Anda di halaman 1dari 15

Risiko Likuiditas

Oleh:
Kelompok 3
Anggota Kelompok

Amalia
201420042

Dedeh Sunarsih
201420054

Siti Agy Gurpiah


201420055

Dimas Setiawan
201420069
Definisi Risiko Likuiditas
Menurut Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 11/25/2009, risiko liquiditas
adalah risiko bank akibat ketidakmampuan bank memenuhi kewajiban bank
yang telah jatuh tempo dari pendanaan arus kas dan atau aset yang likuid
tanpa menggangu aktivas bank sehari-hari.

Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 65 tahun 2016,


risiko liquiditas merupakan akibat ketidakmampuan Bank untuk memenuhi
kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan/atau dari
asset likuid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu
aktivitas dan kondisi keuangan Bank.
Secara lebih spesifik tujuan dari manajemen risiko
likuiditas adalah sebagai berikut:
Ketidak mampuan bank dalam memperoleh sumber
dana arus kas inilah yang menimbulkan risiko 1. Memelihara kecukupan likuiditas bank sehingga
liquiditas yang disebabkan oleh: setiap waktu mampu memenuhi kewajiban bank
yang jatuh tempo.
1. Ketidak mampuan menghasilkan arus kas, baik 2. Memelihara kecukupan likuiditas bank untuk
yang berasal dari aset produktif maupun yang mendukung pertumbuhan aset bank yang
berasal dari penjualan aset termasuk aset likuid.
berkelanjutan.
2. Ketidak mampuan menghasilkan arus kas yang
berasal dari penghimpunan dana, transaksi antar 3. Menjaga likuiditas bank pada tingkat yang optimal
bank syariah, dan pinjaman yang diterima. sehingga biaya atas pengelolaan likuiditas berada
dalam batas yang dapat ditoleransi.
4. Menjaga tingkat kepercayaan nasabah terhadap
sistem perbankan.
Besar kecilnya risiko likuiditas ini banyak ditentukan oleh hal-hal sebagai berikut:
a. Kecermatan perencanaan arus kas c. Ketersediaan aset yang siap
bedasar-kan pada prediksi pembiyaan dan dikonversikan menjadi kas.
prediksi pertumbuhan dana, termasuk d. Kemampuan akses kepasar antar bank
mencermati tingkat fluktuasi. atau sumber dana lainnya termasuk
b. Ketepatan dan mengatur stuktur dana, fasilitas lender of last resort.
termasuk kecukupan dana non bagi hasil
Alamat email wajib bagi penulis
korespondensi (corresponding author).
Keterangan sebagai penulis korespondensi
dituliskan setelah alamat email.
JENIS RISIKO LIKUIDITAS
Badan Sertifikasi Manajemen Resiko (2008) menyatakan bahwa ada dua macam risiko likuiditas
yang berbeda, yaitu:

1. Likuiditas endogen (endogenous liquidity) adalah likuiditas yang melekat atau inheren pada
aset itu sendiri. Aset bank memiliki dua bentuk likuiditas endogen, yaitu:
 Likuiditas yang berkaitan dengan kemampuan bank untuk menjual aset itu di pasar yang
likuid secara cepat.
 Likuiditas yang berkaitan dengan karekteristik likuiditas setiap aset tersebut.

2. Likuiditas eksogen (exogenous liquidity) merupakan likuiditas yang diciptakan melalui struktur
kewajiban bank, bank dapat melihat mismatch pendanaan tersebut dengan menggunakan
liquidity ladder. Risiko likuiditas eksogen dapat melekat pada produk penghimpunan dana (giro,
tabungan, deposito) dan produk penyaluran dana.
Berikut merupakan karakterisitik dan sifatnya risiko likuiditas dari produk penghimpunan dana:
 Giro memiliki risiko likuiditas tertinggi karena ditunjukkan untuk keperluan transaksional
dan dapat ditarik setiap waktu.
 Tabungan memiliki risiko likuiditas lebih rendah dari giro karena sifatnya simpanan dan
dapat ditarik setiap waktu.
 Deposito memiliki risiko paling rendah karena hanya bisa dicairkan pada waktu jatuh
tempo.
Selanjutnya, karakterisitik dan sifatnya risiko likuiditas dari produk penyaluran dana yaitu:
 Pembiayaan dengan akad mudharabah/musyarakah memiliki risiko likuiditas tertinggi.
 Pembiayaan dengan akad murabahah, istishna’lsalam, ijarah memiliki risiko likuiditas lebih
rendah dari mudharabah.
 Pembiayaan dengan akad qardh, rahn, wakalah, kafalah, hawalah dengan risiko terendah.
PENYEBAB TERJADINYA RISIKO LIKUIDITAS

