Anda di halaman 1dari 84

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Alasan Memilih Judul

Ada suatu kecenderungan di dalam diri manusia untuk menganggap dirinya

sebagai satu-satunya yang benar. Manusia menjadikan dirinya sendiri menjadi

tolok ukur kebenaran. Padahal pandangan seperti ini tidak bisa dipertahankan.

Karena, pada dasarnya setiap kebenaran-kebenaran yang dipegang oleh masing-

masing individu bisa saja bentrok satu sama lain. Pada akhirnya hal itu

menyebabkan perdebatan yang tidak kunjung usai tanpa sebuah penyelesaian.

Misalnya, ini bisa membuat manusia berkelahi, perseteruan, perang dan

sebagainya. Pada gilirannya hal ini juga menyebabkan manusia jatuh kepada

kekeliruan dan justru semakin jauh dari kebenaran yang sesungguhnya. Hal ini

tentunya akan menjadikan tatanan kehidupan semakin semraut. Manusia akhirnya

memasuki sebuah fase tanpa arah dan tujuan yang tepat. Kebenaran yang

harusnya dimiliki adalah kebenaran yang telah teruji dan tahan uji akan nilai.

Bangsa Israel adalah bangsa pilihan Allah (umat Allah). Hal itu tidak berarti

Allah tidak mengenal atau bahkan mengesampingkan bangsa-bangsa lain yang

ada di bumi. Penetapan Israel sebagai bangsa serta umat pilihan berakar pada

pemilihan bapa leluhur. Perjanjian Lama mencatat kisah itu pada Kej. 11-50.

Allah menyatakan diriNya kepada Abraham, Ishak dan Yakub, sebab Ia hendak

memilih mereka:1

1
C. Barth, Teologi Perjanjian Lama Jilid 1, (Jakarta: BPK-GM, 2004), 90

1
1. Sesuai dengan pilihan dan perkenananNya sendiri – bukan karena

sesuatu hak, jasa atau bakat pada pihak mereka;

2. Untuk membuat mereka menjadi alat di dalam rencanaNya dan

menjadi pelopor-pelopor bagi umatNya di masa depan – bukan

semata-mata untuk memberkati mereka.

3. Dengan menggerakkan mereka, sehingga mereka menjawab

panggilanNya sebagai hamba, nabi atau saksu TUHAN di tengah-

tengah segala bangsa;

4. Dengan mengesampingkan untuk sementara, namun dengan tidak

melupakan atau menolak untuk selama-lamanya, Lot, Ismael dan Esau

serta keturunannya yang tidak terpilih.

Kehendak Allah adalah bahwa Israel harus menjadi saksi atas kasih Allah

kepada seluruh semesta. Israel telah ditetapkan Allah menjadi bagian dari rencana

sejarah penyelamatanNya atas seluruh umat manusia. Pengenalan Israel akan

TUHAN menjadikan Israel sebagai saksi atas perbuatanNya yang besar baik

kepada mereka sendiri, alam semesta serta seluruh manusia.

Sebagai umat Allah mereka harus hidup dalam kekudusan. Kehidupan yang

kudus adalah hidup yang selalu berdasarkan firman TUHAN. Orang Israel tidak

dapat disebut sebagai umat Allah yang kudus, ketika mereka menyimpang dari

firman Allah. Selain itu, konsekuensi dari kekudusan sebagai umat Tuhan

menjadikan mereka harus hidup menurut hukum Tuhan. Oleh karena itulah

penyimpangan terhadap firman menjadikan mereka harus dihukum (bnd. Am.

3:2). Ini tidak berarti TUHAN, Allah Israel sebagai Allah yang kejam. Sebab,

2
penghukuman terhadap bangsa Israel selalu disampaikan melalui berita

pertobatan. Penghukuman hanya akan terjadi ketika mereka tidak berpaling dari

segala tingkah lakunya yang tidak berkenan di hadapan Allah. Dan bahkan, ketika

hukuman pun telah diberikan, tetap selalu ada pengharapan agar Israel kembali

kepada naungan firman Allah.

Amos adalah salah satu contoh nabi yang ditolak ketika berbicara mengenai

kejahatan yang dilakukan bangsa Israel (Am. 7:10-13). Nabi Amos berasal dari

Yehuda, dari sebuah desa bernama Tekoa yang memiliki pekerjaan sebagai

peternak domba dan pemungut buah ara hutan. Nabi yang bernubuat di Israel

Utara selama masa pemerintahan Yerobeam II (783-743 sM) yang menyuarakan

keadilan dan kemurnian ibadah seolah-olah menjadi ‘duri dalam daging’ bagi

perbuatan bangsa Israel.2

Masa kejayaan yang dialami bangsa Israel selama masa pemerintahan

Yerobeam II menjadikan mereka lupa akan identitas diri. Identitas diri yang

dimaksud adalah bahwa mereka adalah Umat Kudus TUHAN dan TUHAN adalah

satu-satu-Nya Allah yang hidup dan yang selalu menyertai seluruh perjalanan

kehidupan mereka. Kekhususan mereka sebagai Umat pilihan memiliki sebuah

konsekuensi yakni mereka harus dihidup sebagai Umat Kudus yang

mempraktikkan Hukum TUHAN dalam seluruh aspek kehidupan. Hubungan yang

intim antara mereka dengan TUHAN telah diawali sejak Allah pemilihan

Abraham dan mendapat penyataan lebih kompleks lagi melalui kisah keluaran.

Sebagai Umat TUHAN, tidak jarang bangsa Israel merasa bahwa hidup-Nya

selalu aman dan dalam perlindungan TUHAN, bahkan mereka tidak sadar
2
A. Th. Kraemer, Singa Telah Mengaum, (Jakarta: BPK-GM, 1996), 20

3
mengenai hukuman TUHAN yang akan menimpa mereka. Dengan pemikiran

bahwa apa yang mereka lakukan adalah sesuai dengan firman TUHAN

menjadikan mereka semakin jauh dari kehendak TUHAN itu sendiri.

Pertanggungjawaban sebagai Umat TUHAN memiliki tekanan yang khusus dalam

Kitab Amos. Bangsa Israel harus dihukum karena sebagai bangsa yang dipilih

telah berpaling dari hukum TUHAN dan mengesampingkan firman TUHAN. Jika

Kesaksian iman Perjanjian Lama menyebut: Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan

terang bagi jalanku (Mzm. 119:115), lalu realitas apa yang terjadi jika hal tersebut

tidak menjadi pedoman lagi bagi Umat TUHAN? Konsekuensi dari penyataan

Allah kepada manusia adalah bahwa manusia harus hidup sesuai dengan firman

TUHAN. Namun demikian tidak jarang manusia mengesampingkan hal itu.

Gereja sebagai persekutuan orang-orang yang mengimani telah dipanggil dari

gelap menuju terang juga mendapat tantangan yang sama. Apakah gereja dalam

seluruh totalitasnya telah berjalan menurut firman TUHAN serta bagaimana hal

itu dapat dibuktikan? Dalam rangka menggumuli persoalan teologis ini, penulis

membuat judul tulisan ini:

LAPAR DAN HAUS AKAN FIRMAN TUHAN

(Studi Eksegetis Amos 8:11-12)

Bentuk-bentuk pengungkapan akan kuasa firman, manusia tentunya

menggunakan konsep yang terjangkau daya pikir maupun daya rasanya. Itu

sebabnya muncul penggambaran TUHAN secara antropomorfisme (secara

kemanusiaan). Dalam Alkitab, Allah sering disebutkan (dan menyebut diri-

Nya) dengan istilah-istilah manusiawi. Allah berfirman (Kej.1:3), bercakap-

4
cakap (Im. 4:1), mendengar (Kel.16:12), melihat (Kej. 1:4), mencium (1 Sam.

26:19), mempunyai wajah (Bil. 6:25), memiliki tangan (Yes. 14:27), dsb. 3

Pertama-tama, dengan menyebut diriNya dengan istilah-istilah manusiawi,

Allah menekankan bahwa dengan caraNya yang khas Ia mengambil bagian

dalam dunia kita. Telah kita lihat bahwa tidak pernah Allah memperlihatkan

rasa frustasi dengan dunia yang ragawi ini. Ia menciptakannya dan

menyatakan bahwa semuanya itu baik dan seakan tanpa kesulitas terus

mengerjakan rencana-rencanaNya di dalamnya. Dengan berbicara mengenai

diriNya sendiri secara antropomorfistik, Allah datang kepada kita secara

manusiawi. Tentu saja perwujudan ini ada batasnya, tetapi dalam

keterbatasannya itu menunjukkan kepada yang jauh melebihi penampilan-

penampilan yang tidak sempurna ini, kepada suatu penampilan Allah-insani di

kemudian hari.4 Kedua, antropomorfisme berbicara mengenai penciptaan

manusia menurut gambar Allah dan keinginan Allah untuk bersekutu dan

berhubungan dengan manusia. Untuk memungkinkan hal ini, Allah harus

datang kepada kita dan memakai bahasa kita. Ia berkata tentang diriNya dalam

istilah-istilah manusia sehingga persekutuan dimungkinkan. Hasilnya ialah

bahwa pengungkapan-pengungkapan ini memberikan kekayaan bagi

pemahaman kita tentang Allah, karena dapat dihampiri meski tetap

memelihara kemegahanNya. Ia berada di tempat tinggi dan jauh di atas,

memenuhi langit dan bumi. Tetapi kebesaran dan kasihNya dinyatakan

sedemikian rupa sehingga Ia datang kepada kita dengan cara yang dapat kita
3
William Dyrness, Tema-Tema Dalam Teologi Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas,
2004), 27
4
Ibid., 27-28

5
mengerti.5 Tidak tertutup pula kemungkinan ekspresi yang ditunjukkan

manusia dalam pengungkapan akan kuasa firman dalam bentuk kebutuhan

jasmani. Hal itulah yang terjadi dalam kitab Amos. Firman Tuhan

diungkapkan dalam bentuk lapar dan haus. Makna ungkapan dalam bentuk

kebutuhan jasmani inilah yang ingin digumuli tulisan ini.

1.2 Rumusan Masalah

Dalam perjalanan kehidupan, berulang kali bangsa Israel mendapat

penyataan kasih dari TUHAN. Salah satu peristiwa terpenting adalah peristiwa

keluarnya bangsa itu dari tanah Mesir. Ini menjadi pokok iman yang melampaui

semua peristiwa yang pernah dialami.6 TUHAN, Allah Israel memperkenalkan

diriNya (Kel. 2:14) kepada umat itu sebagai wujud kedekatanNya. Dengan

perkenalan itu, TUHAN, Allah Israel menjadi sangat dekat dengan kehidupan

Israel secara khusus dan keseluruhan manusia secara umum. FirmanNya menjadi

panduan bagi kehidupan. Firman sebagai sumber kehidupan sesungguhnya

menjadi sebuah kesadaran penuh, namun dalam praktiknya hal itu sering

dilupakan. Jika hal itu terjadi, tentunya ada suatu bahaya yang mengikutinya

dibelakang. Bagaimana kelangsungan hidup manusia tanpa firman? Konsekuensi

apa yang harus ditanggung ketika manusia mengabaikan firman TUHAN?, serta

bagaimana proses kembalinya manusia itu kepada firman?

5
Ibid., 28
6
Bnd. C. Barth, Op.Cit., 128

6
1.3 Hipotesa

Dengan kesadaran penuh bahwa seluruh alam semesta berada dalam

kekuasaan TUHAN, maka sangat tidaklah mungkin manusia dapat hidup tanpa

campur tanganNya. Dalam seluruh totalitas kehidupan manusia, tidak jarang hal

itu disangkal, bahkan manusia melakukan berbagai penelitian dalam jangkauan

pengetahuannya untuk usaha pencarian TUHAN. Tidak sedikit dari manusia yang

hidup di bumi, menyangkal keberadaanNya. Namun demikian, terdapat pula

manusia yang dalam kesadaran penuh menyadari bahwa seluruh kehidupannya

diketahui dan berada dalam kekuasaan TUHAN. Berbagai ekspresi diungkapkan

untuk usaha mendekatkan diri kepada sang khalik. Tidak jarang pula, manusia

menyadari bahwa hidupnya telah menjauh dari TUHAN, seluruh totalitas

kehidupannya tidak mencerminkan pelaksanaan firmanNya.

Kesadaran bahwa hidup telah menjauh dari firman, menjadikan manusia

dengan segala upaya mencari tahu bagaimana agar dimampukan hidup dalam

naungan firman serta sesuai dengan kehendak firman. Namun demikian, tidak

jarang pula manusia mengalami kebuntuhan. Lalu, kita bertanya di mana yang

salah? Apakah cara mencari atau tempat yang dituju. Sebuah jawaban yang dapat

diberikan adalah bahwa cara mencari serta tempat yang dituju untuk menemukan

firman TUHAN itulah yang salah. TUHAN tidak dibatas oleh tempat dan waktu.

Ia dapat ditemui di mana saja dan kapan saja, firmanNya dapat menjangkau batas-

batas waktu dan tempat. Kesungguhan dalam mencarinyalah yang terkadang

salah. Manusia dalam totalitasnya ragu-ragu akan penyertaan TUHAN serta

pertolongan TUHAN dalam kehidupannya.

7
1.4 Tujuan dan Manfaat Penulisan

 Akan diperolehnya pemahaman akan Perjanjian Lama sercara

umum dan kitab Amos secara khusus yang semakin baik.

 Akan diperolehnya pengenalan TUHAN, Allah Israel yang

berfirman kepada manusia, yang menyatakan kasih serta kehendak-Nya bagi

seluruh ciptaan, serta tanggapan manusia atas firman Allah itu.

1.5 Metode Penulisan

Metode yang digunakan dalam usaha pencapaian tujuan penulisan adalah

studi-kepustakaan. Studi-kepustakaan yang dimaksud ialah dengan melakukan

eksegesis terhadap teks. Pertimbangannya adalah: penulis telah mempelajari dan

juga memakai metode ini dalam perkuliahan di STT-HKBP serta dapat

dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Istilah ‘eksegesis’ sendiri berasal dari kata

Yunani έξηγέομαι (baca: exegeomai)7 yang dalam bentuk dasarnya berarti

‘membawa keluar’ atau ‘mengeluarkan’. Eksegese paling baik dipahami sebagai

satu cara sistematis untuk menafsirkan. Eksegetis alkitabiah memiliki kebutuhan

dan metode khusus serta langkah-langkah tersendiri. Meskipun begitu, tujuannya

sederhana saja: untuk memperoleh pemahaman yang tepat dan memadai atas

sebuah teks. Tetapi hal itu tidak berarti bahwa seorang penafsir berusaha untuk

menentukan satu-satunya sang arti teks. Padahal arti teks itu sendiri mencakup

7
έξηγέομαι: menerangkan, menafsirkan, mengatakan, menceritakan. Barclay M. Newman,
Kamus Yunani-Indonesia Untuk Perjanjian Baru, (Jakarta: BPK-GM, 1993), 59

8
banyak aspek, dan pelbagai pendekatan eksegese yang berlainan dapat dipakai

untuk mendapatkan aspek-aspek itu.8

1.6 Sistematika Penulisan

Bab I Pendahuluan

Bab ini merupakan pengantar yang memberikan informasi mengenai hal

yang akan dibahas dalam tulisan ini. Dalam bab ini akan ditemukan latar

belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, hipotesa serta

metode penulisan yang digunakan.

Bab II Kerangka Teori

Bab ini merupakan kerangka teori yang menjadi acuan tulisan ini secara

keseluruhan. Dalam bab ini akan diisi dengan pemahaman terhadap istilah

firman TUHAN, Karakteristik kitab Amos dan sejarah penafsiran kitab

Amos.

Bab III Pembimbing Kitab Amos

Bab ini akan memaparkan pribadi nabi Amos, penulis kitab Amos, waktu

dan tempat penulisan, tujuan penulisan dan struktur kitab .

Bab IV Tafisiran

Dalam bab ini akan dipaparkan tafsiran terhadap Amos 8:11-12.


8
John H. Hayes & Carl R. Holladay, Pedoman Penafsiran Alkitab, (Jakarta: BPK-GM, 2002),
1, 24

9
Bab V Refleksi Teologis

Bab ini adalah refleksi dari apa yang telah dikerjakan pada Bab IV.

Bab V Kesimpulan

BAB II

KERANGKA TEORI

10
2.1 Pengertian Istilah ‘Firman TUHAN’

Sejauh ini tidak ada asal kata dari ‫( דבר‬dbr) yang telah mendapat

persetujuan umum. Arti yang pertama-tama diberikan untuk kata itu ‘Menjadi di

belakang’. Setiap etimologi dari akar kata berhadapan dengan kesulitan dalam

pembagian ‫( ּדָ בַר‬dabhar)9, “kata, hal,” dan ‫( ּדִ ּבֶר‬dibber), “berbicara,”. Dengan

pengartian yang umum “berbicara,” kata kerja ‫( ּדִ ּבֶר‬dibber) juga menerima lebih

spesifik dan pembagian arti menurut konteksnya: “menuntut atau menginginkan”

(Kel. 12:31 dst.), “memesan, memerintahkan” (Kej. 12:4; Kel. 1:17; 23:22),

“mengancam” (Kel. 32:14; Yer. 18:8), “janji” (Kej. 18:19; 21:1 dst.; Ul. 1:14;

6:3).10

Dalam kesusastraan nabi, kata kerja ‫( ּדִ ּבֶר‬dibber) menunjukkan: a)

menerima kata dan b) juga sebagai pernyataan. a). Menerima kata. “Singa telah

mengaum, siapakah yang tidak takut? Tuhan ALLAH telah berfirman, siapakah

yang tidak bernubuat?" (Am. 3:8; bnd. 1 Sam. 3:9). Di antara teks asli dan teks

para nabi yang telah diredaksi, YHWH ‘berbicara’ ‫( ּדִ ּבֶר‬dibber) “dengan”,

“kepada”, atau “di dalam” nabi. b). Pernyataan. Sebagai sebuah perkataan lisan.

Pernyataan nabi dapat juga disebut ‫( ּדִ ּבֶר‬dibber) (Yer. 20:8 dst.; 6:10; Yeh. 14:4;

9
Kata ‫( ּדָ בַר‬dabhar) memiliki padanan yang sama dengan kata λογος (logos), sedangkan kata
λογος (logos) merupakan paralel dengan kata λεγω (lego) yang secara sederhana berarti suara,
ucapan, pewahyuan namun bukan di dalam pengertian sesuatu yang terdengar dan
diproklamirkan, tetapi lebih dari itu yakni sesuatu yang dipertunjukkan, memperjelas,
mengenali, dan memahami. Kleinknecht, ‘λεγω’ dalam Gerhard Kittel, (ed.), Theological
Dictionary of the New Testament Jilid IV, Michigan: Grand Rapids, 1977), 80
10
W.H. Schmidt, ‫( ּדָ בַר‬dābhar) ‫(ּדָ בָר‬dābhār), dalam Johannes Botterweck & Helmer Ringgren,
Theological Dictionary of the Old Testament, Vol. III, (Michigan: Grand Rapids, William B.
Eerdmans Publishing Company, 1983), 94-97. Kata ‫( ּדָ בַר‬dabhar) juga dapat berarti sebuah kata
(2 Raj. 18:36) atau suara, “sebuah kata ramah” (Ams. 12:25), atau “suatu kata menyenangkan”
(Mzm. 45:2). Selain itu kata ‫( ּדָ בַר‬dabhar) juga dapat berarti “/hal” (Ams. 11:13), atau “sesuatu”,
akhirnya kata ‫( ּדָ בַר‬dabhar) telah memiliki arti yang umum dan berwarna “sesuatu”. Fungsinya
sebagai kata depan. 103-106

11
20:3, 27). Pernyataan para nabi mendapat kesempatan untuk “berbicara”

mengenai apa yang menjadi perintah YHWH (Ul. 18:18; Yer. 1:7, 17; 26:2,8;

Yes. 3:1, dll.), “berbicara dalam nama YHWH” (Ul. 18:19; Yer. 26:16; 44:16;

bnd. 20:9), atau ‘mengatakan perkataan” YHWH (Yer. 43:1; Yes. 2:7; 3:4; 11:25).

