Anda di halaman 1dari 6

Andhika Prasetya Mulya 165020300111002

Adi Satia Darmawan 165020300111023

A. Perkembangan Transaksi Syariah di Indonesia


Fiqih sering disebut sebagai produk yang lahir dari dinamika kehidupan manusia
dimana fiqih merupakan bagian dari unsur ajaran islam sebagai pedoman hidup bagi manusia
terutama dalam melaksanakan kegiatan sehari-harinya di muka bumi. Fiqih cenderung
berbicara tentang sesuatu yang berhubungan dengan boleh atau tidaknya sesuatu
pelaksanaan amaliah, atau dengan kata lain sesuatu yang dikaitkan dengan halal-haram
dalam agama islam. Awalnya cakupan muamalah didalam fiqih meliputi permasalahan
keluarga saja, seperti perkawinan dan perceraian. Akan tetapi setelah terjadi disintegrasi di
dunia Islam, terjadi perkembangan pembagian fiqih terutama untuk permasalahan transaksi
syariah. Perkembangan transaksi syariah belakangan ini semakin meluas tidak hanya di
Indonesia melainkan di seluruh dunia juga mengalami hal yang sama. Hal ini disebabkan
adanya perkembangan dari sistem keuangan islam yang sangat pesat. Peraturan syariah pun
mulai disusun untuk menunjang perkembangan akuntansi agar memiliki kedudukan yang jelas
dalam suatu negara.
Di Indonesia sendiri sudah beberapa kali mengadakan perubahan terhadap peraturan
akuntansi syariah sehingga sering terjadi penyesuaian yang dilakukan pada penerapan
transaksi syariah yang ada di Indonesia. Pada saat ini pemerintah Indonesia tengah
menggencarkan implementasi akuntansi syariah untuk pemenuhan kebutuhan sistem
ekonomi islam yang tengah dilakukan di Indonesia. Oleh karena itu penerapan transaksi
syariah di Indonesia untuk saat ini masih dikatakan belum sempurna karena dari segi
peraturan pemerintah masih terus melakukan penyesuaian peraturan yang ada agar dapat
mendorong kemajuan transaksi syariah namun tidak menyalahi syariat yang berlaku dalam
Islam.
Namun setelah diterbitkannya Undang-Undang No.21 tahun 2008 tentang perbankan
syariah, perbankan syariah di Indonesia semakin memiliki landasan hukum memadai yang
mendorong perkembangan perbankan syariah lebih cepat. Hal tersebut membuat lembaga
keuangan syariah semakin diminati oleh masyarakat dibandingkan dengan lembaga
keuangan konvensional lain karena lembaga keuangan syariah dianggap berpotensi
memberikan keuntungan yang lebih pasti dibandingkan dengan lembaga konvensional. Akan
tetapi tingkat pemahaman masyarakat Indonesia terutama bagi masyarakat menengah ke
bawah akan transaksi syariah dirasa masih cukup rendah sehingga hanya sebagian
masyarakat yang sudah cukup paham saja yang sudah melaksanakan transaksi lewat
lembaga keuangan syariah.
Untuk perbedaan lembaga keuangan syariah dan lembaga konvensional dapat
diamati dari lima poin berikut ini yaitu:

1
Andhika Prasetya Mulya 165020300111002
Adi Satia Darmawan 165020300111023

1. Akad
Semua transaksi atau akad yang dilakukan di bank syariah harus sesuai dengan
prinsip Syariah Islam, berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist dan telah difatwakan oleh Majelis
Ulama Indonesia (MUI). Akad tersebut digunakan untuk semua produk perbankan syariah.
Sedangkan di bank konvensional, surat penjanjian dibuat berdasarkan hukum positif yang
sedang berlaku di Indonesia, yakni hukum perdata dan hukum pidana.
2. Keuntungan
Bank syariah mengunakan pendekatan bagi hasil (al-mudharabah) untuk
mendapatkan keuntungan, sementara bank konvensional justru mengunakan konsep
biaya untuk menghitung keuntungan. Konsep bagi hasil ini dijelaskan sebelum akad
dilakukan antara nasabah dengan bank. Pada bank konvensional, “bunga” yang diberikan
kepada nasabah sebenarnya berasal dari keuntungan bank meminjamkan dana kepada
nasabah lain dengan “bunga” yang lebih besar.
3. Pengelolaan Dana
Bank syariah akan menolak untuk menyalurkan kredit yang diinvestasikan pada
kegiatan transaksi yang bertentangan dengan syariah islam, seperti perdagangan barang-
barang haram, perjudian (maisir), dan manipulatif (ghahar). Sementara bank
konvensional akan menyalurkan kredit tanpa harus mengetahui dari mana atau kemana
uang tersebut disalurkan, selama debitur bisa membayar cicilan dengan rutin.
4. Hubungan Bank & Nasabah
Hubungan bank dengan nasabah juga menjadi faktor penting yang membedakan bank
syariah dan bank konvensional. Di bank syariah, nasabah diperlakukan sebagaimana
seorang mitra alias partner. Perlakuan ini terjadi karena bank dan nasabah diikat dalam
“akad” yang sangat transparan. Sedangkan di bank konvensional, hubungan nasabah dan
bank lebih pada hubungan kreditur dan debitur atau hubungan pemberi pinjaman dengan
penerima pinjaman.
5. Cicilan & Promosi
Bank syariah menerapkan sistem cicilan dengan jumlah tetap berdasarkan
keuntungan bank yang sudah disetujui antara pihak bank dan nasabah saat akad kredit.
Selain itu, konten promosi bank syariah juga harus disampaikan secara jelas, tidak
ambigu, dan transparan. Sedangkan bank konvensional punya banyak program promosi
untuk menarik nasabah. Seperti promosi suku bunga tetap atau fixed rate selama periode
tertentu, sebelum akhirnya memberikan suku bunga berfluktuasi atau floating rate kepada
nasabah.

2
Andhika Prasetya Mulya 165020300111002
Adi Satia Darmawan 165020300111023

B. Implementasi Transaksi Syariah di Indonesia


Pertumbuhan keberadaan lembaga keuangan syariah termasuk di dalamnya bank
syariah tidak diimbangi dengan dukungan positif dari berbagai pihak. Sinisme terhadap bank
syariah bahkan berasal dari kalangan umat muslim sendiri, dapat dilihat dari kepercayaan
masyarakat islam terhadap bank syariah masih rendah. Bahkan beberapa ilmuwan muslim
ada yang mengecam perbankan syari’ah, mereka berpendapat bahwa bank-bank islam dalam
menyelenggarakan transaksinya justru bertentangan dengan konsepnya. Lebih tegas lagi,
Sutan Remy menyatakan bahwa pengamatan atau penelitian beberapa ilmuwan islam
menyebutkan bahwa bank islam dalam penyelanggaraannya ternyata bukan meniadakan
bunga dan membagi resiko, tetapi mempertahankan praktek pembebanan bunga1. Dengan
kata lain, hanya penggantian istilah belaka atau bisa juga disebut dengan menghindar dari
resiko dengan cara yang licik.
Para peneliti dan ilmuwan muslim juga mengemukakan ketidaksetujuannya apabila
mudharabah dipakai sebagai dasar kegiatan perbankan islam, ada 3 alasan yang
dikemukakan, yaitu : (1) Mudharabah yang dikembangkan di abad pertengahan adalah untuk
waktu dan untuk keadaan ekonomi pada waktu itu, tidak dapat ditafsirkan dan dimodifikasi
oleh para ahli hukum dan ahli teologi muslim kini untuk keadaan ekonomi saat ini, (2)
Mudharabah juga ditolak atas dasar alasan politis-ideologis. Bank-bank yang didirikan oleh
kapitalis muslim, akan mengeksploitas para penabung kecil melalui penggunaan istrumen
keuangan yang agamis melalui sarana yang legal. Dengan kata lain, resiko terjelek yang
ditanggung bank sebagai mudharib bila terjadi kerugian hanyalah sekadar menerima
remunasi atas jerih payahnya bukan memikul resiko finansial, (3) Mudharabah akan
menciptakan atau meningkatkan pasar uang yang informal berdasarkan bunga. Para
penabung akan memilih untuk meminjamkan dana mereka agar memperoleh harga atau
bunga yang tersembunyi di dalam pelunasan jumlah pokok daripada menyimpan dana pada
bank yang berdasarkan mudharabah yang beresiko.2
Dari permasalahan sinisme terhadap lembaga keuangan syariah sebenarnya sudah
sedikit demi sedikit dikurangi dengan adanya suatu lembaga yang mengawasi
operasionalnya, di Indonesia sudah ada Dewan Pengawas Syariah (DPS). Pengawasan perlu
dilakukan agar LKS tetap patuh pada prinsip-prinsip syariah dan agar tidak terjadi
penyimpangan dari tujuan yang akan dicapai, dan dari aturan yang telah ditetapkan. Seiring
berjalannya waktu DPS memiliki beberapa peran strategis, sebagai berikut: (1) Supervisor,
yaitu melaksanakan fungsi pengawasan langsung kepatuhan syariah dan implementasi fatwa

