Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH MANAJEMEN RESIKO

IDENTIFIKASI DAN ANALISA RESIKO


DALAM INDUSTRI PERBANKAN

DOSEN PENGAMPU :

FITRI, SE., MM.

Di Susun Oleh

DEA DELVINA PUTRI 1802110778

ELMA MUTIAH HASIBUAN 1802111137

MANAJEMEN

UNIVERSITAS RIAU

2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan Kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya saya tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai Tugas dari mata kuliah Manajemen
Resiko dengan judul “ Identifikasi dan Analisa Resiko Dalam Industri Perbankan”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila
terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-
besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Pekanbaru, 25 Februari 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1
1.1 Latar Belakang......................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................6
1.3 Tujuan ...................................................................................................................6
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................7
2.1 Cara Mengelola Manajemen Resiko Pada Perbankan ..........................................7
2.2 Keuntungan dan Hambatan Dalam Menerapkan Manajemen Resiko Pada Bank .........12
2.3. Implementasi Manajemen Resiko pada Bank Syariah Mandiri ....................................15
2.4. Implementasi Manajemen Resiko pembiayaan Mudharabah ....................................18
2.4. Analisis Implementasi Manajemen Resiko Pada Bank Syariah Mandiri............20
BAB III PENUTUP ..................................................................................................36
3.1 Kesimpulan ..........................................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................37

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dekade ini industri perbankan Indonesia dihadapkan dengan risiko yang

semakin kompleks akibat kegiatan usaha bank yang beragam mengalami

perkembangan pesat sehingga mewajibkan bank untuk meningkatkan

kebutuhan akan penerapan manajemen risiko untuk meminimalisasi risiko

yang terkait dengan kegiatan usaha perbankan. Implementasi manajemen

risiko pada bank di Indonesia diarahkan sejalan dengan standar baru secara

global yang dikeluarkan oleh Bank for International Settlement (BIS) dengan

konsep permodalan baru dimana kerangka perhitungan modal lebih sensitif

terhadap risiko (risk sensitive) serta memberikan insentif terhadap

peningkatan kualitas manajemen risiko di bank atau yang lebih disebut

dengan Basel II (penyempurnaan dari Basel I), sebagaimana diadopsi oleh

Bank Indonesia melalui peraturan Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan

Manajemen Risiko bagi Bank Umum agar perbankan Indonesia dapat

beroperasi secara lebih berhati-hati dan penerapannya disesuaikan dengan

tujuan, kebijakan usaha, ukuran dan kompleksitas usaha serta kemampuan

bank dalam hal keuangan, infrastruktur pendukung maupun sumber daya

manusia. Dengan ketentuan ini, bank diharapkan mampu melaksanakan

seluruh aktivitasnya secara terintegrasi dalam suatu sistem pengelolaan risiko

yang akurat dan komprehensif

1
Melalui implementasi Basel II pula, Bank Indonesia diharapkan dapat

meningkatkan aspek manajemen risiko agar bank semakin resisten terhadap

perubahan-perubahan yang terjadi baik di dalam negeri, regional maupun

internasional (Bank Indonesia, 2003). Bank Indonesia juga menuntut dewan

komisaris dan direksi setiap bank harus memahami rangkaian prosedur dan

metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau

dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha bank. Hal ini agar

perbankan Indonesia terhindar dari risiko likuiditas yang berlebihan atau krisis

pada bank yang dapat mengakibatkan sistem perekonomian dan perbankan

Indonesia menjadi tidak stabil

Praktik manajemen risiko di perbankan dapat menggunakan berbagai

alternatif penilaian profil risiko. Standar Basel II menggunakan beberapa

altenatif pendekatan macam-macam risiko dalam menghitung kebutuhan

modal yang sesuai dengan profil risiko bank (Goyal, 2010). Mengadopsi

Standar Basel II, Bank Indonesia menggunakan 8 jenis alternatif penilaian

profil risiko yang wajib dikelola dan dilaporkan oleh bank-bank di Indonesia

yaitu dengan penilaian risiko kredit, risiko pasar, risiko operasional, risiko

likuiditas, risiko hukum, risiko stratejik, risiko reputasi dan risiko kepatuhan.

2
Bagan jenis-jenis risiko berdasarkan ketetapan Basel II

Manajemen risiko merupakan proses antisipasi terhadap risiko agar

kerugian tidak terjadi kepada organisasi (Firmansyah, 2010). Menurut

Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2010 mengenai Perubahan atas

PBI Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko, Risiko

adalah potensi kerugian akibat terjadinya suatu peristiwa (events) tertentu dan

Manajemen Risiko adalah serangkaian metodologi dan prosedur yang

digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan

risiko yang timbul dari seluruh kegiatan usaha bank.

Terdapat 8 jenis risiko yang wajib dikelola atau dipertimbangkan oleh

Bank Umum.

Pertama risiko kredit, menurut Bank Indonesia (2003) risiko kredit adalah

risiko yang timbul akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam

memenuhi kewajiban kepada Bank. Dalam Basel II ditetapkan 2 (dua) metode

untuk mengukur risiko kredit, dengan cara Standar Approach yang

menggunakan berat risiko dari external rating dan Internal Rating Based

3
(IRB) yang memungkinkan bank menentukan parameter pengukuran sendiri

seperti probability of default, loss given default, recovery rate yang

disesuaikan dengan portofolio kredit yang dimilikinya (Bank for International

Settlement, 2005).

Kedua, risiko pasar adalah risiko pada posisi neraca dan rekening

administratif termasuk transaksi derivatif, akibat perubahan secara

keseluruhan dari kondisi pasar, termasuk risiko perubahan harga option

(Bank Indonesia, 2003). Risiko pasar dapat diukur Value at Risk (VaR)

yang mana probabilitas estimasi dari kerugian portofolio berdasarkan analisis

statistik dari trend harga historis dan volatilitas (Korna Risk Management,

2010). Risiko ini muncul akibat harga pasar bergerak ke arah yang

merugikan. Risiko ini merupakan risiko gabungan yang terbentuk akibat

perubahan suku bunga, perubahan nilai tukar serta hal lain yang

mempengaruhi harga pasar saham, ekuitas maupun komoditas. Terdapat dua

jenis risiko pasar, yaitu spesific market risk dimana risiko yang terjadi akibat

dari perubahan harga atas suatu sekuritas tertentu dan general market risk

dimana risiko yang terjadi akibat dari perubahan harga suatu instrumen

moneter tertentu (Kasidi, 2010: 66).

Ketiga, risiko likuiditas adalah risiko akibat ketidakmampuan Bank

untuk memenuhi kewajiban yang jatuh waktu dari sumber pendanaan arus

kas dan/atau dari aset likuid berkualitas tinggi yang dapat digunakan tanpa

mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan bank (Bank Indonesia, 2003).

4
Risiko likuiditas terbagi menjadi dua macam, yaitu risiko likuiditas aset

(market liquidity risk) dimana suatu transaksi tidak dapat dilaksanakan pada

harga pasar akibat besarnya nilai transaksi relatif terhadap besarnya pasar

dan risiko likuiditas pendanaan (cash flow risk) yaitu risiko ketidakmampuan

memenuhi kewajiban jatuh tempo sehingga mengakibatkan likuidasi.

Keempat, menurut Bank Indonesia (2003) risiko opersional adalah

risiko akibat adanya ketidakcukupan dan/atau tidak berfungsinya proses

internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau adanya problem

eksternal yang mempengaruhi operasional bank. Pengelolaan manajemen

risiko untuk risiko operasional bertujuan untuk meminimalkan kemungkinan

dampak negatif dari tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia,

kegagalan sistem dan/atau kejadian-kejadian eksternal (Allen dan Bali,

2007).

Kelima adalah risiko hukum, menurut Bank Indonesia (2003) risiko

hukum adalah risiko akibat tuntutan hukum dan/atau kelemahan aspek

yuridis. Kelemahan aspek yuridis antara lain disebabkan adanya tuntutan

hukum, tidak adanya peraturan perundang-undangan yang mendukung atau

kelemahan perikatan seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya suatu kontrak.