Selain daripada itu, dalam Perjanjian Lama terdapat juga perkataan Tuhan: ‫ּדִ ּבֶר‬

(dibber) , “Dia berbicara,” Karena Allah berfirman dengan satu dua cara, tetapi

orang tidak memperhatikannya. (Ay. 33:14).11

Kata ‫( ּדָ בַר יהוה‬dabhar YHWH), “Firman TUHAN muncul sebanyak 240

kali di dalam Perjanjian Lama. Dengan sedikit pengecualian ungkapan ini berarti

hanya satu jenis suara ilahi, “firman Tuhan kepada nabi”. Kata ‫( ּדָ בַר יהוה‬dabhar

YHWH), adalah sebuah istilah tekhnis untuk suara kenabian. Konstruksi lain dari

kata ini adalah ‫( ֱאֹלהִם יהוה ּדִ ּבֶר‬dibber YHWH Elohim), “firman TUHAN, Allah”

lebih sedikit digunakan.12

2.2 Karakteristik Kitab

Nabi Amos adalah nabi yang paling dahulu nubuatan-nubuatannyanya

dicatat menjadi suatu surat di dalam kitab Perjanjian Lama. Menurut D.C. Mulder,

ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan mengenai Amos sebagaimana

yang ditemukan di dalam kitabnya:13

1. Nabi Amos mendasarkan pekerjaannya atas dasar panggilan

langsung dari TUHAN. Ia bukan seorang tenaga bayaran atau full-time

11
Ibid., 100-101
12
Ibid., 111-114
13
D.C. Mulder, Pembimbing Ke Dalam Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK-GM, 1970), 132-133

12
nabi, ia tidak pernah belajar dahulu sebagai murid nabi (7:14). Dari

belakang domba-domba Amos dipanggil bernubuat kepada umat Israel

(7:15). Panggilan itu tidak dapat dijauhinya lagi: TUHAN berfirman

kepada Amos, dan nabi Amos tidak dapat tidak bernubuat (3:8). Dalam

pekerjaannya Amos juga menunjukkan suatu keberanian dengan tidak

memandang bulu. Orang-orang kaya, orang-orang atasan, sampai imam

Amazia di Betel ditentangnya tanpa takut atau ragu-ragu.

2. Nabi Amos sangat menitikberatkan murka TUHAN atas dosa-dosa

bangsa Israel dan bangsa-bangsa lain juga. Terutama ketidakadilan yang

merajalela di Israel ditegur dengan hebat sekali. Oleh karena dosa-dosa itu

TUHAN tidak akan memelihara bangsa itu. TUHAN sudah pernah

menahan hujan sehingga penuaian gagal (4:7-8) dan mendatangkan

bencana lain (4:9-11), tetapi Israel tidak mau bertobat. Bahkan Israel

masih melanjutkan kebaktian yang pura-pura dan orang-orang yang

mengharapkan hari TUHAN yang akan membawa terang dan kemuliaan.

Tetapi TUHAN menolak upacara-upacara kebaktian itu (5:21-26) dan hari

TUHAN itu akan menjadi hari yang gelap dan yang penuh dengan

hukuman (5:18-20).

3. Nabi Amos menjelaskan bahwa kedudukan Israel sebagai umat

TUHAN tidak berarti bahwa TUHAN membiarkan dosa-dosa bangsa itu.

Sebaliknya, segala karunia TUHAN terhadap Israel itu menjadikan dosa-

dosanya lebih berat (2:9-12; 3:2). Bangsa Israel harus menginsafi bahwa

dalam prinsip Israel sederajat dengan bangsa-bangsa lain (9:7-10). Dosa

13
bangsa-bangsa lain pun juga tidak dibiarkan TUHAN, melainkan

dijatuhinya hukuman (pasal 1.2). Jelaslah bahwa TUHAN itu bukan hanya

Allah dari bangsa Israel, melainkan Ia menguasai bangsa-bangsa lain juga

dan menghakiminya. Akhirnya nabi Amos juga tidak hanya

mengumumkan tentang murka TUHAN saja. Orang-orang Israel dipanggil

juga untuk bertobat dan jika mereka bertobat dan mencari TUHAN lagi,

mereka akan hidup (5:4-6). Bahkan menurut nabi Amos (jika ayat itu

sendiri memang berasal dari Amos sendiri) ada hari TUHAN kerajaan

Daud akan dibangun kembali (9:11-15).

Menurut W.S. LaSor, dkk., nubuatan yang terdapat dalam kitab Amos

dibagi dalam 3 bagian: auman singa (1:1-3:8); dakwaan Allah terhadap Israel

(3:9-6:14); hukuman Allah (7:1-9:15). Bagian pertama berisi delapan dakwaan

dengan ancaman hukuman Allah terhadap enam bangsa sekitarnya, dan Yehuda

serta Israel sendiri. Masing-masing dimulai dengan kata-kata rumusan, “Karena

tiga kejahatan . . . bahkan empat, Aku tidak akan menarik kembali keputusan-Ku”

(1:3,6,9, dll.). Itu mengikuti “pola x, x + 1”, yang juga terdapat pada bagian lain

dalam Perjanjian Lama dan tulisan-tulisan Timur tengah Kuno. Pemakaian pola

tersebut menunjukkan bahwa bangsa-bangsa telah berdosa “cukup dan lebih dari

cuku” untuk membangkitkan penghukuman Allah.14

Amos berpegang pada perjanjian Allah, mengingat ia sering menyebut

tradisi-tradisi sebelumnya, dan sering menggunakan nama khas TUHAN Allah (

‫יהוה‬: YHWH, yang oleh LAI diterjemahkan TUHAN). Pandangan Kaufmann


14
W.S. LaSor, dkk., Pengantar Perjanjian Lama 2, (Jakarta: BPK-GM, 2003), 199-200

14
sebagaimana dikutip oleh W.S. LaSor, dkk., mengatakan jelas bahwa tuntutan

nabi Amos tentang keadilan sosial sebagian besar merupakan pernyataan kembali

dari hukum-hukum perjanjian yang kuno, yang ditunjukkan bukan hanya kepada

pribadi-pribadi, tetapi juga dianggap sebagai sesuatu yang menentukan nasib

bangsa itu. Gagasan tentang TUHAN sebagai Allah segala bangsa, hanya

memperluas perjanjian Allah dengan Abraham kepada semua kaum di muka bumi

(Kej. 12:3; 18:18; 22:18). Pandangan bahwa Allah akan menghukum bangsa-

bangsa lain hanya memperluas tradisi keluaran yang menunjukkan Allah pernah

menghukum Mesir dan dewa-dewanya.15

Yohanes Subagya merumuskan pokok-pokok pemberitaan kitab Amos,

sebagai berikut:16

1. Keadilan sosial

Amos memiliki kesadaran total bahwa ia semata-mata bicara atas nama

Allah. Apa yang diucapkannya adalah pewartaan seorang utusan Allah.

Sangat kerap dalam bukunya Amos menggarisbawahi apa yang

dikatakannya dengan rumusan pengutusan ini, “Beginilah firman Tuhan”.

Dalam urutan nubuat-nubuat melawan bangsa-bangsa yang memuncak

dalam nubuat melawan Israel (Am. 1:3-2:16), nyatalah bahwa Israel

dikecam dan diancam dengan hukuman karena kegagalan

merekamempraktekkan keadilan bagi sesama bangsanya. Dalam bagian ini

bisa dilihat struktur masing-masing nubuat yang sejajar:

15
Ibid., 201
16
Yohanes Subagya, Evangelisasi Baru Dalam Masyarakat Dengan Semangat Nabi Amos,
(Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 1996). http://pkks.blogspot.com/2001/09/mksn-1996-
amos.html

15
 rumusan pengutusan: “Beginilah firman TUHAN”

 penggunaan urutan tiga-empat dan keputusan definitif Allah untuk

menghukum: “Karena tiga perbuatan jahat (bangsa tertentu),

bahkan empat, Aku tidak akan menarik kembali keputusanKu:

 alasan untuk menghukum: “Oleh karena ....”

 bentuk hukuman: api

Alasan penghukuman tersebut adalah”

 ‘menjual orang benar karena uang’ (penyuapan dunia pengadilan)

 ‘(menjual) orang miskin karena sepasang kasut’ (penyuapan

bahkan dengan barang yang nilainya sedikit sekali)

 ‘menginjak-injak kepala orang lemah ke dalam debu’

 menyesatkan jalan (kehidupan) orang-orang sengsara

 melakukan pelecehan terhadap perempuan muda

 melakukan pesta pora di sekitar tempat suci (‘mezbah’) sambil

berbaring di atas pakaian yang dipakai untuk jaminan gadaian.

 bermabuk-mabukan anggur yang dibeli dari hasil melakukan denda

di tempat beribadat.

Penulis kitab Amos ini menyusun nubuat-nubuat melawan bangsa-bangsa

ini dengan teknik retoris yang memikat. Bayangkan, pendengar Amos

adalah bangsa Israel (“Pergilah, bernubuatlah terhadap umatKu Israel.”

Amos 7:15). Pada saat mereka mendengarkan nubuat demi nubuat kepada

16
bangsa-bangsa di sekitar Israel, mereka akan tenang-tenang saja.

Bukankah yang dikecam nabi bukan bangsa kita? Akan tetapi justru pada

akhir nubuat-nubuat ini Amos mengecam Israel dengan tuduhan yang

lebih panjang dan rinci dan mengancam dengan hukuman yang lebih

menakutkan. Pastilah cara yang digunakan Amos ini sangat mengena dan

mengejutkan pendengarnya.

Amos memperjuangkan keadilan bagi masyarakat bawahan. Dalam

nubuatnya melawan Israel, ia mengecam mereka yang mempraktekkan

ketidakadilan kepada orang benar (dalam arti hukum), orang miskin, orang

lemah, orang-orang sengsara, perempuan muda, mereka yang mengalami

kesulitan ekonomis sehingga harus menggadaikan pakaiannya dan tidak

bisa membayar pinjaman sehingga didenda. Korban-korban ketidakadilan

ini adalah mereka yang tidak mempunyai kekuatan untuk membela hak

mereka. Bagi kepentingan merekalah Amos dengan tegar menyuarakan

kehendak Allah yang tidak tinggal diam saat mereka ditindas. Tema

keadilan sosial ini selanjutnya diperkembangkan secara tersebar di dalam

Kitab Amos.

 Amos 4:1-3: wanita-wanita kaya Samaria yang diibaratkan ‘lembu-

lembu Basan’ dikecam karena gaya hidup mereka, yakni berpesta

dengan hasil pemerasan orang lemah dan miskin yang dilakukan oleh

‘tuan-tuan’ (suami-suami) mereka.

17
 Amos 5;7-13: kritik Amos pada mereka yang mengubah keadilan

menjadi ‘racun’ dengan tindakan-tindakan tidak suka proses

pengadilan yang dilakukan di pintu gerbang kota, dengan pemerasan

dan penindasan orang lemah.

 Amos 8:4-8: dengan nada yang sama Amos mengecam mereka yang

mempraktekkan ketidakadilan kepada orang lemah, sengsara dan

miskin dengan berlaku tidak jujur dalam bidang perdagangan, tidak

lain demi keuntungan sendiri.

Pada ketiga perikop di atas hal yang sama dikatakan Amos: Kegagalan

mempraktekkan keadilan pada sesama, terutama mereka yang seharusnya

dibela karena miskin, lemah dan sengsara, mengantarkan bangsa Israel

pada hukuman. Oleh karena menyaksikan ketidakadilan dalam

masyarakatnya ini, Amos mendambakan situasi saat keadilan ini menjadi

kenyataan. Katanya: “Tetapi biarlah keadilan bergulung-gulung seperti air

dan kebenaran seperti sungai yang selalu mengalir.” (Am. 5:24). Kata-kata

ini diucapkan nabi setelah ia menyatakan kemuakan Tuhan akan ibadat

palsu Israel. Hubungan dengan Tuhan haruslah mendapatkan dasarnya

pada hubungan yang benar dengan umatNya, bahkan umat yang mengikat

perjanjian khusus dengan Tuhan. Kegagalan dalam hubungan antar

manusia ini membuat setiap ibadat kehilangan artinya. Kata-kata di atas

mengacu pada gambaran pedesaan, lingkungan yang melatarbelakangi

Amos dan pendengarnya. Tindakan-tindakan orang Israel bisa diibaratkan

seperti sumber air di gurun yang seringkali kering. Tanaman bisa hidup

18
hanya karena diberi air terus-menerus; demikian juga bangsa Israel harus

disirami dengan air keadilan dan kebenaran agar tetap hidup dalam

perlindungan Allah.

2. Allah hakim segala bangsa

Dari urutan nubuat-nubuat melawan bangsa-bangsa, bisa disimpulkan hal

yang lain, yakni universalisme pemahaman akan Tuhan. Rupanya Tuhan

bukanlah Allah orang Israel saja; Ia juga adalah Allah bagi bangsa-bangsa

tetangga Israel. Ia menghakimi bangsa-bangsa dengan ukuran yang sama

dengan yang Ia pakai ketika menghakimi Israel. Allah tidak tinggal diam

ketika bangsa-bangsa itu melakukan kejahatan perang terhadap bangsa

lain. Ia bertindak dengan menghukum mereka dalam bentuk api yang ke

pemukiman mereka.

Ukuran yang sama dipakai Allah untuk menghukum Israel, justru karena

Israel mengikat perjanjian khusus dengan Allah, maka hukuman itu

menjadi lebih serius. Ikatan kesetiaan kepada Yahwe ini harus diwujudkan

dengan perlakuan yang benar kepada umatNya. Namun Israel justru tidak

peduli akan hal ini dan malah memperlakukan saudara sebangsanya sendiri

dengan buruk. Karena kejahatan moral inilah, Tuhan juga akan

menghukum Israel. Di sini ada hal yang sering disebut dengan istilah

“perang suci terbalik”. Israel selalu menganggap perang mereka sebagai

19
perang suci, perang yang dilakukan Allah sendiri demi kemenangan

mereka. Oleh karena itu dalam setiap perang mereka tabut perjanjian,

tanda kehadiran Allah, selalu dibawa. Namun kini, oleh karena kejahatan

moral mereka, Allah berbalik menyerang Israel dengan hukuman dahsyat.

Kejahatan ini membuat Allah tidak lagi ada di pihak mereka.

Konsep akan Tuhan sebagai hakim semua bangsa ini tersirat dari kesukaan

Amos memanggil Tuhan sebagai “Allah semesta alam” (Am. 3:13; 4:13;

5:14.15.16.25; 6:8-14; 9:5). Ialah yang menciptakan alam semesta seisinya

(Bdk. Amos 4:13) dan akan bertindak ketika ciptaanNya ini melakukan hal

yang tidak berkenan kepadaNya.

3. Ibadat palsu

Sikap Amos terhadap ibadat terkesan sangat sinis dan negatif. Dalam

Amos 4:4-5 nabi mengungkapkan sikapnya dengan nada sangat sarkastis:

“Datanglah ke Betel dan lakukanlah perbuatan jahat, ke Gilgal dan

perhebatlah perbuatan jahat!” (Amos 4:4a.b.). Dalam nubuat-nubuat

melawan bangsa-bangsa, kata “kejahatan” dipakai dalam konteks

hubungan antar manusia. Kini kata “perbuatan jahat” dipakai dalam

konteks hubungan manusia dengan Tuhan. Pada dasarnya keduanya

merupakan ungkapan tidak taat manusia pada Tuhan. Di sini Amos sama

sekali tidak mengecam orang Israel karena korban persembahan mereka

yang najis atau karena mereka melakukan penyembahan berhala. Yang

dikatakan Amos adalah, bahwa semakin mereka gencar beribadat di kedua

20
tempat ibadat ini, semakin hebatlah mereka berbuat jahat kepada Tuhan.

Di sinilah Amos memperkenalkan segi baru bagi kehidupan beragama

Israel. Ketidakadilan sosial yang merajalela dalam hidup bersama hanya

membuat ibadat mereka sia-sia. Yang dituntut oleh Allah pada hakekatnya

adalah kehidupan moral yang baik. Ibadat justru harus membantu agar

tujuan keadilan dan kebenaran dalam masyarakat tercapai, tidak malah

menjadi silih bagi kejahatan sehari-hari. Setiap tindakan ibadat yang

dilakukan oleh mereka yang kehidupan moralnya tidak bertanggungjawab,

tidak bisa diterima. Sikap Amos sejajar dengan apa yang diwartakan

Yesaya: “Untuk apa itu korbanmu yang banyak-banyak?” (Yes. 1:11).

“Berhentilah berbuat jahat, belajarlah berbuat baik; usahakanlah

keadilan .... “ (Yes. 1:16-17). Sikap tidak suka Tuhan pada kemeriahan

dan kemewahan ibadat terungkap dalam Am. 5:21-27.

4. Hukuman TUHAN

Bagi kejahatan Israel yang menindas bangsanya sendiri, Amos

menubuatkan hukuman Tuhan: “Sesungguhnya aku akan

mengguncangkan tempat kamu berpijak seperti goncangan kereta yang

sarat dengan berkas gandum” (Am. 2:13). Ancaman hukuman ini mengacu

pada gambaran gempa bumi. Pada umumnya para ahli Kitab Suci

berpendapat bahwa hukuman Tuhan ini adalah gempa bumi. Dalam awal

bukunya sendiri Amos menyebutkan adanya gempa bumi ini, hal yang

juga terbukti dari penyelidikan arkeologis.

21
Dalam banyak bagian bukunya Amos menyebutkan berbagai macam

hukuman di masa mendatang sebagai konsekuensi dari tingkah laku jahat

orang Israel: dikalahkan musuh dan dibantai (Am. 3:11), penghancuran

tempat ibadat dan rumah mewah (Am. 3:14-15; 6:11), dibuang keluar

Israel (Am. 4:2-3; 6:7), “hari Tuhan” yang merupakan hari kegelapan bagi

Israel (Am. 5:18-20), hari perkabungan (Am. 8:9-10), kelaparan dan

kehausan (Am. 8:11-14). Keputusan Tuhan untuk menghukum ini

tampaknya bersifat pasti, sungguh-sungguh, tak bisa ditawar-tawar lagi.

