Oleh karena itu, saya mencoba menganalisanya berdasarkan fakta-fakta yang dinyatakan Alkitab
melalui studi linguistik atau bahasa asli Alkitab.
Peristiwa kejatuhan Adam dan Hawa ke dalam dosa saat berada di Taman Eden setelah dipengaruhi
oleh ular, menyisakan satu pertanyaan yang menggelitik. Mengapa Allah Maha Kuasa, yang membenci
dosa, mengijinkan dosa masuk ke dalam dunia? Pertanyaan itu telah menjadi bahan perdebatan
selama berabad-abad dalam sejarah kehidupan di planet Bumi ini.
Jawaban untuk pertanyaan tersebut tidaklah sederhana. Akan tetapi, bukannya tidak bisa terjawab.
Marilah meggunakan logika sederhana dengan menganalisa fakta-fakta yang terungkap dalam Alkitab.
Kitab Kejadian mengajarkan bahwa Allah menciptakan makhluk yang bernama manusia (Kejadian
1:26-28). Manusia adalah ciptaan yang diciptakan segambar dengan Allah. Salah satu makna dari
segambar dengan Allah adalah bahwa manusia itu diberikan akal budi sesuatu yang
membedakannya dari hewan, tumbuhan dsb-. Dengan akal budi itu, manusia mempunyai pikiran atau
kehendak bebasnya.
Penggunaan kehendak bebas inilah yang terekam dalam kisah di Taman Eden. Allah memberikan
firman agar Adam dan Hawa tidak memakan buah dari Pohon Pengetahuan tentang yang baik dan
yang jahat. Buah dari pohon-pohon lainnya boleh mereka makan. Hanya buah dari pohon itu saja
yang tidak boleh dimakan, karena bisa mengakibatkan kematian (Kejadian 2:15-17). Tidak
diceritakan berapa lama keduanya menghuni Taman Eden dan menikmati segala yang terindah.
Sampai suatu hari, ular datang dan membujuk Hawa untuk memakan buah dari Pohon Pengetahuan
tentang yang baik dan yang jahat tersebut. Singkat cerita, keduanya lalu memakan buah dari pohon
tersebut. Tindakan mereka mengakibatkan keduanya menjadi telanjang, kehilangan kemuliaan Allah
(Roma 3:23) dan mengalami kematian pada akhirnya.
Apakah Allah tidak mengetahui tindakan ular yang menghampiri Hawa? Tentu saja Dia tahu. Apakah
Allah tidak melihat percakapan antara Hawa dan ular tersebut? Jawabannya, Allah pasti melihat.
Apakah Allah tidak tahu ketika Hawa memakan buah itu? Tentu Allah mengetahuinya, karena Dia
maha tahu. BIla demikian, mengapa Allah membiarkan Adam dan Hawa memakan buah itu dan
akhirnya jatuh ke dalam dosa? Jawabannya karena Allah tidak menciptakan robot yang telah
terprogram. Allah telah menciptakan manusia yang mempunyai akal budi. Makhluk yang bisa
memutuskan untuk mengasihi dan taat kepada-Nya ataupun memutuskan untuk tidak mengasihi dan
tidak mentaati-Nya. Dia memberikan kebebasan kepada Adam dan Hawa untuk memilih mentaati
Dia atau tidak. Pilihan Adam dan Hawa ternyata adalah tidak taat dan menyimpang dari rencana
kebaikan Tuhan atas mereka.
Jadi, jelaslah bahwa sesungguhnya Allah tidak memberikan kesempatan pada dosa di Taman Eden,
tetapi memberikan kesempatan pada manusia untuk memilih menjadi taat atau tidak taat kepada-
Nya. Dan ketika manusia memilih untuk tidak taat, maka dosa masuk ke dalam dunia. Salah satu arti
dari dosa adalah ketidaktaatan atau menyimpang dari perintah Tuhan.
Kita perlu mengenal arti dan makna dosa sebagaimana yang dimaksudkan Alkitab, agar dapat
melangkah hati-hati di dalam kehidupan ini. Alkitab menggunakan beraneka macam istilah untuk
dosa. Hal ini tidak mengherankan karena tema utama Alkitab adalah pemberontakan manusia
terhadap Allah dan respon Allah yang penuh anugerah. Berikut adalah istilah atau kata-kata asli
dalam Alkitab (Perjanjian Lama: Ibrani; Perjanjian Baru: Yunani) yang diterjemahkan dalam Alkitab
bahasa Indonesia sebagai dosa.
Pertama, Khattat. Istilah ini merupakan istilah yang paling sering digunakan dalam Perjanjian Lama.
Kata ini muncul ratusan kali dalam Perjanjian Lama (580 kali). Beberapa ayat yang menggunakan kata
ini adalah: Kejadian 4:7; 39:9; Keluaran 32:30; Mazmur 51:6 dsb). Contoh dalam Kejadian 4:7,
Apakah mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik? Tetapi jika engkau tidak berbuat baik,
dosa (khattat) sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus
berkuasa atasnya. Dosa dalam ayat tersebut berasal dari bahasa Ibrani Khattat.
Khattat mengungkapkan tentang pikiran yang tidak mengenai sasaran, membuat kesalahan, luput
atau gagal. Dalam pengertian ini, dosa mengacu kepada arti bahwa manusia tidak kena, tidak sampai
atau menyimpang dari tujuan dan maksud Allah. Hal ini mengandung makna bahwa dosa itu bukan
saja dilakukan melalui perkataan dan perbuatan tetapi juga dalam keadaan dan sikap hati atau pikiran
yang berdosa. Manusia menyimpang dari jalan yang benar.
Kedua, Khet. Merupakan istilah yang seasal dengan khattat. Istilah ini diantaranya terdapat dalam
kitab Mazmur 51:11 yang berbunyi, Sembunyikanlah wajah-Mu terhadap dosa (khet) ku,
hapuskanlah segala kesalahanku!
Ketiga, Pesya. Kata ini mempunyai arti tindakan memberontak, melawan, menentang. Dapat
disimpulkan hal ini menyangkut tentang pemberontakan atau pelanggaran terhadap kehendak dan
perintah Allah. Istilah ini diantaranya dapat ditemui di dalam kitab Kejadian 31:36; Amsal 28:13;
Hosea 8:1. Dalam Kejadian 31:36 tertulis, Lalu hati Yakub panas dan ia bertengkar dengan Laban. Ia
berkata kepada Laban: Apakah kesalahanku(pesya) apakah dosaku, maka engkau memburu aku
sehebat itu?
Keempat, Syagag. Kata ini berarti dosa yang tidak disengaja, karena tidak hati-hati, karena tidak
sadar dan tanpa diketahui. Contoh penggunaannya adalah dalam Imamat 4:13.
Kelima Asyam. Kata ini artinya adalah melanggar, berbuat khilaf/kesalahan (Imamat 6:2,5,6; 7:1-
7). Contoh penggunaan: Apabila seseorang berbuat dosa (asyam) dan berubah setia terhadap
TUHAN, dan memungkiri terhadap sesamanya barang yang dipercayakan kepadanya, atau barang
yang diserahkan kepadanya atau barang yang dirampasnya, atau apabila ia telah melakukan
pemerasan atas sesamanya, (Imamat 6:2).
Keenam, Awon/Avon. Kata benda (nomina) Ibrani VON, -lef vv nun, diterjemahkan oleh
LAI dengan hukuman, kedurjanaan, kesalahan, dosa. Kata ini berasal dari kata kerja VH,
yang artinya adalah membengkokkan yang lurus, memutarbalikkan, mengubah bentuk. Kata
VON/AWON senantiasa dihubungkan dengan perbuatan jahat (sesat, menyeleweng, murtad, dst)
yang dilakukan semasa hidup di dunia. Contoh penggunaan: Tetapi keturunan yang keempat akan
kembali ke sini, sebab sebelum itu kedurjanaan (awon) orang Amori itu belum genap. (Kejadian
15:16).
Sebagai kesimpulan, setidaknya ada enam kata dalam Alkitab bahasa Ibrani Perjanjian Lama yang
diterjemahkan sebagai dosa dalam Alkitab bahasa Indonesia, atau sin dalam Alkitab yang
berbahasa Inggris.
Pertama, Hamartia. Kata ini mempunyai makna tidak mengenai sasaran atau meleset. Kata ini
merupakan kata yang paling umum digunakan di dalam Perjanjian Baru. Kata ini ditulis 174 kali, dan
71 kali diantaranya terdapat di dalam surat-surat rasul Paulus. Kata ini bukan hanya menunjuk pada
perbuatan dosa, tetapi juga keadaan hati dan pikiran yang jahat. Contoh penggunaan: Karena semua
orang telah berbuat dosa (hamartia) dan telah kehilangan kemuliaan Allah, (Roma 3:23). Contoh
lainnya: Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah
yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa (hamartia) mereka. (Matius 1:21).
Kedua, Parabasis. Kata ini berasal dari kata kerja Parabaino yang maknanya adalah melanggar.
Secara konseptual berarti berjalan melewati garis, seperti para murid Yesus dituduh melanggar adat
istiadat nenek moyang mereka, dan ungkapan melangkah keluar dari ajaran Yesus dalam 2 Yohanes
1:9. Jadi, parabasis berarti pelanggaran atau menyimpang dari yang seharusnya.
Dalam Perjanjian Baru, kata ini selalu dipakai dalam hal pelanggaran hukum yang pasti (Roma 4:15; 2
Petrus 2:16). Hukum-hukum Allah menuntut ketaatan manusia, dan jika manusia tidak mentaatinya
berarti ia adalah pelanggar hukum dan berdosa sehingga murka Allah akan menimpanya (Roma
4:15). Contoh penggunaan: Lagipula bukan Adam yang tergoda, melainkan perempuan itulah yang
tergoda dan jatuh ke dalam dosa (Parabasis). (1 Timotius 2:14).
Ketiga, Adikia. kata ini memiliki makna kejahatan, perbuatan yang tidak benar. Hal ini
merupakan perbuatan lahiriah atau dari luar, yang dinilai merupakan sesuatu perbuatan yang tidak
benar sama seperti yang dikatakan oleh hukum-hukum dunia tentang orang bersalah. Di pengadilan
ketika semua pemeriksaan sudah selesai, maka hakim akan memvonis, bahwa terdakwa bersalah.
Itulah adikia, berarti seseorang telah berbuat salah. Kata ini dipakai di 1 Yohanes 1:9; I Yohanes 5:17.
Contoh penggunaan: Semua kejahatan (adikia) adalah dosa, tetapi ada dosa yang tidak
mendatangkan maut. (1 Yoh 5:17).
Keempat, Anomia. Kata ini berasal dari kata sifat Anomos yaitu partikel negatif A dan kata benda
Nomos (hukum). Jadi, anomia adalah suatu kondisi tanpa hukum karena mengabaikannya/tidak
memperdulikan hukum/tidak mentaati hukum. Contoh penggunaan: Setiap orang yang berbuat
dosa, melanggar juga hokum Allah (anomia), sebab dosa ialah pelanggaran hukum Allah ( anomia).
(1 Yohanes 3:4).
Kelima, Asebeia. Kata ini memiliki makna tentang kefasikan dan tidak mengenal Allah (Titus 2:12).
Keenam adalah Paraptoma. Kata ini memiliki makna kesalahan, tidak berdiri teguh pada saat harus
teguh, tidak sampai kepada yang seharusnya, pelanggaran secara sengaja (Matius 6:14-15, Roma
4:24; Galatia 6:1; Yak 5:16).
Ketujuh adalah Agnoema. Artinya tidak berpengetahuan, tidak berpengertian. Contoh penggunaan:
tetapi ke dalam kemah yang kedua hanya Imam Besar saja yang masuk sekali setahun, dan harus
dengan darah yang ia persembahkan karena dirinya sendiri dan karena pelanggaran-pelanggaran,
yang dibuat oleh umatnya dengan tidak sadar (agnoema). (Ibrani 9:7).
Asal Mula Dosa
Alkitab menerangkan bahwa dosa berasal dari suatu makhluk yang mempunyai kehendak bebas, yaitu
si iblis. Pada mulanya iblis adalah seorang malaikat Allah yang terang dan mulia. Ia telah
memberontak dan durhaka kepada Allah. Alkitab menerangkan bahwa dosa iblis berasal dari
kesombongannya. Dosa pertama itu berasal dari kehendak iblis. Allah menciptakan malaikat-malaikat
sebagai pelayan-Nya dengan kehendak yang bebas, dan itu akan menjadi baik asal digunakan dengan
baik dan bertanggung jawab.
Di dalam kitab Yesaya 14:12-17, diterangkan bahwa Bintang Timur/Lucifer (Alkitab versi King James),
putera fajar telah jatuh dari langit karena mendurhaka kepada Allah. Perhatikan perkataan aku
hendak yang diulang lima kali, dan akhirnya aku hendak menyamai Yang Maha tinggi! (ay 14). Dan
bandingkan dengan II Tesalonika 2:4, dimana antikristus, wakil iblis, akan mengaku dirinya sebagai
allah. Dalam Kitab Yehezkiel pasal 28 terdapat sedikit keterangan bahwa iblis telah jatuh akibat
kesombongannya (ay 17).
Seorang ahli kitab suci, Leander S Keyser, memberi komentar, Menurut penafsiran Alkitab secara
umum, makhluk pertama yang dianugerahi kehendak bebas adalah malaikat-malaikat. Dan dengan
demikian, asal mula dosa dalam alam ini disebabkan oleh makhluk yang bebas kehendaknya itu salah
memilih. Memang dosa harus berasal dari makhluk yang bebas kehendaknya, sebab kalau tidak, dosa
tidak menjadi dosa, hanya suatu kesalahan atau nasib. Rupanya beberapa malaikat telah mulai iri
terhadap kuasa Allah dan tidak melawan iri hati itu, lalu mendurhaka kepada Allah. Itulah asal mula
jatuhnya beberapa malaikat ke dalam dosa. Dosa mengubah mereka sehingga mereka menjadi setan
dan roh-roh jahat. Yang menjadi penghulunya adalah iblis, yang paling mendurhaka kepada Allah.
Jadi, rupanya dosa telah timbul di dalam Bintang Timur/Lucifer itu ketika kehendaknya menyimpang
pada jalan yang salah, yaitu memberontak melawan Allah. Pada waktu beberapa malaikat berdosa,
tidak semua malaikat ikut berdosa. Keadaan ini tidak sama dengan Adam yang mendatangkan dosa
atas segenap umat manusia.
Hakekat Dosa
Setelah mempelajari akar kata dan asal mula dosa, maka kita sampai pada hakekat dari dosa itu
sendiri. Daripada menjadi gambar Allah, manusia ingin menjadi sama dengan Allah. Manusia ingin
memutuskan sendiri apa yang baik dan apa yang jahat. Manusia mencurigai Allah dan tidak percaya
kepada hukum Allah. Manusia tidak percaya bahwa tujuan Allah di dalam hukum-Nya adalah semata-
mata demi kebahagiaan manusia. Di dalam pemberontakannya itu manusia menyangka bahwa tujuan
Allah dengan hukum-Nya ialah kesengsaraan manusia, dan bahwa pelanggaran terhadap Hukum Allah
merupakan kebahagiaan manusia.
Studi Alkitab menunjukkan bahwa dosa tidak berasal dari jasmaniah manusia, tetapi berasal dari inti
manusia itu sendiri, yaitu hatinya, di dalam hubungannya dengan Allah. Tuhan Yesus mengatakan,
dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan
Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang (Mrk 7:21-23; bnd Kej 6:5; Yer
17:9; Rm 3:10-18; Rm 7:23). Jika hati itu dipenuhi dengan kesombongan, maka kesombongan itu
akan meluapkan hawa nafsu. Jika hati tidak jujur lagi di hadapan Allah, maka badan kita pun
disalahgunakan untuk perbuatan-perbuatan seperti percabulan, kejahatan, rakus, ketamakan,
kecemaran dan sebagainya.
Penyebaran Dosa
Dosa bersifat universal. Tidak ada yang benar, seorang pun tidak (Roma 3:10; bnd Roma 3:1-
10,23; Roma 5:12, 19; Mzm 14:1). Hanya Yesus Kristus, yang hidup sebagai orang tidak berdosa
(Ibrani 4:15). Dosa itu menyeluruh bukan hanya secara geografis, tetapi mempengaruhi setiap
manusia secara keseluruhan. Yaitu: Kehendak (Yoh 8:34; Roma 7:14-24; Efesus 2:1-3; 2 Petrus
2:19). Pikiran dan Pengertian (Kejadian 6:5; Efesus 4:17). Perasaan (Rm 1:24-27; I Tim 6:10; 2
Tim 3:4). Ucapan dan Perilaku (Mrk 7:21-22; Gal 5:19-21; Yak 5:3-9).
Keadaan manusia ini menurut John Calvin seorang tokoh reformasi Protestan disebut sebagai
kerusakan total (total depravity). Hal ini tidak berarti bahwa taraf kejahatan setiap manusia
sudah maksimal dan akan membuatnya setaraf dengan setan. Akan tetapi hal ini menjelaskan bahwa
tidak ada satu pun dari segi watak, karakter dan kepribadian manusia yang luput dari pengaruh dosa
(Rm 7:18-23).
Kenyataan bahwa orang sewaktu-waktu berpikir, berbicara atau bertindak dengan cara yang relatif
baik (Lukas 11:13; Rm 2:14-15), tidak membantah kerusakan total, karena baik ini bukanlah
kebajikan sepenuhnya sepanjang hidup yang memungkinkan manusia menghadap Tuhan.
Jenis Dosa
Alkitab mengajarkan bahwa ada dua jenis dosa secara umum. Yaitu, yang pertama disebut sebagai
Dosa Warisan. Adam dijadikan Tuhan Allah sebagai kepala umat manusia. Sebagai kepala umat
manusia ia menerima perintah/perjanjian Tuhan dan sebagai kepala umat manusia ia melanggar
perintah/perjanjian itu. Rasul Paulus mengatakan, karena seorang, dosa masuk ke dalam dunia (Roma
5:12,19). Akibatnya semua orang sesudah Adam adalah berdosa di hadapan Allah. Bukan hanya itu
saja, kesalahan Adam juga diperhitungkan dan dijatuhkan kepada umat manusia keturunannya (Kej
3; Rm 3:23; Rm 5:18). Keberdosaan Adam, mengakibatkan masuknya dosa ke dalam dunia. Peristiwa
tersebut merupakan awal dari kerusakan moral manusia. Secara perlahan, dosa mempengaruhi aspek-
aspek hidup manusia, sehingga segala kecenderungan hati manusia adalah jahat sejak kecil (Kejadian
8:21).
Kedua, adalah dosa perbuatan. Yaitu dosa yang dilakukan oleh individu manusia yang
bersangkutan, baik secara sengaja atau tidak sengaja dan diperbuat melalui hati/pikiran/pandangan
mata/perkataan dan perbuatan.
AKIBAT/PENGARUH DOSA
Kejatuhan manusia ke dalam dosa mempunyai implikasi yang luas sekali kepada diri manusia itu
sendiri. Ada beberapa aspek yang akan kita lihat berkenaan dengan akibat dari dosa yang dilakukan
oleh manusia.
Dampak yang paling utama berkaitan dengan dosa yang dilakukan oleh manusia adalah dalam
hubungannya dengan Allah. Pertama, di mata Allah manusia sudah mati dan akan menuju
maut (Roma 3:23; Rm 6:23).
Kedua, manusia tidak layak untuk menghadap Allah. Pengusiran Adam dan Hawa dari Taman Eden ke
luar, merupakan ungkapan geografis dari pemisahan spiritual manusia dari Allah, serta ketidaklayakan
untuk menghadap Dia dan menikmati keakraban dengan Dia (Kej 3:23). Malaikat dengan pedang yang
bernyala-nyala yang menutupi jalan menuju Eden melambangkan kebenaran mengerikan bahwa
dalam dosanya, manusia menghadapi pertentangan dan perlawanan dari Allah, yaitu murka Allah (Kej
3:24; Mat 3:7; I Tes 1:10).
Ketiga, manusia tidak sanggup lagi melakukan kehendak Allah. Meskipun Allah memanggil dan
memerintahkan manusia dan menawarkan kepada kita untuk jalan kehidupan, kebenaran dan
kebebasan, kita tidak sanggup lagi menjawab panggilan Allah itu sepenuhnya. Manusia tidak bebas
dan tidak sanggup untuk menyesuaikan diri dengan rencana Allah karena telah menjadi budak dosa
(Yohanes 8:34; Roma 7:21-23).
Keempat, manusia tidak benar di mata Allah. Kegagalan untuk mematuhi hukum dan kehendak Allah
membuat manusia berada di bawah kutukan hukum, rasa bersalah dan penghukuman yang makin
bertambah bagi pelanggar hukum (Roma 5:12; Ulangan 27:26; Galatia 3:10).
Kelima, manusia tidak peka lagi terhadap firman Allah. Allah berbicara baik melalui firman yang
tertulis, yaitu Taurat, Alkitab dan juga lisan melalui nabi-nabi-Nya kepada umat manusia. Akan tetapi
dosa telah membuat manusia menjadi bebal dan lebih memilih untuk tidak mentaati firman Allah.
Akhirnya manusia menjadi tidak mengenal Allah dan tidak mengerti hal-hal mengenai Roh. Hal-hal ini
membuat manusia menjadi angkuh dan dalam lingkup keagamaan, keangkuhan ini diungkapkan
sebagai pembenaran diri.
Manusia menentukan sendiri norma-norma bagi dirinya dan membenarkan dirinya menurut norma-
norma itu. Manusia mencari-cari alasan bagi dosa dan merasa yakin di hadapan Allah karena prestasi-
prestasi moral dan religiusnya dengan berbagai macam agama dan kepercayaannya. Ada juga yang
kemudian menolak eksistensi Allah secara teori (ateisme). Namun itu semua sesungguhnya hanya
untuk bersembunyi dari Allah (seperti Adam dam Hawa di Eden) dan untuk menghindari keseraman
apabila harus berdiri di hadapan Allah dengan kesalahannya terpampang di depan.
Dosa membuat perpecahan, pemisahan dan pertikaian antara manusia dan sesamanya baik di dalam
kelonpok masyarakat, agama, sosial, keluarga bahkan gereja. Dosa membuat manusia
mengeksploitasi sesamanya. Eksploitasi ini dapat dengan jelas kita lihat dalam hubungan antara pria
dan wanita. Sejarah mencatat kaum pria telah mendominasi wanita dengan kekerasannya. Wanita
digunakan bagi kepentingan egois pria, penolakan pria memberikan persamaan hak dan martabat
kepada wanita merupakan kenyataan yang tidak dapat dipungkiri.
Manusia kehilangan arah batin dan hidup dalam sejuta konflik dalam dirinya (Lihat Rm 7:23).
Pengaruh dosa nyata dalam penipuan diri sendiri. Manusia tidak lagi mampu menilai dirinya dengan
benar dan tepat. Dosa telah membuat manusia tidak lagi mampu memandang dirinya sebagai ciptaan
Allah yang mulia (Mzm 8:6). Manusia menjadi malu dengan dirinya sendiri, batinnya senantiasa
bergejolak mencari arah kehidupan ini. Bahkan terkadang manusia tidak dapat berdamai dengan
dirinya sendiri.
Manusia telah kehilangan keharmonisannya dengan alam ini. Manusia yang seharusnya memelihara
dan mengusahakan bumi bagi kemuliaan Tuhan (Kej 2:15) malah mengeksploitasinya secara
sembarangan sehingga mengakibatkan kerusakan alam ini (hutan menjadi gundul, banjir dsb). Udara,
air, dan tanah menjadi kotor oleh polusi yang disebabkan keserakahan manusia.
Manusia yang jatuh ke dalam dosa, hidup dalam waktu yang dibatasi karena dosa itu. Dosa membuat
manusia kehilangan kekekalan (Kej 2:17; 3:19), hari-harinya menjadi terbatas (Mzm 90:9-10).
Manusia harus menghadapi kematian sebagai akhir hidupnya.
Referensi:
Derek Prime, Tanya Jawab Tentang Iman Kristen, OMF, Jakarta; 2001
William Dyrness, Tema-tema dalam Teologi Perjanjian Lama, Gandum Mas, Malang; 1993
Sejak Adam dan Hawa jatuh dalam dosa, dosa itu masuk kepada semua turunannya. oleh
karena itu semua manusia lahir di dalam dosa dan diperbudak dosa dengan melanggar hukum
Allah dan Dosalah yang mengakibatkan hukum maut yang kekal.
Mazmur 51:7 ; 58:4 ; Kejadia 8:21 ; Roma 5:12 ; 3:12,23 ; Titus 3:5 ; Yohanes 3:5 ; Yohanes 6:63
Dengan ajaran ini kita menolak dan melawan ajaran yang menyatakan : Bayi yang baru lahir
tidak berdosa. Juga ajaran yang bertentangan dengan Firman Allah yang mengatakan : Dosa
hanyalah akibat kemiskinan, kekurangan dan kesengsaraan dan karena itu dosa tidak begitu
diberatkan. Demikian pula ajaran yang mengatakan bahwa hati orang adalah bersih seperti
kertas yang tidak bertuliskan pada waktu lahirnya
Konfesi HKBP
Pengakuaan Percaya amatlah perlu untuk menyatakan iman kita dan menolak
ajaran-ajaran yang sesat. Dahulu telah ada pada Gereja Pengakuan Iman Oikumene
untuk melawan ajaran-ajaran yang sesat. Pada waktu Reformasi ada juga surat-surat
Pengakuan Percaya melawan ajaran dari Gereja Katholik Roma, yang menyimpang
dari Alkitab. Pada tiap-tiap saat timbul ajaran-ajaran yang sesat yang
menggoncangkan Gereja, dan karena itu pula timbul surat-surat pengakuan yang baru.
Akan tetapi di dalam pengakuan yang baru itu, pengakuan yang mendahuluinya tidak
dilupakan untuk melawan ajaran-ajaran baru yang sesat itu. Jadi Gereja harus selalu
mempunyai pengakuan yang baru untuk melawan ajaran yang sesat yang timbul. Para
Reformator tidak hanya memakai pengakuan purba, akan tetapi bentuknya telah
diperbaharui pada zaman mereka itu. Jadi Gereja tidak boleh senang saja memegang
pengakuan yang dahulu, malahan pengakuan-pengakuan itu harus dipersegar dan
dikenakan untuk setiap waktu.
Sejak tahun 1933 terdapat ajaran-ajaran yang sesat di Jerman. Gereja-gereja di sana
dibangun, karena merasa, bahwa pengakuan-pengakuan yang dahulu itu tidak cukup
melawan ajaran-ajaran yang sesat itu serta menyusun suatu kesaksian yang baru yang
disebut: Die Barmen Thesen (31 5 1934). Ditandaskan di situ pemerintahan
Kristus sendiri dan dengan demikian dilawan pemerintahan orang-orang di dalam hal
keagamaan sepeti Hitler dan kawan-kawannya.
Ditanah Belanda juga ada usaha menyusun suatu pengakuan iman yang baru.
Pengakuan iman itu juga beralas pada pengakuan yang lama tetapi bernada baru pada
zaman modern ini. (Dr. H.M. Bolkestein, hal. 203).
Disebabkan oleh hal-hal yang mendesak di dalam Gereja kita, perlu pada masa ini
pemikiran ulang terhadap pasal-pasal kepercayaan kita terhadap ajaran-ajaran
sekeliling kita. Selama ini dapat dikatakan, bahwa hanya dua agama yang ada di
sekeliling kita, yaitu Animisme dan Islam.
Tetapi sekarang telah banyak ajaran-ajaran yang telah masuk dari luar dan juga
tumbuh dari dalam.
1. Katholik Roma. Gereja ini telah kembali lagi untuk melebarkan sayapnya.
Ajarannya bertentangan dengan ajaran kita.
2. Adventist. Mereka telah mendirikan Seminarie di Pematangsiantar, dan
menyebarkan ajarannya dengan jalan menyebarkan buku-bukunya dan mereka
mengadakan propaganda agama di satu-satu wilayah beberapa malam.
3. Pinkster. Ajarannya telah tersebar di hampir semua tempat. Mereka memberikan
tekanan pada roh dan karunia lidah. Doanya panjang-panjang dan pada setiap saat
diserukan Haleluyah. Majalah mereka yang dikeluarkan dari Jakarta bernama
Penyaluh.
4. Agama Kemasukan Roh. Agama ini mempunyai banyak corak dan menamai dirinya
Gereja yang Kudus. Ada yang bernama Gereja Korban. Ada yang memantangkan
makan darah, seperti yang di Pagar Sinondi dan Pematangsiantar; ada yang menjadi
pengikut Sibindanamora, yang masuk golongan Sionomhudon dan Laeparira. Mereka
mengatakan bahwa ajarannya berazaskan Alkitab akan tetapi tafsirannya adalah salah.
5. Sirajabatak. Perkumpulan ini tersebar juga di banyak tempat. Mereka merupakan
partai atau golongan. Tetapi seperti terang nyata dari anggaran dasar perkumpulan ini,
mereka mementingkan rukun-rukun animisme dahulu.
6. Kumpulan Bibelkring. Kumpulan ini berasal dari Balata dan berkembang ke
Pematangsiantar. Di dalam Gereja kumpulan ini mau mengacaukan kepercayaan
orang. Mereka menghunjuk kesalahan-kesalahan di dalam pekerjaan Gereja kita, yang
tidak sesuai dengan Alkitab. Aliran ini telah sampai juga ke Tapanuli.
7. Kekristenan Nasinalisme. Ini berkembang selama perang Dunia yang kedua yang
lewat ini. Mereka mengajarkan kekristenan yang sesat dengan menyesuaikan
kekristenan dengan cita-cita kebangsaan saja.
8. Sinkretisme. Aliran ini tersimpul di dalam perkataan: Semua agama adalah benar,
hanya yang satu mempunyai kelebihan dari yang lain. Di Jakarta telah timbul suatu
agama yang dinamai : Islam Isa. Agama ini adalah pencampuran dari Islam
Kekristenan, dan agama Yahudi. Surat selebarannya sampai juga di tempat kita.
Penilaiannya terhadap agama adalah sebagai berikut : Agama mereka sebagai emas
murni 24 karat, Kekristenan 22 karat, merupakan suatu agama tinggi, agama Yahudi
20 karat, termasuk agama menengah, Islam 18 karat termasuk agama menengah.
Agama-agama lain 10 karat menjadi agama rendah.
9. Ajaran-ajaran yang berasal dari Theosopie, Komunis dan Kapitalis. Banyak paham
yang berasal dari bahagian-bahagian ini yang dapat mengelirukan iman.
10. Telah ada kumpulan-kampulan dari orang-orang yang memisahkan diri dari Gereja
kita, seperti Mission Batak, Huria Kristen Batak, H.K.I., dan kita tahu bahwa mungkin
beberapa lagi yang akan timbul pada waktu-waktu yang akan datang. Perbedaan
ajaran mereka dengan Gereja kita mungkin telah atau akan ada.
11. Animisme dan Islam. Adalah jelas bahwa ajaran golongan-golongan ini bisa
datang di dalam bentuk lain daripada keagamaan saja. Peninggalan dari agama
animisme masih terdapat di dalam jiwa banyak orang, dan peninggalan ini masih
merupakan akar pohon besar yang telah rubuh, tetapi akarnya belum dicabut
seluruhnya dari tanah tempatnya bertumbuh.
12. Kita juga harus menentukan Pengakuan kita terhadap Adat dan Kebudayaan dari
bangsa kita. Kita harus jaga agar kedua hal ini jangan merusak iman kita. Zaman ini
sangat menekankan adat dan kebudayaan. Hal ini adalah baik, akan tetapi walaupun
demikian belum tentu semua hal di dalamnya dapat disesuaikan dengan kepercayaan
kita. Kita harus insaf akan bahaya-bahaya yang terdapat di sana. Agama dan ajaran-
ajaran yang berupa-rupa itu nyata merupakan suatu bahaya rohani bagi gereja kita.
Karena itu zaman ini menghendaki dari kita : Pengakuan Percaya harus ditetapkan.
Pengakuan ini harus berisikan ajaran-ajaran yang murni yang kita saksikan dari
semula dan inilah yang menjadi tanda Gereja kita dan alas bagi pemberitaan kita.
Selain dari itu, Gereja kita membutuhkan Pengakuan Percaya yang meliputi
kesimpulan-kesimpulan dari azas-azas kepercayaan kita supaya jangan kabur (samar-
samar) terhadap golongan-golongan lain. Inilah keharusan bagi umat Kristen yang
bernama Gereja. Dengan tidak ada Pengakuan, tidak mungkin bagi kita menyebut
sesuatu Perkumpulan Kristen Gereja. Jadi ada perlunya ini diikhtiarkan, agar semua
anggota dari Gereja kita dapat menyelaminya untuk menetapkan kepercayaannya.
1. Iman yang hidup membuahkan pengakuan seperti disebut Rasul Paulus kepada
orang Korintus : Aku sudah percaya maka itulah sebabnya aku sudah berkata (2 Kor.
4: 13).
2. Sebagai Gereja kita harus memberikan kesaksian terhadap dunia, seperti dikatakan
oleh Rasul Petrus: Hendaklah (kamu) bersedia senantiasa memberi jawab kepada tiap-
tiap orang yang menanya kamu dari hal pengharapan yang ada padamu (1 Petrus 3:
15). Bandingkan juga dengan 1 Tim 4: 6 : Jikalau engkau ajarkan segala perkara itu
kepada saudara-saudara kita, niscaya engkau akan menjadi hamba yang baik kepada
Kristus Yesus, mahir di dalam pengajaran iman dan segala pengajaran yang baik.
3. Dalam pada itu, di dalam terang Tuhan, kita harus membedakan ajaran yang benar
daripada ajaran yang sesat, seperti disebut Yohanes: Hai segala kekasihku janganlah
percaya akan sebarang roh, melainkan ujilah roh itu, kalau-kalau daripada Allah
datangnya. Dengan demikian dapatlah kamu mengenal Roh Allah. Hai anak-anakku,
kamu ini daripada Allah dan telah mengalahkan mereka itu, karena terlebih besarlah ia
yang ada di dalam kamu daripada dia yang ada di dalam dunia.
