dalam dinamika tim PP-PA dan


tenaga kesehatan lainnya
Tim PP-PA dapat dipandang sebagai suatu kelompok.Masalah
atau tantangan yang dapat dialami dalam membina kerjasama
profesional dalam kelompok dan antar profesi. Tersebut
diantaranya adalah :
a. PP tidak mampu ( tidak kompeten ) melakukan perannya,
misalnya tidak mampu membuat renpra, atau memberikan
pendelegasian kepada PA yang tidak sesuai dengan
kemampuan PA tersebut.
b. PA tidak mampu menjalankan perannya, misalnya PA
tidak mampu melakukan tindakan yang sesuai dengan
tugas yang telah didelegasikan oleh PP.
c. Sikap tenaga kesehatan lain yang kurang menghargai
keberadaan profesi keperawatan.
d. Adanya friksi diantara sesama PA.

Tantangan seperti disebutkan diatas dapat di pandang sebagai


dinamika yang terjadi dalam kelompok. Menghadapi tantangan
tersebut seluruh pihak yang terkait dalam komunikasi perawat
pasien baik secara tidak langsung seperti CCM (Clinical Care
Manajer) , kepala ruangan, dan secara langsung PP dan PA
sendiri harus melakukan evaluasi dan mencari alternatif
penyelesaiannya.

7. Peran dan Tanggung Jawab Perawat sesuai dengan Jabatannya


a. Peran Kepala Ruangan ( KARU)
1) Sebelum melakukan sharing dan operan pagi KARU
melakukan ronde keperawatan kepada pasien yang
dirawat.
2) Memimpin sharing pagi.
3) Memimpin operan.
28

4) Memastikan pembagian tugas perawat yang telah di


buat olek Katim dalam pemberian asuhan keperawatan
pada pagi hari.
5) Memastikan seluruh pelayanan pasien terpenuhi
dengan baik, meliputi : pengisian Askep, Visite Dokter
(Advise), pemeriksaan penunjang (Hasil Lab), dll.
6) Memastikan ketersediaan fasilitas dan sarana sesuai
dengan kebutuhan.
7) Mengelola dan menjelaskan komplain dan konflik
yang terjadi di area tanggung jawabnya.
8) Melaporkan kejadian luar biasa kepada manajer.

b. Peran Ketua Tim ( KATIM )


1) Tugas Utama : Mengkoordinir pelaksanaan Askep
sekelompok pasien oleh Tim keperawatan di bawah
koordinasinya.
2) Mengidentifikasi kebutuhan perawatan seluruh pasien
oleh Tim keperawatan di bawah koordinasinya pada
saat Pre Croference
3) Mengidentifikasi seluruh PP membuat rencana asuhan
keperawatan yang tepat untuk pasiennya.
4) Memastikan setiap PA melaksanakan asuhan
keperawatan sesuai dengan rencana yang telah dibuat
PP.
5) Melaksanakan validasi tindakan keperawatan seluruh
pasien di bawah koordinasinya pada saat Post
Conference.
c. Penanggung Jawab Shift (PJ Shift)
1) Tugas Utama : menggantikan fungsi pengatur pada
saat shift sore/malam dan hari libur.
2) Memimpin kegiatan operan shift sore-malam
3) Memastikan PP melaksanakna follow up pasien
tanggung jawabnya
29

4) Memastikan seluruh PA Melaksanakan Asuhan


Keperawatan sesuai dengan rencana yang telah dibuat
PP
5) Mengatasi permasalahan yang terjadi di ruang
perawatan
6) Membuat laporan kejadian kepada pengatur ruangan.

d. Perawat Pelaksana (PP) dan Perawat Asosiet (PA)


1) Tugas Utama : Mengidentifikasi seluruh kebutuhan
perawatan pasien yang menjadi tanggung jawabnya,
merencakan asuhan keperawatan, melaksanakan
tindakan keperawatan dan melakukan evaluasi (follow
Up) perkembangan pasien.
2) Mengevaluasi tindakan keperawatan yang sudah
dilaksanakan oleh PA
3) Memastikan seluruh tindakan keperawatan sesuai
dengan rencana.

3.3.2 KonsepModel Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP)


3.3.2.1 Pengertian
MAKP adalah suatu kerangka kerja yang mendeffinisikan empat
unsur, yakni: Standar, Proses keperawatan, pendidikan keperawatan
dan Sistem MAKP. Definisi tersebut berdasarkan prinsip-prinsip
nilai yang diyakini dan akan menentukan kualitas produksi/jasa
layanan keperawatan. Jika perawat tidak memiliki nilai-nilai tersebut
sebagai suatu pengambilan keputusan yang indevenden, maka tujuan
pelayanan kesehatan/keperawatan dalam memenuhi kepuasan pasien
tidak akan dapat terwujud. Dalam menetapkan suatu model, keempat
hal tersebut harus menjadi bahan pertimbangan karena merupakan
satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan (Nursalam, 2011).

3.3.2.2 Faktor-Faktor yang berhubungan dalam Perubahan MAKP


a. Kualitas Pelayanan Keperawatan
30

Menurut Nursalam (2011) setiap upaya umtuk meningkatkan


pelayanan keperawatan selalu berbicara menganai kualitas.
Kualitas sangat diperlukan untuk:
1) Meningkatkan asuhan keperawtan kepadda pasien
/konsumen.
2) Menghasilkan keuntungan (pendapatan) institusi.
3) Mempertahankan eksistensi institusi
4) Meningkatkan kepuasan kerja
5) Meningkatkan kepercayaan konsumen/pelanggan
6) Menjalankan kegiatan sesuai aturan/standar.

b. Standar Praktik Keperawatan


Standar praktik keperawatan di Indonesia yang disusun oleh
Depkes RI (1995) dalam Nursalam (2011) terdiri atas beberapa
standar :
1) Meningkatkan hak-hak pasien
2) Penerimaan sewaktu pasien masuk rumah sakit (SPMRS).
3) Obsevasi keadaan pasien
4) Pemenuhan kebutuhan Nutrisi
5) Asuhan pada tindakan nonperatif dan administrative
6) Asuhan pada tindakan oprasi dan prosedur invassif
7) Pendidikan kepada pasien dan keluarga
8) Pemberian asuhan secara terus menerus dan
berkesinambungan.

Standar intervensi keperawatan yang merupakan lingkup


tindakaan keperawatan dalam upaya pemenuhan kebutuhan
dasar manusia (14 kebutuhan dasar manusia dari Henderson),
meliputi:

1) Oksigen
2) Cairan dan elektrolit
3) Eleminasi
4) Keamanan
31

5) Keberhasilan dan kenyamanan fisik


2) Istirahat dan tidur
3) Aktivitas dan gerak
4) Spiritual
5) Emosional
6) Komunikasi
7) Mencegah dan mengatasi resiko psikologis
8) Pengobatan dan membantu proses penyembuhan
9) Penyuluhan
10) Rehabilitasi

c. Model Praktik di Rumah Sakit


Perawat profesional (Ners) mempunyai wewenang dan
tanggung jawab melaksanakan praktik keperawatan dirumah
sakit dengan sikap dan kemampuannya . untuk itu, perlu
dikembangkan pengertian praktik perawatan rumah sakit dan
lingkup cakurannya sebagi bentuk praktik keperawatan
profesional, sperti proses dan prosedur registrasi, dan legislasi
keperawatan.

d. Praktik keperawatan rumah


Bentuk praktik keperawatan rumah diletakan pada pelaksanaan
pelayanan asuhan keperawatan sebagai kelanjutan dari
pelayanan rumah sakit. Kegiatan ini dilakukan oleh peraawat
profesional dirumah sakit, atau melalui pengikutsertaan
perawat profesional yang melakukan praktik keperawatan
berkelompok.

e. Praktik keperawatan berkelompok


Beberapa perawat professional membuka praktik keperawatan
selama 24 jam kepada masyarakat yang memerlukan asuhan
keperawatan dengan pola yang diuraikan dalam pendekatan
dan pelaksanaan praktik keperawatan rumah sakit dan rumah.
32

f. Praktik keperawatan individual


Pola pendekatan dan pelasanaan sama seperti yang diuraikan
untuk praktik keperawatan rumah sakit. Perawat professional
senior dan berpengalaman secara sendiri/ perorangan membuka
praktik keperawatan dalam jam praktik tertentu untuk memberi
asuhan keperawatan khusunya konsultsi dalam keperawatan
bagi masyarakat yang memerlukan (Nursalam. 2011).

3.3.2.3 Metode Pengelolaan Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan


Profesional
Menurut nursalam (2011), metode system pemberian asuhan
keperawatan profesianal diantaranya:
a. Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Metode Asuhan
Keperawatan (MAKP)
1) Sesuai dengan visi dan misi institusi
2) Dapat diterapkan proses keperawatan dalam asuhan
keperawatan
3) Efisien dan efektif dalam penggunaan biaya
4) Terpenuhinya kepuasan pasien, keluarga, dan masyarakat
5) Kepuasan dan kinerja perawat
6) Terlaksananya komunikasi yang adekuat antara perawat dan
tim kesehatan lainnya.

3.3.2.4 Jenis Model Metode Asuhan Keperawatan (MAKP)


a. Fungsional (Bukan Model MAKP)
Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan
asuhan keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang
dunia ke dua. Pada saat itu, karena masih terbatasnya jumlah dan
kemampuan perawat, maka setiap perawat hanya melakukan satu
33

dan dua jenis intervensi keperawatan saja (misalnya merawat


luka) kepada semua pasien dibangsal

Skema 2.1 Sistem pemberian asuhan keperawatan fungsional

Kepala Ruangan

Perawat Perawat : Penyiapan Kebutuhan


pengobatan Merawat luka Instrumen Dasar

Pasien/Konsumen

Kelebihan:
1) Manajemen klasi yang menekankan efisiensi, pembagian tugas
yang jelas dan pengawasan yang baik
2) Sangat baik untuk rumah sakit yang kekurangan tenaga
3) Perawat senior menyibukkan diri dengan tugas manajerial,
sedangkan perawat pasien diserahkan kepada perawat
junior/belum berpengalaman.

Kelemahan:
1) Tidak memberikan kepuasan pada pasien maupun perawat
2) Pelayanan keperawatan terpisah-piash, tidak dapat
menerapkan proses keperawatan
3) Presepsi [erawat cenderung pada tindakan yang berkaitan
dengan keterampilan saja

b. MAKP Tim
Metode ini menggunakan tim yang terdiri dari anggota yang
berbeda-beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap
sekelompok pasien. Perawat ruangan menjadi dua atau 3 tim/grup
yang terdiri atas perawat professional, teknikal, dan pembantu,
dalam kelompok kecil yang saling membantu.
1) Kelebihan
a) Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh
34

b) Mendukung pelaksanaan proses keperawatan


c) Memungkinkan komunikasi antar tim, sehingga konflik
mudah diatasi dan memberi kepuasan kepada anggota tim.
2) Kelemahan
Komunikasi anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk
konferensi tim, yang biasanya membutuhkan waktu yang sulit
untuk dilaksanakan pada waktu-waktu sibuk.
3) Konsep metode tim
a) Ketua tim sebagai perawat professional harus mampu
menggunakan berbagai teknik kepemimpinan,
b) Pentingnya komunikasi yang efektif angar kontinuitas
rencana keperawatan terjamin.
c) Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim
d) Peran kepala ruangan penting dalam model tim, model tim
akan berhasil bila didukung oleh kepala ruangan
4) Tanggung jawab anggota tim
a) Memberikan asuhan keperawatan pada psien dibawah
tanggung jawabnya
b) Kerjasama dengan anggota tim dan antar tim
c) Memberikan laporan
5) Tanggung jawab ketua tim
a) Membuat perencanaan
b) Membuat penugasan, supervise, dan evaluasi
c) Mengenal/mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai
tingkat kebutuhan pasien
d) Mengembangkan kemampuan anggota
e) Menyelenggarakan konferensi
6) Tanggung jawab kepala ruangan
a) Perencanaan
(1) Menunjuk ketua tim yang akan bertugas diruangan
masing-masing
(2) Mengikuti serah terima psien pada sift sebelumnya
35

(3) Mengidentifikasi tingkat ketergantungan pasien :


gawat, transisi, dan persiapan pulang bersama ketua
tim.
(4) Mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan
berdasarkan aktivitas dan kebutuhan pasien bersama
ketua tim, mengatur penugasan/penjadwalan.
(5) Merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan
(6) Mengikutii visite dokter untuk mengetahui kondisi,
patofisiologi, tindakan medis yang dilakukan, program
pengobatan dan mendiskusikan dengan dokter tentang
tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien.
(7) Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan,
termasuk kegiatan membimbing asuhan keperawatan,
membimbing penerapan proses keperawatan dan
menilai asuhan keperawatan , mengadakan diskusi
untuk pemecahan masalah, serta memberikan
informasi, kepada paien atau keluarga yang baru
masuk.
(8) Membantu mengembangkan niat pendidikan dan
latihan diri,
(9) Membantu membimbing peserta didik keperawatan
dan menjaga terwujudnya visi dan misi keperawtan dan
rumah sakit.

b) Pengorganisasian
(1) Merumuskan metode penugasan yang digunakan
(2) Merumuskan tujuan metode penugasan
(3) Membuat rincian tugas ketua tim dan anggota tim scara
jelas.
(4) Membuat rentang kendali, kepala ruangan membawahi
2 ketua tim dan ketua tim membawahi 2-3 perawat,
36

(5) Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan :


membuat proses dinas, mengatur tenaga yang ada
setiap hari dan lain-lain
(6) Mengatur dan mengendalikan logistic ruangan
(7) Mengatur dan mengendalikan situasi tempat praktik
(8) Mendelegasikan tugas, saat kepala ruangan tidak
berada ditempat kepada ketua tim.
(9) Memberi wewnang kepada tata usaha untuk mengurus
administrasi pasien.
(10) Mengatur penugasan jadwal pos dan pakarnya dan
identifikasi masalah dan cara penanganannya.

c) Pengarahan
(1) Memberi pengarahan tentang penugasan kepada ketua
tim
(2) Memberikan pujian kepada anggota tim yang
melaksanakan tugas dengan baik
(3) Memberi motivasi dalam peningkatan pengetahuan,
keterampilan dan sikap
(4) menginformasikan hal-hal yang dianggap pentingdan
berhubugan dengan askep pasien
(5) melibatkan bawahan sejak awal hingga akhir kegiatan
(6) membimbing bawahan yang mengalami kesulitan
dalam melaksanakan tugasnya
(7) meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim

d) Pengawasan
(1) melalui komunikasi : mengawasi dan berkomunikasi
langsung dengan ketua tim maupun pelaksanaan
mengenai asuhan keperawatn yang diberikan kepada
pasien.
(2) Melalui Supervisi
37

(a) Pengawasan langsung dilakukan dengan cara


inspeksi, mengamati sendiri, atau melalui laporan
langsung secara lisa, dan memperbaiki/atau
mengawasi, kelemahan-kelemahan yang ada saait
itu juga
(b) Pengawasan tidak langsung, yaitu mengecek daftar
hadir ketua tim; membaca dan memeriksa rencana
keperawatn serta catatan yang dibuat selama dan
sesudah proses keperawatan dilaksanakan
(didokumentasikan), mendengar laporan ketua tim
tentang pelaksanaan tugas.
(c) Evaluasi
(d) Mengevaluasi upaya pelaksanaan dan
membandingkan dengan rencana keperawatan
yang telah disusun bersama ketua tim.

Bagan 2.1 Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan MAKP


Tim

Kepala Ruangan

Ketua Tim Ketua Tim Ketua Tim

Anggota Anggota Anggota

Pasien/Klien Pasien/Klien Pasien/Klien

a. MAKP Primer
Meode penugasan dimana satu orang perawat bertanggung jawab
penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatn pasien mulai
dari pasien masuk sampai keluar rumah sakit.

Bagan 2.3 Sistem pemberian asuhan keperawatan Primer


38

Tim Medis Kepala Ruangan Sarana RS

PP I PP I
PA I PA I
PA 2 PA 2

Pasien PA I

PA 2

Kelebihan
1) Bersifat kontinuitas dan koperehensif
2) Bersifat primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi
terhadap hasil dan memungkinkan pengembangan diri
3) Keuntungan antara lain terhadap pasien, perawat, dokter dan
Rumah Sakit.
Keuntungan yang dirasakan adalah pasien merasa dimanusiawikan
karena terpenuhinya kebutuhan secara individu, selain itu asuhan
keperawatan yang diberikan bermutu tinggi dan tercapai
pelayanan yang efektif terhadap pengobatan, dukungan, proteksi,
informasi, dan advokasi.

Kelemahannya adalah hanya dapat dilakukan oleh perawat yang


memiliki pengalaman dan pengetahuan yang memadai dengan
kriteria asetif, self direction, kemampuan mengambil keputusan
yang tepat, menguasai keperawatan klinis, penuh pertibangan,
serta mampu berkolaborasi dengan berbagai disiplin ilmu.

b. MAKP Kasus
Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan
pasien selama ia dinas, pasien akan dirawat oleh perawat yang
berbeda untuk setiap shif, dan tidak ada jaminan bahwa pasien
akan dirawat oleh perawat yang sama pada hari berikutnya.
Metode penugasan kasus biasa diterapkan satu pasien satu
perawat, dan hal ini umumnya dilaksanakan untuk perawatan
39

private dalam memberikan asuhan keperawatan khusus seperti


kasus isolasi dan intensive care.

Kelebihan
1) Perawat lebih memahami kasus perkasus
2) System evaluasi dari menejerial lebih mudah
Kekurangan
1) Belum dapat diidentifikasi perawat penanggung jawab
2) Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai
kemampuandasar yang sama.
Bagan 2.4 Sistem pemberian asuhan keperawatan MSAKP
Kasus
Kepala Ruangan

Staf Perawat Staf Perawat Staf Perawat

Pasien Pasien Pasien

c. Modifikasi MAKP Tim-Primer


Model MAKP tim dan primer digunakan secara kombinasi dari
kedua system. Penerapan system model MAKP ini didasarkan
pada beberapa alasan:
1) Keperawatan primer tidak digunakan secara murni, karena
perawat primer harus mempunyai latar belakang pendidikan S-
1 Keperawatan atau setara.
2) Keperawatan tim tidak digunakan secara murni, karena
tanggung jawab asuhan keperawatan pasien terfragmentasi
pada bagian tim
3) Melalui kombinasi kedua model tersebut diharapkan
komunitas asuhan keperawatan dan akuntabilitas asuhan
keperawatan terdapat pada primer, karena saat ini perawat
yang ada di RS sebagian besar adalah lulusan D3, bimbingan
40

tentang asuhan keperawatan diberikan oleh perawat


primer/ketua tim.

3.3.3 Model MPKP


3.3.3.1 Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) adalah suatu
sistem (struktur, proses dan nilai-nilai profesional) yang
memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian asuhan
keperawatan termasuk lingkungan, yang dapat menopang pemberian
asuhan tersebut (Hoffart & Woods, 1996).
3.3.3.2 Tujuan dari MPKP
a. Menjaga konsistensi asuhan keperawatan
b. Mengurangi konflik, tumpang tindih, dan kekosongan
pelaksanaan asuhan keperawatan oleh tim keperawatan
c. Menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan
keperawatan
d. Memberikan pedoman dalam menentukan kebijakan dan
keputusan
e. Menjelaskan dengan tegas ruang lingkup dan tujuan asuhan
keperawatan bagi setiap tim keperawatan.
3.3.3.3 Macam-macam Metode Penugasan MPKP dalam Keperawatan
a. Metode Kasus
Metode kasus merupakan metode pemberian asuhan yang
pertama kali digunakan.Sampai perang dunia II metode
tersebut merupakan metode pemberian asuhan keperawatan
yang paling banyak digunakan. Pada metode ini satu perawat
akan memberikan asuhan keperawatan kepada seorang klien
secara total dalam satu periode dinas. Jumlah klien yang
dirawat oleh satu perawat bergantung pada kemampuan
perawat tersebut dan kompleksnya kebutuhan klien.(Sitorus,
2006).