Dalam nubuatnya melawan Israel Amos berkata: “Aku tidak akan menarik

kembali keputusanKu.”

Kelima penglihatan yang dialami Amos pun pada dasarnya mewahyukan

hukuman yang ada di ambang pintu ini. Pada penglihatan pertama

(belalang) Tuhan menggagalkan rencananya untuk menghukum (Amos

7:1-3), namun tidak dikatakan bahwa Ia mengampuni. Ampun tidak

diberikan, karena umat tidak bertobat. Demikian juga hal yang sama

terjadi pada penglihatan kedua (api, Amos 7:4-6). Pada penglihatan

selanjutnya (tali timah, bakul berisi buah-buah musim panas, Tuhan yang

berdiri dekat mezbah dan mengancam dengan hukuman) hukuman ini

betul-betul definitif. Kata Tuhan: “Aku tidak akan memaafkannya lagi”

(Amos 7:8; 8:2). Disini kita melihat dua ciri khas peranan kenabian, yakni

perantara doa bagi kepentingan umatnya dan utusan yang menyampaikan

keputusan untuk segera menghukum. Peranan ganda selalu muncul dalam

karya pewartaan nabi. Penglihatan pertama hingga keempat mempunyai

22
kata pengantara yang sama: “Inilah yang diperlihatkan Tuhan Allah

kepadaku” (Amos 7:1.4.7; 8:1), sementara pada penglihatan terakhir Amos

telah mempunyai cukup kepekaan, sehingga katanya: “Kulihat Tuhan ....”

(Amos 9:1).

5. Rasa tenteram yang palsu

"Celaka atas orang-orang yang merasa aman di Sion, atas orang-orang


yang merasa tenteram di gunung Samaria, atas orang-orang terkemuka dari
bangsa yang utama, orang-orang yang kepada mereka kaum Israel biasa
datang! (Am. 6:1)

Dengan kata-kata diatas Amos melakukan kecamannya kepada orang-

orang yang sudah hilang kepekaan sosial dan religiusnya. Mereka

kemungkinan besar terlalu sadar akan status mereka sebagai anggota

bangsa terpilih, yang mempunyai hubungan kesetiaan dengan Yahwe. Ia

dipahami sebagai Allah yang berpihak pada mereka. Bahwa mereka

menikmati kemakmuran ekonomis dan kejayaan politis, dianggap sebagai

tanda bahwa Tuhan memberikan perhatianNya pada mereka tanpa syarat.

Itulah sebabnya mereka merasa aman dan tenteram akan saat ini dan yakin

akan masa depan.

Rasa tenteram ini terutama muncul karena mereka menikmati cara hidup

yang penuh kenikmatan. Mereka mempunyai rumah-rumah besar yang

dihias dengan gading (Amos 3:15; 6:4), rumah dengan konstruksi batu

pahat yang kuat (Amos 5:11). Mereka suka berpesta pora sambil

23
bermabuk-mabukan (Amos 2:8; 4:1; 6:4-6). Kenikmatan seperti ini tidak

mereka alami sebelumnya, saat ancaman dari negara-negara sekitar tidak

ada lagi. Orang-orang ini tidak mempersoalkan apakah kenikmatan mereka

diperoleh dengan jalan bermoral atau tidak. Amos prihatin dan

meluncurkan kecamannya justru karena mereka tega berpesta pora di atas

beban penderitaan kaum miskin yang mereka peras demi kesenangan

mereka sendiri. Rasa tenteram ini juga didukung oleh kecintaan orang

akan ibadat yang meriah. Dalam ibadat orang-orang Israel

mengungkapkan hubungannya dengan Allah, yang mereka anggap sebagai

pembela Israel tanpa syarat. Padahal justru dengan praktek hidup sehari-

hari yang bertentangan dengan nilai moral, setiap ibadat ini menjadi tanpa

arti.

6. Himbauan untuk bertobat

Amos sadar akan nilai-nilai luhur yang akan membawa umat Israel pada

kehidupan. Ia mengajarkan kepada mereka agar umat jangan hanya asyik

dengan ibadat dan pergi kesana-kemari ke tempat ibadat dan berhenti pada

kemeriahan ibadat saja. Ibadat adalah sarana agar orang dapat menghayati

hubungannya dengan Tuhan. Amos menandaskan hal ini dengan berkata:

“Carilah Aku, maka kamu akan hidup!” (Am. 5:4)


“Carilah Tuhan, maka kamu akan hidup!” (Am. 5:6)

24
Di tempat lain, Amos menyampaikan nasehat yang sama dengan lebih

menekankan segi moralnyha. Beresnya tingkah laku moral ini merupakan

syarat bagi penyertaan Tuhan. Tuhan tidak akan berkenan pada umatNya

yang hidup sehari-harinya diwarnai dengan perlakuan jahat kepada

sesamanya, apalagi yang miskin dan lemah.

“Carilah yang baik dan jangan yang jahat, supaya kamu hidup; dengan
demikian Tuhan, Allah semesta alam, akan menyertai kamu, seperti yang
kamu katakan” (Amos 5:14)
Nasehat-nasehat di atas menyiratkan keinginan Amos agar pendengarnya

melakukan pertobatan. Cinta akan Allah dan kebaikan akan membuat

orang menjauhi kejahatan, penindasan, keserakahan dan sikap beragama

yang keliru.

Namun demikian himbauan untuk bertobat ini rupanya tidak ditanggapi

oleh orang-orang Israel. Dalam Amos 4:6-12 ditampilkan banyak tanda

yang membawa bencana pada tanaman (ayat 6-9) dan manusia serta

binatang (ayat 10). Tanda-tanda ini seharusnya menyadarkan mereka

untuk berbalik kepada Allah dan bertobat. Tetapi hati mereka bebal dan

menolak pertobatan. Sikap ini terungkap dalam refren “namun kamu tidak

berbalik kepadaKu” (Am. 4:6.8.9.10.11). Tampaknya dalam kitab Amos

jalan bagi pertobatan telah tertutup. Hal inilah yang mengantarkan umat

Israel pada hukuman Tuhan.

7. Pengharapan

25
Meskipun hampir seluruh Kitab Amos berbicara mengenai hukuman Allah

yang tak bisa terelakkan dan ketidakmauan umat untuk bertobat, bagian

akhir memberi warna baru dengan menyatakan janji Allah untuk

memulihkan kembali dinasti Daud dan juga kehidupan umat. Banyak

ekseget sangat ragu bahwa bagian ini berasal dari Amos. Mereka, dengan

memperhatikan gaya bahasa dan pemikiran dasarnya, memperkirakan

bagian akhir Kitab Amos ini sebagai tambahan dari seorang penyunting

dari masa pembuangan atau setelah pembuangan. Demi kepentingan kita,

soal penyuntingan ini tidak perlu kita perhatikan. Kita memperhatikan teks

apa adanya, sebagaimana tertulis dalam Kitab Suci.

Pengharapan ini ditujukan pada dua hal, yakni terwujudnya kembali

kejayaan kerajaan Daud dan kembalinya masa kesejahteraan umat Israel.

Kejayaan kerajaan Daud ini diungkapkan dengan kata “mendirikan” (ayat

11); sementara pengembalian kesejahteraan umat diungkapkan dengan

kata “menanam” (ayat 15). Kejayaan kerajaan Daud akan tercipta dengan

membangun kembali dari kehancurannya dan dengan kembali menguasai

negara-negara yang pernah dikuasainya dulu. Kesejahteraan umat akan

terwujud saat alam memberikan hasil yang baik bagi manusia dan saat

manusia menemukan tempat tinggal yang aman.

Meskipun seluruh Kitab Amos bernada suram, bagian akhir ini tetap

memberikan harapan akan keselamtan di masa mendatang. Kemungkinan

besar penyunting bagian ini ingin memberikan ajaran kepada umat Israel,

bahwa dalam sejarah hidup mereka yang sangat buruk pun, yakni

26
pembuangan, mereka tetap harus berharap akan masa depan yang lebih

baik, ketika mereka beroleh kembali ke tanah air sendiri dan menikmati

kembali apa yang dituliskan dalam Amos 9:11-15 ini.

2.3 Sejarah Penelitian Hermeneutis

2.3.1 Georg Fohrer17

Amos berasal dari Tekoa, sebuah desa yang berada 10 Mil di sebelah

selatan Yerusalem. Di tempat tinggalnya ia bekerja sebagai gembala (lih. Am. 1:1;

7:14). Merujuk kepada Am. 1:1; 7:9, 10-11 mengindikasikan bahwa masa

kenabian Amos yakni pada masa pemerintahan Yerobeam II di Israel Utara (786-

753) dan Uzia (782-746). Gempa bumi yang disebutkan dalam Am. 1:1 tidak

dapat memberikan tanggal yang tepat, namun isi kitab Amos memberikan

petunjuk bahwa Israel pada waktu itu mengalami masa yang sukses dalam bidang

politik, ekonomi dan kebudayaan. Akhirnya kita dapat memberikan penanggalan

bagi masa kenabian Amos antara tahun 760-750 s.M.

Georg Fohrer menyebutkan kitab Amos setidak-tidaknya terdiri dari

beberapa koleksi yang telah disatukan oleh redakto. Bagian-bagian tersebut

adalah:

A. Kelompok perkataan dalam 1:3-2:16 sebagai sebuah

komposisi dasar yang memuat suatu serangan kepada negara-negara asing

dan akhirnya kepada Israel sendiri.

17
Georg Fohrer, Introduction to the Old Testament, (New York: Abingdon Press, 1968), 431-
437

27
B. Merujuk kepada tiga kelompok kecil dari perkataan

Amos, yang bagian pertama diawali dengan “dengarlah firman ini . . .”

koleksi 1 (3:1-15) berisi enam perkataan: 3:1-2: perlawanan terhadap iman

pemilihan; 3:3-6: sebuah pemaparan bahwa TUHAN bertanggungjawab atas

segala musibah; menguraikan sebab-akibat; 3:8: sebuah kewajiban dari

seorang nabi; 3:9-11; perlawanan terhadap kejahatan Samaria; 3:12a:

mengenai kehancuran total, melalui sebuah ilustrasi dari kehidupan

gembala; 3:12b-15: mengenai kehancuran tempat peribadahan dan tempat

tinggal.

C. Bagian kedua diawali dengan “Dengarlah firman

ini . . .” (4:1-13) berisi tiga perkataan: 4:1-3, suatu ancaman bencana

terhadap perempuan Samaria; 4:4-5: suatu desakan ironis terhadap kultus

pemujaan; 4:6-12: suatu kutukan dalam penafsiran historis, di mana Israel

tetap bertahan dan menolak untuk kembali kepada TUHAN. Bagian ini

diakhiri dengan sebuah fragmen pujian (4:13).

D. Koleksi ketiga diawali dengan “Dengarlah firman

ini . . .” (5:1-6, 8-9) berisi suatu nyanyian peratapan yang mengancam Israel

(5:1-3); desakan untuk mencari TUHAN, bukan tempat pemujaaan (5:4-6);

sebuah kesimpulan disampaikan dengan fragmen pujian (5:8-9).

E. Tiga koleksi berikut sangat teratur, yang pada setiap

awal kalimatnya diawali dengan “celakalah . . .” koleksi pertama (5:7, 10-

17) meliputi empat perkataan: 5:7, 10-11 (memperbaiki dimulai ayat 7) dan

28
5:12, mengenai ketidakadilan; 5:14-15, sebuah nasihat melakukan yang

baik; dan 5:16-17, meliputi keluhan ketika bencana datang.

F. Koleksi kedua diawali dengan “celakalah . . .” (5:18-

27) suatu penafsiran kembali dari nabi mengenai hari TUHAN (5:18-20),

penolakan TUHAN pemujaan dan sebuah acuan kepada zaman Musa di

mana tidak ada pemberian kurban (5:21-25), sebuah kutukan atas pemujaan

berhala (5:26-27). Dua perkataan terakhir harus hati-hati dibedakan.

G. Koleksi ketiga diawali dengan “celakalah . . .” (6:1-

14) meliputi lima perkataan: 6:1-7, perlawanan terhadap kelas atas

masyarakat Samaria; 6:8-10, memuat kehancuran total dari kota; 6:11,

memuat kehancuran rumah; 6:12 mengenai penyimpangan keadilan; dan

6:13-14 mengenai arogansi politik.

H. Suatu koleksi yang terdiri dari beberapa bagian,

diawali dengan “Dengarlah ini . . .” ditemukan dalam 8:4-9:6. Pertama-tama

berisi perlawanan terhadap para pedagang (8:4-7), fragmen pujian (8:8), itu

kemudian dikombinasikan dengan 8:9-9:6, yang membawa ancaman

kegelapan (8:9-10), kelaparan (8:11-14), sebuah penglihatan mengenai

perbuatan TUHAN kepada bangsa Israel, sebuah fragmen penutup (9:5-6).

Sebuah perkataan tambahan ((9:7).

I. Bagian empat penglihatan dalam 7:1-9:15, 8:1-3

adalah bagian yang berdiri sendiri. Dua bagian pertama dapat disebutkan

bahwa itu berasal dari Amos tetapi dua bagian berikut kemungkinan berasal

dari redaktor. Redaktor telah menyisipkan (7:10-17) setelah laporan

29
penglihatan ketiga, karena ia menyamakan Yerobeam diancam dengan

pedang di dalam penglihatan (7:9) dengan menyebutkan satu ancaman yang

terdapat dalam 7:10-11.

Lebih lanjut disebutkan bahwa pasal 4:13; 5:8-9; 9:5-6 yang merupakan

fragmen tidak mungkin berasal dari Amos tetapi merupakan kelompok koleksi

minor. Selain daripada itu beberapa bagian lain yang diasumsikan tidak berasal

dari Amos adalah pasal 1:2, yakni berasal dari redaktor, nubuatan terhadap Tirus

(1:9-10), Edom (1:11-12), dan Yehuda (2:4-5) yang berbeda dengan nubuatan

terhadap negara yang lain, nubuatan terhadap Edom merujuk kepada masa

kejatuhan Yerusalem tahun 587 s.M. dan nubuatan terhadap Yehuda dibuat

dengan gaya Deuteronomis, jadi keduanya tidak mungkin diformulasi sampai

masa pembuangan; perkataan mengenai pewahyuan TUHAN dalam kehendaknya

kepada nabi (3:7), pengajaran yang dihadirkan kembali setelah masa pembuangan.

Akhirnya penutup dari kitab ini 9:8-15 banyak usaha untuk menganggap berasal

dari Amos atau mengasumsikannya berasal dari Amos (9:8-10) atau setidak-

tidaknya hingga ayat 11-15. Ancaman terhadap ‘kerajaan yang penuh dosa’

dengan segera pemurnian penghukuman menjadi menurun (9:8-10). Janji untuk

memulihkan ‘pondok daun Daud’ (9:11-12) mungkin menafsirkan eskatologi.

Perkataan dalam 9:13, 14-15 tentunya berasal dari zaman pembuangan.

Pertumbuhan kitab Amos mengambil tempat sebagai berikut: seri pertama

dari perkataan bagian A dan koleksi kecil B-G dikombinasikan dalam sebuah

koleksi yang lebih luas. Bagian A, sebuah penelitian mengesankan dari khotbah

30
Amos ditempatkan di bagian awal; B-D dan E-G dibawa bersama-sama dalam dua

kelompok menggunakan pengantar ungkapan yang sama. Pada koleksi yang lebih

luas juga telah terjadi perluasan lanjutan yang terlihat melalui laporan yang

terdapat dalam Am. 7:10-17, karena berisi laporan awal dan akhir dari masa

pelayanan Amos. Koleksi H kelihatannya ditempatkan dengan bebas sebagai

kesimpulan, karena perkataan dan semua yang terdapat dalam Am. 9:1-4

merupakan sebuah ancaman. Kumpulan ini mungkin ditempatkan setelah masa

pembuangan.

2.3.2 Robert B. Coote18

Robert B. Coote beranganggapan bahwa kitab Amos setidak-tidaknya

telah ditulis atau disusun oleh beberapa oknum dengan rentang waktu yang

panjang. Dalam teorinya, ia berpendapat bahwa kitab ini terdiri dari 3 tahapan

atau bagian, yakni Bagian A, B dan C. Bagian A merupakan sebuah bahan yang

bersumber dari Amos sendiri, sedangkan bagian B dan C merupakan hasil

pekerjaan dari editor. Bagian A telah disusun pada abad ke 8 s.M., bagian B

disusun pada abad 7 s.M., antara masa Yehezkiel dan Yosia, atau setidaknya

setelah masa itu, dan bagian C disusun pada abad ke 6 s.M. Bagian A bersifat

menghukum/mengutuk dan mengumumkan bencana, bagian B bersifat

mengingatkan dan menawarkan suatu pilihan, bagian C memberikan janji

pemulihan. Lebih lanjut ciri lain yang disebutkan olehnya adalah bagian A

memberi perhatian kepada Samaria, sedangkan B memberi perhatian kepada


18
Robert B. Coote, Amos Among The Prophets: Composition & Theology, (Philadelphia:
Fortress Press, 1944), 8, 16-19, 62-65,

31
Betel. Ketika bagian A memberi perhatian kepada sosial-ekonomi antara kaum

miskin dan kaum elit, bagian B memberi perhatian kepada bidang agama-politik

antara Betel dan Yerusalem sebagai pusat peribadahan. Corak khusus dari dari

bagian A adalah:

1. Nubuatan dialamatkan kepada suatu kelas pribadi yang spesifik

dalam sebuah temat dan waktu yang spesifik.

2. Nubuatan berperan sebagai sebuah pesan dasar yang tunggal.

3. Nubuatan membagi satu bentuk cora gaya penulisan. Gaya puisi di

dalam bentuk A terdiri dari: konsisten, garis panjang yang ekuivalen, yang

akhirnya kembali kepada komposisi semula, menggunakan bahasa yang

hidup/bersemangat, memberikan gambaran yang nyata.

4. Nubuatan disampaikan dengan lisan.

5. Nubuatan disampaikan dengan perkataan langsung.

6. Nubuatan disampaikan dengan bentuk singkat.

7. Makna dari suatu nubuatan tidak berdiri sendiri tetapi terkait

dengan penjabaran lainnya, bahkan harus dibaca dalam kombinasi yang

sama.

8. Nubuatan selalu mengisyarakatkan suatu bencana tidak dapat

diabaikan.

9. Nubuatan terpenuhi dan akan dapat terpenuhi kembali.

Masa pelayanan Amos adalah masa di mana Uzia memerintah di Israel

Selatan (781-747 s.M.) dan Yerobeam II memerintah di Israel Utara (781-745

32
s.M.). Gambaran masa pelayanan Amos seluruhnya didasarkan atas penamaan

Yerobeam II. Tetapi nubuatan Amos sebagaimana bagian A berusaha untuk tidak

menyebut nama Yerobeam II, dan menyarankan untuk tidak memandang bahwa

Amos menubuatkan selama masa pemerintahan Yerobeam II. Lalu mengapa nama

Yerobeam II disebutkan dalam Kitab Amos? Jawabannya adalah karena masa

pelayanan Amos selama pemerintahan Yerobeam II dan setelah itu. Tetapi di

dalam bagian A tidak ada nubuatan langsung yang mengarah kepada Yerobeam II.

