Anda di halaman 1dari 79

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Notaris dalam Bahasa Inggris disebut sebagai notary dan dalam Bahasa

Belanda disebut dengan Van notaris. Notaris memiliki peran yang penting

dalam lalu lintas hukum dan terkhusus bidang hukum keperdataan. Hal ini

dikarenakan notaris merupakan jabatan publik dengan kewenangan membuat

akta otentik beserta lainnya.1 Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 2 Tahun

2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang

Jabatan Notaris menjelaskan bahwa "notaris sebagai pejabat umum

menjalankan profesi dalam memberikan jasa hukum kepada masyarakat, perlu

mendapatkan perlindungan dan jaminan demo tercapainya kepastian

hukum".2 

Notaris memiliki kewenangan berupa membuat akta otentik terkait

dengan perbuatan, perjanjian dan penetapan yang telah diharuskan sebagai

peraturan perundang-undangan yang berlaku atau kehendak daripada orang

yang berkepentingan dinyatakan dalam akta otentik, memberikan jaminan

kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan Grosse,

salinan dan kutipan akta sepanjang proses pembuatannya tidak ditugaskan

kepada pejabat atau orang lain yang ditetapkan dalam undang-undang. 3

1
Sumber: Salim HS. (2019). Peraturan Jabatan Notaris, Jakarta: Sinar Grafika. Hlm. 14.
2
Ibid,. Hlm. 16.
3
Mulyoto. (2021). Dasar-dasar Teknik Pembuatan Akta Notaris. Yogyakarta: Cakrawala Media.
Hlm. 15.

1
Berdasarkan Pasal 1868 KUHPerdata, suatu akta otentik merupakan akta yang

dibuat berdasarkan undang-undang. Pembuatan akta otentik harus

memiliki dasar hukum, yaitu peraturan perundang-undangan yang

memerintahkan agar suatu keadaan atau perbuatan baru dapat dibuktikan

dengan adanya akta otentik.

Profesi notaris kehadirannya dikehendaki oleh peraturan perundang-

undangan dengan tujuan untuk memberikan bantuan dan melayani masyarakat

yang membutuhkan alat bukti tertulis bersifat otentik terhadap sebuah

peristiwa atau perbuatan hukum pada pihak yang menghadap. Namun, dalam

menjalankan fungsi dan wewenangnya profesi notaris tidak jarang dipanggil

oleh pihak aparat hukum kepolisian sebagai tersangka sehubungan dengan

pemalsuan akta otentik yang dibuatnya.  Notaris menurut Mulyoto terdiri dari

3 (tiga) jenis klasifikasi, diantaranya yaitu:4

1) Pertama, dia tahu bahwa dirinya tahu sebagai notaris maka harus berani
membuat akta sebagaimana kehendak daripada klien dan benar dalam
prosesnya serta sesuai dengan peraturan perundang-undangan
2) Kedua, memahami bahwa dirinya tidak tahu yang berarti apabila belum
mendapatkan pendidikan maupun pembelajaran daripada pakar Notaris
(MKn) tidak akan membuat akta yang dikehendaki para penghadap. 
3) Ketiga, tidak mengetahui bahwa dirinya mengetahui sehingga jika tetap
membuat akta yang dikehendaki oleh para penghadap walaupun tidak
mengetahui aturan hukum serta perbuatan hukum dalam akta tersebut.

Dikatakan sebagai akta otentik dikarenakan memuat tanda tangan dan

digunakan sebagai alat bukti, akan tetapi proses pembuatannya juga dilakukan

dihadapan atau pejabat publik yang berwenang untuk itu dengan bentuk yang

telah ditentukan oleh undang-undang. Kehadiran akta otentik juga telah

4
Mulyoto. (2019). Seputar Kenotariatan Dan Pengembangan Prodi MKn, Yogyakarta: Cakrawala
Media. Hlm. 56.
menimbulkan akibat hukum kepada pihak yang memiliki kepentingan atas

akta tersebut.

Notaris dalam membuat akta dibedakan menjadi beberapa kategori

yaitu akta para pihak (partij akte) dan akta pejabat (ambtelijke akte). Partij

akte (akta para pihak) merupakan akta yang dibuat notaris atas dasar

kehendak para pihak atau penghadap yang datang kepada notaris untuk

dibuatkan akta. Sedangkan Ambtelijke akte (akta pejabat atau relas akta)

merupakan akta yang dibuat oleh notaris yang berisi kesaksian segala sesuatu

yang dilihat, dibaca, didengar atau mendasarkan atas data maupun dokumen

yang disampaikan kepada notaris terkait dan bertanggungjawab atas isi akta

tersebut ketika notaris melakukan kesalahan.5 Kesalahan dapat juga terjadi

dikarenakan tidak telitinya atau kekhilafan dari pegawai notaris beserta

notarisnya yang menerbitkan salinan akta tidak sesuai dengan minuta

aktanya.6 

Kewajiban Notaris yaitu menyimpan dan memelihara protokol notaris

(berupa dokumen), minuta akta serta dokumen pendukung sebagai dasar

pembuatan akta. Selain itu notaris juga berkewajiban memberikan penyuluhan

hukum terkait dengan pembuatan akta yang paling tepat dan benar. Pasal 16

Ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan

Notaris (selanjutnya disebut UUJN), menentukan bahwa “dalam pembuatan

akta notaris tidak sebatas hanya dari kebenaran formal melainkan harus

berusaha terpenuhinya kebenaran materil. Pasal 37 UUJN menjelaskan bahwa


5
Mulyoto. (2016). Kriminalisasi Notaris Dalam Pembuatan Akta Perseroan Terbatas.
Yogyakarta: Cakrawala Media. Hlm. 46
6
Ibid,. Hlm. 47.
notaris wajib memberi jasa hukum dibidang kenotariatan secara cuma-cuma

kepada orang yang tidak mampu. Notaris juga wajib membacakan akta minuta

yang dihadiri paling sedikit 2 (dua) orang saksi (saksi instrumenter). 

Pasal 15 Ayat (2) menjelaskan wewenang notaris diantaranya adalah

sebagai berikut:

a) mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di


bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
b) membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku
khusus;
c) membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat
uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang
bersangkutan;
d) melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya; e
e) memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;
f) membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau g). membuat akta
risalah lelang.

Realita yang sering terjadi dengan notaris dalam menjalankan fungsi

maupun wewenangnya adalah bahwa dalam praktik notaris dapat menjadi

terdakwa tunggal atas partij akte yang dibuat dihadapannya. Larangan bagi

Notaris yang bertentangan dengan aturan perundang-undangan yang berlaku,

ketertiban umum maupun kesusilaan semisal membuat ikatan jual beli yang

objeknya adalah barang terlarang dan juga membuat akta jual beli dimana

subyek hak pembeliannya sebenarnya sebatas pinjam namanya untuk

menyiasati peraturan ataupun ketentuan yang berlaku.7

Penulis tertarik melakukan analisis terkait kasus mengenai penipuan

yang melibatkan notaris. Berdasarkan Putusan Nomor 196/Pid.B/2019/PN

Dps dinyatakan bahwa Terdakwa Ketut Neli Asih, S.H., terbukti bersalah

7
Mulyoto. (2021). Dasar-dasar Teknik Pembuatan Akta Notaris. Yogyakarta: Cakrawala Media.
Hlm. 20-21.
melakukan tindak pidana sengaja memberi kesempatan atau sarana dalam

tindak pidana penipuan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal

378 KUHP juncto Pasal 56 ayat (2) KUHP dalam dakwaan kedua Penuntut

Umum. Putusan yang diberikan hakim yaitu menjatuhkan pidana terhadap

Terdakwa Ketut Neli Asih, S.H., berupa pidana penjara selama 2 (dua) tahun

6 (enam) bulan dikurangi selama Terdakwa berada dalam tahanan dengan

perintah agar Terdakwa tetap ditahan.

Terdakwa mengajukan upaya hokum berupa kasasi dimana pada

Putusan Nomor 20 PK/Pid/2020 yang isinya bahwa mengabulkan

permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali (PK)

terpidana Ketut Neli Asih, S.H. dan membatalkan putusan Pengadilan Tinggi

Denpasar Nomor 27/Pid/2019/PT DPS tanggal 27 Juni 2019 tersebut. Hakim

menyatakan terpidana Ketut Neli Asih, S.H., terbukti melakukan perbuatan

sebagaimana didakwakan kepadanya, akan tetapi perbuatan itu bukan

merupakan suatu tindak pidana.

Pasal 4 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas

Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dijelaskan

bahwa notaris memiliki hak ingkar yaitu notaris memiliki hak untuk tidak

memberitahukan segala sesuatu yang harus dirahasiakan. Dalam Pasal 16

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris menjelaskan bahwa

yang harus dirahasiakan oleh notaris adalah mengenai akta yang dibuatnya

dan segala akta yang diperoleh guna pembuatan akta sehingga apabila terlibat
kasus dan membutuhkan penyidikan maka notaris dapat menggunakan hak

ingkarnya.8

Notaris dalam melakukan suatu pelanggaran sebenarnya dapat dijatuhi

sanksi administrasi atau perdata atau kode etik jabatan Notaris, tapi kemudian

ditarik atau dikualifikasikan sebagai suatu tindak pidana yang dilakukan oleh

Notaris. Pengkualifikasian tersebut berkaitan dengan aspek-aspek seperti:9

a. tidak menjamin kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan waktu


menghadap;
b. siapa pihak (orang) yang menghadap notaris;
c. tidak berwenangnya tanda tangan yang menghadap;
d. ditemukan salinan akta tidak sesuai dengan minuta akta;
e. ada salinan akta, tanpa dibuat minuta akta; dan
f. minuta akta tidak ditandatangani secara lengkap, tapi salinan minuta akta
dikeluarkan.

Kode etik profesi diartikan sebagai seperangkat kaidah perilaku yang

disusun secara tertulis dan sistematis sebagai pedoman yang harus dipatuhi

dalam mengembangkan suatu profesi bagi suatu masyarakat profesi memiliki

beberapa tujuan pokok. Adapun kode etik yang dibuat secara tertulis memiliki

alasan-alasan dan tujuan tertentu, yaitu sebagai berikut:10

a. Sebagai sarana kontrol sosial Kode etik merupakan kriteria prinsip


profesional sehingga dapat menjadi parameter mengenai kewajiban
profesional para anggotanya. Dengan parameter kode etik dapat dicegah
kemungkinan terjadinya konflik kepentingan antara sesama anggota
kelompok profesi dan anggota masyarakat.
b. Sebagai pencegah campur tangan pihak lain. Kode etik menentukan
standarisasi kewajiban profesional suatu kelompok profesi, dengan
demikian pemerintah atau masyarakat tidak perlu lagi ikut campur tangan
untuk menentukan bagaimana seharusnya anggota kelompok profesi
melaksanakan kewajiban profesionalnya.
8
Mulyoto. (2021). Dasar-Dasar Teknik Pembutan kta Notaris. Yogyakarta: Cakrawala. Hlm. 64.
9
Mardiyah. I Ketut Rai Setiabudhi, Gde Made Swardhana. (2017). Sanksi Hukum Terhadap
Notaris Yang Melanggar Kewajiban Dan Larangan Undang-Undang Jabatan Notaris. Jurnal
Ilmiah Prodi Magister Kenot ariatan, 2016 – 2017. Acta Comita s. Volume 1 : 110 – 121
10
Anshori, A. G. (2010). Cetakan Kedua (Cetakan Ke). UII-Press.
c. Sebagai pencegah kesalahpahaman dan konflik. Substansi dari kode etik
profesi adalah norma perilaku yang sudah dianggap benar atau yang telah
mapan dan tentunya akan lebih efektif lagi apabila norma perilaku
tersebut dirumuskan sedemikian baiknya, sehingga memuaskan pihak-
pihak yang berkepentingan.

Pasal 67 Undang-Undang Jabatan Notaris menegaskan bahwa

pengawasan terhadap notaris dilakukan oleh menteri yaitu dalam hal ini

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Selain itu, pengawasan dalam hal ini

meliputi juga pembinaan yang dilakukan oleh menteri kepada notaris.

Substansi pengawasan ini tidak hanya seputar pelaksanaan jabatan notaris

berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris saja, namun juga berdasarkan

Kode Etik dan aturan hukum lainnya yang berlaku. Dalam melakukan

pengawasan tersebut menteri membentuk majelis pengawas yang terdiri dari 9

(sembilan) orang yang berasal dari 3 (tiga) unsur, yaitu unsur organisasi

notaris sebanyak 3 (tiga) orang, unsur pemerintah (Departemen Hukum dan

Hak Asasi Manusia) sebanyak 3 (tiga) orang, dan unsur ahli/akademisi

(bidang hukum) sebanyak 3 (tiga) orang. Dari 9 (sembilan) orang ini

kemudian dilakukan musyawarah atau pemungutan suara untuk menunjuk 1

(satu) orang ketua merangkap anggota, 2 (dua) orang wakil ketua merangkap

anggota, dan 6 (enam) orang anggota.

Peninjauan kembali yang diajukan terdakwa pada Putusan Nomor 20

PK/Pid/2020 adalah suatu upaya hukum yang dapat ditempuh oleh terpidana

terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Putusan

pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap ialah putusan Pengadilan

Negeri yang tidak diajukan upaya banding, putusan Pengadilan Tinggi yang
tidak diajukan kasasi atau putusan kasasi Mahkamah Agung. Peninjauan

kembali tidak dapat ditempuh terhadap putusan pengadilan yang telah

berkekuatan hukum tetap apabilah putusan itu berupa putusan yang

menyatakan terdakwa bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum. 

Pasal 263 ayat (1) KUHAP menentukan, terhadap putusan pengadilan

yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau

lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana, atau ahli warisnya dapat

mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.

Dengan demikian peninjaun kembali dapat diajukan terhadap semua putusan

pengadilan, kecuali terhadap putusan bebas (vrijspraak) atau putusan lepas

dari segala tuntutan hukum (onslag van rechts vervolging).11 

Pada Pasal 263 ayat (2) KUHAP menyatakan, permintaan peninjauan

kembali dilakukan atas dasar:

a. pertama apabilah terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat


bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih
berlangsung, hasilnya akan berupa keputusan bebas atau putusan lepas
dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat
diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih
ringan.
b. Kedua apabilah dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa
sesuatu telah terbukti, tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan
putusan yang dinyatakan telah terbukti ternyata bertentangan satu dengan
yang lain.
c. Ketiga apabilah putusan dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan
atau suatu kekeliruan. Contohnya dalam putusan Pengadilan Negeri,
Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung menyatakan bersalah kepada
terdakwa kerena melakukan kejahatan pembunuhan. Kemudian terdakwa
melalui kuasanya mengajukan peninjauan kembali. Mahkamah Agung
menerima keberatan tersebut dengan pertimbangan, tidak seorangpun
saksi yang melihat bahwa terdakwa menolak korban hingga jatuh dari
kereta api yang menyebabkan korban mati, juga tak seorangpun melihat
11
Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril, Hukum Acara Pidana Dalam Teori Dan Praktek,
Penerbit Ghalia Indonesia. Bogor, 2004, h, 232
bahwa terdakwa mengambil uang dan baju korban, juga orang tua korban,
polisi dan jaksa hanya menduga bahwa terdakwa telah membunuh korban
yang hanya disarkan atas kesimpulan, dan hukum tidak membenarkan
seorang diadili berdasarkan dugaan-dugaan kesimpulan sendiri yang tidak
didasarkan dengan alat-alat bukti yang sah.

Berdasarkan penjelasan diatas maka peneliti melakukan analisis

terhadap kedudukan akta otentik dengan keteranan palsu beserta akibat

hukum. Peneliti akan melakukan penelitian tesis dengan judul: “Peninjauan

kembali Dalam Pembebasan Notaris Dari Tindak Pidana Penipuan

(Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 20 PK/Pid/2020)”.

