Anda di halaman 1dari 12

ASAL USUL PERSEBARAN NENEK MOYANG

BANGSA INDONESIA

KELOMPOK II :

- AKMAL CHANDRA KUZUMA


- DINDA LUTFIAH
- MUHAMAD HAIKAL FAUZI
- NABILAH KHAYYIRAH
- RIZKY RIZALDI

UPT SMAN 7

JL. PRINTIS KEMERDEKAAN 1 NO.2 BABAKAN KOTA TANGERANG


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan
banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin


masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Tangerang, 4 Agustus 2018


 PENJELASAN

Lebih dari 500 suku bangsa Indonesia merupakan kekayaan bangsa


Indonesia yang tidak dimiliki oleh Negara lain. Namun kekayaan
tersebut dapat menjadi sebuah masalah jika kita tidak pandai dalam
mengelola perbedaan yang ada tersebut.
Menurut Sarasin bersaudara, penduduk asli Kepulauan Indonesia
adalah ras berkulit gelap dan bertubuh kecil. Awalnya mereka tinggal di
Asia bagian Tenggara. Ketika zaman es mencair dan air laut mulai naik
terbentuk Laut Cina Selatan dan Laut Jawa, sehingga memisahkan
Pegunungan vulkanik Kepulauan Indonesia. Beberapa penduduk asli
yang tersisa menetap di daerah pedalaman, sedangkan daerah pantai
dihuni oleh penduduk pendatang. Penduduk asli disebut sebagai suku
Bangsa Vedda oleh Sarasin. Ras yang masuk dalam kelompok ini
adalah suku bangsa Hieng di Kambodja, Miaotse, Yao-Jen di Cina, dan
Senoi di Semenanjung Malaya.
Beberapa suku bangsa seperti Kubu, Lubu, Talang Mamak yang
tinggal di Sumatra dan Toala di Sulawesi merupakan penduduk tertua di
Kepulauan Indonesia. Mereka mempunyai hubungan erat dengan nenek
moyang Melanesia masa kini dan orang Vedda yang saat ini masib
terdapat di Afrika, Asia selatan, dan Oceania. Vedda itulah manusia
pertama yang datang ke pulau-pulau yang sudah berpenghuni. Mereka
membawa budaya perkakas batu. Kedua ras Melanesia dan Vedda hidup
dalam budaya mesolitik.
Berikutnya datang pendatang baru yang membawa budaya neolitik,
jumlah para pendatang lebih banyak dari pada penduduk asli. Mereka
disebut sebagai Proto Melayu dan Deutro Melayu oleh Sarasin.
1. PROTO MELAYU

Proto Melayu diyakini sebagai nenek moyang orang Melayu


Polinesia yang tersebar dari Madagaskar sampai pulau-pulau
paling timur di pasifik. Mereka diperkirakan datang dari Cina
bagian selatan.

 Ciri ciri Ras Melayu:


- Berambut lurus
- Berkulit kuning kecoklat-coklatan
- Bermata sipit
Awalnya mereka menempati pantai-pantai Sumatera Utara,
Kalimantan Barat, dan Sulawesi Barat. Ras Proto Melayu
membawa peradaban batu di Kepulauan Indonesia. Ketika datang
para imigran baru, yaitu Deutero Melayu (Ras Melayu Muda)
mereka (Ras Proto Melayu) berpindah kepedalaman dan mencari
tempat baru ke hutan-hutan sebagai tempat huniannya.
Ras Proto Melayu pun mulai mendesak keberadaan penduduk asli.
Kehidupan didalam hutan menjadikan mereka terisolasi dan
memudarkan peradaban mereka. Ras Proto Melayu pun melebur
dan kemudian menjadi suku Batak, Dayak, Toraja, Alas, dan
Gayo.
2. DEUSTERO MELAYU

Deutro Melayu merupakan ras yang datang dari Indocina bagian


selatan. Di kepulauan Indonesia, Deutro Melayu membawa budaya
baru berupa perkakas dan senjata besi (kebudayaan Dongson).
Deutro Melayu sering disebut dengan orang-orang Dongson. Bila
dibandingkan dengan ras proto melayu, peradaban Deutro Melayu
lebih tinggi. Deutro Melayu membuat perkakas dari perunggu.
Peradaban Deutro Melayu ditandai dengan keahlian mereka
mengerjakan logam dengan sempurna.

