Anda di halaman 1dari 29

Kelompok 3.

1. Albert Parsaoran Sihotang (16.3104) 4. Rusmawati Simorangkir (16. 3176)


2. Dian Alexis Samosir (16. 3111) 5. Yosua Riqzi Napitupulu (16. 3183)
3. Frans Mangasi Hutahaean (16. 3076)

ALLAH
A. ALLAH MENURUT ALKITAB
I. Nama Allah
Memang kita hidup dalam dunia yang merelatifkan nama. Meskipun demikian, nama
yang sebenarnya menunjuk pada identitas dan ini sangat di tekankan dalam Alkitab. Alkitab
sering kali memakai nama bahkan lebih dari sekedar identitas. Nama dikaitkan dengan natur
pribadi orang yang empunya atau yang diberi nama tersebut. Sehingga, ketika di dalam Alkitab
sering menyebut suatu nama, sering kali pengertiannya sangat mendalam karena dikaitkan
dengan pengharapan orang tua, identitas, bahkan natur dan pribadi tersebut. Sebagai umat
Allah, kadang-kadang orang Israel memberikan nama pada anak-anak mereka dengan identitas
ilahi. Ini dilakukan karena pengharapan di belakang pemberian nama tersebut.
Menurut beberapa suara Perjanjian Lama, Allah memperkenalkan diri-Nya dengan nama-
nama dan sebutan-sebutan ilahi yang sementara. Sedangkan menurut suara lain, Ia
memperkenalkan dengan nama-Nya sendiri. Di Mesir, Ia menyatakan nama-Nya yang tunggal
dan inti wujud-Nya sendiri. Mula-mula dengan firman melalui hamba-Nya, Nabi Musa lalu
dengan karya pembebasan yang ajaib – untuk di ketahui, dilihat dan dialami, baik oleh umat-
Nya Israel maupun oleh Firaun dan segala bangsa di bumi.
Alkitab menyaksikan bahwa nama Allah adalah penyingkapan diri Allah yang secara aktif
memberikan diri-Nya dikenal sebagaimana Dia kehendaki. Tidak heran jika sering kali Alkitab
menyebut istilah nama dan langsung dikaitkan dengan apa yang Allah ingin singkapkan, baik
itu kemuliaan-Nya (Mazmur 8:2, 72:19), kekudusan-Nya atau kehormatan-Nya (Im 18:21;
Mazmur 86:12, 102:1; Yeh 36:23), kekuatan-Nya (Kel 15:3), Kedahsyatan-Nya (Mazmur
119:9), Perlindungan-Nya (20:2; Amsal 18:10), dan sebagainya. Bahkan Alkitab menyaksikan
bahwa Allah memberikan nama-Nya terkait dengan wujud dan simbol kehadiran dan kesetiaan-
Nya. Dia mengatakan bahwa nama-Ku ada di dalam Malakh atau malaikat Yahweh (Keluaran
23:20-21), pada umat Israel (Bil 6:27), pada tempat yang Dia kehendaki (Kel 20:24; Ul 12:5),
dan di Bait Allah (Ul 16:11; 2 Sam 7:13; 2 Taw 20:9, 33:4). Di dalam nama-Nya ada
keselamatan (Maz 54:3), dan karena nama-Nya yang agung, Allah tidak pernah meninggalkan
umat-Nya (1 Sam 12:22; Yes 48: 9,11; Maz 23:3, 31:4). Itulah sebabnya umat Israel diingatkan
untuk dengan sia-sia (Kel 20:7; Im 18:21, 19:12) melainkan memuliakan, menguduskan,

1
mengakui, dan memberitakan atau memperkenalkan-Nya (Kej 4:26, 12:2; Kel 9:16; Ul 28:58; 1
Raja 8:23, Maz 5:12, dan sebagainya)1.
Perbuatan-perbuatan Allah itu bersifat peristiwa atau kejadian antara Dia dengan manusia.
Pihak manusia mengalami perubahan yang ajaib diikutsertakan di dalam suatu gerakan dan
perkembangan yang tidak disangka-sangka. Namun, pihak Allah sendiri pun tersangkut di
dalam peristiwa itu. Ia mendengar keluh kesah orang Israel, melihat perbudakan mereka,
mencari tahu, turun untuk menampakan diri untuk berfirman dan untuk bertindak. Semuanya ini
berari bahwa ia membuka, menyatakan dan memperkenalkan diri. Pokok Keluaran mempunyai
suatu suatu tempat yag terkemuka di antara pokok-pokok kesaksian Perjanjian Lama lainnya.
Segi penyataan ilahi itu pun mempunyai aarti dan pengaruh yang istimewa. Di sini Allah
menyatakan diri dengan cara “Primer”, segala penyataan ilahi pada kesempatan-kesempatan
lainnya seakan-akan menerima intinya dari penyataan Keluaran ini. Terutama di sini dan pada
saat inilah Allah menyatakan nama-Nya.2
Allah secara cermat mengatur cara-cara untuk menyatakan diri-Nya dengan berbagai nama
dan sebutan yang menjelaskan hakikat dan tujuan-Nya sehingga kita dapat mengenal-Nya.
Alkitab sendiri mencatat bahwa setiap nama-nama di dalamnya memiliki makna penting, suatu
kenyataan yang terutama berlaku bagi nama-nama Allah. Pada masa-masa Alkitab dituliskan,
sebuah nama menunjukkan karakter seseorang. Nama Allah tidak hanya menunjukkan
karakternya namun juga ciri khas dan haikat-Nya. Mengetahui nama-Nya berarti mengenal-Nya.
Bermegah dalam nama-Nya adalah memiliki keyakinan akan siapa Dia yang sejati (Mazmur
20:7).3

1. Yahweh [‫]יהוה‬4
“Akulah Yahweh – itulah nama Ku” : demikianlah pernyataan Allah kepada Musa, kepada
para tua-tua Israel, kepada segenap umat itu. Mengapa justru Yahweh ? Apakah arti atau makna
nama itu ? Dari manakah asalnya ? Bertubi-tubí pertanyaan mengerumuni “penyataan” ini.
Pembaca-pembaca Perjanjian Lama, dari umat Israel sendiri atau dari segala zaman dan bangsa.
telah menanyakannya. Namun, hasil dari segala upaya yang teliti dan ilmiah itu harus diakui
bahwa pengetahuan kita terbatas sekali. Baik bentuk nama itu maupun cara yang tepat untuk
mengucapkannya, baik asal kata maupun artinya yang mula-mula, semuanya tidak diketahui
lagi dengan pasti. Boleh jadi segala pengetahuan di sekitar asal-usul nama itu sesungguhnya
tidak dibutuhkan untuk “mengenal” nama Allah menurut cara bagaimana la “harus” dikenal.
Nama Yahweh berasal dari nama kuno havah yang berarti “ada, menjadi”. Yahweh
berbicara tentang keberadaan atau hakikat Allah. Ketika kita membaca nama Yahweh, atau

1
Yakub B. Susabda, Mengenal dan Bergaul dengan Allah (Yogyakarta: ANDI, 2010), 198
2
Christoph Barth, Teologi Perjanjian Lama 1 (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2008), 144.
3
G. C. van Niftrik & B. J. Boland, Dogmatika Masa Kini (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003) 81-87.
4
Th. C. Vriezen, Agama Israel Kuno, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), 125-127.
2
TUHAN dengan huruf kapital dalam Alkitab kita, kita seharusnya berfikir berdasarkan
keberadaan atau kehidupan, dan kita harus berfikir tentang Yahweh sebagai pribadi yang
sepenuhnya ada tanpa disebabkan oleh pelaku dari luar, pribadi yang memiliki kehidupan utama
dan kehidupan kekal.
Yahweh adalah nama yang paling sering digunakan di antara semua nama Allah lainnya
dalam Perjanjian Lama (muncul sekitar enam hingga tujuh ribu kali). Maknanya adalah “Allah
Perjanjian”, pemakaian pertama muncul dalam kitab Kejadian, dimana Yahweh digabungkan
dengan Elohim. Diantara semua nama ilahi tidak satu pun yang begitu mulia seperti Yahweh.
Tulisan-tulisan yang berisi ajaran para ahli hukum Yahudi telah menandai Yahweh dengan
ungkapan-ungkapan yang lebih halus seperti “Nama itu”, “Nama yang Agung dan
menakutkan”, “Nama yang tersendiri”, “Nama yang tak dapat di ucapkan/dikatakan”, “Nama
yang Kudus”, dan “Nama yang Wibawa”. Nama-nama itu dikenal sebagai “Nama yang terdiri
dari empat huruf” karena ketika diambil dari bahasa Ibrani nama itu dieja YHWH dalam bahasa
Latin. Penghormatan orang Yahudi yang seperti itu masih bertahan hingga sekarang –
sedemikian rupa sehingga banyak orang Yahudi tidak mau menuliskan atau mengucapkan kata
Yahweh. Yahweh berati “Aku adalah Aku”; (Ibr: eyeh asyer eyeh) (Keluaran 3:13-15).5
Nama YHWH (Allah) tidak “diturunkan dari sorga”. Dia sendirilah yang dikatakan “turun”
(Kel. 3:8). la berkenan menyatakan diri kepada umat lsrael. Itu berarti bahwa la berkenan
menyatakan diri di dalam bahasa yang cocok dengan telinga, hati, dan mulut orang Israel.
Nama-Nya sendiri pun “berasal” dari bahasa mereka, “terambil” dari nama-nama yang pernah
menjadi biasa dalam pergaulan mereka, di daerah-daerah pengembaraan atau penumpangan
mereka. Kita mempunyai alasan-alasan kuat (Kej. 4:26) untuk menduga, bahwa nama YHWH
memang berasal dari daerah tertentu dan bahwa nama itu telah dikenal – sebagai nama ilahi –
oleh bangsa- bangsa tertentu di daerah tersebut sebelum orang-orang Israel mulai
membiasakannya. Beberapa nas yang tertua di dalam kitab-kitab Perjanjian Lama mengetahui
bahwa Allah dengan nama-Nya YHWH telah “berdiam” di daerah padang gurun antara Mesir
dan Kanaan: Padang Gurun Zin, Padang Gurun Parun dan Padang Gurun Sinai, semuanya
merupakan daerah pengembaraan suku-suku Arab seperti Ismael, Amalek, Midion dan Keni
berikut Pegunungan Seir, daerah orang Edom (Esau, Kej. 33); terutama beberapa gunung
keramat di wilayah yang luas itu – “gunung Allah” Keluaran 3:1: 18:5, Gunung Sinai. Gunung
Horeb dan Gunung Paran, beberapa di antaranya mungkin bertepatan tempatnya –
diperkenalkan kepada kita sebagai tempat kediaman YHWH [(Ul. 32:2, menurut Septuaginta),
(Hak. 5:4-5), (Hab. 3:3, 7)].
Namun, setelah begitu rumitnya pengembaraan dan kisah orang Israel dalam pengenalannya
terhadap YHWH termasuk kisah-kisah mereka dalam pembuangan sehingga, lama-kelamaan

5
Jerry MacGregor & Marie Prys, 1001 Fakta mengejutkan tentang Allah (Yogyakarta: ANDI, 2003), 34.
Christoph Barth, Teologi Perjanjian Lama 1 (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2008), 152-158.
Hans Walter Wolff, The Old Testement A Guide to its Writinng (Philadelphia: Fortress Press, 1973), 17-18.
3
mereka tidak lagi terbiasa mengucapkan secara bunyi nama YHWH dengan benar sesuai
dengan pertama sekali mereka mengenal YHWH secara perbuatan dan juga nama-Nya. Mereka
tetap menulis keempat huruf yang disegani itu tetapi yang keluar dari mulut pembaca adalah
kata Ibrani untuk “Tuhan” (Ibrani: Adonai).6