1. Turunnya kepercayaan nasabah terhadap sistem perbankan khususnya perbankan syariah


2. Turunnya kepercayaan nasabah pada bank syariah tempat dia bertransaksi.
3. Ketergantungan bank syariah pada sekelompok deposan.
4. Akad Mudharabah yang digunakan dalam tabungan, memungkinkan nasabah untuk
menarik dananya kapan saja tanpa adanya pemberitahuan terlebih dahulu kepada bank.
5. Terjadinya mismatching antara dana yang bersumber dari jangka pendek yang digunakan
untuk pembiayaan dengan jangka panjang.
6. Tidak menariknya bagi hasil yang ditawarkan bank syariah karena pola cash basic yang
diterapkan dimana bank harus menunggu akhir bulan untuk menghitung pendapatannya.
PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO

penerapan manajemen risiko untuk risiko likuiditas bagi bank syariah, baik secara individual maupun secara konsolidasi
dengan perusahaan anak mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. Pengawasan aktif dewan komisaris, direksi, dan DPS.
2. Kebijakan, prosedur, dan penetapan limit.
3. Proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko, serta SIM risiko likuiditas.
Studi Kasus Bank Syariah Mandiri KCP Antapani Bandung (Sekarang Bank
Syariah Indonesia KCP Antapani Bandung).
Risiko likuiditas yaitu saat pembiayaan gadai tidak ditebus saat jatuh tempo, namun yang dilakukan justru menggadai
ulang. Pada 4 bulan yang akan datang, nasabah akan kembali melakukan hal tersebut secara berulang-ulang. Sehingga akan
terjadi pinjaman secara terus menerus, dan nasabah hanya membayar ujrahnya. Hal ini tentu akan mengganggu kinerja bank
dengan modal yang bertumpuk di gadai. Dengan waktu yang lama jumlah pembiayaan gadai dengan model top up ini akan
mengganggu arus kas bank.
Dikeluarkannya Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No. 14/7/DpBs mengenai Pembiayaan Gadai Emas di Bank
Syariah untuk memitigasi risiko gadai emas, diantaranya adalah:
 Pembatasan jumlah pembiayaan gadai maksimal sebesar 250juta
 Tujuan gadai adalah untuk membiayai keperluan dana atau tambahan modal kerja jangka pendek untuk golongan
nasabah usaha mikro atau usaha kecil dan tidak untuk tujuan investasi.
 Jangka waktu pembiayaan gadai emas paling lama 4 (empat) bulan dan dapat diperpanjang paling banyak 2 (dua)
kali.
Namun pada tahun 2015 terbitlah aturan baru yaitu dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) No.
36/SEOJK.03/2015 Tentang Produk dan Aktivitas Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Dalam SEOJK ini memuat
aturan baru yaitu jangka waktu perpanjangan pembiayaan gadai emas yaitu 4 (empat) bulan dan dapat diperpanjang secara
terus menerus atau tidak dibatasi lagi.
Kasus risiko likuiditas terjadi pada Bank Syariah Mandiri KCP Antapani Bandung dalam pembiayaan gadai emas,
dimana nasabah gadai terus menerus melakukan perpanjangan gadai hingga berbulan-bulan dan emas yang digadai tidak
Studi Kasus Bank Syariah Mandiri KCP Antapani Bandung (Sekarang Bank
Syariah Indonesia KCP Antapani Bandung).

Belum lagi jika lebih banyak nasabah yang melakukan perpanjangan jangka waktu gadai secara terus menerus,
dibandingkan dengan risiko kredit yang lebih sedikit terjadi karena bolehnya melakukan gadai ulang dalam waktu yang tidak
dibatasi.

Adapun pencegahan risiko likuiditas yang dilakukan oleh Bank Syariah Mandiri KCP Antapani Bandung yaitu:
1. Staff dan officer gadai akan mengkonfirmasi kepada nasabah melalui telepon, sms, atau whatsapp pada H-7 sebelum
jatuh tempo.
2. Kemudian akan dikonfirmasi kembali melalui telepon dan diberi surat peringatan pada H-3 dan Hari H jatuh tempo.
3. Bank harus menghimpun dana pihak ketiga lebih banyak.

