Anda di halaman 1dari 95

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Perkembangan iman Kristen merupakan salah satu harapan dan tujuan di

dalam pelayanan gereja, maka setiap orang yang percaya diharapkan dapat

bertumbuh dan menjadi matang dalam hidup kerohanian untuk mendekat kepada

Allahnya. Setiap makhluk pasti bertumbuh dan berkembang. Demikianlah juga

umat Tuhan harus bertumbuh, sebab pertumbuhan membuktikan kehidupan dan

kesejatian. Efesus 4:11-16, adalah nats yang menyatakan visi Allah tentang

pertumbuhan iman Kristen. “Allah menghendaki umatNya mencapai pertumbuhan

iman yang sehat dan sempurna. Pertumbuhan artinya hidup akan mengalami

proses perkemebangan atau perubahan dalam segala aspek kehidupan orang

kristen.”1

Kehidupan orang Kristen berada di tengah-tengah dunia atau masayarakat

yang beraneka ragam kepercayaan. Seperti alkitab mengatakan “kamu ku utus

seperti domba di tengah-tengah serigala”. Artinya, kehidupan Kristen memiliki

tantangan yang besar, yaitu hidup di tengah-tengah banyak orang dunia yang

belum mengenal dan percaya kepada Allah secara benar, orang Kristen hidup di

berbagai suku, budaya tradisi masing-masing dengan berbagai paham kepercayaan

leluhurnya seperti paham animisme, sinkretisme, dan oklutisme. Dan itu sangat

bertentangan dengan iman Kristen. Orang Kristen diuji, dalam keadaan yang

Yusuf Eko Basuki, pertumbuhan iman yang sempurna (yogyakarta:


1

Garudhawaca online books, 2014),1.

1
demikian, apakah iman kepercayaannya tetap dipertahankan atau terpengaruh oleh

berbagai paham di dunia sekitarnya.

Iman Kristen yang diajarkan oleh TuhanYesus, berbeda dengan iman yang

dimiliki oleh agama-agama atau kepercayaan yang lain. Iman Kristen adalah iman

yang menyelamatkan, karena barang siapa beriman kepada Tuhan Yesus, akan

menerima hidup yang kekal (Yoh.3:16). Namun, demikian orang Kristen jangan

sombong dengan sebuah identitas nama Kristen, karena orang Kristen pun

banayak berperilaku tidak seperti orang yang sungguh-sungguh beriman kepada

Tuhan. Justru sebaliknya, terdapat banyak orang Kristen yang berperilaku tidak

jujur, korupsi, berjudi, minum minuman keras, perselingkuhan, dan sebagainya.

Hal ini terlihat kebanyakan terjadi terhadap anggota jemaat di gereja-gereja yang

basisnya orang kristen. Ini menandakan bahwa orang Kristen belum sungguh-

sungguh dewasa dalam iman dan justru orang Kristen menjadi sumber masalah di

gereja bahkan menjadi batu sandungan bagi masyarakat sekitarnya yang bukan

orang kristen.

“Orang Kristen yang tidak dewasa rohani akan menjadi batu sandungan
bagi orang lain baik dalam hal perkataan dan perbuatan dalam perilaku
hidupnya. Sebagaimana seorang bayi yang selalu ingin menang dan
menguasai sesuatu, orang Kristen yang belum dewasa rohani juga akan
menjadi pribadi yang sangat egois tanpa peduli terhadap kepentingan
orang lain. Orang-orang seperti ini akan merugikan orang lain.
Akibatnya mereka akan dijauhi dan dibenci oleh orang-orang yang ada
di sekitarnya”.2

Orang Kristen butuh kedewasaan iman dalam berperilaku di tentah-tengah

dunia sekitarnya, Untuk mencapai kedewasaan iman atau rohani membutuhkan


2
Agung Gunawan, “Pemuridan Dan Kedewasaan Rohani,” Sola Gratia:
Jurnal Teologi Biblika dan Praktika 5, no. 1 (7 Februari 2020): 3,
https://doi.org/10.47596/solagratia.v5i1.52.

2
proses yang cukup panjang. Kedewasaan iman dapat terbentuk melalui proses

pengajaran iman kristen. Melalui pengajaran iman, seorang Kristen akan dibentuk

secara perlahan namun pasti menjadi murid Kristus yang memiliki perubahan

perilaku hidup yang baik seperti kristus. Pertumbuhan iman Kristen merupakan

pokok penting, yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan orang percaya.Tentunya

Allah menciptaakan setiap manusia, dengan pengetahuan dan pengenalan akan

Dia. Namun, kejatuhan manusia ke dalam dosa membuat hubungan manusia

denagan Allah menjadi terputus. Tetapi, kasih Allah memberikan sebuah proses

kepada manunusia untuk bertumbuh melalui iman untuk mengenalnya dan

diselamatkan Kembali dari hukuman dosa. Seperti Firman-Nya dalam 2 Petrus

3:18 “tetapi bertumbuhlah dalam kasih karunia dan dalam pengenalan akan Tuhan

dan Juruselamat kita, Yesus Kristus. bagiNya kemuliaan, sekarang dan sampai

selama-lamanya.”Lewat pemahaman firman Tuhan ini dapat dilihat akan

pentingnya bertumbuh di dalam Kristus dalam segala aspek kehidupan orang

percaya. Sebagaiamana penjelasan, Fowler yang di kutip, Yunardi Kristian Zega,

mengatakan bahwa;

“Iman adalah upaya yang dilakukan seseorang untuk menciptakan,


memelihara, dan mentransformasi sebuah arti, hal mana iman meliputi
seluruh aspek kehidupan manusia dalam berbagai sumber yang
merupakan pokok utama dalam kehidupan manusia untuk memberikan
sebuah arti. Fowler menjelaskan iman dalam tiga aspek, yakni (1) iman,
yaitu cara seseorang melihat hubungan yang dimilikinya dengan orang
lain, dengan siapa dia merasa dapat bersatu berdasarkan keserupaan dari
latar belakang, tujuan, dan pengartian yang searah dari orang-orang
yang ada di sekelilingnya; (2) iman merupakan cara berpikir seseorang
dalam menafsirkan dan menjelaskan seluruh peristiwa dan pengalaman
yang berlangsung dalam segala aspek kehidupannya yang majemuk dan
kompleks. Dalam hal ini, iman merupakan upaya manusia untuk

3
memiliki hubungan terhadap pusat-pusat trasenden yang melampaui
akal ataupun kendalinya, tetapi manusia tetap dapat percaya dengan
segenap hatinya; (3) iman adalah cara seseorang melihat seluruh nilai
dan kekuatan yang merupakan relitas paling akhir dan pasti bagi diri
dan sesamanya. Dalam hal ini, iman menjadi gambaran penuntun
seperti kesuksesan, kebebasan, kekuasaan, kesehatan, kekayaan, rasa
aman, menyerahkan diri kepada Tuhan, melayani sesama, dan
lainnya”.3

Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa indikator-indikator

pertumbuhan iman Kristen yang di maksud disini adalah memiliki kesadaran akan

arti hidup yang membawanya dalam pertobatan untuk mengalami perubahan

perilaku hidup yang baik seperti Kristus dalam bergereja dan bersosail. Memilki

perilaku yang baik dan hidup yang penuh perhatiaan terhadap sesama, dan mau

menempatkan diri ditntangah-tengah masyarakat sekitar yang beranekaragam.

Hidup orang Kristen di tuntut untuk menjadi garam dan terang di tengah-tengah

orang yang belum percaya sebagaimana Tuhan Yesus mengatakan, Matius 5:13-

15 "Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia

diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang. Kamu

adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin

tersembunyi. Lagipula orang tidak akan menyalakan pelita lalu meletakkannya di

bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di

dalam rumah"

Artinya hidup orang Kristen harus merepresentasi kehidupan kristus

dimana pun, kapan pun dan Bersama siapapun untuk menerangi dunia yang penuh

dengan gegelapan dan mengarami duni yang sudah busuk dengan dosa. Ini
Yunardi Kristian Zega, “Teori Perkembangan Iman Remaja Menurut
3

James W. Fowler Dan Implikasinya Bagi Pendidikan Agama Kristen” Jurnal


Pendidikan dan Kebudayaan Missio Vol 12, No 2 (2020), 142.

4
merupakn keharusaan bagi hidup orang Kristen yang beriman kepada Tuhan

Yesus Kristus, sang jurus selamat.

Pertumbuhan iman berarti ada perubahan, perkembangan, atau kemajuan

dalam hidup orang percaya dari cara hidup yang lama ke cara hidup yang baru.

Sedangkan iman Kristen adalah kehidupan yang dijalani sebagai respon terhadap

kerajaan Allah di dalam Yesus Kristus. 4 Demikian pula dikatakan oleh Harun

Hadiwijiono, bahwa;

“Jika dipandang dari segi manusia, iman dapat disebut: tindakan


manusia di dalam mengulurkan tangannya untuk menerima panggilan
Tuhan Allah, atau di dalam ia mengambil berita kegirangan yang
ditawarkan oleh Allah, sehingga keselamtan pemberian kasih karunia
Allah tadi menjadi kenyataan di dalam hidupnya. Atau juga
dapatkan,dikatakan bahwa iman adalah jawaban atas tawaran injil serta
ketaatan terhadp injil itu. Injil datang menuntut iman dan mengerjakan
iman, yaitu dengan kuasa Allah yang ada di dalamnya”.5

Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disumpulkan bahwa iman akan

muncul ketika mendengar firman Allah dan memiliki kesadaran akan dosa,

bertobat dan mau kembali menerima kasih karunia Allah dan hidup terus, menerus

dibaharui oleh firman Tuhan. Dalam hal ini Tuhan Yesus memberikan sebuah

perumpamaan tentang anak yang hilang dalam Injil Lukas 15:11-32. Namun,

melalui situasi tetentu Allah juga mengjinkan sesutau tertentu terjadi dalam hidup

manusia enatah itu hukuman, atau penderitaan untuk memberikan kesadaran bagi

umat yang kasihi-Nya. Sebab dengan kesadaran akan kasih Allah bapa akan

mendorong manusia sebagai anak-Nya untuk memiliki komiten iman yang kuat

untuk mau bangkit meninggalkan dosanya dan kembali kepada kasih karunia
4
Thomas H. Groome, Christian Religious Education-Pendidikan Agama
Kristen: Berbagi Cerita dan Visi Kita, (Jakarta: Gunung Mulia, 2010), 81.
5
Harun Hadiwijono, Iman Kristen. (Jakarta: Gunung mulia, 2018), 406.

5
Allah. Dari ajaran Tuhan Yesus tentang perumpamaan anak yang hilang dalam

injil Lukas 15: 11-32, dari teks ini terliht bagamna perilaku si anak yang bungsu

yang meminta hak waris dari ayahnya sebelum waktunya dan ia membawa pergi

pakai hidup berfoya-foya di negeri yang jauh menghabiskan hartanya dalam

kesenanganya. Dan Ketika muncul suatu peristiwa kiris kelaparan ia menjadi

orang yang melarat yang ingin menghilangakn kelaparan dengan ampasan makan

babi, keadaan membawa dia kepada kesadaran akan pentinya hidup di rumah bapa

lebih berharga dari pada hidup jauh dari rumah bapanya. Keadaan ini mendorong

dia kepada suatu keyakinan iman yang kuat untuk mau bangkit dan pergi kembali

kepada bapa, dengan harapan ia akan menjadi upahan bapa. Namun, dengan

tindakan imannya itu bapanya menymabutnya kembali, menerimanya serta

memperlakukannya istimewa ia memahkotai dengan kemegahan dan kemuliaan.

Harun Hadiwijiono, dalam bukunya Iman Kristen mengatakan bahwa;

“pengertian Bapa, jika dikenankan kepada Tuhan Allah, dikenankan dalam arti

yang dinamis yang menunjukkan kepada Allah yang aktif dalam firman dan

karya-Nya bagi keselamtan anak-anak-Nya yang di kasihi-Nya.”6 Kesadaran akan

arti hidup sebagai manusia mulia dicipatkan segamabar dan serupa dengan Allah,

mendorang orang pada pertobatan yang sejati, untuk mengalami perubahan

perilaku dan kembali kepada kasih karunia Allah bapa.

Dengan demikian iman yang kuat akan membawa umat Allah kepada

perubahan perilaku hidup serta harapan atau kenyataan yang lebih jauh, lebih

mulia. Sebagaimana penulis surat ibrani mendefinisikan iman, Ibrani 11:1 “Iman

adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu
6
Ibid, Harun Hadiwijono,117.

6
yang tidak kita lihat.” Iman kristen adalah iman yang berkeyakinan, bahwa Tuhan

Allah di dalam Tuhan Yesus Kristus telah mendamaikan manusia dengan diri-Nya

sendiri dan menerima kasih karunia keselamtan dariNya.

Pada tahap awal observasi dan wawancara, peneliti menumukan beberapa

objek masalah di lapangan, penelitian mengemukakan objek masalah yang terjadi

sehingga objek ini akan diteliti lebih lanjut dalam tesis ini. berdasarkan

pengamatan dan wawancara awal ini, bahwa ada beberapa masalah penyebab

kelemahan iman umat Kristen di jemaat Pos PI (Perintisan persekutuan), Atakae

Sidarap yang terbukti melalui perilaku hidup sehari-hari.

Pertama; Terdapat banyak anggota jemaat kaum awam orang tua yang

buta huruf (tidak bisa membaca alkitab) bahkan ada yang pernah membaca

namun, seiringnya usia penglihatannya kurang jelas unuk membaca alkitab

(firman Tuhan) lagi, dalam menumbuhkan imanya. Masalah tidak bisa membaca

alkitab (firman Tuhan), merupakan acuan kelemahan iman umat Kristen,

terkhususnya anggota jemaat di gereja Pos Pi Atakae Sidrap. Seperti dikatakan

oleh Hermand alam penelitianya yang dikutip oleh Joan Hesti Gita Purwasih,

bahwa:

“Permasalahan buta huruf sangat erat kaitanya dengan kualitas sumber


daya manusia yang dimiliki oleh suatu negara. Memasuki era globalisasi
diiringi dengan kemajuan teknologi menuntut terciptanya sumber daya
manusia berkualitas yang mampu beradaptasi dan ikut berperan penting
didalamnya. Permasalahan buta huruf tidak hanya terjadi di Indonesia
namun sudah menjadi isu dunia yang tersebar di seluruh wilayah negara
berkembang atau negara dunia ketiga. Laporannya UNESCO juga
menyebutkan bahwa laki-laki dan perempuan yang berada di daerah
pedesaan negara berkembang yang banyak mengalami buta huruf. Hal ini
sangat mempengaruhi keberlangsungan hidup dalam suatu negara, karena
mempengaruhi tingkat kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan dan

7
ketidakberdayaan suatu masyarakat. Dengan terbebas dari buta huruf
masyarakat dapat meningkatkan kualitas dirinya yang berpengaruh pada
keberlangsungan kehidupanya.”7

Demikian pula jika dilihat masalah Ini di prespektif orang Kristen dan

secara khusus anggota jemaat di tempat penelitian. Permasalahan buta huruf

terhadap umat anggota jemaat mempengaruhi kulaitas iman jemaat menjadi lemah

bahkan tidak menjadi orang Kristen yang dewasa secara iman. Sebabnya anggota

Jemaat kurang memilki pengetahuan, pengertian, serta penganalan akan Tuhan di

dalam alkitab, jemaat tidak menghafal dan nama-nama kitab dan membedakan

kitab perjanjian lama dan baru, jemaat tidak berani untuk memimpin doa ketika

diberi kesempatan. Hal ini dibuktikan melalui pelayanan yang selama ini di

lapangan penelitian. Jemaat dituntun dalam cerita alkitab dari melalui

memperkenalkan nama-nama kitab, menghafal ayat-ayat hafalan, belajar doa,

sebelum mengajar isi alkitab. Berikut ini hail wawancara;

Kepada Bapak. Martinus usia 64 tahun, mengatakan bahwa:

Saya sudah bekerja disini 10 tahun dan selama saya disini tidak ibadah
karena gereja jauh di parepare. Saya seorang yang buta huruf tidak
membaca, saya hanya mendengar khotbah dari hamba Tuhan setiap minggu
di gereja asal saya. Dan saya hanya bisa mendengar ketika anak, cucu
membaca firman Tuhan seperti itu saja. Kalaumendengar khotbahkadang
saya tidak mengerti firman Tuhan. Jadi kadang saya mengantuk dan tidur di
saat hamba Tuhan khotbah di gereja.8

Berdasarkan hasil Wawancara kepada ibu sopia usia 58 tahun,

mengatakan bahwa:

7
Herman dan Joan Hesti Gita Purwasih, “Sekolah ‘Emak-Emak’ Untuk
Buta Huruf Di Kecamatan Leces Kabupaten Probolinggo”Jurnal Pendidikan dan
Ilmu Sosial 28 (2018): 12.
8
Martinus, Wawancara, pada hari Senin, 21 september 2020, jam 16.00
WIT dari Jemaat POS PI, Atekae Sidrap.

8
Saya sudah 7 tahun kerja disini dan tidak pernah ikut ibadah sejak saya dari
tempat asal saya kesini. Sejak saya di kampung ikut ibadah setiap hari
minggu, namun, Saya orang yangtidak bisa membaca Alkitab saya hanya
mendengar cerita firman Tuhan dari khotbah di gereja setiap hari minggu,
dan mendengarkan ketika anak-anak membaca alkitab pada malam hari
waktu mautidur. Namun saya lebih senang mendengar dan memahami jika
diceritakan dengan menggunakan gerekan dan menyani, itu saya lebih ingat
dan paham.9

Dari pejelasan hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa masalah

buta huruf menyebabkan anggota jemaat di pos Pi di Atake sidrap. Terdapat

memiliki perilaku kurang patut seperti acuh tak acuh terhadap pelayanan

kunjunagn hamba Tuhan, bermain judi, minum minuman keras, memiliki sikap

individualis, merokok bahakan sibuk sendiri pada saat belajar firman Tuhan

berlangsung, memilki sikap kurang jujur terhadap bos di tempat kerja.

Kedua;anggota jemaat selama di tempat kerja tidak terlayani dengan

kegiatan pembinaan rohani seperti; persekutuan beribadah, PA (penelaahan

alkitab), kunjungan dan doa, karena tidak ada pendampingan dari hamba Tuhan

atau pelayan-pelayan Tuhan. Ditempat kerja, anggota jemaat kehilangan

persekutuan dengan Tuhan, melalui persekutuan bersama, membaca Firman

Tuhan, bahkan doa Pribadi. Masalah ini meyebabkan Anggota jemaat memilki

perilaku tidak jujur terhadap bos kerjanya, sikap tidak peduli, menghormati, tidak

mengingat persekutan ibadah, doa bersama atau pribadi, suka minum minuman

keras dan bermain judi setiap hari minggu.

Persekutuan bersama anggota jemaat merupakan kegiatan rohani yang

penting bagi anggota jemaat bersekutu bersama belajar mendengarkan firman

Tuhan, memuji Tuhan bahakan bersaksi atau mendengarkan kesaksian antara


9
Sopia, Wawancara, pada hari Senin, 21 september 2020, jam 17.00 WIT
dari jemaat POS PI, Atekae Sidrap.

9
sesama dalam mendorong anggota jemaat bertumbah dan desawa secara iman.

Setiap makhluk hidup pasti bertumbuh dan berkembang. Termasuk kehidupan

orang Kristen yang sudah mengenal Tuhan dituntut untuk bertumah dalam

kerohaniannya untuk mencapai kesempurnan hidup. Persekutan sebagai

komunitas untuk bertumbuh di dalam iman Kristen.

