Anda di halaman 1dari 12

Analisis Narrative Kisah Akibat Dosa Adam dan Hawa

Di Dalam Kitab Kejadian 3:1-24

Yolinus Fajar Dakhi

STT Mawar Saron Lampung

yolinusfajardachi@gmail.com

PENDAHULUAN

Ketika Allah menciptakan manusia pertama yakni Adam dan Hawa, maka keduanya
diciptakan segambar dengan Allah tanpa ada dosa dalam diri manusia. Namun manusia
akhirnya jatuh dalam dosa oleh karena pilihan manusia yang salah dengan melanggar
perintah Allah dengan memakan buah pengetahuan yang baik dan yang jahat yang dilarang
oleh Allah untuk dimakan, sebab ketika manusia memakannya pastilah mati dan kematian
itulah yang membuat sehingga manusia menjadi berdosa dan kehilangan kekudusan Allah
dari dirinya (Rm. 3:23). Dosa membuat manusia terpisah dengan Allah dan manusia tidak
bisa mencapai Allah karena perseteruan yang terjadi antara manusia dengan Allah. Dosa
membawa manusia kepada kebinasaan dan hukuman kekal Allah. Namun karena kasih Allah
yang sangat besar terhadap manusia yang diciptakan istimewa yakni segambar dengan Allah,
sehingga Allah mengambil inisiatif untuk melepaskan dan menyelamatkan manusia dari
kebinasaan dan hukuman kekal Allah yang akan ditimpakan kepada manusia oleh karena
dosa manusia itu sendiri.
Kejatuhan manusia ke dalam dosa tentunya membuat Allah murka yang menyebabkan
manusia harus menanggungnya dan karena itu juga Allah menghukum manusia karena
perbuatannya yang tidak di inginkan oleh Allah. Manusia di usir dari taman Eden dan
bersusah payah dalam menjalani hidupnya, karena dosa manusia harus terbatas dalam
berkomunikasi kepada Allah, dimana Allah yang suci dan kudus sedang manusia sudah
bercela dosa.
Definisi Dosa

Sebelum kita menyimpulkan pengertian atau definisi dosa. Terlebih dahulu kita melihat kata
yang dipakai untuk menjelaskan dosa ini. Dalam penjelasannya Charles menyebutkan
sedikitnya dua belas kata yang menjelaskan mengenai dosa dalam Perjanjian Baru. Namun
untuk terlebih dahulu penulis akan menjelaskan kata yang dipakai Paulus dalam menjelaskan
tentang dosa, yaitu:

1. Kakos memiliki arti tidak baik, biasanya kata ini dipakai untuk menyatakan suatu keadaan
moral yang buruk, bandingkan (Roma 12:17, 13:3-4,10, 16:19; 1 Timotius 6:10).

2. Poneros, merupakan istilah dasar untuk kejahatan, dan hampir selalu menunjuk tentang
kejahatan moral, (Roma 12:9; 1 Tesalonika 5:22).

3. Esebes, artinya keadaan tanpa kehadiran Allah, juga menunjukkan suatu pengertian tentang
dosa bandingkan (Roma 1:18; 1 Timotius 1:9), lebih jauh lagi disebutkan sebagai orang-
orang durhaka dalam Roma 4:5, 5:6, yang merujuk kepada orangorang yang belum
diselamatkan.

4. Enokhos, artinya kesalahan dan biasanya menyatakan seseorang yang melakukan kejahatan
sehingga patut mendapat hukuman mati, (1 Korintus 11:27).

5. Harmatia, artinya tidak mencapai sasaran, (Roma 5:12, 6:1; 1 Korintus 15:3; 2 Korintus
5:21).

6. Adikia, menjelaskan setiap perbuatan yang tidak benar dalam dimensi dan arti yang luas.
Kata ini merujuk kepada orang-orang yang belum diselamatkan, bandingkan (Roma 1:18;
Roma 6:13), dan eprbuatan-perbuatan (2 Tesalonika 2:8).

