Anda di halaman 1dari 12

Nama : Wijayanti Wulandari

NPM :1714201210074

Gagal Ginjal Kronik


1. Pengertian GGK
Gagal ginjal kronik biasanya merupakan akibat akhir kehilangan fungsi ginjal lanjut
secara bertahap (Doenges 1999, dalam Haryono 2013).
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan irreversible di mana kemampuan tubuh gagal
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth 2001
dalam, Haryono 2013).
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan
lambat, biasanya berlangsung beberapa tahun. (Price 1992, dalam Haryono, 2013).
Gagal ginjal kronik adalah sindrom klinis yang umum pada stadium lanjut dari
semua penyakit ginjal kronik yang ditandai oleh uremia (Depkes RI 1996, dalam Haryono,
2013).
Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi
ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut. Hal ini terjadi bila
laju filtrasi glomerator kurang dari 50ml/menit. (Suyono 2001, dalam M. Clevo Rendi,
Margareth, 2012)
Gagal ginjal kronis ( chronic renal failure) adalah kerusakan ginjal progresif yang
berakibat fatal dan ditandai dengan anemia (urea dan limbah nitrogen yang berada dalam
darah). (Nursalam, 2008).
Gagal ginjal kronik (chronic kidney disease) adalah destruksi struktur ginjal yang
progresif dan terus menerus. Gagal ginjal kronik dapat timbul dari hampir semua penyakit
penyerta, akan terjadi perburukan fungsi ginjal secara progresif yang ditandai dengan
penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) yang progresif (Corwin 2009).
The National Kidney Foundation (2002) mendefinisikan gagal ginjal kronik sebagai
adanya kerusakan ginjal, atau menurunnya tingkat fungsi ginjal untuk jangka waktu tiga
bulan atau lebih. Gagal ginjal kronik ini dapat dibagi lagi menjadi 5 tahap, tergantung pada
tingkat keparahan kerusakan ginjal dan tingkat penurunan fungsi ginjal. Tahap 5 Chronic
Kidney Disease (CKD) disebut sebagai stadium akhir penyakit ginjal(end stage renal
disease/ end stage renal failure). Tahap ini merupakan akhir dari fungsi ginjal. Ginjal
bekerja kurang dari 15% dari normal (Corrigan 2011).
Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah gangguan fungsi ginjal
yang menahun bersifat progresif dan irreversibel. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit yang menyebabkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah (Smeltzer dan Bare, 2011).
2. Etiologi
Penyebab dari gagal ginjal kronik adalah : (Haryono, 2013)
a. Infeksi saluran kemih pielonefritis kronis
b. Penyakit peradangan (glomerulonefritis) primer dan sekunder. Glomerulonefritis
adalah peradangan ginjal bilateral, biasanya timbul pascainfeksi streptococcus. Untuk
glomerulonefrtitis akut, gangguan fisiologis utamanya dapat mengakibatkan ekskresi
air, natrium dan zat-zat nitrogen berkurang sehingga timbul edema dan azotemia,
peningkatan aldosteron menyebabkan retensi air dan natrium. Untuk glomerulonefritis
kronik, ditandai dengan kerusakan glomerulus secara progresif lambat, akan tampak
ginjal mengkerut, berat lebih kurang dengan permukaan berganula. Ini disebabkan
jumlah nefron berkurang karena iskemia, karena tubulus mengalami atropo, fibrosis
intestisial dan penebalan dinding arteri.
c. Penyakit vaskuler hipersensitif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis). Merupakan
penyakit primer dan menyebabkan kerusakan pada ginjal. sebaliknya, GGK dapat
menyebabkan hipertensi melalui mekanisme.
d. Gangguan jaringan penyambung (SLE poliarterites nodusa, sklerosi sistemik)
e. Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal).
penyakit ginjal polikistik yang di tandai dengan kista multiple, bilateral yang
mengadakan ekspansi dan lambat laun mengganggu dan mengahancurkan parenkim
ginjal normal akibat penekanan. Asidosis tubulus ginjal merupakan gangguan ekskresi
H+ dari tubulus ginjal/kehilangan HCO3 dalam kemih walaupun GFR yang memadai
tetap dipertahankan, akibat timbul asidosis metabolik.
f. Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme)
g. Netropati toksik
h. Nefropati obstruktif (batu saluran kemih)
3. Manifestasi klinik
Manifestasi klinik antara lain (Barbara C long, 1996):
a. Gejala dini : Lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang,
mudah tersinggung, depresi.
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak
nafas baik waktu ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin
tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.

Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001) :


a. Hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sistem rennin-angiotenin-
aldosteron)
b. Gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan)
c. Perikarditis (akibat iritasi pada lapisan pericardial oleh toksik, pruritis, anoreksia,
mual, muntah, cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak
mampu berkonsentrasi)
Manifestasi klinik menurut Suyono, 2001:
1. Sistem kardivaskuler, antara lain pitting edema, edema periorbital, pembesaran vena
leher, nyeri dada, sesak nafas akibat perikarditis, gangguan irama jantung.
2. Sistem pulmoner, antara lain nafas dangkal, kusmaul, krekels, sputum kental dan riak.
3. Sistem gastrointestinal, antara lain anoreksia, mual, muntah, pendarahan saluran GI,
ulserasi, pendarahan mulut, nafas berbau ammonia.
4. Sistem musculoskeletal, antara lain kram otot, kehilangan kekuatan otot, fraktur tulang,
burning feet syndrome (rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki), tremor.
5. Sistem integumen, antara lain kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuningan-
kuningan akibat penimbunan urokrom, gatal-gatal akibat toksik, kulit kering bersisik,
kuku dan rambut tipis rapuh.
6. Sistem reproduksi, libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan mentruasi dan
aminore.
4. Patofisiologis
( M.clevo Rendi, Margareth, 2012)
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron
yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi
walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan
ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut
menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai
poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri
timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien
menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi
ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin
clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, akan semakin berat.
Banyak gejala uremia membaik setelah dialysis.
Perjalanan klinis gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 stadium yaitu :
a. Stadium I
penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antara 40%-75%), tahap inilah yang paling
ringan, dimana faal ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita ini belum merasakan
gejala-gejala dan pemeriksaan laboratorium faal ginjal masih dalam batas normal.
Selama tahap ini kreatinin serum dan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam
batas normal dan penderita asimtomatik, laju filtrasi glomerolus/glomeruler
Filtration rate (GFR) < 50 % dari normal, bersihan kreatinin 32,5-130 ml/menit.
Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan memberikan beban
kerja yang berat, sepersti tes pemekatan kemih yang lama atau dengan mengadakan
test GFR yang teliti.
b. Stadium 2 (insufiensi ginjal)
Lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak (glomerulofiltration rate
besarnya 25 % dari normal. Pada tahap ini Blood Ureum Nitrogen mulai meningkat
diatas normal, kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal,
azotemia ringan, timbul nokturia dan poliuri.
c. Stadium 3 (gagal ginjal stadium akhir/uremia)
Timbul apabila 90 % massa nefron telah hancur, nilai glomerulofiltration rate 10 %
dari normal, kreatinin klirens 5-10 ml/menit atau kurang. Pada tahap ini kreatinin
serum dan kadar blood ureum nitrogen meningkat sangat mencolok dan timbul
oliguria.
5. Penatalaksanaan (HD dan manajemen cairan dan nutrisi) (Haryono. 2013)
1) Obat-obatan
Antihipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen kalsium, furosemid
(membantu berkemih), transfuse darah.
2) Intake cairan dan makanan
a. Minum yang cukup
b. Pengaturan diet rendah protein (0,4-0,8 gram/kgBB) bisa memperlambat
perkembangan gagal ginjal kronis
c. Asupan garam biasanya tidak dibatasi kecuali jika terjadi edema (penimbunan
cairan di dalam jaringan) atau hipertensi
d. Tambahan vitamin B dan C diberikan jika penderita menjalani diet ketat atau
menjalani diaslisa
e. Pada penderita gagal ginjal kronis biasanya kadar trigliserida dalam darah tinggi.
Hal ini akan meningkatkan risiko terjadinya komplikasi, seperti stroke dan serangan
jantung . untuk menurunkan kadar trigeliserida, diberikan gemfibrozil.
f. Kadang asupan cairan dibatasi untuk mencegah terlalu rendahnya kadar garam
(natrium) dalam darah
g. Makanan kaya kalium harus dihindari. Hiperkalemia (tingginya kadar kalium dalam
