Disusun Oleh :
Kelompok 1 ( Kelas 4A )
Penulis
I
DAFTAR ISI
II
BAB I
PENDAHULUAN
1
Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia, Bank Syariah: Konsep, Produk dan
Implementasi Operasional, Penerbit Djambatan, Jakarta, 2001 h. 21
2
Republik Indonesia, Undangan-undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah Pasal 1 angka 12
1
sistem ekonomi Islam, bunga dapat dinyatakan sebagai riba yang haram hukumnya
menurut syariah Islamiyah. Dalam praktiknya ketentuan bagi hasil usaha harus
ditentukan di muka atau pada awal akad atau kontrak usaha disepakati oleh pihak-pihak
yang terlibat dalam akad.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005), h. 17.
4
Nur Rianto Al Arif, Dasar-Dasar Pemasaran Bank Syariah, Bandung; Alfabeta, 2012, h.
5
Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, Jakarta: Rajawali Pers, 2014, h. 302
6
Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, Yogyakarta: Rajawali Pers, 2014, h. 303
3
b) Karyawan Para pegawai dapat memperoleh kesejahteraan dari bank yang
dikelolanya.
c) Masyarakat
1) Pemilik dana Sebagaimana pemilik, mereka mengharapkan dari dana yang
diinvestasikan akan diperoleh bagi hasil.
2) Debitur Para debitur, dengan penyediaan dana baginya, mereka terbantu guna
menjalankan usahanya (sektor produktif) atau terbantu untuk pengadaan
barang yang di-inginkannya (pembiayaan) konsumtif.
3) Masyarakat umumnya-konsumen Mereka dapat memperoleh barang-barang
yang dibutuhkannya.
d) Pemerintah Akibat penyediaan pembiayaan, pemerintah terbantu dalam
pembiayaan pembangunan Negara, 19 di samping itu akan diperoleh pajak (berupa
pajak penghasilan atas keuntungan yang diperoleh bank dan juga perusahaan-
perusahaan).
e) Bank Bagi bank yang bersangkutan, hasil dari penyaluran pembiayaan, diharapkan
bank dapat meneruskan dan mengembangkan usahanya agar tetap bertahan dan
meluas jaringan usahanya, sehingga semakin banyak masyarakat yang dapat
dilayaninya.
4
2.4 Jenis Jenis Produk Pembiayaan Syariah
Dalam penyaluran dananya, bank syariah memiliki berbagai macam produk
pembiayaan yang menjadi beberapa jenis antar lain:
1. ) Pembiayaan Ritel
Pembiayaan ritel merupakan penyaluran dana yang diberikan kepada
nasabah perorangan ataupun badan usaha dengan tujuan penggunaan kegiatan
usaha. Besarnya plafon yang diberikan pada segmen ritel ini berbeda-beda pada
setiap bank syariah Berikut beberapa alasan kegiatan usaha yang dimiliki
perorangan ataupun badan usaha memerlukan pembiayaan ritel:
a. Pembiayaan penambahan persediaan berang (inventory) atau menjaga
persediaan level minimum.
b. Tagihan dan supplier lebih cepat dibandingkan dengan pembayaran dari
costumer.
c. Beberapa costumer besar meminta penundaan pembayaran.
d. Diversifiaksi usaha dan produk.
e. Ekspansi bisnis sehingga membutuhkan kantor baru atau peralatan/
perlengkapan produksi baru.
f. Modernisasi peralatan/perlengkapan.
Berdasarkan bentuknya, pada umumnya pembiayaan ritel maupun jenis
pembiayaan produktif lain dibagi menjadi 2 (dua), yaitu cash financing dan non-
cash financing sebagaimana tertuang pada bagan berikut:
5
2. ) Pembiayaaan Kostumer
Tidak diperoleh kesepakatan yang teguh di antara para ahli hokum dan
ahli ekonomi Muslim mengenai apakah bank-bank syariah diperbolehkan
memberikan pembiayaan jangka pendek (short-term finance) untuk
tujuan tujuan konsumtif. Menurut pendapat yang pertama yang dikemukakan
oleh beberapa penulis, bahwa dalam suatu masyarakat Islam, seseorang tidak
seyogianya hidup melampaui kekayaannya (kemampuannya). Oleh karena itu,
suatu bank syariah seharusnya tidak diperbolehkan memberikan peluang bagi
seseorang untuk dapat memperoleh barang-barang konsumtif (consumer durable)
dengan jalan bank itu menawarkan fasilitas-fasilitas keuangan. Pendapat ini
didasarkan pada sikap negatif dari Islam terhadap kredit dan utang. Islam tidak
menganjurkan bagi penganutnya untuk mengambil pinjaman7. Dalam hubungan
ini, kredit konsumtif (consumer credit) seharusnya hanya disediakan bagi mereka
yang miskin sebagai pinjaman bantuan atau qard hasan tanpa biaya. Pinjaman
yang demikian itu seharusnya hanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan yang mendasar dan bukan untuk keperluan membiayai pembelian
barang-barang mewah. Dengan memberikan pinjaman kepada mereka itu, bank
syariah akan mendapat memenuhi salah satu dari tanggung jawab sosialnya.
