Anda di halaman 1dari 57

i

PROPOSAL PENELITIAN

ANALISIS PENDAPATAN DAN NILAI TAMBAH BAWANG


GORENG
(Studi Kasus Industri Rumah Tangga Pengolahan Bawang
Goreng “Dzakiyah” di Kota Makassar)

OLEH :
NUR ANNASIAH
08320180035

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2022
ii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL....................................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ iii

KATA PENGANTAR.................................................................................... vi

DAFTAR ISI................................................................................................... xiii

DAFTAR TABEL...........................................................................................

DAFTAR GAMBAR...................................................................................... vi

I. PENDAHULUAN..................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang.................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah............................................................................... 9

1.3. Tujuan Penelitian................................................................................ 8

1.4. Manfaat Penelitian.............................................................................. 8

II. TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 10

2.1. Landasan Teori................................................................................... 10

2.1.1. Pengertian Industri Rumah Tangga (Home Industri)............... 10

2.1.2. Budidaya Bawang Merah (Allium cepa L.).............................. 12

2.1.3. Produk Olahan Bawang Merah................................................ 13

2.1.4. Bawang Goreng........................................................................ 15

2.1.5. Rendemen................................................................................. 17

2.1.6. Biaya........................................................................................ 17

2.1.7. Konsep Harga........................................................................... 19


iii

2.1.8. Nilai Tambah Produk............................................................... 20

2.1.9. Penerimaan............................................................................... 21

2.1.10. Pendapatan.............................................................................. 21

2.1.11. Kelayakan Usaha.................................................................... 23

2.2. Penelitian Terdahulu........................................................................... 24

2.3. Kerangka Pikir Penelitian................................................................... 27

2.4. Hipotesis............................................................................................. 31

III. METODE PENELITIAN........................................................................ 32

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian...................................................................32

3.2. Populasi dan Sampel...............................................................................32

3.3. Jenis dan Sumber Data............................................................................33

3.4. Teknik Pengumpulan Data......................................................................34

3.5. Metode Analisis Data..............................................................................35

3.1.1. Analisis Pendapatan, Penerimaan dan Biaya Produksi..................35

3.1.2. Analisis Kelayakan........................................................................37

3.1.3. Analisis Rendemen........................................................................38

3.1.4. Analisis Nilai Tambah...................................................................39

3.6. Definisi Operasional...............................................................................41

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................43
iv

DAFTAR TABEL

Nomor Teks
Halaman

1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Merah pada


Tahun 2017-2021 di Provinsi Sulawesi Selatan........................ 3
2. Nilai Gizi Bawang Merah pada setiap 100 gram BDD (Berat
Dapat Dimakan)........................................................................ 5
3. Penelitian terdahulu yang Relevan............................................ 24
4. Perhitungan Nilai Tambah Menurut Metode Hayami…………. 40
v

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks
Halaman

1. Proses pengolahan bawang merah menjadi bawang goreng..... 16


2. Kerangka Pikir Penelitian Analisis Pendapatan dan Nilai
Tambah Bawang Goreng........................................................... 30
vi
1

I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil tanaman

hortikultura

semusim yang potensial, khususnya tanaman sayur-sayuran semusim.

Tanaman

sayur-sayuran semusim berpeluang tinggi dalam meningkatkan

keuntungan petani

di Indonesia. Salah satu komoditas sayuran yang penting bagi masyarakat

Indonesia adalah bawang merah. Hal ini dikarenakan hingga saat ini jenis

komoditas bawang merah secara luas dan umum telah banyak

dikembangkan oleh masyarakat dan mempunyai peluang yang cukup baik.

Komoditas ini juga merupakan sumber pendapatan dan kesempatan kerja

serta mampu memberikan kontribusi yang cukup tinggi terhadap

perkembangan ekonomi wilayah (Susanawati, 2017).

Agroindustri adalah kegiatan yang memanfaatkan hasil pertanian

sebagai

bahan baku, merancang dan menyediakan peralatan serta jasa untuk

kegiatan

tersebut. Secara eksplisit pengertian Agroindustri pertama kali

diungkapkan oleh

Austin (1981) yaitu perusahaan yang memproses bahan nabati (yang

berasal dari
2

tanaman) atau hewani (yang dihasilkan oleh hewan). Proses yang

digunakan

mencakup pengubahan dan pengawetan melalui perlakuan fisik atau

kimiawi,

penyimpanan, pengemasan dan distribusi. Produk Agroindustri ini dapat

merupakan produk akhir yang siap dikonsumsi ataupun sebagai produk

bahan

baku industri lainnya.

Sulawesi Selatan adalah salah satu provinsi penghasil tanaman

hortikultura. Selain Padi dan Palawija, komoditas pertanian tanaman

pangan lainnya yang dihasilkan di Sulawesi Selatan adalah sayur-sayuran

semusim (22 jenis tanaman) dan buah- buahan semusim (4 jenis tanaman)

yang termasuk dalam kelompok tanaman hortikultura. Usaha peningkatan

produksi tanaman sayur-sayuran merupakan salah satu upaya untuk

meningkatkan diversifikasi pangan. Selain itu pengembangan produksi

sayur-sayuran diharapkan akan mendorong upaya peningkatan status gizi

masyarakat. 22 Jenis tanaman sayuran semusim yaitu: Bawang Merah;

Bawang Putih; Bawang Daun; Kentang; Kubis; Kembang Kol;

Petsai/Sawi; Wortel; Lobak; Kacang Merah; Kacang Panjang; Cabe Besar;

Cabe Rawit; Paprika; Jamur; Tomat; Terung; Buncis; Ketimun; Labu

Siam; Kangkung; Bayam; Sedangkan 4 jenis buah-buahan semusim yaitu

Melon; Semangka; Blewah dan Stroberi.


3

Total Produksi Sayuran dan Buah – Buahan Semusim Provinsi

Sulawesi Selatan Tahun 2018 sebesar 506.4451 ton (meningkat 7,07% dari

tahun 2017). Jenis sayuran yang paling banyak di produksi pada tahun

2018 adalah bawang merah dengan total produksi sebesar 92.392 ton atau

18,24 persen dari total produksi sayuran di Provinsi Sulawesi Selatan.