7. Anomos, sering diterjemahkan dengan “kedurhakaan”, kata ini berarti melanggar undang-
undang atau hukum dalam arti yang yang luas(1 Timotius 1:9), dan kepada antikristus, (2
Tesalonika 2:10).

8. Parabates, artinya melanggar atau orang berdosa, biasanya dihubungkan dengan


pelanggaran khusus terhadap hukum, (Roma 3:23, 5:14; Galatia 3:19; Ibrani 9:15).

9. Agnoein, kata ini dihubungkan dengan ibadah yang menyesatkan yang ditujukan kepada
allah lain(Roma 2:4).
10. Paraptoma, kata ini mengandung arti “ceroboh” yang dilakukan secara disengaja, Paulus
memakainya sebanyak enam kali dalam surat-suratnya, bandingkan (Roma 5:15-20; 2
Korintus 5:19; Galatia 6:1; Efesus 2:1).

11. Hipokrisis, artinya, mengikuti penafsiran yang jelas-jelas salah, (pengertian ini
tampaknya terdapat dalam kasus ketidaktegasan Petrus dalam Galatia 2:11-21), berpura-
pura, guru-guru palsu, munafik, (1 Timotius 4:2).1

Manusia Jatuh Ke dalam Dosa

Awalnya manusia hidup dalam naungan Allah yang tidak memiliki dosa dan taat
kepada Allah, manusia juga hidup di taman Eden dengan bahagia serta menikmatinya tanpa
harus bersusah payah mengerjakan segala sesuatu yang menjadi kebutuhan mereka Allah
menyediakan segala sesuatu yang mereka butuhkan, akan tetapi ada satu pohon yang tidak
boleh dimakan buahnya oleh manusia yaitu buah pohon pengetahuan tentang yang baik dan
yang jahat, karena hal itulah yang membuat manusia akan mati dan hilang kemuliaan Allah.
Ketika iblis datang kepada hawa dan mengatakan bahwasanya buah yang dilarang oleh Allah
adalah buah yang dapat menyetarakan derajatnya dengan Allah dan Hawa tergoda kepada
iblis dan memakan buah itu seketika dia pun memberikan kepada suaminya Adam lalu
mereka telah memakan buah itu dan pada akhirnya manusia jatuh ke dalam dosa.
Setelah kejatuhan manusia ke dalam dosa sebagaimana diuraikan dalam kitab
Kejadian 3:1-24, membuat semua manusia keturunan Adam dan hawa hidup dalam dosa.
Kendatipun demikian masih ada banyak orang Kristen yang belum dapat memahami dengan
pasti adanya dosa di dalam hidup mereka. Jika setiap orang kristen tidak tahu bahwa ada dosa
dalam dirinya maka akan sulit sekali untuk menanganinya. Oleh sebab itu, setiap orang
Kristen harus mengetahui dan menyadari hakikat dari manusia berdosa serta mau melepaskan
diri dari belenggu dosa. Dan hal ini akan terwujud di dalam dan melalui Roh Kudus.
Berkenaan dengan keberdosaan manusia maka dalam tulisan ini akan dibahas berturut-turut
mengenai keberdosaan manusia, yaitu: definisi dosa, istilah-istilah dosa dalam Alkitab, asal
dosa, aspek-aspek dosa, akibat dosa dan jalan keluar dari dosa.2

KEGUNAAN PENULISAN

1
Fredy Simanjuntak et al., “Konsep Dosa Menurut Pandangan Paulus,” Real Didache 3, no. 2 (2018): 17–28.
2
Tanjung Enim, “STTE Keberdosaan Manusia Menurut Alkitab” 4, no. 2 (2019): 111–131.
Dengan pokok bahasan tentang perbuatan dosa yang mengakibatkan manusia harus di hukum
oleh Allah, dalam kitab kejadian 3:16-19.

Pertama, menolong manusia untuk dapat memahami konsep perbuatan dosa yang membuat
Allah murka, dikutip dalam kitab kejadian 3 menjelaskan tentang kejatuhan manusia ke
dalam dosa dan hukuman yang diberikan Allah kepada manusia.

Kedua, menyadarkan setiap manusia untuk dapat segera bertobat dalam dosa yang ia lakukan,
karena setiap perbuatan dosa akan menjauhkan kita dari hadapan Allah.

Ketiga, menguatkan iman orang percaya untuk tetap teguh dalam Tuhan dan tidak berpaling
serta melakukan perbuatan dosa yang tidak berkenan di hadapan Allah.

KONTEKS KITAB KEJADIAN

Nama kitab Kejadian dalam bahasa Ibrani beresyit, artinya pada mulanya, yang
diambil dari kata pertama kitab tersebut. Nama ini tepat, karena Kitab Kejadian mencatatkan
awal dari segala sesuatu yang berhubungan dengan iman umat ialah dalam Alkitab. Alkitab
bahasa Yunani adalah geneseos, artinya permulaan, atau generasi-generasi, yang diambil dari
bahasa Ibrani teledot, yang muncul sebelas kali dalam Kitab Kejadian, yang berfungsi
sebagai petunjuk garis besar yang tepat. Alkitab bahasa Indonesia, memaknai nama
Kejadian.

Analisa Historis Kitab Kejadian

Setiap kitab di dalam Alkitab memilki latar belakang historis masing-masing, sesuai
konteks di mana, mengapa, dan untuk siapa kitab itu ditulis. Sehingga kita tidak menafsirkan
secara gegabah.

Penulis dan Tahun Penulisan Kitab Kejadian

Jika berbicara tentang kitab Kejadian, tidak bisa dilepaskan dari Pentateukh atau
disebut juga Torah, yaitu lima kitab Musa, Kejadian sampai Ulangan. Sastra alkitabiah
memperlakukan Pentateukh sebagai satu kitab, yang secara tradisional diakui bahwa Musa-
lah penulisnya. Namun ada bermacam-macam pendapat yang sangat jauh berbeda, yang
berpandangan bahwa Pentateukh disusun dengan mengambil sumber-sumber. Hasil temuan
arkheologis dan membuat perdebatan itu bertambah panas dalam abad ke-20 ini.

Hingga tahun-tahun belakang ini, kebanyakan orang Yahudi sangat yakin bahwa
Musa-lah penulis kitab-kitab Pentateukh. Pendapat ini didasarkan pada riwayat pengalaman
Musa sendiri yang mendominasi kitab Pentateukh, sejak masa bayinya, masa kanak-kanaknya
hingga dewasa di istana Firaun, masa pelariannya ke Midian, pemanggilan Tuhan atasnya,
pengalaman membawa Israel keluar dari perbudakan Mesir, hingga bangsa Israel di tepi
Sungai Yordan. Pengalaman Musa di istana Firaun, dengan pendidikan yang dia peroleh,
memungkinkan dia memiliki kemampuan untuk menjadi seseorang penulis yang baik.
Tentang informasi yang disusun dalam kitab Kejadian, Musa mendapat bahan dari tradisi
lisan (informasi yang diceritakan turun-temurun), catatan-catatan singkat mungkin dari
prasastri-prasastri atau nisan, dan tentang penciptaan alam semesta, dinyatakan Allah
langsung kepadanya. Bukti kepenulisan Musa antara lain: Tuhan menyuruh Musa untuk
menulis suatu laporan tentang pertempuran melawan orang Amalek yang menyerang Israel.
Di Gunung Sinai, Musa menulis semua perkataan dan hukum yang difirmankan Tuhan.
Yosua disuruh Tuhan untuk merenungkan Taurat Musa dan lain-lain.3

Tahun penulisan tentu selama Musa masih hidup. Bisa jadi dalam perjalanannya di
padang gurun, Musa mencatat semua yang dia alami. Diperkirakan Musa lahir tahun 1500
setelah manusia ada dan hidup selama 120 tahun.