Setelah perang dunia II, jumlah pendidikan keperawatan dari


berbagai jenis program meningkat dan banyak lulusan bekerja
41

di rumah sakit. Agar pemanfaatan tenaga yang bervariasi


tersebut dapat maksimal dan juga tuntutan peran yang
diharapkan dari perawat sesuai dengan perkembangan ilmu
kedokteran, kemudian dikembangkan metode
fungsional.(Sitorus, 2006).

b. Metode Fungsional
Pada metode fungsional, pemberian asuhan keperawatan
ditekankan pada penyelesaian tugas atau prosedur.Setiap
perawat diberi satu atau beberapa tugas untuk dilaksanakan
kepada semua klien di satu ruangan.(Sitorus, 2006).

Pada metode ini, kepala ruang menentukan tugas setiap


perawat dalam satu ruangan. Perawat akan melaporkan tugas
yang dikerjakannya kepada kepala ruangan dan kepala
ruangan tersebut bertanggung jawab dalam pembuatan
laporan klien. Metode fungsional mungkin efisien dalam
menyelesaikan tugas-tugas apabila jumlah perawat sedikit,
tetapi klien tidak mendapatkan kepuasan asuhan yang
diterimanya.(Sitorus, 2006).

Metode ini kurang efektif karena (Sitorus, 2006) :


1) Proritas utama yang dikerjakan adalah kebutuhan fisik dan kurang
menekankan pada pemenuhan kebutuhan holistik
2) Mutu asuhan keperawatan sering terabaikan karena pemberian
asuhan keperawatan terfragmentasi
3) Komunikasi antar perawat sangat terbatas sehingga tidak ada satu
perawat yang mengetahui tentang satu klien secara komprehensif,
kecuali mungkin kepala ruangan.
4) Keterbatasan itu sering menyebabkan klien merasa kurang puas
terhadap pelayanan atau asuhan yang diberikan karena seringkali
42

klien tidak mendapat jawaban yang tepat tentang hal-hal yang


ditanyakan.
5) Klien kurang merasakan adanya hubungan saling percaya dengan
perawat.

Selama beberapa tahun menggunakan metode fungsional beberapa


perawat pemimpin (nurse leader) mulai mempertanyakan
keefektifan metode tersebut dalam memberikan asuhan keperawatan
profesional kemudian pada tahun 1950 metode tim digunakan untuk
menjawab hal tersebut(Sitorus, 2006).

a) Metode Tim
Metode tim merupakan metode pemberian asuhan keperawatan,
yaitu seorang perawat profesional memimpin sekelompok tenaga
keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada
sekelompok klien melalui upaya kooperatif dan kolaboratif
(Douglas, 1992). Metode tim didasarkan pada keyakinan bahwa
setiap anggota kelompok mempunyai kontribusi dalam
merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan sehingga
menimbulkan rasa tanggung jawab yang tinggi. (Sitorus, 2006).
Pelaksanaan metode tim berlandaskan konsep berikut (Sitorus,
2006) :
1) Ketua tim, sebagai perawat profesional harus mampu
menggunakan berbagai teknik kepemimpinan. Ketua tim harus
dapat membuat keputusan tentang prioritas perencanaan,
supervisi, dan evaluasi asuhan keperawatan. Tanggung jawab
ketua tim adalah:
a) Mengkaji setiap klien dan menetapkan renpra
b) Mengkoordinasikan renpra dengan tindakan medis
c) Membagi tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap
anggota kelompok dan memberikan bimbingan melalui
konferensi
d) Mengevaluasi pemberian askep dan hasil yang dicapai
serta mendokumentasikannya
43

2) Komunikasi yang efektif penting agar kontinuitas renpra


terjamin. Komunikasi yang terbuka dapat dilakukan melalui
berbagai cara, terutama melalui renpra tertulis yang merupakan
pedoman pelaksanaan asuhan, supervisi, dan evaluasi.
3) Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim.
Peran kepala ruangan penting dalam metode tim. Metode tim
akan berhasil baik apabila didukung oleh kepala ruang untuk
itu kepala ruang diharapkatelah :
a) Menetapkan standar kinerja yang diharapkan dari staf
b) Membantu staf menetapkan sasaran dari unit/ruangan
c) Memberi kesempatan pada ketua tim untuk pengembangan
kepemimpinan
d) Mengorientasikan tenaga yang baru tentang fungsi metode
tim keperawatan
e) Menjadi narasumber bagi ketua tim
f) Mendorong staf untuk meningkatkan kemampuan melalui
riset keperawatan
g) Menciptakan iklim komunikasi yang terbuka

Hasil penelitian Lambertson dalam Douglas (1992)


menunjukkan bahwa metode tim jika dilakukan dengan benar
adalah metode pemberian asuhan yang tepat untuk
meningkatkan kemanfaatan tenaga keperawatan yang bervariasi
kemampuannya. (Sitorus, 2006).

Kekurangan metode ini, kesinambungan asuhan keperawatan


belum optimal sehingga pakar menge mbangkan metode
keperawatan primer.(Sitorus, 2006).

b) Metode perawatan primer


Menurrut Gillies (1989) “Keperawatan primer merupakan suatu
metode pemberian asuhan keperawatan, dimana terdapat hubungan
yang dekat dan berkesinambungan antara klien dan seorang perawat
44

tertentu yang bertanggungjawab dalam perencanaan, pemberian,


dan koordinasi asuha keperawatan klien, selama klien
dirawat.”(Sitorus, 2006).

Pada metode keperawatan primer perawat yang bertanggung jawab


terhadap pemberian asuhan keperawatan disebut perawat primer
(primary nurse) disingkat dengan PP. (Sitorus, 2006).

Metode keperawatan primer dikenal dengan ciri yaitu akuntabilitas,


otonomi, otoritas, advokasi, ketegasan, dan 5K yaitu kontinuitas,
komunikasi, kolaborasi, koordinasi, dan komitmen. (Sitorus, 2006).

Setiap PP biasanya merawat 4 sampai 6 klien dan


bertanggungjawab selama 24 jam selama klien tersebut dirawat
dirumah sakit atau di suatu unit. Perawat akan melakukan
wawancara mengkaji secara komprehensif, dan merencanakan
asuhan keperawatan. Perawat yang peling mengetahui keadaaan
klien. Jika PP tidak sedang bertugas, kelanjutan asuhan akan di
delegasikan kepada perawat lain (associated nurse). PP
bertanggungjawab terhadap asuhan keperawatan klien dan
menginformasikan keadaan klien kepada kepala ruangan, dokter,
dan staff keperawatan (Sitorus, 2006).

Seorang PP bukan hanya mempunyai kewenangan untuk


memberikan asuhan keperawatan, tetapi juga mempunyai
kewengangan untuk melakukan rujukan kepada pekerja sosial,
kontrak dengan lembaga sosial di masyarakat, membuat jadwal
perjanjian klinik, mengadakan kunjungan rumah dan lain lain.
Dengan diberikannya kewenangan, dituntut akuntabilitas perawat
yang tinggi terhadap hasil pelayanan yang diberikan.Metode
keperawatan primer memberikan beberapa keuntungan terhadap
klien, perawat, dokter, dan rumah sakit (Gillies, 1989).(Sitorus,
2006).
45

Keuntungan yang dirasakan klien ialah mereka merasa lebih


dihargai sebagai manusia karena terpenuhi kebutuhannya secara
individu, asuhan keperawatan yang bermutu tinggi dan tercapainya
layanan yang efektif terhadap pengobatan, dukungan, proteksi,
informasi, dan advokasi. Metode itu dapat meningkatkan mutu
asuhan keperawatan karena (Sitorus, 2006) :
1) Hanya ada 1 perawat yang bertanggung jawab dalam
perencanaan dan koordinasi asuhan keperawatan
2) Jangkauan observasi setiap perawat hanya 4-6 klien
3) PP bertanggung jawab selama 24 jam
4) Rencana pulang klien dapat diberikan lebih awal
5) Rencana asuhan keperawatan dan rencana medik dapat berjalan
paralel.

Keuntungan yang dirasakan oleh PP adalah memungkinkan bagi PP


untuk pengembangan diri melalui implementasi ilmu
pengetahuan.Hal ini dimungkinkan karena adanya otonomi dalam
membuat keputusan tentang asuhan keperawatan klien. Staf medis
juga merasakan kepuasannya dengan metode ini karena senantiasa
mendapat informasi tentang kondisi klien yang mutakhir dan
komprehensif(Sitorus, 2006).

Informasi dapat diperoleh dari satu perawat yang benar-benar


mengetahui keadaan klien.Keuntungan yang diperoleh oleh rumah
sakit adalah rumah sakit tidak harus memperkerjakan terlalu banyak
tenaga keperawatan, tetapi harus merupakan perawat yang bermutu
tinggi (Sitorus, 2006).

Huber (1996) menjelaskan bahwa pada keperawatan primer dengan


asuhan berfoukus pada kebutuhan klien, terdapat otonomi perawat
dan kesinambungan asuhan yang tinggi. Hasil penelitian Gardner
(1991) dan Lee (1993) dalam Huber (1996) mengatakan bahwa
mutu asuhan keperawatan lebih tinggi dengan keperawatan primer
daripada dengan metode tim. Dalam menetapkan seseorang menjadi
46

PP perlu berhati-hati karena memerlukan beberapa kriteria, yaitu


perawat yang menunjukkan kemampuan asertif, perawat yang
mandiri, kemampuan menmgambil keputusan yang tepat,
menguasai keperawatan klini, akuntabel, bertanggung jawab serta
mampu berkolaborasi dengan baik dengan berbagai disiplin. Di
negara maju pada umumnya perawat yang ditunjuk sebagai PP
adalah seorang spesialis perawat klinis (clinical nurse specialist)
dengan kualifikasi master keperawatan. Menurut Ellis dan Hartley
(1995), Kozier et al (1997) seorang PP bertanggung jawab untuk
membuat keputusan yang terkait dengan asuhan keperawatan klien
oleh karena itu kualifikasi kemampuan PP minimal adalah sarjana
keperawatan/Ners. (Sitorus, 2006).

c) Differentiated practice
National League for Nursing (NLN) dalam kozier et al (1995)
menjelaskan baha differentiated practice adalah suatu pendekatan
yang bertujuan menjamin mutu asuhan melalui pemanfaatan
sumber-sumber keperawatan yang tepat. Terdapat dua model yaitu
model kompetensi dan model pendidikan.Pada model kompetensi,
perawat terdaftar (registered nurse) diberi tugas berdasarkan
tanggung jawab dan struktur peran yang sesuai dengan
kemampuannya.Pada model pendidikan, penetapan tugas
keperawatan didasarkan pada tingkat pendidikan. Bedasarkan
pendidikan, perawat akan ditetapkan apa yang menjadi tnggung
jawab setiap perawat dan bagaimana hubungan antar tenaga tersebut
diatur (Sitorus, 2006)
d) Manajemen kasus
Manajemen kasus merupakan system pemberian asuhan kesehatan
secara multi disiplin yang bertujuan meningkatkan pemanfaatan
fungsi berbagai anggota tim kesehatan dan sumber-sumber yang ada
sehingga dapat dicapai hasil akhir asuhan kesehatan yang optimal.
ANA dalam Marquis dan Hutson (2000) mengatakan bahwa
manajemen kasus merupakan proses pemberian asuhan kesehatan
yang bertujuan mengurangi fragmentasi, meningkatkan kualitas
47

hidup, dan efisiensi pembiayaan. Focus pertama manajemen kasus


adalah integrasi, koordinasi dan advokasi klien, keluarga serta
masyarakat yang memerlukan pelayanan yang ektensif. Metode
manajemen kasus meliputi beberapa elemen utama yaitu,
pendekatan berfokus pada klien, koordinasi asuhan dan pelayanan
antar institusi, berorientasi pada hasil, efisiensi sumber dan
kolaborasi (Sitorus, 2006).

3.3.4 Komponen dari MPKP


Berdasarkan MPKP ysng sudah dikembangkan diberbagai rumah sakit
Hoffart dan Woods menyimpulkan bahwa MPKP terdiri dari lima
komponen, yakni:
a. Nilai-nilai profesional
Nilai-nilai profesional menjadi komponen utama pada suatu praktik
keperawatan profesional.Nilai-nilai profesional ini merupakan inti
dari MPKP. Nilai-nilai seperti penghargaan atas otonomi klien,
menghargai klien, dan melakukan yang terbaik untuk klien harus
tetap ditingkatkan dalam suatu proses keperawatan.
b. Pendekatan manajemen
Dalam melakukan asuhan keperawatan adalah untuk memenuhi
kebutuhan dasar manusia, yang bilamana ingin memenuhi
kebutuhan dasar tersebut seorangperawat harus melakukan
pendekatan penyelesaian masalah, sehingga dapat diidentifikasi
masalah klien, dan nantinya dapat diterapkan terapi keperawatan
yang tepat untuk masalah klien.
c. Metode pemberian asuhan keperawatan
Dalam perkembangan keperawatan menuju layanan yang
profesional, digunakan beberapa metode pemberian asuhan
keperawatan, misalnya metode kasus, fungsional, tim, dan
keperawatan primer, serta manajemen kasus. Dalam praktik
keperawatan profesional, metode yang paling memungkinkan
pemberian asuhan keperawatan profesional adalah metode yang
menggunakan the breath of keperawatan primer.
48

d. Hubungan profesional
Pemberian asuhan kesehatan kepada klien diberikan oleh beberapa
anggota tim kesehatan. Namun, fokus pemberian asuhan kesehatan
adalah klien. Karena banyaknya anggota tim kesehatan yang
terlibat, maka dari itu perlu kesepakatan tentang cara melakukan
hubungan kolaborasi tersebut.

e. Sistem kompensasi dan penghargaan


Pada suatu layanan profesional, seorang profesional mempunyai hak
atas kompensasi dan penghargaan.Pada suatu profesi, kompensasi
yang didapat merupakan imbalan dan kewajiban profesi yang
terlebih dahulu dipenuhi.Kompensasi dan penghargaan yang
diberikan pada MPKP dapat disepakati di setiap institusi dengan
mengacu pada kesepakatan bahwa layanan keperawatan adalah
pelayanan profesional.

3.3.5 Karakteristik MPKP


a. Penetapan jumlah tenaga keperawatan. Penetapan jumlah tenaga
keperawatan berdasarkan jumlah klien sesuai dengan derajat
ketergantungan klien.
b. Penetapan jenis tenaga keperawatan. Pada suatu ruang rawat
MPKP, terdapat beberapa jenis tenaga yang memberikan asuhan
keperawatan yaitu Clinical Care Manager (CCM), Perawat Primer
(PP), dan Perawat Asosiet (PA). Selain jenis tenaga tersebut
terdapat juga seorang kepala ruang rawat yang bertanggung jawab
terhadap manajemen pelayanan keperawatan di ruang rawat
tersebut. Peran dan fungsi masing-masing tenaga sesuai dengan
kemampuannya dan terdapat tanggungjawab yang jelas dalam
sistem pemberian asuhan keperawatan.
c. Penetapan standar rencana asuhan keperawatan (renpra). Standar
renpra perlu ditetapkan, karena berdasarkan hasil obsevasi,
penulisan renpra sangat menyita waktu karena fenomena
49

keperawatan mencakup 14 kebutuhan dasar manusia (Potter &


Perry, 1997).
d. Penggunaan metode modifikasi keperwatan primer. Pada MPKP
digunakan metode modifikasi keperawatn primer, sehingga terdapat
satu orang perawat profesional yang disebut perawat primer yang
bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas asuhan keperawatan
yang diberikan. Disamping itu, terdapat Clinical Care Manager
(CCM) yang mengarahkan dan membimbing PP dalam memberikan
asuhan keperawatan. CCM diharapkan akan menjadi peran ners
spesialis pada masa yang akan datang.

3.3.6 Langkah-langkah dalam MPKP


a. Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan penerapan MPKP ini ada beberapa hal yang
harus dilakukan, yaitu (Sitorus, 2006):
2) Pembentukan Tim
Jika MPKP akan diimplementasikan di rumah sakit yang
digunakan sebagai tempat proses belajar bagi mahasiswa
keperawatan, sebaiknya kelompok kerja ini melibatkan staf dari
institusi yang berkaitan. Sehingga kegiatan ini merupakan
kegiatan kolaborasi antara pelayanan/rumah saklit dan institusi
pendidikan.Tim ini bisa terdiri dari seorang koordinator
departemen, seorang penyelia, dan kepala ruang rawat serta
tenaga dari institusi pendidikan.(Sitorus, 2006).
3) Rancangan Penilaian Mutu
Penilaian mutu asuhan keperawatan meliputi kepuasan
klien/keluarga kepatuhan perawat terhadap standar yang diniali
dari dokumentasi keperawatan, lama hari rawat dan angka
infeksi noksomial.(Sitorus, 2006).
4) Presentasi MPKP
Selanjutnya dilakukan presentasi tentang MPKP dan hasil
penilaian mutu asuhan kepada pimpinan rumah sakit,
departemen,staf keperawtan, dan staf lain yang terlibat. Pada
50

presentasi ini juga, sudah dapat ditetapkan ruang rawat tempat


implementasi MPKP akan dilaksanakan. (Sitorus, 2006).
5) Penempatan Tempat Implementasi MPKP
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penempatan
tempat implementasi MPKP, antara lain (Sitorus, 2006):
 Mayoritas tenaga perawat merupakan staf baru di ruang
tersebut. Hal ini diperlukan sehingga dari awal tenaga
perawat tersebut akan mendapat pembinaan tentang
kerangka kerja MPKP
 Bila terdapat ruang rawat, sebaiknya ruang rawat tersebut
terdiri dari 1 swasta dan 1 ruang rawat yang nantinya akan
dikembangkan sebagai pusat pelatihan bagi perawat dari
ruang rawat lain.
6) Penetapan Tenaga Keperawatan
Pada MPKP, jumlah tenaga keperawatan di suatu ruang rawat
ditetapkan dari klasifikasi klien berdasarkan derajat
ketergantungan. Untuk menetapkan jumlah tenaga keperawtan
di suatu ruangrawat didahului dengan menghitung jumlah klien
derdasarkan derajat ketergantungan dalam waktu tertentu,
minimal selama 7 hari berturut-turut.(Sitorus, 2006).
7) Penetapan Jenis Tenaga
Pada MPKP metode pemberian asuhan keperawatan yang
digunakan adalah metode modifikasi keperawatan primer.
Dengan demikian, dalam suatu ruang rawat terdapat beberapa
jenis tenaga, meliputi (Sitorus, 2006).:
 Kepala ruang rawat
 Clinical care manager
 Perawat primer
 Perawat asosiet
8) Pengembangan Standar rencana asuhan Keperawatan
Pengembangan standar renpra bertujuan untuk mengurangi
waktu perawat menulis, sehingga waktu yang tersedia lebih
banyak dilakukan untuk melakukan tindakan sesuai kebutuhan
51

klien.Adanya standar renpra menunjukan asuhan keperawtan


yang diberikan berdasarkan konsep dan teori keperwatan yang
kukuh, yang merupakan salah satu karakteristik pelayanan
professional. Format standar renpra yang digunakan biasanya
terdiri dari bagian-bagian tindakan keperawatan: diagnose
keperawatan dan data penunjang, tujuan, tindakan keperawatan
dan kolom keterangan. (Sitorus, 2006).
9) Penetapan Format Dokumentasi Keperawatan
Selain standar renpra, format dokumentasi keperawatan lain
yang diperlukan adalah (Sitorus, 2006) :
 Format pengkajian awal keperawatan
 Format implementasi tindakan keperawatan
 Format kardex
 Format catatan perkembangan
 Format daftar infuse termasuk instruksi atau pesanan
dokter
 Format laporan pergantian shif
 Resume perawatan
10) Identifikasi Fasilitas
Fasilitas minimal yang dibutuhkan pada suatu ruang MPKP
sama dengan fasilitas yang dibutuhkan pada suatu ruang rawat.
Adapun fasilitas tambahan yang di perlukan adalah (Sitorus,
2006) :
 Badge atau kartu nama tim
Badge atau kartu nama tim merupakan kartu identitas tim
yang berisi nama PP dan PA dalam tim tersebut. Kartu ini
digunakan pertama kali sat melakukan kontrak dengan
klien/keluarga.
 Papan MPKP
Papan MPKP berisi darfat nama-nama klien, PP, PA, dan
timnya serta dokter yang merawat klien.