Produksi bawang merah tersebut diatas dihasilkan dari 9.297 hektar lahan

yang dipanen. Produktivitas tanaman bawang merah pada tahun 2018

sebanyak 9,94 ton/hektar.

Tabel 1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Merah Pada Tahun
2017-2021 di Provinsi Sulawesi Selatan
Tahun Luas Panen (Ha) Produksi (ton) Produktivitas
(ton/Ha)
2017 12.775 1.291 0,101

2018 9.297 923.924 99,378

2019 10.363 1.017.620 98,197

2020 12.463 1.243.844 99,802

2021 17.340 1.832.095 105,65

Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2022

Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu

komoditas
4

hortikultura sayuran unggulan yang sejak lama telah diusahakan oleh

petani

secara intensif di Indonesia. Komoditas sayuran ini termasuk ke dalam

kelompok

tanaman rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai bumbu

penyedap

makanan serta bahan obat tradisional karena bawang merah mempunyai

kandungan gizi yang berfungsi untuk terapi, meningkatkan dan

mempertahankan

kesehatan tubuh. Komoditas ini juga merupakan sumber pendapatan dan

kesempatan kerja yang memberikan kontribusi cukup tinggi terhadap

perkembangan ekonomi wilayah (Deptan, 2007).

Permintaan bawang merah yang semakin meningkat akan

dapat terpenuhi jika semua faktor penunjang untuk membudidayakannya

memadai. Faktor penunjang tersebut antara lain penguasaan teknologi

mulai

dari pembibitan, pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan,

pengendalian

hama hingga proses pasca panen. Peningkatan permintaan tersebut dapat

diimbangi dengan total produksi bawang merah Indonesia yang semakin

meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini dapat dilihat dari jumlah produksi

bawang merah pada tahun 2017 mencapai 1.291 ton, dan terus meningkat

hingga pada tahun 2021 produksi bawang merah mencapai 1.832.095 ton.
5

Ketersediaan tanaman bawang merah di Indonesia membuka

peluang usaha yang cukup besar bagi masyarakat Indonesia. Bawang

merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang mempunyai arti

penting bagi masyarakat, baik dilihat dari nilai ekonomisnya yang tinggi

maupun kandungan gizinya. Walaupun disadari bahwa bawang merah

bukan merupakan kebutuhan pokok, namun kebutuhannya hampir tidak

dapat dihindari oleh masyarakat sebagai bahan

penyedap masakan.

Tabel 2. Nilai Gizi Bawang Merah pada setiap 100 gram BDD (Berat Dapat
Dimakan)
Jenis Nutrisi / Gizi Kandungan %AKG*
Energi 46 kkal 2.14 %
Lemak total 0.30 g 0.45 %
Vitamin A 0 mcg 0%
6

Vitamin B1 0.03 mg 3%
Vitamin B2 0.04 mg 4%
Vitamin B3 0.20 mg 1.33 %
Vitamin C 2 mg 2.22 %
Karbohidrat total 9.20 g 2.83 %
Protein 1.50 g 2.50 %
Serat pangan 1.70 g 5.67 %
Kalsium 36 mg 3.27 %
Fosfor 40 mg 5.71 %
Natrium 7 mg 0.47 %
Kalium 179 mg 3.81 %
Tembaga 60 mcg 7.50 %
Besi 0.80 mg 3.64 %
Seng 0.20 mg 1.54 %
B-Karoten 2 mcg -
Karoten total -
Air 88 g -
Abu 1g -
* Persen AKG berdasarkan kebutuhan energi 2150 kkal. Kebutuhan energi anda
mungkin lebih tinggi atau lebih rendah.

Kota Makassar merupakan salah satu daerah di Sulawesi Selatan

yang

potensial dalam pengolahan usaha bawang goreng, sebab wilayah kota

Makassar

yang sebagian besar wilayahnya potensial dalam pengolahan hasil

pertanian, sehingga sangat produktif untuk pengolahan yang bahan

bakunya ialah bawang khususnya bawang merah.

Industri bawang goreng merupakan salah satu industri kecil

menengah yang mampu menyerap sejumlah tenaga kerja. Para pengusaha

bawang goreng pada umumnya mengelolanya dalam bentuk industri

rumah tangga (home industri), sehingga perkembangannya selalu


7

dihadapkan dengan permasalahan yang menyangkut bahan baku yaitu

bawang, ketersediaan dan kualitas faktor produksi, tingkat keuntungan,

pemasaran serta permodalan. Pendapatan para pengrajin bawang goreng

tergantung dari penjualan dan biaya-biaya produksi yang dikeluarkan.

Nilai tambah adalah pertambahan nilai suatu produk atau

komoditas

karena mengalami proses pengolahan, pengangkutan, ataupun

penyimpanan

dalam suatu produksi. Dalam proses pengolahan nilai tambah dapat

didefinisikan

sebagai selisih antara nilai produk dengan nilai bahan baku dan input

lainnya,

tidak termasuk tenaga kerja. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai

tambah untuk

pengolahan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor teknis dan

faktor

pasar. Faktor teknis terdiri dari kapasitas produksi, penerapan teknologi,

kualitas

produk, kualitas bahan baku, dan input penyerta. Sedangkan faktor pasar

meliputi

harga jual produk, harga bahan baku, nilai input lain, dan upah tenaga

kerja

(Hayami et all, 1987).