Yerobeam II akan terdapat dalam bagian B. Menurut cerita bagian B, Amos

mengumumkan bahwa Yerobeam II akan mati dengan pedang. Hal itu tidak

diindentifikasi dalam 2 Raj. 14:29 bahwa Yerobeam II mati dengan damai.

Prediksi Amos memang tidak terjadi pada Yerobeam II, tetapi itu terjadi kepada 4

dari 5 raja yang naik tahta setelah dia di Israel, 4 raja dibunuh selama jarak 14

tahun, 745-732.

Amos bagian B berbeda dalam beberapa cara yang penting dengan materi

yang terdapat dalam bagian A. Betel sebagaimana yang disebutkan di atas sangat

diperhatikan oleh bagian B. Betel merupakan sebuah kota yang relatif kecil di

pusat pegunungan dari daerah Palestina. Tidak seperti Samaria dan Yerusalem,

lokasi Betel tidak menawarkan suatu keuntungan militer. Betel ditetapkan menjadi

pusat peribadahan pada masa Yerobeam I dan aktifitas tersebut tetap berlangsung

hingga kejatuhan Samaria tahun 722 s.M. Ciri khusus yang terdapat dalam bagian

B, di antaranya:

1. Bagian A dialamatkan secara spesifik dan pendengar yang terbatas,

sedangkan bagian B dialamatkan kepada pendengar secara umum.

33
2. Pesan yang disampaikan dalam pilihan: melaksanakan keadilan

atau tidak.

3. Materi bagian B ditandai oleh banyaknya prosa dan puisi. Bahasa

dari bagian B banyak yang berasal dari bentuk liturgi.

4. Bagian B menunjukkan bentuk bahan yang tertulis bukan lisan.

5. Bagian B cukup hati-hati untuk membiarkan kerancuan.

6. Bentuk nubuatan selalu dalam bentuk dibuka-diakhiri.

7. Makna dari bagian B tidak berdiri sendiri atau berdasarkan

penempatan dalam struktur yang lebih luas.

8. Dalam bagian B sebuah masa depan terbuka, sebuah pengharapan

baru.

9. Nubuatan dipenuhi.

Bagian yang berasal dari editor C adalah Am. 9:7-15, yang merupakan

penutup dari kitab Amos. Sebuah pengharapan masih akan dapat diperoleh jika

Israel mengambil sikap yang tepat. Itu berarti kesempatan untuk berbalik kepada

Allah masih akan selalu terbuka.

2.3.3 Hans Walter Wolf19

Masa pelayanan Amos di Israel adalah selama pemerintahan Yerobeam II

(787/6-747/6), yang dijadikan bukti untuk itu adalah laporan nabi mengenai

pengumuman yang disampaikannya mengenai kematian nabi itu dengan pedang,

sebuah perlawanan dengan Amazia, yang disampaikan kepada imam Betel

Yerobeam (7:10-11). Amos mengingat kesuksesan dalam bidang militer yang


19
Hans Walter Wolff, Joel & Amos: A Commentary on the Books of the Prophets Joel &
Amos, (Philadelphia: Fortress Press, 1989), 89-93

34
diraih oleh Yoas, ayah Yerobeam II (802/1-787/6). Kesuksesan dibawah

pemerintahan Yoas dan kemudian Yerobeam II menjadikan perubahan dalam

dunia politik. Setelah kesuksesan dalam bidang militer pada pertengahan

pemerintahan Yerobeam II, Israel juga mengalami kesuksesan dalam bidang

ekonomi yang diasumsikan oleh Amos dalam nubuatannya. Aktifitas perdagangan

pesat (8:5a) namun terjadi kecurangan, kegiatan jual-beli bertaraf internasional.

Aktifitas perdagangan otomatis untuk mencari untung yang sebesar-besarnya.

Banyak bangunan-bangunan didirikan (3:15). Sebaliknya akibat perkembangan

ekonomi terjadi pergolakan dalam bidang sosial. Yang kaya semakin kaya dan

yang miskin semakin miskin. Perbudakan atas dasar utang menjadi bentuk yang

biasa (2:6; 8:6). Masyarakat yang serba kekurangan dimanfaatkan (2:7a; 4:1; 8:4).

Mengenai kehidupan pribadi dari Amos tidak banyak diketahui, di mana

ia lahir dan meninggal, berapa usianya ketika ia ketika melaksanakan tugas

kenabiannya sekitar tahun 760 s.M. Pusat perhatiannya cukup jauh (1:3-8; 1:13-

2:3; 3:9; [6:2]; 9:7), keputusannya mengenai Israel cukup beralasan (2:6-9; 5:18-

24; 7:11, 16-17). Ucapannya pada waktu tersebut sangat jelas dan cukup berani

yang menunjukkan kemungkina dia masih muda (4:1; 5:5; 6:12). Mengenai

berapa lama ia melaksanakan aktifitas kenabiannya tidaklah diketahui.

Hans W. Wolf merumuskan bentuk bahasa dari dari Amos sebagai berikut:

A. Bentuk yang terikat:

1. “Rumusan pembawa pesan”, Amos sering menggunakan bahasa

diplomatik (bnd. 7:11). Sebelas nubuatannya dirumuskan dengan

pendahuluan rumusan pembawa pesan “Beginilah firman TUHAN” (1:3,

35
6, 13; 2:1, 6; 3:11, 12; 5:3, 4, 16; 7:17) dan sebanyak lima penutup dari

ayat itu juga diakhiri dengan rumusan “firman TUHAN/ TUHAN Allah”

(1:5, 8, 15; 2:3; 5:17).

2. Dalam kitab Amos ‘rumusan nubuatan ilahi’, dalam beberapa kasus

kembali lebih menggunakan kepastian dari apa yang telah dilihatnya

(2:16; 3:15; 4:3, 5 [6:14?]; 9:7a).

3. ‘Rumusan pengumuman’ adalah “dengar!” Perintah yang penuh

perhatian. Terkadang dirasa tidak perlu (5:1) dan tidak selalu muncul

dengan seketika (4:1; 8:4) pengantar nubuatan TUHAN, tetapi dapat

muncul kembali (7:16) atau diperluas (3:1a) untuk tujuan itu.

B. Bentuk yang bebas

1. Prolog kenabian kepada firman TUHAN. Kita telah dapat

mengenali bentuk pengumuman itu melalui rumusan dalam 3:1a:

“dengarlah firman ini”.

2. Pertanyaan didaktis. Perdebatan mengenai bentuk yang terikat

dari Amos juga terlihat melalui urutan suatu nubuatan: 3:3-6, 8.

Melalui pemaparan yang disebutkan di atas ada beberapa point penting yang dapat

diambil:

1. Amos adalah seorang nabi yang melakukan pekerjaannya berdasarkan

panggilan TUHAN (bnd. Am. 7:14-15).

36
2. Pokok pemberitaan yang ditekankan oleh Amos adalah mengenai

ketidakadilan yang merajalela di Israel. TUHAN menolak segala bentuk

upacara kebaktian serta persembahan yang diberikan bangsa itu kepada

TUHAN. Puncak dari seruan untuk keadilan terdapat dalam Am. 5:24.

3. Kedudukan Israel sebagai umat TUHAN tidak menjadikan Israel bebas

dari penghukuman TUHAN, bahkan penghukuman harus dijalankan sebab

hanya mereka yang dikenal (bnd. Am. 3:2).

4. Amos menekankan bahwa TUHAN adalah Allah segala bangsa. Konsep

tersebut ditemukan melalui cara Amos memanggil TUHAN sebagai

”Allah semesta alam (bnd. Am. 3:13; 4:13; 5:14.15.16.25; 6:8-14; 9:5).

5. Amos mengecam pelaksanaan ibadah yang dilakukan di Israel (bnd Am.

4:4-5). Hal yang sesungguhnya dikecam bukanlah persembahan atau cara

beribadah yang salah, tetapi justru moral mereka yang bobrok. Ibadah

tidak menjadikan mereka melakukan kebaikan. Ibadah seharusnya

membantu agar tujuan keadilan dan kebenaran tercapai, tetapi hal itu sama

sekali tidak ditemukan dalam kehidupan sosial mereka.

6. Penghukuman dari TUHAN akan diterima karena perbuatan jahat yang

mereka lakukan. Ancaman hukuman TUHAN disebutkan dengan adanya

gempa bumi. Lebih dari itu, berbagai penggambaran akan hukuman itu

juga disebutkan misalnya: dikalahkan musuh dan dibantai (Am. 3:11),

penghancuran tempat ibadat dan rumah mewah (Am. 3:14-15; 6:11),

dibuang keluar Israel (Am. 4:2-3; 6:7), “hari Tuhan” yang merupakan hari

37
kegelapan bagi Israel (Am. 5:18-20), hari perkabungan (Am. 8:9-10),

kelaparan dan kehausan (Am. 8:11-14).

7. Amos juga mengecam orang-orang yang telah hilang kepekaan sosial dan

religiusnya. Kesombongan sebagai bangsa terpilih menjadikan mereka

lupa akan tugas dan tanggungjawabnya.

Namun demikian himbauan untuk bertobat juga diserukan bahkan

pengharapan akan keberpihakan TUHAN serta pengampunan TUHAN

masih dapat dimungkinkan (bnd. Am. 5:4; 6; 14). Harapan akan

dipulihkannya bangsa itu terlihat juga dalam dua hal, yakni terwujudnya

kejayaan kerajaan Daud dan kembalinya masa kesejahteraan umat Israel.

38
BAB III

PEMBIMBING KITAB AMOS

3.1 Nabi Amos

Nabi Amos berasal dari Tekoa, sebuah desa di daerah Yehuda, beberapa

kilometer di sebelah selatan Yerusalem. Menurut pasal 1:1 dan 7:14, Amos

bekerja sebagai gembala dan petani yang memungut buah ara.20 Melalui

pekerjaannya sebagai petani ia datang ke Israel menjadi seorang nabi. Oleh karena

ia berasal dari desa, di mana setiap orang harus bekerja keras untuk memehuni

kebutuhan hidup, menjadi menjijikkan baginya untuk melihat kehidupan yang

penuh dengan kekayaan serta tanpa keadilan dari penduduk kerajaan Israel Utara.

Amos bukan berasal dari sebuah keluarga nabi atau imam atau dapat dikatakan

bahwa kenabiannya disebabkan oleh pemanggilan Tuhan.21 Dengan rendah hati

Amos menyatakan dirinya sebagai “seorang peternak domba dari Tekoa” (Am.

1:1), “seorang penggembala dan pengumpul buah ara” (Am. 7:14). Latar belakang

pekerjaannya ini mempengaruhi ungkapan-ungkapan dalam kitabnya yang

seringkali menyebutkan keakrabannya dengan padang penggembalaan dan dunia

pertanian. Hanya semata-mata karena panggilan Tuhanlah, Amos meninggalkan

pekerjaannya semula dan menjalankan tugas kenabiannya bagi umat Israel. Dalam

konfliknya dengan imam Amazia, Amos sama sekali menolak anggapan Amazia

bahwa ia adalah nabi profesional, yang bernubuat demi nafkah:

20
Georg Fohrer, Op.Cit., 431
21
Bernard Thorogood, A Guide to the Book of Amos, (London: S.P.C.K., 1971), 9

39
“Aku ini bukan nabi dan aku ini tidak termasuk golongan nabi,
melainkan aku ini seorang peternak dan pemungut buah ara
hutan. Tetapi Tuhan mengambil aku dari pekerjaan menggiring
kambing domba, dan Tuhan berfirman kepadaku: Pergilah,
bernubuatlah terhadap umatKu Israel." Am. 7:14-18

Panggilan kenabian dari Tuhan ini tak tertahankan olehnya. Amos masuk

dalam situasi yang membuatnya tak kuasa menolak panggilan ini. Ia mengkiaskan

hal ini dengan pengalamannya menggembala, ketika ia menghadapi singa yang

tentu membuat setiap gembala diliputi ketakutan luar biasa.

Singa telah mengaum, siapakah yang tidak takut? Tuhan Allah


telah berfirman, siapakah yang tidak bernubuat?” Am. 3:8

Dengan tegar nabi bernubuat bahwa Israel karena kejahatan sosialnya

terhadap bangsa mereka sendiri, akan menghadapi hukuman definitif Tuhan.

Tanpa takut ia menubuatkan masa depan yang suram seperti ini: “Sebab beginilah

dikatakan Amos: Yerobeam akan mati terbunuh oleh pedang dan Israel pasti pergi

dari tanahnya sebagai orang buangan.” (Am. 7:11). Ini pewartaan yang tidak

populer dan tidak enak didengarkan, namun tetap dijalankannya, dengan

mengambil resiko ditolak oleh kaum mapan, sebagaimana diwakili oleh imam

Amazia yang menyuruhnya untuk tutup mulut dan mengusirnya keluar dari Israel

(Bnd. 7:12-13). Amos menjadi salah satu nabi abad ke-8 sM. yang penting

karena:22

1. Pesan yang disampaikannya lebih banyak dipelihara secara mendetail dari

para nabi-nabi sebelumnya.

22
Ibid., 7

40
2. Kata-katanya mempunyai kuasa agung, dan terkadang dalam wujud puisi

mengesankan.

3. Kata-katanya menunjukkan bahwa ia mempunyai suatu pemahaman

mengenai jalan Tuhan dan kehendak-Nya untuk manusia.

4. Kata-katanya menunjukkan juga bahwa ia mempunyai suatu pengertian

yang mendalam ke dalam hati dan pikiran dari bangsa Israel pada waktu

itu.

Amos diperkirakan/diindikasikan bekerja selama masa Yerobeam II (786-

746 s.M) memerintah di Israel Utara dan Uzia (784-746 s.M) memerintah di Israel

Selatan. Melalui informasi 2 Raj. 14:23-29 mengenai masa pemerintahan

Yerobeam II, dapat diperkirakan bahwa Amos melayani antara tahun 760-750
23
s.M. Kisah Amos merupakan salah satu bentuk pengalaman pemanggilan

Yahweh (7:14) dan penglihatan keputusan yang diungkapkan Yahweh untuk

perubahan dengan jalan-Nya kepada Israel dari sebuah kesabaran-Nya (7:1-8:3).

Pemanggilan dan pewahyuan kepada Amos dari kehidupannya sehari-hari dan

menempatkan tangisan kepada sebuah negeri, dengan istilah ‘celakalah’

masyarakat, kepercayaan/agama, dan pemerintahan di dalam nama Tuhan. Ia

semata-mata hanya menjadi pesuruh.24

Amos hadir sebagai seorang nabi yang memberitahukan kehancuran Israel

Utara bersama dengan seluruh isi istana raja (Am. 7:7-9). Kehancuran itu akan

menjadi akhir dari kerajaan Israel Utara (Am. 8:2 bnd. 5:2) yang akan terjadi

23
Otto Eissfeldt, Old Testament: An Introduction, (Oxford: Blackwell, 1966), 396. bnd. Georg
Fohrer, Op.Cit., 433, di situ disebutkan bahwa masa pemerintahan Yerobeam II (786-753 s.M)
memerintah di Israel Utara dan Uzia (782-746 s.M).
24
James L. Mays, Amos: A Commentary, (London: SCM Press, 1969), 4-5

41
dalam bentuk kekalahan militer yang disusul oleh pembuangan seluruh penduduk

negeri (Am. 4:2-4; 6:7-8). Pokok perhatian Amos ialah ketidakadilan. Amos

mengatakan, bahwa bangsa Israel telah ‘menjual orang benar karena uang’ (2:6);

aratinya di Israel telah terjadi jual-beli manusia, baik laki-laki, wanita maupun

anak-anak, untuk menjadi budak sebagai ganti pembayaran utang. Amos secara

khusus menunjuk bahwa sistem keadilan telah hancur, sehingga melalui suap,

sogok dan yang semacamnya serta sikap acuh-tak-acuh maka para orang kaya dan

penguasa dapat memanipulasi hukum untuk kepentingan diri mereka sendiri,

termasuk menindas rakyat miskin (Am. 5:10-11, 15). Bersamaan dengan itu,

Amos juga melihat bahwa ibadah-ibadah Israel yang teratur ternyata merupakan

tipuan yang tidak berguna (Am. 5:4-5; 21-24). Bahkan lebih buruk lagi, lembaga

peribadahan itu sama-sekali menolak kemungkinan perbaikan, dan sebaliknya

malah mendukung dan membenarkan sikap aman dan puas diri yang sedang

berlangsung.25 Karakter dari Amos ditandai dengan beberapa catatan:26

a. Dia pemberani, tetapi keberaniannya itu bukanlah sikap

acuh tak acuh. Keberaniannya merupakan suatu sifat yang asli, bukan

suatu antusias, tetapi lahir dari dalam pikirannya.

b. Dia akurat di dalam pengamatannya serta ilmiah di dalam

pemikirannya. Ia mampu, tidak hanya untuk melihat fakta tetapi untuk

menguraikannya. Itulah yang membuatnya mungkin untuk

menguliskan perkataannya.

25
S. Wismoady Wahono, Di Sini Kutemukan, (Jakarta: BPK-GM, 2004), 158-159
26
William Rainey Harper, The International Critical Commentary: A Critical and Exegetical
on Amos & Hosea, (Edinburgh, T&T Clark, 1953), cviii-cix

42
c. Dia adalah seorang pengembara, tanpa sebuah ikatan

kenegaraan, ikatan keluarga.

d. Kerohaniannya keras, terkandung dalam kesetiaan kepada

kebenaran, maka secara keseluruhan bertentangan kepada rutinitas taat

pada aturan keagamaan yang mana, di dalam hal, mendasari pemujaan.

Melalui penjelasan di atas terlihat bahwa nabi Amos adalah seorang nabi

yang sungguh-sungguh melakukan tugas panggilannya. Tugas panggilan yang

cukup berat, sebab ia harus berbicara kepada seorang imam kerajaan. Ia harus

menerima penghinaan oleh karena memberitakan firman dan melakukan

panggilannya. Ia dianggap sebagai seorang yang sedang mengemis dalam ‘nama

TUHAN’, seorang yang membutuhkan makanan dan minuman oleh karena lapar.

Padahal, firman TUHAN yang disampaikan kepadanyalah – yang tidak

tertahankan olehnya – untuk disampaikan kepada bangsa Israel menjadikannya

harus pergi memberitakan firman.

3.2 Penulis Kitab Amos

Sebuah pemahaman dasar yang harus dimiliki adalah memberikan

pembedaan antara nabi Amos dan penulis kitab Amos. Nabi Amos adalah seorang

manusia yang diutus untuk memberitakan firman TUHAN. Ia adalah seorang nabi

abad ke-8. Sedangkan kitab Amos adalah sebuah kitab yang mencatat hal-hal

yang pernah dilakukan oleh nabi Amos. Catatan tersebut bukanlah seperti sebuah

ringkasan perjalanan, namun sebagai sebuah kesaksian iman. kesaksian tersebut

43
dituliskan oleh seorang atau sekelompok orang percaya yang mengingat atau

dengan sengaja mengumpulkan berita mengenai hal-hal yang pernah dikerjakan

oleh nabi Amos.

