Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

EVALUASI KEPATUHAN AKUNTANSI SYARIAH DALAM LEMBAGA


KEUANGAN ISLAM

Dosen Pengampu:

Drs. Osmad Muthaher, M.Si

Disusun Oleh:

1. Faika Nur Rohmah 31402100017


2. Rofikatun Najah 31402100022
3. Wahyu Tantri S. 31402100025
4. Apri Afnaita 31402100037
5. Febriana Indah S. 31402100211
6. Aulia Ilhami 31402100216

PROGRAM STUDI SARJANA AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

TAHUN AJARAN 2023/2024


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat serta salam selalu
tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya sehingga penyusun
mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata Akuntansi Syariah.

Kami sebagai penyusun sangat menyadari bahwa makalah yang kami buat masih jauh
dari sempurna, Oleh karena itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran para pembaca
untuk kesempurnaan makalah ini. Sehingga makalah ini dapat memberi manfaat bagi para
pembaca dan khususnya kami sebagai penyusun.

Demikianlah yang kami dapat paparkan dalam makalah ini apabila ada kata yang
kurang sopan maupun penyampaian materi yang kurang dapat dipahami mohon dimaafkan
sekian dan terimakasih.

ii
DAFTAR ISI

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Industri keuangan Islam telah berkembang pesat dalam beberapa dekade
terakhir, dengan pertumbuhan pesat lembaga-lembaga keuangan Islam seperti bank
syariah, perusahaan asuransi syariah, dan pasar modal syariah. Kepatuhan akuntansi
syariah adalah landasan penting dalam menjaga integritas dan kepercayaan dalam
industri ini.
Prinsip-prinsip akuntansi syariah berbeda dari akuntansi konvensional, yang
berlandaskan pada prinsip-prinsip ekonomi Islam. Prinsip-prinsip ini mencakup
larangan riba (bunga), larangan maysir (perjudian), dan larangan gharar
(ketidakpastian yang berlebihan). Oleh karena itu, ada kebutuhan untuk mengevaluasi
sejauh mana lembaga keuangan Islam mematuhi prinsip-prinsip ini dalam praktik
akuntansinya.
Lembaga keuangan Islam bergantung pada kepercayaan nasabah dan
pemegang saham mereka. Kepatuhan akuntansi syariah merupakan faktor penting
dalam mempertahankan dan meningkatkan kepercayaan dan reputasi lembaga
keuangan Islam di mata masyarakat.
Berbagai negara dengan populasi Muslim telah memperkenalkan regulasi dan
standar akuntansi syariah yang harus diikuti oleh lembaga keuangan Islam. Evaluasi
kepatuhan terhadap regulasi ini menjadi kunci untuk memastikan ketaatan lembaga
keuangan terhadap aturan yang ada.
Pelanggaran dalam praktik akuntansi syariah dapat memiliki konsekuensi
hukum dan sosial yang serius. Oleh karena itu, penting untuk melakukan evaluasi
terhadap kepatuhan akuntansi syariah guna menghindari masalah hukum dan
meminimalkan dampak negatif pada masyarakat dan pemegang saham.
Evaluasi kepatuhan akuntansi syariah juga dapat mengidentifikasi tantangan
dan peluang yang dihadapi lembaga keuangan Islam dalam mencapai tujuan keuangan
dan etika mereka.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud kepatuhan akuntansi sayriah?
2. Apa saja prinsip-prinsip pada akuntansi syariah?

1
3. Apa tugas dan peran dewan pengawas syariah?
4. Bagaimana standar akuntansi syariah pada AAOIFI?
5. Apa yang dimaksud perbankan syariah?
6. Apa saja yang ada dalam perbankan syariah?
7. Apa peran perbankan syariah dalam perekonomian?
8. Bagaimana implementasi akuntansi syariah dalam lembaga keuangan?
9. Apa saja tantangan kepatuhan akuntansi syariah dalam lembaga keuangan?
10. Apa manfaat kepatuhan akuntansi syariah?
1.3 Tujuan
Untuk memberikan informasi lebih mendalam kepada mahasiswa dan
pembaca mengenai kepatuhan akuntansi syariah dalam lembaga keuangan islam.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 KEPATUHAN AKUNTANSI SYARIAH
Kepatuhan Syariah (shariah compliance) diartikan sebagai “sebuah kondisi dimana
seluruh aktivitas dari sebuah institusi keuangan sejalan dengan syariah” atau
“kesepadanan dari keluruhan aktivitas istitusi keuangan Islam dengan Syariah Islamiyah
sebagaimana yang telah dinyatakan oleh fatwa yang disepakati” atau “bersandarnya dari
keseluruhan aktifitas dalam institusi keuangan Islam terhadap Syariah Islamiyah”.
2.1.1. Definisi Kepatuhan Akuntansi Syariah
Sharia Compliance atau kepatuhan syariah ialah ketaatan atau
kepatuhan suatu Bank Syariah kepada aturan prinsip syariah. Kepatuhan
syariah ialah manifesti atau bukti terpenuhinya semua prinsip syariah pada
suatu lembaga dengan menunjukkan karakter, integritas, serta kredibilitas
sebuah Bank Syariah. Kepatuhan syariah dapat juga diartikan sebagai
pelaksanaan secara keseluruhan terhadap nilai-nilai syariah di lembaga
keuangan syariah (dalam hal ini perbankan syariah) yang menjadikan fatwa
DSN MUI dan peraturan Bank Indonesia (BI) sebagai alat ukur pemenuhan
prinsip syariah, baik dalam produk, transaksi, dan operasional di bank syariah.
Kepatuhan syariah tersebut secara konsisten dijadikan sebagai kerangka kerja
bagi sistem dan keuangan bank syariah dalam alokasi sumber daya,
manajemen, produksi, aktivitas pasar modal, dan distribusi kekayaan.
Kepatuhan prinsip syariah dalam menjalankan kegiatan usaha Bank Syariah
merupakan salah satu kerangka dalam implementasi budaya kepatuhan serta
menjaga identitas Bank Syariah pada umumnya. Dalam Pasal 1 angka 5
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 46/POJK.03/2017 Tentang
Pelaksanaan Fungsi Kepatuhan Bank Umum menjelaskan bahwa “Budaya
Kepatuhan adalah nilai, perilaku, dan tindakan yang mendukung terciptanya
kepatuhan terhadap ketentuan Otoritas Jasa Keuangan dan ketentuan peraturan
perundang-undangan, termasuk Prinsip Syariah bagi bank umum syariah dan
unit usaha syariah”. Budaya kepatuhan menjadi suatu keharusan bagi lembaga
Perbankan khususnya Perbankan syariah. Tanpa adanya kepatuhan, lembaga
Perbankan akan sulit untuk bertahan dan banyak risiko yang mungkin timbul