8

Besarnya nilai tambah erat kaitannya dengan kualitas tenaga kerja

yang

berupa keahlian dan keterampilan, teknologi yang digunakan dalam proses

pengolahan serta kualitas bahan baku. Kualitas tenaga kerja akan

mempengaruhi

besarnya imbalan bagi tenaga kerja dan kinerja produksi perusahaan

dilihat dari

keterampilan dan keahliannya. Besar kecilnya imbalan bagi tenaga kerja

juga

dilihat dari teknologi yang digunakan. Apabila teknologi yang digunakan

adalah

padat karya, maka proporsi tenaga kerja akan lebih besar daripada proporsi

keuntungan bagi perusahaan. Sedangkan apabila teknologi yang digunakan

padat

modal, maka proporsi tenaga kerja menjadi semakin kecil daripada

proporsi

keuntungan perusahaan. Kualitas bahan baku juga mempengaruhi

besarnya nilai

tambah yang dilihat dari produk akhir yang dihasilkan. Produk dengan

kualitas

yang baik, harganya akan lebih tinggi dan akhirnya akan memperbesar

nilai

tambah yang diperoleh (Soeharjo, 1991).


9

Berdasarkan uraian tersebut diatas penulis tertarik melakukan

penelitian dengan judul “Analisis Pendapatan dan Nilai Tambah Bawang

Goreng (Studi Kasus Industri Rumah Tangga Pengolahan Bawang

Goreng “Dzakiyah” di Kota Makassar)”.

I.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Bagaimana proses pengolahan bawang merah menjadi bawang goreng pada

industri rumah tangga “Dzakiyah” di Kota Makassar?

2. Berapa nilai rendemen yang dihasilkan dari pengolahan bawang merah

menjadi bawang goreng pada industri rumah tangga “Dzakiyah” di Kota

Makassar?

3. Berapa nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan bawang merah

menjadi bawang goreng pada industri rumah tangga “Dzakiyah” di Kota

Makassar?

4. Berapa produksi dan pendapatan industri rumah tangga bawang goreng

“Dzakiyah” di Kota Makassar?

5. Bagaimana kelayakan usaha industri rumah tangga bawang goreng

“Dzakiyah” di Kota Makassar?

I.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :


10

1. Mendeskripsikan proses pengolahan bawang menjadi bawang goreng pada

industri rumah tangga “Dzakiyah” di Kota Makassar?

2. Menganalisis nilai rendemen yang dihasilkan dari pengolahan bawang

merah menjadi bawang goreng pada industri rumah tangga “Dzakiyah” di

Kota Makassar?

3. Menganalisis nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan bawang merah

menjadi bawang goreng pada industri rumah tangga “Dzakiyah” di Kota

Makassar?

4. Menganalisis produksi dan pendapatan usaha industri rumah tangga

bawang goreng “Dzakiyah” di Kota Makassar?

5. Menganalisis kelayakan usaha industri rumah tangga bawang goreng

“Dzakiyah” di Kota Makassar?

I.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi peneliti

Penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan literasi

pengetahuan mengenai kajian pendapatan, nilai tambah dan kelayakan

usaha industri rumah tangga bawang goreng serta sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian, Jurusan

Agribisnis, Universitas Muslim Indonesia.

2. Bagi Perusahaan (IRT)


11

Penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dan informasi

sehingga dapat menambah pengetahuan tentang pendapatan dan kelayakan

usaha industri rumah tangga bawang goreng.

3. Bagi pembaca

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai tambahan

referensi dan informasi serta dapat juga digunakan sebagai acuan

penyusunan penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan Analisis

Pendapatan, Nilai Tambah dan Kelayakan Usaha Industri Rumah Tangga

Bawang Goreng.

II. TINJAUAN PUSTAKA


12

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Pengertian Industri Rumah Tangga (Home Industri)

Pengertian Industri Rumah Tangga menurut Muliawan (2008) bahwa

industry rumah tangga adalah suatu unit usaha atau perusahaan dalam skala kecil

yang bergerak dalam bidang industri tertentu. Menurut Badan Pengawasan Obat

dan Makanan (BPOM) mengemukakan bahwa usaha rumah tangga adalah suatu

perusahaan pangan yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan

peralatan pengolahan pangan manual hingga semi otomatis.

Perusahaan Industri Pengolahan dibagi dalam 4 golongan yaitu :

a. Industri Besar (banyaknya tenaga kerja 100 orang atau lebih)

b. Industri Sedang (banyaknya tenaga kerja 20-99 orang)

c. Industri Kecil (banyaknya tenaga kerja 5-19 orang)

d. Industri Rumah Tangga (banyaknya tenaga kerja 1-4 orang)

Usaha rumah tangga adalah usaha yang dijalankan oleh satu sampai empat

orang dilihat dari aspek organisasi, manajemen, metode atau pola produksi,

teknologi dan tenaga kerja produk, dan lokasi usaha. Industri rumah tangga pada

umumnya adalah unit-unit usaha yang sifatnya lebih tradisional, dalam arti

menerapkan sistem organisasi dan manajemen yang baik seperti lazimnya dalam

suatu perusahaan modern, tidak ada pembagian tugas kerja dan sistem pembukuan

yang jelas.

Home berarti rumah, tempat tinggal, ataupun kampung halaman.

Sedangkan Industri, dapat diartikan sebagai kerajinan, usaha produk barang dan

ataupun perusahaan. Singkatnya, Home Industry (atau biasanya ditulis atau dieja
13

dengan “Home Industri”) adalah rumah usaha produk barang atau juga perusahaan

kecil. Dikatakan sebagai perusahaan kecil karena jenis kegiatan ekonomi ini

dipusatkan di rumah. Pengertian usaha kecil jelas tercantum oleh UU No. 9 Tahun

1995, yang menyebutkan bahwa usaha kecil adalah usaha dengan kekayaan bersih

paling banyak Rp.200.000.000,- (tidak termasuk tanah dan banguan tempat usah)

dengan hal penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,-.

Industri kecil menurut Undang-undang nomor 9 Tahun 1995 tentang usaha

kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat berskala kecil yang memiliki kriteria

Tentang Usaha Kecil adalah milik WNI, berdiri sendiri, berafiliasi langsung atau

tidak langsung dengan usaha menengah atau besar dan berbentuk badan usaha

perorangan, baik berbadan hokum maupun tidak. Home Industri juga dapat berarti

industri rumah tangga, karena termasuk dalam kategori usaha kecil yang dikelola

keluarga. Proses produksi dilakukan di samping atau di dalam rumah dari pemilik

usaha, mereka tidak mempunyai tempat khusus. Teknologi yang digunakan sangat

sederhana yang pada umumnya manual dan sering kali direkayasa sendiri dan

banyak menggunakan tenaga kerja yang tidak dibayar (khususnya anggota

keluarga).