Risiko ini terjadi karena bank tidak mau mematuhi atau tidak mau

melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain yang

berlaku.

Keenam, risiko reputasi adalah risiko akibat menurunnya tingkat

kepercayaan stakeholder yang bersumber dari persepsi negatif terhadap

5
bank. Pengelolaan manajemen risiko reputasi bertujuan untuk mengantisipasi

dan meminimalkan dampak kerugian dari risiko reputasi bank (Bank

Indonesia, 2011).

Ketujuh, risiko stratejik adalah risiko akibat ketidaktepatan dalam

pengambilan dan/atau pelaksanaan suatu keputusan strategi serta kegagalan

dalam mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis (Bank Indonesia, 2003).

Pengelolaan manajemen risiko stratejik bertujuan untuk memastikan proses

manajemen risiko dapat meminimalkan kemungkinan dampak negatif dari

ketidaktepatan pengambilan keputusan stratejik.

Kedelapan adalah jenis risiko kepatuhan, menurut Bank Indonesia

(2003) risiko kepatuhan adalah risiko akibat bank tidak mematuhi atau tidak

melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku.

Pengelolaan manajemen risiko kepatuhan bertujuan untuk memastikan

proses manajemen risiko dapat meminimalkan kemungkinan dampak negatif

dari perilaku bank yang menyimpang atau melanggar standar dan/atau

perundang-undangan yang berlaku secara umum.

Bank sangat perlu mengambil langkah-langkah yang sistematis untuk

mengelola risiko yang ditimbulkan dari kegiatan usahanya yang mencakup 8

risiko yang telah ditetapkan oleh BI tersebut agar bank dapat menjalankan

kegiatan usahanya dengan tata kelola yang baik dan benar (good corporate

governance). Pada Basel II, jenis pengukuran manajemen risiko dijabarkan

dalam pilar 1 dimana untuk menentukan minimum capital requirement

adalah risiko kredit, risiko pasar dan risiko operasional (Bank for

6
International Settlement, 2005).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian dari Manajemen Resiko ?

2. Bagaimanakah identifikasi dan Analisa resiko dalam industri perbankan?

1.3 Tujuan

1. Menjelaskan pengertian dari Manajemen Resiko

2. Menjelaskan Identifikasi dan Analisa Resiko dalam Industri Perbankan

7
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Cara Mengelola Manajemen Risiko Pada Perbankan

Menurut Bank Indonesia (2011), cara mengelola manajemen risiko pada

bank dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu mengidentifikasi risiko,

mengukur risiko, memantau dan mengendalikan risiko tersebut. Pengelolaan

manajemen risiko pada bank dengan cara identifikasi risiko dapat dilakukan

dengan menganalasis segala sumber risiko dari produk dan aktivitas bank serta

memastikan bahwa risiko dari produk dan aktivitas baru telah melalui proses

manajemen risiko yang layak sebelum diterapkan.

Pengelolaan manajemen risiko dengan cara pengukuran risiko wajib

dilakukan secara berkala baik untuk produk dan portofolio maupun seluruh

aktivitas bisnis bank. Pengukuran risiko dapat dilakukan dengan menggunakan 2

metode, yaitu metode kuantitatif, seperti perhitungan parameter Credit Scoring

Tools, Value at Risk (VaR), stress testing, dan metode kualitatif.

Pengelolaan manajemen risiko dengan cara pemantauan risiko pada bank

harus dilakukan dengan menyiapkan suatu sistem back-up dan prosedur yang

efektif untuk mencegah terjadinya gangguan dalam proses pemantauan risiko dan

melakukan pengecekan secara berkala pada sistem back-up tersebut. Dalam

pemantauan risiko, bank wajib menerapkan prosedur pemantauan yang

mencakup besarnya eksposur risiko, toleransi risiko dan hasil stress test (Bank

Indonesia, 2011).

Pengelolaan manajemen risiko dengan proses pengendalian risiko yang

8
memadai harus diterapkan oleh setiap bank, mengacu pada kebijakan dan

prosedur yang telah diterapkan, disesuaikan dengan eksposur risiko maupun

tingkat risiko yang akan diambil. Melalui lampiran surat edaran nomor

13/23/DPNP, Bank Indonesia (2011) menyatakan bahwa pengendalian risiko

dapat dilakukan oleh bank dengan cara mekanisme lindung nilai, penambahan

modal bank untuk mengurangi potensi kerugian dan metode mitigasi seperti

penerbitan garansi, sekuritas aset, kredit derivatif.

Pengelolaan manajemen risiko tidak terlepas dari profil risiko perbankan

yang mana menurut Institute of Risk Management (2002), cara pengelolaan yang

baik atas profil risiko sangat diperlukan sebagai dasar penerapan manajemen

risiko dalam industri perbankan. Pertama, pengelolaan manajemen risiko kredit

pada perbankan yang mana meliputi pemberian profil risiko kredit yang dapat

bersumber dari berbagai aktivitas bank, antara lain pemberian kredit, transaksi

derivatif, perdagangan instrumen keuangan lain dan aktivitas bank lainnya yang

tercatat dalam banking book maupun trading book (Owojori et. al, 2011).

Bank Indonesia (2012) mencatat perkembangan ekspansi bank atas kredit

semakin lama semakin besar, pada 2009 ekspansi kredit perbankan sebesar Rp

133.100,4 (dalam miliar rupiah), pada 2010 ekspansi kredit perbankan naik

menjadi Rp 334.673,1 (dalam miliar rupiah) dan pada 2011 ekspansi kredit

perbankan mencapai Rp 457.672,1 (dalam miliar rupiah). Semakin besar ekspansi

kredit dan aktivitas lain perbankan per tahunnya tentu secara langsung berdampak

terhadap risiko kredit bank yang besar pula, seperti risiko atas kredit macet yang

sangat berpeluang sehingga menyebabkan bank mengalami kerugian. Oleh

karena itu, sejalan dengan adanya penerapan standar Basel II di perbankan global,

Bank Indonesia (2010) mempublikasikan perubahan peraturan lama tentang


9
penerapan manajemen risiko bagi bank umum menjadi lebih kompleks dari

peraturan sebelumnya, dengan cara setiap bank diwajibkan untuk mengelola

risiko kreditnya, menerapkan manajemen risiko khususnya manajemen risiko

kredit dan wajib melaporkannya dalam laporan tahunan bank, sehingga dengan

adanya pengelolaan manajemen risiko kredit, peluang atas kredit macet dapat

ditekan atau menjadi minimal.

Kedua, pengelolaan manajemen risiko pasar, dimana pengelolaan

manajemen risiko pasar bertujuan untuk meminimalkan kemungkinan dampak

negatif akibat perubahan kondisi pasar

terhadap aset dan permodalan bank. Pengelolaan manajemen risiko pasar meliputi

pengelolaan risiko suku bunga, risiko nilai tukar, risiko ekuitas dan risiko

komoditas. Pengelolaan manajemen risiko pasar sangat diperlukan bagi

perbankan di Indonesia, untuk dapat mengantisipasi masalah tersebut dengan

melakukan pengembangan secara terus-menerus terhadap model yang telah

digunakan sesuai dengan peraturan Bank Indonesia dengan pengembangan

pengukuran risiko suku bunga yang menggunakan model pengukuran gap report

dimana model ini menyajikan pos- pos aset, kewajiban dan rekening administratif

yang bersifat interest rate sensitive untuk dipetakan ke dalam skala waktu

tertentu (Bank Indonesia, 2011).

Pengelolaan manajemen risiko untuk risiko likuiditas bertujuan untuk

meminimalkan kemungkinan ketidakmampuan bank dalam memperoleh sumber

pendanaan arus kas. Berdasarkan analisis Bank Indonesia (2006) risiko likuiditas

yang besar sempat terjadi pada dunia perbankan di Indonesia, dimana krisis

keuangan global yang dipicu oleh subprime mortage yang tanpa diduga telah

membawa risiko likuiditas menjadi isu terpenting dalam otoritas perbankan.