Alamat dan Tujuan Penulisan Kitab Kejadian

Alamat Kitab Kejadian adalah bangsa Israel sendiri, sebagai umat pilihan yang
dimulai dari pemanggilan Abraham, bapa leluhur mereka, yang dipanggil untuk menerima
dan menjadi berkat. Berkat yang Tuhan berikan adalah keturunan seperti debu tanah, dan
negeri Kanaan yang melimpah susu dan madunya.

Tujuan kitab Kejadian adalah menceritakan bagaimana dan mengapa Yahweh


berkenan memilih keluarga Abraham dan mengadakan perjanjian dengan mereka. Perjanjian
atau covenant ini merupakan dasar teologi dan identitas umat Israel. Karena itu dapat
dipahami bahwa sejarah perjanjian itu penting. Dan selanjutnya dalam kitab ini dikisahkan

3
“Bahan Bedah Jurnal Tafsir PL.Pdf,” n.d.
tentang umat pilihan-Nya harus pergi ke Mesir, dengan demikian mempersiapkan suasana
untuk peristiwa keluaran.

Inti Berita Kitab Kejadian

Kitab Kejadian mencatat sejarah karya Allah, yaitu karya penciptaan atas alam
semesta, dan sejarah keselamatan bagi manusia ciptaan-Nya yang mulia yang telah jatuh
dalam dosa. Kitab Kejadian juga membukakan tentang sifat Allah yang baik, murah hati,
tetapi juga kudus dan adil adanya. Allah menciptakan manusia sebagai makhluk mulia, tetapi
juga harus menghukumnya karena dosa. Dan pada waktu yang sama, Allah juga menyediakan
jalan keselamatan bagi manusia yang bersedia untuk bertobat.

Analisa Konteks Kejadian 3

Seperti Kejadian 1 dan Kejadian 2, Kejadian 3 adalah narasi tentang pergerakan dari
dunia yang stabil dan tidak berubah ke tatanan baru yang dinamis. Kejadian 1 dan 2
menggambarkan keadaan dunia yang kosong dan sepi, digantikan oleh dunia yang penuh
dengan kehidupan. Dalam Kejadian 3 perubahan adalah dari dunia yang nyaman,
dikendalikan dengan ketat, tanpa peran sosial dan status seksual, ke dunia di mana laki-laki
dan perempuan berhubungan secara seksual dan hidup menurut peran sosial, sebuah dunia di
mana mereka bekerja keras dan tahu perbedaan antara yang baik dan yang jahat.

METODE

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan dengan


memanfaatkan berbagai buku, jurnal dan terbitan-terbitan lain yang berkaitan dengan topik
penelitian, dalam cerita Adam dan Hawa yang di kutip dari kitab “Kejadian 3:16-19”.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsep Dosa Menurut Kejadian 3