2. Keterbaharuan Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh Reysando, Wiryomartani dan

Suryandono dengan judul “Pengangkatan Kembali Notaris Yang

Diberhentikan Dengan Tidak Hormat Berdasarkan Pasal 13 Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris” diperoleh hasil Putusan

peninjauan kembali seharusnya mengakibatkan Notaris yang telah

diberhentikan dapat diangkat kembali menjadi seorang Notaris. Untuk dapat

diangkat kembali menjadi Notaris, Terpidana harus mengajukan permohonan

perubahan keputusan pemberhentian dengan tidak hormat kepada Menteri.12

Penelitian yang dilakukan oleh Teresia Din dengan judul

“Pertanggungjawaban Notaris Terhadap Akta Otentik Terindikasi Tindak

Pidana” diperoleh hasil pelaksanaan isi perjanjian dalam sebuah akta yang

dilanggar oleh salah satu pihak melakukan perbuatan wanprestasi oleh Pihak

12
Anthony Reysando, Winanto Wiryomartani, Widodo Suryandono. (2020). Pengangkatan
Kembali Notaris Yang Diberhentikan Dengan Tidak Hormat Berdasarkan Pasal 13 Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Jakarta: Universitas Indonesia. Hlm. 1.
Kedua, yang menyebabkan dibatalkannya akta tersebut, bukanlah menjadi

tanggung jawab Notaris, tetapi tanggung jawab para pihak yang mengikatkan

diri untuk melaksanakan prestasi. Aspek perlindungan hukum bagi Notaris

yang bersinggungan dengan pranata hukum pidana dan perdata lebih bersifat

ekstern, artinya bahwa Notaris selaku Pejabat Umum kepadanya melekat hak-

hak istimewa sebagai konsekuensi predikat kepejabatan yang dimilikinya.

Istilah hak Istimewa dalam bidang hukum adalah hak khusus atau istimewa

yang diberikan kepada pemerintah atau penguasa suatu negara dan diberikan

kepada seorang atau sekelompok orang, yang terpisah dari hak-hak

masyarakat menurut hukum yang berlaku. Hak-hak istimewa yang dimiliki

Notaris, menjadi pembeda perlakuan (treatment) terhadap masyarakat biasa.

Bentuk-bentuk perlakuan itu berkaitan dengan suatu prosedur khusus dalam

penegakan hukum terhadap Notaris, yakni berkaitan dengan perlakuan dalam

hal pemanggilan dan pemeriksaan pada proses penyidikan dan persidangan,

yang harus diindahkan.

Penelitian yang dilakukan peneliti berbeda dengan penelitian

sebelumnya. Penelitian ini terkait dengan peninjauan kembali dalam

pembebasan notaris dari tindak pidana penipuan. Peneliti juga akan meneliti

terkait dengan jabatan notaris serta sanksi yang diberlakukan oleh notaris

apabila melanggar kode etik baik dari aspek administrasi, perdata maupun

pidana. Berdasarkan penjelasan pada latar belakang, peneliti akan melakukan

analisis terkait dengan pelanggaran hukum yang dilakukan notaris dengan

judul tesis ”Peninjauan kembali Dalam Pembebasan Notaris Dari Tindak


Pidana Penipuan (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 20

PK/Pid/2020)”

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan pada latar belakang maka rumusan masalah

yang akan diteliti yaitu:

1. Bagaimana proses pembuatan akta jual beli yang dilakukan oleh notaris?

2. Bagaimana pertimbangan hakim membebaskan notaris berdasarkan terkait

penipuan pembuatan akta jual beli?

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui proses pembuatan akta jual beli yang dilakukan oleh

notaris.

2. Untuk mengetahui pertimbangan hakim membebaskan notaris berdasarkan

terkait penipuan pembuatan akta jual beli.

4. Manfaat Penellitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi keilmuan

khususnya dibidang perjanjian mengenai pembuatan akta otentik oleh

notaris.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan mampu menjadi referensi bagi pihak notaris

untuk mengetahui peninjauan kembali dalam pembebasan notaris dari


tindak pidana penipuani. Selain itu penelitian ini diharapkan mampu

menjadi suatu bahan referensi bagi pemerintah untuk memperhatikan lebih

spesifik aturan mengenai kedudukan motaris dan pembuatan akta otentik.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Pembuatan Akta Otentik

Pengertian Akta otentik diartikan sebagai akta yang dibuat dalam

bentuk yang telah ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di

hadapan pegawai umum yang berkuasa untuk itu, ditempat dimana akta

dibuatnya. Wewenang utama yang dimiliki oleh notaris adalah membuat suatu

akta otentik sehingga keotentikannya suatu akta notaris bersumber dari Pasal

15 Undang-Undang Jabatan Notaris jo Pasal 1868 KUH Perdata. Akta otentik

telah memenuhi otentisitas suatu akta, ketika telah memenuhi unsur-unsur,

yaitu: 1) Akta tersebut dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-

Undang; 2) Akta tersebut harus dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat

umum; 3) Pejabat Umum itu mempunyai kewenangan untuk membuat akta.

Mengenai akta autentik juga diatur dalam Pasal 165 HIR, yang bunyinya

sama dengan Pasal 285 Rbg, yang berbunyi : “Akta autentik adalah suatu akta

yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang diberi wewenang untuk itu,

merupakan bukti yang lengkap antara para pihak dari para ahli warisnya dari

mereka yang mendapat hak dari padanya tentang yang tercantum di dalamnya

dan bahkan sebagai pemberitahuan belaka, akan tetapi yang terakhir ini hanya

diberitahukan itu berhubungan langsung dengan perihal pada akta itu”.

Suatu transaksi jual beli tanah dilakukan dihadapan PPAT, pihak

penjual dan pembeli mempunyai keharusan untuk menghadap ke kantor

13
14

PPAT ketika hendak membuat Akta Jual Beli (AJB). Pihak penjual dan

pembeli wajib melengkapi persyaratan administrasi umum yaitu Kartu Tanda

Penduduk, Kartu Keluarga bagi yang telah berkeluarga. Sehubungan dengan

ini keterangan mengenai identitas penghadap dan kesepakatan harga objek

jual beli bukan kewajiban dari PPAT untuk membuktikan kebenarannya,

selama keterangan yang diberikan penghadap ditulis dalam akta sesuai

keinginan para pihak maka hal tersebut dianggap benar.13

Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun

1998 tentang Tentang Peraturan Jabatan PPAT, dinyatakan PPAT memiliki

tugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan

membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu

mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun, yang akan

dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah akibat

perbuatan hukum itu. Adapun tujuan pendaftaran tanah yaitu untuk menjamin

kepastian hukum. Pada tujuan tersebut, fungsi pendaftaran tanah ialah untuk

memperoleh alat pembuktian yang kuat tentang sahnya perbuatan hukum

mengenai tanah. Pendaftaran juga berfungsi untuk memenuhi sahnya

perbuatan hukum, artinya tanpa dilakukan pendaftaran, perbuatan hukum itu

tidak terjadi dengan sah menurut hukum.14

Seorang notaris didalam menjalankan jabatannya harus dapat bersikap

professional dan jujur sesuai dengan kode etik profesi seorang Notaris agar

13
Muyassar, Dahlan Ali, Suhaimi. (2019). Pertanggungjawaban Hukum Notaris Terhadap
Pengingkaran Akta Jual Beli Tanah Bersertipikat Oleh Pihak Yang Dirugikan. Syiah Kuala Law
Journal. Vol. 3 Nomor 1, hlm. 147-166.
14
Ibid,.
15

notaris mendapat kepercayaan dari masyarakat. Notaris harus memiliki etika

yang baik dalam menjalankan tugasnya karena jika seorang notaris tidak

memiliki etika yang baik maka bias saja dalam menjalankan tugasnya notaris

meyalahi aturan sehingga bias dikenakan sanksi baik administrasi, perdata

hingga pidana. Sehingga sebelum notaris diangkat menjadi pejabat umum

harus bersumpah terlebih dahulu dan oleh karena itu dalam melaksanakan

kewenangannya notaris harus selalu ingat dengan sumpahnya dan tunduk

dibawah undang-undang yang berlaku.15

Orang yang dating kehadapan notaris/PPAT sudah pasti memiliki

tujuan tertentu dan yang pasti berbeda-beda yaitu terkait Akta Jual Beli/AJB

yang dibuat dihadapan notaris/PPAT. Tetapi sebelum AJB dibuat para pihak

yang mengadap ke Notaris/PPAT harus diingkat dulu dengan Perjanjian

Pengikatan Jual Beli/PPJB. PPJB itu ada 2 jenis, yaitu PPJB yang sudah lunas

pembayarannya dan PPJB yang belum lunas. Tujuan dibuatnya PPJB yaitu

sebagai bentuk pengikatan kedua belah pihak, artinya agar tidak terjadi hal

yang tidak diinginkan jadi harus ada pengikatan yang jelas karena bias saja

salah satu pihak ada yang ingkar janji sehingga pihak yang lain dirugikan jadi

untuk menghindari hal tersebut PPJB harus dibuat terlebih dahulu, itulah

mengapa peran notaris/PPAT disini sangat dibutuhkan untuk memberikan

edukasi kepada para pihak terkait PPJB yang akan dibuat walapun isi dari

PPJB itu merupakan keinginan kedua belah pihak namun notaris/PPAT yang

15
Ni Kadek Septiarianti, I Nyoman Sumardika, Ni Gusti Ketut Sri Astiti. (2020).
Pertanggungjawaban Notaris Dalam Pembuatan Akta Pengikatan Jual Beli. Jurnal Interpretasi
Hukum, Vol. 1, No. 1.hlm. 143-147
16

akan memantau apakah isi dari PPJB tersebut sudah sesuai dengan aturan

undang-undang.16

Terkait dengan Perjanjian/Pengikatan itu sendiri prosedurnya sudah

ada dalam KUHPerdata tentang pengertian pengikatan, syarat sahnya

pengikatan dan lain sebagaianya. Disini pertanggungjawaban noatris/PPAT

yang dimaksud adalah terkait prosedur yang dijalankan dalm proses

pembuatan PPJB hingga AJB tersebut. Apabila akta pengikatan jual beli atas

tanah yang ditandatangani dan dibuat oleh Notaris/PPAT ada kekeliruan,

tidak sesuai dengan tata cara pembuatannya, maka Notaris memiliki

tanggungjawab secara hokum terhadap siapa dan kepada siapa akta perjanjian

jual beli dibuatnya, dan apabila Notaris terbukti melakukan kesalahan baik

disengaja maupun tidak disengaja, maka akibat hokum yang timbul dapat

dikenakan sanksi sesuai dengan tingkat kesalahan atau kekeliruan terhadap

akta pengikatan jual beli yang dibuatkan seorang Notaris/PPAT dapat

dikenakan sanksi meliputi sanksi administrasi, sanksi perdata, sanksi pidana

maupun kode etik profesi jabatan Notaris.17

Akta otentik yang dibuat dihadapan Notaris dibagi menjadi dua jenis,

diantaranya yaitu:18

a. Akta yang dibuat oleh Notaris (Relaas) Akta-akta yang dibuat oleh
Notaris dapat merupakan suatu akta yang menguraikan secara otentik
suatu tindakan yang dilakukan ataupun suatu keadaan yang dilihat atau
disaksikan oleh Notaris itu sendiri dalam menjalankan jabatannya sebagai
Notaris. Akta yang dibuat memuat uraian dari apa yang dilihat dan
disaksikan serta dialaminya. Contohnya antara lain: Berita Acara Rapat

16
Ibid,.
17
Ibid,.
18
Habib Adjie. (2008). Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT Indonesia, Kumpulan Tulisan
Tentang Notaris dan PPAT. Surabaya: PT Citra Adtya Bakti. Hlm. 45.
17

Umum Pemegang Saham dalam Perseroan Terbatas, Akta Pencatatan


Budel, dan akta-akta lainnya.
b. Akta yang dibuat dihadapan Notaris (Partij) Akta Partij merupakan uraian
yang diterangkan oleh pihak lain kepada Notaris dalam menjalankan
jabatannya dan untuk keperluan mana pihak lain itu sengaja datang di
hadapan Notaris dan memberikan keterangan tersebut atau melakukan
perbuatan tersebut dihadapan notaris, agar keterangan tersebut dikonstatir
oleh Notaris dalam suatu akta otentik. Contohnya yaitu : kemauan terakhir
dari penghadap pembuat wasiat, kuasa dan lain sebagainya.

B. Landasan Teori

3. Teori Kewenangan

Kata kewenangan berasal dari kata dasar wewenang yang

diartikan sebagai hal berwenang, hak dan kekuasaan yang dipunyai

untuk melakukan sesuatu. Kewenanangan adalah kekuasaan formal,

kekuasaan yang diberikan oleh UndangUndang atau dari kekuasaan

eksekutif administrasi. Menurut Ateng Syafrudin ada perbedaan antara

pengertian kewenangan dengan wewenang, kewenangan (autority

gezag) adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang

berasal dari kekuasaan yang diberikan oleh Undang-Undang,

sedangkan wewenang (competence bevoegheid) hanya mengenai suatu

”onderdeel” (bagian) tertentu saja dari kewenangan. Didalam

kewenangan terdapat wewenang-wewenang (rechtsbe voegdheden).19

Wewenang merupakan lingkup tindakan hukum publik, lingkup

wewenang pemerintahan, tidak hanya meliputi wewenang membuat

keputusa pemerintah (bestuur), tetapi meliputi wewenang dalam

19
Ateng Syafrudin. (2000). Menuju Penyelenggaraan Pemerintahan Negara yang Bersih dan
Bertanggungjawab. Jurnal Pro Justisia Edisi IV, Bandung: Universitas Parahyangan. Hlm. 22.
18

rangka pelaksanaan tugas, dan memberikan wewenang serta distribusi

wewenang utamanya ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

Secara yuridis pengertian wewenang adalah kemampuan yang

diberikan oleh peraturan perundang-undangan untuk menimbulkan

akibat-akibat hukum. Sedangkan pengertian wewenang menurut

H.D.Stoud adalah “bevoegheid wet kan worden omscrevenals het

geheel van bestuurechttelijke bevoegheden door publiekrechtelijke

rechtssubjecten in het bestuurechttelijke rechtsverkeer” bahwa

wewenang dapat dijelaskan sebagai keseluruhan aturan-aturan yang

berkenaan dengan perolehan dan penggunaan wewenang pemerintah

oleh subjek hukum publik dalam hukum publik.20

Berdasarkan pengertian tersebut di atas, dapat terjadi kekuasaan

yang tidak berkaitan dengan hukum. Kekuasaan yang tidak berkaitan

dengan hukum oleh Henc van Maarseven disebut sebagai “blote

match” , sedangkan kekuasaan yang berkaitan dengan hukum oleh

Max Weber disebut sebagai wewenang rasional atau legal, yakni

wewenang yang berdasarkan suatu sistem hukum ini dipahami sebagai

suatu kaidah-kaidah yang telah diakui serta dipatuhi oleh masyarakat

dan bahkan yang diperkuat oleh negara.21

20
Stout HD. (2004). de Betekenissen van de wet, dalam Irfan Fachruddin, Pengawasan Peradilan
Administrasi terhadap Tindakan Pemerintah. Bandung: Alumni. Hlm. 4.
21
A. Gunawan Setiardja. (1990). Dialektika Hukum dan Moral dalam Pembangunan Masyarakat
Indonesia. Yogyakarta: Kanisius. Hlm. 52.
19

4. Pengertian Peninjauan Kembali

Hukum Acara Pidana merupakan hukum formil atas adanya

hukum pidana yang bersifat materiil. Menurut Wirjono Projodikoro

(Mantan Ketua Mahkamah Agung RI), “Hukum Acara Pidana

berhubungan erat dengan adanya Hukum Pidana, maka dari itu

merupakan suatu rangkaian peraturanperaturan yang memuat cara

bagaimana badan-badan pemerintah yang berkuasa, yaitu Kepolisian,

Kejaksaan dan Pengadilan harus bertindak guna mencapai tujuan

Negara dengan mengadakan hukum pidana.”22

Hukum acara merupakan urat nadi kehidupan hukum materiil

yang memberikan tuntunan atau pedoman dalam pelaksanaan hukum

materiil sehingga dapat memeberikan kepastian hukum kepada semua

pihak yang terkait dalam rangka menegakan hukum dan keadilan,

kalau tidak akan terjadi eigenrichting, maka dari pada itu hukum acara

tidaklah boleh disimpangi dalam penegakannya karena hukum acara

berfungsi mengontrol/mengawasi aparat penegak hukum dalam

mnegakkan hukum materiil.23

Upaya hukum dalam penegakan hukum pidana merupakan

salah satu hal yang diatur dalam KUHAP. Mengenai Upaya hukum

peninjauan kembali (PK)/ Herziening diatur dalam Pasal 263 sampai

22
Wirjono Prodjodikoro. (2003). Hukum Acara Pidana di Indonesia. Bandung: Refika Aditama.
Hlm. 13.
23
H.A.S. Natabaya. (2008). Menata Ulang Sistem Peraturan Perundang-undangan Indonesia
Jakarta. Sekjen dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi. Hlm. 9-10.
20

dengan Pasal 269 KUHAP. Sebelum KUHAP diberlakukan di

Indonesia pada tahun 1981, belum ada Undang-Undang yang mengatur

pelaksanaan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap. Namun Mahkamah Agung telah

mengeluarkan PERMA No. 1 Tahun 1980 yang mengatur

kemungkinan mengajukan permohonan peninjauan kembali putusan

yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap baik untuk perkara

perdata maupun untuk perkara pidana. Setelah KUHAP berlaku di

Indonesia pada tahun 1981, upaya hukum peninjauan kembali

(PK)/Herziening dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang diatur

dalam Pasal 263-269 KUHAP.