Pendapat kedua menegenai hal ini ialah, bahwa pinjaman kosumtif se -
harusnya disediakan oleh lembaga-lembaga keuangan yang khusus, misalnya
mutual co-operation institutions, dan oleh lembaga-lembaga milik pemerintah.
Pendapat pragmatis yang ketiga menyatakan bahwa perbankan syariah tentu saja
seharusnya meneydiakan kredit konsumtif (consumer credit) dengan menerima
imbalan berupa service fee. Bank yang bersangkutan dapat memperkirakan
jangka waktu dari setiap transaksi, dan menambahkan suatu biaya tetap pada
pinjaman tersebut. Hal ini berbeda dengan tingkat bunga (interst rate) oleh karena
service fee itu tidak dikaitkan dengan jangka waktu.
Pembiayaan Konsumer merupakan penyaluran dana kepada nasabah
yang bertujuan untuk pembelian barang yang bersifat konsumtif atau digunakan
sendiri, misalnya rumah, apartemen, mobil, perlengkapan rumah tangga,
pembelian bahan material dan lain-lain. Untuk lebih jelasnya berikut beberapa
jenis dari produk pembiayaan jenis konsumer:
a. Pembiayaan Pemilikan Rumah (PPR), yaitu fasilitas pembiayaan yang
diberikan kepada nasabah perorangan untuk pembelian rumah/tempat
tinggal.apartemen/rukan yang dijual melalui developer, perorangan, juga jual
beli take over dan renovasi bukan diperuntukkan Muntuk usaha.
b. Pembiayaan Pemilikan Kendaraan Bermotor, merupakan fasilitas pembiayaan
yang diberikan dengan tujuan untuk pembelian kendaraan bermotor, misalnya
mobil dan sepeda motor. Pada umumnya pembiayaan pemilikan kendaraan
bermotor menggunakan akad murabahah.
c. Pembiayaan tanpa agunan, merupakan pembiayaan yang diberikan tanpa
second way out berupa fixed asset. Pembiayaan ini diberikan dengan
mempertimbangkan kemampuan nasabah pembiayaan untuk membayar
7
Menurut Islam, penerima pinjaman yang melakukan jihad dengan ikut berperang, namun tanpa izin dari pemberi
pinjaman dan apabila ia kemudian mati sebagai suhada’, ia tidak akan diterima masuk surga apabila pemberi
pinjaman tifak membebaskannya dari utangnya (Kazarian, 1993:68).
6
angsurannya setiap bulan atau dilakukan dengan cover asuransi berbasis
syariah. Bank-bank di Indonesia, produk pembiayaan tanpa agunan belum
berkembang dengan baik karena selain produk tersebut memiliki resiko relatif
tinggi, juga belum ada fatwa dan peraturan OJK yang mengaturnya.
d. Pembiayaan Multiguna, yaitu fasilitas penyaluran dana kepada
perorangan/individu yang memiliki sumber penghasilan tetap maupun tidak
tetap untuk berbagai keprluan atau keperluan konsumtif dengan agunan/jaminan
berupa surat kepemilikan tanah, rumah tinggal/ apartemen/ruko/rukan yang
dimiliki berdasarkan prinsip syariah. Pembiayaan multiguna dimaknai sebagai
pembiayaan yang ditujukan untuk multi purpose dan harus dilandaskan pada
underlying asset & transaction dengan melampirkan bukti pembelian barang
dari dana pembiayaan yang telah cair untuk menghindari transaksi riba.
e. Kartu pembiayaan syariah merupakan kartu plastik yang dikeluarkan oleh bank
syariah yang diberikan kepada nasabah untuk dapat digunakan sebagai alat
transaksi pembayaran maupun penarikan tunai berdasarkan prinsip syariah yang
sesuai dengan ketentuan fatwa DSN-MUI. Sesuai fatwa Nomor 42/DSN-
MUI/V/2004 tentang syariah card, produk ini menggunakan akad qard, ijarah
dan kafalah. Akad qardh dan ijarah dijadikan landasan transaksi penarikan tunai
di seluruh mesin ATM di bawah pengelolaan bank penerbit kartu. Penarikan
tunai melalui mesin ATM menggunakan akad qardh dan pemanfaatan layanan
mesin ATM menggunakan akad ijarah. Besaran fee (ujrah) sesuai dengan
kebijakan bank penerbit kartu plastik tersebut. Akad kafalah digunakan ketika
card holder melakukan transaksi di seluruh merchant yang memiliki perangkat
EDC berlabel master ataupun VISA. Card holder bertransaksi dengan
mengambil barang atau jasa yang ada pada merchant sesuai yang diperlukan
dan bank penerbit menjamin pembayaran atas barang dan jasa yang dinikmati
pemegang kartu.