Tidak berbeda dengan usaha-usaha lainnya, home industri bawang

goreng juga akan bertahan hidup serta berkembang apabila mampu

mengelola biaya secara efektif dan efisien, demi meraih laba maksimal.

Apabila sebuah perusahaan tidak dapat mengelola biaya secara baik, maka

laba atau keuntungan pada perusahaan tersebut akan sulit dicapai, bahkan

dapat mengakibatkan kerugian.


14

2.1.2. Budidaya Bawang Merah (Allium cepa L.)

Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan

yang

sejak lama telah diusahakan oleh petani secara intensif. Komoditas

sayuran ini

termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi

sebagai

bumbu penyedap makanan serta obat tradisonal. Komoditas ini juga

merupakan

sumber pendapatan dan kesempatan kerja yang memberikan kontribusi

cukup

tinggi terhadap perkembangan ekonomi wilayah (Balitbang Pertanian,

2005).

Bawang merah merupakan komoditas yang diusahakan petani dari

dataran

rendah sampai dataran tinggi. Bawang merah menghendaki suhu udara

berkisar

antara 25oC sampai 30oC, tempat terbuka tidak berkabut, intensitas sinar

matahari

penuh, tanah gembur, subur cukup mengandung organik akan

menghasilkan

pertumbuhan dan produksi terbaik (Istina, 2016).


15

Bawang merah merupakan tanaman semusim yang berbentuk

rumput,

berbatang pendek dan berakar serabut. Daunnya panjang serta berongga

seperti

pipa. Pangkal daunnya dapat berubah fungsi seperti menjadi umbi lapis.

Oleh

karena itu, bawang merah disebut umbi lapis. Tanaman bawang merah

mempunyai aroma yang spesifik yang marangsang keluarnya air mata

karena

kandungan minyak eteris alliin. Batangnya berbentuk cakram dan di

cakram inilah

tumbuh tunas dan akar serabut. Bunga bawang merah berbentuk bongkol

pada

ujung tangkai panjang yang berlubang di dalamnya. Bawang merah

berbunga

sempurna dengan ukuran buah yang kecil berbentuk kubah dengan tiga

ruangan

dan tidak berdaging. Tiap ruangan terdapat dua biji yang agak lunak dan

tidak

tahan terhadap sinar matahari (Sunarjono, 2004).

Adapun klasifikasi dari tanaman bawang merah, sebagai berikut

(Ibriani,

2012):
16

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Class : Monocotyledoenae

Ordo : Liliflorae

Family : Liliaceae

Genus : Allium

Species : Allium cepa L.

Bawang merah (Allium cepa L.) termasuk jenis tanaman semusim,

berumur pendek dan berbentuk rumpun. Tinggi tanaman berkisar 15-25

cm,

berbatang semu, berakar serabut pendek yang berkembang di sekitar

permukaan

tanah, dan perakarannya yang dangkal, sehingga bawang merah tidak

tahan

terhadap kekeringan. Daunnya berwarna hijau berbentuk bulat,

memanjang seperti

pipa, dan bagian ujungnya meruncing (Ibriani, 2012).

2.1.3. Produk Olahan Bawang Merah

a. Pasta Bawang Merah

Pasta bawang merah adalah bumbu pasta instan  sebagai bumbu siap

saji yang dibuat dalam bentuk pasta. Terbuat dari berbagai campuran bumbu

dan rempah, sesuai dengan kegunaan bumbu tersebut. Misalnya bumbu gulai,

bumbu rendang, bumbu semur dan sebagainya. Bumbu-bumbu yang


17

dibutuhkan untuk masing-masing kuliner tersebut sudah disatukan, dan

dibuat dalam bentuk pasta (Suriana, 2011).

Menurut Saptoningsih dkk (2012), pasta bawang merah merupakan

suatu kreasi dan inovasi baru dalam pengolahan bawang merah yang

mempunyai nilai gizi yang cukup lengkap dibandingkan produk olahan

bawang lainnya. Pasta bawang merah mengandung lemak, protein,

karbohidrat dan vitamin C. Namun pada saat pengolahan bawang merah

menjadi pasta, warna yang dihasilkan adalah putih pucat. Hal ini tidak

menunjukkan ciri khas dari warna bawang merah itu sendiri. Tujuan

penambahan pewarna tersebut adalah agar warna pasta yang dihasilkan

menjadi merah seperti warna bawang merah, namun penambahan tersebut

tidak boleh berlebihan karena dapat mempengaruhi rasa dari pasta bawang

merah.

b. Bawang Goreng

Bawang goreng merupakan produk olahan yang cukup dikenal oleh

masyarakat. Pengolahan produk ini tidak sulit dan dapat dilakukan dengan

biaya murah sebagai usaha kecil rumah tangga. Umumnya sajian ini ditabur

pada banyak masakan Indonesia sebagai penyedap dan penambah cita rasa.

Bawang Goreng merupakan salah satu bentuk olahan dari bawang

merah yang dapat meningkatkan dan memberikan nilai tambah untuk

makanan. Bawang goreng bukan merupakan kebutuhan pokok, akan tetapi

kebutuhannya tidak dapat dihindari oleh konsumen rumah tangga sebagai

pelengkap bumbu masak sehari-hari yang berguna menambah cita rasa dan
18

kenikmatan makanan. Dengan semakin banyaknya manfaat dari bawang

goreng membuat usaha bawang goreng semakin menarik dan memiliki

peluang yang besar untuk dipasarkan. Namun dunia usaha tidak terlepas dari

dinamika perubahan yang berlangsung begitu cepat, karena dengan semakin

besar peluang pemasaran bawang goreng menjadi pemicu makin banyaknya

produsen atau pengusaha yang tertarik untuk memulai usaha bawang goreng.