Perpindahan Deutro Melayu ke kepulauan Indonesia dapat dilihat


dari rute persebaran alat-alat yang ditinggalkan di beberapa
kepulauan di Indonesia. Alat yang mereka tinggalkan berupa kapak
persegi panjang. Peradaban tersebut dapat dijumpai di Malaka,
Sumatra, Kalimantan, Filipina, Sulawesi, Jawa, dan Nusa Tenggara
Timur.

Dalam bidang pengolahan tanah, Deutro Melayu mempunyai


kemampuan membuat irigasi di tanah-tanah pertanian. Sebelum
mereka membuat irigasi, mereka terlebih dahulu membabat hutan.
Selain itu, ras Deutro Melayu juga mempunyai peradaban
pelayaran yang lebih maju bila dibandingkan dengan
pendahulunya. Hal tersebut karena petualangan yang dilakukan
Deutro Melayu sebagai pelaut dan dibantu dengan penguasaan
mereka terhadap ilmu perbintangan.

Perpindahan yang dilakukan Deutro Melayu ada juga yang


menggunakan jalur pelayaran laut. Sebagin dari ras Deutro
Melayu ada yang mencapai kepulauan Jepang, bahkan ada yang
hingga ke Madagaskar. Kedatangan ras Deutro Melayu semakin
lama semakin banyak di kepulauan Indonesia. Dalam
perkembangan selanjutnya, Proto-Melayu dan Deutro Melayu
membaur dan kemudian menjadi penduduk di kepulauan
Indonesia. Proto Melayu meliputi penduduk di Gayo dan Alas di
Sumatra bagian utara serta Toraja di Sulawesi. Semua penduduk di
kepulauan Indonesia, kecuali penduduk papua dan yang tinggal di
sekitar pulau-pulau Papua adalah ras Deutro Melayu.

3. MELANESOID

Selain Proto-Melayu dan Deutro Melayu, di Indonesia juga ada ras


lain yaitu ras Melanesoid. Ras Melanesoid tersebar di Lautan
Pasifik di pulau-pulau yang letaknya sebelah Timur Irian dan
Benua Australia. Ras Melanesoid di kepulauan Indonesia tinggal di
Papua. Suku bangsa Melanesoid menurut Daldjoeni sekitar 70%
menetap di Papua dan yang 30% tinggal di beberapa kepulauan di
sekitar Papua dan Papua Nugini. Pada awalnya, kedatangan bangsa
Melanesoid di Papua berawal ketika zaman es berakhir (tahun
70000 SM). Ketika itu kepulauan Indonesia belum berpenghuni.
Ketika suhu turun hingga mencapai kedinginan maksimal dan air
laut menjadi beku, maka permukaan laut menjadi lebih rendah 100
m dibandingkan dengan permukaan saat ini. Pada saat tersebut
muncul pulau-pulau baru. Adanya pulau-pulau baru tersebut
memudahkan makhluk hidup berpindah dari Asia menuju ke
kawasan Oseania.

Bangsa Melanesoid melakukan perpindahan ke timur hingga


sampai ke Papua dan kemudian ke Benua Australia yang
sebelumnya merupakan satu kepulauan yang terhubungkan dengan
Papua. Pada waktu itu, bangsa Melanesoid mencapai 100 jiwa
yang meliputi wilayah Papua dan Australia. Pada waktu masa es
berakhir dan air laut mulai naik lagi pada tahun 5000 SM,
kepulauan Papua dan Benua Australia terpisah seperti yang kita
lihat saat ini. Adapun asal mula bangsa Melanesoid adalah Proto
Melanesoid. Proto Melanesoid tersebut adalah manusia Wajak
yang tersebar ke timur dan menduduki Papua, sebelum zaman es
berakhir dan sebelum kenaikan permukaan laut yang terjadi pada
waktu itu. Manusia Wajak di Papua hidup berkelompok-kelompok
kecil di sepanjang muara-muara sungai. Manusia Wajak tersebut
hidup dengan menangkap ikan di sungai dan meramu tumbuh-
tumbuhan serta akar-akaran, serta berburu di hutan belukar.
Tempat tinggalnya berupa perkampungan-perkampungan yang
terbuat dari bahan-bahan yang ringan. Sebenarnya rumah tersebut
hanya kemah atau tadah angina yang sering menempel pada
dinding gua yang besar. Kemah atau tadah angina tersebut hanya
digunakan sebagai tempat untuk tidur dan untuk berlindung,
sedangkan untuk aktivitas yang lain dilakukan di luar rumah.

Setelah itu, bangsa Proto Melanesoid terdesak oleh bangsa Melayu.


