5
Hendra Rey, Menata Hidup Serupa Kristus, 81.
6
Hendra Rey, Menata Hidup Serupa Kristus, 83
7
Hendra Rey, Menata Hidup Serupa Kristus, 89.
8
Hendra Rey, Menata Hidup Serupa Kristus, 93.
9
Hendra Rey, Menata Hidup Serupa Kristus, 95.
Firman Allah dalam ketiga bentuknya, yaitu yang dikhotbahkan, ditulis dan
dinyatakan, tidak dapat dipikirkan terlepas dari Allah Roh Kudus, Allah Anak dan
Allah Bapa. Bentuk pertama dari Firman yaitu pemberitaan, adalah karya yang
khas dari Roh Kudus dan melalui Dia, gereja mendengar dan mengkhotbahkan
wahyu Allah dalam Kristus. Perjanjian Lama memberikan kesaksian tentang
Tuhan yang akan datang. Perjanjian Lama adalah buku yang penuh dengan
penantian dan pengharapan, dan menuntut penggenapan. Semua perkataan dalam
Alkitab menyatakan Firman Tuhan kepada manusia, atau juga kata-kata manusia
kepada Tuhan; baik perbuatan Tuhan bersama umat-Nya, maupun perbuatan
manusia bersama Tuhan mereka. Disini dilihat bahwa perkataan Allah dan
tindakan Allah itu tidak dapat dipisahkan.10 Manusia dipanggil ke dalam “hal
menjadi saksi”. Seorang saksi adalah orang yang melihat sendiri bagaimana Allah
dalam segala kemurahanNya melakukan perbuatan-perbuatanNya yang ajaib.
Itulah pekerjaan dan fungsi seorang saksi dalam Perjanjian Lama (martyria).11
II.3. Pemaknaan Bencana
Dalam Bahasa ibrani Bencana dari kata ““ ”ּדֶ בֶרdebher”12. Seperti yang
ditunjukkan oleh perubahan dari “debher” ke “maveth”, "kematian" dalam Yer.
15: 2 dan terjemahan LXX yang konsisten oleh “Thanatos” (kecuali dalam Hab.
3:5, di mana kembali ke bacaan “dabhar”, dan di bagian yang mana hilangkan
kata), “debher” menunjukkan penyakit sampar yang fatal (Yer. 27:13; Yeh. 33:27;
dll). Yang menimpa manusia dan hewan peliharaan (Keluaran 9: 3). Menurut
terjemahan biasa, wabah penyakit selalu merupakan hukuman yang dikirim secara
ilahi untuk ketidaktaatan. Itu bisa datang atas orang Israel, bangsa asing (Kel.
9:15; Yeh. 28:23), kelompok (Yer. 42:17, 22; 44:13), atau individu (Yeh. 38:22).
Sebelum Tuhan mengirimkannya (lih. Yer. 24:10; Yeh. 14:19; Ams. 4:10).
Bencana dapat diartikan sebagai peristiwa yang mengancam dan menyebabkan
kerugian bagi manusia, yang disebabkan oleh interaksi antara faktor alam dan
manusia. Impikasinya bencana dan kejadian ancaman merupakan dua hal yang
berbeda dan ancaman dapat menjadi bencana apabila manusia dalam kondisi
rentan dan tidak memilki kemampuan menghadapi ancaman atau kerentanan
terhadap bencana. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
10
Dietrich Ritschl, Teologi Pemberitaan Firman Allah (Jakarta: Gunung Mulia, 1990), 13-14.
11
Dietrich Ritschl, Teologi Pemberitaan Firman Allah, 48.
12
D.L. Baker & A.A. Sitompul, Kamus Singkat Ibrani-Indonesia (Jakarta: BPK-GM, 2016), 19.
mengancam dan menganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau non alam maupun faktor manusia
sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda dan dampak psikologis.13 Bencana diartikan sebagai sesuatu
yang menyebabkan (menimbulkan) kesusahan, kerugian, atau penderitaan,
kecelakaan dan bahaya. Berdasarkan faktor penyebabnya tersebut maka bencana
dibagi menjadi tiga kategori yaitu:
1. Bencana Alam, adalah bencana yang disebabkan faktor alamiah seprti
gempa bumi, erupsi gunung berapi, tsunami, tanah longsor, banjir,
kekeringan, angin puting beliung dan abrasi.