3
kedepannya. Fungsi dari kepatuhan yaitu serangkaian tindakan atau langkah-
langkah yang bersifat preventif (ex-ante) untuk memastikan bahwa kebijakan,
ketentuan, sistem, dan prosedur, serta kegiatan usaha yang dilakukan oleh
Bank telah sesuai dengan ketentuan Otoritas Jasa Keuangan dan ketentuan
peraturan perundang-undangan, termasuk Prinsip Syariah bagi bank umum
syariah dan unit usaha syariah, serta memastikan kepatuhan Bank terhadap
komitmen yang dibuat oleh Bank kepada Otoritas Jasa Keuangan dan/atau
otoritas pengawas lain yang berwenang. Kepatuhan terhadap prinsip syariah
ini berimbas kepada semua hal dalam industry perbankan syariah, terutama
dengan produk dan transaksinya
2.1.2. Prinsip-prinsip Akuntansi Syariah
Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan
berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan
dalam penetapan fatwa di bidang syariah. Bank syariah telah memenuhi
kepatuhan pada prinsip-prinsip syariah (syariah complience) apabila dalam
semua transaksi dan kegiatan usahanya tidak mengandung unsur riba, gharar
dan maisir, menjalankan bisnis yang berbasis pada keuntungan yang halal,
menjalankan amanah yang dipercayakan nasabah pada bank dan mengelola
zakat, infaq dan shadaqah dengan amanah. Terdapat tujuh prinsip-prinsip
syariah compliance dalam operasional perbankan syariah, diantaranya yaitu :
1) Tidak Ada Riba Dalam Transaksi Bank
Riba secara bahasa artinya adalah tambahan. Makna lain dari riba
secara bahasa adalah tumbuh dan membesar. Dapat dikatakan bahwa
riba adalah penambahan pendapatan secara tidak sah antara lain dalam
transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas,
dan waktu penyerahan atau dalam transaksi pinjam-meminjam yang
mempersyaratkan penerima fasilitas mengembalikan dana yang diterima
melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu. Riba terjadi di bank
syariah apabila penentuan tambahan pinjaman karena ada penundaan
waktu pelunasan.
2) Terhindar dari i bai' al-'inah
Menurut Oni Sahroni bai' al-'inah dapat didefinisikan dari aspek
pembeli dan aspek penjual. Dari aspek pembeli bai’al-inah adalah
seseorang membeli barang secara tidak tunai dengan kesepakatan akan

4
menjualnya kembali kepada penjual pertama dengan harga lebih kecil
secara tunai. Sedangkan dari aspek penjual bai’al-inah adalah seseorang
menjual barang secara tunai dengan kesepakatan akan membelinya
kembali dari pembeli yang sama dengan harga yang lebih kecil secara
tidak tunai.
Menurut para ulama sesungguhnya motivasi pembeli dalam
transaksi bai’ al-inah bukan barang, tetapi memenuhi kebutuhannya akan
uang. oleh karena itu calon penjual menawarkannya untuk membeli
barang yang dimilikinya dengan harga tidak tunai dan kemudian
dibelinya kembali dengan tunai. Sehingga pembeli mendapatkan dana
tunai sebagian digunakan untuk memenuhi angsuran pertama terhadap
penjual dan sisanya untuk memenuhi kebutuhannya, sedangkan penjual
mengambil selisih harga beli dan jual.
3) Terhindar dari gharar

Menurut ahli fiqih gharar adalah sifat dalam muamalah yang


menyebabkan sebagian rukunnya tidak pasti. Secara operasional negara
dapat diartikan kedua belah pihak dalamtransaksi tidak memiliki
kepastian terhadap barang yang menjadi objek transaksi baik terkait
kualitas kuantitas harga dan waktu penyerahan barang sehingga pihak
kedua dirugikan. ini terjadi bila mengubah sesuatu yang pasti menjadi
tidak pasti contohnya gharar dalam kualitas seperti penjual yang menjual
anak sapi yang masih dalam kandungan.

Dasar hukum pelarangan gharar dalam syariat Islam sebagaimana


Hadits Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam" naha Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wasallam an bai' gharar" Imam nawawi menjelaskan
bahwa hadis ini menjelaskan prinsip penting dalam berbisnis yang
mengatur masalah-masalah yang tidak terbatas menurutnya di antara
contoh gharar Menjual buah Jika buahnya belum matang itu berarti
gharar karena ada kemungkinan matang atau tidak. Pemikiran imam
nawawi di atas sangat tepat di antara praktik-praktik bisnis terlarang
dalam fiqih muamalah gharar dan riba adalah praktik bisnis yang
memiliki ruang lingkup yang cakupannya luas. Dalam praktiknya hampir
setiap praktik bisnis terlarang itu terdapat unsur gharar di dalamnya..

5
Tujuan dilarangnya gharar adalah agar tidak ada pihak-pihak yang akan
dirugikan. Karena tidak mendapatkan haknya dan agar tidak terjadi
perselisihan dan permusuhan diantara mereka.

4) Tidak ada maisir dalam transaksi bank


Maisir dalam bahasa Arab adalah qimar yang berarti judi. Maisir
adalah suatu transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang
tidak pasti dan bersifat untung- untungan. Menurut Adi Warman Karim
dan Oni Sahroni suatu transaksi atau permainan dikatakan maisir apabila
mengandung unsur-unsur yaitu taruhan dan mengadu nasib sehingga
pelaku bisa menang dan bisa kalah, seluruh pelaku maisir
mempertaruhkan hartanya. begitu juga dengan pelaku judi, mereka
mempertaruhkan hartanya tanpa imbalan, pemenang mengambil hak
orang lain yang kalah. Setiap pelaku tidak memberi manfaat kepada
lawannya, orang yang menang mengambil sesuatu dan yang kalah tidak
mengambil imbalannya, pelaku berniat mencari uang dengan mengadu
nasib, tidak ada target lain. Hal ini untuk membedakan dengan
permainan yang tidak mencari sarana mencari uang. Seperti bermain
bola di lapangan yang disewa, dengan perjanjian siapa yang kalah, maka
dia yang menanggung biaya sewa lapangan tersebut.
Dalam dunia perbankan transakasi yang sangat berpeluang
mengandung maisir yaitu pada jual beli valuta asing dan perdagangan di
pasar modal. Sebagai pedoman operasional pada jual beli mata uang
sudah di ataur dalam fatwa DSN-MUI Nomor 28/DSN- MUI/III/ 2002,
dan tentang pedoman umum penerapan prinsip syariah di pasar modal
terdapat dalam fatwa DSN-MUI no.40/DSN-MUI/X/2003 dan Fatwa
DSN-MUI Nomor 80/DSN- MUI/III/2011.
5) Bank menjalankan bisnis berbasis pada keuntungan yang halal
Halal secara bahasa artinya adalah diperbolehkan oleh syara‟ atau
kebalikan dari haram. Sebagai lembaga keuangan yang melekat
kepadanya nama syariah sudah semestinya dalam operasionalnya
mengikuti ketentuan-ketentuan syariah atau prinsip-prinsip syariah.
Prinsip tersebut adalah prinsip hukum Islamdalam kegiatan perbankan
berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional

6
Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Bank syariah harus menerapkan
prinsip-prinsip tersebut sehingga dapat menjalankan bisnis berbasis pada
keuntungan yang halal.
6) Bank menjalankan amanah yang dipercayakan oleh nasabah
Amanah adalah sesuatu yang harus dijaga karena adanya
transaksi perjanjian ataupun tidak adanya transaksi perjanjian. Konsep
wadiah mendapat pengakuan dan legalitas syara'. Ketika kontrak wadiah
telah disepakati oleh kedua belah pihak, pemilik aset memiliki hak
penjagaan aset yang dititipkan, sedangkan penerima titipan berkewajiban
untuk menjaganya. Apabila ada dua orang menitipkan asetnya kepada
seseorang, kemudian datang salah satu dari mereka dan meminta aset
mereka kembali, maka aset itu tidak boleh dikembalikan sehingga pihak
kedua datang menemui mereka. Amanah karena adanya transaki
perjanjian, contohnya akad wadiah dan ijarah. Amanah yang tidak ada
transaksi perjanjian, contohnya barang temuan yang disimpan oleh orang
yang menemukannya. Bank syariah harus amanah dalam menjalankan
bisnis dan mengelola dana nasabah yang dipercayakan kepadanya.
7) Pengawasan Kepatuhan Bank Syariah
Terdapat dua konsep yang mendasari pelaksanaan pengawasan
syariah secara internal di bank syariah dalam konteks pemenuhan
akuntabilitas secara horizontal dan transendental. Pertama, konsep
syariah review harus dilakukan oleh DPS untuk melakukan pengawasan
terhadap kepatuhan syariah. Kedua, konsep internal sharia riview bank
syariah sebagai salah satu fungsi internal audit dalam bank syariah untuk
menilai kesesuaian operasi dan transaksi dengan prinsip-prinsip syariah
yang telah ditentukan.