Bangsa Proto Melanesoid yang belum sempat mencapai kepulauan
Papua melakukan pencampuran dengan bangsa Melayu.
Pencampuran kedua bangsa tersebut menghasilkan keturunan
Melanesoid-Melayu yang saat ini merupakan penduduk Nusa
Tenggara Timur dan Maluku.
4. NEGRITO DAN WEDDID
Sebelum kedatangan kelompok-kelompok Melayu tua dan muda,
negeri kita sudah terlebih dahulu kemasukkan orang-orang Negrito
dan Weddid. Sebutan Negrito diberikan oleh orang-orang Spanyol
karena yang mereka jumpai itu berkulit hitam mirip dengan jenis-
jenis Negro.

Sejauh mana kelompok Negrito itu bertalian darah dengan jenis-


jenis Negro yang terdapat di Afrika serta kepulauan Melanesia
(Pasifik), demikian pula bagaimana sejarah perpindahan mereka,
belum banyak diketahui dengan pasti.

Kelompok Weddid terdiri atas orang-orang dengan kepala


mesocephal dan letak mata yang dalam sehingga nampak seperti
berang; kulit mereka coklat tua dan tinggi rata-rata lelakinya 155
cm.

Weddid artinya jenis Wedda yaitu bangsa yang terdapat di pulau


Ceylon (Srilanka). Persebaran orang-orang Weddid di Nusantara
cukup luas, misalnya di Palembang dan Jambi (Kubu), di Siak
(Sakai) dan di Sulawesi pojok Tenggara (Toala, Tokea dan
Tomuna).
Periode migrasi itu berlangsung berabad-abad, kemungkinan
mereka berasal dalam satu kelompok ras yanhg sama dan dengan
budaya yang sama pula. Mereka itulah nenek moyang orang
Indonesia saat ini.
Sekitar 170 bahasa yang digunakan di Kepulauan Indonesia
adalah bahasa Austronesia (Melayu-Polinesia). Bahasa itu
kemudian dikelompokkam menjadi dua oleh Sarasin, yaitu Bahasa
Aceh dan bahasa-bahasa di pedalaman Sumatera, Kalimantan, dan
Sulawesi.

Kelompok kedua adalah bahasa Batak, Melayu standar, Jawa, dan


Bali. Kelompok bahasa kedua itu mempunyai hubungan dengan
bahasa Malagi di Madagaskar dan Tagalog di Luzon. Persebaran
geografis kedua bahasa itu menunjukkan bahwa penggunanya
adalah pelaut-pelaut pada masa dahulu yang sudah mempunyai
peradaban lebih maju.

Di samping bahasa-bahasa itu, juga terdapat bahasa Halmahera


Utara dan Papua yang digunakan di pedalaman Papua dan bagian
utara Pulau Halmahera.

5. OUT OF AFRICA AND OUT OF TAIWAN

Ada dua arus utama dalam asal usul manusia modern dan
penyebarannya di muka bumi ini. Pendapat pertama mendukung
teori out of Africa yang menyatakan bahwa manusia berasal dari
satu kawasan, yaitu Afrika sekitar 130.000 tahun yang lalu.
Kemudian dari Afrika, manusia modern tersebut menyebar ke
seluruh penjuru bumi.
Sementara pendapat yang kedua meyakini penyebaran manusia
bisa terjadi dari sumber multiregional atau yang disebut Multi
Regional Evolution. Pendapat ini menyatakan bahwa manusia
modern tidak hanya berasal dari satu kawasan Afrika saja. Namun
juga Eropa dan Asia sebagai produk evolusi dari populasi yang
sudah ada sebelumnya.
Dari tema besar asal-usul manusia modern itu, lahirlah turunannya,
yaitu asal usul manusia di nusantara. Sementara itu pendapat yang
paling didukung ilmuwan tentang asal usul manusia nusantara
adalah Out of Taiwan. Teori ini mengemukakan bahwa awal mula
manusia di Asia Tenggara berasal dari Formosa (sekarang
Taiwan).

Mereka bermigrasi dari Taiwan menuju Filipina bagian utara.


kemudian terus bergerak ke selatan sampai bagian Maluku. Dari
Maluku sebagian bergerak ke Barat hingga masuk Jawa, Sumatra,
dan Semenanjung Malaya. Sebagian lagi bergerak ke timur hingga
Hawai, Samoa dan kepulauan-kepulauan kecil di Pasifik. Bahkan
ada yang mencapai Amerika Latin (Indian).

Kajian bahasa dan arkeologi banyak mengupas persoalan ini.