Setelah KUHAP berlaku, PERMA No. 1 Tahun 1980 tidak

juga direvisi hingga saat ini, padahal didalam Pasal 10 ayat (1) dan

Pasal 11 PERMA No. 1 Tahun 1980 terdapat hal mengenai pihak-

pihak yang diperbolehkan mengajukan upaya hukum peninjauan

kembali (PK)/Herziening, dimana isi Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 11

PERMA No. 1 Tahun 1980 bertentangan dengan isi Pasal 263 ayat 1

KUHAP. Dalam Pasal 10 ayat (1) PERMA No. 1 Tahun 1980

dinyatakan bahwa permohonan peninjauan kembali harus diajukan

oleh Jaksa Agung, terpidana atau pihak yang berkepentingan.

Sedangkan dalam Pasal 263 ayat (1) KUHAP jelas dinyatakan bahwa

yang dapat mengajukan upaya hukum peninjauan kembali

(PK)/Herziening adalah terpidana ataupun ahli warisnya.


21

Pasal 263 ayat 1 KUHAP mengatur “terhadap putusan

pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali

putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau

ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali

kepada Mahkamah Agung”. Berdasarkan Pasal 263 ayat 1 KUHAP,

pihak-pihak yang dapat mengajukan upaya hukum peninjauan kembali

(PK)/ Herziening adalah terpidana ataupun keluarga maupun ahli waris

dari si terpidana. Namun, selain terpidana dan ahli warisnya, kuasa

hukum terpidana diperbolehkan juga untuk mengajukan upaya hukum

peninjauan kembali (PK)/ Herziening. Hal tersebut didasarkan secara

konsisten pada angka 24 Lampiran keputusan Menteri Kehakiman No.

M. 14-PW. 07. 03 tahun 1983, tanggal 10 Desember 1983. Lampiran

tersebut merupakan tambahan pedoman pelaksanaan KUHAP dimana

dapat disimpulkan bahwa dengan adanya surat kuasa yang

memerintahkan hak-hak dan kewajiban kuasa hukum atas terpidana

maka kuasa hukum dapat melakukan hal-hal sebagaimana yang telah

disepakati dalam suart kuasa antara kuasa hukum dengan terpidana.

Tujuan pembuktian dalam hukum acara pidana sendiri adalah

untuk mencari dan mendapatkan kebenaran materiil, yaitu kebenaran

yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan

menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat

dengan tujuan untuk mencari siapa pelaku yang dapat didakwakan

melakukan suatu pelanggaran hukum yang selanjutnya meminta


22

pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah

terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang

yang didakwakan itu dapat dipersalahkan.24

Dalam rangka untuk memperoleh kepastian hukum

sebagaimana tujuan hukum itu sendiri, negara memberikan beberapa

upaya dalam rangka mencari dan memperoleh kepastian hukum itu.

Upaya yang disediakan oleh negara sendiri dimulai dari tahap banding,

kasasi, maupun upaya hukum luar biasa yakni peninjauan kembali.

Tetapi apabila diajukan Peninjauan Kembali penulis menyadari bahwa

akan terjadi 2 (dua) kemungkinan apabila diajukan peninjauan kembali

jika ditemuka alat bukti baru atau keadaan baru (Novum).25

5. Pengertian Notaris

Pengertian Notaris dijelaskan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang

Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang menyebutkan

Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang untuk membuat akta

otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal

15 Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN). Dari uraian Pasal

Undang-Undang Jabatan Notaris, dapat dijelaskan bahwa Notaris

adalah:

24
Rahman Amin, (2020). Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana Dan Perdata. Yogyakarta,
Deepublish. Hlm 60
25
Krisye Ivone Kalengkongan. (2022). Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Setelah
Ditemukan Alat Bukti Baru Dalam Hukum Pidana Di Indonesia , Lex Crimen Vol. XI/No. 1.
23

a. Pejabat umum;
b. Berwenang membuat akta;
c. Otentik; dan
d. Ditentukan oleh Undang-Undang.26

Notaris dikualifikasikan sebagai Pejabat Umum, tapi kualifikasi

Notaris sebagai Pejabat Umum, tidak hanya untuk Notaris Saja, karena

sekarang ini seperti Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) juga diberi

kualifikasi sebagai Pejabat Umum dan Pejabat Lelang. Pemberian

kualifikasi sebagai pejabat umum kepada pejabat lain selain kepada

Notaris, bertolak belakang dengan makna dari Pejabat Umum itu

sendiri, karena seperti PPAT hanya membuat akta-akta tertentu saja

yang berkaitan dengan pertanahan dengan jenis akta yang sudah

ditentukan, dan Pejabat Lelang hanya untuk lelang saja.27

Istilah dari Pejabat Umum sendiri ialah terjemahan dari

openbare ambtenaren yang terdapat pada Pasal 1 Peraturan Jabatan

Notaris,dan Pasal 1868 Burgerlijk Wetboek. Menurut kamus hukum,

salah satu arti dari ambtenaren adalah Pejabat. Dengan demikian

openbare ambtenaren adalah pejabat yang mempunyai tugas yang

bertalian dengan kepentingan masyarakat. Openbare ambtenaren

diartikan sebagai Pejabat yang diserahkan tugas untuk membuat akta

26
H. Syahril Sofyan. (2010). Peran Jasa Notaris Dalam Pembuatan Warisan, Jurnal Ilmiah Abdi
Ilmu. Volume 3, No. 1 (Hlm. 337).
27
Habib Adjie. (2008). Hukum Notaris Indonesia, Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun
2004 Tentang Jabatan Notaris. Bandung: Refika Aditama. Hlm. 13.
24

otentik yang melayani kepentingan masyarakat dan kualifikasi seperti

itu diberikan kepada Notaris.28

6. Tugas dan Fungsi Notaris

Tugas utama notaris adalah membuat akta. Suatu akta dapat

disebut sebagai akta otentik seperti yang tercantum dalam Pasal 1868

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata apabila pembuatannya sesuai

dengan undang-undang, dibuat dihadapan pejabat umum, pejabat yang

dimaksud adalah harus berwenang akan tempat akta itu dibuat, hari

dan tanggal pembuatan akta.

Tugas utama notaris yaitu membuat akta maka seorang notaris

dalam pembuatan aktanya harus bertanggungjawab atas bentuk akta,

tidak boleh menyimpang dari ketentuan yang sudah diatur dalam

Undang-undang jabatan Notaris, dan bentuk dari akta notaris diatur

dalam Pasal 38 UU Perubahan atas UUJN.

Berdasarkan Undang-undang Tahun 2014, tanggung jawab

notaris antara lain:

1) Bertindak professional;
2) Menjaga otensitas akta yang dibuat, hal ini berhubungan dengan
penyusunan, pembacaan dan penandatanganan akta (pada awal dan
akhir akta);
3) Menyimpan dan memelihara segala akta yang dibuatnya sebagai
bagian dari protokol notaries;
4) Memberikan pelayanan atau jasa hukum sehubungan dengan
pembuatan akta, khususnya kepada orang yang tidak mampu secara
cuma-cuma;

28
Selly Masdalia Pratiwi. (2014) Tanggung Jawab Notaris Terhadap Akta Otentik yang Berakibat
Batal Demi Hukum Pada Akhir Masa Jabatannya, Tesis Program Pasca sarjana Universitas
Udayana Denpasar, Hlm. 48.
25

5) Memberikan, memperlihatkan atau memberitahukan isi akta, grosse


akta, salinan akta atau kutipan akta, kepada orang yang
berkepentingan langsung pada akta, ahli waris atau orang yang
memperoleh hak;
6) Bertanggung jawab terhadap setiap akta yang dibuatnya sesuai
dengan yang telah disepakati dan dikehendaki oleh para pihak.

Notaris sebagai Pejabat Umum memiliki kewenangan

sebagaimana yang diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Jabatan

Notaris Nomor 2 Tahun 2014 yaitu sebagai berikut;

1) Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua


perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh
peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh
yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik,
menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta,
memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu
sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau
dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan
oleh undang-undang.
2) Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), notaris
berwenang pula:
a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat
dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
b. Membukukan surat dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku
khusus;
c. Membuat kopi dari asli surat dibawah tangan berupa salinan yang;
d. memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat
yang bersangkutan;
e. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
f. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan
akta;
g. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan;
h. Membuat akta risalah lelang.

Menurut Pasal 16 ayat (1) huruf UUJN Nomor 2 tahun 2014:

Dalam menjalankan jabatannya, Notaris wajib:

a. Bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan


menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;
b. Membuat akta dalam bentuk minuta akta dan menyimpannya
sebagai bagian dari protokol notaris;
26

c. Melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada


minuta akta;
d. Mengeluarkan grosse akta, salinan akta, atau kutipan akta
berdasarkan minuta akta;
e. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam undang-
undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya;
f. Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan
segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai
dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan
lain;
g. Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku
yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta, dan jika jumlah
akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid
menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah minuta akta,
bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku;
h. Membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak
diterimanya surat berharga;
i. Membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut
urutan waktu pembuatan akta setiap bulan;
j. Mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf i atau
daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke pusat daftar wasiat
pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang hukum dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama
setiap bulan berikutnya;
k. Mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada
setiap akhir bulan;
l. Mempunyai cap atau stempel yang memuat lambang negara
republik indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan
nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan;
m. Membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh
paling sedikit 2 (dua) orangsaksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus
untuk pembuatan akta wasiat di bawah tangan, dan ditandatangani
pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan notaris; dan
n. Menerima magang calon notaris.

7. Akta Otentik

Pengertian Akta otentik diartikan sebagai akta yang dibuat

dalam bentuk yang telah ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh

atau di hadapan pegawai umum yang berkuasa untuk itu, ditempat

dimana akta dibuatnya. Wewenang utama yang dimiliki oleh notaris


27

adalah membuat suatu akta otentik sehingga keotentikannya suatu akta

notaris bersumber dari Pasal 15 Undang-Undang Jabatan Notaris jo

Pasal 1868 KUH Perdata. Akta otentik telah memenuhi otentisitas

suatu akta, ketika telah memenuhi unsur-unsur, yaitu: 1) Akta tersebut

dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang; 2) Akta

tersebut harus dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum; 3)

Pejabat Umum itu mempunyai kewenangan untuk membuat akta.

Mengenai akta autentik juga diatur dalam Pasal 165 HIR, yang

bunyinya sama dengan Pasal 285 Rbg, yang berbunyi : “Akta autentik

adalah suatu akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang diberi

wewenang untuk itu, merupakan bukti yang lengkap antara para pihak

dari para ahli warisnya dari mereka yang mendapat hak dari padanya

tentang yang tercantum di dalamnya dan bahkan sebagai

pemberitahuan belaka, akan tetapi yang terakhir ini hanya

diberitahukan itu berhubungan langsung dengan perihal pada akta itu”.

Akta otentik yang dibuat dihadapan Notaris dibagi menjadi dua

jenis, diantaranya yaitu:29

a. Akta yang dibuat oleh Notaris (Relaas) Akta-akta yang dibuat oleh
Notaris dapat merupakan suatu akta yang menguraikan secara
otentik suatu tindakan yang dilakukan ataupun suatu keadaan yang
dilihat atau disaksikan oleh Notaris itu sendiri dalam menjalankan
jabatannya sebagai Notaris. Akta yang dibuat memuat uraian dari
apa yang dilihat dan disaksikan serta dialaminya. Contohnya antara
lain: Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham dalam Perseroan
Terbatas, Akta Pencatatan Budel, dan akta-akta lainnya.
b. Akta yang dibuat dihadapan Notaris (Partij) Akta Partij merupakan
uraian yang diterangkan oleh pihak lain kepada Notaris dalam
29
Habib Adjie. (2008). Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT Indonesia, Kumpulan Tulisan
Tentang Notaris dan PPAT. Surabaya: PT Citra Adtya Bakti. Hlm. 45.
28

menjalankan jabatannya dan untuk keperluan mana pihak lain itu


sengaja datang di hadapan Notaris dan memberikan keterangan
tersebut atau melakukan perbuatan tersebut dihadapan notaris, agar
keterangan tersebut dikonstatir oleh Notaris dalam suatu akta
otentik. Contohnya yaitu : kemauan terakhir dari penghadap
pembuat wasiat, kuasa dan lain sebagainya.

8. Penyelesaian Hukum Pelanggaran Notaris

Pasal 67 Undang-Undang Jabatan Notaris menegaskan bahwa

pengawasan terhadap notaris dilakukan oleh menteri yaitu dalam hal

ini Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Selain itu, pengawasan

dalam hal ini meliputi juga pembinaan yang dilakukan oleh menteri

kepada notaris. Substansi pengawasan ini tidak hanya seputar

pelaksanaan jabatan notaris berdasarkan Undang-Undang Jabatan

Notaris saja, namun juga berdasarkan Kode Etik dan aturan hukum

lainnya yang berlaku. Dalam melakukan pengawasan tersebut menteri

membentuk majelis pengawas yang terdiri dari 9 (sembilan) orang

yang berasal dari 3 (tiga) unsur, yaitu unsur organisasi notaris

sebanyak 3 (tiga) orang, unsur pemerintah (Departemen Hukum dan

Hak Asasi Manusia) sebanyak 3 (tiga) orang, dan unsur ahli/akademisi

(bidang hukum) sebanyak 3 (tiga) orang. Dari 9 (sembilan) orang ini

kemudian dilakukan musyawarah atau pemungutan suara untuk

menunjuk 1 (satu) orang ketua merangkap anggota, 2 (dua) orang

wakil ketua merangkap anggota, dan 6 (enam) orang anggota.

Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan

Notaris Pasal 70 Majelis Pengawas Daerah berwenang:


29

a. menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan


pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan jabatan
Notaris;
b. melakukan pemeriksaan terhadap Protokol Notaris secara berkala 1
(satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau setiap waktu yang dianggap perlu;
c. memberikan izin cuti untuk waktu sampai dengan 6 (enam) bulan;
d. menetapkan Notaris Pengganti dengan memperhatikan usul Notaris
yang bersangkutan;
e. menentukan tempat penyimpanan Protokol Notaris yang pada saat
serah terima Protokol Notaris telah berumur 25 (dua puluh lima) tahun
atau lebih;
f. menunjuk Notaris yang akan bertindak sebagai pemegang sementara
Protokol Notaris yang diangkat sebagai pejabat negara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4);
g. menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan
pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran ketentuan dalam
Undang-Undang ini; dan
h. membuat dan menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada
huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g kepada
Majelis Pengawas Wilayah.

Tata cara pemeriksaan oleh Pengawas notaris daerah

Kabupaten Bantul sesuai dengan Peraturan Menteri Hukum Dan Hak

Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Tata

Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Terhadap Notaris adalah:

1) Pemeriksaan dilakukan dengan cara memanggil Pelapor dan


Terlapor.
2) Pemeriksaan meliputi;
a) kehadiran Pelapor dan Terlapor;
b) pembacaan Laporan dan keterangan Pelapor; dan:
c) pembelaan diri Terlapor.
3) Dalam pemeriksaan Pelapor dan Terlapor diberi kesempatan untuk
menyampaikan tanggapan.
4) Dalam menyampaikan tanggapan Pelapor dan Terlapor dapat
mengajukan bukti untuk mendukung dalil yang diajukan. Hasil
pemeriksaan dituangkan dalam berita acara pemeriksaan dan
rekomendasi hasil pemeriksaan.
30

Pasal 12 Peraturan Hukum dan HAM RI No. 15 Tahun 2020

tentang Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Terhadap Notaris

bahwa Sekretaris Majelis Pemeriksa mempunyai tugas:

a. membuat resume atau telaahan Laporan;


b. menentukan jadwal persidangan Majelis Pemeriksa;
c. menyiapkan sidang Majelis Pemeriksa;
d. membuat berita acara pemeriksaan; dan
e. menyampaikan hasil pemeriksaan kepada Ketua Majelis Pengawas
Notaris.