2. Elohim / El- (‫)אל‬7


El- adalah sebuah kata yang sama dengan kata Yunani theos, kata Latin Deus dan kata
Inggris God. Ini merupakan salah satu istilah tertua dan paling banyak disebarluaskan untuk ilah
yang dikenal oleh manusia dan digunakan untuk mencakup semua anggota dari kelas ilah.
Sebutan pendek ini merupakan nama dalam bahasa Ibrani yang paling primitif; makna dasarnya
kemungkinan besar adalah “kuat”, “kekuatan”, atau “kuasa” (bahkan ketika tidak digunakan
untuk ilah, kata itu masih diterjemahkan sebagai “kekuatan” atau “kuasa” [Kejadian 31:29;
Ulangan 28:31]).8
Nama Elohim sebagai pencipta yang mengaitkan dengan akhiran bentuk majemuk him,
terutama penting dalam bahasa Ibrani karena itu berarti tiga. Elohim, nama Allah sebagai
pencipta, di gunakan dalam Kejadian 1:1 dan dengan demikkian dapat diterjemahkan, “Pada
mulanya Al-ilah menciptakan langit dan bumi”. Kata Elohim dalam bentuk plural tidak berarti
ada lebih satu Allah. sebaliknya para penulis Perjanjian Lama menggunakan nama itu dengan
kata-kata kerja da kata-kata sifat bentuk tunggal untuk menunjukkan satu gagasan tunggal.
“Tuhan [Yahweh] itu Allah kita, TUHAN itu esa” (Ulangan 6:4).9
Di seluruh bagian Alkitab, Elohim biasanya mengacu pada Allah ditemukan sekitar 3000 –
2300 di antaranya diterapkan pada Allah. meskipun Elohim merupakan kata utama yang
diterjemahkan “Allah” dalam Perjajian Lama, nama itu dapat juga di gunakan untuk mengacu
pada ilah-ilah atau dewa-dewa bangsa yang tidak mengenal Allah. Dalam kepercayaan bangsa
Israel, perbedaan antara nama YHWH dan EL sebagai Allah adalah cara mereka dalam
beribadah.10
Sesungguhnya, El- hanyalah sebuah akar kata yang membentuk banyak nama bagi ilah yang
merujuk kepada Allah yang di kenal oleh bangsa Israel. Ada beberapa perkembangan nama
yang didasari oleh kata ini yang artinya merujuk kepada pemahaman El- yang telah di jelaskan
sebelumnya sehingga perkembangan sebutan yang kemudian lebih mengarah kepada perbuatan
dan sifat Allah.11

6
John W. Drane, Old Testament Faith – An Illustrated Documentary (Sydney: Lion Publising, 1986), 36-37.
Yakub, Mengenal dan 202.
7
C. Vriezen, Agama Israel 172-175.
8
Jerry, 1001 Fakta 25.
9
Yakub, Mengenal dan 202-203.
Jerry, 1001 Fakta 26.
10
John, Old Testament 38.
Hans, The Old Testament 29-31.
11
Yakub, Mengenal dan 201.
Jerry, 1001 Fakta 27-31.
4
a. Elah, Eloah
Artinya Dia yang patut dipuja, penebus, dan yang tidak terbatas. Elah adalah bahasa Kasdim
dari Eloah, yang dikenal sebagai kata benda verbal, terkait dengan kata kerja bahasa Ibrani
alah, yang berarti merasa takut terhadap, menyembah, memuja. Dia yang patut dipuja.
Nama ilahi yang khas ini menunjukkan hakikat dan pernyataan satu-satunya Allah yang
hidup dan benar, objek dari semua kesaksian dan penyembahan.
b. El – Elyon
Artinya adalah Allah yang Mahatinggi. Kata majemuk El-Elyon menyebut Allah seagai
Yang Mahatinggi (Mazmur 78:35). Dia adalah penguasa mutlak atas alam semesta. El-
Elyonla, “Allah Mahatinggi yang menyerahkan” musuh-musuh Abraham ke dalam
tangannya (Kejadian 14:20). Allah Mahatinggilah yang dulu dan sekarang merupakan
penebus Israel (Mazmur 78:35). Beberpa nama untuk Allah diterapkan dalam Alkitab pada
hal-hal atau orang-orang yang ada di dunia. Elyon atau “Yang Mahatinggi” menunjukkan
bahwa meskipun Dia adalah yangtertinnggii; segala hal lain yang berada di bawah Dia,
dikaruniai hakekat yang sama; dan oleh karenanya terikat dengan-Nya dalam cara tertentu.
c. El –Olam
Artinya Allah Kekekalan. Sebutan ini sangat jarang di pakai dalam Alkitab, El – Olam
menggambarkan hal-hal yang terbentang di luar pandangan kita yang terjauh, entah
pandangan ke depan atau ke belakang untuk menanamkan pemahaman makna. Kemunculan
makna kata ini sebenarnya lebih merujuk kepada manan rohani. Kata ini di temukan dalam
kaitannya dengan konflik Abraham dengan Abimelekh tentang hak k untuk menggunakan
sumber-sumber. Pada waktu itulah El-Olam, Allah yang kekal menyatakan dirinya sendiri
kepada Abraham dengan mengingatkan Dia tentang tujuan kekal (Kej 20:13).
d. El – Roi
Artinya Allah melihat. Kata ini lebih sering di gunakan dalam sebuah pergumulan yang
terjadi dalam Alkitab. Misalnya dalam kasus yang terjadi pada Hagar dan Sara. Ketika
Allah menjumpai Hagar dan di sana Allah menyebut dirinya sebagai El – Roi.
e. El –Shaddai
Kadang-kadang Alkitab menyaksikan tentang penyingkpan atribut Allah yang
disalahtafsirkan sebagai penyingkpan nama Allah. Misalnya El – Shaddai yang sebetulnya
bukan nama Allah, melainkan penyingkapan atribut akan Allah sebgai OmnipotentI, yaitu
Allah yang kompetent mampu memenuhi segala yang dijanjikan-Nya. Dalam keluaran 6,
istilah ini muncul bersamaan dengan penyingkapan nama Allah yang khusus dan satu-
satunya yang pernah (dalam PL) Allah singkapkan yaitu YHWH (Yahweh).

II. Sebutan untuk Allah (Gelar)

5
Terjemahan Alkitab ke dalam bahasa-bahasa modern pada umumnya mengikuti kebiasaan
Yahudi, hampir semuanya menggantikan tanda YHWH dengan sebutan “Tuhan”. Terjemahan
baru dalam bahasa Indonesia pun berbuat demikian. Akibatnya, ketika membaca Alkitab, kita
tida menemui nama Allah yang “asli”, satu kali pun tidak: Sebagian pembaca tentu
menyesalkan pemecahan soal ini, terutama mereka yang telah memakai sebutan “Yehovah”
(bnd. juga sebutan Arab: Hu atau Huwa artinya “Dia” yang masih hidup di dalam tahlil-tahlil
kuno). Satu-satunya tanda yang memperingatkan adanya tanda YHWH di dalam naskah Ibrani
adalah huruf besar-kecil (smallcap] yang digunakan untuk menulis “Tuhan”, yakni nama
sebutan Allah yang kita pakai di dalam persekutuan dengan umat Yahudi. Jadi, terjemahan baru
Indonesia menulis:
TUHAN untuk “YHWH” (dipakai sendirian, mis. Kej 4:1: kel. 3:16);
Tuhan untuk kata ibrani “Adona” (mis. Kaj. 4:1)
TUHAN Allah untuk kata Ibrani “YHWH Elohim” (mis. Kej 2-3)
Tuhan Allah untuk kata Ibrani “Adonay YHWH” (mis. Kej. 15:2, 8)
Apakah Allah orarng Israel bernama “TUHAN”. Sebenarnya tidak demikian (bnd. H. Rosin,
Tafsiran Keluaran, hlm. 66) “TUHAN” hanyalah sebutan atau gelar kehormatan, hanya salah
sutu di antara banyak gelar dan sebutan lain, yang layak juga dipakai sebagai pengganti nama
Allahi sendiri. Gelar- gelar seperti “Raja” “Bapa” dan “Gembala” atau sebutan-sebutan seperti
“Pelepas”, “Penebus” atau “Juruselamat” tentu tak kalah penting dibandingkan dengan
“TUHAN” dan sewaktu-waktu umat Israel menggunakannya 12. Namun, gelar “TUHAN” inilah
yang terpilih sebagai pengganti nama YHWH. Mengganti tidak berarti menghilangkan, tetapi
lebih merupakan tindakan menafsirkan, membuka pintu ke pengertian bagi angkatan-angkatan
umat Israel - bahkan bagi umat manusia – yang kurang mengerti nama itu. Gelar "TUHAN" ini
justru dipilih sebagai keterangan nama Allah sebagai keterangan yang merangkum dan
menyimpulkan segenap kesaksian umat Israel tentang Dia yang telah menjadi Allah mereka di
Mesir.
Bicara tentang nama Allah adalah bicara tentang bahasa antropomorfisme dari Allah yang
memberikan diri-Nya dikenal umat-nya. Itulah sebabnya nama Yesus, yaitu nama diatas segala
nama disebut juga Immauel , artinya God with Us (Yes 7:14; Mat 1:23). Dalam nama ini,
seluruh rencana dan karya keselamatan Allah tersingkap. Dia adalah Allah yang memang sejak
semula memberikan dirin-Nya untuk dikenali dengan analogi-analogi manusia. Dia adalah
Allah yang dalam puncak penyingkapan-Nya hadir berinkernasi menjadi manusia yang
seutuhnya (Ibr 1: 1-4). Dalam Perjanjian Lama, Dia hadir dalam sejarah dan mengijinkan orang
percaya mengenali-Nya. Dia adalah Immanuel, Allah yang beserta dngan kita, yang
memberikan diri-Nya dikenal melalui berbagai nama karena hanya melalui itulah orang
percaya dapat mengenal, berkomunikasi, dan menjawab panggilan-Nya.
12
Jerry, 1001 Fakta 40-52.
Christoph, Teologi 153.
6
Keunikan kesaksian Alkitab tentang nama-Nya diepurnakan dalam Perjanjian Baru, di mana
seluruh pengertian Perjanjian Lama tentang nama-Nya menemukan kesatuan dan titik
puncaknya dalam “nama diatas segala nama” yaitu Yesus Kristus (Fil 2:9). Hanya satu nama
yang Allah berikan supaya orang diselamatkan (Kis 4:2). Nama “Yahweh”, nama Allah dan
segala nama yang pernah dipakai untuk menyingkapkan driNya hanya menunjuk kepada Yesus
Kristus, karena di dalam nama yang indah ini seluruh kehendak dan rencana Allah untuk
manusia tersingkapkan dan terpenuhi. Bahkan di dalam dan melalui nama “yang sempurna”
inilah Bapa dan Roh Kudus disatukan menjadi materai dalam nama siapakah orang percaya di
baptiskan. Nama-Nya bahkan akan tertulis pda dahi orang-orang saleh dalam kerajaan surga.