10
Krisis keuangan yang terjadi pada 2007 menjadi salah satu dari krisis yang

terparah dan dampak kerugian bagi lembaga keuangan serta perekonomian

global.

Oleh sebab itu, perlu adanya identifikasi manajemen risiko likuiditas

secara best practice di semua bank. Selain itu, perlu adanya penyempurnaan

bingkai kerja regulasi dan pengawasan/pemantauan manajemen risiko likuiditas

yang memperhatikan perkembangan best practice dan standar internasional

dalam rangka memperkuat penerapan manajemen risiko serta merespon krisis

keuangan global. Dengan demikian, pengelolaan manajemen risiko untuk risiko

likuiditas dapat meminimalkan ketidakmampuan bank dalam memperoleh

sumber pendanaan.

Keempat adalah cara mengelola manajemen risiko atas operasional.

Masalah risiko operasional tidak terlepas dari sumber daya manusia (SDM),

proses internal, sistem dan infrastrukur, serta kejadian eksternal yang mana dari

sumber-sumber risiko tersebut dapat menyebabkan kejadian-kejadian yang

berdampak negatif pada operasional bank. Adapun masalah-masalah risiko

operasional seperti fraud internal, fraud eksternal, praktek ketenagakerjaan dan

keselamatan lingkungan kerja, perlindungan nasabah, produk dan penerapan

bisnis, kerusakan aset fisik, gangguan aktivitas bisnis dan kegagalan sistem dan

kesalahan proses dan eksekusi.

Untuk mengatasi masalah tersebut, Bank Indonesia (2011) melalui

lampiran surat edarannya tentang pedoman penerapan manajemen risiko secara

umum menjelaskan bahwa bank harus melakukan identifikasi dan measurement

terhadap parameter yang mempengaruhi eksposur risiko operasional, antara lain

kejadian-kejadian/masalah risiko operasional dengan mengembangkan suatu basis


11
data. Dalam mengukur parameter risiko operasional, metode yang dapat

digunakan oleh bank, antara lain Risk Control Self Assessment (RCSA), risk

mapping, Key Risk Indicator (KRI), scorecards, event analysis, matriks frekuensi,

metodologi kuantitatif dan metodologi kualitatif. Selain itu, bank harus

melakukan monitoring terhadap risiko operasional bank secara berkelanjutan

terhadap seluruh eksposur risiko operasional dengan cara menerapkan sistem

pengendalian intern dan menyediakan laporan berkala mengenai kerugian yang

diakibatkan oleh risiko operasional serta menerapkan pengendalian risiko

operasional dengan mengembangkan program untuk memitigasi risiko

operasional dengan cara pengamanan proses teknologi informasi, asuransi dan

alih daya pada sebagaian kegiatan operasional bank.

Pengelolaan penerapan manajemen risiko yang kelima adalah pengelolaan

penerapan manajemen risiko atas risiko hukum. Penerapan manajemen risiko

untuk risiko hukum bertujuan untuk memastikan bahwa proses manajemen risiko

dapat meminimalkan kemungkinan dampak negatif dari kelemahan aspek yuridis,

ketiadaan dan/atau perubahan peraturan perundang- undangan dan proses litigasi

(Bank Indonesia, 2011). Permasalahan risiko hukum yang sering dihadapi

perbankan di Indonesia adalah lemahnya perikatan yang dilakukan oleh bank,

peraturan perundang-undangan yang sudah tidak sesuai dengan kegiatan usaha

dan proses transaksi bank dan proses litigasi baik yang muncul dari gugatan pihak

ketiga terhadap bank maupun bank terhadap pihak ketiga.

Untuk memperkecil masalah risiko hukum, maka Bank Indonesia perlu

menerapkan manajemen risiko dengan pengelolaan manajemen risiko dimana

bank wajib menganalisis seluruh sumber risiko hukum dari aktivitas bank serta

memastikan bahwa risiko hukum dari aktivitas bank telah melalui proses
12
manajemen risiko yang layak dan dilakukan secara berkala. Selain itu, bank juga

harus memantau dan mengendalikan risiko hukum dengan melakukan review

secara terus-menerus terhadap kontrak dan perjanjian antara bank dengan pihak

lain, dengan cara melakukan penilaian kembali terhadap efektivitas kontrak dan

perjanjian tersebut (Bank Indonesia, 2011).

Dalam pengelolaan manajemen risiko untuk risiko stratejik, bank harus

mengidentifikasi analisis risiko stratejik yang membutuhkan banyak sumber daya

yang berisiko tinggi, seperti strategi masuk ke pangsa pasar yang baru, strategi

akuisisi atau strategi diversifikasi dalam bentuk produk dan jasa. Bank juga harus

mengukur risiko stratejik dengan menggunakan indikator/parameter berupa

tingkat kompleksitas strategi bisnis bank, posisi bisnis bank di industri

perbankan dan pencapaian rencana bisnis. Selain itu, bank juga harus memantau

dan mengendalikan pengembangan implementasi strategi secara berkala dengan

lebih meperhatikan pengalaman kerugian di masa lalu yang disebabkan oleh

risiko stratejik.

Pengelolaan manajemen risiko kepatuhan melalui proses penerapan

manajemen risiko. Dalam pengelolaan manajemen risiko kepatuhan, bank

terlebih dahulu harus mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan

eksposur kredit. Bank harus mengukur risiko kepatuhan menggunakan

indikator/parameter berupa jenis, signifikansi dan frekuensi pelanggaran terhadap

ketentuan atau standar yang berlaku. Setelah itu, bank juga wajib me-monitoring

dan mengendalikan risiko kepatuhan dengan memastikan bahwa bank memiliki

tingkat kepatuhan yang memadai terhadap peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Dalam pengelolaan penerapan manajemen risiko reputasi, bank harus


13
mencatat setiap kejadian yang terkait dengan risiko reputasi seperti jumlah

potensi kerugian yang diakibatkan oleh kejadian tersebut. Bank juga wajib

memantau dan mengendalikan risiko reputasi bank supaya kelemahan

pengendalian dan prosedur yang memicu terjadinya risiko reputasi bank dapat

diatasi.

2.2 Keuntungan dan Hambatan Dalam Menerapkan Manajemen Resiko

Pada Bank

Penerapan manajemen risiko pada perbankan di Indonesia banyak

memberikan manfaat dan keuntungan, karena akan sangat membantu untuk

menghindari kerugian akibat berbagai risiko yang menimpa. Penerapan

manajemen risiko sangat penting dilakukan mengingat implikasinya yang sangat

besar bagi perbankan Indonesia.

Bauer dan Ryser (2002) berpendapat bahwa manajemen risiko perbankan

memberikan keuntungan antara lain, dengan diterapkannya manajemen risiko

pada perbankan, bank memiliki ketahanan aset yang lebih lama, bank mampu

memonitor informasi dengan mudah sehingga mampu memprediksi berbagai

kemungkinan seperti kegagalan kredit dan bank dapat menjadi lebih maksimal

untuk melayani nasabah dengan monitoring terhadap risiko yang mungkin

terjadi, bank dapat meningkatkan shareholder value-nya, memberikan gambaran

kepada pengelola bank mengenai kemungkinan kerugian bank di masa datang,

meningkatkan metode dan proses pengambilan keputusan yang sistematis yang

didasarkan atas ketersediaan informasi. Penerapan manajemen risiko juga dapat

digunakan untuk menilai risiko yang melekat kegiatan usaha bank yang relatif

kompleks serta menciptakan infrastruktur manajemen risiko yang kokoh dalam

rangka meningkatkan daya saing bank. Selain keuntungan bagi bank, penerapan
14
manajemen risiko juga menguntungkan/bermanfaat bagi otoritas pengawasan

bank yang mana dengan penerapan manajemen risiko pada perbankan akan

mempermudah penilaian terhadap kemungkinan kerugian yang dihadapi bank

yang dapat mempengaruhi permodalan bank dan sebagai salah satu dasar

penilaian dalam menetapkan strategi dan fokus pengawasan bank.