11) Tahap Pelaksanaan


52

Pada tahap pelaksanaan MPKP dilakukan langkah-langkah


berikut ini (Sitorus, 2006) :
 Pelatihan tentang MPKP
Pelatihan MPKP diberikan kepada semua perawat yang
terlibat di ruang yang sudah ditentukan.
 Memberi bimbingan kepada perawat primer (PP) dalam
melakukan konferensi.
Konferensi merupakan pertemuan tim yang dilakukan
setiap hari. Konferensi dilakukan setelah melaukan operan
dinas, sore atau malam sesuai dengan jadwal dinas PP.
Konferensi sebaiknya dilakukan di tempat tersendiri
sehingga dapat mengurangi gangguan dari luar. (Sitorus,
2006).
 Memberi bimbingan kepada perawat primer (PP) dalam
melakukan ronde dengan porawat asosiet (PA)
Ronde keperawatan bersama dengan PA sebaiknya juga
dilakukan setiap hari.Ronde ini penting selain untuk
supervisi kegiatan PA, juga sarana bagi PP untuk
memperoleh tambahan data tentang kondisi klien.(Sitorus,
2006).
 Memberi bimbingan kepada PP dalam memanfaatkan
standar renpra.
Standar renpra merupakan acuan bagi tim dalam
melaksanakan asuhan keperawatan. Semua masalah dan
tindakan yang direncenakan mengacu pada standar
tersebut.(Sitorus, 2006).
 Memberi bimbingan kepada PP dalam membuat
kontrak/orientasi dengan klien/keluarga.
Kontrak antara perawat dan klien/keuarga merupakan
kesepakatan antara perawat dan klien/keluarganya dalam
pemberian asuhan keperawatan.Kontrak ini diperlukan
agar hubungan saling percaya antara perawat dan klien
53

dapat terbina.Kontrak diawali dengan pemberian


orientasibagi klien dan keluarganya.(Sitorus, 2006).
 Memberi bimbingan kepada PP dalam melakukan
presentasi kasus dalam tim.
PP secara teratur diharapkan dapat mempresentasikan
kasus-kasus klien yang dirawatnya.Melalui kasus ini PP
dan PA dapat lebih mempelajari kasus yang ditanganinya
secara mendalam.(Sitorus, 2006).
 Memberi bimbingan kepada Critical Care Manager (CCM)
dalam membimbing PP dan PA
Bimbingan CCM terhadap PP dan PA dalam melakukan
implementasi MPKP dilakukan melalui supervisi secara
berkala.Agar terdapat kesinambungan bimbingan,
diperlukan buku komunikasi CCM.Buku ini menjadi
sangat diperlukan karena CCM terdiri dari beberapa orang
yaitu anggota tim/panitia yang diatur gilirannya untuk
memberikan bimbingan kepada PP dan PA.Bila sudah ada
CCM tertentu untuk setiap ruangan, buku komunikasi
CCM tidak diperlukan lagi.(Sitorus, 2006).
 Memberi bimbingan kepada tim tentang dokumentasi
keperawatan.
Dokumentasi keperawatan menjadi bukti tanggung jawab
perawat kepada klien.Oleh karena itu, pengisisan
dokumentasi secara tepat menjadi penting.

12) Tahap Evaluasi


Evaluasi proses dapat dilakukan dengan menggunakan
instrumen evsluasi MPKP oleh CCM. Evaluasi prses dilakukan
oleh CCM dua kali dalam seminggu.Evaluasi ini bertujuan
untuk mengidentifikasi secara dini maslah-masalah yang
ditemukan dan dapat segera diberi umpan balik atau
bimbingan. Evluasi hasil (outcome) dapat dilakukan dengan
(Sitorus, 2006) :
54

a. Memberikan instrumen evaluasi kepuasan klien/keluarga


untuk setiap klien pulang.
b. Mengevaluasi kepatuhan perawat terhadap standar yang
dinilai berdasarkan dokumentasi.
c. Penilaian infeksi nosokomial (biasanya ditetapkan per
ruang rawat)
d. Penilaian rata-rata lama hari rawat

13) Tahap Lanjut


MPKP merupakan penataan struktur dan proses (sistem)
pemberian asuhan keperawatan. Agar implementasi MPKP
memberikan dampak yang lebih optimal, perlu disertai dengan
implementasi substansi keilmuan keperawatan.Pada ruang
MPKP diuji coba ilmu dan teknologi keperawatan karena sudah
ada sistem yang tepat untuk menerapkannya.(Sitorus, 2006).
a. MPKP pemula ditingkatkan menjadi MPKP tingkat I. Pada
tingkat ini, PP pemula diberi kesempatan meningkatkan
pendidikan sehingga mempunyai kemampuan sebagai
SKp/Ners. Setelah mendapatkan pendidikan tambahan
tersebut berperan sebagai PP (bukan PP pemula). (Sitorus,
2006).
b. MPKP tingkat I ditingkatkan menjadi MPKP tingkat II.
Pada MPKP tingkat I, PP adalah SKp/Ners. Agar PP dapat
memberikan asuhan keperawatan berdasarkan ilmu dan
teknologi mutakhir, diperlukan kemampuan seorang Ners
sepeialis yang akan berperan sebagai CCM. Oleh karena
itu, kemampuan perawat SKp/ Ners ditingkatkan menjadi
ners spesialis. (Sitorus, 2006).
c. MPKP tingkat II ditingkatkan menjadi MPKP tingkat III.
Pada tingkat ini perawat denga kemampuan sebagai ners
spesialis ditingkatkan menjadi doktor keperawatan.
Perawat diharapkan lebih banyak melakukan penelitian
keperawatan eksperimen yang dapat meningkatkan asuhan
55

keperwatan sekaligus mengembangkan ilmu keperawatan.


(Sitorus, 2006).
56

BAB 3
TINJAUAN LAHAN

3.1 Profil/Gambaran Umum Rumah Sakit


3.1.1 Sejarah Singkat

Rumah Sakit Islam Banjarmasin merupakan salah satu rumah sakit


swasta Tipe C di Kalimantan Selatan.RS Islam Banjarmasin terletak di
Jl. Letjend. S. Parman No. 88 Banjarmasin (70115) Banjarmasin.

Sejarah Singkat Rumah Sakit Islam Banjarmasin.

Musyawarah Wilayah Pimpinan Muhammadiyah Kalimantan Selatan


ke 25 yang diadakan di Negara Kabupaten Hulu Sungai Selatan yang
berlangsunng pada tanggal 15 – 17 April 1968 merupakan tonggak
sejarah Rumah Sakit Islam Banjarmasin ditancapkan guna
mengembangkan amal usaha persyarikatan

Berdasarkan akta notaries Bachtiar tanggal 01 Maret 1972 No.1/1972


telah dibentuk pengurus yayasan RSIB yang tanggal 19 Agustus 1972
diketahui Bapak H. Abdullah dengan SK Menkes No.
673/P.Kes/0/1972 diperoleh ijin kepegawai RSIB, yang mana dalam
perjalanannya pengurus yayasan tersebut dibubarkan oleh PWM
periode 2000 – 2005.

RSIB awalnya merupakan sebuah Rumah Sakit Bersalin yang bernama


“Rumah Sakit Siti Khadijah”. Nama ini digunakan pada tanggal 14
Agustus 1974 sampai 14 Agustus 1979 dan pada tanggal 15 Agustus
1979 dirubah menjadi RSIB hingga sekarang yang mendapat ijin tetap
Menkes RI No. 0917/Yan-Men/RSKS/1988 yang berlaku selama 5
tahun dan selalu diperpanjang.

Berdirinya RSIB memerlukan waktu 3 tahun, pada tahun 1972 telah


diresmikan berdirinya RSIB yang dipimpin oleh Direktur.
57

3.1.2 Falsafah, Motto, Visi, Misi, Dan Tujuan


3.1.2.1 Falsafah
Pelayanan kesehatan diselenggarakan berlandaskan etika,
proesionalisme, dan islami.
3.1.2.2 Motto
C : cepat dalam pelayanan
I : Islami dalam pengabdian
N : nyaman bagi pelanggan
T : tepat dalam tindakan
A : aman dan bermutu
3.1.2.3 Visi
Mewujudkan Rumah Sakit Islam Banjarmasin sebagai Rumah
Sakit yang profesional bermutu dan menjadi pilihan serta
kebanggan masyarakat.
3.1.2.4 Misi
Rumah Sakit Islam Banjarmasin didirikan untuk pelayanan
kesehatan, membantu pasien untuk memperoleh kesehatan dan
juga sebagai media dakwah islamiah.
3.1.2.5 Tujuan
Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat tanpa membedakan
suku, agama, ras, aliran, serta membentuk mental spritual yang
islami.

3.1.3 Kedudukan, Tugas Dan Fungsi


2.1.3.1 Direktur dibantu dengan dua orang Wakil Direktur yaitu Wakil
Direktur Administrasi Umum dan Keuangan dan Wakil Direktur
Medik.
Selama perjalanannya Rumah Sakit Islam Banjarmasin dalam
pengabdiannya jabatan Direktur beberapa kali mengalami
penggantian sebagai berikut :
1. dr. H. Abu Hanifah MPH Tahun 1974 - 1984
2. dr. H. Mochlan Aham DTMH Tahun 1984 - 1994
3. drg. H. Muhammad Asj’ari Tahun 1994 - 2001
58

4. dr. H. Abimanyu, Sp. PD, KGEH Tahun 2001 - 2003


5. dr. H. Hasan Zain, Sp. P Tahun 2004 - 2009
6. dr. H. Mohamad Isa, Sp. P Tahun 2009 - 2014
7. dr. Hj. Rafiqah Tahun 2014 – 2019
8. drg. Hj. Eva Ariyani Tahun 2020

3.1.4 Jenis-Jenis Pelayanan Kesehatan


3.1.4.1 Rawat Jalan
Poliklinik terdiri dari Poli Umum dan Spesialis sebagai berikut:
1. Umum
Pagi : 08.00 - 12.00 wita
Sore : 14.00 - 21.00 wita
2. Gigi
Pagi : 08.00 - 12.00 wita
Sore : 17.00 – selesai
3. Gizi
Pagi : 08.00 - 12.00 wita
Sore : 17.00 – selesai
4. Kebidanan & Kandungan
Pagi : 08.00 - 12.00 wita
Sore : 16.00 – selesai
5. Anak
Pagi : 08.30 - 09.30 wita
Sore : 17.00 – selesai
6. Spesialis lainnya
Sore : 17.00 - selesai
- Neurologi - Urologi - Bedah
- Paru - Orthopedi - Penyakit Dalam
- THT - Kulit & Kelamin

3.1.4.2 Rawat Inap


Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Islam Banjarmasin terdiri dari
beberapa klasifikasi/jenis yang disesuaikan dengan fasilitas
59

antara lain : Air Conditioner Split, TV 21, TV 14, Kulkas,


Kipas Angin, Tempat Tidur Penunggu Pasien, Kamar
Mandi/WC, Makan 3 kali Snack dan lain-lain.
Jumlah tempat tidur (TT) : 113 TT
Klasifikasi kamar pasien sebagai berikut :
1. Paviliun Super VIP : 2 TT
2. Ruang VIP A Al-Farabi : 9 TT
3. Paviliun VIP B : 3 TT
4. Ruang VIP B Al Farabi : 3 TT
5. Ruang Kelas IA Paviliun : 6 TT
6. Ruang Kelas IA Al-Farabi : 6 TT
7. AR-Razi VIP A : 2 TT
8. Ruang Kelas I A AR-Razi : 11 TT
9. Ruang Kelas II A AR-Razi : 2 TT
10. Ruang Kelas II B Ar-Razi : 6 TT
11. Al-Biruni Kelas I A : 3 TT
12. Al Biruni Kelas I B : 4 TT
13. Al-Biruni Kelas I : 1 TT
14. Al- Biruni Kelas II : 10 TT
15. Al-Biruni Kelas III A : 5 TT
16. Al-Biruni Keals III B : 4 TT
17. Al-Haitam IIC Anak : 6 TT
18. Al-Haitam IIIB Anak : 6 TT
19. ICU/ICCU : 8 TT
20. Kamar bayi : 15 TT

3.1.4.3 Jenis Pelayanan Spesialis yang Ada


1. Dokter Spesialis Bedah
2. Dokter Spesialis Penyakit Dalam
3. Dokter Spesialis Anak
4. Dokter Spesialis Obgyn (Kebidanan dan Kandungan)
5. Dokter Spesialis Radiologi
6. Dokter Spesialis Anasthesi
60

7. Dokter Spesialis Patologi Klinik


8. Dokter Spesialis Jiwa
9. Dokter Spesialis Mata
10. Dokter Spesialis THT (Telinga, Hidung & Tenggorokan)
11. Dokter Spesialis Kulit & Kelamin
12. Dokter Spesialis Kardiologi
13. Dokter Spesialis Paru
14. Dokter Spesialis Saraf
15. Dokter Spesialis Bedah Saraf
16. Dokter Spesialis Bedah Orthopedi
17. Dokter Spesialis Urologi
18. Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik
19. Dokter Spesialis Patologi Anatomi

3.2 Input

3.2.1 Data Umum Ruangan


3.2.1.1 Karakteristik Unit
a. Visi Ruangan Perawatan Al Biruni
Menjadikan ruang Albiruni sebagai ruangan perawat yang
aman dan nyaman berlandasan pada pemberian asuhan
keperawatan yang kholistik (Bio, Psioko, Sosio, Spiritual,
dan Kultural).
b. Misi Ruangan Perawatan Al Biruni
a) Meningkatkan kebersihkan dan kerapiaan ruangan
b) Melindungi klien, pengujung dan tenaga medis dari
resiko infeksi nosokomial (INOS), serta mencegah
terjadinya penyakit/komplikasi lebih lanjut kepada
pasien dan keluarga,
c) Memberikan asuhan keperawatan yang optimal dari
tahap preinteraksi, terminasi, dan komunikasi serta
meningkatkan komunikasi teraputik.
61

d) Berubah memberikan kenyamanan dan kepuasan


pelayanan kepada pasein dan keluarga.
3.2.1.2 Sifat Kekaryaan Ruang
a. Fokus Telaah
Dalam bidang pelayanan fokus telaah ruang Al-Biruni
tidak memfokuskan pada kasus penyakit, dikarenakan
ruang Al-Biruni menangani seluruh jenis keluhan
penyakit secara umum.
b. Lingkup Garapan
Dalam bidang pelayanan lingkup garapan ruang
keperawatan Al-Biruni adalah pemenuhan kebutuhan
dasar manusia. Berdasarkan fokus telaah, maka lingkup
garapan ruang Al-Biruni adalah memberikan pelayanan
secara terpadu dari berbagai multi disisplin ilmu secara
aman, berkualitas dan berkesinambungan dengan segala
aktivitas untuk mengatasi gangguan/hambatan
pemenuhan kebutuhan dasar manusia dan meningkatkan
kualitas hidup yang terjadi akibat masalah/gangguan
fisiologis pada satu atau berbagai sistem tubuh yang
dialami pasien. Secara umum lingkup garapan ruang
rawat inapAl-Birunimeliputi penyakit dalam, bedah,
gawat, anak dan kebidanan.
c. Basis Intervensi
Basis intervensi ruang rawat Al-Biruni merupakan salah
satu bagian dari pelayanan umum bagi pasien dengan
berbagai macam penyakit seperti: Kandungan, TB Paru,
DM, HT, CHF, Demam Tipoid, GEA, Dispepsia, CKD,
anemia dan lain-lain. Sehingga memerlukan penanganan
yang baik dan benar.Agar kualitas hidup pasien
meningkat.
62

3.2.2 Tenaga dan Pasien (M1-Man)


3.2.2.1 Manusia (Man)
Tenaga perawat di Ruang Al-Biruni berjumlah 20 orang, sudah
termasuk Kepala Ruangan, Katim, dan Perawat pelaksana.
Jumlah perawat yang berada di Ruang Al-Biruni berdasarkan
tingkat pendidikan, jenis tenaga dan jenjang karir, sebagai berikut :
Tabel 3.1 Penghitungan Jenis dan Tingkat Pendidikan
No Jenis Tenaga PT PK Juml %
ah
1. Keperawatan
a. Perawatan Profesional (Ners) 6 10 16 80 %
b. Perawat Profesional (S.Kep) 1 1 5%
c. Perawat Mahir (DIII-SKM)
d. Perawat Mahir (DIII) 3 3 15 %
e. Perawat Kesehatan (SPK-
SKM)
f. Perawat Kesehatan (SPK)
h. Perawat Gigi
Total 10 10 20 100 %

Tabel 3.2 Perhitungan Tenaga Berdasarkan Jenjang Karir


No Jenis Tenaga Jumlah %
1 Pra PK 3 15%
2 Perawat Klinis I 9 45%
3 Perawat Klinis II 7 35%
4 Perawat Klinis III 1 5%
5 Perawat Klinis IV
Total 20 100%

Berdasarkan tingkat pendidikan, didapatkan ketenagaan pada


ruang Al Biruni, terdiri dari 80 % Ners, 5 % Sarjana Keperawatan
dan 15 % D-3 Keperawatan.

Komposisi pendidikan perawat pada ruang Al-Biruni, bisa dikatakan


63

sangat memadai, karena 80 % adalah tenaga professional dengan


pendidikan Ners.

Tabel 3.2 Penghitungan Tenaga berdasarkan Pelatihan yang Pernah di


ikuti
No Nama Pelatihan Tahun Jumlah Persentase
1 BHD 2016-2018 10 50 %
2 Patient Safety 2017 11 55 %
3 Komunikasi Efektif 2017 9 45 %
4 PPI 2017 7 35 %
5 K-3 2017 9 45 %
6 BTCLS 2018 12 60 %
7 Jenjang Karir, 2017 3 15 %
Kredensial
Keperawatan dan
Dokumentasi Asuhan
Keperawatan
8 Keperawatan Intensif 2018 1 5%
Dasar
9 Manajemen Bangsal 2017 2 10 %
10 Program Microsoft 2017 1 5%
Office

Berdasarkan tabel pelatihan diatas, dapat disimpulkan bahwa pelatihan


dasar yang harus dimiliki tenaga perawat di ruang Al-Biruni masih
belum merata, karena hanya 50 % perawat yang sudah mengikuti
pelatihan BHD, 60 % sudah mengikuti pelatihan BTCLS, 55 % sudah
mengikuti pelatihan Patien Safety, 45 % sudah memiliki sertifikat
pelatihan Komunikasi Efektif dan K3, serta baru 35 % perawat yang
bersertifikat pelatihan PPI. Hal ini tentunya dapat menjadi pertimbangan
bagi komite keperawatan dalam perencanaan pengembangan pelatihan
tenaga keperawatan.