B. ALLAH TRINITAS
I. Pemahaman Dasar Doktrin Allah yang Tritunggal (Paham Trinitatis)

Ajaran Trinitatis bukanlah ajaran yang dikembangkan dalam Perjanjian Baru, seperti yang
diyakini sebagian orang, melainkan telah diajrkan juga dalam Perjanjian Lama meskipun
secara tata bahasa ini, kata ini sama sekali tidak perbah dimuat secara langsung dalam Alkitab.
Namun ada beberapa gambaran yang dapat dilihat dalam Alkitab sebagai pengenalan doktrin
Trinitatis ini yakni :

1. Roh sudah dikenal jauh ketika Allah mencipta, dimana Roh itu sendiri berperan penting
dalam penciptaan Allah itu. Dan kaitannya dengan Anak bisa kita lihat melalui Allah yang
menggunakan kekuatan FirmanNya dalam mencipta. Yang kemudian dalam Injil
disebutkan bahwa firman itu adalah Yesus yang telah menjelma menjadi manusia (daging),
sehingga Yesus dipahami sebagai Firman yang Hidup dari Allah itu sendiri ( Kej 3 : 1-3;
Yoh 1 : 1-3) dan sebagai puncak penegasan akan keTritunggalan ini ada pada amanat
agung Yesus (bd. Mat 28 : 19).
2. Bapa adalah Allah Sejati. Istilah Bapa merupakan istilah khas dari Yesus yang menamai
Allah sang Pencipta untuk menegaskan hubunganNya yang intim dan Illahi. Bahkan
Yesus juga pernah menyebutkan secara langsung bahwa Dia ( yang adalah Allah atau
Bapa) adalah satu-satunya Allah yang benar ( bd. Yoh 17 : 3; Yoh 14 :6; 1 Kor 8 : 6). Dia
adalah pribadi yang berbeda dengan AnakNya yang tunggal ( Yoh 3 : 16; Gal 4 : 4). Dan
Dia juga berebda dengan Roh Kudus, karena Ia mengurapi Yesus dengan Roh Kudus dan
dengan kuat kuasa (bd. Kis 10 : 38). Bapa sendiri tidak diperanakkan, namun
memperanakkan Anak dari kekekalanNya. Bapa juga yang mengutus Roh kebenaran
melalui pribadi Yesus ( Yoh 15 : 26).
3. Anak adalah Allah Sejati. Dia ( Yesus) adalah Allah yang benar dan hidup yang kekal ( 1
Yoh 5 : 20). Paulus juga menyebut bahwa Dia adalah Allah yang harus dipuji sampai
selama-lamanya (bd. Rom 9 :5). Dia tidak sekedar serupa ( homoi-ousios) dengan Bapa ,

7
melainkan Dia sejajar dan sehakekat dengan Bapa ( homoi-ousios). Maka dari itu semua
orang harus menghormati Anak itu seperti kepada Bapa. Namun, meskipun demikian Dia
berbeda dengan Bapa dan dengan Roh Kuduus yang disebutNya Penolong yang lain
selain diriNya ( Yoh 14 : 16-17). Bersama dengan Bapa, Dia mengutus Roh Kebenaran
( bd. Yoh 15 : 26). 13
4. Roh Kudus adalah Allah Sejati. Petrus memeberitahu Ananias bahwa jika ia mendustai
Roh Kudus, ia juga telah mendustai Allah (bd. Kis 5 : 3-4). Bahkan orang kristen disebut
sebagai bait Allah karena Roh Kudus berdiam di dalam mereka ( bd. 1 Kor 3 :16). Namun
Ia berbeda dengan Bapa dan Anak karena dalam Yoh 14 : 16, Kristus jelas memebedakan
diriNy dengan Bapa dan penolong. Roh Kudus tidak diperanakkan dan juga tidak
memperanakkan, tetapi Dia berasal dari Bapa dan Anak, dari kekekalan. Dia adalah Roh
dari Bapa (bd. Mat 10 : 20) dan juga dari Anak (Gal 4 : 6). Dia berasal dari Bapa dan
serentak diutus oleh Anak ( Yoh 15 : 26; Yoh 20 : 22).
5. Tritunggal dalam kesatuan. Bapa adalah Allah, Anak adalah Allah, dan Roh Kudus
adalah Allah. Tetapi bukan beraryi menjadikan Allah itu ada tiga, tetapi Allah hanya ada
satu. Allah juga tidak terbagi menjadi tiga bagian , yang mungkin diasumsikan bahwa
setiap Pribadi menjadi sepertiga Allah, teatpi harus dipahami bahwa ketiga Pribadi itu
adalah kepenuhan Allah (bd. Kol 2 : 9). Jadi Bapa adalah Allah yang benar dan satu-
satunya (bd. Yoh 17 :3); Anak adalah Allah yang benar ( 1 Yoh 5 : 20), dan Roh Kudus
juga adalah Allah yang benar ( Kis 5 : 3-4). Kedudukan dan kemulian ketiga Pribadi itu
sama dan tak satupun menempati posisi yang dianggap lebih agung dari yang lain ( bd.
Yoh 10 : 30).
6. Allah kita adalah Allah yang Tak Terpahami. Allah kita tidak dapat dipahami di dalam
hakikatnNya, kita tidak tahu apa hakekatNya dan apa yang terkandung dalam hakikat itu.
Sifat Allah bukanlah suatu mutu yang melekat menjadi sifatNya ( inherent) dalam zat
Illahi, melainkan sebagaimana Allah adalah Allah yang sederhana dan tak terbagi-bagi,
demikian pula hakikatNya satu yakni Allah adalah Kasih ( 1 Yoh 4 :8). Tidak ada
persamaan, kiasan, gambaran di dalam cakrawala pemikiran kita yang dapat menejlaskan
misteri yang sangat besar ini kepada kita. Pikiran manusia yang terbatas tidaklah mungkin
mampu melampaui Allah atau objek yang Tidak terbatas itu.
7. Ajaran KeTritunggalan dari Allah sebagai pernyataan iman kristen yang paling
mendasar. Tidak dapat disangkal bahwa siapa saja yang hendak menerima keselamatan
haruslah terlebih dahulu mempercayai keTritunggalan Allah itu sendiri.14

II. Perkembangan Doktrin atau Paham Trinitas di Gereja Mula-mula

13
Edward W.A. Koehler, Intisari Ajaran Kristen, ( Pematang Siantar : Akademi Lutheran Indonesia –ALI,
2012), hlm. 32-33
14
Edward W.A. Koehler, Intisari Ajaran Kristen , ....., hlm. 34-35

8
Gereja Kristen mengakui bahwa ia percaya kepada Allah, Allah yang adalah Anak dan
Allah adalah Roh Kudus, dan Gereja mempertahankan iman ini tanpa monoteis. Dengan kata
lain gereja mengakui iman kepada Allah yang Esa yang ada dalam tiga Pribadi ilahi. Adalah
yang paling penting untuk mengingat bahwa ini adalah dalam ketritunggalan Allah. Menurut
E. Kasemann adapun Surat yang dialamatkan kepada orang-orang Ibrani menggambarkan
gereja sebagai umat Allah yang sedang berada dalam arak-arakan menuju hari terakhir.
Orang-orang Kristen diyakinkan bahwa mereka membawa Allah di dalam Pribadi Yesus.
Faktanya, Gereja tidak pernah mengenal Tuhan selain dari dalam Yesus Kristus dan melalui
Roh Kudus. Karena melalui Dia ( Yesus Kristus) kita memiliki hubungan kepada Bapa
melalui Roh Kudus. Doktrin Tritunggal adalah satu-satunya doktrin Kristen yang
menyeluruh yang mennyatu padukan dalam satu pribadi yang tunggal atas keberadaan dan
aktivitas Allah sebagai aspek utama dari kebenaran Kristen.

Orang-orang Kristen telah lama mentradisikan pelafalan liturgi pembaptisan dengan


landasan "atas nama Bapa dan Anak dan para Roh Kudus. Namun seiring perkembangan
zaman, banyak orang Kristen mulai berdoa kepada Maria sebagai "theotokos” artinya
perantara janji Tuhan. Nestorius menegaskan ini salah, karena Maria hanya memiliki sifat
manusia sama dengan orang lain, namun ia dipredikatkan dengan peran keistimewaan dari
manusia lainnya yakni melahirkan Anak Allah

Jadi Tuhan yang menjadi manusia adalah Tuhan itu sendiri , dia mungkin dibentuk sesuai
dengan cara para budak, namun dia adalah Roh. Dia mengosongkan dirinya sendiri sesuai
dengan cara seorang budak, tetapi dalam esensi ilahi-Nya dia tidak berguna dan tidak berubah
dan tidak berkurang (karena perubahan dapat mempengaruhi sifat ilahi), dia juga tidak
berkurang atau bertambah. Dengan demikian Dia sama-sama berkoherensi dengan Allah
dalam Roh yang tidak. Jadi Kristus memiliki Allah sebagai rohNya.

Dalam satu Tuhan Yesus Kristus. Penamaan Anak Allah dengan nama Yesus adalah nama
orang yang dipilih Allah sebagaimana dipesankan malaikat: "Ia akan melahirkan seorang
Anak yang namanya akan disebut Yesus (bd. Mat. 1:21; Lukas 1:31). Mereka juga
menambahkan kata Kristus untuk menyinggung Roh Kudus, seperti ada tertulis: "Yesus orang
Nazaret yang diurapi Allah dengan Roh Kudus dan dengan kuasa" (Kis 10:38). Dan Dia
adalah Allah karena persatuan yang dekat dengan kodrat Ilahi.15

Dalam Yesus Kristus Allah telah menyatakan diri-Nya kepada kita sebagai Penebus dan
Tuhan Yang berkuasa, sedangkan dalam Roh Kudus kita menerima pengalaman pribadi
dengan Allah itu sendiri. St. Irenaeus benar mengatakan bahwa melalui Roh kita bangkit
kepada Anak sedangkan melalui Anak kita naik ke rumah Bapa atau pangkuan Bapa. Doktrin

15
William C. Placher, Readings in The History of Christian Theology-Vol. I, ( Philadelphia : The
Westminster Press), hlm. 48-49
9
Tritunggal bukan sekedar bagian dari iman Kristen mana kita dapat menerimanya ataupun
menolaknya tergantung keinginan kita. Karl Barth memulai Dogmatika Gereja-Nya dengan
berbicara tentang Tritunggal karena keTritunggalan Allah ini pada hakikatnya memiliki
makna praktis dan komprehensif untuk semua doktrin yang ada dan bahkan yang tetap akan
bermunculan. Hal ini dikarenakan bahwa setiap doktrin Kristen harus dipahami dalam wahyu
keTritunggalan itu sendiri, bisa disebutkan bahwa tidak ada satupun doktrin gereja yang tidak
meletakkan doktrin keTritunggalan sebagai dasar utama. Bahkan juga bisa disebutkan bahwa
kekristenan berciri khaskan doktrin KeTritunggalan ini. 16

Konsep KeTritunggalan Allah ini pada dasarnya sudah jauh ketika Allah sedang
menciptakan dunia dan segala isinya, dimana Roh juga telah ada dan berperan untuk
mencipta. Beberapa orang mencoba membenarkan penyembahan kepada Kristus dengan
menganggap Dia sebagai perantara yang berada di tengah-tengah antara Allah yang absolut
dan manusia yang terbatas sebagaimana yang Eusebius kemukakan. Eusebius meletakkan
dasar itu dengan menafsirkan Yoh 1 : 1 bahwa Dia bukanlah sumber awal melainkan Dia
bagian dari yang sudah ada itu yakni Allah itu sendiri meskipun Eusebius itu sendiri pada
akhirnya disalahkan karena ia menyebut seolah-olah Yesus itu bukanlah firman yang hidup.

Ada teolog lain yang mencoba untuk menunjukkan ketiga Pribadi itu dengan
menganggap mereka sebagai tiga cara wahyu yang berbeda dari Satu Tuhan. Perlu kita
pahami bahwa Anak ada di dalam Bapa dan Bapa ada di dalam Anak oleh kesatuan dan
kekuatan Roh. Agustinus pernah menyebutkan bahwa Roh itu sendiri sebagai ikatan
pemersatu antara Bapa dan Anak sebagaimana dipahaminya dari sudut pandang Athenagoras.

Pada abad kedua, St Irenzeus pernah menulis dan mengatakan bahwa Dia percaya pada
satu Allah Bapa Yang Mahakuasa, Yang menciptakan surga, bumi dan lautan dan segala
sesuatu yang terkandung di dalamnya dan di dalam Yesus Kristus Anak Allah yang menjadi
penjelmaan untuk keselamatan kita; dan dalam Roh Kudus, Yang melalui para nabi
mengkhotbahkan watak-watak Allah. Hal itu disebutkannya guna meneguhkan gereja
memahami keTritunggalan Allah dan perananNya masing-masing. Di dunia Barat, penekanan
keTritunggalan Allah ditempatkan pada status kesatuan Allah sedangkan di dunia Timur
gereja hampir mendekati paham tri-theisme atau tiga kepercayaan yang dianggap telah
keliru.