Pasal 13
(1) Sebelum sidang pemeriksaan dilakukan, Ketua Majelis Pengawas
Notaris menyelenggarakan rapat gelar perkara yang dihadiri oleh
Majelis Pengawas.
(2) Rapat gelar perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselenggarakan untuk mendengar duduk perkara dan penyampaian
pendapat hukum yang dilakukan secara musyawarah.
(3) Penyampaian pendapat hukum sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) sebagai bahan masukan bagi Majelis Pemeriksa dalam
memutus perkara yang berada dalam kewenangan pemeriksaannya.
(4) Ketua Majelis Pengawas dapat memerintahkan Majelis Pemeriksa
melakukan pendalaman Laporan sebelum sidang pemeriksaan
dilakukan.
(5) Hasil pendalaman Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dilaporkan kepada Ketua Majelis Pengawas.
(6) Setelah rapat gelar perkara dilaksanakan, Majelis Pengawas
menentukan hari dan tanggal sidang pemeriksaan Pelapor dan
Terlapor. Pasal 14 Ketua Majelis Pengawas bertanggung jawab
atas terselenggaranya pelaksanaan sidang pemeriksaan.

Pasal 11 Peraturan Hukum dan HAM RI No. 15 Tahun 2020

tentang Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Terhadap Notaris:

(1) Sekretaris Majelis Pengawas Notaris melakukan


pengadministrasian Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
10 yang dicatat pada buku register perkara yang memuat: a). nomor
dan tanggal register perkara; b). nomor dan tanggal surat Laporan;
c). nama Pelapor; d). nama Terlapor; e). lampiran bukti atau
keterangan lainnya yang dianggap perlu dilakukan pencatatan; dan
f). nama ketua, anggota, dan sekretaris Majelis Pemeriksa yang
telah dibentuk dan ditetapkan oleh Majelis Pengawas.
31

(2) Pengadministrasian Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dihimpun dalam 1 (satu) berkas perkara. (3) Berkas perkara
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh sekretaris
Majelis Pengawas kepada Majelis Pemeriksa.
.
Pasal 15 Peraturan Hukum dan HAM RI No. 15 Tahun 2020

tentang Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Terhadap Notaris:

(1) Sekretaris Majelis Pengawas melakukan pemanggilan terhadap


Pelapor dan Terlapor.
(2) Pemanggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan surat tercatat oleh sekretaris Majelis Pengawas paling
lambat 5 (lima) Hari sebelum sidang pemeriksaan.
(3) Pemanggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan
melalui faksimili/surat elektronik atau surat panggilan tercatat.
(4) Dalam hal Terlapor tidak hadir setelah dipanggil secara sah dan
patut, dilakukan pemanggilan kedua.
(5) Dalam hal Terlapor tetap tidak hadir setelah dipanggil secara sah
dan patut yang kedua kali, pemeriksaan dilakukan dan putusan
diucapkan tanpa kehadiran Terlapor.
(6) Dalam hal Pelapor tidak hadir setelah dipanggil secara sah dan
patut, dilakukan pemanggilan yang kedua.
(7) Dalam hal Pelapor tetap tidak hadir setelah dipanggil secara sah
dan patut yang kedua kali, Majelis Pemeriksa menyatakan Laporan
gugur dan tidak dapat diajukan kembali.

9. Kerangka Berpikir

Bagan 2.1
Kerangka Berpikir

Peninjauan kembali Dalam Pembebasan Notaris


Dari Tindak Pidana Penipuan

Aturan Hukum Teori Bagaimana proses pembuatan


akta jual beli yang dilakukan oleh
notaris?
UU Jabatan Teori Kewenangan
Notaris
Bagaimana pertimbangan hakim
membebaskan notaris
Kode Etik Peninjauan Kembali berdasarkan terkait penipuan
Profesi pembuatan akta jual beli?
32

Akta otentik memiliki kedudukan yang sangat penting dalam lalu


KUHP

lintas kehidupan masyarakat, namun banyak orang yang tidak paham

mengenai kedudukan akta otentik itu sendiri. Bahwa akta notaris sebagai

produk pejabat publik mempunyai kedudukan yang sangat kuat di

Indonesia oleh karena model penyusunan akta itu sangatlah legalistik. Hal

itu dilakukan demi mewujudkan hak warga negara atas kepastian hukum

dan keadilan. Dengan demikian, pembuatan akta otentik sangat erat juga

hubungannya dengan hak konstitusional warga negara. Seorang notaris

terkadang tanpa diketahuinya ada keterangan palsu yang disampaikan para

pihak, yang kemudian menjadi dasar pembuatan akta autentik. Perlu

dikaji dan dianalisis pertanggungjawaban pidana notaris atas akta yang

dibuat berdasarkan keterangan palsu serta mengkaji dan menganalisis

akibat hukum yang timbul terhadap akta notaris yang didasarkan pada

keterangan palsu.

Notaris dapat dimintai pertanggungjawaban pidana terhadap akta

yang dibuat olehnya berdasarkan apa yang dilihat, disaksikan, dan

dialaminya dalam suatu perbuatan hukum jika secara sengaja atau lalai,

notaris membuat akta palsu sehingga merugikan pihak lain. Terhadap akta

notaris yang dibuat berdasarkan penipuan tidak dengan sendirinya

mengakibatkan akta tersebut batal demi hukum. Para pihak yang dirugikan

dengan keberadaan akta seperti itu harus mengajukan pelaporan kepada


33

majelis pengawas notaris dan gugatan perdata ke pengadilan untuk

membatalkan akta tersebut.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Spesifikasi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode doctrinal

(doctrinal research) dengan sumber data sekunder. Metode penelitian hukum

normatif biasa disebut dengan penelitian hukum doktriner atau juga disebut

sebagai penelitian perpustakaan. Dalam penelitian hukum normatif

meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma mengenai kaidah

dalam peraturan perundangan, asas-asas, putusan pengadilan, perjanjian serta

doktrin. Maksud dari penelitian ini ialah memberikan argumentasi hukum

sebagai dasar penentu mengenai satu peristiwa menurut hukum.30

2. Metode Pendekatan

Adapun untuk menjawab permasalahan digunakan pendekatan

perundang-undangan (statute approach). Statute approach merupakan metode

dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, karena yang diteliti

adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral

penelitian.31

3. Jenis dan Sumber Data

30
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad. (2017). Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,
Cetakan IV, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hlm. 33.
31
Johnny Ibrahim. (2007). Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang: Bayumedia.
Hlm.302.

34
35

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.

Data sekunder diperoleh dari pendapat, tulisan para ahli atau pihak lain yang

berwenang atau pihak lain yang memperoleh informasi formal atau naskah

resmi. Adapun dalam data sekunder bahan hukum terdiri dari:

1. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer sifatnya otoritas yakni terdiri dari peraturan

perundang-undangan termasuk risalah dalam penyusunannya serta catatan

resmi dari penyusunnya.32 Bahan hukum primer pada penelitian ini adalah

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945


b. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
c. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 Perubahan Atas Undang-undang
Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.
d. Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor 15 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemeriksaan Majelis
Pengawas Terhadap Notaris.

2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder untuk memperkuatserta mendukung bahan

hukum primer, karena bahan hukum sekunder berfungsi menjelaskan

bahan hukum primer sehingga mudah untuk dilakukan analisa maupun

pemahaman.33 Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini terdiri dari

buku, jurnal, kamus bahasa Indonesia dan literatur lain yang berhubungan

dengan penelitian ini. Bahan hukum sekunder lain yang menjadi data

utama dalam penelitian ini yakni peninjauan kembali dalam pembebasan

32
Peter Mahmud Marzuki. (2005). Penelitian Hukum, Cet.6, Jakarta: Kencana Prenada Media
Group. Hlm. 41
33
Soerjono Sukanto. (2003). Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: Raja
Grafindo Persada. Hlm.23
36

notaris dari tindak pidana penipuan (Studi Kasus Putusan Mahkamah

Agung Nomor 20 PK/Pid/2020).

4. Metode Pengumpulan Data

Data sekunder dalam penelitian ini dikumpulkan dengan studi

kepustakaan dengan mengkaji, menelaah dan kemudian mengolahnya menjadi

narasi deskriptif sehingga mudah untuk dibaca.

5. Metode Analisis Data

Data sekunder yang telah diperoleh kemudian dianalisis secara

deskriptif kualitatif. Maksud dari deskriptif kualitatif adalah penganalisian

data hasil penelitian bahan hukum dipilah dan diolah untuk kemudian disusun

secara sistematis dan diuraikan untuk memperoleh gambaran jelas dan juga

lengkap mengenai obyek dalam penelitian ini.


BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Proses Pembuatan Akta Jual Beli Yang Dilakukan Oleh Notaris

Berdasarkan Putusan Nomor 196/Pid.B/2019/PN Dps mengenai

proses pembuatan akta jual beli yang dilakukan oleh notaris yaitu awalnya

Terdakwa yang berprofesi sebagai Notaris, berdasarkan ijin dari Menteri

Kehakiman Republik Indonesia Nomor: C-130-HT.03.01- TH.2003,

tanggal 03 Pebruari 2003, serta sebagai PPAT berdasarkan ijin dari Badan

Pertanahan Nasional No.14-X.A-2003 tanggal 04 Desember 2003,

mengenal Saksi Gunawan Priambodo dan Saksi (korban) Marhendro

Anton Inggriyono yang keduanya merupakan sesama pebisnis/agen

property di Bali, hingga pada tanggal 8 Agustus 2014 Terdakwa didatangi

oleh Saksi Sugiartini yang merupakan staff pribadi Saksi Gunawan

Priambodo, dengan membawa surat kelengkapan tanah yang berlokasi di

Perumahan Taman Griya Komplek Villa Paradise Loft (selanjutnya

disebut dengan Tanah paradise loft) berupa Sertifikat HGB : 7062/

Kelurahan Benoa seluas 5.455 m2 atas nama PT. Nuansa Bali Utama

untuk dibuatkan perjanjian jual beli antara Saksi Gunawan Priambodo

dengan Saksi (korban) namun bukan dengan membuat Perjanjian

Perikatan Jual Beli (PPJB) melainkan hanya membuat Akta Kuasa

Menjual antara Saksi Gunawan Priambodo dengan Saksi (korban), yang

mana menurut Saksi Sugiartini bahwa Saksi Gunawan Priambodo dan

Saksi (korban) menyetujui cara pembayaran tanah tersebut adalah dengan

37
38

cara menghapus piutang milik Saksi (korban) yang masih berada pada diri

Saksi Gunawan Priambodo kemudian mengakumulasikan piutang tersebut

bersama dengan beberapa transaksi antara Saksi Gunawan Priambodo dan

Saksi (korban) yang gagal, antara lain sejumlah :

a. Rp.5.542.250.000,- (Lima Milyar Lima Ratus Empat Puluh Dua Juta

Dua Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah) yang merupakan pembayaran

total tanah Paradise Loft (tanggal 8 Pebruari 2013, 9 Pebruari 2013,

dan 31 Oktober 2013);

b. Rp. 750.000.000,- (Tujuh Ratus Lima Puluh Juta Rupiah) yang

merupakan piutang Pembelian kembali 1 unit ruko di Jalan

Diponegoro pada tanggal 18 Oktober 2012 yang seharusnya

dikembalikan oleh Saksi Gunawan Priambodo;

c. Rp. 50.000.000,- (Lima Puluh Juta Rupiah) yang merupakan piutang

Pembayaran ruko di Nusa Dua pada Bulan Juli 2013 yang seharusnya

dikembalikan oleh Saksi Gunawan Priambodo;

d. Rp.5.493.750.000,- (Lima Milyar Empat Ratus Juta Sembilan Puluh

Tiga Juta Tujuh Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah) yang merupakan

piutang (Transaksi Gagal karena ijin) terhadap Pembayaran 4 kavling

tanah di Bangsing Pecatu Kuta selatan pada Bulan Juli 2013;

Sehingga menjadi total keseluruhan sejumlah Rp.11.673.500.000,-

(Sebelas Milyar Enam Ratus Tujuh Puluh Tiga Juta Lima Ratus Ribu

Rupiah), kemudian setelah mengetahui kondisi sertifikat HGB yang masih


39

atas nama PT. Nuansa Bali Utama dan bukan atas nama Saksi Gunawan

Priambodo.

Terdakwa masih mau menyanggupi pembuatan Akte Kuasa

Menjual tersebut, sehingga selanjutnya Sertifikat HGB tersebut disimpan

di kantor Notaris Terdakwa, namun pada tanggal 13 Agustus 2014 Saksi

SUGIARTINI kembali datang ke kantor Notaris Terdakwa, yang mana

pada saat tersebut Saksi Sugiartini mengaku diperintahkan oleh Saksi

Gunawan Priambodo untuk mengambil kembali Sertifikat HGB : 7062/

Kelurahan Benoa seluas 5.455 m2 yang pada saat tersebut sedang berada /

masih disimpan di Kantor Terdakwa, dengan alasan bahwa Saksi

Gunawan Priambodo sendiri yang akan mengurus pemecahan sertiffikat

tersebut tanpa menanyakan perihal kemana serifikat tersebut akan dibawa

untuk dilakukan pemecahan atau permasalahan lain terkait rencana

pembuatan Akte Kuasa Menjual sebelumnya.

Terdakwa dengan mudah langsung memberikan sertifikat tersebut

kepada Saksi Sugiartini, hingga akhirnya pada tanggal 4 September 2014

Saksi Gunawan Priambodo bersama dengan Saksi (korban) Marhendro

Anton Inggriyono dan Saksi Shanty Rahardjo datang ke Kantor Terdakwa

untuk melakukan Transaksi dan perikatan, dengan membawa surat-surat

berupa: Perjanjian Perikatan Jual Beli (PPJB) No.30 tanggal 20 Nopember

2012 antara Saksi Gunawan Priambodo dengan PT. Nuansa Bali Utama,

dan Akta Kuasa No.31 tanggal 20 Nopember 2012 yang isinya PT.

Nuansa Bali Utama memberikan kuasa kepada Saksi Gunawan Priambodo


40

untuk menjual sebidang tanah dengan luas 4179 m2 dengan HGB : 6237/

Benoa dari luas asal / luas global seluas 6063 m2 atas nama PT. Nuansa

Bali UtamA, yang baik PPJB maupun Akte Kuasa Menjual tersebut dibuat

pada Kantor Notaris Saksi Putu Trisna Rosilawati, SH, Mkn yang

merupakan rekan seprofesi Terdakwa atau sesama Notaris dan PPAT yang

bertugas di wilayah Kabupaten Badung. Sekalipun mengetahui hal

tersebut Terdakwa yang merupakan seorang Notaris seharusnya memiliki

kemampuan dan pengetahuan lebih di bidang pertanahan dibanding

masyarakat umum lainnya, yang mana kemudian Terdakwa tidak

melakukan pengecekan ke pihak Notaris Saksi Putu Trisna Rosilawati,

SH, Mkn terkait legalitas PPJB dan Akte Kuasa Menjual tersebut.

Terdakwa menerima surat-surat tanah serta KTP para pihak

tersebut untuk diproses lebih lanjut, selain daripada hal tersebut Terdakwa

juga tidak memberitahukan kepada Saksi (korban) mengenai keberadaan

Sertifikat HGB No.7062/Kelurahan Benoa yang sebelumnya sudah

diambil kembali oleh pihak Saksi Gunawan Priambodo dan sudah tidak

lagi berada pada kantor Terdakwa sehingga memberikan kesempatan

kepada Saksi Gunawan Priambodo untuk tetap melaksanakan Perikatan

Akte Kuasa Menjual dengan Saksi (korban), padahal Terdakwa sangat

paham dan mengetahui dengan dibuatnya Akte Kuada Menjual tersebut

akan berdampak pada hilangnya kewajiban Saksi Gunawan Priambodo

untuk mengembalikan uang/menghapuskan piutang milik Saksi (korban)

yang berada pada diri Saksi Gunawan Priambodo.


41

Terdakwa tetap melanjutkan pembuatan Akte Kuasa Menjual

tersebut, yang mana sebelum dilakukan penandatanganan Akte Terdakwa

sempat menunjukkan Fotocopy Sertifikat HBG No : 7062 / Kelurahan

Benoa sambil memberikan keterangan untuk membantu Saksi Gunawan

Priambodo meyakinkan Saksi (korban) berupa keterangan “Bahwa

memang benar tanah Paradise Loft yang akan Saksi (korban) beli tersebut

adalah merupakan milik Saksi Gunawan Priambodo, dan dapat dilakukan

transaksi” sehingga mendengar keterangan tersebut Saksi (korban) merasa

semakin yakin dan percaya untuk melakukan Perikatan, sehingga akhirnya

dibuatlah Akte Kuasa Menjual Nomor : 03 tanggal 04 September 2014,

yang mana isi dari surat tersebut yakni Saksi Gunawan Priambodo selaku

pemberi kuasa telah menjual sebagian tanah seluas kurang lebih 2962 m2

dan telah di bayar lunas oleh penerima kuasa yakni Saksi (korban)

Marhendro Anton Inggriyono, dan akan di selesaikan dalam jangka waktu

3 bulan dst.