Kisah ini dimulai ketika ular berbicara dengan perempuan. Mengapa tidak dengan
laki-laki? Bapak-bapak gereja menafsirkan bahwa perempuan secara moral lebih lemah
daripada laki-laki dan karenanya menjadi mangsa yang lebih mudah; perempuan itu
sederhana, mudah tertipu, tidak bisa dipercaya; atau bahwa dia lebih seksual dan
seksualitasnya digunakan oleh ular untuk menghancurkan laki-laki itu. Ular memang
memutarbalikkan apa yang dikatakan oleh Allah dengan tujuan agar perempuan itu
terpedaya. Ia mengajukan pertanyaan, tentulah Allah berfirman, semua buah pohon dalam
taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan? Kata “tentulah” diterjemahkan dari bahasa
Ibrani afki sebagai petunjuk kepada pembaca bahwa ular sedang menggiring teman bicaranya
untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan ketentuan Allah. Pertanyaan ular
bermaksud untuk menguji pengetahuan Hawa. Hawa kemudian menjawab bahwa buah
pohon-pohonan dalam taman boleh dimakan, namun buah pohon yang ada di tengah-tengah
taman tidak boleh dimakan atau diraba, karena bisa menyebabkan kematian. Tetapi ular
berkata bahwa ia sekali-kali tidak akan mati tetapi mata mereka akan terbuka dan akan
menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat. Karena itu, perlu untuk
memperhatikan perikop secara cermat. Di taman Eden tumbuh dua pohon, pertama adalah
pohon kehidupan (tetapi tidak disebutkan dalam larangan yang disampaikan Allah kepada
Adam dalam Kejadian 2:17 dan juga tidak disebutkan dalam percakapan antara ular dan
Hawa) dan kedua adalah pohon pengetahuan baik dan jahat (sudah disebutkan pada Kej.
2:17. Ketika mereka memakannya, mereka akan menjadi seperti Allah, memiliki kemampuan
untuk membedakan mana yang baik dan mana yang jahat. Demikian pula mereka ternyata
tidak langsung mati (seperti yang dikatakan oleh Allah) setelah memakan buah itu tetapi
mereka justru tahu tentang yang baik dan yang jahat. Mati di sini berkaitan dengan kematian
hidup manusia, di mana ini dikaitkan dengan pohon kehidupan kekal (immortalitas) yang ada
di taman itu. Hal ini nyata dalam ayat 22, di mana Allah mengatakan bahwa “manusia itu
telah menjadi seperti salah satu dari Kita, tahu tentang yang baik dan yang jahat”. Menarik
untuk diperhatikan adalah pada ungkapan “pengetahuan tentang yang baik dan jahat”, dalam
literatur Perjanjian Lama pada umumnya merujuk kepada kemampuan dan kedewasaan
manusia (Ul. 1:39). LAI menerjemahkan kalimat akhir dengan memberi pengertian, dalam
tafsiran Westermann selalu merujuk kepada hasrat ataupun keinginan untuk melanggar
ketentuan (seperti Keluaran 20:17) (Westermann, 1999, p. 339).

Selanjutnya dapat dikatakan bahwa percakapan perempuan dengan ular adalah sebuah
percakapan hermeneutik teologis. Dapat pula dikatakan bahwa Hawa adalah orang pertama
yang berteologi. Perempuan itu memikirkan dan mempertimbangkan buah pohon itu sebagai
sesuatu yang baik untuk dimakan dan sebagai sumber kebijaksanaan atau pengetahuan. Hal
ini berbeda dengan sikap laki-laki yang diam, pasif, penerima. Dia tanpa ragu-ragu, tanpa
enggan, tanpa berteologi, tanpa mempertimbangkan apapun memberikan perhatian hanya
pada perutnya, dan mengikuti isterinya (dengan kata lain, seringkali terjadi bahwa perempuan
bertindak lebih menggunakan otaknya, sedangkan laki-laki berorientasi pada perutnya).
Padahal larangan itu diberikan kepada Adam sebelum perempuan itu diciptakan (Kej. 2:16),
dan Adam juga ada bersama dengan Hawa ketika Hawa mengambil buah itu dan
diberikannya kepada Adam yang ada bersama dia (Kej. 3:6).