2. Bencana Non-alam, adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi. ,
gagal modernisasi, epidemi dan wabah penyakit seperti kebakaran hutan
atau lahan, kecelakan transportasi dan sebagainya.
3. Bencana sosial, adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi
konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan terror
seperti konflik sosial.14
Seperti yang diuraikan bencana dapat dibedakan atas bencana alam, yang
disebabkan oleh fenomena alam (natural disaster), dan bencana sosial yang
disebabkan oleh ulah manusia (moral disaster). Bencana jenis manapun
menimbulkan penderitaan dalam kehidupan manusia. Pertanyaan mengenai
penderitaan juga menyangkut adanya kenyataan jahat (evil) di dalam dunia.
Dalam pengertian yang luas kenyataan jahat adalah seluruh lawan keinginan dan
kebutuhan manusia, yang tampak dialami dalam kehidupan. Yang jahat itu
meliputi contohnya gempa bumi, banjir, bencana kelaparan dan bencana alam
lainnya, serta ketaksempurnaandalam dunia dan makhluk-makhluknya. Sebab itu
para pemikir menggolongkan kenyataan jahat yang bersifat fisik, moral, dan
metafisik. Yang bersifat fisik (physical evil) meliputi semua penyebab gangguan
terhadap manusia, baik berupa gangguan pada tubuh (sakit kecelakaan, kematian,
dan lain-lain), maupun halangan bagi keinginan-keinginannya, atau terbatasi
13
Ratih Kumala Dewi, dkk, Manajemen Gawat Darurat dan Bencana (Medan: Yayasan Kita Menulis,
2021), 1.
14
David Eko Setiawan, Gereja di Tengah Pandemi Covid-19 (Yogyakarta: KBM Indonesia, 2021), 63-64.
dalam mengembangkan kekuatannya, baik yang langsung oleh tatanan alam,
maupun melalui berbagai keadaa sosial di mana manusia hidup (kemiskinan,
penindasan). Derita mental seperti kebingungan, kekecewaan, penyesalan, dan
keterbatasan penalaran, yang menghalangi manusia mencapai pemahaman penuh
terhadap lingkungannya, adalah bentuk-bentuk bawaan kenyataan jahat dalam diri
manusia. Kejahatan moral adalah keputusan manusia yang menyimpang dari
aturan-aturan tatanan moral dan tindakan-tindakanyang timbul dari penyimpangan
itu. Yang bersifat metafisik adalah membatasi antara berbagai unsur dalam dunia
alami. Karena pembatasan itu, objek-objek alami terhalang dalam mencapai
kesempurnannya, baik berupa tekanan terus-menerus dari keadaan fisiknya,
maupun oleh bencana yang terjadi mendadak. Hewan organisme tumbuhan
diganggu atau dibatasi dengan berbagai cara oleh iklim dan sebab-sebab alami
lainnya seperti juga alam diganggu badai dan gempa.15
Setiap pelanggaranan akan menerima hukuman, sebab upah dosa ialah maut.
Dosa telah membelenggu hidup manusia dan musia sudah diperbudak oleh dosa
itu sendiri. Aspek dosa yang paling khas adalah bertujuan melawan Allah.
kejahatan yang dilakukan oleh manusia begitu berat, sehingga ia patut menerima
hukuman Tuhan. dampak dosa dalam kehidupan manusia yaitu:
15
Zakaria J. Ngelow, dkk, Teologi Bencana: Pergumulan Iman dalam Konteks Bencana Alam dan
Bencana Sosial (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2019), 183-184.
16
Jonar T. H. Situmorang, Tematik Periode dalam Teologi Perjanjian Lama (Yogyakarta: ANDI, 2020),
153-156.