1
Sutan Remy Sjahdeini, 1999. Perbankan islam dan kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia
(Jakarta: Pustaka Utama Graffiti), h. 117
2
Ibid. h. 118

3
Andhika Prasetya Mulya 165020300111002
Adi Satia Darmawan 165020300111023

DSN, (2) Advisor, yaitu memberikan nasehat, inspirasi, pemikiran, saran untuk
pengembangan produk dan jasa dalam menghadapi persaingan global, (3) Marketer, yaitu
sebagai mitra strategis untuk pengembangan kuantitas dan kualitas LKS melalui komunikasi
massa, (4) Supporter, yaitu memberikan dukungan baik jaringan, pemikiran, motivasi, doa ,
dan lainnya, (5) Player, yaitu sebagai pemain dan pelaku ekonomi syari’ah. Namun, dalam
pelaksanaannya masih banyak yang harus diperbaiki antara lain, SDM DPS perlu ditingkatkan
kuantitas dan kualitasnya supaya penyimpangan dapat lebih diminimalisir dengan cara
meningkatkan penguasaan keilmuan yang meliputi ilmu ekonomi dan keuangan maupun ilmu
fiqih muamalah dan ushul fiqihnya. Sementara itu, di LKS selain bank penguatan aspek
regulasi masih harus dilakukan agar setiap LKS selain bank disiplin menempatkan DPS di
dalamnya. Penguatan aspek regulasi dan SDM ini diharapkan dapat mengoptimalkan
pelaksanaan prinsip-prinsip islam di LKS dalam menjankan kegiatan usahanya, sehingga
kepercayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan syariah tetap terjaga.
Selain peningkatan peran pengawasan juga perlu diadakan sosialisasi mengenai
lembaga keuangan syariah itu sendiri. Sosialisasi dapat dilakukan dengan bentuk
meningkatkan profesionalitas lembaga yang nantinya akan meningkatkan citra lembaga itu
sendiri. Data di bawah merupakan hasil penilitian yang dapat dipakai sebagai tolak ukur
operasional untuk meningkatkan profesionalisme kinerja lembaga keuangan syariah3 :

Ke-22 rangking di atas, dari pertama hingga yang ke 22 secara berurut dapat dijadikan
prioritas dalam meningkatkan profesionalisme lembaga keuangan syari'ah, yang pada
gilirannya akan berpengaruh pada persepsi masyarakat terhadap lembaga keuangan

3
Tim Trainer. Laporan Tim Trainer Pelatihan Manajemen Pengelolaan BMT, kerjasama magister studi islam
UII, PUKTEL TELKOM Divre IV dan BMT Safinah. Mei 2003.