Upaya-upaya yang dilakukan oleh Harnacks pada abad kesembilan belas sebenarnya
mencoba untuk menolak dari ide-ide akan konsep Tritunggal yang Paradoks. Servetus profe
seorang Kristen yang khas dengan pernyataannya bahwa Yesus adalah Tuhan yang unik,
menyebutkan bahwa doktrin Tritunggal itu sendiri sesuai dengan "disposisi ilahi" dan “
Ekonomis” . Dia menyebut bahwa keTritunggalanNya murni ekonomi, bukan metafisik.
16
Yeow Choo Lak, To God be The Glory,( Singapore : Trinity Theological College, 1981), hlm. 98-99
10
Selain itu, teolog lain seperti Schleiermacher sendiri menggambarkan doktrin Trinitas sebagai
"ucapan langsung mengenai kesadaran diri Kristen" yang lebih mengarah pada pandangan
modalistik akan doktrin Tritunggal. Orang-orang Kristen seharusnya harus sangat berhati-hati
dalam mengkritik atau menolak ajaran tradisional Gereja akan doktrin keTritunggalan ini
selama tidak ada seorang teolog pun yang berhasil membuat formula yang mengungkapkan
pengalaman iman Gereja universal yang lebih jelas dan memadai. Maka dari itu doktrin
Tritunggal dari segi tata bahasa sama sekali tidak pernah ditemukan dalam Alkitab. Istilah
ini merupakan hasil penafsiran dan pergumulan serta perumusan oleh Gereja tentang
eksistensi Allah, Yesus sebagai Anak, dan Roh Kudus.17

Perlu dicatat setidaknya ada beberapa hal yang mendasari konsep keTritunggalan ini yakni
Allah itu mutlak dan utuh , namun Ia telah menyatakan diri-Nya sebagai tiga Pribadi yaitu
Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Dia dikenal sebagai Dia yang berdiri di atas dan terpisah. Pada
saat yang sama, Dia adalah Pribadi yang berkonfrontasi dengan manusia dalam Yesus Kristus
sebagai isi obyektif dari wahyu. Dan Dia adalah Dia yang menangkap dan memiliki manusia
sehingga dia dapat menerima dan berpartisipasi dalam wahyu dan keselamatan akan hidup
baru yakni dalam wujud Roh Kudus yang adalah Tuhan dengan menjadi Roh dari Allah Bapa
dan Roh dari Yesus Kristus. Gereja kuno merumuskan doktrin hubungan antara Tiga Pribadi
sebagai berikut bahwa Tuhan adalah satu dan utuh namun terdiri dari tiga pribadi yang
masing-masing memilki perananNya namun satu dalam keselamatan yang didasarkan sebagai
tujuan atau misi Allah di dunia. Tidak berarti juga bahwa Tuhan ada tiga ataupun satu,
namun tiga dalam satu. Kebenaran bahwa ketiganya memiliki kualitas ilahi yang memiliki
atribut yang sama sebagai pernyataan diri Allah.

Bagaimanapun hanyalah ada satu Tuhan yang diekspresikan yakni dikenal dengan istilah
immanentia ot permeatio artinya bahwa mereka ada tidak hanya di sisi satu sama lain tetapi di
satu sama lain. Karl Barth mengatakan bahwa itu menandakan konfirmasi sekaligus
pembedaan antara cara-cara eksistensi (tidak satupun dari mereka akan menjadi seperti itu -
bahkan bukan Bapa - terpisah dari eksistensi dengan yang lain ) dan relativisasinya (tidak
satu pun dari mereka ada sebagai individu yang istimewa, ketiganya tidak ada dalam satu
sama lain), mereka hanya ada secara umum sebagai mode keberadaan satu Tuhan dan Tuhan
yang menempatkan diri-Nya dari keabadian kepada keabadian.

Pada dasarnya hubungan dari ketiga pribadi yang termuat dalam doktrin tritunggal ini
tidak mengenal istilah "sebelum" atau "berikutnya " namun yang ada di sana hanyalah Allah
yang kekal Yang mahakuasa dan Yang mahatahu meskipun kita dapat mengatakan bahwa
Bapa, Putra, dan Roh Kudus secara individual lebih Mahakuasa dan Mahatahu. Kita tidak
bisa mengelak Telah diakui sejak zaman kuno bahwa ini adalah misteri yang tidak dapat

17
Yeow Choo Lak, To God be The Glory,....., hlm. 104-106
11
dipahami oleh akal manusia. Salah satu tujuan para teolog dalam merumuskan doktrin adalah
untuk menjaga Misteri ini dari upaya untuk menghilangkan satupun kebenaran Allah yang
sesungguhnya yang dapat disentuh, dirasakan, dan dialami oleh manusia pada zamannya.

Untuk berbicara tentang tiga "kepribadian" dalam Allah, Karl Barth berpendapat bahwa
Allah adalah Pribadi dengan cara yang sangat berbeda dari keberadaan kita sebagai pribadi.
Keberadaan kita sebagai pribadi membutuhkan dunia di sekitar kita dengan kondisi dan
keterbatasan. Namun, berbeda dengan Allah bahwa Dia berhak atas keberadaanNya untuk
memenuhi kebutuhanNya sehingga Dia dari diriNya sendiri menghadirkan Yesus dan Roh
Kudus sebagai usaha mempertegas pernyataanNya di dunia ini.

Oleh wujud Pribadi mutlak inilah Dia memberikan diri-Nya akan keberadaan dan
sifatNya dalam tiga pribadi. Harus kita pahami bahwa disini Anak "lahir" dari Bapa, dan
Roh Kudus sebagai "lanjutan" dari Bapa dan Anak. Roh Kudus dan Anak berada bukan di
luar Dia tetapi di dalam Dia , sehingga Mereka tidak pernah terpisah dari Tuhan dan
sebaliknya juga bahwa Tuhan tidak pernah terpisah dari mereka. Orang Kristen yakin bahwa
Allah dapat ditemui dalam ketiganya namun harus digaris bawahi bahwa seluruhnya adalah
Allah itu sendiri yang memilki cara penjelmaan yang unik.18

Secara individual, ketiganya bukanlah Pribadi Mutlak (karena mereka adalah satu dari tiga
dan tiga dalam satu. Ketika kita mengalami Allah hadir dan dihadirkan dalam Anak dan Roh
Kudus, kita berada pada pemahaman bahwa ketiganya merupakab persatuan atau kesatuan
yang utuh dan yang hidup. Brunner menyebutkan bahwa ada karya Allah, yang bukan karya
Anak. Hal ini dikarenakan oleh pemahaman bahwa Allah sajalah pencipta, namun Anak
semata-mata hanyalah mediator atas ciptaan Allah. Allah menentukan diri-Nya dalam
kebebasan di dalam Anak dan di dalamnya ada persekutuan dan kasih. Kebebasan Allah ini
bertujuan untuk melakukan keselamatan dan penghukuman hidup dan mati yang adalah
misteri Allah yang tak terduga, yang tetap ada dalam wahyu Anak. Misteri Allah tidak
dihilangkan oleh Anak. Tuhan bisa menjadi selain Dia yang dinyatakan dalam Yesus sebagai
terang dan hidup, yaitu Allah yang tersembunyi, yang dengan demikian tidak bekerja dalam
Firman dan terang-Nya.

Nama-nama itu menunjukkan prioritas bahwa Dia adalah sumber utama di dalam
Ketuhanan. Sedangkan Sang Anak datang berikutnya yang namaNya menunjukkan bahwa
Dia adalah ekspresi atau gambar Bapa. Dan Roh berada di urutan ketiga, karena melalui
Rohlah, Dia dapat berkomunikasi kepada umat manusia hingga saat ini. Dalam lingkup
wahyu, Roh Kudus itu ditugaskan untuk melakukan mediasi Kristus kepada dunia. Dengan
kata lain, Anak dan Roh Kudus mencerminkan, mengungkapkan, dan menengahi kehidupan

18
Jurgen Moltmann, The Trinity and The Kingdom, ( Cambridge : Harper & Row Publishers, 1981), hlm. 16-
20 , 74- 75
12
ilahi dan sifat dari Satu Allah. Oleh karena itu, totus Deus dapat kita jumpai di dalam Anak
ketika Dia dinyatakan oleh Roh. Ini, diakui adalah sebuah paradoks sehingga banyak orang
tergoda untuk menolak doktrin Trinitas. Jika bukan karena Paradoks ini, tidak seorang pun
akan berpikir untuk menyangkal bahwa Alkitab pernah berbicara tentang tiga subjek yang
masing-masing berbeda dari dua subjek lainnya dan semuanya secara bersama-sama hidup
bersama.

Augustine berkata bahwa ketika manusia diciptakan menurut gambar Allah Tritunggal,
kita sekaligus memilikinya. Kesatuan esensi ilahi menuntut bahwa objek ini haruslah dalam
Tuhan sendiri dan oleh karena ituia akan kembali kepada-Nya. Kita menjadi sadar diri
dengan membedakan diri kita dari yang bukan diri kita sendiri, dan terutama dari orang lain
yang memiliki sifat yang sama dengan diri kita sendiri. Kita memiliki hak untuk memahami
Allah menurut analogi dari sifat kita sendiri. Karena diperlukan pembedaan orang untuk diri
kita sendiri, demikian pula di dalam Allah. Dalam memikirkan diri-Nya, pikirannya tentang
diriNya sendiri adalah suatu hipotesa yang berbeda. Dr. Shedd juga mengungkapkan bahwa
sebagai bukti bahwa kondisi kesadaran diri yang diperlukan dalam roh yang terbatas,
melengkapi analogi dengan doktrin Tritunggal, dan membuktikan bahwa trinitas dalam
kesatuan diperlukan untuk kesadaran diri. Maka dari itu kita harus menyadari bahwa diri-
Nya sebagai Bapa tanpa membedakan Trinitarianisme Pantheistik.19

Paus Felix mendefiniskan Trinitas sebagai berikut bahwa "bukan satu individu atau tiga
individu, tetapi kesatuan pribadi yang ada dalam tiga mode atau fungsi". Allah adalah Roh,
sama seperti ada tiga unsur dalam roh manusia: memoria (ingatan), intelligentia (kecerdasan),
dan roluntas (kehendak). Namun, manusia bukan tiga tetapi satu roh. Analogi ini bertumpu
pada kepercayaan bahwa ada kesamaan ontologis antara citra Allah dalam jiwa dan dalam
eksitensiNya akan keTritunggalanNya. Leonard Hodgson menegaskan bahwa menyesatkan
untuk membandingkan kesatuan Allah dengan kesatuan matematis "dengan angka atau titik.
JS Whale mengakui bahwa dalam KeTritunggalan Allah "bukan satu individu atau tiga
individu tetapi kesatuan pribadi yang ada dalam tiga mode atau fungsi," seperti yang Paul
Felix paparkan diatas.

St Agustinus juga menyimpulkan bahwa konsep Tritunggal dari eksistensi Allah adalah
Cinta. Sehingga dengan cinta itu sendirilah kita bisa mengenal Tuhan. Akan tetapi, St.
Thomas Aquinas menolak argumen ini karena itu menyiratkan konsepsi cinta manusiawi
yang diciptakan oleh cinta kasih di mana satu orang menebus kekurangan orang lain. Kita
harus menerima doktrin Tritunggal berdasarkan otoritas wahyu meskipun arus diakui bahwa
untuk membuktikannya kita tidak akan pernah bisa.20

19
Charles Hodge, Systematic Theology-Vol.I, (London : James Clarke & Co.LTD, 1960), hlm. 464
20
Yeow Choo Lak, To God be The Glory,...., hlm. 107-114
13
Kita sekarang harus berusaha memahami konsepsi Kristen tentang Hakikat Ilahi dalam
Tritunggal dan Persatuan, karena konsepsi itu telah diungkapkan dalam pernyataan-
pernyataan klasik akan iman pengajaran Gereja. Fakta-fakta pengalaman yang tak
terhindarkan bagi orang Kristen mula-mula yakni pengalaman pribadi bahwa Allah di dalam
Kristus telah datang sebagai manusia sejati di antara manusia dan harus menjalani kehidupan
yang benar-benar manusiawi. Ini adalah sesuatu yang tidak pernah diketahui dunia
sebelumnya, tetapi tidak ada keraguan tentang itu. Yesus telah dilahirkan, telah hidup dan
bekerja selama tiga puluh tiga tahun dan telah dieksekusi sebagai penggenapan misi Allah di
dunia. Selain itu juga bahwa yang menjadi salah satu masalah pengalaman pribadi adalah
bahwa Allah hadir di dalam mereka untuk membimbing dan menyucikan mereka di dalam
pribadi Roh Kudus.