Catatan Alkitab tentang bencana pertama kali ditemukan dalam kitab
Kejadian 3:1-24. Dalam kisah tersebut tampak alam ciptaan Allah mengalami
kerusakan akibat pelanggaran manusia. Bahkan yang paling mengerikan adalah
manusia mulai mengenal dan mengalami kematian. Hal ini tampak dari kisah
terbunuhnya Habel oleh Kain (Kej. 4:1-16). Selanjutnya pada zaman Nuh juga
terjadi bencana besar yaitu Air Bah. Bencana ini telah melenyapkan sebagian
besar penduduk bumi pada masa itu (Kej. 7). Selain peristiwa –peristiwa bencana
di atas, Alkitab juga mencatat bahwa bencana kelaparan pada zaman Abraham
(Kej. 12:10). Bencana kelaparan juga terjadi pada zaman Ishak (Kej. 26). Pada
zaman Yusuf, seluruh bumi mengalami bencana kelaparan hebat selama 7 tahun
(Kej. 41:30-57). Pada zaman Daud juga terjadi bencana kelaparan selama 3 tahun
berturut-turut (2 Samuel 21:1). Bencana lainnya yang dicatat oleh Alkitab adalah
wabah yang menimpa Mesir (Kel. 7-12). Juga bencana kekeringan, hama
penyakit, penyakit sampar yang menimpa Israel akibat ketidaktaatannya kepada
Allah pada zaman Nabi Amos.17
II.4.1. Kisah Air Bah
19
J. Sidlow Baxter, Menggali Isi Alkitab 1 Kejadian-Ester (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih,
2012), 38.
20
Pamela McQuade, 100 Mukjizat Terbesar dalam Alkitab (Jakarta: Penerbit Inspirasi, 2010), 35-36.
peristiwa yang sangat menjijikkan tersebut sehingga ia siap untuk
menjanjikan apapun.
c. Tulah ketiga yaitu nyamuk (Kel. 8:16-19), berbagai jenis serangga
telah disebutkan sebagai hewan yang dipakai dalam tulah ini.
nyamuk yang cukup dikenal di Mesir tampaknya merupakan
serangga yang paling cocok. Kembali perlu diperhatikan bahwa
tulah ini merupakan peningkatan dari pengalaman biasa. Semua
tulah merupakan peningkatan dari sesuatu yang tidak mengenakkan
menjadi penderitaan yang menyakitkan.
d. Tulah keempat yaitu lalatpikat (Kel. 8:20-32), yang dimaksudkan
dengan kata ini adalah sejenis serangga yang sangat
menjengkelkan. Kata Ibrani yang dipakai untuk kawanan serangga
ini berarti suatu campuran dan bisa berarti peningkatan dari semua
jenis serangga yang menjengkelkan.
e. Tulah kelima yaitu sampar pada ternak (Kel. 9:1-7), sampar ini
adalah tulah yang sangat hebat, sampar yang mematikan. Penyakit
yang dimaksudkan tidak dapat diketahui dengan pasti tapi yang
jelas bahwa penyakit tersebut merupakan wabah yang mematikan
dan menyerang semua jenis hewan piaraan, dan menimpa semua
ternak yang ada di padang.
f. Tulah keenam yaitu Barah (Kel. 9:8-12), barah yang memecah
sebagai gelembung ialah sebuah bisul atau abses akibat infeksi
yang menyakitkan, yang kemudian pecah menjadi luka yang sulit
sembuh, sangat menyakitkan dan menganggu namun tidak
menyakitkan.
g. Tulah ketujuh yaitu hujan es (Kel. 9:13-35), hujan es, guntur dan
kilat bukan gejala alam yang asing di Mesir, namun kehebatan
mengerikan dari badai semacam ini belum pernah dialami orang
Mesir sepanjang sejarah. Sering sekali sebuah bencana alam yang
besar membuat orang yang paling tidak saleh pun berserukarena
ketakutan dan tidak berdaya. Pengakuan semacam itu bukan
merupakan hasil dari sebuah kesadaran akan dosa namun hanya
karena kegentarannya menyaksikan bencana alam tersebut.
h. Tulah kedelapan yaitu belalang (Kel. 10:1-20), bencana-bencana
yang diakibatkan oleh belalang sebelumnya di dalam pengalaman
orang Mesir tidak akan ada artinya dibandingkan dengan bencana
ini. kenyataan bahwa angin bertiup sepanjang siang dan malam
sebelum belalang-belalang itu datang, menunjukkan bahwa
serangga-serangga tersebut datang dari tempat jauh. Belalang
tersebut melahap habis semua jenis tumbuh-tumbuhan yang ada di
Mesir.
i. Tulah kesembilan yaitu kegelapan (Kel. 10:21-29), gelap meliputi
tanah Mesir sehingga orang dapat meraba gelap itu. Kegelapan
tersebut mungkin disebabkan badai pasir yang besar yang sangat
ditakut di wilayah itu. Angin yang panas dan kering, bagaikan
hembusan dari dapur api, memenuhi udara dengan pasir dan debu
sehingga sinar matahari tidak bisa tembus. Tulah ini mengakhiri
manifestasi berbagai keajaiban Allah serta merupakan pendahuluan
yang menakutkan dari tindakan penghakiman yang terakhir.