Dalam penerapannya pada perbankan di Indonesia, manajemen risiko

yang berdasarkan standar Basel II tentu tidak selalu berhasil diterapkan. Menurut

Galorath (2006) ada juga beberapa kendala/hambatan yang menyertai penerapan

manajemen risiko tersebut, diantaranya pengawasan akan penerapan manajemen

risiko pada perbankan masih tergolong rendah, skills sumber daya manusia yang

masih kurang siap untuk menerapakan manajemen risiko, proses internal maupun

eksternal bank dan risiko pada sistem suatu bank yang masih tertinggal atau

belum sesuai dengan pedoman penerapan manajemen risiko perbankan.

Dampak penerapan manajemen risiko bank terkait penerapan pilar

industri perbankan yang kuat. Dalam menerapkan struktur industri yang kuat

perlu adanya tata kelola bank yang baik (good corporate governance) untuk

memantau kinerja pencapaian sasaran keberhasilan usaha suatu bank (Indrawati

et. al, 2011). Penerapan good corporate governance (GCG) pada bank tidak

terlepas dari penerapan manajemen risiko, dimana dalam pelaksanaannya

manajemen risiko dan GCG mempunyai prinsip yang sama, yaitu transparansi,

akuntabilitas, tanggungjawab (responsibility) dan independensi.

Penerapan risiko haruslah diintegrasikan sepenuhnya ke dalam tata kelola

bank untuk lebih memberikan kepastian terhadap pencapaian sasaran usaha bank.

Hal ini karena manajemen yang efektif lebih memberikan jaminan terhadap

pencapaian sasaran organisasi (Indrawati et. al, 2011). Oleh karena itu, penerapan
15
manajemen risiko bank sangat berpengaruh bagi penerapan industri perbankan

yang kuat, karena dengan menerapkan manajemen risiko dapat meningkatkan tata

kelola bank yang lebih baik, lebih efektif dan efisien, dengan begitu industri

perbankan akan semakin kokoh dan kuat menghadapi tantangan global.

Dampak penerapan manajemen risiko bank terkait penerapan pilar

perlindungan konsumen. Dari waktu ke waktu, jumlah nasabah bank di

Indonesia terus mengalami

peningkatan. Dengan bertambahnya jumlah nasabah, penggunaan produk dan jasa

keuangan perbankan terus mengalami peningkatan. Bukan hanya itu saja,

perbankan saat ini juga telah banyak beralih dari lembaga keuangan murni

menjadi universal banking yang mana bukan hanya melayani produk dan jasa

keuangan saja melainkan juga melayani produk dan jasa seperti sekuritas dan

asuransi. Oleh karena semakin banyak produk dan jasa yang dihasilkan oleh

perbankan, risiko yang harus dikelola perbankan akan semakin besar dan prioritas

layanan terhadap nasabah pun menjadi rendah. Kasus nyata yang terjadi adalah

kasus Bank Century yang mana nasabah tidak/kurang diberikan pengarahan atas

kelemahan dalam penanaman reksadana bank, sehingga ketika reksadana jatuh,

nasabah menjadi menderita kerugian, sehingga dapat disimpulkan bahwa

perlindungan atas nasabah tidak dijamin secara pasti oleh bank tersebut.

Melihat akan hal tersebut, penerapan manajemen risiko menjadi sangat

penting untuk mengelola ulang risiko-risiko yang terdapat pada perbankan,

khususnya mengelola manajemen risiko untuk melindungi konsumen.

2.3 Implementasi Manajemen Risiko pada Bank Syariah Mandiri

Keberadaan sistem manajemen risiko ini dalam dunia perbankan syariah

adalah berbeda-beda, disamping tetap merujuk kepada undang-undang Bank


16
Indonesia mengenai sistem manajemen risiko, setiap perbankan syariah memiliki

kebijakan dan sistem manajemen risiko yang diterapkan pada banknya sendiri.

Bank Syariah Mandiri OKU Timur dalam menerapkan manajemen risiko

telah mengikuti aturan-aturan dan prosedur yang telah ditetapkan oleh Bank

Syariah Mandiri pusat, dalam hal ini tertuang dalam SOP (Sistem Operasional

Prosedur) Bank Syariah Mandiri.

Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No 13/23/PBI/2011 pasal (4)

tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Bank Umum Syariah dan Unit

Usaha Syariah menjelaskan bahwa: Penerapan manajemen risiko pada Bank

Syariah harus disesuaikan dengan tujuan, kebijakan usaha, ukuran, dan

kompleksitas usaha serta kemampuan Bank.

Penerapan manajemen risiko yang efektif harus didukung dengan

kerangka yang mencakup kebijakan dan prosedur manajemen risiko serta limit

risiko yang ditetapkan secara jelas sejalan dengan visi, misi, dan strategi bisnis

bank.

Dalam operasionalnya, Bank Syariah Mandiri OKU Timur hanya

melaksanakan seluruh kegiatannya termasuk proses implementasi manajemen

risikonya sesuai dengan arahan dan prosedur Bank Syariah Mandiri pusat.

Sistem manajemen risiko yang diterapkan oleh Bank Syariah Mandiri

adalah Enterprise Risk Management (ERM). Committee of Sponsoring

Organizations of the Treadway Commission (COSO) dalam Enterprise Risk

Management Integrated Framework (2004) (Lihat pembahasan ERM)

mendefinisikan bahwa Enterprise Risk Management (ERM) adalah sarana untuk

mengidentifikasi peristiwa-peristiwa potensial yang mempengaruhi entitas dan

mengelola risiko. Tujuannya adalah untuk memberikan reasonable assurance


17
(kepastian secara wajar) bagi manajemen dan pengurus perusahaan. Manfaat

ERM adalah agar dapat mengatasi dan meminimalisir terjadinya risiko pada

sebuah Bank.

Berikut ini adalah kebijakan-kebijakan dari sistem Enterprise Risk

Management (ERM) yang telah ditetapkan oleh kantor Bank Syariah Mandiri

pusat untuk memantau perkembangan bank cabang khususnya mengenai

penanganan terhadap risiko:

a. Pemutakhiran Manual Kebijakan dan Pedoman Operasional

Seluruh pegawai dan pejabat bank dibekali dengan manual kebijakan dan

pedoman operasional untuk memberikan arah dalam menajalankan setiap

aktivitas operasional bank.

b. Optimalisasi Organisasi Manajemen Risiko

1) Pelaksanaan pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi Manajemen

Risiko.

2) Penetapan Direktur yang secara khusus membidangi penerapan manajemen

risiko.

3) Pembentukan komite pemantau risiko.

4) Reorganisasi Komite Manajemen Risiko.

c. Complain Control

Complain Control merupakan sistem aplikasi manajemen risiko yang

diterapkan oleh Bank Syariah Mandiri OKU Timur meliputi risiko kredit,

risiko likuiditas, risiko operasional, risiko kepatuhan dan risiko reputasi. Sistem

ini bertujuan untuk mengidentifikasi, mengukur, mengendalikan, dan

18
mengontrol setiap akivitas operasional bank dengan memperhatikan SOP yang

telah ditentukan serta menyediakan informasi yang up to date mengenai profil

risiko bank.

d. Penetapan Limit Risiko

Dalam rangka mitigasi risiko maka penetapan limit risiko merupakan salah satu

teknik yang digunakan Bank Syariah Mandiri OKU Timur dalam menentukan

klasifikasi dari setiap risiko yang dihadapi oleh bank. Kebijakan limit risiko ini

meliputi:

1) Menentukan limit risiko secara keseluruhan.

2) Menetukan limit risiko per jenis risiko.

3) Menetukan limit risiko sesuai dengan fungsi dan tugas bank.