Selain pencegahan yang dilakukan oleh Bank Syariah Mandiri KCP Antapani Bandung, bank syariah harus memiliki
kontingensi likuiditas pada berbagai tahapan krisis likuiditas. Untuk itu, bank harus mendefinisikan tahapan-tahapan sebagai
berikut:
4. Identifikasi GAP likuiditas atau situasi yang menyebabkan terjadinya peristiwa penarikan.
5. Kebutuhan aset likuiditas atau investasi untuk memenuhi situasi GAP likuditas.
6. Pengukuran darurat yang diambil jika langkah sebelumnya gagal memenuhi GAP likuiditas.
Studi Kasus Bank Syariah Mandiri KCP Antapani Bandung (Sekarang Bank
Syariah Indonesia KCP Antapani Bandung).

Jika memungkinkan bank harus memasukan rencana kontingensi beberapa faktor dan tindakan pada setiap tahapan-
tahapan sebagai berikut:
1. Memegang aset likuiditas yang berkualitas tinggi yang bisa dijual.
2. Profit aset lain dan kebutuhan likuiditas aset ini.
3. Penilaian kepatuhan syariah dan ketersediaan produk dana di pasar termasuk kerja sama yang memungkinkan
dengan bank syariah lain atau lembaga keuangan lain untuk mengakses pendanaan sementara.
4. Pengaturan likuiditas yang memungkinkan dengan bank sentral.
5. Pembentukan manajemen krisis atau petugas yang bertanggung jawab untuk mengambil tindakan pada tahapan yang
berbeda dalam krisis likuiditas.
6. Pemberitahuan prosedur komunikasi dengan kantor pusat bank dan otoritasnya. Bagaimanapun bank harus bisa
mengupayakan kerja sama tersebut bisa dimiliki.

Selain itu, Bank Indonesia juga memberikan skema bantuan (pinjaman) kepada bank-bank yang mengalami masalah
likuiditas pada saat terjadinya krisis moneter 1998 di Indonesia atau disebut Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Skema ini dilakukan berdasarkan perjanjian Indonesia dengan IMF dalam mengatasi masalah krisis.
KESIMPULAN

Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 11/25/2009 Risiko likuiditas merupakan akibat ketidakmampuan Bank
untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan/atau dari asset likuid berkualitas tinggi
yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan Bank. Tujuan utama Manajemen Risiko
Likuiditas adalah untuk menimbulkan kemungkinan ketidak mampuan bank syariah dalam memperoleh sumber,
pendanaan arus kas. Ada dua jenis risiko likuiditas menurut Badan Sertifikasi Manajemen Resiko (2008) diantaranya
adalah likuiditas endogen (endogenous liquidity) dan likuiditas eksogen (exogenous liquidity). Ada beberapa penyebab
terjadinya risiko likuiditas, seperti turunnya kepercayaan nasabah terhadap sistem perbankan khususnya perbankan
syariah, kepercayaan nasabah yang turun pada bank syariah tempat dia bertransaksi, ketergantungan bank syariah pada
sekelompok deposan, serta lain sebagainya. Hal-hal yang terkait dengan penerapan manajemen risiko untuk risiko
likuiditas bagi bank syariah, baik secara individual maupun bagi bank secara konsolidasi dengan perusahaan anak yaitu
mencakup pengawasan aktif dewan komisaris, direksi, dan DPS. Kemudian, Kebijakan, prosedur, dan penetapan limit.
Serta Proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko, serta SIM risiko likuiditas. Salah satu contoh
kasus risiko likuiditas yaitu pembiayaan gadai emas yang terjadi pada Bank Syariah Mandiri KCP Antapani Bandung,
dimana nasabah gadai terus menerus melakukan perpanjangan gadai hingga berbulan-bulan dan emas yang digadai tidak
kunjung ditebus. Masalah tersebut jika terjadi dalam waktu yang lama dapat mengganggu likuiditas bank. Dalam masalah
tersebut, tentunya bank syariah harus mempunyai cara untuk mencegahnya dan juga mengatasi masalah
yang sudah terjadi.
Q&A
• 1. Bagaimana cara mengendalikan resiko likuiditas? Eka Putri N.I
• 2. Apa isi perjanjian indonesia dengan IMF dalam mengatasi masalah
krisis moneter pada tahun 1998 dan apa hubungan nya dengan resiko
likuiditas? Muliyansyah
• 3. apa maksud dari lender of last resort.? Farah ayu
• 4. bagaimana jika terjadi likuiditas terlalu tinggi dan likuiditas terlalu
rendah? Ghaitza
Thank
Thank You
You

Anda mungkin juga menyukai