Berikut ini hasil wawancara:

Kepada Bapak. Anto, usaia 45 anggota jemaat Pos Pi Atekae Sidrap

mengatakan bahwa:

Saya sudah bekerja bata merah disini sudah 12 tahun selama saya disini
dengan keluarga saya kami tidak pernah ibadah karena tidak ada hamba
Tuhan yang melayani kami. Kami ingin ikut ibadah tapi disni tidak ada gereja
mau pergi ikut ibadah di parepare tapi jauh dan kami tidak punya kendaran
motor. Jadi selama ini hari minggu pun kami istiraht kalau waktu sore kami
pakai untuk kerja. Selama tidak ibadah sudah lupaya ayat-ayat hafalan juga.
Cerita dulu di kampungku, Saya dulu di gereja asal GTM di Mamasa saya
ditunjuk jadi Majelis untuk mendampingi hamba Tuhan dalam melakukan
pelayanan kunjungan jemaat, doa. Namun selama ini saya disini kerja paling
pulang kampung hanya satu kali setiap tahun pas natalan dan tahun baru 10

Demikian juga bapak Demma usia 26 tahun mengatakan pula bahwa;

“Saya jujur selama disini tidak ibadah, berdoa, dan membaca firman

Tuhan. Saya hanya kerja dan bosan jalan-jalan, suka kumpul-kumpul dengan

anak-anak muda minum, main sabuk ayam. Kalu dulu di kampung saya ibadah

aktif ikut main gitar di gereja. Namun selama kesini tidak ibadah jadi lupa doa dan

baca firman Tuhan juga.”11

10
Anto, Wawancara, Pada Tanggal, 22 september 2020, jam 18.00 WIT
dari jemaat POS PI, Atekae Sidrap
11
Demma, Wawancara, Pada Tanggal, 22 September 2020, pukul 18.30
Wit.

10
Dengan demikan dapat disimpulkan bahwa kehidupan jemaat di tempat

penelitian mengalami kelemahan iman karena merupakan jemaat yang

ketertinggalan, yang telah lama tidak terlayani, baik persekutan, doa, PA

(penelaahan alkitab)), dan kesksian. Kehidupan iman orang Kristen bagaikan api

jika api itu tidak terus dihidupakan lama, kelaman mati sendiri. Demikian juga

hidup orang Kristen jika tidak dihidupkan oleh persekutuan doa, membaca firman

Tuhan, PA (penelaahan alkitab), dan kesaksian pada akhinya mati kehidupan

imannya. Iman itu timbul atau hidup atas pendengaran akan firamn Kristus, Roma

10:17.

Ketiga; anggota jemaat masih suka berpegang dan percaya kepada tardisi

guna-guna atau jimat yang di warisi dari nenek moyangnya ke anak, cucu, dari

generasi ke generasi. Anggota Jemaat lebih mengutamakan budaya atau tradisi

diatas Firman Tuhan. Berikut hasil wawancara:

Kepada bapak Paska, usia 40 tahun anggota jemaat Atake Sidrap

mengatakan bahwa;

Kami punya itu yang diberikan dari orang tua untuk fungsinya menjaga
diri saja, ketika kami merantau dan juga untuk menjaga anak-anak, istri
atau tetangga sekitar kami bisa gunakan itu untuk menolong dan sebelum
kami gunakan untuk menolong mereka kami pun berdoa dalam nama
Tuhan lalau memberikan dalam bentuk air minum setelah itu orang yang
sakit itu bisa sembuh.12

Demikian pula Bapak Agus mengatakan dalam waktu yang sama bahwa;

Dulu saya juga punya jimat untuk menjaga keselamtan diri dan juga untuk
menarik perhatian wanita. Namun setelah saya sudah mulai ibadah

Paska, Wawancara, pada hari Selasa, 15 Desember 2020, jam 17.00


12

WIT dari jemaat POS PI, Atekae Sidrap.

11
mendengar firman Tuhan, saya tinggalakan dan buang semua. Dia lanjut
mengatakan kalau orang mamasa hampir orang dewasa sama nenek-nenek
banyak yang punya jimat.13

Masih terdapat banyak lagi anggota jemaat masih memilik guna-guna atau

jimat dan masih digunakan simpan di rumah dengan tujuan menjaga keluarga dari

bahaya, musibah, sakit atau hal-hal yang tidak di inginkan. Masih ada juga yang

menggunakanya membacakan dalam bentuk doa kepada nenek moyang yang

sudah meninggal. Dengan harapan agar menadaptakan rejeki lebih banyak melalui

pekerjaan atau usaha yang dilakukannya. Ada yang mengunakan sebagai obat

penyembuhan disaat kelurga anak, istri mereka sakit untuk menyembuhkanya.

Anggota jemaat lebih percaya dan mengandalakan kekuatan guna-guna atau

jimatnya, adripada percaya dan beriman kepada Tuhan Yesus.

Dan diantara beberapa masalah diatas peneliti juga menemukan suatu

masalah pada tahap oberservasi awal melalui kelas pembelajaran yakni hasil

observasi menunjukkan bahwa ada jemaat yang cenderung tertarik untuk

mengganggu temannya ketika cerita mendekati menit kesepuluh. Hasil diskusi

dengan beberapa guru yang mengamati menunjukkan bahwa konsentrasi jemaat

mulai hilang ketika cerita disampaikan terlalu panjang. Masalah ini memang tidak

terjadi pada semua anggota jemaat, tetapi pada murid-murid yang cenderung sejak

awal memiliki konsentrasi yang pendek. Hal ini juga berkaitan dengan pemilihan

cerita, apakah cerita yang dipilih adalah cerita yang panjang atau cerita yang

pendek. Jika memilih cerita yang panjang dengan kondisi peserta atau anggota

jemaat yang berkonsentrasi pendek, maka akan mengalami kesulitan. Dan kendala

13
Agus, Ibid.

12
yang lainya adalah kurangnya kepercayaan diri jemaat untuk bercerita di hadapan

jemaat lainnya, sehingga pemateri berusaha keras untuk mendorong jemaat

supaya berani bercerita dengan bahasa sendiri. Kepercayaan diri berkaitan dengan

mental dan dorongan, pengajar bekerja keras untuk bisa mendorong anggota

jemaat yang sebenarnya memiliki kemampuan mengingat cerita yang baik tetapi

kurang percaya diri menceritakan kembali.

Melihat dari latar belakang masalah-masalah di atas maka peneliti memliki

sebuah solusi untuk menjawab persoalan tersebut. Yaitu; mengembangankan

metode storytelling dalam pengajaran iman Kristen terhadap anggota jemaat local

di tempat penelitian, akan menjadi solusi bagi masalah anggota jemaat.

Storytelling merupakan kegiatan verbal yang dirancang bukan hanya untuk

didengarkan tetapi juga untuk terlibat di dalamnya, storytelling sebagai bentuk

komunikasi efektif. Metode storytelling merupakan salah satu metode cerita yang

relevan, yang biasanya di gunakan oleh pendidik dalam pengajaran di berbagai

lembaga pendidikan. Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2003: 18)

metode bercerita adalah “Cara bertutur kata dan menyampaikan cerita atau

Menanamkan pesan-pesan atau nilai-nilai sosial, moral dan agama yang

terkandung dalam sebuah cerita, sehingga pendengar dapat menghayatinya dan

menjalankannya dalam kehidupan sehari-hari.”14 Dengan demikian penelitian

beramggapan bahwa metode storytelling ini pun sangat efektiv di kembangkan

dan di terapakan di dalam pengajaran iman orang Kristen terhadap anggota jemaat

di gerja.

Andrianus Krobo, “Kecerdasan Spiritual Dikembangkan Melalui Metode


14

Bercerita Pada Anak” JurnalIlmu Pendidikan Indonesia Vol 7, No 2 (2019): 85.

13
Pengajaran iman Kristen dengan mengunakan metode storytelling akan

menanamkan pemahaman dan ingatan dalam cerit Firman Tuhan, sehingga

anggota jemaat memiliki perubahan perilaku hidup dan memiliki sikap hidup yang

sesuai dengan firman Tuhan. Berdasarkan “Sejumlah peneliti, pendidik, dan

praktisi telah menemukan bahwa ada kekuatan dalam cerita dan bercerita untuk

menghasilkan perubahan. Psikologi narasi menggambarkan manusia sebagai

pengolah informasi sosial. Mereka mengolah cerita dengan efisien, dengan

sedikit usaha dan daya ingat tinggi. Caminotti (2012) menyatakan bahwa teknik

bercerita efektif untuk pembelajar dewasa”.15 Dengan demikian metode

storytelling tidak hanya diterapkan dalam pengajaran kepada anak-anak saja.

Namun, bisa dilakukan kepada orang dewasa (orang tua) atau anggota jemaat.

“Oleh karena itu, metode storytelling ini dapat dimanfaatkan dalam proses belajar

mengajar dalam semua tingkatan peserta pembelajaran, termasuk orang

dewasa”.16

Metode Storytelling, merupkan salah satu metode dari berbagai metode

cerita yang digunakan oleh para pendidik diberbagai lembaga pendidikan,

Termasuk pengajaran dalam firman Tuhan. Istilah “storytelling berasal dari dua

kata yaitu story (cerita) dan tell (menceritakan) merupakan salah satu model

pembelajaran dengan menyampaikan cerita kepada para pendengar yang dapat

mengembangkan imajinasi dan tidak mengurui.”17 Dengan demikian


15
Ibid, Jamila Lestyowati, 131.
16
Jamila Lestyowati, Metode Storytelling:
PeningkatkanMotivasiPerilakuAntikorupsi, (Integritas: Jurnal Anti
korupsi,2019), 131.
17
Rita DiahAyuni, S. Siswati, and Diana Rusmawati, “Pengaruh
Storytelling Terhadap Perilaku Empati Anak,” JurnalPsikologi12, no. 2 (2013),
122.

14
pengenmbangan metode storytelling sangat efektif dalam pengajaran iman

terhadap perubahan perilaku hidup anggota jemaat.

Pada tahap awal obersavasi peneliti mencoba menggunakan metode

storytelling dengan tujuan awal untuk pengembangan kemampuan menyimak dan

memahami cerita pada jemaat melalui penugasan menceritakan kembali cerita

yang telah disampaikan pemateri. Hasil observasi dan diskusi terarah dengan

pemateri dengan anggota jemaat Pos PI Atakae Sidrap menunjukkan bahwa ketika

kisah Alkitab disampaikan dengan storytelling membuat kisah Alkitab menjadi

menarik didengar. Tampaknya hal ini menarik perhatian jemaat. Penggunaan

intonasi suara, alur cerita yang menarik, dan dalam bahasa yang sederhana

menyebabkan para jemaat Pos PI Atakae Sidrap tertarik mendengar cerita.

Dari semua penjelasan di atas peneliti mengambil kesimpulan bahwa

persoalan yang terjadi di tempat penelitian ini, merupakan suatu permasalahan

yang benar-benar nyata dan serius yang menghambat pertumbuhan iman jemaat.

Maka dengan demikian peneliti ingin meneliti dan berusaha mengembangkan

sebuah metode pengajaran yang efektiv untuk menjawab permasalahan tersebut.

Maka peneliti menulis judul penelitian tesis tentang; PENGEMBANGAN

METODE STORYTELLING DALAM PENGAJARAN IMAN DARI INJIL

LUKAS 15:11-32 TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU UMAT

KRISTEN DI JEMAAT POS PI ATAKAE SIDRAP.

Pokok Masalah

15
Berdasarkan pada pemaparan latar belakang di atas, maka yang menjadi

pokok masalah dari penulisan tesis ini adalah sebagai berikut:

Pertama, Bagaimana pengembangan metode storytelling dalam pengajaran

iman berdasarkan injil Lukas 15:11-32?

Kedua, Bagaimana Efektivitas metode storytelling secara efektif dalam

pengajaran iman berdasarkan Injil Lukas 15:11-32?

Ketiga, Bagaiaman hasil penerapan metode storytelling dalam pengajaran

iman berdasarkan injil Lukas 15:11-32?

Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan tesis ini, adalah sebagai

berikut:

Pertama, untuk menjelaskan tentang metode storytelling serta

pengembangan secara efektif dalam pengajaran iman dalam injil Lukas 15:11-32.

Agar dapat diharapkan menghasilkan perubahan perilaku hidup jemaat Pos Pi

Atakae Sidrap.

Kedua, untuk mendapatkan pemahaman dan pengertian yang benar tentang

metode storytelling dalam pengajaran iman dalam injil Lukas 15:11-32

berdasarkan penjelasan serta implikasi teologis dan praktis.

Ketiga, agar jemaat dapat mengerti makna tentang pertumbuhan iman

sehingga dapat memiliki perubahan perilaku hidup yang baik dan berkenan

kepada Allah.

Manfaat Penelitian

16
Adapun yang menjadi manfaat dari penulisan tesis ini adalah, sebagai

berikut: Pertama, agar para hamba Tuhan atau pemimpin gereja dapat mengerti,

memahami serta mengembangan metode storytelling dalam pengajaran iman, agar

diharapakan mengahsilkan perubahan perilaku hidup anggota jemaat.

Kedua, untuk menolong penulis dan para pemimpin gereja pada masa kini

dalam melaksanankan pengajaran iman dengan mengunakan metode stoytelling

terhadap jemaat dalam menghasilkan perubahan perilaku hidup jemaat yang baik

dan bekenan kepada Allah.

Ketiga, sebagai salah satu persyaratan akademik untuk mencapai gelar

Magister Teologi (M.Th), pada program studi Teologi konsentrasi, pendidikan

agama kristen (PAK), di Sekolah Tinggi Filsafat Theologia Jaffray Makassar.

Metode Penelitian

Pertama, Penulis tesis ini menggunakan pendekatan metodologi kajian

serta pengembangan metode story telling dengan jenis penelitian pengembangan

(research and development).

Metode Research and development yang biasanya di singakt R&D sama

maknaya dengan metode penelitian pengembangan. Menurut pendapat Sugiyono

yang dikutip oleh Budiyono Saputra mengatakan bahwa; “Metode Research and

development adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan

sebuah produk tertentu dan menguji keefektifan produk tersebut.” 18 Berdasarkan

pengertian tersebut, Penulis menggunakan pendekatan metodologi pengembangan

Budiyono Saputro, Manajemen Penelitian Pengembangan (Research


18

Development) Bagi Penyusun Tesis dan Disertasi, (Yogyakarta: Aswaja


Pressindo, 2011), 8.

17
(research and development), ini untuk menguji hasil efektivitas metode

storytelling dalam pengajaran iman di dalam injil Lukas 15:11-23. Fokus utama

pada bagaimana iman itu dapat diajarkan dengan metode cerita yang efektif,

tepat dan menarik perhatian anggota jemaat dalam memahami dan mengerti

firman Tuhan. Sehingga anggota jemaat dapat memiliki perubahan perilaku hidup

yang baik dan bekenan kepada Allah.

Kedua, Peneliti menggunakan metode pengembangan (research and

development), dengan pendekatan studi lapangan melalui observasi dan

wawancara di lapangan penelitian untuk menemukan potensi atau masalah yang

perlu diteliti. Selain itu melakukan proses siklus (research and development),

yang terdiri dari mempelajari temuan penelitian yang berkaitan dengan produk

yang akan dikembangkan, mengembangkan produk berdasarkan temuan ini,

bidang pengujian dalam pengaturan di mana ia akan digunakan akhirnya, baik

melalui berbagai sumber baik, jurnal nasional, buku dan informasi lainnya.

Prosedur penelitian yang dilakukan adalah tahap awal, peneliti melakukan

observasi atau pengamatan di lapangan. Langkah kedua, tahapan pra wawancara

kepada para anggota jemaat untuk memperoleh data yang dibutuhkan. Langkah

ketiga, peneliti akan menyelidiki tentang efektivitas metode story telling. Langkah

keempat, peneliti membuat analisa terhadap kondisi lapangan dan direlevansikan

dalam gereja. Langkah kelima, peneliti akan memberikan usulan-usulan dan saran

berkaitan dengan mempersiapkan mengajar dengan menggunakan metode

storytelling.

18
Jadi,pengembangan adalah mengelolah, atau memfungsikan metode

storytelling berdasarkan penelitian sebelumnya serta menguji keefektivitasnya

yang dapat di terapkan dalam pengajaran Iman kristen. Sedangkan pendekatan di

lapangan adalah cara untuk mengumpulkan data agar menemukan potensi atau

masalah yang valid.

Batasan Penelitian

Dalam penulisan tesis ini dibatasi ruang lingkup penelitian. Ini akan diuji

keefektivitas hasil pengembangan metode storytelling dalam pengajaran iman di

dalam injil Lukas 15:11-23, terhadap perubahan perilaku hidup social anggota

jemaat di Pos Perintisan Atakae Sidrap. Alasannya adalah karena peneliti bisa

menjangkau untuk melakukan penelitian, sebab tempatnya terdekat sehingga

dengan demikian diharapkan hasil yang diperoleh dapat lebih realistis.

Batasan pijakan menguji Keefektivitas metode storytelling dari berbagai

sumber-sumber baik, jurnal, buku-buku, dan juga informasi-informasi lainya.

Sehingga menemukan hasil efektivitas dalam penerapan pengajaran iman dalam

menghasilkan perubahan perilaku hidup jemaat yang berkenan kepada Allah.

Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pemahaman bagi pembaca, penulis memberikan

uraian sistematika penulisan tesis ini sebagai berikut:

19
Bab I, merupakan pendahuluan yang meliputi: latar belakang masalah,

pokok masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, batasan

penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II, merupakan tinjauan pustaka yang meliputi: Pengertian

Pengembangan dan Metode, Hakikat dan Pengertian Metode Storytelling secara

umum, Metode Storytellyng menurut para Ahli, Jenis dan fungsi Storytelling,

manfaat Storytelling, pentingnya dan tujuan storytelling, Proses berlangsungnya

storytelling, Persiapan sebelum storytelling, Saat Storytelling berlangsung

(Kontak Mata, Mimik Wajah, Gerak Tubuh, Intonasi Suara, dan Kecepatan Alat

Peraga), sesudah kegiatan storytelling Selesai, Pengajaran Iman dari cerita

Alkitab, Analisis Injil Lukas 15:11-32 (Latar Bekang dan Penulis Injil Lucas,

Yesus mengajar dengan Metode Cerita, Sumber-sumber Cerita dari Tuhan Yesus,

Penggunaan Perumpamaan dalam Metode Cerita, Tujuan Perumpaan), Cerita

Perumpaman Anak yang Hilang (Perilaku Anak Bungsu, Bapa penuh

pengampunan, Kesadaran Akan Dosa, Pertobatan Yang Sejati, Perubahan Hidup,

Perubahan Hati, Perubahan Cara Pikir, Perubahan Cara Berkata-kata)

Bab III, Metodologi Penelitian yang meliputi: Model Pengembangan,

Prosedur Pengembangan, Desain Uji Coba Produk, Desain Uji Coba, Subjek Uji

Coba (Obesrvasi, Wawancara, Angket (Kuesioner)), Teknik Analisis Data.

Bab IV, hasil dan pembahasan penelitian, proses penerapan storytelling,

pengaruh storytelling meningkatkan daya ingatan akan kisa keselamatan dalam

menumbuhkan iman umat Kristen.

20
Bab V, merupakan kesimpulan dan saran dari hasil pembahasan penelitian.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bagian ini penulis akan memaparkan tentang beberapa hal yang

berkatian dengan pengembangan metode Storytelling, dalam pengajaran iman

dalam injil Lukas 15:11-32 terhadap perubahan perilaku umat Kristen. Seperti

telah diketahui bahwa dalam duni pendidikan formal dan informal apa pun bahan

pengajaran itu merupakan cerita yang diajarkan, baik termasuk, berceramah,

berkhotbah, berpidato, berdiskusi, bertanya dan sebagainya.

Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai pengembangan metode

storytelling dalam pengajaran iman Kristen, ada baiknya jika di ketahui terlebih

21
dahulu apa yang di maksud denagn pengembangan, metode dan storytelling

sebenarnya.

Pengertian Pengembangan dan Metode

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “Istilah pengembangan berasal

dari akar kata “kembang” atau “berkembang” yang berarti mekar terbuka, menjadi

besar, menjadi bertmabh, sedangkan “pengembangan” adalah proses atau cara

mengembangkan.”19 Sedangkan menurut Abdul Rohman.“Pengembangan berasal

dari kata dasar “kembang”, mendapat imbuhan“pe-an”, yang berarti “proses, cara,

perbuatan mengembangkan.”20Dalambahasa Inggris, istilah pengembangan

digunakan kata “development” (noun) yang berasal dari kata “develop” (verb)

yang artinya “grow larger, fuller, ormore mature, organized”21Jadi

pengembangan metode adalah suatu proses atau upaya yang dilakukan dalam

mengembangkan sebuah produk melalui metode yang tepat dan efektif.

Kata metode berasal dari bahasa Yunani “Greek”, yakni “Metha” berarti

melalui, dan “Hodos” artinya cara, jalan, alat atau gaya. Dengan kata lain, metode

artinya jalan atau cara yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan tertentu. 22

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, susunan W.J.S. Poerwadarminta, bahwa

“metode adalah cara yang teratur dan berpikir baik-baik untuk mencapai suatu

maksud”.23 Sedangkan dalam Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer pengertian

19
Kamus Besar Bahasa Indonesia,s.v “Pengembangan”.
20
Abdul Rohman, “Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek,”
(Semarang: CV. Karya abadiJaya, 2015), 88.
21
Abdul Rohman, Ibid, 88.
22
H. Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Buna Aksara,
1987), 97.
23
W. J. S Poerwadarminta,Op, Cit.,h. 649

22
metode adalah cara kerjayang sistematis untuk mempermudah sesuatu kegiatan

dalam mencapai maksudnya.

Para ahli mendefinisikan beberapa pengertian tentang metode antara lain:

Ahmad Tafsir, mendefinisikan bahwametode ialah istilah yang digunakan untuk

mengungkapkan pengertian “cara yang paling tepat dan cepat dalam melakukan

sesuatu. Ungkapan “paling tepat dan cepat” itulah yang membedakan method

dengan way (yang juga berarti cara) dalam bahasa Inggris”.24 Nurul Ramadhani

Makarao, metode adalah kiat mengajar berdasarkan pengetahuan dan pengalaman

mengajar.25 Menurut Zulkifli metode adalah cara yang dapat digunakan untuk

mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatannyata

dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran.26

Melalui definisi-definis diatas, dapat disimpulkan bahwa metode

merupakan suatu cara agar tujuan penceritaan tercapai sesuai dengan yang telah

dirumuskan oleh. Oleh karena itu pencerita perlu mengetahui, mempelajari

beberapa metode mengajar, serta dipraktekkan pada saat mengajar.

Hakekat dan Pengertian Metode Storytelling Secara Umum

Metode storytelling merupakan metode pembelajaran yang dapat

dikatakan sudah kuno, namun kebermanfaatannya masih cukup ampuh sampai

saat ini. Bercerita adalah seni sastra kuno yang di dalamnya terdapat alat

24
Ahmad Tafsir, Metodologi pengajaran Agama Islam, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 1996), 34.
25
Nurul Ramadhani Makarao, Metode Mengajar Bidang Kesehatan,
(Bandung: Alfabeta, 2009), 52.
26
Zulkifli, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab, (Pekanbaru: Zanafa
Publising, 2011), 6.

23
pembelajaran nilai. Jadi bercerita merupakan bagian dari pembelajaran yang sarat

mengandung muatan nilai-nilai yang baik. Dengan demikian, kegiatan bercerita

seorang pencerita akan lebih mudah dalam menanamkan pembelajaran nilai

kepada pendengar.27 Menurut Kamu Bahasa Indonesi, Terdapat 3 arti kata

'storytelling' yang masuk ke dalam kelas kata nomina (kata benda). Yaitu; hal

mendongeng, membohong dan menceritakan.28

Storytelling yaitu bercerita atau mendongeng adalah sebuahteknik atau

kemampuan untuk menceritakan sebuah kisah, pengaturan adegan, event, dan juga

dialog. Kalau di film makerbersenjatakan kamera; di komik, para komikus

bersenjatakan gambardan angle cerita; di cerpen atau novel, para penulis

bersenjatakan pena, diksi dan permainan kata serta deksripsi, dengan

menyampaikan sebuah cerita dengan cara mendongeng.29

Storytelling menggunakan kemampuan penyaji untukmenyampaikan

sebuah cerita dengan gaya, intonasi dan alat bantuyang menarik minat pendengar.

Storytelling sering digunakan dalam proses belajar mengajar utamanya pada

tingkat pemula atau anak-anak.Teknik ini bermanfaat melatih kemampuan

mendengar secara menyenangkan. Orang yang ingin menyampaikan storytelling

harus mempunyai kemampuan public speaking yang baik, memahami karakter

pendengar, meniru suara-suara, pintar mengatur nada danintonasi serta

27
Indah Perdana Sari, Intan Kurniasari Suwandi, dan Susi Setyowati,
“Pengaruh Metode Storytelling Terhadap Karakter Kerjasama Pada Siswa Kelas
Iii Sd Pujokusuman Yogyakarta,” Taman Cendekia: Jurnal Pendidikan Ke-SD-an
2, no. 2 (20 Desember 2018): 232, https://doi.org/10.30738/tc.v2i2.3078.
28
https://lektur.id/arti-storytelling/#google_vignette, diakses di Mkassar, 13
Januari 2021.
29
Atin Istiarni, Triningsih, Jejak Pena Pustakawan, (Surabaya: Azyan Mitra
Media,2018), hal. 189

24
keterampilan memakai alat bantu. Dikatakan berhasil menggunakan teknik

storytelling jika pendengar mampu jalan cerita serta merasa terhibur. Selain itu,

pesan moral dalam cerita juga diperoleh.30

Mendongeng merupakan salah satu tradisi lisan sebagai sarana komunikasi

dan merekam peristiwa-peristiwa kehidupan, sudah ada berabad-abad. Menurut

Bachri, mengatakan bahwa; “Mendongeng berarti juga mengutarakan sebuah

cerita fakta atau mitos dan disampaikan secara lisan dengan tujuan membagikan

pengalaman dan pengetahuan kapada orang lain.”31 Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa mendongeng adalah suatu keterampilan berbahasa lisan yang

bersifat produktif. Mendidik dengan menggunakan metode storytelling dapat

menjadikan suasana belajar menyenangkan dan mengembirakan dengan penuh

dorongan dan motivasi sehingga materi yang disampaikan mudah dipahami.

Dongeng atau cerita biasa disebut hanya sebuah bualan saja namun

dongeng adalah cerita rekaan yang mempunyai manfaat untuk pengembangan

aspek-aspek perkembangan hidup manusia. Dongeng adalah rangkaian cerita yang

didalamnya mengandung pesan-pesan untuk pendengarnya. Menurut Suyanto

(2009) dikutup oleh Rista Erika, “yang mengemukakan bahwa cerita atau

dongeng adalah deskripsi suatu kejadian atau peristiwa tentang sesorang atau

suatu peristiwa rekaan yang penyampaiannya dapat dengan cara membacakan teks

cerita kepada pendengar (story reading) atau dengan mendongeng tanpa

30
Agus DS, Pintar Mendongeng Dalam 5 Menit, (Yogyakarta:
Kanisius,2010), hal. 7
31
Bachri, S, Pengembangan Kegiatan Bercerita, Teknik dan Prosedurnya
(Jakarta: Depdikbud, 2005), 10.

25
membacakan buku (story telling).”32 Sedangkan Menurut Pramono (2015),

mendongeng dapat diartikan sebagai kegiatan membacakan cerita atau

menularkan cerita kepada kelompok pendengar yang dapat dilakukan dengan

menggunakan buku atau tidak menggunakan buku.

Berdasarkan pendapat ahli, dapat disimpulkan bahwa dongeng adalah

rangkaian cerita yang mengandung pesan-pesan kehidupan dan pengetahuan yang

dapat mengembangkan perkembangan pendengar. Sebuah dongeng dapat

mengembangkan imajinasi, memperluas cakrawala pengetahuan, mengembangkan

karakter, moral, mengembangkan keterampilan sosial emosional, dan memberikan

nasehat kepada setiap pendengar tanpa merasa digurui. Mendongeng harus

memperhatikan teknik-teknik mendongeng yaitu memperhatikan sasaran audiens,

tema dongeng, ekspresi, intonasi suara, gerak tubuh, dan tatapan mata.

Pendongeng yang baik akan lebih mudah dalam menyampaikan pesan-pesan yang

terkandung dalam dongeng. Media yang dapat digunakan untuk mendukung

kegiatan mendongeng yaitu boneka tangan, boneka jari, wayang bervariasi,

diorama, miniatur binatang, dongeng audio visual, gambar berseri, buku cerita,

dsb. Media yang digunakan dalam penelitian ini yaitu boneka tangan, boneka jari,

wayang kreasi, diorama, dongeng audio, buku cerita, dan pop up book.

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulakan bahwa metode storyteliling

merupakan metode yang sangat efektiv dalam pengajaran di semua kalangan usia

tidak hanya untuk anak usia dini saja. Karena metode storytelling sangat dekat

Rista Erika, Tin Rustin, “Prosidingseminar Nasional Pendidikan‘Strategi


32

Pengembangan Pendidikan Di Era Disrupsi,’” Keterampilan Emosi Anak Usia


Dini Dan Kolaborasi Dongeng Lagu, (Surakata, Pascasarajana sebelas Maret:
2018), 531.

26
dengan kehidupan manusia setiap waktu, manusia hidup untuk bercerita dan

mendengarkan cerita. Dengan demikian isi Alkitab mangandung berbagai kisah

cerita dan perumpamaan yang sangat dekat dengan kehidupan orang Kristen.

Zaman dulu tradisi merupakan sebuah cerita yang menarik dan melekat

pada kehidupan manusia terutama bagi orang tua bapa-bapa, ibu-ibu, nenek-

nenek dan kakek-kakek untuk menceritakan keapada anak-anak serta cucu-cucu

dari zaman ke zaman. Namun, mendongeng merupakan sebuah cerita mitos yang

tidak bisa dibuktikan kebenarannya secara pasti dengan kata lain “membohong”

cerita.

Membohong juga disebut kepalsuan atau jenis penipuan dalam bentuk

pernyataan yang tidak benar, terutama dengan maksud untuk menipu orang lain.

Membohong juga berarti menyesatkan orang dengan cerita yang bukan kebenaran

yang membohong mengetahui. Sedangkan menceritakan adalah sesorang yang

pandai menceritakan atau mengutarakan cerita berbentuk pesan atau informasi

kepada audiencenya, Baik melalui lisan mau pun tulisan.

Dapat disimpulakan bahwa Metode cerita yang dimaksudkan di sini

bukanlah sekedar bercerita (storytelling), meskipun bercerita bisa merupakan

salah satu bagian dari metode cerita. Tetapi metode cerita ini lebih menekankan

pada kemampuan seorang pendidik dalam menyampaikan materi pengajarannya

dengan menggunakan teknik dan wujud dari penerapan metode tersebut.

Hanchey mengatakan bahwa, anak-anak akan lebih gampang mengingat

cerita daripada pelajaran yang terkandung di dalamnya, demikian pula bagi

27
sebagian orang dewasa.33 Misalnya lebih mudah mengingat cerita tentang Daud

dan Goliat atau Rut dan Naomi dibandingkan dengan makna atau pelajaran

penting yang terkandung di balik cerita tersebut. Menurut LeFever, tidak ada

istilah “terlalu tua” untuk mengatakan “katakan sebuah cerita kepadaku.” “Never

to old for tell me a story”34 Peneliti sangat setuju dengan penyataan ini, karena

memang pada dasarnya orang suka mendengarkan cerita, khususnya sesuatu yang

menarik minatnya.

Metode Storytelling Menurut Para Ahli35

Istilah “storytelling berasal dari dua kata yaitu story (cerita) dan tell

(menceritakan) merupakan salah satu model pembelajaran dengan menyampaikan

cerita kepada para pendengar yang dapat mengembangkan imajinasi dan tidak

menggurui.”

Storytelling merupakan sesuatu yang sudah sangat umum kita dengar.

Storytelling merupakan suatu kegiatan atau aktivitas berupa seni dengan

menceritakan ulang sebuah cerita yang berbentuk legenda atau pun fable dengan

cara yang menarik. Legenda adalah cerita yang dianggap benar-benar pernah

terjadi. Sedangkan fable adalah cerita yg menggambarkan watak dan budi

Howard Hanchey, Creative Christian Education (Wilton, Connecticut:


33

Morehouse-Barlow, 1986), 43
34
Marlene D. LeFever, Creative Teaching Methods (Elgin, Illinois: 1985),
189.
35
Rita DiahAyuni, S. Siswati, and Diana Rusmawati, “Pengaruh
Storytelling TerhadapPerilaku Empati Anak,” Jurnal Psikologi 12, no. 2 (2013),
122.

28
manusia yg pelakunya diperankan oleh binatang (berisi pendidikan moral dan

budi pekerti).

Sementara itu menurut Boltman (2001) mendefinisikan: Storrytelling

sebagai sebuah seni atau seni dari sebuah keterampilan bernarasi dari cerita-cerita

dalam bentuk, syair atau prosa, yang dipertunjukkan atau dipimpin oleh satu

orang di hadapan audience secara langsung dimana cerita tersebut dapat

dinarasikan dengan cara diceritakan atau dinyanyikan, dengan atau tanpa musik,

gambar, ataupun dengan iringan lain yang mungkin dapat dipelajari secara lisan,

baik melalui sumber tercetak ataupun melalui sumber rekaman mekanik. 36 Pada

dasarnya hidup manusia itu makhluk social yang dapat berkomunikasi satu

dengan lain.

Hidup manusia tidak terlepas dari cerita. Manusia adalah makhluk yang

bercerita, yang mengkomunikasikan diri dalam cerita dan saling mengenal melalui

cerita. Bahkan boleh dikatkan hidup adalah cerita dan manusia berada dalam

jejaring cerita. Filusuf Yunani kuno, dalam rangkah ilmu logika, membuat definisi

riil esensial manusia sebagai binatang berakal (animal rationale). Jadi akal budi

adalah differenita specifica, ciri pembeda yang khas antara manusia dan binatang.

Namun, orang Yunani juga berbicara tentang manusia sebagai zoon logon

echon,dalam arti bahwa manusia adalah makhluk yang bercerita. Jadi, cerita,

bercerita, dan menceritakan adalah identitas manusia yang membedakannya

Ika Tyas Mustika Sari, Improving Early Childhood Prosocial Behavior


36

through Activity Storytelling with Puppets, Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan


Anak Usia Dini, Volume 2 no. 2 (2018), 3.

29
dengan makhluk lainnya.37 Dengan demikian hidup manusia adalah cerita dan

pencerita. Sebagaimana dikatan John Dominic Crossan bahwa; “manusia itu hidup

dalam cerita bagaikan ikan di tengah laut. Hubungan ikan dan laut adalah

hubungan eksistensial. Ikan tanpa air artinya mati. Demikian pula menusia dan

cerita, manusia hidup tanpa cerita sudah tidak lagi hidup alias mati.”38

Indonesia merupakan yang negara yang di dalamnya berbagai-bagai multi

etnis, baik suku, bahasa dan budaya yang berbeda. Di dalam budaya masing-

masingada berbagai cerita dongeng, mitos atau asal muasal suku, bahasa, atau

budaya masang-masing yang terus diingat dan diceritakan kepada anak,cucu dari

generasi ke generasi di daerah wilayah Indonesia.

Storytelling (bercerita) dalam konteks pengajaran dan pembelajaran di

Indonesia bukanlah metode yang baru dan asing bagi para pendidik. Sejak kecil

peserta didik diberikan cerita lewat dongeng baik di kelas, rumah, maupun di

tempat lain.Mendongeng, salah satu tradisi yang sudah lama berlangsung secara

turun temurun. Pada dasarnya manusia memang senang bercerita dan

mendengarkan cerita (story). “Oleh karena itu, metode storytellingini dapat

dimanfaatkan dalam proses belajar mengajar dalam semua tingkatan peserta

pembelajaran, termasuk orang dewasa”.39 Menurut Simanjuntak (2008)

mengatakan bahwa semua orang menyukai cerita yang baik, baik dia kaya atau

miskin, berpangkat atau rakyat jelata, orang dewasa ataupun anak-anak, semuanya

37
Bambang Sugiharto, Postmodernisme. Tantangan bagi filsafat,
(Yogyakarta: Kanisius, 1996), 95.
38
John Dominic Crossan, The Dark Interval: Towards A Theology of Story,
(Illinois: Argus Communication, 1975), 47.
39
Jamila Lestyowati, Metode Storytelling: Peningkatkan Motivasi Perilaku
Anti korupsi, (Integritas: Jurnal Anti korupsi,2019), 131.

30
menyukai cerita. Cerita merupakan alat yang ampuh untuk menyampaikan

pengajaran, pesan maupun teguran.Namun demikian, cerita tidak terlepas dari segi

inteleknya karena cerita juga berfungsi untuk memberi informasi. Melalui cerita

seseorang akan mempelajari hal-hal, situasi, dan tempat-tempat yang belum

pernah dijumpai sebelumnya.40 Dengan demikian penerapan metode storytelling

dalam pengajaran berlaku di semua kalangan hidup manusia.

Metode storytelling tidak memerlukan biaya karena tidak memerlukan

peralatan yang canggih. Namun yang diperlukan adalah kemampuan intonasi,

gerak tubuh, kontak mata, dan mimik wajah untuk membantu menyelami jalan

cerita. Story telling erat sekali hubungannya dengan retorika. Retorika ialah ilmu

yang mempelajari kecakapan dalam mengatur komposisi kata-kata, pandai

mengutarakannya dan cakap dalam merebut jiwa massa untuk menitipkan pesan

pada audiens41. Melalui storytellingdapat menyampaikan pesan atau kisa-kisah

dengan kecakapan dalam mengatur komposisi kata-kata dan memilih gaya bahasa

yang dapat merebut jiwa audiens untuk mengikuti pesan atau kisah-kisah yang

dapat sampaikan.

Metode Story telling,merupkan salah satu metode dari berbagai metode

cerita yang digunakan oleh para pendidik diberbagai lembaga pendidikan,

Termasuk pengajaran dalam firman Tuhan. Dengan demikian pengembangan

metode storytelling sangat efektif dalam pengajaran iman kristen dalam perubahan

perilaku hidup umat Kristen.


40
Farah Shofa Tsalits, Efektivitas Metode Storytelling Dalam
Meningkatkan Pemahaman Siswa Pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
(Surabaya: Fak. Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya, 2013), 46.
41
Moch.ChoirulArif, Retorika(Surabaya: UIN SunanAmpel Press,
2014),12.

31
Isi Alkitab mengandung berbagai kisah cerita Allah yang diwujudkan

dalam sejarah kehidupan manusia di muka bumi. Penggunaan metode storytelling

terus digunakan dalam pengajaran iman Kristen, karena iman merupakan pusat

kehidupan orang percaya kepada Kristus. Storytellingakan membantu para

pendengar memiliki, pemahaman dan ingatan yang tinggi di dalam alkitab untuk

perubahan perilaku hidup.

Cerita disukai oleh anak-anak maupun orang dewasa karena cerita mudah

dipahami, memiliki kemampuan untuk menghibur, dan dekat dengan kehidupan

manusia.42 Demikian juga cerita Alkitab merupakan cerita yang sangat dekat

dengan kehidupan orang kristen. Oleh sebab itu metode story telling sangat

penting untuk diterapkan dalam pengajaran alkitab terhadap anggota jemaatgereja

lokal. Pendidikan tidak selalu identik pendidikan anak, namun, pendidikan bisa

menjangkau semua umat manusia di muka bumi. Karena pendidikan merupakan

hal yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia, apalagi belajar

merupakan aktivitas yang dikerjakan sepanjang hayat.43

Jenis dan Fungsi Storytelling44

Dalam menyampaikan storytelling ada berbagai mecam jenis cerita yang

dapat dipilih oleh storyteller untuk didongengkan kepada audience.

42
Calvin Miller, Feriyanto, Spirit, Word, and Story, JurnalKonseling
Pastoral, Vol 1 no. (1 2019), 7.
43
Yohanis Krismantyo Susanto, “Tradisi pendidikan iman Anak menurut
perjanjian lama,”BIA’: Jurnal Teologi dan pendidikan kristen kontekstual 2, no.2
( 2019), 1.
44
Nanik Fitria Anggraini, “Pengaruh Metode Storytelling Terhadap
Peningkatan Perilaku Prososial Anak Usia 4-5 Tahun Di Taman Kanak-Kanak
Islamiyah Pontianak,” Jurnal; Program Studi Pendidikan Anak Usia Dini, Fkip
Universitas Muhammadiyah, Pontianak, (2014), 24.

32
Berikut Jenis-jenis storytelling, Sumarjo dan Suratmi (2002: 27) membagi

dongeng menjadi beberapa bagian yaitu, legenda, fabel, mite, dan sage.

a. Legenda

Legenda adalah jenis dongeng yang berhubungan dengan peristiwa

sejarah atau kejadian alam, misalnya tejadinya sesuatu nama tempat

dan bentuk topografi suatu daerah, yaitu bentuk permukaan suatu

daerah (bukit, jurang, dan sebagainya.

b. Fabel

Cerita binatang (fables atau fabel) adalah salah satu bentuk

cerita(tradisional) yang menampilkan binatang sebagai tokoh cerita.

Binatang-binatang tersebut dapat berpikir dan berinteraksi layaknya

komunitas manusia, juga dengan permasalahan hidup layaknya

manusia, Nurgiayantoro (2010: 190).

c. Mite

Mite atau mitos adalah dongeng yang mengandung unsur-unsur

misteri, dunia gaib, dan alam dewa yang dianggap benar-benar terjadi

oleh masyarakat pemilik mite tersebut. Sugiarto (2009: 24)

d. Sage

Sage merupakan dongeng yang mengandung unsur sejarah, dilengkapi

dengan unsur kesaktian dan keajaiban. Sumoharjo dan Suratmi (2002:

31) Dari pengertian jenis-jenis storytelling di atas ialah peneliti

menyimpukan bahwa legenda adalah cerita rakyat yang menceritakan

tentang asal-usul suatu daerah atau tempat yang dikaitkan dengan hal-

33
hal nyata walaupun cerita tersebut tidak benar-benar terjadi. Fable

adalah dongeng yang tokohnya adalah binatang, namun binatang

tersebut diceritakan layaknya manusia. mite adalah cerita yang

berkisahkan tentang orang-orang yang mempunyai supranatural. Dan

sage adalah cerita tentang sejarah yang mengisahkan tentang kesaktian

seseorang disuatu daerah.

Dengan demikian mengajar dengan menggunakan metode storytelling

dalam pengajaran iman Kristen ada beberapa fungsi storytelling antaranya:

a. Menambahkan nilai-nilai pendidikan yang baik.

Melalui metode storytelling dapat ditanamkan hal-hal yang baik kepada

anak dalam berbagai usia, dapat berupa cerita para Rasul atau umat-umat

terdahulu yang memiliki kepatuhan dan keteladanan. Cerita seharusnya dipilih

yang sesuai dengan apa yang orang tua atau guru ingin capai dalam mendidik

anak-anak.

b. Dapat mengembangkan imajinasi. Kisah-kisah yang disajikan

dapat membantu anak dalam mengembangkan imajinasi mereka. Dengan

hasil imajinasinya diharapkan mereka mampu bertindak seperti tokok-

tokoh dalam ceritta yang disajikan oleh orang tua atau guru disekolahnya.

c. Membangkitkan rasa ingin tahu.

Mengetahui hal-hal yang baik adalah harapan dari sesebuah cerita yang

disampaikan sehingga rasa ingin tahu tersebut membuat anak berusaha untuk

34
memahami isi cerita. Isi cerita yang dipahami tentu saja akan membawa pengaruh

terhadap mereka dalam menentukan sikapnya.45

Manfaat Storytelling46

Berbicara mengenai storytelling sungguh banyak manfaatnya. Menurut,

JosetteFrank yang dikutip oleh Asfandiyar, seperti halnya orang dewasa, peserta

didik memperoleh pelepasan emosional melalui pengalaman fiktif yang tidak

pernah mereka alami dalam kehidupan nyata. Storytelling ternyata merupakan

salah satu cara yang efektif untuk mengembangkan aspek-aspek kognitif

(pengetahuan), afektif (perasaan), sosial, dan aspek konatif (penghayatan) peseta

didik. Banyak sekali manfaat yang bisa kita peroleh melalui dongeng antara lain:

1. Menumbuhkan Rasa Percaya Diri.

Salah satu cara unuk menumbuhkan rasa percaya diri peserta didik

adalah melalui bercerita. Menurut Dhieni, dkk (2005:6.3) bercerita

adalah suatu kegiatan yang dilakukan seseorang secara lisan kepada

orang lain dengan alat atau tanpa alat tentang apa yang harus

disampaikan dalam bentuk informasi, pesan, atau hanya sebuah

dongeng yang untuk didengarkan dengan rasa menyenangkan. Oleh

karena itu orang menyajikan cerita tersebut dengan menarik. Dengan

melakukan pembelajaran bercerita akan memberi manfaat bagi peserta

didik yaitu dapat menyalurkan ekspresi peserta didik dalam kegiatan

yang menyenangkan membantu peserta didik menghilangkan rasa


45
Amirulloh Syarbini, Heri Gunawan, “Mencetak Anak Hebat,” t.t., 236–
37.
Minatul Azmi Dan Maulida Puspita, “Metode Storytelling Sebagai Solusi
46

Pembelajaran Maharah Kalam Di Pkpba Uin Malang,” Jurnal; Hmj Jurusan


Sastra ArabFakultas Sastra Universitas Negeri Malang, (2019), 76.

35
rendah diri, malu, mengasah imajinasi peserta didik, serta dapat

meningkatkan percaya diri peserta didik.

2. Menjadikan Proses Pembelajaran Lebih Menyenangkan Dengan

menerapkan metode storytelling di dalam kelas, dapat menjadikan

proses pembelajaran yang lebih menyenangkan dan tidak monoton,

serta menjadikan siswa berperan aktif dalam proses pembelajaran.

Sehingga pada saat pembelajaran berlangsung tidak hanya terpusat

pada guru. Karena dalam penerapan metode story telling

membutuhkan komunikasi dua arah baik antara siswa dengan siswa,

maupun siswa dengan guru.

3. Penanaman nilai- nilai.

Storytelling merupakan sarana untuk mengatakan tanpa mengatakan,

maksudnya storytelling dapat menjadi sarana untuk mendidik tanpa

perlu menggurui.Pada saat mendengarkan dongeng, peserta didik dapat

menikmati cerita dongeng yang disampaikan sekaligus memahami

nilai-nilai atau pesan yang terkandung dari cerita dongeng tersebut

tanpa perlu diberi tahu secara langsung atau mendikte.Pendongeng

hanya mendongengkan tanpa perlu menekankan atau membahas

tersendiri mengenai nilai-nilai yang terkandung dalam cerita dongeng

tersebut.

4. Mampu melatih daya konsentrasi.

Storytelling sebagai media informasi dan komunikasi yang digemari

peserta didik, melatih kemampuan mereka dalam memusatkan

36
perhatian untuk beberapa saat terhadap objek tertentu. Ketika seorang

anak sedang asyik mendengarkan dongeng, biasanya mereka tidak

ingin diganggu. Hal ini menunjukkan bahwa peserta didik sedang

berkonsentrasi mendengarkan dongeng.

5. Mendorong peserta didik mencintai buku dan merangsang minat baca

Buku. Storytelling dengan media buku atau membacakan cerita kepada

peserta didik ternyata mampu mendorong anak untuk mencintai buku

dan gemar membaca. Peserta didik dapat berbicara dan mendengar

sebelum ia belajar membaca. Tulisan merupakan sistem sekunder

bahasa, yang pada awal membaca harus dihubungkan dengan bahasa

lisan. Oleh karena itu, pengembangan sistem bahasa yang baik sangat

penting untuk mempersiapkan anak belajar membaca. Storytelling

dapat menjadi contoh yang efektif bagi anak mengenai cara membaca.

Storytelling dengan media buku dapat menjadi stimulasi yang efektif,

karena pada saat itu minat baca anak mulai tumbuh. (K. K., &

Syarifuddin, N: 2017:19)

Shakuntala Dewi juga berpendapat bahwa manfaat strotelling memiliki 9

manfaat yakni:

a) Merangsang kekuatan berpikir, b) Memberi kesenangan,


kegembiraan, kenikmatan membangkitkan imajinasi anak ,
c)Memberi pengalaman baru dan mengembangkan wawasan anak,
d) Mengembangkan kemampuan dan berbicara anak, e)
Menghubungkan kata-kata dengan imajinasi, f) Membangun
visualisasi anak, g) Mempelajari sifat dan karakter, h) Inspirasi dari
macam-macam kepribadian, i) Mengembangkan kemampuan
analisis.47
Shakuntala Dewi, Jadikan Anak Anda Jenius, (Jakarta: PT Gramedia,
47

2011), hal. 67-77

37
Kelebihan dan kekurangan Strorytelling

Terdapat kelebihan dan kekurangan dari metode storytelling

ini diantaranya adalah sebagai berikut:

Kelebihan metode storytelling.48

1. Cerita dapat mengaktifkan dan membangkitkan semangat

Karena akan senantiasa merenungkan makna dan

mengikuti berbagai situasi cerita, sehingga terpengaruh

oleh tokoh dan topic cerita tersebut.

2. Mengarahkan semua emosi sehingga menyatu pada satu

kesimpulan yang terjadi pada ahkir cerita

3. Cerita selalu memikat, karena mengudang untuk

mengikuti peristiwanya dan merenungkan maknanya.

4. Membantu mengembangkan imajinasi dan kreatifitas

5. Melatih daya tangkap, daya piker dan konsentrasi.

6. Menigkatkan minat baca pada jemaat.

7. Megembangkan aspek afektif, kongnitif, dan

psikomotorik.

8. Dapat mempengaruhi emosi,seperti takut, perasaan di

awasi, rela, senang, sungkan, atau benci sehingga

bergelora dalam liputan story

9. Dapat menumbuh kembangkan gaya bicara yang baik.

48
Mualifah, storytelling sebagai metode parentik untuk pengembangan
kecerdasan anak usia dini, (Malang: UIN Malik Ibrahim, 2013), 99-100.

38
Apabila dibumbui dengan cerita akan dapat meningkatkan

daya hafalnya, dimana di dalamnya terdapat

penggambaran hidup yang baru, lebih-lebih ditambah nilai

seni dan pembawannya, sehingga seseorang pendengar

merasa meikmati dan menghayatinya.

10. Melatih keberaniaan jemaad berkomunikasih di depan

umum.

Dalam pengajaran, metode cerita memiliki peran yang sangat besar.

Karena cerita bisa disampaikan dalam bentuk konkret, sehingga membangkitkan

daya pikir atau imajinasi pendengar. Cerita juga bisa disampaikan dengan bahasa

yang sederhana sehingga lebih menarik dan efektif serta mudah dimengerti. Pada

umumnya para pendengar juga lebih senang jika ada cerita-cerita di antara

penjelasan-penjelasan yang mungkin rumit, panjang dan membosankan.49

Adapun storytelling dapat merangsang jiwa pendengar. Dengan adanya

metode storytelling, dalama pengajaran iman Kristen dapat menambahkan nilai-

nilai perubahan perilaku bisa menunjukkan sifat baik dan buruk serta ganjaran

dari setiap perbuatannya.

Mengajar dengan menggunakan metode storytelling dapat menjadikan

suasana belajar menyenangkan dan mengembirakan dengan penuh dorongan dan

motivasi sehingga materi yang disampaikan mudah difahami oleh audience.

Kekurangan metode storytelling50


Howard Hanchey, Creative Christian Education (Wilton, Connecticut:
49

Morehouse-Barlow, 1986), 94.

Ibid, Mualifah, storytelling sebagai metode parentik untuk


50

pengembangan kecerdasan anak usia dini, 100.

39
1. Pemahaman akan menjadi sulit ketika cerita itu telah

terakumulasi oleh masalah lain.

2. Berifat monolok dan dapat menjenuhkan didik

3. Sering terjadi ketidakselarasan isi cerita dengan konteks

yang dimaksud sehingga pencapaian tujuan sulit

diwujudkan.

4. Membutuhkan banyak waktu.

5. susah diaplikasihkan kepada jemaat yang minder dan tidak

memiliki keberanian melakukan komunikasih dihadapan

jemaat yang lain.

6. Terkadang cerita tida sesui topic yang di tentukan.

Proses Belangsungnya Storytelling

Hal terpenting dalam kegiatan storytelling adalah proses. Dalam proses

storytelling inilah terjadi interaksi antara storyteller dengan audiencenya. Melalui

proses storytelling ini dapat terjalin komunikasi antara storyteller dengan

audiencenya. Kegiatan storytelling ini penting dan menarik bagi audience, maka

kegiatan tersebut harus dikemas sedemikian rupa supaya menarik. Agar kegiatan

storytelling yang disampaikan menarik maka dibutuhkan adanya tahap-tahap

dalam storytelling, teknik yang digunakan dalam storytelling serta siapa saja pihak

yang terlibat dalam kegiatan storytelling turut menentukan lancer atau tidaknya

proses storytelling ini berjalan. Maka berikut ini akan diuraikan tahap-tahap serta

teknik-teknik yang dilakukan untuk membuat storytelling menjadi menarik.

40
Terdapat tiga tahapan dalam storytelling, yaitu persiapan sebelum acara

storytelling dimulai, saat proses storytelling berlangsung, dan sesudah kegiatan

storytelling selesai.

Persiapan sebelum storytelling51

Hal pertama yang perlu dilakukan adalah memilih judul buku yang

menarik dan mudah diingat. Melalui judul audience maupun pembaca akan

bermanfaat. Selain itu juga, terdapat beberapa lagi persiapan sebelum storytelling

yang harus dicermati oleh pendongeng antaranya;

1. Pilihlah cerita sebelum mulai mendongeng, namum dalam memilih

cerita kita harus sesuai menurut usia dan pendengar yang ingin

dibacakan dongeng juga.

2. Hafalkan jalan atau jalur cerita yang ingin dibaca.

3. Tentukanlah suasana dan imajinasi yang akan ditampilkan seperti

suara latar belakang binatang, gemercik air atau suara kendaraan dan

sebagainya.

4. Berlatih dalam intonasi suasana, dalam gerak tubuh dan ekspresi

wajah.

5. Sediakan alat peraga secara lengkap untuk menunjang penampilan dan

kostum dalam mendongeng.

6. Persiapkan dialog-dialog pancingan untuk penonton supaya dapat

menciptakan suasana yang akrab dan mendukung.

Ichsan Solihudin, Hypnosis For Parents: Melenjitkan Potensi Buah Hati,


51

(Bandung: PT Mizan Pustaka, 2016), 70–71.

41
7. Pilih waktu yang tepat dan kondusif. Misalnya saat anak mahu tidur

atau liburan sekolah. Sedangkan tempat bercerita yang dipilih harus

aman, sejuk, dan menyenangkan bagi anak-anak.

Saat storytelling berlangsung


Saat proses terpenting dalam storytelling adalah pada tahap storytelling

berlangsung, saat akan memasuki sesi acara storytelling, pendongeng harus

menunggu kondisi sehingga audience siap untuk menyimak dongeng yang akan

disampaikan. Ada beberapa faktor yang dapat menunjang berlangsungnya proses

storytelling agar menjadi menarik untuk disimak sebagai berikut;

Kontak mata.

Saat storytelling berlangsung, pendongeng harus melakukan

kontak mata dengan audience. Pandanglah audience dan diam sejenak.

Dengan melakukan kontak mata akan merasa dirinya diperhatikan dan

diajak untuk berinteraksi. Selain itu, dengan melakukan kontak mata

kita dapat melihat apakah audience menyimak jalan cerita yang

didongengkan. Dengan begitu, pendongeng dapat mengetahui reaksi

dari audience.

Bagian paling ekspresif pada wajah adalah bagian sekitar mata.

Secara umum, pembicara harus menunjukkan kesan bahwa ia

memandang langsung pada hadirin. Hampir di segala situasi, gerakan

mata yang tidak teratur biasanya merugikan. Melihat ke atas tanpa

tujuan pasti, ke arah jendela, ke pojok ruangan, ke lantai, atau

42
membolak-balik catatan adalah gerakan yang mengganggu dan tidak

menguntungkan.52 Menggunakan pandangan mata, juga merupakan

gaya untuk memikat perhatian peserta (komunikan). Kata orang, mata

adalah matahari pada diri manusia. Mata tidak saja digunkaan untuk

melihat, untuk kontak dengan orang lain bahkan juga dapat digunakan

sebagai alat atau cermin dari kepribadian orang. Artinya diri kita bisa

dinilai orang melalui sorotan mata yang kita pancarkan. Sebagaimanaa

dikatakan Gentasri Anwar dalam bukunya Retorika Praktis, bahwa;

“Selama berbicara didepan umum. Pandangan mata sangatlah

menentukan. Mata dapat mengeluarkan kekuatan magis yang cukup

kuat untuk mengarahkan dan mengendalikan perhatian peserta.

Akhirnya matalah yang menentukan terjadinya atau tidaknya kontak

antar pembicara dengan audiens.”53

Kontak mata yang tidak baik dilakukan adalah dengan

memutuskan kontak mata, menatap terlalu tajam, melihat ke bawah,

melihat ke arah lain yang tidak relevan, dan menatap dengan tatapan

kosong.54

Hal pertama untuk menjalin hubungan dengan hadirin adalah

melihat langsung kepada khalayak. Pembicara tidak mungkin melihat

mereka satu per satu. Tetapi sapukan pandangan ke semua hadirin.

52
Bormann, Ernest G. Dan Nancy G. Bormann, Retorika Suatu Pendekatan
Terpadu,(Jakarta: Erlangga, 1989),173.
53
Gentasri, Anwar, Retorika Praktis Teknik dan Seni Berpidato. (Jakarta:
Rineka Cipta, 1995), 71-72.
54
Luluk Fikri Fitriyah, Public Speaking, (Surabaya: UIN Sunan Ampel
Press, 2014), 73-74.

43
Pada titik-titik tertentu pembicara melihat orang-orang yang ia pilih

sebagai wakil dari salah satu bagian hadirin. Bila ini pun sukar, paling

tidak pandanglah hadirin secara keseluruhan dengan perhatian

terbagi.55

Mimik wajah dan Gerakan Tangan

Pada waktu storytelling sedang berlangsung, mimik wajah

pendongeng dapat menunjang hidup atau tidaknya sebuah cerita yang

disampaikan. Pendongeng harus dapat mengekspresi wajahnya sesuai

dengan yang didongengkan. Salah satu alat terpenting yang digunakan

pembicara dalam komunikasi nonverbal yaitu ekspresi wajah.

Senyuman, ketawa, kerutan dahi, mimik yang lucu, gerakan alis yang

menunjukkan keraguan, rasa kaget dan sebagainya dapat menekankan

atau mengungkapkan maksud pembicara.56

Penyajian materi mesti didukung dengan air muka (ekspresi wajah)

yang wajar dan tepat. Dengan kata lain, materi yang dihayati harus

tampak melalui air muka (ekspresi wajah). Perlu diketahui air muka

(ekspresi wajah) bukan sekedar seni untuk mengikat perhatian. Lebih

jauh dari itu, warna air muka (ekspresi wajah) yang tepat akan

menyentuh langsung jiwa dan pikiran pendengar.57

Begitu halnya dengan gerakan tangan. Pembicara pemula sering

tidak sadar dengan gerakan yang dilakukannya selama berbicara di

55
Jalalluddin Rakhmat, Retorika Modern, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2012 ),78.
56
Ibid, Ernest G. Bormann dan Nancy G. Bormann, Retorika Suatu, 172.
57
Ibid, Gentasri Anwar, Retorika Praktis, 73-74

44
depan umum. Ia sering tidak memperhatikan gerakan tangan yang

merugikan, bahkan menyembunyikan tangan di belakang badan atau

memasukkan tangan ke kantong celana sehingga menyebabkan ia tidak

bebas. Keseluruhan tubuh boleh digerakkan untuk mendukung arti.

Pembicara boleh menaikkan atau menurunkan bahu untuk

memperlihatkan perasaan tertentu. Boleh maju ke depan mendekati

audiens, mundur, atau berjalan ke samping.

Dalam pelaksanaannya, pembicara juga harus memperhatikan

panggung atau tempat yang ia gunakan. Jika panggung jauh dari

audiens, maka harus memperhatikan ruang gerak, bahu, postur tubuh,

dan sebagainya. Gerakan tangan pembicara untuk mengekspresikan

ide-ide pembicara. Gerakan tangan harus dimulai dari pangkal lengan

sampai ke ujung kaki.58

Gerak tubuh.

Gerak tubuh pendongeng waktu proses storytelling berjalan dapat

turut pula mendukung menggambarkan jalan cerita yang lebih

menarik. Cerita yang didongengkan akan terasa berbeda jika

mendongeng melakukan gerakan-gerakan yang merefleksikanapa yang

dilakukan tokoh-tokoh yang didongengkannya. Dongeng akan terasa

membosankan, dan akhirnya audience tidak antusias lagi

mendengarkan dongeng.

Vokal yang tidak ditunjang oleh gerakan tubuh yang baik dan

bertenaga hanya akan menjadi serangkaian kata yang kurang bermakna


58
Ibid, Ernest G. Bormann dan Nancy G. Bormann, Retorika Suatu, 173.

45
saat dilontarkan.59 Dalam komunikasi, gerak fisik atau gerak tubuh

digunakan paling tidak untuk tiga hal: (1) menyampaikan makna, (2)

menarik perhatian, dan (3) menumbuhkan kepercayaan diri dan

semangat. Gerak tubuh dapat digunakan untuk menggambarkan ukuran

atau bentuk sesuatu. Di samping menyampaikan makna, gerak tubuh

dapat memelihara dan menarik perhatian. Gerak (motion), kata

psikolog adalah unsur penarik perhatian. Kita tertarik pada hal-hal

yang bergerak.

“Use gestures that work best for you. Don’t try to be someone that
you are not. Jesse Jackson’s style may work for him, but you are
not Jesse Jackson. Your gestures should fit your personality. We
believe it is better to use no gestures than to try to counterfeit the
gestures of someone else. Your nonverbal delivery should flow
from your message”.60
Gunakan gerak tubuh yang terbaik. Jangan mencoba menjadi orang

lain. Gaya Jesse Jackson mungkin bisa sesuai dengan dirinya, tapi

kamu bukan Jesse Jackson. Gerak tubuhmu harus sesuai dengan diri

kita. Kami percaya bahwa tidak menggunakan gerak tubuh itu lebih

baik daripada mencoba meniru gerak tubuh orang lain. Nonverbalmu

harus tersampaikan secara mengalir dari pesanmu.

Intonasi Suara

Tidak rendahnya suara yang diperdengarkan dapat digunakan

pendongeng untuk membawa audience merasakan situasi dari cerita

yang didongengkan. Pendongeng akan meninggikan intonasi suaranya

59
Ibid, Luluk Fikri Fitriyah, Public Speaking, 74.
60
Steven A. Beebe, Public Speaking An Audience-Centered Approach,
(New Jersey: Prentice-Hall, Inc, 1991), 232.

46
untuk merefleksikan cerita yang mulai memasuki tahap yang

menegangkan. Pendongeng professional biasanya mampu menirukan

suara-suara dari karakter tokoh yang didongengkan. Minsalnya suara

ayam, suara orang tua dan lain-lain.

Gaya suara merupakan seni dalam berkomunikasi, untuk

menikmati perhatian dapat dikerjakan dengan jalan berbicara dengan

irama yang berubah-ubah sambil memberikan tekanan-tekanan tertentu

pada kata-kata yang memerlukan perhatian khusus.61 T. A Lathief

Rousydy mengatakan audiens umumnya tertarik kepada pidato

seseorang, karena pembicara mempunyai suara yang empuk yang enak

didengar, sesuai dan serasi dengan keinginan jiwa pendengar.62

Kecepatan dan Alat Peraga

Pendongeng harus dapat menjaga kecepatan atau tempo pada saat

storytelling. Agar kecepatan yang dapat membuat pendengar menjadi

bingung ataupun terlalu lambat sehingga meyebabkan audince menjadi

bosan.

Untuk menarik minat anak-anak dalam proses storytelling, perlu

adanya alat peraga seperti misalnya boneka kecil yang dipakai

ditangan untuk mewakili tokoh yang menjadi materi dongeng. Selain

boneka, dapat juga dengan cara memakai kostum-kostum hewan yang

61
A.W. Widjaja, Komunikasi-Komunikasi dan Hubungan Masyarakat
(Jakarta: Bumi Aksara, 1993), 50.
62
Moh. Ali Aziz, Ilmu Pidato (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2015),
119.

47
lucu, intinya membuat anak merasa ingin tahu dengan materi dongeng

yang akan disajikan.

Sesudah kegiatan stotytelling selesai.63

Ketika proses storytelling selesai dilaksanakan, tibalah saatnya bagi

pendongeng untuk mengevaluasi cerita. Melalui cerita tersebut kita dapat belajar

tentang apa saja. Setelah itu pendongeng dapat mengajak audience untuk gemar

membaca dan merekomendasikan buku-buku dengan tema lain yang isinya

menarik.

Pengajaran Iman dari Cerita Alkitab

Pengajaran isi iman dalam cerita alkitab merupakan hal yang sangat dekat

dengan kehidupan orang Kristen. Sebagaimana Rasul Paulus dalam Roma 10:17

“jadi iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firaman Kristus.”

Karena Pada hakikatnya manusia hidup untuk bercerita dan mendengar cerita.

Sebagaimana James C. Wilhoit, mengatakan bahwa, “salah satu keinginan

terbesar manusia secara universal dapat dirangkum dalam empat kata, sampaikan

kepadaku sebuah cerita.”64 Tiada hari yang berlalu tanpa menceritakan atau

mendengar apa yang terjadi, dan menjelaskan apa yang telah terjadi, Pada

dasarnya adalah menyampaikan sebuah cerita.

Isi Alkitab adalah pengajaran iman orang krsiten yang di dalamnya

mengandung berbagai-bagai cerita atau narsai yang dominan dalam alkitab secara

63
Atin Istiarni, Jejak Pena Pustakawan (surabaya: Azyan Mitra Media,
2018), 192-95.
64
James C. Wilhoit, Leland Ryken, Penagajran Alkitab yang Efektif,
(Malang: Literasi Saat, 2017),233.

48
kesluruhan. Namun cerita isi kesluruhan alkitab merupakan firman Allah yang

hidup dan berkuasa dalam hidup kekristenan. Sebabnya sebagi pemimpin gerja

atau hamba Tuhan wajib mengajrakan cerita Alakitab dengan menceritkan pula.

karena cerita dapat berfungsi lebih baik dibandingkan dengan jenis tulisan apa

pun. Sebagaimana dikatakan oleh Amos N. Wilder, dalam bukunya Early

Christian Rhetoric, yang di kutip Jame C. Wilhoit, Leland Ryken mengatkan

bahwa;

Model narasi memiliki nilai penting yang unik dalam kekristenan. Seorang
Kristen dapat mengakui imanya di mana pun. Hanya dengan
menyampaikan sebuah cerita atau serangkain cerita. Allah berbicara
melalui cerita-cerita Kristen. Sifat khas dari cerita-cerita di dalm PB
(perjanjian baru) terletak pada fakta bahwa semua cerita itu disampaikan
bukan bagi diri sendiri, cerita-cerita tersebut menempatkan kita di tengah-
tengah kisa utama dan alur dari segala waktu dan ruang, dank arena itu
menghubungan kita dengan ahli drama dan pencerita yang paling agung,
Allah sendiri. Kitab suci umat Kristen terutama terdiri dari narasi.65

Cerita alkitab bersingungan dengan kepribadian dan karakter manusia

tehadap Allah. Secara umum, jauh lebih mudah bagi orang-orang untuk meliht

diri sendiri dan pengalaman pribadinya melalui cerita-cerita alkitab daripada

melalui bagian-bagian lain dalam alkitab. Di dalam kita injil Tuhan Yesus

mengerti kebutuhan murid-muridNya, sebabanya dalam setiap pengajaranya Dia

memmakai berbagi bentuk cerita perumpamaan dalam konteks zaman itu agar

murid-muridNya dan orang-orang yang mendengarnya bisa dapat mengerti.

Dalam bahasa asli, perumpamaan αραβολή berarti “dilemparkan ke

samping”. Artinya pengajaran yang disampaikan secara tidak langsung dalam

bentuk cerita atau lukisan yang diambil dari kejadian sehari-hari itu dipakai untuk

65
Ibid, James C. Wilhoit, Leland Ryken, 234.

49
menjelaskan suatu hal yang belum dipahami, atau menyampaikan suatu kebenaran

secara tidak langsung, namun pendengar dapat memahami sendiri maksud dan

tujuan dari perumpamaan yang disampaikan oleh pembicara. Price mengatakan

bahwa perumpamaan adalah “suatu perbandingan antara hal-hal yang sudah

dikenal dengan kebenaran-kebenaran rohani.”66Tetapi jika hal ini dikaitkan

dengan metode pengajaran, menurut Price.67perumpamaan dapat disamakan

dengan cerita, meskipun harus diakui bahwa perumpamaan yang demikian

pendek, akan lebih menyerupai perbandingan daripada dengan cerita.

Diantaranya pengajaran Cerita Perumpaman tentang anak yang hilang

Lukas 15:11-32.

Analisis Injil Lukas 15:11-23

Latar Belakang dan Penulis Injil Lukas

Injil Lukas merupakan salah satu dari keempat Injil dan termasuk dalam

Injil-Injil Sinoptik bersama dengan Injil Matius dan Injil Markus.Para ahli Kitab

Suci meyakini bahwa Lukas adalah penulis Injil ini. Ia diperkirakan adalah

seorang tabib,68 salah seorang rekan kerja Paulus,69 dan rekan misionaris Paulus.70

Injil Lukas dimaksudkan agar dibaca terutama oleh golongan nonisrael, dan ia

menyajikan Yesus Kristus sebagai juruselamat baik bagi orang Yahudi maupun

orang bukan Yahudi. Lukas mengalamatkan Injilnya kepada seseorang, dan

Howard Hanchey, Creative Christian Education (Wilton, Connecticut:


66

Morehouse-Barlow, 1986),108.
67
Ibid, Price 81.
68
Kolose.4:14 (Lembaga Alkitab Indonesia)
69
Filemon 1:24 (Lembaga Alkitab Indonesia)
70
2 Timotius 4:11 (Lembaga Alkitab Indonesia)

50
dengan cara itu juga Lukas menulis Kisah Para Rasul. 71Pendapat ini muncul

dengan melihat bagian pendahuluan pada Injil Lukas dan Kisah Para Rasul yang

sama-sama ditujukan kepada Teofilus. Selain itu, ditemukan beberapa kesamaan

linguistik dan teologis sehingga menimbulkan kesan keduanya berasal dari satu

penulis yang sama. Namun, dalam Injil Lukas sendiri sebenarnya tidak

dicantumkan nama penulisnya (anonim).72

Penyusunan Injil Lukas menggunakan bahan-bahan tulisan yang kurang

lebih sama dengan yang digunakan dalam Injil Matius dan Injil Markus, tetapi

hasil susunannya tidak persis sama. Tulisan Lukas menyediakan saksi tambahan

tentang kebenaran yang dicatat oleh kedua Injil Sinoptik lain dan juga memuat isi

yang unik. Pada Injil ini dikisahkan perjalanan kehidupan dan pelayananYesus

Kristus di dunia. Injil Lukas memperdalam pemahaman ajaran Yesus dan

membantu pembacanya mengapresiasi kasih dan empati-Nya kepada seluruh umat

manusia, seperti diungkapkan selama pelayanan-Nya dan melalui semangat kasih-

Nya. Lukas hendak memberikan petunjuk lebih lanjut dengan menawarkan

laporan sistematis tentang pelayanan dan misi Yesus. Lukas menginginkan agar

pembacanya mengetahui tentang kebenaran yang diajarkan oleh “Putra Allah”73

Yesus adalah penagajar agung yang mengusai situasi dan keadaan manusia.

Sebabanya dalam pengajaranNya tentang rahasaia kerajaan Allah, Dia

71
Tampaknya Injil Lukas merupakan kitab pertama dari kedua kitab yang
ditujukan kepada Teofilus (artinya: “seseorang yang mengasihi Allah”). Lih. Luk.
1:1-3 dan Kis. 1:1.
72
Bambang Subandrijo, Menyingkap Pesan-pesan Perjanjian Baru 1.
(Bandung: Bina Media Informasi, 2010),128.
73
Lukas 1:4 (Lembaga Alkitab Indonesia)

51
mengajarankan dengan metode cerita dalam perumpamaan yang mudah dan biasa

di mengertia oleh pendengar-Nya.

Yesus Mengajar Dengan Metode Cerita

Tuhan Yesus adalah Guru yang paling piawai dalam menerapkan metode

cerita pada setiap pengajaran-Nya. Salah satu bentuk metode cerita yang paling

menonjol adalah penyampaian dalam bentuk perumpamaan, misalnya

perumpamaan-perumpamaan tentang: penabur (Markus 4:1-20); pelita dan ukuran

(Markus 4:21-25); benih yang tumbuh (Markus 4:26-29); perumpamaan tentang

biji sesawi dan ragi (Markus 4:30-34). Kemudian cerita tentang domba yang

hilang (Lukas 15:1-7); dirham yang hilang (Lukas 15:8-10); anak yang hilang

(Lukas 15:11-32); bendahara yang tidak jujur (Lukas 16:1-9), dsb. Atau juga

dalam bentuk cerita, misalnya orang Samaria yang baik hati Hal ini ternyata

sangat menolong pendengar untuk terus mengingat pelajaran yang disampaikan-

Nya. Ada tiga cara menggunakan cerita, yaitu untuk menarik perhatian,

menerangkan suatu prinsip atau kebenaran yang abstrak, dan menyampaikan

keseluruhan pelajaran dalam bentuk cerita yang utuh. 74 Tuhan Yesus banyak

menerapkan metode ini dalam pengajaran-Nya. Salah satu yang paling menonjol

adalah perumpamaan tentang domba yang hilang, dirham yang hilang, dan anak

yang hilang (Lukas15).

Perumpamaan-perumpamaan lainnya juga disampaikan dalam bentuk

cerita dengan satu tujuan yang khusus. Ada tiga cara penggunaan cerita. Pertama,

J.M. Price, Jesus Guru Agung (Bandung: Lembaga Literatur Baptis,


74

1975), 108-112.

52
untuk menarik perhatian pendengar. Uraian yang panjang dengan penjelasan yang

sulit akan sangat membosankan. Tetapi dengan cerita, yang jelas, lugas dan tidak

bertele-tele akan sangat memengaruhi atensi pendengar. Oleh karena itu baik

guru, pendidik maupun pengkhotbah sebaiknya menguasai metode bercerita ini

sehingga pengajaran atau berita yang disampaikan tidak menjemukan. Kedua,

untuk menerangkan suatu prinsip atau kebenaran yang sifatnya abstrak, sehingga

kurang bisa dipahami pendengar. Tetapi dengan cerita, pendengar menjadi lebih

mudah menangkap dan menyerap pesan yang disampaikan oleh guru atau

pengkhotbah. Lebih-lebih jika hal itu hendak dipakai untuk menyampaikan

kebenaran. Ketiga, penyampaikan seluruh materi dalam bentuk cerita. Tentu saja

dibutuhkan keterampilan dan kemampuan pendidik untuk bisa mengemas materi

pembelajaran dalam bentuk cerita dengan alur yang dapat diikuti, sehingga materi

yang berat pun bisa menarik minat peserta didik untuk mendengarkan.

Sumber-sumber Cerita Tuhan Yesus75

Sekitar seperempat dari kata-kata Tuhan Yesus yang dicacat dalam Injil

Markus dan hampir separuh dari yang dicatat dalam Injil Lukas disampaikan-Nya

dalam bentuk perumpamaan. Menurut Huck dalam TDNT, V:752, sebagaimana

dikutip oleh Simon Kistemaker, mengatakan bahwa pada dasarnya perumpamaan

itu bisa dibagi menjadi tiga kategori utama, yaitu yang berupa kisah nyata, berupa

cerita dan ilustrasi. Kistemaker menguraikannya sebagai berikut:76

75
Simon Kistemaker, Perumpamaan-perumpamaan Yesus. Terj. Esther Sri
Astuti,(Malang: Seminari Alkitab Asia Tenggara, 2003),80.
76
Ibid, Kistemaker, xi.

53
Pertama, perumpamaan-perumpamaan berupa kisah nyata. Perumpamaan-

perumpamaan ini menggunakan ilustrasi dari kehidupan sehari-hari yang sudah

dikenal oleh para pendengar dan diakui kebenarannya. Misalnya tentang benih

yang tumbuh (Markus 4:26-29); ragi yang mengkhamirkan seluruh adonan

(Matius 13:33); anak-anak yang bermain di pasar (Matius 11:16-19; Lukas 7:31-

32); seekor domba yang meninggalkan kawanannya (Matius 11:16-19;

Lukas7:31-32); seorang perumpamaan yang kehilangan uang dirham (Lukas 15:8-

10), dsb.

Kedua, perumpamaan-perumpamaan berupa cerita. Perumpamaan ini tidak

berdasarkan pada kenyataan atau tata cara yang sudah diterima secara umum.

Kalau perumpamaan berupa kisah nyata dipaparkan sebagai kisah nyata yang

sedang terjadi, maka perumpamaan berupa cerita menunjuk pada suatu peristiwa

yang terjadi di masa lampau yang biasanya berhubungan dengan pengalaman

seseorang. Misalnya, Matius 13:24-30 yang menjelaskan tentang seorang petani

yang menabur gandum dan kemudian menyadari bahwa musuhnya telah menabur

lalang di tempat yang sama pada malam harinya. Selanjutnya Lukas 16:1-9 yang

mencatat tentang seorang kaya yang memiliki manajer yang telah menyia-nyiakan

hartanya. Kemudian Lukas 18:1-8 tentang seorang hakim yang lalim yang

akhirnya menjalankan keadilan meskipun jengkel, setelah terus-menerus

mendengarkan permohonan janda.

Ketiga, ilustrasi. Cerita-cerita ilustrasi yang muncul dalam Injil Lukas

biasanya dikategorikan sebagai cerita-cerita contoh. Misalnya perumpamaan

tentang orang Samaria yang baik hati (Lukas 10:30-37); perumpamaan seorang

54
kaya yang bodoh (Lukas 12:19 31) dan perumpamaan orang Farisi dan pemungut

cukai (Lukas 16:19-31).

Pola dari ilustrasi-ilustrasi berbeda dengan perumpamaan yang berupa

cerita. Jika perumpamaan berupa cerita merupakan sebuah analogi, maka ilustrasi

memerlihatkan contoh-contoh yang harus ditiru atau dihindari. Ilustrasi langsung

dipusatkan pada karakter dan tingkah laku seseorang, sedangkan perumpamaan

berupa cerita juga melakukan hal yang sama tetapi tidak secara langsung.

Penggunaan Perumpamaan dalam Metode Cerita

Menurut KBBI, (Kamus Besar Bahasa Indonesia) perumpamaan adalah

gaya bicara yang mengunkan perbandingan; ibart.77 Perumpamaan adalah sebuah

kisah pendek dari kehidupan sehari-hari yang dipakai sebagai perbandingan untuk

menjelaskan ajaran tentang kebenaran iman atau moral. Dilihat dari konteksnya,

perumpamaan di dalam Alkitab merupakan cara Yesus untuk menyampaikan

pesan pokok dari ajaran yang hendak disampaikan-Nya.78

Hampir seluruh perumpamaan yang dipakai oleh Tuhan Yesus dalam

pengajaran-Nya terdapat dalam Injil Sinoptik. Dari 50 kali penggunaan akar kata

parabolh, (parabolẽ) 48 di antaranya dipakai dalam Injil Sinoptik, dan dua kali

dipakai dalam kitab Ibrani 9:9 yang diterjemahkan menjadi “kiasan” (Amplified

dan NAS menerjemahkan sebagai “symbol” KJV menerjemahkan “figure” dan

NIV menerjemahkan dengan “illustration”. Sementara dalam Ibrani 11:19

diterjemahkan ke dalam Alkitab TB-LAI dengan “seakan akan”, atau yang oleh

Kamus Besar Bahasa, Indonesia, “perumpamaan”


77

Lembaga Biblika Indonesia, Mendengarkan Tuhan Bercerita, (Jakarta:


78

Yayasan Lembaga Biblika Indonesia, 2011),10.

55
Hasan Sutanto diterjemahkan dengan istilah “kiasan”). 79 Menurut Julicher,

sebagaimana dikutip oleh Perrin, mengatakan bahwa perumpamaan itu merupakan

perkataan “apa adanya”, yang maksudnya adalah bahwa arti atau makna dari

perumpamaan itu sebenarnya sudah ada pada perumpamaan itu sendiri, sehingga

tanpa dijelaskan pun orang sudah akan tahu maksudnya, hanya saja perlu suatu

gambaran untuk memberikan penekanan dalam mengekspresikannya. Sementara

jika memiliki maksud yang tersembunyi, disebut alegori yang maknanya tidak

sama dengan apa yang diucapkan, tetapi yang tersembunyi pada simbol atau

lambang-lambang.80

Perumpamaan merupakan salah satu cara pendekatan yang mendapat

tempat khusus dalam pengajaran Tuhan Yesus. Kata “perumpamaan” berasal dari

bahasa Ibrani mashal/mathl.81atau dalam bahasa Yunani, parabolẽ yang memiliki

arti dasar “a comparison” (perbandingan atau pembandingan), yang sering

muncul dalam dua bentuk utama, kiasan dan metafora. 82 Setiap perumpamaan itu

memiliki makna yang sangat mendalam, bukan sekedar sebagai pelengkap

ilustrasi pengajaran Yesus, atau sekedar agar para pendengar-Nya gampang

mengerti apa yang dikatakan-Nya, melainkan ada maksud yang lebih penting.

Hasan Sutanto, Perjanjian Baru Interlinear Yunani-Indonesia dan


79

Konkordansi Perjanjian Baru (PBIK) Jilid I (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia,


2003),604.
Norman Perrin, Rediscovering the Teaching of Jesus (New York: Harper
80

& Row, Publishers, 1976), 257.


David Wenham, The Parables of Jesus, (Downers Grove, Illinois:
81

InterVarsity Press, 1989), 12.


82
Robert H. Stein, The Method and Message of Jesus’ Teachings [Revised
Edition], (Louisville, Kentucky: Westminster John Knox Press, 1996), 33.

56
A.T. Pierson, sebagaimana dikutip oleh LeBar, pernah mengatakan bahwa “setiap

perumpamaan Yesus merupakan mukjizat hikmat, dan setiap mukjizat merupakan

perumpamaan untuk menerangkan pengajaran.”83

Tujuan Perumpamaan

Dari apa yang dipaparkan oleh Simon Kistemaker dapat diringkaskan

beberapa tujuan mengapa Tuhan Yesus menggunakan perumpamaan-

perumpamaan, yaitu: Pertama, agar pesan dan pengajaran-Nya dapat diterima

oleh orang-orang yang mendengarkan-Nya. Kedua, Ia juga menggunakan untuk

mengajar firman Tuhan kepada orang banyak, untuk memanggil pendengar-Nya

agar bertobat dan beriman. Ketiga, untuk menantang agar orang-orang percaya

memraktikkan perkataan mereka ke dalam perbuatan nyata. Keempat, untuk

mengingatkan agar para pengikut-Nya tetap waspada. Dengan perumpamaan-

perumpamaan itu Dia membuat para pendengar-Nya menganalisis secara aktif

keadaan mereka sendiri dan menerapkan dalam kehidupan mereka.84Demikian

juga dikatakan Joel B. Green, bahwa “pengajaran cerita perumpamaan-

perumpamaan ini pun bermaksud memperhadapkan pendengarnya dengan fakta

bahwa sekarang ia perlu mengambil sebuah keputusan yang radikal tenatang

kerajaan Allah.85

Lois E. LeBar, Education that Is Christian (terj.) (Malang: Gandum Mas,


83

2006), 96.
84
Ibid, Kistemaker, xiv-xv

Joel B. Green, Memahami Injil-Injil & Kisah Para Rasul, (Jakarta:


85

Persekutuan Pembaca Alkitab, 2005), 185.

57
Jadi jelas dapat dilihat di sini, bahwa penggunaan perumpamaan itu

memiliki tujuan tertentu, bukan sekedar untuk memerjelas suatu maksud dari apa

yang dikatakan.

Cerita Perumpaman Anak yang Hilang.

Pengajaran Tuhan Yesus dalam konteks cerita perumpamaan ini tentang

hal kerajaan sorga. Dalam pelayananNya, Ysesu selalu memakai perumpamaan

dari kehidupan sehari-hari pada zaman tersebut agar setiap orang yang

mendengarkan dapat mengerti apa makna di balik ucapanNya (Mark. 4:33-34).

Kisah Anak yang hilang adalah perumpamaan yang dikisahkan oleh Yesus

untuk menanggapi kritikan orang farisi dan ahli-ahli Taurat tentang sikap mereka

terhadap orang berdosa yang digambarkan pada Lukas 15:2 “Lalu bersungut-

sungutlah orang-orang farisi dan ahli-ahli Taurat, katanya: Orang ini menerima

orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka.” 86


Kemudian

Yesus menanggapinya seperti tertulis dalam Lukas 15:11:32.

Yesus berkata lagi: "Ada seorang mempunyai dua anak laki-laki. Kata
yang bungsu kepada ayahnya: Bapa, berikanlah kepadaku bagian harta
milik kita yang menjadi hakku. Lalu ayahnya membagi-bagikan harta
kekayaan itu di antara mereka. Beberapa hari kemudian anak bungsu itu
menjual seluruh bagiannya itu lalu pergi ke negeri yang jauh. Di sana ia
memboroskan harta miliknya itu dengan hidup berfoya-foya. Setelah
dihabiskannya semuanya, timbullah bencana kelaparan di dalam negeri itu
dan iapun mulai melarat. Lalu ia pergi dan bekerja pada seorang majikan
di negeri itu. Orang itu menyuruhnya ke ladang untuk menjaga babinya.
Lalu ia ingin mengisi perutnya dengan ampas yang menjadi makanan babi
itu, tetapi tidak seorangpun yang memberikannya kepadanya. Lalu ia
menyadari keadaannya, katanya; Betapa banyaknya orang upahan bapaku
yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan.
Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa,
aku telah berdosaterhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi
86
Lukas 15:2 (Lembaga Alkitab Indonesia).

58
disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa.
Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketika ia masih jauh,
ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan.
Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia.
Kata anak itu kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan
terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa. Tetapi ayah itu
berkata kepada hamba-hambanya: Lekaslah bawa ke mari jubahyang
terbaik, pakaikanlah itu kepadanya dan kenakanlah cincin pada jarinya dan
sepatu pada kakinya. Dan ambillah anak lembu tambun itu, sembelihlah
dia dan marilah kita makan dan bersukacita. Sebab anakku ini telah mati
dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali. Maka
mulailah mereka bersukaria. Tetapi anaknya yang sulung berada di ladang
dan ketika ia pulang dan dekat ke rumah, ia mendengar bunyi seruling dan
nyanyian tari-tarian. Lalu ia memanggil salah seorang hamba dan bertanya
kepadanya apa arti semuanya itu. Jawab hamba itu: Adikmu telah kembali
dan ayahmu telah menyembelih anak lembu tambun, karena ia
mendapatnya kembali dengan sehat. Maka marahlahanak sulung itu dan ia
tidak mau masuk. Lalu ayahnya keluar dan berbicara dengan dia. Tetapi ia
menjawab ayahnya, katanya: Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan
belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah
bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-
sahabatku. Tetapi baru saja datang anak bapa yang telah memboroskan
harta kekayaanbapa bersama-sama dengan pelacur-pelacur, maka bapa
menyembelih anak lembu tambun itu untuk dia. Kata ayahnya kepadanya:
Anakku, engkau selalu bersama-sama dengan aku, dan segala
kepunyaanku adalah kepunyaanmu. Kita patut bersukacita dan bergembira
karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan
didapat kembali."87

Menurut hukum warisan waktu itu anak sulung mendapat warisan dua

pertiga dari harta Ayahnya, sedangkan adiknya mendapatkan sepertiga. Persoalan

yang muncul di dalam perumpamaan ini bukanlah pada perbedaan prosentase

jumlah warisan melainkan pada permintaan anak bungsu atas warisan yang

menjadi haknya. Seharusnya warisan itu baru akan diterimanya setelah bapanya

87
Lukas 15:11-32 (Lembaga Alkitab Indonesia).

59
meninggal, namun dia memintanya selagi bapanya masih hidup. 88Tokoh bapa

yang dalam perumpamaan ini memilki sikap yang simpatik tetapi juga lugu

dikisahkan bahwa dia tetap memberikan harta warisaanya kepada si bungsu

karena mencoba berpikir positif terhadap anak-anaknya.

Perilaku Anak Bungsu

Anak bungsu setelah menerima haknya (harta warisan), si bungsu pergi ke

negeri yang jauh, kelihatan bahwa si bungsu sengaja meninggalkan ayahnya dan

berfoya-foya memboroskan seluruh hartanya. Dosa si bungsu terhadap Ayahnya

berlipat-lipat, yaitu meminta warisan selagi Ayahnya masih hidup, meninggalkan

bapanya dan memboroskan harta warisannya untuk hidup berfoya-

foya.89Kemudian datanglah bencana kelaparan di negeri itu dan si bungsu menjadi

melarat akibat hidupnya yang berfoya-foya. Dia terjerumus dalam suatu pekerjaan

najis yang sangat merendahkan martabat orang Yahudi yaitu menjadi penjaga

babi.90 Dikatakan bahwa untuk memenuhi kebutuhan saja si bungsu harus makan

ampasan babi. Hal ini menunjukkan bahwa dia sudah berada dalam tingakt

keterpurukan hidup akibat jauh dari perhatian atau dari kasih bapa.

Akibat dari perbuatnnya sendiri, si bungu itu mengalami penderitaan

rohani dan jasmani. Penderitaan rohani yang dirasakan ketika di dalam dirinya

mulai muncul rasa bersalah terhadap Allah dan bapanya. Penderitaan jasmani

88
Lembaga Biblika Indonesia, 34.
89
Lembaga Biblika Indonesia, 35
90
Lembaga Biblika Indonesia, Tafsiran Perjanjian Baru 3: Injil Lukas
(Yogyakarta:Yayasan Kanisius, 1981),175.

60
dialaminya karena kelaparan. Setelah mengalami penderitaan yang begitu tragis,

dan mulai sadar bahwa bahwa semua itu terjadi akibat dosa-dosanya terhadap

bapanya dan terhadap Allah (terhadap sorga). Setelah menyesali keadaanya, anak

itu berniat untuk kembali kepada bapanya, bukan karena hal itu merupakan

keharusan (sebab dia juga bisa pergi mengembara ke daerah lain), melainkan

karena terdorong oleh ingatannya pada kebaikan hati bapanya yang penuh

pengampunan.

Bapa penuh pengampunan

Yesus mengajarkan bahwa Allah adalah Bapa yang baik hati dan suka

mengampuni. Menurut Kamus Besar bahasa Indonesia, “Pengampunan” adalah

pembebasan dari tuntutan karena melakukan kesalahan atau kekeliruan.” 91 Dalam

Kitab Suci Perjanjian Baru terdapat dua kata kerja, yaitu Kharizomai (melakukan

secara anugrah) dan kata benda aphesis (melepaskan).92 Dengan demikian

pengampunan berarti pembebasan atau pelepasan dari kesalahan atau dosa.

Mengampuni berarti melepaskan atau membebasakan seseorang dari kesalahan

atau dosa. Sebagaimana dikatakan Yohanes Sukender, bahwa; “Kebaikan Allah

itu ditampakkan atau diwujudkan dalam kehidupan dan pewartaan Yesus”. 93

Allah Bapa melalu Yesus selalu mencari domba-domba yang hilang untuk dibawa

pulang kembali, karena kan ada sukacita di surga jika satu orang berdoasa yang

91
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1992), 34.
92
N. Hillyer, Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, Jilid 1, A-L (Jakarta:
Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1999), 45.
93
Yohanes Sukender, Pengampunan Menurut Kitab Suci Perjanjian,
(Malang: PKK-ATP, 2028), 24.

61
bertobat lebih dari sukacita karena sembilan puluh sembilan orang yang tidak

memerlukan pertobat (Luk 15:7).

Perumpamaan ini menceritakan tentang kasih seorang bapa kepada

anaknya. Di dalam cerita ini, sekalipun titik beratnya adalah tentang si anak

bungsu, tetapi sebenarnya si anak sulung juga memiliki peran di dalam cerita ini.

Berbagai nama diberikan kepada perumpamaan ini, antara lain: "Perumpamaan

anak yang berfoya-foya" (Parable of the Prodigal Son), ("Dua Saudara, Anak

yang Hilang" (Two Brothers, Lost Son), "Bapa yang Mengasihi" (Loving Father),

"Bapa yang Rindu" (Lovesick Father) atau "Bapa yang Mengampuni" (Forgiving

Father).94 Dalam kasihNya, Allah mengampuni dan menerima kembali manusia

telah berdosa.

J. Verkuyl, dalam bukunya, Anak yang hilang mengatakan; “dan kini bapa

memperlihatkan kemurahan dan kseluruhan kasihNya. Ia tidak saja mengampuni,

tetapi inilah hebatnya kasih Allah dalam Kristus, bahwa Allah Bapa menerima

dan memulihkan kita anak-anak haram dan menjadi anak-anak Allah serta anak-

anak pewaris didalam rumah Bapa dan sewaris dengan anakNya.”95

Sikap Anak Sulung

Pada saat anak sulung mendengar bahwa adiknya telah kembali dan

diberikan pesta oleh bapanya, anak sulung menjadi marah terhadap ayahnya.

Respon si sulung bukanlah bersukacita, melainkan kemarahan bahkan ia tidak

menganggap si bungsu sebagai adiknya. Hal ini dapat kita lihat dengan kata “anak

94
Bible Gateway, Luke 15:11–32 The Parable of the Lost Son - Jesus,
2016.
95
J. Verkuyl, Anak Hilang, (Jakarta: Badan Penerbitan Kristen, 1965), 47.

62
bapa” yang dilontarkannya kepada sang bapa. Peristiwa tersebut menjadi puncak

kekesalan anak sulung terhadap bapanya yang dianggap pilih kasih. Ia

membandingkan dirinya dengan si bungsu dengan mengatakan Telah bertahun-

tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi

kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk

bersukacita dengan sahabat-sahabatku. Kemarahannya kepada sang bapa

menegaskan bahwa selama ini dia pun terhilang walaupun berada dalam naungan

bapanya.

Anak sulung juga adalah anak yang hilang, mengapa? Meskipun dia tetap

berada dalam naungan bapanya namun dia hanya melihat hal itu sebagai

hubungan ketaatan antara tuan dan hamba (ay. 29) bukan berdasarkan kasih. Anak

sulung juga menginginkan pesta tersebut sebagai tanda pujian kepadanya karena

ketaatannya.

Perubahan Perilaku Sosial Jemaat

Pengertian Perilaku

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), perilaku merupakan

suatu tanggapan ataupun reaksi dari setiap individu terhadap suatu rangsangan

atau lingkungan.96 Setiap individu yang berinteraksi dengan dengan orang lain

maka akan memiliki makna perilaku sosial. Menurut Hurlock, “perilaku sosial

merupakan aktifitas fisik dan psikis seseorang terhadap orang lain sebaliknya

untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan orang lain sesuai dengan norma sosial

yang berlaku. Perilaku sosial nampak dalam perasaan, keyakinan, sikap dan rasa
96
Setiawan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2019

63
hormat pada orang lain”.97 Sikap perilaku sosial setiap orang relatif berbeda-beda

dalam merespon orang lain.

Max Weber berpendapat “perilaku mempengaruhi aksi sosial dalam

komunitas atau masyarakat yang dapat memunculkan berbagai masalah”. 98 Weber

menyadari bahwa terjadinya permasalahan disebabkan adanya. Faktor-faktor yang

membentuk perilaku sosial seseorang atau perkembangan kepribadian dipengaruhi

oleh beberapa faktor antara lain faktor sosiologis, perubahan tingkah laku

seseorang terjadi karena dipengaruhi lingkungan sosialnya; Faktor psikologi,

tingkah laku seseorang dipengaruhi faktor psikologi misalnya minat, dorongan,

perasaan, tempramen. Faktor budaya misalnya tentang kedisiplinan seseorang

yang tinggal disuatu daerah. Ini menjadi perhatian bahwa pembentukan perilaku

sosial seseorang tidak terbentuk sendirinya melainkan dipengaruhi oleh beberapa

faktor yang bersumber dari lingkungan baik atau tidak baik.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Perilaku

Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa perilaku manusia dipengaruhi

oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan faktor diluar

97
Hurlock. E. B. Personality Development. (New Delhi: Tata McGraw-
Hill,1995), 362.

98
Max Weber, From Max Weber: Essays in Sosiology. (Oxford: Oxford
University Press, 1946),76

64
perilaku (non behaviour causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau

terbentuk dari 3 faktor yaitu:99

a. Faktor Predisposisi (Predisposing Factors), yang mencakup

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.

1) Pengetahuan apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi

perilaku melalui proses yang didasari oleh pengetahuan,

kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan

bersifat langgeng (long lasting) daripada perilaku yang tidak

didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan atau kognitif merupakan

domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan

seseorang dalam hal ini pengetahuan yang tercakup dalam

domain kognitif mempunyai tingkatan .

2) Sikap adalah suatu predisposisi (keadaan mudah terpengaruh)

terhadap seseorang, ide atau obyek yang berisi komponen-

komponen cognitive, affective dan behavior (Linggasari, 2008).

Terdapat tiga komponen sikap, sehubungan dengan faktor-faktor

lingkungan kerja, sebagai berikut:100

a. Afeksi (affect) yang merupakan komponen emosional atau

perasaan.

b. Kognisi (cognitive) adalah keyakinan evaluatif seseorang.

Keyakinan-keyakinan evaluatif, dimanifestasi dalam bentuk

99
Notoatmodjo, Kesehatan Masyarakt Ilmu dan Seni, (Jakarta: Rineka
Cipata, 2007), 38-49.
100
Linggasari, Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku, (FKMUI,
2008), 32.

65
impresi atau kesan baik atau buruk yang dimiliki seseorang

terhadap objek atau orang tertentu.

c. Perilaku (Behavior) yaitu sebuah sikap berhubungan dengan

kecenderungan seseorang untuk bertindak terhadap seseorang

atau hal tertentu dengan cara tertentu (Winardi, 2004).

Seperti halnya pengetahuan, sikap terdiri dari berbagai

tingkatan, yaitu: menerima (receiving), menerima diartikan

bahwa subjek mau dan memperhatikan stimulus yang

diberikan. Merespon (responding), memberikan jawaban

apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang

diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Menghargai

(valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau

mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap

tingkat tiga. Bertanggungjawab (responsible),

bertanggungjawab atas segala suatu yang telah dipilihnya

dengan segala risiko merupakan sikap yang memiliki

tingkatan paling tinggi.101

b. Faktor Pemungkin (Enabling Factor), yang mencakup

lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas

atau sarana-sarana keselamatan kerja, misalnya ketersedianya

alat pendukung, pelatihan dan sebagainya.

101
Ibid, Notoatmodjo, 2007, 42.

66
c. Faktor penguat (Reinforcement Factor), faktor-faktor ini

meliputi undang-undang, peraturan-peraturan, pengawasan dan

sebagainya.

Sedangkan faktor yang dapat mempengaruhi perilaku menurut Hariyanti

(2015) dibagi menjadi 2, yaitu:102

a. Faktor Genetik atau Faktor Endogen Faktor genetik atau faktor keturunan

merupakan konsep dasar atau modal untuk kelanjutan perkembangan

perilaku makhluk hidup itu. Faktor genetik berasal dari dalam individu

(endogen), antara lain:

1) Jenis Ras

Semua ras di dunia memiliki perilaku yang spesifik, saling berbeda

dengan yang lainnya, ketiga kelompok terbesar yaitu ras kulit putih

(Kaukasia), ras kulit hitam (Negroid) dan ras kulit kuning

(Mongoloid).

2) Jenis Kelamin

Perbedaan perilaku pria dan wanita dapat dilihat dari cara

berpakaian dan melakukan pekerjaan sehari-hari, pria berperilaku

berdasarkan pertimbangan rasional. Sedangkan wanita berperilaku

berdasarkan emosional.

3) Sifat Fisik

Perilaku individu akan berbeda-beda karena sifat fisiknya.

4) Sifat Kepribadian

Hariyanti, Dimensi-dimensi Masalah Sosial dan Pemberdayaan


102

Masyarakt, (Yogyakarta: ADMD Pres, 2015), 33.

67
Perilaku individu merupakan manifestasi dari kepribadian yang

dimilikinya sebagai pengaduan antara faktor genetik dan

lingkungan. Perilaku manusia tidak ada yang sama karena adanya

perbedaan kepribadian yang dimiliki individu.

5) Bakat Pembawaan

Bakat menurut Notoatmodjo (2003) dikutip dari William B.

Micheel (1960) adalah kemampuan individu untuk melakukan

sesuatu lebih sedikit sekali bergantung pada latihan mengenai hal

tersebut.

6) Intelegensi

Intelegensi sangat berpengaruh terhadap perilaku individu, oleh

karena itu kita kenal ada individu yang intelegensi tinggi yaitu

individu yang dalam pengambilan keputusan dapat bertindak tepat,

cepat dan mudah. Sedangkan individu yang memiliki intelegensi

rendah dalam pengambilan keputusan akan bertindak lambat.

b. Faktor Eksogen atau Faktor Dari Luar Individu Faktor yang berasal dari

luar individu yaitu Faktor Lingkungan. Lingkungan disini menyangkut

segala sesuatu yang ada disekitar individu. Lingkungan sangat

berpengaruh terhadap individu karena lingkungan merupakan lahan untuk

perkembangan perilaku. Menurut Notoatmodjo (2007), perilaku itu

dibentuk melalui suatu proses dalam interaksi manusia dengan lingkungan.

1) Usia

68
Menurut Sarwono dalam Hariyanti (2015), usia adalah faktor

terpenting juga dalam menentukan sikap individu, sehingga dalam

keadaan diatas responden akan cenderung mempunyai perilaku

yang positif dibandingkan umur yang dibawahnya. Menurut

Hurlock dalam Hariyanti (2015) masa dewasa dibagi menjadi 3

periode yaitu masa dewasa awal (18-40 tahun), masa dewasa

madya (41-60 tahun) dan masa dewasa akhir (>61 tahun).

2) Pendidikan

Kegiatan pendidikan formal maupun informal berfokus pada

proses belajar dengan tujuan agar terjadi perubahan perilaku, yaitu

dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti

dan tidak dapat menjadi dapat. Menurut Notoatmodjo (2003),

pendidikan mempengaruhi perilaku manusia, beliau juga

mengatakan bahwa apabila penerimaan perilaku baru didasari oleh

pengetahuan, kesadaran, sikap positif maka perilaku tersebut akan

bersifat langgeng. Dengan demikian semakin tinggi tingkat

pengetahuan seseorang maka semakin tepat dalam menentukan

perilaku serta semakin cepat pula untuk mencapai tujuan

meningkatkan derajat kesehatan.

3) Pekerjaan

Bekerja adalah salah satu jalan yang dapat digunakan manusia

dalam menemukan makna hidupnya. Dalam berkarya manusia

69
menemukan sesuatu serta mendapatkan penghargaan dan

pencapaian pemenuhan diri menurut Azwar (2003).

4) Agama

Agama sebagai suatu keyakinan hidup yang masuk dalam

konstruksi kepribadian seseorang sangat berpengaruh dalam cara

berpikir, bersikap, bereaksi dan berperilaku individu.

5) Sosial Ekonomi

Lingkungan yang berpengaruh terhadap perilaku seseorang adalah

lingkungan sosial, lingkungan sosial dapat menyangkut sosial.

Pendapatan merupakan dasar dari kemiskinan. Pendapatan setiap

individu diperoleh dari hasil kerjanya. Sehingga rendah tingginya

pendapatan digunakan sebagai pedoman kerja. Mereka yang

memiliki pekerjaan dengan gaji yang rendah cenderung tidak

maksimal dalam berproduksi. Sedangkan masyarakat yang

memiliki gaji tinggi memiliki motivasi khusus untuk bekerja dan

produktivitas kerja mereka lebih baik dan maksimal.

6) Kebudayaan

Kebudayaan diartikan sebagai kesenian, adat-istiadat atau

peradaban manusia, dimana hasil kebudayaan manusia akan

mempengaruhi perilaku manusia itu sendiri.

Tujuan Perubahan Perilaku

70
Weber mangatakan bahwa dalam tindakan sosial, manusia melakukan

sesuatu dikarenakan ada sebuah tujuan yang ingin didapatkan, barulah setelah

itu dilakukan sebuah tindakan/pergerakan (Usman: 2004). Ada empat tipe

tindakan sosial yang dikemukakan oleh Weber, yaitu:103

1. Tindakan rasionalitas Intrumental yaitu tindakan ini ditujukan dalam

mencapai tujuan-tujuan yang secara rasional dan diperhitungkan dengan

baik oleh aktor yang melakukannya.

2. Tindakan rasionalitas nilai, yaitu sebuah tindakan rasional yang

berdasarkan nilai, dilakukan dengan tujuan yang ada kaitannya dengan

nilai-nilai yang diyakini secara sendiri tanpa memperhitungkan prospek-

prospek yang ada kaitannya dengan berhasil atau gagalnya sebuah

tindakan yang dilakukan tersebut.

3. Tindakan tradisional, yaitu tindakan yang dilakukan karena telah bersifat

turun-temurun dan akhirnya berkelanjutan.

4. Tindakan Afektif, yaitu sebuah tindakan yang dilakukan dengan dorongan

emosi, dan tentunya dilakukan dengan pemikiran yang irrasional (tidak

rasional) (Ritzer & Goodman:2011:137).

Dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan pengutaraan yang dijelaskan

oleh Max Weber terkait dengan tindakan sosial sebenarnya memiliki tujuan yang

baik di tengah-tengah masyarakat, hanya saja kembali lagi kepada individu yang

melakukan suatu tindakan sosial tersebut. Tindakan yang dilakukan bisa bersifat

positif bagi dirinya atau malah merugikan banyak orang lain.

Usman, Sunyoto, Sosiologi Sejarah, Teori dan Metodologi, CIRED,


103

(Yogyakarata, 2004), 40-44

71
Perubahan Perilaku sosial

Perubahan adalah berubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain yang

berbeda dari sebelumnya. Perubahan seyogyanya mengarah pada situasi atau

kondisi yang lebih baik. Namun tidak dapat dipungkiri terkadang perubahan juga

mengarah pada situasi atau kondisi yang kurang baik. 104 dengan demikian

perubahan perilaku adalah perubahan tindakan, sikap atau pola respon seseorang

terhadap situasi dan kondisi pada lingkungan sekitarnya.

Manusia sebagai makhluk individu dan sosial akan menampilkan tingkah

laku tertentu, akan terjadi peristiwa saling mempengaruhi antara individu yang

satu dengan individu yang lain. Hasil dari peristiwa saling mempengaruhi tersebut

maka timbulah perilaku sosial.

Perilaku merupakan perbuatan/tindakan dan perkataan seseorang yang

sifatnya dapat diamati, digambarkan dan dicatat oleh orang lain ataupun orang

yang melakukannya sedangkan sosial adalah keadaan dimana terdapat kehadiran

orang lain. Berarti perilaku sosial adalah perilaku yang terjadi dalam situasi sosial,

yakni bagaimana orang berpikir, merasadan bertindak karena kehadiran orang

lain. Dapat diartikan juga sikap dimana kita saling membutuhkan orang lain.

Menurut Krech, Crutchfield dan Ballachey (1982) dalam Rusli Ibrahim,

mengemukakan “bahwa perilaku sosial seseorang itu tampak dalam pola respons

antar orang yang dinyatakan dengan hubungan timbal balik antar pribadi.”105

104
Fahlia, Edi Irawan, Ramadhan Tasmin, Analisis Dampak Perubahan
Perilaku Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Mapin Rea Pasca Bencana Gempa
Bumi, (Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, 2019, Vol. 04, No.01, pp. 51-55)
105
Ibrahim Rusli, Landasan Psikologi Pendidikan Jasmani di Sekolah Dasar,
(Jakarta: Dirjen Olahraga, 2005), 23.

72
Perilaku merupakan tindakan dan perkatan sesorang yang sifatnya dapat

diamati, digambarkan dan dicatat oleh orang lain atau pun orang yang

melakukannya. Sesorang dapat dikenal dari perilakunya bagaimana kehidupannya,

bagaimana karakternya, bagaimana pola-pola hidup kesehariannya. Perilaku atau

perbuatan, perilaku memilki arti yang lebih kongret daripada “jiwa” karena lebih

kongret itu, maka perilaku lebih muda muda dipelajari dari pada jiwa. Dan

menurut H. Abu Ahmadi bahwa perilaku manusia adalah pencerminan dari

seluruh pribadinya, dan watak atau karakter yang ia meliki. Kata karakter dalam

bahasa Yunani “Charas sein” yang berarti (mula-mula) coretan, atau goresan.

Kemudian berarti stempel atau gambaran yang ditinggalkan oleh stempel itu.106

Dari pemahaman diatas maka kepribadian manusia, dapat dilihat dari

perilakunya. Oleh karenanya sangatlah penting untuk menggoreskan coretan-

coretan yang tepat yaitu yang pada firman Tuhan dan focus pada pribadi yang

benar yaitu Tuhan Yesus Kristus. Karena ketika goresan itu tepat dan benar maka

mereka juga akan memiliki tujuan-tujuan dan keinginan-keinginan yang benar dan

teraplikasi dalam perilaku yang benar. Prilaku seoarang merupakan perkataan

yang dikumandangkan melalui kehidupannya.107 Seperti yang di ungkapkan oleh

Larry Richards, kadang manusia memilki perilaku yang ditetapkan begi

kehidupan berdasarkan tujuan-tujuan dan keinginan-keinginan yang dapat bersifat

positif dan dapat juga bersifat negative.108

106
H. Abu Ahmadi, Psikologi Umum, (Jakarta: PT. Renika Cipta, 2009),
230.
107
Greg Zoschak, Membangun Karakter Anda (Trust: A Call for
Character), (Jakarta: Imanuel, 2005),118.
108
Larry Richards, Psikologi dan Alkitab, (Bandung: Kalam Hidup, 2011),
19.

73
Inilah pentingnya pengajaran iman harus memberikan satu dorongan yang

kuat agar anggota-anggota jemaat Tuhan memilki tujuan-tujuan hidup dan

keingin-keinginan yang sesuai dengan kehendak Tuha, dan terlihat nyata dalam

kehidupannya sehari-hari. Setiap jemaat diarahkan atau di tuntun melalui

pengajaran iman dapat menyadarkan bahwa perlu mengetahui ketika orang lain

melihat apa yang sedang dilakukan dan setelah itu menyimpulkan apkah perilaku

baik, tidak baik, bodoh atau aneh. Sehingga tindakan selanjutnya jemaat

disadrakan untuk memikirkan perilakunya dan memikirkan bagimana orang lain

memandangnya.

Dapat disimpulkan bahwa, perilaku adalah tindakan atau pola respon yang

dilakukan oleh seseorang pada situasi tertentu. Perilaku seseorang menyangkut

tindakan atas respon hubungan timbalbalik antara individu dengan lingkungan

sekitarnya yang dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika, kekuasaan

persuasi atau genetika.

Ciri-Ciri Perubahan Perilaku

1. Perubahan Tradisi Guna-Guna

Tradisi dalam kamus antropologi sama dengan adat istiadat yakni

kebiasaan yang bersifat magis religius dari kehidupan suatu penduduk

asli yang meliputi nilai-nilai budaya, norma-norma,hukum dan aturan-

aturan yang saling berkaitan dan menjadi suatu sistem atau peraturan

yang sudah mantap serta mencakup segala konsepsi sistem budaya dari

suatu kebudayaan untuk mengatur tindakan atau perbuatan manusia

74
dalam kehidupan sosial. Sedangkan dalam kamus Sosiologi, tradisi

diartikan sebagai kepercayaan dengan cara turun temurun yang dapat

dipelihara.109

Tradisi yang disakralkan merupakan tradisi ritual adat yang

dilakukan masyarakat suku mamasa yang disebut Tradisi guna-guna

atau pegangan yang diwariskan dari nenek moyang. Tradisi tersebut

bukanlah tradisi yang tidak dapat diubah karena merupakan pewarisan

norma-norma, kaidah-kaidah dan kebiasaan-kebiasaan dari nenek

moyangnya. Sebenarnya tradisi dapat dipadukan dengan aneka ragam

perbuatan manusia yang disakralkan dan berhubungan dengan ritual

adat yang merupakan tradisi yang disakralkan oleh masyarakat adat

setempat yakni Tradisi guna-guna, yang sering dipercaya mempunyi

kekuatan supernataul yang memberikan kelimahan tetapi juga

melindungi dari musuh-musuh.

Selain itu, tradisi yang disakralkan ini berhubungan erat dengan

unsur keagamaan. Konsep agama John Dewey membedakan antara

religion, a religion dan the religious yaitu antara sesuatu yang

dinyatakan dengan kata benda dan kualitas pengalaman yang ditandai

dengan kata sifat. Dewey mengatakan bahwa definisi agama secara

substantif adalah pengakuan manusia terhadap kekuatan yang lebih

tinggi dan tidak tampak yang mengawasi nasib manusia dan berhak

atas kepatuhan, hormat dan pujian. Mangun Wijaya juga mengatakan

109
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Aksara Baru,
2005), 12.

75
bahwa agama atau religi sama dengan istilah religiousitas. Agama

menunjuk aspek formal yang berkaitan erat dengan aturan-aturan dan

kewajiban-kewajiban sedangkan religiositas mengacu pada aspek religi

yang dihayati individu didalam hati. Agama berkaitan erat dengan

perilaku pemujaan, pelaksanaan ritus formal keagamaan/ritual adat,

ketaatan dan hal-hal yang dilakukan pelaku guna-guna.

Penerapan pada Tradisi guna-guna sangat mempengerahui perilaku

hidup seorang pelaku dalam kehidupannya sehari-hari dalam

berkelurga, bekerja dan bersosaial. Karena kehidupan sehari-hari akan

mereprensentasi apa yang dia Yakini atau percaya yang maearsa itu

menolong, menjaga, memberi kenayamaan dalam hidupnya.

2. Perubahan Sikap

Setiap tingkah manusia lahir karena adanya dorongan atau motivasi

dari dalam dan stimulus dari luar. Dorongan atau motivasi yang

dimaksudkan adalah kekuatan penggerak yang membangkitkan

kegiatan dalam diri makhluk hidup dan memotori tingkah laku serta

menggerakkannya pada suatu tujuan atau berbagai tujuan. Dorongan-

dorongan melakukan berbagai fungsi yang primer dan penting bagi

makhluk hidup. Dorongan-dorongan itulah yang mendorong makhluk

untuk memenuhi kebutuhan utama atau primer bagi kelangsungan

hidupnya. Dorongan-dorongan juga mendorong makhluk untuk

76
melakukan banyak perilaku penting yang bermanfaat lainnya dalam

usaha untuk menyerasikan diri dengan lingkungan hidupnya.

Para ahli ilmu jiwa modern membagi dorongan-dorongan menjadi

dua bagian pokok:

1. Dorongan-dorongan fisiologis. Dorongan-dorongan ini

berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan tubuh dan kekura-

ngan atau hilangnya keseimbangan yang terjadi dalam jari-

ngan-jaringan tubuh. Dorongan ini mengarah perilaku individu

pada tujuan-tujuan yang bisa memenuhi kebutuhan-kebu- tuhan

fisiologis tubuh atau menutup kekurangan yang terjadi pada

jaringan-jaringan tubuh dan mengembalikannya pada

keseimbangan yang ada sebelumnya. Dorongan-dorongan

fisiologis ini terdiri; dorongan untuk menjaga diri110, dorongan

untuk mempertahankan kelestarian hidup jenis.111

2. Dorongan-dorongan psikis. Dorongan-dorongan ini diperoleh

lewat belajar selama proses sosialisasi yang dilalui seseorang.

Termasuk dalam dorongan ini adalah dorongan memiliki,

dorongan memusuhi, dorongan berkompetisi dan dorongan

beragama.112

Berbagai kebutuhan atau dorongan seperti disebutkan di atas,

sudah dijelaskan dalam uraian sebelumnya. Di sini hanya dibatasi

110
Jalaluddin, Psikologi Agama (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997),34.
111
W.A Gerungan, Psikologi Sosial (Bandung: Refka Aditama,2000), 55.
112
8Hanna Djumhana Bustamam, Integrasi Psikologi Dengan Islam:
Menuju Psikologi Islami (Yogyakarta:PustakaPelajar, 1997), 56.

77
menyangkut kebutuhan atau dorongan beragama. Kebutuhan

beragama merupakan kebutuhan psikis yang mempunyai landasan

alamiah dalam watak kejadian manusia. Dalam relung jiwanya,

manusia merasakan adanya suatu dorongan yang mendorongnya

untuk mencari dan memikirkan Sang Pencipta dirinya dan alam

semesta. Kesadaran inilah yang juga mendorongnya untuk

menyembah-Nya, memohon kepada-Nya, dan meminta

pertolongan kepada-Nya setiap kali ia tertimpa malapetaka dan

bencana hidup. Dalam perlindungan-Nya, ia merasa tenang dan

tentram. Yang demikian ini bisa ditemukan dalam tingkahlaku

manusia di setiap masa dan dalam berbagai masyarakat. Hanya saja

konsepsi manusia, dalam berbagai masyarakat sepanjang sejarah

tentang Tuhan dan jalan yang ditempuhnya dalam menyembah-

Nya berbeda-beda sesuai dengan tingkat pemikiran dan

perkembangan budayanya. Namun perbedaanperbedaan konsepsi

manusia tentang Tuhan atau cara untuk penyembahan-Nya ini

sesungguhnya adalah perbedaan-perbedaan dalam

mengekspresikan dorongan-dorongan beragama tersebut.

Sekalipun demikian para ahli ilmu jiwa belum sependapat

tentang kemutlakan naluri beragama atau naluri keagamaan pada

diri manusia, namun hasil penelitian mereka sebagian besar

membenarkan eksistensi naluri itu. Bermacam-macam istilah

mereka pergunakan namun pada dasarnya yang mereka maksud

78
adalah dorongan yang menyebabkan manusia cenderung untuk

mengakui adanya suatu zat yang adikodrati (super natural).

Manusia di manapun berada dan bagaimanapun mereka hidup, baik

secara kelompok atau sendiri-sendiri, terdorong untuk

memperagakan diri dalam bentuk pengabdian kepada Zat Yang

Maha Tinggi itu.

Para ahli psikologi agama belum sependapat tentang sumber

rasa keagamaan ini. Rudolf Otto misalnya menekankan pada

dominasi rasa ketergantungan, sedangkan Sigmund Freud

menekankan libido sexual dan rasa berdosa sebagai faktor

penyebab yang dominan. Yang penting ada suatu pengakuan

walaupun secara samar, bahwa tingkahlaku keagamaan seseorang

timbul dari adanya dorongan dari dalam sebagai faktor intern.

Dalam perkembangan selanjutnya perilaku keagamaan itu

dipengaruhi pula oleh pengalaman keagamaan, struktur

kepribadian serta unsur kejiwaan lainnya.113

Psikologi modern tampaknya memberi porsi yang khusus bagi

perilaku keagamaan, walaupun pendekatan psikologis yang

digunakan terbatas pada pengalaman empiris. Psikologi agama

merupakan salah-satu bukti adanya perhatian khusus para ahli

psikologi terhadap peran agama dalam kehidupan kejiwaan

manusia.

113
Budiman, Hikmat, Pembunuhan Yang Selalu Gagal: Modernisme dan
Krisis Rasionalitas Menurut Daniel Bell (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997),76.

79
Pendapat yang paling ekstrem pun tentang hal itu masih

menunjukkan betapa agama sudah dinilai sebagai bagian dari

kehidupan pribadi manusia yang erat kaitannya dengan gejala-

gejala psikologis. Dalam beberapa bukunya, Sigmund Freud, yang

dikenal sebagai pengembang psikoanalisis mencoba

mengungkapkan hal itu. Agama menurut Freud nampak dalam

perilaku manusia sebagai simbolisasi dari kebencian terhadap ayah

yang direfleksikan dalam bentuk rasa takut kepada Tuhan. Secara

psikologis, agama adalah ilusi manusia. Manusia membutuhkan

agama dikarenakan rasa ketidakberdayaannya menghadapi

bencana. Dengan demikian segala bentuk sikap dan perilaku

keagamaan merupakan ciptaan manusia yang timbul dari dorongan

agar dirinya terhindar dari bahaya dan dapat memberi rasa aman.

Untuk keperluan itu manusia menciptakan Tuhan dalam

pikirannya.114

Sejalan dengan prinsip dan teorinya, bahwa behaviorisme

memandang perilaku manusia itu lahir karena adanya stimulan

(rangsangan dan luar dirinya). Teori Sarbond (gabungan dari Sti-

mulus dan Respons) yang dikemukakan oleh aliran behaviorisme

tampaknya kurang memberi tempat bagi kajian kejiwaan non-fisik.