Apabila tidak segera ditanggulangi maka akan membuat perusahaan tidak

dapat bersaing. Untuk itu perusahaan harus dapat mengantisipasi adanya

persaingan melalui perencanaan bisnis yang tepat untuk menghadapi segala

kemungkinan yang akan terjadi terhadap keberlangsungan usaha bawang

goreng.

2.1.4. Bawang Goreng

Bawang merah adalah salah satu komoditas holtikultura yang juga

merupakan bahan baku pertanian diolah sedemikian rupa sehingga

menjadi

produk bawang goreng yang dapat disimpan sampai dengan satu tahun.

Sedangkan bawang merah mentah hanya dapat bertahan maksimal enam

bulan.

Dari segi cita rasa, proses produksi bawang goreng menjadikan produk

lebih enak

dalam rasa dan aroma serta memperbaiki penampilan. Salah satu faktor

utama

yang mempengaruhi kualitas bawang goreng ialah kandungan kadar


19

minyak yang

berlebihan di dalam bawang goreng itu sendiri. (Nur dkk, 2010).

Bawang goreng adalah salah satu diversifikasi hasil olahan bawang

merah.

Olahan dari bawang merah yang diiris tipis kemudian digoreng

menggunakan

minyak goreng hingga bawang merah berubah warna dan teksturnya

menjadi

renyah. Warnanya kuning kecoklatan dan rasanya sangat gurih. Bawang

goreng

banyak digunakan seperti bumbu tabur berbagai masakan. Seperti nasi

goreng,

sayur, bakso, soto, sop, mie goreng, cilok, dan sebagainya. Selain itu

bawang

goreng bisa disajikan sebagai MSG alami untuk setiap masakan karena

rasa gurihnya sama seperti rasa gurih pada MSG. bawang goreng berasal

dari bawang merah memiliki banyak kandungan gizi. Namun, kandungan

gizi dari bawang merah tersebut akan hilang jika terlalu lama dipanaskan

di atas api. Secara umum proses pengolahan bawang merah menjadi

bawang goreng dapat dilihat pada Gambar 1.

Bawang Merah

Pengupasan
20

Pengirisan ( tebal 1-2 mm)

Perendaman Dalam 1-3% NaCl dan 0,3%


CaCl2 Selama 1 Jam
Larutan Vitamin C 0,1 % (30 Menit)

Penirisan

Penggorengan Selama 10 Menit Pada


Suhu 210 oC

Bawang Goreng

Gambar 1. Proses pengolahan bawang merah menjadi bawang goreng (Hartuti dan
Sinaga, 1995).

2.1.5. Rendemen

Rendemen adalah persentase produk yang didapatkan dari

menbandingkan berat awal bahan dengan berat akhirnya. Sehingga dapat

di ketahui kehilangan beratnya proses pengolahan. Rendeman didapatkan

dengan cara (menghitung) menimbang berat akhir bahan yang dihasilkan

dari proses dibandingkan dengan berat bahan awal sebelum mengalami

proses.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) rendemen

merupakan keuntungan atau kelebihan dalam pendapatan suatu

perusahaan. Rendemen bawang goreng yang dihasilkan dari beberapa

perlakuan cukup bervariasi. Rendemen bawang goreng dihitung


21

berdasarkan berat bawang (sesudah digoreng) terhadap berat buah iris

(sebelum digoreng). Distantina dkk. (2010), juga mempertegas bahwa

rendemen dihitung dengan cara membagi berat akhir hasil pengeringan

dengan berat awal sampel kemudian dikali 100%. Rendemen menyatakan

nilai efisiensi dari proses pengolahan sehingga dapat diketahui jumlah

keuntungan yang dihasilkan dari bahan dasar awal (Mustamin, 2012).

Nilai rendemen yang besar menunjukkan perlakuan yang diterapkan

efisien. Rendemen merupakan suatu nilai penting dalam pembuatan produk.

Rendemen adalah perbandingan berat kering produk yang dihasilkan dengan berat

bahan baku (Yuniarifin dkk, 2006).

2.1.6. Biaya

Biaya adalah beban terhadap penghasilan karena perusahaan

menggunakan sumber daya ekonomi yang ada. Biaya berasal dari aktiva

atau terjadi langsung tanpa melalui aktiva. Dalam mendefinisikan tentang

konsep biaya sangat penting, karena dalam ilmu akuntansi terdapat dua

istilah biaya, yaitu biaya sebagai cost dan expense. Tentu saja kedua istilah

tersebut mempunyai pengertian yang berbeda. Definisi biaya adalah kas

atau nilai setara kas yang dikorbankan untuk

memperoleh barang dan jasa yang diharapkan akan membawa manfaat

sekarang atau di masa depan bagi organisasi (Mulyadi, 2011).

a. Jenis-Jenis Biaya
22

 Biaya Tetap (Fixed Cost): biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tetap

konstan, tidak dipengaruhi oleh perubahan volume kegiatan atau aktivitas

sampai dengan tingkatan tertentu.

 Biaya Variabel (Variable Cost): biaya variabel (variable cost) adalah biaya

yang jumlah totalnya berubah secara sebanding (proporsional) dengan

perubahan volume kegiatan. Jadi biaya produksi atau total cost adalah total

biaya yang dikeluarkan oleh produsen dalam menghasilkan output, untuk

mencari total cost (biaya total) adalah dengan menjumlahkan fixed cost (biaya

tetap) dengan variable cost (biaya variabel).

TC = FC + VC

Keterangan :

TC = Total Cost/total biaya (Rp)

FC = Fixed Cost/total biaya tetap (Rp)

VC = Variabel Cost/ total biaya variabel (Rp)

b. Biaya produksi

Biaya produksi adalah biaya yang digunakan dalam proses produksi yang

terdiri dari bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, dan biaya overhead

pabrik atau biaya yang mempunyai hubungan langsung dengan suatu produk,

dimana biaya ini merupakan bagian dari perusahaan.

1. Biaya bahan baku

Biaya bahan baku langsung adalah bahan baku yang merupakan

bagian yang tidak dapat di pisahkan dari produk selesai dan dapat

ditelusuri langsung kepada produk selesai.