Implementasi Manajemen Resiko Pembiayaan Mudharabah Pada Bank

Syariah Mandiri Ogan Komering Ulu Timut

Pada pembiayaan mudharabah tepatnya pada pembiayaan warung mikro

yang ada pada Bank Syariah Mandiri Ogan Komering Ulu Timur juga

dihadapkan pada risiko-risiko yang ada pada umumnya. Pembiayaan warung

mikro yang ada di Bank Syariah Mandiri Ogan Komering Ulu Timur pun tak

luput dari yang namamnya risiko. Pembiayaan warung mikro yang di Bank

Syariah Mandiri Ogan Komering Ulu Timur merupakan salah satu produk

pembiayaan untuk usaha mikro.

Dalam mengelola risiko, Bank Syariah Mandiri Ogan Komering Ulu

Timur tetap mengikuti peraturan dan prosedur yang telah ditetapkan oleh Bank

Syariah Mandiri Pusat. Manajemen risiko Bank Syariah Mandiri Ogan Komering
19
Ulu Timur diterapkan secara terintegrasi dengan mengedepankan prinsip kehati-

hatian, tujuan dari kehati-hatian tersebut adalah untuk mencapai

pertumbuhan yang sehat dan berkelanjutan.

Ada beberapa proses langkah yang dilakukan oleh Bank Syariah Mandiri

Ogan Komering Ulu Timur untuk mengelola dan menyelesaikan risiko yang ada

melalui manajemen risiko yang ada. Adapun proses manajemen risiko pada

pembiayaan warung mikro yang dilakukan melalui proses identifikasi, proses

pengukuran, proses pengelolaan, proses pemantauan dan pengendalian risiko.

a. Identifikasi Risiko

Identifikasi risiko ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada

seluruh pemegang saham mengenai kondisi risiko yang sedang dihadapi oleh

Bank Syariah Mandiri. Dimana pada tahap ini pihak manajemen perusahaan

melakukan proses identifikasi pada setiap bentuk risiko yang ada pada

pembiayaan warung mikro yang mungkin akan dialami oleh Bank Syariah

Mandiri Ogan Komering Ulu Timur. Pada tahap awal ini dilakukan dengan

cara melihat potensi-potensi risiko yang sudah terlihat dan yang akan terlihat.1

Identifikasi ini dilakukan untuk melihat risiko apa yang terjadi pada pembiayaan

warung mikro baik itu sebelum atau setelah pembiayaan tersebut cair, risiko-

risiko tersebut bisa berupa risiko kredit atau risiko pembiayaan, risiko pasar,

risiko operasional dan risiko likuiditas.

b. Pengukuran Risiko

Tujuan adanya pengukuran risiko ini yaitu untuk dijadikan dasar atau tolak ukur

dalam memahami signifikasi dari akibat kerugian yang akan ditimbulkan oleh suatu

risiko terhadap tingkat kesehatan dan kelangsungan usaha Bank Syariah Mandiri Ogan

20
Komering Ulu Timur. Dalam tahap pengukuran risiko ini Bank Syariah Mandiri terus

mengembangkan tools pengukuran risiko seperti rating dan scoring system yang meliputi

financing risk rating, customer scoring, micro banking scoring, LKMS (Lembaga

Keuangan Mikro Syariah) scoring, manajemen informasi risiko pasar dan likuiditas,

implementasi operational risk profile.

c. Pengelolaan Risiko

Risiko-risiko yang ada pada Bank Syariah Mandiri dikelola dengan

treatment atau cara yang berbeda-beda, tergantung dari jenis risikonya. Adapun

pada pengelolaan risiko kredit ada beberapa hal yang dilakukan oleh Bank

Syariah Mandiri. Proses pengelolaan risiko kredit yang ada dilakukan secara

end-to-end, dari proses di front-end, middle-end sampai dengan back-end.

Proses pengelolaan risiko tersebut didukung dengan sistem terintegrasi. Untuk

meminimalisasi risiko kredit ini Bank Syariah Mandiri memiliki kebijakan

dalam memberikan pembiayaan yang disebut dengan KPBSM (Kebijakan

Pembiayaan Bank Syariah Mandiri), ada juga SPO (Standar Prosedur

Operasional) dalam pemberian pembiayaan persegmen bisnis. Kebijakan

tersebut sudah ditetapkan oleh Bank Syariah Mandiri Pusat, sehingga kantor

cabang menjadikan kebijakan tersebut sebagai pedoman dalam mengelola

risiko kredit yang ada meliputi penetapan target market, analisa, persetujuan,

dokumentasi, pencairan pembiayaan, pemantauan dan pengawasan, dan proses

penanganan pembiayaan bermasalah.

d. Pemantauan dan Pengendalian Risiko

Pada tahap pemantauan risiko ini berfungsi untuk memperoleh

informasi terkini atau terbaru dari profil risiko yang ada. Pemantauan risiko ini

21
dilakukan agar mampu mengantisipasi risiko yang mungkin terjadi, selain itu

pemantauan dapat berguna untuk menyempurnakan serangkaian proses

manajemen risiko. Bank Syariah mandiri terus memantau kebijakan limit yang

harus ditaati dan dilakasanakan. Pada risiko pasar kebijakan limit pada posisi

devisa neto maksimal 20% yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia. Pada

risiko operasional, Bank selalu memantau kecukupan limit transaksi, limit

net banking dan limit ATM secara berkala. Untuk tahap pengendalian risiko

Bank Syariah Mandiri harus mempertimbangkan analisis terhadap besarnya

potensi kerugian bank serta mempertimbangkan atas manfaat yang didapat

serta biaya yang dikeluarkan. Proses pengendalian risiko ini bank menerapkan

pengendalian internal untuk memastikan bahwa jika terjadi penyimpangan-

penyimpangan terhadap kebijakan maupun prosedur yang telah ditetapkan

telah dilaporkan kepada Ketua Komite Pemantau Risiko.

2.4 Analisis Implementasi Sistem Manajemen Risiko pada Bank Syariah

Mandiri Ogan Komering Ulu Timur

Implementasi sistem manajemen risiko menjadi sangat penting bagi dunia

perbankan syariah saat ini, mengingat adanya perbedaan konsep yang diterapkan

oleh bank syariah menjadi sangat rawan akan risiko. Risiko adalah suatu

peristiwa dimana pasti akan terjadi pada dunia perbankan terlebih perbankan

syariah, dalam hal ini perbankan syariah diharuskan untuk menerapkan sistem

manajemen risiko sesuai anjuran Undang-undang No. 21 tahun 2008 tentang

perbankan syariah dengan tujuan agar perbankan syariah dapat menghindari dan

meminimalisir risiko yang akan terjadi.

Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No 13/23/PBI/2011 pasal (4)

tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Bank Umum Syariah dan Unit
22
Usaha Syariah menjelaskan bahwa: Penerapan manajemen risiko pada Bank

Syariah harus disesuaikan dengan tujuan, kebijakan usaha, ukuran, dan

kompleksitas usaha serta kemampuan Bank.Selain itu, Peraturan Bank Indonesia

No 13/23/PBI/2011 juga menjelaskan bahwa penerapan manajemen risiko di

Bank Syariah paling kurang mencakup:

a. Pengawasan aktif Dewan Komisaris, Direksi, dan Dewan Pengawas Syariah.

b. Kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit Manajemen Risiko.

c. Kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan

pengendalian risiko serta sistem informasi Manajemen Risiko.

d. Sistem pengendalian intern yang menyeluruh.

Penerapan manajemen risiko yang efektif harus didukung dengan

kerangka yang mencakup kebijakan dan prosedur manajemen risiko serta limit risiko yang

ditetapkan secara jelas sejalan dengan visi, misi, dan strategi bisnis bank.

Penyusunan kebijakan dan prosedur manajemen risiko tersebut dilakukan

dengan memperhatikan antara lain jenis, kompleksitas kegiatan usaha, profil risiko, dan

tingkat risiko yang akan diambil serta peraturan yang ditetapkan otoritas dan atau praktek

perbankan yang sehat. Selain itu, penerapan kebijakan dan prosedur manajemen risiko

yang dimiliki Bank harus didukung oleh kecukupan permodalan dan kualitas SDM.