j. Tulah kesepuluh yaitu kematian Anak Sulung (Kel. 12:29-36),
Anak sulung merupakan lambang dari seluruh bangsa dimana
mereka adalah keku ajatan dan kesehatan. Pada umumnya disetujui
bahwa yang dimaksudkan ialah putra sulung yang belum berumah
tangga. Jika tidak demikian, maka anak sulung dari setiap angkatan
pada waktu itu tentu mati semua, termasuk mungkin firaun
sendiri.21
II.4.3. Kisah Ayub
Ayub hidup di negeri Us. Ia adalah orang yang saleh dan jujur; ia
takut akan Allah dan menjauhi kejahatan. Tentang dia terjadi perdebatan
antara Allah dengan Iblis, Iblis mengatakan bahwa Ayub mengabdi kepada
Allah hanyalah karena segala berkat yang diterimanya dari Tuhan dan
bukan karena kerelaan hatinya. Tetapi ketika Iblis, dengan izin Tuhan
merampas segala milik Ayub, keadaan itu pun tidak membuat Ayub
berdosa, dan tidak ada sesuatu yang kurang patut dikatakannya terhadap
Tuhan. Ayub sangat kaya-Iblis merapas segala milik Ayub, bahkan Iblis
21
Charless F. Pfieffier &Eerett F. Harisson, Tafisaran Alkitab Wycliffe Volume 1 (Malang: Gandum Mas,
2007), 171-183.
bertindak lebih jauh lagi yaitu Ayub sakit kusta hebat. Sahabat-sahabat”
Elifas, Bildad, Zofar menyangka bahwa Ayub menderita hukuman itu
karena suatu dosa tertentu, namun Elihu mengatakan bahwa sengsara
orang beribadat mungkin menjadi ujian dan penyucian.22
II.4.4. Bencana Kelaparan
Di dalam 2 Raja-raja 7:1-16, perikop ini dilatarbelakangi kisah
pengepungan Samaria oleh tentara Aram di bawah kepemimpinan raja
Benhadad. Pengepungan tersebut menimbulkan bencana kelaparan hebat
di tengah-tengah masyarakat. Begitu dahsyatnya kelaparan tersebut
membuat hal-hal yang sebelumnya tak berharga menjadi bernilai tinggi.
Misalnya saja sebuah kepala kedelai dihargai delapan puluh syikal perak.
Dampak yang paling mengenaskan dari bencana kelaparan pada saat itu
adalah tindakan kanibalisme. Dalam pasal 6:28-29 dikisahkan mengenai
ibu yang memasak anaknya. Raja Yoram yang mendengar peristiwa
tersebut alih-alih melakukan intropeksi diri, ia justru melimpahkan
kesalahan pada nabi Elisa sehingga ia memerintahkan agar Elisa ditangkap
dan dipenggal kepalanya. Ia mencari Nabi elisa dan mendapatkan dia.
Tidak berhenti sampai disitu saja. Raja Yoram juga melimpahkan
kekesalannya pada Tuhan di depan Elisa sehingga dengan tegas ia
mengatakan tidak akan berharap pada Tuhan lagi (6:33).23 Raja Saul dalam
Perjanjian Lama pernah dua kali melakukan perkara dengan ceroboh.
Pertama, dia memaksakandiri mempersembahkan korban bakaran (1
Samuel 13:8-14), mengampuni raja Amalek dan mengambil lembu doma
yang terbaik (1 Samuel 15:14-16); akibatnya kedudukan rajanya dihapus
Allah. kedua, dia bergairah bagi orang Israel dan Yehuda, dengan
kegariahan daging, membunuh orang Gibeon dan ingin memusnahkan
mereka; tindakan ini telah mengingkari sumpah yang dilakukan oleh orang
Israel dengan orang Gibeon, sehingga mengundang bencana kelaparan
selama tiga tahun (1 Samuel 21:1-2).24 Kelaparan dalam Yehezkiel 14:21
mencatat tentang pedang, peperangan, kelaparan, binatang buas dan
sampar sebagai hukamn berat Allah bagi dosa-dosa Yerusalem. Di 1 Raja-
22
I. Snoek, Sejarah Suci (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2020), 61-62.
23
Alexius Leltlora, SGDK GPIB Edisi APR (Jakarta: GPIB Indonesia, 2021), 5.