Nabi Amos adalah nabi abad ke-8 s.M. pertama yang nubuatannya dapat

kita ketahui melalui bentuk tertulis seperti sekarang. Namun kitab itu tentunya

memiliki riwayat penulisan. Kitab ini bukan begitu saja ditulis oleh Amos sendiri

dan bukan pula kitab yang segera dibukukan sesudah Amos mengucapkan

nubuatnya. Tentunya ada jarak waktu antara nubuat Amos dan terjadinya kitab

Amos seperti yang sekarang ini. Kitab Amos secara tradisional dianggap telah

ditulis pada pertengahan atau akhir masa pemerintahan Yerobeam II. Penyelidikan

sejarah belakangan ini dan perhitungan kronologis telah mendorong tanggal

penulisan nubuat-nubuat Amos lebih dekat ke tahun 750-748 s.M. Pengertian ini

didasarkan pada indikasi bahwa kejadian-kejadian sejarah yang disinggung secara

tidak langsung di dalam kitab Amos menggambarkan masa ketika Israel yang

mendukung Asyur sedang diserang oleh suatu koalisi Siro-Palestina yang anti

Asyur.27 Bagian-bagian yang berbicara mengenai penglihatan-penglihatannya

sangat boleh jadi berdasarkan catatan-catatan Amos sendiri, atau setidak-tidaknya

telah didiktekan oleh Amos kepada rekannya. Bagaimanapun juga, kita tidak

boleh menganggap bahwa kitab Amos, seperti yang ada sekarang, semata-mata

buah pena Amos. Setidak-tidaknya ada beberapa sumber: ada bagian-bagian yang

berdasarkan catatan-catatan sendiri atau mungkin didiktekan kepada seorang

jurutulis; di samping itu mungkin ada sejumlah ada seorang rekan yang telah

27
Andrew E. Hill & John H. Walton, Survei Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 2004),
610

44
menghafalkan atau mencatat perkataan-perkataan atau pokok-pokok tertentu dari

nubuat Amos, dan mungkin ada seorang teman yang telah mencatatkan dengan

teliti dengan teliti peristiwa yang terjadi di Betel (7:10-17).28

James L. Mays, memberi komentar bahwa kitab Amos setidak-tidaknya

memiliki tiga jenis materi; perkataan langsung dari sang nabi, orang-pertama yang

diberitahu nabi, dan orang-ketiga yang menceritakan apa yang diketahuinya

tentang nabi. Format akhir dari hasil proses yang dicapai mengenai perumusan

kitab Amos setidak-tidaknya masuk ke dalam periode pembuangan. Namun

demikian dapat terlihat bahwa beberapa isi kitab Amos setidak-tidaknya dapat

dipastikan bahwa nubuatan terhadap bangsa-bangsa (Am. 1:3-2:16) dan empat

laporan penglihatan (7:1-9 dan 8:1-3) berasal dari Amos sendiri.29

Kitab Amos bukanlah sebuah kitab yang proses penulisannya dalam satu

periode tertentu. Proses penulisannya mengalami proses yang panjang hingga

mengalami bentuk seperti yang ada pada kita sekarang. Proses panjang

pengumpulan dan pengkoleksian berita mengenai kisah nabi tentunya juga

melibatkan banyak pihak yang dengan sendirinya memberi kesulitan kepada para

penafsir dan peneliti naskah-naskah kuno mengenai bentuk yang paling asli atau

paling mendekati zaman di mana nabi Amos melakukan pelayanannya.

3.3 Waktu dan Tempat Penulisan

Sebagaimana telah dipaparkan di dalam Bab sebelumnya, mengikuti

pandangan Robert B. Coote, kitab Amos setidak-tidaknya telah ditulis atau


28
B.J. Boland, Tafsiran Kitab Amos, (Jakarta: BPK-GM, 2008), 4
29
James L. Mays, Op.Cit., 12-13

45
disusun oleh beberapa oknum dengan rentang waktu yang panjang. Dalam

teorinya, mereka berpendapat bahwa kitab ini terdiri dari 3 tahapan atau bagian,

yakni Bagian A, B dan C. Bagian A merupakan sebuah bahan yang bersumber

dari Amos sendiri, sedangkan bagian B dan C merupakan hasil pekerjaan dari

editor. Bagian A telah disusun pada abad ke 8 s.M., bagian B disusun pada abad 7

s.M., antara masa Yehezkiel dan Yosia, atau setidaknya setelah masa itu, dan

bagian C disusun pada abad ke 6 s.M.30

Lebih lanjut, Bernard Thorogood menyebutkan bahwa ada bagian-bagian

dari kitab Amos yang setidak-tidaknya dituliskan sebelum masa pembuangan. Ia

menyebutkan bahwa pasal 8:4-14 adalah koleksi kecil yang dituliskan setidaknya

setelah masa pelayanan Amos dan sebelum peristiwa kejatuhan Samaria. Bahkan

mungkin setelah pembuangan ke Babel ada bagian dari kitab Amos yang

mengalami revisi. Alasannya adalah bahwa pasal 4:13; 5:8-9; 9:5-6; dan 9:11-15

karena gaya dan bahasa ayat-ayat tersebut serupa dengan gaya bahasa dari nabi

pada masa pembuangan.31

Hal serupa juga diperlihatkan oleh D.C. Mulder, yang menyebutkan bahwa

kitab ini tidak disusun sekaligus. Dalam argumennya ia memberi petunjuk melalui

pasal 7-9. Lima pasal itu berhubungan satu dengan yang lainnya. Semuanya

memakai bentuk orang pertama untuk nabi. Tetapi hubungannya diputuskan oleh

cerita dalam 7:10-17 yang memakai orang ketiga tentang Amos, dan 8:4-14 yang

merupakan suatu khotbah berupa teguran dan ancaman. Pada umumnya kita dapat

membedakan catatan-catatan dari nabi sendiri (7:1-9; 8:1-3; 9:1-6; kata ‘Aku’

30
Robert B. Coote, Op.Cit., 8
31
Bernard Thorogood, Op.Cit., 11

46
dalam 5:1 dapat ditafisirkan mengenai nabi sendiri, mungkin juga mengenai

TUHAN); berita tentang pengalaman-pengalaman nabi (7:10-17) dan nubuat-

nubuat. Nubuat itu sebagian merupakan keseluruhan yang teratur (pasal 1,2),

sebagian merupakan amsal-amsal yang tidak erat hubungannya.32

Hal serupa juga ditunjukkan oleh Georg Fohrer. Sebagaimana yang telah

disebutkan dalam bab sebelumnya, ia menyebutkan Amos adalah pasal 1:2, yakni

berasal dari redaktor, nubuatan terhadap Tirus (1:9-10), Edom (1:11-12), dan

Yehuda (2:4-5) yang berbeda dengan nubuatan terhadap negara yang lain,

nubuatan terhadap Edom merujuk kepada masa kejatuhan Yerusalem tahun 587

s.M. dan nubuatan terhadap Yehuda dibuat dengan gaya Deuteronomis, jadi

keduanya tidak mungkin diformulasi sampai masa pembuangan; perkataan

mengenai pewahyuan TUHAN dalam kehendaknya kepada nabi (3:7), pengajaran

yang dihadirkan kembali setelah masa pembuangan. Akhirnya penutup dari kitab

ini 9:8-15 banyak usaha untuk menganggap berasal dari Amos atau

mengasumsikannya berasal dari Amos (9:8-10) atau setidak-tidaknya hingga ayat

11-15. Ancaman terhadap ‘kerajaan yang penuh dosa’ dengan segera pemurnian

penghukuman menjadi menurun (9:8-10). Janji untuk memulihkan ‘pondok daun

Daud’ (9:11-12) mungkin menafsirkan eskatologi. Perkataan dalam 9:13, 14-15

tentunya berasal dari zaman pembuangan.33

Akhirnya dapat dipahami bahwa kitab Amos tidaklah dituliskan dalam

satu zaman saja atau satu tempat saja, tetapi mengalami proses yang panjang.

Setidak-tidaknya kitab Amos telah melampaui tiga zaman, yakni sebelum masa

32
D.C. Mulder, Op.Cit., 131
33
Georg Fohrer, Op.Cit., 436-437

47
pembuangan – masa pembuangan – setelah masa pembuangan. Dengan melihat

proses panjang yang dialami kitab ini dapat disebutkan bahwa kitab ini

merupakan kitab yang cukup penting sebab tetap eksis walaupun telah melampaui

tiga masa tersebut. Bentuk yang ada pada kita sekarang ini adalah sebuah bentuk

akhir dari proses pengumpulan naskah-naskah suci.

3.4 Tujuan Penulisan

Kitab Amos dituliskan untuk menunjukkan kemurtadan rohani, keruntuhan

baik di bidang moral dan sosial, serta kemerosotan yang diakibatkan politik

kerajaan utara. Persoalan tersebut menyebabkan Allah mengutus nabi Amos dari

Yehuda untuk menyeberangi perbatasan dan bernubuat di Betel di kawasan Israel.

Baik berita maupun tujuannya secara logis terbit dari garis besar umum kitab itu

dan sangat erat berkaitan dengan nubuat nabi tentang hukuman dan pembuangan

bagi Israel.34

Merujuk kepada pandangan Hans W. Wolf,35 Robert B. Coote,36 Georg

Fohrer,37 yang menyatakan bahwa setidaknya peredaksian akhir kitab Amos

adalah pada abad ke-6 s.M. dan itu adalah masa di mana sejarawan deuteronomis

berkaya, ada sebuah kemungkinan bahwa sejarawan deuteronomislah yang

melakukan peredaksian akhir dari kitab Amos. Itu berarti bahwa peredaksian kitab

Amos tidak terlepas dari maksud dan tujuan sejarahwan deuteronomis untuk

mengumpulkan tulisan-tulisan itu. Sejarah deuteronomis tidak ditulis untuk

34
Andrew E. Hill & John H. Walton, Op.Cit., 613
35
Hans Walter Wolff, Op.Cit., 112,
36
Robert B. Coote, Op.Cit., 8
37
Georg Fohrer, Op.Cit., 436-437

48
menyimpan ingatan akan masa lalu, tetapi bertujuan untuk memberikan

penjelasan teolofis mengenai kekalahan kedua kerajaan (Israel Utara dan Israel

Selatan), dan untuk menyajikan suatu dasar teologis bagi pengharapan akan masa

depan.38

Penulisan kitab Amos merupakan sebagai sebuah pembelajaran atas

kesalahan-kesalahan di masa lampau yang dilakukan oleh bangsa itu. Tulisan itu

sengaja dikumpulkan serta diredaksi untuk memberikan gambaran bagaimana

bangsa itu telah berpaling dari TUHAN serta usaha apa yang dapat dilakukan agar

mereka dapat kembali lagi kepadaNya. Selain daripada itu, penulisan kitab Amos

juga sebagai bahan pembelajaran agar bangsa itu tidak melakukan kesalahan yang

sama di masa depan. Dengan demikian keutuhan hubungan antara mereka dengan

TUHAN serta dengan sesama bangsa di sekitarnya tetap dapat terpelihara.

3.5 Struktur dan Isi Kitab

Andrew E. Hill & John H. Walton menyebutkan struktur yang lebih luas

dari kitab Amos meliputi empat bagian:

1. Delapan ucapan ilahi terhadap bangsa-bangsa (1:3-2:16)

2. Lima perkataan nubuat (3-6)

3. Pengaruh dari lima penglihatan nubuat (7:1-9:10)

4. Epilog berupa janji berkat dan pembaruan untuk Israel (9:11-15)

Struktur khusus kitab ini banyak menggunakan berbagai ungkapan nubuat,

pengulangan kata dan frase dan susunan sastra yang dibakukan. Sebagai contoh,
38
John A. Grindel, ‘Yosua’ dalam Dianne Bergant & Robert J. Karris, Tafsir Perjanjian Lama,
(Yogyakarta: Kanisius, 2002), 231

49
kitab ini berisi pengumuman (“Dengarkanlah . . .,” 4:1), penyataan (“inilah yang

diperlihatkan TUHAN kepadaku . . .,” 7:1), dan formula sumpah (“TUHAN Allah

telah bersumpah . . .,” 4:2).39

Hughell E.W memberi penjelasan bahwa kitab Amos yang terdiri dari 9

pasal dibagi dalam:40

I. Nubuatan terhadap bangsa-bangsa (1:1-2:16)


a. Pendahuluan (1:1-2)
b. Nubuatan terhadap bangsa sekitar (1:3-2:3)
1. Damsyik (1:3-5)
2. Gaza (1:6-8)
3. Tirus (1:9-10)
4. Edom (1:11-12)
5. Amon (1:13-15)
6. Moab (2:1-3)
c. Nubuatan terhadap Yehuda (2:4-5)
d. Nubuatan terhadap Israel (2:6-16)
1. Pemberontakan dalam hidup bangsa (2:6-8)
2. Penyataan Allah dalam sejarah (2:9-12)
3. Datangnya Penghukuman (2:13-16)

II. Pemberitahuan mengenai akhir dari Israel


a. Penafsiran Amos mengenai hubungan Israel dan Allah (3:1-8)
1. Keunikan pemilihan (3:1-2)
2. Otoritas nabi (3:3-8)
b. Kejahatan Samaria (3:9-4:3)
1. Kota yang penuh tekanan (3:9-10)
2. Kehancuran total (3:11-12)
3. Hukuman bagi Betel (3:13-15)
4. Ketamakan egois dari perempuan (4:1-3)
c. Israel yang tidak merasa bersalah (4:4-5:3)
1. Dosa dari tempat kudus (4:4-5)
2. Mengabaikan hukuman kepada pertobatan (4:6-12)
3. Pujian pertama (4:13)
4. Kematian Umat (5:1-3)
d. Pengumuman dan desakan (5:4-15)
1. Agama yang benar dan yang salah (5:4-6)
2. Pemeliharaan terhadap yang miskin; pujian kedua (5:7-13)
3. Pencarian akan Allah yang sejati (5:14-15)
39
Ibid., 615
40
Hughell E.W., The Book of Amos dalam George Arthur Buttrick, dkk (ed.), The Interpreter’s
Bible, (New York: Abingdon Press, 1956), 776

50
e. Kedatangan Allah (5:16-25)
1. Keluhan (5:16-17)
2. Kegelapan (18-20)
3. Penolakan terhadap Kultus (5:21-25)
f. Ancaman dan Pembuangan (5:26-6:14)
2. Suatu kesedihan (5:26-27)
3. Keangkuhan dan kesombongan pemimpin (6:1-7)
4. Kengerian pengepungan (6:8-11)
5. Akhir dari kepemimpinan umat yang angkuh (6:12-14)

III. Rangkaian Penglihatan, pelayanan Amos, epilog (7:1-9:15)


a. Penglihatan dan kisah Amos (7:1-8:3)
1. Belalang (7:1-3)
2. Api (7:4-6)
3. Tali sipat (7:7-9)
4. Amos dan Amazia (7:10-17)
5. Bakul dan Buah-buahan (8:1-3)
b. Kedatangan kejahatan dan penundaan malapetaka (8:4-14)
1. Pemerasan orang-orang miskin (8:4-7)
2. Gempa bumi, kegelapan dan perkabungan (8:8-10)
3. Kelaparan dan harus (8:11-14)
c. Akhir dari malapetaka (9:1-7)
1. Penglihatan kelima dan akibatnya (9:1-4)
2. Pujian yang ketiga (9:5-6)
3. Hubungan Allah dengan bangsa lain (9:7)
d. Epilog (9:8-15)
1. Suatu penghakiman (9:8-10)
2. Pemulihan kerajaan Daud (9:11-12)
3. Sumber kemurahan hati (9:13)
4. Kembali dari pembuangan (9:14-15)

51
BAB IV

STUDI EXEGETIS AMOS 8:11-12

52
4.1 Teks

4.1.1 Kritik Teks

Amos 8:11
#r<a'_B' b['Þr" yTiîx.l;v.hiw> hwIëhy> yn"ådoa]a a

‘~aun> ~yaiªB' ~ymiäy" hNEåhi


c
yrEîb.DI taeÞ [:moêv.li-~ai yKiä b~yIM;êl; am'äc'-
al{)w>b ‘~x,L,’l; b['Ûr"-al{)
`hw")hy>

Teks Yunani Asli, Terjemahan Siria (Pesytta) yang disusun menurut keselarasan saksi S A

(kodeks Ambrosianus (abad ke-6 atau ke-7), perpustakaan Ambrosius di Milano, diterbitkan oleh

A.M. Ceriani 1876 dst) dan SW (terbitan Siria yang terbit di Mossul 1891, 1951) menambahkan

pada a-a = hwIëhy> yn"ådoa] ‘~aun> dan b-b = ~yIM;êl; am'äc'-al{)w> ‘mereka/ia mempunyai’.

Teks dapat dipertahankan karena makna teks sudah jelas. Sedangkan pada c = yrEîb.DI, kodeks

Kairo, LXX, Terjemahan Siria (Pesytta) yang disusun menurut keselarasan saksi S A dan SW,

Vulgata mengusulkan rb;D. ; yang lain dicoret hwhy maupun yrEîb.DI teks dipertahankan sebab

meskipun penggunaan kata rb;D. menerangkan nama hwhy namun tidak menyebutkan siapa yang

berfirman hal ini dapat membuat kabur tentang siapa yang berfirman. Namun demikian jika kata

rb;D digunakan dengan tetap mempertahankan teks hwhy, barangkali teks dapat diterima sebab

mensyaratkan bentuk tunggal dari firman TUHAN.41

Amos 8:12

vQEïb;l. Wj±j.Av)y> xr"_z>mi-ad[;w> !ApßC'miW

~y"ë-d[; ~Y"åmi ‘W[n"w>

41
Bnd. Hans Walter Wolff, Op.Cit., 322. Transliterasi: hinnË yämîm Bä´îm nü´ùm ´ádönäy
yhwh(´élöhîm) wühišlaHTî rä`äb Bä´äºrec lö|´-rä`äb lalleºHem wülö|´-cämä´ lammaºyim Kî ´im-
lišmöª` ´ët Dibrê yhwh(´ädönäy)

53
`Wac'(m.yI al{ïw> bhw"ßhy>-rb;D>-ta,b
Barangkali teks a = d[;w pada kodeks Kairo, LXX, Terjemahan Siria (Pesytta) yang

disusun menurut keselarasan saksi S A dan SW, Vulgata d[. Teks dipertahankan karena tidak

mengubah arti. Pada teks b-b = hw"ßhy>-rb;D>-ta, mengusulkan kata yrib;D>. Teks juga

dipertahankan karena memiliki makna yang sama.42

4.1.2 Terjemahan:

Ayat 11 : Lihat, hari-hari sedang datang, firman TUHAN Allah, bahwa Aku

akan mengirimkan kelaparan pada bumi, bukan rasa lapar untuk

makanan dan bukan haus untuk air tetapi untuk mendengar firman

TUHAN.

Ayat 12 : Mereka akan mengembara dari laut ke laut dan dari utara hingga

timur, mereka akan lari untuk mencari firman TUHAN tetapi

mereka tidak akan menemukan.

