Anda di halaman 1dari 20

Nama : Markus Pindonta Pelawi

Tingkat/Jurusan : V-B/ Theologia

Mata Kuliah : Seminar Perjanjian Lama

Dosen Pengampu : Dr. Jontor Situmorang

Memberitakan Firman TUHAN di Tengah-tengah Dunia yang Selalu Dilanda Berbagai


Bencana Menurut PL

I. Latar Belakang Masalah

Sebelum manusia melakukan tindakan dosa, manusia hidup berdampingan dengan


Allah. Bersama dengan Allah, tidak ada dukacita ataupun sakit penyakit, kekurangan,
kemiskinan, kematian. Semua sudah disediakan dan diaturkan oleh Allah untuk menjaga
hubungan antar manusia dengan Allah. Manusia jatuh ke dalam dosa karena
ketidaktaatannya. Dalam diri manusia ada kecendrungan untuk berbuat dosa,
penyimpangan dari jalan yang benar, pemberontakan, tergelincir secara moral sehingga
manusia kehilangan kemuliaan Allah. gambar yang serupa Allah pada manusia itu rusak
oleh karena dosa. Maka diberikan hukuman atas dosa kepada manusia, supaya bisa hidup
dengan bersusah payah dari usahanya sendiri dan diusir dari Taman Eden. Maka setelah
pengusiran tersebut, manusia mengetahui bahwa tidak ada lagi kekekalan di dunia ini.
Manusia susah payah dalam menghadapi persoalan-persoalan dunia, baik dalam
kehidupan sosial juga menghadapi kekuatan dari luar manusia yaitu alam. Bahwa bukan
hanya manusia saja yang jatuh ke dalam dosa, tetapi dunia juga jatuh dalam dosa. Maka
dari hal itu terdapat fenomena-fenomena dari sosial seperti kemiskinan, sakit penyakit,
kematian, dan dari alam ialah bencana-bencana Alam seperti gunung meletus, banjir,
hujan meteor, dan sebagainya. Maka dari bencana-bencana ini dilihat bahwa perlu
pengharapan dan penguatan untuk manusia dalam mengetahui apa sebenarnya yang
melatarbelakangi dan maksud Tuhan di dalam bencana-bencana di dalam dunia, baik
bencana sosial maupun bencana alam. Firman Tuhan menjadi jalan pengharapan bagi
manusia dan dunia dalam keberdosaannya.
II. Pembahasan
II.1. Firman Tuhan
Firman atau pernyataan, adalah suatu pengertian sentral dan dinamis dalam
PL dan PB. Oleh firman Allah langit dan bumi dijadikan (Kej. 1:3; 6, 9) “Dasa
Titah” adalah firman-Nya (Kel. 20:1) sering disebut sepuluh firman. Para nabi
menyampaikan firman Tuhan (Yer. 1:2), yang adalah pernyataan kehendak dan
maksud-Nya. dalam PB Yesus memberitakan Firman Tuhan (Mrk. 2:2-4). Dalam
Injil Yohanes Yesus identik dengan Firman Allah-pernyataan atau artinya (Yoh.
1:1, 14), firman dalam arti ini tidak disamakan dengan perkataan tertulis dari kitab
manapun. Dalam surat-surat Paulus dan Kitab Kisah Para Rasul, firman itu berarti
pemberitaan Kristen.1 Setiap orang hendaknya menaklukkan dirinya di hadapan
Allah, melalui firman yang nyata. Yang dimaksud takluk dengan firman Tuhan
adalah menyerahkan diri sepenuhnya dibawah naungan Firman Tuhan, mengakui
kuasa firman yang mampu menaklukkan segala makhluk tanpa terkecuali. Dengan
hal ini, orang yang takluk dibawah kuasa firman adalah orang yang akan
menjalankan Firman Tuhan dengan baik yaitu dengan cara menjalankan
pelayanan sebagaimana tugas dan tanggungjawab gereja yang diperintahkan
Tuhan Yesus. Ketaklukan kepada firman tersebut haruslah memiliki wujud nyata
yang dapat diukur oleh akal dan diperlihatkan lewat tindakan.2
Firman – kata ‫( נְאֻם‬ne’um). sering ditemukan ne'um dalam paralel atau variasi
dengan “Dabhar” (misalnya, Yer. 23:31; Yeh. 37:14; Zak. 12:1: Ams, 30:1).
Meskipun demikian menyatakan adanya perbedaan arti: menurutnya, ne’um
berarti wahyu aktif Allah, sedangkan “dabar” berarti ucapan yang diilhami dari
nabi.3
Firman Tuhan itu sempurna. Firman-Nya itu (tamym), yang berarti Maha
Sempurna yang menyempurnakan. Sempurna artinya sudah lengkap. Jika bergaul
dengan yang Maha Sempurna, maka hidup juga bisa disempurnakan. Firman-Nya
yang sempurna memberi dampak bagi manusia melalui kata-kata yang
menyegarkan jiwa.4 Firman Tuhan itu teguh, firmanNya telah diuji ribuan tahun
tetapi tetap bertahan. firmanNya yang memberi dampak hikmat (aman) yang
1
W. R. F. Browning, Kamusi Alkitab (Jakarta: Gunung Mulia, 2009), 108-109.
2
Maslan Lumbanraja & Auo Nainggolan, Kepemimpinan, Pewartaan Firman dan Jemaat yang
Bertumbuh di Era Millenial (Medan: Yayasan Kita Menulis, 2019), 137-138.
3
Eising, neum, Theological Dictionary Of The Old Testament Vol. XI (Cambridge UK: William B.
Eerdmans Publishing Co, 1998), 109-110.
4
Hendra Rey, Menata Hidup Serupa Kristus (Bandung: Vsi Anugerah Indonesia, 2014), 79.
menumbuhkan kebijaksanaan (chakam). Bergaul dengan firmanNya akan
membuat seseorang bertambah bijaksana dalam menjalani hidup, menghadapi
tantangan dan permasalahan serta mengantispasi setiap zaman. 5 Firman Tuhan itu
murni. Firman-Nya adalah bar artinya bersih dan jujur. Tuhan tidak
menyembunyikan sesuatu, Dia cenderung apa adanya. Firman-Nya yang jujur
inilah yang membuat mata bercahaya (tyram). Sebab firman-Nya itu memurnikan
yang cenderung memiliki niatan imitasi sehingga hidup sering sekali munafik dan
pandai bersandiwara demi keuntungan diri sendiri.6 Firman Tuhan itu benar.
Dalam bahasa Ibrani, emeth memiliki arti firman-Nya itu setia dan dapat
diandalkan terutama dalam membuat perilaku dan karakter seseorang menuju
posisi yang benar seperti yang Tuhan kehendaki (Tsadaq). Jika firman-Nya sudah
mewarnai perilaku dan sikap seseorang maka itu adalah bukti bahwa ia sedang
mengikuti hukum-hukum Tuhan dan bisa menjadi agen kebenaran dan keadilan
Tuhan.7 Firman Tuhan mendatangkan upah. Istilah Ibrani shamar itu adalah
tindakan taat bagai budak yang tidak punya hak apa-apa kepada tuannya.
Maksudnya jika seseorang berusaha seperti budak yang mau taat kepada Firman-
Nya karena Tuhan itu tuannya, maka akan mendatangkan upah (rab). Istilah rab
mempunyai makna berlimpah dalam kekuatan. Kekuatan yang membuat hidup
lebih bermakna, kekuatan yang membuat hidup dan sekeliling lebih teratur, dan
kekuatan dalam menjalankan tugas dan menghadapi tantangan. Seiring
bertambahnya kekuatan, maka bertambah pula tugas dan kepercayaan yang
dipegang, dan akhirnya bertambah pula tanggung jawab.8 Firman Tuhan itu pelita.
Jadi firman Tuhan itu obor (nerah) yang menolong seseorang berjalan di tengah
jalan setapak yang berbahaya di tengah kegelapan. Artinya firman-Nya
mengandung prinsip rohani yang akan membantu seseorang menjauhi banyak
kesusahan, perangkap, tragedi yang disebabkan oleh keputusan dan pilihan yang
salah.9

II.2. Teologi Pemberitaan Firman

5
Hendra Rey, Menata Hidup Serupa Kristus, 81.
6
Hendra Rey, Menata Hidup Serupa Kristus, 83
7
Hendra Rey, Menata Hidup Serupa Kristus, 89.
8
Hendra Rey, Menata Hidup Serupa Kristus, 93.
9
Hendra Rey, Menata Hidup Serupa Kristus, 95.
Firman Allah dalam ketiga bentuknya, yaitu yang dikhotbahkan, ditulis dan
dinyatakan, tidak dapat dipikirkan terlepas dari Allah Roh Kudus, Allah Anak dan
Allah Bapa. Bentuk pertama dari Firman yaitu pemberitaan, adalah karya yang
khas dari Roh Kudus dan melalui Dia, gereja mendengar dan mengkhotbahkan
wahyu Allah dalam Kristus. Perjanjian Lama memberikan kesaksian tentang
Tuhan yang akan datang. Perjanjian Lama adalah buku yang penuh dengan
penantian dan pengharapan, dan menuntut penggenapan. Semua perkataan dalam
Alkitab menyatakan Firman Tuhan kepada manusia, atau juga kata-kata manusia
kepada Tuhan; baik perbuatan Tuhan bersama umat-Nya, maupun perbuatan
manusia bersama Tuhan mereka. Disini dilihat bahwa perkataan Allah dan
tindakan Allah itu tidak dapat dipisahkan.10 Manusia dipanggil ke dalam “hal
menjadi saksi”. Seorang saksi adalah orang yang melihat sendiri bagaimana Allah
dalam segala kemurahanNya melakukan perbuatan-perbuatanNya yang ajaib.
Itulah pekerjaan dan fungsi seorang saksi dalam Perjanjian Lama (martyria).11
II.3. Pemaknaan Bencana
Dalam Bahasa ibrani Bencana dari kata “‫“ ”ּדֶ בֶר‬debher”12. Seperti yang
ditunjukkan oleh perubahan dari “debher” ke “maveth”, "kematian" dalam Yer.
15: 2 dan terjemahan LXX yang konsisten oleh “Thanatos” (kecuali dalam Hab.
3:5, di mana kembali ke bacaan “dabhar”, dan di bagian yang mana hilangkan
kata), “debher” menunjukkan penyakit sampar yang fatal (Yer. 27:13; Yeh. 33:27;
dll). Yang menimpa manusia dan hewan peliharaan (Keluaran 9: 3). Menurut
terjemahan biasa, wabah penyakit selalu merupakan hukuman yang dikirim secara
ilahi untuk ketidaktaatan. Itu bisa datang atas orang Israel, bangsa asing (Kel.
9:15; Yeh. 28:23), kelompok (Yer. 42:17, 22; 44:13), atau individu (Yeh. 38:22).
Sebelum Tuhan mengirimkannya (lih. Yer. 24:10; Yeh. 14:19; Ams. 4:10).
Bencana dapat diartikan sebagai peristiwa yang mengancam dan menyebabkan
kerugian bagi manusia, yang disebabkan oleh interaksi antara faktor alam dan
manusia. Impikasinya bencana dan kejadian ancaman merupakan dua hal yang
berbeda dan ancaman dapat menjadi bencana apabila manusia dalam kondisi
rentan dan tidak memilki kemampuan menghadapi ancaman atau kerentanan
terhadap bencana. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang

10
Dietrich Ritschl, Teologi Pemberitaan Firman Allah (Jakarta: Gunung Mulia, 1990), 13-14.
11
Dietrich Ritschl, Teologi Pemberitaan Firman Allah, 48.
12
D.L. Baker & A.A. Sitompul, Kamus Singkat Ibrani-Indonesia (Jakarta: BPK-GM, 2016), 19.
mengancam dan menganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau non alam maupun faktor manusia
sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda dan dampak psikologis.13 Bencana diartikan sebagai sesuatu
yang menyebabkan (menimbulkan) kesusahan, kerugian, atau penderitaan,
kecelakaan dan bahaya. Berdasarkan faktor penyebabnya tersebut maka bencana
dibagi menjadi tiga kategori yaitu:
1. Bencana Alam, adalah bencana yang disebabkan faktor alamiah seprti
gempa bumi, erupsi gunung berapi, tsunami, tanah longsor, banjir,
kekeringan, angin puting beliung dan abrasi.
2. Bencana Non-alam, adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi. ,
gagal modernisasi, epidemi dan wabah penyakit seperti kebakaran hutan
atau lahan, kecelakan transportasi dan sebagainya.
3. Bencana sosial, adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi
konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan terror
seperti konflik sosial.14

Seperti yang diuraikan bencana dapat dibedakan atas bencana alam, yang
disebabkan oleh fenomena alam (natural disaster), dan bencana sosial yang
disebabkan oleh ulah manusia (moral disaster). Bencana jenis manapun
menimbulkan penderitaan dalam kehidupan manusia. Pertanyaan mengenai
penderitaan juga menyangkut adanya kenyataan jahat (evil) di dalam dunia.
Dalam pengertian yang luas kenyataan jahat adalah seluruh lawan keinginan dan
kebutuhan manusia, yang tampak dialami dalam kehidupan. Yang jahat itu
meliputi contohnya gempa bumi, banjir, bencana kelaparan dan bencana alam
lainnya, serta ketaksempurnaandalam dunia dan makhluk-makhluknya. Sebab itu
para pemikir menggolongkan kenyataan jahat yang bersifat fisik, moral, dan
metafisik. Yang bersifat fisik (physical evil) meliputi semua penyebab gangguan
terhadap manusia, baik berupa gangguan pada tubuh (sakit kecelakaan, kematian,
dan lain-lain), maupun halangan bagi keinginan-keinginannya, atau terbatasi

13
Ratih Kumala Dewi, dkk, Manajemen Gawat Darurat dan Bencana (Medan: Yayasan Kita Menulis,
2021), 1.
14
David Eko Setiawan, Gereja di Tengah Pandemi Covid-19 (Yogyakarta: KBM Indonesia, 2021), 63-64.
dalam mengembangkan kekuatannya, baik yang langsung oleh tatanan alam,
maupun melalui berbagai keadaa sosial di mana manusia hidup (kemiskinan,
penindasan). Derita mental seperti kebingungan, kekecewaan, penyesalan, dan
keterbatasan penalaran, yang menghalangi manusia mencapai pemahaman penuh
terhadap lingkungannya, adalah bentuk-bentuk bawaan kenyataan jahat dalam diri
manusia. Kejahatan moral adalah keputusan manusia yang menyimpang dari
aturan-aturan tatanan moral dan tindakan-tindakanyang timbul dari penyimpangan
itu. Yang bersifat metafisik adalah membatasi antara berbagai unsur dalam dunia
alami. Karena pembatasan itu, objek-objek alami terhalang dalam mencapai
kesempurnannya, baik berupa tekanan terus-menerus dari keadaan fisiknya,
maupun oleh bencana yang terjadi mendadak. Hewan organisme tumbuhan
diganggu atau dibatasi dengan berbagai cara oleh iklim dan sebab-sebab alami
lainnya seperti juga alam diganggu badai dan gempa.15

II.4. Bencana-Bencana dalam PL

Setiap pelanggaranan akan menerima hukuman, sebab upah dosa ialah maut.
Dosa telah membelenggu hidup manusia dan musia sudah diperbudak oleh dosa
itu sendiri. Aspek dosa yang paling khas adalah bertujuan melawan Allah.
kejahatan yang dilakukan oleh manusia begitu berat, sehingga ia patut menerima
hukuman Tuhan. dampak dosa dalam kehidupan manusia yaitu:

a. Dampak teologis: putusnya hubungan manusia dengan Tuhan Allah (Yes.


59:2)
b. Dampak sosiologis: putusnya hubungan antar sesama manusia.
c. Dampak fisiologis: akibat ketidaktaatan manusia, maka manusia “pasti
akan mati” (Kej. 2:17). Fisik manusia yang bisa terkena/terserang
penyakit, dan itu merupakan akibat dosa.
d. Dampak kosmologis: tanah menjadi terkutuk (Kej. 3:17-19). Lingkungan
menjadi bencana bagi manusia seperti tanah longsor, banjir bahkan gempa
bumi.16

15
Zakaria J. Ngelow, dkk, Teologi Bencana: Pergumulan Iman dalam Konteks Bencana Alam dan
Bencana Sosial (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2019), 183-184.
16
Jonar T. H. Situmorang, Tematik Periode dalam Teologi Perjanjian Lama (Yogyakarta: ANDI, 2020),
153-156.
Catatan Alkitab tentang bencana pertama kali ditemukan dalam kitab
Kejadian 3:1-24. Dalam kisah tersebut tampak alam ciptaan Allah mengalami
kerusakan akibat pelanggaran manusia. Bahkan yang paling mengerikan adalah
manusia mulai mengenal dan mengalami kematian. Hal ini tampak dari kisah
terbunuhnya Habel oleh Kain (Kej. 4:1-16). Selanjutnya pada zaman Nuh juga
terjadi bencana besar yaitu Air Bah. Bencana ini telah melenyapkan sebagian
besar penduduk bumi pada masa itu (Kej. 7). Selain peristiwa –peristiwa bencana
di atas, Alkitab juga mencatat bahwa bencana kelaparan pada zaman Abraham
(Kej. 12:10). Bencana kelaparan juga terjadi pada zaman Ishak (Kej. 26). Pada
zaman Yusuf, seluruh bumi mengalami bencana kelaparan hebat selama 7 tahun
(Kej. 41:30-57). Pada zaman Daud juga terjadi bencana kelaparan selama 3 tahun
berturut-turut (2 Samuel 21:1). Bencana lainnya yang dicatat oleh Alkitab adalah
wabah yang menimpa Mesir (Kel. 7-12). Juga bencana kekeringan, hama
penyakit, penyakit sampar yang menimpa Israel akibat ketidaktaatannya kepada
Allah pada zaman Nabi Amos.17
II.4.1. Kisah Air Bah

Disebutkan dalam Alkitab bahwa sifat Allah adalah kasih dan


panjang sabar. Namun, Dia juga adalah Hakim yang adil; yang
menghakimi seseorang sesuai dengan perbuatannya. Pada zaman Nuh,
“kejahatan” (tingkah laku yang tidak diperkenankan oleh Yahweh)
manusia yang penuh dengan kekerasan sehingga hidup manusa rusak sama
sekali (Kej. 6:5, 11). Hati manusia pada waktu itu selalu berhasrat
berencana dan bertujuan hanya untuk melakukan yang jahat. Manusia pada
zaman Nuh membahayakan rencana Allah untuk menjadi sekutu manusia,
yaitu dengan berbuat dosa yang mencolok sekali. Allah setia kepada
rencana-Nya, artinya oleh karena Dia tetap sama dan tidak berubah
terhadap rencana-Nya; tetapi Dia menyesalkan perbuatan manusia pada
zaman Nuh itu. Karena dosa dan pelanggaran manusia itu, maka Tuhan
menghukum mereka dengan air bah. Hanya keluarga Nuh yang mendapat
kasih karunia di mata Tuhan (Kej. 6:8).18 Lalu Allah turun dengan cara
yang dahsyat; hukuman tak dapat dielakkan lagi, datanglah banjir besar,
menghukum dosa dan menyelamatkan keturunan yang saleh. Inilah ajaran
17
David Eko Setiawan, Gereja di Tengah Pandemi Covid-19, 65.
18
Jonar T. H. Situmorang, Tematik Periode dalam Teologi Perjanjian Lama, 177-179.
pertama Alkitab yang menyatakan betapa pentingnya orang percaya
memisahkan diri dari dosa dunia dan jangan berkompromi”. Allah
senantiasa menghendaki supaya keturunan yang rohani itu keluar dan
memisahkan diri.19

II.4.2. Sepuluh Tulah


Nabi Musa dan saudaranya Harun muncul di hadapan Firaun
beberapa kali. Pertama, mereka dengan sopan meminta agar Raja Mesir
mengizinkan orang Israel beribadah di padang pasir. Firaun tidak perlu
berpikir panjang untuk berkata tidak; ia tidak menghormati Tuhan dan
tidak ingin kehilangan budak-budaknya. Sebaliknya, penguasa Mesir
menghukum semua kaum Israel dengan menambah beban kerja mereka
dan menuntutnya membuat batu bata tanpa menyediakan jerami. Sesuai
perintah Allah, kedua bersaudara ini kembali ke istana Firaun untuk
bertemu dengannya. Karena firaun tampaknya tidak mengizinkan Musa
dan saudaranya menghadapnya, Allah menyuruh mereka untuk
memberikan Tulah kepada Mesir.20
a. Tulah pertama yaitu air menjadi darah (Kel. 7:14-25), setiap tahun
kurang lebih mendekati akhir bulan Juni, ketika air sungai Nil
mulai naik, air berwarna merah gelap oleh endapan lumpur yang
kut terbawa arus dari hulu. Peristiwa ini berlangsung sepanjang tiga
bulan, hingga air sungai mulai berkurang, tetapi sementara itu air
sungai tetap sehat dan bisa diminum. Mukjizat dalam 7:17-21
mencakup tiga unsur yang karenanya mukjizat tersebut berbeda
dengan gejala yang biasa: air berubah karena tongkat yang
dipukulkan Musa; air menjadi tidak bisa diminum; dan keadaan ini
hanya berlangsung selama tujuh hari (ay. 25).
b. Tulah kedua yaitu katak (Kel. 8:1-5), Di tepi Sungai Nil di tanah
yang becek senantiasa ada banyak katak. Tetapi, atas perintah
Musa muncul demikian banyak katak yang memnuhi setiap tempat
yang mungkin, sehingga hewan-hewan itu menjadi gangguan yang
tidak tertahankan. Firaun demikian kehilangan kesabarannya akibat

19
J. Sidlow Baxter, Menggali Isi Alkitab 1 Kejadian-Ester (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih,
2012), 38.
20
Pamela McQuade, 100 Mukjizat Terbesar dalam Alkitab (Jakarta: Penerbit Inspirasi, 2010), 35-36.
peristiwa yang sangat menjijikkan tersebut sehingga ia siap untuk
menjanjikan apapun.
c. Tulah ketiga yaitu nyamuk (Kel. 8:16-19), berbagai jenis serangga
telah disebutkan sebagai hewan yang dipakai dalam tulah ini.
nyamuk yang cukup dikenal di Mesir tampaknya merupakan
serangga yang paling cocok. Kembali perlu diperhatikan bahwa
tulah ini merupakan peningkatan dari pengalaman biasa. Semua
tulah merupakan peningkatan dari sesuatu yang tidak mengenakkan
menjadi penderitaan yang menyakitkan.
d. Tulah keempat yaitu lalatpikat (Kel. 8:20-32), yang dimaksudkan
dengan kata ini adalah sejenis serangga yang sangat
menjengkelkan. Kata Ibrani yang dipakai untuk kawanan serangga
ini berarti suatu campuran dan bisa berarti peningkatan dari semua
jenis serangga yang menjengkelkan.
e. Tulah kelima yaitu sampar pada ternak (Kel. 9:1-7), sampar ini
adalah tulah yang sangat hebat, sampar yang mematikan. Penyakit
yang dimaksudkan tidak dapat diketahui dengan pasti tapi yang
jelas bahwa penyakit tersebut merupakan wabah yang mematikan
dan menyerang semua jenis hewan piaraan, dan menimpa semua
ternak yang ada di padang.
f. Tulah keenam yaitu Barah (Kel. 9:8-12), barah yang memecah
sebagai gelembung ialah sebuah bisul atau abses akibat infeksi
yang menyakitkan, yang kemudian pecah menjadi luka yang sulit
sembuh, sangat menyakitkan dan menganggu namun tidak
menyakitkan.
g. Tulah ketujuh yaitu hujan es (Kel. 9:13-35), hujan es, guntur dan
kilat bukan gejala alam yang asing di Mesir, namun kehebatan
mengerikan dari badai semacam ini belum pernah dialami orang
Mesir sepanjang sejarah. Sering sekali sebuah bencana alam yang
besar membuat orang yang paling tidak saleh pun berserukarena
ketakutan dan tidak berdaya. Pengakuan semacam itu bukan
merupakan hasil dari sebuah kesadaran akan dosa namun hanya
karena kegentarannya menyaksikan bencana alam tersebut.
h. Tulah kedelapan yaitu belalang (Kel. 10:1-20), bencana-bencana
yang diakibatkan oleh belalang sebelumnya di dalam pengalaman
orang Mesir tidak akan ada artinya dibandingkan dengan bencana
ini. kenyataan bahwa angin bertiup sepanjang siang dan malam
sebelum belalang-belalang itu datang, menunjukkan bahwa
serangga-serangga tersebut datang dari tempat jauh. Belalang
tersebut melahap habis semua jenis tumbuh-tumbuhan yang ada di
Mesir.
i. Tulah kesembilan yaitu kegelapan (Kel. 10:21-29), gelap meliputi
tanah Mesir sehingga orang dapat meraba gelap itu. Kegelapan
tersebut mungkin disebabkan badai pasir yang besar yang sangat
ditakut di wilayah itu. Angin yang panas dan kering, bagaikan
hembusan dari dapur api, memenuhi udara dengan pasir dan debu
sehingga sinar matahari tidak bisa tembus. Tulah ini mengakhiri
manifestasi berbagai keajaiban Allah serta merupakan pendahuluan
yang menakutkan dari tindakan penghakiman yang terakhir.
j. Tulah kesepuluh yaitu kematian Anak Sulung (Kel. 12:29-36),
Anak sulung merupakan lambang dari seluruh bangsa dimana
mereka adalah keku ajatan dan kesehatan. Pada umumnya disetujui
bahwa yang dimaksudkan ialah putra sulung yang belum berumah
tangga. Jika tidak demikian, maka anak sulung dari setiap angkatan
pada waktu itu tentu mati semua, termasuk mungkin firaun
sendiri.21
II.4.3. Kisah Ayub
Ayub hidup di negeri Us. Ia adalah orang yang saleh dan jujur; ia
takut akan Allah dan menjauhi kejahatan. Tentang dia terjadi perdebatan
antara Allah dengan Iblis, Iblis mengatakan bahwa Ayub mengabdi kepada
Allah hanyalah karena segala berkat yang diterimanya dari Tuhan dan
bukan karena kerelaan hatinya. Tetapi ketika Iblis, dengan izin Tuhan
merampas segala milik Ayub, keadaan itu pun tidak membuat Ayub
berdosa, dan tidak ada sesuatu yang kurang patut dikatakannya terhadap
Tuhan. Ayub sangat kaya-Iblis merapas segala milik Ayub, bahkan Iblis

21
Charless F. Pfieffier &Eerett F. Harisson, Tafisaran Alkitab Wycliffe Volume 1 (Malang: Gandum Mas,
2007), 171-183.
bertindak lebih jauh lagi yaitu Ayub sakit kusta hebat. Sahabat-sahabat”
Elifas, Bildad, Zofar menyangka bahwa Ayub menderita hukuman itu
karena suatu dosa tertentu, namun Elihu mengatakan bahwa sengsara
orang beribadat mungkin menjadi ujian dan penyucian.22
II.4.4. Bencana Kelaparan
Di dalam 2 Raja-raja 7:1-16, perikop ini dilatarbelakangi kisah
pengepungan Samaria oleh tentara Aram di bawah kepemimpinan raja
Benhadad. Pengepungan tersebut menimbulkan bencana kelaparan hebat
di tengah-tengah masyarakat. Begitu dahsyatnya kelaparan tersebut
membuat hal-hal yang sebelumnya tak berharga menjadi bernilai tinggi.
Misalnya saja sebuah kepala kedelai dihargai delapan puluh syikal perak.
Dampak yang paling mengenaskan dari bencana kelaparan pada saat itu
adalah tindakan kanibalisme. Dalam pasal 6:28-29 dikisahkan mengenai
ibu yang memasak anaknya. Raja Yoram yang mendengar peristiwa
tersebut alih-alih melakukan intropeksi diri, ia justru melimpahkan
kesalahan pada nabi Elisa sehingga ia memerintahkan agar Elisa ditangkap
dan dipenggal kepalanya. Ia mencari Nabi elisa dan mendapatkan dia.
Tidak berhenti sampai disitu saja. Raja Yoram juga melimpahkan
kekesalannya pada Tuhan di depan Elisa sehingga dengan tegas ia
mengatakan tidak akan berharap pada Tuhan lagi (6:33).23 Raja Saul dalam
Perjanjian Lama pernah dua kali melakukan perkara dengan ceroboh.
Pertama, dia memaksakandiri mempersembahkan korban bakaran (1
Samuel 13:8-14), mengampuni raja Amalek dan mengambil lembu doma
yang terbaik (1 Samuel 15:14-16); akibatnya kedudukan rajanya dihapus
Allah. kedua, dia bergairah bagi orang Israel dan Yehuda, dengan
kegariahan daging, membunuh orang Gibeon dan ingin memusnahkan
mereka; tindakan ini telah mengingkari sumpah yang dilakukan oleh orang
Israel dengan orang Gibeon, sehingga mengundang bencana kelaparan
selama tiga tahun (1 Samuel 21:1-2).24 Kelaparan dalam Yehezkiel 14:21
mencatat tentang pedang, peperangan, kelaparan, binatang buas dan
sampar sebagai hukamn berat Allah bagi dosa-dosa Yerusalem. Di 1 Raja-

22
I. Snoek, Sejarah Suci (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2020), 61-62.
23
Alexius Leltlora, SGDK GPIB Edisi APR (Jakarta: GPIB Indonesia, 2021), 5.
24
LYD Yasperin, Karakter (Jakarta: Yayasan Perpustakaan Injil Indonesia, 2020), 4.
raja 8:35-37, Salomo mengacu kepada langit tak berawan yang dapat
mendatangkan kelaparan sebagai akibat dari dosa-dosa rakyatnya. Saat
yang tepat terjadinya kelaparan ini tidak disebutkan.25
II.5. Pemberita Firman Tuhan dalam PL
Bagi umat Israel, firman Allah tidak pernah disampaikan tanpa kaitan dengan
konteks kehidupan Israel, baik sebagai suatu umat maupun sebagai suatu
masyarakat, bangsa dan negara. Dalam hal ini, konteks berarti situasi konkret,
yang dihadapi atau dialami oleh umat Israel. Situasi itu pada umumnya adalah
situasi yang berlawanan dengan kehendak TUHAN, baik di bidang peribadahan
maupun di bidang kehidupan sosial politik. Disini akan diberitakan bagaimana
kaitan pemberitaan Firman Tuhan dengan konteks sosial politik, yang
memperlihatkan pergumulan teologi PL di dalamnya. Para nabi menekankan
pentingnya implementasi Hukum Taurat yang mengatur relasi perjanjian antara
Tuhan dengan umat-Nya di dalam kehidupan sehari-hari baik di bidang sosial,
ekonomi, keagamaan dan politik. Dalam nubuat-nubuat para nabi tersebut, Allah
diberitakan sebagai Sang TUHAN Sejarah, yang berarti Ia berkuasa mutlak atas
kehidupan sosial dan politik seluruh umat manusia, bukan hanya sebatas
lingkungan keaga,aam dan peribadahan (kultus) dan bukan pula hanya atas umat-
Nya sendiri. Masalah Sosial adalah salah satu perosalan konteks yang penting dan
diperhatikan dengan serius dalam pemberitaan nabi Israel. Hampir semu kitab
para nabi dalam PL menyampaikan firman Tuhan yang berkaitan dengan berbagai
permasalahan di bidang ini. beberapa di antaranya yang menonjol adalah Kitab
Nabi Amos, Yeremia dan Habakuk.26
A. Amos
Pokok pemberitaan Amos adalah menyangkut implementasi Taurat Tuhan
di bidang kehidupan sosial, yakni keadilan sosial. Ia melihat umat Allah yang
berada di Kerajaan Israel Utara tidak menaati ketentuan-ketentuan Hukum
Taurat dalam kehidupan sosial sehari-hari. Ia melihat krisis moral-etik yang
parah dan mengakibatkan memburuknya realitas sosial umat Allah di sana.
Amos mengecam pemerintah Israel dengan keras karena lalai melaksanakan
kewajibannya untuk meyatakan syalom TUHAN dalam kehidupan

25
Charless F. Pfieffier &Eerett F. Harisson, Tafisaran Alkitab Wycliffe Volume 1, 817.
26
Marthinus Theodorus Mawene, Perjanjian Lama dan Teologi Kontekstual (Jakarta: Gunung Mulia,
2008), 99-100.
masyarakatnya melalui pendistribusian hasil-hasil pembangunan bangsa secara
adil dan merata. Ia juga mengecam para hakim yang melakukan korupsi dan
pedagang yang tidak adil dan berlaku korup. Amos sesungguhnya
menekankan pentingnya Hukum Taurat diamalkan dan diimplementasikan
secara konsekuen dalam kehidupan sosial, sebagaimana dikehendaki oleh
Tuhan. Ditekankan juga mengenai pentingnya penghargaan dan perlindungan
terhadap hak-hak hukum setiap orang terkhususnya rakyat kecil yang lemah.
Ia melihat buruknya impelementasi Taurat Tuhan dalam kehidupan sosial
Umat Israel Utara terutama diakibatkan oleh penyimpangan-penyimpangan
dalam praktik peribadahan umat Allah, karena tidak melaksanakan fungsinya
dengan semestinya, malah peribadahan-peribadahan di sana bukan saja tidak
murni lagi, melainkan juga telah menjadi sangat formalistik, yakni lebih
menekankan kehidupan ritual dan mengabaikan kehidupan sosial-etis sebagai
umat Allah. Amos menuntut perbaikan dan pembaruan kehidupan peribadahan
umat Allah, sehingga mampu menopang penegakan keadilan sosial dalam
mesayarakat. Yang diperlukan umat Israel untuk hidup sebagai umat
kepunyaan Tuhan bukanlah peribadahan yang sarat dengan upacara-upacara
keagamaan, melainkan suatu kehidupan yang adil dan benar menurut
kehendak Tuhan. oleh karena itu dalam pasal 5:21-24, Nabi Amos
menegaskan bahwa yang dikehendaki TUHAN (Yahweh) dari umat-Nya
adalah melakukan keadilan dan kebenaran dalam kehidupan masyarakat
sehari-hari dan bukan ibadah kurban serta upacara-upacara keagamaan. 27
Nubuat yang tajam tentang hancurnya kerajaan Israel Utara itu oleh Amos
diperkuat dengan keterangan dan uraian yang jelas. Lepas dari anggapan
bahwa hukuman itu menunjukkan ketak-pedulian Allah terhadap umat-Nya,
peristiwa itu sebaliknya malah akan menyatakan kenyataan dan besarnya
perhatian Allah agar bangsa Israel tetap menjadi milik-Nya (3:2). Berita
hukuman seperti itu tentu tidak menyenangkan bagi para pemimpin Israel.28
B. Yeremia
Tujuan pemberitaan dari Yeremia ialah agar umat Allah di Yehuda
kembali bertobat dan hidup sesuai dengan kehendak Allah, sebagaimana yang
telah diatur dalam Hukum Taurat. Karenaumat Allah di Yehuda kembali