darah) sangat berbahaya karena meningkatkan risiko terjadinya gangguan irama
jantung dan cardiac arrest.
h. Jika kadar kalium terlalu tinggi maka diberikan natrium polisteren sulfonat untuk
mengikat kalium sehingga kalium dapat dibuang bersama tinja.
i. Kadar fosfat dalam darah dikendalikan dengan membatasi asupan makanan kaya
fosfat (misalnya produk olahan susu, hati, polong, kacang-kacangan dan minuman
ringan)
3) Hemodialisis
Hemodialisis adalah dialisis yang dilakukan diluar tubuh, darah dikeluarkan dari tubuh
melalui sebuah kateter arteri, kemudian masuk ke dalam sebuah mesin besar, di dalam
mesin tersebut terdapat dua ruang yang dipisahkan oleh sebuah membran
semipermeabel. Darah dimasukkan ke salah satu ruang, sedangkan ruang yang lain diisi
oleh cairan perdialisis dan diantara keduanya akan terjadi difusi. Darah dikembalikan
ke tubuh melalui sebuah pirau vena. Hemodialisis memerlukan waktu selama 3 – 5 jam
dan dilakukan sekitar 3x dalam seminggu. Pada akhir interval 2 – 3 hari diantara terapi
keseimbangan garam, air dan pangkat hidrogen (PH) sudah tidak normal lagi dan
penderita biasanya merasa tidak sehat (Corwin 2009).
Hemodialisis diindikasikan pada pasien dalam keadaan akut yang memerlukan
terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien
dengan gagal ginjal tahap akhir yang memerlukan terapi jangka panjang / permanen
(Smeltzer et al. 2008). Secara umum indikasi dilakukan hemodialisis pada penderita
gagal ginjal adalah :
a. Laju filtrasi glomerulus kurang dari 15ml/menit
b. Hiperkalemia
c. Kegagalan terapi konservatif
d. Kadar ureum lebih dari 200mg/dl
e. Kreatinin lebih dari 65mEq/L
f. Kelebihan cairan
g. Anuria berkepanjangan lebih dari 5 kali
4) Transplantasi ginjal
Adalah suatu metoda terapi dengan cara “memanfaatkan”sebuah ginjal sehat (yang
diperoleh melalui proses pendonoran) melalui proses pembedahan. Ginjal sehat dapat
berasal dari individu yang masih hidup (donor hidup) atau yang baru saja meninggal
(donor cadaver). Ginjal ‘cangkokan’ ini selanjutnya akan mengambil alih fungsi kedua
ginjal yang sudah rusak. Transplantasi ginjal tidak dapat dilakukan untuk semua kasus
penyakit ginjal kronik. Individu dengan kondisi seperti kanker, infeksi serius, atau
penyakit kardiovaskuler (pembuluh darah jantung) tidak dianjurkan untuk menerima
transplantasi ginjal karena kemungkinan gagal ginjal yang cukup tinggi.
6. Pemeriksaan penunjang (Haryono, 2013)
a. Urine
- Volume : biasanya kurang dari 400ml/24 jam (oliguria)/anuria
- Warna : secara abnormal urin keruh, mungkin disebabkan oleh pus, bakteri, lemak,
partikel koloid, fosfat lunak, sedimen kotor, kecoklatan menunjukan adanya darah,
Hb, mioglobulin, forfirin.
- Berat jenis : < 1,051 (menetap pada 1.010 menunjukan kerusakan ginjal berat)
- Osmolalitas : < 350 Mosm/kg menujukan kerusakan mubular dan rasio urin/sering
1:1
- Kliren kreatinin : mungkin agak menurun
- Natrium : >40 ME o/% karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium
- Protein : derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara bulat, menunjukan kerusakan
glomerulus jika SDM dan fagmen juga ada, pH, kekeruhan, glukosa, SDP, dan SDM
b. Darah
- BUN : urea adalah produksi akhir dari metabolisme protein, peningkatan BUN dapat
merupakan indikasi dehidrasi, kegagalan prerenal atau gagal ginjal.
- Kreatinin : produksi katabolisme otot dari pemecahan kreatinin otor dan kreatinin
posfat. Bila 50 % nefron rusak maka kadar kreatinin meningkat.
- Elektrolit : natrium, kalium, kalsium, dan phosfat
- Hematologi : Hb, trombosit, Ht, dan leukosit
c. Pielografi intravena
- Menunjukan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
- Pielografi dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversible
- Arteriogram ginjal
- Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskuler, massa.
d. Sistouretrogram berkemih
Menunjukan ukuran kandung kemih dan adanya massa, kista, obstruksi pada saluran
kemih bagian atas
e. Ultrasonografi ginjal
Menunjukan ukuran kandung kemih dan adanya massa, kista, obstruksi pada saluran
kemih bagian atas
f. Biospsi ginjal
Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menentukan sel jaringan untuk diagnosis
histologist
g. Endoskopi ginjal nefroskopi
Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria dan pengangkatan
tumor selektif
h. EKG
Mungkin abnormal menunjukan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa, aritmia,
hipertrofi ventrikel dan tanda-tanda perikarditis.