Dengan perkataan lain, kesadaran baru mereka memunculkan sesuatu yang


sebelumnya tidak pernah dimengerti yaitu bahwa mereka sudah malu. Kesadaran itu pula
menjelaskan sesuatu bahwa mereka memiliki kekurangan (Westermann, 1999, p. 341).
Dalam kenyataan inilah perkataan ular mendapat bukti. Kesadaran baru itu membuat mereka
menyembunyikan diri dan melarikan diri bersama-sama. Allah selanjutnya menanyakan
tanggung jawab lebih dahulu kepada Adam, tetapi dia sendiri melemparkan
tanggungjawabnya dengan mengatakan, Perempuan yang Kau tempatkan di sisiku, dialah
yang memberi dari buah pohon itu kepadaku, maka kumakan. Ia tidak memberikan jawaban
atas apa yang dia lakukan malahan menuduh atau menyalahkan Allah (Yang telah
menempatkan Hawa di sisinya) dan bukan Hawa. Ini berarti bahwa perempuan tidak
ditunjukkan sebagai penggoda, apalagi kata 'nsh' (menipu, menggoda atau memperdayakan)
dipakai untuk ular, bukan untuk perempuan itu (Trible, 1992). Hawa mengatakan bahwa
ularlah yang menggoda dia. Nampak Allah mendengarkan apa yang Hawa katakan, tetapi
bukan karena ular telah memperdaya Hawa melainkan karena ular telah membuka rahasia
pengetahuan atau kebijaksanaan yang sebenarnya adalah hak Allah (Singgih, 2011). Karena
itu Allah mengutuk ular (3:14) dan menghukum Adam dan Hawa (bukan mengutuk) akibat
ketidaksetiaan mereka. Adam dihukum bahwa ia akan berpeluh dan bersusah payah dalam
mengelola tanah. Adam tidak dikutuk melainkan tanah. Karena tanah terkutuk maka Adam
akan bersusah payah mengerjakan dan mendapatkan hasilnya. Hukuman kepada Adam jauh
lebih berat dan rinci jika dibandingkan dengan hukuman kepada Hawa sebagaimana
diuraikan pada ayat 17-19. Kata hukuman pada ayat 19 tentang asal dari tanah dan kembali
ke tanah (merujuk kepada kematian) sekaligus menjadi jawaban terhadap ketidakkekalan
manusia seperti yang diuraikan pada pasal 1. Jadi tafsiran yang menghubungkan kematian
sebagai hukuman sudah tidak dapat dipertahankan. Kematian adalah batas susah payah
manusia untuk mengerjakan tanah (Westermann, 1999). Hawa dihukum akan sakit ketika
mengandung dan melahirkan serta akan birahi kepada suaminya dan suaminya akan berkuasa
terhadapnya. Dua kata ini yaitu sakit dan birahi menunjuk pada status Hawa sebagai ibu dan
isteri. Status perempuan yang sakit mengandung dan melahirkan bukanlah menghilangkan
martabatnya sebagaimana pada ayat 20 eksplisit muncul. Kata birahi yang dipakai dalam teks
sebaiknya dipahami sebagai saling ketergantungan suami dan isteri. Secara khusus dalam
amanat untuk berkembangbiak memenuhi bumi ini. Bukan hanya istri yang menginginkan
hubungan seksual melainkan suaminya juga. Fakta menunjukkan bahwa yang lebih sering
dikuasai berahi adalah kaum laki-laki kepada perempuan, juga ketika perempuannya tidak
menginginkannya (Singgih, 2011). Kendati demikian, kata birahi ini sering ditafsirkan ke luar
dari konteks bahwa hubungan seksual terjadi karena isteri yang menginginkan atau
menggoda suami. Hal ini nampak dalam penafsiran Bapa-bapa gereja seperti Tertullianus dan
Agustinus, yang melarang untuk mendekati atau kawin dengan perempuan karena perempuan
adalah sumber nafsu birahi (Hommes, 1992). Pandangan ini tidak hanya dalam relasi suami
isteri tetapi juga dalam relasi perempuan dan laki-laki bahkan ketika terjadi perkosaan.
Perempuan yang adalah korban justru disalahkan sebagai pihak yang telah menggoda laki-
laki (terjadi reviktimisasi). Sementara laki-laki justru dipandang sebagai korban dan bukan