7
2.5 Produk Penyalur Dana (OJK)
Dalam menyalurkan dananya pada nasabah, secara garis besar produk
pembiayaan syariah terbagi ked lam empat kategori yang dibedakan berdasarkan
tujuan penggunaannya, yaitu:
1) Pembiayaan dengan prinsip jual-beli,
Prinsip jual Beli (Ba'i), Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan
adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda (transfer of property). Tingkat
keuntungan bank ditentukan di depan menjadi bagian harga atas barang yang dijual.
Transaksi jual-beli dapat dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan
waktu penyerahan barangnya, yakni sebagai berikut:
a) Pembiayaan murabahah
Murabahah (al-bai bi tsaman ajil) lebih dikenal sebagai murabahah saja.
Murabahah berasal dari kata ribhu (keuntungan), adalah transaksi jual belil di mana
bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual, sementara
nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah
keuntungan (marjin)
Kedua belah pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran.
Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat
berubah selama berlakunya akad. Dalam perbankan murabahah selalu dilakukan
dengan cara pembayran cicilan (bi tsaman ajil, atau muajjal). Dalam transaksi ini
barang diserahkan segera setelah akad, sementara pembayaran dilakukan secara
tangguh/cicilan.
8
Gambar Skema pembiayaan murabahah
b) Pembiayaan Salam
Salam adalah transaksi jual beli di mana barang yang diperjualbelikan
belum ada. Oleh karena itu, barang diserahkan secara tangguh sementara
pembayaran dilakukan secara tunai. Bank bertindak sebagai pembeli, sementara
nasabah sebagai penjual. Sekilas transaksi ini mirip jual beli ijon, namun dalam
transaksi ini kuantitas, kualitas, harga, dan waktu penyerahan barang harus
ditentukan secara pasti.
Dalam praktik perbankan, ketika barang telah diserahkan kepad bank,
maka bank akan menjualnya kepada rekanan nasabah atau nasabah itu sendiri secara
tunai atau secara cicilan. Harga jual yang ditetapkan oleh bank adalah harga beli
bank dari nasabah ditambah keuntungan. Dalam hal ini bank menjualnya secara tunai
biasanya disebut dengan pembiayaan talangan (bridging financing). Sedangkan
dalam hal bank menjualnya secara cicilan.
c) Pembiayaan Istishna'
Produk istishna' menyerupai produk salam, tapi dalam istishna'
pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin)
pembayaran. Skim istishna' dalam Bank Syariah umumnya diaplikasikan pada
pembiayaan manufaktur dan konstruksi.
9
pada objek transaksinnya. Bila pada jual-beli objek transaksinya adalah barang pada
ijarah objek transaksinya adalah jasa.
Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang
disewakannya kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah dikenal ijarah
muntahhiyah bittamlik (sewa yang diikuti dengan berpindahnya kepemilikan).
Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian.
10
b) Pembiayaan Mudharabah
Secara spesifik terdapat bentuk musyarakah yang populer dalam produk
perbankan syariah yaitu mudharabah. Mudharabah adalah bentuk kerja sama anatara
dua atau lebih pihak di mana pemilik modal kepada pengelola (mudharib) dengan
suatu perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk ini menegaskan kerja sama dalam
paduan kontribusi 100% modal kas dari shahib al-maal dan keahlian dari mudharib.
Transaksi jenis ini tidak mensyaratkan adanya wakil shahib al-maal dalam
manajemn proyek. Sebagai orang kepercayaan, mudharib harus bertindak hati-hati
dan bertanggung jawab untuk setiap kerugian yang terjadi akibat kelalaian.
Sedangkan sebagai wakil shahib al-maal dia diharapkan untuk mengelola modal
dengan cara tertentu untuk menciptakan laba optimal.
Perbedaan yang essensial dari musyarakah dan mudharabah terletak pada
besarnya kontribusi atas manajemen dan keuangan atau salah satu di anatara itu.
Dalam mudharabah, modal hanya berasal dari satu pihak, sedangkan dalam
musyarakah modal berasal dari dua pihak atau lebih.