24
LYD Yasperin, Karakter (Jakarta: Yayasan Perpustakaan Injil Indonesia, 2020), 4.
raja 8:35-37, Salomo mengacu kepada langit tak berawan yang dapat
mendatangkan kelaparan sebagai akibat dari dosa-dosa rakyatnya. Saat
yang tepat terjadinya kelaparan ini tidak disebutkan.25
II.5. Pemberita Firman Tuhan dalam PL
Bagi umat Israel, firman Allah tidak pernah disampaikan tanpa kaitan dengan
konteks kehidupan Israel, baik sebagai suatu umat maupun sebagai suatu
masyarakat, bangsa dan negara. Dalam hal ini, konteks berarti situasi konkret,
yang dihadapi atau dialami oleh umat Israel. Situasi itu pada umumnya adalah
situasi yang berlawanan dengan kehendak TUHAN, baik di bidang peribadahan
maupun di bidang kehidupan sosial politik. Disini akan diberitakan bagaimana
kaitan pemberitaan Firman Tuhan dengan konteks sosial politik, yang
memperlihatkan pergumulan teologi PL di dalamnya. Para nabi menekankan
pentingnya implementasi Hukum Taurat yang mengatur relasi perjanjian antara
Tuhan dengan umat-Nya di dalam kehidupan sehari-hari baik di bidang sosial,
ekonomi, keagamaan dan politik. Dalam nubuat-nubuat para nabi tersebut, Allah
diberitakan sebagai Sang TUHAN Sejarah, yang berarti Ia berkuasa mutlak atas
kehidupan sosial dan politik seluruh umat manusia, bukan hanya sebatas
lingkungan keaga,aam dan peribadahan (kultus) dan bukan pula hanya atas umat-
Nya sendiri. Masalah Sosial adalah salah satu perosalan konteks yang penting dan
diperhatikan dengan serius dalam pemberitaan nabi Israel. Hampir semu kitab
para nabi dalam PL menyampaikan firman Tuhan yang berkaitan dengan berbagai
permasalahan di bidang ini. beberapa di antaranya yang menonjol adalah Kitab
Nabi Amos, Yeremia dan Habakuk.26
A. Amos
Pokok pemberitaan Amos adalah menyangkut implementasi Taurat Tuhan
di bidang kehidupan sosial, yakni keadilan sosial. Ia melihat umat Allah yang
berada di Kerajaan Israel Utara tidak menaati ketentuan-ketentuan Hukum
Taurat dalam kehidupan sosial sehari-hari. Ia melihat krisis moral-etik yang
parah dan mengakibatkan memburuknya realitas sosial umat Allah di sana.
Amos mengecam pemerintah Israel dengan keras karena lalai melaksanakan
kewajibannya untuk meyatakan syalom TUHAN dalam kehidupan
25
Charless F. Pfieffier &Eerett F. Harisson, Tafisaran Alkitab Wycliffe Volume 1, 817.
26
Marthinus Theodorus Mawene, Perjanjian Lama dan Teologi Kontekstual (Jakarta: Gunung Mulia,
2008), 99-100.
masyarakatnya melalui pendistribusian hasil-hasil pembangunan bangsa secara
adil dan merata. Ia juga mengecam para hakim yang melakukan korupsi dan
pedagang yang tidak adil dan berlaku korup. Amos sesungguhnya
menekankan pentingnya Hukum Taurat diamalkan dan diimplementasikan
secara konsekuen dalam kehidupan sosial, sebagaimana dikehendaki oleh
Tuhan. Ditekankan juga mengenai pentingnya penghargaan dan perlindungan
terhadap hak-hak hukum setiap orang terkhususnya rakyat kecil yang lemah.