pelaku. Itulah sebabnya banyak pelaku perkosaan yang tidak ditindak, kalau pun ditindak,
hukumannya sangat ringan. Hukuman terhadap Adam dan Hawa “menggambarkan” betapa
ngerinya kehidupan manusia, dan bukan “perintah” (yang harus dituruti). Allah
memberitahukan perempuan itu bahwa suaminya akan menguasainya (3:16) bukan
memerintah Adam untuk menguasainya. Kesalahan tafsir terhadap bagian ini telah membuat
laki-laki sebagai penindas (oppressor) yang menyebabkan penderitaan terhadap mereka yang
ditindas (oppressed), dalam hal ini para istri. Inilah yang disebut sebagai dosa yaitu ketika
terjadi hubungan yang tidak equal (Moe, 2016) Pernyataan ini juga bukan suatu pengakuan
bahwa derajat laki-laki lebih tinggi dari perempuan (budaya patriarkhal), tetapi sebagai
celaan terhadap pola relasi yang telah rusak akibat ketidaksetiaan mereka. Karena itu, laki-
laki dan perempuan, perlu berbagi tanggung jawab atas perubahan status mereka. Hukuman
di atas sekaligus menunjukkan awal terciptanya peran gender, dimana laki-laki bekerja di
ladang (mencari nafkah dari tanah) dan perempuan melahirkan anak (Nidith, 2016).
Hubungan yang tidak setara, di mana lakilaki lebih berkuasa daripada perempuan, telah
merusak keharmonisan dan kederajatan ciptaan Tuhan dan tidak sesuai dengan kehendak
Allah. Perbedaan yang seharusnya menciptakan keharmonisan dan persamaan, kemudian
berubah menjadi pembedaan, ketidakpatuhan dan bencana. Situasi ini tidak hanya merusak
relasi antara laki-laki dan perempuan yang semula setara dan harmonis, tetapi juga merusak
relasi antara manusia dengan hewan, ibu dengan anak, manusia dengan tanah, dan manusia
dengan Allah. Oleh karena itu dibutuhkan adanya sebuah “pertobatan’ untuk melihat
perempuan sebagai manusia yang utuh, dan mengembalikan relasi yang ada ke arah
kesederajatan laki-laki dan perempuan. Ayat 20-24 Dalam teks ini Adam memberi nama
Hawa kepada perempuan itu yang berarti “ibu dari semua yang hidup”. Dalam Sirach 40:1
dikatakan, “Suatu kesusahan besar telah diciptakan untuk setiap manusia, dan semua anak
Adam tertekan oleh kuk yang berat sejak mereka keluar dari rahim ibunya sampai kembali
kepada ibu pertiwi.” Kata akhir “ibu pertiwi” dapat diterjemahkan juga dengan “ibu bumi”
yang dalam beberapa tafsiran dipahami sebagai yang berasal dari tradisi kuno bahwa bumi
adalah ibu dari segala kehidupan. Westermann menyatakan bahwa nama dan gelar atau nama
dan penjelasan nama ini memiliki makna untuk mengekspresikan kegembiraan menjadi ibu
melalui mana kehidupan dibawa ke masa depan (Westermann, 1999, p. 365). Mengenai asal-
usul kata Hawa hingga saat ini masih terus didiskusikan di kalangan para ahli (belum bisa
dipastikan) (Pfeiffer, n.d.). Jika nama Hawa diartikan sebagai ibu dari semua yang hidup,
maka ia bukan hanya ibu dari semua manusia tetapi untuk semua yang hidup, hewan dan
alam (Singgih, 2011). Ibu tidak selalu dalam pengertian sebagai orang yang melahirkan tetapi
bisa juga dalam pengertian relasi antara satu dengan yang lain. Selain itu, Allah juga
membuatkan (kata kerja yang hanya dipakai untuk Allah sebagai subyek dalam narasi
penciptaan) pakaian dari kulit binatang kepada Adam dan Hawa sebelum mereka keluar dari
taman Eden. Di sini tampak bahwa bukan hanya Adam dan Hawa yang membuat pakaian
mereka dari daun, namun juga Tuhan terlibat di dalam memberi mereka pakaian yang lebih
baik (ayat 21). Hal ini menunjukkan bahwa ada kerjasama antara Allah dan manusia dalam
memajukan peradaban manusia. Apakah keterlibatan Allah membuat pakaian kepada