23

2. Tenaga kerja langsung

Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang dapat secara

langsung merubah bahan baku menjadi suatu produk dan

pembebanan biayanya dapat ditelusuri pada setiap jenis produk yang

dihasilkan.

3. Biaya overhead pabrik

Biaya overhead pabrik merupakan biaya yang terjadi atau

dibebankan dalam suatu proses produksi selain bahan baku dan

tenaga kerja langsung. Biaya ini merupakan bagian dari biaya

produksi yang tidak nampak atau tidak dapat ditelusuri secara

langsung baik ke produk itu sendiri maupun ke volume produksi. Beberapa

contoh yang termasuk dalam kategori biaya overhead pabrik adalah

penyusutan peralatan dan bangunan, perlengkapan, pengawasan,

pemeliharaan, listrik, dan tenaga kerja tidak langsung.

2.1.7. Konsep Harga

Secara umum, harga adalah senilai uang yang harus dibayarkan

konsumen kepada penjual untuk mendapatkan barang atau jasa yang ingin

dibelinya. Oleh sebab itu, harga pada umumnya ditentukan oleh penjual

atau pemilik jasa. Akan tetapi, dalam seni jual beli, pembeli atau

konsumen dapat menawar harga tersebut. Bila sudah mencapai

kesepakatan antara pembeli dan penjual barulah terjadi transaksi. Namun

tawar-menawar tidak bisa dilakukan di semua lini pemasaran. Contoh


24

transaksi yang menggunakan sistem tawar-menawar adalah pembelian di

pasar.

Dalam pemasaran, harga merupakan satuan terpenting. Ini karena

harga merupakan suatu nilai tukar dari sebuah produk atau jasa yang

dinyatakan dalam satuan moneter. Selain itu, harga merupakan salah satu

penentu dari keberhasilan perusahaan dalam menjalani usahanya.

Perusahaan yang berhasil dinilai dari seberapa besar perusahaan itu bisa

mendapatkan keuntungan dari besaran harga yang ditentukannya dalam

menjual produk atau jasanya. 

2.1.8. Nilai Tambah Produk

Nilai tambah (value added) adalah pertambahan nilai suatu

komoditas karena mengalami proses pengolahan, pengangkutan ataupun

penyimpanan dalam suatu produksi. Dalam proses pengolahan nilai

tambah dapat didefinisikan sebagai selisih antara nilai produk dengan nilai

biaya bahan baku dan input lainnya, tidak termasuk tenaga kerja.

Sedangkan marjin adalah selisih antara nilai produk dengan harga bahan

bakunya saja. Dalam marjin ini tercakup komponen faktor produksi yang

digunakan yaitu tenaga kerja, input lainnya dan balas jasa pengusaha

pengolahan (Hayami et al, 1987).

Nilai Tambah adalah peluang ada di tambah nilai pada satu produk

melalui

penanganan lanjutan dari suatu produk. Nilai tambah suatu produk adalah

hasil
25

dari nilai produk akhir dikurangi dengan biaya antara yang terdiri dari

biaya bahan

baku dan bahan penolong (Tarigan, 2004). Nilai tambah merupakan nilai

yang

ditambahkan kepada barang dan jasa yang dipakai oleh unit produksi

dalam

proses produksi sebagai biaya antara. Nilai yang ditambahkan ini sama

dengan

balas jasa atas ikut sertanya faktor produksi dalam proses produksi. Bila

komponen biaya antara yang digunakan nilainya semakin besar, maka nilai

tambah produk tersebut akan semakin kecil. Begitu pula sebaliknya, jika

biaya

antaranya semakin kecil, maka nilai tambah produk akan semakin besar

(Makki et

al, 2001).

2.1.9. Penerimaan

Penerimaan adalah jumlah yang diterima perusahaan atas

penjualanan

hasil produksinya. Besarnya penerimaan itu ditentukan oleh jumlah satuan

hasil

produksi yang terjual. (Rossalia D, 2015).

TR = P x Q

Dimana:
26

TR (total Revennue) = Total Penerimaan

P (price) = Harga Produk

Q (Quantity) = Jumlah Produk

2.1.10. Pendapatan

Menurut Sukirno, (2006) pendapatan adalah jumlah penghasilan

yang diterima oleh penduduk atas prestasi kerjanya selama satu priode

tertentu, baik harian, mingguan, bulanan maupun tahunan.pendapatan

merupakan dasar dari kemiskinan. Pendapatan setiap individu diperoleh

dari hasil kerjanya.

Kegiatan usaha pada akhirnya akan memperoleh pendapatan

berupa nilai uang yang diterima dari penjualan produk yang dikurangi

biaya yang telah dikeluarkan. Pendapatan meliputi pendapatan kotor

(penerimaan total) dan pendapatan bersih. Pendapatan kotor adalah nilai

produksi komoditas pertanian secara keseluruhan sebelum dikurangi biaya

produksi. Pengeluaran total usaha adalah nilai semua masukan yang habis

terpakai atau dikeluarkan didalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga

kerja keluarga petani, pemisahan pengeluran terkadang terkadang sulit

dilakukan karena pembukuan yang tidak lengkap dan juga adanya biaya
27

bersama dalam produksi. Cara yang dilakukan adalah memisahkan

pengeluaran usaha menjadi pengeluaran tetap dan pengeluaran tidak tetap.

Profit (pendapatan) digunakan untuk mengetahui besarnya tingkat

pendapatan yang diperoleh digunakan rumus :

π = TR – TC

Dimana :

π (Profit) = Pendapatan

TR (Total Revenue) = Total Penerimaan

TC (Total Cost) = Total Biaya

2.1.11. Kelayakan Usaha

Analisis kelayakan usaha adalah kegiatan untuk menilai sejauh

mana

manfaat yang dapat diperoleh dalam melaksanakan suatu kegiatan usaha

(Soekartawi, 2006). Hasil analisis ini digunakan sebagai bahan

pertimbangan

dalam mengambil keputusan, apakah usaha tersebut layak atau tidak untuk

diusahakan.

Studi kelayakan usaha disebut juga feasibility stady adalah

kegiatan untuk

menilai sejauh mana manfaat yang dapat diperoleh dalam melaksanakan

suatu
28

kegiatan usaha/Proyek dan merupakan bahan pertimbangan dalam

mengambil

suatu keputusan, apakah menerima atau menolak dari suatu gagasan

usaha/proyek

yang direncanakan. Pengertian layak dalam penelitian ini adalah

kemungkinan

dari gagasan usaha/proyek yang akan dilaksanakan memberikan manfaat

(benefit)

baik dalam arti financial benefit maupun dalam arti sosial layaknya suatu

gagasan

usaha/proyek dalam arti sosial benefit tidak selalu menggambarkan dalam

arti

financial benefit, hal ini tergantung dari segi penilaian yang dilakukan

(Ibrahim,

2008).

Suatu usaha yang akan dilaksanakan dinilai dapat memberikan

keuntungan

atau layak diterima jika dilakukan analisis kelayakan usaha, kelayakan

usaha

dapat diketahui dengan pendakatan R/C. R/C adalah singkatan dari

Revenue Cost

Ratio atau dikenal dengan perbandingan (nisbah) antara total biaya (TR)
29

dan total

penerimaan (TC), dengan rumus :

TR
Rumus : R/C=
TC

Keterangan :

R/C = Perbandingan antara total revenue dengan total cost

TR = Total Revenue (Total penerimaan)

TC = Total Cost (total biaya)

Apabila R/C = 1, berarti usaha tidak untung dan tidak rugi atau

impas,

selanjutnya bila R/C < 1, menunjukkan bahwa usaha tersebut tidak layak

diusahakan, dan jika R/C > 1, maka usaha tersebut layak untuk

diusahakan. (Soekartawi, 2002).

2.2. Penelitian Terdahulu

Tabel 3. Penelitian terdahulu yang Relevan

No. Judul Penelitian Tujuan Penelitian Hasil Penelitian


1. Sri Wirasti, 2014, Mengetahui besarnya Penerimaan total yang
Analisis Pendapatan pendapatan dan diperoleh industri
dan Kelayakan Usaha kelayakan usaha rumah tangga Sofie
Bawang dalam menghasilkan dalam memproduksi
Putih Goreng pada bawang putih goreng bawang putih goreng
Industri Rumah pada industri rumah selama Bulan Januari
Tangga Sofie Di Kota tangga sofie. Tahun 2013 sebesar Rp.
Palu 6.000.000. Setelah
dikurangi dengan biaya
total Rp. 4.188.151
didapat pendapatan bersih
sebesar Rp. 1.811.849.
Sehingga nilai kelayakan
Bawang Putih Goreng
Rp. 1,43 layak untuk
30

No. Judul Penelitian Tujuan Penelitian Hasil Penelitian


diusahakan. Agroindustri
bawang putih goreng
pada industry rumah
tangga sofie layak untuk
diusahakan, karena
memberikan keuntungan
yang cukup bagi
produsen.
2. Abd. Rauf, 2014, Mengetahui Karakteristik Industri
Analisis Pendapatan karakteristik Usaha Usaha Bawang Goreng
dan Karakteristrik dan Pendapatan UMKM Amalia di Desa
Usaha Bawang Bawang Goreng pada Bolupontu Jaya
Goreng pada UMKM UMKM Amalia di Kabupaten Sigi,
Amalia di Desa Desa Bolupountu Jaya merupakan UMKM yang
Bolupountu Jaya Kecamatan Sigi mempunyai 4 orang
Kecamatan Sigi Biromaru Kabupaten karyawan yang terdiri
Biromaru Kabupaten Sigi. atas satu orang Pimpinan,
Sigi dengan 300 kg bawang
basah menghasilkan 200
unit kemasan 50 g,
500 unit kemasan 100 kg
dan 195 unit kemasan 200
g. Pendapatan yang
diperoleh usaha bawang
goreng UMKM Amalia
sebesar Rp. 3.657.742/
bulan dengan total biaya
sebesar Rp. 13.717.258/
bulan dan penerimaan
sebesar Rp. 17.375.000/
bulan.
3. Dewi Cahyanti Untuk mengetahui Hasil penelitian
Wahyu Ningsih, nilai tambah yang menunjukan bahwa nilai
Saharia Kassa, diperoleh dari tambah yang diperoleh
Dafina Howara, pengolahan bawang Industri Bawang Goreng
2013, Analisis Nilai merah lokal Palu pada skala rumah tangga
Tambah Bawang menjadi bawang (Industri Bawang Goreg
Merah Lokal Palu goreng, yang Triple C) sebesar Rp.
Menjadi Bawang dilaksanakan pada 33.846,09/kg, skala kecil
Goreng Di Kota Palu Industri Bawang (Industri Bawang Goreng
Goreng Triple C, Raja Bawang) sebesar
Industri Bawang Rp. 39.117,40/kg dan
Goreng Raja Bawang skala menengah (Industri
31

No. Judul Penelitian Tujuan Penelitian Hasil Penelitian


dan Industri Bawang Bawang Goreng SAL-
Goreng SAL-HAN. HAN) sebesar Rp.
39.760/kg.
4. Gary Syukra Rizki, 1. Mendiskripsikan 1. Agroindustri Bawang
Syahyana Raesi, profil Agroindustri Goreng Ali Masni
Muhammad Refdinal, Bawang Goreng merupakan
2020, Analisis Nilai Ali Masni agroindustri yang
Tambah Pada 2. Menganalisis mengolah bawang
Agroindustri Bawang besarnya nilai merah menjadi tiga
Goreng Ali Masni Di tambah yang jenis bawang goreng,
Kota Padang diperoleh dari yaitu bawang goreng
pengolahan kelas satu, bawang
bawang goreng goreng kelas dua dan
pada Agroindustri bawang goreng kelas
Bawang Goreng tiga.
Ali Masni. 2. Nilai tambah yang
dihasilkan oleh
Agroindustri Bawang
Goreng Ali Masni
untuk produk bawang
goreng kelas satu
sebesar Rp
16.757,903/kg dengan
rasio nilai tambah
sebesar 52,368% yang
tergolong tinggi dan
produk bawang
goreng kelas dua
sebesar Rp
10.857,903/kg dengan
rasio nilai tambah
sebesar 45,241% yang
tergolong tinggi,
sedangkan produk
bawang goreng kelas
tiga sebesar Rp
5.602,474/kg dengan
rasio nilai tambah
sebesar 31,125% yang
tergolong sedang.
5. Herlena Bidi Astuti, 1. Untuk mengetahui 1. Pendapatan usaha
Yesmawati, Linda pendapatan usaha bawang goreng Uda
Harta, Reswita, 2019, bawang goreng. Saprudin adalah Rp.
32