4. Sebab Tuhan menghendaki keesaan hidup Gereja, maka keesaan itu harus didapati
di dalam keesaan Pengakuan Iman; seperti disebut Rasul Paulus: Sambil
memeliharakan persatuan roh dengan perhubungan sejahtera satu Tuhan, satu Iman,
satu Baptisan (Efesus 4: 5). Bandingkan dengan Yohanes 17: 21: Supaya semuanya
jadi satu juga, sama seperti Akupun di dalam Engkau.
5. Pengakuan Percaya harus menjadi warisan yang berharga kepada keturunan Gereja
di kemudian hari, agar mereka dapat mengikuti iman dari nenek moyangnya, seperti
tertulis di dalam 5 Musa 6: 7: Dan hendaklah kamu mengajarkan Dia akan anak-
anakmu
Kata Sambutan
Sudah sepatutnya kita mengucapkan syukur kepada Allah Yang Maha Pemurah karena
bimbinganNya atas gerejaNya, HKBP, berjalan melalui aneka ragam keadaan yang
sulit dan pencobaan secara kerohanian dan jasmani kita. Dalam perjalanan panjang
itu, HKBP selalu berusaha untuk menempuh jalan Allah yang benar, yaitu dengan
menjalankan ajaran yang sesuai dengan Firman Allah. Konfessi HKBP atau Buku
Pengakuan Iman HKBP yang telah ada sejak tahun 1951 sangat berguna sebagai satu
alat untuk mengetahui mana ajaran yang benar, mana ajaran yang tidak benar.
Kini tibalah satu waktu dalam sejarah HKBP untuk memantapkan bentuk Pengakuan
Imannya yang layak dipakai dalam menapaki zaman yang berobah-obah, zaman yang
kita kenal sebagai era globalisasi, yang dapat menghapus batas-batas kebangsaan dan
kebudayaan yang sudah ada.
Pada saat yang demikianlah HKBP menetapkan Konfessinya dalam bentuk baru. Kita
katakan bentuknyalah yang baru, isinya tetap berlandaskan Alkitab, dan merupakan
kesinambungan Konfessi yang sudah ada.
Melalui buku ini kita bisa membaca dan memahami Konfessi HKBP dalam tiga
bahasa, yaitu Bahasa Batak Toba, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Kedua
bentuk Pengakuan Iman itu disatukan di sini, yaitu Pengakuan Iman HKBP yang
ditetapkan dalam Sinode Godang HKBP di Seminarium Sipoholon, tanggal 28 30
Nopember 1951, dan yang baru yaitu yang ditetapkan dalam Sinode Godang di
Seminarium Sipoholon, tanggal 19 22 Nopember 1996.
Dirasakan adanya kebutuhan Pengakuan Iman itu tertulis dalam tiga bahasa, dengan
harapan semakin banyak saudara-saudara kita yang memahami Pengakuan Iman
HKBP di Indonesia dan di luar negeri.
Terima kasih disampaikan kepada Pdt Dr. Plasthon Simanjuntak yang telah berusaha
menyusun buku Pengakuan Iman HKBP ini. Demikian juga kepada saudara-saudara
yang telah dengan susah payah menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia dan
bahasa Inggris. Pengakuan Iman HKBP dalam bentuk pertama (1951) diterjemahkan
ke dalam bahasa Indonesia oleh Bapak Ds. K. Sitompul (+) tahun 1965, dan
terjemahan ke dalam bahasa Inggris dikerjakan oleh Bapak Ds. Dr. Andar
Lumbantobing (+) pada tahun 1963. Pengakuan Iman HKBP dalam bentuk baru
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Pdt Dr. Plasthon Simanjuntak dan Pdt
Marudut Manalu, M.Min tahun 2000 ini, dan ke dalam bahasa Inggris oleh Pdt Victor
Tinambunan, MST, tahun 1998.
Kiranya semua majelis dan warga jemaat dengan rajin membaca dan mempergunakan
Pengakuan Iman ini, agar kita mengetahui mana ajaran yang benar yang kita ikuti, dan
mana ajaran yang ada di dunia ini yang kita harus hindari. Marilah kita memakai
Pengakuan Iman ini sebagai upaya meneguhkan keberadaan kita selaku gereja,
terhadap aneka ragam kuasa dan ajaran yang menyimpang di sekitar kita, agar kita
beroleh hidup dalam Yesus Kristus.
Kuasa
Yang berkuasa secara mutlak hanyalah Alkitab, sebab Allahlah yang mengerjakan atau
menjadikannya. Tetapi Pengakuan Percaya ini berkuasa juga, sebab walaupun
manusia yang menyusunnya, azasnya adalah di dalam Alkitab.
Maka Ia yang meneguhkan kami dengan kamu di dalam Kristus dan yang sudah
mengurapi kami, itulah Allah. Ialah juga telah memeteraikan kita sambil
mengaruniakan cengkeraman Roh masuk ke dalam hati kita (2 Kor. 1: 21 22).
Adapun tiap kitab yang diwahyukan Allah berfaedah bagi pelajaran bagi hal yang
menyatakan yang salah, bagi hal memperbaiki yang rusak dan bagi mengajarkan jalan
yang baik. (2 Tim. 3: 16-17).
Adalah patut supaya anggota-anggota Gereja taat pada kuasa ini, akan tetapi ketaatan
ini janganlah merupakan paksa dan sekali-sekali tidak boleh mematikan suara hati
nurani. Setiap orang harus bebas menyelidiki Pengakuan ini. Jika didapati hal-hal
yang tidak sesuai dengan Firman Kudus dapat diajukan keberatannya kepada
pimpinan Gereja. Maka Pengakuan Percaya yang ditetapkan di Sinode Godang di
Sipoholon tanggal 28 30 Nopember 1951 adalah sebagai berikut:
1. Pengakuan Percaya dari Huria Kristen Batak Protestan ini, ialah lanjutan dari
Pengakuanpengakuan Percaya (Kofessi) yang telah ada, yaitu Pengakuan Percaya
yang tiga yang seperti telah disaksikan oleh Bapa-bapa Gereja terlebih dahulu, yang
disebut :
1. Pengaknan Iman Apostolikam
2. Pengaknan Iman Nicenum
3. Pengaknan Iman Anathasianum
2. Pengakuan Percaya ini, adalah kesimpulan-kesimpulan dari hal yang kita percayai
dan harapkan pada hidup ini dan pada hidup kelak.
4. Pengakuan Percaya ini, ialah dasar bagi HKBP untuk menolak dan melawan ajaran
yang sesat dan keliru, yaitu yang tidak sesuai dengan Firman Tuhan.
Ulangan 6: 4; Keluaran 3: 14a; Kejadian 17: 1; Mazmur 105: 8; I Kor 1: 9; II Tes 3 :3;
Luk 1 :37; Roma 2:33; Ulangan 1:17; Roma2:11; I Kor 1: 30; Mazmur103:8; 24:1;
Yes6:3; Yoh3:16; ITim6:15-16.
Dengan ajaran ini kita menolak dan melawan kebiasaan yang menyebut Allah : Nenek
(Ompung) dan yang memandang, bahwa Tuhan hanyalah Pemurah saja. Demikian
pula orang-orang yang mengharap bahwa berkat dan kemurahan berasal dari roh
nenek moyang, seperti dibiasakan oleh orang Kafir. Demikian pula orang-orang yang
meneliti hari-hari yang membawa berkat yang merundingkan nasibnya kepada dukun
atau mengharap berkat dari letak garis-garis pada tangannya. Juga kita menolak ajaran
yang menyatakan kuasa Tuhan di atas kekudusan serta kasihNya.
Konfesi 1951: Pasal 2 Tentang Allah yang Tiga-Esa
Allah Bapak yang melahirkan Allah Anak dari diriNya sendiri pada mula pertama
sampai selama-lamanya, artinya sama seperti Bapa yang tiada bermula dan tidak
berkesudahan, demikian pula halnya dengan Anak. Dan demikian pula Rohulkudus
tiada bermula dan tiada berkesudahan. Ialah yang datang dari Allah Bapa dan Allah
Anak. Yoh 15 : 26.
Dengan ajaran ini kita menolak dan melawan pengertian bahwa Allah adalah Esa saja
dengan pengertian bahwa Allah Anak dan Allah Rohulkudus kurang dari Allah Bapa.
Kita pula melawan ajaran yang mengatakan, Allah yang Tritunggal itu, ialah Allah
Bapa, Anaknya Yesus Kristus dan Ibu Rohulkudus.
1. Allah Bapa menjadikan, memelihara dan memerintah segala sesuatu yang kelihatan
dan yang tidak kelihatan. Dengan ajaran ini kita tolak ajaran Fatalisme (takdir, nasib,
bagian).
2. Allah Anak yang menjadi manusia, dilahirkan oleh perawan Maria yang
diperkandungkan oleh Rohulkudus, diberikan nama Yesus. Jadi terdapat dua sifat di
dalam Dia : Padanya terdapat Ketuhanan dan Kemanusiaan. Ia adalah Allah yang
Benar dan manusia yang Benar, Ia menderita kesengsaraan waktu pemerintahan
Pilatus, Ia tersalib pada kayu salib, untuk melepaskan kita dari dosa, dari maut dan
dari kuasa Iblis. Ia adalah kegenapan korban perdamaian kepada Allah untuk segala
dosa manusia. Ia turun ke neraka setelah dikuburkan, bangkit dari mati pada hari
ketiga, naik ke sorga, duduk di sebelah kanan Allah Yehowa, Bapanya yang mulia
selama-lamanya. Ia ada di sorga membela kita, memerintah atas segala sesuatu,
sampai kelak kembali ke bumi untuk menghakimi orang yang hidup dan mati. Mat28;
18;Efl :20-22; 1: 7;Yoh3: 16;Ibr9: 14;Fil2:4-6. Dengan ajaran ini kita menolak dan
melawan ajaran dari Roma Katholik yang mengatakan: 1) Bahwa Maria, Ibu dari
Tuhan Yesus, yang disebut Kudus, membela kita kepada Allah. 2) Para Pastor
berkuasa lagi mengorbankan daging Kristus di dalam missa. 3) Paus di Romalah
wakil Kristus di dunia. Matius 23: 8 10. Juga kita menolak ajaran orang yang
menyamakan sepenuhnya Tuhan Yesus dengan para nabi di dunia ini.
3. Allah Rohulkudus memanggil, menerima dan mengajarkan Gereja dan
menetapkannya di dalam iman, kekudusan dengan Injil untuk kemuliaan Allah. Roma
8: 14 17; I Kor 3: 16 (bandingkan dengan arti dari pasal ketiga dari Iman di dalam
Katekismus Luther). Dengan ajaran ini kita menolak dan melawan ajaran yang
mengatakan, Rohulkudus dapat turun kepada manusia dengan usaha manusia sendiri
di luar Injil. Demikian pula kita menolak dan melawan ajaran yang mengatakan :
Hanya kemasukan (ekstase) dan lidah asinglah tanda keturunan Rohulkudus. Kita
pula menolak dan melawan ajaran yang mengatakan : Tak usah orang sakit berobat,
cukuplah jika mendoakan kesembuhan kepada Rohulkudus. Begitu pula orang yang
bernubuat palsu demi nama Rohulkudus. Juga pergaulan yang malampaui batas-batas
kesompanan, karena katanya telah dipenuhi Rohulkudus. Kita menolak dan melawan
segala ajaran itu, karena itu adalah ajaran yang memakai Nama Rohulkudus dengan
jalan yang tidak benar
Iblislah asal mula dari dosa. Ia menghendaki supaya semua orang berdosa, yaitu
berbalik dari Allah. Yoh. 8: 44; Kej 3: 1 7; Wahyu20: 10.
Jadi walaupun manusia yang pertama (Adam dan Hawa) sempurna adanya, yaitu yang
dapat melakukan kemauan Allah, mereka melanggar hukum yang diberikan Allah
kepadanya karena godaan Iblis, serta mereka berbalik dari Allah. Dosa ialah
pelanggaran kemauan Allah. 1 Yoh 3: 4; Yak 1: 15.
Mzm 51: 7; 58: 4; Kej 8: 21; Roma 5: 12; 3: 12; 3: 23; Tit 3: 5; Yoh 3: 5; Yoh 6: 63.
Dengan ajaran ini kita menolak dan melawan ajaran yang menyatakan : Bayi yang
baru lahir tidak berdosa. Juga ajaran yang bertentangan dengan Firman Allah yang
mengatakan : Dosa hanyalah akibat kemiskinan, kekurangan dan kesengsarasn dan
karena itu dosa tidak begitu diberatkan.
Demikian pula ajaran yang mengatakan bahwa hati orang adalah bersih seperti kertas
yang tidak bertulisan pada waktu lahirnya.
Gereja ialah persekutuan orang-orang yang percaya kepada Yesus Kristus, yang
dipanggil, dihimpun, dikaduskan dan ditetapkan Allah dengan Rohulkudus.
1. Anggapan bahwa Gereja itu hanyalah perkumpulan yang didirikan atas kemauan
manusia dan memisahkan dirinya dari Gereja, jika perpisahan itu bukan karena di
dalam Gereja terdapat ajaran yang berlawanan dengan Firman Allah.
3. Pemikiran bahwa Gereja harus menjadi Gereja Negara, sebab kewajiban dari
Gereja dan kewajiban negara adalah berlainan.
4. Pemikiran yang mengatakan : Gereja adalah berazaskan dan terikat pada adat dan
juga pendirian yang mengharapkan hidup dari organisasi.
B. Kita percaya dan menyaksikan :
Gereja adalah kudus. Alasan dari kekudusan Gereja, bukan karena kekudusan
anggotanya sendiri-sendiri, melainkan karena kekudusan Kristus, kepala Gereja itu.
Gereja adalah kudus, karena dikuduskan oleh Kristus dan karena itulah Allah
memandangnya kudus. Karena kekudusan inilah disebut Gereja Bangsa yang kudus.
Bait Rohulkudus dan Bait Allah. 1 Petr 2: 9; Ef 2: 22; Why 1: 6; Ef 3: 21; 1 Kor 3:
16.
Dengan ajaran ini kita menolak dan melawan paham yang mengatakan : Manusia
dapat memperoleh kekudusan karena usahanya sendiri begitu pula keputusan, yang
juga menyebabkan perpisahan karena masih dilihat anggota-anggota Gereja yang
melakukan dosa.
Gereja itu adalah Am, ialah persekutuan semua orang kudus, yang telah percaya di
dalam Yesus Kristus dan pemberianNya, ialah Injil, Rohulkudus, Iman, Kasih dan
Pengharapan. Ialah orang-orang dari tiap negeri, bangsa, suku dan bahasa, walaupun
berlainan kebiasaan dan keturunannya. Why 7: 9.
Dengan ajaran ini kita menolak dan melawan ajaran yang menghendaki agama
kebangsaan dan juga pendirian, bahwa satu-satu Gereja dapat hidup terpisah dari yang
lain.
Gereja adalah Esa. Azas untuk keesaan ialah Ef 4: 4; 1 Kor 12: 20. Tubuh itu, yaitu
Gereja adalah Esa. Walaupun banyak anggota tubuh itu Esa adanya. Keesaan yang
dimaksud di situ bukanlah keesaan duniawi, melainkan keesaan rohani.
Dengan ajaran itu kita menolak dan melawan : semua perpisahan yang tidak
disebabkan perbedaan iman, melainkan disebabkan hal-hal lahir saja.
Yoh 17 : 20 21.
E. Pertanda dari Gereja yang benar :
Kita percaya dan menyaksikan : Pertanda dari gereja yang benar ialah:
Tiap-tiap orang Kristen terpanggil menjadi saksi Kristus. Dan untuk menunaikan
pekerjaan-pekerjaan di tengah -tengah Gereja, Allah memanggil di dalam Gereja,
pelayan-pelayan sesuai dengan tugas Kristus yang tiga itu: Nabi, Imam dan Raja 1
Kor 12: 28.
Dengan ajaran ini kita menolak dan melawan pendirian yang meniadakan jabatan
satu-satu orang atas pertimbangan-pertimbangan sendiri dan tidak karena sesuatu hal
yang dilakukan, yang bertentangan dengan jabatannya.
Dengan ajaran ini kita menolak setiap pelayan di tengah-tengah Gereja, baik yang
berkhotbah, mengajar dan melayani Sakramen jika tidak Gereja yang menyerahkan
jabatan itu kepadanya.
Hanya dualah Sakramen yang diperintahkan Tuhan Yesus kepada kita untuk
melakukannya, yaitu Pembaptisan Kudus dan Perjamuan Kudus. Inilah yang
dipesankannya, untuk memberikan dengan barang yang terlihat, anugerah yang tidak
terlihat, yaitu keampunan dosa, keselamatan, hidup dan sejahtera, yang kita terima di
dalam iman. Mat 28: 19; Mark 16: 15 16; Mat 26; Mark 14; Luk 22; 2 Kor 11.
Dengan ajaran ini kita menolak dan melawan ajaran Katholik Roma yang mengatakan
bahwa ada tujuh Sakramen.
A. PEMBAPTISAN KUDUS
Pembaptisan Kudus, ialah jalan pemberian anugerah kepada manusia, sebab dengan
pembaptisan disampaikan kepada yang percaya keampunan dosa, kebaharuan hidup,
kelepasan dari maut dan Iblis, serta sejahtera yang kekal.
Dengan ajaran ini kita menyaksikan : Anak kecil pun harus dibaptis karena dengan
pembaptisan itu mereka juga masuk ke dalam persekutuan yang menerima anugerah
pengorbanan Kristus, berhubungan pula dengan pemberkatan anak-anak oleh Tuhan
Yesus. Mrk 10: 14; Luk 18: 16.
Pembaptisan tidak terpaksa dengan membenarkan ke dalam air, Kis 2: 41, 10, 48, 16,
33; Rom 6: 4; 1 Kor 10: 4; Tit 3: 5; Ibr 11: 29; 1 Ptr 3, 21.
B. PERJAMUAN KUDUS
Dengan ajaran ini kita menolak dan melawan ajaran yang mengatakan : Hanya rotilah
yang dapat diberikan kepada anggota jemaat, tetapi anggur tidak. Sebab dengan
demikianlah Firman Tuhan Yesus waktu Ia memesankan Perjamuan Kudus itu :
Minumlah kamu sekalian dari cawan itu. Dan ini pulalah yang diikuti oleh Gereja
pada waktu pertama. 1 Korintus 11: 24 25.
Juga tidak ada alasan dari Firman Tuhan untuk mengartikan wujud dari missa, dimana
dikatakan, bahwa Tuhan kita di korbankan lagi setiap kali dilakukan missa, karena itu
kita menolak ajaran ini.
Kita menyaksikan :
Di dalam Gereja perlu ada tata-gereja yang berazaskan Alkitab. Sebab tata-gereja
ialah saluran untuk memberikan ketertiban dan sejahtera di dalam Gereja. 1 Kor 14:
33.
Berhubungan dengan itu kita rayakan hari-hari raya Gereja, seperti Natal, Kematian,
Kebangkitan dan Kenaikan Tuhan Yesus dan Keturunan Rohulkudus.
Akan tetapi kita harus ingat dengan baik, bahwa oleh kesetiaan kita menuruti semua
hal itu, kita tidak dapat memperoleh keselamatan.
Kita menyaksikan :
Pemerintah yang berkuasa adalah dari Allah datangnya. Ialah pemerintah yang
melawan kejahatan, yang mempertahankan keadilan yang berusaha agar orang
percaya dapat hidup sejahtera seperti tercantum pada Roma 13 dan 1 Timoteus 2: 2.
Pada lain pihak kita harus ingat yang tercantum pada Kisah Rasul 5: 29 : Wajiblah
orang menurut Allah lebih daripada manusia?.
Dengan ajaran ini kita menyaksikan : Gereja harus mendoakan Pemerintah agar
berjalan di dalam keadialan. Sebaiknya Gereja pada saat-saat yang perlu harus
memperdengarkan suaranya terhadap Pemerintah.
Dengan ajaran ini kita menolak paham yang mengatakan : Negara adalah negara
keagamaan, sebab Negara dan Gereja mempunyai bidang-bidang tersendiri. Mat 22:
21b.
Jika perlu di hadapan hakim untuk menyaksikan kebenaran, orang Kristen boleh
bersumpah, demikian pula waktu menerima jabatan atau pangkat.
Hari Minggu adalah Hari Tuhan, yaitu permulaan penjadian oleh Allah,
Kebangkitan Tuhan Yesus, Keturunan Rohulkudus, seperti yang dirayakan oleh umat
Kristen dari zaman permulaan Gereja. Kita tidak berbalik lagi kembali pada hari
Sabbath Yahudi, sebab kita orang-orang Kristen.
Dengan ajaran ini kita menolak dan melawan ajaran golongan Sabbatis, yang
mengatakan bahwa hari Sabbathlah yang harus dimuliakan.
Semua yang diberikan Allah adalah baik, kita tidak memantangkan, asal diterima
dengan hati yang penuh syukur, sebab pemberian-pemberian itu menjadi suci karena
Firman Tuhan dan doa.
Iman harus membuahkan pekerjaan baik. Tetapi orang adalah sesat, jika diharapkan
kebenaran, hidup, penghiburan dan sejahtera baginya, kalau diperbuat pekerjaan baik,
karena Tuhan Yesuslah yang dapat mengampuni dosa dan mendamaikan manusia
dengan Allah.
Karena itu kita harus menuruti Hukum-hukum yang 10 itu (Dasatitah), tetapi hanya
imanlah yang memberikan kehidupan bagi kita, bukan pekerjaan yang baik.
Rohulkudus yang menggerakkan hati manusia melakukan pekerjaan baik, dan jika
bukan Rohulkudus yang mengerjakan (di dalam kita), pekerjaan baik menjadi dosa.
Yoh 5: 1 5 16; Ef 2: 8; Roma 5: 1.
Manusia telah tentu satu kali mati dan kemudian daripada itu datang hukaman. Ibr 9:
27. Mereka itu akan berhenti dari kelelahannya. Wahyu 14: 53. Dan Yesus Kristuslah
Tuhan dari orang-orang yang mati dan yang hidup.
Dalam kita mengadakan peringatan kepada orang yang mati, kita mengingat pula
akhir kita sendiri dan menguatkan pengharapan kita pada persekutuan orang-orang
percaya, yang menetapkan hati kita di dalam pergumulan hidup ini. Wahyu 7: 9 17.
Dengan ajaran ini kita menolak dan melawan ajaran animisme yang mengatakan :
Roh-roh dari orang-orang mati masih dapat bergaul dengan manusia. Demikian pula
ajaran yang mengatakan : Roh dari yang mati tinggal di kuburnya. Juga kita tolak
ajaran dari Gereja Katholik Roma yang mengajarkan tentang api ujian (vagevuur)
yang harus dialami seberapa lama untuk membersihkan roh orang mati, sebelum tiba
kepada hidup yang kekal dan orang dapat melakukan missa untuk orang mati dan
memdoakan orang mati itu supaya lebih cepat terlepas dari api itu.
Demikian pula doa kepada roh dari orang-orang kudus dan yang mengharapkan
bahwa kekuatan dan kekudusan orang itu dapat turun dari kuburan, pakaian, barang
atau tulang-tulangnya (relikwi).
Tuhan kita Yesus Kristus akan turun kelak pada hari kiamat untuk membangunkan
orang-orang mati. Yoh 5: 28; 1 Tes 4: 16; Mat 24: 3; Luk 21: 28; Wahyu 20: 1 1 15.
Ia akan menghakimi segala manusia. Mat 25; 1 Kor 15: 52; 2 Kor 5: 10. Pada waktu
itu Ia akan memanggil orang-orang yang percaya ke dalam hidup yang kekal. Mt 25:
34.
Tempat dari orang-orang percaya akan menjadi kekal di hadapan Allah sampai
selama-lamanya. Mat 25.
Dengan ajaran ini kita menolak dan melawan ajaran yang mengatakan :
Karena itu kita harus selalu bersiap seperti diperingatkan oleh Tuhan kita. Luk 12: 35-
36.
A. Kepribadian Allah
Allah itu esa, itulah TUHAN ALLAH, yang tidak berawal dan tidak berakhir, yang
mahakuasa, yang keberadaanNya tidak terselami, yang tidak berobah, yang
mahakudus, pemarah terhadap orang yang tidak tunduk kepada FirmanNya, yang
mahatahu, yang hatinya benar, setia, yang menyatakan diriNya, pencipta segala
sesuatu, yang memenuhi langit dan bumi, yang memelihara, yang pemurah, sumber
kehidupan, berkat dan kebahagiaan, yang memerintah. Raja dari segala raja dan Tuhan
dari segalanya, mahapemurah, pengasih, Pengampun, Juruselamat, yang hakumnya
benar, yang menang, yang membangkitkan, Pemersatu, yang Gembala, Pembela,
sumber dari segala pengetahuan. Dia jugalah yang menguasai sejarah dan kematian
(Ulangan 6:4, Kel 3:14; Kej 17:1; Mazm 105:8; 1 Kor 1:9; 2 Tes 3:3; Luk 1:37; Roma
11:33; Ulangan 10:17; Roma 2:11 1 Kor 1:30; Mazm 103:8, 24:1; Yes 6:3; Yoh 3:16;
1 Tim 6:15-16).
Dengan pengakuan ini kita menekankan bahwa Allah senantiasa dekat, campur
tangan, bekerja, mengatur dan menghakimi kehidupan setiap orang, kaum, bangsa dan
segala ciptaan di seluruh penjuru dunia ini.
Karena itu hanya Allah saja yang disembah, yang dipercayai, yang dituruti. Kita harus
lebih takut, lebih mengasihi dan lebih yakin kepadaNya dari pada kepada yang lain
yang ada di bumi ini. Ajaran yang meniadakan Allah dan keberadaanNya, demikian
juga yang meng-allahkan ciptaan Allah, kita tolak. Kita juga menolak segala ajaran
dan kebiasaan yang menyembah iblis dan kuasa kegelapan (band. R.P.P HKBP, II 2B
hal 15 dan III.1.a.c.d. hal 17-180).
B. Ketritunggalan Allah
Kita mempercayai dan menyaksikan :
Allah itu esa dan di dalam penyataanNya yang Tritunggal, yaitu Allah Bapa, Allah
Anak dan Allah Roh Kudus, yang tidak berawal dan tidak berakhir (Yoh 5:19; 14:11;
1:1; 15:26; 2 Kor 13:13; Mat 28:19).
Berdasarkan ini kita menolak ajaran Triteisme yang mengatakan Allah orang Kristen
itu ada tiga.
1. Allah Bapa
Allah Bapalah yang menciptakan, memelihara dan memerintah segala yang kelihatan
dan yang tidak kelihatan, dari awal hingga selama-lamanya. Allah Bapa menyatakan
diriNya melalui Yesus Kristus, AnakNya yang tunggal itu, Juruselamat manusia dan
Dia memeteraikan keselamatan itu melalui rohNya, Roh Kudus, dengan demikian kita
dimampukan berseru Ya Bapa kepadaNya. Dengan pernyataan itu kita menekankan
besarnya kasih Allah Bapa, yang menyediakan semua yang diperlukan manusia dalam
hidupnya, melalui cara yang dimengerti dan tidak dimengerti oleh manusia. Karena
itu kita menolak ajaran yang menyangkali penciptaan Allah atas segala sesuatu,
demikian juga dengan ajaran fatalisme (takdir, suratan, nasib) yang menjadikan
manusia pasif saja, dan yang mengamati letak bintang dan yang menafsirkan suratan
tangan.
2. Allah Anak
Allah Anak adalah Yesus Kristus, penyataan Allah Bapa yang mengosongkan diriNya
dan menjadi manusia, yang dilahirkan oleh Maria, dikandung dari Roh Kudus
sebelum ada mengenal suami Dialah Tuhan yang melindungi dan menyelamatkan
manusia. Dia mempedulikan penderitaan manusia dan segala bangsa pada segenap
waktu, dan Dia setia selama-lamanya. Dia menyelamatkan, membebaskan manusia
dari kuasa iblis, dari perhambaan dosa, dan dari maut dan kematian, Dia menderita
sengsara hingga mati di kayu salib, Dialah kesempurnaan korban pendamaian oleh
Allah, karena dosa manusia. Dia turun ke dalam maut, bangkit kembali dari kematian
pada hari ketiga, naik ke sorga, duduk di sebelah kanan Allah Tuhan, BapaNya.
Karena itulah Dia ditinggikan oleh Allah, dan kepadaNya diberikanNya nama di atas
segala nama. Agar semua lutut di sorga dan di bumi dan yang ada di bawah bumi
sujud kepadaNya, dari situlah Dia membela semua orang percaya dan memerintah
semuanya, sebelum Dia datang kembali ke dunia ini untuk menghakimi orang yang
hidup dan yang mati. Agar semua lidah mengaku: Yesus Kristuslah Tuhan, demi
kemuliaan Allah Bapa (Mat 28:18; Ibr 9:14; Filp 2:9-14; Ef 1:20-22. 1:7; Yoh 3:16).
Allah Roh Kudus adalah penyataan Allah melalui RohNya. Di dalam kepribadianNya,
ketritunggalan Allah, Roh Kudus bekerja bersama Allah Bapa dan Allah Anak, dari
sejak awal sampai selama-lamanya. Roh Allahlah yang memelihara, menuntun,
bernubuat bagi semua manusia dan meneguhkan hukum keadilan yang ada di dunia
ini (Yer.11:2; 9:6; Yoel 3:1; Amsal 8:12-31; 1 Kor 14: 3-6, 28; Wahyu 22).
Dialah yang menyampaikan Firman dan Wahyu dari Allah. Roh Kuduslah yang
meneruskan pekerjaan Yesus Kristus di dunia ini, untuk memanggil, mengumpulkan,
menyatukan orang percaya menjadi persekutuan (oikumene, koinonia), menggalakkan
kesaksian (marturia) dan pelayanan (diakonia), dan yang mengkuduskan Gereja
melalui Kabar Baik. Roh Kuduslah yang mengajar dunia ini tentang dosa, kebenaran
dan hukum, Dialah yang memeteraikan keselamatan orang percaya, membuat orang
bertobat, menerangi, membaharui kepribadian, menuntun manusia kepada kebenaran,
mengajar manusia memuliakan Allah dan menyediakan senjata roh bagi orang percaya
(Roma 8:14-17; 1 Kor 3:16; Tit 3:5; K. Rasul 2; Pengakuan Iman bagian ketiga dan
artinya).
Dengan ajaran ini kita menekankan bahwa Roh yang kudus hanya satu itulah Roh
Kudus. Dialah yang menjadikan Kabar Baik menghasilkan buah, dan yang mendirikan
Gereja di dunia ini. Roh Kudus bekerja dari diriNya sendiri, tanpa kuasa manusia (Gal
5:2223; Ef 4:3-6). Dialah sumber dari segala pekerjaan besar (mujizat) yang
memuliakan Allah.
Ajaran yang mengatakan Roh Kudus sama dengan roh-roh yang lain yang ada di
dunia ini, ditolak. Dan menolak segala bentuk kerasukan roh, apakah itu upaya
penjagaan diri manusia secara sadar ataupun yang lahir dari ketidaksadaran.
Demikian juga ajaran yang mengatakan bahwa orang yang dipenuhi Roh tidak perlu
bertobat. Kita juga menolak bahasa asing (glosolalia) yang tidak dapat dimengerti
orang yang menjadi pemicu keributan dalam persekutuan orang percaya. Semua karya
besar yang tidak memuliakan Allah, bukanlah berasal dari Roh Kudus. Bukan karya
besar yang menjadi ukuran iman, maka itu harus ditolak.
Alkitab, yaitu Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru adalah sungguh-sungguh Firman
Allah. Alkitab menyatakan rencana Allah untuk menyelamatkan manusia yang
pusatnya adalah Yesus Kristus. Kita mengerti Firman Allah melalui bimbingan Roh
Kudus (l Kor 12:3; Yoh 16:15; 2 Petr 1 :20-21).
Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk
menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam
kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk
setiap perbuatan baik (2 Tim 3:16-17).
Firman itu menjadi daging dan berpusat pada Yesus Kristus (band. Yoh 1:14).
Dengan ajaran ini : Kita menekankan bahwa hanya Firman Allah yang diilhamkan
oleh Roh Kuduslah yang dapat menyatukan Gereja dan mempersatukan gereja-gereja,
bangsa-bangsa dan seluruh suku bangsa. Kita menekankan supaya semua majelis dan
warga jemaat siap sedia memberitakan Kabar Baik (Mat 28:19-20).
Kita menekankan bahwa bukan hanya orang yang ditahbiskan yang menerima tugas,
tetapi semua warga jemaat mendapat bagian akan pengetahuan yang perlu untuk
mempelajari dan menghayati Firman Allah. Kita menekankan bahwa Firman Allah
adalah sumber kehidupan dan pedoman pekerjaan dan kehidupan yang berkenan bagi
Allah, yang berguna bagi setiap orang, keluarga, pengajaran agama, kebaktian dan
yang mengajak manusia mau berdialog dengan orang lain melalui semua
persekutuannya di tengah masyarakat, di dunia ini.
Kita menentang tindakan yang memasukkan Alkitab ke dalam peti orang mati karena
berkeyakinan bahwa dengan cara itu dia dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah. Kita
menentang tindakan pemakaian Alkitab untuk memilih hari yang baik dan untuk
mengetahui nasibnya. Bila diperlukan, pada saat menerima jabatan baru dalam
pemerintahan Alkitab dapat dipakai sebagai perlengkapan untuk menyatakan janjinya.
Kita menolak pemakaian Alkitab untuk bersumpah.
Manusia adalah ciptaan Allah, laki-laki dan perempuan, menurut gambarNya, sama
dengan perangaiNya (Imago Dei), dengan martabat yang sama, dan kepada mereka
diberikan kuasa untuk menguasai, memelihara dan mengolah seluruh ciptaanNya yang
ada di dunia ini. Manusia diciptakanNya dalam kebebasan dan tanggungjawab untak
melayani Allah dan seluruh ciptaanNya.