7. Komplikasi
Menurut Haryono (2013) :
a. Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme dan
masukan diet berlebih.
b. Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialysis yang tidak adekuat
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-angiotensin-
aldosteron
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah,
perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dna kehilangan drah selama hemodialisa
e. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal, dan peningkatan kadar aluminium.

Menurut Lyndon Saputra (2014) :


a. Gangguan keseimbangan elektrolit
b. Aritmia
c. Gagal jantung
d. Edema paru
e. Anemia
f. Disfungsi trombosit
g. Disfungsi seksual
8. Pengkajian Keperawatan (Haryono, 2013)
a. Biodata
1) Identitas Klien
2) Identitas penanggung jawab
b. Keluhan utama
c. Riwayat kesehatan sekarang
d. Riwayat kesehatan dahulu
e. Riwayat kesehatan keluarga
f. Genogram
g. Riwayat kesehatan lingkungan
h. Focus pengkajian
1) Aktivitas/istirahat
Gejala : kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise, gangguan tidur
(insomnia/gelisah atau samnolen)
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak
2) Sirkulasi
Gejala : riwayat hipertensi lama atau berat.
Palpitasi, nyeri dada (angina)
Tanda : Hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum, pitting pada kaki, telapak
tangan, disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi ortostatik menunjukan
hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap akhir, pucat, kulit coklat
kehijauan, kuning, kecenderungan pendarahan.
3) Integritas ego
Gejala : faktor stress, contoh : financial, hubungan, perasaan tidak berdaya, tidak
ada kekuatan
Tanda : menolak, ansietas, takut, marah, mudah tersinggung, perubahan
kepribadian.
4) Eliminasi
Gejala : penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut), abdomen
kembung, diare atau konstipasi.
Tanda : perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat, berawan,
oliguria, dapat menjadi anuria.
5) Makanan/cairan
Gejala : peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan
(malnutrisi). Anoreksia, nyeri uluh hati, mual/muntah, rasa tidak sedap pada
mulut (pernafasan ammonia)
Tanda : distensi abdomen, pembesaran hati, perubaan turgor kulit, edema,
ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah, penurunan otot, penurunan lemak subkutan,
penampilan tidak bertenaga.
6) Neurosensori
Gejala : sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang sindrom “kaki
gelisah”, rasa terbakar pada telapak kaki.
Tanda : gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat
kesadaran, kejang, rambut tipis, kuku rapuh, dan tipis
7) Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaku (memburuk saat
malam hari)
Tanda : perilaku berhati-hati, distraksi, gelisah
8) Pernafasan
Gejala : nafas pendek, dyspepsia, nocturnal paroksismal, batuk dengan atau
tanpa sputum kental dan banyak
Tanda : takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi/kedalaman (pernafasan
kusmaul), batuk produktif dengan sputum merah muda encer (edema paru)
9) Keamanan
Gejala : kulit gatal, ada/berulangnya infeksi
Tanda : pruritis, demam (sepsis, dehidrasi), normotermia dapat secara actual
terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari
normal (efek GGK/depresi respons imun), ptekie, area ekimosis pada kulit.
10) Seksualitas
Gejala : penurunan libido, amenorea, infertilitas.
11) Interaksi sosial
Gejala : kesulitan menentukan kondisi, contoh tidak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga
12) Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat DM keluarga (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit
polikistik, nefritis herediter, kalkulus urinaria, malignansi. Riwayat terpajan pada
toksin, contoh obat, racun lingkungan. Penggunaan antibiotic nefrotoksik saat
ini/berulang.
9. Diagnosa keperawatan
Menurut Doenges (1999) dan Lynda Juall (2000) dalam M.Clevo Rendi, Margareth (2012)
diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien CKD adalah :
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantun yang meningkat
b. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan udem sekunder :
volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O
c. Perubahan nutria kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual,
muntah.
d. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder, kompensasi
melalui alkalosis respiratorik.
e. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O2 ke jaringan menurun
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat,
keletihan.
10. Intervensi Keperawatan
Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat
Tujuan:
Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil :
mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung dalam
batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi jantung dan paru
R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
b. Kaji adanya hipertensi
R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-renin-angiotensin
(disebabkan oleh disfungsi ginjal)
c. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala 0-10)
R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
d. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia

Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema


sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan kriteria hasil:
tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output
Intervensi:
a. Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan masukan dan
haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital
b. Batasi masukan cairan
R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan respon terhadap
terapi
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan
R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan
cairan
d. Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama
pemasukan dan haluaran
R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output

Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual,


muntah
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan kriteria hasil:
menunjukan BB stabil
Intervensi:
a. Awasi konsumsi makanan / cairan
R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi
b. Perhatikan adanya mual dan muntah
R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah atau
menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi
c. Beikan makanan sedikit tapi sering
R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan
d. Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan
R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial
e. Berikan perawatan mulut sering
R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam mulut
yang dapat mempengaruhi masukan makanan

Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder: kompensasi


melalui alkalosis respiratorik
Tujuan: Pola nafas kembali normal / stabil
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
R: Menyatakan adanya pengumpulan sekret
b. Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam
R: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2
c. Atur posisi senyaman mungkin
R: Mencegah terjadinya sesak nafas
d. Batasi untuk beraktivitas
R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksia
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis
Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga dengan kriteria hasil :
- Mempertahankan kulit utuh
- Menunjukan perilaku / teknik untuk mencegah kerusakan kulit
Intervensi:
a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, perhatikan kadanya
kemerahan
R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat menimbulkan
pembentukan dekubitus / infeksi.
b. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa
R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi
dan integritas jaringan
c. Inspeksi area tergantung terhadap udem
R: Jaringan udem lebih cenderung rusak / robek
d. Ubah posisi sesering mungkin
R: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi buruk untuk
menurunkan iskemia
e. Berikan perawatan kulit
R: Mengurangi pengeringan , robekan kulit
f. Pertahankan linen kering
R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit
g. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan
tekanan pada area pruritis
R: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera
h. Anjurkan memakai pakaian katun longgar
R: Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat,


keletihan
Tujuan: Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi
Intervensi:
a. Pantau pasien untuk melakukan aktivitas
b. Kaji fektor yang menyebabkan keletihan
c. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
d. Pertahankan status nutrisi yang adekuat
DAFTAR PUSTAKA

Corrigan, R. (2011). The Experience Of The Older Adult With End-Stage Renal Disease
On Hemodialysis. Di akses : https://qspace.library.queensu.ca
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi (diterjemahkan oleh Nkhe Budhi
subekti). Jakarta : EGC
Haryono, Rudi. 2013. Keperawatan Medikal Bedah: Sistem Perkemihan. Yogyakarta:
Rapha Publishing.
Nursalam, dkk. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika
Rendi, M. Clevo, Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit
Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika
Saputra, Lyndon. 2014. Buku Saku Keperawatan : pasien dengan Gangguan Fungsi Renal
dan Urologi. Jakarta : Binarupa Aksara
Smeltzer,s.c dan Bare,b.g. 2011. Buku ajar keperawatan medical bedah. Brunner & Suddar
th. Edisi. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai