Anda di halaman 1dari 83

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terdiri dari beribu-
ribu pulau dan berbagai keanekaragaman budaya, suku, ras maupun
agama yang ada di Indonesia keberagaman tersebut merupakan
kekayaan yang dimiliki oleh Indonesia yang harus dilestarikan, agar tidak
membuat perpecahan maupun konflik dimasyarakat, keberagamaan
harus kita hormati agar tetap bersatu dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia Handoyo (2007:6) menjelaskan bahwa Masyarakat Indonesia
dan kompleks kebudayaan masing-masing bersifat plural sekaligus juga
heterogen. Masyarakat Indonesia yang beranekaragam memiliki berbagai
karateristik, sikap, tingkah laku, serta pola hidup yang berbeda. Dilain sisi
merupakan kekayaan yang dimiliki oleh Negara Indonesia akan tetapi
keberagaman yang tidak dibina dengan baik akan dapat menimbulkan
gesekan yang memicu konflik dimasyarakat oleh sebab itu. Persepsi
masyarakat dalam melihat perbedaan itu menjadi penting.
Rustanto (2015:41) menjelaskan terkait dengan multikultural dan
kebudayaan secara etimologis, multikultural berasal dari kata multi yang
artinya banyak/ragam dan kultural, yang berarti budaya. Keragaman
budaya itulah arti dari multikultural. Keragaman budaya mengindikasikan
bahwa terdapat berbagai macam budaya yang memiliki ciri khas
tersendiri yang saling berbeda dan dapat dibedakan satu sama yang lain.
Masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat yang terdiri dari
berbagai elemen baik itu suku ras, agama, pendidikan, ekonomi, politik,
bahasa dan lain-lain yang hidup dalam suatu kelompok masyarakat yang
memiliki satu pemerintahan tetapi dalam masyarakat itu masing-masing
terdapat segmen-segmen yang tidak bisa disatukan.

1
Pengertian kebudayaan menurut E.B.Tylor (1992:25), budaya
adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuaan,
kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat istiadat, dan
kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia
sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan atau budaya menyangkut
seluruh aspek kehidupan manusia baik material maupun non material
sebagaian besar ahli mengartikan kebudayaan seperti ini kemungkinan
besar sangat dipengaruhi oleh pandangan evolusionisme, yaitu suatu
teori yang mengatakan bahwa kebudayaan itu akan berkembang dari
tahapan yang sederhana menuju tahapan yang lebih kompleks Jadi
kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil
karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan
dalam diri manusia. Kebudayaan bisa diartikan sebagai suatu sistem
dalam masyarakat dimana terjadi interaksi antara individu dengan
kelompok sehingga menimbulkan suatu pola tertentu,kemudian menjadi
sebuah kesepakatan bersama baik langsung maupun tidak langsung.
Salah satu suku yang menyebar di daerah-daerah di Indonesia
adalah Suku Buton yang tersebar di Provinsi Maluku. Menyebarnya Suku
Buton di Maluku mengakibatkan munculnya berbagai prasangka dalam
pikiran orang pribumi terhadap kalangan Suku Buton secara menyeluruh.
Sumiyati (2010) mengatakan migrasi Masyarakat Buton ke wilayah
Maluku dan Maluku Utara terjadi karena adanya konsepsi pada
Masyarakat Buton bahwa yang menjadi penguasa tertinggi Pulau Seram
yakni La Ode Wuna. Tokoh ini banyak dikagumi oleh Masyarakat Buton
dan digambarkan sebagai sosok setengah manusia dan setengah ular
yang merupakan putra Sultan Muna yang karena sebab tertentu terpaksa
meninggalkan tanah Buton dan berpetualang ke wilayah Maluku dan
akhirnya diangkat oleh Suku Alifuru di Pulau Seram sebagai raja.
Cengkih, nama ini sudah tentu tidak asing bagi kita karena cengkih
merupakan salah satu komoditas idola dalam perdagangan dikepulauan

2
nusantara dan karena cengkih pula menyebabkan kepulauan nusantara
menjadi terkenal. Masyarakat Buton mengusahakan penanaman cengkih
diwilayah Buton tetapi itu merupakan sesuatu yang tidak mungkin karena
kondisi tanahnya yang berbatuan dan tidak cocok untuk tanaman
cengkih, karena kondisi yang demikian disertai dengan keinginan untuk
merobah taraf hidup lewat usaha perkebunan cengkih dan jiwa petualang
di laut telah mempengaruhi sebagian Masyarakat Buton untuk hijrah
secara bergelombang dengan tujuan ke wilayah Maluku dan disusul
Maluku Utara.
Adanya ketimpangan ekonomi, kesenjangan sosial antara warga
Buton dengan masyarakat pribumi serta adanya sikap anti Buton
dikalangan masyarakat pribumi akan berdampak negatif kalau muncul
dendam sosial yang diwariskan dari generasi kegenerasi atau melekat
secara berkepanjangan. Hal ini bisa membuat hubungan sosial diantara
komunitas etnik yang berbeda juga tidak sehat. Singkatnya, modal sosial
berbasis keragaman etnik dan budaya akan retak, padahal itulah yang
menjadi bagian dari kekuatan dasar bangsa ini. Dampak positif bisa
terjadi apabila strategi dan pendekatan dalam proses pemulihan
mengenal diantara sesama masyarakat lokal akan lebih saling mengenal
karakter sehingga memungkinkan terbangunnya sikap toleransi satu
sama lain. Pada saat yang sama, derajat kematangan warga dalam
menjalani kehidupan antara komunitas dengan latar yang beragam akan
semakin tinggi, sekaligus menjadi bagian dari proses membangun
masyarakat berperadaban pluralisme. Akan tetapi, penjelasan yang
terakhir bukan merupakan cara terbaik dalam manajemen heterogenitas
bangsa yang ideal. Membangun peradaban pluralisme tidak harus dan
bahkan tidak boleh dipicu dengan konflik, apalagi dengan korban jiwa
dan materi. Maka untuk menjaga keamanan dan ketertiban suatu daerah
adalah tugas dari pemerintah sesuai dengan konteks Indonesia sekarang
pemerintah berkerja sama dengan aparat keamanan pada tingkat lokal.

3
Berbeda halnya seperti yang terjadi di Negeri Seith Kecamatan
Leihitu Kabupaten Maluku Tengah, yaitu orang-orang Buton yang masuk
ke Negeri Seith diterima dengan baik oleh masyarakat Seith. Masyarakat
Suku Buton di Negeri Seith hidup membaur dengan masyarakat Seith
membentuk hubungan sosial yang sangat erat sehingga tidak terlihat
adanya kesenjangan sosial dan konflik yang terjadi di antara Suku Buton
dengan warga lokal kondisi ini membuat mereka semakin banyak
keberadaan mereka, sehingga tidak tampak adanya garis pemisah antara
Suku Buton dengan Masyarakat Negeri Seith. Terutama kerena telah
terjadinya pembauran dalam segi budaya yang sangat baik. Kehidupan
keseharian mereka juga tidak menonjol sebagai kelompok yang memiliki
keunggulan dalam bidang perekonomian.
Keanekaragaman kebudayaan antara satu kelompok lainnya yang
mana keanekaragaman ini merupakan suatu unsur- unsur pergaulan
didalam masyarakat dapat menyatukan mereka untuk hidup secara
bersama dan rukun. Sehingga unsur dari pergaulan inilah masyarakat
Suku Buton dalam menempati wilayah yang baru maka terjadi proses
penyesuaian diri yang biasanya disebut sebagai adaptasi, dimana
interakasi sosial telah memainkan peranan cukup besar dalam proses
pembentukan perilaku diantara mereka sesama Masyarakat Buton
maupun antara Masyarakat Buton dengan Penduduk Negeri Seith.
Dalam proses penyesuaian diri tersebut, interaksi sosial telah
memainkan peranan yang sangat penting dalam proses pembentukan
perilaku sosial sehingga tercipta hubungan-hubungan sosial yang
harmonis diantara Masyarakat Suku Buton dengan penduduk Negeri
Seith. mereka menyadari pentingnya beradaptasi atau menyesuaikan diri
dengan lingkungan, namun interaksi sosial telah memberikan sumbangan
yang besar bagi proses pembentukan suatu kehidupan bermasyarakat
dimana mereka dapat bekerja sama, tolong-menolong, dan sebagainya.

4
Kondisi yang dijalani oleh Masyarakat Suku Buton dapat dijadikan
sebagai gagasan maupun pedoman hidup bagi lingkungan masyarakat
lainnya yang memiliki latar belakang kehidupan yang berbeda. Sebab
perbedaan itu merupakan suatu tindakan sosial telah memainkan peran
yang sangat penting sehingga berbagai aspek yang berbeda dari segi
asal-usul, tradisi, adat- istiadat, kebudayaan, maupun kehidupan sosial
bisa terintegrasi secara alamiah dan membentuk jaringan sosial yang
dapat menyumbang pada usaha membangun kehidupan bermasyarakat
yang lebih baik.
Akulturasi merupakan proses sosial dalam taraf lanjut, ia ditandai
dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang
terdapat antara orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan
juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap
dan proses-proses mental dengan memperhatikan kepentingan-
kepentingan dan tujuan-tujuan bersama (Soekanto, 2000:88). Kondisi
akulturasi Suku Buton dengan masyarakat pribumi di Negeri Seith
Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah memang berbeda dengan
akulturasi Suku Buton di negeri-negeri lainnya di Kecamatan Leihitu.
Sebagaimana dengan latar belakang diatas maka dapat diketahui
bahwa hidup di Negara Indonesia. Berbagai macam karateristik, dari
suku, ras, agama, budaya,adat istiadat dan sebagainya kita harus saling
mengerti dan bertoleransi antara sesama seperti halnya kehidupan
masyarakat yang ada di Negeri Seith. didalam Negeri Seith terdapat
Suku Buton yang hidup bertoleransi dengan Masyarakar Seith mereka
hidup membaur dan menjaga hubungan yang sangat baik. Maka itu
harapan masyarakat Suku Buton terhadap masyarakat Seith yang ada di
Negeri Seith yaitu mereka telah mengangap bahwa mereka yang
berkediaman atau bertempat tingal di Negeri Seith berarti mereka sudah
menganggap bahwa meraka adalah orang Seith seperti masyarakat
Lokol/Seith lainya, maka itu mereka mengatakan bahwa semoga

5
Masyarakata Seith pun menganggap mereka seperti masyarakat Negeri
Seith Juga. Dan selalu Menjaga kedamaian dan ketertiban Negeri Seith
Bersama-sama.
Oleh karena itu penulis sangat tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Persepsi Masyarakat Negeri Seith Terhadap Suku Buton
yang Berdomisili di Negeri Seith Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku
Tengah”

1.2. Rumusan Masalah Dan Pembatasan Masalah


1. Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang diatas maka yang menjadi
permasalahan dalam penulisan ini adalah
1. Bagaimana proses interaksi Masyarakat Suku Boton
terhadap Masyarakat Negeri Seith?
2. Bagaimana proses kehidupan Masyarakat Suku Buton
dalam menghadapi aturan-aturan negeri yang ada di
Negeri Seith?
2. Pembatasan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka masalah pokok
penelitian ini di batasi oleh Persepsi Masyarakat Negeri Seith
terhadap Suku Buton yang berdomisili di Negeri Seith
Kecematan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah
1.3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan masalah yang dirumuskan maka yang menjadi tujuan
penelitian ini yaitu untuk mengetahui Persepsi Masyarakat Negeri
Seith Terhadap Suku Buton yang berdomisili di Negeri Seith
Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah.

6
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diambil dari penulisan ini adalah sebagai
berikut:
a. Manfaat Teoritis
Secara akademisi penilitian ini diharapkan dapat menambah
reperensi secara Sosiologi dalam memahami masyarakat
multikultural yang berada di Negeri Seith Kecematan Leihitu
terkususnya. Masyarakat Seith/Lokal dan Masyarakat Suku
Buton yang berdomisili di Negeri Seith.
b. Manfaat Praktis
1. Sebagai bahan informasi kepada mahasiswa Program Studi
Sosiologi untuk menambah pengetahuan tentang pandangan
alkulturasi
2. Sebagai informasi kepada masyarakat pada umumnya dalam
mempertahankan nilai-nilai sosial dan etika di Negeri Seith
3. Bermanfaat bagi pemerintah, tokoh masyarakat dan tokoh adat
dalam mempertahankan nilai sosial dan etika di Negeri Seith
1.5. Sistematika Penulisan
Skripsi adalah karya ilmiah yang komprehensif dan ditulis dalam
jumlah halaman yang banyak. Agar penguji dan pembaca dengan mudah
dapat memahami isinya, maka perlu dijelaskan struktur organisasi atau
sistematikanya.
BAB I Merupakan bab pendahuluan yang meleputih latar belakang
masalah, rumusan masalah dan batasan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian, kerangka teori, defenisi operasional,
metodologi penelitian, dan sistematika penulisan
BAB II Merupakan bab uraian teoritis
BAB III Merupakan bab yang berisi metode penelitian
BAB IV Merupakan bab yang berisi hasil penelitian dan analisa data
BAB V Merupakan bab penutup yang berisi kesempulan dan saran

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Persepsi


1. Pengertian Persepsi
Persepsi dalam arti sempit ialah penglihatan, bagaimana cara
seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau
pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan
sesuatu. Definisi lain dari persepsi adalah proses yang menyangkut
masuknya pesan atau informasi ke dalam otak manusia. Melalui persepsi
manusia terus menerus mengadakan hubungan dengan lingkungannya.
Hubungan ini dilakukan lewat inderanya, yaitu indera penglihatan,
pendengaran, perabaan, perasaan, dan penciuman. Definisi persepsi
sebagai berikut:
Persepsi adalah suatu proses tentang petunjuk-petunjuk inderawi dan
pengalaman masa lampau yang relevan diorganisasikan untuk memberikan
kepada kita gambaran yang terstruktur dan bermakna pada suatu situasi
tertentu. Senada dengan proses dimana kita menafsirkan dan
mengorganisasikan pola stimulus dalam lingkungan. Gibson dan Donely
menjelaskan bahwa persepsi adalah proses pemberian arti terhadap
lingkungan oleh seorang individu. (Gibson,1995:21,22). Bahwa persepsi
muncul karena adanya kecenderungan terhadap masyarakat, baik
dilingkungan maupun diorganisasi yang menjadi kesenjangan dalam diri
manusia. Tetapi persepsi muncul karena adanya masalah yang tidak
dituntaskan sehingga menjadi kekhawatiran terhadap setiap individu.
Persepsi adalah suatu proses dimana seseorang mengorganisasikan
dalam pikirannya, menafsirkan, mengalami dan mengelolah pertanda atau
segala sesuatu yang terjadi dilingkungannya.

8
Persepsi bertautan dengan cara mendapatkan pengetahuan khusus tentang
kejadian pada saat tertentu, maka persepsi terjadi kapan saja stimulus
menggerakkan indera. Dalam hal ini persepsi diartikan sebagai proses
mengetahui atau mengenali objek dan kejadian obyektif dengan bantuan
indera cara pandang, persepsi timbul karena adanya respon terhadap
stimulus. Stimulus yang diterima seseorang sangat komplek, stimulus masuk
kedalam otak, kemudian diartikan, ditafsirkan serta diberi makna melalui
proses yang rumit baru kemudian dihasilkan persepsi. Dalam hal ini, persepsi
mencakup penerimaan stimulus (inputs), pengorganisasian stimulus dan
penerjemahan atau penafsiran stimulus yang telah diorganisasi dengan cara
yang dapat mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap, sehingga orang
dapat cenderung menafsirkan perilaku lain sesuai dengan keadaannya
sendiri.
Proses pembentukan persepsi dijelaskan sebagai pemaknaan hasil
pengamatan yang diawali dengan adanya stimuli. Setelah mendapat stimuli,
pada tahap selanjutnya terjadi seleksi yang berinteraksi dengan
“Interpretion”, begitu juga berinteraksi dengan “closure”. Proses seleksi terjadi
pada saat seseorang memperoleh informasi, maka akan berlangsung proses
penyeleksian pesan tentang mana pesan yang dianggap penting dan tidak
penting.
Proses closure terjadi ketika hasil seleksi tersebut akan disusun
menjadi satu kesatuan yang berurutan dan bermakna, sedangkan interpretasi
berlangsung ketika yang bersangkutan memberi tafsiran atau makna
terhadap informasi tersebut secara menyeluruh. Pada fase interpretasi ini,
pengalaman masa silam atau dahulu memegang peranan yang penting.
Faktor-faktor fungsional yang menentukan persepsi seseorang berasal dari
kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain termasuk yang kita sebut
sebagai faktor-faktor personal. Selanjutnya Peter Drucker menjelaskan yang
menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimulus, tetapi karakteristik
orang yang memberi respon terhadap stimuli.

9
Persepsi meliputi juga kognisi (pengetahuan), yang mencakup
penafsiran objek, tanda dan orang dari sudut pengalaman yang
bersangkutan. Selaras dengan pernyataan tersebut, Krech dalam karya
(Gibson,1995:37). Yang berjudul “Organisasi Perilaku, Struktur, Proses”
mengemukakan bahwa persepsi seseorang ditentukan oleh dua faktor
utama, yakni pengalaman masa lalu dan faktor pribadi.
Dari uraian diatas, maka dapat dipahami bahwa persepsi tidaklah lahir
dengan sendirinya, melainkan banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Persepsi merupakan suatu proses dalam arti bahwa stimulus yang diterima
dari panca indera disampaikan dan diintegrasikan kemudian disimpan dalam
otak yang selanjutnya memberikan arti dan tanggapan terhadap stimulus
sesuai dengan keadaan diri dan keadaan lingkungan. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa persepsi tidaklah berdiri sendiri tetapi senantiasa
dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Penginderaan terjadi dalam suatu konteks tertentu, konteks ini disebut
sebagai dunia persepsi. Agar suatu penginderaan yang bermakna, ada ciri-
ciri umum dalam dunia persepsi, yaitu:
a. Modalitas : Rangsangan-rangsangan yang diterima harus sesuai
dengan modalitas-modalitas tiap-tiap indera, sifat sensoris dasar dan
masing-masing indera (cahaya untuk penglihatan, bau untuk
penciuman, suhu bagi perasaan, bunyi bagi penginderaan, sifat
permukaan bagi peraba dan sebagainya).
b. Dimensi waktu : Dunia persepsi mempunyai dimensi waktu, seperti
cepat-lambat, tua-muda dan lain-lain.
c. Dimensi ruang : Dunia persepsi mempunyai sifat ruang, kita dapat
mengatakan atas-bawah, tinggi-rendah, luas-sempit, latar depan-latar
belakang dan lain-lain.
d. Struktur konteks, keseluruhan yang menyatu : obyek-obyek atau
gejala-gejala dalam dunia pengamatan mempunyai struktur dengan
konteksnya.

10
2. Hakekat Persepsi
Hakekat Persepsi ( Rahamat Sale dan Abdula Wahab,2004:88)
a. Persepsi merupakan kemampuan kognitif
Awal pembentukan persepsi, orang telah menentukan apa yang
akan diperhatikan. Setiap kali kita memusatkan perhatian lebih besar
kemungkinan kita akan memperoleh makna dari apa yang kita tangkap,
lalu menghubungkan dengan pengalaman yang lalu kemudian hari akan
diingat kembali.
b. Peran atensi dalam persepsi
Selama orang tidak dalam keadaan tidur, maka sejumlah
rangsangan yang besar sekali saling berlomba-lomba menuntut perhatian
kita. Beberapa psikolog melihat atensi sebagai alat saringan, yang akan
menyaring semua informasi pada titik yang berbeda dalam proses
persepsi. Sebaliknya, psikolog lain menyatakan bahwa manusia mampu
memusatkan atensinya terhadap apa yang mereka kehendaki untuk
dipersepsikan, dengan secara aktif melihat diri mereka dengan
pengalaman tanpa menutup rangsangan lain yang saling bersaing.

3. Prinsip Dasar Persepsi


(Zakia dalam Slameto 1976:477) menjelaskan bahwa ada beberapa prinsip
dasar tentang persepsi yakni sebagai berikut:
a. Persepsi itu relatif
Manusia bukanlah instrumen ilmiah yang mampu menyerap segala
sesuatu persis seperti keadaan sebenarnya. Seseorang tidak dapat
menyebutkan secara persis berat suatu benda yang dilihatnya tetapi ia
dapat secara relatif menerka berat berbagai benda. Dalam hal ini suatu
benda dipakai sebagai patokan.
b. Persepsi itu selektif
Seseorang hanya memperhatikan beberapa rangsangan saja dari
banyak rangsangan yang ada di sekelilingnya pada saat-saat tertentu. Ini

11
berarti bahwa rangsangan yang diterima akan tergantung pada apa yang
pernah ia pelajari, apa yang pada suatu saat menarik perhatiannya dan ke
arah mana persepsi itu mempunyai kecenderungan. Ini berarti bahwa ada
keterbatasan dalam kemampuan seseorang untuk menerima rangsangan
c. Persepsi mempunyai tatanan
Orang menerima rangsangan tidak dengan cara sembarang. Ia akan
menerimanya dalam bentuk hubungan-hubungan atau kelompok-
kelompok. Jika rangsangan yang datang tidak lengkap ia akan
melengkapinya sendiri sehingga hubungan itu menjadi jelas.
d. Persepsi dipengaruhi oleh harapan dan kesiapan
Harapan dan kesiapan penerima pesan akan menentukan pesan
mana yang akan dipilih untuk diterima, selanjutnya bagaimana pesan
yang dipilih itu akan ditata dan demikian pula bagaimana pesan tersebut
akan diinterpretasi.
Sarwono mengatakan bahwa persepsi itu berbeda-beda, dan
perbedaan ini dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
1. Perhatian
Seseorang tidak dapat menangkap seluruh rangsangan yang ada
disekitarnya, tetapi dapat memfokuskan perhatiannya pada satu atau
dua objek saja. Perbedaan fokus antara satu orang dengan orang lain
menyebabkan perbedaan persepsi antar mereka.
2. Set
Set adalah harapan seseorang akan rangsangan yang akan timbul .
perbedaan set dapat menyebabkan perbedaan persepsi.
3. Kebutuhan
Kebutuhan-kebutuhan sesaat maupun yang menetap pada diri
seseorang akan mempengaruhi persepsi orang tersebut. Dengan
demikian kebutuhan yang berbeda akan mempengaruhi perbedaan
persepsi

12
4. Sistem nilai
Sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat berpengaruh pula
terhadap persepsi.
5. Ciri kepribadian
Ciri kepribadian akan mempengaruhi pula persepsi seseorang.
Dari uraian diatas, dapat dipahami bahwa yang menyebabkan satu
objek dipersepsikan berbeda oleh dua orang atau lebih, hal itu
disebabkan karena adanya perhatian, harapan, kebutuhan, sistem nilai
serta ciri kepribadian yang berbeda antara seseorang dengan orang lain
dalam memandang suatu objek.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi
a. Faktor Internal
(Slamato,1995,102.) Faktor Internal yang mempengaruhi persepsi yaitu
faktor-faktor yang terdapat dalam diri individu, yang mencakup beberapa hal
antara lain:
1) Fisiologis : Informasi masuk melalui alat indera, selanjutnya informasi
yang diperoleh ini akan mempengaruhi dan melengkapi usaha untuk
memberikan arti terhadap lingkungan sekitarnya. Kapasitas indera
untuk mempersepsi pada tiap orang berbeda-beda sehingga
interpretasi terhadap lingkungan juga dapat berbeda.
2) Perhatian : Individu memerlukan sejumlah energi yang dikeluarkan
untuk memperhatikan atau memfokuskan pada bentuk fisik dan fasilitas
mental yang ada pada suatu objek. Energi tiap orang berbeda-beda
sehingga perhatian seseorang terhadap objek juga berbeda dan hal ini
akan mempengaruhi persepsi terhadap suatu objek.
3) Minat : Persepsi terhadap suatu objek bervariasi tergantung pada
seberapa banyak energi atau perceptual vigilance yang digerakkan
untuk mempersepsi. Perceptual vigilance merupakan kecenderungan
seseorang untuk memperhatikan tipe tertentu dari stimulus atau dapat
dikatakan sebagai minat.

13
4) Kebutuhan yang searah : Faktor ini dapat dilihat dari bagaimana
kuatnya seseorang individu mencari objek-objek atau pesan yang
dapat memberikan jawaban sesuai dengan dirinya.
5) Pengalaman dan ingatan : Pengalaman dapat dikatakan tergantung
pada ingatan dalam arti sejauh mana seseorang dapat mengingat
kejadian-kejadian lampau untuk mengetahui suatu rangsang dalam
pengertian luas.
6) Suasana hati : Keadaan emosi mempengaruhi perilaku seseorang,
mood ini menunjukkan bagaimana perasaan seseorang pada waktu
yang dapat mempengaruhi bagaimana seseorang dalam menerima,
bereaksi dan mengingat.
b. Faktor Eksternal
(Slameto,1995:102). Faktor Eksternal yang mempengaruhi persepsi
merupakan karakteristik dari lingkungan dan objek-objek yang terlibat
didalamnya. Elemen-elemen tersebut dapat mengubah sudut pandang
seseorang terhadap dunia sekitarnya dan mempengaruhi bagaimana
seseorang merasakannya atau menerimanya. Sementara itu faktor-faktor
eksternal yang mempengaruhi persepsi adalah:
1) Ukuran dan penempatan dari objek atau stimulus : Faktor ini
menyatakan bahwa semakin besarnya hubungan suatu obyek,
maka semakin mudah untuk dipahami. Bentuk ini akan
mempengaruhi persepsi individu dan dengan melihat bentuk
ukuran suatu objek individu akan mudah untuk perhatian pada
gilirannya membentuk persepsi.
2) Warna dari objek-objek : Objek-objek yang mempunyai cahaya
lebih banyak, akan lebih mudah dipahami (to be perceived)
dibandingkan dengan yang sedikit.
3) Keunikan dan kekontrasan stimulus : Stimulus luar yang
penampilannya dengan latar belakang dan sekelilingnya yang

14
sama sekali diluar sangkaan individu yang lain akan banyak
menarik perhatian.
4) Intensitas dan kekuatan dari stimulus : Stimulus dari luar akan
memberi makna lebih bila lebih sering diperhatikan dibandingkan
dengan yang hanya sekali dilihat. Kekuatan dari stimulus
merupakan daya dari suatu objek yang bisa mempengaruhi
persepsi.
5) Motion atau gerakan : Individu akan banyak memberikan perhatian
terhadap objek yang memberikan gerakan dalam jangkauan
pandangan dibandingkan objek yang diam.

2.2. Teori Tindakan Sosial


Tindakan sosial menurut Max Weber adalah suatu tindakan individu
sepanjang tindakan itu mempunyai makna atau arti subjektif bagi dirinya
dan diarahkan kepada tindakan orang lain (Weber dalam Ritzer 1975).
Suatu tindakan individu yang diarahkan kepada benda mati tidak
masuk dalam kategori tindakan sosial. Suatu tindakan akan dikatakan
sebagai tindakan sosial ketika tindakan tersebut benar-benar diarahkan
kepada orang lain (individu lainnya). Meski tak jarang tindakan sosial
dapat berupa tindakan yang bersifat membatin atau bersifat subjektif
yang mungkin terjadi karena pengaruh positif dari situasi tertentu.
Bahkan terkadang tindakan dapat berulang kembali dengan sengaja sebagai
akibat dari pengaruh situasi yang serupa atau berupa persetujuan secara
pasif dalam situasi tertentu.
1. Ciri-ciri tindakan sosial
Ada 5 ciri pokok Tindakan sosial menurut Max Weber sebagai berikut:
a. Jika tindakan manusia itu menurut aktornya mengandung makna
subjektif dan hal ini bisa meliputi berbagai tindakan nyata
b. Tindakan nyata itu bisa bersifat membatin sepenuhnya

15
c. Tindakan itu bisa berasal dari akibat pengaruh positif atas suatu situasi,
tindakan yang sengaja diulang, atau tindakan dalam bentuk
persetujuan secara diam-diam dari pihak manapun.
• Tindakan itu diarahkan kepada seseorang atau kepada beberapa
individu
• Tindakan itu memperhatikan tindakan orang lain dan terarah kepada
orang lain itu.
Selain kelima ciri pokok tersebut, menurut Weber tindakan
sosial dapat pula dibedakan dari sudut waktu sehingga ada tindakan
yang diarahkan kepada waktu sekarang, waktu lalu, atau waktu yang
akan datang. Sasaran suatu tindakan sosial bisa individu tetapi juga bisa
kelompok atau sekumpulan orang. Campbell (1981).
2. Tipe tindakan sosial
a. Tindakan rasionalitas instrumental (Zwerk Rational)
Tindakan ini merupakan suatu tindakan sosial yang dilakukan
seseorang didasarkan atas pertimbangan dan pilihan sadar yang
berhubungan dengan tujuan tindakan itu dan ketersediaan alat yang
dipergunakan untuk mencapainya. Contohnya: Seorang siswa yang
sering terlambat dikarenakan tidak memiliki alat transportasi, akhirnya
ia membeli sepeda motor agar ia datang kesekolah lebih awal dan
tidak terlambat. Tindakan ini telah dipertimbangkan dengan matang
agar ia mencapai tujuan tertentu. Dengan perkataan lain menilai dan
menentukan tujuan itu dan bisa saja tindakan itu dijadikan sebagai
cara untuk mencapai tujuan lain.
b. Tindakan rasional nilai (Werk Rational)
Sedangkan tindakan rasional nilai memiliki sifat bahwa alat-alat
yang ada hanya merupakan pertimbangan dan perhitungan yang
sadar, sementara tujuan-tujuannya sudah ada di dalam hubungannya
dengan nilai-nilai individu yang bersifat absolut. Contoh: perilaku
beribadah atau seseorang mendahulukan orang yang lebih tua ketika

16
antri sembako. Artinya, tindakan sosial ini telah dipertimbangkan
terlebih dahulu karena mendahulukan nilai-nilai sosial maupun nilai
agama yang ia miliki.
c. Tindakan afektif/Tindakan yang dipengaruhi emosi (Affectual Action)
Tipe tindakan sosial ini lebih didominasi perasaan atau emosi
tanpa refleksi intelektual atau perencanaan sadar. Tindakan afektif
sifatnya spontan, tidak rasional, dan merupakan ekspresi emosional
dari individu. Contohnya: hubungan kasih sayang antara dua remaja
yang sedang jatuh cinta atau sedang dimabuk asmara. Tindakan ini
biasanya terjadi atas rangsangan dari luar yang bersifat otomatis
sehingga biasa berarti
d. Tindakan tradisional/Tindakan karena kebiasaan (Traditional Action)
Dalam tindakan jenis ini, seseorang memperlihatkan perilaku
tertentu karena kebiasaan yang diperoleh dari nenek moyang, tanpa
refleksi yang sadar atau perencanaan. Tindakan pulang kampong
disaat lebaran atau Idul Fitri.

2.3. Teori Interaksi Sosial


1. Interaksi sosial menurut George Simmel
Dasar proses sosial yang dinamis, simpati suatu proses dimana
seseorang merasa tertarik dengan pihak lain. Maka George simmel
memusatkan perhatiannya pada bentuk interaksi sosial dan kesadaran
individu yang kreatif. Kunci dalam interaksi sosial salah satunya ialah
kesadaran. Bagaimana mungkin manusia berinteraksi dengan sesamanya
tanpa mereka sadar dan tanpa adanya tujuan.
Interaksi sosial yang dimaksud ialah suatu tindakan sosial yang
bersifat timbal balik melalui suatu kontak dan komunikasi antara dua orang
atau lebih. Tindakan sosial dalam interaksi sosial memiliki makna atau arti
subjektif bagi individu yang dikaitkan dengan orang lain. Selanjutnya
kontak sosial dikatakan sebagai tahap awal terjadinya interaksi sosial. Kontak

17
sosial indentik dengan sentuhan langsung, namun tidak tertutup
kemungkinan kontak sosial terjadi melalui alat komunikasi yang telah tersedia
diera modern seperti saat ini. Kontak sosial tidak hanya bisa dengan
sentuhan langsung ataupun melalui suara, melainkan dapat berupa kontak
mata. Interaksi sosial tidak akan terjadi tanpa adanya komunikasi yang berarti
pemberitahuan atau penyampaian informasi yang telah ada di dalam pikiran
individu.
Manusia mempelajari arti dan simbol dalam interaksi sosial
dimana tidak tertutup kemungkinan manusia menggunakan kemampuan
berpikir yang dapat terbentuk dalam proses interaksi tersebut. Manusia
dikatakan sebagai makhluk yang kreatif disamping sebagai makhluk
sosial, karena mereka mampu mengubah arti dan simbol yang digunakan
dalam tindakan sosial dan interaksi sosial berdasarkan penafsiran terhadap
situasi saat interaksi berlangsung. Selanjutnya dengan pola tindakan
sosial dan interaksi sosial yang saling berkaitan akan membentuk suatu
kelompok dan masyarakat.
Simmel memusatkan perhatiannya pada interaksi sosial dan kesadaran
individu yang kreatif, dengan teori utamanya tentang interaksi onisme
simbolik. Jadi manusia berinteraksi satu sama lain untuk berbagai tujuan,
motif dan kepentingan. Simmel lebih menyoroti masalah-masalah berskala
kecil, terutama tindakan dan interaksi individual. Pemikiran Simmel yang
paling terkenal yaitu tentang bentuk-bentuk interaksi yang dibedakan
menjadi dua yaitu interaksi berdasarkan bentuk dan interaksi berdasarkan
tipe. Berpendapat bahwa konflik bukanlah suatu ancaman terhadap
kebersamaan. Interaksi Sosial Berdasarkan Bentuk. Simmel berpendapat
bahwa interaksi sosial berdasarkan bentuknya dibagi menjadi superordinasi
dan subordinasi, konflik, pertukaran, dan hubungan seksual.
a. Superordinasi dan Subordinasi
Subordinasi merupakan bentuk ketaatan terhadap superordinasi, hal ini
dikarenakan superordinasi berkedudukan lebih tinggi dari pada

18
subordinasi. Superordinasi dan subordinasi memiliki hubungan timbal
balik, hal ini membuktikan bahwa bagaimanapun bentuk interaksinya,
pasti memiliki hubungan timbal balik. Simmel mengatakan setidaknya
ada tiga variasi dalam pola ini, yaitu subordinasi dibawah seorang
individu, subordinasi dibawah kelompok, dan subordinasi dibawah
prinsip umum atau peraturan yang bersifat impersonal bahwa konflik
bukanlah sesuatu yang bersifat negatif, ancaman terhadap
kebersamaan. Konflik justru merupakan bentuk dasar dari interaksi,
yang memungkinkan interaksi terus berlangsung dan masyarakat dapat
dipertahankan. Atas dasar pendapat tersebut, maka konflik
dikategorikan sebagai bentuk dari interaksi sosial
b. Pertukaran
Simmel berpendapat bahwa pertukaran adalah jenis interaksi sosial
yang murni dan maju. Karakteristik pertukaran ialah bahwa jumlah nilai
dari pihak yang berinteraksi lebih besar setelah ia berinteraksi dari
pada sebelum berinteraksi. Masing-masing pihak memberikan lebih
selain yang dimiliki. Pemberian informasi dapat dikatakan sebagai
pertukaran, atau antara individu saling bertukar informasi.
2. Interaksi sosial berdasarkan tipe
Interaksi sosial berdasarkan tipe seperti yang diungkapkan oleh
Simmel dibagi menjadi interaksi sosial antara individu, interaksi sosial
individu dengan kelompok, dan interaksi sosial kelompok dengan
kelompok, didalam kehidupan sosial. Bentuk interaksi sosial berdasarkan
tipe memiliki hubungan timbal balik dan bersifat saling mempengaruhi.
a. Interaksi Sosial Antara individu
Interaksi sosial antara individu dianggap sebagai interaksi sosial
yang terjadi dengan melibatkan dua manusia, serta sama-sama
memiliki tujuan.
b. Interaksi Sosial Antara Individu dengan Kelompok

19
Kehidupan sosial memungkinkan segala hal yang berkaitan dengan
interaksi sosial terjadi, seperti halnya interaksi sosial antara individu
dengan kelompok. Interaksi sosial ini menghadapkan satu orang
manusia yang berinteraksi dengan beberapa orang yang terdapat
didalam kelompok.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori interaksi sosial
George Simmel dengan fokus pada bentuk interaksi sosial. Sumber data
penelitian mengandung interaksi sosial berdasarkan bentuk yaitu
superordinasi dan subordinasi, konflik, dan pertukaran, serta interaksi sosial
berdasarkan tipe yaitu interaksi antara individu, interaksi antara individu
dengan kelompok, dan interaksi antara kelompok dengan individu.

2.4. Tradisi dan Kebudayaan


a. Pengertian tradisi
Tradisi (Bahasa Latin : Tradition = diteruskan) atau pola kebiasaan
yang dilakukan secara berulang - ulang sesuai nilai-nilai yang meliputinya.
Nilai-nilai tradisi itu berhubungan dengan harapan-harapan, jaminan dan
kewajiban kewajiban yang harus dipenuhi dalam menjamin kelangsungan
kehidupan (alam dan generasinya). Tradisi dalam pengertian yang paling
sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak lama (sejak zaman
leluhur) dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat dari
waktu ke waktu. (Watloly (2013). Berbicara mengenai tradisi, tidak terlepas
dari hubungan masa lalu ke masa kini, kelangsungan masa lalu dan masa kini
mempunyai dua bentuk material atau gagasan, atau objektif dan subjektif.
Menurut arti yang lebih luas atau lebih lengkap tradisi adalah keseluruhan
benda material dan gagasan yang berasal dari masa lalu namun benar-benar
masih ada hingga kini dan belum dilupakan. Menurut Shills tradisi adalah
segala sesuatu yang disalurkan dari masa lalu ke masa kini (Sztompka,2004
:12) dalam arti yang sempit tradisi berarti bagian-bagian warisan sosial,

20
khusus yang tetap bertahan hingga kini dan masih kuat ikatannya dengan
kehidupan dimasa lalu.
Tradisi merupakan suatu gambaran sikap dan perilaku manusia yang
telah berproses dalam waktu lama dan dilakukan secara turun-temurun
dimulai dari nenek moyang. Tradisi yang telah membudaya akan menjadi
sumber dalam berakhlak dan berbudi pekerti seseorang. Tradisi atau
kebiasaan, dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang
telah dilakukan untuk sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu
kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu, atau
agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya
informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun lisan,
karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah. Selain itu, tradisi juga
dapat diartikan sebagai kebiasaan bersama dalam masyarakat manusia, yang
secara otomatis akan mempengaruhi aksi dan reaksi dalam kehidupan sehari-
hari para anggota masyarakat itu.
Sebagai sistem budaya, tradisi menyediakan seperangkat model untuk
bertingkah laku yang bersumber dari sistem nilai dan gagasan utama. Tradisi
juga merupakan suatu sistem yang menyeluruh, yang terdiri dari cara aspek
yang pemberian arti laku ujaran, laku ritual dan beberapa jenis laku lainnya
dari manusia atau sejumlah manusia yang melakukan tindakan satu dengan
yang lain. Unsur terkecil dari sistem tersebut adalah simbol. Simbol meliputi
simbol konstitutif (yang berbentuk kepercayaan), simbol penilaian norma, dan
sistem ekspresif (simbol yang menyangkut pengungkapan perasaan).
Tradisi sangat mirip dengan penemuan baru, hanya saja dalam kasus
tradisi ini lebih berarti sebelumnya. Cara kedua muncul akibat adanya
mekanisme paksaan, sesuatu yang dianggap sebagai tradisi dipilih dan
dijadikan perhatian umum oleh individu yang berkuasa. Menurut Shills
manusia tidak mampu hidup tanpa tradisi, meski mereka merasa tak puas
terhadap tradisi mereka. Shills (Sztompka,2004:322).
b. Fungsi Tradisi.

21
Dalam memahami tradisi adalah sikap atau orientasi pikiran tentang
benda material atau gagasan yang bersal dari masa lalu dan masih
diadakan hingga kini. Sikap atau orientasi mempunyai bagian khusus dari
seluruh warisan historis. Arti penting penerimaan sesuatu secara sosial
ditetapkan sebagai tradisi, menjelaskan betapa menariknya suatu tradisi itu.
Menurut Shills (Sztompka, 1981:14,15) Tradisi adalah ciptaan manusia.
Dalam arti sempit tradisi adalah kumpulan benda material dan gagasan
yang mempunyai makna khusus yang berasal dari masa lalu. Tradisi
mengalami perubahan, ketika manusia menetapkan fragmen atau bagian–
bagian tertentu dari warisan masa lalu sebagai tradisi. Tradisi lahir melalui
dua cara, cara pertama muncul secara spontan serta melibatkan rakyat
banyak. Tradisi sangat mirip dengan penemuan baru, hanya saja dalam
kasus tradisi ini lebih berarti sebelumnya. Cara kedua muncul akibat adanya
mekanisme paksaan. Sesuatu yang dianggap sebagai tradisi dipilih dan
dijadikan perhatian umum oleh individu yang berkuasa. Menurut Shills
manusia tidak mampu hidup tanpa tradisi, meski mereka merasa tak puas
terhadap tradisi mereka. Shills (Sztompka,1981:322). Selain itu ada
beberapa fungsi tradisi yang harus diketahui yaitu :
1) Membantu menyediakan tempat pelarian dari keluhan, ketidakpuasan
dan kekacauan kehidupan modern, masa lalu adalah tempat
bernaungnya semangt yang tak berkurang dimasa kini shills
(Sztompka ,1981 : 207).
2) Memberikan legitimasi terhadap pandangan hidup, keyakinan,
pranata atau aturan yang suda ada. Semua ini memerlukan
pembenaran agar dapat mengikat anggotanya ini adalah salah satu
legitimasi terdapat dalam tradisi. Bisa dikatakana seperti itu “atau“
orang selalu mempunyai keyakinan demikian, meskipun dengan
resiko yang pradoksa atau pertentangan yakni bahwa tindakan itu
hanya dilakukan karena orang lain melakukan hal yang sama dimasa

22
lalu atau keyakinan diterima semata-mata karena mereka telah
menerimanya sebelumnya Shills (Sztompka, 1982 : 21 )
3) Dalam bahasa klise dinyatakan, tradisi adalah kebijakan turun-
temurun tempatnya dalam kesadaran, keyakinan norma, dan nilai
yang kita anut kini dan masa lalu.
4) . Menyediakan simbol identitas kolektif yang memperkuat loyalitas
terhadap bangsa. Contoh utama tradisi adalah ritual.
c. Pengertian kebudayaan
Keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia
dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia
dalam belajar. Hal tersebut berarti bahwa hampir seluruh tindakan
manusia adalah ‘’kebudayaan‘’ karena hanya amat sedikit tindakan
manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang perlu dibiasakan
dengan belajar, yaitu hanya beberapa tindakan naluri beberapa reflex,
beberapa tindakan akibat proses fisiologi, atau kelakuan apabila ia
sedang membabi buta bahkan sebagai tindakan manusia yang
merupakan kemampuan naluri yang terbawah oleh mahluk manusia
dalam Gen-nya bersama kelahirannya (seperti makan, minum atau
belanja dengan kedua kakinya) juga di rombak olehnya menjadi tindakan
kebudanyaan. Manusia makan pada waktu-waktu tertentu yang
dianggapnya wajar dan pantas, ia makan dan minum dengan alat-alat,
cara-cara dan sopan santun atau protocol yang sering kali sangat rumit,
yang harus dipelajarinya dahulu dengan susah payah. Manusia berjalan
tidak munurut wujud organisme yang telah ditentukan oleh alam
malainkan merombak cara berjalanya dengan gaya seperti prajurit,
berjalan dengan gaya lemah-lembut, berjalan sebagai pragawati dan
sebagainya, yang semuanya harus dipelajarinya dahulu. Memang,
defenisi yang menganggap bahwa ‘’kebudayaan‘’ dan ‘’tindakan
kebudayaan‘’ inti adalah segala tindakan yang harus dibiasakan oleh
manusia dengan belajar (Learned behavior) kata “kebudayaan” dan

23
“Culture” kata ‘’kebudayaan‘ ’berasal dari kata Sanskerta Buddhayah,
yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti ‘’budi‘’ atau ’’akal ‘’. Dengan
demikian ke- budaya-an dapat diartikan; “hal-hal yang bersangkutan
dengan akal”. Adapun kata Culture, yang merupakan kata asing yang
sama artinya dengan “kebudayaan“ yang berasal kata lain colore yang
berarti mengolah, mengerjakan terutama mengolah tanah atau bertani.
Dari arti ini berkembang arti cuture sebagai segalah daya upaya serta
tindakan manusia untuk mengolah tanah dan merubah alam.
d. Wujud Kebudayaan.
1) Wujud kebudayaan sebagai suatu komleks dari ide-ide, gagasan,
nilai-nilai, norma-norma peraturan dan sebagainya
2) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompeks aktivitas serta
tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.
c. Wujud kebudayaan sebagai benda- benda hasil karya manusia.
Wujud pertama adalah Wujud idel dari kebudayaan. Sifatnya
abstrak, tak dapat diraba atau difoto lokasinya ada didalam kepala-
kepala ,atau dengan perkataan lain dalam alam pemikiran warga
masyarakat dimana kebudayaan mereka tadi dalam tulisan, maka lokasi
dari kebudayaan ideal sering berada dalam karangan dan buku-buku
hasil karnya para penulis warga masyarakat bersangkutan. Sekarang
kebudayaan ideal juga banyak tersimpan dalam diskusi, arsip, koleksi
micro flim dan microfish, kartu computer, silinder dan pita computer.
Wujud kedua dari kebudayaan yang disebut sistem sosial atau sosial
sistem, mengenai tindakan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial
ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi, berhubungan,
serta bergaul satu dengan yang lain dari detik ke detik, dari hari ke hari
dan dari tahun ke tahun, selalu menurut pola-pola tertentu yang
berdasarkan adat tata kelakuan. Sebagai rangkaian aktivitas manusia-
manusia dalam suatu masyarakat, sistem sosial itu bersifat kongret,
terjadi disekeliling kita sehari-hari, biasanya observasi, difoto dan

24
didokumentasi. Ketiga wujud dari kebudayaan terurai diatas, dalam
kenyataan kehidupan masyarakat tentu tak terpisah satu sama yang lain
kebudayaan ideal dan adat istiadat mengatur dan memberi kepada
tindakan dan karya manusia, baik fikiran dan ide-ide, maupun tindakan
dan karya manusia yang menghasilkan benda-benda kebudayaan
fisiknya. Sebaliknya, kebudayaan fisik membentuk suatu lingkungan
hidup tertentu yang makin lama makin menjauh manusia dari lingkungan
alamiah sehingga mempengaruhi pula pola-pola perbuatanya, bahkan
juga cara berfikirnya. Sungguh ketiga wujud dari kebudayaan tadi erat
berkaitan. Untuk keperluan analisa perlu diadakan pemisahan yang tajam
antara tiap-tiap wujud itu, hal ini sering dilupakan tidak hanya alam
diskusi-diskusi atau dalam pekerjaan sehari-hari. Ketiga wujud dari
kebudayaan tadi sering dikacaukan, melainkan juga dengan analisa
ilmiah oleh para sarjana yang menanamkan dirinya ahli kebudayaan atau
ahli masyarakat, dan sering tidak dapat dibuat pemisahan yang tajam
antara ketiga hal yang terurai diatas

25
2.5. Penelitian yang relevan
1. Adapun penelitan ini dilakukan oleh Arestiya dengan judul “Persepsi
Masyarakat Etnis Tionghoa sebagai kelompok Minoritas terhadap Etnis
Non- Tionghoa studi kasus pada Kelurahan Metro pada tahun 2015.
Persepsi etnis Tionghoa erat hubungannya dengan sikap ataupun prilaku
yang berkaitan dengan diri mereka dan kelompok lain. Persepsi etnis
Tionghoa terhadap etnis non-Tionghoa maksudnya adalah anggapan
atau sikap etnis Tionghoa menilai diri mereka terutama pada posisi atau
kedudukannya sebagai kelompok minoritas dan cara pandang mayoritas
etnis non-Tionghoa.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi
etnis Tionghoa sebagai kelompok minoritas terhadap etnis non-Tionghoa
dalam konsep politik kewarganegaraan multikultural di Kelurahan Metro.
Metode penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan
adalah deskriptif, dengan pendekatan kualitatif. Data yang digunakan
adalah data primer dan data sekunder, data primer diperoleh melalui
wawancara mendalam, survey dan observasi, sedangkan data sekunder
diperoleh melalui literatur dan dokumen-dokumen. Hasil penelitian
didasarkan pada teori Kymlicka tentang studi minority group, suatu
tinjauan tentang etnis Tionghoa peranakan di Indonesia mengatakan
bahwa ada pembedaan budaya antara penduduk asli Indonesia dan
keturunan Tionghoa.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa persepsi etnis
Tionghoa terhadap etnis non-Tionghoa dipengaruhi oleh adanya stereotip
atau anggapan negatif dan pembedaan atau diskriminasi perlakuan
terhadap etnis Tionghoa di Kelurahan Metro. Diskriminasi ini membuat
etnis Tionghoa kesulitan untuk membaur dengan masyarakat etnis non-
Tionghoa sehingga menumbuhkan sikap membatasi diri (mengisolasi
diri) etnis Tionghoa yang hanya bergaul dilingkungan kelompoknya saja.
Kondisi politik di Indonesia saat ini mulai membuka peluang bagi etnis

26
Tionghoa untuk berpartisipasi aktif dalam berpolitik yang bertujuan untuk
mengakomodir kepentingan kelompoknya sebagai kelompok minoritas.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Nurmalisa tahun 2014 dengan judul
persepsi masyarakat pendatang terhadap adat sembabangan lampung
dilingkungan III celikah Lampung tengah.
Berdasarkan indikator pemahaman kategori kurang menerima (kurang
Paham), kebanyakan dari mereka kurang menerima (kurang paham)
karena adanya faktor proses lamanya dan rumitnya adat sebambangan
tersebut. Berdasarkan indikator tanggapan masyarakat pendatang
kategori kurang menerima, sebagian besar dari mereka kurang
menerima dengan adanya adat sebambangan karena adanya unsur
terkesan memaksa membawa lari anak orang lain tanpa izin dari orang
tuanya. Berdasarkan indikator sikap kategori tidak menerima, sebagian
besar dari responden menganggap bahwa adat sebambangan kurang
tepat untuk dilaksanakan karena masih dapat bermusyawarah dengan
kedua belah pihak meskipun tidak menggunakan adat secara detail (adat
yang aslinya).
3. penelitian yang dilakukan oleh Sri Wahyuni dengan judul persepsi
masyarakat dalam berinteraksi dengan masyarakat suku laut di pasar
tradisional kawal- kangka Kecamatan Gunung Kijang pada tahun 2019
dapat disimpulkan bahwa persepsi yang dilahirkan dari interaksi sosial
yang terjadi antara masyarakat Suku Laut dengan masyarakat lokal
(Kawal Pantai) di Pasar Kawal-Kangka dapat dikatakan baik. Hal ini
dikarenakan adanya pemenuhan peran dari masing-masing pihak
sehingga persepsi yang lahir dari interaksi sosial yang terbangun menjadi
persepsi yang sama dengan persepsi antar masyarakat pada umumnya.
Persepsi masyarakat dalam berinteraksi sosial yang terjadi antara
masyarakat Suku Laut dengan masyarakat lokal dan pedagang diuraikan
dalam beberapa bentuk. Saat masyarakat Suku Laut bertindak sebagai
pemasok ikan (salah satu komoditi yang dijual di pasar). Interaksi ini

27
terjadi saat mereka mendapat pesanan dari pedagang. Masyarakat Suku
Laut akan menjadi pemasok apabila mendapatkan pesanan dari
pedagang. Selanjutnya saat mereka memiliki hasil tangkapan lebih,
setelah mengantar ke toke‟ (pengepul ikan) maka mereka akan
mengantar ke pedagang di Pasar. Para pedagang sangat suka memesan
ikan kepada mereka karena ikan tangkapan mereka terdiri dari beragam
jenis yang banyaka disukai oleh masyarakat.

28
2.6. Kerangka Pikir
Untuk mempermuda suatu penelitian perlu di buat kerangka
pikir atau konsep dengan tujuan membuat arah penelitian menjadi
jelas berikut ini adalah kerangka pikir dari masalah penelitian dalam
bentuk skema.

Gambar 2.1
Kerangka Pikir

Masyarakat Seith Persepsi Suku Buton

Tindakan Sosial

Perilaku sehari-hari
Penilaian dalam kehidupan sehari-hari
Kebiasaan Masyarakat Buton

29
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian


Berdasarkan judul yang dikemukakan diatas, maka penelitian ini
termasuk tipe penelitian deskriptif, Lexy. J. Moleong(2000:3), mendefenisikan
metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku
yang dapat diamati. Selanjutnya Julia Brannen (1992), penelitian deskriptif
yaitu suatu model yang digunakan untuk menemukan pengatahuan yang
seluas-luasnya terhadap objek penelitian yang dimaksudkan untuk
mengumpulkan informasi mengenai gejala atau keadaan yang ada pada saat
penelitian dilakukan.

3.2. Lokasi/Objek Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Negeri Seith Kecamatan Leihitu
Kabupaten Maluku Tengah

3.3. Teknik pengumpulan Data


Untuk mengumpulkan data dari lokasi penelitian penulis
menggunakan beberapa cara diantaranya sebagai berikut:
1. observasi
Teknik ini digunakan untuk pengumpulan data dengan
mengadakan pengamatan langsung pada lokasi penelitian dan
hasilnya dicatat secara cermat dan sistematis.
2. Wawancara
Wawancara merupakan alat re-cheking atau pembuktian
terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya.
Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian kualitatif
adalah wawancara mendalam (in-depth interview) adalah proses

30
memperoleh keterangan untuk tujuan penilitian dengan cara
Tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan
informasi atau orang yang diwawancarai, tanpa mengunakan
pedoman wawancara, dimana pewawancara dan informasi terlibat
dalam kehidupan sosial yang relative lama (Burhan Bugin,
2007:14). Dalam hal ini penulis melakukan wawancara dengan
tokoh adat, masyarakat dan pemerintahan Negeri Seith untuk
melengkapi data penelitian.
3. Metode dokumentasi
Metode dokumentasi digunakan untuk mencari data yang
relevan dan berhubungan dengan permasalahan yang diangkat.
Pengumpulan data dapat bersumber dari arsip dan dokumen yang
ada berupa data dari arsip-arsip pribadidan dokumentasi. Oleh
karena itu peneliti melakukan berbagai cara untuk menemukan
data-data tersebut untuk melengkapi hasil observasi dan
wawancara.

3.4. Sumber Data


Informan kunci (Key Informan) yang terdiri dari Informan dalam
penilitian ini adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan
informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian. Moleong
(2000) informan merupakan orang yang benar-benar mengetahui
permasalahan yang akan diteliti.
Dimana informan dalam penelitian ini lebih difokuskan pada
informan kunci (key informan), yakni orang-orang yang sangat
memahami permasalahan yang diteliti. yang dijadikan informan kunci
dalam penelitian iniadalah
1. Sekretaris Negri : 1 orang
Imam Negri : 1 orang
Tokoh adat : 2 orang

31
Masyarakat : 3 orang
Yang dinilai memiliki pengetahuan terkait masalah yang sedang
diteliti
2. Dokumen, arsip, peta, gambar, buku-buku yang berkaitan dengan
masalah penelitian

3.5. Pengujian Dan Analisis Data


• Validitas Data
Agar semua data dan informasi yang diperoleh dapat terjamin
kebenaran serta keabsahannya maka perlu dilakukan triangulasi data,
triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsaan data yang
memanfaatkan sesuatu yang diluar dan keperluan pengecehan atau
sebagai pembanding terhadap data itu. Untuk memperoleh kebenaran,
penelitian ini mengunakan teknik triangulasi.
Menurut M.Q.Patton,triangulasi data berarti membandingkan dan
mengecek baik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh
melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif
(Moleong,1990:178) Triangulasi data dari penelitian ini diperoleh
dengan meng-crosscheck informasi yang satu dengan informasi yang
lain.
• Model analisis
Model analisis yang digunakan dalam penelitian kualitatif untuk
mengolah data penelitian adalah teknik analisis data interaktif seperti
yang dikemukakan oleh Milles dan Huberman dalam Sugiyono
(2011:246-247) yaitu suatu analisi data yang tidak bisa
dilepaspisahkan antara satu dengan yang lain dimulai dari
pengumpulan data, sajian data, reduksi data dan yang terahir yaitu
menarik kesempulan dari hasil analisis tersebut.
Model analisis interaktif terdiri atas tiga komponen yang
berhubungan dan berinteraksi satu sama lainya. Ketiga komponen itu

32
adalah reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan atau
verifikasi. Selanjutnya dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1
Model analisis data interaktif

Pengumpulan Data

Reduksi Data Sajian Data

Simpulan dan Verifikasi

Skema Analisis Data (Sugiyono, 2011: 247)

1. Reduksi Data
Reduksi data adalah proses dalam memilih, memusatkan
perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi
data hasil penelitian dilapangan. Mereduksi data merupakan
merangkum, mengambil data yang pokok dan penting. Pada
intinya reduksi data yaitu merangkum, memilih dan memfokuskan
hal yang pokok kemudian dicari tema serta polanya sehingga
kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi. Reduksi data
dapat memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah
peneliti untuk melakukan langkah selanjutnya.

33
2. Penyajian Data
Penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan,
hubungan antar kategori, dan sebagainya sehingga data dapat
terorganisasikan, tersusun dalam pola hubunga agar semakin
mudah dipahami. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa
dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar
kategori dan yang paling sering digunakan untuk menyajikan data
adalah dengan teks yang bersifat naratif.
2. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan merupakan perumusan makna dari data
hasil penelitian yang diungkapkan dengan kalimat secara sistematik
agar mudah dipahami dan dilakukan peninjauan secara berulang-
ulang mengenai kebenaran pengumpulan data. Reduksi Data
Sajian Data Simpulan dan Verifikasi dari kesimpulan yang berkaitan
dengan judul, tujuan dan perumusan masalah yang ada serta
relevansi. Penarikan kesimpulan ini merupakan upaya peneliti
untuk mencari makna data, mencatat keteraturan dan penggolongan
data. Kesimpulan awal yang didapat perlu diverifikasi agar benar-
benar bisa dijelaskan. Verifikasi dilakukan dengan mencari bukti-
bukti pendukung yang valid.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti melakukan analisis
data mulai dari mengatur, mengurutkan, dan mengelompokkan data
menurut variabelnya. Data tentang pembentukan karakter diperoleh
dari wawancara, observasi dan dokumen dokumen yang sudah
terkumpul.

34
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian


4.1.1. Sejarah Singkat Negeri Seith
Negeri Seith yang ada sekarang adalah merupakan gabungan dari
lima buah negeri yang awalnya berada pada daerah pegunungan yang ada di
Jazirah Leihitu. Kelima Negeri tersebut termasuk dalam Uli Leala Leisiwa
sebagai Uli kelima dari tujuh Uli yang terdapat di Jazirah Leihitu. Uli Leala
Leisiwa termasuk dalam persekutuan masyarakat adat Uli Lima. Kelima
negeri atau hena yang berada di pegunungan itu adalah Seith, Hautuna,
Lebelehu, Wasilla dan Lain. Kelima negeri (hena) tersebut tergabung menjadi
satu dengan sebutan Seith dan menempati wilayahnya masing-masing dan
dipimpin oleh pemimpinnya masing-masing dengangelar adatnya sendiri.

4.1.2. Sejarah Terbentuknya Negeri Seith


a. Asal Usul Nama Seith
Nama seith awalnya dikenal dengan nama Said. Kata Said sendiri
berasal dari Bahasa Arab yaitu “ sayyid” yang artinya Tuan. Dari pengertian
tersebut dapat diartikan bahwa Negeri Seith sendiri adalah sebuah negeri
yang bertuan yang memiliki makna bahwa negeri atau wilayah ini ada yang
menguasai atau memiliki penguasa. Pada awalnya Negeri Seith merupakan
sebuah negeri dengan seorang kepala pemerintahan yang terbagi dalam
sebuah wilayah kerajaan kecil yang berada di daerah pegunungan dengan
wilayah teritorial serta kepala pemerintahannya sendiri.
b. Asal-Usul Penduduk Dan Terbentuknya Negeri
Secara sosiologis, masyarakat Negeri Seith memperlihatkan sebuah
konfigurasi sosial yang beragam (majemuk). Berdasarkan sejarah asal
setiap soa, dan pilihan lokasi atau teritorial pemukiman, maupun kelompok

35
partisipasi keagamaan memiliki implikasi sosiologis, baik yang bersifat
konflik maupun kedamaian atau integrasi.
Asal-usul masyarakat Negeri Seith berasal dari datuk-datuk yang
datang dari Pulau Seram dan Jawa. Mereka berlayar dengan gusepa atau
kora-kora dan tiba di pulau Ambon tepatnya di wilayah Jazirah Leihitu.
Mereka kemudian naik ke pegunugan, seterusnya mendirikan pusat-pusat
pemukiman disana yang dikenal dengan nama soa atau hena yang berdiri
sendiri-sendiri. Mereka kemudian berangsur-angsur turun ke daerah pesisir
secara bergelombang (tidak serentak) dengan soanya masing-masing yakni
:
1. Soa Seith/Nukuitu
Soa ini diambil dari bahasa setempat seith yang berarti parang. Soa
seith berasal dari gunung Late (Latea) kura-kira satu kilometer arah
tenggara dari Negeri Seith, sekarang dan merupakan soa yang bertugas
memegang pemerintah. Pada saat turun ke pantai, pemimpin Soa Seith
adalah Tupan. Dikisahkan bahwa pada saat pemerintahan Tupan, ada
seorang Mahu mendarat di pantai seith dengan kora-koranya. Tupan
akhirnya memerintahkan malesi-malesinya untuk mencari pendatang itu
dan membawanya menghadap tupan. Setibanya malesi-malesi di pantai,
Mahu sementara tidur nyenyak, sehingga dengan muda mereka
menangkapnya dalam keadaan pulas tertidur. Mereka langsung
mengangkatnya dengan kora-koranya ke Late.
Setelah tiba didepan Tupan di Late, barulah Mahu terkejut dari
tidurnya dan hendak berlari tapi gagal, ia kemudian diangkat sebagai anak
angkat karena kebetulan Tupan tidak mempunyai anak. Tupan yang
berasal dari marga (lumatau) Nukuhaly, sedang anak angkatnya diberi
nama marga Nukuhehe. Di Late ada beberapa lumatau dapat dicatat yaitu
Nukuhaly dan Hatuwe. Dari Late kelompok hena ini turun ke pantai di seith
sekarang ini. Di Negeri Seith, yang dikenal dengan nama Soa Seith (asal

36
late ini) ada beberapa Lumatau selain kedua lumatau tersebut diatas yaitu
Nukuhehe, Mahu, Welitela, Pesilina, Mewar dan Solo.
lam tiap Iumatau (marga) dapat dicatat sebagai
berikut :
• Marga Nukuhehe ber-ama Hailesi
• Marga Nukuhaly ber-ama Tupan
• Marga Mahu ber-ama Kota Husen
• Marga Hatuwe ber-ama Lihu
• Marga Welitela ber-ama Weli
• Marga Pesilina ber-ama Pesi
• Marga Solo ber-ama Solo
Ama-ama ini membantu kepala soa dalam upacara-upacara adat pada
tingkat pertama untuk kemudian ditingkatkan keatas pada Raja
(Pemerintah Negeri).

2. Soa Hautuna
Soa Hautuna diambil dari dua buah kata yaitu hau dan tuna. Hau
artinya bau dan tuna berarti gunung yang bernama tuna. Letak gunung
tuna adalah kira-kira 8 km disebelah selatan seith sekarang ini. Hautuna
adalah hena (negeri) tersendiri. Dari tuna masyarakatnya turun ke wae
huhu dan dan terus turun lagi, sesudah beberapa tahun kemudian ke
lereng gunung umbokol untuk kemudian lari ke ola dan ola ke loin.
Setelah dari loin masyarakatnya hautuna turun lagi tanama lima untuk
selanjutnya menuju hautuna lama yang letaknya kira-kira 1 km ke arah
barat dari seith sekarang. Setelah bermukim beberapa lama di Hautuna
lama ini, mereka kemudian berkeinginan untuk bergabung dengan soa
seith dengan daerah teritorialnya sendiri.
Sewaktu di tuna, kepala/pemimpinnya disebut Sulu dari mata rumah
tanasi. Soa Hautuna mempunyai marga (lumatau) Tanasi, Haupea, Talla,
Wakan, Dan Suilehu. Pada waktu penggabungan di negeri seith, maka

37
soa Tanasi menjadi lumatau dan keenam lumatau ini mendiami satu
daerah teritorialnya tersendiri didalam Negeri Seith dengan masjidnya
tersendiri pula.
Ama (tua adat) di dalam tiap lumatau (marga) dapat dicatat sebagai
berikut :
• Marga tanasi ber-ama honsulu
• Marga Haupea (1) ber-ama Hatalesi
• Marga Haupea (2) ber-ama Ammu
• Marga Haupea (3) ber-ama Heta
• Marga Talla ber-ama Manisi
• Marga Talla ber-ama Salpulu
• Marga Suilehu ber-ama Taleleammu
• Marga Wakan ber-ama Wakan

3. Soa Lebelehu / Wasila


Soa Lebelehu menurut bahasa setempat terdiri dari dua kata yakni
lebe dan lehu. Lebe yang artinya tidak ada dan lehu artinya lebih, jadi
lebelehu artinya tidak ada yang melebihi. Lokasi pemukiman soa tersebut
letaknya di daerah gunung kira-kira 4 km ke selatan negeri seith, yang
tempat asalnya bernama Walwau. Dari walwau masyarakatnya turun lagi
ke suatu tempat yang kira-kira 6 km ke arah tenggara yang dikenal dengan
nama wasitapele.
Pemimpin bergelar Hehuen sedangkan pembantunya bergelar Kohu.
keduanya berasal dari mata rumah Hataul. Dari wasitapele mereka turun
ke wai pokol, kemudian tihu untuk selanjutnya bergabung dengan
masyarakat dari soa Lebelehu. Kedua soa ini kemudian di singkat menjadi
Soa Lewas yang berarti Lebelehu Wasilla dan kedua soa ini masih tetap
bersatu dan merupakan bagian dari masyarakat Negeri Seith sampai saat
ini.

38
Bersama masyarakat lebelehu mereka pindah ke Negeri Seith dan
menempati daerah tersendiri. Matarumah-matarumah yang asli, baik
sewaktu masih di wasitapele, maupun sesudah berada di seith tetap tidak
berubah, yakni Hataul dan Hatuina. Soa ini juga memiliki tempat beribadah
(masjid) tersendiri.
Ama (tua adat) didalam tiap marga (lumatau) dapat dicatat sebagai
berikut :
• Marga Hataul (1) ber-ama Selsuan
• Marga Hataul (2) ber-ama Kohu
• Marga Hatuina (1) ber-ama Sawael
• Marga Hatuina (2) ber-ama Hatumuli

4. Soa Lain
Soa Lain merupakan soa yang terakhir turun dari daerah gunung ke
pesisir pantai atas ajakan salah seorang kapitan yang bernama Sahuhitu
dari marga Mony. Soa ini letaknya kurang lebih 6 km dari Negeri Seith
yang tepatnya di atas sebuah gunung yang bernama eli lain. Digunung ini
hidup empat marga antara lain marga Aihena, marga Lalihun, marga
Samalua dan marga Nalahelu. Soa ini diperintah oleh seorang Raja yang
bernama Latu Hu’ul dari marga Aihena. Setelah mereka mendapat ajakan
dari kapitan Sahuhitu, maka mereka pun turun ke pantai sehingga
terjadinya penggabungan kelima soa ini menjadi satu dengan sebutan
Negeri Seith.
Adapun asal mula pemberian nama Seith adalah atas persetujuan
dari para pemimpin pada soa-soa yang ada, maka untuk menghormati
nama dari soa yang pertama turun ke daerah pesisir pantai sehingga
Seith ditetapkan sebagai nama negeri yang dibentuk untuk atas
penggabungan dari kelima soa yang ada. Untuk mengganti nama Soa
Seith maka Soa Seith diberi nama Soa Nukuitu. Adapun pengertian dari
nama Nukuitu adalah sebagai berikut : Nuku artinya bagian dan Itu artinya

39
tujuh. Jadi nukuitu artinya tujuh bagian, hal ini didasarkan adanya tujuh
marga yang terdapat pada soa tersebut. Berdasarkan penjelasan diatas
maka sampai saat ini Negeri Seith masih tetap ada. Soa Lain juga
menempati daerah tersendiri dan mempunyai masjid tersendiri pula.
Ama ( tua adat ) didalam tiap marga ( lumatau ) dapat dicatat
sebagai berikut :
• Marga Lalihun ber-ama Tomol
• Marga Samalua ber-ama Sopalanit
• Marga Honlisa ber-ama Huliselan
• Marga Aihena ber-ama Aihena
• Marga Nalahelu ber-ama Nalahelu
Setelah melaui proses berpindah-pindah, semua soa tersebut telah
bergabung dan bersekutu serta menempati wilayah teritorialnya masing-
masing dipesisir pantai barulah kemudian disatukan menjadi sebuah
negeri dibawah pemerintahan Latu Adam Nukuhehe yang saat itu adalah
pemimpin pemerintahan Soa Seith, Latu Adam sendiri menjadi pemimpin
pemerintahan setelah adanya pengalihan gelar atau jabatan sebagai
pemimpin negeri dari marga (lumatau) Nukuhaly yang ketika itu adalah
pemimpin Soa Seith, kemudian disetujui oleh marga (lumatau) yang ada
di Negeri Seith.
Setelah kelima negeri tersebut telaah disatukan menjadi sebuah
negeri pada tahun 1542 dibawah kepemimpinan Latu Adam kemudian
kelima negeri tersebut dibagi menjadi lima soa tetapi kelima nama dari
lima negeri tersebut tidak berubah hingga saat ini. Setiap soa yang ada
masing-masing dipimpin oleh seorang kepala soa yang bertanggung
jawab atas marga (lumatau) yang dipimpinnya kepada Raja serta memiliki
wilayah teritorialnya sendiri untuk menandai soa yang ada maka didirikan
masjid (tempat ibadah) di tiap-tiap soa yang ada.

40
4.1.3. Struktur Dan Sistem Pemerintahan
Pemerintah Negeri adalah badan pemerintah desa atau negeri yang
terbentuk dari proses musawarah bersama parah Saniri Negeri dan kepala
soa. Lalu disahkan oleh pemerintah daerah atau bupati. Mengenai pengertian
pemerintah negeri dapat dilihat dalam keputusan-keputusan Landraad
Amboina dan Saparua ( Ziwar Effendi, 1987 : 40 ) pada prinsipnya semua
negeri yang ada di Maluku Tengah mempunyai struktur pemerintahan yang
sama yaitu dipimpin oleh seorang Raja, bergelar upulatu dan merangkap
kepada adat, sesuai struktur hirarki pemerintahan adat di Malaku Tengah.
Negeri Seith menuju pada penyesuaian dengan UU Nomor 32 Tahun 2004
Dan Perda Maluku Tengah tentang negeri. Negeri Seith dipimpin oleh
seorang Raja yang dipilih secara demokrasi sebagai pemimpin adat di negeri.
Negeri mempunyai saniri negeri yang dikepalai oleh seorang kepala
saniri. Negeri Seith memiliki 5 soa atau wik dengan kepala soanya masing-
masing yaitu : Soa Seith/nukuitu, Soa Hautuna, Soa Lebelehu, Soa Wasilla,
Soa Lain. Untuk tahu lebih jelas mengenai struktur negeri tersebut dapat
dilihat pada gambar 4.1

41
Gambar 4.1
STRUKTUR ORGANISASI
PEMERINTAH DI NEGERI SEITH

Saniri Negeri BPN Kepala Pemerintah

Sekertaris

Kaur Pemerintahan Kaur Keras


Kpl. Soa Nukuitu Kpl. Soa Hautuna

Kaur Pembangunan Kaur Umum


Kpl. Soa Wasila
Kpl. Lebe Lehu

Kpl. Soa Lain

Kampung Baru Kampung Tanjung Atas KampungTanjung Bawah


Marinyo

Sumber : Kantor Pemerintah Negeri Seith

42
Selain soa atau wik, Negeri Seith memiliki pula 3 dusun, yaitu dusun
kampung baru, dusun tanjung atas, dan dusun Tanjung bawah yang
dipimpin oleh kepala dusun. Raja selaku kepala pemerintahan Negeri
Seith dibantu oleh lima kepala soa dari masing-masing yang terdapat di
Negeri Seith dan setiap kepala soa memiliki kedudukan dan kekuasaan
adatnya sendiri dalam soanya. Pemerintah Negeri Seith seperti lazimnya
negeri-negeri di pulau Ambon diperintah oleh Raja yang dibantu dengan
perangkat negeri lainnya. Dalam gambar berikut dapat dilihat komposisi
dan struktur pemerintahan negeri seith.
Pemerintahan Negeri/Raja. Raja sebagai puncak pemimpin tertinggi
dinegeri, memiliki kedudukan, tugas dan fungsisebagai berikut :
1. Raja
Kedudukan Raja yakni sebagai alat pemerintah, termasuk alat
pemerintah daerah dan termasuk alat pemerintah negeri.
Tugas Raja yakni :
a. Menjalankan urusan rumah tangga negeri
b. Menjalankan urusan pemerintah, pembangunan dan pembinaan
masyarakat
c. Menumbuhkan dan mengembangkan semangat jiwa gotong
royong
Fungsi raja adalah :
a. Kegiatan dalam urusan rumah tangga negeri
b. Mengerakan partisipasi masyarakat
c. Menjalankan tugas dari pemerintah diatasnya
d. Menjalankan tugas dalam rangka ketentraman dan ketertiban
masyarakat
e. Melakukan tugas-tugas lain yang dibebankan oleh pemerintah
diatasnya.
2. Saniri atau Badan Pemerintah Daerah
Saniri atau BPN ( Badan Permusyawaratan Negeri ) adalah
sebutan untuk parah stap pemerintah negeri atau pembantu Raja
yang dipilih dan diangkat dari Soa-soa adat di Negeri Seith, seperti

43
kepala adat tua-tua negeri (tokoh adat) tukang (orang yang
mengatasi pembangunan Baeleo, Mesjid sekolah dan
pembangunan fisik lainya) tokoh agama (orang yang bertugas
sebagai imam, modem atau khatib), parah tokoh masyarakat
(cendekiawan) Kewang laut dan kewang darat selain itu saniri
negeri memiliki fungsi untuk mengontrol jalannya pemerintahan dan
menyalurkan aspirasi masyarakat kepada Raja Negeri dan
melakukan musyawarah mufakat dan juga saniri bertugas untuk
mengadakan rapat negeri paling kurang satu kali dalam setahun.
3. Sekretaris Negeri
Tugas sekretaris negeri adalah :
• Memberikan pelayanan staf
• Melaksanakan administrasi pemerintah negeri
• Kegiatan surat-menyurat, kearsipan dan pelaporan
• Kegiatan pemerintahan dan keuangan negeri.
• Administrasi kependudukan
• Administrasi umum
• Melakukan fungsi Raja apabila berhalangan.
4. Kepala Soa

a. Kepala Soa berkedudukan sebagai pembantu pemerintah


negeri dalam lingkungan soa masing-masing.

b. Kepala Soa bertugas untuk :


• Memberikan pelayanan kepada masyarakat dilingkungan
soa masing-masing
• Melaksanakan administrasi negeri dalam lingkungan soa
masing-masing.
c. Fungsi kepala soa untuk :
Kegiatan surat menyurat, kearsipan dan pelaporan dalam
lingkungan/ soa masing-masing
• Kegiatan pemerintahan dan keuangan dilingkungan soa
masing-masing.

44
• Administrasi kependudukan dalam soa secara khusus.
• Melakukan fungsi pemerintah negeri yang terkecil dalam
lingkungan soa/ soa masing-masing
5. Kepala kampung
Terdapat 3 kampung yang ada di Negeri seith yaitu: Kampung
Baru, Kampung Tanjung atas, Kampung Tanjung bawah. Ketiga
kampung tersebut dipimpin oleh atasan atasannya masing-masing.
6. Kepala urusan ( Kaur )
Tugas dari masing-masing kepala urusan untuk membantu
sekretaris negeri terutamayang berkaitan dengan tugas dan
fungsinya masing-masing yang terdiri dari.
• Kaur pemerintah
• Kaur keras
• Kaur pembangunan
• Kaur umum
7. Marinyo
Marinyo berasal dari kata Maurinho yang diserap dari Bahasa
Portugis, marinyo berarti Polisi adat, namun dalam konteks
keseharian di negeri negeri adat di Maluku termasuk di Jasirah
Leihitu marinyo didefinisikan sebagai juru bicara Raja kepada
rakyatnya atau kepada negeri lainya. Marinyo yaitu orang yang
dipilih dan diangkat untuk menjalankan tugas sebagai pembantu
Raja untuk menyelesaikan titah Raja (perintah Raja) untuk
menyebarkan informasi langsung dari raja kepada masyarakat
secarah umum yang berada di Negeri Seith dengan cara tobabo,
marinyo di pilih dan di angkat dari masing-masing Soa yang berada
di Negeri Seith.
8. Masyarakat
Merupakan Unsur terpenting dalam sebuah negeri atau sebuah
Negara. Masyarakat merupakan embiro untuk bisa menciptakan
sebuah negeri. Dalam menentukan kemajuaan sebuah negeri,
masyarakat tidak hanya berfungsi sebagai oknum atau orang-orang

45
biasa yang diperintah oleh pemimpin negeri, namun masyarakat
memiliki peranan terpenting dalam mengontrol semua aktifitas yang
dijalankan oleh pemerintah negeri, masyarakat sebagai agen of
control social agen of change. Jika masyarakat dalam sebuah
negeri menunjukan kondisi yang baik dan amanmaka negeri
tersebut juga akan dinilai baik.

4.1.4. Letak Geografis


a. Letak Dan Luas Negeri Seith
Seith adalah salah satu negeri yang terdapat di Kecamatan Leihitu yang
terletak dipesisir utara Pulau Ambon. Dengan mempunyai jarak dari
Negeri Seith Ke Ibukota Kecamatan (Hila) 7 km, sedangkan jarak antara
negeri seith dengan ibukota propinsi 48 km yang dihubungkan dengan
sebuah jalan raya yang beraspal. Selain negeri seith sebagai negeri induk
ada juga terdapat tiga dusun petuanan yakni dusun Kampung Baru, dusun
Tanjung Lau dan dusun Tanjung Darah Negeri seith dengan luas wilayah
19 km. Adapun batas-batas negeri seith adalah sebagai berikut :
• Sebelah utara berbatasan dengan laut seram
• Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Laha dan Tawiri di
Kecamatan Teluk Baguala
• Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Kaitetu
• Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Negeri Lima
Tata pemukiman penduduk memanjang dipesisir pantai sepanjang 200
meter dan lebar pemukiman dari garis pantai ke daerah perbukitan
(gunung) 400 meter. Kondisi bangunan pemukiman penduduk hampir
seluruhnya merupakan bangunan permanen (80%) dan hanya sebagian
kecil (20%) merupakan semi permanen.
b. Keadaan Alam dan Iklim
Sebagaimana halnya dengan negeri-negeri yang lain yang terdapat di
Kecamatan Leihitu maupun terdapat di Pulau Ambon, maka negeri ini pun
memiliki 2 musim yaitu musim barat dan musim timur, kedua musim ini
silih berganti dan diselingi juga dengan musim pancaroba yang
merupakan pemisah dari kedua musim tersebut.

46
Musim barat berlangsung mulai dari bulan desember sampai dengan
bulan maret, sedangkan musim timur berlangsung dari bulan mei dan
berakhir pada bulan oktober, musim ini berjalan selama 6 bulan kemudian
disusul dengan musim pancaroba pada bulan November hingga
memasuki musim barat yang dimulai dari bulan Desember. Hal ini berarti
keadaan musim tidak merata dalam arti setiap musim yang berlangsung
pada daerah tertentu dapat berpengaruh.
c. Keadaan Topografi
Topografi Negeri Seith pada umumnya datar hingga landai yang terletak
dipesisir pantai dengan pariasi 250 meter dari pemukiman laut yang
memanjang dari timur ke barat dan terbentang daerah yang berbukit-bukit
sampai bergunung, dimana pada umumnya dipergunakan oleh penduduk
untuk bercocok tanam seperti palawija dan tanaman tahunan atau
tanaman umur panjang seperti cengkih, pala dan kelapa. Hasil tanaman-
tanaman ini dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup sehari-hari maupun
kebutuhan jangka panjang agar supaya hasil panennya untuk pendidikan
anak, membangun rumah dan lain-lain.
d. Keadaan Demografi
1. Keadaan Penduduk
Penduduk suatu masyarakat merupakan salah satu potensi yang
sangat berpengaruh dan turut menentukan perkembangan dan
kemajuan suatu daerah atau desa tertentu, dimana keadaan selalu
dipengaruhi oleh adanya tingkat kelahiran dan tingkat kematian yang
tidak stabil.
Berdasarkan data yang diperoleh dari kantor desa negeri seith,
maka jumlah penduduk negeri seith adalah 4.988 jiwa, jumlah kepala
keluarga (KK) yaitu 1.996. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada table
berikut ini

47
Tabel 4.1
Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis kelamin F Persentase (%)

1 Laki-laki 2.558 51,28

2 Perempuan 2.430 48,71

Jumlah 4.988 100,00


Sumber : Kantor Pemerintah Negeri Seith 2020
Data dan tabel diatas menunjukan bahwa jumlah penduduk
yang paling banyak adalah jumlah penduduk yang berjenis kelamin
laki-laki dengan jumlahnya 2.558 jiwa atau 51,28%, sedangkan
jumlah penduduk yang paling rendah adala berjenis kelamin
perempuan dengan jumlah 2.430 jiwa atau 48,71%
Tabel 4.2
Jumlah penduduk berdasarkan Tingkat Umur

No Tingkat umur Frekuensi %


1 0-1 248 3,94
2 1-4 500 10,24
3 5-6 289 5,79

4 7-15 1377 27,60


5 16-21 557 11,16
6 22-59 1820 36,48
7 >60 tahun 197 3,94
Jumlah 4988 100

Sumber: kantor pemerintah negeri seith 2020


Data tabel diatas menujukan bahwa golongan umur dengan
jumlah yang paling banyak adalah golongan umur 22 sampai 59
dengan jumlahnya 1820 jiwa. Perbedaan golongan umur yang ada
pada tabel 2 diatas tidak begitu beda jauh dengan golongan umur yang

48
paling terkecil adalah pada pada golongan umur 60 tahun keatas
dengan dengan jumlah 197 jiwa.
2. Kondisi Mata Pencaharian
Penduduk Negeri Seith memiliki berbagai macam mata pencaharian
seperti petani, nelayan, pedagang, pegawai dan lai lain. Berbicara
mengenai mata pencaharian di Negeri Seith, hal ini tidak terlepas dari
keadaan alam negeri tersebut yang cukup potensial bagi usaha
dibidang pertanian dan perikanan. Selain sebagai petani dan nelayan,
penduduk setempat juga memiliki mata pencaharian sebagai
pedagang, pegawai dan lain-lain. Agar lebih jelas dapat dilihat pada
tabel berikut ini
Tabel 4.3
Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
No Mata Pencaharian Frekuensi Persentase (%)
1 Petani 1065 21,35
2 Nelayan 65 1,30
3 Tukang 56 1,12
4 PNS 596 11,94
5 TNI/POLRI 77 1,54
6 Pensiunan 44 0,88
7 Wiraswasta 68 1,30
8 Montir/Pengemudi 48 1,36
9 Belum Bekerja 2969 59,32
JUMLAH 4988 100
Sumber : Kantor Pemerintah Negeri Seith 2020
Dilihat dari komposisi jenis pekerjaan diatas, jumlah penduduk
negeri seith adalah 4.998, yang bekerja sebagai petani 1065 orang, yang
bekerja sebagai tukang dalam hal ini tukang kayu 56 orang, bekerja
sebagai PNS 596 orang, yang bekerja sebagai TNI/POLRI77 orang, yang
bekerja sebagai wirasuwasta 68 orang, sedangkan yang bekerja sebagai
montir/pengemudi 48 orang dan sisanya 2969 orang tidak bekerja.

49
3. Kondisi Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu wadah yang bertujuan untuk
merubah dan mengembangkan potensi yang dimiliki oleh setiap
manusia. Artinya bahwa melalui pendidikan orang mendasarkan
dirinya pada sebuah proses kemajuan, olehnya itu peranan pendidikan
sangat penting dalam mencegah agar penduduk terhindar dari buta
huruf. Keadaan pendidikan di Negeri Seith dapat dilihat pada tabel
berikut
Tabel 4.4
Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No Tingkat Pendidikan Frekuensi %
1 TK 80 1,60
2 Tamat SD 990 1,98
3 Tidak tamat SD 576 1,15
4 Tamat SMP 851 1,70
5 Tidak tamat SMP 284 0,56
6 Tamat SMA 542 1,08
7 Tidak tamat SMA 195 0,39
8 Tamat PT 98 0,19
9 Tidak tamat PT 288 0,57
10 Tidak Bersekolah 900 1,80
11 Belum Bersekolah 184 0,36
JUMLAH 4,988 100
Sumber : Kantor Pemerintah Negeri Seith 2020
Data tabel diatas menggambarkan bahwa yang menempati
pendidikan tertinggi adalah penduduk yang memiliki tingkat pendidikan
sekolah dasar (SD) yang berjumlah 990 orang, sedangkan yang
memiliki pendidikan yang terendah adalah tingkat pendidikan taman
kanak-kanak (TK) yang berjumlah 80.
e. Kondisi Keagamaan
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa negeri
seith adalah merupakan salah satu negeri yang ada pada Wilayah Jazirah
Leihitu yang merupakan daerah dengan mayoritas masyarakatnya

50
beragama islam. Masuknya agama islam di negeri seith pada tahun 121
hijriah (751 SM) hal ini diketahui sesuai dengan apa yang tertulis pada
mimbar yang ada pada masjid tua yang ada pada soa seith.

f. Adat Istiadat
Upacara adat yang paling menonjol di Negeri Seith adalah
pengangkatan atau pelantikan Raja. Gambaran singkat pengangkatan
Raja sebagai berikut. Bila calon raja berasal mata rumah Nukuhehe, maka
ia akan di antar ke rumah Tupan. Disana calon raja akan di persiapkan
dengan pakaian adat, untuk kemudian diantar Tupan ke rumah pusaka
mahu untuk mangambil berkat di depan pintu rumah, mahu mendoakan
dalam bahasa seith. Kemudian diantar oleh rombongan yang terdiri atas
Mahu, Nukuhaly serta para pendamping yang terdiri dari 2 wanita dan 2
malesi (dalam pakaian adat) menuju baileo. Setibanya di baeleo, mererka
berdiri di hadapan tua-tua adat dan masyarakat yang sudah menanti Raja
untuk dilakukan pasawale. Pasawale adalah acara awal untuk
penghormatan dan pemberkatan semua yang hadir dalam upacara
tersebut oleh 7 ulu (tua adat). Kemudian Tupan menyerahkan mahkota
sebagai tanda pelantikan adat. Sebagai tuan tanah Tupan menyerukan
masyarakat untuk taat kepada Rajanya.

4.2. Analisis dan Pembahasan


Pengelola dan analisis data merupakan tahap akhir dalam proses
penelitian hal ini di gunakan untuk memperoleh pengelaman secara utuh
serta memperoleh gambaran menyeluruh terhadap masalah yang diteliti.
Oleh karena itu perlu untuk merangkum beberapa keterangan yang
penulis peroleh dari informasi penelitian ini yaitu:

4.2.1. Sejarah kedatangan Masyarakat Suku Buton di Negeri Seith


a. Sejarah dalam bahasa yunani historia yang artinya mengasut
pengetahuan yang diperoleh melalui penelitian, kajian tentang masa
lampau, khususnya bagaimanan kaitannya dengan manusia. Dimana

51
dalam bahasa Indonesia sejarah,abad, hikayat, riwayat, tarikh,tawarik,
tambo, atau histori yang dapat di artikan sebagian kejadian dan peristiwa
yang benar-benar terjadi pada masa lampau atau asal usul kejadian.
Nikolaos Gysis (1892: 7,) Sejarah juga dapat mengacu pada
bidang akademisi yang mengunakan narasi untuk memeriksa dan
menganalisis urutan peristiwa masa lalu,dan secara objektip menentukan
pola sebab dan akibat yang menentukan mereka.
b. Suku Buton adalah suku bangsa yang menempati wilayah Sulawesi
Tenggara tepatnya di kepulauan Buton. Suku Buton juga dapat ditemui
dengan jumlah yang Signifikan diluar Sulawesi Tenggara seperti di
Maluku Utara, Kalimantan Timur, dan Maluku. Secara umum masyarakat
Buton adalah masyarakat yang mendiami wilaya kekuasan Kelsultanan
Buton daerah-daerah itu kini menjadi beberapa Kabupaten dan kota di
Sulawesi Tenggara diantaranya Kota BauBau, Kabupaten Buton,
Kabupaten Buton Selatan, kabupaten Buton Tengah, Kabupaten Buton
Utara, Kabupaten Wakatobi, Kabupaten Bombana, Kabupaten Muna, dan
Kabupaten Muna Barat. Orang Buton terkenal pula dengan peradabanya
yang tinggi hingga saat ini peningalannya masi dapat dilihat diwilayah-
wilaya Kesultanan Buton diantarnya yang bernama Benteng Karaton
Buton yang merupakan benteng sejarah Masyarakat Buton.
c. Negeri Seith merupakan gabungan dari lima buah negeri yang
awalnya berada pada daerah pegunungan yang ada di Jazirah Leihitu.
Kelima Negeri tersebut termasuk dalam Uli Leala Leisiwa sebagai Uli
kelima dari tujuh Uli yang terdapat di Jazirah Leihitu. Uli Leala Leisiwa
termasuk dalam persekutuan masyarakat adat Uli Lima. Kelima negeri
atau hena yang berada dipegunungan itu adalah Seith, Hautuna,
Lebelehu, Wasilla dan Lain. Kelima negeri (hena) tersebut tergabung
menjadi satu dengan sebutan Seith dan dipimpin oleh 1 pemimpin Raja.

Menurut keterangan yang disampaikan Oleh informan salah satu


tokoh adat masyarakat Suku Buton di Negeri Seith Bapak La Wongi

52
dalam wawancara yang dilakukan pada 10 Oktober 2020 mengenai
sejarah masuknya Masyarakat Suku Buton di Negeri Seith yaitu
“Alasan kedatangan Masyarakat suku buton tidak
terlepas dari kondisi geografis daerah asalnya dimana
keadaan tanah yang gersang, daerah yang tandus serta
berbatuan mendorong Masyarakat Buton untuk keluar dari
daerah asalnya. pada awalnya Masyarakat Suku Buton
datang ke Negeri Seith dengan tujuan melakukan usaha
perdagangan tetapi lama-kelamaan mereka menetap di
Negeri Seith, awal kedatangan Masyarakat Suku Buton ke
Negeri Seith hanya terdiri dari tiga Marga yaitu Papalia,
Wabula, dan Woloa, tiga Marga tersebut hidup berkelompok-
kelompok didalam Negeri Seith, Marga Papalia yang
bertempat tingal di wilayah Seith bagian barat, yang di beri
nama Tanjung Atas (Kampung Jawa), Marga Wabula
mendiami wilayah Seith di sebelah pesisir pantai yang diberi
nama Tanjung Bawah, sedangkan Marga Woloa mendiami
wilayah Bagian timur yang diberi nama Kampung Baru.
mereka melakukan perdagangan sampai menetap di Negeri
Seith dan lama-kelamaan hidup berbaur dengan Masyarakat
Seith sampai sekarang ini”
Sejalan dengan pendapat tersebut informasi lain juga di peroleh
dari hasil wawancara dengan informan Bapak Anca Haupea selaku Tokoh
adat Negri Seith yang di lakukan pada hari yang sama :
“pada awalnya Masyarakat Buton masuk di Negeri
Seith itu mereka melakukan pelayaran sampai di Negeri
Seith lalu mereka melaksanakan perdagangan di dalam
Negeri Seith dan lama-kelamaan mereka menetap di Negeri
Seith, Masyarakat Negeri Seith menerima mereka dengan
senang hati masuk ke Negeri Seith dan menetap sampai
sekarang ini, bahkan Masyarakat Seith pun sudah
menganggap mereka seperti Masyarakat Negeri Seith”.

53
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa
awal mula kedatangan masyarakat Suku Buton ke Negeri Seith
dikarenakan kondisi geografis daerah asal yang gersang, tandus dan
bebatuan mendorong para masyarakat Suku Buton untuk keluar dari
daerah asalnya. Dengan melakukan pelayaran dan perdagangan.pada
awalnya Masyarakat Buton datang ke Negeri Seith bukan dengan tujuan
untuk menetap akan tetapi mereka datang semata-mata untuk berdagang,
tetapi lama-kelamaan mereka menetap di Negeri Seith. Pada awal
kedatangan Masyarakat Buton di Negeri Seith tahun 1300-1400 M, pada
saat itu Masyarakat Buton terdampar dengan kapalnya di pantai Boyan,
dan pada saat itu yang menemukan mereka adalah Masyarakat Seith dari
Soa Lebelehu Masyarakat Seith dari Soa Lebelehu menyambut mereka
dengan baik dan membawa mereka untuk menghadap Raja dan selesai
dihadapkan dengan Raja maka mereka disahkan untuk tingal di Negeri
Seith yang diantaranya terdiri dari tiga marga yaitu: Papalia, Wabula,
Woloa. Tiga marga tersebut hidup secara berkelompok. Alasan
kedatangan masyarakat Suku Buton adalah untuk melakukan
perdagangan hingga mereka menetap dan mendiami sebagian wilayah di
Negeri Seith.
Seiring berjalannya waktu atas ijin Raja Negeri Seith masyarakat
Suku Buton melakukan bercocok tanam membuat perkebunan dan mulai
hidup berbaur dengan Masyarakat Seith sampai sekarang ini. Setelah itu
beberapa marga dari Suku Buton mulai menyusul datang ke Negeri Seith
dan disambut baik oleh Masyarakat Seith. Adat serta budaya Masyarakat
Buton itu tidak pernah menjadi alasan untuk memisahkan orang Buton
dan Seith karena pihak pemerintah telah menetapkan Masyarakat Buton
tersebut sebagai penduduk tetap di Negeri Seith.

4.2.2. Persepsi Masyarakat Seith terhadap Masyarakat Buton


Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh
penginderaan. Penginderaan merupakan suatu proses diterimanya
stimulus oleh individu melalui alat penerima yaitu alat indera. Pada

54
umumnya stimulus tersebut diteruskan oleh saraf ke otak melalui pusat
susunan saraf dan proses selanjutnya merupakan proses persepsi.
Stimulus diterima oleh alat indera, kemudian melalui proses persepsi
sesuatu yang diindera tersebut menjadi sesuatu yang berarti setelah
diorganisasikan dan diinterpretasikan (Davidoff, 1980 dalam Adrianto,
2006).
Pengertian persepsi masyarakat dapat disimpulkan adalah
tanggapan atau pengetahuan lingkungan dari kumpulan individu-individu
yang saling bergaul berinteraksi karena mempunyai nilai-nilai, norma-
norma, cara-cara dan prosedur merupakan kebutuhan bersama berupa
suatu sistem adat-istiadat yang bersifat kontinue dan terikat oleh suatu
identitas bersama yang diperoleh melalui wawancara dan observasi.
Negeri Seith adalah salah satu negeri adat yang terdapat dalam
wilayah Maluku Tengah. Kondisi masyarakat Seith cukup beragam.
Kehidupan agama, suku, pola pikir, dan lainya membutuhkan kemampuan
adaptasi sosial dari masing-masing kelompok sosial yang berbeda di
Negeri Seith Hal ini berlaku kepada masyarakat Suku Buton yang
berstatus sebagai pendatang dan Masyarakat Seith sebagai penduduk
asli. Hubungan kerja sama, saling percaya yang satu terhadap yang lainya
membuat Masyarakat Suku Buton di Negeri Seith dapat bertahan hidup
dengan baik.
Berdasarkan wawancara dengan informan Rusdi Hataul selaku
salah satu masyarakat Negeri Seith yang dilakukan pada tanggal 11
Oktober 2020 yaitu :
“Masyarakat Seith tidak memandang orang Buton
sebelah mata, tetapi Masyarakat Seith menganggap orang
Buton yang ada di Negeri Seith itu Seperti Masyarakat Seith
dan tidak membeda-bedakan Suku tersebut, karena
masyarakat berpatokan kepada (Bhineka tunggal ika)
berbeda-beda tetap satu”
Masyarakat Buton yang ada di Negeri Seith telah menjalani
kehidupan bermasyarakat, mereka merupakan kelompok pendatang dari

55
Pulau Buton ke Pulau Ambon, kemudian mereka memilih lokasi tempat
tinggal di Negeri Seith. Sejak kedatangannya di Negeri Seith, ternyata
masyarakat suku Buton tidak berpindah-pindah tempat tinggal. Sejak
dahulu sampai sekarang, Masyarakat Buton yangada di Negeri Seith
sebagian besar memilih hidup sebagai petani. Namun pada saat ini ada
diantara mereka yang telah menjadi pegawai, wiraswasta, dan lain
sebagainya. keberadaan mereka selama ini didalam petuanan Negeri
Negeri Seith senantiasa sejak awal kedatangan mereka diterima secara
baik-baik oleh Masyarakat Negeri Seith. Bagi Masyarakat Negeri Seith
sudah menggangap mereka (Masyarakat Suku Buton) sebagai saudara
mereka sendiri, dan begitupun sebaliknya. Hubungan sosial yang
berlangsung antara Orang Buton dengan Orang Seith selama ini selalu
baik karena mereka memiliki kesadaran bersama antara pendatang dan
penduduk asli, dan adanya hubungan saling percaya yang satu terhadap
yang lain yang sangat kuat. Hubungan saling percaya tersebut bisa
memperkuat proses penyesuaian diri, dan kemudian menguatkan proses-
proses interaksi sosial yang berlangsung antara sesama Masyarakat
Buton dan antara Masyarakat Buton dengan Masyarakat Negeri Seith.
Pandangan tentang hubungan sosial antara Masyarakat Buton dengan
Masayarakat Negeri Seith seperti dikemukakan diatas, walaupun memiliki
perbedaan, baik itu asal-usul, Adat Istiadat, dan lainnya tetapi hal itu
bukan menjadi kendala. Sebagai contoh dapat dikemukakan bahwa,
kebaikan Masyarakat Seith kepada Masyarakat Suku Buton yang ada
Negeri Seith dapat dilihat dengan kepedulian mereka untuk datang
mengundang Suku Buton untuk menghadiri hajatan yang dilakukan oleh
Masyarakat Seith, baik kondisi yang telah terjadi secara alamiah, tetapi
dalam menjalani hidup secara baik dari kelompok-kelompok sosial yang
berbeda ternyata pola adaptasi itu pada hari-hari besar keagamaan, acara
perkawinan, dan sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa hidup dalam
kebersamaan dalam perbedaan bukan menjadi masalah, karena itu
pemahaman tentang hubungan saling menghormati, menghargai,
percaya, toleransi, dan sebagainya merupakan elemen dasar yang perlu

56
diperkuat dalam proses- proses sosial sehingga melalui interaksi sosial
yang harmonis dapat menyatukan berbagai perbedaan dalam
kebersamaan sehingga kehidupan bermasyarakat terus berlanjut.
Kondisi yang dijalani oleh Orang Buton di Negeri Seith dapat
dijadikan sebagai gagasan maupun pedoman hidup bagi lingkungan
masyarakat lainnya yang memiliki latar belakang kehidupan yang
berbeda. Sebab perbedaan itu adalah suatu kehidupan sosial telah
memainkan peran yang sangat penting sehingga berbagai aspek yang
berbeda dari segi asal-usul, tradisi, adat- istiadat, kebudayaan, maupun
kehidupan sosial bisa terintegrasi secara alamiah dan membentuk
jaringan sosial yang dapat menyumbang pada usaha membangun
kehidupan bermasyarakat yang lebih baik.
Perbedaan yang dimiliki oleh Orang Buton dengan Orang Seith
cukup banyak sekali. Tetapi perbedaan itu bukan dijadikan sebagai
pemisah tetapi menjadi perekat sosial agar masing-masing kelompok
sosial sadar terhadap eksistensi masing-masing sehingga dapat bekerja
sama untuk melanjutkan hidup.
Pada hakekatnya derajat manusia dimata sang pencipta adalah
sama, begitupun pada Masyarakat Seith juga tidak memandang orang
Buton sebelah mata, mereka telah menganggap orang-orang Buton yang
ada di Negeri Seith itu seperti Masyarakat Seith sendiri dan tidak
membeda-bedakan suku tersebut, meskipun terdapat beberapa oknum
yang rasis dalam membeda-bedakan suku. Tetapi banyak dari
masyarakat berpatokan pada sembohyan indonesia yaitu bhineka tunggal
ika yang artinya berbeda-beda tetap satu. Masyarakat berpikir hidup
dalam satu Negeri yang berbeda-beda Suku, seperti Suku Buton dan
Suku Bugis dengan kedua Suku tersebut akan membawa dampak yang
baik pada Masyarakat dan generasi-generasi baru di Negeri Seith, dan
masyarakat lainya diberbagai daerah agar bisa menerima Suku-Suku
yang lain, karena hidup dalam perbedaan suku kita dapat mengetahui
budaya mereka dan saling menghargai satu sama yang lain, dan hidup
dalam perbedaan suku dan kebudayaan akan terasa indah dalam

57
kehidupan kebersamaan di Negeri Seith, untuk selamanya dan menjadi
suatu pandangan yang baik pada masyarakat lainya.

4.2.3. Proses pernikahan silang antara orang Buton dan orang Seith
di Negeri Seith
Pernikahan adalah upacara pengikatan janji nikah yang di rayakan
atau dilaksanakan oleh dua orang dengan maksud meresmikan ikatan
perkawinan secara norma agama, norma hukum, dan norma sosial.
Upacara pernikahan memiliki banyak ragam dan variasi menurut tradisi
suku bangsa, agama, budaya, maupun kelas sosial. Dalam tradisi suku
buton sendiri perkawinan hanya dapat terjadi pada masyarakat yang
memiliki status sosial yang setara tetapi karena adanya akulturasi maka
hal tersebut sudah jarang di perhitungkan lagi.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh Bapak La wongi pada
tangal 10 Oktober 2020 mengenai proses perkawinan
“ dalam perkawinan jika kedua mempelai berbeda
suku maka akan terjadi perpaduan antara adat Buton dan
adat Seith apabila yang menikah dari pihak laki-laki Seith
dengan wanita dari Suku Buton maka dari pihak lelaki harus
mengikuti adat buton dengan membayar uang adat (boka)
terhadap mempelai wanita”.
Pendapat lain juga disampaikan oleh Bapak anca Haupea pada
tangal 10 Oktober 2020 mengenai proses pernikahan yaitu”
“orang tua dari mempelai wanita akan membawa
anaknya kerumah orang tua kedua (Saudara Wali) dan
didampingi wanita dari keluarga laki-laki yang disebut
(matita’ai). Kemudian mempelai wanita diantarkan ke
mempelai lelaki Orang Seith dan mereka akan menjalankan
pernikahan degan adat Seith bersama-sama”.
Dalam proses perkawinan terjadi perpaduan adat Buton dan adat
Seith dimana akan terlihat apabila yang nikah dari laki-laki Seith dengan
wanita Buton maka dari leleki Seith harus membayar uang adat (boka)

58
terhadap mempelai wanita. Dalam perkawinan orang tua dari mempelai
wanita akan melakukan adat Buton dengan mempelai wanita dan selesai
melakukan adat Buton tersebut keluarga dan mempelai perempuan,
membawa anaknya ke rumah orang tua ke (Saudara Wali) dan didampingi
wanita dari keluarga lelaki (Matita’ai) dan (Saudara Wali) kedua orang tua
membawahnya kerumah mempelai lelaki, dan saat itu mempelai lelaki
bersiap-siap dibawa ke Masjid untuk melaksanakan akad nikahnya dan
datanya mempelai wanita dirumah menunggu mempelai laki-laki
melaksanakan akad nikahnya setelah itu mempelai datang ke rumah
untuk mengikuti mempelai perempuan dengan membawa (boka) untuk
diserahkan kepada mempelai perempuan, sebelum menyerahkan (boka)
mempelai laki-laki harus memutarkan sorbannya sampai tiga kali putaran
diatas kepala mempelai wanita, dan mempelai wajib membuka kain
(selendang) yang menutupi wajah mempelai wanita dengan serempak
masyarakat dan imam Masjid yang ada disekitar mempelai lelaki dan
perempuan wajib menjawab (BarakAllah) kepada kedua mempelai dan
lelaki mencium dahi wanita dan memegang tangan mempelai wanita untuk
menyerakan (boka) kepada mempelai wanita dan setelah itu kedua
mempelai pergi ke orang tua mempelai wanita berjabah tangan
menyerakan (boka) kepada orang tua mempelai wanita.

4.2.4. Tradisi dan Kebudayaan Masyarakat Seith dan Buton yang


bercorak kebersamaan
A. Tradisi (Bahasa Latin : Tradition = diteruskan) atau pola kebiasaan
yang dilakukan secara berulang - ulang sesuai nilai-nilai yang meliputinya.
Nilai-nilai tradisi itu berhubungan dengan harapan-harapan, jaminan dan
kewajiban kewajiban yang harus dipenuhi dalam menjamin kelangsungan
kehidupan (alam dan generasinya). Tradisi dalam pengertian yang paling
sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak lama (sejak zaman
leluhur) dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat
dari waktu ke waktu. (Watloly (2013). Berbicara mengenai tradisi, tidak
terlepas dari hubungan masa lalu ke masa kini, kelangsungan masa lalu

59
dan masa kini mempunyai dua bentuk material atau gagasan, atau objektif
dan subjektif. Menurut arti yang lebih luas atau lebih lengkap tradisi
adalah keseluruhan benda material dan gagasan yang berasal dari masa
lalu namun benar-benar masih ada hingga kini dan belum dilupakan.
Menurut Shills tradisi adalah segala sesuatu yang di salurkan dari masa
lalu ke masa kini (Sztompka,2004 : 12) dalam arti yang sempit tradisi
berarti bagian-bagian warisan sosial, khusus yang tetap bertahan hingga
kini dan masih kuat ikatannya dengan kehidupan dimasa lalu.
Tradisi merupakan suatu gambaran sikap dan perilaku manusia
yang telah berproses dalam waktu lama dan dilakukan secara turun-
temurun dimulai dari nenek moyang. Tradisi yang telah membudaya akan
menjadi sumber dalam berakhlak dan berbudi pekerti seseorang. Tradisi
atau kebiasaan, dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu
yang telah dilakukan untuk sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan
suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan,
waktu, atau agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi
adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik
tertulis maupun lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah.
Selain itu, tradisi juga dapat diartikan sebagai kebiasaan bersama dalam
masyarakat manusia, yang secara otomatis akan mempengaruhi aksi dan
reaksi dalam kehidupan sehari-hari para anggota masyarakat itu.
Sebagai sistem budaya, tradisi menyediakan seperangkat model
untuk bertingkah laku yang bersumber dari sistem nilai dan gagasan
utama. Tradisi juga merupakan suatu sistem yang menyeluruh, yang terdiri
dari cara aspek yang pemberian arti laku ujaran, laku ritual dan beberapa
jenis laku lainnya dari manusia atau sejumlah manusia yang melakukan
tindakan satu dengan yang lain. Unsur terkecil dari sistem tersebut adalah
simbol. Simbol meliputi simbol konstitutif (yang berbentuk kepercayaan),
simbol penilaian norma, dan sistem ekspresif (simbol yang menyangkut
pengungkapan perasaan).
Tradisi sangat mirip dengan penemuan baru, hanya saja dalam
kasus tradisi ini lebih berarti sebelumnya. Cara kedua muncul akibat

60
adanya mekanisme paksaan, sesuatu yang dianggap sebagai tradisi
dipilih dan dijadikan perhatian umum oleh individu yang berkuasa.
Menurut Shills manusia tidak mampu hidup tanpa tradisi, meski mereka
merasa tak puas terhadap tradisi mereka. Shills (Sztompka,2004:322).
a. Fungsi Tradisi.
Dalam memahami tradisi adalah sikap atau orientasi pikiran
tentang benda material atau gagasan yang bersal dari masa lalu dan
masih diadakan hingga kini. Sikap atau orientasi mempunyai bagian
khusus dari seluruh warisan historis. Arti penting penerimaan sesuatu
secara sosial ditetapkan sebagai tradisi, menjelaskan betapa menariknya
suatu tradisi itu. Menurut Shills (Sztompka, 1981:14,15) Tradisi adalah
ciptaan manusia. Dalam arti sempit tradisi adalah kumpulan benda
material dan gagasan yang mempunyai makna khusus yang berasal dari
masa lalu. Tradisi mengalami perubahan, ketika manusia menetapkan
fragmen atau bagian–bagian tertentu dari warisan masa lalu sebagai
tradisi. Tradisi lahir melalui dua cara, cara pertama muncul secara
spontan serta melibatkan rakyat banyak. Tradisi sangat mirip dengan
penemuan baru, hanya saja dalam kasus tradisi ini lebih berarti
sebelumnya. Cara kedua muncul akibat adanya mekanisme paksaan.
Sesuatu yang dianggap sebagai tradisi dipilih dan dijadikan perhatian
umum oleh individu yang berkuasa. Menurut Shills manusia tidak mampu
hidup tanpa tradisi, meski mereka merasa tak puas terhadap tradisi
mereka. Shills (Sztompka,1981:322). Selain itu ada beberapa fungsi
tradisi yang harus diketahui yaitu :
1. Membantu menyediakan tempat pelarian dari keluhan,
ketidakpuasan dan kekacauan kehidupan moderen, masa lalu
adalah tempat bernaungnya semangt yang tak berkurang di masa
kini shills (Sztompka ,1981 : 207).
2. Memberikan legitimasi terhadap pandangan hidup, keyakinan,
pranata atau aturan yang suda ada. Semua ini memerlukan
pembenaran agar dapat mengikat anggotanya ini adalah salah
satu legitimasi terdapat dalam tradisi. Bisa dikatakana seperti itu

61
“atau“ orang selalu mempunyai keyakinan demikian, meskipun
dengan resiko yang pradoksa atau pertentangan yakni bahwa
tindakan itu hanya dilakukan karena orang lain melakukan hal
yang sama dimasa lalu atau keyakinan diterima semata-mata
karena mereka telah menerimanya sebelumnya Shills (Sztompka,
1982 : 21 )
3. Dalam bahasa klise dinyatakan, tradisi adalah kebijakan turun
temurun tempatnya dalam kesadaran,keyakinan norma, dan nilai
yang kita anut pada masa kini dan masa lalu. Dan Menyediakan
symbol identitas kolektif yang memperkuat loyalitas terhadap
bangsa. Contoh utama tradisi adalah ritual.
B. Pengertian Kebudayaan
Keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya
manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik
diri manusia dalam belajar. Hal tersebut berarti bahwa hampir seluruh
tindakan manusia adalah ‘’kebudayaan‘’ karena hanya amat sedikit
tindakan manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang perlu
dibiasakan dengan belajar, yaitu hanya beberapa tindakan naluri
beberapa reflex, beberapa tindakan akibat proses fisiologi, atau
kelakuan apabila ia sedang membabi buta bahkan sebagai tindakan
manusia yang merupakan kemampuan naluri yang terbawah oleh
mahluk manusia dalam Gen-nya bersama kelahirannya (seperti
makan, minum atau belanja dengan kedua kakinya) juga dirombak
olehnya menjadi tindakan kebudanyaan. Manusia makan pada waktu-
waktu tertentu yang di anggapnya wajar dan pantas, ia makan dan
minum dengan alat-alat, cara-cara dan sopan santun atau protocol
yang sering kali sangat rumit, yang harus dipelajarinya dahulu
dengan susah payah. Manusia berjalan tidak munurut wujud
organisme yang telah ditentukan oleh alam malainkan merombak
cara berjalanya dengan gaya seperti prajurit, berjalan dengan gaya
lemah-lembut, berjalan sebagai pragawati dan sebagainya, yang
semuanya harus dipelajarinya dahulu. Memang, defenisi yang

62
menganggap bahwa ‘’kebudayaan‘’ dan ‘’tindakan kebudayaan‘’ inti
adalah segala tindakan yang harus di biasakan oleh manusia dengan
belajar (Learned behavior) kata “kebudayaan” dan “Culture” kata
‘’kebudayaan‘ ’berasal dari kata Sanskerta Buddhayah, yaitu bentuk
jamak dari buddhi yang berarti ‘’budi‘’ atau ’’akal ‘’. Dengan demikian
ke- budaya-an dapat di artikan; “hal-hal yang bersangkutan dengan
akal”. Adapun kata Culture, yang merupakan kata asing yang sama
artinya dengan “kebudayaan“ yang berasal kata lain colore yang
berarti mengolah, mengerjakan terutama mengolah tanah atau
bertani. Dari arti ini berkembang arti cuture sebagai segalah daya
upaya serta tindakan manusia untuk mengolah tanah dan merubah
alam.
1. Wujud Kebudayaan.
a. Wujud kebudayaan sebagai suatu komleks dari ide-ide,
gagasan, nilainilai, norma-norma peraturan dan sebagainya
b. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompeks aktivitas serta
tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.
2. Wujud kebudayaan sebagai benda- benda hasil karya manusia.
Wujud pertama adalah Wujud idel dari kebudayaan. Sifatnya
abstrak, tak dapat diraba atau di foto lokasinya ada didalam kepala-
kepala ,atau dengan perkataan lain dalam alam pemikiran warga
masyarakat di mana kebudayaan mereka tadi dalam tulisan, maka
lokasi dari kebudayaan ideal sering berada dalam karangan dan buku-
buku hasil karnya para penulis warga masyarakat bersangkutan.
Sekarang kebudayaan ideal juga banyak tersimpan dalam diskusi,
arsip, koleksi micro flim dan microfish, kartu computer, silinder dan
pita computer. Wujud kedua dari kebudayaan yang disebut sistem
sosial atau sosial sistem, mengenai tindakan berpola dari manusia itu
sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang
berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu dengan yang lain dari
detik ke detik, dari hari ke hari dan dari tahun ke tahun, selalu menurut
pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sebagai

63
rangkaian aktivitas manusia-manusia dalam suatu masyarakat, sistem
sosial itu bersifat kongret, terjadi disekeliling kita sehari-hari, biasanya
observasi, difoto dan didokumentasi. Ketiga wujud dari kebudayaan
terurai diatas, dalam kenyataan kehidupan masyarakat tentu tak
terpisah satu sama yang lain kebudayaan ideal dan adat istiadat
mengatur dan memberi kepada tindakan dan karya manusia, baik
fikiran dan ide-ide, maupun tindakan dan karya manusia yang
menghasilkan benda-benda kebudayaan fisiknya. Sebaliknya,
kebudayaan fisik membentuk suatu lingkungan hidup tertentu yang
makin lama makin menjauh manusia dari lingkungan alamiah
sehingga mempengaruhi pula pola-pola perbuatanya, bahkan juga
cara berfikirnya. Sungguh ketiga wujud dari kebudayaan tadi erat
berkaitan. Untuk keperluan analisa perlu diadakan pemisahan yang
tajam antara tiap- tiap wujud itu, hal ini sering dilupakan tidak hanya
alam diskusi-diskusi atau dalam pekerjaan sehari-hari. Ketiga wujud
dari kebudayaan tadi sering dikacaukan, melainkan juga dengan
analisa ilmiah oleh para sarjana yang menanamkan dirinya ahli
kebudayaan atau ahli masyarakat, dan sering tidak dapat dibuat
pemisahan yang tajam antara ketiga hal yang terurai diatas.
Hasil wawancara dengan Bapak La wongi selaku mantan tokoh
adat Buton yang dilakukan pada 10 Oktober 2020
Beliau mengatakan bahwa terkait dengan tradisi dan
kebudayaan masyarakat Buton yang ada di Negeri Seith itu
tidak terlepas pisahkan dengan Masyarakat Seith dalam arti
kalau ada hajatan yang di lakukan oleh masyarakat Buton
mereka akan mendatangkan tokoh-tokoh agama dari
masyarakat seith.
Beberapa tradisi yang masih dijalankan oleh masyarakat Suku
Buton yaitu :
1. Pingitan
Pingitan merupakan sebuah ritual adat masyarakat Suku Buton
yang sudah ada sejak zaman kesultanan Buton. Tujuan

64
pelaksanaan ritual ini sebagai simbol masa transisi atau peralihan
status seorang gadis dari remaja menjadi dewasa.
Hasil wawancara yang didapat oleh salah satu tokoh adat suku
buton yakni bapak Lawongi di peroleh informasi yaitu
“dalam tradisi pingitan atau yang biasa di sebut dengan bakurung
tujuannya yaitu untuk menanamkan nilai-nilai luhur dan budi
pekerti serta memberikan bekal berupa petuah yang bermanfaat
bagi masa depan para gadis yang dipingit. Umumnya
mengandung nilai-nilai etika, moral, dan spiritual serta pesan-
pesan tersendiri. Nilai-nilai tersebut diperuntukan bagi gadis-gadis
buton berhubungan dengan statusnya sebagai anak, istri, ibu,
maupun posisinya sebagai bagian dari masyarakat yang telah
memasuki usia dewasa”.
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa
adanya tradisi pingitan sangat penting bagi kehidupan masyarakat
Suku Buton. Ini bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai moral, etika
dan spiritual kepada gadis-gadis Buton yang umumnya dalam
masa peralihan dari remaja menjadi dewasa.
2. Khitan
Dalam adat masyarakat Buton khitan tidak hanya lakukan pada
laki-laki saja melainkan juga pada wanita. Umumnya khitan
dilakukan pada Bayi perempuan dalam rentang umur 5 bulan atau
lebih. Dalam ilmu kesehatan khitan pada perempuan mempunyai
manfaat untuk membersihkan area kewanitaan.
Dalam proses hidup yang berdampingan masyarakat Seith dan
Buton masih dapat menjalankan adat serta budaya masing-masing
dengan rasa toleran. Beberapa tradisi masyarakaat Suku Buton yang
dilestarikan yakni Pingitan (Bakurung) dan lain-lain. itulah Budaya-
Budaya Masyarakat Sukuh Buton di Negeri Seith. yang selalu bercorak
kebersamaan dengan Masyarakat Seith Tradisi Masyarakat Suku Buton
masih tetap menjalankan budaya dan tradisinya dari dulu sampai saat ini

65
dan tidak ada larangan dari Masyarakat Seith karena Masyarakat Negeri
Seith menerima mereka dengan baik dan secara damai di Negeri Seith.
Sejalan dengan hasil wawancara diatas maka Bapak Mardan
Nukuhaly selaku Sekertaris Negeri Seith pada tangal 12 Oktober 2020
beliau mengatakan bahwa
Tradisi dan kebudayaan yang ada di Negeri Seith
entah itu dari masyarakat Buton maupun Bugis yang
berkediaman di Negeri Seith saat melakukan hajatan berupa
tradisi dan kebudayaan mereka selalu mendatangkan tokoh-
tokoh agama maupun adat dari masyarakat Seith. adapula
tradisi dan kebudayaan masyarakat Seith yang sering
dilaksanakan itu dari pihak Masyarakat Buton selalu ikut
menyertakan diri atau berpatisipasi untuk meramaikan acara
tradisi dan kebudaan tersebut.
Sama halnya juga yang disampaikan Bapak Ucu Talla sebagai
imam Negeri Seith pada tangal 14 Oktober 2020 yaitu
Semua masyarakat yang ada di Negeri Seith entah itu
dari masyarakat Buton, Bugis maupun dari mana saja ketika
mereka mau melaksanakan tradisi dan budaya mereka
selalu mendatangkan atau mengundang tokoh tokoh agama
untuk berpatisipasi meleksanakan hajatan tersebut.
Di Negeri Seith sendiri ada beberapa kebudayaan yang tergolong
cukup unik di antaranya yakni :
a. Budaya Negeri Seith dalam menjalakan Sholat Jumat
Di Negeri Seith ada terdiri dari 5 Soa dan tiap-tiap Soa
memiliki Masjidnya tersendiri Soa Nukuitu memiliki 1 Masjid , Soa
Hautuna 1 Masjid, Soa Lebi lehu dan Soa Wasilah memiliki Masjid
1 dimana Soa Lebi lehu dan Soa Wasilah di gabungkan menjadi
Soa Lewas, dan Soa Lain memiliki 1 Masjid jadi di Negeri Seith
memiliki 4 Masjid dan ada berbagai petuanan juga memiliki
Masjidnya.

66
Didalam tradisi yang ada di Negeri Seith dalam
melaksanakan Sholat Jum’at itu diwajibkan menjalankan Sholat
Jum’at pada 1 Masjid dimana tiap hari Jumat bergilir mereka para
masyarakat yang ada di Negeri Seith semuanya menetap dan
melaksanakan Sholat Jum’at pada 1 Masjid dimana kalau hari
Jumat mereka menjalankan Sholat Jum’at di Mesjid Soa Nukuitu,
setelah Jumat berikutnya Soa Hautuna, Jumat berikutnya juga
mereka Sholat di Masjid Lewas, dan Jumat berikutnya parah
masyarakat menjalankan Sholatnya di Masjid lain. Jadi di setiap
hari Jumat itu bergilir Masyarakat Negeri Seith menjalankan Sholat
Jumatnya juga bergilir.
Termaksut masyarakat Buton yang ada di Negeri Seith
walaupun mereka memiliki Masjid tetapi mereka lebih memilih
Sholat berjama,ah dengan Masyarakat Seith di Masjid adat yang
ada di Seith yang terdiri dari 4 Masjid tersebut. Walaupun jarak
tempat tingal mereka jauh dengan Masjid akan tetapi mereka tetap
berbondong- bondong pergi ke Masjid yang sudah ditetapkan untuk
menjalakan Sholat Jum’at berjamah tersebut. Karena tradisi itu
sudah dijalankan dari jaman dahulu dimana dari jaman moyang-
moyang kita dri Masyarakat Seith dan juga Masyarakat buton yang
terlebih dahulu yang ada di Negeri Seith. Jadi semua itu
dilaksanakan semata-mata untuk menjaga dan mempererat tali
silaturahim antara masyarakat yang ada di Negeri Seith.
b. Budaya Negeri Seith Hatam Al-Quran saat lebaran idul Fitri.
Di Negeri Seith pada hari besar Islam atau disebut dengan
hari Raya Idul Fitri masyarakat Negeri Seith sering merayakannya
dengan melaksanakan hatam Al-Quran yang dimana para
masyarakat Negeri Seith mengumpulkan angota masyarakatnya
dalam bentuk kelompok dimana kelompok yang terdiri dari 4 Soa
yaitu Nukuitu, Hautuna, Lewas, dan Lain jadi dari masing-masing
Soa tersebut ini mereka melaksankan hatam Al-Quran berdasarkan
Soa masing-masing jadi yang melaksanakan hatam Al-Quran yang

67
pertama itu Soa Lewas setelah itu Hautuna,Lain,Nukuitu. Maka Soa
yang menjalankan hatam tersebut terlebih dahulu merekalah yang
menjadi tuan rumah sesuai dengan tradisi tersebut parah
Masyarakat yang ada di Negeri Seith mereka yang berasal dari Soa
Lewas yang melaksanakan hatam diwajibkan membuat makanan
untuk disajikan kepada parah tamu. Tamu-tamu tersebut yang
terdiri dari masyarakat yang ada di Negeri Seith yang terdiri dari
Soa Hautuna, Lain, Nukuitu dan masyarakat Butun dan sebagainya
yang ada di Negeri Seith, pada waktu acara itu dilaksanakan
Jadi masyarakat Buton yang ada di Negeri Seith tersebut selalu
berpatisipasi meramaikan dan mengikuti acarah hatam Al-Quran
tersebut. Dimana acara hatam Al-Quran tersebut sebelum
dilaksanakannya mereka mengadakan rapat Soa membentuk
panitia dari tiap-tiap Soa dan sudah terbentuknya panitia tersebut
lalu mereka membuat kolompok atau teim Hadarat untuk berjalan
mengelilingi Negeri Seith semata-mata untuk mengambil parah
tamu-tamu yang ada di Masjid Hautuna,Lain,Nukuitu dan juga yang
ada di jalanan dan membawa mereka ke tempat hatam Al-Quran
tersebut. Lalu setelah selesainya hatam Al-Quran mereka para
panitia mulai membagikan kupon kepada para tamu. Dan para
tamu yang selalu diutamakan yaitu Masyarakat Buton yang ada di
Negeri Seith. Karena mereka selalu berpatisipasi mengikuti dan
meramaikan acarah tersebut.
Jadi tradisi hatam Al-Quran yang ada di Negeri Seith ini dalam
agama itu untuk mendapatkan rahmat, ketentraman, sedangkan
dalam konteks umum Masyarakat Seith dilaksanakan semata-mata
untuk meramaikan dan lebih mempererat tali silaturahmi antara
masyarakat yang ada di dalam Negeri Seith.
c. Budaya Sasi yang ada di Negeri Seith
Sasi merupakan adat khusus yang berlaku hampir di seluru
Pulau di Provinsi. Sasi dapat diartikan sebagai larangan untuk
mengambil hasil sumberdaya alam tertentu sebagai upaya

68
pelestarian demi menjaga mutu dan populasi sumberdaya alam
tersebut. Karna peraturan-peraturan dalam pelaksanaan larangan
ini juga menyangkut pengaturan hubungan manusia dengan alam
dan antara manusia dengan wilaya yang dikenakan larangan
tersebut, maka sasi, pada hakikatnya, juga merupakan suatu upaya
untuk memelihara tatakrama hidup bermasyarakat. Sasi lebih
cenderung bersifat hukum adat dimana sasi digunakan sebagai
cara mengambil kebijakan dalam pengambilan hasil sumber daya
alam. Namun secara umum sasi berlaku di masyarakat sebagai
bentuk etika tradisional.
Jadi di Negeri Seith terkenal dengan negeri yang memiki
banyak tanaman pala cengkih dan kelapa tetapi tanaman yang
masuk sebagai Sasi hanyalah pala dan kelapa yang ada di Negeri
Seith di dalam kehidupan masyarakat yang ada di Negeri Seith
kebanyakan masyarakat mereka memiliki pekerjaan sebagai
petani, dan lebih terkususnya orang Buton yang ada di Negeri Seith
kebanyakan mereka bercocok tanam sampai dihutan-hutan jau/
ewang walaupun mereka bercocok tanam di hutan yang sangat
jauh dan hasilnya mereka tetap mengikuti mekanisme atau aturan
aturan yang ada di Negeri Seith seperti Sasi Pala, Kelapa. Dan
aturan-aturan lainnya.

4.2.5. proses Interaksi Sosial Orang Buton dengan Orang Seith


Penelitian ini menggunakan perspektif teori interaksi sosial. Dalam
pendekatan interaksi sosial ada yang namanya stimulus (rangsangan)
dan respons (tanggapan) diantara stimulus dan respons akan muncul
yang namanya proses interpretatif (proses berpikir). Dalam hal ini
mengenai bagaimana Persepsi Masyarakat Negeri Seith Terhadap Suku
Buton yang berdomisili di Negeri Seith Kecematan Leihitu Kabupaten
Maluku Tengah, maka masyarakat akan berpikir apa manfaat dari
Persepsi tersebut, ketika masyarakat memandang hal itu sebagai
sesuatu yang baik maka responnya juga akan baik tetapi jika masyarakat

69
memandang hal itu sebagai sesuatu yang tidak baik maka responnya
pun tidak baik dan mereka tidak memperdulikan perbedaan tersebut.
Sudah menjadi kenyataan bahwa manusia adalah makhluk sosial,
makhluk yang mempunyai keterbatasan dan tidak dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya sendiri, sebagai makhluk sosial manusia saling
bergantung kehidupannya satu sama lain.
Interaksi merupakan syarat terjadi nya aktifitas-aktifitas sosial
dalam interaksi sosial terkandung makna-makna tentang kontak secara
timbal balik dan respon antar individu-individu atau kelompok. Interaksi
sosial adalah istilah yang dikenal oleh parah ahli sosiologi secara umum
sebagai aspek inti bagi berlangsungnya kehidupan bersama.
Menurut Soekanto dalam Zainunddin ( 2003: 225,) Interaksi sosial
merupakan “hubungan-hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut
hubungan antara orang-perorangan, antara kelompok-kelompok manusia
maupun antar perorangan dengan kelompok manusia”.Bila menyimak
pendapat Soekanto tersebut, dapat dipahami bahwa interaksi sosial
merupakan proses individu dalam melakukan hubungan sepanjang ia
hidup sebagai anggota masyarakat, sehingga individu akan merasa
menjadi bagian dari masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu,
interaksi sosial merupakan suatu wadah yang berfungsi sebagai perekat
dalam kehidupan sosial, baik dalam konteks kehidupan pranata keluarga
maupun dalam kehidupan masyarakat secara keseluruhan.
Apabila interaksi sosial berjalan dengan baik.Masyarakat dapat
hidup dengan tenang. Mereka dapat memperoleh hubungan hubungan
yang baik melalui interaksi antar sesamanya, baik dalam bentuk
berkomunikasi melalui interaksi maupun dalam bentuk bekerja sama.
Oleh karena itu, hubungan masyarakat dalam bentuk apapun dapat
diselesaikan dengan interaksi, baik interaksi dengan masyarakat
bawahan, menengah, maupun sampai pada kalangan masyarakat paling
atas.
Kontak sosial pada dasarnya merupakan aksi dari individu atau
kelompok yang mempunyai makna bagi pelakunya yang kemudian

70
ditangkap oleh individu atau kelompok lain. Penangkapan makna
tersebut yang menjadi pangkal tolak untuk memberikan reaksi. Suatu
interaksi sosial dimungkinkan terjadi karena dua hal yakni, kontak sosial
dan komunikasi. Kontak sosial terjadi secara langsung maupun tidak
langsung.Secara langsung misalnya dari berbicara, gerak isyarat.Secara
tidak langsung misalkan melalui tulisan atau komunikasi jarak jauh yang
menjadi syarat utama terjadinya kontak sosial.
Interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial, oleh
karena itu tanpa adanya interaksi sosial tidak mungkin adanya
kehidupan. Bertemunya orang perorangan secara bananiyah belaka
tidak tidak akan menghasilkan pergaulan hidup suatu kelompok sosial.
Pergaulan baru akan terjadi apabila individu atau kelompok bekerja
sama, saling berkomunikasi untuk mencapai tujuan nya masing-masing,
bahkan mungkin terjadi persaingan, pertikaian, pertentangan antara
individu atau kelompok.
Menurut Jhonson interaksi sosial adalah hubungan timbal balik
antara individu dengan individu lainnya, individu dengan kelompok dan
sebaliknya. Interaksi sosial memungkinkan masyarakat berproses
sedemikian rupa sehingga membangun sebuah pola hubungan. Interaksi
sosial dapat pula diandaikan dengan apa yang disebut Weber sebagai
tindakan individu yang secara subjektif diarahkan kepada orang lain,
karena bila dilihat dari teori diatas bahwa di dalam masyarakat perlu
adanya interaksi sosial.
Interaksi masyarakat bisa mengenal seorang akan yang lain.
Melalui interaksi antara individu bukan hanya sekedar nama yang
diketahui tentang orang tersebut, melainkan juga asal usulnya bahkan
lebih dalam lagi membangun hubungan dengan orang lain. Jadi interaksi
sangat berperan penting sebagai kunci dan salah satu sarana orang
dalam membangun hubungan dengan orang lain.
Interaksi sangat berperan penting sebagai kunci dan salah satu
sarana orang berkomunikasi dalam membangun kehidupan pribadinya
atau hubungan pribadinya. Namun tidak selamanya proses interaksi

71
yang berlangsung itu menghasilkan apa yang kita inginkan, dengan
berinteraksi masyarakat bisa mengenal seorang akan yang lain.
Interaksi antar kelompok adalah interaksi antara dua atau lebih
yang mempunyai tujuan yang sama saling berinteraksi, saling adanya
ketergantungan dalam mencapai tujuan bersama, adanya rasa
kebersamaan dan memiliki, mempunyai norma-norma dan nilai-nilai
tertentu. Dalam hal ini yang dibahas adalah interaksi antar dua kelompok
dalam perbedaan latar belakang identitas asal. Interaksi antar dua
kelompok sangat berpengaruh terhadap perubahan sosial yang terjadi
dalam kelompok tersebut disebabkan karena dalam kelompok-kelompok
tersebut memiliki perbedaan latar belakang identitas dan lain
sebagainya.
Dizaman sekarang ini terjadi banyak perbedaan antara satu
kelompok dengan kelompok yang lain sehingga harus ada yang
namanya shared values dalam kelompok-kelompok tersebut agar dapat
mempersatukan kelompok-kelompok itu. Masing-masing kelompok
memiliki pandangan yang berbeda-beda atas kenyataan hidup yang
mereka jalani dan alami tergantung pada pengalaman dari pada latar
belakang identitas masing-masing kelompok tersebut.
Ketika ada perbedaan pandangan antar kelompok tersebut akan
ada yang namanya nilai-nilai bersama atau common values hal ini
disebut common domain atau wilayah bersama. Menggunakan standar
nilai yang ada maka setiap kelompok akan melihat realitas objektif
secara proporsional atau secara tepat.
Jika tidak ada coomon domain maka kelompok kelompok tersebut
akan mengalami yang namanya konflik. Jadi sangat diperlukan stabilitas
struktur sosial yang merupakan tatanan sosial dalam kehidupan
masyarakat yang didalamnya terkandung hubungan timbal balik antara
status dan peranan dengan batas-batas perangkat unsur-unsur sosial
yang mengacu pada satu keteraturan perilaku dalam masyarakat .
Adanya stabilitas struktur sosial maka struktur sosial tersebut akan
stabil dan tidak akan terjadi konflik antar kelompok tersebut maka

72
common domain-nya harus berfungsi yang didalamnya termasuk
common values atau shared values yang mengandung nilai-nilai
bersama. Dalam hal ini yang melakukan interaksi adalah masyarakat.
Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, dalam
istilah ilmiah adalah saling berinteraksi.
Semua warga masyarakat merupakan manusia yang hidup
bersama, hidup bersama dapat diartikan sebagai hidup dalam suatu
tatanan pergaulan dan keadaan ini akan tercipta apabila manusia
melakukan hubungan, Mac lver dan Page ( dalam Soekanto 2006: 22),
memaparkan bahwa masyarakat adalah suatu sistem dari kebiasaan,
tata cara, dari wewenang dan kerja sama antara berbagai kelompok,
penggolongan, dan pengawasan tingkah laku serta kebiasaan-kebiasaan
manusia.
Masyarakat merupakan suatu bentuk kehidupan bersama untuk
jangka waktu yang cukup lama sehingga menghasilkan suatu adat
istiadat, menurut Ralph Linton (dalam Soekanto, 2006: 22) masyarakat
merupakan setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja
bersama cukup lama, sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan
menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-
batas yang dirumuskan dengan jelas sedangkan masyarakat menurut
Selo Soemardjan (dalam Soekanto, 2006: 22) adalah orang-orang yang
hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan dan mereka mempunyai
kesamaan wilayah, identitas, mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap, dan
perasaan persatuan yang diikat oleh kesamaan.
Menurut Durkheim (dalam Soleman, 1984: 11) bahwa masyarakat
merupakan suatu kenyataan yang objektif secara mandiri, bebas dari
individu-individu yang merupakan anggota-anggotanya. Menurut
Durkheim (dalam Imam Muhni, 1994: 29-31) keseluruhan ilmu
pengetahuan tentang masyarakat harus didasari pada prinsip-prinsip
fundamental yaitu realitas sosial dan kenyataan sosial. Kenyataan sosial
diartikan sebagai gejala kekuatan sosial di dalam bermasyarakat.