27
Marthinus Theodorus Mawene, Perjanjian Lama dan Teologi Kontekstual 100-102.
28
S. Wismoady Wahono, Disini Kutemukan (Jakarta: Gunung Mulia, 1997),160.
mempraktikkan ibadah-ibadah kafir disamping ibadah kepada Yahweh.
Yeremia menuduh umat Allah telah memberontak terhadap Allah dengan
merusakkan ikatan perjanjian dengan-Nya dan melanggar hukum-hukum-Nya.
oleh karena itu, kehidupan sosial masyarakat Yehuda kian hari kian
memburuk, sebab hukum Tuhan tidak ditaati dan tidak dilaksanakan lagi.
Mereka memusingkan dirininya dengan kurban-kurban persembahan (Yer.
7:21), tetapi bersikap tidak adil dan tidak benar sebagai umat Allah dalam
masyarakat. Dengan tegas Yeremia sama seperti Amos, mengatakan bahwa
Allah tidak pernah memerintahkan umat-Nya untuk membawa kurban-kurban
persembahan (Yer. 7:22; bnd Am. 5:25). Allah hanya memerintahkan
umatNya untuk menaati firman-Nya yang disampaikan oleh hamba-hamba-
Nya (Yer. 7:23-25). Ada dua contoh ketika Nabi Yeremia memberikan
tekanan yang kuat pada kehidupan sosial dalam masyarakat Yehuda; yang
pertama adalah kritiknyaatas kebijakan pembangunan yang tidak adil oleh
Raja Yoyakim (Yer. 22:13-19) dan yang kedua adalah kritiknya atas kebijakan
Raja zedekia dan para maikan di Yehuda yang membatalkan pembebasan para
hamba sahaya atau budak (Yer. 38:8-22).29
C. Habakuk
Nabi Habakuk memulai nubuatnya dengan mengeluh kepada Tuhan
tentang terjadinya pelanggaran dan pemutarbalikan Taurat, serta kenyataan
bahwa orang-orang berlaku jahat (fasik) dengan memperlakukan orang-orang
benar dengan semena-mena (Hab. 1:2-4). Ia seolah-olah menggugat keadilan
Tuhan, mengapa Tuhan cenderung berdiam diri dan membiarkan semua
kekerasan dan pelanggaran itu terjadi (Hab. 1:12-13). Setelah memperoleh
jawaban Tuhan atas pergumulannya itu (Hab. 2:1-5), kemudian ia
melancarkan kecaman atas semua pelaku kekerasan dalam bidang sosial
maupun bidang hukum. Kecamannya itu dikemas dalam Lima Seruan Celaka
(Hab. 2:6-19). Kelima Seruan Celaka itu berpusat pada persoalan-persoalan
sosial keagamaan (sinkritisme agama). Ia menyerukan celaka bagi:
 Orang-orang yang merampas milik orang lain, terutama mereka yang
memiliki secara tidak sah barang gadaian orang lain (Hab. 2:6b).
 Orang-orang yang mengambil laba yang tidak halal untuk keperluan
rumahnya (Hab. 2:9).
29
Marthinus Theodorus Mawene, Perjanjian Lama dan Teologi Kontekstual, 105-106.
 Orang-orang yang melakukan pembangunan di atas dasar kekerasan
dan ketidakadilan (kritik terhadap Yoyakim) atau orang-orang yang
melakukan kekejaman dan ketidakadilan secara terang-terangan di kota
(Hab. 2:12).
 Orang-orang yang sengaja memberi minum sesamanya supaya mabuk
dengan maksud-maksud tertentu yang asusila (Hab. 2:15)
 Orang-orang yang menyembah berhala (Hab. 2:19).

Hal kesetiaan pada relasi perjanjian dengan Tuhan yang memiliki arti
kesetiaan kepada Taurat-Nya sangat ditekankan oleh Habakuk. Kesetiaan
kepada Taurat inilah yang memberikan solusi terbaik dalam mengatasi
maslaah-masalah sosial yang dikemukakan. Selain itu kesetiaan kepada Taurat
Tuhan inilah yang menjamin kesalamatan dan kelangsungan hidup seseorang,
yakni keluputan dari hukuman Tuhan.30