2.1.3. Dewan Pengawas Syariah (DPS)

Dewan pengawas syariah merupakan perpanjangan tangan Dewan Syariah


Nasional. DPS berperan sebagai pengawas dari lembaga keuangan syariah yang
mengawasi setiap operasional kegiatan pebankan syariah baik itu bank syariah,
asuransi syariah, pasar modal syariah dan lain-lain, sehingga semua lembaga
keuangan syariah dapat berjalan sesuai dengan tuntutan syariat Islam. DPS tidak

7
terlibat secara langsung dalam pelaksanaan manajemen lembaga keuangan syariah,
karena hal ini sudah menjadi tanggung jawab langsung di bawah wewenang
Direksi suatu lembaga keuangan syariah. DPS berhak memberikan masukan
kepada pihak pelaksana lembaga keuangan syariah (Sultoni 2019, 108). DPS
adalah badan independen yang terdiri dari para pakar syariah muamalah yang juga
memiliki pengetahuan dalam bidang perbankan yang ada di lembaga keuangan
syariah dan bertugas mengawasi pelaksanaan keputusan DSN pada lembaga
keuangan syariah tersebut.

Dewan pengawas syariah merupakan badan independen, sehingga untuk


menjamin mengeluarkan pendapat maka harus diperhatikan beberapa hal:

a. DPS bukan staf bank, dalam arti bahwa mereka tidak tunduk dibawah
kekuasaan administratif.
b. DPS dipilih oleh rapat umum pemegang saham (RUPS).
c. Honorarium DPS ditentukan oleh RUPS.
d. DPS mempunyai sistem kerja dan tugas-tugas tertentu seperti halnya badan
pengawas lainnya.

DPS memiliki peran penting dan strategis dalam penerapan prinsip syariah
di perbankan syariah. DPS bertanggung jawab untuk memastikan semua produk
dan prosedur bank syariah sesuai dengan prinsip syariah. Karena pentingnya peran
DPS ini, maka dua undang-undang di Indonesia mencantumkan keharusan adanya
DPS di perusahaan syariah dan lembaga perbankan syariah, yaitu undang-undang
nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas dan undang-undang nomor 21
tahun 2008 tentang perbankan syariah. Dengan demikian, secara yuridis, DPS di
lembaga perbankan menduduki posisi yang kuat, karena keberadaannya sangat
penting dan strategis (Ilyas 2019, 199).

Peran utama para ulama dalam DPS adalah mengawasi jalannya operasional
bank sehari-hari agar selalu sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah. Hal ini
karena transaksi-transaksi yang berlaku dalam bank syariah sangat khusus jika
dibanding bank konvensial. Karena itu, diperlukan garis panduan ini disusun dan
ditentukan oleh DSN (Irham 2019, 447).

Prinsip syariah merupakan acuan utama bagi DSN dalam menyusun fatwa
terkait aktivitas keuangan berbasis syariah yang ditujukan bagi industri keuangan

8
syariah. Tidak hanya itu, adanya prinsip syariah digunakan untuk mengakomodasi
DPS dalam pengawasan kepada industri keuangan syariah baik bank (IKBS)
maupun nonbank (IKNB). Karena setiap industri keuangan syariah baik bank
maupun nonbank diwajibkan memiliki dewan pengawas, yang secara otomatis baik
industri keuangan syariah bank maupun non-bank terikat dengan adanya aturan-
aturan syariah sebagaimana yang telah ditetapkan, hal ini dinamakan dengan
kepatuhan syariah (syariah compliance) (Kurrohman 2017, 55).

Berdasarkan AAOIFI (accounting and auditing organization of Islamic


financial institutions) telah menyediakan standar untuk DPS, komposisi dan aspek-
aspek yang berkaitan, seperti peraturan, laporan dan sebagainya. Menurut standar
ini, lembaga syariah harus menjadi lembaga bebas yang terdiri dari para ulama
yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan hukum Islam. DPS juga dapat terdiri
dari ahli-ahli lain dalam bidang institusi keuangan syariah dengan pengetahuan
sains undang-undang Islam yang berkaitan dengan transaksi komersial. DPS
diamanahkan dengan tugas mengarahkan, meneliti dan mengawasi kegiatan
institusi keuangan syariah untuk memastikan bahwa ia mematuhi peraturan dan
prinsip-prinsip syariah (Prabowo 2017, 120).

Sesuai Keputusan DSN-MUI No. 2 Tahun 2000, tugas DPS yaitu:


1. Memberikan nasihat dan saran kepada direksi, pimpinan usaha syarah dan
pimpinan kantor cabang Lembaga keuangan Syariah mengenai hal-hal
yang berkaitan dengan aspek Syariah.
2. Melakukan pengawasan, baik secara aktif maupun pasif, terutama dalam
pelaksanaan fatwa DSN serta memberikan pengarahan/pengawasan atas
produk/jasa dan kegiatan usaha agar sesuai dengan prinsip Syariah.
3. Sebagai mediator antar Lembaga keuangan Syariah dengan DSN dalam
mengomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari
Lembaga keuangan Syariah yang memerlukan kajian dan fatwa DSN.
Mengikuti fatwa DSN.
4. Merumuskan permasalahan yang memerlukan pengesahan DSN.
5. Melaporkan kegiatan usaha serta perkembangan Lembaga keuangan
Syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya satu kali dalam
setahun

9
2.1.4. Standar Akuntansi Syariah oleh AAOIFI

AAOIFI merupakan Lembaga yang besifat non prpfit yang berdiri pada
tahun 1991 serta berpusat di Bahrain. AAOIFI didirikan untuk menciptakan satu
standar yang berlaku secara global bagi seluruh industry keuangan berbasis syariah
yang ada di seluruh dunia. Termasuk dalam hal ini adalah standar syariahnya. Ada
sekitar 45 negara yang saat ini sudah tergabung dalam AAOIFI. Yang bergabung
dalam AAOFI adalah Lembaga bank sentral yang berada di negara tersebut dan
atau Lembaga lain yang mengatur Lembaga keuangan yang ada di negara tersebut.
Termasuk juga Lembaga keuangan syariah.Karena itulah Lembaga AAOIFI
didirikan dengan tujuan agar standar yang ada dari berbagai industri keuangan
syariah tersebut dapat difasilitasi serta menjadi standar praktik yang terbaik dari
bank syariah dan juga Lembaga keuangan syariah lainnya.
Standar yang ada dan dikeluarkan oleh AAOIFI adalah standar syariah,
standar Akuntansi, standar audit serta juga standar akan tata Kelola dan juga etika.
Dari website AAOIFI standar Akuntansi syariah yang dikeluarkan cukup banyak.
Mulai dari Standar Akuntansi Murabahah, Standar Akuntansi mudharabah, Standar
Akuntansi untuk sukuk dan juga instrument lain dalam pasar modal syariah serta
juga standar Akuntansi untuk Lembaga zakat dan wakaf. Berbagai standar tersebut
dikeluarkan dengan tujuan agar tujuan dari berdirinya AAOIFI dapat tercapai.
Pada skala Internasional, kebutuhan akan standar akuntansi berbasis syariah
telah dirumuskan oleh organisasi nirlaba bernama AAOIFI (Accounting and
Auditing Organization for Islamic Financial Institution) yang merupakan
organisasi internasional Islam yang menyusun standar dan isu-isu terkait akuntansi,
audit, pemerintahan, etika, dan standar syariah Islam untuk lembaga keuangan
Islam (IFI). Sebagai organisasi internasional yang independen AAOIFI didukung
oleh kelembagaan anggota (200 anggota dari 40 negara) termasuk Bank Central,
Lembaga Keuangan Syariah, dan anggota lainnya dari industri perbankan syariah
di seluruh dunia. Hingga saat ini AAOIFI telah menerbitkan 26 standar akuntansi
(Accounting Standard), 5 standar audit (Auditing Standards), 2 standar kode etik
(code of ethic) dan 7 standar tata kelola pemerintahan (governance standards)
(AAOIFI,2018).
Adapun tujuan penting didirikannya AAOIFI sebenarnya untuk menyiapkan,
menyusun dan mengintepretasikan standar akuntansi dan auditing untuk lembaga

10
keuangan syariah, meninjau dan mengubah standar akuntansi dan auditing untuk
lembaga keuangan syariah. Selain itu, tujuan dari berdirinya AAOIFI adalah
sebagai:
1. Melakukan pengembangan dari ide-ide Akuntansi dan juga audit yang
relevan dengan Lembaga keuangan syariah.