Maka, tidak heran jika kajian bahasa menemukan banyak sekali
kemiripan antara bahasa-bahasa di Indonesia-Malaysia-Filipina
Selatan dengan bahasa di Hawai, Samoa, dan Amerika Latin.

Jika pembaca penggemar tinju, maka mungkin pernah membaca


kata ‘Ulu Watu’ di celana salah seorang petinju terkenal di
Amerika Latin. Di Mindanau Filipina Selatan atau Visayas Filipina
Tengah, pembaca akan menemukan bahasa yang mirip dengan
bahasa Jawa-Melayu. Demikian pula dengan di Samoa dan Hawai.
Mungkin kita pernah melihat liputan di televisi, atau berita di
koran tentang adanya fosil manusia kerdil (hobbit) di Flores, Nusa
Tenggara Timur. Ada sebagian ilmuwan yang teguh pada
pendapatnya bahwa manusia kerdil Flores adalah bagian dari
migrasi Formosa yang berhasil mencapai Flores. Karena sebab-
sebab tertentu, maka hanya manusia dengan ukuran tubuh di
bawah normal yang berhasil menyeberang. Sementara orang
dengan tinggi tubuh normal justru gagal. Kalangan yang lain
berpendapat bahwa fosil itu merupakan bukti bahwa sebelum
migrasi Out of Taiwan, telah ada penduduk pribumi di nusantara.
Maka teori Out of Taiwan otomatis runtuh.

Emha Ainun Nadjib (Cak Nun), dalam sebuah majlis, Maiyah


namanya, menceritakan bahwa beliau memiliki sebuah cerita
tentang para hobbit ini. Ini bukan soal Frodo si hobbit dalam film
Lord of The Ring. Tapi hobbit yang hidup di Sulawesi. Beliau
mendapatkan cerita ini dari seorang yang pernah bertemu langsung
atau face to face dengan manusia kerdil ini. Dia seorang sastrawan,
tepatnya seorang cerpenis kelahiran Majalengka. Sebut saja
namanya Johnny.

Suatu ketika di dekade 1990-an, Johnny yang kuliah di Yogya itu


merantau ke Sulawesi Selatan. Dia tinggal beberapa lama di sana.
Dalam suatu kesempatan, dia dan rekannya pergi ke pedalaman.
Dia masuk ke hutan. Setelah berjalan berjam-jam, mungkin hingga
berganti hari, dia bertemu dengan sesosok makhluk pendek, kecil,
mirip manusia. Namun telapak kakinya menghadap ke belakang,
bukan ke depan seperti layaknya manusia. Ya! itu manusia kerdil
alias hobbit.

Namun, begitu bertemu dengan Johnny, manusia kerdil itu segera


saja lari menjauhi Johnny. Larinya sangat cepat, begitu kata
Johnny. Secepat petir yang menyambar. Menurut kabar, manusia
kerdil juga bisa ditemui di Sumatra.
Kembali kepada hubungan antara manusia kerdil dengan teori Out
of Taiwan , dengan ditemukannya fosil manusia kerdil di Flores,
serta penemuan dari Johnny tadi, maka ada kemungkinan bahwa
migrasi manusia itu bukan terjadi di Formosa ke Nusantara, dan
akhirnya meluas sampai Pasifik dan Amerika Latin. Namun,
bermula dari nusantara dan bergerak ke utara dan timur hingga
mencapai daratan luas Asia dan pulau-pulau kecil di Pasifik.
Bahkan ada yang mencapai Amerika Latin dan menjadi nenek
moyang Indian Amerika Latin.

Ini adalah hasil dari penelitian ilmuwan-ilmuwan Inggris,


pelopornya Stephen Oppenheimer. Berdasarkan faktor genetik
(menurut para ilmuwan itu) usia manusia nusantara jauh lebih tua
daripada tahun perkiraan terjadinya migrasi Out of Taiwan.
Bahkan, Stephen Oppenheimer berani mangatakan bahwa manusia
nusantaralah yang melakukan migrasi ke utara, barat, dan timur
hingga Amerika Latin. Teori yang dikemukakan Oppenheimer ini
kemudian dikenal dengan teori Out of Sundaland.

Banjir besar dan pemanasan global telah mencairkan es di kutub


sehingga menenggelamkan lembah-lembah Nusantara yang
sekarang menjadi laut jawa hingga Semenanjung Malaya-
Sundaland-yang menyebabkan manusia jawa mengungsi ke tanah-
tanah yang lebih tinggi. Saat itulah peradaban di lembah nusantara
lenyap dari tanah ini. Itulah yang sering disebut manusia jawa oleh
Emha.

Anda mungkin juga menyukai