Setelah manusia jatuh ke dalam dosa, karena godaan iblis, dan dosa itu menjadi dosa
warisan bagi semua angkatan yang berikut, menjadikan manusia itu senantiasa dalam
pencobaan, dikuasai oleh dosa (Roma 7:17), dan berhadapan dengan Allah hilanglah
kehidupannya, dia melawan dan berbalik dari Allah: hukum Allah dilanggarnya, dia
tidak malu melakukan dosa. Manusia dengan usahanya sendiri tidak sanggup
melepaskan dirinya dari dosa. Untuk menyatakan keselamatan yang dari Allah, Allah
menyuruh malaikatNya, yang diciptakan-Nya, membantu ahli waris kehidupan,
karena Allahlah yang dapat menyelamatkan manusia.
Seluruh manusia adalah satu kesatuan di hadapan Allah (Kej 1:27) dan yang
menerima keselamatan itu adalah sama-sama yang ditebus oleh Yesus Kristus (Gal
3:28). Keluarga Kristen di dunia ini adalah keluarga yang diikat kasih Kristus. Setiap
orang yang menuruti kehendak Tuhan hidup dalam kehidupan yang saling membantu
(Gal 6:2).
Dengan ajaran ini : Kita menekankan bahwa hak azasi perempuan dan laki-laki sama,
hak waris laki-laki dan perempuan sama, hubungan ayah dan ibu adalah mitra,
demikian juga kesetaraan dalam kerja yang dapat meningkatkan kesejahteraan
keluarga dalam masyarakat. (Ef 5:21; Amsal 30;10).
Kita menekankan kesamaan hidup dan hak azasi manusia bagi manusia yang hidup di
kota dan di desa/ petani, dalam perencanaan, dalam mengambil keputusan dan
pengawasan.
Dan dengan ini : Kita menentang aliran feminisme atau aliran emansipasi wanita yang
ekstrim, yang mau menggeser kedudukan laki-laki menjadi kedudukan perempuan.
Kita juga menentang kebiasaan yang menghindari pekerjaan tertentu dari perempuan,
hanya karena dia perempuan, padahal dia mempunyai keterampilan untuk melakukan
pekerjaan itu.
Dengan ini:
Kita menentang setiap kegiatan yang merusak lingkungan, seperti membakar dan
menebang pohon di hutan atau hutan belantara (Ulangan 5: 20 ;19 20). Kita
menentang setiap usaha yang mencemari air dan udara, juga air limbah yang
mengandung racun dari pabrik-pabrik, karena tidak mempedulikan saluran air limbah
dan pencemaran udara, hingga merusak air minum dan pernafasan manusia
(polusi/pencemaran lingkungan), bandingkan Maz 104: 1 23; Wahyu 22: 1 2)
Sejak kejatuhan Adam, semua manusia yang dilahirkan menurut hakikat manusia,
dikandung dan dilahirkan dalam dosa, yaitu bahwa semua manusia penuh dengan nafsu iblis dan
keinginan yang jahat mulai dari rahim ibunya, dan tidak mampu secara alamiah mempunyai rasa
takut yang benar kepada Allah atau iman yang benar dalam Allah. Pada umumnya, kaum
skolastik menolak dosa Asali, atau dosa warisan. Ajaran Pelagius sangat mempengaruhi
theologia mereka. Ada 7 pokok ajaran Pelagius yang sesat yaitu: Adam diciptakan untuk mati
dan akan mati sekalipun ia tidak berdosa. Kematian bukanlah akibat dosa; KejaTuhan Adam
kedalam dosa hanya dia sendiri dan tidak mempunyai akibat bagi keturunannya; Anak-anak yang
dilahirkan tidak berdosa; Anak-anak yang tidak dibaptiskan dan meninggal pada masa bayi tetap
memperoleh keselamatan; Manusia mati bukan karena kejaTuhan Adam kedalam dosa, dan
manusia bangkit dari antara orang mati bukan didasarkan pada kebangkitan Kristus; Hukum
Taurat dapat memimpin orang kedalam kerajaan surge sama seperti Injil; dan sebelum Kristus,
Pelagianisme tidak pernah menjadi satu gereja pecahan, namun hanyalah suatu aliran pemikiran
theologia dalam gereja. Menurut Yohanes Bonaventura (Lahir 1221 di Tuskang): Dosa Asali
menurut Hugo (Uskup di Grenoble, Perancis 1053-1132), dosa Asali adalah ketidaktahuan dalam
jiwa dan nafsu dalam tubuh. Maksudnya ialah bahwa sewaktu lahir, kita membawa
terhadap Allah. Bandingkan: I Kor 2:14 Tetapi manusia duniawi tidak menerima apa yang
berasal dari Roh Allah, karena hal itu baginya adalah suatu kebodohan; dan ia tidak dapat
memahaminya, Rom 7:5 Sebab waktu kita masih hidup di dalam daging, hawa nafsu dosa,
yang dirangsang oleh Hukum Taurat, bekerja dalam anggota-anggota tubuh kita.. Pengakuan
akan dosa Asali/warisan, adalah suatu hal penting, sebab kita tidak bisa mengetahui bagaimana
besarnya kasih karunia Kristus jika kita tidak mengakui kesalahan kita. Semua kebenaran
manusia adalah munafik di hadapan Allah, sebelum kita mengakui bahwa hati kita sendiri
sebenarnya kekurangan kasih, takut, dan kurang keyakinan kepada Allah. Kita memperoleh
pengampunan dosa hanya oleh iman kepada Kristus, bukan melalui atau oleh sebab kasih atau
usaha. Mazmur 32: 1 Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya
ditutupi ! Oleh sebab itu, kita dibenarkan hanya oleh iman. Pembenaran dipahami sebagai
membuat orang tak benar menjadi benar, atau menjadikannya lahir kembali. Kristus telah
diberikan kepada kita untuk menanggung dosa dan hukuman kita dan untuk menghancurkan
pemerintahan iblis, dosa dan kematian. Oleh karena itu , kita tidak dapat mengenal berkatNya
apabila kita tidak mengenal kejahatan kita. Dosa itu diampuni oleh sebab Kristus, Juru Damai.
Rom 3: 25 Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam
darahNya
Pengampunan dosa adalah sesuatu yang dijanjikan oleh sebab Kristus. Karena hal
tersebut, hanya dapat diterima diatas iman. Dalam Rom 4: 16, Rasul Paulus berkata : Karena
itulah kebenaran berdasarkan iman supaya merupakan kasih karunia, sehingga janji itu berlaku
bagi semua keturunan Abraham.. Bandingkan Gal 3:18 Sebab, jikalau apa yang ditentukan
Allah berasal dari hukum Taurat, ia tidak berasal dari janji; tetapi justru oleh janjilah Allah
telah menganugerahkan kasih karuniaNya kepada Abraham. Menjadi Kristen adalah menjadi
ciptaan baru, menjadi tuan dan hamba sekaligus, menjadi orang yang merdeka tetapi terikat,
II. PEMBENARAN
Bagi Marthin Luther, pembenaran oleh iman pada mulanya merupakan pergumulan dan
pengalaman untuk memperoleh kasih karunia Allah. Pertanyaan yang sering muncul dan
merupakan pergumulan pribadi yang sangat menyiksanya ialah: Bagaimana saya memperoleh
kasih karunia Allah? Kita tidak dapat memperoleh pengampunan dosa dan kebenaran di
hadapan Allah oleh perbuatan kita sendiri, melainkan kita beroleh pengampunan dosa dan
menjadi benar di hadapan Allah karena anugerah Kristus melalui iman percaya kita yang
sungguh. Melalui pembacaan surat Paulus kepada Jemaat di Roma, (Roma 1: 16-17) berkata :
Orang benar akan hidup oleh iman. Marthin Luther menemukan pengertian yang baru
tentang perkataan Paulus dalam Roma 1: 16-17 Orang benar akan hidup oleh iman,
Marthin Luther mengartikan kebenaran Allah tidak lain daripada rahmat Allah yang menerima
orang berdosa serta berputus asa terhadap dirinya tetapi menolak orang-orang yang menganggap
dirinya baik. Kebenaran Allah adalah sikap Allah terhadap orang-orang berdosa yang
Kristus kepada manusia berdosa dan karena itu Tuhan Allah memandang manusia berdosa
sebagai orang-orang benar. Lebih tegas lagi dikatakan dalam Rom 3: 28 Karena kami yakin,
bahwa manusia dibenarkan karena iman (sola fide), dan bukan karena ia melakukan hukum
Taurat.
Bagi Marthin Luther, Injil dan Hukum Taurat adalah dua hal yang sangat berbeda.
Hukum Taurat memberitahukan apa yang harus dilakukan dan apa yang dilarang sehingga kita
mengenal dosa-dosa kita. Injil mengatakan bahwa dosa-dosa kita telah diampuni dan segala
sesuatu telah digenapi. Hukum Taurat berkata Bayar hutangmu! Sedangkan Injil berkata
Dosamu telah diampuni. (Rom 7: 7-12). Pembenaran oleh iman adalah ajaran yang
fundamental bagi Gereja Lutheran dimana Gereja itu berdiri atau runtuh (Stantis et Cadentis
Ecclisiae). Kita harus terinspirasi dari Marthin Luther yang berani menentang tradisi Gereja
Roma ketika Gereja itu nyata-nyata kepadanya bukan lagi alat-alat pelayanan Tuhan untuk
membebaskan umatNya. Kebenaran ialah pertama-tama tuntutan pada diri sendiri, dan orang
benar adalah penuntutnya sendiri. Hab 2: 4 Orang yang benar akan hidup oleh sebab
imannya. Bagi Marthin Luther, kebenaran Allah, berarti ketetapan Allah menjadi benar kepada
seseorang melalui imannya. Allah menganugerahkan status benar kepada seseorang melalui
imannya. Rom 3: 24 Dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena
Orang yang mempunyai iman yang sungguh di dalam Yesus Kristus harus menghasilkan
buah-buah dan perbuatan-perbuatan yang baik, dan kita harus melakukan semuanya itu sesuai
dengan perintah Allah. Dalam hal ini kita pantas meniru seorang Bapa Gereja Barat yang
terkenal, Ambrosius, Uskup Milano. Ambrosius sangat tegas terhadap kaisar-kaisar yang tidak
setia untuk membantu Gereja, atau yang tidak berlaku adil kepada rakyatnya. Dia berjuang
dengan gigih untuk mempertahankan hak-hak dan kewibawaan Gereja di hadapan kaisar.
Tuntutannya adalah agar kaisar menjadi pembela kepentingan Gereja. Apa relevansinya kepada
situasi kita sekarang di era globalisasi ini? Sebagai buah iman, perbuatan atau aksi-aksi yang
nyata apakah yang sudah dan akan diperbuat Gereja, dan orang beriman, khususnya Gereja
Indonesia, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu! Tuhan mau dan menghendaki Gereja
Lutheran di Indonesia menjadi berkat. Gereja/umat Kristen tidak boleh menjadi persekutuan
yang eksklusif, harus inklusif, dan jangan hanya memikirkan kepentingan dan kesulitannya
sendiri. Kita harus melihat kesulitan yang dihadapi oleh semua Gereja dan seluruh umat Kristen
di Indonesia ini sebagai kesulitan kita sendiri. Menurut Martin Luther, semua orang Kristen
mempunyai derajat rohani yang sama, bahwa seseorang yang sudah dibaptiskan telah memiliki
jabatan imamat orang percaya. Kita ditahbiskan dengan baptisan oleh imam : kita menjadi
imamat rajawi, raja dan imam di hadapan Allah (I Pet 2: 9). Perbedaan yang ada hanyalah
perbedaan jabatan dan fungsi, bukan derajat. Peranan warga jemaat HKI dalam kaitan dengan
imamat am orang percaya, jika dibandingkan dengan semangat berdirinya HChB/HKI, sudah
jauh mundur. Hal ini perlu dikaji kembali agar jemaat HKI adalah jemaat missioner.
Dalam kaitan dengan era globalisasi dan demokrasi di Indonesia, perlu diajarkan sedini
mungkin khususnya anak-anak Sekolah Minggu, Remaja, PNB, dan warga jemaat HKI akan arti
kebebasan. Para remaja khususnya sudah menyalahgunakan arti kebebasan seorang Kristen.
Martin Luther merumuskan kebebasan Kristen dengan dua rumusan yang tampaknya
bertentangan sebagai berikut : Seorang Kristen bebas dari segala ikatan dan bukanlah hamba
siapapun. Seorang Kristen terikat pada segala sesuatu dan hamba dari semua orang. Orang
Kristen bebas dari hukum atau Taurat manapun dan tidak terikat pada peraturan yang dikeluarkan
oleh siapapun, namun kebebasan itu bukanlah kebebasan dari Kristus, tetapi kebebasan
dalam Kristus. Iman dan perbuatan orang Kristen dalam konteks pluralisme, menekankan
bahwa anugerah Allah dalam Kristus adalah universal. Kita sebagai orang percaya yang sudah
mengenal Yesus melalui iman dan anugerahNya, terpanggil untuk
kesaksian. Solidaritas berarti juga membangun kekerabatan yang erat dengan sesama, membantu
mereka yang menderita dalam konteks multi religious. Hal yang sangat penting juga dalam
kerangka hidup berdampingan dengan umat beragama lain harus senantiasa dijaga dan saling
menghormati. Mengerti orang lain, agama dan kepercayaannya, menerima mereka dalam kasih
Kristus, dan membuka diri dalam kasih dan persaudaraan yang erat. Inilah beberapa hal yang
Konfesi Augsburg disampaikan kepada Kaisar Karel V pada tanggal 5 Juni 1530.
Perumusan dan penyerahan Konfesi ini dilatarbelakangi dua hal yaitu: adanya persengketaan
agama akibat Reformasi dan dipedukannya kesatuanan seluruh pangaeran dan wakil-wakil dari
kota otonom untuk menghadapi serangan dari tentara Turki. Untuk itu, maka pada tanggal 21
Januari 1530, Kaisar Charles V mengundang Sidang Kerajaan bertemu pada bulan April
berikutnya di Augsburg. Pada Sidang Kerajaan itu, kaum Protestan diminta untuk menyampaikan
pengakuannya. Dokumen Pengakuan yang disampaikan pada Sidang Kerajaan tanggal 25 Jun
1530 itulah Konfesi Augsburg yang kita kenal sekarang ini. Dalam dokumen itu, dinyatakan apa
yang dipercayai oleh kaum Protestan yang terdiri dari 21 Artikel (Artikel 1-21) dan paraktek-
oleh karena kebutuhan tertentu di dalam sejarah. Konfesi Augsburg disaksikan di hadapan Kaisar
Jerman yang sangat berkuasa dan pada saat adanya ancaman yang sangat serius dari Islam
(Turki). Konfesi Augsburg adalah Pengakuan Iman Kristen yang lahir dan sangat relevan dalam
waktu tertentu dan dalam situasi yang khusus. Oleh sebab itu, maka dokumen ini sangat perlu
kita pelajari sebagai satu dokumen historis gereja dan sebagai warisan hidup bagi gereja
Sebagai documen sejarah dan warisan hidup gereja, maka kita harus berusaha
mengungkap arti dan maksud yang sangat pokok (vital) dari artikel-artikel Konfesi Augsburg ini
bagi kehidupan kita sekarang ini. Apakah yang dikatakan oleh Konfesi ini kepada kita saat ini,
dan jika ya, mungkinkah dapat menolong kita untuk rnenyaksikan iman kita lebih jelas.
Sekarang, tidak ada lagi Kaisar Jerman yang sangat berkuasa atas kita dan tidak ada lagi
ancaman dari Turki. Akan tetapi, masalah kepercayaan dan kemanusiaan, yang memperoleh
perhatian dalam Konfesi Augsburg pada waktu kelahirannya, masih tetap kita hadapi sekarang
ini. Sampai dimanakah hal-hal ini dapat kita perluas, sesuai dengan konteks dan masalah yang
kita hadapi sekarang ini? Satu hal yang tidak bisa kita lupakan, bahwa dokumen ini bukanlah
hasil studi yang sungguh-sungguh dari pada teolog-teolog terkemuka. Dokumen ini adalah hasil
dari perjuangan iman yang luar biasa. Para penandatangan dokumen ini (pada waktu itu)
mengetahui, bahwa dengan membubuhkan tanda tangannya pada dokumen pengakuan ini,
I. ALLAH
Dalam Artikel I Konfesi Augsburg ini, Gereja Lutheran pada abad ke 16 menyatakan
dengan jelas "Siapakah Allah" yang mereka percayai dan sekaligus memperkenalkan "Siapakah
mereka yang disebut Lutheran" dengan cara menghubungkan pengakuan mereka dengan
dokumen pengakuan gereja di masa lalu. "Sesuai dengan keputusan Konsili Nicea pada tahun
325, kami dengan sehati berpegang dan mengajarkan bahwa ada satu hakikat illahi, yang disebut
Allah, dan ada tiga pribadi dalam satu hakikat illahi ini, setara dalam kuasa dan sama-sama
kekal; Allah Bapa, Allah Anak, Allah Rohkudus..." (Theodore G. Tappert, Buku Konkord,
terjemahan ke dalam Bahasa Indonesia, Jakarta: BPKGM, 2004, hal. 36). Para penandatangan
dokumen ini, yaitu para elektor, pangeran, dan penguasa setempat dalam Kerajaan Jerman pada
waktu itu, bukanlah teolog-teolog. Oleh sebab itu, kita meragukan apakah mereka bisa mengerti
istilah-istilah teknis teologia (misalnya, "homoousios") yang ada dalam pengakuan ini. Akan
tetapi, pengertian mereka yang kurang sempurna tentang istilah-istilah teknis teologia yang ada
dalam pengakuan ini, bukanlah pertanda pengertian mereka berkurang terhadap isinya.
Khususnya, pada saat mereka menghubungkan pengakuan ini dengan pengakuan Kristen mula-
mula, dan mendaftarkan mana ajaran-ajaran yang ditolak, karena dianggap sesat, sangat
membantu untuk memperkenalkan siapakah mereka di hadapan Kaisar yang berkuasa dan di
hadapan lawan-lawan mereka. Para penandatangan pengakuan ini, tidak melupakan teologia
yang mereka warisi. Mereka mengetahui asal mereka, mereka mengenal dan menghormati
Konfesi Augsburg Artikel I ini, berbicara tentang sifat manusia yang suka melupakan
asal-usulnya (" theological amnesia") karena menginginkan sesuatu yang baru. Masalah seperti
ini masih sering kita temui sekarang ini. Kita hidup dalam zaman dimana banyak orang
bergabung dengan gereja kristen, teolog atau bukan, yang mempercayai, bahwa kita harus
mendirikan apa yang relevan pada zaman kita ini dengan cara melupakan masa lalu. Menjadi
modern bagi para penganut ini ialah mendirikan yang baru dan melupakan masa lalu. Teologia
seperti ini adalah teologia yang paling tidak relevan. Jika anda tidak mengenal siapa anda (mis.
nama dan asal-usul anda), maka anda tidak akan memiliki arti apa-apa bagi orang lain. Menjadi
modern, bukanlah melupakan masa lalu, tetapi mengunakannya dengan kreatif pada masa kini.
Philip Melanthon penyusun Konfesi Augsburg ini, bersama dengan para ahli klasik ternama pada
waktu itu, sadar betul akan hal ini. Mereka menyadari makna kekeristenan masa lalu, sebagai
syarat masa kini, dan kebenaran pada masa yang akan datang, dinyatakan dalam artikel I pada
Konfesi Augsburg ini. Kesetiaan kita kepada Konfesi Augsburg, adalah dengan menggunakan
masa lalu, lebih dari 480 tahun yang lalu sejak Konfesi ini dibacakan di hadapan Kaisar, secara
kreatif pada masa kini dan pada masa yang akan datang. Dari pada memproklamirkan Allah yang
baru, atau tidak ada Allah, atau Allah mati, kita berusaha menyaksikan Allah Abraham, Ishak,
dan Yakub, Bapa Yesus Kristus, Allah yang sesungguhnya dan Allah yang Esa, yang di dalam-
Nya kita hidup, bergerak, dan berada. Dengan mengakukan iman kita kepada Allah, bukan
berarti kita berusaha menggambarkan Allah, akan tetapi menyatakan pemujaan kita kepada-Nya
atas penciptaan, pemeliharaan dan atas seluruh berkat dalam hidup kita. Kita bersekutu dengan
orang Yahudi dan orang Kristen segala abad menyatakan: "Jikalau bukan TUHAN yang
memihak kepada kita, biarlah Israel berkata demikian..dst (baca Maz 124)
Konfesi Augsburg dalam artikel III ini, menyatakan kepada kita bahwa Yesus adalah
Kristus. Dia adalah model manusia yang diinginkan oleh Allah. Allah menginginkan supaya
manusia di dunia mengikuti model Yesus sebagai manusia. Manusia tidak hanya sekedar
individu yang lebih tinggi atau mulia dari binatang, khususnya dalam perkembangan mental.
Dalam Konfesi Augsburg dinyatakan bahwa Allah menunjukkan apa arti manusia yang
sesungguhnya yaitu manusia Yesus, yang benar-benar lahir dari perempuan dara Maria,
menderita, disalibkan, mati dan dikuburkan, akan tetapi pada waktu yang sama Dia adalah model
manusia yang dipilih oleh Allah. Yesus Kristus sebagai model "manusia" yang dipilih oleh Allah,
benar-benar berbeda dari model-model manusia yang ada di dunia (yang sering dijadikan
Yesus Kristus sebagai model manusia pilihan Allah, disaksikan dalam Konfesi Augsburg
sbb: "Supaya melalui Rohkudus Dia menguduskan, memurnikan, meneguhkan dan menghibur
semua orang yang percaya kepadaNya, supaya Ia mengaruniakan kepada mereka kehidupan,
setiap anugerah dan berkat, dan supaya Ia melindungi serta menjaga mereka terhadap iblis dan
dosa" (Theodore G. Tappert, Buku Konkord, terjamahan ke dalam Bahasa Indonesia, Jakarta:
BPK-GM, 2004, hal. 38). Rumusan pengakuan di atas menjelaskan bahwa model manusia yang
dari Allah untuk manusia ini, memiliki kuasa tidak hanya untuk menginspirasi manusia meniru
Dia, akan tetapi juga memiliki kuasa untuk merobah mereka yang percaya kepadaNya. Allah
menjadi manusia tidak hanya berarti, kita mengenal bagaimana manusia yang sesungguhnya,
tidak juga hanya berarti bahwa kita dapat mengenal model manusia yang harus kita teladani,
tetapi model manusia Allah ini bekerja dan berkuasa mentransformasi kita kepada pribadi yang
seharusnya, menurut Allah, jika kita percaya kepadaNya. Yesus adalah model manusia yang
berkuasa atas segala ciptaan. Yesus tidak hanya mengajak kita menjadi manusia yang sama
dengan Dia, akan tetapi juga memampukan kita untuk menjadi manusia seperti Dia, jika kita
percaya kepadaNya. Konfesi Augsburg mengingatkan kita bahwa Yesus yang adalah model
manusia, Dia juga memiliki kuasa untuk mentransformasi kita sesuai dengan apa yang Dia
Pengetahuan kita akan Berita Injil yang mengatakan bahwa: Anugerah Allah bukan
karena jasa kita melainkan oleh jasa Yesus Kristus", melahirkan semangat untuk
memberitahukanya kepada orang lain. Semangat ini dinyatakan secara lebih jelas di dalam
Konfesi Augsburg, bahwa Allah mengadakan jabatan pelayan untuk memberitakan Injil kasih
Allah kepada seluruh manusia.Di dalam melaksanakan tugas pelayanan mengabarkan Injil ini,
ada beberapa bahaya yang perlu kita cermati. Pertama bahaya dimana pelayan menjadi wakil
warga jemaat melakukan tanggung jawabnya sebagai orang Kristen (klerikalisme). Pada abad ke
16, abad lahimya Konfensi Augsburg ini, terjadi klerikalisme di Gereja. Klerikalisme ini
dilaksanakan oleh satu cabang institusi keagamaan. Institusi keagamaan ini bertindak menjadi
pelaksana tanggung jawab kekeristenan menggantikan warga jemaat yang diwakilinya. Warga
Jemaat membayar pejabat gereja untuk berdoa dan melakukan misa atas nama orang yang
membayar. Sama halnya seperti penasehat hukum. Penasehat Hukum berdiri, bertindak,
kliennya. Semakin ahli Penasehat Hukumnya, semakin aman kliennya berhadapan dengan
masalah-masalah hukum, dan sudah barang tentu, semakin mahal pula tarifnya.
keagamaan) pada abad ke 16 dilawan oleh para Reformator. Akan tetapi, masalah ini tidak hanya
terjadi pada abad ke 16 saja. Masalah seperti ini masih terjadi sampai saat ini. Masih banyak dari
warga gereja yang berfikir bahwa "pelayan gereja" itu sebagai "Perwakilan" mereka. Sebagai
perwakilan, mereka mengharapkan pelayan gereja itu dapat mempercayai, atau melakukan, apa
yang seharusnya mereka percayai, dan lakukan sebagai orang Kristen. Dengan demikian, Warga
Jemaat mengharapkan Pelayan gereja membebaskan mereka dari seluruh tanggung jawab ini dan
memberitakan Injil kasih karunia Allah, sehingga manusia dapat beriman. Jabatan Pelayan ada
untuk kepentingan manusia, dan sebagai alat Tuhan, sampai akhir zaman. Jabatan pelayan adalah
jabatan untuk memberitakan Injil dan melayankan Sakramen. Melalui pelayananan atau sarana
ini, "Allah memberikan Rohkudus yang menimbulkan iman dalam diri orang-orang yang
mendengarkan Injil itu, bilamana dan di mana Dia kehendaki" (Theodore G. Tappert, Buku
Konkord, terjemahan ke dalam Bahasa Indonesia, Jakarta: BPK-GM, 2004, hal. 38). Jabatan
Pelayan ada, adalah untuk keselamatan manusia. Jabatan Pelayan yang terpisah dari pelayanan
kepada manusia, lepas dari pengaruhnya bagi mereka yang menerima Sakramen dan
mendengarkan Firman Tuhan, tidak berarti apa-apa. Bahaya yang lain terhadap Jabatan Pelayan
ialah apabila ada warga jemaat atau pelayan yang merasa bahwa mereka memiliki akses
langsung kepada Tuhan melalui pengalaman mistik. Mereka tidak tergantung lagi pada kesaksian
Injil dan melayankan Sakramen adalah pelindung yang melindungi kita terhadap cobaan-cabaan
yang ada dalam waktu kita sekarang ini. Ini berarti, bahwa Pemberitaan Injil tidak tergantung
kepada kehebatan seseorang berbicara, (mis seperti kemasukan roh, dsb) atau kepada kepintaran
seseorang. Pemberitaan Injil hanya tergantung kepada Injil itu sendiri, kepada Berita Sukacita
tentang apa yang telah dikerjakan Allah di dalam Yesus Kristus. Selanjutnya, Konfesi Augsburg
juga menyatakan, bahwa bukan tahbisan atau kemampuan berbicara seseorang yang menjamin
bahwa isi pemberitaannya adalah berita Injil. Kita hidup dalam abad di mana banyak orang yang
menerima tahbisan atau teolog kristen yang isi pemberitannya hanya kata-kata yang enak
didengar, bukan berita Injil. Posisi seseorang di dalam Gereja atau perilaku seseorang yang
"alim", bukanlah menjamin kemurnian pemberitaannya. Yang menjamin kemurnian pemberitaan
Kita telah berusaha melihat artikel I, III, & dari Konfesi Augsburg dengan mata kita yang
hidup dalam abad 21 ini. Naampak bagi kita bahwa situasi kehidupan dan budaya manusia pada
abad 16, pada waktu Konfesi Augsburg ini disusun dan diikrarkan jauh berbeda dengan situasi
kehidupan dan budaya kita sekarang ini. Masalah yang dihadapi oleh Gereja pada ab 16 di
Jerman, tidak begitu jelas bagi kita sekarang ini. Pertanyaan yang sama kita ajukan kembali.
Apakah dokumen Konfesi Augsburg ini memiliki arti yang cukup signifikan bagi kita sebagai
Gereja sekarang ini? Apakah yang dapat kita pelajari dari Konfesi Augsburg ini untuk kita
sekarang ini? Apakah manfaatnya bagi pelayanan kita sebagai Pelayan di Gereja HKI?
Dalam Tata Liturgi Penahbisan Pendeta HKI, belum dikatakan secara eksplisit bahwa
Pendeta yang menerima tahbisan berjanji akan melaksanakan Konfesi Augsburg. Yang dikatakan
dalam Tata Liturgi Penahbisan itu ialah memberitakan Injil dan melayankan sakramen yang
benar sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan yang tertulis dalam PL dan PB. Akan tetapi,
Gereja HKI telah menyatakan dalam Sinodenya, sebagaimana tertulis di dalam Tata Gereja HKI
sbb: "HKI berpedoman kepada Pengakuan Iman Apostolicum, Niceanum, Athanasianum, dan
Konfesi Augsburg 1530" (Tata Gereja HKI tahun 2005, Pasal 6). Ini berarti, bahwa kita sebagai
Warga HKI, non Pendeta atau Pendeta telah menjadikan Konfesi Augsburg ini sebagai
Pengakuan Iman kita secara pribadi. Dan sebagai Pendeta, kita telah mengikrarkan bahwa kita
akan melaksanakan "jabatan pelayanan" kita sesuai dengan Firman Tuhan dan Konfesi
Augsburg. Kita telah menerima Konfesi Augsburg sebagai ringkasan penjelasan Firman Allah
yang benar dan kita telah mengikatkan diri kepadanya. Karena Konfesi Augsburg itu dirumuskan
sesuai dengan Firman Allah, dengan demikian kita telah mengikrarkan bahwa kita akan
membaca dan menafsirkan Alkitab sesuai dengan Konfesi Augsburg, kita akan mengkhotbahkan,
mengajarkan Konfesi Augsburg sebagai "doktrin umum (publica doctrina)" Gereja HKI. Kita
telah mengikatkan diri kepada Konfesi Augsburg sebagai dokumen yang menyatakan kebenaran
Firman Allah.
Dalam perjalanan waktu, sejak Konfesi Augsburg ini, ada banyak Pendeta dan Guru yang
merasa terganggu karena harus mengikatkan diri kepada Konfesi Augsburg ini. Mereka
menganggapnya sebagai legalisme yang mengekang kebebasan mereka sebagai Pendeta atau
Guru di bawah Injil. Akan tetapi, sebaliknya bahwa di dalam kesetiaan kita kepada Konfesi
Augsburg di sana kita akan mengalami kebebasan yang sangat indah. Konfesi Augsburg
memberikan kepada kita fokus dan arah Alkitabiah dan Teologia, yang kita sebut fungsi normatif
dari Konfesi itu, yang kita apllikasikan tidak hanya pada waktu berkhotbah atau mengajar saja,
tetapi di dalam seluruh pelayanan kita. Konfesi Augsburg menyatakan kepada kita, mengapa kita
ada sebagai Pendeta di Gereja, apa perhatian utama kita, dimana sumber kekuatan kita berada.
Konfesi Augsburg menyediakan bantuan dan bimbingan kepada kita untuk menentukan sikap
yang benar terhadap pelayanan yang kita kerjakan dan mengatasi masalah-masalah yang kita
hadapi setiap hari di dalam melaksanakan tanggung jawab kita sebagai Pendeta. Ada banyak
Pendeta mengalami krisis identitas, mengalami goncangan iman, karena berusaha mencari
rumusan teologia yang dibutuhkan pada saat-saat tertentu, akan tetapi, tidak demikian dengan
kita. Konfesi Augsburg diberikan kepada kita sebagai anugerah, bukan hanya sebagai contoh
teologi sesaat, tetapi karena hanya dia teologi yang benar, teologia salib, dan hanya kata-kata
pengampunan, keselamatan, damai dan pengharapan yang dikerjakan oleh Allah dalam Yesus
Kristus.
Gereja Katolik mengatakan bahwa Paus, uskup-uskup/ Bishop, kardinal-kardilal dan ahli-
ahli teologia tidak mungkin salah. Seluruh keputusan mereka tidak mungkin salah.
Ketidakmungkinan salah mereka itu bukanlah sesuatu yang datang kepadanya dengan inspirasi
atau ilham tetapi dengan pertolongan Tuhan. Paus, bishop mutlak benar.. Setiap keputusan Paus,
bishop tidak mungkin salah. Para uskup mempunyai kuasa untuk memerintah dan memperbaiki
secara paksa untuk membimbing rakyatnya mencapai tujuan kebahagiaan yang kekal. Kuasa
memerintah membutuhkan kuasa menghakimi, menetapkan, membedakan, dan menegakkan apa
saja yang perlu atau berguna bagi tujuan di atas. Ini disebut sebagai hak istimewa dari gereja dan
para imam. Akibat pemahaman yang sedemikian, beraneka ragam tulisan mengenai kuasa para
uskup/ bishop, bahkan ada yang mencampuradukkan kuasa para uskup dan kuasa duniawi.
Perkataan bahwa Paus, bishop tidak mungkin salah/ mutlak benar membuat para uskup/
bishop memperkenalkan bentuk-bentuk ibadat baru dan membebani hati nurani dengan kasus-
melemahkan ketaatan pada pemerintah. Mereka menuntut ketaatan yang lebih besar atas
peraturan mereka daripada atas Injil. Hal ini membuat banyak keributan, pemberontakan dan
peperangan dahsyat.Dengan kata lain banyak keputusan mereka pada akhirnya menjadi
dengan kekerasan.
Konfessi Augsburg membedakan dua kuasa yaitu antara kuasa pedang dan wewenang,
yang rohani dengan duniawi. Hal ini diambil berdasarkan perintah Allah yang menghendaki agar
para pemenrintah dan penguasa dihormati dan dijunjung tinggi sebagai dua pemberian Allah
Kuasa/ jabatan Keuskupan/ bishop kuasa para pemegang kunci gereja adalah kuasa/
jabatan yang berdasarkan Injil yaitu kuasa untuk memberitakan Injil, mengampuni atau
menyatakan dosa ataupun menyatakan dosa orang tetap ada, menilai ajaran-ajaran dan
menghukum ajaran yang bertentangan dengan Injil serta mengucilkan orang-orang yang secara
nyata telah berbuat jahat dari persekutuan Kristen, serta melaksanakan dan melayankan
sakramen-sakramen (Mat 16:19; Yoh 20:21-23) kepada orang banyak atau perseorangan. Semua
itu jangan dilakukan dengan kuasa manusiawi, melainkan Firman Allah saja. Alat ukur untuk
Dengan jalan demikian Allah memberikan hal-hal dan karunia-karunia kekal, bukan yang
lahiriah, yakni kebenaran kekal, Roh Kudus dan hidup yang kekal. Karunia-karunia itu hanya
didapat melalui pemberitaan Injil dan sakramen-sakramen (Rom 1:16).. Kuasa itu sama sekali
tidak mencampuri urusan pemerintah ataupun urusan duniawi. Berdasarkan ini, para pendeta
jemaat dan gereja-gereja wajib patuh kepada para uskup/ bishop sesuai dengan perkataan Kristus
(Luk 10:16) Namun bila mereka yang terpilih secara resmi itu mengajarkan/ menetapkan hal-hal
yang bertentangan dengan Injil, Allah memerintahkan kita supaya jangan patuh pada hal-hal
Kuasa itu adalah untuk membangun dan bukan untuk meruntuhkan. Para uskup tidak
berkuasa untuk mengadakan atau menetapkan apapun yang bertentang dengan Injil. Kuasa itu
bukan untuk membebankankan umat dengan berbagai peraturan/ tuntutan yang menjerat hati
nurani manusia sehingga seakan meletakkan kuk pada tengkuk umat (Kol 2:16, 20-23. Dalam hal
ini Injil jelas menyatakan bahwa perhambaan kepada hukum tidak perlu untuk pembenaran.
Para uskup/ bishop dan pendeta boleh membuat peraturan-peraturan agar segala sesuatu
yang dilakukan di gereja berjalan dengan tertib. Peraturan itu bukan sebagai sarana untuk
memperoleh anugerah Allah atau menebus dosa-dosa, atau menggikat hati nurani orang dengan
menganggap hal-hal itu sebagai ibadat-ibadat yang perlu kepada Allah; apabila diabaikan maka
ia akan berdosa, meskipun tanpa menimbulkan sandungan. Peraturan dibuat demi kasih dan
damai. untuk menghindarkan kekacauan dan kelakuan yang tidak pantas dalam gereja (misalnya
1 Kor 11:5). Dan bagi yang tidak melakukannya bukan berarti mereka telah berdosa dan
kehilangan anugerah Allah. Peraturan dibuat untuk menghindarkan dari batu sandungan.
Dalam peraturan yang sedemikian, orang Kristen layak patuh pada uskup/ bishop dan
pendeta. Dalam semuanya itu kita diingatkan untuk lebih taat kepada Allah daripada kepada
manusia. Selama pemahaman tentang kebenaran iman dan kemerdekaan orang Kristen tidak
diajarkan dan diberitakan dengan jelas dan murni, maka selama itu juga akan tetap ada
perdebatan yang salah tentang perubahan hukum misalnya tentang upacara ibadat, makanan dan
minuman, darah, hari-hari suci dan lain sebagainya. Perdebatan-perdebatan dengan kata-kata/
Kuasa Pemerintah/Duniawi
Kuasa duniawi berurusan dengan hal-hal yang jauh berbeda dengan Injil. Kuasa duniawi
tidak melindungi jiwa, akan tetapi dengan pedang dan hukuman lahiriah, melindungi tubuh dan
harta milik terhadap kuasa lain. Kedua kuasa itu tidak dapat dicampuradukkan (bnd Yoh 18:36:
Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini; Luk 12: 14; Fil 3:20; 2 Kor 10:4-5). Kedua kuasa itu (dunia
dan kuasa uskup) dihormati sebagai pemberian Allah yang tertinggi di dunia ini.
Relevansi
Jabatan bishop, pendeta akhir-akhir ini adalah suatu jabatan yang diincar-incar, dan
bahkan bagaikan suatu perebutan. Mengapa? Ada beberapa anggapan yang salah tentang jabatan
itu. Ada yang berpikir bahwa jabatan bishop, pendeta adalah jabatan strategis dan yang
mempunyai hak istimewa. Dilantik menjadi bishop, pendeta sama berarti mendapatkan kuasa
dalam gereja. Hal itu ada benarnya namun perlu diketahui kuasa bishop, pendeta adalah kuasa
yang datang dari Tuhan. Kuasa itu adalah kuasa yang berdasarkan Firman Tuhan (Mat 16:19;
Yoh 20:21-23; Markus 3: 14: kuasa untuk menyertai Yesus dan memberitakan Injil; kuasa untuk
Sepertinya beberapa dekade terakhir ini di beberapa gereja tidak jarang lagi tampak
terjadi kekerasan demi mendapatkan kuasa bishop. Kekerasan-kerasan itu dimulai dengan
ucapan, yang berkembang menjadi perdebatan bahkan sampai kepada baku hantam. Belajar dari
keadaan tersebut, para pendeta, calon pendeta saat ini diajak untuk lebih berhati-hati lagi dalam
berkata-kata. Para pendeta, calon pendeta diajak untuk memurnikan motivasi dan tujuan menjadi
seorang pendeta, sehingga tidak terjebak pada pemahaman yang salah tentang kuasa pendeta,
bishop, tidak terjebak pada penyalahgunaan kuasa pendeta, bishop. Penyalahgunaan kuasa
tersebut juga sering berdampak pada kekerasan terhadap sesama pendeta, sesama pelayan,
bahkan akibat kuasa bishop tersebut banyak pendeta, pelayan menjadi lebih takut, taat kepada
Perdebatan tentang perubahan hukum atau peraturan masih sering tampak di gereja-
gereja. Masing-masing gereja menyatakan bahwa merekalah yang benar dan yang beroleh
anugerah Allah karena mereka memegang peraturan dengan baik dan benar, dan menyalahkan
gereja yang lainnya. Perdebatan itu menyinggung perasaan orang lain dan mengganggu pada hati
nurani. Para bishop, pendeta perlu berhati-hati dalam menyikapi hal yang sedemikian, karena
hal-hal yang sedemikian dapat mengundang hal-hal yang lebih serius dari perdebatan yaitu
kekerasan. Kekerasan sering terjadi akibat perkataan yang mengandung dan yang mengundang.
Selayaknyalah para bishop, pendeta,calon pendeta bersikap lebih bijak lagi untuk menanamkan
Dosa atau kebenaran tidak bergantung pada makanan, minuman, pakaian, dan hal-hal
yang serupa itu (lih Mat 15:11; Rom 14:17). Kol 2:20-23 menunjukkan bahwa semua itu adalah
barang yang dapat binasa, hanya suatu tradisi dan hanya untuk kepuasan daging. Untuk itu,
uskup/ bishop, pendeta tidak mempunyai kuasa untuk menciptakan tradisi/ peraturan di luar Injil
seakan-akan hal itu dapat meraih pengampunan dosa atau sebagai tindakan ibadah yang berkenan
kepada Allah sebagai kebenaran. Dan para uskup/ bishop juga tidak mempunyai kuasa untuk
mengatakan bahwa yang tidak melakukannya sudah berdosa. Hati disucikan oleh iman dan tidak
dilatih untuk hal ini. Strategi ini yang dibutuhkan gereja saat ini apalagi di Indonesia yang
membutuhkan kantong-kantong kristen lebih banyak lagi. Tidak hanya di Indonesia di dunia juga
sangat dibutuhkan. Sistem kita sekarang ini jika dipertahankan maka ke depan banyak pendeta
yang menganggur. Keadaan saat ini tidak ada lagi 20 jemaat yang bisa dibuat resort baru. Kita
harus memiliki suatu sistem pelayanan baru yang berorientasi pada pelayanan. Orientasi kita
selama ini masih belum kepada pelayanan masih persekutuan. Jadi bagaimana mengubah dan
siapa yang mengubah sistem ini? Kebanyakan orang batak maju karena dipaksa.
Banyak yang jadi kreatif karena dipaksa oleh kondisi. Dengan kondisi gereja saat maka
ke depan kita harus memaksa diri untuk membuka pelayanan-pelayanan baru. Makanya saya
kurang setuju dengan prinsip yang ada saat sekarang ini di kalangan pelayan gereja kita bahwa
misi yang ke dalam diutamakan dan yang keluar biar Tuhan yang menentukan, ...yang di dalam
ini saja kita kerjakan sudah baik itu. Padahal sekarang kita harus diperhadapkan dengan
bagaimana menerobos kebijakkan pemerintah yang kurang bersahabat. Banyak yang sudah mau
dipanen tapi sedikit yang memanen. Kita harus berubah dari orientasi persekutuan menjadi
penginjilan keluar. Ini yang mau kita bahas yakni tentang bergereja.
Jika kita mendengar kata gereja apa yang muncul dibenak kita? tempat ibadah, jemaat,
lagi. Mari baca kitab Kejadian 1:26 Berfirmanlah Allah, baiklah kita menciptakan manusia
agar mereka berkuasa...., yang mau kita bahas adalah adanya istilah kita yang menjadikan
manusia itu. Istilah kita ini pertama sekali muncul dari kronologis penciptaan. Siapa itu kita?
Karena yang berfirman adalah Allah maka jelas itu adalah Allah, namun yang bersama dengan
Allah siapa? ada Roh Allah, siapa itu kita? Anak Allah, belum ada. Malaikat Allah, tidak
diriNya, diriNya yang bagaimana? Jadi kalau Roh Allah, Yohanes 4:24 Allah itu Roh dan kita
balikkan lagi Roh Allah. Kalau Allah itu Roh kemudian kita katakan Roh Allah, Roh Kudus, Roh
Penghibur dan macam-macam lagi. Jika Allah itu Roh, kemudian ada Roh Allah, Roh Kudus
yang mana lagi? Jadi, kalau istilah kita yang dipakai pada diri Allah dalam kitab Kejadian,
inilah yang dipakai gereja kemudian untuk menimbulkan atau menciptakan istilah Trinitas. Ini
Kemudian ketiga-tiganya diperhadapkan kepda kita dengan karya masing-masing dan ada
di dalam Allah yang didasarkan dari istilah kita dalam Kitab Kejadian. Jadi, sebagaimana
Yesus menyebutkan diri sebagai Anak Allah, Juruselamat yang diproklamasikan dan adanya Roh
Kudus itu keluar dari istilah kita yang sejak awal penciptaan sudah dinyatakan Allah. Karena
Allah itu Roh, ajaran Llutheran tidak pernah mengatakan bahwa dengan Roh Kudus itu maka
semua keAllahan Allah ada di dalamnya, roh kudus tidak disebut dengan Allah bapa. Yesus
Kristus terang-terang menyatkan bahwa Bapa lebih dari Aku, Aku di dalam Bapa dan Bapa di
dalam Aku, dan Aku bukan Bapa. Jadi jelas Yesus Kristus menyatakan dirinya bahwa Dia adalah
Anak. Istilah Anak karena apa? Bukan karena Yesus Kristus lebih kcil dari Allah Bapa, yang kita
pahami adalah bahwa Yesus Kristus ada di dalam Bapa dan Bapa di dalam Yesus Kristus, yang
Kedua Matius 18:20, ...dua tiga orang berkumpul di dalam namaKu, disitu aku ada
bersama-sama dengan mereka..; Matius 16:18, ...di atas batu karang ini aku akan mendirikan
jemaatKu dan maut tidak berkuasa..., dipakai istilah jemaat. Nah dari semua perbincangan ini,
maka gereja itu ada dua yang dinamakan dengan: INVISIBLE CHURCH DAN VISIBLE
CHURCH artinya yang tidak tampak dan tampak. Marin Luther banyak membahas tetang
Invisible Church dan diikuti oleh Paul Tillich dengan teologia sistematiknya.
Invisible Church yakni gereja yang tidak nampak, dimanakah itu? Kalau kita bicara soal
gereja maka kita bicara tentang persekutuan. Itulah gereja. Kemudian, dalam Pengakuan Iman
Rasuli artikel ketiga, jelas menyebut bahwa dalamnya gereja itu adalah persekutuan orang-orang
kudus. Dan mengapa harus di-akukan orang kristen? Kenapa tidak cukup di dalam dogma saja,
kenapa harus menjadi pengakuan? Kenapa harus dibuat dalam PIR? Kalau pengampunan dosa
dan kebangkitan daging itu harus, tapi persekutuan orang-orang kudus kenapa harus
dimasukkan? karena adanya perbedaan dari setiap orang-orang kudus ini. itu prinsip atau
pemahaman. Saya melihat dari kesatuan pemahaman tentang akan istilah kita dalam kitab
kejadian bahwa disana ada kesatuan di dalam keAllahan Allah. Ya dimasukkan karena itu
beranjak dari istilah kita dalam Perjanjian Lama yang merupakan kesaksian tentang kesatuan
di dalam persekutuan dengan Allah. Ini adalah ajaran mendasar dari PIR kita.
Di Gereja menjadi pengakuan iman, karena gereja hadir dari adanya persekutuan dengan
Allah yang Invisible sehingga menjadi Visible Churh yakni dari Allah Bapa, Anak dan Roh
Kudus. Inilah yang dimaksudkan dalam Kejadian 1:26 itu. Ini menjadi patron dari gereja yang
tampak (visible church). Maka gereja itu bukan hanya gedung, persembahan, organisasi dan
lainnya, karena gereja itu dipatronkan kepada persekutuan keAllahan. Marin Luther mengatakan
yang dikutip oleh Paul Tilich kemudian, bahwa gereja merupakan penampakan kesatuan dari
persekutuan kudus yang di dalamnya adalah Allah Bapa, Anak dan Rohkudus (Trinitas).
Kesatuan persekutuan itulah Invisible church. Nah, jika gereja dimulai dengan persekutuan
Allah, maka gereja yang tampak harus berpatron kepada Allah yang menjadikan persekutuan itu
ada. Karena itu harus di-akukan di dalam Pengakuan Iman, karena persekutuan orang-orang
percaya itu di turunkan dari persekutuan keAllahan Allah. Inilah hakekat yang esensi, bukan
hanya hakekat yang hakiki tapi esensi yakni yang inti dari pengertian gereja.
Dalam Konfesi Augsburg penjelasannya tidak begitu jelas, gereja disebut persekutuan
yang diorganisasikan. Tapi kalau di konkord beberapa hal diuraikan mengenai gereja sebagai
patron dari persekutuan Allah yang kemudian dipertentangkan dengan sempalan2 gereja yang
sudah ada pada wakltu itu. Invisible Church yang terdiri dari Allah yang Trinitas.
Mengenai tirinitas tidak akan pernah ada kesimpulan yang jelas. Karena pikiran manusia
tidak mampu untuk mengambil kesimpulan untuk itu. Dalam dogma seputaran Trinitas tidak
akan pernah habis untuk dibahas. Nah, sebenarnya apa Trinitas? Dalam ruang lingkup ahli-ahli
agama-agama sudah tiba pada kesimpulan yang bukan hanya agama kristen saja, bahwa Islam
sudah sampai pada kesimpulan yang menganggap ajaran Trinitas adalah suatu filosofi yang tidak
akan pernah dipecahkan oleh pikiran manusia. Agama-agama lain dengan melihat kenyataan
Yesus Kristus naik ke Surga disaksikan banyak orang, maka tidak bisa menolak dan menganggap
bahwa itu sekedar mitos atau karangan orang kristen saja. Karena orang-orang yang
menyaksikan kenaikkan Yesus Kristus juga tidak semua menjadi kristen, tapi yang jelas mereka
adalah orang-orang Yahudi (I Kor. 15) lebih dari 500 orang menjadi saksi. Artinya dulu sudah
banyak sekali, apalagi 5000 orang yang dikasih makan itu sudah wilayah yang luas sekali.
Dengan adanya 500 orang yang menyaksikan kenaikkan Yesus Kristus maka tidak dapat
disangkal lagi bahwa itu sekedar mitos atau karangan belaka. Segala sesuatu yang memiliki saksi
Kita mempercayai bahwa pernah Yesus Kristus memberikan makan 4000 5000 orang
bukan karena dituliskan tapi karena adanya saksi yang melihatnya. Tanpa dituliskan pun maka
berita itu akan turun temurun terkabarkan dan merupakan peristiwa yang benar-banar terjadi.
Lazarus benar-benar hidup kembali oleh firman Tuhan itu dapat dipercayai karena adanya saksi,
sama seperti Petrus yang menjala ikan itu juga karena adanya yang menyaksikannya. Oleh
karena itu, Alkitab ditulis bukan karena karangan manusia belaka, melainkan karena adanya
saksi yang mengalami peristiwa yang dituliskan itu. Itu perbedaan kita dengan agama-agama
lain. Meskipun dipenuhi oleh mujizat, tapi segala yang dituliskan tentang apa yang dilakukan
Yesus Kristus ada yang menyaksikannya. Yesus Kristus tidak pernah melakukan karyanya tanpa
Bagaimana dengan Markus (penulis Injil pertama) dapat menuliskan tentang Yesus
Kristus padahal ia datang 30 tahun setelah Yesus Kristus naik kesorga? Ia dapat menuliskannya
karena apa yang dituliskannya adalah merupakan hasil dari kesaksian banyak orang yang beredar
seperti layaknya berita di kalangan masyarakat pada waktu itu secara turun temurun. Jadi apa
yang tuliskannya adalah berita umum. Kita pahami bahwa dulu orang belum terpikir pentingnya
tulisan, bahwa peristiwa yang mereka alami dan cerita yang disampaikan secara turun temurun
memiliki makna yang luas di kemudian hari. Maka benar apa yang dikatakan Paulus dalam 2
Tim 3:16 bahwa semua itu diilhamkan kepada para penulis sehingga mereka tergerak untuk
menuliskan apa yang disaksikan itu. Sekarang bagaimana dengan Trinitas itu? Siapakah yang
menyaksikannya? Yesus Kristus sendiri yang menyaksikannya, Aku satu dengan Bapa, Aku
datang dari Bapa, dan Abrahampun telah menyaksikan tentang Aku. Jadi selalu dengan diikuti
adanya saksi. Lalu kondisi Trinitas itu bagaimana? Mengapa dianggap kemudian menjadi filosofi
yang tidak dapat dipecahkan oleh manusia? Karena otak manusia tidak mampu mencerna kecuali
ketika kita dapat memahami makna dari firman Tuhan yang disampaikan dan disaksikan Yesus
Kristus.
Kalau kita mengatakan Yesus Kristus itu adalah Anak Allah apakah berarti Yesus Kristus
lebih kecil dari Allah? Tentunya tidak. Analoginya dapat sebagai berikut bahwa jika air yang
berasal dari sebuah wadah kemudian dipindahkan ke wadah yang berbeda apakah air itu
berubah? Tentunya tidak. Air yang telah dipindahkan ke wadah yang berbeda tadi tetap adalah air
yang sama dengan air yang ada di wadah pertama dimana air itu berasal. Demikianlah hakikat
keAllahan Yesus Kristus, meskipun ia berada di rahim Maria dan kemudian menjadi manusia,
keAllahanNya adalah tetap. Dia tetap Allah dengan wadah yang berbeda. Bukan berarti Dia
lebih kecil dari Allah. Karena Dia tetap bagian dari Allah. Karena ia hadir sebagai manusia, maka
ia akan menempuh proses bagaimana manusia sewajarnya. Karena itulah Dia kita katakan 100%
manusia dan 100% Allah. Karena Dia dikandung daripada Roh Kudus, maka sesungguhnya Dia
tidak memiliki tubuh manusia melainkan fisik keAllahan, 100% manusia karena tubuhnya
manusia dan 100% Allah karena Dia bagian dari keAllahan. Itulah inti dari iman kita dan ajaran
Dari bagian Invisible Church yakni persekutuan keAllahan yang intinya adalah
kekudusan. Dari persekutuan yang Triniti tadi itu dilahirkanlah Visible Church. Karena Allah
yang menciptakan maka kita sebut Allah Bapa, Dialah yang menjadi sumber dari segala sesuatu
menjadi ada. Dari sini berkembang pertanyaan mengapa Tuhan menciptakan dunia ini? Kalau
teologianya Matius supaya ada temanNya. Tuhan menciptakan segala sesuatu karena Dia mau
membuat teman. Teman yang bukan berdunia rohani tetapi teman yang berdunia jasmani. Karena
itu dikatakan kepada Adam jangan memakan buah pengetahuan karena sekali dimakan ia akan
mati. Jika ia tidak memakannya maka ia akan tetap menjadi bagian keAllahan yang berjasmani,
berbendawi. Jadi penciptaan yang puncaknya adalah penciptaan manusia sudah direncakan
Tuhan supaya ada temanNya. Dalam Efesus 1:4 itu sangat jelas menurut Paulus, dikatakan
bahwa sudah disiapkan bagi kamu sebelum dunia ini diciptakan, artinya dalam Master
Plan Tuhan maka yang inti dari semua penciptaan adalah manusia yakni persekutuan yang
visible yang mengarah kepada hadirnya Kerajaan Allah yang kekal. itulah inti dari semua
Melalui persekutuan yang Invisible Church itu melahirkan penciptaan sehingga segala
sesuatu ada dan telah dipersiapkan menuju Kerajaan Allah yang kekal. Karena itu diulangi
dengan pemilihan umat yang dimulai dari Adam dan kemudian ada pengulangan-pengulangan
sejak Perjanjian Lama secara terus menerus hingga Perjanjian Baru. Itulah yang diperbuat
Invisible Church. Dari sini kemudian lahir keselamatan di dalam Anak. Mengapa disebut Anak?
Karena dilahirkan bukan dibuat, itu Pengakuan Nicea yakni diperanakkan dan bukan diciptakan
atau dibuat. Kalau diperanakkan berarti dari diriNya bukan oleh tanganNya, seperti penciptaan
Adam oleh karya tangan Allah. Karena ini diperanakkan maka berasal dari dalam diriNya
sehingga disebut Anak. Keluar dari diriNya bukan terlepas seperti roh sehingga dapat tidak
terkendali. Tetapi dimasukkan ke dalam rahim Maria, sehingga istilah Anak Manusia dan Anak
Allah itu sungguh-sungguh diemban dalam diri Yesus Kristus. Dan dari keAnakan itu terciptalah
penyelamatan supaya kita bisa sungguh-sungguh mencapai Kerajaan Allah yang kekal. Allah
Dikatakan roh kudus karena Dia adalah Roh yang keluar dari diri Allah dan ditugasi
untuk melakukan penghiburan dan lainnya. Diri Allah tetap, sebab dia mengutus RohNya yang
keluar dari diriNya sendiri untuk melakukan tugas rohani. Inilah karya dari yang Invisible
Church, itulah gereja yang tidak tampak. Diri kita dan doa serta persekutuan kita dengan Allah
itu bukanlah gereja yang tidak nampak atau Invisible Church melainkan adalah dampak dari
karya Invisible Church keAllahan yang Trinitas. Berangkat dari pengertian ekklesia yang
menjelaskan kehadiran orang-orang percaya yang telah keluar dari kegelapan, maka apakah ini
masih dapat disebut Invisible Church. Dan jikalau Invisible Church adalah persekutuan
keAllahan yang Trinitas masihkah sesuai disebut dengan Tri of God? Yang perlu kita pahami
dari Invisible Church itu adalah karya dari persekutuan itu, karya dari persekutuan Allah itu
adalah segala sesuatu ada dan terjadi yang mengarah kepada Kerajaan Allah yang kekal.
Kemudian kita membahas Visible Church yakni gereja yang nampak, yakni kita sekarang
ini, gereja dengan gedung dan lainnya. Jadi karena gereja itu adalah persekutuan, biarpun
istilahnya adalah gereja bukan berarti hanya milik orang kristen tapi yang membedakannya
dengan persekutuan yang lain yang dapat disebut juga dengan gereja adalah jika persekutuan itu
patronnya adalah Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus. Karena itu dalam Matius 18 ditekankan
bahwa persekutuan itu harus di dalam nama Yesus Kristus, ...di dalam namaKU itu intinya.
Gereja adalah semua persekutuan yang berada di dalam nama Yesus Kristus. Apakah ada
persekutuan sebelum zaman Perjanjian Baru? Ada. Bahwa Visible Church dimulai dari
Perjanjian Lama dengan istilah qahal yang mana qahal itu adalah persekutuan yang darinya
keluar istilah umat Allah the people of god. Oleh Marin Luther menyebutnya persekutuan atas
nama Allah. Jadi ketika Abraham dengan Sarah dan Lot dalam persekutuan mengikuti perintah
Allah mereka juga disebut qahal, karena berangkat dan berjalan karena perintah Allah. Karena
itu hubungan mereka adalah hubungan yang berangkat dari Allah dan diberkati Allah. Peristiwa
keluarnya Israel dari tanah Mesir yang selalu berulang-ulang diingatkan kepada bangsa itu juga
disebut dengan qahal yang kemudian menjadi umat Allah, bangsa Allah. Karena mereka berjalan
atas perintah Allah. ini keterangan Perjanjian Lama yang intinya tetap berangkat dan berasal dari
Kita lihat dampak qahal itu apa? Dari sini ada pemilihan Abraham, Ishak dan Yakub
menjadi bapa-bapa leluhur orang percaya. Dalam istilah Providentia yakni pemilihan dan
dipakai istilah providentia, juga disebut qahal. Kemudian ada berkat yang ditujukan bukan hanya
untuk Abraham sendiri malah ia hanya memperoleh sedikit saja. Apakah ketika Tuhan
memberkati Abraham menjadi bangsa yang besar, Abraham merasakan dirinya sebagai bangsa
yang besar? Tidak pernah. setelah ia tua baru Ishak lahir dan setelah Sara meninggal ia menikah
lagi dan memiliki enam orang anak. Dan dari budaknya ada Ismail. Jadi, anak abraham tidak
dirasakannya seperti yang dijanjikan Tuhan kepadanya bahwa keturunannya seperti pasir di tepi
lautan. Dia tidak sempat merasakannya. Tapi sekarang keturunannya terus berkembang dan
menjadi bangsa yang besar. Misalnya semua daerah Mesopotamia menjadi tempat tinggal
keturunannya meskipun ia tidak pernah merasakan dan melihat itu. Bangsa Arab keturanan
Abraham dari Ismail, Israel dan bangsa-bangsa di sebelah timur. Semua bangsa ini adalah
keturunan Abraham meski ia tidak melihatnya lagi. Inilah berkat untuk dunia. Kemudian dampak
dari qahal yang tadi itu terjadi pembentukan umat yang berawal dari bangsa Israel dan terus
menerus diperbaharui, sehingga kita dapat mengatakan bahwa kita ini adalah umat Iyang baru.
Dampak qahal sampai kepada umat dalam Perjanjian Baru. Kemudian kita melihat ada pemujaan
terhadap Allah.
Pernah menjadi perbincangan lintas agama di medan dan kita bersyukur sudah tumbuh
kesadaran antara umat beragama untuk dapat saling menerima perbedaan yang ada di setiap
agama. Kalaupun dikatakan Allah itu tidak satu sudah semakin sedikit orang yang tidak
tersinggung artinya setiap agama sudah berani mengatakan ini Allah kami. Maka jika masih ada
pendeta yang beranggapan dan menyatakan bahwa Allah itu hanya satu dan ritus-ritus saja yang
berbeda maka dia adalah pendeta yang berasal dari kursus tiga bulan Alkitab. Makanya jangan
ada pendeta HKI yang mengatakan Tuhan itu sama dan satu serta tujuan dari semua agama itu ke
sorga. Tuhan Yesus telah dengan tegas menyatakan bahwa tiada yang dapat sampai kepada Bapa
tanpa melelalui aku, itu tidak ditawar-tawar dan berbeda dengan agama lainnya. Islam mengakui
Nabi Muhammad rasulnya dan utusan allah. Maka, dari sini saja apakah sama? sudah pasti beda,
karena bukan Allah yang diperkenalkan Yesus Kristus adalah Allah yang dikenalkan
Muhammad. Jadi kita katakan lagi sama dan satu Tuhan itu? Biarkan mereka mempercayai itu
dan kita mempercayai ini. Dan inilah akar sehingga antar umat beragama bisa rukun. Biarkanlah
setiap orang menyembah dan percaya kepada Tuhan mereka. Jangan diganggu. Biarkan Allah
sendiri yang akan membuktikan kebenaran akan hadiratnya bagi manusia. Perjanjian Lama telah
membuktikan bahwa Allah kita itu adalah satu. Ketika bangsa Israel keluar dari mesir maka
banyak illah lain yang tunduk kepada Allah Musa, demikian dengan Allah orang Palestina.
Di Perjanjian Baru dampak qahal bahwa terciptanya persekutuan yang dikenal dengan
gereja. Bahwa defenisi gereja yang disebut Ekklesia berasal dari dampak adanya istilah
Kuriaken. Gereja adalah kuriaken yang berasal dari kata kurios yakni kembali kepada
keberadaan pemahaman Invisible Church, persekutuan milik Tuhan. Maka kehadiran gereja tetap
diarahkan kepada yang Invisible Church. Kuriaken dimana Allah menjadi Raja atas persekutuan
itu dan Yesus Kristus menjadi Kepala yang nyata. Itulah kuriaken yakni gereja yang
sesungguhnya. Dari implementasi gereja (kuriaken) tadi maka kemudian muncul ekklesia artinya
memanggil orang dari dunia kegelapan untuk masuk ke dalam terang Tuhan. Inilah hasil dari
perkerjaan kuriaken itu. Nah, kemudian kalau kita kombinasikan kuriaken dan ekklesia maka
kembalilah kepada Pengakuan Iman Rasuli yakni gereja yang kudus dan am. Gereja yang kudus
berarti kembali kepada kekudusan Allah tadi, tidak ada gereja jika tidak bepatron kepada yang
Invisible Church yang Trinitas. Jika tidak, maka gereja akan menjadi tempat pertengkaran,
mencari keuntungan dan gereja dipergunakan sesuai dengan kehendak manusia. Kita dituntut
untuk memahami apa gereja itu dan apa yang tejadi di sekeliling kita, apa gereja ini benar-benar
gereja yang diharapkan Yesus Kristus. Kita lihat Gereja HKI apakah sudah kudus? Marin Luther
menjelaskan bahwa menjadi gereja yang kudus itu yang pertama adalah bahwa umat Allah yang
selalu dibentuk, ditempah dan dikeluarkan (diutus) untuk dibela dari kekuasaan musuhnya. Umat
Allah yang dibela dan dilepaskan dari musuh, lihat matius 16:18. Kedua adalah memiliki hukum
Tuhan yang menghidupi persekutuan itu yakni kasihilah Tuhan Allahmu dan sesamamu dimana
semua hukum terangkum di dalamnya (Mat 22: 37-40). Gereja yang berpatron kepada Allah
harus punya hukum ini. Ketiga adalah adanya penyembahan kepada Allah. Keempat adanya
Kembali ke gereja yang kudus dan am, kita ke implementasinya saja. Kita lihatlah diri
kita sebagai gereja. Dari tahun 80 sebagai pendeta saya banyak mengalami pengalaman yang
bemanfaat, misalnya saja harus bisa rangku-rangkulan dengan agama lain sehingga tercipta
keharmonisan. Untuk maju kita membutuhkan tantangan apakah dari diri sendiri atau senior
layaknya bola karet jika semakin ditekan maka pantulannya akan semakin tinggi. Jadi jangan
benci dengan tantangan. Jika ada disharmoni dengan senior anggap untuk memajukan. Pelayan
harus dapat meniti di atas duri, pecahan kaca dan tidak mudah putus asa. Sebgai pelayan
terhadap jemaat, jangan pernah ada pertanyaan yang tidak bisa dijawab dan usahan selalu hal
yang baru. Pelayan juga harus menjaga kekudusannya, Seperti misalnya dengan rokok? Apakah
kita bisa menghidupi kekudusan Tuhan dengan merokok? Kekudusan harus dijawab dengan
iman, karena dengan begitu akan banyak sekali yang harus dibuang dari kebiasaan buruk kita
Barangsiapa yang mau datang kepada Tuhan harus di dalam kekudusan Yoh 4:24. Kita
Lutheran sudah banyak dianggap terlalu liberal dalam kehidupan rohani. Pelayan juga harus
mampu menjadi berkat dan dirindukan. Dapat bergaul dengan gereja-gereja lain tanpa
mengganggu keberadaan mereka. Salah satu kelemahan Gereja Batak dalam penginjilan adalah
sulitnya beradaptasi untuk menghargai lingkungan yang berbeda kebiasaanya. Kita sering
mempertahankan kebiasaan kita yang pada akhirnya menimbulkan disharmonis. Dalam menjalin
hubungan dengan sesama harus tetap ada daya juang untuk memikul salib Yesus Kristus
sehingga senantiasa menghadirkan keharmonisan diantaranya dan lingkungan yang lebih luas.
Jika gereja adalah persekutuan yang berdasarkan Invisible Church mengapa dalam
mendirikan gereja harus ada patokan jumlah orang? Bukankah ketika satu dua orang bersekutu
di dalam Yesus Kristus itu adalah Invisible Church dasar dari berdirinya gereja yang
tampak? Benar secara prinsip, namun gereja juga penting jika terorganisir dengan baik, jika tidak
terorganisir maka bisa tidak terkendali. Yesus Kristus menyuruh kita untuk pergi dan jadilah
garam dan terang, maka tidak dibutuhkan organisasi dan bangunan gereja. Garam sifatnya
meresap kesemua bagian yang bersama dengannya, begitu juga dengan terang yang akan
menyinari dunia. Namun, setelah gereja semakin berkembang luas, maka gereja mulai berpikir
harus ada gedung untuk menampung persekutuan orang-orang percaya dan mulai mengorganisir
dirinya. Sebelumnya mereka berkumpul dan berdoa di katakombe-katakombe dan di rumah-
rumah. Jika bentuk ini diteruskan kita tidak tahu dampaknya bagaimana? Tapi untuk
menyebarkan Injil perlu pola menjadi garam dan teran, hanya saja untuk menjadi tertib perlu
adanya peraturan. Kapan gereja mulai dengan bangunannya dan terorganisir? Tentunya setelah
kita semakin besar. Dari itu maka yang penting dari gereja adalah adanya persekutuan dan
kemudian diorganisasikan. Catatan bahwa Organisasi Lutheran tidak ada yang sama satupun
atara gereja-gerejanya. Setelah gereja terorganisasi maka ada program kerja yang bertujuan
prestisius. Ketika gedung masih kecil tidak ada perkelahian, tapi semakin besar semakin
bermunculan ketidak harmonisan karena dipacu oleh kepentingan materi dan keuntungan.