2. Melakukan penyebarluasan gagasan Akuntansi dan juga audit yang juga


relevan dengan Lembaga keuangan syariah serta bagaimana penerapannya
melalui berbagai pelatihan, seminar dan juga publikasi berkala serta juga
commissioning.

3. Melakukan persiapan dan juga mengumumkan serta juga membuat


penafsiran akan standar Akuntansi dan juga audit yang bisa dipergunakan
oleh Lembaga keuangan syariah.

4. Melakukan peninjauan dan juga melakukan pengubahan standar Akuntansi


dan juga standar audit yang berlaku bagi Lembaga keuangan syariah.
Tentu saja dengan tujuan penting tersebut diharapkan institusi keuangan
islam yang berkembang di seluruh dunia memiliki acuan yang tepat dalam
menyusun laporan keuangan berbasis syariah sehingga nantinya dapat
diperbandingkan antara laporan keuangan satu dengan yang lainnya (Kamla,2009).
2.2 KEPATUHAN AKUNTANSI SYARIAH PADA LEMBAGA KEUANGAN
PERBANKAN SYARIAH
2.2.1 Definisi Perbankan Syariah
Perbankan Syariah adalah sistem perbankan yang dalam usahanya didasarkan
atas prinsip-prinsip hukum atau syariah Islam dengan mengacu pada Al-Qur’an
dan Al-Hadist. Maksud dari sistem yang sesuai dengan syariah Islam adalah
beroperasi mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang
menyangkut tata cara bermuamalat misalnya dengan menjauhi praktik-praktik yang
mengandung unsur-unsur riba dan melakukan kegiatan investasi atas dasar bagi
hasil pembiayaan. Sedangkan kegiatan usaha dengan mengacu pada Al-Qur’an dan
Al-Hadist yang dimaksudkan beroperasi mengikuti larangan dan perintah yang
terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul Muhammad SAW. Penekanan dalam
pelarangan tersebut terutama berkaitan dengan praktik-praktik bank yang
mengandung dan menimbulkan unsur riba.

11
Sesuai UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Bank Syariah adalah
bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, atau prinsip
hukum Islam yang diatur dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia seperti prinsip
keadilan dan keseimbangan ('adl wa tawazun), kemaslahatan (maslahah),
universalisme (alamiyah), serta tidak mengandung gharar, maysir, riba, zalim dan
obyek yang haram.
2.2.2 Jenis Usaha Perbankan Syariah
Secara umum terdapat 3 jenis usaha dari bank syariah, yaitu Bank Umum
Syariah (BUS), Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), dan Unit Usaha Syariah
(UUS). Ketiga jenis usaha bank syariah tersebut memiliki fungsi dasar yang
hampir sama dalam menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Namun ada
perbedaan dalam sistem operasi yang ditawarkan kepada nasabah.
1. Bank Umum Syariah (BUS)
 Merupakan layanan perbankan berdasarkan prinsip syariah dengan
memberikan jasa terkait lalu lintas sistem pembayaran.
 Kegiatan usahanya berhubungan dengan penghimpunan dana dari akad
syariah, surat berharga, dan alat transaksi.
 Contoh BUS adalah Bank Muamalat Indonesia, Bank Mandiri Syariah,
Bank BRI Syariah, dan lainnya.
 Layanan yang tersedia di Bank Umum Syariah adalah sebagai berikut:
a) Menghimpun dana investasi dari masyarakat dalam bentuk
deposito, tabungan, atau lainnya dengan menggunakan akad
wadi’ah dan mudharabah.
b) Menyalurkan dana kepada pihak yang membutuhkan dana berupa
bagi hasil menurut akad mudharabah dan musyarakah.
c) Menyalurkan dana berupa penyewaan benda bergerak maupun
tidak bergerak kepada nasabah menggunakan skema sewa beli
dan/atau akad ijarah dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik.
d) Mengambil alih utang sesuai dengan akad hawalah.
e) Membuka usaha kartu debit syariah atau kartu pembiayaan lain
sesuai dengan hukum Islam.
f) Melakukan penitipan bagi kepentingan pihak lain dengan akad
syariah.

12
g) Membeli dan menerima pembayaran tagihan surat berharga yang
diterbitkan pemerintah atau Bank Indonesia (BI), serta memberi
fasilitas letter of credit berdasarkan prinsip syariah.
h) Bertindak sebagai wali amanat menurut akad wakalah.

2. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)


 Merupakan Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
 Contoh BPRS diantaranya adalah BPRS Harta Insan Karimah
(HIK), BPRS AsSalam, dan lainnya.
 Layanan yang diberikan BPRS adalah sebagai berikut:
a) Menghimpun dana dari nasabah dengan menawarkan produk
seperti tabungan berdasarkan akad wadiah dan investasi
berupa deposito serta instrumen lainnya menurut akad
mudharabah atau akad syariah lainnya.
b) Menyalurkan dana pada masyarakat dalam bentuk
pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad musyarakah atau
prinsip perbankan syariah lainnya.
c) Memberikan titipan dana kepada bank syariah lain
menggunakan akad wadi’ah atau dalam bentuk investasi
dengan akad mudharabah.
d) Memindahkan dana atas kepentingan sendiri maupun
nasabah melalui rekening BPRS di Bank Umum Syariah,
Bank Umum Konvensional, atau Unit Usaha Syariah.
3. Unit Usaha Syariah (UUS)
 Merupakan unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang
berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan
kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit kerja di kantor
cabang dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi
sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit
syariah.

13
 Contoh UUS diantaranya adalah Bank BTN Syariah, Bank Danamon
Syariah, Bank Permata Syariah, dan lainnya.
 UUS mempunyai tugas sebagai berikut:
a. Mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan kantor cabang syariah.
b. Melaksanakan fungsi treasury dalam rangka pengelolaan dan
penempatan dana yang bersumber dari kantor cabang syariah.
c. Menyusun laporan keuangan konsolidasi dari seluruh kantor
cabang syariah.
d. Melakukan tugas penatausahaan laporan keuangan
kantor cabang syariah.
2.2.3 Peran Perbankan Syariah dalam Perekonomian

Perbankan syariah bersama perusahaan-perusahaan lain dalam rantai


nilai ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia, memiliki peran dalam
penciptaan dan penambahan nilai atau manfaat dari aktivitas muamalah
syariah di Indonesia. Ekonomi syariah melingkupi keseluruhan sektor yang
ada dalam ekonomi, baik berupa sektor riil maupun sektor keuangan.
Secara bersama-sama, sistem perbankan syariah dan perbankan konvensional
secara sinergis mendukung mobilisasi dana masyarakat secara lebih luas
untuk meningkatkan kemampuan pembiayaan bagi sektor-sektor
perekonomian nasional. Karakteristik sistem perbankan syariah yang
beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil memberikan alternatif sistem
perbankan yang saling menguntungkan bagi masyarakat dan bank, serta
menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi, investasi yang beretika,
mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam
berproduksi, dan menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi
keuangan. (Sri Mahargiyantie, 2020)
Dengan menyediakan beragam produk serta layanan jasa perbankan
yang beragam dengan skema keuangan yang lebih bervariatif, perbankan
syariah menjadi alternatif sistem perbankan yang kredibel dan dapat dinimati
oleh seluruh golongan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Dalam konteks
pengelolaan perekonomian makro, meluasnya penggunaan berbagai produk
dan instrumen keuangan syariah akan dapat merekatkan hubungan antara
sektor keuangan dengan sektor riil serta menciptakan harmonisasi di antara

14
kedua sektor tersebut. Semakin meluasnya penggunaan produk dan
instrumen syariah disamping akan mendukung kegiatan keuangan dan bisnis
masyarakat juga akan mengurangi transaksi-transaksi yang bersifat
spekulatif, sehingga mendukung stabilitas sistem keuangan secara
keseluruhan, yang pada gilirannya akan memberikan kontribusi yang
signifikan terhadap pencapaian kestabilan harga jangka menengah-panjang.
Secara umum kinerja bank syariah dalam perekonomian Indonesia
pada kondisi yang baik, bahkan memiliki ketahanan kinerja jauh lebih baik
daripada perbankan konvensional. Sebagai implementasi muamalah syariah,
aktivitas operasional perbankan syariah didasarkan pada landasan syariah
Islam yaitu Al-Quran dan as-Sunnah. Hal tersebut menjadikan aktivitas
perbankan syariah tidak hanya berkinerja unggul, tahan terhadap tekanan dan
turbulensi ekonomi, namun juga diridhai dan diberkahi Allah.
Latar belakang filosofis adanya Bank Syariah adalah dilarangnya riba
(bunga) dalam transaksi keuangan maupun nonkeuangan berdasarkan firman
Allah SWT dalam Surat Al-Baqarah ayat 275. Oleh karena itu, mekanisme
perbankan bebas bunga atau biasa disebut Bank Syariah didirikan Bank
Syariah menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan
menjauhi praktik riba, untuk diisi dengan kegiatan investasi atas dasar bagi
hasil dari pembiayaan perdagangan. Industri perbankan syariah merupakan
bagian dari sistem perbankan nasional yang mempunyai peranan penting
dalam perekonomian. Peranan perbankan syariah secara khusus antara lain
sebagai perekat nasionalisme baru, artinya menjadi fasilitator jaringan usaha
ekonomi kerakyatan, memberdayakan ekonomi umat, mendorong penurunan
spekulasi di pasar keuangan, mendorong pemerataan pendapatan, dan
peningkatan efisiensi mobilitas dana. Pengembangan perbankan syariah
diarahkan untuk memberikan kemaslahatan terbesar bagi masyarakat dan
berkontribusi secara optimal bagi perekonomian nasional. Upaya
pengembangan perbankan syariah merupakan bagian dan kegiatan yang
mendukung pencapaian rencana strategis dalam skala yang lebih besar pada
tingkat nasional. Strategi pengembangan ekonomi syariah di Indonesia
sebagaimana dinyatakan oleh Bappenas (2019) terdiri atas empat rumusan
strategi yaitu:
1. Penguatan rantai nilai halal,

15
2. Penguatan sektor keuangan Islam,
3. Penguatan usaha mikro, kecil, dan menengah, dan
4. Pengembangan dan penguatan ekonomi digital.
Keempat strategi tersebut perlu mendapatkan perhatian pemerintah dan
seluruh pemangku kepentingan dalam ekonomi dan keuangan syariah
agar memberikan kemaslahatan bagi umat Islam dan bangsa Indonesia.
Bank syariah mempunyai peran yang strategis bagi perekonomian di
Indonesia yaitu:
1. Berkaitan dengan peran dakwah dan syiar syariah Islam yang
menghasilkan penguatan muamalah syariah di Indonesia dan
memungkinkan pengembangan pasar serta peningkatan akses
ekonomi dan keuangan syariah sehingga mengurangi potensi
riba, gharar, dan dhalim dalam muamalah di Indonesia.
2. Peran ekonomi terkait penguatan ekonomi nasional yang
disebabkan oleh perkembangan modal dan dana dari Bank
Syariah Indonesia yang mampu meningkatkan pembiayaan dalam
usaha dan pembangunan nasional.(Mustofa & Akbar, 2022)
Perbankan syariah memainkan peran penting dalam pertumbuhan
ekonomi dengan beberapa cara yakni sebagai berikut :
a. Pemberian pembiayaan yang adil
Dengan prinsip-prinsipnya yang menghindari bunga, perbankan
syariah memberikan pembiayaan yang lebih adil, mendorong
aktivitas ekonomi yang lebih sehat dan adil bagi semua pihak.
b. Peningkatan inklusi keuangan
Dengan fokus pada prinsip keadilan dan inklusi, perbankan
syariah memperluas akses ke layanan keuangan bagi mereka
yang sebelumnya tidak terlayani, seperti kelompok masyarakat
yang berada di luar jangkauan perbankan konvensional.
c. Pendorong investasi produktif
Dengan fokus pada investasi yang didasarkan pada kegiatan yang
sesuai dengan prinsip syariah, perbankan syariah dapat
mendorong investasi dalam sektor riil, seperti industri, pertanian,
dan infrastruktur, yang berpotensi meningkatkan pertumbuhan
ekonomi jangka panjang.

16
d. Peningkatan stabilitas ekonomi: Dengan menghindari praktik
spekulatif dan investasi yang berisiko tinggi, perbankan syariah
dapat membantu mengurangi kemungkinan krisis keuangan, yang
pada gilirannya dapat memberikan stabilitas ekonomi yang lebih
besar dalam jangka panjang.
Dengan demikian, perbankan syariah tidak hanya memainkan
peran penting dalam memastikan keadilan ekonomi, tetapi juga
berkontribusi secara signifikan pada pertumbuhan ekonomi yang
inklusif, berkelanjutan, dan stabil.
2.2.4 Implementasi Akuntansi Syariah dalam Lembaga Keuangan (Perbankan
Syariah)
Dalam perbankan Syariah dilarang keras untuk melakukan transaksi apabila
terdapat hal-hal sebagai berikut:
 Gharar, yaitu adanya unsur-unsur ketidakpastian atau tipu muslihat dalam
transaksi.
 Maysir, yaitu unsur judi yang transaksinya bersifat spekulatif yang dapat
menimbulkan kerugian satu pihak dan keuntungan bagi pihak lain.
 Riba, yaitu transaksi yang menggunakan sistem bunga

1) Penerapan Prinsip Syariah Dalam Permodalan Bank Syariah


a) Modal Bank Syariah Berasal dari Sumber Yang Halal Menurut Syariah
Bank syariah adalah bank yang dimaksudkan untuk
mengakomodasikan masyarakat yang ingin menjalankan Islam secara
kaaffah, yaitu menghindari hal-hal yang dilarang oleh Agama Islam.
Oleh karena itu, Bank syariah diwajibkan untuk patuh pada prinsip-
prinsip syariah, sejak dari pendirian sampai pada operasionalnya, dalam
hal ini termasuk dalam permodalannya. Menurut Islam, untuk
melakukan sesuatu yang baik, harus diawali dengan yang baik juga.
Bank syariah sebagaimana telah disebutkan diharapkan patuh
pada prinsip-prinsip syariah, sehingga bank sebagai lembaga, dan hasil-
hasil dari produknya halal secara agama. Demikian juga dengan dana
yang digunakan untuk modal kegiatan usahanya juga harus halal secara

17
syariah. Modal bank syariah tidak boleh berasal dari sumber-sumber
yang dilarang oleh agama.
b) Tidak Bercampur Dengan Dana Yang Haram Menurut Syariah
Pemisahan antara uang yang haram dengan yang halal menurut
ketentuan syariah malah terdapat dalam pasal 15 Peraturan Bank
Indonesia Nomor: 8/3Pbi/2006 Tentang Perubahan Kegiatan Usaha
Berdasarkan Prinsip Syariah Dan Pembukaan Kantor Bank Yang
Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah Oleh Bank
Umum Konvensional, yang menyatakan Bank yang memiliki Kantor
Cabang Syariah wajib:
 Memiliki pencatatan dan pembukuan tersendiri untuk kegiatan
Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah;
 Menyusun laporan keuangan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip
Syariah; dan
 Memasukan laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam huruf
b ke dalam laporan keuangan gabungan.
2) Kondisi Penerapan Syariah Oleh Lembaga Keuangan Syariah di
Indonesia
Lembaga Keuangan Syariah (LKS) harus menselaraskan
operasionalnya dirinya sesuai dengan fatwa DSN-MUI. Namun, lain dikata,
lain realita, ternyata banyak praktek LKS yang bertentangan dengan fatwa
DSN MUI sehingga menabrak batas batas syariah. Untuk membuktikan hal
itu, dilakukan perbandingan antara fatwa DSN MUI dengan praktek yang
diterapkan di LKS.
Fatwa Pertama, Tentang Murabahah Kontemporer. Akad
Murabahah adalah satu satu produk LKS yang banyak diminati masyarakat.
Karena akad ini menjadi alternatif mudah dan tepat bagi berbagai
pembiayaan atau kredit dalam perbankan atau lembaga keuangan
konvensional yang tentu sarat dengan riba. Kebanyakan ulama dan juga
berbagai lembaga fikih nasional atau internasional, membolehkan akad
murabahah kontemporer. Lembaga fikih nasional DSN di bawah MUI, juga
membolehkan akad murabahah, sebagaimana dituangkan dalam fatwanya
No: 04/DSN-MUI/IV/2000. Fatwa DSN ini, menjadi payung dan pedoman

18
bagi perbankan syariah dalam menjalankan akad murabahah. DSN pada
fatwanya No: 04/DSN-MUI/IV/200, tentang Murabahah menyatakan: “Bank
membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan
pembelian ini harus sah dan bebas riba.”
Pada prakteknya, perbankan dan LKS, hanya melakukan akad
murabahah bila nasabah telah terlebih dahulu melakukan pembelian dan
pembayaran sebagian nilai barang. Tentu anda mengetahui bahwa perbankan
di negeri kita, baik yang berlabel syariah atau tidak, hanyalah berperan
sebagai badan intermediasi. Artinya, bank hanya berperan dalam
pembiayaan, dan bukan membeli barang, untuk kemudian dijual kembali.
Karena secara regulasi dan faktanya, bank maupun LKS tidak dibenarkan
untuk melakukan praktek perniagaan praktis. Dengan ketentuan ini, bank
tidak mungkin bisa membeli yang diperlukan nasabah atas nama bank
sendiri. Hasilnya, bank telah melanggar ketentuan DSN-MUI di atas secara
terang.
Fatwa Kedua, Tentang Akad Mudharabah (Bagi Hasil). Akad
Mudharabah adalah akad yang oleh para ulama telah disepakati akan
kehalalannya. Karena itu, akad ini dianggap sebagai tulang punggung praktek
perbankan syariah. DSN-MUI telah menerbitkan Fatwa No:
07/DSNMUI/IV/2000, yang kemudian menjadi pedoman bagi praktek
perbankan syariah. Tapi, lagi-lagi, praktek LKS perlu ditinjau ulang. Pada
fatwa dengan nomor tersebut, DSN menyatakan: “Lembaga Keuangan
Syariah sebagai penyedia dana, menanggung semua kerugian akibat dari
mudharabah kecuali jika mudharib (nasabah) melakukan kesalahan yang
disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian.” Pada ketentuan lainnya, DSN
kembali menekankan akan hal ini dengan pernyataan “Penyedia dana
menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan pengelola tidak
boleh menanggung kerugian apapun, kecuali diakibatkan dari kesalahan
disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.”
Praktek LKS sebenarnya di lapangan masih jauh dari apa yang di
fatwakan oleh DSN. Andai perbankan syariah maupun LKS benar-benar
menerapkan ketentuan ini, niscaya masyarakat berbondong-bondong
mengajukan pembiayaan dengan skema mudharabah. Perbankan syariah
maupun LKS yang ada belum sungguh-sungguh menerapkan fatwa DSN

19
secara utuh. Sehingga pelaku usaha yang mendapatkan pembiayaan modal
dari perbankan syariah, masih diwajibkan mengembalikan modal secara utuh,
walaupun ia mengalami kerugian usaha. Terlalu banyak fakta dari nasabah
mudharabah bank syariah yang mengalami perlakuan ini.
Fatwa Ketiga, Tentang Gadai Emas, Gadai emas merupakan cara
investasi yang marak ditawarkan perbankan syariah akhir-akhir ini. Gadai
emas mencuat dan diminati banyak orang sejak harga emas terus
membumbung tinggi. Dewan Syariah Nasioanal melalui Fatwa No: 25/DSN-
MUI/III/2002membolehkan praktek ini. Pada fatwa tersebut DSN
menyatakan: “Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan marhun (barang
gadai) tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.” Sementara
dalam Fatwa DSN No: 26/DSN-MUI/III/2002 yang secara khusus
menjelaskan aturan gadai emas, dinyatakan: “Ongkos sebagaimana dimaksud
ayat 2 besarnya didasarkan pada pengeluaran yang nyata-nyata diperlukan.”
Fakta dilapangan membuktikan bahwa LKS yang ada, telah
memungut biaya administrasi pemeliharan dan penyimpanan barang gadai
sebesar persentase tertentu dari nilai piutang. Jika LKS atau perbankan
syariah bersedia menerapkan fatwa di atas, tentunya dalam menentukan biaya
pemeliharaan emas yang digadaikan, bank akan menentukan berdasarkan
harga Safe Deposit Box (SDB). Akan tetapi, fakta menunjukkan bahwa
ongkos penyimpanan yang dibebankan nasabah tidak sesuai dengan biaya riil
yang dibutuhkan untuk standar penyimpanan dan penjagaan bank, atau
melebihi nilai harga SDB untuk penyimpanan emas. Ketidak syariahan bank
syariah justru dalam taraf mendasarnya yaitu ketidak sesuaian operasional
dengan fatwa DSN, Menerapkan Hilah dengan mengistinbathkan dengan hal
yang tidak sesuai.
Ungkapan diatas merupakan sesuatu yang riil bahwa perbankan
maupun LKS belum ada yang benar benar berprinsip sesuai syariah
walaupun sangat mengejutkan karena segenap peraturan, bahkan dibuat
struktur guna pengawasan pun masih belum sepenuhnya sesuai syariah.
Menjadi kebutuhan untuk LKS agar dapat hidup dan berkembang dan yang
terpenting sesuai dengan syariah.(MPOC et al., 2020).
2.2.1 Upaya Kepatuhan Prinsip Akuntansi Syariah