Setelah selesai dibuatnya Akte tersebut Saksi (korban) tidak dapat

lagi menagih uang miliknya yang berada pada diri Saksi Gunawan

Priambodo (piutang) dan menganggap Akte Kuasa Menjual tersebut

sebagai jaminan atas transaksi jual beli antara dirinya dengan Saksi

Gunawan Priambodo, yakni berupa sebagian Tanah Paradise Loft seluas

3021 m2 seharga Rp.11.673.500.000,- (Sebelas Milyar Enam Ratus Tujuh

Puluh Tiga Juta Lima Ratus Ribu Rupiah) yang selanjutnya karena ada

kesepakatan dengan Saksi Gunawan Priambodo berubah menjadi seluas


42

2962 m2 seharga Rp.11.538.000.000,- (Sebelas Milyar Lima Ratus Tiga

Puluh Delapan Juta Rupiah, kemudian setelah 6 (Enam) Bulan semenjak

dibuatnya Akte Kuasa Menjual tersebut diatas, Saksi (korban) belum juga

menerima Sertifikat HGB dari Terdakwa maupun dari Saksi Gunawan

Priambodo, sehingga Saksi (korban) menanyakan hal tersebut kepada

Terdakwa, dan baru pada saat itulah Terdakwa mengatakan kepada Saksi

(korban) bahwa Sertifikat HGB Paradise Loft No : 7062 / Kelurahan

Benoa sudah diambil sejak lama oleh Saksi Sugiartini, sehingga Saksi

(korban) kebingungan dan merasa sangat dirugikan, kemudian berusaha

menghubungi Saksi Gunawan Priambodo, namun tidak berhasil, sehingga

hanya dapat menanyakan hal tersebut ke Saksi Sugiartini, dan Saksi

Sugiartini menerangkan bahwa sertifika HGB No : 7062 / Kelurahan

Benoa sudah berada di kantor Notaris Saksi Triska Damayanti.

Saksi (korban) melakukan pengecekan ke kantor Notaris tersebut,

namun tidak dapat menemui Saksi Triska Damayanti, SH, Mkn dan hanya

dapat menemui Saksi I Made Juli Ardika, S.S.TPAR yang merupakan

karyawan Saksi Triska Damayanti, SH, Mkn, kemudian saksi (korban)

mendapat penjelasan bahwa benar Sertifikat tanah Paradise Loft (HGB

No: 7062 / Benoa) berada di kantor Notaris Saksi Triska Damayanti dan

terhadap sebagian tanah tersebut yakni seluas 1746 m2 telah dijual oleh

Terdakwa Gunawan Priambodo kepada Saksi Sariyanto dengan harga

Rp.3.500.000.000,- (Tiga Milyar Lima Ratus Juta Rupiah).


43

Saksi (korban) mencoba menemui Saksi Sariyanto, dan mendapat

keterangan yang sama, sehingga Saksi (korban) Marhendro Anton

Inggriyono melakukan berbagai upaya kepada Saksi Gunawan Priambodo

untuk menagih / memperoleh kembali seluruh uang miliknya yang

sejumlah Rp.11.673.500.000,- (Sebelas Milyar Enam Ratus Tujuh Puluh

Tiga Juta Lima Ratus Ribu Rupiah) yang masih berada pada diri

Terdakwa, namun tidak pernah mendapat titik temu / jalan keluar sehingga

akhirnya melaporkan seluruh perbuatan Terdakwa tersebut kepada pihak

Kepolisian.

Bahwa dengan perbuatan terdakwa yang memberikan kesempatan

kepada Saksi Gunawan Priambodo melakukan perikatan tanpa melakukan

pengecekan legalisasi terhadap Alas Hak objek perikatan, kemudian

memberikan sarana berupa tempat untuk melakukan transaksi / perikatan

dan keterangan kepada Saksi (korban) Marhendro Anton Inggriyono untuk

semakin memudahkan Saksi Gunawan Priambodo melaksanakan

perbuatannnya mengakibatkan hapusnya piutang milik Saksi (korban)

Marhendro Anton Inggriyono yang berada pada diri Saksi Gunawan

Priambodo. Perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa mengakibatkan

Saksi (korban) mengalami kerugian sejumlah Rp.11.673.500.000,-

(Sebelas Milyar Enam Ratus Tujuh Puluh Tiga Juta Lima Ratus Ribu

Rupiah).
44

Putusan Nomor 196/Pid.B/2019/PN Dps menyatakan terdakwa

yang juga merupakan notaris melakukan penipuan sebagaimana dijelaskan

pada Pasal 378 KUHP yaitu:

“Barangsiapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau


orang lain dengan melawan hak, baik dengan memakai nama palsu atau
kedaan palsu, baik dengan akal dan tipu muslihat, maupun dengan
karangan perkataan-perkataan bohong, membujuk orang supaya
memberikan sesuatu barang, membuat utang atau menghapus piutang,
dihukum karena penipuan, dengan hukuman penjara selama-lamanya
empat tahun”.

Terdakwa juga dihukum Pasal 56 Ayat (2) bahwa dipidana sebagai

pembantu kejahatan: “mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana

atau ke- terangan untuk melakukan kejahatan”.

Berdasarkan penjelasan pada Putusan Nomor 196/Pid.B/2019/PN

Dps maka peneliti menjelaskan beberapa terkait dengan notaris yaitu

bahwa tugas utama notaris adalah membuat akta. Suatu akta dapat disebut

sebagai akta otentik seperti yang tercantum dalam Pasal 1868 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata apabila pembuatannya sesuai dengan

undang-undang, dibuat dihadapan pejabat umum, pejabat yang dimaksud

adalah harus berwenang akan tempat akta itu dibuat, hari dan tanggal

pembuatan akta. Tugas utama notaris yaitu membuat akta maka seorang

notaris dalam pembuatan aktanya harus bertanggungjawab atas bentuk

akta, tidak boleh menyimpang dari ketentuan yang sudah diatur dalam

Undang-undang jabatan Notaris, dan bentuk dari akta notaris diatur dalam

Pasal 38 UU Perubahan atas UUJN.


45

Notaris sebagai Pejabat Umum memiliki kewenangan sebagaimana

yang diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2

Tahun 2014 yaitu sebagai berikut;

1) Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,


perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-
undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk
dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan
akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta,
semuanya itu sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau
dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh
undang-undang.
2) Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), notaris berwenang
pula:
a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat
dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
b. Membukukan surat dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku
khusus;
c. Membuat kopi dari asli surat dibawah tangan berupa salinan yang;
d. memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat
yang bersangkutan;
e. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
f. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan
akta;
g. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan;
h. Membuat akta risalah lelang.

Berdasarkan Undang-undang Tahun 2014, tanggung jawab notaris

antara lain:

1) Bertindak professional;
2) Menjaga otensitas akta yang dibuat, hal ini berhubungan dengan
penyusunan, pembacaan dan penandatanganan akta (pada awal dan
akhir akta);
3) Menyimpan dan memelihara segala akta yang dibuatnya sebagai
bagian dari protokol notaries;
4) Memberikan pelayanan atau jasa hukum sehubungan dengan
pembuatan akta, khususnya kepada orang yang tidak mampu secara
cuma-cuma;
5) Memberikan, memperlihatkan atau memberitahukan isi akta, grosse
akta, salinan akta atau kutipan akta, kepada orang yang berkepentingan
langsung pada akta, ahli waris atau orang yang memperoleh hak;
46

6) Bertanggung jawab terhadap setiap akta yang dibuatnya sesuai dengan


yang telah disepakati dan dikehendaki oleh para pihak.

Menurut Pasal 16 ayat (1) huruf UUJN Nomor 2 tahun 2014:

Dalam menjalankan jabatannya, Notaris wajib:

a. Bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan


menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;
b. Membuat akta dalam bentuk minuta akta dan menyimpannya
sebagai bagian dari protokol notaris;
c. Melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada
minuta akta;
d. Mengeluarkan grosse akta, salinan akta, atau kutipan akta
berdasarkan minuta akta;
e. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam undang-
undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya;
f. Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan
segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai
dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan
lain;
g. Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku
yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta, dan jika jumlah
akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid
menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah minuta akta,
bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku;
h. Membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak
diterimanya surat berharga;
i. Membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut
urutan waktu pembuatan akta setiap bulan;
j. Mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf i atau
daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke pusat daftar wasiat
pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang hukum dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama
setiap bulan berikutnya;
k. Mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada
setiap akhir bulan;
l. Mempunyai cap atau stempel yang memuat lambang negara
republik indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan
nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan;
m. Membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh
paling sedikit 2 (dua) orangsaksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus
untuk pembuatan akta wasiat di bawah tangan, dan ditandatangani
pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan notaris; dan
n. Menerima magang calon notaris.
47

Kerugian saksi korban Marhendro Anton Inggriyono yang

dirugikan oleh saksi Gunawan Priambodo yang tidak melakukan

prestasi/kewajibannya atau wanprestasi ternyata Terdakwa yang diproses

hukum pidana, padahal sesuai fakta persidangan Terdakwa sama sekali

tidak memperoleh keuntungan atas transaksi pembuatan surat kuasa akte

jual beli tanah di Paradise Loft, melainkan yang memperoleh keuntungan

adalah saksi Gunawan Priambodo, hal ini sesuai laporan polisi yang dibuat

oleh saksi korban yang melaporkan saksi Gunawan Priambodo, bukan

melaporkan Terdakwa.

Seorang notaris didalam menjalankan jabatannya harus dapat

bersikap professional dan jujur sesuai dengan kode etik profesi seorang

Notaris agar notaris mendapat kepercayaan dari masyarakat. Notaris harus

memiliki etika yang baik dalam menjalankan tugasnya karena jika seorang

notaris tidak memiliki etika yang baik maka bias saja dalam menjalankan

tugasnya notaris meyalahi aturan sehingga bias dikenakan sanksi baik

administrasi, perdata hingga pidana. Sehingga sebelum notaris diangkat

menjadi pejabat umum harus bersumpah terlebih dahulu dan oleh karena

itu dalam melaksanakan kewenangannya notaris harus selalu ingat dengan

sumpahnya dan tunduk dibawah undang-undang yang berlaku.34

Orang yang datang kehadapan notaris/PPAT sudah pasti memiliki

tujuan tertentu dan yang pasti berbeda-beda yaitu terkait Akta Jual

34
Ni Kadek Septiarianti, I Nyoman Sumardika, Ni Gusti Ketut Sri Astiti. (2020).
Pertanggungjawaban Notaris Dalam Pembuatan Akta Pengikatan Jual Beli. Jurnal Interpretasi
Hukum, Vol. 1, No. 1.hlm. 143-147
48

Beli/AJB yang dibuat dihadapan notaris/PPAT. Tetapi sebelum AJB

dibuat para pihak yang mengadap ke Notaris/PPAT harus diingkat dulu

dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli/PPJB. PPJB itu ada 2 jenis, yaitu

PPJB yang sudah lunas pembayarannya dan PPJB yang belum lunas.

Tujuan dibuatnya PPJB yaitu sebagai bentuk pengikatan kedua belah

pihak, artinya agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan jadi harus ada

pengikatan yang jelas karena bias saja salah satu pihak ada yang ingkar

janji sehingga pihak yang lain dirugikan jadi untuk menghindari hal

tersebut PPJB harus dibuat terlebih dahulu, itulah mengapa peran

notaris/PPAT disini sangat dibutuhkan untuk memberikan edukasi kepada

para pihak terkait PPJB yang akan dibuat walapun isi dari PPJB itu

merupakan keinginan kedua belah pihak namun notaris/PPAT yang akan

memantau apakah isi dari PPJB tersebut sudah sesuai dengan aturan

undang-undang.35

Terkait dengan Perjanjian/Pengikatan itu sendiri prosedurnya sudah

ada dalam KUHPerdata tentang pengertian pengikatan, syarat sahnya

pengikatan dan lain sebagaianya. Disini pertanggungjawaban

noatris/PPAT yang dimaksud adalah terkait prosedur yang dijalankan

dalm proses pembuatan PPJB hingga AJB tersebut. Apabila akta

pengikatan jual beli atas tanah yang ditandatangani dan dibuat oleh

Notaris/PPAT ada kekeliruan, tidak sesuai dengan tata cara

pembuatannya, maka Notaris memiliki tanggungjawab secara hokum

terhadap siapa dan kepada siapa akta perjanjian jual beli dibuatnya, dan
35
Ibid,.
49

apabila Notaris terbukti melakukan kesalahan baik disengaja maupun tidak

disengaja, maka akibat hokum yang timbul dapat dikenakan sanksi sesuai

dengan tingkat kesalahan atau kekeliruan terhadap akta pengikatan jual

beli yang dibuatkan seorang Notaris/PPAT dapat dikenakan sanksi

meliputi sanksi administrasi, sanksi perdata, sanksi pidana maupun kode

etik profesi jabatan Notaris.36

Akta otentik yang dibuat dihadapan Notaris dibagi menjadi dua

jenis, diantaranya yaitu:37

a. Akta yang dibuat oleh Notaris (Relaas) Akta-akta yang dibuat oleh
Notaris dapat merupakan suatu akta yang menguraikan secara otentik
suatu tindakan yang dilakukan ataupun suatu keadaan yang dilihat atau
disaksikan oleh Notaris itu sendiri dalam menjalankan jabatannya
sebagai Notaris. Akta yang dibuat memuat uraian dari apa yang dilihat
dan disaksikan serta dialaminya. Contohnya antara lain: Berita Acara
Rapat Umum Pemegang Saham dalam Perseroan Terbatas, Akta
Pencatatan Budel, dan akta-akta lainnya.
b. Akta yang dibuat dihadapan Notaris (Partij) Akta Partij merupakan
uraian yang diterangkan oleh pihak lain kepada Notaris dalam
menjalankan jabatannya dan untuk keperluan mana pihak lain itu
sengaja datang di hadapan Notaris dan memberikan keterangan
tersebut atau melakukan perbuatan tersebut dihadapan notaris, agar
keterangan tersebut dikonstatir oleh Notaris dalam suatu akta otentik.
Contohnya yaitu : kemauan terakhir dari penghadap pembuat wasiat,
kuasa dan lain sebagainya.

Bahwa fakta persidangan Putusan Nomor 20 PK/Pid/2020

menyatakan saksi Gunawan Priambodo juga merasa heran kenapa

Terdakwa yang diproses hukum, padahal yang bertransaksi jual beli tanah

adalah saksi Gunawan Priambodo dengan saksi korban Marhendro Anton

Inggriyono dan walaupun ada kelalaian Terdakwa dalam proses

36
Ibid,.
37
Habib Adjie. (2008). Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT Indonesia, Kumpulan Tulisan
Tentang Notaris dan PPAT. Surabaya: PT Citra Adtya Bakti. Hlm. 45.
50

pembuatan surat kuasa akta jual beli antar para saksi tersebut, maka

penyelesaiannya bukan jalur pidana melainkan jalur administratif karena

Terdakwa adalah selaku pejabat publik yaitu Notaris/Pejabat Pembuat

Akta Tanah (PPAT).

Putusan Nomor 20 PK/Pid/2020 menyatakan bahwa dalam kasus a

quo, penerapan hukum formil sama pentingnya dengan hukum materiil,

artinya dari proses penyidikan Terdakwa sama sekali tidak dilaporkan oleh

saksi korban, tetapi yang dilaporkan adalah saksi Gunawan Priambodo,

karena pihak yang bertransaksi dengan saksi korban adalah saksi

Gunawan Priambodo bukan Terdakwa. Bahwa dalam penerapan Pasal 56

KUHP tentang “pembantuan” maka proses hukumnya adalah pelaku

utama dulu diproses sebagaimana dilaporkan oleh saksi korban, bukan

“pembantuan” sebagaimana dalam kasus a quo, karena saksi Gunawan

Priambodo hadir sebagai saksi di persidangan sebagai pihak yang

merugikan saksi korban, pembantuannya dapat disidangkan kecuali bila

pelaku utama (pihak yang dibantu) statusnya dalam Daftar Pencarian

Orang (DPO). Bahwa walaupun Terdakwa diduga telah lalai dalam proses

membuat akte kuasa penjual tanah antara saksi korban dengan saksi

Gunawan Priambodo, hal tersebut merupakan ranah administratif selaku

Notaris/PPAT bukan ranah pidana.