Keberadaan sistem manajemen risiko ini dalam dunia perbankan syariah adalah

berbeda-beda, disamping tetap merujuk kepada undang-undang Bank Indonesia mengenai

sistem manajemen risiko, setiap perbankan syariah memiliki kebijakan dan sistem

manajemen risiko yang diterapkan pada banknya sendiri.

Bank Syariah Mandiri Ogan Komering Ulu Timur dalam menerapkan

manajemen risiko telah mengikuti aturan-aturan dan prosedur yang telah ditetapkan oleh

Bank Syariah Mandiri pusat, dalam hal ini tertuang dalam SOP (Sistem Operasional
23
Prosedur) Bank Syariah Mandiri.

Dalam operasionalnya, Bank Syariah Mandiri Ogan Komering Ulu Timur hanya

melaksanakan seluruh kegiatannya termasuk proses implementasi manajemen risikonya

sesuai dengan arahan dan prosedur Bank Syariah Mandiri pusat.

Dari pemaparan di atas, dapat kita ketahui bahwa sistem manajemen risiko yang

diterapkan oleh Bank Syariah Mandiri adalah Enterprise Risk Management (ERM).

Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO)

dalam Enterprise Risk Management Integrated Framework (2004) (Lihat pembahasan

ERM) mendefinisikan bahwa Enterprise Risk Management (ERM) adalah sarana untuk

mengidentifikasi peristiwa-peristiwa potensial yang mempengaruhi entitas dan mengelola

risiko. Tujuannya adalah untuk memberikan reasonable assurance (kepastian secara

wajar) bagi manajemen dan pengurus perusahaan. Manfaat ERM adalah agar dapat

mengatasi dan meminimalisir terjadinya risiko pada sebuah Bank.

Berikut ini adalah kebijakan-kebijakan dari sistem Enterprise Risk

Management (ERM) yang telah ditetapkan oleh kantor Bank Syariah Mandiri

pusat untuk memantau perkembangan bank cabang khususnya mengenai

penanganan terhadap risiko:

a. Pemutakhiran Manual Kebijakan dan Pedoman Operasional

Pemutakhiran Manual Kebijakan dan Pedoman Operasional Seluruh pegawai

dan pejabat bank dibekali dengan manual kebijakan dan pedoman operasional untuk

memberikan arah dalam menajalankan setiap aktivitas operasional bank baik di bidang

pembiayaan, operasional dan jasa, treasury dan investasi, penghimpunan dana, maupun

aktivitas umum lainnya. Manual ini memuat kebijakan, strategi, ketentuan dan prosedur,

operasional, termasuk fungsi, tugas, tanngung jawab, dan wewenang setiap pegawai atau

24
pejabat yang terkait dengan aktivitas operasional tertentu.

b. Optimalisasi Organisasi Manajemen Risiko

1) Pelaksanaan pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi Manajemen

Risiko dan divisi terkait lainnya dengan cara memfasilitasi,

mengembangkan, dan menyempurnakan berbagai laporan terkait

manajemen risiko, diantaranya: laporan pembiayaan bulanan, laporan profil

risiko bulanan, monitoring kinerja perusahaan, dan sebagainya.

2) Penetapan Direktur yang secara khusus membidangi penerapan manajemen

risiko agar supaya implementasi manajemen risiko dapat dilakukan secara

komprehensif dan terintegrasi dengan baik.

3) Pembentukan komite pemantau risiko yang berfungsi melakukan

pengawasan terhadap pelaksanaan strategi dan kebijakan manajemen risiko

yang telah ditetapkan.

4) Reorganisasi Komite Manajemen Risiko (KMR) melalui pembentukan

working group KMR yang membidangi Asset & Liability (ALMA) dan

pembiayaan, dan working group KMR yang membidangi operasional.

Working group KMR ini beranggotakan kepala satuan kerja kantor pusat

yang terkait langsung pada aktivitas ALMA, pembiayaan, dan operasional

bank.

c. Complain Control

Selain kebijakan dan pengawasan risiko langsung dari Bank Syariah

Mandiri kantor pusat, Bank Syariah Mandiri Ogan Komering Ulu Timur tetap

mempunyai tugas untuk melakukan pengelolaan risiko sebagaimana yang telah

terstandarisasi dari kantor pusat yaitu dengan membentuk sistem Complain

25
Control.

Complain Control merupakan sistem aplikasi manajemen risiko yang

diterapkan oleh Bank Syariah Mandiri Ogan Komering Ulu Timur meliputi

risiko kredit, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko kepatuhan dan risiko

reputasi. Sistem ini bertujuan untuk mengidentifikasi, mengukur,

mengendalikan, dan mengontrol setiap akivitas operasional bank dengan

memperhatikan SOP yang telah ditentukan serta menyediakan informasi yang

up to date mengenai profil risiko bank. Kemudian, dilaporkan kepada Bank

Syariah Mandiri Pusat untuk ditindaklanjuti. Sebagaimana yang telah

dijelaskan oleh Bapak Dede bahwa: Bank Syariah Mandiri Ogan Komering

Ulu Timur membentuk sistem Complain Control untuk mengelola segala jenis

risiko yang terjadi pada bank. Aplikasinya adalah untuk dapat

mengidentifikasi, mengontrol, dan mengendalikan setiap risiko yang terjadi

yang kemudian dilaporkan kepada Bank Syariah Mandiri pusat untuk ditindak

lanjuti.2

Untuk proses pengelolaan manajemen risiko secara per indikator dapat

dijelaskan dalam Surat Edaran bank Indonesia No 13/23/DPNP tanggal 25

Oktober 2011 (terlampir).

d. Penetapan Limit Risiko

Dalam rangka mitigasi risiko maka penetapan limit risiko merupakan

salah satu teknik yang digunakan Bank Syariah Mandiri Ogan Komering Ulu

Timur dalam menentukan klasifikasi dari setiap risiko yang dihadapi oleh

bank. Sehingga dengan adanya klasifikasi ini, memudahkan kinerja bank untuk

mengidentifikasi, mengukur, mengendalikan dan melaporkan kepada Bank

26
Syariah Mandiri pusat untuk ditindaklanjuti. Kebijakan limit risiko ini

meliputi:

1) Menentukan limit risiko secara keseluruhan

2) Menetukan limit risiko per jenis risiko

3) Menetukan limit risiko sesuai dengan fungsi dan tugas bank

Hal ini selaras dengan teori yang disampaikan oleh Idroes dan Sugiarto

yang menjelaskan bahwa, dalam penentuan limit risiko bank harus

menetapkan:3

1) Jumlah risiko keseluruhan yang bersedia ditanggung bank (risk appetite).

2) Secara individu berdasarkan jenis risikonya (misalnya: berapa untuk risiko

kredit, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko kepatuhan dan risiko

reputasi).

3) Sesuai dengan fungsi tugas (misalnya: treasury, manajemen cabang,

manajemen risiko, dan anggota dewan).

Proses pengelolaan risiko melalui sistem complain control pada Bank Syariah

Mandiri Ogan Komering Ulu Timur adalah sebagai berkut:

1) Mengidentifikasi Risiko

2) Menganalisis Risiko

3) Mengendalikan Risiko

4) Memantau dan Melaporkan Risiko

Dari pemaparan di atas dapat di perjelas, sebagai berikut

1) Mengidentifikasi Resiko

27
Merupakan tahap dimana Bank Syariah Mandiri Ogan Komering Ulu

Timur menentukan resiko-resiko apa saja yang mungkin muncul dan

mempengaruhi kinerja Bank, kemudian Bank mendokumentasikan

karakteristiknya. Identifikasi resiko merupakan proses mengevaluasi proyek dan

setiap tahapan kritis dari proses-proses kegiatan Bank yang ada, kemudian

diidentifikasi resikonya. Untuk memulai analisis resiko atau mengidentifikasi

resiko dari suatu kegiatan Bank, maka evaluasi kegiatan dari segala macam resiko

perlu dilakukan. Resiko akan memiliki banyak macam variasi dan sangatlah

tergantung dari kegiatan atau perusahaannya. Identifikasi resiko ini dapat menjadi

subjektif atau objektif dan semuanya itu sangat tergantung dari data yang

dihasilkan. Hasil dari identifikasi resiko ini adalah suatu daftar tentang resiko-

resiko apa saja yang mungkin ada.