Tabel 3.3 Perhitungan Tenaga Keperawatan


64

Menurut Depkes Tahun 2005


Rata-rata jam perawatan/
No Jenis/ kategori
pasien/ hari
1 Pasien penyakit dalam 3.5
2 Pasien bedah 4
3 Pasien gawat 10
4 Pasien anak 4.5
5 Pasien kebidanan 2.5

Pasien yang dirawat di ruang Al-Biruni pada tiga bulan


terakhir dari bulan Oktober-Desember 2019 sebanyak
612 pasien dengan rincian:
256
` Pasien PD : 612 x 100% = 42% x 28 = 11,76 x 3,5 = 41
64
Pasien Bedah : 612 x 100% = 10% x 28 = 2,8 x 4=11,2
60
Pasien Gawat : 612 x 100% = 10% x 28 = 2,8 x 10 = 28
11
Pasien Anak : 612 x 100% = 2% x 28 = 0,56 x 4,5 = 2,5
221
Pasien Kebidanan : 612 x 100% = 36% x 28 = 10 x 2,5 = 25

Total berdasarkan jenis penyakit adalah 107,7

Jadi jumlah tenaga keperawatan yang di perlukan adalah:


107,7
=16 perawat
6,7

78 ℎ𝑎𝑟𝑖
Loss day x 16 = 4 perawat
286

16+4
Koreksi 25% = x 25 = 6 perawat
100

Jadi total kebutuhan tenaga di ruang Al-biruni pada tiga


bulan terakhir mulai bulan Oktober-Desember 2019
adalah 16 + 6 = 22 orang perawat.

Tabel 3.4 Perhitungan Tenaga Keperawatan Menurut


65

Depkes Tahun 2005 sesuai BOR (Bed Occupancy Ratio) Ruang


Al Biruni
Rata-rata jam perawatan/
No Jenis/ kategori
pasien/ hari
1 Pasien penyakit dalam 3.5
2 Pasien bedah 4
3 Pasien gawat 10
4 Pasien anak 4.5
5 Pasien kebidanan 2.5

Pasien yang dirawat di ruang Al-Biruni pada tiga bulan


terakhir mulai bulan Oktober-Desember 2019 sebanyak
612 pasien dengan rincian:
256
Pasien PD : 612 x 100% = 41% x 20 = 8,2 x 3,5 = 29
64
Pasien Bedah : 612 x 100% = 11% x 20 = 2,2 x 4 = 9
60
Pasien Gawat : 612 x 100% = 13% x 20 = 2,6 x 10 = 36
11
Pasien Anak : 612 x 100% = 1% x 20 = 0,2 x 4,5 = 1
221
Pasien Kebidanan : 612 x 100% = 33 % x 20 = 6,6 x 2,5 = 16,5

Total berdasarkan jenis penyakit adalah 114

Jadi jumlah tenaga keperawatan yang di perlukan adalah:


91,5
= 13,6 = 14 perawat
6,7

78 ℎ𝑎𝑟𝑖
Loss day x 14 = 3,8 = 4 perawat
286

14+4
Koreksi 25% = x 25 = 4,5 = 5 perawat
100

Jadi total kebutuhan tenaga di ruang Al-biruni pada tiga


bulan terakhir mulai bulan Oktober-Desember 2019
adalah 14+ 5 = 19 orang perawat.

Berdasarkan hasil observasi dengan perhitungan tenaga perawat yang


66

ada di ruang Al Biruni berjumlah 20 perawat, sedangkan dari


perhitungan menurut Depkes sesuai BOR pada tiga bulan terakhir yaitu
19 perawat. Jadi kebutuhan tenaga di ruang Al Biruni sesuai. Akan
tetapi apabila pasien full bad tenaga perawat yang ada di ruang Al
Biruni masih kekurangan tenaga perawat.

Mahasiswa Praktek
Mahasiswa Program Profesi Ners Stase Manajamen Universitas
Muhammadiyah Banjarmasin periode praktek 30 Desember 2019 s/d 25
Januari 2020.

Pasien
Berdasarkan data yang didapat dari hasil pengkajian diruang Al-Biruni
pada bulan Oktober – Desember 2019, yaitu berjumlah orang dengan
klasifikasi sebagai berikut :
Tabel 3.6 Daftar 10 penyakit terbanyak diruang Al-Biruni
No Penyakit Jumlah Presentasi
1. Kandungan/kebidanan 183 46,1 %
2. TB Paru 36 9%
3. Diabetes Melitus 30 7,5 %
4. Hipertensi 27 6,8 %
5. CHF/HF 25 6,4 %
6. Demam Tipoid 24 6,1 %
7. GEA 23 5,7 %
8. Dispepsia 20 5,1 %
9. CKD 16 4%
10. Anemia 13 3,3 %
Jumlah 397 100 %

Sumber:Laporan Bulanan Ruang Al-Biruni Rumah Sakit Islam Banjarmasin

Berdasarkan tabel jumlah penyakit diatas, dapat disimpulkan bahwa


jumlah pasien dari bulan kebulan selalu mengalami peningkatan, terutama
yang paling signifikan adalah pasien pemyakit kandungan dan kebidanan.

3.2.3 Bangunan, Sarana dan Prasarana (M2 – Material)


67

3.2.3.1 Peralatan, sarana dan prasarana yang ada di Ruangan Al-Biruni


RSI Banjarmasin, dapat tergambar dalam tabel-tabel berikut :
Tabel 3.7 Alat-alat kesehatan yang tersedia diruang
Al-Biruni Rumah Sakit Islam Banjarmasin
Keadaan Barang Ket
N Jumlah
Jenis/ Nama Barang Baik Kurang Rusak
o Barang
Baik Berat
1 Ambubag 1 √
2 Bak instrument besar 1 √
3 Bak instrument kecil 3 √
4 Charger tensi digital 1 √
5 Kom besar 3 √
6 Kom kecil 1 √
7 Gunting angkat jahitan 3 √
8 Gunting Jaringan besar 1 √
9 Gunting jaringan kecil 1 √
10 Gunting jaringan
2 √
bengkok
11 Gunting perban / kasa 2 √
12 Klem anatomis 2 √
13 Klem cirugis 1 √
14 Klem bengkok (kecil) 1 √
15 Meja dressing 1 √
16 Meja troly 2 √
17 Nebulizer 1 √
18 Pinset Anatomis 1 √
19 Pinset cirugis 1 √
20 Stetoscop 4 √
21 Suction 1 √
22 Tempat kapas alcohol 2 √
23 Tensimeter air raksa 1 √
24 Tensimeter digital 2 √
25 Tensimeter lapangan 1 √
26 Termometer 2 √
27 Tromol besar 1 √
28 Tromol kecil 1 √
29 Tong spatel 1 √
30 WWZ segi empat 2 √
31 WWZ Oval 1 √
32 Pispot 24 √
33 Sputum pot 2 √
68

34 Urinal 3 √
35 EKG 1 √

Tabel 3.8 Bahan habis pakai di ruang Al-Biruni


No Nama Barang
1 Handsrub
2 Handwash
3 Kasa gulung
4 Cairan alcohol
5 Kapas alcohol
6 Plester (kuning)
7 Hipapix
8 Spuit dan needle
9 Handscoon
10 Masker
11 Betadine
12 Cairan antiseptic
13 Infus set
14 Masker O2

Tabel 3.9 Daftar alat non kesehatan di Ruang Al-Biruni Rumah Sakit
Islam Banjarmasin
Jumlah Keadaan Barang
Jenis Barang/ Barang
No Kurang Rusak K
Nama Barang Register Baik Baik Berat e
t
1 Lampu baca 1 1 0 0
rontgen
2 Kursi roda 2 2 0 0
3 Kipas Angin 4 3 0 0
4 Kursi Kayu 3 3 0 0
5 Kursi plastic 19 19 0 0
6 Kulkas kecil 1 1 0 0
7 Meja 2 2 0 0

Berdasarkan data daftar barang kesehatan maupun barang non kesehatan di


Ruang Al Biruni di atas menunjukan bahwa material atau fasilitas yang
69

berada di ruangan Al-Biruni sudah cukup baik tetapi ada beberapa barang
yang tidak bisa digunakan.

Berdasarkan hasil observasi ada beberapa handscrub di tiap kamar pasien


yang terisi dan tidak terisi, serta tidak ada penanggalan tanggal kadaluarsa
setiap kali pengisian ulang.

Denah Ruangan :
70

Keterangan:
Kamar 702,703,705 : Kelas I
Kamar 704 : Ruang Bangsal Kebidanan
Kamar 706,707,708,709 : Kelas II
Kamar 710 : Ruang Bangsal Perempuan
Kamar 711 : Ruang Bangsal Laki-laki
Kamar 712 dan 713 : Ruang Isolasi
Kamar 714,715,716,717 : Kelas I
71

6) Adminitrasi Penunjang
Berdasarkan hasil observasi pada tanggal 30 Desember 2019, diketahui
bahwa sarana dan prasarana di Daftar Alat Rumah Tangga Ruang Al
biruni sudah cukup baik. Fasilitas penunjang seperti kamar mandi/WC
kondisinya cukup baik namun tidak terdapat pegangan untuk pasien.
Setiap pagi ruangan dibersikan oleh petugas CS dan kondisi ruangan
cukup tenang. Kondisi administrasi penunjang cukup baik, terdiri atas : 2
buku laporan harian, 1 buku tanda-tanda vital, 1 buku visit dokter, 1 buku
konsul, 1 buku injeksi dan obat oral, dan lain-lain.

3.2.3.2 Pembiayaan (Money)


Hasil wawancara dengan Kepala Ruangan Rumah Sakit Islam Banjarmasin
merupakan rumah sakit swasta yang sumber danaya berasal dari swadaya
masyarakat atau pasien yang berobat, pembayaran dari BPJS dan dari
Yayasan Muhammadiyah.

Proses pengajuan anggaran dan barang dengan cara Kepala Ruangan


mengajukan surat izin anggaran kepada Kepala Bidang Keperawatan,
kemudian Kepala Bidang Keperawatan mengeluarkan surat untuk
pemenuhan permintaan dan diserahkan kebagian rumah tangga.

3.2.3.3 Metode Pemberian Asuhan (Methode)


a. Model asuhan keperawatan
Model asuhan keperawatan yang digunakan di Ruang Al Biruni adalah
Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Tim Primer. Model
Asuhan Keperawatan Profesional adalah sebagai suatu sistem (struktur,
proses dan nilai- nilai) yang memungkinkan perawat profesional
mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan untuk
menopang pemberian asuhan tersebut (Nursalam 2015). Metode yang
digunakan adalah metode Tim Primer. Model ini merupakan
pengembangan dari primary nursing yang digunakan dalam keperawatan
dengan melibatkan tenaga professional dan non professional. Tenaga
profesional dan non profesional bekerjasama dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada beberapa pasien dengan arahan kepemimpinan
perawat profesional.
72

Perawat ruangan dibagi menjadi 2 tim. Masing-masing Tim terdiri dari 1


Ketua Tim dan 8 perawat pelaksana.Tim 2 terdiri 1 ketua tim dan 9
perawat pelaksana. Kedua kepala Tim dikepala oleh Kepala Ruangan.

Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan beberapa pasien sesuai


dengan beban kasus, sejak pasien masuk, pulang dan setelah pulang
serta asuhan lanjutan kembali ke rumah sakit. Agar model ini efektif
maka Kepala Ruangan secara seksama menyusun tenaga profesional dan
non profesional serta bertanggung jawab supaya kedua tenaga tersebut
saling mengisi dalam kemampuan, kepribadian, terutama
kepemimpinan. Dalam menerapkan model ini, 2-3 tenaga keperawatan
bisa bekerjasama dalam tim, serta diberi tanggung jawab penuh untuk
mengelola 8-12 kasus. Seperti pada model primer, tugas tim
keperawatan ini harus tersedia juga selama tugas gilir (shift) sore-malam
dan pada hari-hari libur, namun tanggung jawab terbesar dipegang oleh
perawat profesional. Perawat profesional bertanggung jawab untuk
membimbing dan mendidik perawat non profesional dalam memberikan
asuhan keperawatan. Konsekuensinya peran perawat profesional dalam
model modular ini lebih sulit dibandingkan dengan perawat primer.

b. Penerapan Standar Asuhan Keperawatan


1) Pengkajian
Berdasarkan hasil instrument studi dokumentasi penerapan standar
asuhan keperawatan pada bagian pengkajian didapatkan bahwa
sebesar 90 % dokumentasi pengkajian dinyatakan baik.
2) Diagnosa
Berdasarkan hasil instrument studi dokumentasi penerapan standar
asuhan keperawatan pada bagian diagnosa keperawatan didapatkan
sebesar 75 % dokumentasi keperawatan dinyatakan kurang baik.
3) Perencanaan
Berdasarkan hasil instrument studi dokumentasi penerapan standar
asuhan keperawatan pada bagian perencanaan keperawatan
didapatkan sebesar 53,3 % dokumentasi keperawatan dinyatakan
kurang baik.
73

4) Tindakan
Berdasarkan hasil instrument studi dokumentasi penerapan standar
asuhan keperawatan pada bagian tindakan keperawatan didapatkan
sebesar 60 % dokumentasi keperawatan dinyatakan kurang baik.
5) Evaluasi
Berdasarkan hasil instrument studi dokumentasi penerapan standar
asuhan keperawatan pada bagian diagnosa keperawatan didapatkan
sebesar 85 % dokumentasi keperawatan dinyatakan baik.
6) Dokumentasi
Berdasarkan hasil instrument studi dokumentasi penerapan standar
asuhan keperawatan pada bagian dokumentasi keperawatan
didapatkan sebesar 86 % dokumentasi keperawatan dinyatakan baik.

Jadi berdasarkan data yang didapat dari hasil pengkajian studi


dokumentasi penerapan standar asuhan keperawatan di ruang Al
Biruni Rumah Sakit Islam Banjarmasin, dapat dikatakan masih
belum optimal dengan beberapa masalah, yaitu :
a) Beberapa diagnosa keperawatan yang tidak berubah dari pasien
masuk sampai keluar
b) Ada beberapa tujuan keperawatan yang ingin dicapai tidak
dicantumkan
c) Ada beberapa respons klien terhadap tindakan tidak di observasi
d) Ada beberapa format hanya sampai SOAPI, tanpa ER
e) Ada beberapa evaluasi hanya menyebutkan Tanda-tanda Vital
f) Sebagian dinas Sore dan Dinas Malam tidak menuliskan
pengkajian secaara lengkap, hanya implementasi saja.
g) Mulai maksimalnya pelaksanaan discharge planning.

3.2.3.4 Mutu/Pemasaran (Marketing)


Berdasarkan data yang di dapat dari Bagian Promosi Kesehatan dan bagian
pemasaran Rumah Sakit Islam Banjarmasin didapatkan bahwa Yayasan
Muhammadiyah sering mengadakan acara bakti sosial seperti sunatan massal
yang mana dari itu rumah sakit dapat melakukan promosi untuk
mengenalkan rumah sakit dan fasilitas yang tersedia. Rumah Sakit Islam
Banjarmasin juga telah melakukan kerja sama dengan BPJS melalui promosi
74

media sosial. Rumah Sakit Islam Banjarmasin juga melakukan kerja sama
dengan Dokter Praktik, dimana pasien yang berobat di dokter praktik apabila
disarankan untuk rawat inap langsung di rujuk ke Rumah Sakit Islam
Banjarmasin. Ruangan Al biruni adalah ruangan yang memiliki ruangan dan
bed yang banyak terdapat ruangan kelas 1,2 dan 3 sehingga dapat
menampung pasien yang banyak dengan kasus penyakit yang banyak juga.

3.3 Proses
3.3.1 Fungsi Perencanaan
a) Visi, Misi & Tujuan Ruang Perawatan
1) Visi Ruangan Perawatan
Menjadikan ruang Al biruni sebagai ruangan perawat yang aman dan
nyaman berlandasan pada pemberian asuhan keperawatan yang
kholistik (Bio, Psioko, Sosio, Spiritual, dan Kultural).
2) Misi
a. Meningkatkan kebersihkan dan kerapiaan ruangan
b. Melindungi klien, pengujung dan tenaga medis dari resiko infeksi
nosokomial (INOS), serta mencegah terjadinya
penyakit/komplikasi lebih lanjut kepada pasien dan keluarga,
c. Memberikan asuhan keperawatan yang optimal dari tahap
preinteraksi, terminasi, dan komunikasi serta meningkatkan
komunikasi teraputik.
d. Berubah memberikan kenyamanan dan kepuasan pelayanan kepada
pasein dan keluarga.

3.3.2 Fungsi Ruang Perawatan


1) Visi, Misi Perawatan
Dari hasil wawancara dengan kepala ruangan Al-biruni, didapatkan
informasi bahwa cara pembuatan visi, misi dan tujuan perawatan
melalui rapat dan usulan-usulan yang diajukan oleh perawat yang
kemudian disepakati bersama.

Berdasarkan hasil observasi didapatkan bahwa visi dan misi


perawatan sudah terpampang dengan tulisan yang jelas di dinding di
ners station
75

Berdasarkan hasil kuesioner yang dibagikan kepada 9 orang perawat


yang bekerja di ruang Al Biruni ada 7 77,8 % yang slelau
melaksanakan tugas sesuai dengan visi dan misi

2) SOP dan SAK


Berdasarkan wawancara terkait SOP yang ada yaitu mengikuti SOP
yang ada dirumah sakit, sedangkan SAK yang dimiliki rumah sakit
terbanyak yaitu 10 SAK. Penanggung jawab menyusun dan merevisi
SOP dan SAK ialah Komite Keperawatan RS Islam Banjarmasin.

Hasil observasi ruangan Al Biruni sudah ada memiliki SOP dan SAK
dan sudah lengkap sesuai dengan yang ada dirumah sakit. Ruang Al
Biruni sudah memiliki SOP yang mengacu pada SOP Rumah Sakit
Islam berjumlah 195 buah dan SAK berjumlah 10 buah sesuai dengan
10 penyakit terbanyak. Persepsi perawat pelaksana tentang SOP dan
SAK sudah cukup baik.

Kemudian hasil observasi langsung terhadap perawat yang melakukan


beberapa tindakan didapatkan pada pemasangan infus vena hal yang
terkadang terlewatkan oleh perawat adalah point 12 di SOP, yaitu
perawat tidak patuh menggunakan sarung tangan. Pada pengambilan
darah vena hal yang sering terlupakan yaitu pada point 3 di SOP, yaitu
tidak meletakkan perlak kecil dibawah lengan/daerah yang akan
dilakukan punksi. Pada tindakan pemberian obat, rata-rata perawat
patuh dan melakukan tindakan sesuai SOP.

Pada hasil Kuisioner didapatkan persepsi perawat pelaksana tentang


SOP dan SAK yang dimiliki ruangan: seluruh perawat berpendapat
bahwa SOP dan SAK yang dimiliki sudah sesuai dengan standar
rumah sakit dan mudah diakukan karena sudah ada panduan terkait
SOP dan SAK.

Berdasarkan hasil kuesioner yang dibagikan kepada 9 orang perawat


yang melaksanakan Asuhan keperawatan sesuai SAK Selalu 5 orang
(55,6 %), Sering 4 orang (44,4 %).
76

Berdasarkan hasil kuesioner yang dibagikan kepada 9 orang perawat


yang melaksanakan Asuhan keperawatan sesuai SOP Selalu 4 orang
(44,4 %), Sering 5 orang (55,6 %).

3.3.3 Standar Kinerja


Standar kinerja perawat diruangan sesuai dengan ketetapan yang telah
diserah kepada kepala ruangan dan dibuat oleh sebagai standar kinerja di
Rumah Sakit Islam Banjarmasin. Seluruh perawat wajib mematuhi dan
mengikuti standar kinerja yang ada diruangan.

Menurut wawancara pada tanggal 31 Desember 2019 kepada Kepala


Ruangan diruang tidak memiliki kebijakan toleransi untuk kehadiran apabila
ada kejadian yang tidak di inginkan. Karena absensi kehadiran melalui finger
dan face print sehingga pihak rumah sakit yang memberikan sanksi oleh
komisi disiplin, dan yang disiplin diberikan reward oleh pihak rumah sakit.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan dari tanggal 1 Januari 2020


diruangan tidak mempunyai kebijakan khusus untuk perawat yang tidak
disiplin. Namun hanya peraturan yang sudah di tetapkan oleh rumah sakit,
misalnya seperti pengaturan jam kerja, pengaturan penggunaan pakaian
dinas harian, namun belum adanya sanksi keterlambatan jam dinas.

Berdasarkan hasil kuesioner yang dibagikan kepada 9 orang perawat


didapatkan bahwa yang menjawab konsistensi dalam bekerja dengan
mengikuti standar kinerja adalah Selalu 5 orang (55,6 %), Sering 3 orang
(33,3 %), kadang-kadang 1 orang (11,1%).

3.3.4 Fungsi Pengorganisasian (Organizing)


1) Struktur Organisasi
Struktur Organisasi Ruang Al Biruni
DIREKTUR
drg. Hj. Eva Ariyani

WAKIL DIREKTUR MEDIK


dr. H. Meldy Muzada Elfa, Sp.PD

KEPALA BIDANG KEPERAWATAN


Hj. Eka Damayanti, S.Kep., Ns
77

KEPALA RUANGAN AL BIRUNI


Siti Norhasanah., S.Kep

KATIM I (SATU) KATIM II (DUA)


Fara Nor Huda, AMK Hj. Fauziah Rezqi, S.Kep., Ns

PERAWAT PELAKSANA PERAWAT PELAKSANA


1. Norliani, AMK
1. Adilah, AMK 2. Dewinta Nurul Fahma, S. Kep., Ners
2. Khairunnisa, S.Kep., Ns 3. Mas’adah, S.Kep., Ns
3. Nurhikmah, S.Kep., Ns 4. Sari Purwati, S.Kep., Ns
4. Gusti Zikri Rosyadi, S.Kep., Ns 5. Marwanti, S.Kep., Ns
5. Randi Anggara, S.Kep., Ns 6. Ulya Islamiah, S.Kep., Ns
6. Ayatunnisa, S.Kep., Ns 7. Anugrah Forcy Syabana, S.Kep., Ns
7. Lia Puspita, S.Kep., Ns 8. Karina Handayani, S.Kep., Ns
8. Citra Irawan, S.Kep., Ns 9. M. Syariful Fadhli, S.Kep., Ns

PEKARYA

Gambar. 3.2 Struktur Organisasi Ruang Al Biruni

Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala ruangan, didapatkan bahwa


sudah terdapat struktur organisasi yang di buat meliputi, Kepala Ruangan,
Supervisor, Ka Tim, perawat pelaksana, dan pekarya.

Dari hasil observasi didapatkan kalau struktur organisasi diruang Al Biruni


sudah terpampang dalam bentuk tulisan di ners station tetapi belum
diperbarui.

Berdasarkan hasil kuesioner yang dibagikan tentang struktur organisasi


kepada 9 orang perawat bahwa selalu 4 (44,4 %) memahami struktur
organisasi dan sering 5 (55,6 %) sering memahami struktur organisasi.

2) Pembagian Tugas
Uraian Tugas Kepala Ruang Pelayanan Rawat Inap
a. Menunjuk ketua tim yang bertugas di ruangan
b. Mengikuti serah terima pasien dari shift sebelumnya
c. Merencanakan metode penugasan dan penjadwalan staf
78

d. Merencanakan strategi pelaksanaan asuhan keperawatan


e. Merencanakan kebutuhan logistik dan fasilitas ruangan
f. Mengatur dan mengendalikan situasi ruangan
g. Mendelegasikan tugas kepada ketua tim
h. Memberikan pengarahan tentang penugasan kepada ketua tim
i. Menginformasikan hal-hal baru yang dianggap penting dan
berhubungan dengan asuhan keperawatan pasien
j. Memberikan motivasi kepada staf dalam meningkatkan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap
k. Melakukan supervisi langsung di ruangan melalui pengamatan terhadap
pelaksanaan asuhan keperawatan
l. Melakukan supervisi tidak langsung dengan cara mengecek, membaca,
dan memeriksa rencana keperawatan yang dibuat selama proses
keperawatan dilaksanakan
m. Memberikan saran dan membantu memecahkan masalah yang terjadi di
ruangan
n. Membimbing bawahan dalam melaksanakan tugasnya
o. Melibatkan bawahan apabila ada kegiatan yang menyangkut ruangan
p. Memberikan teguran kepada bawahan yang membuat kesalahan
q. Mengevaluasi kerja ketua tim dan anggota tim dalam melaksanakan
asuhan keperawatan di ruangan
r. Menetapkan upaya tindak lanjut di ruangan
s. Memberikan umpan balik kepada ketua tim dan anggota tim
t. Melakukan pelaporan dan pendokumentasian kegitaan di ruangan

Uraian Tugas Ketua Tim


a. Membuat perencanaan tugas dan kewenangan yang didelegasikan oleh
kepala ruangan
b. Menyelengarakan konfrensi antar anggota tim
c. Mengikuti serah terima pasien dari shift sebelumnya
d. Menyusun rencana asuhan keperawatan
e. Bersama kepala ruangan melakukan pembagian tugas untuk anggota tim
f. Menyiapkan keperluan untuk pelaksanaan asuhan keperawatan
g. Mendelegasikan tugas pelaksanaan proses keperawatan kepada anggota
tim
79

h. Melakukan pelaporan dan pendokumentasian asuhan keperawatan


i. Mengawasi/melihat pelaksanaan asuhan keperawatan yang dibuat oleh
anggota tim serta menerima/mendengar laporan secara lisan dari
anggota tim tentang tugas yang dilakukan
j. Memperbaiki, mengatasi kelemahan/kendala yang dihadapi anggota tim
k. Mengevaluasi kinerja anggota tim

Uraian Tugas Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat


a. Mengadakan serah terima tugas bersama kepala ruangan dan ketua tim
b. Menerima pembagian tugas dari ketua tim
c. Menyiapkan keperluan untuk pelaksanaan asuhan keperawatan
d. Menerima pasien baru
e. Melakukan pelaporan dan pendokumentasian
f. Melaksanakan tugas yang diberikan oleh ketua tim
g. Melakukan koordinasi pekerjaan dengan tim kesehatan lain
h. Menyesuaikan waktu istirahat dengan anggota tim yang lain
i. Melaksanakan asuhan keperawatan

Dari hasil wawancara dengan kepala ruangan, di ketahui bahwa pembagian


tugas ruangan berdasarkan dengan jenjang karir dan uraian tugas yang dibuat
oleh Rumah Sakit dan ruangan secara tertulis.

Dari hasil observasi didapatkan pembagian tugas di ruang Al Biruni sesuai


dengan status dan jabatan yang dimiliki perawat dan sudah terdokumentasi
dengan baik dalam uraian tugas.

Berdasarkan hasil kuesioner yang dibagikan kepada 9 orang perawat tentang


pembagian tugas, Selalu 5 orang perawat (55,6 %), Sering 4 orang (44,4 %).

3) Pengaturan pengorganisasian pasien


Pengaturan daftar pasien di Ruang Al Biruni mengikuti ketentuan yang diatur
oleh Rumah Sakit Islam Banjarmasin, yaitu pasien gawat atau pasien rujukan
dan poliklinik akan masuk melalui IGD dan dilakukan pengkajian di IGD,
bagi pasien yang rawat inap, akan dilanjutkan untuk mendaftar di Tempat
80

Pendaftaran pasien dan selanjutnya akan dikirim ke ruang rawat inap,


sedangkan bagi pasien yang bisa rawat jalan akan diperbolehkan pulang.

Skema Alur Pasien Masuk

Mendaftar
Direkam medik

POLI KLINIK IGD

Ke Ruangan
Rawat Jalan Rawat Inap

Pulang

Skema 3.3 Pengaturan Pendaftaran Pasien di Rumah Sakit Islam Banjarmasin

Berdasarkan wawancara dengan kepala ruangan Al-Biruni, pengorganisasian


diruangan berpedoman pada asuhan keperawatan dengan menggunakan metode
asuhan keperawatan professional (MAKP), dimana perawat dibagi menjadi 2
tim. Masing-masing tim dipimpin oleh seorang ketua tim dan melayani pasien
sesuai yang sudah ditentukan, yaitu tim 1, memberikan perawatan pada pasien
kamar 702,703,704,705, 706, 714, 715, 716 dan 717 (sayap kiri) dan tim 2
memberikan perawatan pada pasien kamar, 707, 708, 709, 710, 711, 712 dan
713 (sayap kanan).

Berdasarkan hasil observasi pada tanggal 31 Desember 2019 bahwa pengaturan


pengorganisasian pasien dibagi kepada 2 tim yang masing masing tim
bertanggung jawab atas pasien kelolaannya.

Dari hasil kuisioner 9 perawat tentang pengorganisasian pasien didapatkan


bahwa jumlah tenaga keperawatan yang ada di ruangan telah sesuai dengan
beban kerja selalu 5 (55,6 %), sering 1 (11,1 %), kadang 2 (22,2 %), jarang, 1
(11,1 %).
81

4) Fungsi Pengaturan (Staffing)


a) Orientasi Staf perawat baru
Wawancara: Perawat staf baru disini harus orientasi ruangan, dan kami
memiliki SOP yang digunakan untuk Orientasi staf perawat yang baru.
Observasi: ada SOP Orientasi staf perawat baru
Pada hasil kuesioner, diruangan ini dilaksanakan orientasi staf pada
setiap perawat baru selalu 8 (88,9 %) dan kadang 1 (11,1%).

b) Pengaturan Jadwal Dinas


Wawancara: Berdasarkan wawancara dengan kepala ruangan Al Biruni,
jadwal dinas yang digunakan, mengikuti aturan Rumah Sakit Islam
Banjarmasin, yaitu setiap orang dalam 1 bulan 168 jam (Pagi 6 jam,
Siang 7 Jam, Malam 11 Jam), seandainya pada bulan yang sedang
berjalan terdapat kelebihan jam dinas, maka akan disesuaikan pada
bulan berikutnya.

Observasi:Jadwal dinas untuk bulan selanjutnya sudah ada. Bulan


Januari 2020 sudah ditetapkan jadwal dinas.

Berdasarkan hasil kuisioner sebagian besar 5 (55,6%) perawat


menyampaikan pengaturan shiff dinas berdasarkan ketergantungan
pasien dan Pengaturan jadwal dinas di ruangan ini dilakukan dengan
musyawarah dan fleksibel.

c) Perhitungan Jumlah Tenaga di Ruangan


Berdasarkan hasil wawancara Kepala Ruangan untuk perhitungan
ketenagakerjaan kami mengikuti UU Depkes tentang ketenagakerjaan.

5) Fungsi Pengarahan (Actuating)


a) Timbang terima (Hand Over)
Berdasarkan hasil wawancara kepada kepala ruangan, tanggal 30 Januari
2019 timbang terima dilakukan pada pergantian shift dinas malam ke
dinas pagi yang dipimpin oleh kepala ruangan dengan metode komunikasi
SBAR, sedangkan pergantian shift dari pagi ke sore dipimpin oleh ketua
tim. Kemudian untuk timbang terima pada pergantian dinas sore ke dinas
82

malam dilakukan oleh perawat pelaksana yang berdinas. Timbang terima


pada shift dinas malam ke dinas pagi dilakukan di nurse station,
kemudian dilakukan dengan melihat langsung kondisi pasien namun ada
sebagian perawat tidak ada menyebutkan nama/memperkenalkan diri
dengan pasien serta ada sebagian perawat yang tidak memakai ID Card
saat berdinas, serta waktu pelaksanaan timbang terima terlalu singkat
apalagi jika saat timbang terima pasien dalam keadaan full bed, sehingga
pelaksanaan timbang terima pasien menjadi kurang efektif. Setelah itu
perawat kembali ke nurse station untuk mendiskusikan hasil validasi data
atau terkait hal-hal yang hendak diklarifikasi ulang secara langsung. Pada
timbang terima dari shift pagi ke shif sore dan shif sore ke shif malam
hanya dilakukan di nurse station saja tanpa keliling ke ruangan pasien.

Hasil observasi tanggal 31 Desember 2019, timbang terima di Ruang Al


Biruni dilakukan setiap pergantian shift yaitu malam ke pagi (pukul jam
08.10 Wita) yang diikuti oleh perawat shif malam dan shif pagi. Isi
timbang terima sudah meliputi S-BAR, meliputi nama dan ruang pasien,
diagnosa medis dan kondisi pasien. Untuk masalah keperawatan belum
tersampaikan dengan baik, intervensi yang telah dan belum dilakukan
sudah dilaporkan secara detail. Timbang terima dari shif malam ke shif
pagi dilakukan di nurse station dan dilanjutkan keliling ke ruangan pasien
namu pada shif pagi ke shif sore dan shif sore ke shif malam hanya
dilakukan di nurse station.

Berdasarkan hasil kuesioner yang dibagikan kepada 9 orang perawat yang


menjawab Selalu mengikuti kegiatan timbang terima selalu 5 orang (55,6
%), Sering 3 orang (33,3 %), Kadang-kadang 1 orang (11,1 %).

b) Preconferen
Berdasarakan wawancara dengan kepala ruangan saat Preconference
sudah dilakukan, namun tidak maksimal

Berdasarkan hasil observasi, kepala ruangan dan perawat melakukan


preconference mengenai kondisi pasien yang ada di ruang Al Biruni
namun masih belum maksimal.
83

Hasil kuesioner dari 9 orang perawat tentang pre conferen yang


menyatakan selalu 6 orang (66,7 %), Sering dilakukan 2 orang (22,2 %),
Kadang-kadang 1 orang (11,1 %).

c) Postconferen
Berdasarkan wawancara dengan kepala ruangan Postconferens hanya
kadang-kadang bisa dilakukan

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada tanggal 30 Januari


2019, didapatkan bahwa post conference sudah dilakukan namun tidak
optimal.

Hasil kuesioner dari 9 orang perawat tentang post conferen yang


menyatakan Sering dilakukan 4 orang (44,4 %) dan selalu dilakukan 4
orang (44,4 %) , Kadang-kadang 1 orang (11,1%).

d) Motivasi
Berdasarkan wawancara dengan kepala ruangan motivasi kepada perawat
sudah dilakukan namun hanya secara lisan saja dan peningkatan motivasi
sebenarnya sudah dilakukan oleh rumah sakit baik secara langsung
maupun tidak langsung. Misalnya, Di Ruang Al-Biruni Kepala Ruangan
memberikan motivasi kepada perawat pelaksana dan kedua ketua Tim
berharap apa yang diberikan kepada pasien menjadi amal ibadah untuk
kita dan mampu memberikan pelayanan keperawatan yang memuaskan

Berdasarkan hasil observasi, didapatkan bahwa motivasi selalu dilakukan


oleh kepala ruangan dan ketua tim secara lisan.

e) Pendelegasian
Berdasarkan wawancara dengan kepala Ruang Al-Biruni dalam
melakukan pendelegasian dilakukan antara Kepala Ruangan kepada
katim, Katim kepada perawat pelaksana yang dianggap kompeten, dan
antara dokter kepada dokter lainnya. Pendelegasian antar dokter biasanya
menggunakan surat pendelegasian dokter visite.
84

Berdasarkan hasil observasi pada tanggal 01 Januari 2019, format


pendelegasian secara khusus belum ada.

f) Supervisi
Berdasarkan hasil wawancara kepala ruangan pelaksanaan supervisi di
ruang Al-Biruni dilakukan oleh kepala ruangan dan bisa juga dilakukan
oleh ketua tim. Teknik supervisi dilakukan secara langsung dan tidak
langsung. Secara langsung kepala ruangan atau ketua tim melakukan
pengamatan langsung apa yang terjadi dilapangan (ruangan) dan secara
tidak langsung kepala ruangan atau ketua tim menerima laporan secara
lisan maupun tertulis apa yang terjadi diruangan. Kepala ruangan atau
ketua tim yang melakukan supervisi akan memberikan pengarahan,
bimbingan, memotivasi, mengobservasi dan mengevaluasi kegiatan
diruangan. Biasanya kepala ruangan akan berdiskusi dengan ketua tim
dan anggota tim dalam memecahkan masalah atau kekurangan yang
ditemukan selama supervisi. Pendokumentasian supervise tidak
dilakukan.

Dari hasil obsevasi didapatkan bahwa kegiatan supervisi ruangan


dilakukan setiap hari oleh supervisor ruangan tetapi hanya secara in
formal dan langsung ke ketua tim atau pun perawat pelaksana yang
berdinas

Hasil kuesioner dari 9 orang perawat tentang pelaksanaan supervisi, yang


menyatakan Selalu 5 (55,6 %), Sering 3 orang (33, 3%), Kadang-kadang
1 orang (11,1%).

g) Ronde keperawatan
Berdasarkan hasil wawancara pelaksanaan ronde keperawatan tidak
dilaksanakan diruangan.

Berdasarkan hasil observasi diruangan Al-Biruni tidak melaksanakan


ronde keperawatan disebabkan oleh pasien tidak mempunyai masalah
85

keperawatan yang belum teratasi meskipun sudah dilakukan tindakan


keperawatan dan tidak adanya pasien dengan kasus langkah

Berdasarkan hasil kuesioner dari 9 orang perawat tentang kegiatan ronde


keperawatan, perawat yang menyatakan selalu 5 (55,6%), sering 3
(33,3%) dan Kadang-kadang 1 orang (11,1 %) .

6) Fungsi Pengendalian (Controlling)


a) Indikator Mutu
Berdasarkan wawancara dengan kepala menurut kepala ruang Al Biruni
untuk indikator mutu seperti pasien infeksi nosokomial, kejadian
dekubitus dan kejadian jatuh sebagai tolak ukur untuk meningkatkan
mutu pelayanan ruangan Al Biruni masih belum optimal. Dari hasil
wawancara dengan kepala ruang Al Biruni dan data yang didapatkan dari
rekam medik serta laporan safety officer rumah sakit, tidak ditemukan
kejadian pasien jatuh selama 6 bulan terakhir.

Data Penilaian resiko jatuh dilakukan pada saat pengkajian awal dengan
menggunakan metode pengkajian resiko jatuh yang telah ditetapkan oleh
Rumah Sakit Islam Banjarmasin. Penilaian resiko jatuh pada pasien
dewasa menggunakan scoring morse dan anak menggunakan scoring
humpty dumpty. Berdasarkan hasil observasi di ruangan tidak adanya
pengkajian resiko jatuh anak dan dewasa pada ruangan.

b) Audit Dokumentasi Keperawatan


Penetapan standar audit dokumentasi asuhan keperawatan telah dilakukan
oleh bagian keperawatan RSI Banjarmasin.

Berdasarkan hasil observasi, didapatkan bahwa dokumentasi keperawatan


diruang Al Biruni meliputi pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan,
intervensi, implementasi, dan evaluasi keperawatan sudah terdokumentasi
tetapi belum maksimal.
86

c) Penetapan Standar Kepuasan


1) Survey Kepuasan Pasien
Berdasarkan hasil wawancara standar kepuasan pasien kepada kepala
ruangan di Ruang Al-Biruni seharusnya mencapai 100 %. Artinya
pasien yang mendapatkan pelayanan kesehatan di ruang Al-Biruni
diharapkan 100% puas terhadap pelayanan keperawatan yang
diberikan.
Dari hasil survey persepsi pasien terhadap mutu asuhan keperawatan,
didapatkan nilai 80,9 %, berarti dapat dikatakan baik atau puas dan
19,1 % mengatakan tidak puas. Pertanyaan yang tidak puas berada
pada point perawat tidak memperkenalkan diri kepada pasien, perawat
tidak menjelaskan peraturan atau tata tertib rs, perawat tidak
menjelaskan dimana tempat penting untuk melancarkan perawatan,
perawat tidak menjelaskan tujuan perawatan pasien, perawat tidak
mengkonfirmasi tentang perawat yang bertanggung jawab, perawat
tidak mencuci tangan sebelum menyentuh pasien.
2) Survey Kepuasan Karyawan
Berdasarkan hasil kuesioner tanggal 30-31 Desember 2019 kepada 9
orang perawat di ruangan. 83 , 4 % merasa puas dan 16,6 tidak puas
dengan lingkungan pekerjaan. Ketidakpuasan itu dilihat dari tidak
puasnya pemberian intensif tambahan dan tidak tersedianya peralatan
dan perlengkapan yang mendukung pekerjaan

d) Rekapitulasi Komplain Pasien


Berdasarkan wawancara dengan kepala ruangan rumah sakit sudah
memiliki tim untuk rekapitulasi tentang pelayanan di rumah sakit, pada
ruang al biruni belum memiliki rekapitulasi komplain pasien. Dari hasil
wawancara dengan petugas atau perawat jaga dikatakan bahwa tidak ada
pasien yang komplain selama kami praktek di Ruang Al Biruni.

Melalui observasi hasil pengamatan kami tidak ada pasien yang datang
keruang jaga perawat untuk komplain.

Berdasarkan hasil kuesioner tidak ada ditemukan complain pasien atau


keluarga pasien tentang perawatan di ruang Al Biruni.
87

3.4 Output
3.4.1 Indikator pelayanan Efisiensi Ruangan
BOR (Bed Occupancy Ratio = Angka penggunaan tempat tidur)
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝐻𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛
BOR = x 100%
𝐵𝑒𝑑 𝑥 𝑃𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒

1886
BOR = 28 𝑥 92 x 100%

1886
BOR = 2576 x 100%

BOR = 73 % (Normalnya 70-85%)

ALOS ( Average Length Of Stay)


𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑙𝑎𝑚𝑎 𝑑𝑖 𝑟𝑎𝑤𝑎𝑡
ALOS = 𝑃𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝐾𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 𝑅𝑆 (ℎ𝑖𝑑𝑢𝑝+𝑚𝑎𝑡𝑖)/𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛

1886
ALOS = 612/3

1886
ALOS = 2014

ALOS = 9 hari (Normalnya 7-10 hari)

BTO (Bed Turn Over)


𝑃𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝐾𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 𝑅𝑆 (ℎ𝑖𝑑𝑢𝑝+𝑚𝑎𝑡𝑖)
BTO = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑎𝑡 𝑡𝑖𝑑𝑢𝑟

612
BTO = 28

BTO = 22 hari (Normalnya 4-45 hari)

TOI (Turn Over Invertal)


(𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑇𝑇 𝑋 𝑃𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒)−𝐻𝑎𝑟𝑖 𝑃𝑒𝑟𝑎𝑤𝑎𝑡𝑎𝑛
TOI = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 𝑅𝑆 (𝐻𝑖𝑑𝑢𝑝+𝑀𝑎𝑡𝑖)

(28 𝑥 92)−1886
TOI = 612

2575−1886
TOI = 612

TOI = 1 hari (Normalnya 1-3 hari)


88

NDR (Net Death Rate


𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑚𝑎𝑡𝑖 > 48 𝑗𝑎𝑚
NDR = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 𝑅𝑆 (𝐻𝑖𝑑𝑢𝑝+𝑀𝑎𝑡𝑖)

0
NDR = 612 x 1000

NDR = 0

GDR (Gross Death Rate)


𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑀𝑎𝑡𝑖 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑛𝑦𝑎
GDR = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 𝑅𝑆 (𝐻𝑖𝑑𝑢𝑝+𝑀𝑎𝑡𝑖) x 1000

16
GDR = 612 x 1000

GDR = 26

3.4.2 Instrumen ABC Pelaksana SAK


1) Instrumen Dokumentasi (Instrumen A)
Tabel 3.10 Aspek Pengkajian
KODE BERKAS REKAM MEDIK PASIEN
NO ASPEK YANG DINILAI
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
A. PENGKAJIAN
1 Mencatat data yang dikaji 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
sesuai dengan pedoman
pengkajian
2 Data dikelompokkan (bio – 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
psiko - sosial – spiritual)
3 Data dikaji sejak pasien masuk 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1
sampai pulang
4 Masalah dirumuskan 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
berdasarkan kesenjangan
antara status kesehatan dengan
norma dan pola fungsi
kehidupan
SUB TOTAL 4 4 4 4 4 3 3 4 3 4
TOTAL 36
PRESENTASE 90 %

Berdasarkan hasil instrument studi dokumentasi penerapan standar asuhan


keperawatan pada bagian pengkajian didapatkan bahwa sebesar 90 %
dokumentasi pengkajian dinyatakan baik. Berdasarkan ada ada 3 status yang
data tidak dikaji sejak pasien masuk sampai pulang.
89

Tabel 3.11 Aspek Diagnosa


KODE BERKAS REKAM MEDIK PASIEN
NO ASPEK YANG DINILAI
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
B. DIAGNOSA
1 Diagnosa keperawatan 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
berdasarkan masalah yang
telah dirumuskan
2 Merumuskan diagnosa 1 0 0 1 1 1 1 0 1 0
keperawatan aktual dan resiko
SUB TOTAL 2 1 1 2 2 1 2 1 2 1
TOTAL 15
PRESENTASE 75 %

Berdasarkan hasil instrument studi dokumentasi penerapan standar asuhan


keperawatan pada bagian diagnose didapatkan bahwa sebesar 75 %
dokumentasi dilakukan. Akan tetapi, pada diagnosa keperawatan, ditemukan
bahwa diagnosa tidak berubah dari pasien masuk sampai akhir observasi (saat
pulang) dan terdapat 4 status dengan diagnose keperawatan tidak merumuskan
diagnose resiko.

Tabel 3.12 Aspek Perencanaan


KODE BERKAS REKAM MEDIK PASIEN
NO ASPEK YANG DINILAI
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
C. PERENCANAAN
1 Berdasarkan diagnosa 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
keperawatan
2 Rencana disusun menurut 0 0 1 0 1 1 1 0 1 1
urutan prioritas
3 Rumusan tujuan mengandung 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
komponen pasien/subyek,
perubahan, perilaku, kondisi
pasien dan atau waktu
4 Rencana tindakan mengacu 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0
pada tujuan dengan kalimat
perintah, terinci dan jelas
5 Rencana tindakan 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1
menggambarkan keterlibatan
pasien/keluarga
6 Rencana tindakan 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
menggambarkan kerjasama
dengan tim kesehatan lain
SUB TOTAL 2 2 5 2 3 5 4 2 3 4
TOTAL 32
PRESENTASE 53,3%

Berdasarkan hasil instrument studi dokumentasi penerapan standar asuhan


keperawatan pada bagian perencanaan didapatkan 53,3 %. Ada 4 status pasien
rencana tidak disusun menurut urutan prioritas, ada 9 status yang tidak
meurumuskan tujuan mengandung komponen pasien/subyek, perubahan,
perilaku, kondisi pasien dan atau waktu, ada 8 status yang tidak menuliskan
rencana tindakan mengacu pada tujuan dengan kalimat perintah, terinci, dan
90

jelas, ada 7 status yang tidak menuliskan rencana tindakan menggambarkan


keterlibatan pasien/keluarga.

Tabel 3.13 Aspek Tindakan


KODE BERKAS REKAM MEDIK PASIEN
NO ASPEK YANG DINILAI
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
C. TINDAKAN
1 Tindakan dilaksanakan 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1
mengacu pada rencana
keperawatan
2 Perawat mengobservasi 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0
respon pasien terhadap
tindakan perawatan
3 Revisi tindakan berdasarkan 1 0 0 0 0 1 1 0 1 1
hasil evaluasi
4 Semua tindakan yang telah 1 1 1 1 0 1 0 0 0 1
dilaksanakan dicatat ringkas
dan jelas
SUB TOTAL 4 3 3 2 2 2 2 1 2 3
TOTAL 24
PRESENTASE 60 %

Berdasarkan hasil instrument studi dokumentasi penerapan standar asuhan


keperawatan sebesar 60 %. Ada 1 status yang tindakan dilaksanakan mengacu
pada rencana keperawatan, ada 6 perawat yang tidak mengobservasi respons
pasien terhadap tindakan perawatan, ada 5 status yang tidak di revisi tindakan
berdasarkan hasil evaluasi. Ada 4 status yang tidak menuliskan rencana
dengan jelas.

Tabel 3.14 Aspek Evaluasi


KODE BERKAS REKAM MEDIK PASIEN
NO ASPEK YANG DINILAI
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
E. EVALUASI
1 Evaluasi Mengacu pada tujuan 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1
2 Hasil Evaluasi didokumentasikan 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
SUB TOTAL 2 2 1 1 2 2 2 1 2 2
TOTAL 17
PRESENTASE 85 %

Berdasarkan hasil instrument studi dokumentasi penerapan standar asuhan


keperawatan pada bagian evaluasi, didapatkan sebesar 85 %. Ada 3 evaluasi
yang tidak mengacu pada tujuan.

Tabel 3.15 Aspek Catatan

KODE BERKAS REKAM MEDIK PASIEN


NO ASPEK YANG DINILAI
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
F. CATATAN
1 Menulis pada format yang baku 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 Pencatatan dilakukan sesuai 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0
91

dengan tindakan yang


dilaksanakan
3 Pencatatan ditulis dengan jelas, 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1
ringkas, istilah yang baku dan
benar
4 Setiap melakukan 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
intervensi/kegiatan perawat
mencantumkan paraf/nama
jelas, tanggal dan jam
dilakukannya tindakan
5 Berkas catatan keperawatan 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
disimpan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku
SUB TOTAL 5 5 4 4 4 5 4 4 4 4
TOTAL 43
PRESENTASE 86 %

Dari hasil instrument studi dokumentasi penerapan standar asuhan


keperawatan pada bagian catatan didapatkan bahwa sebesar 86 %
dokumentasi catatan asuhan keperawatan termasuk kategori baik. Ada 7 yang
tidak melakukan pencatatan sesuai dengan tindakan yang dilaksanakan. Ada 2
pencatatan tidak ditulis dengan jelas, ringkas, istilah yang baku dan benar.

Tabel 3.16 Hasil pelaksanaan evaluasi penerapan standar asuhan keperawatan


di Ruang Al-Biruni RS Islam Banjarmasin
Rata-rata
No Apek yang dinilai Keterangan
Jml Presentase
1 Pengkajian keperawatan 36 90 % Baik
2 Diagnosa Keperawatan 15 75 % Cukup
3 Perencanaan Keperawatan 32 53,3 % Cukup
4 Tindakan Keperawatan 24 60 % Cukup
5 Evaluasi Keperawatan 17 85% Baik
6 Catatan Asuhan Keperawatan 43 86 % Baik
Pencapaian rata-rata 74, 8 %

Jadi data yang didapat dari hasil pengkajian studi dokumentasi penerapan
standar asuhan keperawatan di ruang Al-Biruni Rumah Sakit Islam
Banjarmasin dapat kurang baik dengan pencapaian rata-rata 74,8 % karena
nilai standar pendokumentasiaan askep dinyatakan baik bila > 75 %.
92

c. Instrumen fungsi manajemen


Tabel 3.17 Hasil fungsi manajemen di Ruang Al-Biruni RS Islam Banjarmasin

Kadang-
No Pernyataan Selalu Sering Jarang
kadang
Perencanaan
1 Dalam melaksanakan tugas, saya sesuaikan 7 orang 2 orang
dengan dengan visi dan misi Rumah Sakit 77,8% 22,2%
2 Dalam melaksanakan asuhan keperawatan 5 orang 4 orang
saya berpedoman pada standart asuhan 55,6% 44,4 %
keperawatan (SAK)
3 Dalam melaksanakan prosedur 4 orang 5 orang
keperawatan saya berpedoman pada 44,4% 55,6%
standart operasional prosedur (SOP)
4 Dalam bekerja saya berdasarkan peraturan 6 orang 3 orang
yang ada di rumah sakit 66,7% 33,3%
5 Saya berusaha konsisten dalam bekerja 5 orang 3 orang 1 orang
dengan mengikuti standart kinerja di 55,6% 33,3% 11,1 %
rumah sakit

Pengorganisasian
1 Sistem pemberian asuhan keperawatan 3 orang 6 orang
yang digunakan diruangan ini dengan 33,3% 66,7 %
MPKP
2 Saya memahami struktur organisasi yang 4 orang 5 orang
ada di ruangan 44,4% 55,6%
3 Dalam bekerja saya melakukan tugas 5 orang 4 orang
sesuai dengan uraian tugas yang ditentukan 55,6% 44,4%
oleh ruangan
4 Jumlah tenaga keperawatan yang ada 5 orang 1 orang 2 orang 1 orang
diruangan telah sesuai dengan beban kerja 55,6% 11,1% 22,2% 11,1 %
5 Pengaturan shif yang ada dalam ruangan 4 orang 2 orang 3 orang
saya berdasarkan dari tingkat 44,4% 22,2% 33,3%
ketergantungan klien
Pengaturan Staf
1 Di ruangan ini dilaksanakan orientasi Staf 8 orang 1 orang
pada setiap perawat yang baru 88,9% 11,1%

2 Pengaturan jadwal dinas di ruangan ini 5 orang 2 orang 2 orang


dilakukan dengan musyawarah dan 55,6% 22,2% 22,2%
fleksibel

3 Perhitungan kebutuhan tenaga yang 4 orang 2 orang 3 orang


digunakan oleh kepala ruangan ini sudah 44,4% 22,2% 33,3%
sesuai standar

Pengarahan
1 Didalam bekerja saya tenang karena setiap 5 orang 3 orang 1 orang
saat ada kegiatan supervise untuk 55,6% 33,3% 11,1%
menunjukan yang baik kepada kami
2 Saya tahu betul pekerjaan saya karena 5 orang 3 orang 1 orang
setiap dinas ada program operan antarship 55,6% 33,3% 11,1%
yang jelas
3 Saya tahu betul pekerjaan saya sebagai 6 orang 2 orang 1 orang
perawat pelaksana karena sebelum dinas 66,7% 22,2% 11,1 %
ada pre konferen dari kepala tim untuk
menjelaskan pekerjaan yang akan kita
lakukan
4 Saya mengetahui pekerjaan dengan baik 4 orang 4 orang 1 orang
karena setiap hari ada program post 44,4% 44,4% 11,1%
conferen dari kepala tim untuk
menjelaskan evaluasi pekerjaan kita
93

lakukan
5 Ruangan Melakukan kegiatan ronde 5 orang 3 orang 1 orang
keperawatan diruangan untuk 55,6 % 33,3 % 11,1 %
menyelesaikan kasus kompleks diruangan

Pengendalian
1 Tiap tiga bulan sekali diruangan saya 3 orang 4 orang 2 orang
dilakukan evaluasi terhadap kinerja 33,3% 44,4% 22,2%
perawat diruangan masing-masing yang
dilakukan oleh ketua tim dan perawat
pelaksana
2 Tiap bulan diruangan saya dilakukan audit 4 orang 5 orang
mutu dengan cara menghitung BOR 44,4% 55,6%
3 Tiap bulan diruangan saya dilakukan audit 4 orang 5 orang
mutu dengan cara menghitung ALOS 44,4% 55,6%
4 Tiap bulan diruangan saya dilakukan audit 4 orang 5 orang
mutu dengan cara menghitung TOI 44,4% 55,6 %
5 Tiap bulan diruangan saya dilakukan audit 4 orang 2 orang 3 orang
mutu dengan cara menghitung kejadian 44,4% 22,2% 33,3 %
infeksi nosokomial
6 Tiap bulan diruangan saya dilakukan 6 orang 2 orang 1 orang
audit mutu dengan cara menghitung 66,7 % 22,2% 11,1 %
kejadian jatuh
7 Di ruangan kami seluruh perawat 6 orang 3 orang
Identifikasi pasien 66,7% 33,3 %
8 Di ruangan kami telah dilaksanakan 6 orang 3orang
penggunaan komunikasi efektif 66,7% 33,3 %
menggunakan SBAR saat pelaporan via
telepon dan timbang terima
9 Di ruangan kami sudah dilakukan 6 orang 2 orang 1orang
pengelolaan obat high alert dengan baik. 66,7% 22,2% 11,1 %
10 Upaya memastikan Lokasi Pembedahan 5 orang 3 orang 1orang
pasien operasi Sign In, Sign Out Time Out 55,6% 33,3% 11,1%
telah dilakukan di ruangan kami
11 Pelaksanaan Hand Hygeine five moment 5 orang 3 orang 1orang
sudah dilakukan dengan baik 55,6% 33,3% 11,1%
Total 143 92 25 1
Presentasi 54,8 % 35,3 % 9,6 % 0,3 %

Berdasarkan data kuesioner hasil yang didapatkan fungsi manajemen selalu


dijalankan yaitu 54,8 %, sering 35,3 %, kadang-kadang 9,6 %, dan jarang 0,3 %.

d. Instrumen Kepuasan
1) Kepuasan Pasien
Tabel 3.18 Instrumen Kepuasan Pasien
Jumlah
Jawaban
Peserta
No Pertanyaan Ya % Kad % Tid %
ang ak
2
1 Perawat selalu memberikan 21 100% 0 0 0 0 21
salam pada saat masuk kamar Orang
2 Perawat memperkenalkan diri 11 52,4 % 4 19 % 6 28,6 21
kepada anda % Orang
3 Dalam melayani pasien, perawat 21 100 % 0 0 0 0 21
bersikap sopan dan ramah Orang
4 Perawat menjelaskan peraturan 11 52,4 % 0 0 10 47,6 21Oran
94

atau tata tertib rumah sakit saat % g


pertama kali anda masuk rumah
sakit
5 Perawat menjelaskan fasilitas 20 95,2% 1 4,8 % 0 0 21
yang tersedia dirumah sakit Orang
pada pasien baru
6 Perawat menjelaskan dimana 14 66,7 % 5 23,8 % 2 9,5 % 21
tempat-tempat yang penting Orang
untuk melancarkan perawatan
(kamar mandi, ruang perawat,
tata usaha dan lain-lain)
7 Perawat menjelaskan tujuan 20 95,2 % 0 0 1 4,8 % 21
perawatan pada pasien Orang
8 Ada perawat atau kepala 2 9,5 % 6 28,5 % 13 62 % 21
ruangan yang Orang
mengkonfirmasikan pasien
tentang perawat yang
bertanggung jawab terhadap
pasien
9 Perawat memperhatikan 20 95,2 % 1 4,8 % 0 0 21
keluhan pasien Orang
10 Perawat menanggapi keluhan 20 95,2 % 1 4,8 % 0 0 21
pasien Orang
11 Perawat memberikan 21 100 % 0 0 0 0 21
keterangan tentang masalah Orang
yang dihadapi oleh pasien
12 Perawat memberikan penjelasan 21 100% 0 0 0 0 21
sebelum melakukan tindakan Orang
keperawatan
13 Perawat meminta persetujuan 21 100 % 0 0 0 0 21
kepada pasien atau keluarga Orang
sebelum melakukan tindakan
keperawtan
14 Perawat menjelaskan prosedur 18 85,% 3 14,2 % 0 0 21
tindakan sebelum melakukan Orang
tindakan
15 Perawat menjelaskan resiko atau 19 90,% 2 9,5 % 0 0 21
bahaya suatu tindakan pada Orang
pasien sebelum melakukan
tindakan
16 Perawat memberikan 12 57, 2% 9 42,8 % 0 0 21
keterangan atau penjelasan Orang
dengan lengkap dan jelas
17 Perawat selalu memantau atau 10 47, 6% 11 52,4 % 0 0 21
mengobservasi keadaan pasien Orang
secara rutin
18 Perawat selalu menjaga 21 100 % 0 0 0 0 21
kebersihan rumah sakit Orang
19 Perawat selalu mencuci tangan 9 42, 8 9 42, 8% 3 14,4 21
sebelum menyentuh pasien % % Orang
20 Perawat melakukan tindakan 21 100 % 0 0 0 0 21
keperawatan dengan terampil Orang
dan percaya diri
21 Dalam melakukan tindakan 20 95,2 % 1 4,8 % 0 0 21
keperawatan, perawat selalu Orang
berhati-hati
22 Setelah melakukan tindakan 21 100 % 0 0 0 0 21
keperawatan, perawat selalu Orang
menilai kembali keadaan anda
Total 374 80,9% 55 11,9 % 33 7,14 462
%
95

Dari hasil survey persepsi pasien terhadap mutu kepuasan pasien, didapatkan
nilai 80,9 %, berarti dapat dikatakan baik atau puas dan 19,1 % mengatakan
tidak puas. Pertanyaan yang tidak puas berada pada point perawat tidak
memperkenalkan diri kepada pasien, perawat tidak menjelaskan peraturan
atau tata tertib rs, perawat tidak menjelaskan dimana tempat penting untuk
melancarkan perawatan, perawat tidak menjelaskan tujuan perawatan pasien,
perawat tidak mengkonfirmasi tentang perawat yang bertanggung jawab,
perawat tidak mencuci tangan sebelum menyentuh pasien.

2) Kepuasan Kerja Karyawan (Wawancara Mendalam/angket/dll)


Tabel 3.19 Instrumen Kepuasan Kerja Karyawan
No Pertanyaan SP P CP TP STP
1 Jumlah gaji yang diterima dibandingkan
1 1 7
pekerjaan yang saudara lakukan
2 Sistem pengkajian yang dilakukan institusi
1 2 6
tempat saudara bekerja
3 Jumlah gaji yang diterima dibandingkan
1 1 7
pendidikan saudara
4 Pemberian insentif tambahan atas suatu prestasi
1 2 5 1
atau kerja ekstra
5 Tersedianya peralatan dan perlengkapan yang
3 1 4 1
mendukung pekerjaan
6 Tersedianya fasilitas penunjang seperti kamar
1 4 4
mandi, kantin, parker
7 Kondisi ruangan kerja terutama berkaitan dengan
3 6
ventilasi udara, kebersihan dan kebisingan
8 Adanya jaminan atas kesehatan atau keselamatan
2 6 1
kerja
9 Perhatian institusi rumah sakit terhadap saudara 1 6 2
10 Hubungan antara karyawan dalam kelompok
2 6 1
kerja
11 Kemampuan dalam bekerja sama antar karyawan 3 5 1
12 Sikap teman-teman sekerja terhadap saudara 4 4 1
13 Kesesuaian anatara pekerjaan dan latar belakang
1 8
pendidikan saudara
14 Kemampuan dalam menggunakan waktu bekerja
1 3 5
dengan penugasan yang diberikan
15 Kemampuan supervise/pengawas dalam membuat
1 3 5
keputusan
16 Perlakuan atasan selama bekerja disini 1 7 1
17 Kebebasan dalam melakukan suatu metode
1 4 4
sendiri dalam menyelesaikan pekerjaan
18 Kesempatan untuk meningkatkan kemampuan
1 4 4
kerja melalui pelatihan atau pendidikan tambahan
19 Kesempatan untuk mendapatkan posisi lebih
1 3 5
tinggi
20 Kesempatan membuat suatu prestasi dan
1 3 5
mendapatkan kenaikan pangkat
Total 28 76 74 2
15,5 42,2 41,2 1,1
% % % %
96

Berdasarkan hasil kuesioner tanggal 30-31 Desember 2019 kepada 9 orang


perawat di ruangan. 83 , 4 % merasa puas dan 16,6 tidak puas dengan
lingkungan pekerjaan. Ketidakpuasan itu dilihat dari tidak puasnya pemberian
intensif tambahan dan tidak tersedianya peralatan dan perlengkapan yang
mendukung pekerjaan.

3) Instrumen SOP

Tabel 3.20 Observasi Pelaksanaan Tindakan Pemasangan Infus di Ruang Al


Biruni Rumah Sakit Islam Banjarmasin
Observasi Ket
Kegiatan Aspek Yang Dinilai
1 2 3 4
Memasang a. Persiapan Alat
infuse 1. Alas plastik dan handuk kecil 0 0 0 0
2. Manset tangan / tourniquet 1 1 1 1
3. Kapas alkohol 1 1 1 1
4. Plester 1 1 1 1
5. Spidol 1 1 1 1
6. Set infus 1 1 1 1
7. Jarum infus 1 1 1 1
8. Cairan infus 1 1 1 1
9. Sarung tangan 1 1 1 1

b. Perawat
1. Cuci tangan 1 1 1 1
2. Jelqqaskan kepada klien 1 1 1 1
prosedur yang akan dilakukan
3. Bawa alat-alat yang sudah 1 1 1 1
disiapkan ditroli kedekat pasien
4. Buka set infus yang masih steril 1 1 1 1
5. Atur letak klep pengatur cairan 1 1 1 1
5 – 10 cm dibawah penampung
cairan
6. Putar naikkan pengatur cairan 1 1 1 1
7. Buka penutup botol cairan dan
pertahankan agar tetap steril 0 1 1 0
8. Hubungkan set infus dengan
botol infus secara steril 0 1 1 0
9. Gantungkan botol cairan itu
pada standar infus 1 1 1 1
10. Tekan penampung sehigga
cairan masuk dan mengisi 1 1 1 1
penampung ¾ bagian
11. Buka klep pengatur dan isi
selang dengan cairan dan selang 1 1 1 1
menghadap keatas sehingga
udara didalamnya keluar
12. Matikan pengatur tetesan bila
cairan sudah memenuhi pipa 1 1 1 1
13. Perhatikan lagi apakah dalam
pipa ada udara, jika ada 1 1 1 1
keluarkan udara kepenampung
udara
14. Cantumkan identitas klien,
nomor kamar, jam, tanggal, 0 0 0 0
obat yang dimasukkan kedalam
botol dan nama ners yang
mengerjakannya
97

c. Pelaksanaan
1. Gantungkan botol yang sudah 1 1 1 1
siapkan setinggi 1 m
2. Pasang alas karet dibawah 0 0 0 0
pemasangan infus
3. Letakkan ujung pipa yang 0 0 0 0
tertutup jarum ditroli
4. Pilih jarum atau kateter yang 1 1 1 1
tepat dan benar. Buka
pembungkus 1 1 1 1
5. Gunting plester sepanjang ± 6 –
10 cm dengan lebar 0,5 cm dan
letakkan dotempat yang 1 1 1 1
terjangkau
6. Periksa vena klien yang cocok 1 1 1 1
untuk ditusuk 1 1 1 1
7. Cukur rambut bila perlu
8. Periksa bagian vena supervisial
yang cukup besar untuk 1 1 1 1
memudahkan penusukkan jarum
9. Ikatan “Torniquet” 10 – 15 cm
diatas daerah yang akan ditusuk, 0 1 1 1
periksa pulsasi distal
10. Anjurkan klien untuk membuka
dan menutup kepalan tangannya 1 1 1 1
beberapa kali
11. Pilihlah vena yang tampak dan 1 1 1 1
kuat pada waktu palpasi
12. Pakai sarung tangan (steril bila 1 1 1 1
diperlukan)
13. Bersihkan bagian itu dengan 1 1 1 1
antiseptic
14. Letakkan ibu jari pada vena
bagian distal dari luka tusukan,
tekan sampai vena dibawah kulit
menjadi tegang 1 1 1 1
15. Masukkan jarum pada sudut 30
° kurang lebih 0,5 sampai 1 cm
bagian distal dari vena yang
dituruk, sampai menembus
dinding depan vena 1 1 1 1
16. Perhatikan darah yang keluar
dari jarum kearah pipa plastik
pangkal jarum 1 1 1 1
17. Tarik sedikit saja jarum bagian
dalam/jarum besi, sehingga
bagian depan adalah jarum
plastik saja (jarum besi masih
berada dalam jarum plastik),
dorong jarum plastic menelusuri
vena sampai kepangkalnya 1 0 0 1
18. Sterilkan sekali lagi dengan
antiseptic/alkohol pada area
penusukan sebelum difiksasi
dengan plester steril 1 1 1 1
19. (hypapix/plesterin/hansaplast/tra
nsparan dressing) yang tersedia 1 1 1 1
20. Tarik jarum besi dari IV kateter
dan segera tekan (agar darah
tidak keluar) pada pangkal
jarum yang terpasang, buka
penutup ujung selang cairan
98

infus dan sambungkan dengan


kuat pada pangkal IV kateter,
serta buka klem cairan infus 1 1 1 1
secukupnya
21. Buat fiksasi kupu-kupu pada
pangkal IV kateter dengan 1 1 1 1
plester 6 – 10 cm
22. Atur jumlah tetesan cairan 1 1 1 1
sesuai kebutuhan pasien
23. Lakukan fiksasi rapi pada selang
infus sisanya dengan kurang 1 1 1 1
lebbih 2 – 3 plester pendek
24. Beri label tanggal pemasangan 1 1 1 1
pada plester pendek
25. Fiksasi lengan klien dengan 1 1 1 1
bidai bila diperlukan
26. Bersihkan alat-alat yang
terpakai, yang tidak terpakai
masukkan sampah dalam
kantong sampah, lepas sarung 1 1 1 1
tangan dan mencuci tangan
27. Catat prosedur pada rekam
medik klien
Sub total 43 45 45 44
Total 177
Presentase 88,5 %

Keterangan :
0 : Tidak Dilakukan.
1 : Dilakukan

Berdasarkan observasi pelaksanaan tindakan perawatan pemasangan infus


pada 4 orang perawat, didapatkan hasil 88, 5 % telah melaksanakan tindakan
sesuai SOP. Adapun 11,5 % yang tidak sesuai prosedur, disebabkan oleh
adanya perawat yang pada tahap persiapan alat, tidak menyediakan ‘Alas
plastik dan handuk kecil’ (sebanyak 4 orang), pada tahap ‘Buka penutup botol
cairan dan pertahankan agar tetap steril’ dan tahap ‘Hubungkan set infus
dengan botol infus secara steril’ masing-masing 2 orang tidak melakukan
tindakan sesuai SOP.

Pada tahap kerja, ‘Cantumkan identitas klien, nomor kamar, jam, tanggal, obat
yang dimasukkan kedalam botol dan nama ners yang mengerjakannya’
seluruh perawat yang diobservasi (4 orang) tidak melakukan tindakan sesuai
SOP.

Juga tahap pelaksanaan ‘Pasang alas karet dibawah pemasangan infus’ dan
‘Letakkan ujung pipa yang tertutup jarum ditroli’, juga tidak dilakukan oleh
99

seluruh perawat yang diobservasi (4 orang). Pada tahap ‘Anjurkan klien untuk
membuka dan menutup kepalan tangannya beberapa kali’ ada 1 orang perawat
yang tidak sesuai SOP. Dan pada tahap ‘Sterilkan sekali lagi dengan
antiseptic/alkohol pada area penusukan sebelum difiksasi dengan plester
steril’, terdapat 2 orang perawat yang tidak bekerja sesuai SOP..

Tabel 3.21 Observasi tindakan pemberian obat di ruang Al-Biruni RS Islam


Banjarmasin
Kegiatan Aspek Yang Dinilai Observasi Ket
1 2 3 4
Pemberian 1. Perawat cuci tanagn 0 1 1 0
obat 2. Siapkan alat-alat 1 1 1 1
3. Bandingkan catatan 1 1 1 1
pemberian obat dengan
instruksi dari dokter
sesuai dengan 6 prinsip
benar:
 Benar Klien: periksa
nama klien, nomor CM,
ruang, nama dokter
yang meresepkan pada
catatan pemberian obat,
kartu obat
 Benar obat:
memastikan bahwa obat
generic sesuai nama
dagang obat, klien tidak
alergi pada kandungan
obat yang didapat,
memeriksa identitas
obat sesuai dengan
catatan.
 Benar Dosis:
memastikan dosis yang
diberikan sesuai dengan
rentang pemberian dosis
untuk cara pemberian
tersebut, berat badan
dan umur klien, periksa
dosis pada label obat
untuk membandingkan
dengan dosis yang
sesuai pada catatan
pemberian obat.
Lakukan penghitungan
dosis secara akurat.
 Benar Cara:
memeriksa label obat
untuk memastikan
bahwa obat tersebut
dapat diberikan sesuai
cara yang diinstruksikan
dan periksa cara
pemberian pada catatan
pemberian obat.
 Benar Dokumentasi:
memeriksa label obat
memastikan bahwa obat
100

tersebut dapat diberikan


cara yang diinstruksikan
dan periksa cara
pemberian pada catatan
pemberian obat.
Sub total 2 3 3 2
Total 7
Presentase 83%

Berdasarkan observasi pelaksanaan tindakan pemberian obat pada 4 orang


perawat, didapatkan hasil 83 % telah melaksanakan tindakan sesuai SOP. Ada 2
perawat yang tidak mencuci tangan sebelum melakukan tindakan.

Tabel 3.22 observasi tindakan memasukan obat ke dalam cairan infus

Kegiatan Aspek Yang Dinilai Observasi Ket


1 2 3 4
Memasuka 1. Cuci tangan 0 0 1 0
n obat ke 2. Pastikan order dari dokter 1 1 1 1
dalam 3. Jelaskan prosedur kepada klien 0 0 1 1
cairan 4. Periksa identifikasi klien dengan 1 1 1 1
infuse membaca ID klien dan menanyakan
namanya
5. Tambahkan obat ke wadah yang 1 1 1 1
baru
6. Cari port penyuntikan obat pada 0 1 1 1
kantung IV
7. Usap port dengan swab alkohol 0 0 1 0
atau antiseptik
8. Dengan perlahan tusukan jarum 1 1 1 1
spuit sampai menembus bagian
tengah port dan dorong plunger.
9. Tarik spuit dan campur larutan 1 1 1 1
dengan memegang kantong cairan
dengan perlahan dari satu ujung ke
ujung yang lain.
10. Gantong kantong cairan dan periksa 1 1 1 1
kecepatan infus.
11. Lengkapi lebel obat dan tempel 0 0 0 0
lebel tersebut dengan baik
12. Cuci tangan. 1 1 1 1
13. Tambahkan obat kedalam wadah 1 1 1 1
yang sudah ada : 1 1 1 0
14. Cuci tangan
15. Periksa volume cairan yang tersisa 1 1 1 1
dalam wadah.
16. Tutup klep infus IV. 1 1 1 1
17. Usap port obat dengan swab 0 0 1 1
alkohol atau antiseptik.
18. Tusukan jarum spuit melalui port 1 1 1 1
dan suntikan obat.
19. Turunkan wadah dari penggantung 1 1 1 1
kantung IV dan campur dengan
perlahan ( dengan membalik –
balikan kantong dengan perlahan ).
20. Gantungkan kembali dan atur 1 1 1 1
kecepatan penginfusan.
21. Berikan label pada wadah dengan 1 1 0 0
nama dan dosis obat.
22. Cuci tangan. 1 1 0 0
101

Sub total 17 17 19 18
Total 68
Presentase 77,2 %

Berdasarkan observasi pelaksanaan tindakan memasukan obat ke dalam botol


infus pada 4 orang perawat, didapatkan hasil 77,2 % telah melaksanakan
tindakan sesuai SOP. Tidak disertai label obat untuk memasukan obat dalam
botol infus.
102

Tabel 3.23 observasi tindakan perawatan luka di ruang Al-Biruni RS


Islam Banjarmasin
Kegiatan Aspek Yang Dinilai Observasi Ket
1 2 3 4
Perawatan 1. Perawat mencuci tangan. 1 1 1 1
luka 2. Berikan privacy klien selama 1 1 1 1
tindakan.
3. Atur posisi, beri pengalas. 0 1 0 0
4. Lepaskan plester dan balutan 1 1 1 1
menggunakan sarung tangan/ pincet
dan kapas alkohol. Pada luka kotor,
bila perban tampak mengering
dapat disiram dengan Nacl secara
perlahan-lahan agar klien tidak
kesakitan ketika perban dibuka.
5. Kaji kondisi klien. 1 1 1 0
6. Buka alat-alat steril dan 1 1 0 0
pertahankan agar tidak
terkontaminasi, tuang larutan anti
septic/alkohol pada luka bersih dan
Nacl 0.9% pada luka kotor dan
bahan lainnya yang diperlukan.
Pada luka bersih:
 Gunakan sarung tangan
 Bersihkan luka sesuai kondisi
luka steril
 Kaji kondisi luka
 Berikan obat sesuai program/
kondisi luka lalu tutup dengan
kasa steril
Pada luka kotor:
 Bersihkan luka dengan
menyiramkan/mengompreskan
Nacl 0,9% dengan pinset dan
kasa steril,massage area luka
untuk mengeluarkan pus sampai
dengan bersih/lakukan
berulang-ulang
 Kaji kondisi luka
 Potong jaringan nekrotik bila
ditemukan atau sesuai order
dokter
 Tutup kembali luka dengan kasa
yang dibasahi Nacl atau sesuai
order dokter.
1 1 0 0
7. Buka sarung tangan
1 1 1 1
8. Fiksasi kasa dengan plester,
tambahkan balutan bila diperlukan
9. Rapikan klien seperti semula
1 1 1 1
10. Perawat mencuci tangan
1 1 1 1
11. Dokumentasi pada catatan
1 1 1 1
keperawatn klien

Sub total 10 11 9 8
Total 38
Presentase 86,4 %

Berdasarkan observasi pelaksanaan tindakan perawatan luka pada 4 orang


perawat, didapatkan hasil 86, 4% telah melaksanakan tindakan sesuai SOP. Ada
perawat yang tidak menggunakan pengalas.
103

Tabel 3.24 observasi tindakan pengambilan darah di ruang Al-Biruni RS Islam


Banjarmasin.