Ia melihat buruknya impelementasi Taurat Tuhan dalam kehidupan sosial
Umat Israel Utara terutama diakibatkan oleh penyimpangan-penyimpangan
dalam praktik peribadahan umat Allah, karena tidak melaksanakan fungsinya
dengan semestinya, malah peribadahan-peribadahan di sana bukan saja tidak
murni lagi, melainkan juga telah menjadi sangat formalistik, yakni lebih
menekankan kehidupan ritual dan mengabaikan kehidupan sosial-etis sebagai
umat Allah. Amos menuntut perbaikan dan pembaruan kehidupan peribadahan
umat Allah, sehingga mampu menopang penegakan keadilan sosial dalam
mesayarakat. Yang diperlukan umat Israel untuk hidup sebagai umat
kepunyaan Tuhan bukanlah peribadahan yang sarat dengan upacara-upacara
keagamaan, melainkan suatu kehidupan yang adil dan benar menurut
kehendak Tuhan. oleh karena itu dalam pasal 5:21-24, Nabi Amos
menegaskan bahwa yang dikehendaki TUHAN (Yahweh) dari umat-Nya
adalah melakukan keadilan dan kebenaran dalam kehidupan masyarakat
sehari-hari dan bukan ibadah kurban serta upacara-upacara keagamaan. 27
Nubuat yang tajam tentang hancurnya kerajaan Israel Utara itu oleh Amos
diperkuat dengan keterangan dan uraian yang jelas. Lepas dari anggapan
bahwa hukuman itu menunjukkan ketak-pedulian Allah terhadap umat-Nya,
peristiwa itu sebaliknya malah akan menyatakan kenyataan dan besarnya
perhatian Allah agar bangsa Israel tetap menjadi milik-Nya (3:2). Berita
hukuman seperti itu tentu tidak menyenangkan bagi para pemimpin Israel.28
B. Yeremia
Tujuan pemberitaan dari Yeremia ialah agar umat Allah di Yehuda
kembali bertobat dan hidup sesuai dengan kehendak Allah, sebagaimana yang
telah diatur dalam Hukum Taurat. Karenaumat Allah di Yehuda kembali
27
Marthinus Theodorus Mawene, Perjanjian Lama dan Teologi Kontekstual 100-102.
28
S. Wismoady Wahono, Disini Kutemukan (Jakarta: Gunung Mulia, 1997),160.
mempraktikkan ibadah-ibadah kafir disamping ibadah kepada Yahweh.
Yeremia menuduh umat Allah telah memberontak terhadap Allah dengan
merusakkan ikatan perjanjian dengan-Nya dan melanggar hukum-hukum-Nya.
oleh karena itu, kehidupan sosial masyarakat Yehuda kian hari kian
memburuk, sebab hukum Tuhan tidak ditaati dan tidak dilaksanakan lagi.
Mereka memusingkan dirininya dengan kurban-kurban persembahan (Yer.
7:21), tetapi bersikap tidak adil dan tidak benar sebagai umat Allah dalam
masyarakat. Dengan tegas Yeremia sama seperti Amos, mengatakan bahwa
Allah tidak pernah memerintahkan umat-Nya untuk membawa kurban-kurban
persembahan (Yer. 7:22; bnd Am. 5:25). Allah hanya memerintahkan
umatNya untuk menaati firman-Nya yang disampaikan oleh hamba-hamba-
Nya (Yer. 7:23-25). Ada dua contoh ketika Nabi Yeremia memberikan
tekanan yang kuat pada kehidupan sosial dalam masyarakat Yehuda; yang
pertama adalah kritiknyaatas kebijakan pembangunan yang tidak adil oleh
Raja Yoyakim (Yer. 22:13-19) dan yang kedua adalah kritiknya atas kebijakan
Raja zedekia dan para maikan di Yehuda yang membatalkan pembebasan para
hamba sahaya atau budak (Yer. 38:8-22).29
C. Habakuk
Nabi Habakuk memulai nubuatnya dengan mengeluh kepada Tuhan
tentang terjadinya pelanggaran dan pemutarbalikan Taurat, serta kenyataan
bahwa orang-orang berlaku jahat (fasik) dengan memperlakukan orang-orang
benar dengan semena-mena (Hab. 1:2-4). Ia seolah-olah menggugat keadilan
Tuhan, mengapa Tuhan cenderung berdiam diri dan membiarkan semua
kekerasan dan pelanggaran itu terjadi (Hab. 1:12-13). Setelah memperoleh
jawaban Tuhan atas pergumulannya itu (Hab. 2:1-5), kemudian ia
melancarkan kecaman atas semua pelaku kekerasan dalam bidang sosial
maupun bidang hukum. Kecamannya itu dikemas dalam Lima Seruan Celaka
(Hab. 2:6-19). Kelima Seruan Celaka itu berpusat pada persoalan-persoalan
sosial keagamaan (sinkritisme agama). Ia menyerukan celaka bagi:
Orang-orang yang merampas milik orang lain, terutama mereka yang
memiliki secara tidak sah barang gadaian orang lain (Hab. 2:6b).
