Program Studi Perbankan Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Institut Agama Islam Negeri Sultan
Amai Gorontalo
Latar Belakang
Asumsi kedua dari teori Heckscher-Ohlin adalah kedua Negara memiliki tingkat
teknologi produlsi yang sama. Padahal, tingkat teknologi yaitu memiliki dan digunakan oleh
maisng-masing neggara jelas sangat berbeda. Teknologi ini sendiri dapat dianggap sebagai
salah satu jenis faktor produksi sehingga perdangan yang didasarkan pada warisan tingkat
teknologi antar negara masih dapat dianggap tercantum dalam teori Heckscher-Ohlin. Akan
tetapi, jika perdangan itu didasarkan pada perubahan-perubahan dalam teknologi yang
senantiasa terjadi diberbagai Negara, maka teori dasar Heckscher-Ohlin itu pun kehilangan
argumentai yang relevan.
Asumsi ketiga, yakni bahwa komoditas X merupakan sebuah komoditas pada L (atau
pada tenaga kerja), sedangkan Y adalah komoditas padat K atau padat modal (hal ini berlaku
untuk kedua negara) yang mengasumsi kondisi bahwa perubahan intensitas faktor dalam
masing-masing komoditas tidak dimungkinkan. Padahal dalam perkembangan teknologi dan
sumber daya manusia saat ini, perubahan intensitas faktor tersebut merupakan kenyataan
yang tidak bisa dibantah. Namun seandainya asumsi itu tetap kita tolak, itu sama saja dengan
kita menolak teorinya.
Dari teori-teori diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa pelonggaran atas sebagian
besar asumsi dasar teori Heckscher-Ohlin tersebut hanya akan memodifikasikannya tanpa
mengganggu keberlakuannya. Tentu saja ada beberapa asumsi yang tidak bisa kita
tinggalkan. Sebagai contoh, jika kita menyisihkan asumsi skala ekonomis yang konstan atau
asumsi tentang persaingan tentang persaingan sempurna, maka itu berarti kita telah menolak
keberlakuan teori Heckscher-Ohlin. Kalau kedua asumsi tersebut kita tinggalkan, maka kita
harus mencari teori perdangan yang lain guna memahami sebagian besar transaksi perdangan
internasional atas dasar skala ekonomis yang meningkat dan persaingan tidak sempurna,
karena hubungan perdangan internasional ini tidak akan dapat dijelaskan atas teori
Heckscher-Ohlin. Demikian pula jika kita menanggalkan asumsi kebakuan teknologi. Jika
kita ingin memahami tejadinya perdagangan internasional yang didasarkan pada selisih
perubahan atau kemajuan teknologi yang terjadi dari waktu ke waktu diberbagai negara,
maka kita harus mencari teori perdagangan yang baru karena teori Heckscher-Ohlin tidak
akan dapat menjelaskannya.
Skala hasil yang konstan artinya, kita mengonsumsi bahwa jika input untuk suatu
industri dilipatduakan, maka output industri tersebut juga kan berlipat dua. Namun, dlam
kenyataannya, nahwa industri atau sektor ekonomi yang beroperasi atas dasar skala
ekonomis, sehingga semakin besar skal produksinya, akan semakin besar produktivitasnya
(dengan kelipatan yang semakin lama semakin besar). Jika terdapat skala ekonomis, pelipat
gandaan input yang diguanakan oleh suatu sektor industri akan meningkat produksi industri
lebih dari dua kali lipat semakin banyak input yang ditambahkan, akan semakin besar
kelipatannya.
Selanjutnya skala ekonomis internal muncul jika biaya per unit tergantung pada
besarnya suatu perusahaan, sehingga hal ini tidak perlu dikaitkan dengan besarnya industri
yang bersangkutan. Skala ekonomis eksternal dan internal tersebut masing-masing
menimbulkan implikasi yang bereda terhadap struktur industri. Suatu industri dimana skala
ekonomisnya sepenuhnya bersifat eksternal (yakni, dimana tidak ada keunggulan khusus begi
perusahaan-perusahaan yang memiliki skala besar) biasanya akan terdiri dari banyak
perusahaan kecil, dan strukturnya akan berkembang menjadi persainagn sempurna.
Sebaliknya, jika skala ekonomis internal memberikan perusahaan-perusahaan berukuran
besar suatu keunggulan biasanya biaya atas peruahaan-perusahaan kecil, maka hal ini pada
akhirnya dapat diciptakan struktur pasar persainagn tidak sempurna (menuju struktur pasar
monopoli). Baik skala ekonomis eksternal maupun internal merupakan penyebab penting
bagi terjadinya perdagangan internasional.
Ekspor adalah barang dan jasa yang diproduksi dalam negeri yang dijual secara luas
di luar negeri. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor bersih meliputi :
1. Selera konsumen untuk barang-barang yang diproduksi di dalam dan diluar negeri
2. Harga barang-barang di dalam dan di luar negeri
3. Nilai tukar (kurs) yang menetukan jumlah mata uang domestik yang diperlukan untuk
membeli sejumlah mmata uang asing
4. Penetapan konsumen di dalam dan luar negeri
5. Biaya membawa barang dari suatu negara ke negara lain
6. Kebijakan pemerintah terhadap perdagangan internasioanl.
Sedangkan dari sisi penawaran, ekspor dipengaruhi oleh harga domestik, nilai tukar,
kualitas produk, teknologi, kapasitas produksi, bunga modal, upah tenaga kerja, harga input,
modal dan kebijakan deregulasi (negara eksportir). Sementara berdasarkan beberapa
penelitian yang pernah dilakukan, fungsi penawwaran ekspor dipengaruhi oleh harga ekspor
dibagi dengan harga domestik dan PDB domestik sebagai indeks kapasitas produksi suatu
negara. Namun menurut Malik jumlah penawaran ekspor dipengaruhi oleh harga ekspor,
harga domestik, nilai tukar nominal dan time trend.
Teori Permintaan
Dari sisi permintaan, Blanchard (2006) menyatakan bahwa ekspor dipengaruhi oleh
nilai tukar riil dan pendapatan negara mitra dagang. Apabila pendapatan negara mitra dagang
tinggi maka permintaan akan barang-barang domestik akan meningkat artinya ekspor
meningkat. Apabila terjadi peningkatan nilai tukar riil maka permintaan terhadap ekspor akan
meningkat karena terjadi penurunan harga relatif barang-barang domestik terhadap barang-
barang negara mitra dagang.
Ada lima hal dominan yang menyebabkan terjadinya perubahan permintaan ekspor,
yaitu :
Kurva permintaan impor negara mitra dagang diturunkan dari kurva permintaan
konsumen dari penawaran produsen di negara mitra dagang. Ketika harga di negara importir
sevesar P1 maka negara ekportir akan memproduksi sebesar S1 dan konsumsi sebesar D1,
sehingga permintaan impor negara importir sebesar D1 - S1. Ketika harga negara importir
dinaikan menjadi P2 maka negara eksportir akan memproduksi sebesar S 2 dan konsumen
sebesar D2, sehingga total impor negara importir sebesar D2 – S2 (konsumsi di negara
eksportir lebih besar dari pada produksi di negara eksportir). Kurva permintaan impor
berbentuk donward sloping dikarenakan ketika harga naik, jumlah barang yang diminta
menurun. Pada posisi A, konsumsi di negara mitra dagang sama dengan produksinya
sehingga akan melakukan perdagangan.
DAFTAR PUSTAKA