Bagian-bagian seperti itu meyakinkan bahwa pola berpikir Tritunggal tentang Allah adalah
bingkisan pemikiran Kristen. Gereja mulai mengkhotbahkan Allah Tritunggal. Jika para
penulis Perjanjian Baru tidak menyadari adanya kontradiksi antara Allah menjadi Satu dan
kedatangan-Nya kepada mereka sebagai Anak dan Roh Kudus. Orang-orang Kristen selalu
percaya bahwa Roh Kudus terus-menerus menafsirkan penyataan diri sendiri yang telah
diberikan Allah dalam sejarah. Jadi, ketika Greck berpikir orang-orang berhadapan langsung
dengan kesaksian dari mereka yang telah menjadi saksi siklus kehidupan Yesus, mereka
mulai bertanya-tanya apakah Tuhan Yang Satu dapat abadi di dalam surga, Pada abad kedua,
kaum Kristen Gnostik mengatakan bahwa Yesus hanyalah hantu sehingga Tuhan tidak pernah
bisa menjadi bagian dariNya dengan menjadi Manusia Yang Sejati.

Menurut Arius ( Komunitas orang-orang Arian) dari Aleksandria Yesus bukan manusia
sepenuhnya atau juga Allah sepenuhnya, tetapi semacam makhluk peralihan. Namun,
pandangan ini tidak dapat dibenarkan secara wahyu Alkitab. Pengakuan Iman yang diadopsi
oleh Konsili biasanya dikenal sebagai Pengakuan Iman dari Nicea yang mana berisikan frasa
bahwa kami percaya pada Satu Tuhan dan menyebutkan ketiga Pribadi atau keTritunggalan
itu. Isinya mengandung semua unsur doktrin Tritunggal. Banyak orang akan mengatakan
bahwa tema utama Injil bukanlah doktrin Tritunggal, tetapi pengalaman kita tentang
keselamatan Allah. Namun dimengerti dengan benar, pengalaman keselamatan kita
melibatkan keyakinan pada Tuhan sebagai Tiga dalam Satu.21

Juga benar bahwa orang-orang Kristen harus berusaha mengatakan dengan tepat apa yang
mereka yakini untuk mencegah orang menerima gagasan yang mengambil perhatian mereka
(seperti yang dari kaum Gnostik dan Arian), sejauh apa pun gagasan itu mungkin berasal dari
fakta atau kebenaran. Tentu saja Pengakuan Iman berguna dalam memerangi pertumbuhan
ajaran-ajaran palsu, ajaran sesat yang disebabkan oleh ketidaktahuan akan fakta-fakta lengkap

21
Greville P. Lewis , An Approach to Christian Doctrine, ( London : The Epworth Press, 1954), hlm. 144- 146
14
atau pemikiran yang tidak jelas. Kebenarannya adalah bahwa doktrin ini merupakan berita
langsung dari Kabar Baik dalam Yesus. Seluruh doktrin Kristen harus dapat dinyatakan
dalam hal kepercayaan kita kepada Allah.

Perdebatan Tritunggal tersebar luas hinggga pada masa Konsili Khalsedon, ada
serangkaian upaya untuk menyelesaikan masalah yang diangkat oleh refllasi Kristus tentang
kodrat Allah pada garis 'akal sehat'. Ada beberapa orang yang berpegang teguh pada
kesatuan aritmatika Allah dan menyatakan bahwa Yesus dan Roh adalah cara atau aspek
yang berbeda di mana Allah Yang Esa menampakkan diri kepada manusia. Di sisi lain, ada
orang-orang yang merasa begitu kuat sehingga berusaha memberikan bukti dari kitab
Perjanjian Baru yang menekankan perbedaan antara Bapa, Anak dan Roh. Bahkan ada satu
kelompok ingin menggunakan sebuah kata tertentu seperti istilah Trinitatis ini untuk
menekankan kesatuan Allah sehingga ada pihak lain yang mengungkapkan rasa penolakan
dengan alasan bahwa kata itu tidak cukup menjelaskan perbedaan antara Bapa, Anak dan
Roh, dan karena pada akhirnya itu hanya akan menyangkal kemanusiaan Kristus yang sejati.

Pada dasarnya tema Tritunggal termuat di seluruh aspek dalam liturgi. Pertama-tama Doa
Bapa Kami memohon petisi untuk memenuhi kebutuhan materi, untuk rekonsiliasi dan
pengudusan. Inilah intisari dari semua ibadat Kristen. Ini membimbing kita pada misteri yang
tak terbatas dari Allah yang bermanifestasi dalam persatuan sebagai Anak dan dalam
kemauan karena kasih yang murni namun bersemangat untuk mempersembahkan nyawa-Nya
bagi orang berdosa bahkan mengutus Roh Kudus turut menghadirkan misi Allah itu.22

Harus dipahami bahwa Allah adalah pribadi yang transenden. Namun, melalui
inkarnasiNya dalam diri Yesus umat manusia bersatu dengan kosmos. Komitmen Kristen
adalah memahami Tuhan sebagai Allah nyang Tritunggal. Istilah Proto-trinitarianisme dalam
dunia Perjanjian Baru merupakan bagian dari konstruksi teologis. Bagi proto-trinitarian
konsep keTritunggalan Allah ini dimulai dengan logika Paulus, yang menganggap bahwa
Allah adalah Anak-Nya ( bd. 1 kor 1 : 13 ) dan juga Petrus (bd. 2 Petr 1 : 2). Selain itu juga
dasar paling utama kita melihat bagaimana konsep ini diperkenalkan pertama sekali dalam
Alkitab sehingga dirumuskan oleh gereja mula-mula adalah terletak pada isi amanat agung
Yesus itu sendiri dimana ada perintah untuk membaptis di dalam nama Bapa, Anak dan Roh
Kudus sekalipun tidak menyebutkan dengan istilah Tritunggal. Yesus secara tidak langsung
memperkenalkan Allah itu Allah yang Tritunggal ( bd. Mat 28 : 19).

Kunci untuk doktrin trinitarian adalah hubungan Bapa-Anak. Bahkan istilah Bapa atau
Abba ini sendiri diperkenalkan oleh Yesus itu sendiri sebagai penegasanNya akan
hubunganNya yang intim dengan Allah yang memperanakanNya ( bd. Mark 14 : 36). Berkali-
kali dicatat dalam injil, Yesus menunjukkan kesiapaanNya dan kesipaan Allah itu sebagai
22
Greville P. Lewis , An Approach to Christian Doctrine, .... , hlm. 147-149
15
BapaNya misalnya ketika Ia mengajarkan Doa Bapa kami ( bd. Luk 11 : 2-4; Mat 6 : 9-13). .
(Yesus, ini menunjukkan jenis keintiman dengan Tuhan yang akan dimiliki seorang anak
dengan kekasih yang menikmati Yesus berusaha untuk melewati hubungan intim dengan
Tuhan pada pengikut melalui media doa. Yesus mengajar murid-murid tentang Doa Bapa
Kami (Lukas 11: 2-4; Mat 6: 9-13). Yesus secara tidak langsung sedang mengundang
pengikutNya untuk ikut terlibat dalam persekutuan intimNya sendiri dengan Allah. Liturgi
kuno dalam gereja yakni yang dirumuskan oleh St John Chrysostom mencerminkan
pentingnya hal ini ketika membacakan Doa Bapa Kami dengan ungkapan: "Dengan berani
dan tanpa penghukuman kita mungkin berani memanggil Engkau, Tuhan surgawi, sebagai
Bapa, dan untuk mengatakan, Bapa Kami, yang ada di surga.” Oleh karena itu, Roh Kudus
turut hadir untuk memberdayakan orang-orang Kristen untuk berdoa seperti Yesus kepada
Allah Bapa.

Menurut paham modalisme, realitas ilahi tidak lekang oleh waktu dan dengan demikian
membuat perbedaan antara Bapa sebagai Pencipta , Anak sebagai Penebus , dan Roh Kudus
sebagai Pengudusan . Karena Bapa menghasilkan Anak dan karena Roh berasal dari Bapa
(dan juga berasal dari Sang Anak, menurut para teolog Latin kemudian), kaum subordinasi
berpendapat bahwa ada perasaan tertentu di mana orang dapat mengatakan bahwa orang
pertama adalah Penyebab dua lainnya. Mereka menggambarkan Bapa sebagai satu-satunya
Allah yang kekal dan tak terbatas yang dengan demikian mengasingkan dua ekspresi diri
Tuhan dalam Logos (Kristus) dan dalam Roh. 23

Origenes berpendapat bahwa tiga pribadi dari Trinitas sebagai tiga lingkaran konsentris, di
mana Allah Bapa berada pada lingkaran yang paling komperhensif yakni Yang
menganugerahkan eksistensi dalam segala hal. Anak sebagai Firman berada pada Lingkaran
kedua dimana Dia Yang mengorganisasi tatanan yang diciptakan dan menganugerahi
makhluk rasional dengan kemampuan untuk memahami prinsip-prinsip tatanan yang
terorganisir. Sedangkan Roh Kudus berada pada lingkaran terdalam Yang berpartisipasi
dalam kehidupan iman. Mulai dari luar dan bergerak ke dalam, Bapa adalah yang paling
komprehensif, termasuk dua orang lainnya sementara tidak satu pun dari dua lainnya
termasuk Bapa. Mereka lebih rendah dari Bapa. Jika seseorang membalik arah, maka,
seseorang bergerak dari pusat keterkaitan yang didirikan oleh Roh Kudus ke arah luar menuju
kemutlakan, kualitas yang dimiliki sepenuhnya oleh Bapa, melewati Anak, yang berada di
antara keduanya. 24

Meskipun Origenes bergumul dengan kemungkinan bahwa Sang Putra tidak memiliki
permulaan, ia akhirnya mengambil apa yang akan menjadi posisi subordinasionis dan
23
J.N.D.Kelly, Early Christian Doctrines, ( London : Adam & Charles Black , 1960), hlm. 119
24
Ted Peters, God the World’s Future- Systematic Theology of A PostModern Era, ( Minneapolis : Fortress
Press, 1992), hlm. 94-98
16
derivasionis, mengikuti Amsal 8: 22-31 dalam menggambarkan Anak sebagai "anak sulung
dari semua ciptaan, sesuatu yang diciptakan, kebijaksanaan. Athanasius mengungkapkan
bahwa Bapa sepenuhnya adalah Tuhan sedangkan Anak adalah sepenuhnya Tuhan. Maka
hanya ada satu Tuhan namun memiliki cara menghadirkan diri yang unik. Ia juga
menggambarkannya sebagai hubungan yang intim dan dekat dimana Anak dan Bapa selalu
hidup berdampingan dalam hubungan yang saling mengenal dan saling mengidentifikasi.