20
Kepatuhan adalah memenuhi permintaan orang lain, didefinisikan
sebagai suatu tindakan atau perbuatan yang dilakukan berdasarkan keinginan
orang lain atau melakukan apa-apa yang diminta oleh orang lain, kepatuhan
mengacu pada perilaku yang terjadi sebagai respons terhadap permintaan
langsung dan berasal dari pihaklain. Berdasarkan peraturan Bank Indonesia
No.13/2/PBI/2011 tentang pelaksanaan fungsi kepatuhan Bank Umum, maka
yang di maksud kepatuhan adalah nilai, perilaku, dan tindakan yang
mendukung terciptanya kepatuhan terhadap ketentuan Bank Indonesia dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku termasuk prinsip syariah bagi
bank umum syariah dan unit syariah. Kepatuhan syariah adalah pemenuhan
seluruh prinsip syariah dalam semua kegiatanyang dilakukan sebagai wujud
dari karakteristik lembaga tersebut. Kepatuhan ini dipantau melalui lapisan
pengawasan ekstra dari dewan khusus cendekiawan Islam Dewan ini memiliki
peran konsultatif dan pengawas. Peran konsultatif sebagian besar berada dalam
pengembangan produk yang sesuai dengan Syariah, sedangkan tujuan fungsi
pengawasan adalah untuk memastikan operasi dan kegiatan dilakukan sesuai
dengan apa yang telah disetujui sebelumnya oleh dewas. Sebagai contoh,
dewan Syariah mengeluarkan pernyataan dalam laporan tahunan perusahaan
yang patuh untuk membuktikan apakah bank syariah telah menjalankan
bisnisnya sesuai dengan Syariah. Bank syariah telah banyak dikritik oleh para
cendekiawan Islam dan ahli keuangan Islam karena sangat diyakini mereka
tidak mematuhi hukum Islam. Mengembangkan dan pengungkapan, dan
memeriksa apakah bank menjalankan kepatuhan syariah sampel akan
mengadopsi item pengungkapan baru ini. Ketika terjadi, beberapa bank telah
mengungkapkan hal ini secara selektif, dan atau mencatatnya untuk
pengendalian internal dan tujuan manajemen. Temuan menunjukkan bank-
bank ini tidak mengungkapkan kebijakan, prosedur, produk desain dan struktur
dasar alokasi laba, metodologi penghitungan laba yang dikaitkan
denganpemegang akun investasi Namun demikian, pengungkapan yang terkait
dengan kepatuhan Syariah diberikan sampai batas tertentu. Sangat menarik
bahwa bank-bank Islam penuh tidak memberikan komprehensif pengungkapan
terkait dengan bagi hasil karena pengungkapan seperti itu tidak wajib Bank
syariah menyediakan pengungkapan tersebut secara sukarela.Regulator sektor
perbankan tidak yakin apakah individu Bank syariah sebenarnya telah

21
memenuhi semua pedomannya. Kekurangan dalam pengungkapannya adalah
karena kurangnya keahlian, struktur sistem informasi yang ketinggalan zaman,
dan kurangnya dukungan dan sangat terlatih staf. Untuk itu perlu mengusulkan
bahwa para ahli hukum Islam harus menggunakan Istiqra yang komprehensif
pemeriksaan lingkungan kontrak sebelum keputusan baru yang ditentukan
dibuat tentang masalah akuntabilitas untuk Ini akan melibatkan studi
eksplorasi tentang bagaimana prinsip bagi hasil dan kepatuhan syariah dapat
dilaksanakan dan diaplikasikan.Kepatuhan syariah adalah suatu perbandingan
sistem ekonomi syariah dengan sistem ekonomi konvensional atau antara
perbankan syariah dengan perbankan konvensional. Pada konteks perbankan,
hal ini menjadi isu yang krusial, karena saat ini, system bank syariah masih
mengikuti sistem bank konvensional pada aspek produk, sumber daya manusia
atau operasional. Masyarakat masih memandang bank syariah adalah sistem
yang sama dengan bank konvensional. Terdapat faktor yang menyebabkan
masih melekatnya persepsi tersebut dari masyarakat sendiri, praktisi bank
syariah atau regulator.
Konsep kepatuhan terhadap Akuntansi Syariah harus diawasi, maka
terdapat proses pemeriksaaan yang perlu dilakukan secara berkala, untuk
memastikan bahwa bank Syariah dan juga entitas Syariah yang lain mematuhi
konsep kepatuhan Syariah. Pemeriksaan dan pengawasan terhadap konsep
kepatuhan Syariah memiliki beberapa landasan hukum. Pertama adalah di
dalam Al Qur’an di dalam surah Al Imran ayat 104 yang berbunyi “ Dan
hendaklah ada segolongan orang yang ada di antara kamu yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh berbuat yang ma’ruf ( baik ) dan mencegah
kepada yang mungkar ( kejahatan ). Dan mereka itulah orang-orang yang
beruntung “. Landasan berikutnya adalah UU No 21 tahun 2011 tentang
Otoritas Jasa Keuangan dalam pasal 5 yang menyatakan bahwa OJK berfungsi
untuk menyelenggarakan satu system pengaturan dan juga penngawasan yang
terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sector keuangan. Bank
Syariah selain harus melaksanakan tugas sebagai bank dengan pengawasan
yang dilakukan oleh OJK juga tidak boleh dalam pelaksanaan tugasnya
bertentangan dengan prinsip-prinsip Syariah.
Upaya Kepatuhan Terhadap Prinsip Akuntansi Syariah. Dasar dari konsep
kepatuhan prinsip Syariah adalah sebagai berikut:

22
1. Dipenuhinya seluruh prinsip Syariah dalam seluruh kegiatan yang
dilakukan sebagai satu perwujudan dari karakteristik dari entitas
Syariah tersebut. Setiap entitas Syariah wajib dalam rangka memenuhi
kepatuhan terhadap prinsip Syariah yang dijalankan tersebut.

2. Bagi entitas bank Syariah kelangsungan akan operasional bank Syariah


mengharuskan adanya pengawasan yang bersifat menyeluruh serta
ketegasan akan Tindakan yang perlu dilakukan bila ada ketidakpatuhan
terhadap prinsip Syariah yang dilakukan oleh entitas tersebut

3. Bila terjadi ketidakpatuhan terhadap prinsip Syariah maka dapat


membuat entitas Syariah hilang ciri khas dan karakteristik operasional
dari entitas Syariah

4. Terganggunya citra bank Syariah bila bank Syariah terlihat dan terbukti
tidak patuh dalam prinsip kepatuhan terhadap prinsip Syariah. Bahkan
kalua kemudian terjadi hal yang negative dari bank Syariah tersebut
seperti kecurangan maka bisa membuat entitas Syariah ditinggalkan
oleh nasabah dan juga mereka yang mempergunakan produk dari entitas
Syariah tersebut.
2.2.6 Tantangan Kepatuhan Akuntansi Syariah terhadap Lembaga Keuangan
Perbankan Syariah

Agar tujuan kepatuhan akuntansi syariah yakni memastikan bahwa


transaksi dan oelaporan keuangan sesuai dengan prisip-prinsip syariah, yang
melibatkan larangan riba, makan dan minuman yang haram, serta prinsip etika
islam lainnya tercapai, memiliki beberapa tantangan secara umum yakni :
(3230) (Kusumaningrum et al., 2021)

1. Pengetahuan dan Keterampilan


Seorang profesional akuntansi harus memahami bagaimana prinsip-
prinsip syariah yang berlaku dan memiliki pengetahuan serta keterampilan
yang cukup dalam penerapannya. Hal ini menjadi suatu tantangan
tersendiri dalam memastikan kepatuhan akuntansi syariah apakah telah
terlaksana sesuai pedoman dan aturan yang ada. Tantangan ini
memerlukan pelatihan dan pendidikan secara khusus.
2. Interpretasi Mengenai Syariah