Proses yang dapat dilakukan Bank Syariah Mandiri Ogan Komering Ulu

Timur untuk mengetahui resiko yang ada di perusahaan adalah:

a) Pengalaman dan perekaman data

b) Brainstorming, teknik untuk mendapatkan ide-ide kreatif dalam

mengidentifikasi risiko.

c) Analisis sistem

d) Laporan Personal

e) Audit

f) Daftar seluruh kejadian yang mungkin terjadi

g) Daftarkan seluruh kemungkinan dan skenarionya.

1) Environmental scan yaitu sumber informasi untuk mengevaluasi

28
politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, dan lain sebagainya.

2) Dokumen keuangan seperti proyeksi anggaran (RKAP), laporan

keuangan, dan dokumen-dokumen keuangan lain sebagai sumber

informasi awal untuk melakukan analisis.

3) Dokumen legal seperti kontrak-kontrak, ketentuan hukum dan

peraturan yang ada hubungannya dengan kegiatan usaha sebagai

sumber yang penting untuk dikaji.

4) Hasil Wawancara, seperti hasil penilaian kinerja pegawai atau

wawancara langsung dengan para pegawai.

5) Analisis statistik seperti perkembangan kualitas aktiva produktif

(KAP), tren komposisi simpanan dana pihak ketiga (DPK), tingkat

dan tren kegagalan sistem, kerugian yang terjadi, dan sumber

Risiko Operasional lainnya. Data ini disebut data internal bank.

6) Jasa konsultasi yang memahami Risiko dan merupakan sumber

informasi mengenai klasifikasi Risiko.

Selaras dengan Undang-undang Peraturan Bank Indonesia No.

13/23/DPNP/2011 tanggal 25 Oktober 2011 tentang Penerapan Manajemen

Risiko bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah menjelaskan bahwa,

proses identifikasi risiko pada Bank paling kurang adalah dengan melakukan

analisis terhadap:

a) Bank wajib melakukan identifikasi seluruh Risiko secara berkala.

b) Bank wajib memiliki metode atau sistem untuk melakukan identifikasi

Risiko pada seluruh produk dan aktivitas bisnis Bank.

c) Proses identifikasi Risiko dilakukan dengan menganalisis seluruh sumber

29
risiko yang paling kurang dilakukan terhadap risiko dari produk dan

aktivitas Bank serta memastikan bahwa risiko dari produk dan aktivitas

baru telah melalui proses manajemen risiko yang layak sebelum

diperkenalkan atau dijalankan.

Dalam hal ini Bank Syariah Mandiri Ogan Komering Ulu Timur

membentuk Tim Audit risiko dengan tujuan agar supaya dapat

Manajemen harus mengkuantifikasi magnitude dari risiko dan mengukur

potensi dampaknya. Ada beberapa cara yang dilakukan oleh Bank Syariah

Mandiri OKU Timur, yaitu:

b) Membuat daftar berbagai risiko yang ada, dengan mengelompokkannya

ke dalam sebuah kuadran tergantung tinggi-rendahnya tingkat

kemungkinan terjadi, dan dapat berdampak kepada rugi yang besar atau

kecil.

c) Membuat peta yang menyajikan kajian perbandingan antara Risiko

Kredit, Risiko Pasar, Risiko Likuiditas, dan Risiko Operasional yang

dihadapi Bank. Dengan membandingkan risiko pada sebuah matriks

antara dampak dan frekuensinya, manajemen akan dapat melihat

gambaran menyeluruh dari semua risiko berikut keterkaitannya satu

sama lain. Beberapa sumber informasi awal dapat diperoleh dari:

2) Menganalisi Resiko

a) Mengklasifikasikan resiko yang terjadi bank

b) Memperhitungkan dampak yang akan timbul dari resiko tersebut

c) Memperhitungkan kemungkinan resiko tersebut terjadi

d) Kapan resiko tersebut akan terjadi

30
e) Memperhitungkan eskalasi/skala dari resiko

f) Memperhitungkan level control yang akan dilakukan oleh bank

Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No 13/23/DPNP tanggal

25 Oktober 2011 menyebutkan bahwa dalam melakukan analisis risiko yang

harus diperhatikan oleh bank paling tidak mencakup:

a) Sensitivitas produk/aktivitas terhadap perubahan faktor-faktor yang

mempengaruhinya, baik dalam kondisi normal maupun tidaknormal.

b) Kecenderungan perubahan faktor-faktor dimaksud berdasarkan fluktuasi

yang terjadi di masa lalu dan korelasinya.

c) Faktor Risiko secara individual

d) Eksposur Risiko secara keseluruhan maupun per Risiko, dengan

mempertimbangkan keterkaitan antar Risiko.

e) Seluruh Risiko yang melekat pada seluruh transaksi serta produk

perbankan, termasuk produk dan aktivitas baru, dan dapat diintegrasikan

dalam sistem informasi manajemen Bank.

3) Mengendalikan Resiko

Berdasarkan Undang-undang Peraturan Bank Indonesia No.

13/23/DPNP/2011 tanggal 25 Oktober 2011 tentang Penerapan Manajemen

Risiko bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, menjelaskan

tentang ketentuan pengendalian risiko pada bank, yaitu:

a) Kesesuaian sistem pengendalian intern dengan jenis dan tingkat Risiko

yang melekat pada kegiatan usaha Bank.

b) Penetapan wewenang dan tanggung jawab untuk pemantauan kepatuhan

terhadap kebijakan, prosedur dan limit.


31
c) Penetapan jalur pelaporan dan pemisahan fungsi yang jelas dari satuan

kerja operasional kepada satuan kerja yang melaksanakan fungsi

pengendalian.

d) Struktur organisasi yang menggambarkan secara jelas kegiatan usaha

Bank

e) Pelaporan keuangan dan kegiatan operasional yang akurat dan tepat

waktu.

f) Kecukupan prosedur untuk memastikan kepatuhan Bank terhadap

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

g) Kaji ulang yang efektif, independen, dan obyektif terhadap prosedur

penilaian kegiatan operasional Bank.

h) Pengujian dan kaji ulang yang memadai terhadap sistem informasi

Manajemen Risiko

i) Dokumentasi secara lengkap dan memadai terhadap prosedur

operasional, cakupan, dan temuan audit, serta tanggapan pengurus Bank

berdasarkan hasil audit.

j) Verifikasi dan kaji ulang secara berkala dan berkesinambungan terhadap

penanganan kelemahan-kelemahan Bank yang bersifat material dan

tindakan pengurus Bank untuk memperbaiki penyimpangan-

penyimpangan yang terjadi.

Bank Syariah Mandiri Ogan Komering Ulu Timur dalam

mengendalikan risiko mengambil tindakan dengan menciptakan budaya

kerja yang sehat untuk mencapai standard dan tingkat kinerja yang

maksimal.

Dalam menciptakan budaya kerja yang sehat, Bank Syariah Mandiri


32
Ogan Komering Ulu Timur melakukan sistem pengendalian risiko dengan

melakukan sebagaimana yang telah dijelaskan dalam wawancara dengan

Bapak Dede, antara lain:

a) Risk Avoidance

Yaitu memutuskan untuk tidak melakukan aktivitas yang mengandung

risiko sama sekali. Dalam memutuskan untuk melakukannya, maka harus

dipertimbangkan potensial keuntungan dan potensial kerugian yang

dihasilkan oleh suatu aktivitas.

b) Risk Reduction

Risk reduction atau disebut juga risk mitigation yaitu merupakan metode

yang mengurangi kemungkinan terjadinya suatu risiko ataupun

mengurangi dampak kerusakan yang dihasilkan oleh suatu risiko.

c) Risk Transfer

Yatu memindahkan risiko kepada pihak lain, umumnya melalui suatu

kontrak (asuransi) maupun hedging.

d) Risk Deferral

Dampak suatu risiko tidak selalu konstan. Risk deferral meliputi

menunda aspek suatu proyek hingga saat dimana probabilitas terjadinya

risiko tersebut kecil.

e) Risk Retention

Walaupun risiko tertentu dapat dihilangkan dengan cara mengurnagi

maupun mentransfernya, namun beberapa risiko harus tetap diterima

sebagai bagian penting dari aktivitas.