Kemudian, pelayanan gerejawi pun terabaikan. Tanpa terorganisirnya gereja dengan baik maka
dapat berdampak buruk pada penatalayanan kehidupan gerejawi. Intinya harus berangkat dan
berdasarkan kekudusan. Bagaimana orang yang tidak anggota gereja tapi mereka bersekutu di
dalam nama Yesus Kristus? Tidak dapat kita campuri. Tapi yang penting adalah bagaimana
Kepentingan kita adalah bagaimana peraturan gereja bertujuan untuk kesejahteraan umat di
dalam rohani dan jasmani anggotanya dan masyarakat. Tugas bersaksi, bersekutu dan melayani
harus tetap dilakukan baik ke dalam dan keluar gerjea. Tentang aliran-aliran kepercayaan,
mereka juga harus diorganisasikan agar tidak berdampak negatif, bagaimana kita
mengawasinya. Tapi kita juga harus waspada bahwa banyak oknum mengaku kristen untuk
merusak citra kekristenan sehingga dibenci. Kepeduliaan kita adalah bagaimana kita berhati-hati
dan bekerjasama dengan pemerintah untuk menertibkan kelompok2 aliran sehingga tidak
menerima roti dan anggur yang disertai firman Tuhan dan diterima di dalam iman maka roti dan
anggur adalah tubuh dan darah Yesus Kristus. Bbukan sebagai lambang dan simbol semata.
Konsep Paulus Tentang dosa
A. PENDAHULUAN
Dalam dunia yang semakin modern ini, banyak orang yang berbuat sesuka hatinya
sendiri. Tanpa menyadari bahwa perbuatan tersebut merupakan pelanggaran atas titah Tuhan.
Kalau orang-orang sudah tidak mengenal apakah perbuatan yang perbuat itu adalah dosa
bagaimana mungkin mereka akan menghargai kasih karunia Allah dan pengorbanan Kristus yang
sangat mulia di atas kayu salib.
Melihat fakta tersebut penulis sangat menyayangkan dan prihatin sekali. Sehingga
penulis dalam makalah yang pendek ini terbeban untuk mengungkapkan suatu kebenaran
mengenai dosa berdasarkan pandangan rasul Paulus dalam surat-suratnya yang termuat di dalam
Alkitab.
Dalam makalah ini penulis akan mengangkat beberapa bagian mengenai dosa
berdasarkan konsep rasul Paulus, diantaranya adalah. Pertama, pengertian dosa dan bentuk-
bentuk dosa, kedua akibat-akibat dosa dan ketiga cara menyelesaikan dosa, dan yang terakhir
adalah penyimpulan dari seluruh makalah ini.
Penulis berharap bahwa dengan makalah yang singkat ini, dapat membantu anak-anak
Tuhan secara khusus untuk menghargai kasih karunia Allah dan pengorbanan Kristus yang
sangat mulia sampai Ia merelakan diriNya disalib untuk menanggung hukuman dosa umat
manusia ini, yang seharus ditanggung oleh manusia itu sendiri, (I Kor. 15:3c; Gal.13:13; ).
A. Pengertian Dosa
Sebelum kita menyimpulkan pengertian atau defenisi dosa. Terlebih dahulu kita melihat
kata yang dipakai untuk menjelaskan dosa ini. Menurut Charles sedikit ada dua belas kata
dasar dalam Perjanjian Baru yang digunakan untuk menjelaskan dosa tersebut, namun dalam
makalah ini kita hanya memuat kata yang terdapat dalam tulisan-tulisan Paulus saja, antara lain:
1. Kakos, artinya buruk (tidak baik), kata ini biasanya juga menyatakan keadaan moral yang buruk,
(Rm.12:17, 13:3-4,10, 16:19; 1 Tim.6:10).
2. Poneros, merupakan istilah dasar untuk kejahatan, dan hampir selalu menunjuk tentang
kejahatan moral, (Rm, 12:9; 1 Tes. 5:22).
3. Esebes, artinya tanpa Allah, kadang-kadang kata ini muncul bersama kata-kata lainnya yang
memberi pengertian tentang dosa, (Rm. 1:18; 1 Tim. 1:9), dan dalam Rm. 4:5, 5:6, disebutkan
bahwa mereka yang belum diselamatkan disebut sebagai orang-orang yang durhaka.
4. Enokhos, artinya kesalahan dan biasanya menyetakan seseorang yang melakukan kejahatan
sehingga patut mendapat hukuman mati, (1 Kor. 11:27).
5. Harmatia, artinya tidak mencapai sasaran, (Rm. 5:12, 6:1; 1 Kor. 15:3; 2 Kor. 5:21).
6. Adikia, artinya setiap tingkah laku yang tidak benar dalam arti yang sangat luas. Kata ini dipakai
untuk menyatakan orang-orang yang belum diselamatkan, (Rm. 1:18), bagian-bagian dari tubuh
manusia, (Rm. 6:13), dan tindakan-tindakan, (2 Tes. 2:8).
7. Anomos, sering diterjemahkan dengan kedurhakaan, kata ini berarti melanggar hukum dalam
arti yang sangat luas, (1 Tim. 1:9), dan kepada antikristus, (2 Tes. 2:10).
8. Parabates, artinya melanggar atau orang berdosa, biasanya dihubungkan dengan pelanggaran
khusus terhadap hukum, (Rm. 3:23, 5:14; Gal. 3:19; Ibr. 9:15).
9. Agnoein, kata ini berhubungan dengan ibadah yang keliru yang ditujukan kepada allah lain
selain Allah yang benar, (Rm. 2:4).
10. Paraptoma, kata ini mengandung arti pelanggaran yang dilakukan secara sengaja, kata ini dipakai
oleh Paulus sebanyak enam kali khusunya dalam Rm. 5:15-20; 2 Kor. 5:19; Gal. 6:1; Ef. 2:1.
11. Hipokrisis, artinya, mengikuti penafsiran yang jelas-jelas salah, (pengertian ini tampaknya
terdapat dalam kasus ketidaktegasan Petrus dalam Gal. 2:11-21), berpura-pura, guru-guru palsu,
munafik, (1 Tim. 4:2).[1]
Jadi dari pengertian tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa dosa adalah tidak
mencapai sasaran, kebejatan, pemberontakan, kesalahan, memilih jalan yang tidak benar,
kejahatan, penyimpangan, keadaan tidak beriman, perbuatan jahat, pelanggaran terhadap hukum,
pelanggaran, kebodohan, dan kesengajaan meninggalkan jalan benar.[2]
Atau dapat didefenisikan sebagai berlawanan dengan atau menentang karakter Allah, (Rm. 3:23).
[3]
Pada dasarnya dosa terletak pada arahnya yang bertentangan dengan Allah.[4] Dan Henry
memberi pengertian yang sama bahwa dosa merupakan pelanggaran terhadap hukum Allah, (Rm.
7:7-13; Gal. 3:10,12), yang berkaitan langsung dengan sifat Allah.[5] Dan dalam Ensiklopedi
Alkitab Masa Kini, sependapat dengan pengertian diatas. Ia menegaskan bahwa setiap pengertian
tentang dosa yang tidak dilatari dengan penentangan yang tertuju kepada Allah, adalah
merupakan penyimpangan dari arti yang digambarkan Alkitab.[6]
Ichwei dalam bukunya Teologi Sistematis juga menawarkan suatu defenisi yang hampir
sama dengan beberapa pakar diatas. Ia berpendapat bahwa dosa adalah suatu keadaan yang tidak
sesuai dengan norma-norma moral hukum Allah, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis,
dan yang mendatangkan murka Allah.[7] Artinya bahwa manusia gagal untuk memenuhi hukum
Allah dan Donald Guthrie mengatakan bahwa manusia gagal memenuhi apa yang diwajibkan.
[8] Atau kalau saya simpulkan dari defenisi diatas bahwa manusia mengambil jalan di luar
hukum yang telah ditetapkan Allah dan akibatnya mendatangkan murka Allah.
Millard memberikan dua defenisi tentang dosa, yakni bahwa Dosa adalah ketiadaan
keselarasan, baik yang aktif maupun yang pasif, dengan hukum moral Allah, dan kegagalan
untuk hidup sesuai dengan apa yang diharapkan Allah dalam tindakan, pikiran, dan keberadaan.
[9]
Jadi dari beberapa pengertian diatas maka kita dapat menarik suatu simpulan bahwa dosa
merupakan suatu tindakan yang berlawanan dengan hukum-hukum Allah, atau dengan kata lain
bahwa manusia tidak berjalan sesuai dengan ketetapan Allah, tetapi mengambil jalan yang pada
dasarnya melawan kehendak Allah. Bahkan Paulus dalam suratnya kepada Titus menegaskan hal
ini sebagai orang yang tidak taat, sesat, dll, ( Titus 3:3).
Ada beberapa sifat dosa yang dikemukakan oleh Ichwei dalam bukunya, yakni:
Pertama, menyeleweng dari pola, rencana Allah, (Rm. 1:12,26,27,28), kedua, memberontak
terhadap Allah, (Rm. 1:23,30; Kol. 1:21), ketiga, tidak percaya kepada Allah, (Rm. 1:21,28;
2:14-16), keempat, tidak bertanggung jawab atas dirinya sendiri kepada Allah, (Rm. 1:32),
kelima, menghambakan diri kepada iblis, (Rm. 6:19; Ef. 4:19 bdg 2 Pet. 2:19), dan keenam,
mementingkan diri sendiri, (2 Tim. 3:2,3 bdg Yes. 53:6).[10]
Dari sifat-sifat dosa yang dikemukakan oleh Ichwei ini sangat jelas bagi kita bahwa pada
dasarnya dosa bersifat menentang atau berlawanan kehendak Allah. Ini merupakan suatu sikap
ketidakpercayaan manusia kepada Allah.
B. Bentuk-bentuk Dosa
Ada beberapa bentuk atau penggolongan dosa menurut rasul Paulus. Walaupun istilah-
istilah ini tidak secara langsung dipakai Paulus dalam surat-suratnya. Tetapi istilah ini dapat
menggambarkan tentang pengertian Paulus akan dosa. Antara lain:
a. Dosa Warisan
Menurut Charles dosa warisan didefenisikan sebagai keberadaan berdosa dari semua
orang yang dibawa sejak lahir, (Ef. 2:3).[11] Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa setiap segi
keberadaan manusia dipengaruhi oleh tabiat dosa, [12] antara lain:
1. Pikirannya dibutakan (2 Kor. 4:4), pikiran bejat dan tercela (Rm. 1:28). Pengertiannya
digelapkan, terpisah dari kehidupan Allah (Ef. 4:18).
2. Emosinya turut merosot dan tercemar ( Rm. 1:21,24,26; Tit. 1:15).
3. Kehendak diperbudak oleh dosa, dan sebab itu selalu bertentangan dengan Allah, (Rm. 6:20;
7:20).[13]
George dalam bukunya menggunakan istilah dosa asal, dalam arti bahwa dosa Adam
membuat seluruh umat manusia berdosa.[14] Ia menjelaskan bahwa seluruh umat manusia
bersatu di dalam Adam, dan dosa serta kematiannya adalah dosa dan kematian seluruh umat
manusia (Rm. 5:12).[15] Ia menyimpulkan bahwa manusia itu bukan menjadi orang-orang
berdosa karena mereka melakukan perbuatan-perbuatan dosa; mereka telah menjadi orang-orang
berdosa di dalam Adam.[16]
Artinya bahwa manusia yang dilahirkan setelah Adam jatuh ke dalam dosa sudah
memiliki dosa yang diwarisi oleh dosa Adam. Charles menjelaskan hal ini dengan mengatakan
bahwa manusia rusak total yang artinya pertama bahwa kerusakan terjadi dalam diri manusia dan
meluas pada aspek dalam tabiat dan kemampuannya, kedua bahwa tidak ada sesuatu dalam diri
manusia yang membuatnya layak untuk berhadapan dengan Allah yang benar.[17]
Sedangkan Donald Guthrie juga memakai istilah dosa asal. Yang artinya kecenderungan
berbuat dosa sebagai warisan turun-temurun dengan sendirinya, hal ini mempengaruhi masalah
mengenai bagaimana dosa itu bermula dalam diri masing-masing pribadi, (Rm. 5:12).[18] Lebih
lanjut ia memberikan penjelasan bahwa semua orang mewarisi kecenderungan berbuat dosa
melalui Adam, namun perbuatan dosa secara nyata itulah yang mendatangkan hukuman.[19]
Ia menjelaskan bahwa dosa asal ini tidak berarti manusia bertanggung jawab atas dosa
Adam.[20] Ini juga bukan berarti Manusia diciptakan dalam keadaan berdosa.[21] Lebih lanjut ia
menjelaskan bahwa manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah (1 Kor. 11:7), tetapi
akibat masuknya dosa ke dalam dunia mengakibatkan tercemarnya gambar itu.[22]
Ichwei juga mendukung pendapat tersebut. Ia mengatakan bahwa:
Dosa warisan disini tidak diartikan bahwa kita menanggung kesalahan Adam. Bukan pula
diartikan karena dosa Adam maka kita semua dilahirkan di bawah hukuman dosa dan tidak
memiliki harapan sama sekali untuk dapat diselamatkan oleh Allah. Tetapi kita percaya bahwa
karena satu orang, yaitu Adam, dosa telah masuk ke dalam dunia (Rm. 5:12) sehingga semua
orang menjadi manusia yang berdosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah (Rm. 3:23). Berdosa
disini harus diartikan sebagai memiliki sifat cenderung untuk berbuat dosa, sama seperti Adam.
Jadi, apabila kita berdosa, itu karena pilihan kita sendiri, bukan akibat menanggung kesalahan
Adam!.[23]
Pendapat Donald Guthrie dan Ichwei, yang mengatakan bahwa manusia hanya cenderung
untuk berbuat dosa, saya tidak sependapat. Karena memberikan indikasi bahwa manusia
sebenarnya tidak butuh Yesus atau dengan kata lain bahwa manusia bisa diselamatkan tanpa
harus melalui Yesus. Atau dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa seseorang dapat
diselamatkan dengan melakukan Hukum Taurat. Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Roma
menegaskan bahwa tidak seorang pun yang dapat dibenarkan di hadapan Allah oleh karena
melakukan Hukum Taurat (Rm. 3:20). Artinya bahwa sekalipun seseorang melakukan dengan
sempurna seluruh Hukum Taurat, ia belum dapat dianggap layak untuk dibenarkan dihadapan
Allah.
Dan saya meyakini bahwa Paulus tidak berpendapat seperti apa yang diungkapkan oleh
Donald Guthrie dan Ichwei . Hal ini jelas dapat kita lihat dari pendapat Paulus yang dengan tegas
mengatakan bahwa Tidak ada yang benar, seorang pun tidak (Rm. 3:10), dan ia kembali
menegaskan di ayat 23 bahwa semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan
Allah.
Jadi saya sependapat dengan pernyataan George dan Charles diatas bahwa manusia
berdosa bukan karena mereka melakukan perbuatan-perbuatan dosa, tetapi manusia telah berdosa
karena dosa yang diwarisi oleh dosa nenek moyang kita yakni Adam.
Charles menjelaskan bahwa dosa warisan kita warisi dari orang tua kita sendiri
sebagaimana mereka dari orang tua mereka pula, dan begitulah seterusnya hingga kembali
kepada nenek moyang mereka yang pertama, Adam dan Hawa. Setelah mereka berdosa,
keturunan mereka pun ikut berdosa lewat proses kelahiran (Rm. 5:12).[24] Beliau berkesimpulan
bahwa setiap orang yang dilahirkan ke dalam dunia ini dalam keadaan berdosa.[25]Charles
memberikan suatu contoh gambar bagaimana dosa warisan kita warisi, yakni: [26]
Adam
Kain Set
Henokh Enos
Yared Kenan
Saya
Maksudnya dosa Adam turun ke Kain, dari Kain ke Henokh, Henokh ke Yared, dan Yared ke
Saya (kita). Adam turun ke Set, Set ke Enos, Enos ke Kenan, dan Kenan ke Saya (kita).
b. Dosa Pertalian
Menurut Charles dosa pertalian dimaksudkan sebagai pertautan, pelimpahan, atau
pengaitan sesuatu terhadap seseorang.[27] Dalam pengertian keterlibatan atau keterhisaban,
bukan hanya pengaruh.[28]
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa Paulus menyatakan bahwa dosa-dosa tidak
diperhitungkan sebagai pelanggaran khusus terhadap suatu peraturan resmi apabila tidak ada
hukum Taurat (Rm. 5:13).[29] Ia memberikan suatu contoh yakni, Abraham dan Daud dalam
pasal 4. Dimana Allah memperhitungkan kebenaran Abraham ketika ia percaya, dan Daud ketika
ia menyadari dan mengakui dosa-dosanya.[30] Dan membandingkannya dengan 2 Kor. 5:19
bahwa melalui kematian Kristus Allah tidak lagi memperhitungkan dosa-dosa manusia.[31]
Henry menjelaskan bahwa dosa Adam dan Hawa telah menyebabkan keturunan mereka
berdosa (Rm. 5:19).[32] Selanjutnya dijelaskan bahwa dosa Adam telah dibilang dihitung,
dianggap, atau dituduhkan kepada setiap anggota umat manusia.[33] Dan oleh karena dosa Adam
itulah kita lahir ke dalam dunia dengan perangai yang rusak serta berada di bawah hukuman
Allah (Rm. 5:12; Ef. 2:13).[34]
Jadi artinya disini ialah bahwa dosa Adam telah diperhitungkan atau dipertalikan kepada
seluruh umat manusia.
Ada tiga pertalian dasar, yang biasanya diketahui oleh para Teolog, yakni:
Pertalian Dosa Adam kepada segala bangsa (Rm. 5:12-21)
Pertalian Dosa manusia kepada Kristus ( 2 Kor. 5:19 bdg 1 Ptr. 2:24)
Pertalian Kebenaran Kristus kepada orang-orang percaya (2 Kor. 5:21).[35]
Ada pertanyaan yang sering muncul dalam bagian dosa pertalian ini, adalah bagaimana
kita bisa bertanggung jawab atas perangai yang rusak yang tidak berasal dari diri kita sendiri dan
bagaimana hubungan Adam dengan manusia?.[36]
Ada dua pandangan secara historis untuk menjawab pertanyaan ini, antara lain.
1. Pandangan Perwakilan (representative). Mengatakan bahwa Adam sebagai wakil seluruh umat
manusia, sehingga ketika ia berdosa, dosanya menjadi dasar pula untuk menghukum semua umat
manusia keturunannya.[37]
2. Pandangan Seminal (realistis). Pandangan ini menganggap bahwa umat manusia secara alami
dan secara hakiki berada di dalam Adam ketika Adam berbuat dosa.[38] Artinya bahwa umat
manusia sejak permulaannya telah dihisapkan kepadanya (Adam).[39]
Jadi kita dapat menyimpulkan dengan meminjam penyimpulan dari Charles yang
mengatakan bahwa dosa Adam dipertalikan kepada setiap anggota umat manusia karena masing-
masing sesungguhnya telah berdosa di dalam Adam ketika Adam berdosa.[40]
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa dosa yang dipertalikan ditularkan langsung dari Adam
kepada setiap orang dalam tiap-tiap generasi.[41] Seperti gambar yang dibawah ini:[42]
Adam
Kain Set
Henokh Enos
Yared Kenan
Saya
Maksud dari gambar diatas adalah dosa Adam langsung dipertalikan kepada Kain,
Henokh, Yared, Set, Enos, Kenan dan kita (saya).
c. Dosa Pribadi
Dosa pribadi adalah dosa yang dilakukan secara pribadi. Dalam Roma 3:9-18, Paulus
menjelaskan soal penghukuman atas semua orang karena dosa-dosa yang mereka lakukan
sendiri.[43] Charles menjelaskan bahwa semua orang melakukan dosa secara pribadi, kecuali
bayi.[44] Dosa-dosa pribadi tidak saja meliputi hal-hal yang kita perbuat secara terang-terangan,
tetapi juga hal-hal yang kita pikirkan.[45]
Beberapa contoh dosa pribadi yang dikemukakan oleh beliau adalah perbuatan tidak
asusila, kecemburuan, ketamakan, dan penyembahan berhala (2 Kor. 10:5; Kol. 3:5-6 bdg Mat.
5:27-28).[46]
Jadi jelas buat kita bahwa dosa tidak hanya dosa yang diwarisi dan dipertalikan dari
Adam kepada kita. Namun kita juga mempunyai dosa secara pribadi. Dosa ini biasanya
dilakukan atas pilihan atau keputusan kita sendiri yang tidak ditularkan oleh orang lain kepada
kita. Atau dapat kita simpulkan sebagai perbuatan yang melawan patokan yang sudah diketahui.
[47]
C. AKIBAT-AKIBAT DOSA
Diatas kita telah mengetahui pengertian dan bentuk-bentuk penggolongan dosa. Dan
dalam bagian ini kita akan melihat akibat-akibat dari dosa.
1. Kematian, (Rm. 6:23). Maksudnya ialah bahwa kematian merupakan imbalan yang tepat bagi
perbuatan kita.[48] Ada tiga aspek kematian disini, yakni:
Pertama kematian fisik merupakan pemisahan jiwa dari tubuh (Rm. 4:24,25; 5:12-17;
6:9,10; 8:3,10,11; Gal. 3:13).[49] Kedua, kematian rohaniah merupakan pemisahan seluruh diri
seseorang dari Allah.[50] Kematian rohani ini mengakibatkan manusia tidak lagi menikmati
kehadiran dan kebaikan hati Allah dan juga tidak lagi mengenal dan merindukan Allah.
[51] Ketiga, kematian kekal merupakan puncak dan kegenapan kematian rohani.[52] Atau
terpisahnya jiwa dari Allah secara kekal, (2 Tes. 1:9; Ibr. 10:31). Kematiaan kekal ini bersifat
eskatologi. Hukuman ini bagi mereka yang tidak percaya atau berada di luar Kristus selama
hidupnya.
2. Manusia menjadi seteru Allah (Rm. 5:10; Ef. 2:12). Artinya adalah putusnya hubungan antara
Allah dengan manusia[53]dengan kata lain hilangnya persekutuan harmonis dengan keluarga
Allah.[54] Atau dengan kata lain bahwa manusia telah terkucil dari Allah karena pikiran mereka
melawan Allah (Kol. 1:21; Ef. 2:12; 4:18).[55]
3. Kebejatan artinya ialah tidak adanya kebenaran yang semula dan kasih sayang yang kudus
terhadap Allah, termasuk pencemaran sifat moral manusia dan kecenderungan melakukan
kejahatan (Rm. 8:7; 2 Tim. 3:2-4; Ef. 4:18).[56]
Jadi dari penjelasan diatas sangat jelas buat kita akibat-akibat dari dosa, kita dapat
simpulkan bahwa dosa yang dilakukan oleh Adam membuat manusia mengalami hukuman atau
murka Allah, yakni kematian. Selain itu manusia juga tidak memiliki persekutuan atau hubungan
yang harmonis dengan Allah dan hilangnya kebenaran dalam diri manusia.
Selanjutnya kita akan melihat bagaimana solusi atau cara penyelesaian dosa menurut
Paulus, dalam bagian berikutnya.
Diatas kita telah membahas mengenai pengertian dan akibat-akibat dosa. Dalam bagian
terakhir ini kita akan melihat bagaimana solusi atau penyelesaian dosa tersebut.
Paulus dalam surat-suratnya tidak hanya menjelaskan mengenai hakikat dan akibat-
akibat dosa. Tetapi Paulus juga memberikan penawar atau solusi terhadap dosa. Solusi yang
disampaikan oleh Paulus. Tentu saja solusi yang berasal dari Allah sendiri.
Manusia yang sudah tidak memiliki persekutuan yang baik dengan Allah dan harus
murkai karena keberdosaan mereka, pasti membutuhkan penyelamat atau solusi dari dosa-dosa
mereka. Solusi yang disampaikan oleh Paulus ialah:
Kematian Kristus (Rm. 3:24-25; 5:6,; 6:10, 23). Artinya bahwa melalui kematian
Kristus kita telah dipisahkan dari kuasa dosa asal.[57] Dengan kematian Kristus inilah kita telah
diperdamaikan kembali dengan Allah (Rm. 3:25; Kol. 1:20). Dan sifat hidup lama kita telah turut
disalibkan didalam kematian Kristus.[58]
Kematian Kristus merupakan suatu syarat utama yang memenuhi semua tuntutan
keadilan Allah. Henry menegaskan bahwa hanya melalui kematian Kristus sajalah Allah dapat
tetap adil ketika membenarkan orang yang berdosa (Rm. 3:25,26).[59] Ia menambahkan bahwa
kematian Kristus yang sempurna telah memenuhi tuntutan-tuntutan Allah yang adil.[60] Keadaan
manusia yang sebelumnya telah menjadi seteru Allah kini telah diperdamaikan Allah melalui
kematian Kristus.
Henry menambahkan bahwa kematian Kristus juga merupakan penebusan.[61] Ia
menjelaskan bahwa istilah penebusan kadang-kadang menunjuk pada pelunasan utang dan
kadang-kadang kepada pembebasan orang tahanan. Korban Kristus menyediakan penebusan
untuk kedua-duanya.[62]
Jadi solusi yang terbaik terhadap dosa yang memenuhi tuntutan Allah ialah kematian
Kristus. Yang merupakan korban sempurna dari Allah. Dan dalam kematian Kristus ini manusia
telah diperdamaikan dengan Allah, sehingga manusia dapat kembali menikmati persekutuan
yang baik dengan Allah. Charles menyimpulkan bahwa kita dipisahkan dari kuasa dosa oleh
kematian Yesus Kristus, dan kita bebas dari kekuasaannya oleh kuasa Roh Kudus.[63]
E. PENYIMPULAN
Jadi simpulan dari makalah ini, bahwa pada umumnya dosa merupakan suatu tindakan
yang melawan kehendak Allah. Akibat dari kejatuhan Adam ke dalam dosa, maka semua orang
telah jatuh kedalam dosa (Rm. 3:23), dan seharusnya dirmurkai oleh Allah (Ef. 2:3). Tetapi oleh
kasih karunia Allah kita beroleh penebusan di dalam Kristus Yesus yang telah ditentukan Allah
untuk menjadi jalan pendamaian bagi kita ( Rm. 3:24, 25).
Untuk mengakhiri makalah ini penulis mengakhirinya dengan sebuah kutipan firman
Tuhan, yang disampaikan oleh Paulus dalam suratnya yang berbunyi:
Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya
dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan
diselamatkan. Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang
mengaku dan diselamatkan. (Rm. 10:9-10).
[1] Charles C. Ryrie,Dr., Teologi Dasar 1 (Yogyakarta: Andi Offset, 2007), 308-310
[2] Ibid, 311
[3] Ibid
[4] Ibid
[5] Henry C. Thiessen, Teologi Sistematika, rev. Doerksen, D., Vernon (Malang: Gandum Mas, 2008),
263
[6] Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jilid I (Jakarta: YKBK/OMF, 2008), 257
[7] Ichwei G. Indra, Teologi Sistematis (Bandung: LLB, 1999), 97
[8] Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 1, Peny. Lisda T. Gamadhi, dkk (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
1992), 218
[9] Millard J. Erickson, Teologi Kristen, Vol. 2 (Malang: Gandum Mas, 2003), 178
[10] Ichwei G. Indra, Teologi Sistematis (Bandung: LLB, 1999), 98-100
[11] Charles C. Ryrie,Dr., Teologi Dasar 1 (Yogyakarta: Andi Offset, 2007), 322
[12] Ibid, 323
[13] Ibid,
[14] George Eldon Ladd, Teologi Perjanjian Baru 2 (Bandung: Kalam Hidup, 2002), 139
[15] Ibid
[16] Ibid, 140
[17] Charles C. Ryrie,Dr., Teologi Dasar 1 (Yogyakarta: Andi Offset, 2007), 324
[18] Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 1, Peny. Lisda T. Gamadhi, dkk (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 1992), 229
[19] Ibid, 231
[20] Ibid
[21] Ibid, 229
[22] Ibid, 229
[23] Ichwei G. Indra, Teologi Sistematis (Bandung: LLB, 1999), 96-97
[24] Charles C. Ryrie,Dr., Teologi Dasar 1 (Yogyakarta: Andi Offset, 2007), 324-325
[25] Ibid
[26] Ibid, 333
[27] Ibid, 328
[28] Ibid
[29] Ibid, 328-329
[30] Ibid, 329
[31] Ibid
[32] 284
[33] Ibid
[34] Ibid, 285
[35] Charles C. Ryrie,Dr., Teologi Dasar 1 (Yogyakarta: Andi Offset, 2007), 329
[36] Henry C. Thiessen, Teologi Sistematika, rev. Doerksen, D., Vernon (Malang: Gandum Mas, 2008),
285
[37] Charles C. Ryrie,Dr., Teologi Dasar 1 (Yogyakarta: Andi Offset, 2007), 331
[38] Henry C. Thiessen, Teologi Sistematika, rev. Doerksen, D., Vernon (Malang: Gandum Mas, 2008),
288
[39] Charles C. Ryrie,Dr., Teologi Dasar 1 (Yogyakarta: Andi Offset, 2007), 331
[40] Ibid, 332
[41] Ibid
[42] Ibid
[43] Ibid, 335
[44] Ibid
[45] Ibid
[46] Ibid
[47] Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 1, Peny. Lisda T. Gamadhi, dkk (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 1992), 223
[48] Millard J. Erickson, Teologi Kristen, Vol. 2 (Malang: Gandum Mas, 2003), 225
[49] Henry C. Thiessen, Teologi Sistematika, rev. Doerksen, D., Vernon (Malang: Gandum Mas, 2008),
298
[50] Millard J. Erickson, Teologi Kristen, Vol. 2 (Malang: Gandum Mas, 2003),228
[51] Henry C. Thiessen, Teologi Sistematika, rev. Doerksen, D., Vernon (Malang: Gandum Mas, 2008),
299
[52] Henry C. Thiessen, Teologi Sistematika, rev. Doerksen, D., Vernon (Malang: Gandum Mas, 2008),
299
[53] Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 1, Peny. Lisda T. Gamadhi, dkk (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 1992), 228
[54] Charles C. Ryrie,Dr., Teologi Dasar 1 (Yogyakarta: Andi Offset, 2007), 338
[55] George Eldon Ladd, Teologi Perjanjian Baru 2 (Bandung: Kalam Hidup, 2002), 143
[56] Henry C. Thiessen, Teologi Sistematika, rev. Doerksen, D., Vernon (Malang: Gandum Mas, 2008),
293
[57] Charles C. Ryrie,Dr., Teologi Dasar 1 (Yogyakarta: Andi Offset, 2007), 325
[58] Ibid
[59] Henry C. Thiessen, Teologi Sistematika, rev. Doerksen, D., Vernon (Malang: Gandum Mas, 2008),
361
[60] Ibid
[61] Ibid, 365
[62] Ibid, 366
[63] Charles C. Ryrie,Dr., Teologi Dasar 1 (Yogyakarta: Andi Offset, 2007), 325
PENDAHULUAN
Semua orang Kristen mengenal dan mengakui dosa. Dosa manusia dalam ajaran Kristen
berasal dari Adam dan Hawa yang berada di surga. Dan suatu ketika Hawa dipengaruhi oleh ular
untuk memakan buah yang dilarang Allah. Akhirnya Hawa tergoda dan mereka pun memakan
buah itu. Memakan buah tersebut adalah dosa. Dan dosa tersebut adalah dosa yang disebut
dengan dosa warisan. Berikut penulis akan membahas tentang dosa warisan.
PEMBAHASAN
a. Pengertian dan hakekat dosa
Pengertian Dosa
Alkitab menggunakan beraneka macam istilah untuk dosa. Hal ini tidak mengherankan karena
tema utama Alkitab adalah pemberontakan manusia terhadap Allah dan respon Allah yang
penuh anugerah. Berikut adalah istilah atau kata-kata asli dalam Alkitab (Perjanjian Lama:
Ibrani; Perjanjian Baru: Yunani) yang diterjemahkan dalam Alkitab bahasa Indonesia sebagai
dosa.
Perjanjian Lama: Ibrani
Pertama, Khattat. Istilah ini merupakan istilah yang paling sering digunakan dalam
Perjanjian Lama. Kata ini muncul ratusan kali dalam Perjanjian Lama (580 kali). Beberapa ayat
yang menggunakan kata ini adalah: Kejadian 4:7; 39:9; Keluaran 32:30; Mazmur 51:6 dsb).
Kedua, Khet. Merupakan istilah yang seasal dengan khattat.
Ketiga, Pesya. Kata ini mempunyai arti tindakan memberontak, melawan,
menentang. Dapat disimpulkan hal ini menyangkut tentang pemberontakan atau pelanggaran
terhadap kehendak dan perintah Allah.
Keempat, Syagag. Kata ini berarti dosa yang tidak disengaja, karena tidak hati-hati,
karena tidak sadar dan tanpa diketahui. Contoh penggunaannya adalah dalam Imamat 4:2, 13.
Contoh penggunaan: Katakanlah kepada orang Israel: Apabila seseorang tidak dengan sengaja
berbuat dosa (syagag) dalam sesuatu hal yang dilarang TUHAN dan ia memang melakukan salah
satu dari padanya, (Imamat 4:2).