4.2 Situasi Historis

4.2.1 Politik

Setelah kematian raja Salomo sekitar tahun 930 s.M., kerajaan Israel

terbagi menjadi dua. Dua suku di selatan yakni Benyamin dan Yehuda dipimpin

oleh raja Rehobeam, putra Salomo. Sedangkan suku lainnya di utara

memberontak di bawah kepemimpinan Yerobeam I, seorang yang dulu menjadi


42
Transliterasi: wünä`û miyyäm `ad-yäm ûmiccäpôn wü`ad-mizräH yüšô|†ü†û lübaqqëš ´et-
Dübar-yhwh(´ädönäy) wülö´ yimc亴û

54
letnan Salomo, dan menjadikan dirinya raja bagi suku utara. Bagi bangsa Israel

selatan, Yerusalem menjadi kota suci sekaligus pusat peribadahan kepada Tuhan,

sedangkan bangsa Israel Utara, pusat penyembahan berada di Bethel dan kota Dan

yang didirikan oleh Yerobeam I.43 Pada awalnya Yerobeam memilih Sikhem

sebagai pusat pemerintahan Israel Utara (1 Raj. 12:25a). Akan tetapi ketika Firaun

Sisak menyerang Palestina di tahun 918 s.M. kota ini diserang, sehingga

Yerobeam terpaksa mengungsikan pemerintahannya ke kota Pnuel di seberang

timur sungai Yordan (1 Raj. 12:25a). Setelah beberapa waktu di sana ia

mengungsikan lagi ke Tirza (1 Raj. 14:17). Sejak saat itu Tirza menjadi ibukota

kemaharajaan Israel sampai akhirnya raja Omri membangun kota Samaria sebagai

ibukota kerajaan Israel (1 Raj. 16:24, 29).44

Keinginan Asyur untuk segera menguasai kerajaan Israel Utara dan Israel

Selatan tidak dapat berlangsung segera akibat permusuhan dengan bangsa-bangsa

tetangga mereka. Oleh karena itu, untuk sekitar setengah abad lamanya kedua

kerajaan ini bebas dari campur tangan bangsa bangsa-bangsa di sekitar mereka.

Situasi ini dimanfaatkan untuk merebut kembali kendali kekuasaan yang pernah

dipegang Salomo atas bangsa-bangsa kecil di sekitar Palestina. Raja Yoas, ayah

raja Yerobeam II berhasil berhasil merebut kembali daerah di sekitar utara

kerajaan Israel, yang pernah direbut oleh Siria dari kerajaan Israel pada masa

pemerintahan ayahnya (2 Raj. 13:25). Raja Yerobeam II, putra Yoas, berhasil

merebut kembali kendali kekuasaan atas daerah-daerah di sebelah timur sungai

Yordan sampai wilayah terutama kerajaan Hamat, termasuk juga kota Damsyik.45
43
Bernard Thorogood, Op,Cit., 1
44
David F. Hinson, Sejarah Israel Pada Zaman Alkitab, (Jakarta: BPK-GM, 2000), 142
45
Ibid., 162

55
Amos bekerja selama masa Yerobeam II (786-746 s.M) memerintah di

Israel Utara dan Uzia (784-746 s.M) memerintah di Israel Selatan. Melalui

informasi 2 Raj. 14:23-29 mengenai masa pemerintahan Yerobeam II, dapat

diperkirakan bahwa Amos melayani antara tahun 760-750 s.M. Pada masa ini,

kerajaan Israel dan Yehuda dapat memperluas wilayah kerajaan serta melakukan

pengendalian jalur perdagangan yang menghasilkan pendapatan yang cukup

banyak. Ini adalah puncak kejayaan ekonomi dan politik. Amos dan Hosea

memberi suatu evalusasi berbeda menyangkut situasi dan menubuatkan suatu

bencana yang akan menimpa bangsa itu. Setelah kematian Yerobeam II, Israel

jatuh ke dalam kekacauan politik. Putra Yerobeam II, Zakharia dibunuh setelah

memerintah hanya selama enam bulan. Pembunuhnya, Salum menggantikannya

selama satu bulan sebelum dibunuh oleh Menahem.46

Ketika Amos bernubuat di Betel, maka datanglah iman Amazia (yaitu

pegawai Raja Yerobeam) dan mengusir dia dari sana:

“Pergilah, pelihat, enyalah ke tanah Yehuda! Carilah makananmu


di sana, sebab inilah tempat kudus raja, inilah bait suci kerajaan”
(Am. 7:12).

Jelaslah bahwa raja itu (ataupun imamnya) tidak mau diganggu oleh firman

TUHAN. Amos tidak dilarang bernubuat, akan tetapi hendaklah ia bernubuat

demikian di tanah airnya, sebab “tempat kesucian” raja Yerobeam dibangun dan

dipelihara sesuai denga politiknya (seleranya). 47 Tentunya perkataan seorang nabi

46
Lloyd Ogilvie, Hosea, Joel, Amos, Obadiah, Jonah, dalam Lloyd Ogilvie (General Editor),
Mastering the Old Testament, (Dallas-London-Vancouver-Melbourne: Word Publishing,
1990), 262
47
H. Rothlisberger, Firman-Ku Seperti Api, (Jakarta: BPK-GM, 1990), 41

56
menjadi sangat kerasa dan terlalu menyinggung hati dan tidak sesuai dengan

selera pemerintahan Yerobeam.

Uzia (atau Azarya), raja yang semasa dengan Yerobeam, yang memerintah

kerajaan Yehuda di selatan, juga seorang raja yang makmur dan giat, yang

memerintah 52 tahun lamanya. Dalam banyak hal pemerintahannya mengimbangi

pemerintahan Yerobeam. Ia membentuk bala tentara, membangun perbentengan,

membuat jalan-jalan perdagangan, dan mengadakan persekutuan politik yang

berkuasa.48

4.2.2 Sosial-Ekonomi

Bangsa Israel, sebagaimana yang diperlihatkan Amos mengalami

kemashuran sekaligus terjadi kejutan kontras yang sangat ekstrim antara

kemiskinan dan kekayaan. Petani kecil, sepenuhnya berada dalam penguasaan

lintah darat, sebuah bencana – musim kering dan gagal panen (Amos 4:6-9)

menyebabkan mereka diusir. Bahkan, lebih dari itu dalam usaha memperbesar

kekayaan, tidak jarang terjadi pemalsuan timbangan dan ukuran serta undang-

undang. Bangkitnya sistem pemerintahan dalam bentuk kerajaan telah membentuk

suatu struktur masyarakat komersil. Hal tersebut menciptakan suatu kelas yang

diistimewakan sekaligus kelas yang terpinggirkan yang pada akhirnya

memperlemah bahkan menghilangkan sifat kesetiakawanan di antara suku. 49

Kalangan saudagar memperoleh banyak uang dan merebut tanah, sehingga

sebagian besar tanah itu berada dalam tangan beberapa orang saja. Hakim-hakim
48
Frank M. Boyd, Kitab-Kitab Nabi Kecil, (Malang: Gandum Mas, 2001), 40
49
John Bright, A History of Israel, (Philadelphia: The Westminster Press, 1981), 260

57
tidak jujur; pemerintah rusak. Riba, pemerasan, huru-hara, dan kebencian antar

golongan nyata pada segala pihak. Di samping itu segala sesuatu ini terdapat

optimisme yang dangkal, yang rupanya sama sekali terlupa akan hal-hal yang

menyedihkan sudah di ambang pintu.50

Bertentangan dengan paham kesetiaan yang diperoleh melalui syarat

perjanjian, kondisi di bawah pengaruh kerajaan telah membawa perbedaan yang

sangat ekstrim antara kekayaan dan kemiskinan. Sistem feodal telah berpengaruh

dengan kuat dalam masyarakat Israel. Amos mengkritik gangguan sosial yang

terjadi dalam struktur sosial dan ketidakadilan tersebut.51 Pada jalan yang

ditempuh orang-orang untuk mencapai kesenangan dan kekayaan, mereka tidak

peduli kepada orang lain yang diinjak-injak dan ditudungi debu. Orang miskin

biarpun berutang sepasang sepatu saja, dijual sebagai hamba.52 Pada dasarnya

pemerintahan Yerobeam II di Utara dan Uzia di selatan telah meningkatkan taraf

kehidupan sebagian orang sampai kemakmuran ekonomis dan politis.

Kemakmuran itulah yang menyebabkan perubahan yang secara mendalam dalam

struktur masyarakat dan mengancam kehidupan orang lemah. Pada akhirnya kita

harus bertanya, tidak adakah hakim yang adil yang dapat melindungi orang miskin

tersebut dari perlakukan sewenang-wenang oleh orang-orang yang berkuasa dan

kaya? “Mereka benci kepada yang memberi teguran di depan pintu gerbang, dan

mereka keji kepada yang berkata dengan tulus ikhlas (5:10).53

50
Frank M. Boyd, Op.Cit., 40
51
Lloyd Ogilvie, Hosea, Joel, Amos, Obadiah, Jonah, dalam Lloyd Ogilvie (General Editor),
Op.Cit., 262
52
H. Rothlisberger, Op.Cit., 30
53
Ibid., 30-31

58
4.2.3 Agama

Sinkritis mewarnai masa pelayanan Amos. Pemujaan Baal yakni dewa

Kanaan telah melemahkan pemujaan Yahweh, Allah Israel. Baal, berarti “raja"

atau "suami", menjadi nama yang biasanya diberikan kepada dewa angin topan

Kanaan ialah Hadad. Ia adalah sering diwakili sebagai banteng, lambang

kesuburan. Gambaran banteng yang dibangun oleh Jeroboam I pada Dan dan

Bethel (1 Raj. 12:28-33) tidak diragukan menyajikan kesempatan yang lain untuk

terjadinya asimilasi pemujaan Yahweh kepada pemujaan Baal.54 Para imam yang

seharusnya menegur kesalahan-kesalahan yang dilakukan masyarakat tidak

bekerja sedemikian rupa. Para penyembah berhala masih leluasa melakukan

kegiatannya. Bahkan, mereka merasa berkat yang diperoleh adalah wujud ibadah

yang benar yang telah mereka lakukan.55 Bakti agama mengalami pemunduran

pada masa ini. Kualitas dari pengabdian menjadi sebuah pertanyaan. Pemujaan

terhadap tindakan YHWH dirayakan, tetapi ini sering hanya menjadi sebagai

suatu tanda dukungan terhadap status quo mereka. Perjanjian dipahami ketika

suatu ritual dengan sepenuhnya dipenuhi.56

Amos secara khusus mengkritik kehidupan yang dangkal dan mewah yang

berlangsung di Israel Utara. Ketidakadilan begitu merajalela (Am. 2:6 dst.; 4:1

dst.), sehingga membatalkan segala khasiat (pahala) yang terletak dalam kultus

pengorbanan yang begitu mewah. Melihat pola kehidupan di Israel Utara yang

begitu bertentangan dengan status Israel sebagai Umat Yahweh, Amos menjadi

54
Lloyd Ogilvie, Hosea, Joel, Amos, Obadiah, Jonah, dalam Lloyd Ogilvie (General Editor),
Op.Cit., 263
55
John Bright, Op.Cit., 261
56
Lloyd Ogilvie, Hosea, Joel, Amos, Obadiah, Jonah dalam Lloyd Ogilvie (General Editor),
Op.Cit., 263

59
yakin bahwa penghancuran Israel sudah dekat (Am. 3-6). Konkritnya, ia melihat

bahwa Israel akan dibuang “jauh ke seberang Damsyik”.57

Kemewahan ini muncul pula dalam ibadat-ibadat mereka di Betel dan

Gilgal (Amos 4:4-5; 5:21-23). Yang mereka ungkapkan dalam ibadat ini adalah

‘rasa syukur’ mereka pada Tuhan yang - dalam anggapan mereka - melimpahi

mereka dengan kesejahteraan. Ibadat memberi mereka rasa tenteram (yang palsu)

bahwa Tuhan ada di pihak mereka dan menjamin masa depan mereka, entah apa

saja yang mereka lakukan. Di mata Amos, ibadat-ibadat yang mereka lakukan ini

kehilangan makna karena terlepas dari praktek hidup sehari-hari. Tidak pernah

ibadat kepada Tuhan bisa menggantikan tingkah laku moral. Sikap keagamaan

sementara orang yang merasa aman dan tenang dengan melakukan ibadat-ibadat

seperti ini, menjadi sasaran kecaman Amos. Ada hal baru yang kiranya

diwartakan Amos: moralitas tidak hanya merupakan hal penting dalam

menentukan masa depan bangsanya, melainkan justru menjadi hal yang utama.

Sementara nabi-nabi lain pada umumnya mewartakan bahwa ibadat kepada

dewalah yang menghantarkan Israel kepada kehancuran, Amos justru menegaskan

soal tingkah laku moral ini sebagai faktor penentu masa depan Israel. Amos tidak

pernah samasekali bicara tentang ibadat kepada dewa ini, kecuali dalam dua ayat

yang konteksnya khusus (Amos 5:26; 8:14).58

Imam-imam hanya imam secara jabatan, kesusilaannya rusak dan mereka

mendukung segala kecurangan, kelalaian susila dan takhyul yang merajalela di

57
Th. C. Vriezen, Agama Israel Kuno, (Jakarta: BPK-GM, 2003), 232
58
Yohanes Subagya, Evangelisasi Baru Dalam Masyarakat Dengan Semangat Nabi Amos,
(Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 1996). http://pkks.blogspot.com/2001/09/mksn-1996-
amos.html

60
negeri itu. Orang benar dibenci dan ditentang. Kebutaan rohani mutlak menjadi

ciri masa ini yang pada lahirnya makmur dan beragama. Sedang orang kaya

bermalas-malasan di atas tempat pembaringan mereka dalam kemabukan dan

kelahapannya, tangisan dan keluhan orang dusun yang menderita itu naik tanpa

diperhatikan. Tetapi pembalasan sedang mendekat.59

4.3 Tafsiran

Ayat 11

Nas ini berbicara mengenai sesuatu petaka yang akan dialami oleh bangsa

Israel. Malapetaka yang dimaksudkan ialah ancaman kelaparan dan kehausan,

namun yang dimaksudkan di sini bukanlah sesuatu yang menyangkut kebutuhan

jasmani tetapi kebutuhan rohani, yakni firman TUHAN. Setelah berbagai

malapetaka ‘biasa’ sebagai kelaparan (bnd. pasal 4) dinubuatkan, kini nabi

berbicara sesuatu yang lebih dahsyat.60 Barangkali ketika para pendengar baris

pertama dari ayat ini, akan teringat akan apa yang telah disebutkan dalam pasal 4.

Namun sebuah penegasan dengan tiba-tiba muncul pada akhir ayat 11.61 Dengan

melihat pasal 4, dapat diduga bahwa Israel sesungguhnya telah mengalami suatu

masa kesulitan. Kesulitan yang dimaksud adalah kesulitan untuk memenuhi

kebutuhan jasmani. Rasa lapar, haus, penyakit, hama pada tanaman serta berbagai

persoalan lain yang disebutkan dalam Am. 4:6-11b tidak menjadikan mereka

sadar akan perbuatannya. Rasa lapar dan haus adalah dua sifat dasar manusia yang

59
Frank M. Boyd, Op.Cit., 42
60
B.J. Boland, Op.Cit., (Jakarta: BPK-GM, 2008), 103
61
“bukan kelaparan akan makanan dan bukan kehausan akan air, melainkan akan mendengarkan
firman TUHAN.”

61
harus mendapat pemenuhan. keberlangsungan hidup ditentukan oleh makanan dan

minuman.

Ayat ini sungguh-sungguh mewakili perwujudan terbesar dari

penghakiman TUHAN kepada Israel yang tidak menyesal akan perbuatannya.

Perbuatan yang dimaksud adalah tidak mendengar ketika TUHAN berbicara.

Setelah untuk beberapa waktu mereka tidak ingin mendengar TUHAN, kini Dia

akan membangkitkan keinginan mereka. Hal ini sesungguhnya merupakan suatu

yang tragis bagi yang percaya “bahwa manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi

manusia hidup dari segala yang diucapkan TUHAN.” (Ul. 8:3; bnd. Mat. 4:4)

Berabad-abad lamanya, Tuhan memberi makan umat-Nya dengan makanan dari

bimbingan-Nya. Ia mencukupi rasa lapar jasmani dan rasa lapar rohani mereka

dengan kehadiran-Nya dan kuasa-Nya. Namun pada pertengahan abad ke-8 s.M.

mereka bertujuan untuk hidup dari roti sendiri, di mana cara yang dilakukan

adalah jahat. Penghakiman Tuhan bahwa mereka akan mengetahui yang terburuk

dari semua - ketika tidak mampu dengar kata-kata-Nya ketika Ia berbicara.62

Am. 8:11 ini sangat berhubungan dengan UL. 8:3 dan Mat. 4:4. Jelas

bahwa yang dimaksudkan dengan “yang diucapkan TUHAN” dalam ayat ini

bukanlah Alkitab melainkan Firman Tuhan yang berkuasa, yang pernah

menciptakan dunia, dan yang dapat pula memelihara kesehatan manusia dengan

cara apapun, entah dengan roti atau melalui cara yang ajaib.63 Mengapa mereka

kelaparan? Apakah karena kebodohan, kemalasan dan keacuh-takacuhan mereka

sendiri? Apakah kelaparan itu karena adanya sekelompok kecil orang yang
62
Lloyd Ogilvie, Hosea, Joel, Amos, Obadiah, Jonah, dalam Lloyd Ogilvie (General Editor),
Op.Cit., 347
63
J.J. de Heer, Injil Matius, (Jakarta: BPK-GM, 2003), 52

62
memiliki terlalu banyak dan sekelompok besar orang yang memiliki terlalu

sedikit? Jalan yang realistis dan baik untuk menyembuhkan kelaparan adalah

dengan menyingkirkan sebab-sebab kelaparan itu. Dan sebab-sebab itu

sebenarnya ada di dalam jiwa manusia. Dan di atas semuanya itu harus kita catat,

adanya kelaparan rohani manusia yang tidak dapat dikenyakan dengan harta

benda. Itulah sebabnya maka Yesus menjawab si pencoba dengan memakai kata-

kata yang mengandung ajaran pokok, yaitu kata-kata yang pernah diucapkan oleh

Allah kepada umatNya di padang gurun Sinai (Ul.8:3). Satu-satunya jalan yang

melatih manusia untuk sepenuhnya bergantung kepada Allah saja.64

Kelaparan adalah satu bencana yang digunakan oleh TUHAN terhadap

Israel sebagai perwujudan dari kemarahan-Nya. Ini merupakan hukuman yang

digunakan oleh TUHAN atas ketidaksetiaan bangsa itu.65 Israel berpikir bahwa

tidak diragukan lagi bahwa firman TUHAN selalu tersedia bagi mereka. Tetapi

mereka sedang meletakkan kepercayaannya pada para imam dan tempat suci,

hukum serta tradisi sebagai ganti TUHAN mereka sendiri. Amos melihat bahwa

mereka akan segera tahu bahwa TUHAN tidak berkata melalui hal-hal ini. Mereka

akan pergi dari tempat pemujaan mereka, tetapi tidak akan menemukan firman

TUHAN di mana pun (bnd. Ayat 12). 66

Ibadah yang dilakukan tidak akan pernah cukup untuk memenuhi rasa

lapar dan haus mereka. Sesungguhnya tidak ada yang salah dengan ibadah itu.