manusia itu menjelaskan bahwa Allah dan manusia berada dalam ruang yang sama seperti
diduga oleh penafsir tradisional, masih membutuhkan penelitian lebih lanjut. Namun alasan
untuk penjelasan ini dapat dilihat pada ayat 23 di mana Allah mengusir manusia itu dari
taman Eden (tidak lagi berada dalam ruang yang sama). Adam dan Hawa diusir dari Taman
Eden karena Tuhan tidak ingin mereka mengambil dan memakan buah pohon kehidupan
(Kej. 2:9) yang membuat mereka tidak mati (hidup untuk selama-lamanya). Istilah “tidak
mati” dan “hidup untuk selamalamanya” sebenarnya memiliki makna yang tidak sama. Kata
“tidak mati” berasal dari pemahaman Yunani sedangkan dalam bahasa Ibrani khay leolam
merujuk kepada kehidupan yang terus berkelanjutan atau mengatasi garis kematian
(Westermann, 1999, p. 371). Sudah cukup manusia itu memakan buah pohon pengetahuan
yang baik dan jahat, dan mereka menjadi sama seperti Tuhan. Dengan melihat keseluruhan
narasi dapat ditegaskan bahwa Kejadian 3:1- 24 bukanlah hendak menjelaskan terjadinya
dosa atau siapa penyebab dosa melainkan hendak mengungkapkan bahwa manusia yang
terpisah dari Allah, diusir dari taman Eden. Aneka motif yang mencoba menjelaskan perikop
hanyalah sebuah upaya untuk memahami narasi dan tidak boleh dianggap primer. Dari
tafsiran di atas tampak bahwa dalam teks tidak ditemukan tuduhan berat tentang dosa asal
yang disebabkan oleh perempuan bahkan kata dosa pun tidak ditemukan dalam teks. Itu
adalah interpretasi kemudian dari penulis dengan berbagai teologi dan pandangan dunia
khususnya dari tulisan-tulisan Yahudi periode akhir dan bukan dari tradisi Kristen. Perjanjian
Lama dan kitab-kitab rabi-rabi tidak pernah menganggap Hawa sebagai sebab dari yang
jahat, tetapi pada ketidaksetiaan Israel pada Allah akan perjanjian. Injil-injil tidak menyebut
cerita Hawa sebagai dasar terjadinya yang jahat. Suratsurat Paulus justru berisi dualisme di
antara Adam yang lama dan Adam yang baru. Surat-surat pascaPaulus (1 Tim.) menunjukkan
bahwa satu perempuan yaitu Hawa sebagai “kambing hitam”, yang membuat semua
perempuan bersalah akan ketidakmampuan para laki-laki untuk melawan yang jahat, yang
telah ditebus dengan kematian Kristus. Dalam Perjanjian Baru sendiri bukan Hawa yang
disebut sebagai penyebab manusia jatuh dalam dosa melainkan laki-laki: Adam yang lama
dan Adam yang Baru. Dengan demikian, seharusnya judul teks Kejadian 3:1-24 ini bukan
tentang kejatuhan manusia dalam dosa, melainkan “awal timbulnya pengetahuan (hikmat)”
atau “manusia mendapat hikmat dari Allah”. Demikian pula penyataan yang mengatakan
perempuan atau Hawa sebagai penyebab manusia jatuh dalam dosa, diganti dengan
“perempuan sebagai penyebab manusia mendapat hikmat”.

KESIMPULAN

Jadi, di dalam artikel ini memberikan banyak penjelasan tentang dosa serta asal mula dosa
dan akibat dari dosa itu sendiri. Artikel ini sangat baik untuk di pelajari agar kita memiliki
pemahaman yang baik akan dari mana dosa itu dan bagaimana kita menjauhkan diri dosa.
Dalam penelitian ini memberikan pemahaman yang menuntun kita untuk mengetahui kisah
dari Adam dan Hawa, serta dalam penelitian ini bisa kita tahu bahwa dosa berasal dari sebuah
pelanggaran yang di lakukan secara sengaja atau memiliki dorongan dari keinginan manusia
pertama yaitu Adam dan Hawa untuk mau melakukannya karena mereka ingin menyamakan
diri dengan Allah dan juga ada dorongan dari Iblis untuk menjatuhkan manusia ke dalam
dosa.

Anda mungkin juga menyukai