Orang-orang yang mengambil laba yang tidak halal untuk keperluan
rumahnya (Hab. 2:9).
29
Marthinus Theodorus Mawene, Perjanjian Lama dan Teologi Kontekstual, 105-106.
Orang-orang yang melakukan pembangunan di atas dasar kekerasan
dan ketidakadilan (kritik terhadap Yoyakim) atau orang-orang yang
melakukan kekejaman dan ketidakadilan secara terang-terangan di kota
(Hab. 2:12).
Orang-orang yang sengaja memberi minum sesamanya supaya mabuk
dengan maksud-maksud tertentu yang asusila (Hab. 2:15)
Orang-orang yang menyembah berhala (Hab. 2:19).
Hal kesetiaan pada relasi perjanjian dengan Tuhan yang memiliki arti
kesetiaan kepada Taurat-Nya sangat ditekankan oleh Habakuk. Kesetiaan
kepada Taurat inilah yang memberikan solusi terbaik dalam mengatasi
maslaah-masalah sosial yang dikemukakan. Selain itu kesetiaan kepada Taurat
Tuhan inilah yang menjamin kesalamatan dan kelangsungan hidup seseorang,
yakni keluputan dari hukuman Tuhan.30
32
Jon Riahman Sipayung, Layanilah Tuhan dengan Semangat Menyala-nyala (Medan: CV-Sinarta,
2021), 310-315.
jemaah Tuhan.33 Gereja sebagai kumpulan orang-orang yang sedang melakukan
penyeberangan dari dunia yang lama dengan segala kepedihan, air mata dan
kesukarannya untuk masuk ke dunia baru yang berpengharapan. Gereja harus
bekerja memapukan warganya masuk ke dalam suasana baru, untuk menikmati
berkat-berkat yang tersedia, bukannya menyeberang sebagai korban-korban. Gereja
harus memahami kontekstual. Kata kontekstual ini adalah sebuah bentuk
pengungkapan atau pernyataan yang berakar pada bertumbuh dalam dan memberi
buah yang sesuai dengan kenyataan dunia dan masyarakat yang mengitarinya.
Kontekstual itu karena berkaitan dengan kesadaran pada masalah atau persoalan-
persoalan insani dan hayati yang dialami oleh manusia dan masyarakat
kontemporer. Jadi eklesiologi yang kontekstual, gereja yang sadar akan masalah
yang dihadapi orang-orang dimana ia berada. Eklesiologi kontekstual
mengandaikan penekanan pada praktik bergereja yang berdampak publik. Artinya
kehidupan dan kesaksian gereja harus mengakomodasi kenyataan-kenyataan sosial
kemasyarakatan sebagai jalan untuk terjadinya transformasi publik.34 Sebagai
kehidupan bersama religius yang merupakan buah pekerjaan penyelamatan Allah,
gereja di panggil oleh Allah menjadi rekan sekerja dalam rangka penyelamatan-
Nya terhadap manusia dan dunia. Untuk itulah gereja ada di dalam dunia, di pilih
dari antara bangsa-bangsa, dikuduskan dan dijadikan sebagai umat kepunyaan
Allah, serta di utus untuk memberitakan kasih dan perbuatan-perbuatan Allah yang
besar. Jelas bahwa gereja berfungsi untuk memuliakan Allah melalui partisipasi
aktif dalam mewujudkan tujuan penyelamatan Allah terhadap manusia dan dunia.35
III. Analisa Penyeminar
Dalam menyikapi atau merespon akan bencana-bencana yang terjadi dalam hidup
manusia itu, perlu disadari bahwa Tuhan sudah lebih dulu memanggil manusia supaya
merespon aktif dalam hidup persekutuannya dengan Tuhan. Manusia sudah diberikan
kekuasan untuk mengusahai tanah yang diberikan oleh Tuhan supaya bisa dilestarikan
dan bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia dalam kehidupannya. Tetapi manusia
tidak melakukan perintah Allah dengan sungguh-sungguh, bahkan manusia merusak
segala sesuatunya dan lupa memperbaikinya. Bencana-bencana yang terjadi dalam diri
33
Reinhard Achembach, Kamus Ibrani-Indonesia Perjanjian Lama (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina
Kasih, 2012), 294.
34
Ebenhaizer I. Nuban Timo, Meng-hari-ini-kan Injil di Bumi Indonesia, (Jakarta: Gunung Mulia, 2017),
154-155.