Persoalannya terletak pada bahwa ibadah itu tidak menghasilkan apa-apa bagi

64
William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Injil Matius Pasal 1-10, (Jakarta: BPK-
GM, 2003), 112
65
James L. Mays, Op.Cit., 148
66
Bernard Thorogood, Op.Cit., 97-98

63
kehidupan mereka. Ibadah itu tidak menjadikan mereka peduli terhadap sesama

manusia. Tidak tercipta kepedulian sosial terhadap sesama menjadikan ibadah

mereka kosong. Amos dengan tegas menyebutkan hal itu pada Am. 5:21-24.

Ibadah hanya sebatas formalitas dari ketekunan rohani yang palsu. Ibadah bagai

sebuah tindakan otomatis yang seakan-akan menunjukkan ketaatan mereka. Amos

berpegang pada sifat-sifat TUHAN yang semestinya sudah harus diketahui oleh

semua orang dan tertulis di dalam Taurat: Ia adalah Allah yang adil dan benar dan

menghendaki manusia untuk berlaku adil dan benar dalam pergaulan dan dengan

sesama manusia.

Dalam pasal 4 sesungguhnya telah terjadi sebuah penghukuman yang berat

bagi bangsa itu, namun penderitaan secara jasmani belum cukup untuk

menyadarkan mereka akan perbuatannya. Oleh sebab itu hukuman terberat dari

Allah sedang menuju mereka. Sekalipun ada keinginan dari orang-orang itu untuk

mendengar firman TUHAN, hal tidak akan diperoleh (bnd. Ay. 12). Hal itu

mengiatkan kita pada apa yang terjadi dalam pasal 7, di mana Amos sebagai nabi

yang berasal dari Allah diusir. Inilah salah satu bentuk bagaimana firman itu tidak

mungkin didengar. Alasannya adalah sebab nabi yang berasal dari Allah telah

diusir. Pertentangan yang terjadi antara Amos dan Amazia di dalam Am. 7:12

“Lalu berkatalah Amazia kepada Amos: "Pelihat, pergilah, enyahlah ke tanah

Yehuda! Carilah makananmu di sana dan bernubuatlah di sana!” dapat menjadi

indikasi mengapa firman itu tidak mungkin didengarkan lagi. Imam yang bekerja

untuk memuaskan perutnya harus mengucapkan ‘kata-kata manis’. Sementara

Amos dengan begitu radikalnya mengatakan segala kejahatan mereka. Tentu saja

64
Amazia harus bertindak sebab ia merasa tersaingi, sebab sumber pendapatan/mata

pencariannya sedang terancam. Itu sebabnya ia berkata ‘Carilah makananmu di

sana dan bernubuatlah di sana’. Sebuah pembelaan dari Amos segera menyusul:

"Aku ini bukan nabi dan aku ini tidak termasuk golongan nabi,
melainkan aku ini seorang peternak dan pemungut buah ara hutan.
Tetapi TUHAN mengambil aku dari pekerjaan menggiring kambing
domba, dan TUHAN berfirman kepadaku: Pergilah, bernubuatlah
terhadap umat-Ku Israel. (Am.7:14-15).

Sebuah perlawanan yang sengaja dilakukan untuk pembuktian bahwa ia berkata

agar mendapat makanan/kebutuhan hidup, tetapi untuk menyatakan kebenaran.

Hal yang terjadi di sini sebenarnya adalah pemutarbalikan fakta. Amazia

menyebutkan bahwa Amos sedang melakukan usaha mencari kebutuhan untuk

perutnya, padahal dia sendirilah yang sedang melakukan hal itu. Itu merupakan

hal yang sangat umum terjadi. Ketika seseorang yang sedang memberitahukan hal

yang benar, justru disudutkan oleh orang-orang yang melakukan pelanggaran dan

sedang tersudut. Secara sepintas pokok ini sangat sederhana, namun

sesungguhnya memiliki makna yang cukup penting. Sebab yang terjadi adalah

orang yang benar seolah-olah salah dan orang yang salah seolah-olah benar.

Bahkan jika dilihat dalam kehidupan masa kini, orang-orang yang hendak

menyatakan kebenaran sering dituding bahwa dia sedang membutuhkan ’sesuatu’

bagi hidupnya. Bagi Amazia mengatur peribadahan dan kenabian adalah sama

dengan mencari makan! Teologi yang mendukung status-quo biasanya

berkembang ketika para pejabat untuk urusan agama dan kerohanian mulai

melihat bidang yang menjadi tanggung jawab mereka sebagai urusan mencari

65
makan. Kalau bidang ibadah dan agama adalah masalah mencari makan, maka

dapat dibayangkan bagaiman aorang berusha agar situasi tetap aman dan stabil.67

Ayat 12

Dalam ayat ini dilanjutkan “mereka akan mengembara dari laut ke laut”.

Hal itu secara harafiah berarti dari Laut Mati sampai ke Laut Tengah, tetapi

barangkali ungkapan itu hampir sama artinya dengan “dari ujung bumi yang satu

ke ujung bumi yang lain” (bnd. Mzm. 72:8: sebab dunia dianggap dikelilingi oleh

laut).68 Mereka mengabaikan firman Tuhan di dalam keamanan dan kemakmuran,

tetapi ketika mereka menderita di bawah kegusaran Tuhan, mereka akan kembali,

bahwa apa yang mereka tolak sebagai satu-satunya sumber hidup. Mereka akan

mencarinya hal yang kecil dengan keputusasaan. Pengetahuan mereka terhadap

TUHAN menjadi kesedihan yang mendalam sebab ketidakhadiran pertolongan

ketika mereka mencarinya.69 Kesadaran bahwa TUHAN tidak dapat ditemui/dicari

di tanah/tempat yang dahulu menjadi tempat pertemuan denganNya – baik oleh

para bapa leluhur dan para nabi – menjadi sebuah kenyataan yang menyakitkan.

Wolf sebagaimana yang dikutip Lloyd Ogilvie mengatakan bahwa: “dari

laut ke laut” bukan memaksudkan dari Laut Mati sampai ke Laut Tengah, tetapi

dimaksudkan untuk mengangkat batasan paling ujung dari bumi (Mzm. 72:8: Zak.

9:10). Lebih lanjut jika nas ini hendak memberi batasan terhadap daerah Palestina,

orang tidak mengharapkan “dari utara ke timur” sebagai sebuah yang paralel.

67
Eka Darmaputera, Carilah TUHAN, Maka Kamu Akan Hidup, dalam Emmanuel Gerrit Singgih,
Amos dan Krisis Fundamental Indonesia, (Yogyakarta: UKDW, 2000), 7
68
B.J. Boland, Op.Cit., 104
69
James L. Mays, Op.Cit., 149

66
Dalam konteks ini harus dipahami bahwa yang dimaksudkan adalah daerah yang

menjadi tempat penyebaran umat TUHAN. Kombinasi yang ganjil dari utara dan

timur lebih mudah dipahami dengan cara ini.70 Sebuah pertimbangan lain terhadap

pengembaraan ini dapat disebutkan bahwa hal itu merupakan suatu kiasan yang

menyebutkan bahwa mereka akan menjelajah ke sana ke mari tanpa menemukan

dengan pasti apa yang mereka cari. Atau bahkan dapat disebutkan bahwa

penjelajahan itu sesungguhnya adalah dari satu ‘tempat suci’ ke ‘tempat suci’

lainnya dengan harapan mendapat petunjuk. Jadi dalam ayat ini Amos memang

memberitahukan malapetaka yang paling besar kepada Israel. Sebab ia tahu

“bahwa manusia hidup bukan hanya dari roti saja, tetapi bahwa manusia hidup

dari segala apa yang ke luar dari mulut TUHAN” (Ul. 8:3; bnd. Mat. 4:4). Dalam

konteks yang demikian pengusiran Amos sebagaimana yang disebutkan dalam

pasal 7 adalah perbuatan yang begitu dahsyat, sebab pengusiran pemberita firman

TUHAN adalah sama dengan penolakan TUHAN sendiri. Dengan demikian

manusia mendatangkan kepada dirinya sendiri hukuman seperti yang

dimaksudkan dalam ayat-ayat Amos ini. Sebab hidup tanpa firman TUHAN

adalah hidup tanpa hubungan dengan Allah. Hidup tanpa hubungan itu bukanlah

hidup yang sungguh dan tulen, tetapi sama dengan tinggal dalam dunia maut

(Mzm. 6:6).71

Tidak diperolehnya ‘firman yang berkuasa’ itu merupakan sebuah

penghukuman. Mereka yang sadar bahwa sesungguhnya tidak mampu hidup tanpa

firman itu kini sedang sekarat. ‘Lapar dan Haus akan firman TUHAN’ kini
70
Lloyd Ogilvie, Hosea, Joel, Amos, Obadiah, Jonah, dalam Lloyd Ogilvie (General Editor),
Op.Cit., 348
71
B.J. Boland, Op.Cit., 104

67
bagaikan lapar dan haus akan makanan dan minuman. Itu berarti harus segera

mendapat pemenuhan agar tetap hidup. Rasa sakit oleh karena lapar dan haus

yang dialami seseorang tentunya menjadikan orang itu akan melakukan apa saja

untuk memenuhi rasa lapar dan hausnya itu. Jika kebutuhannya itu tidak

terpenuhi, maka dia akan mati. Demikian juga orang yang sedang lapar dan haus

akan firman TUHAN. Mereka berusaha melakukan apa saja, asal kebutuhan

mereka akan firman itu terpenuhi. Tetapi semua usaha mereka sia-sia, sebab

ketika mereka mendapatkan firman itu, mereka mengabaikannya.

Sesungguhnya bukanlah sesuatu yang tidak mungkin bagi mereka untuk

segera melakukan perjalanan keliling dunia sekalipun asalkan mereka menemukan

apa yang mereka cari. Namun hal itu sudah terlambat, penghukuman sedang

menuju mereka. Sesungguhnya firman yang mereka cari bukan sedang

meninggalkan mereka, atau dalam perkataan lain bahwa Allah tidak mau

memperdengarkan firman-Nya. Namun persoalannya ialah bahwa bangsa itu telah

mencari di tempat yang salah sebab firman itu dekat dengan mereka (bnd. Ul. 30:

11-14). Penghakiman Tuhan memandang pencarian yang sia-sia, suatu

penyelidikan tanpa tujuan. Menderita kelaparan setelah firman Tuhan memaksa

mereka untuk menjelajahi/mencari firman itu dengan sia-sia – itu adalah akhir dari

bangsa Israel sebagai umat TUHAN.72

Ketidakmampuan menemukan firman itu sesungguhnya terjadi ketika

mereka menolak firman itu sendiri. Tidak mendengarkan firman menjadi salah

satu penyebab. Penyebab lain ialah karena mereka juga telah menolak pemberita

firman itu. Dengan penolakan terhadap pemberita firman itu berarti mereka juga
72
Hans Walter Wolff, Op.Cit., 331

68
menolak sang Pemberi firman. Tidak menemukan firman merupakan sebuah

kiasan yang dapat diartikan bahwa mereka tidak melakukan seperti yang

difirmankan, diperintahkan bahkan tidak sesuai dengan perjanjian yang telah

ditetapkan TUHAN kepada mereka ketika mereka dituntun keluar dari Mesir.

Jadi, persoalan sebenarnya bukan mencari di sana atau di sini, atau bukan

persoalan tempat, tetapi justru persoalan tindak lanjut atau pelaksanaan dari

firman itu. Ketidakadilan dan pembengkokan terhadap kebenaran adalah dua hal

yang menjadikan mereka tidak mampu menemukan firman itu. Sebab, firman itu

sendiri adalah kebenaran dan keadilan. Bagaimana mungkin mereka bertemu

dengan keadilan dan kebenaran ketika mereka tidak melakukannya.

4.4 Skopus

1. Firman TUHAN merupakan sumber kehidupan. Keberlangsungan hidup

manusia secara baik hanya ditentukan oleh sejauh apa pelaksanaan firman

itu pada kehidupannya.

2. TUHAN adalah Allah yang berdaulat. Ia berdaulat atas seluruh ciptaanNya

dan dapat menggunakan alam untuk menyatakan kehendakNya atas

manusia.

3. TUHAN adalah Allah yang mengetahui kebutuhan hidup manusia dan

memenuhinya.

69
BAB V

REFLEKSI TEOLOGI

70
5.1 TUHAN Berdaulat Atas FirmanNya

Dengan paling jelas, Amos memandang TUHAN sebagai Allah yang

berdaulat atas seluruh bumi. Ia bukan hanya sang pelepas Israel dari Mesir dan

dari orang Amori (2:9-10), Ia juga telah mengadakan tambahan peristiwa keluaran

(9:7): orang Filistin dan orang Kaftor, orang Aram dan orang Kir; orang-orang ini

bersama dengan orang Etiopia secara khusus disukai oleh YHWH. Karena itu,

semua bangsa harus memenuhi standar keadilan Allah. Setiap bangsa yang gagal

memenuhi standar itu dihukum, bukan oleh dewa-dewa mereka sendiri, melainkan

oleh satu-satunya Allah, YHWH. Segala bangsa sebaiknya belajar secepat

mungkin bahwa norma yang ditetapkan oleh karakter dan hukum YHWH

merupakan standar yang dengannya pemerintahan yang adil oleh Allah akan

menghakimi semua bangsa di dunia.73 Tuhan dalam sejarah ini adalah seorang

Penguasa yang berdaulat menurut hukum penciptaan. Dalam tiga nyanyian pujian

Amos memuji kebesaran oknum “yang membentuk gunung-gunung dan

menciptakan angina, yang meberitahukan kepada manusia apa yang

dipikirkanNya” (Am. 4:13; bnd. 5:8-9; 9:5-6). Sungguh, Allah semesta Alam

adalah namaNya. Namun Ia lebih dari sekadar Pencipta. Ia adalah juga pengendali

sejarah dan nasib manusia. tindakanNya mendatangkan kelaparan, kekeringan,

tulah, wabah dan perang bisa mempunyai maksud penebusan kalau saja manusia

mau memperhatikan: karena apabila manusia gagal untuk mendengarkan perintah

para hambaNya, - bukan sebagai retribusi atas dosa-dosa mereka tetapi lebih

73
Walter C. Kaiser, Jr. Teologi Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 2004), 246

71
sebagai alat unutk menangkap perhatian mereka. (Perhatikan rangkaian lima

hukuman). Mereka sudah diperingatkan tentang kemungkinan-kemungkinan

alternatif berupa hukuman atau berkat yang berlipat ganda tergantung pada apa

tanggapan mereka atas peringatan itu, sejauh apa yang terdapat pada kanon seperti

Im. 26 dan Ul. 28.74 Allah bernubuat lebih dari sekadar tindakan dalam sejarah. Ia

berfirman! Dan ketika Ia berfirman, Amos didorong untuk bernubuat (3:8). Ikatan

antara penerimaan atas estimasi, pengertian, penafsiran atau pemberitahuan Allah

itu dengan pemberitahuan para nabi mengenai firman itu dikemukakan dalam

suatu rangkaian pernyataan sebab dan akibat dalam 3:2-8. berulang kali Amos

menekankan posisi Israel yang luar biasa dalam sejarah. Ketika Amos

mengingatkan Israel,“Hanya kamu yang kukenal dari segala kaum di muka bumi“

(3:2), ia tidak menyatakan suatu sikap disukai atau sikap berat sebelah

berdasarkan kebangsaan terhadap Israel; ia hanya mengingatkan mereka mengenai

pilihan Allah. Kata “kenal“ dalam konteks perjanjian ini tidak ada hubungannya

dengan pengenalan atau pengakuan aka perbuatan seseorang; itu berhubungan

dengan anugerah pilihan Allah – suatu pilihan bukan karena layak sebagaimana

Ul. 7:8 telah jelaskan.75

Amos sebagai hamba TUHAN sesungguhnya telah melakukan fungsinya

sebagai “cahaya umat” dan “terang bangsa-bangsa”. Fungsi yang dimaksud adalah

sebagai penyadaran atau tugas pencerahan terutama bagi mereka yang sudah

sumpek dan buntu pikirannya karena tekanan-tekanan sejarah hidup yang berat

74
Ibid., 247
75
Ibid., 248

72
sampai tidak mampu lagi bangkit melawan tekanan hidupnya. Hasil dari

pelaksanaan tugas hamba tersebut, yakni:76

a. Tumbuh kesadaran tentang keadilan TUHAN baik di kalangan

umat TUHAN sendiri maupun bangsa-bangsa lain, bahwa TUHAN adalah

satu-satunya Allah di dunia ini;

b. Kesadaran ini akan membebaskan baik umat TUHAN maupun

bangsa-bangsa lain dari kungkungan perasaan bersalah dalam sejarah, atau

dari pandangan fatalistik yang membuat tidak lagi berusaha untuk

mengubah kehidupannya.

c. Secara fisik mereka mengakui bahwa TUHAN akan

membebaskan mereka dari ‘penjara’ dan ‘rumah tahanan’, yakni dari

segala situasi sosial politik yang menindas mereka.

Keberdaulatan TUHAN atas firmanNya menjadikan manusia harus hidup

menurut hukum yang ditetapkanNya. Hukum harus ditaati dan keadilan harus

ditegakkan dalam masyarakat dan bangsa. Istilah Ibrani: misypat utsedaqah

memiliki makna bahwa tidak boleh ada hukum tanpa keadilan, dan tak boleh ada

keadilan tanpa hukum. Hukum tanpa keadilan adalah alat penindasan dan alat

ketidakadilan. Keadilan tanpa hukum adalah tirani dan kesewenang-wenangan.

Ketika Allah memberikan Hukum Taurat kepada Israel, Ia sekaligus memberikan

hukum bersama keadilan, karena hukum dan keadilan adalah hakikat dari

TorahNya. Hukum yang adil adalah hukum yang mengatur dan memberikan

perlindungan kepada hak-hak manusia di samping kewajiban-kewajiban mereka


76
Marthinus TH. Mawene, Teologi Kemerdekaan, (Jakarta: BPK-GM, 2004), 162-163

73
dalam masyarakat.77 Konteks yang demikianlah yang terdapat dalam kitab Amos.

Ketika keadilan tidak berlaku lagi sebagaimana mestinya, maka TUHAN segera

memberikan peringatan melalui nabi Amos. Pembangkangan terhadap perintah

dan kehendak TUHAN atas keadilan menjadikan mereka harus dihukum. Tidak

selamanya bentuk hukuman yang diberikan kepada Israel dalam bentuk bencana

fisik. Hukuman TUHAN juga dapat berupa tidak diberikanNya firman TUHAN

kepada mereka.