Namun kelompok Arian Pernah menyebut bahwa Allah yang Tritunggal itu pernah dalam
masa Dia bukan sebagai Bapa, sehingga Athanasius menyangkal argumen itu dan berusaha
meyakinkan bahwa Allah dari mulanya sudah menjadi seorang Ayah bagi manusia meskipun
predikat sebagai Bapa itu diperolehnya dan diakui ketika Dia dalam otoritasNya
memperanakkan Yesus sebagai Anak yang Illahi. Bahkan Athanasius tegas mengatakan
bahwa Yesus ketika berada di tengah-tengah kesengsaraan dan penderitaan di kayu salib,
semua penderitaan itu pada dasarnya tidak berpengaruh pada eksistensiNya sebagai Anak
Allah. "Dia sendiri sama sekali tidak terluka," karena Dia adalah "Firman yang tidak dapat
ditembus dan tidak dapat rusak. Athanasius mengatakan bahwa segala sesuatu yang dikatakan
tentang Bapa juga dapat dikatakan tentang Anak. Tertullianus telah pada abad sebelumnya
memperkenalkan frasa una substantia, tres personae ( atau frasa terkait satu substansi dalam
tiga pribadi). Istilah orang Tertullian ini tidak muncul dalam Pengakuan Iman Nicene –
Konstantinopolitan. Substansi Illahi itu pada dasarnya homogen dan tak terpisahkan dari tiga
pribadi yang Illahi di dalamnya.

Dalam Pengakuan Iman Nicea, Tuhan adalah makhluk yang ada dalam hubungan yang
Illahi yakni hubungan internal atau imanen. Di dalam realitas ilahi itu sendiri ada terdapat
semaca, sosialitas dan komunitas. Relasionalitas dalam kehidupan ilahi membuka ke
relasionalitas penuh dengan kosmos. Namun, bagaimana kita memahami inkarnasi itu belum
jelas di Nicea. Pertentangan kristologis yang memuncak di Chalcedon pada tahun 451
melanjutkan diskusi dan akhirnya menambahkan klarifikasi lebih lanjut tentang kualitas
keterkaitan ilahi dengan dunia melalui Yesus Kristus. Harus kita pahami bahwa masalah
yang mendorong pemikiran Kristen ke arah Trinitas adalah bukan pada akar masalah
aritmatika, namun menghubungkan satu dalam ketiga sebagai kesatuan yang utuh. Bukan
juga berbicara tentang masalah yang mencoba menemukan jalan tengah antara monoteisme
dan politeisme. 25

Boethius mendefinisikan bahwa seseorang atau pribadi adalah zat tunggal, rasional,
individu. Akan tetapi melalui perspektif teologis, kita harus mengatakan bahwa Bapa, Anak ,
dan Roh Kudus bukanlah tiga makhluk yang berbeda namun satu kesatuan yang Illahi dan
utuh dalam ketiganya. Bahkan perlu kita garus bawahi bahwa sebenarnya tidak ada tiga

25
Ted Peters, God the World’s Future..., .... , 98-102
17
kepribadian dalam Tuhan walaupun kita tentu berbicara tentang kepribadian Tuhan. Satu
Tuhan hadir sepenuhnya dan aktif di setiap segi tindakan yang diperankan ketiganya. Namun
ketiga pribadi Tuhan itu hanya dapat dibedakan dari wujud dan tindakanNya. Karl Barth
mengungkapkan bahwa istilah Pribadi disini lebih baik adanya bila digantikan dengan istilah
“ Cara berada” dan “ Cara berbeda dari kehidupan bagi masing-masing. Bahkan ini
pemusatan perhatian pada istilah pribadi ini juga masih populer hingga kini, dimana seorang
teolog modern yakni Raimundo Panikar menegaskan bahwa dirinya sendiri sangat berusaha
untuk berhati-hati menggunakan istilah pribadi ini terlebih bila dihubungkan lagi dengan
istilah individu yang mana itu adalah produk pemikiran modern, Ia mengungkapka bahwa
pribadi adalah relasi itu sendiri.26

Dalam beberapa hal yang membedakan ketiga wajah Tritunggal hanya dalam satu realitas
ilahi, tetapi ia memiliki tiga sifat. Identitas dan keilahian Anak tergantung pada
pengirimannya oleh Bapa. Dua orang ini bersatu satu sama lain dalam komunitas cinta.
Hubungan cinta komunal ini adalah kehadiran Roh Kudus. Dengan menunjuk Roh sebagai
prinsip persatuan, kita dapat mempertahankan kedaulatan paham bahwa Allah itu Tritunggal
adanya. Sebagai penjelmaan firman yang hidup yang universal, Anak ( Yesus) menyerahkan
ciptaan kepada Bapa sehingga Allah bisa menjadi "semuanya." Sang Anak menjadikan
dirinya sebagai Anak dari Bapa melalui keikutsertaan dalam Roh Kudus, dan di dalam Roh
Bapa menemukan kesatuannya dengan Sang Anak dan juga kepastian akan keilahiannya
sendiri. Akhirnya, Roh menemukan kepribadiannya sendiri sebagai hasil dan keilahian dalam
komunitas Bapa dan Anak. Ini adalah kesatuan yang dinamis, kesatuan pribadi serta
keutuhan yang Illahi.

Wolfhart Pannenberg menekankan bahwa Tuhan itu tidak bersifat pribadi. Ketika Tuhan
berhadapan dengan dunia melalui hubungan pribadi, itu akan menjadi seperti Bapa, sebagai
Anak, atau sebagai Roh, bukan sebagai kesatuan abstrak. Tuhan bersifat pribadi hanya
melalui satu atau lain dari tiga pribadi. Tidak ada tindakan Tuhan yang bukan tindakan dari
ketiga pribadi akan tetapi semua itu adalah tindakan dari satu Tuhan.

Pemahaman Trinitatis meletakkan pemahamannya bahwa investasi diri Allah penuh


dalam inkarnasiNya dalam Yesus sebagai Anak. Sedangkan investasi diri penuh Allah dalam
Roh Kudus mengikat orang-orang percaya kepada Kristus, sehingga dalam iman mereka
bersatu dengan Kristus dan sekaligus bersatu dengan Allah. 27

Allah yang dikisahkan menyelamatkan dan membebaskan umat dari perbudakan mesir
menunjukkan eksistensi Allah sebagai Allah yang menyelamatkan. Sedangkan ketika Anak
( Yesus) menyatakan kebebasan bagi para tawanan, itu adalah Bapa yang membuat janji.
26
Joas Adiprasetya, An Imaginative Glimpse- Trinitas dan Agama-Agama, ( Jakarta : BPk Gunung Mulia,
2013), hlm. 116-117
27
Ted Peters, God the World’s Future..., .... , 105-108
18
Ketika Yesus menderita di tangan penguasa duniawi yang menyalahgunakan kekuasaan
mereka, surgalah yang menderita. Ketika Kristus bangkit dari kematian pada Paskah, Allah
yang menang. Ketika Roh dicurahkan ke atas semua manusia, kehidupan dunia menjadi bebas
dari kerusakannya dan diangkat ke dalam kehidupan Tritunggal yang Kudus. Inilah
merupakan puncak keTritunggalan Allah. Tuhan mendefinisikan diri sendiri melalui
tindakan historis. Interpretasi kita atas tindakan ini mengungkapkan kepada kita bahwa Allah
adalah bagian dari Tritunggal yang dibagikan kepada Yesus seperti halnya bagi Allah yang
dilakukan manusia28.

III. Penyegaran Kembali akan Doktrin KeTritunggalan Allah dalam Konteks Masa kini

Joas Adiprasetya seorang teolog dari kacamata teologi sistematis melihat bahwa abad ke-
20 merupakan abad atau masa dimana itu dipahami sebagai puncak kebangkitan dari doktrin
Trinitatis yang telah bertahun-tahun lamanya diperbincangkan oleh para akademisi dunia atau
teolog dunia.

Joas Adiprasetya dalam bukunya mengutip dan mencoba menggali apa yang telah digagas
oleh Jurgen Moltmann sebelumnya, dimana pernyataan Moltmaan dengan tepat menunjuk
kepada nilai utama perikoresis dalam hal mempertahankan prinsip pribadi di dalam
peresekutuan, yang mana kesatuan dan perbedaan di dalam Trinitas dipertahankan. Dia
menyebut bahwa ada tiga prikoresis yakni Perikoresis Hakikat, dimana ini menekankan dua
hakikat dalam satu pribadi yaitu Kristus. Yang kedua adalah Perikoresis Pribadi yakni bahwa
ketiga Pribadi berada dalam satu hakikat Ilahi yang sama dan setara. Sedangkan Perikoresi
yang ketiga menekankan bahwa seluruh alam semesta berada dalam persekutuan Trinitas itu
sendiri. Dengan kata lain istilah perikoresis ketiga ini menggambarkan bahwa ciptaan
berpartispasi di dalam Allah Trinitas melalui Sang Anak dan Allah hadir dalam ciptaan dalam
kuasa Roh. Maka dari itu Joas memberikan kesimpulan bahwa orang Kristen sebenarnya
semua yang berkaitan baik itu kesatun realitas ( diandaikan orang hindu), Khora
( Buddhism), Personal Relation ( Judaisme dan Islam), The Possible ( Agama Tradisional),
namun semuanya yang termasuk dalam doktrin Trinitas telah dimuat dalam agama Kristen itu
sendiri. 29

Meskipun gereja pada dasarnya berpijak dalam doktrin Trinitatis ini, namun ada hal yang
khas baik dari gereja di dunia timur dan juga di dunia barat. Dimana gereja timur
menekankan ketiga Pribadi Allah karena berhadapan dengan modalisme dimana keyakinan
diletakkan pada konsep bahwa Sang Bapak, Sang Anak, dan Sang Roh Kudus hanyalah tiga
cara berbeda dari satu Allah sehingga para bapa-bapa gereja timur berhati-hati dan berusaha
untuk menjelaskan keTritunggalan ini dengan membedakan ketiga pribadi itu dengan diikuti

28
Ted Peters, God the World’s Future..., .... , 120-121
29
Joas Adiprasetya, An Imaginative Glimpse.... , .... , hlm. 138-151
19
oleh penjelasan atas relasi dari masing-masing. Sedangkan di gereja barat menekankan
kesatuan hakikat Allah karena berhdapan dengan polytheisme dimana mereka menyebut
bahwa meskipun seolah-olah ada tiga pribadi namun pribadi itu tidak terpisah satu sama lain.
Namun perlu digaris bawahi bahwa ketiga Pribadi bersama-sama mengarahkan diri dan cinta
pada ciptaan. Maka dari itu dalam analisisnya Joas menyampaikan sedikitnya beberapa hal
untuk menunjukkan kebenaran doktrin keTritunggalan ini, yakni : Sang Bapa menciptakan
bersama dengan sang Anak dan sang Roh Kudus. Sang Anak menyelamatkan bersama
dengan sang Bapa dan sang Roh Kudus. Roh Kudus menyempurnakan bersama dengan sang
Bapa dan sang Anak. Dia juga menyebut bahwa Trintas sebagai Omnium gatherium artinya
bahwa itu mengutuhkan spritualitas, etika, dan ajaran Kristen. Melalui doktrin ini seluruh
dimensi iman dan kehidupan dihayati dan dipahami secara integratif.

Seorang Ahli Teolog Sistematis bernama Raimundo Panikkar memperkenalkan


gagasannya tentang doktrin Trintas ini dengan memperkenalkan istilah KosmoTheandrisme
bahwa terhubungnya seluruhnya realitas Allah –manusia, dunia tanpa keterpisahan. Dia
menyebut bahwa pada hakikatnya ada tiga spritualitas yang berkolerasi secara langsung
dengan ketiga Pribadi Illahi itu yaitu iconolatri, personalisme, dan mistisme. Dia juga
mempertegas bahwa Sang Bapa sebagai sang Tiada, atau Sang Diam. Sedangkan sang Anak
sebagai Ada dari sang Tiada , Sang sabda dari sang Diam. Dan Roh Kudus dipahami sebagai
Imanensi total . Bahkan Raimundo ini juga memperhadapkan gagasannya terhadap isu
pluralitas yang melanda abad ke 20 ini. Dia dengan tegas menyebutkan bahwa keTritunggalan
yang orang Kristen pahami secara tidak langsung berkolerasi dengan agama lainnya. Dia
menyebut bahwa Sang Bapa lebih dilihat dari ajaran Buddha, sedangkan Anak berada pada
kekristenan itu sendiri, dan juga Yudaisme dan Islam. Sedangkan untuk Roh Kudus lebih
dimuat dalam ajaran Hidhuisme. Ini merupakan cara Panikar untuk memperlihatkan bahwa
doktrin Trintas ini tidak bersifat eklusif tetapi universak, tidak hanya pada orang Kristen
tetapi juga diluar kekristenan.