35
Andreas Untung Wiyono & Sukardi, Manajemen Gereja (Bandung: Bina Media Informasi, 2010), 25.
manusia sesungguhnya berasal dari manusia itu sendiri, karena manusia yang berbuat dan
manusia yang bertanggungjawab. Bisa jadi perbuatan manusia yang menyimpang dari
kehendak Tuhan itu mendatangkan bencana, maka dari hal ini kita sadari jika sudah
melakukan pelanggaran maka mohon ampun kepada Tuhan dengan sungguh, maka
diberikan jalan kemudahan untuk manusia yang percaya, mengaku dan taat tersebut
dalam menghadapi bencana. Perlu disadari juga adanya pemeliharaan dari Tuhan untuk
menunjukkan bagaimana Tuhan sebagai pencipta mengatur ciptaanNya menuju
kesejahteraan dan kebaikan, dan mungkin bisa jadi bencana yang terjadi dalam diri
manusia adalah bagian dari pemeliharaan Tuhan. Juga bencana tersebut sebagai salah satu
jalan untuk mengingatkan kembali akan kebesaran Tuhan, yang hanya karena-Nya
diperoleh jalan keselamatan supaya keluar dari bencana tersebut. Firman Tuhan yang
tertulis dan diberitakan menjadi jalan bagi manusia mengerti apa yang diinginkan oleh
hati Tuhan.
IV. Kesimpulan
Firman Tuhan dalam Perjanjian Lama bisa didengar dan dialami melalui Tuhan
itu sendiri juga melalui para manusia yang dipanggil dan diutus oleh-Nya. Tujuan
pemberitaan yang dilakukan adalah menyampaikan wahyu Allah kepada dunia.
Pemberitaan itu dilakukan dengan penyampaian langsung (khotbah) juga dituliskan, hal
ini dimaknai semua orang dipanggil untuk menjadi pemberita ataupun saksi Tuhan. Hal
ini adanya kaitan dengan bencana yang menimpa manusia, bisa jadi bencana timbul
karena teguran dari Allah karena kebebalan hati manusia atas apa yang diberitakan oleh
orang-orang utusan Tuhan. Tuhan terus menerus memperbaharui hubungan-Nya dengan
manusia, tetapi karena dosa yang ada dalam diri manusia, mereka menolak atau
menyimpang apa yang difirmankan oleh para nabi dan juga orang yang diutus oleh
Tuhan. Bencana di dalam Perjanjian Lama yang paling khas adalah kisah air bah dan
sepuluh Tulah, dan di luar daripada itu ada bencana-bencana penyakit atau wabah seperti
penyakit sampar, bencana kelaparan dan kekeringan. Di dalam bencana-bencana sudah
ada Nabi atau orang yang memberitakan wahyu Tuhan supaya orang yang mendengarkan
tidak celaka. Karena Firman TUHAN adalah sumber kebahagiaan yang tidak
mendatangkan maut. Memberitakan firman Tuhan adalah hal yang wajib dilakukan oleh
orang-orang yang sudah diutus oleh Tuhan dan yang sudah merasakan kasih anugerah
Tuhan dalam kehidupannya. Dari pemberitaan tersebut haruslah menekankan perbuatan
dan kehendak Tuhan kepada setiap orang yang sedang mengalami kesusahan dan
penderitaan karena dunia. Penderitaan dalam dunia yang penuh dosa tidak akan
berkesudahan, bahkan ada penderitaan yang tidak bisa diatasi oleh manusia itu sendiri
yaitu bencana yang melanda kehidupan dalam dunia. Dalam bencana yang dialami
tersebut, pasti adanya ketakutan, keputusasaan bahkan juga kemungkinan terburuk
bencana itu dapat mengakibatkan kematian dalam diri manusia. Dalam pemberitaan ini
menjadi tugas panggilan gereja sebagai wadah untuk memberitakan firman Tuhan dan
ikut merasakan kepahitan yang dialami oleh seluruh manusia akibat dampak bencana-
bencana yang ada dalam kehidupan manusia. Gereja juga turut mengajarkan supaya setiap
jemaat juga harus menjadi saksi-saksi Tuhan dalam memberikan keteguhan dan
penguatan melalui landasan firman Tuhan kepada orang-orang yang dilemahkan oleh
bencana yang ada di dunia.
V. Daftar Pustaka