II.6. Memberitakan Firman Tuhan di Tengah-tengah Pandemi Covid-


19
Dengan penetapan Covd-19 sebagai bencana nasional, sekaligus penetapan
penanggulangan bencana nasonal; penetapan ini ternyata menjadi laksana sebuah
gempa rohani yang menggoncang filosofi dan naluri agama serta ide-ide
spiritualitas manusia, terutama di Indonesia sebagai rumah warga beragama yang
beraneka denominasi dan aliran.31 Pandemi Covid-19 atau yang biasa disebut
dengan Virus Corona masih berkembang di dunia memunculkan sebuah istilah-
istilah baru yang mendunia. Beberapa di antaranya adalah sosial/physical
distancing dan work from home. Dua istilah ini mengingatkan bahwa menjaga
jarak atau menghindari aktifitas di luar rumah menjadi sebuah tren yang berfungsi
menjaga kelestarian kehidupan manusia. Penerapan “jaga jarak” dan “bekerja dari
rumah” ternyata juga berlaku dalam kehidupan bergereja khususnya dalam
penerapan ibadah yang bersifat seremonial. Pandemi Covid-19 membuat ibadah
yang seremonial dilakukan secara berjemaat, yang terkonsentrasi pada tempat atau
ruang tertentu, misalnya dari gedung menjadi sesuatu yang harus di tinggalkan
sementara, sebab dianggap menjadi sesuatu yang berbahaya, karena berpotensi
besar mengancam kehidupan manusia, menjadi wadah penyebaran virus yang bisa
30
Marthinus Theodorus Mawene, Perjanjian Lama dan Teologi Kontekstual, 109-110.
31
Pardomuan Munthe, Gempa Rohani (Medan:PT. Penerbit Mitra Grup, 2020), 4.
sangat berakibat fatal. Dalam hal ini, gereja juga melihat bahwa ibadah yang
bersifat seremonial, yang juga harusnya memberitakaan kehidupan, cinta kasih dari
Tuhan dan penyertaan Roh Kudus jangan sampai menjadi sarana penyebaran virus
Covid-19.
Pandemi Virus-19 mengubah peribadahan yang berpusat pada persekutuan
yang komunal yang bersifat pada tempat dan waktu tertentu yang biasa menjadi
wadah persekutuan, menjadi ibadah yang berpusat di rumah-rumah atau bahkan
bersifat pribadi yang dilakukan secara mandiri. Rumah seketika memainkan
peranan yang sangat vital di masa pandemik di bandingkan sebelumnya. Sekarang
rumah bukan hanya menjadi tempat tinggal, tempat bernaung atau berkumpul
keluarga, bagi sebagian banyak orang yang biasa dikantor rumah berubah menjadi
tempat kerja, dan bahkan sudah menjadi tempat ibadah. Pada saat ini, ibadah
berpusat di rumah-rumah orang percaya dan tumbuh di tengah-tengah keluarga.
Keluarga ibarat tanah menjadi tempat untuk di taburnya Firman Tuhan di dalam
persekutuan rumah. Ibadah menjadi sangat dinamis dan di pimpin oleh orang-orang
dalam keluarga: bapa, ibu dan bahkan anak-anak ikut ambil bagian dalam ibadah
maupun pemandu ibadah. Ibadah menjadi milik keluarga sebagai satu kesatuan,
tidak hanya orang dewasa saja tetapi juga ikut anak-anak di dalamnya. Ibadah
keluarga menjadikan seluruhnya dalam sebuah satu kesatuan di dalam ibadah.
Ibadah di masa Pandemi Covid-19 yang dilakukan di rumah dan berbasis
teknologi, di satu sisi begitu mendekatkan orang yang satu dengan yang lain.
Ibadah secara daring, misalnya pelaksanaan penelahan alkitab, mendekatkan orang
satu dengan yang lain walaupun mereka berada berjauhan di tempat yang berbeda.
Aspek persekutuan bisa terasa dan dinikmati oleh setiap yang mengikutinya. Di sisi
lain, ketidakcakapan jemaat atau umat dalam menguasai dan memanfaatkan
teknologi bisa menyebabkan seseorang menjadi terasing dan komunitas atau
persekutuan yang biasa di hadiri. Apalagi ketika mereka sebagian besar mampu
memanfaatkan teknologi itu dan beralih pada persekutuan yang virtual.32
Dalam Alkitab Perjanjian Lama (PL) kata yang digunakan untuk menunjuk
kepada gereja adalah kata qahal (‫)ק ׇהל‬.
‫ ׇ‬Dalam Kamus Ibrani-Indonesia kata qahal
diartikan sebagai perkumpulan, jemaah orang Israel atau juga disebut dengan

32
Jon Riahman Sipayung, Layanilah Tuhan dengan Semangat Menyala-nyala (Medan: CV-Sinarta,
2021), 310-315.
jemaah Tuhan.33 Gereja sebagai kumpulan orang-orang yang sedang melakukan
penyeberangan dari dunia yang lama dengan segala kepedihan, air mata dan
kesukarannya untuk masuk ke dunia baru yang berpengharapan. Gereja harus
bekerja memapukan warganya masuk ke dalam suasana baru, untuk menikmati
berkat-berkat yang tersedia, bukannya menyeberang sebagai korban-korban. Gereja
harus memahami kontekstual. Kata kontekstual ini adalah sebuah bentuk
pengungkapan atau pernyataan yang berakar pada bertumbuh dalam dan memberi
buah yang sesuai dengan kenyataan dunia dan masyarakat yang mengitarinya.
Kontekstual itu karena berkaitan dengan kesadaran pada masalah atau persoalan-
persoalan insani dan hayati yang dialami oleh manusia dan masyarakat
kontemporer. Jadi eklesiologi yang kontekstual, gereja yang sadar akan masalah
yang dihadapi orang-orang dimana ia berada. Eklesiologi kontekstual
mengandaikan penekanan pada praktik bergereja yang berdampak publik. Artinya
kehidupan dan kesaksian gereja harus mengakomodasi kenyataan-kenyataan sosial
kemasyarakatan sebagai jalan untuk terjadinya transformasi publik.34 Sebagai
kehidupan bersama religius yang merupakan buah pekerjaan penyelamatan Allah,
gereja di panggil oleh Allah menjadi rekan sekerja dalam rangka penyelamatan-
Nya terhadap manusia dan dunia. Untuk itulah gereja ada di dalam dunia, di pilih
dari antara bangsa-bangsa, dikuduskan dan dijadikan sebagai umat kepunyaan
Allah, serta di utus untuk memberitakan kasih dan perbuatan-perbuatan Allah yang
besar. Jelas bahwa gereja berfungsi untuk memuliakan Allah melalui partisipasi
aktif dalam mewujudkan tujuan penyelamatan Allah terhadap manusia dan dunia.35
III. Analisa Penyeminar
Dalam menyikapi atau merespon akan bencana-bencana yang terjadi dalam hidup
manusia itu, perlu disadari bahwa Tuhan sudah lebih dulu memanggil manusia supaya
merespon aktif dalam hidup persekutuannya dengan Tuhan. Manusia sudah diberikan
kekuasan untuk mengusahai tanah yang diberikan oleh Tuhan supaya bisa dilestarikan
dan bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia dalam kehidupannya. Tetapi manusia
tidak melakukan perintah Allah dengan sungguh-sungguh, bahkan manusia merusak
segala sesuatunya dan lupa memperbaikinya. Bencana-bencana yang terjadi dalam diri

33
Reinhard Achembach, Kamus Ibrani-Indonesia Perjanjian Lama (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina
Kasih, 2012), 294.
34
Ebenhaizer I. Nuban Timo, Meng-hari-ini-kan Injil di Bumi Indonesia, (Jakarta: Gunung Mulia, 2017),
154-155.
35
Andreas Untung Wiyono & Sukardi, Manajemen Gereja (Bandung: Bina Media Informasi, 2010), 25.
manusia sesungguhnya berasal dari manusia itu sendiri, karena manusia yang berbuat dan
manusia yang bertanggungjawab. Bisa jadi perbuatan manusia yang menyimpang dari
kehendak Tuhan itu mendatangkan bencana, maka dari hal ini kita sadari jika sudah
melakukan pelanggaran maka mohon ampun kepada Tuhan dengan sungguh, maka
diberikan jalan kemudahan untuk manusia yang percaya, mengaku dan taat tersebut
dalam menghadapi bencana. Perlu disadari juga adanya pemeliharaan dari Tuhan untuk
menunjukkan bagaimana Tuhan sebagai pencipta mengatur ciptaanNya menuju
kesejahteraan dan kebaikan, dan mungkin bisa jadi bencana yang terjadi dalam diri
manusia adalah bagian dari pemeliharaan Tuhan. Juga bencana tersebut sebagai salah satu
jalan untuk mengingatkan kembali akan kebesaran Tuhan, yang hanya karena-Nya
diperoleh jalan keselamatan supaya keluar dari bencana tersebut. Firman Tuhan yang
tertulis dan diberitakan menjadi jalan bagi manusia mengerti apa yang diinginkan oleh
hati Tuhan.
IV. Kesimpulan