Kata kewenangan berasal dari kata dasar wewenang yang diartikan

sebagai hal berwenang, hak dan kekuasaan yang dipunyai untuk

melakukan sesuatu. Kewenanangan adalah kekuasaan formal, kekuasaan


51

yang diberikan oleh Undang-Undang atau dari kekuasaan eksekutif

administrasi. Menurut Ateng Syafrudin ada perbedaan antara pengertian

kewenangan dengan wewenang, kewenangan (autority gezag) adalah apa

yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari kekuasaan

yang diberikan oleh Undang-Undang, sedangkan wewenang (competence

bevoegheid) hanya mengenai suatu ”onderdeel” (bagian) tertentu saja dari

kewenangan. Didalam kewenangan terdapat wewenang-wewenang

(rechtsbe voegdheden).38 Wewenang merupakan lingkup tindakan hukum

publik, lingkup wewenang pemerintahan, tidak hanya meliputi wewenang

membuat keputusa pemerintah (bestuur), tetapi meliputi wewenang dalam

rangka pelaksanaan tugas, dan memberikan wewenang serta distribusi

wewenang utamanya ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

Secara yuridis pengertian wewenang adalah kemampuan yang

diberikan oleh peraturan perundang-undangan untuk menimbulkan akibat-

akibat hukum. Sedangkan pengertian wewenang menurut H.D.Stoud

adalah “bevoegheid wet kan worden omscrevenals het geheel van

bestuurechttelijke bevoegheden door publiekrechtelijke rechtssubjecten in

het bestuurechttelijke rechtsverkeer” bahwa wewenang dapat dijelaskan

sebagai keseluruhan aturan-aturan yang berkenaan dengan perolehan dan

penggunaan wewenang pemerintah oleh subjek hukum publik dalam

hukum publik.39

38
Ateng Syafrudin. (2000). Menuju Penyelenggaraan Pemerintahan Negara yang Bersih dan
Bertanggungjawab. Jurnal Pro Justisia Edisi IV, Bandung: Universitas Parahyangan. Hlm. 22.
39
Stout HD. (2004). de Betekenissen van de wet, dalam Irfan Fachruddin, Pengawasan Peradilan
Administrasi terhadap Tindakan Pemerintah. Bandung: Alumni. Hlm. 4.
52

Pasal 67 Undang-Undang Jabatan Notaris menegaskan bahwa

pengawasan terhadap notaris dilakukan oleh menteri yaitu dalam hal ini

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Selain itu, pengawasan dalam

hal ini meliputi juga pembinaan yang dilakukan oleh menteri kepada

notaris. Substansi pengawasan ini tidak hanya seputar pelaksanaan jabatan

notaris berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris saja, namun juga

berdasarkan Kode Etik dan aturan hukum lainnya yang berlaku. Dalam

melakukan pengawasan tersebut menteri membentuk majelis pengawas

yang terdiri dari 9 (sembilan) orang yang berasal dari 3 (tiga) unsur, yaitu

unsur organisasi notaris sebanyak 3 (tiga) orang, unsur pemerintah

(Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia) sebanyak 3 (tiga) orang,

dan unsur ahli/akademisi (bidang hukum) sebanyak 3 (tiga) orang. Dari 9

(sembilan) orang ini kemudian dilakukan musyawarah atau pemungutan

suara untuk menunjuk 1 (satu) orang ketua merangkap anggota, 2 (dua)

orang wakil ketua merangkap anggota, dan 6 (enam) orang anggota.

Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan

Notaris Pasal 70 Majelis Pengawas Daerah berwenang:

a. menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan


pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan jabatan
Notaris;
b. melakukan pemeriksaan terhadap Protokol Notaris secara berkala 1
(satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau setiap waktu yang dianggap perlu;
c. memberikan izin cuti untuk waktu sampai dengan 6 (enam) bulan;
d. menetapkan Notaris Pengganti dengan memperhatikan usul Notaris
yang bersangkutan;
e. menentukan tempat penyimpanan Protokol Notaris yang pada saat
serah terima Protokol Notaris telah berumur 25 (dua puluh lima) tahun
atau lebih;
53

f. menunjuk Notaris yang akan bertindak sebagai pemegang sementara


Protokol Notaris yang diangkat sebagai pejabat negara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4);
g. menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan
pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran ketentuan dalam
Undang-Undang ini; dan
h. membuat dan menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada
huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g kepada
Majelis Pengawas Wilayah.

Pasal 2 Permenkumham Nomor 15 Tahun 2020 menyatakan

bahwa “Majelis Pengawas berwenang melakukan pembinaan dan

pengawasan terhadap Notaris serta melakukan pemeriksaan terhadap

dugaan pelanggaran perilaku dan pelaksaan jabatan”. Dalam hal ini

Majelis Pengawas diberi kuasa untuk melakukan pemeriksaan terhadap

Notaris yang diduga melakukan pelanggaran dalam pelakasanaan jabatan

Notaris. Dugaan pelanggaran tersebut dibuktikan dengan adanya laporan

pengaduan masyarakat kepada Majelis Pengawas Daerah yang

disampaikan secara tertulis dalam bahasa Indonesia disertai dengan bukti

yang dapat dipertanggungjawabkan.

Tata cara pemeriksaan oleh Pengawas notaris daerah Kabupaten

Bantul sesuai dengan Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia

Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemeriksaan

Majelis Pengawas Terhadap Notaris adalah:

1) Pemeriksaan dilakukan dengan cara memanggil Pelapor dan Terlapor.


2) Pemeriksaan meliputi;
a) kehadiran Pelapor dan Terlapor;
b) pembacaan Laporan dan keterangan Pelapor; dan:
c) pembelaan diri Terlapor.
3) Dalam pemeriksaan Pelapor dan Terlapor diberi kesempatan untuk
menyampaikan tanggapan.
54

4) Dalam menyampaikan tanggapan Pelapor dan Terlapor dapat


mengajukan bukti untuk mendukung dalil yang diajukan. Hasil
pemeriksaan dituangkan dalam berita acara pemeriksaan dan
rekomendasi hasil pemeriksaan.

Pasal 12 Peraturan Hukum dan HAM RI No. 15 Tahun 2020

tentang Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Terhadap Notaris

bahwa Sekretaris Majelis Pemeriksa mempunyai tugas:

a. membuat resume atau telaahan Laporan;


b. menentukan jadwal persidangan Majelis Pemeriksa;
c. menyiapkan sidang Majelis Pemeriksa;
d. membuat berita acara pemeriksaan; dan
e. menyampaikan hasil pemeriksaan kepada Ketua Majelis Pengawas
Notaris.

Pasal 13
(1) Sebelum sidang pemeriksaan dilakukan, Ketua Majelis Pengawas
Notaris menyelenggarakan rapat gelar perkara yang dihadiri oleh
Majelis Pengawas.
(2) Rapat gelar perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselenggarakan untuk mendengar duduk perkara dan penyampaian
pendapat hukum yang dilakukan secara musyawarah.
(3) Penyampaian pendapat hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
sebagai bahan masukan bagi Majelis Pemeriksa dalam memutus
perkara yang berada dalam kewenangan pemeriksaannya.
(4) Ketua Majelis Pengawas dapat memerintahkan Majelis Pemeriksa
melakukan pendalaman Laporan sebelum sidang pemeriksaan
dilakukan.
(5) Hasil pendalaman Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dilaporkan kepada Ketua Majelis Pengawas.
(6) Setelah rapat gelar perkara dilaksanakan, Majelis Pengawas
menentukan hari dan tanggal sidang pemeriksaan Pelapor dan
Terlapor. Pasal 14 Ketua Majelis Pengawas bertanggung jawab atas
terselenggaranya pelaksanaan sidang pemeriksaan.

Laporan yang masuk ke MPD harus bersifat tertulis dan

disampaikan dalam bahasa Indonesia yang disertai dengan alat bukti yang

cukup, serta identitas Pelapor juga harus jelas. Laporan akan diterima oleh

Sekretariat MPD melalui Sekretaris, yang akan ditelaah dan dikaji dari
55

segi Formal Laporan baik Identitas, Bukti Permulaan, Identitas Notaris

yang dilaporkan, serta dari segi Materiil Laporan seperti apakah Laporan

tersebut merupakan salah satu bagian kewenangan dari MPD atau tidak.

Jika Laporan dinyatakan lengkap, maka Laporan akan diterima oleh

Sekretaris, dan apabila terdapat kekurangan secara Formal maka akan di

kembalikan untuk dilengkapi, serta jika dari segi Materiil tidak memenuhi

persyaratan akan ditolak dengan penyampaian secara tertulis dari MPD.

Laporan yang telah diterima akan deregister oleh Sekretaris dalam buku

Register Perkara MPD dan diberikan Nomor Register;Laporan yang telah

deregister akan disampaikan kepada Ketua MPD untuk dapat dikaji lebih

lanjut dan selanjutnya ditetapkan Majelis Pemeriksa paling lambat 3 hari

setelah Perkara deregister yang terdiri dari 3 orang anggota yang terdiri

dari ketiga unsur (Birokrasi, Akademisi, dan Profesi Notaris) yang dibantu

oleh Seorang Sekretaris melalui Surat Penetapan Majelis Pemeriksa

Notaris, dengan menunjuk salah satu unsur sebagai Ketua Majelis

Pemeriksa, dalam waktu paling lama 5 hari kerja dari tanggal Register

Perkara.

Pasal 11 Peraturan Hukum dan HAM RI No. 15 Tahun 2020

tentang Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Terhadap Notaris:

(1) Sekretaris Majelis Pengawas Notaris melakukan pengadministrasian


Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 yang dicatat pada
buku register perkara yang memuat: a. nomor dan tanggal register
perkara; b. nomor dan tanggal surat Laporan; c. nama Pelapor; d. nama
Terlapor; e. lampiran bukti atau keterangan lainnya yang dianggap
perlu dilakukan pencatatan; dan f. nama ketua, anggota, dan sekretaris
Majelis Pemeriksa yang telah dibentuk dan ditetapkan oleh Majelis
Pengawas.
56

(2) Pengadministrasian Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dihimpun dalam 1 (satu) berkas perkara. (3) Berkas perkara
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh sekretaris
Majelis Pengawas kepada Majelis Pemeriksa.

Pasal 15 Peraturan Hukum dan HAM RI No. 15 Tahun 2020

tentang Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Terhadap Notaris:

(1) Sekretaris Majelis Pengawas melakukan pemanggilan terhadap


Pelapor dan Terlapor.
(2) Pemanggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
surat tercatat oleh sekretaris Majelis Pengawas paling lambat 5 (lima)
Hari sebelum sidang pemeriksaan.
(3) Pemanggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan
melalui faksimili/surat elektronik atau surat panggilan tercatat.
(4) Dalam hal Terlapor tidak hadir setelah dipanggil secara sah dan patut,
dilakukan pemanggilan kedua.
(5) Dalam hal Terlapor tetap tidak hadir setelah dipanggil secara sah dan
patut yang kedua kali, pemeriksaan dilakukan dan putusan diucapkan
tanpa kehadiran Terlapor.
(6) Dalam hal Pelapor tidak hadir setelah dipanggil secara sah dan patut,
dilakukan pemanggilan yang kedua.
(7) Dalam hal Pelapor tetap tidak hadir setelah dipanggil secara sah dan
patut yang kedua kali, Majelis Pemeriksa menyatakan Laporan gugur
dan tidak dapat diajukan kembali.

Kode Etik adalah kaidah moral yang ditentukan oleh

Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia yang selanjutnya disebut

“Perkumpulan” berdasarkan Keputusan Konggres Perkumpulan dan/atau

yang ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan perundang-undangan

yang mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati

oleh setiap dan semua anggota Perkumpulan dan semua orang yang

menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris, termasuk di dalamnya para

Pejabat Sementara Notaris, Notaris Pengganti pada saat menjalankan

jabatan.
57

Pasal 2 Permenkumham Nomor 15 Tahun 2020 menyatakan

bahwa “Majelis Pengawas berwenang melakukan pembinaan dan

pengawasan terhadap Notaris serta melakukan pemeriksaan terhadap

dugaan pelanggaran perilaku dan pelaksaan jabatan”. Dalam hal ini

Majelis Pengawas diberi kuasa untuk melakukan pemeriksaan terhadap

Notaris yang diduga melakukan pelanggaran dalam pelakasanaan jabatan

Notaris. Dugaan pelanggaran tersebut dibuktikan dengan adanya laporan

pengaduan masyarakat kepada Majelis Pengawas Daerah yang

disampaikan secara tertulis dalam bahasa Indonesia disertai dengan bukti

yang dapat dipertanggungjawabkan.

Dalam Rapat Koordinasi Majelis Pengawas tentang Sosialisasi

Peraturan Menteri Hukum dan HAK Nomor 15 Tahun 2020 tentang Tata

Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas terhadap Notaris yang

diselenggarakan Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum di

Denpasar pada tanggal 10 Juni 2021, dijelaskan mengenai alur tata cara

pemeriksaan yang dilakukan Majelis Pengawas khususnya Majelis

Pengawas Daerah.40

Tata cara pemeriksaan Notaris yang dilakukan Majelis Pengawas

Daerah Kabupaten Bantul sesuai dengan Laporan Tahunan Kanwil

Kementerian Hukum dan HAM Daerah Istimewa Yogyakarta menyangkut

dengan Pemeriksaan yang dapat dilakukan dan diproses oleh MPD sesuai

dengan kewenangannya meliputi laporan pengaduan masyarakat,

40
Khalis, S. R. (2021). Pembinaan Majelis Kehormatan Notaris Dan Majelis Pengawas Notaris
Berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris. Lex Renaissan, 1(6), 179–192.
58

pemeriksaan protocol notaris; fakta hukum terhadap dugaan pelanggaran

pelaksanaan jabatan dan perilaku Notaris dan/atau proses hukum dari

tingkat penyidikan sampai dengan tingkat peradilan.41

Majelis Pengawas Daerah harus menyelesaikan dan

menyampaikan hasil pemeriksaan paling lama 30 (tiga puluh) hari

terhitung sejak laporan dicatat di buku register oleh Sekretaris MPD.

Pencatatan laporan dalam buku register tidak lepas dari adminitrasi

pemeriksaan laporan yang meliputi identitas pelapor dan terlapor, surat

laporan, dan bukti atau fakta hukum dan lampiran dokumen. Laporan

tersebut dicatat dalam buku register surat masuk Majelis Pengawas.

Setelah Sekretaris selesai memproses administrasi pemeriksaan

laporan dan sebelum sidang dilaksanakan, Ketua Majelis Pengawas

Daerah menyelenggarakan rapat gelar perkara yang digunakan untuk:

a. Mengetahui duduk perkara;


b. Membentuk majelis pemeriksa; dan
c. Menentukan waktu pemeriksaan.

Rapat gelar perkara digunakan untuk mengetahui duduk perkara

dan penyampaian pendapat hukum serta sebagai bahan masukan bahwa

pemeriksaan yang akan dilakukan merupakan perkara yang berada dalam

kewenangan Majelis Pengawas Daerah. Rapat gelar perkara ini dilakukan

secara musyawarah dan dihadiri oleh anggota Majelis Pengawas.

Dalam rapat gelar perkara ini, Sektretaris merupakan tokoh sentral

yang mempunyai tugas:42

41
Ibid,.
42
Ibid,.
59

a. Membuat resume atau telaahan laporan;


b. Mencatat jadwal persidangan Majelis Pemeriksaan; dan
c. Menyiapkan sidang Majelis Pemeriksaan.

Dalam rapat pleno tersebut juga digunakan untuk membentuk

majelis pemeriksa yang terdiri dari 1 orang ketua dan 2 orang anggota

yang masing-masing mewakili 3 (tiga) unsur yaitu unsur pemerintah,

akademisi dan notaris serta penentuan waktu pemeriksaan yang meliputi

hari, tanggal dan jam pemeriksaan.

Setelah hari pemeriksaan ditentukan, maka Sekretaris segera

melakukan pemanggilan terhadap Terlapor dan Pelapor paling lambat 5

(lima) hari sebelum sidang dilaksanakan. Pada saat pemeriksaan

dilaksanakan, Terlapor dan Pelapor diberikan kesempatan untuk

memberikan tanggapan serta dapat mengajukan bukti untuk mendukung

dalil yang diajukan.

Laporan yang masuk ke MPD harus bersifat tertulis dan

disampaikan dalam bahasa Indonesia yang disertai dengan alat bukti yang

cukup, serta identitas Pelapor juga harus jelas. Laporan akan diterima oleh

Sekretariat MPD melalui Sekretaris, yang akan ditelaah dan dikaji dari

segi Formal Laporan baik Identitas, Bukti Permulaan, Identitas Notaris

yang dilaporkan, serta dari segi Materiil Laporan seperti apakah Laporan

tersebut merupakan salah satu bagian kewenangan dari MPD atau tidak.

Jika Laporan dinyatakan lengkap, maka Laporan akan diterima oleh

Sekretaris, dan apabila terdapat kekurangan secara Formal maka akan di

kembalikan untuk dilengkapi, serta jika dari segi Materiil tidak memenuhi
60

persyaratan akan ditolak dengan penyampaian secara tertulis dari MPD.