Kegiatan Aspek Yang Dinilai Observasi Ket


1 2 3 4
Pengambil 1. Mencuci tangan 1 1 1 1
an Sampel 2. Menentukan lokasi 1 1 1 1
darah 3. Meletakkan perlak kecil dibawah 0 0 0 0
lengan/daerah yang akan dilakukan
punksi
4. Melakukan pembendungan 1 1 1 1
5. Mendisifeksi lokasi tusukan 1 1 1 1
6. Menusukkan jarum dengan sudut 5- 1 1 1 1
30 derajat
7. Menghisap darah sesuai dengan 1 1 1 1
jumlah yang diperlukan
8. Pembendungan di lepas 1 1 1 1
9. Mencabut jarum 1 1 1 1
10. Menekan bekas punksi 1 1 1 1
11. Memasukkan darah ke dalam 1 1 1 1
tabung/botol darah
12. Memberaskan alat-alat 1 1 1 1
13. Mencuci tangan 1 1 1 1
Sub total 12 12 12 12
Total 24
Presentase 92,3%

Berdasarkan observasi pelaksanaan tindakan pengambilan darah pada 4 orang


perawat, didapatkan hasil 92,3% telah melaksanakan tindakan sesuai SOP.
Semua perawat yang dilakukan observasi tidak menggunakan perlak untuk
pengalas.

Tabel 3.25 Hasil Observasi kepatuhan perawatan melaksanakan tindakan sesuai SOP
No Judul SOP Presentase
1. Pemasangan infuse 88,5 %
2. Pemberian obat 83 %
3. Penambahan obat ke botol cairan 77,2 %
4. Perawatan luka 86,4 %
5. Pengambilan darah 92,3 %
Total 85,48 %
104

3.5 Analisis Swot (Analisis Masalah)


Tabel 3.26 Analisa Masalah di Ruang Al Biruni Rumah Sakit Islam
Banjarmasin
NO KEKUATAN KELEMAHAN PELUANG ANCAMAN
1 M1( Ketenagaan)
 Seluruhnya  Belum meratanya  Sebagian besar  Makin tingginya
perawat pelatihan bagi semua perawat kesadaran
mengetahui visi, karyawan. mempunyai masyarakat akan
misi ,rumah sakit  50 % perawat yang kemauan untuk adanya
maupun sudah mengikuti meningkatkan perlindungan
keperawatan di pelatihan BHD, 60 % pendidikan hukum terhadap
tempat kerja sudah mengikuti kejenjang yang tindakan
 Jenis ketenagaan pelatihan BTCLS, 55 lebih tinggi kesehatan yang
di ruangan % sudah mengikuti  Adanya kesempatan di berikan
S-1 Kep, Ners : pelatihan Patien melanjutkan  Adanya tuntutan
16 Orang Safety, 45 % sudah pendidikan tinggi dari
S-1 Kep : 1 memiliki sertifikat kejenjang yang masyarakat
Orang pelatihan Komunikasi lebih tinggi untuk pelayanan
D-3 Kep : 3 Efektif dan K3, serta  Adanya kebijakan yang lebih
Orang baru 35 % perawat rumah sakit tentang profesional
 Adanya pelatihan yang bersertifikat profesionalisasi  Adanya
meningkatkan pelatihan PPI perawat pertanggung
kompetensi  Hasil perhitungan jawaban
perawat kebutuhan tenaga legalitas bagi
berdasarkan DepKes pasien
RI pada perhitungan
diatas menunjukkan
kebutuhan tenaga
adalah sebanyak 22
orang, sedangkan
jumlah tenaga pada
ruang Al Biruni,
hanya berjumlah 20
orang, berarti dapat
disimpulkan bahwa
jumlah tenaga pada
ruang Al Biruni
belum ideal.
 Struktur organisasi
ruangan belum
diperbarui.
2 M2 (Material)
 Mempunyai  Ada beberapa  Adanya kesempatan  Adanya tuntutan
sarana dan ruangan pasien tidak untuk penggantian dari masyarakat
prasarana yang tersedianya sabun alat-alat yang tidak tentang
memadai untuk cuci tangan di layak pakai kesediaan sarana
pasien wastafel.  Adanya pengadaan dan prasarana
 Mempunyai 28  Ada beberapa sarana dan yang memadai
tempat tidur handscrub di tiap prasarana yang  Adanya tuntutan
pasien kamar pasien yang rusak dari bagian tinggi dari
 Semua perawat terisi dan tidak terisi, pengadaan barang masyarakat
mengerti cara serta tidak ada  Adanya peluang untuk
menggunakan penanggalan tanggal untuk memperbaiki melengkapi
alat-alat kadaluwarsa setiap dan membenahi sarana dan
perawatan kali pengisian ulang. keadaan ruangan prasarana
tersebut  Keterbatasan
105

dana untuk
sarana dan
prasarana

3 M3 (Metode)
Penerapan MAKP
 Rumah Sakit  Masih adanya  Adanya UU No.19  Persaingan
memiliki visi, perawat yang tahun 2002 dengan rumah
misi dan mutu melakukan tindakan keperwatan pasal sakit swasta
sebagai acuan tidak sesuai SOP yang berhubungan yang semakin
melaksanakan dengan MAKP ketat
kegiatan  Adanya  Makin tinggi
pelayanan mahasiswa Ners kesadaran
 Sudah ada model keperawatan masyarakat
MAKP dengan praktek akan hukum
metode Tim manajemen  Makin tinggi
Primer keperawatan kesadaran
 Mempunyai SOP masyarakat
dan SAK akan
Tindakan pentingnya
keperawatan kesehatan
 Bebas pers
yang dapat
langsung
menyebarkan
informasi yang
cepat

Timbang Terima
 Pelaksanaan  Komunikasi SBAR  Adanya pelatihan  Adanya
timbang terima di dan komunikasi efektif tuntutan yang
dalam ruangan pendokumentasian di Rumah Sakit lebih tinggi
sudah dilakukan. saat timbang terima  Adanya mahasiswa dari
 Adanya laporan belum dilaksanakan S-1 keperawatan masyarakat
jaga setiap shift dengan maksimal. yang praktik untuk
 Timbang terima manajemen mendapatkan
sudah merupakan keperawatan pelayanan
kegiatan rutin  Kebijakan RS keperawatan
yang telah (bidang yang
dilaksanakan keperawatan) profesional
 Adanya kemauan tentang timbang
perawat untuk terima
melakukan  Adanya kesempatan
timbang terima untuk meningkatkan
kemampuan
kompetensi
Ronde
Keperawatan  Pelaksanaan ronde  Adanya pelatihan  Adanya
 Bidang keperawatan belum manajemen bangsal tuntutan yang
perawatan dan dilakukan  Adanya kesempatan lebih tinggi
ruangan  dari kepala ruangan dari
mendukung untuk mengadakan masyarakat
adanya ronde keperawatan untuk
kegiatan ronde pada perawat dan mendapatkan
perawatan mahasiswa praktik pelayanan
yang
106

profesional
Supervisi
 Perawat mengerti  Belum adanya  Adanya teguran dari  Tuntutan
tentang supervisi dokumentasi kepala ruangan bagi pasien sebagai
 Supervisi sudah supervise perawat yang tidak konsumen
dilakukan di melaksanakan tugas untuk
ruangan Al dengan baik mendapatkan
Biruni, baik  Hasil supervise pelayanan
secara maupun dapat dilakukan yang
tidak langsung sebagai pedoman professional
untuk daftar  Terjadinya
penilaian prestasi mal praktek
pegawai
 Adanya mahasiswa
Ners keperawatan
yang praktik
manajemen
keperawatan

Dokumentasi Kurang optimalnya  Adanya program Tingkat kesadaran


Keperawatan perawat dalam mengisi pelatihan masyarakat
 Tersedianya status dokumentasi  Adanya mahasiswa (pasien dan
status pasien yang keperawatan secara Ners keperawatan keluarga) akan
baku lengkap, meliputi : yang praktik tanggungjawab
 74, 8 % pengisian  Beberapa diagnosa manajemen dan tanggung
dokumentasi keperawatan yang keperawatan gugat
sudah dilakukan tidak berubah dari
sesuai prosedur pasien masuk
sampai keluar
 Ada beberapa
tujuan keperawatan
yang ingin dicapai
tidak dicantumkan
 Ada beberapa
respons klien
terhadap tindakan
tidak di observasi
 Ada beberapa
format hanya
sampai SOAPI,
tanpa ER
 Ada beberapa
evaluasi hanya
menyebutkan
Tanda-tanda Vital
 Sebagian dinas Sore
dan Dinas Malam
tidak menuliskan
pengkajian secara
lengkap, hanya
implementasi saja.
 Mulai maksimalnya
pelaksanaan
discharge planning.
4. M4 (Money)
 Dana  Keterbatasan  Ada kesempatan  Adanya
107

operasional anggaran untuk untuk menggunakan tuntutan yang


ruangan Al pengadaan alkes, instrument medis lebih tinggi
Biruni diperoleh sarana dan dengan re-use dari
dari rumah prasarana lainnya. sehingga menghemat masyarakat
sakit. pengeluaran untuk
 Adanya kerjasama mendapatkan
pendanaan dengan pelayanan
pihak ketiga (BPJS) kesehatan
dalam hal yang lebih
pembiayaan professional
sehingga
membutuhkan
pendanaan
yang lebih
besar untuk
mendanai
sarana dan
prasarana
5 M5
(Marketing/Mutu)  Perawat kurang  Adanya survey  Adanya
 Kepuasan memberikan kepuasan pasien tuntutan dari
pasien informasi kepada  Adanya SOP keluarga/pasie
terhadap pasien tentang segala n untuk
pelayanan tindakan keperawatan mendapatkan
kesehatan di yang akan pelayanan
rumah sakit dilaksanakan keperawatan
(sebagian besar  Sebagian perawat yang
pasien (80,9 tidak memberitahu professional
%) dengan jelas tentang  Adanya
menyatakan hal-hal yang harus peningkatan
puas terhadap dipatuhi dalam standar
pelayanan perawatan pasien kesehatan
perawatan)  Dari kuesioner masyarakat
 Adanya variasi perawat atau kepala yang harus di
karakteristik ruangan tidak penuhi
dari pasien memberitahukan  Fasilitas SDM/
(BPJS, JKN, perawat yang sarana yang
Perusahaan, bertanggung jawab belum tersedia
Umum, atas pasien.
Asuransi lain)  Tidak adanya skala
Sebagai lahan penilaian untuk resiko
praktik jatuh di ruangan
 Sudah sehingga tidak
memiliki SOP maksimalnya
dan SAK pengkajian resiko
jatuh.
108

3.6 Identifikasi Masalah


Berdasarkan hasil pengkajian desiminasi awal di Ruang Al Biruni, didapatkan
beberapa masalah, yaitu :

Tabel 3.27 Identifikasi Masalah di Ruang Al Biruni


No Kategori Masalah
1 M1 (Man)  Pelatihan dasar yang harus dimiliki tenaga perawat di ruang
Al Biruni masih belum merata, karena hanya 50 % perawat
yang sudah mengikuti pelatihan BHD, 60 % sudah
mengikuti pelatihan BTCLS, 55 % sudah mengikuti
pelatihan Patien Safety, 45 % sudah memiliki sertifikat
pelatihan Komunikasi Efektif dan K3, serta baru 35 %
perawat yang bersertifikat pelatihan PPI.
 Hasil perhitungan kebutuhan tenaga berdasarkan DepKes RI
pada perhitungan diatas menunjukkan kebutuhan tenaga
adalah sebanyak 22 orang apabila full bad, sedangkan
jumlah tenaga pada ruang Al Biruni, hanya berjumlah 20
orang, berarti dapat disimpulkan bahwa jumlah tenaga pada
ruang Al Biruni belum ideal.
 Hasil Observasi di Ruangan Struktur Organisasi Tidak di
perbarui.
2 M2- Material  Ada beberapa handscrub di tiap kamar pasien yang terisi dan
tidak terisi, serta tidak ada penanggalan tanggal kadaluarsa
setiap kali pengisian ulang.
3 M3- Methode  Kurang optimalnya perawat dalam pengisian dokumentasi
keperawatan secara lengkap, meliputi :
a. Beberapa diagnosa keperawatan yang tidak berubah
dari pasien masuk sampai keluar
b. Ada beberapa tujuan keperawatan yang ingin dicapai
tidak dicantumkan
c. Ada beberapa respons klien terhadap tindakan tidak di
observasi
d. Ada beberapa format hanya sampai SOAPI, tanpa ER
e. Ada beberapa evaluasi hanya menyebutkan Tanda-
tanda Vital
f. Sebagian dinas Sore dan Dinas Malam tidak
menuliskan pengkajian secaara lengkap, hanya
implementasi saja.
g. Beelum maksimalnya pelaksanaan discharge planning.

 Tidak maksimalnya pelaksanaan Discharge planning


terbukti tidak lengkapnya leafleat di ruangan.
Operan/timbang
terima  Teknik komunikasi SBAR belum optimal
109

Supervisi  Pendokumentasian supervisi belum dilakukan

Ronde  Ronde Keperawatan belum dilakukan


Keperawatan
Instrumen SOP
 Didapatkan data kepatuhan perawat melaksanakan tindakan
Tindakan keperawatan pemasangan infuse sebesar 88, 5 %
Pemasangan Infus  Didapatkan data kepatuhan perawat melaksanakan tindakan
pemberian obat sebesar 83 %
Pemberian obat  Didapatkan data kepatuhan perawat melaksanakan tindakan
penambahan obat ke botol cairan infuse sebesar 72, 2 %
Memasukan obat  Didapatkan data kepatuhan perawat melaksanakan tindakan
ke cairan infus perawatan luka sebesar 86,4 %
 Didapatkan data kepatuhan perawat melaksanakan tindakan
Perawatan luka pengambilan darah sebesar 92,3 %

Pengambilan darah

4 M-5 Mutu  Tidak adanya terlihat pengkajian resiko jatuh pada ruangan
sehingga menyulitkan perawat dalam pengkajian resiko
jatuh.

3.7 Prioritas Masalah


Tabel 3.28 Prioritas Masalah Manejemen keperawatan di Ruang Al Biruni
Rumah Sakit Islam Banjarmasin
Priorit
No Masalah M S Mn Nc Af Skor
as
(Sarana dan Prasarana)
Kurang optimalnya sarana dan
1 4 4 3 5 2 480 IV
prasarana sabun cuci tangan dan
handsrub
2. (Dokumentasi Keperawatan)
Kurang optimalnya perawat dalam 5 5 5 5 5 3125 I
mengisi status dokumentasi
keperawatan secara lengkap.
3 (Timbang Terima)
1. Kurang optimalnya pelaksanaan 4 4 3 5 5 1200 II
timbang terima

4 (Disharge Planing)
Kurang Optimlanya pelaksanaan 5 4 4 3 3 720 III
discharge Planing
110

Metode pembobotan di atas menghasilkan urutan prioritas masalah berdasarkan skor


yang paling besar dan atas dasar pertimbangan waktu, keterbatasan sumber daya dan
kewenangan. Urutan masalah sesuai prioritas adalah :
1. Kurang optimalnya perawat dalam mengisi status dokumentasi keperawatan secara
lengkap.
2. Kurang optimalnya pelaksanaan timbang terima
3. Kurang Optimlanya pelaksanaan discharge Planing
4. Kurang optimalnya sarana dan prasarana sabun cuci tangan dan handsrub
111

3.3 Fish Bone Analysis

MAN MUTU

Masih adanya ketidakpuasan


Adanya tuntutan tinggi dari pasien terhadap pelayanan
Kurangnya motivasi dan rasa tanggung jawab
masyarakat untuk pelayanan perawatan.
perawat dalam pengisian status dokumentasi
yang lebih profesional
keperawatan.
Adanya peningkatan
Kebijakan pemerintah standar kesehatan
tentang BPJS masyarakat yang harus
menyebabkan dipenuhi.
Belum meratanya pelatihan peningkatan jumlah
bagi semua karyawan pasien
Kurang optimalnya
perawat dalam mengisi
status dokumentasi
keperawatan secara
lengkap
Belum adanya
dokumentasi supervisi
Dana operasional Keterbatasan anggaran untuk keperawatan
berasal dari pengadaan alkes, sarana dan
rumah sakit prasarana Kurang optimalnya perawat
dalam pengisian status
dokumentasi keperawatan
1. Adanya tuntutan dari Terdapat 28
masyarakat tentang kesediaan Tempat Tidur
sarana dan prasarana yang
memadai

MONEY MATERIAL METHODE


112
3.4 Planing Of Action (POA)

No Masalah Kegiatan Indikator Waktu Biaya Penanggung Jawab


Keberhasilan
1. Kurang optimalnya perawat 1. Membuat Standar Asuhan Dokumentasi Menyesuai Meidina Juliani, S.Kep
dalam mengisi status Keperawatan berbentuk keperawatan dapat 6-19 Januari kan Fazrian Nur Handri, S.Kep
dokumentasi keperawatan kalender untuk mempermudah dilaksanakan dengan 2020 kebutuhan M. Ja’far Numairi, S.Kep
secara lengkap perawat baik dan maksimal
2. Melaksanakan role play
dokumentasi keperawatan
3. Mengevaluasi dokumentasi
keperawatan

2. Kurang optimalnya 1. Mengumpulkan Pelaksanaan timbang 6-19 Januari Menyesuai Azmi Elenda, S.Kep
pelaksanaan timbang terima literature tentang proses terima dapat 2020 kan Melia Mayamsari, S.Kep
timbang terima dilaksanakan dengan kebutuhan
2. Menggunakan SPO timbang baik
terima ruangan Al-Biruni
3. Melakukan role play timbang
terima.
113

3. Kurang optimlanya 1. Membuat 10 leaflet yang akan Pelaksanaan discharge 6-19 Januari Menyesuai Muhammad Safi’i, S.Kep
pelaksanaan discharge dibagikan kepada pasien dan planning dapat 2020 kan Wijayanti Wulandari,
planing keluarga sesuai penyakit dilakukan dengan baik kebutuhan S.Kep
terbanyak diruangan. dari pasien masuk dan
pulang oleh
mahasiswa. Dan dapat
diterapkan pula oleh
perawat diruangan.

4. Kurang optimalnya sarana 1. Menyediakan sabun cuci Tersedianya nomor 6-19 Januari Menyesuai Dian Rivia, S.Kep
dan prasarana sabun cuci tangan dan hand srub diruang bed pasien 2020 kan Bugy Fajar Nusantara,
tangan dan handsrub dan pasien. memudahkan perawat kebutuhan S.Kep
lain-lain. 2. Menyediakan pengkajian untuk identifikasi
resiko jatuh di ruangan pasien.
3. Membuat struktur organisasi
yang terbaru
114

DAFTAR PUSTAKA

Arwani & Heru Supriyatno. 2006. Manajemen Bangsal keperawatan. Jakarta: EGC
Cohen L. Elaine, Toni G. Cesta. 2005. Nursing Case Management From
Essentials to

Advanced Practice Applications 4th edition. Missouri: Elsevier Mosby

Kozier, B. 2004. Fundamental Of Nursing Concept Process and Practice. 1st Volume
6 th Edition. New Jersey. Pearson/Prentice Hall.

Kuntoro, Agus. 2010. Buku Ajar Manajemen Keperawatan. Yogyakarta : Nuha Medika

Nursalam. 2007. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan


Profesional (Edisi2). Jakarta: Salemba Medika

Nursalam. 2009. Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktek Keperawatan


Profesional. Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika

Nursalam. 2011. Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktek Keperawatan


Profesional. Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika

Nursalam. 2014. Manajemen keperawatan: aplikasi dalam praktik keperawatan


professional (edisi 4). Jakarta: salemba medika

Potter P.A & Perry A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses,
dan Praktik Volume 1. Alih bahasa: Yasmin Asih et al. Edisi 4. Jakarta:
EGC.Purnamasari

Sitorus, Ratna.2006.Model Praktik Keperawatan Profesional di Rumah Sakit:Penataan


Struktur dan Proses (Sistem) Pemberian Asuhan Keperawatan di Ruang
Rawat:Implementasi. Jakarta:EGC.

Anda mungkin juga menyukai