4
Andhika Prasetya Mulya 165020300111002
Adi Satia Darmawan 165020300111023

syari'ah. Semakin profesionalisme lembaga keuangan syari'ah, maka akan semakin baik
persepsi dan partisipasi masyarakat terhadap lembaga keuangan syari'ah. Semakin banyak
partisipasi umat atau masyarakat terhadap lembaga keuangan syari'ah berarti semakin sempit
jangkauan sistem ribawi, yang berarti semakin luas tebaran rahmah dalam masyarakat atau
umat.
Dalam teori ilmu ekonomi makro, keberadaan lembaga keuangan syariah juga turut
menyumbang kontribusi dalam pembangunan nasional apalagi jika ditambahkan dengan
bonus demografi Indonesia. Namun secara singkat, ada 2 aspek dari keuangan berbasis
syari’ah yang memiliki peran strategis dalam pembangunan nasional, yaitu :
1. Kegiatan keuangan syariah bertumpu pada nilai-nilai luhur dan etika berbisnis yang santun
sesuai tradisi Bangsa Indonesia, seperti misalnya penghargaan terhadap waktu, kejujuran
bertransaksi, investasi yang beretika, mengedepankan nilai kebersamaan dan
persaudaraan dalam berproduksi, menghindari perilaku spekulatif dalam transaksi
keuangan dan penerapan sistem jaminan sosial melalui konsep zakat, sedekah dan
wakaf. Dengan nilai-nilai ini, usaha berbasis syariah menyeimbangkan antara aspek
keuntungan dan aspek kemanusiaan. Prinsip kegiatan usaha dalam ekonomi syariah
menempatkan aspek keuntungan ekonomi dan aspek humaniora secara seimbang,
diharapkan dapat menciptakan sistem keuangan yang tidak berorientasi pada keuntungan
semata, namun juga memperhatikan aspek kemanusian.
2. Keuangan berbasis syariah merupakan salah satu pilar dalam membangun perekonomian
nasional, khususnya terkait dengan pengembangan UMKM dan pembiayaan infrastruktur.
Saat ini jumlah nasabah keuangan syariah sudah mencapai +-18 juta rekening, dimana
saat ini Indonesia merupakan negara yang memiliki lembaga keuangan mikro terbesar di
dunia, yang sebagian berbentuk Baitul Maal Wat Tamwil (BMT), dan koperasi jasa
keuangan syariah. Indonesia juga merupakan negara penerbit sukuk negara terbesar,
serta merupakan satu-satunya negara yang menerbitkan sukuk ritel. Hal ini merupakan
modal awal yang harus terus dikembangkan agar keuangan syariah menjadi pilar utama
dalam pembangunan nasional, khususnya dalam mendukung pengembangan UMKM dan
pembiayaan infrastruktur.
Menguatnya keberadaan lembaga keuangan syariah secara domestik dipandang
sebagai peluang bagi investor asing yang ingin menanamkan modalnya dalam bentuk
investasi syariah. Peluang investasi berdasarkan prinsip syariah sebagai bentuk
diversifikasi portfolio sumber permodalan dari luar negeri yang berguna menyokong
program pembangunan nasional

5
Andhika Prasetya Mulya 165020300111002
Adi Satia Darmawan 165020300111023

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Dahlan. 2002. Implementasi Pembiayaan Mudarabah di BMT Mentari Bina Artha
Tegal (Studi Kasus tahun 1996-2001). Tesis MSI Ull Yogyakarta.

Himawati Susana dan Agung Subono (2009) Praktik Akuntansi Dan Perkembangan Akuntansi
Syariah di Indonesia. Sosial Budaya, 2 (2). ISSN 1979-6889

Muhammad Syafi'i Antonio. 1999. Bank Syariah Wacana Ulama dan Cendekiawan. Jakarta:
Bl dan tazkia Institute.

Sugianto. (2008). DPS Dan Pengembangan Perbankan Syari'ah, diakses tgl. 25 juli 2012
www.medenbisnisonline.com.

Wahyu, A. (2012). Peran dan Fungsi Dewan Pengawas Syari'ah, http://www.lintasberita.


web. id/peran -dan -fungsi-dewan -pengawas- syariah-ps/#ixzz26PcHT91k, diunduh
pada 12 Desember 2012

Widiana. Analisa Perkembangan Peraturan dan Penerapan Akuntansi Syariah di Indonesia.


Jurnal Universitas Padjajaran.

Anda mungkin juga menyukai