Namun dalam perilaku keagamaan, sebagai sebuah realita dalam

kehidupan manusia tak mampu ditampik oleh behaviorisme.

Djamaluddin Ancok dan Fuad Nashori Suroso, Psikologi Islam: Solusi


114

Islam Atas Problem-Problem Psikologi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), 45.

80
Perilaku keagamaan menurut pandangan behaviorisme erat

kaitannya dengan prinsip reinforcement (reward and punishment).

Manusia berperilaku agama karena didorong oleh rangsangan

hukuman dan hadiah, menghindarkan hukuman (siksaan) dan

mengharapkan hadiah (pahala). Manusia hanyalah sebuah robot

yang bergerak secara mekanisme menurut atas pemberian hukuman

dan hadiah.115

Dari teori sikap sudah jelas bahwa terbentuknya sikap melalui

proses belajar dari pengalaman. Oleh karena itu secara teori sikap

bisa dibentuk melalui proses pendidikan atau proses dak- wah.

Meskipun demikian mengubah sikap tidak mudah, karena di dalam

sikap terkandung muatan motivasi (dorongan) dan emosi. Sikap

yang sudah menetap lama dalam jiwa seseorang dapat mewarnai

secara dominan terhadap karakter kepribadiannya. Demikian juga

halnya dengan sikap beragama dan perilaku beragama, pada

umumnya penganut setiap agama sudah mempunyai sikap terhadap

setiap objek tertentu. Sikap dan perilaku keagamaan ini sudah

diwarisi secara ketat dari generasi ke generasi. Ini artinya bahwa

sikap dan perilaku beragama itu sifatnya sudah menetap dan sudah

dimiliki setiap individu atau masyarakat sejak lama. Sikap dan

perilaku yang sudah menetap lama seperti ini menurut teori sukar

untuk dirubah.

115
Ahmad Mubarok, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001),
65.

81
Sikap dan perilaku keagamaan itu sudah mulai dibentuk sejak

anak dilahirkan, terutama melalui pendidikan keluarga (ibu, bapak,

dan anggota keluarga), dilanjutkan dengan pendidikan sekolah, dan

pengaruh lingkungan. Hal ini terus menerus diterima oleh anak

sampai ia menjelang dewasa. Bila seseorang telah menginjak masa

dewasa maka sikap dan perilaku keagamaan ini sudah mapan dan

kuat sehingga susah untuk dirubah, apa lagi menyangkut dengan

keyakinan dan kepercayaan.

Ada beberapa ciri khassikap keagamaan orang dewasa antara

lain adalah:

1. Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan

pemikiran yang matang, bukan sekedar ikut-ikutan.

2. Cenderung bersifat realistis, sehingga norma-norma agama

lebih banyak diaplikasikan dalam sikap dan tingkah laku.

3. Bersikap positif terhadap ajaran dan norma-norma agama

dan berusaha untuk mempelajari dan memperdalam

pemahaman keagamaan.

4. Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan

dan tanggungjawab diri hingga sikap keberagamaan

merupakan realisasi dan sikap hidup.

5. Bersikap lebih terbuka dan wawasan yang lebih luas.

82
6. Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga

kemantapan beragama selain didasarkan atas pertimbangan

pemikiran, juga didasarkan atas pertimbangan hati nurani.

7. Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe

kepribadian masing-masing, sehingga terlihat adanya

pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami serta

melaksa- nakan ajaran agama yang diyakininya.

8. Terlihat adanya hubungan antara sikap keberagamaan

dengan kehidupan sosial, sehingga perhatian terhadap

kepentingan organisasi sosial keagamaan sudah

berkembang.

Jadi sikap yang sudah lama menetap pada seseorang atau sekelompok

orang, cenderung sulit berubah, meskipun sikapnya itu terbukti keliru. Sebaliknya,

untuk membela sikapnya yang keliru itu, seseorang atau sekelompok orang tak

segan-segan menggunakan cara-cara yang tidak terpuji. Kecenderungan seperti ini

terus berlangsung sepanjang sejarah manusia, dan terjadi pada semua lapisan

masyarakat, termasuk yang dilakukan oleh penguasa atau golongan oposisi yang

telah memiliki sikap dan perilaku politik tertentu.

3. Perubahan Emosi

Kecerdasan emosi menurut Goleman (1998) adalah kemampuan

mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi

diri sendiri, serta kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan

dalam hubungannya dengan orang lain.

83
Menurut Goleman (1998) kecerdasan emosi terdiri dari lima dimensi,

yaitu mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi

orang lain dan keterampilan sosial.116

a. Mengenali emosi diri (self awareness)

Mengenali emosi diri berarti mengetahui apa yang kita rasakan

pada suatu saat dan menggunakannya untuk memandu

pengambilan keputusan diri sendiri, memiliki tolak ukur yang

realistis atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat.

Kemampuan ini berupa kesadaran diri (self awarenees) dalam

mengenal perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Pada tahap ini

diperlukan adanya pemantauan perasaan dari waktu ke waktu agar

timbul wawasan psikologis dan pemahaman tentang diri.

Ketidakmampuan untuk mencermati perasaan yang sesungguhnya

membuat diri berada dalam kekuasaan perasaan. Oleh karenanya

tidak peka akan perasaan yang sesungguhnya akan berakibat buruk

bagi pengambilan keputusan suatu masalah. Kemampuan kesadaran

diri ini adalah kemampuan dalam menangani emosi diri sendiri dan

pengaruhnya, serta mengetahui kekuatan dan kelemahan diri

sendiri.

b. Mengelola emosi (self management )

Mengelola emosi adalah kemampuan untuk menangani,

mengekspresikan, dan mengendalikan emosi serta memiliki

Goleman, D. Kecerdasan emosional. Hermaya (terj). (Jakarta:


116

Gramedia Pustaka Utama, 1998), 74-75.

84
kepekaan terhadap kata hati untuk digunakan dalam hubungan dan

tindakan sehari-hari. Mengelola emosi merupakan kemampuan

individu dalam menangani perasaan agar dapat terungkap dengan

tepat sehingga tercapai keseimbangan dalam dirinya. Selain itu juga

terdapat kemampuan kontrol diri yang bertujuan menjaga

keseimbangan emosi dan bukan menekannya, karena setiap

perasaan memiliki nilai dan makna. Kemampuan dalam

menampilkan emosi yang wajar, selaras antara perasaan dan

lingkungan.

c. Memotivasi diri (motivating oneself)

Motivasi diri adalah kemampuan menggunakan hasrat untuk

setiap saat membangkitkan semangat dan tenaga dalam mencapai

keadaan yang lebih baik, kemampuan mengambil inisiatif dan

bertindak secara efektif, serta kemampuan bertahan dalam menghadapi

kegagalan dan frustasi.

d. Mengenali emosi orang lain (emphaty)

Empati merupakan kemampuan merasakan apa yang dirasakan

oleh orang lain, memahami perspektif orang lain, menimbulkan

hubungan saling percaya serta menyelaraskan diri dengan berbagai

tipe individu. Kunci dalam memahami perasaan atau emosi orang

lain adalah kemampuan untuk membaca pesan nonverbal (misalnya

gerak-gerik, ekspresi wajah). Merasakan yang dirasakan oleh orang

lain, mampu memahami persepektif mereka, menumbuhkan

85
hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan bermacam-

macam orang.

e. Keterampilan Sosial (social skills) Seni dalam membina hubungan

dengan orang lain merupakan keterampilan sosial (social skills) yang

mendukung keberhasilan dalam pergaulan dengan orang lain. Tanpa

memiliki keterampilan tersebut seorang individu akan mengalami

kesulitan dalam bergaul dengan orang lain. Menangani emosi dengan

baik ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat

membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar

menggunakan keterampilan-keterampilan ini untuk memengaruhi dan

memimpin, bermusyawarah dan menyelesaikan perselisihan dan untuk

bekerja dalam team.

Ada pengaruh yang signifikan dari self-esteem (successes, values,

aspirations dan defenses), kecerdasan emosi (kesadaran diri, mengelola emosi,

motivasi diri, mengenal emosi orang lain dan keterampilan sosial), serta

variabel demografis jenis kelamin dan usia terhadap perilaku prososial.

4. Perubahan Nilai Etika

5. Perubahan Genetika

86
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Model Pengembangan

Jenis metode penelitian yang digunakan dalam penelitianini yaitu jenis

metode penelitian pengembangan (Research and Development). Metode

penelitian dan pengembangan dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk

meneliti,merancang, memproduksi dan menguji validitas produk yang telah

dihasilkan (Sugiyono,2015: 30). Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Borg

and Gall (dalam Sugiyono, 2015:28) mengemukakan bahwa penelitian dan

pengembangan merupakan proses atau metode yang digunakan untuk

memvalidasi dan mengembangkan produk.117

117
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mix Methods), (Bandung:
Alfabeta,2015)

87
Penelitian yang dilakukan ini merupakan jenis penelitian pengembangan

efektivitas pengajaran yang mengembangkan metode storytelling khusus dalam

pembelajaran imam dalam injil lukas 15:11-32. Penelitian ini bertujuan untuk

menguji kelayakan perubahan perilaku hidup umat Kristen di jemaat pos PI

Atakae Sidrap.

Prosedur Pengembangan

Pada penelitian ini prosedur penelitian menggunakan tahapan penelitian

Research and Development (R&D) menurut Sugiyono (2010:409). Pada

penelitian ini memiliki 10 langkah, dari langkah-langkah tersebut adalah sebagai

berikut:

88
74

Potensi dan Uji Coba


Revisi Desain
Masalah Produk

Pengumpulan Uji Coba


Revisi Desain
Data Pemakaian

Desain Validasi Produksi


Revisi Produk Masal
Produk Desain
Gambar 3.1 Langkah Model Pengembangan Sugiyono (2015: 409)

Tahapan langkah pengembangan menurut Sugiyono dimulai dari (1) Potensi dan

Masalah, (2) Pengumpulan Data, (3) Desain Produk, (4) Validasi Desain, (5) Revisi

Desain, (6) Uji coba Produk, (7) Revisi Produk, (8) Uji coba Pemakaian, (9) Revisi

Produk, (10) Produksi Masal.

Pada Penelitian ini hanya menggunakan 6 langkah pada tahapan pengembangan

dari Sugiyono dikarenakan akan membutuhkan waktu yang panjang dan biaya yang lebih

banyak apabila mencapai pada tahap produksi masal dalam menggunakan 10 langkah

dari sugiyono tersebut, namun penelitian pada pengembangan efektivitas pengajaran

yang mengembangkan metode storytelling khusus dalam pembelajaran imam dalam injil

lukas 15:11-32ini hanya menggunakan 6 langkah sebagai berikut:

1) Potensi dan masalah

Penelitian ini dilatar belakangi oleh potensi dan masalah yang ditemukan oleh

peneliti melalui lembar kuesioner yang berisikan berbagai pertanyaan. Pembagian lembar

kuesioner bertujuan untuk mengetahui potensi dan mengidentifikasi masalah, sehingga

dapat dikumpulkannya data untuk menyusun tujuan penelitian.

2) Pengumpulan Data

Setelah mengidentifikasi potensi dan masalah, selanjutnya perlu dikumpulkannya

informasi sebagai data yang dapat digunakan sebagai bahan perencanaan produk untuk
74

mengatasi masalah yang ada. Selanjutnya peneliti mengumpulkan data berdasarkan

masalah yang ditemukan yaitu mengenai bahan ajar.

3) Desain Produk

Pada tahap ini peneliti mulai merancang dan menyusun desain produk dengan

mengembangkan metode storytelling khusus dalam pembelajaran imam dalam injil

lukas15:11-32yang meliputi penyusunan pokok-pokok pengujian kelayakan efetivitas

perubahan perilaku hidup umat Kristen di jemaat pos PI Atakae Sidrap.

4) Validasi Desain

Desain produk yang sudah ada kemudian divalidasi oleh ahli dan ahli materi,

dengan mengisi angket penilaian yang sudah tersedia, yaitu tentang angket validasi

pengembangan metode storytelling khusus dalam pembelajaran imam dalam injil

lukas15:11-32terhadap perubahan perilaku hidup umat Kristen di jemaat pos PI Atakae

Sidrap.

5) Revisi Desain

Revisi desain yaitu perbaikan kelemahan dari desain produk yang sudah divalidasi

oleh ahli dan ahli materi. Pada tahap ini teliti menyempurnakan lagi produknya

berdasarkan catatan-catatan yang diberikan oleh para ahli dan ahli materi.

6) Uji coba Produk.

Uji coba produk pengembangan efektivitas metode storytelling dilakukan secara

terbatas di khusus dalam pembelajaran imam dalam injil lukas15:11-32terhadap perubahan

perilaku hidup umat Kristen di jemaat pos PI Atakae Sidrap. Tahap ini disertai dengan

pemberian angket Jemaat untuk mengetahui kelayakan bahan ajar yang sudah di ujikan.
74

Desain Uji Coba Produk

Pada pengembangan efektivitas melalui metode storytelling dalam pembelajaran

imam dalam injil lukas 15:11-32 diperlukan desain atau perancangan, adapun desain

produk dalam pengembangan pembelajaran imam dalam injil lukas 15:11-32 adalah

sebagai berikut:

1. Kondisi kelas yang tenang,

2. Guru menyampaikan cerita sesuai dengan rencana pembelajaran,

3. Murid memperhatikan cerita yang disampaikan pemateri/guru,

4. Murid antusias memberikan respon terhadap pertanyaan yang diajukan oleh

guru/pemateri,

5. Murid secara efektif menceritakan kembali kisah Alkitab yang diceritakan oleh guru.

Desain Uji Coba

Pada tahap uji coba ini dilakukan setelah pengembangan efektivitas melalui metode

storytelling dalam pembelajaran imam dalam injil lukas15:11-32direvisi dan siap untuk di

uji cobakan. Pada langkah ini, uji coba di lakukan terhadap beberapa kelompok jemaat pos

di Atakae Sidrap, uji coba ini bertujuan untuk mengetahui apakah pengembangan

efektivitas melalui metode storytelling dalam pembelajaran imam dalam injil lukas15:11-

32ini benar benar layak.

Subjek Uji Coba

Subjek uji coba dalam penelitian ini adalah jemaat pos di Atakae Sidrap yang

berjumlah 30 orang dan kemudian akan dibagi menjadi 6 kelompok dan dari 5 orang dalam

setiap kelompok.Sebelum masuk dalam subjek uji coba untuk melihat kepada pemecahan
74

masalah, penulis terlebih dahulu menguraikan langkah-langkah pengembangan pengajaran

model storytelling.

Tabel 3.1 Langkah-Langkah Pelaksanaan


Langkah- Kegiataan pemateri/guru Kegiataan Jemaat Pos Atakae
Langkah Sidrap
Pelaksanaan
Tahap 1 Pemateri menyampaikan tujuan dan Jemaat menyimak penjelasan
mempersiapkan anggota jemaat pemateri/guru dan mempersiapkan
untuk mendengar dan menyimak diri baik secara fisik maupun
cerita yang akan disampaikan secara mental.
pemateri/guru.
Tahap 2 Pemateri/Guru mengajukan Jemaat menjawab pertanyaan
beberapa pertanyaan kepada anggota pemateri/guru.
jemaat yang mengarah pada cerita.
Tahap 3 Pemateri/Guru memastikan anggota Jemaat mendengar, menyimak dan
jemaat menyimak cerita dengan memperhatikan pemateri/guru
menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang sedang bercerita.
terkait cerita.
Tahap 4 Pemateri/Guru memastikan anggota Jemaat menjawab pertanyaan
jemaat menyimak cerita dengan pemateri/guru.
menanyakan pertanyaan-pertanyaan
terkait cerita.
Tahap 5 Untuk lebih meyakinkan Masing-masing jemaat
kemampuan menyimak anggota mempersiapkan diri dan
jemaat, pemateri/guru menanyakan mempersiapkan jawaban untuk
pertanyaan kepada anggota jemaat menjawab pertanyaan
yang ditunjuk secara acak berkaitan pemateri/guru.
dengan cerita.
Tahap 6 Pemateri/Guru memberikan Jemaat menerima pengakuan dan
pengakuan dan penghargaan penghargaan pemateri/guru.
terhadap usaha dan prestasi anggota
jemaat dalam kemampuannya
menjawab pertanyaan terkait.
Tahap 7 Pemateri/Guru menunjuk beberapa Beberapa jemaat yang telah
anggota untuk menceritakan kembali ditunjuk mempersiapkan diri dan
cerita yang telah disampaikan oleh maju ke depan kelas untuk
guru. menceritakan ulang cerita dengan
bahasa sendiri, sementara jemaat
yang lain memperhatikan sambil
menyimak cerita jemaat.
74

Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

Observasi

Observasi adalah aktivitas terhadap suatu proses atau objek dengan maksud

merasakan dan kemudian memahami pengetahuan dari sebuah fenomena berdasarkan

pengetahuan dan gagasan yang sudah diketahui sebelumnya, untuk mendapatkan informasi

yang di butuhkan untuk melanjutkan sebuah penelitian.

Wawancara

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan

cara memberi pertanyaan langsung kepada narsumber dan langsung dijawab narasumber

pada saat itu juga, wawancara ini dilakukan pada saat observasi untuk mengetahui dan

menemukan permasalahan yang harus diteliti.

Table 3.2 Lembar Wawancara untuk Pemateri Pos Atakae Sidrap

No Daftar pertanyaan wawancara Jawaban


1 Metode apakah yang biasa digunakan dalam pengajaran
imam khususnya dalam injil Lucas 15:11-32?
2 Bagaimanakah nilai hasil pengajaran selama yang selama
ini dilakukan?
3 Bahan ajar apa yang biasa digunakan dalam
pembelajaran?
4 Apakah pemateri sering membuat pengajaran lain selain
menggunakan metode storytelling pada setiap pengajaran?
5 Apakah metode storytellingyang digunakan sudah efektif
digunakan untuk pengjaran?

1.

Angket (Kuesioner)

Pada pengisian angket (kuesioner) dilakukan oleh ahli dosen, ahli pemateri Jemaat

pos Atakae Sidrap, dan 30 orang jemaat yang terdiri dari 6 kelompok, hasil dari validasi
74

instrument tersebut akan digunakan sebagai masukan revisi atau perbaikan produk tersebut

dan untuk mengetahui kelayakan produk.

Teknik Analisis Data

Analisis Data Produk

Analisis kelayakan produk yaitu diambil dari penilaian instrument kelayakan

produk oleh tim ahli. Data dianalisis dengan uji deskriptif persentase menggunakan rumus

persentase yang diadaptasi dari Eka dkk (2013) berikut ini:

S
P= x 100
N

Keterangan:

P = persentase komponen

S = jumlah skor komponen hasil penelitian

N = jumlah skor maksimum

Hasil persentase data dikonversikan berdasarkan kriteria sangat layak, layak, cukup

layak dan tidak layak. Langkah-langkah untuk menentukan kriteria hasil perolehan skor

yaitu menggunakan rumus menurut Sudjana (2005:46-50), yaitu sebagai berikut:

(1) Menentukan persentase skor maksimum=100%

(2) Menentukan persentase skor minimum =25%

(3) Menentukan rentang = 100% - 25% =75%

(4) Menentukan banyak interval yang diperlukan = 4 (sangat layak, layak, cukup layak

dan kurang layak) untuk kelayakan Produk.

(5) Menentukan panjang interval ( p )


74

rentang
P=
banyak kelompok

75 %
P= = 18,75%
4
Diambil p = 19

(6) Memilih bawah kelas interval pertama = 25%

Berdasarkan perhitungan diatas memperoleh hasil P = 19 dan memulai dengan

bawah kelas interval 25%, maka kelas pertama berbentuk 25% - 43%, kelas kedua 44% -

62%, kelas ketiga 63% - 81% dan data keempat 82% - 100%. Dapat dibuat tabel criteria

hasil perolehan skor kelayakan (penilaian validasi ahli) berikut ini:

Tabel Kriteria Penilaian Validasi Ahli


Persentase Kriteria
82%-100% Sangat Layak
63%-81% Layak
44%-62% Cukup Layak
25% - 43% Tidak Layak

Anda mungkin juga menyukai