33
4) Memantau dan Melaporkan Resiko

a) Memantau Risiko

Mengidentifikasi, menganalisa, dan mengendalikan suatu risiko

merupakan bagian penting dalam proses aktivitas perbankan. Namun,

manajemen risiko tidaklah berhenti sampai disana saja. Praktek,

pengalaman dan terjadinya kerugian akan membutuhkan suatu perubahan

dalam rencana dan keputusan mengenai penanganan suatu risiko.

Sangatlah penting untuk selalu memonitor atau memantau setiap proses

dari awal mulai mengidentifikasi, menganalisis dan mengendalikan risiko

untuk mengetahui keefektifan respon yang telah dipilih dan juga untuk

mengidentifikasi adanya risiko baru yang mungkin terjadi pada bank.

Sehingga, ketika suatu risiko terjadi maka respon yang dipilih akan

sesuai dan diimplementasikan secara efektif.

Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No 13/23/DPNP

tanggal 25 Okober 2011 menjelaskan bahwa proses pemantauan risko

bank paling tidak mencakup:

1. Bank harus memiliki sistem dan prosedur pemantauan yang antara lain

mencakup pemantauan terhadap besarnya eksposur Risiko, toleransi

Risiko, kepatuhan limit internal, dan hasil stress testing maupun

konsistensi pelaksanaan dengan kebijakan dan prosedur yang

ditetapkan.

2. Pemantauan dilakukan baik oleh unit pelaksana maupun oleh Satuan

Kerja Manajemen Risiko.

34
3. Hasil pemantauan disajikan dalam laporan berkala yang disampaikan

kepada Manajemen dalam rangka mitigasi Risiko dan tindakan yang

diperlukan.

4. Bank harus menyiapkan suatu sistem back-up dan prosedur yang

efektif untuk mencegah terjadinya gangguan dalam proses

pemantauan Risiko, dan melakukan pengecekan serta penilaian

kembali secara berkala terhadap sistem back-up tersebut.

b) Melaporkan Risiko

Proses terakhir dari pengelolaan manajemen risiko adalah

pelaporan risiko. Bank Syariah Mandiri Ogan Komering Ulu Timur

diharuskan secara continue melaporkan hasil dari proses

mengidentifikasi, menganalisis, mengendalikan dan memantau risiko

serta kendala dan risiko yang dihadapi kepada Bank Syariah Mandiri

pusat. Hal ini berlaku untuk seluruh Bank Syariah Mandiri kantor

cabang. Kemudian, Bank Syariah Mandiri pusat akan menyusun profil

risiko sebagai implementasi dari pemutakhiran manual dan pedoman

kebijakan operasional yang akan menjadi acuan dan pedoman untuk bank

cabang. Format dan laporan profil risiko tersebutmeliputi:

1. Ringkasan penilaian profil risiko berupa tabel yang memuat laporan

tentang tingkat dan trend seluruh aksposur yang relevan.

2. Analisis tingkat dan trend risiko, berupa uraian secara singkat

mengenai alasan utama perubahan tingkat dan trend risiko,

dibandingkan dengan penilaian risiko periode sebelumnya, baik per

35
jenis risiko yang relevan maupun penilaian risiko secara keseluruhan.

3. Penilaian risiko bank, berisi tentang uraian pelaksanaan review yang

dilaksanakan selama 3 bulan terakhir (periode sebelumnya) termasuk

fokus dan prioritas penilaian.

4. Tindak lanjut hasil penilaian risiko bank, berisi tentang uraian hasil

dan rekomendasi penilaian yang ditindaklanjuti secara efektif melalui

tindakan korektif, lengkap dengan penjelasan mengenai penyebab

tindakan korektif harus dilaksanakan.

5. Pendapat Satuan Kerja Audit Intern, berisi tentang uraian hasil

penilaian oleh SKAI terhadap laporan profil risiko triwulanan

termasuk uraian mengenai fokus, prioritas dan permasalahan audit

(pelaksanaan corrective actions, perubahan organisasi, sistem, dan

prosedur baru).

6. Ringkasan matriks risiko yang merupakan uraian pendukung untuk

menghasilkan laporan profil risiko termasuk uraian profil risiko

masing- masing aktivitas fungsional.

Merujuk Idroes dan Sugiarto menjelaskan tentang proses

pelaporan manajemen risiko semua bank kepada Bank Indonesia adalah

sebagai berikut:7

1. Laporan Profil Risiko

Bank harus melaporkan profil risiko mereka kepada Bank Indonesia

dan laporan tersebut harus berisi informasi yang sama dengan yang

dibuat bagian manajemen risiko untuk kepala manajemen risiko

(Chief Risk Officer) dan komite manajemen risiko. Laporan profil

36
risiko harus disajikan setiap triwulan yaitu: Maret, Juni, September

dan Desember. Laporan ini harus disampaikan ke Bank Indonesia

dalam tujuh hari pada setiap akhir triwulan.

2. Laporan Produk dan Jasa Baru

Bank harus melaporkan produk dan jasa baru untuk nasabah kepada

Bank Indonesia. Laporan harus meliputi semua produk dan jasa baru

dan menyampaikannya ke Bank Indonesia. Laporan produk dan jasa

baru harus disajikan setiap triwulan yaitu: Maret, Juni,

September dan Desember. Laporan ini harus disampaikan ke Bank

Indonesia dalam tujuh hari pada setiap akhir triwulan.

3. Laporan Kerugian Keuangan yang Signifikan

Bank yang mencatat kerugian keuangan yang signifikan harus

melaporkan secepatnya kepada Bank Indonesia.

4. Laporan Publikasi dan Akuntansi

Dalam kaitannya dengan transparansi bank harus mempublikasikan

informasi yang cukup untuk mencakup strategi dan

kebijakanmanajemen risiko yang diambil, kesesuaian limit yang

relevan terhadap risiko, sebagai tambahan terhadap informasi

mengenai kondisi keuangan bank yang bersangkutan. Semua laporan

yang dipublikasikan harus disetujui oleh Bank Indonesia.

37
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Penerapan manajemen risiko harus didukung dengan cara pengelolaanya. Pengelolaan

manajemen risiko pada bank dapat dilakukan dengan empat cara, yaitu mengidentifikasi,

mengukur, memantau dan mengendalikan risiko.

Keuntungan dan manfaat manajemen risiko adalah dapat meningkatkan shareholder

value, menciptakan infrastruktur manajemen risiko yang kokoh dalam rangka

meningkatkan

daya saing bank. Kendalanya, pengawasan akan penerapan manajemen risiko tergolong rendah

dan sumber daya manusia yang belum siap.

Penerapan manajemen risiko tidak terlepas dari Arsitektur Perbankan Indonesia (API).

Dampak penerapan manajemen risiko sangat berpengaruh baik terkait penerapan pilar-pilar

API, dimana struktur perbankan menjadi sehat, sistem pengawasan menjadi independen dan

efektif, industri perbankan menjadi kuat, konsumen menjadi terlindungi.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. https://www.slideshare.net/ismiislamia/makalah-analisis-risiko-perbankan?

from_m_app=android

2. http://repository.radenintan.ac.id/157/11/Bab_IV.pdf

3. http://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/SosialBudaya/article/view/1933

4. https://ibf.proxsisgroup.com/manajemen-risiko-pada-industri-bank-perbankan/

5. file:///C:/Users/User/Downloads/972-3873-1-PB.pdf

39

Anda mungkin juga menyukai