Kelima Asyam. Kata ini artinya adalah melanggar, berbuat khilaf/kesalahan.
Keenam, Awon/Avon. Kata benda (nomina) Ibrani VON, -lef vv nun,
diterjemahkan oleh LAI dengan hukuman, kedurjanaan, kesalahan, dosa. Kata ini
berasal dari kata kerja VH, yang artinya adalah membengkokkan yang lurus,
memutarbalikkan, mengubah bentuk. Kata VON/AWON senantiasa dihubungkan dengan
perbuatan jahat (sesat, menyeleweng, murtad, dst) yang dilakukan semasa hidup di dunia.
Perjanjian Baru: Yunani
Pertama, Hamartia. Kata ini mempunyai makna tidak mengenai sasaran atau meleset.
Kata ini merupakan kata yang paling umum digunakan di dalam Perjanjian Baru. Kata ini ditulis
174 kali, dan 71 kali diantaranya terdapat di dalam surat-surat rasul Paulus. Kata ini bukan hanya
menunjuk pada perbuatan dosa, tetapi juga keadaan hati dan pikiran yang jahat.
Kedua, Parabasis. Kata ini berasal dari kata kerja Parabaino yang maknanya adalah
melanggar. Secara konseptual berarti berjalan melewati garis, seperti para murid Yesus
dituduh melanggar adat istiadat nenek moyang mereka, dan ungkapan melangkah keluar dari
ajaran Yesus dalam 2 Yohanes 1:9. Jadi, parabasis berarti pelanggaran atau menyimpang
dari yang seharusnya.
Ketiga, Adikia. kata ini memiliki makna kejahatan, perbuatan yang tidak benar. Hal
ini merupakan perbuatan lahiriah atau dari luar, yang dinilai merupakan sesuatu perbuatan yang
tidak benar sama seperti yang dikatakan oleh hukum-hukum dunia tentang orang bersalah. Di
pengadilan ketika semua pemeriksaan sudah selesai, maka hakim akan memvonis, bahwa
terdakwa bersalah. Itulah adikia, berarti seseorang telah berbuat salah.
Keempat, Anomia. Kata ini berasal dari kata sifat Anomos yaitu partikel negatif A dan
kata benda Nomos (hukum). Jadi, anomia adalah suatu kondisi tanpa hukum karena
mengabaikannya/tidak memperdulikan hukum/tidak mentaati hukum. Contoh penggunaan:
Setiap orang yang berbuat dosa, melanggar juga hukum Allah (anomia), sebab dosa ialah
pelanggaran hukum Allah ( anomia).
Kelima, Asebeia. Kata ini memiliki makna tentang kefasikan dan tidak mengenal Allah
Keenam adalah Paraptoma. Kata ini memiliki makna kesalahan, tidak berdiri teguh pada
saat harus teguh, tidak sampai kepada yang seharusnya, pelanggaran secara sengaja
Ketujuh adalah Agnoema. Artinya tidak berpengetahuan, tidak berpengertian. Contoh
penggunaan: tetapi ke dalam kemah yang kedua hanya Imam Besar saja yang masuk sekali
setahun, dan harus dengan darah yang ia persembahkan karena dirinya sendiri dan karena
pelanggaran-pelanggaran, yang dibuat oleh umatnya dengan tidak sadar (agnoema).[1]
Hakekat Dosa
Setelah mempelajari akar kata dan asal mula dosa, maka kita sampai pada hakekat dari dosa itu sendiri.
Daripada menjadi gambar Allah, manusia ingin menjadi sama dengan Allah. Manusia ingin memutuskan
sendiri apa yang baik dan apa yang jahat. Manusia mencurigai Allah dan tidak percaya kepada hukum Allah.
Manusia tidak percaya bahwa tujuan Allah di dalam hukum-Nya adalah semata-mata demi kebahagiaan
manusia. Di dalam pemberontakannya itu manusia menyangka bahwa tujuan Allah dengan hukum-Nya ialah
kesengsaraan manusia, dan bahwa pelanggaran terhadap Hukum Allah merupakan kebahagiaan manusia.
Studi Alkitab menunjukkan bahwa dosa tidak berasal dari jasmaniah manusia, tetapi berasal dari inti
manusia itu sendiri, yaitu hatinya, di dalam hubungannya dengan Allah. Tuhan Yesus mengatakan, dari
dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan Semua hal-hal
jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang (Mrk 7:21-23; bnd Kej 6:5; Yer 17:9; Rm 3:10-18; Rm
7:23). Jika hati itu dipenuhi dengan kesombongan, maka kesombongan itu akan meluapkan hawa nafsu.
Jika hati tidak jujur lagi di hadapan Allah, maka badan kita pun disalahgunakan untuk perbuatan-perbuatan
seperti percabulan, kejahatan, rakus, ketamakan, kecemaran dan sebagainya. [2]
b. Dosa waris dan dosa perbuatan
Dosa Waris
Alkitab mengajarkan bahwa ada dua jenis dosa secara umum. Yaitu, yang pertama
disebut sebagai Dosa Warisan. Adam dijadikan Tuhan Allah sebagai kepala umat manusia.
Sebagai kepala umat manusia ia menerima perintah/perjanjian Tuhan dan sebagai kepala umat
manusia ia melanggar perintah/perjanjian itu. Rasul Paulus mengatakan, karena seorang, dosa
masuk ke dalam dunia (Roma 5:12,19). Akibatnya semua orang sesudah Adam adalah berdosa di
hadapan Allah. Bukan hanya itu saja, kesalahan Adam juga diperhitungkan dan dijatuhkan
kepada umat manusia keturunannya (Kej 3; Rm 3:23; Rm 5:18). Keberdosaan Adam,
mengakibatkan masuknya dosa ke dalam dunia. Peristiwa tersebut merupakan awal dari
kerusakan moral manusia. Secara perlahan, dosa mempengaruhi aspek-aspek hidup manusia,
sehingga segala kecenderungan hati manusia adalah jahat sejak kecil (Kejadian 8:21).[3]
Dosa Perbuatan
Adalah dosa perbuatan Yaitu dosa yang dilakukan oleh individu manusia yang
bersangkutan, baik secara sengaja atau tidak sengaja dan diperbuat melalui
hati/pikiran/pandangan mata/perkataan dan perbuatan.[4]
c. Manusia sebagai citra Allah
Dalam pandangan kristiani, manusia dipahami sebagai citra Allah yang
menjadi partner (rekan kerja) Allah. Kitab Kejadian menyebutkan bahwa manusia diciptakan
secitra dengan Allah (Kej 1:26-27). Dengan alasan bahwa manusia berkuasa atas ciptaan lain,
maka manusia menampakkan dan menampilkan citra Penciptanya. Sifat alami manusia tidak
dapat berdiri sendiri namun hanya berarti dalam relasinya dengan Allah. Manusia ditempatkan
dalam ciptaan yang secitra dengan Allah, sebagai citra Allah manusia menghadirkan Penciptanya
di dunia.
Keunikan kodrat manusia, antara lain terletak pada akal budi yaitu kemampuan untuk mengambil
keputusan dan menentukan diri sendiri. Individualitas dan rasionalitas menjadikan manusia
menjadi makhluk berpribadi. Pribadi manusia tidak hanya menunjuk dimensi rohani manusia
saja, tetapi juga berhubungan dengan keberadaan manusia secara menyeluruh. Pribadi menunjuk
manusia sebagai roh yang berdaging. Tubuh dan jiwa manusia adalah suatu kesatuan. Sifat yang
paling bermakna dari pribadi manusia adalah menjadi subyek, yaitu sumber interior keputusan
bebas. Sebagai pribadi, manusia menjadi tuan atas semua tindakan dan perwujudan dirinya.
Pribadi manusia berperan menata kembali dalam dirinya suatu pusat kegiatan manusia dengan
menguasai diri dan seluruh kegiatan hidupnya. Sebagai subyek moral, manusia adalah subyek hal
dan kewajiban sebab manusia adalah pemegang hak dan kewajiban. Sebagai pemegang hak,
manusia mampu melakukan sesuatu bagi pribadinya atau bagi orang lain. Hak-hak yang terletak
dalam pribadi manusia merupakan perpanjangan diri manusia. Hak-hak itu dipandang sebagai
ruang yang menjamin otonomi manusia; hak-hak itu memungkinkan manusia untuk mengambil
keputusan dan mengendalikan hidupnya. Disamping makhluk berakal budi dan makhluk rohani,
manusia adalah makhluk dinamis yang hidup, bertumbuh, dan berkembang dalam dinamika
sejarah, menyejarah dan manusia adalah sejarah itu sendiri.[5]
d. Manusia sebagai makhluk berdosa
Penulis kitab Kejadian juga menggambarkan tentang sifat manusia yang jahat yang
memberontak kepada Allah yang mengakibatkan hubungan baik dengan Allah menjadi putus dan
rusak. Manusia menjadi tidak setia kepada Penciptanya. Manusia jatuh ke dalam dosa karena
ulahnya sendiri. Rasul Paulus menjelaskan hal ini dengan mengatakan : tidak ada yang benar
seorang pun tidak, semua telah berbuat dosa dan hilang kemuliaan Allah. (Roma 3: 10, 23.).
Kata-kata Paulus ini dapat dipahami berdasarkan pemahaman bahwa dosa telah masuk ke dalam
dunia oleh satu orang (Roma 5 : 12) yang mengakibatkan semua orang menjadi berdosa.[6]
Asal usul dosa manusia adalah karena peristiwa kejatuhan Adam dan Hawa ke dalam
dosa saat berada di Taman Eden setelah dipengaruhi oleh ular. Ular datang dan membujuk Hawa
untuk memakan buah dari Pohon Pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat tersebut. Singkat
cerita, keduanya lalu memakan buah dari pohon tersebut. Tindakan mereka mengakibatkan
keduanya menjadi telanjang, kehilangan kemuliaan Allah.[7]
e. Rasionalisasi Keberadaan dosa waris
Irenaeus
Pandangan Irenaeus tentang ini, ia menggambarkan Adam dan Hawa sebagai anak-anak.
Tuan (atas bumi), yaitu manusia, itu kecil;karena itulah seharusnya ia perlu bertumbuh, dan
dengan demikianlah samia pada kesempurnaan. Lebih jauh, Adam dan Hawa itu seperti anak-
anak dan belum dewasa, mereka mudah dicobai. manusia adalah anak-anak, pengertiannya
belumla sempurna; karena itu pula ia mudah disesatkan oleh pendusta tersebut. Dengan
diciptakan menuurut citra Allah, manusia belum sempurna seperti Allah. Irenaeus berpendapat
bahwa tujuan umum dari ciptaan dan peran sang penebus adalah membawa semua makhluk
ciptaan yang tidak sempurna ini pada kepenuhannya.
Origenes
Bagi Origenes, Allah semacam kuasa dan kebaikan yang tak terbayangkan sehingga alam
semesta karena dijadikan oleh tangan sang pencipta seharusnya lebih rendah kesempurnaanya.
Eksistensi jiwa-jiwa manusia mendahului penjelmaan badani mereka, bahwa mereka ada pada
awal penciptaan, dan cerita tentang kejatuhan pada kitab kejadian merupakan alegori kejatuan
prakosmis dari pada malaikat yang menyatakan pada awal mula, mereka semua murni mahluk
cerdas, baik roh jahat jiwa maupun malaikat. Satu diantara mereka, iblis karena memiliki
kehendak bebas, memilih untuk menentang Allah dan Allah mengusirnya masing-masing
mendapatkan ganjaran sesuai dengan kadar keberdosaannya. Oleh karena itu, Allah menjadikan
dunia ini, mengikat jiwa pada tubuh sebagai hukuman. Semua manusia pada hakekatnya sangat
jelas cenderung berdosa. Kejatuhan juga menyebabkan malapetaka dan kesusahan dalam hidup
ini: sungguh nyata bahwa jiwa-jiwa yang cemas tidak bersalah akibat dosa-dosa sebelumnya.
Athanasius
Dia memandang kisah kejatuhan dalam kejadian sebagai suatu peristiwa historis, bukan
prahistoris. Adam dan Hawa diciptakan menurut citra Allah dan, jika menaati perintah itu,
mereka akan memperoleh kehidupan tanpa kesusahan, kesakitan, atau kecemasan dan kepastian
kekal hidup di surga. Oleh karena dosa mereka, keturunan mereka tidak lagi hidup di dalam
firdaus, tapi mengalami kesengsaran hidup di luar firdaus, selanjutnya mati dan hancur.
Augustinus
Pendapat Augustinus ini merupakan respon dari pendapat Pelagius. Pelagius berpegang
pada suatu pandangan yang optimstis tentang hakikat manusia, yang meyakini bahwa kehendak
manusia pada hakikatnya baik dan mampu memilih secara benar. Oleh karena itu Pelagius
memberi penekanan atas tanggung jawab pribadi.[8] Dibawah ini perbedaan antara pandangan
Pelagius, Augustinus, Semi Pelagius, dan semi Augustinus.[9]
Pandangan Ringkasan
Augstianism Manusia mati dalam dosa; keselamatan
diberikan secara total oleh kasih karunia
Allah, yang hanya diberikan kepada orang
pilihan.
Pelagianism Manusia dilahirkan dalam keadaan baik dan
bisa melakukan apa yang perlu untuk
keselamatan
Semi pelagianism Kasih karunia Allah dan kehendak manusia
bekerja sama dalam keselamatan, dan ma-
nusia harus berinisiatif / mengambil langkah
pertama.
Semi Augustinism Kasih karunia Allah diberikan kepada semua
orang, memampukan seseorang untuk
memilih dan melakukan apa yang perlu untuk
keselamatan.
f. Akibat dosa
Kejatuhan manusia ke dalam dosa mempunyai implikasi yang luas sekali kepada diri manusia itu
sendiri. Ada beberapa aspek yang akan kita lihat berkenaan dengan akibat dari dosa yang dilakukan oleh
manusia.
Dalam hubungannya dengan Allah
Dampak yang paling utama berkaitan dengan dosa yang dilakukan oleh manusia adalah dalam
hubungannya dengan Allah. Pertama, di mata Allah manusia sudah mati dan akan menuju maut (Roma
3:23; Rm 6:23).
Kedua, manusia tidak layak untuk menghadap Allah. Pengusiran Adam dan Hawa dari Taman Eden
ke luar, merupakan ungkapan geografis dari pemisahan spiritual manusia dari Allah, serta ketidaklayakan
untuk menghadap Dia dan menikmati keakraban dengan Dia (Kej 3:23). Malaikat dengan pedang yang
bernyala-nyala yang menutupi jalan menuju Eden melambangkan kebenaran mengerikan bahwa dalam
dosanya, manusia menghadapi pertentangan dan perlawanan dari Allah, yaitu murka Allah (Kej 3:24; Mat
3:7; I Tes 1:10).
Ketiga, manusia tidak sanggup lagi melakukan kehendak Allah. Meskipun Allah memanggil dan
memerintahkan manusia dan menawarkan kepada kita untuk jalan kehidupan, kebenaran dan kebebasan,
kita tidak sanggup lagi menjawab panggilan Allah itu sepenuhnya. Manusia tidak bebas dan tidak sanggup
untuk menyesuaikan diri dengan rencana Allah karena telah menjadi budak dosa (Yohanes 8:34; Roma
7:21-23).
Keempat, manusia tidak benar di mata Allah. Kegagalan untuk mematuhi hukum dan kehendak
Allah membuat manusia berada di bawah kutukan hukum, rasa bersalah dan penghukuman yang makin
bertambah bagi pelanggar hukum (Roma 5:12; Ulangan 27:26; Galatia 3:10).
Kelima, manusia tidak peka lagi terhadap firman Allah. Allah berbicara baik melalui firman yang
tertulis, yaitu Taurat, Alkitab dan juga lisan melalui nabi-nabi-Nya kepada umat manusia. Akan tetapi dosa
telah membuat manusia menjadi bebal dan lebih memilih untuk tidak mentaati firman Allah. Akhirnya
manusia menjadi tidak mengenal Allah dan tidak mengerti hal-hal mengenai Roh. Hal-hal ini membuat
manusia menjadi angkuh dan dalam lingkup keagamaan, keangkuhan ini diungkapkan sebagai pembenaran
diri.
Manusia menentukan sendiri norma-norma bagi dirinya dan membenarkan dirinya menurut norma-
norma itu. Manusia mencari-cari alasan bagi dosa dan merasa yakin di hadapan Allah karena prestasi-
prestasi moral dan religiusnya dengan berbagai macam agama dan kepercayaannya. Ada juga yang
kemudian menolak eksistensi Allah secara teori (ateisme). Namun itu semua sesungguhnya hanya untuk
bersembunyi dari Allah (seperti Adam dam Hawa di Eden) dan untuk menghindari keseraman apabila
harus berdiri di hadapan Allah dengan kesalahannya terpampang di depan.
Dalam hubungannya dengan sesamanya
Terputusnya hubungan manusia dengan Allah langsung mempengaruhi hubungan manusia dengan
sesamanya. Adam menuduh Hawa dan menyalahkannya sebagai penyebab dosa (Kej 3:12). Kisah kejatuhan
manusia segera diikuti dengan peristiwa pembunuhan Habel (Kej 4:1-6). Dosa membuat manusia tidak lagi
bisa saling mengasihi dengan tulus, yang ada adalah konflik, perpecahan antar bangsa/suku, prasangka
rasial, dan terbentuknya blok-blok internasional yang saling bermusuhan.
Dosa membuat perpecahan, pemisahan dan pertikaian antara manusia dan sesamanya baik di
dalam kelompok masyarakat, agama, sosial, keluarga bahkan gereja. Dosa membuat manusia
mengeksploitasi sesamanya. Eksploitasi ini dapat dengan jelas kita lihat dalam hubungan antara pria dan
wanita. Sejarah mencatat kaum pria telah mendominasi wanita dengan kekerasannya. Wanita digunakan
bagi kepentingan egois pria, penolakan pria memberikan persamaan hak dan martabat kepada wanita
merupakan kenyataan yang tidak dapat dipungkiri.
Dalam hubungannya dengan dirinya
Manusia kehilangan arah batin dan hidup dalam sejuta konflik dalam dirinya (Lihat Rm 7:23).
Pengaruh dosa nyata dalam penipuan diri sendiri. Manusia tidak lagi mampu menilai dirinya dengan benar
dan tepat. Dosa telah membuat manusia tidak lagi mampu memandang dirinya sebagai ciptaan Allah yang
mulia (Mzm 8:6). Manusia menjadi malu dengan dirinya sendiri, batinnya senantiasa bergejolak mencari
arah kehidupan ini. Bahkan terkadang manusia tidak dapat berdamai dengan dirinya sendiri.
Dalam hubungannya dengan alam semesta
Manusia telah kehilangan keharmonisannya dengan alam ini. Manusia yang seharusnya memelihara
dan mengusahakan bumi bagi kemuliaan Tuhan (Kej 2:15) malah mengeksploitasinya secara sembarangan
sehingga mengakibatkan kerusakan alam ini (hutan menjadi gundul, banjir dsb). Udara, air, dan tanah
menjadi kotor oleh polusi yang disebabkan keserakahan manusia.
Dalam hubungannya dengan waktu
Manusia yang jatuh ke dalam dosa, hidup dalam waktu yang dibatasi karena dosa itu. Dosa
membuat manusia kehilangan kekekalan (Kej 2:17; 3:19), hari-harinya menjadi terbatas (Mzm 90:9-10).
Manusia harus menghadapi kematian sebagai akhir hidupnya. [10]
g. Penebusan dosa
Penebusan berarti pembebasan dari sesuatu yang jahat dengan pembayaran suatu harga.
Artinya lebih dari sekedar pembebasan saja. Demikianlah tawanan-tawanan perang dapat
dibebaskan berdasarkan pembayaran harga yg disebut uang tebusan (Yunani lutron). Dengan kata
lutron dibentuklah secara khusus kelompok kata untuk menyatakan ide pembebasan berdasarkan
pembayaran uang tebusan. Dalam lingkaran ide-ide ini kematian Kristus dapat dipandang
sebagai 'suatu tebusan bagi orang banyak'.[11] Pertama-tama, hidup Yesus itu berdaya
membebaskan dan menebus. Akan tetapi dalam hidupNya, Yesus dihadapkan kepada situasi-
situasi yang tidak mudah, ketika Dia disalahpahami oleh karena sikap internalNya yang bebas
berhadapan dengan hukum agama Yahudi di jamanNya yang ketat (bdk Mat 11,28: 23,4: Luk
11,46), dan di lain pihak oleh karena keberanianNya yang solid dalam mewartakan Allah sebagai
Bapa yang mencintai semua orang tanpa syarat. Sikap Yesus dalam kedua aspek ini justru
menjadikanNya musuh dari para pemimpin agama bangsaNya sendiri. Para pemimpin ini
bersekongkol dengan kaum sakit hati (oleh karena Yesus) untuk membunuh Yesus. Mereka
menyerahkanNya ke dalam kedaulatan Romawi untuk membunuNya melalui cara penyiksaan
klasik yang brutal tetapi legal, yakni melalui penyaliban. KematianNya dipandang sebagai
konsekuensi internal dari apa yang diimani dan diwartakan selama hidupNya.[12]
h. Perjanjian Penyelamatan dan Perjanjian Anugerah
Perjanjian penyelamatan adalah peejanjian anatar tiga oknum di dalam Allah Yang Maha
Esa. Perjanjiann ini adalah perjanjian yang kekal. Sebelum Tuhan menjadikan langit dan bumi,
sebelum manusia lahir, Tuhan suadah tahu akan jatuhnya manusia ke dalam dosa dan Tuhan
berniat untuk menyelamatkan manusia. Maka antara tiga oknum dari Allah Tritunggal timbullah
perjanjian yang berisi; manusia akan diselamatkan ; Matius 40:7-9; Ibrani 10:5-7; Yohanes 6:38-
40 (aktif); Roma 5:19; Lukas 22:29 dan lain-lain.
Tuhan Allah Bapa yang memberikan jalan dan yang menentukan syaratnya. Allah anak yang
sanggup memenuhi syarat dan Roh Kudus yang akan memberikan buahnya kepada manusia.
Perjanjian ini dilakukan dengan penuh sukarela. Allah Anak dengan sukarela memberikan
kesanggupan- Nya. Dalam kitab suci menyatakan bahwa perhubungan antara Allah Bapa dan
Anak ialah hubungan antara yang mengutus dengan yang diutus, yang memberi pekerjaan
dengan yang bekerja (Yoh. 10:37; Mat. 10:40). Allah Anak juga akan menerima upahnya kalau
sudah bekerja dengan memenuhi syarat (Mat. 28:19). Hubungan antara Allah Bapa dan Allah
Anak pada pihak kesatu dan Roh Kudus pada pihak kedua, ialah; perhubungan yang mengutus
dan yang diutus. Pekerjaan Roh Kudus ialah memberika buah pekerjaan Tuhan Yesus kepada
manusia, artinya: bagi orang yang percaya diberikan segala sesuatu yang akan menyelamatkan
orang itu, bagi orang yang tidak percaya diberikan kesaksian terhadap Tuhan Yesus yang lebih
memberatkan hukuman orang itu.
Karena datangnya dosa, manusia akan dihukum, dijatuhi hukuman yaitu mati. Akan tetapi
perjanjian penyelamatan yang kekal menahan hukuman yang penuh, yaitu: kelenyapan dari
hidup yang baka. Dengan arti inilah kitab suci kadang-kadang menyatakan bahwa manusia
segenapnya akan tertolong; di dalam inti dari jumlah manusia sudah dikatakan segenap
manusia.
Perjanjian Anugerah
1. Anugerah umum
Adalah anugerah yang diberikan Tuhan kepada manusia semua segenapnya.
Tuhan berfirman kepada manusia:jika kamu makan, kamu akan mati. Manusia makan buah
yang dilarang oleh Tuhan, maka upahnya maut, dengan langsung ia akan mati. Akan tetapi
ternyata tidak demikian: manusia dijatuhi hukuman, akan tetapi tidak terus mati. Hidup manusia
akan menjadi berat, perkembangan manusia akan menjadi sukar. Akan tetapi di dalam
menjatuhkan hukuman, Tuhan bahkan sudah menjamin hidup manusia. Manusia harus bekerja
keras, tapi dengan demikian ia akan mendapatkan kehidupannya.
Inilah anugerah yang mengalir dari perjanjiian penyelamatan. Ketiga oknum telah berjanji:
Manusia akan dilepaskan, berarti inti dari dunia akan selamat. Tapi untuk memungkinkan itu,
dunia manusia segenapnya dan alam semesta pun harus tidak lenyap. Maka dari itu Tuhan
mneghidupi alam seisinya dan manusia. Inilah yang disebut anugerah umum.
Anugerah umum mengandung maksud melayani inti dari manusia yang akan diselamatkan.
Segala hal yang memungkinkan hidup manusia ini masih ada, hanya berkat anugerah Tuhan yang
umum. Seandainya dosa berkuasa sepenuhnya, hidup manusia akan rusak sama sekali, pergaulan
manusia tidak mungkin. Jadi segala sesuatu yang masih berjalan baik, hanya dari berkat Tuhan
yang umum. Anugerah umum itu ada hanya agar inti manusia yang akan diberi keselamatan,
dapat sungguh diberi keselamatan. Jadi bagi orang-orang yang berada di luar inti tersebut,
anugerah umum ini hanya menunda hukuman saja. Maut itu hukaman. Jika hukuman ditunda,
mati ditunda, tentu dapat disebut anugerah.
2. Anugerah Khusus
Tuhan Yesus menjadi kepala umat manusia di dalam perjanjian anugerah. Maka ia disebut:
Adam yang kedua; artinya: ia adalah hanya buat orang-orang yang termasuk di dalam inti dari
manusia. Inti inilah yang merasakan buah-buah pekerjaan Tuhan Yesus. Anugerah yang diberikan
kepada orang-orang ini disebut anugerah khusus.
Perjanjian anugerah adalah kenyataan dari perjanjian penyelamatan. Perjanjian anugerah
bermaksud anugerah yang khusus, akan tetapi juga mengakibatkan anugerah yang umum.
Anugerah umum hanya supaya melayani anugerah khusus. Keindahan, kekuasaan, kebesaran di
dunia ini semuanya hanya memungkinkan terlaksananya anugerah khusus, yaitu: Lahirnya Tuhan
Yesus, hidup Nya di dunia dan keselamatan inti dari manusia.
Bagi manusia perjanjian anugerah berarti kesanggupan Tuhan untuk memberikan anugerah.
Memang dalam perjanjian anugerah masih diperintahkan: percayalah, akan tetapi segala syarat
yang bisa mendapatkan keselamatan bagi manusia, Tuhanlah yang memberi. Tuhan yang
memberi percaya, tobat, maka dari itu juga hidup kekal. Jadi kita dapat mengatakan bahwa
sebenarnya bagi kristus perjanjian anugerah bersifat perjanjian pekerjaan. Bagi manusia,
perjanjian anugerah. Kristus memenuhi hukum Tuhan, Ia memikul hukuman Tuhan: dan kedua
pekerjaan inilah yang menjadi sebab Tuhan memberikan dengan tidak bersyarat, tidak ada
kebaikan sedikitpun dan manusia segenapnya adalah anugerah atas nama Tuhan Yesus kristus.
[13]
PENUTUP
Dalam agama Kristen, ada dua dosa. Dosa warisan, dan dosa perbuatan. Dosa warisan
ialah dosa yang diwariskan oleh Adaam dan Hawa yang pada waktu itu memakan buah yang
dilarang oleh Allah. Sedanglan dosa perbuatan ialah dosa yang diperbuat oleh manusia itu
sendiri. Dalam pandangan kristiani, manusia dipahami sebagai citra Allah yang
menjadi partner (rekan kerja) Allah. Kitab Kejadian menyebutkan bahwa manusia diciptakan
secitra dengan Allah . Dengan alasan bahwa manusia berkuasa atas ciptaan lain, maka manusia
menampakkan dan menampilkan citra Penciptanya. Penulis kitab Kejadian juga menggambarkan
tentang sifat manusia yang jahat yang memberontak kepada Allah yang mengakibatkan
hubungan baik dengan Allah menjadi putus dan rusak.
[8] Urban, Linwood, Sejarah Ringkas Pemikiran Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia), cet. 3, 2009, hal.
176-180
[9] Pdt. Budi Asali M.Div., Sejarah Singkat Augustinus, John Calvinisme dan Pertentangan Calvinisme
Arminianisme, diakses pada 03 Mei 2013, dari http://members.tripod.com/gkri_exodus/p_5pnt02.htm
[11] Alkitab Sabda, Tebus Penebusan, diakses pada 03 mei 2013, dari
http://alkitab.sabda.org/dictionary.php?word=penebusan
[12] Kristiani Menjawab Muslim, Salib, Dosa, Penebusan, diakses pada 03 mei 2013, dari
http://www.menjawabmuslim.com/html/salib__dosa_dan_penebusan.html
[13] Soedarmo, Ikhtisar Dogmatika, (Jakarta: BPK Gunung Mulia), cet. 17, 2011, h. 161-165
Diposkan oleh fadhila haqiqi di 16.27
Label: Agama
B. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini di antaranya sebagai berikut :
1. Pembaca Dapat Mengetahui Definisi Dosa .
2. Pembaca Dapat Mengetahui Asal Mula Dosa
3. Pembaca Dapat Mengetahui Istilah-istilah Dosa dalam Alkitab
4. Pembaca Dapat Mengetahui Hukum Allah dalam Hal Dosa
5. Pembaca Dapat Mengetahui Fakta-fakta tentang Dosa
6. Pembaca Dapat Mengetahui Teori-teori tentang Dosa
7. Pembaca Dapat Mengetahui Teori-teori Kristen tentang Dosa
8. Pembaca Dapat Mengetahui Hakekat Dosa
9. Pembaca Dapat Mengetahui Empat Relasi Universal Dosa
10. Pembaca Dapat Mengetahui Penyebaran Dosa
11. Pembaca Dapat Mengetahui Jenis-jenis Dosa
12. Pembaca Dapat Mengetahui Akibat/Pengaruh Dosa
13. Pembaca Dapat Mengetahui arti Kemenangan atas Dosa
14. Pembaca Dapat Mengetahui arti Keselamatan
BAB II Isi
A. Definisi Dosa
Alkitab mengajarkan bahwa dosa lebih dari sekedar kegagalan etika. Untuk menyatakan dosa
dengan sesuatu yang tidak tepat hanya mendangkalkan arti dosa itu.
1. Berbicara secara philology, dosa berarti tidak mencapai target.
2. Berbicara dari sudut posisi, dosa adalah satu perpindahan dari status yang mula-mula.
Manusia diciptakan berbeda, dalam perbedaan posisi, dengan tujuan untuk menjadi saksi
Allah, diciptakan antara Allah dan Iblis, baik dan jahat. Setelah kejatuhan setan, manusia
diciptakan dalam kondisi netral dari kebaikan, yang dapat dikonfirmasikan melalui jalan
ketaatan, diciptakan sedikit lebih rendah dari Allah tapi mempunyai dominasi atas alam,
diciptakan menurut gambar dan rupa Allah.
Ketaatan yang benar dari manusia di hadapan pemerintahan Allah adalah rahasia untuk
mengatur alam, dan untuk mencapai tujuan yang benar dari kemuliaan nature pencipta dalam
hidup manusia. Segala pencobaan datang kepada manusia selalu dalam usaha mencoba untuk
membawa manusia jauh dari posisi rencana Allah yang mula-mula.
Kemudian datang kekacauan. Hal yang sama terjadi juga kepada malaikat tertinggi atau Alkitab
mengatakan,Mereka tidak mempertahankan status mereka yang pertama untuk menjelaskan
kejatuhan mereka. Inilah satu konsep yang benar dalam mengerti mengenai dosa.
Penghormatan terbesar dan hak istimewa yang Allah berikan kepada manusia adalah
karunia kebebasan.
Kebebasan menjadi satu factor yang tidak bisa ditawar-tawar lagi sebagai fondasi dari
nilai moral. Hasil moral hanya dapat berakar dalam kerelaan, tidak lahir karena paksaan. Arti
kebebasan mempunyai dua pilihan: hidup berpusatkan Allah atau hidup berpusatkan diri sendiri.
Ketika manusia menaklukkan kebebasannya di bawah kebebasan Allah, itulah pengembalian
kebebasan kepada pemilik kebebasan yang mula-mula.
Jenis pengembalian ini mencari kesukacitaan dari kebebasan dalam batasan kebenaran
dan kebaikan Allah. Sejak Allah adalah realita dari kebaikan itu sendiri, segala macam
pemisahan dariNya akan menyebabkan keburukan, dan juga hidup berpusat diri sendiri jelas
penyebab dosa. Terlalu berpusat pada diri sendiri akan menjadi awal ketidakbenaran. Kebebasan
tanpa batas dari kebenaran Allah akan menjadi kebebasan yang salah. Bukanlah suatu kebebasan
yang dimaksudkan Yesus ketika Ia berkata,Tidak seorangpun dapat mengikuti Aku tanpa
menyangkal dirinya sendiri.
Dosa tidak hanya gagal dalam pengaturan tapi lebih dari itu ada kuasa yang mengikat
terus menerus yang tinggal dalam orang berdosa. Paulus menggunakan bentuk tunggal dan
bentuk jamak dari dosa dalam kitab Roma. Bentuk jamak dari dosa mengindikasikan perbuatan-
perbuatan salah, tapi bentuk tunggal dari dosa berarti kuasa yang mengarahkan segala perbuatan
dosa. Paulus mempersonifikasikan dosa sebagai kuasa yang memerintah dan prinsip yang
mengatur kehidupan orang berdosa. Ia juga merusak semua aspek kehidupan kepada satu
tingkatan di mana tidak ada satu aspek kehidupan pun yang tidak kena distorsi atau polusi. Inilah
yang ditekankan dan dijelaskan Reformator. Berjuang melawan pengertian tidak lengkap
mengenai kuasa dosa dalam Scholastisisme abad pertengahan. Dosa tidak hanya mencemarkan
aspek kehendak, tapi juga berpenetrasi pada aspek emosi dan rasio.
Tujuan utama dari kuasa penghancur ini untuk menyebabkan manusia menghancurlan
diri sendiri dan membunuh diri sendiri seperti yang dikatakan Kierkegard, bahwa manusia
dilahirkan dalam dosa. Satu-satunya kuasa yang kita miliki adalah kuasa untuk membunuh kita
sendiri.
Akibat utama dari dosa tidak hanya merusak manusia tapi juga melawan kehendak Allah
yang kekal melalui manusia. Inilah hal yang paling serius yang berhubungan dengan
kesejahteraan rohani semesta. Calvin mengatakan,Tiada yang lebih besar daripada kehendak
Allah kecuali Allah sendiri. Ciptaan alam semesta, keselamatan umat manusia dan kebahagiaan
kekal semua ada oleh kehendak Allah. Sejak dosa menolak terhadap kehendak Allah maka orang
Kristen harus sadar pentingnya ketaatan yang setia kepada kehendak Allah. Seperti Kristus
mengajarkan murid-muridNya untuk berdoa,Jadilah kehendakMu di bumi seperti di surga.
Alkitab juga mengajarkan kita dalam 1 Yoh 2:17, bahwa dunia ini sedang lenyap dengan
keinginannya tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya.
I Yohanes 3:8a barangsiapa yang tetap berbuat dosa, berasal dari Iblis, sebab Iblis
berbuat dosa dari mulanya.
Iblis adalah ciptaan Allah, ia diciptakan sebelum manusia ada. Awalnya dia adalah
malaikat yang mulia. Tetapi atas kehendaknya sendiri pada masa yang lampau, sebelum
manusia diciptakan, iblis memberontak kepada Allah. Jadi dosa berasal dari iblis, bukan Adam,
karena iblislah yang pertama kali berbuat dosa dengan kehendaknya sendiri.
[Kenapa iblis berani memberontak kepada Allah? Apakah iblis tidak tahu bahwa dia tidak
mungkin bisa menang bila melawan Allah? Adilkah Allah menciptakan makhluk yang tidak
sempurna sehingga memberontak kepada Dia, lalu makhluk itu dihukum selamanya tanpa ada
kesempatan bertobat? Tetapi karena adil pasti lah Allah telah membuat aturan apa yang boleh
dan apa yang tidak boleh dilakukan malaikat di Sorga.]
Kita bisa berkata bahwa Adam "hanyalah" korban tipuan iblis, itu sebabnya masih ada
jalan keluar. Allah adil menciptakan manusia yang tidak sempurna, lalu berdosa, karena Allah
memberikan jalan keluar:
Roma 3:25 Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam
darah-Nya. Hal ini dibuat-Nya untuk menunjukkan keadilan-Nya, karena Ia telah membiarkan
dosa-dosa yang telah terjadi dahulu pada masa kesabaran-Nya.
Oleh karena iblis yang pertama kali berbuat dosa, dengan kata lain iblis adalah asal mula
dosa, maka dapat disimpulkan:
1. Malaikat-malaikat lain yang jatuh berdosa karena digoda/dihasut oleh iblis
2. Ular yang menggoda manusia sehingga berdosa di Taman Eden adalah iblis
Malaikat dan manusia diperlakukan berbeda oleh Allah. Manusia berdosa masih
diberikan kesempatan bertobat oleh karena belas kasihan Allah, sedangkan malaikat yang jatuh
sama sekali tidak mempunyai kesempatan bertobat karena tidak dikasihani Allah.
Ibrani 2:16 Sebab sesungguhnya, bukan malaikat-malaikat yang Ia kasihani, tetapi keturunan
Abraham yang Ia kasihani.
Kenapa malaikat tidak dikasihani sedangkan manusia dikasihani? Kita harus percaya
bahwa Allah adil membuat ketetapan demikian. Malaikat diciptakan lebih tinggi dan sempurna
dari manusia. Itu sebabnya malaikat tidak diampuni sedangkan manusia bisa diampuni.
Sesungguhnya manusia juga tidak selamanya bisa bertobat dan dikasihani karena ada waktunya
dimana manusia tidak bisa terampuni yaitu manusia yang telah diberikan kebenaran lalu murtad
lagi tidak terampuni karena tidak bisa lagi dibaharui sehingga bertobat. (Ibrani 6:4-6)
Iblis sangat kuat dan hebat, bahkan setelah dia berdosa sehingga Mikhael segan kepada nya
(Yudas 1:9). Demikian juga dengan malaikat-malaikat yang jatuh adalah makhluk yang lebih
hebat dari manusia. Itu sebabnya iblis dan malaikat tidak dikasihani waktu mereka berdosa.
Sebaliknya manusia adalah mahluk yang lemah, mahluk yang tidak patut menyombongkan diri
atas apa yang dia miliki apapun itu. Karena diciptakan sangat lemah, sesungguhnya manusia
digariskan/ ditetapkan untuk mengandalkan Tuhan. Itu sebabnya Alkitab berkata celakalah dan
terkutuklah manusia yang sombong, yang mengandalkan kekuatannya sendiri dan kekuatan
manusia.
Yesaya 31:1. Celakalah orang-orang yang pergi ke Mesir minta pertolongan, yang
mengandalkan kuda-kuda, yang percaya kepada keretanya yang begitu banyak, dan kepada
pasukan berkuda yang begitu besar jumlahnya, tetapi tidak memandang kepada Yang
Mahakudus, Allah Israel, dan tidak mencari TUHAN.
Yeremia 17:5. Beginilah firman TUHAN: "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia,
yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!
Percuma merasa kuat dan hebat, entah karena kekayaan, kepintaran dan jabatannya, kita
adalah orang yang buta dan tidak mengenal dirinya sendiri. Karena kelemahannya, manusia
sebenarnya digariskan untuk mengenal dan mengandalkan Tuhan.
Yeremia 9
9:23. Beginilah firman TUHAN: "Janganlah orang bijaksana bermegah karena
kebijaksanaannya, janganlah orang kuat bermegah karena kekuatannya, janganlah orang kaya
bermegah karena kekayaannya,
9:24 tetapi siapa yang mau bermegah, baiklah bermegah karena yang berikut: bahwa ia
memahami dan mengenal Aku, bahwa Akulah TUHAN yang menunjukkan kasih setia, keadilan
dan kebenaran di bumi; sungguh, semuanya itu Kusukai, demikianlah firman TUHAN."
Bila kita mengenal diri kita sendiri, maka tidak bisa tidak kita seharusnya seperti Paulus
yang berkata:
2 Korintus 12:10 Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam
kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah,
maka aku kuat.
Selanjutnya, bila kita adalah orang yang sudah percaya dan mengetahui kebenaran maka
kita setara dengan malaikat, yaitu dalam hal tidak akan diampuni bila memberontak (murtad)
dari Allah yang hidup.
Ibrani 3:12 Waspadalah, hai saudara-saudara, supaya di antara kamu jangan terdapat seorang
yang hatinya jahat dan yang tidak percaya oleh karena ia murtad dari Allah yang hidup.
Ibrani 6:6 namun yang murtad lagi, tidak mungkin dibaharui sekali lagi sedemikian, hingga
mereka bertobat, sebab mereka menyalibkan lagi Anak Allah bagi diri mereka dan menghina-
Nya di muka umum.
Allah mengasihani manusia yang berdosa, tetapi tidak mengasihani malaikat yang jatuh.
Sekali lagi Allah mengasihani manusia yang berdosa, tetapi tidak mengasihani manusia yang
telah mengetahui kebenaran tetapi yang murtad kembali. Oleh karena itu waspadalah!
1. Hatta
Kalau kita melihat istilah yang dipakai dalam bahasa Ibrani adalah "hatta". Istilah ini
berarti jatuh dan mengurangi standard dari Tuhan yang suci (falling short of the standard of
God). Jadi Allah telah menetapkan suatu standard. Pada waktu kita lepas, kita turun dari standard
yang ditetapkan oleh Allah, itu disebut "hatta" (dosa), sehingga sebaiknya kita mengerti istilah
dosa, bukan dengan cara dunia dalam pengertian hukum. Waktu berbicara tentang hukum berarti
secara tidak sadar mereka sudah menyetujui bahwa fakta dosa sudah ada di dalam dunia.
Perkembangan yang terakhir, baik di Sorbone University di Paris, sebagai sekolah yang terbesar
dan terkenal di dunia Latin, maupun di beberapa sekolah yang tertinggi di Amerika seperti
Harvard dan Yale University, menunjukkan bahwa mereka berusaha untuk mencairkan atau
berusaha untuk mengurangi konsep-konsep tentang keseriusan dosa. Meskipun demikian mereka
tidak mungkin menolak bahwa fakta dosa itu memang ada di dalam dunia. Berdasarkan
pengertian akan fakta dosa secara serius, maka agama mempunyai tempat dan akar yang cukup
kuat dan tidak mungkin dapat dicabut oleh kebudayaan manapun.
Dosa merupakan suatu fakta dan dalam pengertian hukum dunia adalah pelanggaran
terhadap sesuatu yang sudah secara perjanjian bersama (konsensus) ditetapkan oleh ahli-ahli
hukum agar menjadi patokan untuk mengatur hidup sosial dan etika dalam masyarakat. Jikalau
ahli-ahli hukum sudah menyetujui secara konsensus lalu mencantumkan di dalam hukum suatu
negara, maka apa yang dicantumkan itu menjadi standard negara itu. Barangsiapa berbuat
sesuatu yang melanggar konsensus yang dicatat dalam hukum itu, disebut dosa. Di sini saya
melihat kelemahan dari semua negara, semua hukum dari dunia ini ialah mereka hanya sanggup
melihat dosa dari aspek yang paling rendah yaitu kelakuan yang salah.
Sekali lagi, meskipun dalam hukum ditentukan perbedaan hukuman atas kesalahan
berencana atau yang tidak berencana, tetapi tidak ada suatu hukum yang bisa langsung
menghukum orang yang mempunyai niat atau rencana di dalam hati namun belum melakukan
sesuatu di luar. Maksudnya, jikalau seseorang mempunyai hati yang ingin mencuri, tidak ada
hukum di dunia yang boleh langsung memenjarakan dia, kecuali dia sudah
melaksanakannya. Dengan demikian di seluruh dunia, pengertian hukum dan keadilan hanyalah
dapat mengerti dosa di dalam hal yang superficial (yang tampak di permukaan). Dunia hanya
mengerti dan menetapkan dosa berdasarkan sesuatu perbuatan yang dianggap melanggar suatu
konsensus tentang hukum.
Tetapi Alkitab tidak demikian. Alkitab berkata dengan jelas, "yang membenci
seseorang, sudah membunuh" (Matius 5:21-22). Di sini etika Kristen adalah etika yang
melampaui perbuatan yang nyata di dunia. Etika Kristen merupakan etika yang
langsung ditujukan kepada motivasi seseorang secara terbuka di hadapan Tuhan. Allah
sedemikian marah seperti api yang menyala-nyala. Allah yang menembus hati sanubari manusia
dan tidak melihat perbuatan di luar, tetapi Dia melihat motivasi Saudara di dalam.
Dosa dan keadilan Allah, kebenaran Allah menuntut kepada keseluruhan hidup kita,
mulai dari motivasi di dalam, segala rencana di dalam, pikiran di dalam, mentalitas di dalam,
sikap yang setengah di dalam setengah di luar, sampai perbuatan yang seluruhnya di luar. Semua
ini dituntut oleh Tuhan. Menjadi seorang manusia berarti menjadi orang yang dicipta menurut
peta dan teladan Allah dan dicipta supaya dia berdiri dan bertanggung jawab secara pribadi
kepada Tuhan Allah. (To be a man as created under the image and the likeness of God is to exist
with oneself alone before God). Tidak ada yang lain yang bisa menghalangi. Saya di hadapan
Allah harus mempertanggungjawabkan segala motivasi saya, semua bibit pikiran saya, semua
sikap mentalitas saya, semua sikap dan sifat pribadi saya, semua perkataan saya. Ketotalan ini,
totalitas dan tanggung jawab ini, menjadikan kekristenan seperti apa yang dikatakan Kierkegaard
bahwa menjadi orang Kristen terlalu sulit, karena Allah bukan menuntut hal-hal yang tampak di
luar. Hukum-hukum di dunia terlalu rendah. Mereka hanya bisa menunjukkan Saudara berdosa
setelah mereka menemukan dan membuktikan bahwa Saudara sudah berbuat, mengaku, atau
sudah mengekspresikan apa yang Saudara inginkan di dalam perbuatan yang merugikan orang
lain. Tetapi kekristenan dan iman Kristen bukan
demikian. Ia telah menuntut keseluruhan Saudara sampai ke dalam hati sanubarimu yang
sedalam-dalamnya, sampai ke dalam motivasi Saudara di hadapan Tuhan dimana orang tidak
melihat Tuhannya. Menjadi orang Kristen memang tidak mudah.
Di dalam dunia abad 20 terlalu banyak gereja yang ingin mendapatkan anggota
sebanyak mungkin, maka mereka menurunkan derajat mutu kekristenan menjadi kekristenan
yang mudah diterima, mudah dilaksanakan, namun itu bukanlah kekristenan yang sejati. Turun
lebih rendah daripada standard yang telah ditetapkan oleh Tuhan, itulah dosa.
Alkitab memakai istilah ini 580 kali di dalam PL. Istilah "hatta" merupakan suatu
istilah yang begitu menyedihkan Tuhan. Orang Kristen menunjukkan suatu hal yang tidak ada
pada agama lain, yaitu Allah telah menetapkan suatu standard bagi Saudara, sehingga Saudara
tidak bisa hidup sembarangan. Di dalam agama-agama yang lain, mereka mempunyai standard
mereka sendiri. Mereka mempunyai tujuan mereka sendiri dan tujuan yang mereka harapkan itu
berdasarkan diri mereka yang sudah jatuh ke dalam dosa, yang tidak mereka sadari. Mereka
ingin mencapai suatu hidup yang tinggi yang suci. Namun bagaimanapun tingginya tujuan itu
hanyalah merupakan hasil dari otak yang sudah jatuh di dalam dosa. Sedangkan waktu Allah
mengatakan "hatta", berarti Saudara sudah lebih rendah daripada standard yang sudah ditetapkan
oleh Allah sendiri. Itu artinya dosa.
Dosa jangan hanya dimengerti sebagai mencuri, berzinah, berjudi, main pelacur, atau
mabuk-mabuk, itu memang tidak benar. Itu dosa, Tetapi hal itu merupakan hal yang superfisial,
yang ditujukan di luar. Tuntutan Alkitab jauh lebih dalam dan lebih lengkap, secara totalitas
daripada itu. Suatu standard telah ditetapkan Allah bagi manusia sebagai syarat atau kriteria
tingkah laku dan moralitas manusia. Itu yang disebut kebenaran dan keadilan Allah.
2. Avon
Istilah kedua di dalam bahasa Ibrani adalah "avon". Ini berarti sesuatu "guilty"
(kesalahan) atau suatu hal yang mengakibatkan kita merasa patut dihukum. Istilah ini sulit
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Suatu perasaan di dalam diri kita yang menganggap
diri cacat atau perasaan di dalam jiwa yang merasa diri kurang benar, sehingga kita selalu merasa
mau menegur diri. Hal ini bersangkutpaut dengan fungsi hati nurani yang diberikan hanya
kepada manusia saja. Tidak ada binatang yang mempunyai 'guilty feeling', tidak ada binatang
yang bisa menegur diri karena merasakan sesuatu hal yang tidak benar yang sudah diperbuatnya.
Tetapi manusia tidak demikian. Setelah Saudara berbuat kurang sopan terhadap seseorang,
Saudara akan pikir lagi, "Wah, mengapa tadi saya berbuat begitu ya? Seharusnya saya tidak
begini, tapi mengapa begini dan toh sudah begini lalu bagaimana atau terus begini?" Saudara
mempunyai perasaan berhutang atau perasaan bahwa Saudara patut dihukum. Perasaan
sedemikian berdasarkan suatu pikiran dari apa yang sudah Saudara kerjakan, lalu hal itu
dikaitkan dengan diri Saudara sebagai status dalam keadaan patut dihukum, itu disebut "guilty",
"avon".
3. Pesha
Alkitab memakai istilah ketiga dalam bahasa Ibrani, yaitu "pesha". "Pesha" berarti
semacam pelanggaran. Pelanggaran berarti ada suatu batas yang sudah ditetapkan, tetapi Saudara
melewatinya atau sudah ada suatu standard namun bukan saja tidak bisa mencapai tetapi juga
Saudara mau melawan atau melanggar. Maka pengertian ini bersangkut paut dengan suatu
pengetahuan yang jelas, ditambah dengan kemauan yang tidak mau taat. Saya tahu apa itu baik,
tapi saya sengaja melawan. Saya tahu batas sudah di situ, tetapi saya sengaja mau melewatinya.
Tahu batas dan tahu tidak baik, tapi sengaja melewati, itu disebut "pesha".
1. Adikia
Adikia berarti perbuatan yang tidak benar. Hal ini merupakan perbuatan lahiriah atau
dari luar, yang dinilai merupakan sesuatu perbuatan yang tidak benar sama seperti yang
dikatakan oleh hukum- hukum dunia tentang orang bersalah. Di pengadilan ketika semua
pemeriksaan sudah selesai, maka hakim akan memvonis, bahwa Saudara bersalah. Itulah
"adikia", berarti Saudara sudah berbuat salah.
Tetapi Perjanjian Baru sama dengan Perjanjian Lama, sama-sama wahyu yang
diberikan oleh Allah yang suci, satu sumber, satu Roh Kudus, satu Allah yang memberikan
wahyu baik kepada Perjanjian Lama dengan media bahasa Ibrani maupun kepada orang-orang di
Perjanjian Baru dengan media bahasa Yunani. Sumbernya satu, Allah yang satu, standard yang
satu.
2. Hamartia
Istilah kedua dalam Perjanjian Baru adalah "hamartia" yang artinya adalah kehilangan,
meleset dari target atau sasaran yang ditetapkan. Jika saya melepaskan satu anak panah menuju
pada satu sasaran yang sudah jelas, yaitu lingkaran tertentu yang harus dicapai, tetapi anak panah
itu jatuh satu meter sebelum sasaran itu, maka itu disebut "hamartia". Sekali lagi saya berusaha
untuk melepaskan panah, tetapi kini bukan tidak sampai, tapi terus lewat jauh dari target yang
ditetapkan, itupun disebut "hamartia". Atau ketiga kalinya saya melepaskan panah, panah itu
terbang menuju sasaran, namun menancap 2 cm dari sasaran, berhenti di pinggir target itu, itu
tetap artinya "hamartia".
Jadi disini tidak peduli kurang berapa meter, lebih berapa cm atau meleset hanya beberapa mm,
itu semua dianggap sama. Hanya mereka yang betul-betul kena dengan sasaran asli, itu yang
dianggap benar. Yang lain semua dianggap "hamartia".
Dari kelima istilah, tiga dalam bahasa Ibrani, di PL dan dua dalam bahasa Yunani, kita
melihat suatu gambaran yang jelas, manusia dicipta bukan untuk kebebasan yang tanpa arah,
tetapi manusia dicipta dengan standard yang sudah ditetapkan!
Tugas seumur hidup yang paling penting bagi Saudara ialah menemukan target yang
Tuhan tetapkan bagi Saudara demi kemuliaan Allah. Kalau kita sudah tepat pada target yang
Tuhan tetapkan bagi kita, barulah kita menjadi satu manusia yang tidak ada pelanggaran atau
tidak ada keadaan jatuh dari standard asli, baru kita disebut orang benar, orang yang sesuai
dengan kehendak Allah. Saya harap melalui pembinaan seperti ini, kita mengoreksi konsep-
konsep yang tidak benar.
Jika Saudara mengikuti kebaktian puluhan ribu kali atau ratusan kali di gereja setiap
minggu, tetapi teologi Saudara tidak dibereskan, kalau iman Saudara tidak dibereskan oleh
firman Alkitab sendiri, Saudara menjadi orang Kristen yang terus terjerumus di dalam konsep-
konsep yang salah, maka segiat apapun tidak ada gunanya karena Saudara belum pernah
menemukan target itu apa, belum pernah menemukan definisi yang benar itu apa. Pengertian-
pengertian yang mengoreksi membuat kita mendapatkan suatu integrasi yang betul-betul lengkap
dan mengerti Firman Tuhan dengan baik lalu membuat pelayanan kita menjadi baik.
Dari "hatta", "avon", "pesha", "adikia", "hamartia" ini, arti istilah dosa dalam seluruh
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru begitu jelas bahwa kalau standard yang ditetapkan oleh
Tuhan kita lepas atau kita kurangi atau belum kita capai disebut oleh Tuhan sebagai dosa.
d. Teosofi.
Teosofi mengajarkan bahwa semua pikiran meninggalkan jejaknya di tubuh dan muncul kembali
sebagai kecenderungan didalam inkarnasi yang akan datang. Roh manusia dapat berpindah dan
perbuatan manusia menentukan tubuh yang akan dimilikinya pada kelahirannya yang berikut.
Kebebasan dari dosa yaitu bila hilang di dalam perenungan meditasi.
e. Unitas.
Unitas mengajarkan bahwa tidak ada dosa, penyakit atau kematian. Allah tidak melihat ada yang
jahat pada manusia. Dosa hanyalah kekurangan dalam menunjukkan sifat ilahi. Saya tidak dapat
menyalahkan diri saya atau dunia karena saya mempunyai nafsu karena Allah ada dalamnya.
f. Mormonisme.
Mormonisme mengajar bahwa Adam perlu mengambil bagian dalam memakan buah yang
dilarang. Bila tidak demikian ia tidak mengetahui yang baik dan yang jahat dan tidak mempunyai
keturunan di dunia.
H. Hakekat Dosa
Didalam menjawab pertanyaan "hakekat dosa", maka pembahasan kita tidak dapat
lepas dari "makna hakekat" dan juga studi tentang "hakekat". Studi mengenai hakekat dikenal
dengan ontologi, yaitu suatu bidang didalam filsafat.
Studi ttg hakekat pada dasarnya adalah mempertanyakan permasalah yang dihadapi secara terus-
menerus (ontological question), sampai jawaban akhirnya adalah "sudah dari sananya". Kalimat
"Sudah dari sananya" dianggap sebagai hakekat dari permasalahan yang dihadapi.
(Dalam arti yang lebih luas, ontological question tidak akan berhenti sampai disini saja, segala
'akibat' pasti memiliki 'sebab' dan hal tersebutlah yang dipahami sebagai hakekat, yakni: Suatu
'sebab' yang tidak memiliki 'penyebab')
Kembali pada tujuan menjawab permasalahan "hakekat dosa", maka pembahasan harus
kembali kepada penciptaan manusia:
Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita,..." -
Kejadian 1:26
Dari kutipan diatas, kita dapat melihat bahwa manusia dicipta menurut gambar dan rupa Allah.
Pengertian disini bukanlah "benar-benar sama" tetapi "menurut...". Manusia adalah turunan
(derivasi) dari Yang Sempurna, akan tetapi manusia sendiri tidak sempurna.
ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas
hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup. - Kejadian
2:7
Dari Kejadian 2:7 diatas kita dapat melihat bahwa manusia dibentuk dari debu tanah
yang kemudian Dihembusi-Nya nafas hidup. Hal ini menjawab mengapa manusia yang dicipta
menurut gambar Yang Sempurna tidak dengan serta-merta menjadi sempurna. Yaitu karena
manusia terdiri atas 2 substansi: Debu tanah yang bersifat fana dan nafas hidup ilahi yang
bersifat kekal. Akibatnya manusia memiliki sifat keterbatasan & kesementaraan maupun sifat
kemuliaan & kekekalan.
(Manusia diciptakan dari material yang sudah ada, yaitu material yang SUDAH diciptakan-
Nya, yaitu debu tanah. Kata yang digunakan untuk 'membentuk' adalah { ytsar, formed}
yang berbeda dengan kata yang digunakan dalam Kej 1:1 untuk 'menciptakan'
yaitu { br', created}. Penciptaan langit & bumi tidak menggunakan material yang telah
ada sebelumnya, creatio ex nihilo. Manusia dicipta dari 'yang ada' menjadi 'ada')
Kembali pada Pasal 1 dalam kitab Kejadian, kita dapat melihat bahwa setelah Allah
menyelesaikan seluruh ciptaan-Nya, bumi & seluruh isinya, Allah menyatakan bahwa,"segala
yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik":
Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik. Jadilah petang dan
jadilah pagi, itulah hari keenam. - Kejadian 1:31
Dari konfirmasi Allah tersebut kita dapat melihat bahwa seluruh ciptaan Allah, termasuk manusia
adalah, "sungguh amat baik".
(Allah yang mengkonfirmasi ciptaan-Nya sebagai, "sungguh amat baik" dan tidak ada dosa
yang baik dihadapan Allah. Sehingga pemahaman yang paling baik didalam hal penciptaan
manusia ini adalah bahwa manusia pertama, laki2 & perempuan, dicipta-Nya tanpa dosa)
Sebelum kita melanjutkan pembahasan, ada suatu pemahaman yang harus kita mengerti terlebih
dahulu, dan akan menjadi dasar dari uraian diberikut:
Walaupun manusia yang dicipta-Nya memiliki keterbatasan, akan tetapi manusia adalah
makhluk yang bersifat mulia dan tidak berdosa pada saat dicipta
Keberadaan manusia pada saat penciptaan (creation) adalah POSSE-PECARRE (bisa - berdosa;
karena belum jatuh kedalam dosa), yaitu manusia dicipta dalam keadaan NETRAL: Bisa
memilih untuk berdosa vs tidak berdosa.
Selanjutnya pembahasan ini akan melihat kembali peristiwa kejatuhan manusia, dimulai dari
perintah-Nya dan kemudian dengan pelanggaran manusia:
Lalu TUHAN Allah memberi perintah ini kepada manusia: "Semua pohon dalam taman ini
boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang
jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau
mati." - Kejadian 2:16;17
Kita dapat melihat bahwa Allah memberi suatu perintah langsung kepada Adam, didalam Kej
2:16-17 diatas. Dengan suatu konsekuensi yang harus ditanggung apabila dia melanggar perintah
tersebut. Konsekuensi dari pelanggaran tersebut adalah sesuatu hal yang sangat serius yaitu
kematian
(Kematian memiliki 2 pengertian: Kematian secara fisik & kematian secara spiritual. Adam &
Hawa memang tidak mati secara fisik pada saat mereka memakan buah pengetahuan tersebut,
akan tetapi kematian secara spiritual terjadi pada saat mereka memakannya. Mereka hidup
terpisah dari Allah dalam kutukan-Nya.)
Tetapi ular itu berkata kepada perempuan itu: "Sekali-kali kamu tidak akan mati, tetapi Allah
mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka,dan kamu akan
menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat." Perempuan itu melihat, bahwa
buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati
karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan
diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminyapun
memakannya. - Kejadian 3:4-6
Dari kutipan diatas kita dapat melihat bujukan iblis, yang dapat dibagi sebagai berikut:
1. Tidak akan mati pada saat memakan buah tsb.
2. Akan menjadi sama seperti Allah, tahu yang baik & yang jahat
Dan kita juga dapat melihat respon dari perempuan itu (Hawa): "...menarik hati karena memberi
pengertian (yang baik & yang jahat)"
Seharusnya pada saat ini kita telah dapat melihat hakekat dosa, berdasarkan kata-kata
bujukan iblis & respon yang diberikan Hawa (yang juga disetujui oleh Adam):
Pertama, manusia melanggar perintah langsung dari Allah & sekaligus 'mempertanyakan'
konsekuensi serius yang harus mereka hadapi pada saat melanggar perintah Allah yaitu
kematian.
Kedua, manusia bertindak seperti hakim, sebagai penentu mana yang benar & salah, menjadi
verifikator dari pernyataan Allah. Allah menyatakan "pastilah engkau mati"vs pernyataan
iblis "sekali-kali kamu tidak akan mati". Apabila pemikiran perempuan tersebut dituliskan
mungkin adalah sbb: "Masa sih mati? Kata ular tidak mati! Bahkan memberi pengertian". Dan
mereka pun memilih untuk melanggar perintah Allah, sambil mempertanyakan pernyataan
Allah, "pastilah engkau mati". Mereka pun mencurigai motivasi Allah pada saat Dia memberikan
larangan tsb, "Allah melarang karena Dia tidak mau 'disamai' oleh kita manusia ciptaan-Nya".
(Dari point pertama & kedua diatas, kita dapat melihat bahwa manusia pertama menolak atau
dengan kata lain menindas kebenaran Allah, yaitu apa yang Allah sendiri nyatakan)
Ketiga, manusia ingin menjadi 'seperti' Allah, dengan kata lain ingin melakukan kudeta dan
kemudian mengambil alih apa yang sebenarnya merupakan hak Allah (yaitu kualitas yang
dimiliki Allah) dalam hal ini, seturut bujukan iblis, adalah memiliki pengetahuan yang baik &
yang jahat.
(Karena manusia memberontak kepada Allah, INGIN menjadi sama dengan Allah, sehingga
pada saat yang bersamaan manusia HARUS menolak eksistensi Allah sebagai Yang Berdaulat &
Yang Berkehendak.)
Dalam Kejadian 3:14-19 kita dapat melihat kutukan Allah, baik kepada ular sang Iblis,
manusia laki-laki & perempuan, dan juga kepada bumi (lih. ayat 17). Dan pada saat itulah
manusia terpisah dari hadapan Allah oleh karena dosa yang mereka pilih sendiri. Mereka
menanggung konsekuensi terusir dari tempat dimana Allah menempatkan mereka, yaitu Firdaus.
(Perhatikan, manusia yang memilih - dengan kebebasannya - untuk melawan Allah, yaitu
berbuat dosa. Bukan Allah yang menetapkan dosa ataupun menetapkan manusia untuk jatuh
kedalam dosa. Akan tetapi, sekalilagi, MANUSIA YANG MEMILIH UNTUK BERDOSA )
Kejatuhan manusia itulah yang menjadi awal masuknya dosa kedalam dunia (original sin, dosa
asal), yaitu dosa yang diturunkan dari generasi ke generasi (bdk Rm 5:12-15). Setiap manusia
memiliki kecendrungan untuk selalu berbuat dosa dengan kebebasan kehendaknya.
Akibat kejatuhan manusia, keberadaan manusia adalah NON POSSE - NON PECARRE (tidak
bisa - tidak berdosa = selalu berbuat dosa) yaitu hilangnya netralitas kehendaknya (bandingkan
dengan kondisi manusia pada saat penciptaan yang bersifat netral). Manusia tidak lagi NETRAL:
Memilih berdosa vs tidak berdosa, akan tetapi memiliki kecendrungan untuk selalu berbuat dosa.
(Setelah manusia jatuh kedalam dosa, 'kebebasan kehendak' manusia menjadi hilang, dalam arti
kehilangan netralitas pilihannya. Saat seseorang hanya bisa memilih untuk tidak taat, hanya
bisa melakukan dosa, dirinya tidaklah bebas untuk berkehendak melakukan yang Benar
dihadapan Allah)
Kembali pada hakekat dosa, kita dapat melihat dosa esensial (dosa yang mendasar) yang
dilakukan oleh manusia:
(Apabila terus dipertanyakan 'sebab' dari Adam berdosa, maka jawaban akhirnya adalah karena
dia ingin memiliki kualitas sebagaimana yang Allah miliki. Dan satu-satunya cara adalah
dengan menolak keberadaan/eksistensi Allah sebagai yang berdaulat dan menolak kebenaran-
Nya yaitu apa yang Allah nyatakan sebagai yang ' mutlak benar' dan harus ' mutlak ditaati'
pula.)
Relasi yang pertama adalah relasi antara kita dengan kita, diri kita dengan dirikita.
Hubungan ini dirusak oleh dosa karena di dalam dosa kita mendapatkan sesuatu kekuasaan yang
mengikat, dimana kita tidak sadar itu dosa. Maka bagi diri, dosa merupakan suatu kuasa yang
membelenggu kita, yang melawan kehendak Allah. Ini adalah relasi pertama yang dirusak. Pada
saat sesuatu yang kita kerjakan membelenggukita, tetapi tidak melawan kehendak Allah, itu
bukan dosa.
Jadi pertama, dosa dimengerti di sini sebagai satu istilah yang disebut sebagai kuasa.
Dosa bukan hanya dimengerti sebagai sesuatu kekuatan atau suatu kelakuan melainkan suatu
kuasa yang membelenggu dan mengikat kita. Itu disebut dosa. Di dalam Surat Roma, Paulus
mengatakan dengan jelas sekali, "Yang kuinginkan aku tak bisa melakukan, yang aku tak
inginkan justru aku lakukan." Apa artinya? "Aku tidak mempunyai kebebasan." Karena di dalam
diri ini ada sesuatu yang begitu berkuasa sehingga kebebasan diri dipengaruhi oleh kekuatan itu.
Itu disebut dosa. Jadi dosa dimengerti sebagai suatu kuasa yang membelenggu dan
menghancurkan kebebasan kita.
Relasi kedua adalah relasi antara diriku dan orang lain. Di sini dosa dimengerti sebagai
suatu kebebasan yang merugikan orang lain, baik sadar atau tidak sadar. Kelakuan dan dosa
dimengerti selain sebagai kuasa kini juga dimengerti sebagai kelakuan, "an action", "behaviour",
"conduct", "an expressed living style". Suatu cara hidup, kelakuan, perbuatan dan tindakan yang
sudah merugikan orang lain. Ini dimengerti sebagai dosa. Perlu kita perhatikan bahwa baik
istilah pertama: kuasa yang membelenggu, lalu istilah kedua: kelakuan yang merugikan,
keduanya adalah merupakan pengertian yang diambil dari hukum negara.
Dosa juga dimengerti dari relasi universal yang ketiga. Diri kita dengan setan yang
tidak kelihatan. Justru karena setan tidak kelihatan, itu menunjukkan ia hebat. Kalau setan setiap
hari membuat dirinya terlihat, ia kurang pandai. Kalau seorang maling berkata, "Berjaga-jagalah,
nanti malam jam 2 saya datang," dia maling yang bodoh.