Firman Tuhan dalam Perjanjian Lama bisa didengar dan dialami melalui Tuhan
itu sendiri juga melalui para manusia yang dipanggil dan diutus oleh-Nya. Tujuan
pemberitaan yang dilakukan adalah menyampaikan wahyu Allah kepada dunia.
Pemberitaan itu dilakukan dengan penyampaian langsung (khotbah) juga dituliskan, hal
ini dimaknai semua orang dipanggil untuk menjadi pemberita ataupun saksi Tuhan. Hal
ini adanya kaitan dengan bencana yang menimpa manusia, bisa jadi bencana timbul
karena teguran dari Allah karena kebebalan hati manusia atas apa yang diberitakan oleh
orang-orang utusan Tuhan. Tuhan terus menerus memperbaharui hubungan-Nya dengan
manusia, tetapi karena dosa yang ada dalam diri manusia, mereka menolak atau
menyimpang apa yang difirmankan oleh para nabi dan juga orang yang diutus oleh
Tuhan. Bencana di dalam Perjanjian Lama yang paling khas adalah kisah air bah dan
sepuluh Tulah, dan di luar daripada itu ada bencana-bencana penyakit atau wabah seperti
penyakit sampar, bencana kelaparan dan kekeringan. Di dalam bencana-bencana sudah
ada Nabi atau orang yang memberitakan wahyu Tuhan supaya orang yang mendengarkan
tidak celaka. Karena Firman TUHAN adalah sumber kebahagiaan yang tidak
mendatangkan maut. Memberitakan firman Tuhan adalah hal yang wajib dilakukan oleh
orang-orang yang sudah diutus oleh Tuhan dan yang sudah merasakan kasih anugerah
Tuhan dalam kehidupannya. Dari pemberitaan tersebut haruslah menekankan perbuatan
dan kehendak Tuhan kepada setiap orang yang sedang mengalami kesusahan dan
penderitaan karena dunia. Penderitaan dalam dunia yang penuh dosa tidak akan
berkesudahan, bahkan ada penderitaan yang tidak bisa diatasi oleh manusia itu sendiri
yaitu bencana yang melanda kehidupan dalam dunia. Dalam bencana yang dialami
tersebut, pasti adanya ketakutan, keputusasaan bahkan juga kemungkinan terburuk
bencana itu dapat mengakibatkan kematian dalam diri manusia. Dalam pemberitaan ini
menjadi tugas panggilan gereja sebagai wadah untuk memberitakan firman Tuhan dan
ikut merasakan kepahitan yang dialami oleh seluruh manusia akibat dampak bencana-
bencana yang ada dalam kehidupan manusia. Gereja juga turut mengajarkan supaya setiap
jemaat juga harus menjadi saksi-saksi Tuhan dalam memberikan keteguhan dan
penguatan melalui landasan firman Tuhan kepada orang-orang yang dilemahkan oleh
bencana yang ada di dunia.

V. Daftar Pustaka

Achembach Reinhard. Kamus Ibrani-Indonesia Perjanjian Lama. Jakarta: Yayasan


Komunikasi Bina Kasih, 2012.
Baker, D.L., & Sitompul, A.A., Kamus Singkat Ibrani-Indonesia. Jakarta: BPK-GM,
2016.
Baxter, J. Sidlow. Menggali Isi Alkitab 1 Kejadian-Ester. Jakarta: Yayasan Komunikasi
Bina Kasih, 2012.
Browning, W. R. F., Kamusi Alkitab. Jakarta: Gunung Mulia, 2009.
Dkk, Ratih Kumala Dewi. Manajemen Gawat Darurat dan Bencana. Medan: Yayasan
Kita Menulis, 2021.
Dkk, Zakaria J. Ngelow. Teologi Bencana: Pergumulan Iman dalam Konteks Bencana
Alam dan Bencana Sosial. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2019.
Jon Riahman Sipayung, Layanilah Tuhan dengan Semangat Menyala-nyala Medan:
CV-Sinarta, 2021
Leltlora, Alexius. SGDK GPIB Edisi APR. Jakarta: GPIB Indonesia, 2021.
Lumbanraja, Maslan & Nainggolan, Auo. Kepemimpinan, Pewartaan Firman dan
Jemaat yang Bertumbuh di Era Millenial. Medan: Yayasan Kita Menulis, 2019.
Mawene, Marthinus Theodorus. Perjanjian Lama dan Teologi Kontekstual. Jakarta:
Gunung Mulia, 2008.
McQuade, pamela. 100 Mukjizat Terbesar dalam Alkitab. Jakarta: Penerbit Inspirasi,
2010.
Munthe, Pardomuan. Gempa Rohani. Medan:PT. Penerbit Mitra Grup, 2020.
Neum, Eising. Theological Dictionary Of The Old Testament Vol. XI. Cambridge UK:
William B. Eerdmans Publishing Co, 1998.
Pfieffier, Charless F., & Harisson, Eerett F., Tafisaran Alkitab Wycliffe Volume 1.
Malang: Gandum Mas, 2007.
Rey, Hendra. Menata Hidup Serupa Kristus. Bandung: Vsi Anugerah Indonesia, 2014.
Ritschl, Dietrich. Teologi Pemberitaan Firman Allah. Jakarta: Gunung Mulia, 1990.
Setiawan, David Eko. Gereja di Tengah Pandemi Covid-19. Yogyakarta: KBM
Indonesia, 2021.
Situmorang, Jonar T. H.. Tematik Periode dalam Teologi Perjanjian Lama.
Yogyakarta: ANDI, 2020.
Snoek, I., Sejarah Suci. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2020.
Timo, Ebenhaizer I. Nuban, Meng-hari-ini-kan Injil di Bumi Indonesia. Jakarta:
Gunung Mulia, 2017.
Wahono, S. Wismoady. Disini Kutemukan. Jakarta: Gunung Mulia, 1997.
Wiyono, Andreas Untung & Sukardi. Manajemen Gereja. Bandung: Bina Media
Informasi, 2010.
Yasperin, LYD. Karakter. Jakarta: Yayasan Perpustakaan Injil Indonesia, 2020.

Anda mungkin juga menyukai