Bentuk penghukuman yang demikian sesungguhnya memiliki dampak

yang amat berat bagi Israel. Tidak diberikannya firman TUHAN dapat berarti

bahwa tidak akan ada nabi yang bernubuat kepada mereka (Am. 3:8), dan para

orang yang berakal budi tidak akan memberikan nasihat (Am. 5:13). Dapat

dibayangkan apa yang akan terjadi pada mereka. Israel tidak akan mengetahui apa

yang akan terjadi di masa depan dan bagaimana perjalanan hidup bangsanya (bnd.

Am. 3:7). Dapat dibayangkan betapa hancurnya kehidupan mereka jika hal

demikian terjadi. Tidak ada penuntun hidup, tidak ada arah tujuan dan jelas dan

tidak ada tempat bertanya. Keadaan ini ibarat orang yang dibiarkan berjalan dalam

kegelapan malam yang pekat tanpa penerang sedikit pun, sehingga mereka tidak

mengetahui bagaimana sebenarnya keadaan jelan yang sedang mereka jalani dan

manakah arah yang sesungguhnya harus mereka tempuh.

Dalam Mzm. 119:105 firman TUHAN itu diibaratkan ‘terang’ atau ‘suluh’

bagi jalan hidup umat Allah: “FirmanMu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi

jalanku”. Dengan demikian jelas umat TUHAN tak dapat berjalan dalam

kegelapan hidup tanpa terang firman TUHAN. Dalam nas Amos (Am. 8:11-12)
77
Ibid., 157-158

74
situasi “tanpa firman TUHAN” diibaratkan sebagai suatu bencana kelaparan dan

kehausan kolosal (menyangkut orang banyak). Ini adalah suatu siksaan yang

berat. Apa artinya peringatan “ketiadaan firman TUHAN” ini bagi kita dan bagi

proses pembebasan dari keadaan-keadaan yang membelenggu kehidupan? Jelas

hal ini akan membuat kita bagaikan orang yang meraba-raba dalam kegelapan.

Bagi proses pembebasan dari berbagai tekanan kehidupan, keadaan “tanpa firman

TUHAN” ini pun merupakan suatu hal yang amat berbahaya. Bentuk, sifat, dan

sasaran usaha-usaha pembebasan itu jelas akan kacau dan kehilangan aspek paling

asasinya, yakni “kesadaran akan etika”. Sebab tanpa Injil Kerajaan Allah atau

tanpa firman TUHAN, suatu karya pembebasan adalah suatu kekerasan dan

kekejaman, bukan “kabar baik” lagi.78 Ketika TUHAN menciptakan alam

semesta, Ia melihat bahwa semuanya itu baik (bnd. Kej. 1:10, 12, 18, 25).

Semuanya baik berarti semua yang diciptakan telah mendukung untuk

keberlangsungan kehidupan di bumi. TUHAN telah menyediakan segala sesuatu

yang dapat dimakan dan diminum. Melaluinya dapat dilihat bahwa ketika

TUHAN menciptakan alam semesta kebutuhan hidup juga telah dipenuhiNya.

Salah satu cerita lain di mana TUHAN memenuhi kebutuhan hidup adalah

ketika bangsa itu dalam perjalanan menuju tanah Kanaan. Kel. 16:1-36 dengan

jelas menyebutkan bagaimana TUHAN memenuhi kebutuhan hidup bangsa Israel.

TUHAN memberikan makanan dan minuman yang mereka butuhkan selama

dalam perjalanan menuju tanah Kanaan. Bahkan tidak itu saja, bangsa itu juga

dipelihara oleh TUHAN melalui pakaian serta kasut yang tak menjadi buruk

(Ul.2:7; 29:5) dan kaki pun tidak menjadi bengkak (Ul. 8:4; Neh. 9:21).
78
Ibid., 183-185

75
Kesemuanya itu menunjukkan betapa besarnya pemeliharaan TUHAN atas

manusia secara umum dan bangsa Israel khususnya. Terdapat banyak kesaksian

lain yang menyebutkan bagaimana TUHAN memenuhi kebutuhan hidup. Itu

membuktikan bahwa kedaulatan TUHAN atas firmanNya juga bekerja melalui

pemenuhan hidup.

5.2 Ibadah sebagai wujud nyata pembebasan

Pemahaman akan ibadah dalam kepercayaan Israel sesungguhnya berakar

dalam tradisi keluaran. C. Barth merumuskan beberapa pemikiran terhadap

peristiwa keluaran itu, yakni:79

a. Allah membawa umatNya keluar dari tanah Mesir. Ia bertindak

sedemikian rupa, hingga umat itu sempat ‘keluar’, pergi meninggalkan

tanah itu dengan berjalan di atas kakinya sendiri. “Keluar dari Mesir” tidak

hanya berarti “meninggalkan tanah Mesir”, lalu pindah ke negeri lain.

Allah tidak hanya memindahkan umatNya dari negeri yang satu ke negeri

yang lain, tetapi sambil berbuat demikian, dipindahkanNya mereka dari

keadaan perbudakan ke keadaan kemerdekaan.

b. “Menjadi hamba TUHAN adalah berarti menjadi merdeka

dengan sesungguhnya”. Siapakah gerangan ‘umat TUHAN’ umat

milikNya itu? Orang-orang Israel telah dibebaskan, sebab merekalah

“umat TUHAN” keturunan Yakub dan keturunan segala bapa leluhur yang

79
C. Barth, Op.Cit., 133-142

76
lainnya yang dahulu menerima segala janji Allah: demikianlah kesaksian

dari sebagian orang. Orang-orang Israel telah menjadi “umat TUHAN”,

sebab mereka itulah umat yang dibebaskan Allah dari Mesir, tempat

perbudakan itu, demikianlah kesaksian sebagina orang lagi. Kedua

golongan suara itu bersatu menjadi satu keyakinan bahwa perbuatan Allah

di tanah Mesir itu yang membaut kemulian orang-orang Israel sebagai

“umat TUHAN”.

c. Orang-orang Israel telah menjadi “umat TUHAN” pada waktu

Allah membebaskan mereka dari perbudakan; berkat tindakan yang

berkuasa dari Allah, mereka sudah menjadi suatu umat yang merdeka,

suatu persekutuan yang terdiri dari orang-orang yang merdekat. Tindakan

yang berkuasa dari Allah itu membebaskan Israel dari takut, sehingga

takut terhadap manusia ini diganti dengan “percaya” dan “takut kepada

TUHAN”. Peristiwa itu akan menjadi pangkal kemerdekaan Israel,

sekalipun di tengah-tengah kesulitan-kesulitan dan perbudakan-

perbudakan yang sewaktu-waktu akan menekan mereka.

Rentetan panjang cerita mengenai peristiwa keluaran tersebut di satu pihak

dan lanjutan sejarah bangsa Israel di pihak lain sesungguhnya berakar dalam Kel.

3:18; 4:23; 5:3,8,17, 22, 25. Dalam nas-nas tersebut, terdapat beberapa pokok

yang ditekankan terhadap proses keluaran, yakni: keluar dari tanah Mesir untuk:

1. Mempersembahkan kurban kepada TUHAN, Allah Israel.

2. Beribadah kepada TUHAN.

77
Melalui uraian tersebut terlihat bahwa keluar dari Mesir berarti beribadah kepada

TUHAN sekaligus menjadi umat TUHAN. Tentunya kegiatan

mengambi/beribadah/melayani TUHAN ternyata tidak mungkin bagi umat yang

sedang meringkuk dalam ‘rumah perbudakan’, oleh sebab itu mereka harus

dibebaskan. Gambaran tersebut memberikan penilaian bahwa ibadah sudah tentu

tidak dapat dilakukan di dalam keterkungkungan/penindasan serta kesemelaratan.

Ibadah adalah wujud nyata pembebasan. Sambutan atas pembebasan yang

diberikan kepada bangsa itu adalah dengan beribadah. Maka dalam hal itu

pembebasan adalah selalu merupakan ucapan syukur/puji-pujian.

Pembebasan yang terjadi dalam masa keluaran adalah pembebasan

seutuhnya. Mereka dengan nyata telah dicabut dari akar ketertindasannya.

Eksistensi mereka sebagai suatu bangsa telah dinyatakan dan sebutan baru telah

diberikan sebagai ‘umat TUHAN’. Peristiwa tersebut menjadikan mereka sama di

hadapan TUHAN yakni sama-sama umat yang telah ditebus, dimerdekakan.

Mereka tidak hanya terbebas dari struktur politis yang mengikat tetapi juga dalam

sistem ekonomi, kepercayaan, budaya serta pemerintahan. Setiap orang mendapat

tempat yang sama di hadapan TUHAN. Dalam kerangka yang demikian, ibadah

selalu menjadi sebagai ucapan syukur dan sekali lagi ibadah merupakan wujud

nyata pembebasan.

Namun hal demikian tidak terjadi lagi ketika Yerobeam II memerintah di

Israel. Ibadah bukan lagi sebagai ‘ledakan’ atas pembebasan. Mereka telah

melupakan sejarah masa lampau, ketika mereka menjadi budak dan dibebaskan

oleh TUHAN. Perjanjian antara TUHAN dan mereka dipahami hanya sebatas

78
ibadah formal saja. Ibadah banyak dipersoalkan hanya sebatas masalah tempat

peribadahan, model persembahan dan doktrin-doktrin keagamaan yang

kesemuanya justru tidak mempengaruhi hidup bermasyarakat mereka.

TUHAN, Allah orang Israel, berdaulat tinggi di atas bumi. Ia tidak

kekurangan apa-apa, tempat kediaman di bumi pun tidak, tetapi Ia berdiam

bersama umatNya di bumi, bahkan di dalam rumah-rumah yang mereka dirikan

bagiNya, terutama sekali di dalam baitNya di Yerusalem. Hanya, kesudianNya

yang bebas itu tidaklah selalu dihargai orang sebagaimana mestinya, malah

sebaliknya, berulang kali disalahgunakan oleh umatNya. Pada saat-saat itu

nyatalah berapa ajaibnya kesudian Allah untuk tinggal bersama umatNya, dan

betapa tidak sepadannya keadaan sebuah “rumah Allah” buatan tangan manusia di

tentangan Dia yang Mahahadir dan Mahasuci. Sambil merendahkan diriNya

sejauh itu, Allah sungguh mengambil resiko yang berat. C. Barth menerangkan

sebagai berikut:80

1. Rumah-rumah Allah buatan tangan manusia mudah sekali

menimbulkan rasa kebanggaan, di mana si pembuatnya menyangka

dirinya seakan-akan telah dapat tetap mengasai Allah. Bahaya kesia-siaan

ini mengancam semua rumah Allah, termasuk Bait Suci di Yerusalem

yang paling keramat itu.

2. Khususnya bait yang didirikan Salomo mengandung bahaya

penyalahgunaan. Dari laporan pembangunannya yang tua (1 Raj. 5-7)

teranglah bahwa bait raksasa itu mula-mula dirancang sebagai bait

kerajaan, yakni sebagai gedung yang pertama-tama melayani kebutuhan


80
C. Barth, Teologi Perjanjian Lama 3, (Jakarta: BPK-GM, 2003), 71-72

79
dan kepentingan raja selaku kepada negara, sama seperti halnya dengan

gedung istana (1 Raj. 7: 1-12). Pembangunan bait dan pembangunan istana

merupakan dua bagian dari satu “rencana pembangunan”. Kemuliaan

Allah dan kemuliaan raja terjalin satu sama lain. Dari cerita Am. 7:10-17

tentang bentrokan antara Amazia, imam besar di Betel dan Amos sekalu

nabi TUHAN, dapat dipelajari betapa peliknya sebenarnya relasi antara

kedua belah pihak itu. Amos telah bernubuat melawan raja, negara dan

bangsa (Am. 7:10), maka segeralah nabi itu diusir, “sebab inilah tempat

kuus raja, inilah bait suci kerajaan” (Am. 7:13). Tidak mengherankan

kalau bait “buatan tangan raja” harus TUHAN tinggalkan untuk selama-

lamanya.

3. Betapa gentingnya usaha pembangunan suatu “rumah bagi

TUHAN” oleh tangan manusia, nampak juga dari kesaksian alkitab

tentang kebijaksanaan Yerobeam di bidang keagamaan. Yerobeam

mendirikan dua tempat kudus sebagai pusat-pusat rohani, yakni di Betel

dan di Dan. Menurut 1 Raj. 12:28 Yerobeam membuat dua patung anak

lembu dari enam yang satu diletakkan di Betel dan yang lain di Dan. Maka

tidak mengherankan jika pengkhianatan seperti itu segera mendapatkan

malapetaka, seperti yang menimpa Kerajaan Israel Utara pada tahun 722

s.M.

Kesibukan dalam hal tempat, perabotan, teknis dan model persembahan

dalam peribahan telah mematikan makna peribadahan yang sesungguhnya.

80
Rutinitas peribadahan dianggap telah mencukupi tanggung jawab terhadap

perjanjian antara TUHAN dan Bangsa itu. Anggapan yang salah terhadap

persoalan ini berakibat fatal. Sebab penghukuman segera menyusul akibat

pelanggaran hukum TUHAN. Kesejahteraan di sebagian masyarakat dianggap

sebagai wujud nyata bahwa TUHAN berkenan atas ibadah mereka. Alasan yang

dapat disebutkan adalah bahwa persoalan sosial begitu nyata terjadi, kesenjangan

sosial, penindasan terhadap kaum miskin. Sebagian masyarakat menjadi kaya

dengan melakuakan kecurangan kepada orang-orang miskin. Amos dengan keras

menyatakan mengenai hal itu (Am. 5:21-24).

5.3 Gereja dalam panggilannya

Gereja sebagai perwujudan orang-orang yang dipanggil ke luar dari gelap

menuju terang memiliki tanggung jawab kepada TUHAN dan dunia dalam 3

bentuk yakni koinonia, marturia dan diakonia. Dalam rangka itu, gereja tidak

dapat memungkiri tanggungjawabnya terhadap masalah sosial yang terjadi di

dalam masyarakat. Gereja sudah seharusnya tidak hanya menghabiskan waktunya

dalam persoalan doktrin, tata gereja, dan persoalan ibadah saja. Gereja harus

mengambil sikap terhadap persoalan sosial yang terjadi di tengah-tengah

masyarakat. Menurut Richardo Antoncich terdapat beberapa alasan yang

membenarkan gereja untuk mengadakan intervensi ke dalam masalah-masalah

sosial, yakni:81

81
Richardo Antoncich, Iman & Keadilan: Ajaran Sosial dan Praksis Sosial Iman,
(Yogyakarta: BPK-GM, 1990), 17-18

81
1. Masalah-masalah sosial pada umumnya dan di masyarakat kita

pada khususnya tak dapat dirumuskan semata-mata dari segi-segi teknis

dari kenyataan-kenyataan sosial, ekonomis dan politis. Iman kristiani

diharapkan menerangi kewajibannya dalam konteks historis dengan tetap

memiliki keterbukaan terhadap yang transenden.

2. Masalah-masalah sosial pada umumnya, dan khususnya masalah

ketidakadilan sosial kerap kali berasal dari kecenderungan manusia untuk

mementingkan dirinya, atau dalam istilah teologia, bersumber dari

kedosaan manusia. Ketidakadilan sosial sebagaimana terjadi dalam bentuk

jurang kaya-miskin, penghisapan manusia atas manusia, pengangguran,

pemiskinan, perkosaan hak-hak kaum miskin, dan sebagainya merupakan

ungkapan dari situasi-situasi keberdosaan manusia.

3. Gereja prihatin terhadap akibat-akibat dari permasalahan sosial itu

karena kondisi-kondisi hidup yang tidak layak merupakan kendala bagi

keselamatan manusia. Pemerosotan martabat manusia dan pandangan

materialistis itu tidak sesuai dengan inspirasi Injil.

4. Ajaran gereja tentang permasalahan sosial itu dan tanggapan umat

kristiani terhadapnya merupakan bagian dari pandangan hidup kristiani.

Sumbangan pandangan hidup kristiani yang terwujud dalam praksis

hidupnya sangat dibutuhkan untuk membantu menyelesaikan masalah

ketidakadilan sosial dalam praksis pembangunan.

82
Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia melalui sidang yang dilakukan di

Salatiga mengambil tindakan terhadap persoalan yang disebutkan di atas. Salatiga

menempatkan tugas pelayanan serta partisipasi gereja, di dalam kerangka

Koinonia, Marturia dan Diakonia. Dirumuskan di sana bahwa:

“Pelayanan serta partisipasi adalah ungkapan solidaritas kepada


eksistensi kehidupan manusia. Yakni suatu bentuk pelayanan yang
penuh terhadap sesama manusia, sebagai pengejawatan kasih yang
nyata dalam jemaat”.

Salatiga memahami Injil sebagai karya pembebasan Allah secara total,

yang mencakup aspek spiritual, sosial dan politis. Karya dan kasih Allah itu telah

berperan dalam seharah umat manusia, di mana Allah mengkomunikasikan

diriNya, serta solider dengan manusia dalam rangka keselamatan, pembebasan

dan persatuan (bnd. Yeh. 37:15-28; Ef. 2:11-22) dalam diri Yesus Kristus. Di

dalam Perjanjian Lama, dapat ditemukan makna dari peringatan nabi-nabi seperti

Yesaya, Amos, Yeremia d an Hosea. Dengan tegas para nabi ini menyuarakan

kehendak Allah, bahwa yang paling penting ialah: ‘ibadah diakonis’ bukan ibadah

kultis.82

Di manakah manifestasi kekristenan yang sesungguhnya, apakah di dalam

ibadah atau di dalam kegiatan sosial? Dalam kitab Ulangan, perintah beribadah,

apabila ditaati akan mendatangkan kesejahteraan.

“Jika kamu dengan sungguh-sungguh mendengarkan perintah yang


kusampaikan . . . dan beribadah kepadaNya . . . maka Ia akan
memberikan hujan . . . dan Dia akan memberikan rumput di
padangmu . . . Hati-hatilah, supaya jangan hatimu terbujuk,
sehingga . . . beribadah kepada allah lain . . . maka akan bangkitlah
murka TUHAN . . .” (Ul. 11:13-21).
82
Karel Ph. Erari, Supaya Engkau Membuka Belenggu Kemiskinan, (Jakarta: BPK-GM,
1994), 142, 144

83
Hal itu ingin menegaskan kalau seseorang tidak benar dalam menghayati

ibadahnya, maka di luar pun ia tidak akan benar. Nabi Hosea menyampaikan

Hosea menyampaikan firman TUHAN yang dikutip juga oleh Yesus:

“Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan,


dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih daripada korban-korban
bakaran” (Hos. 6:6; Mat. 9:13)

Ucapan itu adalah kritik terhadap pelaksanaan ibadah yang tidak

berdampak dalam kehidupan. Yang salah bukan ibadahnya tetapi pemahamannya.

Patut digumuli, mengapa kita bangsa yang sering membanggakan diri orang

religius, pelaku ritus yang hikmat, tetapi tingkah laku sosialnya mengecewakan?

Mengapa kita peka dalam soal ritual dan susila tetapi tidak resah melihat masalah

korupsi dan ketidakadilan sosial? Apakah kejujuran dan tanggung jawab bukan

persoalan agama?83

83
Einar Sitompul, Gereja Menyikapi Perubahan, (Jakarta: BPK-GM, 2004), 129

84

Anda mungkin juga menyukai