Menurut Panikkar , Bapa adalah absolut yang tak memiliki nama. Sedangkan Anak
dipahami sebagai Pribadi yang melalui Dia kita dapat memiliki hubungan interpersonal
dengan yang Ilahi. Sang Anak adalah Imam besar bukan hanya bagi ciptaan, melainkan juga
bagi penenbusan dan pemuliaan. Dia berabi mengatakan bahwa segala sesuatu yang ada
merupakan Kristofani atau penampakan dari Kristus. Sedangkan untuk Rih Kudus ia
mempertahankan bahwa pernyataan Roh Kudus merupakan pernyataan Allah yang Imanen
dari Bapa dan Anak itu sendiri.30

30
Joas Adiprasetya, An Imaginative Glimpse... , .... hlm. 24-35 + 117
20
C. KEILAHIAN DAN KEMANUSIAAN YESUS
I. Paham Yesus 100 Persen Allah dan Manusia

Tuhan Yesus 100% Allah dan manusia juga termasuk mengambil rupa ( the from of)
manusia di dalam Dia untuk mengerjakan keselamatan. Didalam hal ini kita tidak
menyangkali bahwa Yesus memang Allah. Sehingga Ia tetap 100% Allah, bahkan ketika Ia
menjadi manusia. Ketika Ia menjadi manusia bukan berarti ia menjadi manusia secara umum,
dan kehilangan keallahan-Nya. Tetapi Ia tidak menganggap keseteraan dengan Allah ( the
condition and position as God) sebagai hal dan hak yang harus ia pertahankan, melainkan ia
mau merendahkan diri dan menjadi manusia.

Kemanusian Yesus merupakan syarat utama dan keharusan mutlak (the absolute
necessity) bagi-Nya untuk menjadi penebus manusia. Dosa manusia diambil ahli dan
digantikan oleh manusia. Seturut Yohanes 1:1-14, Yesus (Firman) itu adalah Allah, yang
menjadi manusia, menjadi daging (in – carnal) didalam daging, yang merupakan pernyataan
khusus Yohanes untuk memberikan penjelasan tegas bahwa Yesus bukan sekedar Allah yang
berjubah manusia, tetapi benar-benar “masuk ke dalam daging”. Dan terdapat dalam Rom
8:29-30, bahwa Allah (Bapa) yang menetapkan Kristus menjadi manusia untuk menjadi jalan
pendamaian bagi manusia agar bisa berdamai kembali dengan Bapa.31 Dan Yesus harus
mengalami kematian yang sejati agar Dia dapat membayar dosa manusia yaitu “ upah dosa
adalah maut” (Roma 6:23). Karena jika Yesus bukan manusia sejati, maka Ia juga tidak bisa
mati sejati. Maka dengan demikian kita menyatakan bahwa Yesus 100% Allah dan 100%
Manusia.

II. Fakta Ke Allahan Yesus Kristus


Alkitab menyaksikan bahwa seluruh perkataan dan perbuatan Yesus Kristus adalah fakta
tentang ke-Allah-an-Nya. Bukti-bukti ke-Allah-an Yesus Kristus:
1. Yesus menyandang gelar Ilahi. Yesus disebut sebagai Firman ('logos') yang tidak lain
adalah Allah sejati. Yesus disebut Anak Allah. Rasul Yohanes sebanyak lima kali menyebut
Yesus sebagai Anak Tunggal Bapa. Selain itu, di dalam kitab Wahyu, beberapa kali Yesus
dikatakan sebagai 'Alpha' dan 'Omega' - suatu nama Ilahi yang hanya boleh dikenakan bagi
Allah sendiri.
2. Yesus memiliki sifat-sifat dasar ke-Allah-an. Oleh karena hakekat Allah dimiliki oleh
Kristus, maka sifat-sifat dasar Allah melekat pada diri-Nya. Kalimat dari Kristus yang
paling mengejutkan orang-orang Yahudi adalah klaim bahwa Dia sudah ada sebelum
Abraham jadi. Pernyataan ini jelas telah mengungkapkan sifat keberadaan-Nya yang kekal,
sama dengan Allah. Penulis surat Ibrani meneguhkan ketidakberubahan Kristus. Jadi Kristus
31
Riemer Roukema, “Jesus, Gnosis, & Dogma” , T.T Clark: New York, 2010 London, hlm. 164-165.
21
berkuasa memberikan kehidupan kekal, yang hanya dapat diberikan oleh Allah sendiri.
Kristus sendiri menyatakan bahwa Ia dan Bapa adalah satu, sehingga memiliki segala
kekayaan sifat Allah dalam diri-Nya. Sifat-sifat lain yang menunjuk kepada ke-Allah-an
Kristus: Maha Kuasa, Maha Tahu, Maha Ada, dan Maha Suci. (yohanes 8:58). Dan dia
mengaku Mahahadir: hadir dimana-mana (Matius 18:20). Maha tahu ( Matius 16:21; Lukas
6:8; 11:7; Yohanes 4:29), Mahakuasa ( Matius 28:20; Markus 5:11-15, Yohanes 11:38-44).

3. Yesus setara dengan Allah Bapa. Sebagai konsekuensi logis dari karakteristik ke-Allah-an
yang dimiliki Yesus maka Dia setara dengan Bapa-Nya, misalnya dalam hal disebutkan
bersama-sama nama Bapa dan Roh Kudus sewaktu upcara baptisan, pengucapan salam, dan
berkat dari Allah. Kesetaraan Kristus dengan Bapa terlihat di dalam kesatuan-Nya dengan
Bapa dan kelayakan-Nya untuk disembah oleh manusia. 32

4. Yesus melakukan karya yang hanya dikerjakan oleh Allah. Tentu saja di dalam karya
penciptaan dan pemeliharaan semesta alam ini, Kristus juga turut berperan aktif bersama
oknum-oknum lain dari Allah Tritunggal. Dikatakan pula bahwa Yesuslah yang menopang
segala sesuatu dengan kuasa-Nya yang tak terbatas. Mujizat demi mujizat yang dilakukan
Yesus dengan jelas menyatakan sifat ke-Allah-an-Nya. Di dalam karya penebusan, Kristus
bukan saja berkuasa untuk mengampuni orang berdosa, tetapi Ia juga berkuasa untuk
membangkitkan orang mati. Bahkan pada Hari Tuhan nanti, Kristus akan menghakimi
semua manusia.

5. Kristus menyatakan mempunyai Penghormatan yang sama dengan Allah


Dalam Yohanes 5:23 berkata “ Supaya semua orang menghormati Anak sama seperti
mereka menghormati Bapa. Barangsiapa tidak menghormati Anak, ia juga tidak
menghormati Bapa, yang mengutus Dia.” Dalam ayat ini Yesus mengatakan dengan jelas
bahwa manusia akan menghormati Dia sebagaimana mereka menghormati Bapa. Jika
dimulai dari ayat ke-16, akan menemukan bahwa orang-orang Yahudi berkata bahwa Yesus
telah mengajar bahwa Dia sama dengan Allah ( ayat 18). Jika Yesus tidak menjadi sama
dengan Allah, Dia sudah tentu akan membenarkan mereka. Dia akan membuat itu jelas bagi
mereka bahwa Ia tidak sama dengan Allah. Tetapi Ia tidak melakukannya. Malahan Yesus
memberitahukan kepada mereka bahwa semua orang menghormati Anak sama seperti
mereka menghormati Bapa. Dan jika diperhatikan dalam Filipi 2:6, yang walaupun rupa
Allah, tidak menganggap kesetraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus
dipertahankan, ayat ini menceritakan bahwa Yesus telah menjadi Allah sebelum Ia datang
32
Alister Mc. Grath, “ God the Holy Trinity” : Reflection on Christian Faith and Practise, Baker Akademic, Grand Rapids,
Michigen, 2006, hlm 15.
22
di dunia. Yesus tidak pernah berpikir bahwa Dia meramapas hak Allah dengan menjadi
sejajar dengan Allah, melainkan Ia sedang menyatakan sejajar dengan Allah karena Ia
adalah Allah itu sendiri.

6. 'Theophani' dalam Perjanjian Lama. Meskipun semua pernyataan yang disebut di atas
berasal dari Perjanjian Baru, bukan berarti di dalam Perjanjian Lama sama sekali tidak ada
bukti tentang ke-Allah-an Kristus. Sebaliknya, beberapa peristiwa 'theophani' (penampakan
diri Allah yang hanya dapat dilihat oleh mata manusia) membuktikan bahwa Kristus adalah
Allah. Beberapa contoh 'theophani' yang penting dalam Perjanjian Lama: Panglima Bala
Tentara TUHAN yang disembah oleh Yosua dan Malaikat TUHAN.

III. Kemanusiaan Yesus Kristus


Kemanusiaan Yesus Kristus yang sempurna telah dinyatakan baik secara langsung
maupun tidak langsung. Beberapa bukti kemanusiaan Yesus:
1. Yesus memiliki sifat sejati insani. Hal ini mengungkapkan bahwa Yesus memiliki segala
unsur manusiawi, baik tubuh jasmani yang dapat dilihat dan dijamah maupun jiwa dengan
segala dimensinya, seperti: pengetahuan, akal budi, emosi, dan kehendak. Yesus,
sebagaimana manusia pada umumnya, juga mengalami fase-fase pertumbuhan fisik, intelek,
kesadaran sosial, dan sebagainya sejak bayi, masa kanak-kanak, remaja, pemuda hingga
dewasa. Jadi kewajaran perkembangan ini adalah lumrah dan secara normal juga berlaku
bagi sifat dasar insani Kristus. Oleh karena itu, dalam berbagai kondisi Yesus pun dapat
merasakan keletihan fisik; mengantuk lalu tertidur; haus; geram, jengkel, bahkan marah;
gelisah, gentar dan takut; terharu, sedih, dan menangis; Ia juga pernah merasa sangat lapar
sewaktu berpuasa di padang gurun.

2. Yesus mempunyai keluarga, silsilah, dan gelar sebagai Anak Manusia. Di dalam keempat
kitab Injil, tidak kurang 80 kali Yesus menyebut diri-Nya sebagai Anak Manusia. Dengan
menggunakan gelar ini secara pasti Yesus mengidentifikasikan diri-Nya sebagai manusia
biasa. Selain itu, Yesus juga dipanggil dengan nama anak atau keturunan Daud. Yesus juga
memiliki keluarga. Hal ini membuktikan bahwa Yesus memang pernah ada di dalam sejarah
manusia.

3. Yesus dilahirkan dari rahim seorang manusia. Meskipun umat Kristen mengetahui dan
mengakui bahwa Yesus adalah Allah yang menjelma menjadi manusia, namun kehadiran-
Nya di bumi ini juga melalui proses kelahiran seperti manusia pada umumnya.

4. Ia memiliki berbagai kelemahan yang tak Berdosa dari Sifat Manusia. Karena itu, Yesus
pernah lelah (Yohanes 4:6), lapar (Matius 4:2;21:18), haus (Yohanes 19:28); ia pernah tidur
23
( Matius 8:24; dibandingkan Mazmur 121:4); ia dicobai (Ibrani 2:18; 4:15) Ia
mengharapkan kekuatan dari Bapa-Nya yang disorga ( Markus 1:35;Yohanes 6:15; Ibrani
5:7), dll. Yesus mengalami ini semua karena Ia menjadi sama dengan manusia. Namun
Yesus tidak menjadi manusia seperti umumnya, Ia menyebutkan kelemahan-kelemahannya
dalam sifat Kristus tidaklah berarti kelemahan yang berdosa.