Laporan yang telah diterima akan deregister oleh Sekretaris dalam buku

Register Perkara MPD dan diberikan Nomor Register;Laporan yang telah

deregister akan disampaikan kepada Ketua MPD untuk dapat dikaji lebih

lanjut dan selanjutnya ditetapkan Majelis Pemeriksa paling lambat 3 hari

setelah Perkara deregister yang terdiri dari 3 orang anggota yang terdiri

dari ketiga unsur (Birokrasi, Akademisi, dan Profesi Notaris) yang dibantu

oleh Seorang Sekretaris melalui Surat Penetapan Majelis Pemeriksa

Notaris, dengan menunjuk salah satu unsur sebagai Ketua Majelis

Pemeriksa, dalam waktu paling lama 5 hari kerja dari tanggal Register

Perkara.

Penetapan Ketua MPD ditindaklanjuti dengan pemberitahuan

kepada Para Majelis terkait adanya Penetapan serta Laporan Masyarakat

yang kemudian diagendakan hari pemeriksaan oleh Majelis Pemeriksa.

Pemeriksaan yang dilakukan Majelis tersebut harus sudah terselesaikan

paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak Perkara tersebut deregister.

Setelah hari pertama ditentukan, Majelis memerintahkan Sekretaris untuk

memanggil kedua belah pihak (pelapor dan terlapor), dengan surat

Panggilan yang sudah diterima paling lambat 5 hari kerja sebelum hari

pemeriksaan dilakukan, dan dalam keadaan mendesak Panggilan dapat

dikirim melalui Faximile dan segera disusul dengan Surat Panggilan.

Pemeriksaan pertama para pihak wajib hadir, untuk mendengarkan

laporan dari pihak pelapor dan dapat ditanggapi oleh terlapor berdasarkan
61

bukti yang dimiliki. Jika pada pemeriksaan pertama pihak pelapor tidak

hadir walaupun telah dipanggil dengan patut maka pemeriksaan pertama

ditunda dan dilakukan pemanggilan kedua. Apabila pada pemeriksaan

kedua pelapor tidak datang juga maka laporan dinyatakan gugur dan tidak

dapat diajukan kembali. Kemudian jika Terlapor tidak hadir pada

pemeriksaan pertama maka dipanggil untuk kedua kalinya, dan jika pada

saat pemeriksaan kedua tidak hadir maka pemeriksaan dilanjutkan dan

diputus tanpa kehadiran terlapor. Pemeriksaan dilakukan secara tertutup

untuk umum. Hasil pemeriksaan dituangkan kedalam Berita Acara

Pemeriksaan yang ditandatangani Ketua dan juga anggota Majelis

Pemeriksa yang disampaikan kepada Ketua Majelis Pengawas Daerah

Notarsi Kabupaten. Majelis Pengawas Daerah Notaris Kabupaten

mengirimkan hasil pemeriksaan berupa Rekomendasi beserta

kelengkapannya kepada Majelis Pengawas Wilayah Provinsi.

Pemeriksaan berkala protokol notaris dilaksanakan oleh 3 (tiga)

tim Majelis Pemeriksa. Untuk melaksanakan pemeriksaan ini, MPD

membentuk Tim Pemeriksa yang terdiri dari 3 orang anggota dari masing-

masing unsur dan dibantu oleh 1 (satu) orang sekretaris. Tim Pemeriksa

datang ke kantor-kantor notaris untuk bertemu langsung dengan notaris,

dan memeriksa keadaan kantor notaris serta protokol notaris, yang

kemudian dimuat dalam berita acara pemeriksaan. Dengan adanya

pemeriksaan protokol notaris ini diharapkan Notaris semakin tertib dalam


62

pengadminitrasian buku Protokol Notaris sesuai dengan Undang-Undang

Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004.

Proses pelaksanaan pemeriksaan notaris oleh Majelis Pengawas

Daerah dengan menggunakan norma hukum bersifat tertutup untuk umum

menimbang ketentuan yang termuat pada Pasal 83 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004, tentang Jabatan Noratis menyatakan

bahwa, “Organisasi notaris menetapkan dan menegakkan kode etik

notaris.” Kemudian di dalam ketentuan Pasal 13 ayat (1) Anggaran Dasar

Ikatan Notaris Indonesia, yang ditetapkan berdasarkan Kongres Luar

Biasa Ikatan Notaris Indonesia di Bandung pada tanggal 28 Januari 2005,

menyatakan : “Untuk menjaga kehormatan dan keluhuran martabat jabatan

notaris, perkumpulan mempunyai kode etik notaris yang ditetapkan oleh

kongres dan merupakan kaidah moral yang wajib ditaati oleh setiap

anggota perkumpulan.”

B. Pertimbangan Hakim Membebaskan Notaris Berdasarkan Terkait

Penipuan Pembuatan Akta Jual Beli

Pertimbangan hakim membebaskan notaris berdasarkan terkait

penipuan pembuatan akta jual beli sesuai fakta hukum, maka tentang

kerugian saksi korban Marhendro Anton Inggriyono yang dirugikan oleh

saksi Gunawan Priambodo yang tidak melakukan prestasi/kewajibannya

atau wanprestasi ternyata Terdakwa yang diproses hukum pidana, padahal

sesuai fakta persidangan Terdakwa sama sekali tidak memperoleh

keuntungan atas transaksi pembuatan surat kuasa akte jual beli tanah di
63

Paradise Loft, melainkan yang memperoleh keuntungan adalah saksi

Gunawan Priambodo, hal ini sesuai laporan polisi yang dibuat oleh saksi

korban yang melaporkan saksi Gunawan Priambodo, bukan melaporkan

Terdakwa.

Fakta persidangan saksi Gunawan Priambodo juga merasa heran

kenapa Terdakwa yang diproses hukum, padahal yang bertransaksi jual

beli tanah adalah saksi Gunawan Priambodo dengan saksi korban

Marhendro Anton Inggriyono dan walaupun ada kelalaian Terdakwa

dalam proses pembuatan surat kuasa akta jual beli antar para saksi

tersebut, maka penyelesaiannya bukan jalur pidana melainkan jalur

administratif karena Terdakwa adalah selaku pejabat publik yaitu

Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT);

Walaupun Terdakwa diduga telah lalai dalam proses membuat akte

kuasa penjual tanah antara saksi korban dengan saksi Gunawan

Priambodo, hal tersebut merupakan ranah administratif selaku

Notaris/PPAT bukan ranah pidana. Bahwa berdasarkan dan beralasan

hukum untuk menyatakan bahwa perkara permohonan peninjauan kembali

atas nama Ketut Neli Asih, S.H., haruslah dikabulkan demi hukum dan

dinyatakan putusan Pengadilan Tinggi Denpasar yang memperbaiki

putusan Pengadilan Negeri Denpasar adalah “batal demi hukum”.

Hakim menyatakan dalam pertimbangan bahwa walaupun telah ada

putusan-putusan judex facti yang kini dimohonan peninjauan kembali

(PK) oleh Pemohon PK Ketut Neli Asih, S.H., pekerjaan Notaris/PPAT


64

Denpasar, Bali, ternyata setelah ditelusuri fakta hukumnya dan dianalisa

secara yuridis maka ditemukan dakwaandakwaan Penuntut Umum yang

mendasari putusan judex facti adalah terbukti faktanya tetapi bukan

merupakan tindak pidana penipuan ataupun tindak pidana lainnya, atas

dasar perbuatan Terdakwa termasuk sebagai pihak yang menjalankan

kewenangannya sebagai Notaris/PPAT sesuai dengan Undang-Undang

Jabatan Notaris.

Hakim menimbang, bahwa dengan demikian, permohonan

peninjauan kembali dinyatakan dapat dibenarkan dan permohonan

peninjauan kembali tersebut dikabulkan, oleh karena itu berdasarkan Pasal

263 Ayat (2) juncto Pasal 266 Ayat (2) huruf b angka (1) Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana terdapat cukup alasan untuk membatalkan putusan Pengadilan

Tinggi Denpasar Nomor 27/Pid/2019/PT DPS tanggal 27 Juni 2019

tersebut dan Mahkamah Agung akan mengadili kembali perkara tersebut

dengan amar seperti yang akan disebutkan.

Hukum Acara Pidana merupakan hukum formil atas adanya hukum

pidana yang bersifat materiil. Menurut Wirjono Projodikoro (Mantan

Ketua Mahkamah Agung RI), “Hukum Acara Pidana berhubungan erat

dengan adanya Hukum Pidana, maka dari itu merupakan suatu rangkaian

peraturanperaturan yang memuat cara bagaimana badan-badan pemerintah

yang berkuasa, yaitu Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan harus


65

bertindak guna mencapai tujuan Negara dengan mengadakan hukum

pidana.”43

Hukum acara merupakan urat nadi kehidupan hukum materiil yang

memberikan tuntunan atau pedoman dalam pelaksanaan hukum materiil

sehingga dapat memeberikan kepastian hukum kepada semua pihak yang

terkait dalam rangka menegakan hukum dan keadilan, kalau tidak akan

terjadi eigenrichting, maka dari pada itu hukum acara tidaklah boleh

disimpangi dalam penegakannya karena hukum acara berfungsi

mengontrol/mengawasi aparat penegak hukum dalam mnegakkan hukum

materiil.44

Upaya hukum dalam penegakan hukum pidana merupakan salah

satu hal yang diatur dalam KUHAP. Mengenai Upaya hukum peninjauan

kembali (PK)/ Herziening diatur dalam Pasal 263 sampai dengan Pasal

269 KUHAP. Pasal 263 ayat 1 KUHAP mengatur “terhadap putusan

pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan

bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya

dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah

Agung”. Berdasarkan Pasal 263 ayat 1 KUHAP, pihak-pihak yang dapat

mengajukan upaya hukum peninjauan kembali (PK)/ Herziening adalah

terpidana ataupun keluarga maupun ahli waris dari si terpidana. Namun,

selain terpidana dan ahli warisnya, kuasa hukum terpidana diperbolehkan

43
Wirjono Prodjodikoro. (2003). Hukum Acara Pidana di Indonesia. Bandung: Refika Aditama.
Hlm. 13.
44
H.A.S. Natabaya. (2008). Menata Ulang Sistem Peraturan Perundang-undangan Indonesia
Jakarta. Sekjen dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi. Hlm. 9-10.
66

juga untuk mengajukan upaya hukum peninjauan kembali (PK)/

Herziening.

Tujuan pembuktian dalam hukum acara pidana sendiri adalah untuk

mencari dan mendapatkan kebenaran materiil, yaitu kebenaran yang

selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan

ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk

mencari siapa pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu

pelanggaran hukum yang selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan

dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak

pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwakan itu dapat

dipersalahkan.45

Dalam rangka untuk memperoleh kepastian hukum sebagaimana

tujuan hukum itu sendiri, negara memberikan beberapa upaya dalam

rangka mencari dan memperoleh kepastian hukum itu. Upaya yang

disediakan oleh negara sendiri dimulai dari tahap banding, kasasi, maupun

upaya hukum luar biasa yakni peninjauan kembali. Tetapi apabila diajukan

Peninjauan Kembali penulis menyadari bahwa akan terjadi 2 (dua)

kemungkinan apabila diajukan peninjauan kembali jika ditemuka alat

bukti baru atau keadaan baru (Novum).46

Putusan Nomor 20 PK/Pid/2020 hakim menyatakan telah terjadi

perbedaan pendapat (dissenting opinion) dalam musyawarah Majelis

45
Rahman Amin, (2020). Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana Dan Perdata. Yogyakarta,
Deepublish. Hlm 60
46
Krisye Ivone Kalengkongan. (2022). Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Setelah
Ditemukan Alat Bukti Baru Dalam Hukum Pidana Di Indonesia , Lex Crimen Vol. XI/No. 1.
67

Hakim dan telah diusahakan dengan sungguh-sungguh tetapi tidak tercapai

mufakat, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 30 Ayat (3) Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung, perbedaan

pendapat (dissenting opinion) dari Hakim Agung Sri Murwahyuni, S.H.,

M.H., dimuat sebagai berikut:

a. Bahwa alasan pemohon peninjauan kembali tidak dapat dibenarkan; -


Bahwa tidak ada bukti baru yang diajukan oleh Pemohon peninjauan
kembali yang dapat dijadikan dasar pertimbangan untuk membebaskan
Terpidana dari dakwaan atau melepaskan Terpidana dari segala
tuntutan hukum atau mengurangi pidana yang dijatuhkan terhadap
Terpidana dalam perkara ini;
b. Bahwa tidak ada kekhilafan atau kekeliruan yang nyata dari putusan
Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 196/Pid.B/2019/PN Dps tanggal
25 April 2019 juncto putusan Pengadilan Tinggi Denpasar Nomor
27/Pid/2019/PT DPS tanggal 27 Juni 2019, karena judex facti telah
mempertimbangkan keterangan saksi-saksi, keterangan Terpidana dan
surat-surat yang diajukan dalam persidangan, terbukti hal-hal sebagai
berikut;
c. Bahwa pada saat Terpidana dan para pihak (saksi korban dan saksi
Gunawan Priambodo) menandatangani akta kuasa menjual atas tanah
yang dimaksud dalam SHGB nomor 7062, SHGB nomor 7062 tidak
ada pada Terpidana. Pembuatan akta kuasa menjual tersebut hanya
berdasarkan kopi sertifikat nomor 7062, Perjanjian Pengikatan Jual
Beli (PPJB) dan akta kuasa menjual yang dibuat 2 (dua) tahun lalu
yang dibuat oleh Notaris Putu Trisna Rosilawati;
d. Bahwa Terpidana tidak melakukan konfirmasi pada Notaris Putu
Trisna Rosilawati apakah akta kuasa menjual yang dibuat 2 (dua)
tahun lalu tersebut masih berlaku atau tidak, dan ternyata akta kuasa
menjual tersebut telah dicabut oleh PT. Nuansa Bali Utama dan SHGB
nomor 7062 tersebut masih atas nama PT. Nuansa Bali Utama bukan
atas nama Gunawan Priambodo;
e. Bahwa dengan hanya menunjukkan kopi sertifikat tanah dan akta
kuasa menjual tanpa menunjukkan aslinya tentu obyek dalam akta
kuasa menjual menjadi tidak jelas tanahnya, jika transaksi atau
pembuatan akta tidak jelas keberadaannya seharusnya Terpidana
menolak atau menunda hingga SHGB nomor 7062 tersebut diserahkan
oleh saksi Gunawan kepada Terpidana;
f. Bahwa alasan pemohon peninjauan kembali hanya pengulangan
pembelaan (pledooi) Terpidana.
68

Putusan Nomor 20 PK/Pid/2020 hakim memberikan putusan

sebagai berikut:

a. Mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari Pemohon

Peninjauan Kembali Terpidana KETUT NELI ASIH, S.H., tersebut;

b. Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Denpasar Nomor

27/Pid/2019/PT DPS tanggal 27 Juni 2019 tersebut.

Putusan Nomor 20 PK/Pid/2020 hakim juga menyatakan mengadili

kembali terdakwa dengan menyatakan sebagai berikut:

a. Menyatakan Terpidana KETUT NELI ASIH, S.H., terbukti melakukan


perbuatan sebagaimana didakwakan kepadanya, akan tetapi perbuatan
itu bukan merupakan suatu tindak pidana;
b. Melepaskan Terpidana tersebut oleh karena itu dari segala tuntutan
hukum (ontslag van alle rechtsvervolging);
c. Memulihkan hak Terpidana dalam kemampuan, kedudukan dan harkat
serta martabatnya;
d. Menetapkan agar barang bukti berupa:
1) 1 (satu) bundel salinan Akta Kuasa Menjual Nomor 03 tanggal 4
September 2014;
2) 1 (satu) bundel kuitansi pembayaran paradise loft sebesar
Rp5.542.250.000,00 (lima miliar lima ratus empat puluh dua juta
dua ratus lima puluh ribu rupiah);
3) 1 (satu) bundel kuitansi pembayaran tanah kavling Bangsing
Pecatu;
4) 1 (satu) lembar kuitansi pembayaran ruko Nusa Dua sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah);
5) 1 (satu) bundel pembayaran ruko Diponegoro sebesar
Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah);
6) Salinan PPJB nomor 30 tanggal 20 November 2012;
7) Salinan Akta Kuasa Nomor 31 tanggal 20 November 2012;
8) Salinan Akta Pembatalan Nomor 5 tanggal 4 Juli 2014;
9) Salinan Akta Pencabutan Kuasa Nomor 6 tanggal 4 Juli 2014;
10) Tanda terima HGB 7062/Kerobokan;
11) Bukti pengambilan HGB 7062/Kerobokan;
12) 1 (satu) lembar blok plan Paradise Loft seluas 2962 m2;
13) 1 (satu) lembar kuitansi pembelian tanah dari SARIYANTO, S.E.,
kepada Gunawan Priambodo sebesar Rp3.500.000.000,00 (tiga
miliar lima ratus juta rupiah);
69

14) 1 (satu) lembar surat keterangan lunas yang dibuat di Notaris


TRISKA DAMAYANTI, S.H.;
15) 1 (satu) bundel PPJB nomor 6 tanggal 26 April 2016;
16) 1 (satu) bundel Akta Pembatalan nomor 18 tanggal 13 Agustus
2016;
17) 1 (satu) bundel PPJB nomor 28 tanggal 13 Agustus 2016;
Dipergunakan dalam pembuktian perkara atas nama Terdakwa
Gunawan Priambodo;
e. Membebankan biaya perkara pada pemeriksaan Peninjauan Kembali
kepada Negara.