Musyarakah dan dan mudharabah dalam literatur fiqih berbentuk perjanjian
kepercayaan (uqud al-amanah) yang menuntut tingkat kejujuran yang tinggi dan
menjunjung keadilan. Karenanya masing-masing pihak harus menjaga kejujuran
untuk kepentingan bersama dan setiap usaha dari masingn-masing pihak untuk
melakukan kecurangan dan ketidakadilan pembagian pendapatan betul-betul akan
merusak ajaran islam.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Konsep Pembiayaan dalam perbankan syariah tidak menggunakan transaksi
yang berupa utang piutang dengan konsekuensi bunga, akan tetapi menggunakan
transaksi yang berupa sharing modal dengan sistem bagi hasil atau transaksi jual beli
dengan margin keuntungan dan sewa serta fee untuk transaksi yang bersifat jasa.
Dalam pelaksanaan pembiayaan, bank syari’ah harus memenuhi dua aspek yang
sangat penting. Pertama, aspek syar’i, di mana dalam setiap realisasi pembiayaan
kepada para nasabah, bank syari’ah harus tetap berpedoman pada syari’at Islam
(anatara lain tidak mengandung unsur maysir, garar, riba, serta bidang usahanya harus
halal). Kedua, aspek ekonomi, yaitu dengan tetap mempertimbangkan perolehan
keuntungan, baik bagi bank syari’ah maupun bagi nasabah bank syari’ah. Ada tiga
prinsip dalam melakukan akad pada bank syari’ah, yaitu: pertama, prinsip bagi hasil;
kedua, prinsip jual beli; ketiga, prinsip sewa.
3.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan pada penelitian ini, maka saran yang dapat diberikan adalah:
3. Masyarakat umum atau investor tidak perlu ragu untuk menempatkan dananya
pada bank syariah di Indonesia. Bank syariah di Indonesia memiliki tingkat
profitabilitas baik, hal ini ditunjukan dengan nilai pengaruh positifnya pendapatan dari
pembiayaan dan jasa layanan. Produk pembiayaan yang paling diminati di Indonesia
adalah murabahah yang memiliki skema paling mudah bagi UMKM, dan 6 musyarakah
yang dapat digunakan untuk kepemilikan properti, serta pada produk layanan rahn atau
gadai emas. Tingginya minat masyarakat pada produk-produk bank syariah
menunjukan bahwa bank syariah di Indonesia memiliki prospek yang baik.
4. Pemerintah semakin gencar melakukan penyebaran sosialisasi mengenai
perbankan syariah di Indonesia, serta meningkatkan pendidikan perbankan syariah.
5. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan perwakilan pemerintah yang
mengatur regulasi lembaga keuangan di Indonesia. Diharapkan OJK dapat mendukung
melalui regulasi pembiayaan syariah
6. Bagi akademisi yang hendak meneliti profitabilitas bank syariah di Indonesia,
penulis memiliki saran agar penelitian berikutnya dapat menambah data yang
digunakan karena pada penelitian ini periode data yang digunakan sedikit. Keterbatasan
data dikarenakan pada saat penelitian ini dilakukan bank-bank syariah di Indonesia
masih tergolong baru.
12
DAFTAR PUSTAKA
(Muhammad Lathief Ilhamy Nasution, 2018) Muhammad Lathief Ilhamy Nasution. (2018).
Manajemen Pembiayaan Bank Syariah. In FEBI UIN-SU Press. https://www.cairn.info/revue-
informations-sociales-2005-3-page-
48.htm%0Ahttp://repository.uinsu.ac.id/5050/1/Manajemen Pembiayaan Bank Syariah.pdf
(Syariah & Pembiayaan, 2019) Syariah, A. P. B., & Pembiayaan, P. (2019). Teori Dan
Konsep Pembiayaan, Manajemen Risisko, Linkage Program Dan Akad Mudhārābah.
1, 1–476.
(Ii, 2012) Ii, B. A. B. (2012). Nur Rianto Al Arif, Dasar-Dasar Pemasaran Bank Syariah,
Bandung; Alfabeta, 2012, h. 42. 13–33.
(Ulpah, 2020) Ulpah, M. (2020). Mariya Ulpah Madani Syari ’ ah, Vol. 3 No.2 Agustus
2020. Madani Syari’ah, 3(2), 147–160. file:///C:/Users/Acer/Downloads/208-Article
Text-297-1-10-20200831.pdf
(Wiroso, 2007) Wiroso. (2007). Produk perbankan syariah.
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005), h. 17.
Nur Rianto Al Arif, Dasar-Dasar Pemasaran Bank Syariah, Bandung; Alfabeta, 2012, h.
Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, Jakarta: Rajawali Pers, 2014, h. 302
Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, Yogyakarta: Rajawali Pers, 2014, h. 303
13