5. Yesus selaku manusia juga mengalami pencobaan. Sifat dasar insani Yesus Kristus
diteguhkan melalui pencobaan yang dialami-Nya. Pencobaan adalah suatu situasi krisis
namun netral di tengah-tengah antara ujian dan godaan. Yesus dipimpin oleh Roh Kudus ke
padang gurun untuk diuji, sementara Iblis datang menggoda-Nya berulang-ulang. Kesaksian
keempat Injil mengenai pencobaan-pencobaan yang dialami oleh Kristus dapat
dirangkumkan dalam Ibrani 4:15, "Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam
besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan
kita. Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa." Ujian yang paling berat yang dihadapi oleh
Yesus ialah sewaku Ia harus menghadapi penyaliban. Di Taman Getsemani Yesus bergumul
begitu hebat sampai peluh-Nya menetes ke tanah seperti darah.

6. Berkali-kali Ia disebut sebagai Manusia. Yesus menganggap diri-Nya sendiri manusia


(Yohanes 8:40). Yohenes Pembabtis (Yohanes 1:30), Petrus (Kisah 2:22), dan Paulus (1
Korintus 15:21; Filipi 2:8 menyebut-Nya manusia. Yesus benar-benar diakui manusia
(Yohanes 7:27) sehingga Ia dikenal sebagai orang Yahudi. Dan saat ini Ia berada di sorga
sebagai manusia ( I Timotius 2:5) dan akan datang kembali (Matius 16:27) serta
menghakimi dunia ini dengan adil sebagai manusia (Kis 17:31).

Pribadi Yesus Kristus adalah yang paling unik. Ia disebutkan sebagai Pengantara Tunggal
antara Allah dan manusia. Sebagai pengantara antara Khalik dan makhluk. Yesus harus
memiliki dua sifat dasar yang menyatu dalam satu pribadi, yaitu ke-Allah-an dan kemanusiaan.
Namun harus dimengerti di sini bahwa Yesus Kristus sama sekali bukan termasuk kategori
makhluk ciptaan, tetapi sebaliknya Ia adalah Allah sejati yang menjelma menjadi manusia
sejati.

24
D. KONSILI TRINITAS
I. Konsili Nicea (325 M)
Merupakan konsili para uskup Kristen yang dihimpun oleh Kaisar Romawi Konstantinus I
pada 20 Mei – 19 Juni 325 M yang merupakan juga adalah konsili ekumenis pertama. Konsili ini
memiliki banyak pembahasan, salah satunya mengenai kodrat Yesus Kristus. Pencapaian
utamanya mengenai penyelesaian isu Kristologis mengenai kodrat Putra Allah dan hubungannya
dengan Allah Bapa, pembentukan Pengakuan Iman Nicea, penetapan waktu Paskah, dan
pengundangan hukum kanon awal. Latarbelakangnya juga muncul dari perbedaan pendapat
dalam Gereja Aleksandria mengenai kodrat Putra dalam hubungannya dengan Bapa: secara
khusus mengenai apakah Putra telah “diperanakkan” oleh Bapa dari wujudNya sendiri, dan
karena tidak memiliki awal, atau tercipta dari ketiadaan, dan karenanya memiliki suatu awal.
Dalam konsili ini, paham Arianisme yang dinisbatkan oleh Arius (250 – 336 M), seorang
presbiter Kristen Aleksandria ditolak. Paham Arianisme adalah konsep Kristologi yang
menyatakan bahwa Yesus Kristus adalah Putra Allah yang diperanakkan oleh Allah Bapa pada
suatu ketika, berbeda dari Sang Bapa, dan oleh karena itu lebih rendah derajatnya dari Sang
Bapa. Dalam konsep ini, Yesus tidak senantiasa ada (berasal dari ketiadaan), tetapi ada setelah
diperanakkan oleh Allah Bapa. Arianisme disebut juga sebagai teologi “anti-Trinitas”. Konsili
ini menegaskan bahwa pribadi Yesus Kristus adalah Allah yang total (utuh) dan manusia yang
total (utuh).

II. Konsili Konstantinopel (381 M)


Konsili ekumenis ini diselenggarakan di Konstantinopel pada 381 M dan berakhir pada 9
Juli 381 yang diselenggarakan oleh Kaisar Teodosius I untuk membahasa kembali Arianisme,
Masedonianisme, Apollinarianisme, Pneumatomachi yang menyangkal keilahian Roh Kudus.
Dalam konsili ini, terjadi perdebatan mengenai Hypotasis (Pribadi) Yesus Kristus dalam
hubunganNya dengan Bapa dan Roh Kudus dalam Trinitas. Konsili ini diikuti oleh Gereja
Ortodoks dan Timur, tetapi tidak dihadiri oleh Gereja Barat. Konsili ini menegaskan hasil dari
Konsili Nicea yakni bahwa pribadi Yesus Kristus adalah 100 % Allah dan 100 % manusia dan
meredam paham Arianisme.

III. Konsili Chalcedon (451 M)


Merupakan konsili ekumenis yang berlangsung pada 8 Oktober – 1 November 451 di
Khalsedon. Konsili ini menolak paham Monofisitisme dari Eutikus yakni menyatakan bahwa
Kristus hanya memiliki satu kodrat yaitu kodrat ilahi, karena kodrat kemanusiaanNya telah
terserap dalam keilahianNya. Paha mini melihat bahwa kodrat Yesus hanyalah satu dan kudus

25
(ilahi). Secara umum, paham ini terbagi atas dua aliran yakni Eutychianisme yang meyakini
bahwa kodrat manusiawi dan ilahi pada Kristus tergabung menjadi suatu kodrat yang tunggal
dan Apollinarisme yang mempercayai bahwa Kristus memiliki tubuh dan dasar hidup
manusiawi, tetapi Logos Ketuhanan telah menggantikan nous. Konsili ini merumuskan bahwa
hubungan Keilahian dan Kemanusiaan Yesus yakni bahwa Yesus memiliki dua natur dalam satu
pribadiNya yang tidak bercampur, tidak berubah, tidak terbagi, dan tidak terpisah. Keilahian
penuh dan kemanusiaan penuh dari Yesus.

26
DAFTAR PUSTAKA
Adiprasetya, Joas. An Imaginative Glimpse- Trinitas dan Agama-Agama. Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2013
Barth, Christoph. Teologi Perjanjian Lama 1. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008
Barth, Karl. Church Dogmatics: The Doctrine of The Word of God – Vol. I. British: T &
T Clark Edinburgh, 1995
Dowell, Josh. Benarkah Yesus itu Allah ?. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1987
Drane, John. Old Testament Faith An Illustrated Documentary. Sydney: Lion Published,
1986
Hodge, Charles. Systematic Theology-Vol.I. London: James Clarke & Co.LTD, 1960
Hodgson, Peter C dkk. Readings in Christian Theology. USA: Fortress Press Minneapolis, 1985

Kelly, J.N.D. Early Christian Doctrines. London: Adam & Charles Black , 1960
Koehler, Edward W.A. Intisari Ajaran Kristen. Pematang Siantar: Akademi Lutheran Indonesia
–ALI, 2012
Lak, Yeow Choo. To God be The Glory. Singapore: Trinity Theological College, 1981
Lewis, Greville P. An Approach to Christian Doctrine. London: The Epworth Press, 1954
MacGregor, Jerry, Marie Prys. 1001 Fakta Mengejutkan Tentang Allah. Yoyakarta: ANDI, 2003
Mc. Grath, Alister. God the Holy Trinity , Reflection on Christian Faith and Practise. Michigan:
Baker Akademic - Grand Rapids, 2006

Mc. Grath, Alister. Christian Theology: An Introduction – Second Edition. Washington DC:
Blackwell Publisher, 1994

Moltmann, Jurgen. The Trinity and The Kingdom. Cambridge: Harper & Row Publishers, 1981
Peters, Ted. God the World’s Future- Systematic Theology of A PostModern Era.
Minneapolis: Fortress Press, 1992
Placher, William C. Readings in The History of Christian Theology-Vol. I. Philadelphia: The
Westminster Press, 1988
Roukema, Riemer. Jesus, Gnosis, and Dogma. New York - London: T.T Clark, 2010

Susanda, B Yakub. Mengenal dan Bergaul dengan Allah. Yogyakarta: ANDI, 2010
Van, Niftrik B. J, Bolond. Dogmatika Masa Kini. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003
Vriezen. C. Agama Israael Kuno. Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2009
Wolf, Hans Walter. The Old Testament a Guide its Writings. Philadelphia: Fortress Press, 1970

27
Sesi Diskusi
1. Sesi I (Pertanyaan)
 Sadrah Hutabarat
Apakah perbedaan kata nama Yahweh, Elohim, dan Adonay ?
Jawab : Yahweh merupakan kata nama yang merujuk kepada pribadi Allah Israel. Bagi
bangsa Israel kata Yahweh begitu suci sehingga sering dibaca dengan kata Adonay
( Tuhan ). Kata Adonay yang berarti merujuk kepada sifat yang lebih umum dari Allah, atau
sebagai kata benda. Sedangkan kata Elohim yang berarti Allah dipakai sebagai kata sebut.
Kita juga harus memahami bahwa kata Israel mengenal Allah dari perbuatan dan sifat-Nya,
sehingga sifat atau perbuatan Allah tersebut dipakai menjadi nama Allah. Sebagai contoh,
El Roi ( Allah yang Melihat ), El Shaday ( Allah yang Maha Kuasa) dan sebagainya.

 Sarah Tambunan
Bagaimana hubungan keilahian dan kemanusiaan Yesus yang 100 % ?
Jawab : Hubungan keilahian dan kemanusian Yesus dapat terlihat dimana ketika Yesus
dapat merasakan seperti yang dirasakan oleh Manusia, seperti ketika Yesus merasa lapar,
ketakutan, kelelahan, dan yang lainnya. Dimana terlihat Ia memiliki keterbatasan secara
fisik sebagaimana manusia secara umumnya, tetapi Ia tidak berdosa. Karena itulah Yesus
pernah lelah (Yohanes 4:6), lapar (Matius 4:2;21:18), haus (Yohanes 19:28); ia pernah tidur
( Matius 8:24), Ia dicobai (Ibrani 2:18; 4:15). Yesus mengalami ini semua karena Ia
menjadi sama dengan manusia. Namun Yesus tidak menjadi manusia seperti umumnya, Ia
menyebutkan kelemahan-kelemahannya dalam sifat Kristus tidaklah berarti kelemahan yang
berdosa. Keilahiaan Yesus nampak melalui perbuatan-perbuatan-Nya, seperti Mujizat,
Transfigurasi, dan sebagainya.

 Daniel Samsul Manik


Bagaimana hubungan ke-Tritunggalan Allah yang dapat dipahami secara sederhana ?
Jawab : ke Tritunggalan Allah tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain, tetapi kita
harus mengerti bahwa kita tidak dapat memahami Yesus tanpa memahami Allah dan Roh
Kudus, serta sebaliknya. Hubungan ketritunggalan dapat kita pahami sebagai berikut :

Allah Bapa menciptakan bersama Yesus dan Roh Kudus.

Allah Anak menyelamatkan bersama Bapa dan Roh Kudus.

Allah Roh Kudus memelihara bersama Bapa dan Yesus.

28
2. Sesi II (Tanggapan, Kritik, dan Saran)

 Josua Gesima
Saya sungguh mengapresiasi kelompok karena materi yang disampaikan cukup lengkap dan
dikuasai oleh kelompok. Tetapi alangkah lebih baiknya jikalau kelompok dapat menjelaskan
mengenai pengertian antara Roh Allah dan Roh Kudus.

29

Anda mungkin juga menyukai