Hubungan yang terjalin antara Notaris dengan kliennya terjadi

ketika klien datang ke Notaris meminta agar tindakan atau perbuatannya

diformulasikan ke dalam akta otentik sesuai dengan kewenangannya.

Kemudian, Notaris membuat akta tersebut sesuai permintaan atau

kehendak kliennya. Tujuan dibuatnya akta otentik semata-mata agar akta

itu dapat digunakan sebagai bukti yang kuat jika suatu saat terjadi

perselisihan antar para pihak atau terdapat gugatan dari pihak lain. Hal ini

karena akta otentik memiliki kekuatan pembuktian lahiriah, formil dan

materil.

Tujuan Notaris diberikan hak ingkar berdasarkan Pasal 170 Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana adalah untuk melindung rahasia

jabatan. Namun faktanya, hak ingkar ini tidak berarti apa-apa ketika

berhadapan dengan kepentingan proses peradilan. Hal ini disebabkan

karena dalam Undang-Undang Jabatan Notaris khususnya dalam Pasal 4

ayat (2) dan Pasal 16 ayat (1) huruf f tidak memberikan kejelasan

mengenai kewajiban ingkar Notaris. Kehadiran Notaris memegang

peranan penting dalam lalu lintas hukum, khususnya yang berkaitan

dengan pembuatan alat bukti tertulis yang bersifat otentik. Hal ini
70

bertujuan untuk menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan

hukum yang dibutuhkan masyarakat terkait alat bukti tertulis yang

memiliki sifat otentik mengenai keadaan, peristiwa, atau perbuatan

hukum, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 1868 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata.

Kewajiban ingkar ini dapat berakhir manakala terdapat peraturan

perundang-undangan yang memerintahkan Notaris untuk membuka

rahasia jabatannya. Sekalipun demikian kewajiban Notaris masih dapat

merahasiakannya dengan mempergunakan hak ingkar (verschoningsrecht)

yang diberikan kepadanya berdasarkan ketentuan sebagai berikut:

Pasal 1909 ayat (2) butir 3e Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata, yang berbunyi:

“Segala siapa yang karena kedudukannya, pekerjaannya atau jabatannya


menurut undang-undang diwajibkan merahasiakan sesuatu, namun
hanyalah semata-mata mengenai hal-hal yang pengetahuannya
dipercayakan kepadanya sebagai demikian.”

Pasal 170 ayat (1) KUHAP, berbunyi:

“Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya


diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban
untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang
dipercayakan kepada mereka.”

Berdasarkan penjelasan yang disampaikan penulis maka dapat

ditarik beberapa kesimpulan yaitu bahwa proses pelaksanaan pemeriksaan

notaris oleh majelis pengawas daerah dengan menggunakan norma hukum

bersifat tertutup untuk umum pada Pasal 83 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004, tentang Jabatan Noratis menyatakan bahwa,


71

“Organisasi notaris menetapkan dan menegakkan kode etik notaris.”

Kemudian di dalam ketentuan Pasal 13 ayat (1) Anggaran Dasar Ikatan

Notaris Indonesia, yang ditetapkan berdasarkan Kongres Luar Biasa

Ikatan Notaris Indonesia di Bandung pada tanggal 28 Januari 2005,

menyatakan : “Untuk menjaga kehormatan dan keluhuran martabat jabatan

notaris, perkumpulan mempunyai kode etik notaris yang ditetapkan oleh

kongres dan merupakan kaidah moral yang wajib ditaati oleh setiap

anggota perkumpulan.”

Pasal 54 UU Jabatan Notaris berbunyi: “ Notaris hanya dapat

memberikan, memperlihatkan atau memberitahukan isi akta, Grosse Akta,

Salinan Akta dan Kutipan Akta kepada orang yang berkepentingan

langsung pada akta, ahli waris atau orang yang mempunyai hak, kecuali

ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.”

Proses pelaksanaan pemeriksaan notaris oleh Majelis Pengawas

Daerah dengan menggunakan norma hukum bersifat tertutup untuk umum

sidang pemeriksaan yang dilakukan tersebut merupakan kewenangan dari

Majelis Pengawas Daerah (MPD) untuk memeriksa adanya dugaan

pelanggaran kode etika Notaris atau pelanggaran pelaksanaan jabatan

Notaris.

Sanksi terhadap Notaris yang membuka rahasia jabatannya

dengan mengabaikan Hak Ingkar yang melekat padanya dapat dikenai

saksi Kode Etik Notaris I;

a. Bab III tentang Kewajiban, Larangan dan Pengecualian yang termuat


dalam Pasal 4 angka 15 isinya melakukan pelanggaran terhadap Kode
72

Etik Notaris, dan tidak terbatas pada pelanggaran-pelanggaran


terhadap UUJN, Isi Sumpah Jabatan, ketentuan dalam AD/ART INI;
b. Bab IV Pasal 6 tentang Sanksi yang akan dikenakan terhadap
pelanggaran kode etik yaitu teguran; Peringatan; Schorsing
(pemecatan sementara) dari keanggotaan perkumpulan; Onzetting
(pemecatan) dari keanggotaan perkumpulan; Pemberhentian dengan
tidak hormat dari keanggotaan perkumpulan (Rasta, 2014).

Sanksi administratif merupakan sanksi yang timbul dari hubungan

antara pemerintah (melalui lembaga yang berwenang) dan warganya.

Tanpa perantara seorang hakim, sanksi itu dapat langsung dijatuhkan oleh

pemerintah. Ketiadaan peran hakim dalam pemberian sanksi administratif

adalah karena sifat administratif yang melekat pada sanksi

tersebut.Penjatuhan sanksi administratif biasanya dilakukan oleh suatu

lembaga tertentu yang berwenang untuk memberikan sanksi tersebut.

Perbuatan yang dapat diberikan sanksi administratif adalah pelanggaran

yang tidak termasuk dalam perbuatan pidana maupun pelanggaran dalam

hukum perdata. Dalam hal ini, MPD diberi wewenang untuk menjatuhkan

sanksi yang tertuju langsung terhadap notaris yang melakukan kelalaian

dalam pencatatan repertorium.

MPD memberikan sanksi berupa yang pertama adalah teguran

lisan. MPD tidak semena-mena memberikan sanksi berat secara langsung,

tetapi MPD akan menjalankan fungsi pembinaan pelaksanaan jabatan

Notaris. Pembinaan ini bertujuan untuk menghindari 2 jenis kesalahan

yang sering dilakukan Notaris :

a. Kesalahan administratif Adalah kesalahan ringan, yakni kesalahan

yang diakibatkan karena kurang kehati-hatian Notaris atau karena


73

kurang pengetahuan dalam ilmu kenotariatan. Dalam hal pembuatan

akta, kesalahan ini tidak menghilangkan sifat keotentikan akta

tersebut.

b. Kesalahan substantif Adalah kesalahan berat. Kesalahan yang

mengakibatkan hilangnya keotentikan dari suatu akta. Misalnya dalam

komparisi, premis atau isi akta, atau juga dalam mengisi daftar

repertorium. Bentuk pembinaan yang dilakukan dengann membuat

berita acara pemeriksaan yang nantinya akan dikirim ke MPW.

Kewenangan (authority, gezag) dalam ruang lingkup tata negara

memiliki arti sebagai sebuah kekuasaan yang formal terhadap golongan

tertentu atau terhadap suatu bidang tertentu pada lembaga pemerintahan.

Secara etimologis kata wewenang berasal dari kata dasar wenang

merupakan terjemahan dari Competentie atau bevouegheid serta gezag dari

bahasa belanda.

Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Majelis Pemeriksa Peraturan

Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor 17 Tahun 2021 Tentang

Tugas Dan Fungsi, Syarat Dan Tata Cara Pengangkatan Dan

Pemberhentian, Struktur Organisasi, Tata Kerja, Dan Anggaran Majelis

Kehormatan Notaris mempunyai dua tugas sebagaimana dijelaskan pada

Pasal 26;

(1) Dalam melakukan pemeriksaan terhadap Notaris, ketua Majelis


Kehormatan Notaris Wilayah membentuk Majelis Pemeriksa
beranggotakan sebanyak 3 (tiga) orang yang terdiri dari setiap unsur
anggota Majelis Kehormatan Notaris Wilayah.
74

(2) Pembentukan Majelis Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dilakukan dalam waktu paling lama 5 (lima) Hari terhitung sejak
tanggal laporan diterima.
(3) Majelis Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berwenang
memeriksa, meminta dokumen yang dibutuhkan, dan membuat berita
acara pemeriksaan untuk diputuskan dalam rapat pleno Majelis
Kehormatan Notaris.
(4) Setiap hasil pemeriksaan Majelis Pemeriksa sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dilaporkan kepada ketua Majelis Kehormatan Notaris
Wilayah.
75

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Proses Pembuatan Akta Jual Beli Yang Dilakukan Oleh Notaris

Terkait dengan Perjanjian/Pengikatan itu sendiri prosedurnya

sudah ada dalam KUHPerdata tentang pengertian pengikatan, syarat

sahnya pengikatan dan lain sebagaianya. Disini pertanggungjawaban

noatris/PPAT yang dimaksud adalah terkait prosedur yang dijalankan

dalm proses pembuatan PPJB hingga AJB tersebut. Apabila akta

pengikatan jual beli atas tanah yang ditandatangani dan dibuat oleh

Notaris/PPAT ada kekeliruan, tidak sesuai dengan tata cara

pembuatannya, maka Notaris memiliki tanggungjawab secara hokum

terhadap siapa dan kepada siapa akta perjanjian jual beli dibuatnya, dan

apabila Notaris terbukti melakukan kesalahan baik disengaja maupun

tidak disengaja, maka akibat hokum yang timbul dapat dikenakan sanksi

sesuai dengan tingkat kesalahan atau kekeliruan terhadap akta pengikatan

jual beli yang dibuatkan seorang Notaris/PPAT dapat dikenakan sanksi

meliputi sanksi administrasi, sanksi perdata, sanksi pidana maupun kode

etik profesi jabatan Notaris.

Bahwa fakta persidangan Putusan Nomor 20 PK/Pid/2020

menyatakan saksi Gunawan Priambodo juga merasa heran kenapa

Terdakwa yang diproses hukum, padahal yang bertransaksi jual beli tanah
76

adalah saksi Gunawan Priambodo dengan saksi korban Marhendro Anton

Inggriyono dan walaupun ada kelalaian Terdakwa dalam proses

pembuatan surat kuasa akta jual beli antar para saksi tersebut, maka

penyelesaiannya bukan jalur pidana melainkan jalur administratif karena

Terdakwa adalah selaku pejabat publik yaitu Notaris/Pejabat Pembuat

Akta Tanah (PPAT).

Pasal 67 Undang-Undang Jabatan Notaris menegaskan bahwa

pengawasan terhadap notaris dilakukan oleh menteri yaitu dalam hal ini

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Selain itu, pengawasan dalam

hal ini meliputi juga pembinaan yang dilakukan oleh menteri kepada

notaris. Substansi pengawasan ini tidak hanya seputar pelaksanaan jabatan

notaris berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris saja, namun juga

berdasarkan Kode Etik dan aturan hukum lainnya yang berlaku.

Hubungan yang terjalin antara Notaris dengan kliennya terjadi

ketika klien datang ke Notaris meminta agar tindakan atau perbuatannya

diformulasikan ke dalam akta otentik sesuai dengan kewenangannya.

Kemudian, Notaris membuat akta tersebut sesuai permintaan atau

kehendak kliennya. Tujuan dibuatnya akta otentik semata-mata agar akta

itu dapat digunakan sebagai bukti yang kuat jika suatu saat terjadi

perselisihan antar para pihak atau terdapat gugatan dari pihak lain.

Pasal 83 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004, tentang

Jabatan Noratis menyatakan bahwa, “Organisasi notaris menetapkan dan


77

menegakkan kode etik notaris.” Kemudian di dalam ketentuan Pasal 13

ayat (1) Anggaran Dasar Ikatan Notaris Indonesia, yang ditetapkan

berdasarkan Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia di Bandung

pada tanggal 28 Januari 2005, menyatakan : “Untuk menjaga kehormatan

dan keluhuran martabat jabatan notaris, perkumpulan mempunyai kode

etik notaris yang ditetapkan oleh kongres dan merupakan kaidah moral

yang wajib ditaati oleh setiap anggota perkumpulan.”

2. Pertimbangan Hakim Membebaskan Notaris Berdasarkan Terkait

Penipuan Pembuatan Akta Jual Beli

Pertimbangan hakim membebaskan notaris berdasarkan terkait

penipuan pembuatan akta jual beli sesuai fakta hukum, maka tentang

kerugian saksi korban Marhendro Anton Inggriyono yang dirugikan oleh

saksi Gunawan Priambodo yang tidak melakukan prestasi/kewajibannya

atau wanprestasi ternyata Terdakwa yang diproses hukum pidana, padahal

sesuai fakta persidangan Terdakwa sama sekali tidak memperoleh

keuntungan atas transaksi pembuatan surat kuasa akte jual beli tanah di

Paradise Loft, melainkan yang memperoleh keuntungan adalah saksi

Gunawan Priambodo, hal ini sesuai laporan polisi yang dibuat oleh saksi

korban yang melaporkan saksi Gunawan Priambodo, bukan melaporkan

Terdakwa.

Walaupun Terdakwa diduga telah lalai dalam proses membuat

akte kuasa penjual tanah antara saksi korban dengan saksi Gunawan
78

Priambodo, hal tersebut merupakan ranah administratif selaku

Notaris/PPAT bukan ranah pidana. Bahwa berdasarkan dan beralasan

hukum untuk menyatakan bahwa perkara permohonan peninjauan kembali

atas nama Ketut Neli Asih, S.H., haruslah dikabulkan demi hukum dan

dinyatakan putusan Pengadilan Tinggi Denpasar yang memperbaiki

putusan Pengadilan Negeri Denpasar adalah “batal demi hukum”.

Berdasarkan penjelasan yang disampaikan penulis maka dapat

ditarik beberapa kesimpulan yaitu bahwa proses pelaksanaan pemeriksaan

notaris oleh majelis pengawas daerah dengan menggunakan norma hukum

bersifat tertutup untuk umum pada Pasal 83 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004, tentang Jabatan Noratis menyatakan bahwa,

“Organisasi notaris menetapkan dan menegakkan kode etik notaris.”

Kemudian di dalam ketentuan Pasal 13 ayat (1) Anggaran Dasar Ikatan

Notaris Indonesia, yang ditetapkan berdasarkan Kongres Luar Biasa

Ikatan Notaris Indonesia di Bandung pada tanggal 28 Januari 2005,

menyatakan : “Untuk menjaga kehormatan dan keluhuran martabat

jabatan notaris, perkumpulan mempunyai kode etik notaris yang

ditetapkan oleh kongres dan merupakan kaidah moral yang wajib ditaati

oleh setiap anggota perkumpulan.”

Sanksi administratif merupakan sanksi yang timbul dari hubungan

antara pemerintah (melalui lembaga yang berwenang) dan warganya.

Tanpa perantara seorang hakim, sanksi itu dapat langsung dijatuhkan oleh
79

pemerintah. Ketiadaan peran hakim dalam pemberian sanksi administratif

adalah karena sifat administratif yang melekat pada sanksi

tersebut.Penjatuhan sanksi administratif biasanya dilakukan oleh suatu

lembaga tertentu yang berwenang untuk memberikan sanksi tersebut.

Perbuatan yang dapat diberikan sanksi administratif adalah pelanggaran

yang tidak termasuk dalam perbuatan pidana maupun pelanggaran dalam

hukum perdata. Dalam hal ini, MPD diberi wewenang untuk menjatuhkan

sanksi yang tertuju langsung terhadap notaris yang melakukan kelalaian

dalam pencatatan repertorium.

B. Saran

Anda mungkin juga menyukai