23
Perbedaan mengenai pandangan dan pendapat dalam hukum syariah serta
interpretasi makna halal menjadi problem yang sering muncul dalam
penerapan kepatuhan syariah. Perbedaan Mahzab juga mempengaruhi
perpektif dalam pemaknaan antar otoritas keagamaan. Lembaga Keuangan
Syariah (LKS) perlu memastikan bahwa nasabah mengikuti pandangan
syariah yang paling sesuai dengan keyakikannya agar tidak terjadi suatu
hal dikemudian hari.
3. Pengawasan dan Audit
Dalam memastikan kepatuhan syariah, perlunya proses audit dan
pengawasan secara berkala oleh pihak yang berkompeten. Proses audit
memerlukan biaya dan sumber daya tambahan. Proses kepatuhan syariah
diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang memastikan produk
dari lembaga keuangan telah sesuai syariah. Respon DPS sebagai
pengawas ketika ada ketidakpatuhan dari lembaga keuangan menjadi
perhatian karena akan berimbas pada kepercayaan masyarakat. (501)
(Agus Salim Harahap & Saparuddin Siregar, 2020)
4. Sistem Informasi dan Keuangan
Lembaga keuangan memastikan bahwa sistem informasi keuangan mereka
dapat mendukung pencatatan dan pelaporan yang sesuai dengan prinsip-
prinsip akuntansi syariah.
5. Penyedia Informasi Keuangan
Laporan keuangan harus berdasarkan prinsip-prinsip syariah dan
menggambarkan dengan akurat posisi keuangan dan kinerja. Hal tersebut
menjadi tantangan bagi lembaga keuangan harus memahami penerapan
konsep-konsep akuntansi syariah dalam praktiknya.
6. Perubahan Regulasi
Perubahan prinsip dan penyempurnaan bisa saja terjadi seiring waktu
berjalan. Lembaga keuangan perlu terus mengikuti dan memantau dalam
perubahan dalam peraturan dan panduan akuntansi syariah.

Deputi Gubernur BI menyatakan terdapat beberapa tantangan untuk


meningkatkan pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia yakni dalam
jangka pendek dan panjang. Berikut ini tantangan jangka pendek
(immediate), yaitu : (99505) (Putri Mandiri et al., 2022).

24
a. Pemenuhan gap atas sumber daya manusia, (kuantitas dan kualitas).
b. Inovasi pengembangan produk dan layanan perbankan syariah yang
kompetitif dan berbasis kekhususan kebutuhan masyarakat
c. Kelangsungan program sosial dan edukasi kepada masyarakat.

Sedangkan tantangan untuk jangka panjang ialah :

a. Kerangka hukum yang mampu menyelesaikan permasalahan


keuangan syariah secara komprehensif
b. Kodifikasi produk dan standar regulasi yang bersifat nasional dan
global
c. Referensi nilai imbal hasil bagi keuangan syariah
2.2.7 Manfaat Kepatuhan Akuntansi Syariah pada Perbankan Syariah

Kepatuhan syariah dalam perbankan syariah memiliki beberapa


manfaat yang tidak hanya dilihat dari perspektif agama, tetapi juga dari
perspektif bisnis dan sosial. Berikut adalah beberapa manfaat utama dari
kepatuhan syariah dalam perbankan syariah:
1. Kepatuhan terhadap Prinsip Syariah
Manfaat utama adalah pemenuhan kewajiban etika dan agama bagi
perbankan syariah. Dengan menjalankan bisnis sesuai dengan prinsip-
prinsip syariah, perbankan syariah memastikan bahwa kegiatan mereka
tidak bertentangan dengan ajaran Islam, yang sangat penting bagi
pelanggan yang peduli akan kepatuhan agama dalam aktivitas finansial
mereka. Kepatuhan syariah merupakan salah satu faktor dalam penilaian
tingkat kesehatan bank syariah.
2. Kepercayaan Pelanggan
Kepatuhan syariah membantu menciptakan kepercayaan di antara
nasabah yang ingin memastikan bahwa dana mereka dikelola sesuai
dengan prinsip-prinsip syariah. Hal ini dapat meningkatkan loyalitas
pelanggan dan menarik lebih banyak nasabah yang berbagi nilai-nilai
Islam.
3. Mitigasi Risiko
Prinsip-prinsip syariah mendorong perbankan syariah untuk menghindari
jenis risiko tertentu, seperti risiko bunga (riba) dan risiko bisnis yang

25
tidak sesuai dengan etika Islam. Ini dapat membantu mengurangi risiko
keuangan dan perbankan yang mungkin dihadapi oleh lembaga keuangan
konvensional.
4. Tanggung Jawab Sosial
Perbankan syariah sering berfokus pada prinsip-prinsip keadilan sosial
dan pembagian kekayaan. Dengan demikian, mereka sering melibatkan
diri dalam aktivitas filantropi dan amal untuk membantu komunitas yang
membutuhkan, yang sejalan dengan nilai-nilai Islam.
5. Pengembangan Ekonomi
Dengan fokus pada usaha yang halal dan menghindari aktivitas yang
dianggap haram, perbankan syariah dapat membantu mempromosikan
pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan adil, yang dapat
menguntungkan masyarakat secara keseluruhan.
6. Peningkatan Transparansi
Prinsip-prinsip akuntansi syariah mempromosikan transparansi dalam
laporan keuangan dan aktivitas perbankan. Ini membantu memastikan
bahwa nasabah memiliki akses yang lebih baik ke informasi yang
berkaitan dengan keuangan mereka.
7. Diversifikasi Investasi
Perbankan syariah sering mempromosikan investasi yang sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah, seperti investasi dalam sektor halal seperti
pertanian, energi terbarukan, dan teknologi. Ini dapat membantu
mengurangi risiko terkait dengan investasi yang tidak sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah.
8. Keuntungan Finansial
Meskipun perbankan syariah memiliki kendala tertentu, mereka masih
berusaha mencapai profitabilitas. Banyak produk dan layanan yang
sesuai dengan prinsip syariah yang dapat menghasilkan keuntungan,
seperti pembiayaan mudharabah dan musyarakah.

26
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

27
DAFTAR PUSTAKA

Agus Salim Harahap, & Saparuddin Siregar. (2020). Kepatuhan Syariah Aspek Bagi Hasil
Perbankan Syariah. Seminar Nasional Teknologi Komputer & Sains (SAINTEKS) 2020,
573–578. https://prosiding.seminar-id.com/index.php/sainteks/issue/view/4

Kusumaningrum, D., Yusrifal, M., & Mumtazah P.H, N. (2021). Urgensi Penerapan
Kepatuhan Syariah Pada Perbankan Syariah. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis, 14(2), 403–
415.

MPOC, lia dwi jayanti, & Brier, J. (2020). PENERAPAN PRINSIP PERBANKAN
SYARIAH DALAM HUKUM DI INDONESIA. Malaysian Palm Oil Council
(MPOC), 21(1), 1–9.

Mustofa, A., & Akbar, E. E. (2022). STRATEGIS BANK SYARIAH INDONESIA DALAM
EKONOMI SYARIAHDI INDONESIA.

Putri Mandiri, D., Astuti, W., & Arkoyah, S. (2022). TANTANGAN PERKEMBANGAN
PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA. Jurnal Tabarru’ : Islamic Banking and
Finance, 5(November), 352–365.

Sri Mahargiyantie. (2020). Peran Strategis Bank Syariah Indonesia dalam Ekonomi Syariah
di Indonesia. Al - Misbah, 1(2), 83–94.

Ilyas, R. (2021). Peran Dewan Pengawas Sayraiah Dalam Perbankan Syariah. Jurnal
Perbankan Syariah.

Meilita, H. (2019). Kebutuhan AAOIFI Sebagai Standar Akuntansi Keuangan Syariah Dalam
Harmonisasi Penyajian Laporan Keuangan . Riset & Jurnal Akuntansi.

Universitas, BINUS. “mengenal dan memahami fungsi AAOIFI dan IFSB”

28
accounting.binus.ac.id. https://accounting.binus.ac.id/2022/10/28/mengenal-dan-memahami-
fungsi-aaoifi-dan-ifsb/ X

29

Anda mungkin juga menyukai