73
Masyarakat sebagai wadah yang paling sempurna bagi kehidupan
bersama antar manusia. Hukum adat memandang masyarakat sebagai
suatu jenis hidup bersama dimana manusia memandang sesamanya
manusia sebagai tujuan bersama. Sistem kehidupan bersama
menimbulkan kebudayaan karena setiap anggota kelompok merasa
dirinya terikat satu dengan yang lainnya (Soekanto, 2006: 22).
Beberapa pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan masyarakat
memiliki arti ikut serta atau berpartisipasi, sedangkan dalam bahasa
Inggris disebut society. Bisa dikatakan bahwa masyarakat adalah
sekumpulan manusia yang berinteraksi dalam suatu hubungan sosial.
Mereka mempunyai kesamaan budaya, wilayah, dan identitas,
mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap, dan perasaan persatuan yang
menunjukkan bahwa relasi saling percaya adalah salah satu kunci
kehidupan yang sangat penting dalam membangun kehidupan
bermasyarakat secara lebih baik karena hal ini ditentukan oleh proses-
proses interaksi sosial yang tercipta selama ini cukup baik.
Masyarakat Suku Buton dan dan Masyarakat Seith sama- sama
melakukan proses interaksi sosial untuk menemukan jati diri masing-
masing yaitu menegaskan eksistensi Orang Seith sebagai penduduk asli,
dan Orang Buton di Negeri Seith sebagai penduduk pendatang sehingga
ada relasi yang saling menghargai dan menghormati diantara sesama.
Relasi sosial ini tersus dipelihara secara baik sampaibsaat ini.diikat oleh
kesamaan.
Dapat dikemukakan bahwa, relasi sosial yang tercipta selama ini
antara Orang Buton dan Orang Seith berada dalam suatu hubungan
sosial yang saling membutuhkan satu terhadap yang lainnya. Selama ini
tidak ada masalah yang krusial antara mereka. Apabila ada masalah
yang timbul karena salah paham, maka dapat diselesaikan secara baik
diantara mereka.
Sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat terlepas untuk
berhubungan dengan orang lain dalam kerangka memenuhi kebutuhan
hidupnya. Kebutuhan manusia yang sangat beragam sehingga

74
terkadang secara pribadi ia tidak mampu untuk memenuhinya dan harus
berhubungan baik dengan orang lain. Hubungan antara satu manusia
dengan manusia lain dalam mamenuhi kebuhannya harus terdapat
aturan yang menjalankan hak dan kewajibannya yang dapat diukur
dengan pola interaksi yang baik, hal ini dapat perankan oleh penduduk
Buton yang ada di Negeri Seith yangberdomisilih sebagai warga
pendatang dengan penduduk Negeri Seith.
interaksi sosial secara baik dengan masyarakat maupun
Pemerintah Negeri Seith. Masyarakat Suku Buton senantiasa hidup
berdampingan dengan penduduk Negeri Seith , dan mereka senantiasa
menyadari diri sebagai pendatang, dan hidup bersama dengan
Masyarakat Seith sebagai penduduk asli tergolong sangat harmoni
karena mereka bisa bekerja sama dan saling tolong-menolong dalam
berbagai kebutuhan selama berada di Negeri Seith, Masyarakat Suku
Buton dan Masyarakat Negeri Seith senantiasa memiliki hubungan
persahabatan dan kekeluaragaan.
Hubungan sosial ini tampak melalui kerjasama atau partisipasi
antara Masyarakat Suku Buton dan Masyarakat Negeri Seith dalam
pembangunan. Terdapat saling menghargai yangsatu terhadap yang lain
terhadap tradisi, adat- istiadat, dan kebudayaan. Adanya hubungan
kerjasama dalam kegiatan kemasyarakatan baik dalam hal perkawinan,
kematian maupun kegiatan keagamaan seperti peringatan hari-hari
besar keagamaan, acara- acara keagamaan, tahlilan dan lain-lain.
Partisipasi dalam hubungan kerjasama tersebut baik dalam bentuk
sumbangan material maupun tenaga.
Pergaulan hidup semacam itulah baru akan terjadi apabila orang
perorangan atau kelompok-kelompok manusia harus bekerja sama,
saling berbicara dengan seterusnya dalam mencapai tujuan bersama.
Maka dapat dikatakan bahwa interaksi sosial merupakan dasar proses
sosial, yang menuju pada hubungan-hubungan sosial yang dinamis.
Proses-proses sosial adalah cara-cara berhubungan yang dapat
dilihat apabila para individu, dan kelompok-kelompok saling saling

75
bertemu dan menentukan sistem hubungan tersebut atau apa yang akan
terjadi apabila ada perubahan-perubahan yang menyebabkan goyahnya
cara-cara hidup yang telah ada, atau dengan kata lain proses sosialnya
diartikan sebagai pengaruh timbal balik antara penduduk asli dan
pendatang, interaksi sosial adalah hubungan yang dinamis, menyangkut
hubungan antara individu, antara kelompok maupun dengan kelompok,
maka ada pun syarat-syarat terjadinnya interaksi yaitu :
• Adanya kontak sosial, yang dapat berlangsung dalam tiga
bentuk yaitu kontak pula dapat bersifat langsung maupun
tidak langsung.
• adanya komunikasi, yaitu seseorang member arti pada
perilaku orang lain, perasaan apa saja yang ingin
disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang bersangkutan
kemudian memberi reaksi terhadap perasaan yang ingin
disampaikan oleh orang tersebut.
Berkaitan dengan interaksi sosial, adapun penjelasan salah satu
Masyarakat Buton saudari Dila Masry yang diwawancarai pada tangal
14 Oktober 2020 sebagai informan yaitu sebagai berikut :

“dalam kehidupan sehari-hari Masyarakat Buton dari dulu


sampai sekarang hubungan interaksi mereka selalu terjaga dan
tidak perna mengalami bentrok antara Masyrakat Seith dan yang
ada di Negeri Seith karna mereka saling menghargai dan
menghormati. bahkan segi bahasa Masyarakat Seith dengan
Masyarakat Buton, sangat berbeda tetapi ada beberapa kalimat
yang agak mirip, penyampaiyannya hampir sama walaupun
hurufnya ada yang berbeda, dalam beberapa huruf Contohnya:
bahasa Buton,Wiel = Air. bahasa Seith Wael = Air. Adapun juga
bahasa Buton yang mengatakan Mai Maaso = mari makan. Bahasa
Seith Mai,a = Mari makan. Dan lain-lain”
Selebihnya ia menjelaskan bahwa Masyarakat Buton yang ada di
Negeri Seith pada umumnya sudah mengerti bahasa daerah Negeri Seith
akan tetapi separuhnya sudah bisa berinteraksi mengunakanya dan

76
separuhnya belum bisa berinteraksi mengunakan bahasa daerah Negeri
Seith akan tetapi mereka mengerti artinya walaupun tidak bisa
mengunakanya secara lisan.
Dalam segi bahasa Masyarakat Seith dengan Masyarakat Buton,
sangat berbeda tetapi ada beberapa kalimat yang agak mirip,
penyampaiannya hampir sama walaupun hurufnya ada yang berbeda,
dalam beberapa huruf Contohnya: bahasa Buton, Wiel = Air. bahasa
Seith Wael = Air. Adapun juga bahasa Buton yang mengatakan Mai
Maaso = mari makan. Bahasa Seith Mai,a = Mari makan. Dan lain-lain.
Di Negeri Seith parah masyarakat Buton yang sudah lama tingal di
Negeri Seith sebagian besar sudah bisa mengunakan bahasa daerah
Negeri Seith ada yang sudah bisa berinteraksi mengunakan bahasa seith
dan ada pula yang belum bisa berinteraksi mengunakan bahasa Seith
tetapi hampir semua mereka parah Masyarakat Buton yang ada di Negeri
Seith sudah mengerti dan paham arti dari bahasa Seith tersebut.
Walupun tidak bisa berbicara mengunakan bahasa Seith tetapi kalau
mendengarkan orang berbicara mengunakan bahasa Seith mereka
mengerti apa yang di bicarakanya.
Kebanyakan yang selalu terlihat dalam kehidupan sehari-hari
Masyarakat Buton berinteraksi dengan Masyarakat Seith dengan
mengunakan bahasa Daerah Negeri Seith itu ketikan mereka sedang
berada atau mengikuti hajatan bersama-sama, atupun mereka bertemu di
daerah-daerah kota.

4.2.5. Proses pandangan Masyarakat Seith dan Buton terhadap


sapaan dalam pergaulan sehari-hari.
Sapaan merupakan cara bagi seseorang untuk secara sengaja
mengkomunikasikan kesadaran akan kehadiran orang lain, untuk
menunjukkan perhatian, dan/atau untuk menegaskan atau menyarankan
jenis hubungan atau status sosial antar individu atau kelompok orang
yang berhubungan satu sama lain.

77
Pergaulan merupakan jalinan hubungan sosial antara seseorang
dengan orang lain yang berlangsung dalam jangka relatif lama sehingga
terjadi saling mempengaruhi satu dengan lainnya. Pergaulan merupakan
kelanjutan dari proses interaksi sosial yang terjalin antara individu dalam
lingkungan sosialnya
Keterangan yang disampaikan oleh Umaya Tala,pada tangal 13
Oktober 2020 yaitu:
sapaan Masyarakat Seith kepada orang Buton itu
tidak mengunakan kata La dan Wa tetapi kalau mereka
sesama Masyarakat Buton mereka sering mengunakan
sebutan nama mereka dengan mengunakan La dan Wa
yang dimana La ( laki-laki ), dan Wa ( Wanita/perempuan.)
Contohnya, kata sapaan Masyarakat Seith terhadap orang
Buton seperti Purnomo wabulah dipangil dengan sebutan
sehari-hari yaitu Nomo. Akan tetapi kalau sudah terbiasa
dengan sapaaan yang biasa dipangil oleh orang Botun
kepada orang Buton sendiri Masyarakat Seith pun juga
akan mengikutinya dengan sapaan yang sama contohnya:
nama Purnomo di pangil dengan nama sapaan yaitu La
Nomo. Dalam pergaulan Masyarakat Seith tidak membeda-
bedakan, mereka bergaul seperti biasa.
Terkait dengan wawancara diatas maka ada pula penjelasan yang
disampaikan oleh Rusdi Hataul pada tangal 13 Oktober
adapun sapaan yang dibuat dari masyarakat seith
terhadap saudarah-saudari perempuanya yang menikah
dengan orang Buton yaitu pangilan wate yang menjadi
sapaan Masyarakat Negeri Seith juga sudah diikuti oleh
Masyarakat Buton. Kata Wate itu merupakan kata sebutan
kepada suami dari saudarah perempuan. Dalam pergaulan
Masyarakat Seith mereka tidak membeda-bedakan Suku.
Dalam penggunaan kata Sapaan pada umumnya masyarakat Suku Buton
menggunakan kata sapaan dengan nama depan yang cukup unik yaitu

78
kata “La” untuk laki-laki dan “Wa” untuk perempuan. Menurut keterangan
yang disampaikan oleh Umaya Tala, dalam sapaan atau panggilan dari
Masyarakat Seith untuk orang Buton biasanya tidak mengunakan
katadepan La dan Wa tetapi akibat kebiasaan mendengar sesama
Masyarakat Buton menggunakan sebutan nama depan tersebut maka
merekapun juga ikut menggunakannya Contohnya, kata sapaan
Masyarakat Seith terhadap orang Buton seperti Purnomo wabula dipanggil
dengan sebutan sehari-hari yaitu Nomo. Akan tetapi kalau sudah terbiasa
dengan sapaaan yang biasa dipanggil oleh orang Butun kepada orang
Buton sendiri Masyarakat Seith pun juga akan mengikutinya dengan
sapaan yang sama contohnya: nama Purnomo dipangil dengan nama
sapaan yaitu La Nomo. Dalam pergaulan Masyarakat Seith tidak
membeda-bedakan, mereka bergaul seperti biasa

79
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Sesuai dengan hasil analisis yang dikemukakan pada bab


sebelumnya penelitian mengenai Persepsi Masyarakat Negeri Seith
terhadap Suku Buton yang berdomisili di Negeri Seith Kecematan Leihitu
Kabupaten Maluku Tengah dapat disimpulkan bahwa dalam aspek fisik
geografis, suatu wilayah kepulauan memberikan gambaran bahwa
terdapat berbagai macam perbedaan yang khas pada kehidupan di
kepulauan Indonesia. Termasuk juga penduduk di wilayah kepulauan
Maluku khususnya Maluku Tengah.
Perbedaan yang khas dapat dilihat dari berbagai jenis bahasa,
tradisi, adat- istiadat, kebudayaan, maupun kehidupan sosial, karena tiap-
tiap masyarakat yang mendiami pulau yang satu mempunyai kebudayaan
sendiri-sendiri dengan yang lainya. Secara sosio-kultural, menunjukan
bahwa dalam kehidupan masyarakat Maluku Tengah telah berlangsung
suatu proses perpindahan penduduk antar penduduk telah berlangsung
cukup lama.
Kondisi yang dijalani oleh Masyarakat Suku Buton dapat dijadikan
sebagai gagasan maupun pedoman hidup bagi lingkungan masyarakat
lainnya yang memiliki latar belakang kehidupan yang berbeda. Sebab
perbedaan itu adalah suatu sosial telah memainkan peran yang sangat
penting sehingga berbagai aspek yang berbeda dari segi asal-usul, tradisi,
adat- istiadat, kebudayaan, maupun kehidupan sosial bisa terintegrasi
secara alamiah dan membentuk jaringan sosial yang dapat menyumbang
pada usaha membangun kehidupan bermasyarakat yang lebih baik.
Perbedaan yang dimiliki oleh Masyarakat Suku Buton dan
Masayarakat Negeri Seith cukup banyak sekali. Tetapi perbedaan itu
bukan dijadikan sebagai pemisah tetapi menjadi perekat sosial agar
masing-masing kelompok sosial sadar terhadap eksistensi masing-masing

80
sehingga dapat bekerja sama untuk melanjutkan hidupbermasyarakat
sebagai Penduduk Negeri Seith. Kedatangan Orang Buton dari Pulau
Buton kemudian memilih untuk tinggal di Negeri Seith tidak membawa
apapun, tetapi Masyarakat Seith telah menerima mereka secara baik,
kemudian memberikan lokasi sebagai tempat kediaman dan tanah untuk
berusaha dalam mempertahankan kelangsungan hidup bagi generasi
penerus Suku Buton di Negeri Seith.
interaksi sosial secara baik dengan masyarakat maupun
Pemerintah Negeri Seith. Masyarakat Suku Buton senantiasa hidup
berdampingandengan penduduk Negeri Seith,dan mereka senantiasa
menyadari diri sebagai pendatang, dan hidup bersama denganMasyarakat
Seith sebagai penduduk asli tergolong sangat harmoni karena mereka bisa
bekerja sama dan saling tolong-menolong dalam berbagaikebutuhan
selama berada di Negeri Seith, Masyarakat Suku Buton dan Masyarakat
Negeri Seith senantiasa memiliki hubungan persahabatan dan
kekeluaragaan. Hubungan sosial ini tampak melalui kerjasama atau
partisipasi antara Masyarakat Suku Buton dan Masyarakat Negeri Seith
dalam pembangunan. Terdapat saling menghargai yangsatu terhadap
yang lain terhadap tradisi, adat- istiadat, dan kebudayaan. Adanya
hubungan kerjasama dalam kegiatan kemasyarakatan baik dalam hal
perkawinan, kematian maupun kegiatan keagamaan seperti peringatan
hari-hari besar keagamaan, acara- acara keagamaan, tahlilan dan lain-
lain. Partisipasi dalam hubungan kerjasama tersebut baik dalam bentuk
sumbangan material maupun tenaga.
Pergaulan yang berlangsung antara masyarakat Buton dan
Masyarakat Seith karena ada saling percaya yang kuat, saling
menghormati, dan menghargai satu terhadap yang lainnya.Dalam
kehidupan sehari-hari senantiasa terjalin kebersamaan hidup yang rukun,
saling tolong-menolong, saling percaya, saling menyapa, saling
menghargai dan menjaga keharmonisan. Pergaulan Orang Buton dan
Orang Seith tidak terbatas antara pada orangtua tetapi juga para remaja
dalam berbagai kegiatan social kemasyarakatan.

81
Pandangan Masyarakat Negeri Seith terhadap Suku Buton yang
berdomisili di Negeri Seith Kecematan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah
agar supaya masyarakat mengetahui bahwa kehidupan Masyarakat Buton
yang hidup di Negeri Seith itu mereka hidup membaur dengan Masyarakat
Negeri Seith. Dan Masyarakat Seith pun berbaur tidak membeda bedakan
suku entah itu dari suku manapun.
Masyarakat Negeri Seith dan Masyarakat Suku Buton agar selalu
menjaga silatuhrahmi dan keharmonisan di dalam lingkungan Masyarakat
walaupun ada perbedaan Budaya Masyarakat Negeri Seith Dan
Masyarakat Buton yang ada di Negeri seith Kecematan Leihitu Kabupaten
Maluku Tengah.Menjaga hubungan interaksi antara Masyarakat Negeri
Seith dan Masyarakat Suku Buton di Negeri Seith kecematan Leihitu
Kabupaten Maluku Tengah agar lebih meningkatkan beberapa faktor
yaitu:
1. Adanya rasa simpati (Kepedulian antara sesama)
2. Meningkatkan rasa kemanusiaan, saling menghargai,
menghormati diantara sesama dalam lingkungan Masyarakat
3. Dengan adanya pandangan maka akan terjadinya rasa sayang
rasa menghormati, menghargai, antara sesama dan akan
menimbulkan rasa simpati diantara kedua yang saling berbeda
suku tersebut maka akan terciptanya rasa keharmonisan didalam
kehidupan Masyarakat di wilayah Negeri Seith Kecamatan Leihitu
Kabupaten Maluku Tengah.

82
5.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka dapat diajukan saran


yang diharapkan bisa bermanfaat didalam Persepsi Masyarakat
Negeri Seith terhadap Suku Buton yang berdomisili di Negeri Seith
Kecematan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah yaitu:
1. Agar masyarakat buton dan seith bisa saling menghargai sesama
budaya dan mempelajari budaya-budaya dari suku lain karna itu
sudah menjadi kewajiban sebagai warga Negara Indonesia
walaupun berbeda-beda suku ras maupun agama akan tetapi kita
disatukan dengan Bhineka Tungal Ika yang menjelaskan
tentangwalaupun kita berbeda-beda budaya, suku, ras, maupun
agama akan tetapi kita disatukan dalam NKRI Negara kesatuan
republik Indonesia.
2. Meningkatkan rasa persaudaraan antara sesama sehingga
terciptanya stabilitas keamanan, ketentraman, dan kedamaian
didalam Negeri Seith.
3. Meningkatkan sikap saling menghormati, menghargai, antara
sesama dan akan menimbulkan rasa simpati di antara kedua yang
saling berbeda suku tersebut maka akan terciptanya rasa
keharmonisan didalam kehidupan Masyarakat di wilayah Negeri
Seith Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah.

83

Anda mungkin juga menyukai