Setan begitu pintar sampai dia mengatakan, "Sebab tidak ada setan, maka tidak perlu
takut kepada setan; sebab tidak ada setan, pasti juga tidak ada Allah." Maka akhirnya Saudara
tidak percaya setan, juga tidak percaya Allah. Saudara sudah masuk ke dalam jerat setan.
Prof. Kurtkoch dari Stuttgart University mengatakan, "Orang Jerman segan, malu, tidak
mau ke gereja karena mereka merasa modern. Tetapi justru pemimpin-pemimpin Jerman yang
tertinggi yang biasanya tidak mau ke gereja, takut dipermalukan orang lain, takut dianggap
terlalu ketinggalan, pada waktu menemukan kesulitan-kesulitan paling hebat di dalam
menjalankan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah, mereka selalu ke rumah dukun-dukun
untuk mendapatkan petunjuk dari para dukun. Ini gejala yang aneh. Manusia yang percaya Tuhan
seolah-olah ketinggalan jaman, tapi jika dalam keadaan krisis pergi mencari dukun, mereka tidak
takut. Demikian juga banyak pendeta-pendeta seolah-olah mereka memimpin orang lain, tetapi
pada waktu menghadapi kesulitan-kesulitan, mereka tidak bisa mengambil prinsip Alkitab untuk
membereskan persoalan. Mereka pergi mencari psikiater-psikiater yang bukan Kristen.Penipuan-
penipuan seperti ini terus-menerus terjadi karena kita tidak percaya jawaban yang sesungguhnya
adalah Firman Tuhan dan bagaimana mendapatkan jawaban melalui pimpinan Roh Kudus dan
Firman dan prinsip yang benar. Hubungan aku dengan setan ditiadakan oleh setan dengan
penipuan "tidak ada setan", sehingga karena Saudara kira tidak ada, Saudara tidak berjaga-jaga.
Pada saat itu dia sedang mengaitkan diri dengan Saudara. Ini merupakan sesuatu alat yang
mempersatukan manusia dengan setan.
Dosa dimengerti sebagai relasi universal keempat yaitu dosa merupakan sikap
melawan Allah; antara manusia dengan Allah. Relasi ini seharusnya mempunyai poros sesuai
dengan status asli yang ditetapkan oleh Tuhan, tetapi sekarang sudah dikacaubalaukan,
diputarbalikkan. Yang utama menjadi tidak utama, yang tidak utama menjadi yang utama, yang
mutlak menjadi tidak mutlak, yang tidak mutlak menjadi mutlak.
J. Penyebaran Dosa
Dosa bersifat universal. Tidak ada yang benar, seorang pun tidak (Roma 3:10; bnd
Roma 3:1-10,23; Roma 5:12, 19; Mzm 14:1). Hanya Yesus Kristus, yang hidup sebagai orang
tidak berdosa (Ibrani 4:15). Dosa itu menyeluruh bukan hanya secara geografis, tetapi
mempengaruhi setiap manusia secara keseluruhan. Yaitu:Kehendak (Yoh 8:34; Roma 7:14-24;
Efesus 2:1-3; 2 Petrus 2:19). Pikiran dan Pengertian (Kejadian 6:5; Efesus
4:17). Perasaan (Rm 1:24-27; I Tim 6:10; 2 Tim 3:4). Ucapan dan Perilaku (Mrk 7:21-22; Gal
5:19-21; Yak 5:3-9).
Keadaan manusia ini menurut John Calvin seorang tokoh reformasi Protestan disebut
sebagai kerusakan total (total depravity). Hal ini tidak berarti bahwa taraf kejahatan setiap
manusia sudah maksimal dan akan membuatnya setaraf dengan setan. Akan tetapi hal ini
menjelaskan bahwa tidak ada satu pun dari segi watak, karakter dan kepribadian manusia yang
luput dari pengaruh dosa (Rm 7:18-23).
Kenyataan bahwa orang sewaktu-waktu berpikir, berbicara atau bertindak dengan cara
yang relatif baik (Lukas 11:13; Rm 2:14-15), tidak membantah kerusakan total, karena baik
ini bukanlah kebajikan sepenuhnya sepanjang hidup yang memungkinkan manusia menghadap
Tuhan.
K. Jenis Dosa
Alkitab mengajarkan bahwa ada dua jenis dosa secara umum.
Yaitu, yang pertama disebut sebagai Dosa Warisan. Adam dijadikan Tuhan Allah
sebagai kepala umat manusia. Sebagai kepala umat manusia ia menerima perintah/perjanjian
Tuhan dan sebagai kepala umat manusia ia melanggar perintah/perjanjian itu. Rasul Paulus
mengatakan, karena seorang, dosa masuk ke dalam dunia (Roma 5:12,19). Akibatnya semua
orang sesudah Adam adalah berdosa di hadapan Allah. Bukan hanya itu saja, kesalahan Adam
juga diperhitungkan dan dijatuhkan kepada umat manusia keturunannya (Kej 3; Rm 3:23; Rm
5:18). Keberdosaan Adam, mengakibatkan masuknya dosa ke dalam dunia. Peristiwa tersebut
merupakan awal dari kerusakan moral manusia. Secara perlahan, dosa mempengaruhi aspek-
aspek hidup manusia, sehingga segala kecenderungan hati manusia adalah jahat sejak kecil
(Kejadian 8:21).
Kedua, adalah dosa perbuatan. Yaitu dosa yang dilakukan oleh individu manusia
yang bersangkutan, baik secara sengaja atau tidak sengaja dan diperbuat melalui
hati/pikiran/pandangan mata/perkataan dan perbuatan.
Kendati dosa adalah ihwal yang sangat menyedihkan, Alkitab menawarkan harapan dan
optimisme menghadapinya. Inti berita Alkitab adalah prakarsa akbar ilahi mengatasi dosa, yaitu
rencana Allah menyelamatkan manusia melalui Yesus Kristus. Bahwa keselamatan hanyalah dari
Allah saja. Keselamatan berpusat pada Yesus Kristus, Allah yang kekal, telah menjelma menjadi
manusia sebagai Adam terakhir, Juruselamat manusia. Dosa dikalahkan oleh karya Kristus
KelahiranNya yang ajaib, hidupNya yang taat kepada Alah secara sempurna, khususnya
kematianNya di kayu salib, kebangkitanNya dan kenaikanNya ke Sorga, kerajaanNya atas
sejarah umat manusia dan kedatanganNya yang kedua kali dengan penuh kemuliaan. Kuasa
rampasan dosa telah dibinasakan, tuntutannya yang sadis dan aneh ditelanjangi , kedok siasat
najisnya dibuka dan dibuang, akibat-akibat buruk dari kejatuhan Adam dibungkamkan,
diimbangi dan diimbali, sehingga kehormatan dan keakbaran Allah dibenarkan dan dikukuhkan,
kekudusanNya dimantapkan dan kemuliaanNya berjaya luas.
Itulah amanat akbar Alkitab "Allah dalam Kristus telah menaklukkan dosa!".
Dampak penaklukkan itu terungkap dalam kehidupan umat Allah, yaitu orang-orang yang oleh
iman kepada Tuhan Yesus Kristus dan karya penyelamatanNya yang tuntas sempurna,
dibebaskan dari kesalahan dan hukuman dosa. Dan mereka mengalami penaklukkan kuasa dosa
melalui kesatuan mereka dengan Kristus. Proses pengalaman ini akan mencapai puncaknya pada
zaman akhir pada waktu Kristus dalam kemuliaanNya datang untuk kedua kalinya. Pada waktu
itu pula umat Allah akan dikuduskan secara sempurna, dosa akan dienyahkan dari ciptaan Allah,
dan sorgaserta bumi baru akan terwujud dimana kebenaran diberlakukan.
N. Keselamatan
Alkitab menyatakan setiap orang yang percaya kepada Yesus pasti selamat (IYoh.5:10-
13). Seorang percaya dapat, bahkan harus yakin akan keselamatannya, jikalau ia tidak yakin akan
jaminan keselamatan ini, berarti ia telah menganggap Allah pendusta. Dasar keyakinannya
adalah firman Allah yang kekal (I Petrus 1:25). Ini adalah bukti obyektif.
Agama Islam memaknai Keselamatan manusia merupakan hasil upaya manusia dalam
menghasilkan amalan-amalan yang diperbuat dari manusia itu sendiri yang pada akhirnya oleh
Allah akan ditentukan (Istilahnya Ditimbang ) menurut standart Allah apakah manusia itu
dalam kehidupan dunianya melakukan amalan-amalan yang bertentangan dengan perintah Allah
(Dosa) atau amalan-amalan yang sesuai dengan perintah Allah (Pahala). Masing-masing hasil
amalan sebagai upaya manusia melakukan perintah (Pahala) dan menghindari larangan Allah
(menghindari Dosa) inilah yang menentukan keselamatannya yaitu Sorga atau Neraka.
Dalam Ajaran Kristen pun ada beberapa pengertian bagaimana cara Manusia
memperoleh Keselamatan. banyaknya pengertian Keselamatan ini dapat dimaknai dengan ada
banyaknya perbedaan pemahaman yang ditangkap oleh Umat Kristen terhadap penjelasan
Alkitab.
Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu,
sesungguhnya yang baru sudah datang (2 Korintus 5:17). Ayat ini berbicara mengenai seseorang
yang menjadi ciptaan baru sebagai hasil dari berada di dalam Kristus. Untuk seorang Kristen
kehilangan keselamatan, ciptaan baru ini harus dibatalkan.
Seorang Kristen ditebus. Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang
sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula
dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama
seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat (1 Petrus 1:18-19). Kata ditebus
merujuk pada pembelian yang dilakukan, harga yang dibayar. Untuk seorang Kristen kehilangan
keselamatannya, Allah sendiri harus membatalkan pembelian yang telah dibayarnya dengan
darah Kristus yang berharga.
Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah
oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus (Roma 5:1). Membenarkan berarti menyatakan
sebagai tidak bersalah. Semua yang menerima Yesus sebagai Juruselamat dinyatakan benar
oleh Allah. Untuk seorang Kristen kehilangan keselamatan, Allah harus membatalkan kata-
katanya dan membatalkan apa yang sebelumnya telah dinyatakanNya.
Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya
yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh
hidup yang kekal (Yohanes 3:16). Hidup kekal adalah janji untuk berada dalam kekekalan
bersama dengan Allah di surga. Allah berjanji, percayalah dan engkau akan beroleh hidup
kekal. Untuk seorang Kristen kehilangan keselamatan, hidup kekal harus diambil kembali. Jika
seorang Kristen dijanjikan untuk hidup selama-lamanya, bagaimana mungkin Allah melanggar
janjiNya dengan mengambil kembali hidup kekal itu?
Dan mereka yang ditentukan-Nya dari semula, mereka itu juga dipanggil-Nya. Dan mereka
yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya. Dan mereka yang dibenarkan-Nya,
mereka itu juga dimuliakan-Nya. (Roma 8:30). Sebagaimana kita pelajari dalam Roma 5:1,
pembenaran dinyatakan pada saat percaya. Menurut Roma 8:30 pemuliaan dijamin bagi semua
yang dibenarkan Allah. Pemuliaan adalah orang Kristen menerima tubuh kebangkitan yang
sempurna di surga. Jika orang Kristen dapat kehilangan keselamatan, Roma 8:30 salah, karena
Allah tidak dapat menjamin pemuliaan bagi semua yang ditentukanNya, dipanggil dan
dibenarkan.
Dalam Hal ini dapat disimpulkan bahwa seseorang dalam Kristus tidak akan kehilangan
keselamatannya, asalkan orang tersebut bertahan akan imannya sampai akhirnya. Proses
seseorang dapat telah menghilang akan keselamatannya ialah jika orang tersebut mengalami
kekecewaan dalam Tuhan Yesus, kemudan setelah mengalami kekecewaan tersebut, orang
tersebut tidak lagi mau mendengar setiap perkataan dalma firman Tuhan dan mengabaikannya,
kemudia setelah tidak mau lagi meresponi akan teguran atau janji-janji Allah tersebut, kemudian
setelah orang tersebut tidak mau lagi mendengar, lalu orang tersebut akan hidup dalam jalannya
sendiri tanpa Allah dan mulai hidup dalam dosa tersebut, kemudian setelah hidup dalam dosa, ia
akan mulai mendukakan Roh Kudus, serta memadamkan Roh dan akhirnya orang tersebut akan
menyangkal dan Murtad kepada Yesus dan inilah yang dikatakan orang yang kehilangan akan
keselamatannya.
Pembaharuan
Dalam Matius 19:28, dapat diakatakan bahwa pembaharuan dapat diartikan yaitu
penciptaan kembali. Dalam surat Titus 3: 5-6, dapat dikatakan bahwa kalimat tersebut ialah
kelahiran kembali menunjuk segi rohani dari kerajaan itu. Kelahiran kembali dapat
didefinisikan bahwa kita sudah mati dikuburkan dalam dosa namun kita diselamatkan atau
diberi kelahiran kembali oleh kasih karunia Kristus Yesus diatas kayu salib-Nya.Mustahil jika
orang yang ingin masuk kerajaan Allah tidak memiliki hiup yang baru.
Pembenaran
Roma 5:1 sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera
dengan Allah oleh karena Tuhan kita Yesus Kristus. Kata pembenaran ialah suatu istilah
pengadilan yang berarti menyatakan benar. Allah menyatakan orang berdosa yang sudah
diselamatkan tersebut sudah dibenarkan. Allah memberikan pembenaran oleh kasih karunianya
secara Cuma-Cuma kepada manusia (Roma 3:27), Pembenaran dibeli dengan darah Yesus.
Penyucian
Dalam pembenaran manusia dinyatakan supaya ia dapat menjadi benar dalam penyucian,
pembenaran ialah apa yang dialkukan oleh Allah untuk manusia dan penyucian ialah apa yang
dilakukan Allah dalam manusia. Penyucian terjadi secara berangsur-angsur oleh Roh Kudus dan
oleh Ffirman Tuhan oleh karena orang percaya akan serupa dengan Kristus.
Daftar Pustaka
Prof. Dr. J. Verkuyl. Etika Kristen Jilid I Bagian Umum. BPK Gunung Mulia. Jakarta .
Dr. Peter Wongso. Soteriologi (Doktrin keselamatan). Seminari A
A. PENDAHULUAN
Sesuatu hal jika diawali dengan kebenaran, maka, selanjutnya kebenaran itu akan selalu konsisten dengan awal
dari kebenaran itu. Banyak orang memulai sesuatu dengan hal yang salah sehingga pada akhirnya terjadi
kesimpangsiuran dan terus berusaha mempertahankan kesalahannya. Begitupun yang terjadi dalam dunia teologi.
Pemahaman yang keliru akan firman Tuhan akan menyebabkan doktrin yang salah, begitupun sebaliknya.
Perdebatan Augustinus (354-430) dan pelagius tentang dosa membuahkan dua pengertian yang berbeda diantara
mereka.
Augustinus berpendapat bahwa, kejatuhan manusia kedalam dosa menyebabkan kerusakan natur manusia itu
sendiri, sehingga manusia tidak dapat lagi berbuat apa yang baik menurut kehendak Allah( Roma 3:23). Tetapi
menurut pelagius, kejatuhan manusia kedalam dosa tidak membuat manusia kehilangan kehendak bebas. Tiap tiap
manusia lahir dengan tidak bercacat sama seperti Adam di firdaus. Jadi dosa turunan tidak diakuinya. Duduknya
dosa bukan didalam tabiat manusia, melainkan dalam kehendaknya. Tiap kali kalau manusia berbuat jahat itulah
manusia berdosa. Dosa tidak diwariskan turun temurun, tetapi teladan Adam yang jahat itu ditiru oleh anak-
anaknya.[1] Sungguhpun demikian banyak juga orang dalam gereja yang berkeberatan terhadap teologi Augustinus.
Di Gallia selatan timbul ajaran dari orang semi(setengah) pelagian, yang mencari suatu jalan kompromi supaya
moralisme Kristen dapat dipertahankan. Kata mereka: oleh jatuhnya Adam kehendak manusia hanya dilemahkan
saja, sehingga manusia dapat berbuat baik lagi. Ia tidak mati (Augustinus) dan tidak pula sehat (Pelagius), melainkan
sakit. Kehendak manusia yang bebas harus menerima pertolongan ini, supaya dengan demikian manusia dengan
Allah boleh bekerja bersama-sama sampai keselamatan itu diperoleh(inilah ajaran sinergisme). Pandangan ini di
pegang oleh golongan Arminian, yang juga mengalami suatu perdebatan yang serius dengan pemegang
teologi Augustinus yaitu Calvinisme. Pertentangan antara Arminianisme dengan calvinisme secara esensial terletak
pada apakah kehendak manusia turut menentukan selamat tidaknya manusia. penganut Armenian mengakui secara
(pasif) adanya kehendak manusia yang turut menentukan. Sebaliknya penganut calvinis menolak adanya kehendak
manusia. manusia tidak bisa mencapai keselamatan, hanya anugrah Allah.Reaksi pengikut calvin melalui sidangnya
di Dordrecht (1618-1619) memberikan lima dasar untuk melawan para pengikut armenius. Kelima pokok dasar itu
lebih dikenal dengan sebutan TULIP. Dalam bagian ini kami akan membahas mengenai salah satu dari kelima pokok
dasar tersebut yaitu, TOTAL DEPRAVITY ( Kerusakan Total).
Kerusakan total adalah sebuah istilah yang sering di salah mengerti. Secara negatif, konsep ini tidak berarti
bahwa (1) setiap orang menjadi rusak setotal yang bisa dimungkinkan (2) orang yang belum lahir baru tidak
memiliki hati nurani yang dengannya mereka bisa membedahkan yang baik dan yang jahat (3) orang yang belum
lahir baru pasti akan berkubang didalam setiap bentuk kejahatan yang bisa dibayangkan(4) orang yang belum lahir
baru tak mampu melakukan tindakan-tindakan yang baik dan bermanfaat didalam pandangan orang lain. Karena
orang sering salah mengerti tentang kerusakan total maka Anthony Hoekema lebih memilih istilah kerusakan
pervasif. Yang berarti 1. Kerusakan akibat dosa asal menjangkau setiap aspek natur manusia: termasuk rasio,
kehendak bebas, selera dan dorongan-dorongannya. 2. Secara natur tidak ada kasih kepada Allah didalam diri
manusia sebagai prinsip yang memotifasi hidupnya.[2]
Cara lain untuk menjelaskan kerusakan total adalah dengan menyebutnya ketidakmampuan total, pada
umumnya banyak orang lebih menyukai istilah ini daripada kerusakan total, karena kerusakan total memberi kesan
bahwa manusia telah menjadi seburuk yang dimungkinkan. Istilah ini menyarankan bahwa keberdosaan manusia
adalah lebih merupakan adanya kekurangan pada manusia dari pada suatu karakteristikyang positif. Tetapi istilah ini
berguna untuk menjelaskan fakta mengenai ketidakmampuan manusia untuk melakukan, memahami, atau bahkan
menginginkan kebaikan.[3] seseorang yang mengalami kerusakan total bukan berarti bahwa kejahatan dalam
dirinya sudah mencapai intensitas atau derajat yang maksimal, melainkan bahwa kejahatan dalam dirinya telah
mencapai ekstensitas luas cakupan yang maksimal.Kerusakan total bukan berarti ia tidak dapat menjadi lebih jahat,
melainkan bahwa tidak ada satupun perbuatannya yang baik. Kejahatan meresapi setiap kemampuan jiwanya dan
setiap bidang kehidupannya. Ia tidak mampu melakukan satu hal pun yang baik.[4] Dalam pengertian bahwa
kerusakan total disini bukan berarti keburukan / kebobrokan manusia sudah mencapai taraf yang maksimal - bahwa
manusia sudah menjadi sejahat yang dapat dilakukan olehnya, kurang lebih seperti Iblis.Jadi kerusakan total bukan
berarti ia tidak dapat menjadi lebih jahat lagi, melainkan bahwa tidak ada satupun perbuatannya yang baik. Karena
Dosa telah merusak setiap aspek kehidupannya.
Sebagai contoh: Anak-anak yang melakukan kebohongan-kebohongan kecil, namun mereka bisa saja melakukan
kebohongan yang lebih buruk dari itu. Tetapi kebohongan-kebohongan kecil tersebut tetap merupakan suatu
kesalahan dan tidak ada kebaikan dalam kebohongan yang mereka lakukan. Oleh karena itu mereka dapat disebut
jahat.Namun mereka tidak sejahat yang dapat mereka lakukan.
Jadi ada 3 unsur yang terdapat di dalam perbuatan baik yang sesungguh-sungguhnya, yaitu: Iman yang sejati,
kesesuaian dengan hukum Allah, motivasi yang benar.
Sebaliknya , perbuatan baik yang relative bisa memiliki bentuk lahiriah yang benar tetapi tidak bersumber dari iman
yang sejati atau tidak dilakukan untuk kemuliaan Allah. Sehingga orang yang belum dilahirbarukan dapat
melakukan perbuatan baik yang relative meskipun mereka berada dalam kerusakan total.
Contoh:
Orang yang merampok, namun uang hasil rampokan tersebut dibagikan kepada orang-orang miskin.
Inilah kerusakan total. Manusia tidak dapat memilih Yesus. Manusia bahkan tidak dapat mengambil
langkah pertama untuk datang kepada Yesus, kecuali Bapa yang menarik dia. Kerusakan Total ini bersifat universal.
Tidak ada seorangpun yang dapat datang, demikian Firman Tuhan. Bukan Sebagian orang yang tidak dapat
datang. Ini menyatakan ketidak mampuan total yang universal. Alkitab memberikan bukti dengan jelas mengenai
efek dari permulaan dari karya Roh Kudus:
Pembaharuan hati, kelahiran, penciptaan dan kebangkitan. Istilah-istilah ini menyatakan dengan jelas
ketidakmampuan moral manusia yang bersifat total.[5]
Dosa mengubah hidup manusia. dulu hidup itu penuh dengan keenakan dan kepuasan. Manusi ditempatkan
didalam taman eden. Sesudah dosa datang manusia harus bekerja dengan susah payah. Didalam faktor-faktor hidup
yang tertinggi, kerusakan tampak juga, yaitu: didalam perkawinan, cinta perempuan menjadi kinginan nafsu, hal
melahirkan anak menjadi penuh penderitaan, kasih seorang laki laki terhadap istri menjadi keras disebut
memerintahkan. Singkatnya hidup yang sempurna menjadi hidup yang penuh kesukaran dan kesusahan.(kej 3:16-
19).
Dosa tidak hanya membawa kematian bagi manusia, tetapi juga kehendak untuk melakukan dosa baru. Tidak
seorang pun dengan kemauannya sendiri dapat melepaskan diri dari rentetan kejahatan dosa dan kehendak untuk
berbuat dosa.[6] Kita percaya, bahwa oleh ketidaktaan Adam dosa turunan sudah menjalar kepada seluruh umat
manusia. dosa turunan itu adalah kerusakan seluruh kodrat, dan cacat turunan. Kanak-kanak pun sudah dicemari
olehnya, bahkan didalam kandungan ibunya.
Disini kami akan memaparkan beberapa pengakuan iman dan pokok ajaran yang membahas mengenai
kerusakan total dari manusia yang telah jatuh dalam dosa.
Pengakuan iman Gereja Belanda
Psl 15
Kita percaya bahwa oleh ketidak taatan Adam dosa turunan sudah menjalar kepada seluruh umat manusia. dosa
turunan itu adalah kerusakan seluruh kodrat dan cacat turunan. Kanak-kanakpun sudah dicemari olehnya, bahkan
didalam kandungan ibunya. Dosa tersebut menghasilkan didalam manusia bermacam-macam dosa, seolah olah
menjadi akarnya didalam dirinya. Oelh karena itu dosa turunan itu sedemikian buruk dan keji dihadapan Allah,
sehingga sudah cukup untuk menghukum seluruh umat manusia. bahkan oleh baptisan pun dosa turunan itu di
tiadakan, dan akarnya tidak dicabut seluruhnya. Sebab dosa selalu memancar dari dalamnya bagaikan air dari mata
air yang mendatangkan celaka. Meskipun demikian kepada anak anak Allah dosa turunan itu tidak diperhitungkan
menjadi sebab penghukuman, tetapi diampuni, oleh rahmat dan kemurahan hati Allah, bukan supaya mereka bisa
tertidur dan sentosa ditengah-tengah dosa, melainkan supayakesadaran akan kerusakan itu membuat orang percaya
seringkali berkeluh dan berkeinginan supaya dilepaskan dari tubuh maut. Dalam hal ini kita menolak ajaran sesat
kaum Pelagius, yang menyatakan bahwa dosa itu adalah tiruan semata-mata. [7]
E. Bab IV KESIMPULAN
Kejatuhan manusia pertama kedalam dosa tidak terjadi diluar izin ketetapan Allah. Allah tidak meyebabkan
manusia jatuh, tetapi Ia mengizinkannya. Hal ini menimbulkan pertanyaan yang sulit. Bagaimana Allah
mengizinkan hal-hal yang bertentangan dengan kehendaknya?Agustinus berkata :
Makna dari pernyataan, karya karya Allah adalah agung, segalah tindakan kehendaknya dipertimbangkan dengan
baik adalah bahwa didalam cara yang ganjil dan tak terungkapkan, bahkan hal yang bertentangan dengan
kehendaknya tidak akan terjadi tanpa kehendaknya. Jadi, dosa bertentangan dengan kehendak Allah, tetapi tidak
perna berada diluar atau melampaui kehendak Allah. Allah mengizinkan kejatuhan terjadi karena didalam
kemahakuasaanya. Ia bisa mendatangkan kebaikan bahkan dari kejahatan.tetapi fakta bahwa dosa manusia tidak
terjadi diluar kehendak Allah, tidak bisa dijadikan dalil dan tidak bisa juga dipakai untuk menjelaskan dosa. Dosa
akan selalu merupakan teka-teki.[22]
Perasaan malu merupakan tanggapan langsung dari hati nurani yang bersalah. Adam dan hawa sadar bahwa
mereka telah melakukan kesalahan, dan oleh karenanya mereka berusaha untuk menutupi diri dengan menyamat
daun ara. Perasaan malu yang terpusat pada bagian tubuh yang ditandai oleh organ-organ kelahiran memiliki makna
yang dalam, yaitu bahwa manusia secara ingstingtif [23]merasa bahwa bahkan asal dan sumber dari kehidupannya,
telah tercemar oleh dosa. Akibat berikut dari dosa pertama adalah rasa takut. Laki laki dan istrinya itu bersembunyi
dari Allah; ketika Allah memanggil, Dimanakah engkau? Adam menjawab aku menjadi takut (kej 3:10).
Kesadaran bahwa mereka bersalah menimbulkan rasa takut, takut akan apa yang mungkin Allah perbuat terhadap
mereka sebagai hukuman atas dosa mereka.
Bersamaan dengan rasa takut munculah pengelakan tanggung jawab. Yang Adam katakan kepada Allah adalah
aku menjadi takut karena aku telanjang; sebab itu aku bersembunyi, yang seharusnya ia katakan adalah ia merasa
takut karena ia tahu ia telah bersalah, tetapi sebaliknya ia berusaha untuk menutupi kesalahannya. Adam mengelak
dan menyalakan hawa yang pada akhirnya menyalahkan ular. Baik Adam maupun hawa tak bersedia memikul
tanggung jawab atas kesalahan akibat dosa pertama ini.
Satu pertanyaan yang penting dan begitu menarik dikalangan ahli teologi untuk di bahas adalahBagaimana
mungkin manusia yang hidup kudus jatuh dalam dosa?
Sekalipun jawaban untuk pertanyaan ini mungkin melampaui pengertian manusia dan tidak akan pernah dapat
dijawab oleh manusia, ada beberapa hal yang perlu diperhitungkan
1. Adam dan hawa diciptakan sebagai mahkluk yang bebas, serta tanpa dosa, dengan kemampuan untuk berbuat dosa
dan tidak berbuat dosa.
2. Pencobaan yang dialami oleh pasangan manusia ini berbedah dari pencobaan yang dialami oleh iblis, karena
pencobaan manusia berasal dari luar diri mereka; iblis yang menggoda untuk berbuat dosa.
3. Sekalipun godaan itu berasal dari luar dirinya, adam sendiri telah mengambil keputusan utnuk tidak menaati Allah
dia dianggap untuk bertanggun jawab atas dosa.
4. Bagaimana dorongan yang berdosa dapat terbit didalam jiwa mahkluk yang kudus yang tak berdosa merupakan
masaalah yang melampaui pengertian kita. Salah satunya penjelasan yang memuaskan adalah manusia jatuh karena
kemauannya sendiri untuk memutuskan memberontak terhadap Allah.
Bagaimana mungkin Allah yang adil dapat bertindak secara adil ketika membiarkan manusia dicobai?
1. Perlunya suatu masa percobaan.
Allah telah memberikan kepada manusia kemampuan untuk memilih yang memungkinkan manusia untuk menolak
dengan kehendak Allah yang sudah diketahuinya.memang manusia diciptakan dengan kecenderungan untuk tunduk
kepada Allah. Namun karena ia memiliki kemampuan untuk memilih yang sebaliknya, maka kecenderungan ini
akan diperkuat apabil ia dengan tegas memilih untuk patuh kepada Allah, sedangkan ia mempunyai kesempatan
untuk memilih sebaliknya.
2. Perlu adanya seorang penggoda
Iblis jatuh tanpa godaan dari luar, iblis berbuat dosa dengan sengaja, didorong oleh ambisi yang tidak sehat.
Seandainya manusia jatuh tanpa ada penggodanya, maka itu berarti manusia menciptakan dosanya sendiri.
3. Kemungkinan menolak godaan kepada Allah
Didalam pencobaan itu sendiri, sama sekali tidak ada kekuatan yang dapat memaksa manusia untuk berbuat dosa.
Kemampuan manusia untuk memilih taat kepada Allah sebesar kemampuannya untuk tidak taat kepada Allah. [24]
Karena semua orang telah berdosa dan telah kehilangan(kekurangan) kemuliaan Allah dan oleh kasih karunia telah
dibenarkan dengan Cuma-Cuma karena penebusan dalam Krisstus Yesus. Roma 3 : 23-24)
jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri sendiri dan kebenaran tidak ada
didalam kita. Jika kita mengaku Dosa kita maka ia adalah setia dan adil, sehingga ia akan mengampuni segalah
dosa kita dan menyucikan kita dari segalah kejahatan. Jika kita berkata, bahwa kita tidak berbuat dosa, maka kita
membuat Dia menjadi pendusta dan firman-Nya tidak ada didalam kita. (1 yoh. 1:8-10). Solideo Gloria
Daftar Pustaka
-Alkitab
-Berkhof, louis, Teologi Sistematika, Doktrin Manusia, Surabaya: Momentum 2011
-Dr.Berkof,H.*Dr.Enklar,I, Sejarah Gereja,Jakarta: Bpk 2009
-Thiesen, Henry c, Teologi Sistematika, Malang: Gandum Mas 2003
-Hoekema, Anthony, Manusia: Ciptaan menurut Gambar Allah, Surabaya: Momentum 2010
- Erickson, Miliar J, Teologi Kristen, malang: Gandum Mas, 2003
- Tong, Stephen, Yesus Kristus Juruselamat Dunia, surabaya: Momentum 2005
- Dr. Sudarmo,R, Iktisar Dogmatika, Jakarta: Bpk Gunung Mulia 2002
- Van Den End, Th, Enam Belas Dokumen Dasar Calvinisme, jakarta Bpk Gunung Mulia 2004
- Berkhof, louis, Teologi Sistematika, Doktrin Keselamatan, Surabaya: Momentum
- Lohse, Bernhard , Pengantar Sejarah Dogma Kristen, Jakarta: Bpk Gunung Mulia 2011
- Palmer Edwin, Lima Pokok Calvinisme, surabaya: Momentum 2011
[1] Dr.H.Berkhof * Dr.I.H.Enklar, Sejarah Gereja (Jakarta, Bpk Gunung Mulia, 2009) Hlm. 68-69
[2] Anthony A. Hoekema, Manusia: ciptaan menurut Gambar Allah, (surabaya, Momentum, 2010), Hlm. 129
[3] Edwin Palmer, Lima Pokok Calvinisme, (surabaya: momentum, 2011) hlm. 9-10
[4] .Ibid. Hlm.2
[5] http://www.sarapanpagi.org/total-depravity-kerusakan-total-vt2946.html
[6] Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen, (Jakarta: Bpk Gunung Mulia, 2011), hal. 142
[7] Th. Van Den End, Enam Belas Dokumen Dasar Calvinisme, (jakarta, Bpk Gunung Mulia, 2004), Hlm. 31-32
[8] .Ibid. Hlm. 73
[9] Ibid. Hlm. 104
[10] . Stephen Tong, Yesus Kristus Kuruselamat Dunia, ( surabaya, momentum 2005), Hlm 45-46
[11] Louis Berkhof, Teologi Sistematika Vol.IV (surabaya, momentum 2011), Hlm 86
[12] .Ibid Hlm. 87
[13] Dr. R. Sudarmo, Iktisar Dogmatika, ( Jakarta:Bpk Gunung Mulia, 2002
[14] .Ibid hlm 21
[15] .Ibid hlm 23
[16]. Ibid Hlm. 100
[17] Anthony A. Hoekema, Manusia: menurut gambar Allah (surabaya, Momentum, 2010) Hlm.168
[18] Miliar J. Erickson, Teologi Kristen, (malang, Andum Mas, 2003), Hlm. 212
[19] .Ibid. Hlm. 217-218
[20] Berkenaan dengan hal-hal non fisik atau tidak kelihatan
[21] Henry C. Thiensen, Teologi Sistematika, (Malang, Gandum Mas: 2003) Hlm. 282
[22] Ibid. Hlm. 169
[23] Menurut ingsting (naluri)
[24] Henry C. Thiessen, Teologi sistematika, (Malang: Gandum Mas, 2003), Hlm.270-271
Diposkan oleh samuel diati di 08.19