No. Judul Penelitian Tujuan Penelitian Hasil Penelitian


2. Mengetahui 3.426.571 per satu
Pendapatan Usaha manjemen kali produksi dengan
Dan Persediaan persediaan bahan nilai R/C adalah
Bahan Baku Industri baku pada industry 1,36.
Bawang Goreng bawang goreng 2. Pada manjemen
(Studi Kasus Industri “Uda Saprudin” di persediaan bahan
Bawang Goreng Kota Bengkulu. baku diketahui nilai
“Uda Saprudin”) EOQ : 6.546 Kg, nilai
Reorder Point : 6.329
Kg/ Bulan, lead time :
0,5 bulan dan Total
inventory cost : Rp.
163.676.047 pertahun.

2.3. Kerangka Pikir Penelitian

Kerangka pikir adalah penjelasan tentang variabel yang akan

dijadikan tolak ukur peneliti di lapangan yang disesuaikan dengan

rumusan

masalah. Dalam kerangka pikir perubahan dicantumkan hanya sebatas

yang

diteliti dan dapat dikutip dari dua atau lebih karya tulis atau bacaan.

Kerangka

teori sebaiknya menggunakan acuan yang berhubungan dengan

permasalahan

yang diteliti dan acuan-acuan yang berupa hasil penelitian terdahulu.

semakin

banyak sumber bacaan, semakin baik, dengan jumlah minimal sepuluh

sumber,

baik teksbook atau sumber lainnya misalnya, artikel, jurnal, internet dan
33

lain-

lain.

Industri rumah tangga bawang goreng dzakiyah sebagai salah satu

usaha pengolahan bawang merah menjadi bawang goreng mempunyai

tujuan untuk meningkatkan pendapatan dan nilai tambah pada produk

tersebut. Usaha pengolahan bawang merah menjadi bawang goreng dalam

melakukan proses produksi tentunya membutuhkan input atau masukan

berupa biaya-biaya yang menunjang kelancaran proses produksi. Biaya-

biaya tersebut meliputi biaya bahan baku, biaya peralatan, biaya tenaga

kerja, biaya bahan penolong, dan biaya lainnya. Proses pengolahan

bawang merah tersebut akan menghasilkan produk berupa bawang goreng.

Produk yang dihasilkan tersebut dapat menunjukkan keuntungan yang

diperoleh akibat perubahan bentuk dari bawang merah menjadi bawang

goreng.

Nilai tambah suatu produk adalah hasil dari nilai produk akhir

dikurangi

dengan biaya antara yang terdiri dari biaya bahan baku dan bahan

penolong

(Tarigan, 2004). Nilai tambah merupakan nilai yang ditambahkan kepada

barang

dan jasa yang dipakai oleh unit produksi dalam proses produksi sebagai

biaya

antara. Nilai yang ditambahkan ini sama dengan balas jasa atas ikut
34

sertanya

faktor produksi dalam proses produksi. Bila komponen biaya antara yang

digunakan nilainya semakin besar, maka nilai tambah produk tersebut

akan

semakin kecil. Begitu pula sebaliknya, jika biaya antaranya semakin kecil,

maka

nilai tambah produk akan semakin besar (Makki et al, 2001).

Rendemen merupakan suatu nilai penting dalam pembuatan

produk. Rendemen adalah perbandingan berat kering produk yang

dihasilkan dengan berat bahan baku (Yuniarifin, Bintoro, dan Suwarastuti,

2006). Nilai rendemen berkaitan dengan banyaknya kandungan bioaktif

yang terkandung. Semakin tinggi rendemen maka semakin tinggi

kandungan zat yang tertarik ada pada suatu bahan baku.

Analisis pendapatan dan nilai tambah perlu dilakukan untuk

mengetahui seberapa besar struktur biaya, penerimaan, pendapatan dan

nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan bawang merah menjadi

bawang goreng. Secara ringkas, alur kerangka pikir dalam penelitian ini

dapat dilihat pada gambar dibawah ini.


35

Industri Rumah Tangga Bawang


Bawang Merah Goreng “Dzakiyah” di Kota
Makassar

Tahapan :
Pencucian
Pengupasan
Proses Pengolahan Bawang
Merah Pengirisan
Penggorengan
Biaya Produksi pengemasan

Produk olahan Bawang


Goreng

Rendemen Nilai tambah

Harga

Penerimaan
Pendapatan

Kelayakan Usaha Pengolahan 36


Bawang Goreng

Pengembangan Industri Rumah


Tangga Bawang Goreng
“Dzakiyah” di Kota Makassar

Keterangan :
= Diteliti

= Tidak Diteliti

Gambar 2. Kerangka Pikir Analisis Pendapatan dan Nilai Tambah Bawang


Goreng (Studi Kasus Industri Rumah Tangga Pengolahan Bawang
Goreng “Dzakiyah” di Kota Makassar).

2.4. Hipotesis

Berdasarkan masalah dan tujuan penelitian maka yang menjadi hipotesis

penelitian ini yaitu :

1. Nilai tambah yang dihasilkan pada proses pengolahan bawang merah menjadi

bawang goreng “Dzakiyah” di Kota Makassar, tinggi.

2. Pengolahan bawang merah menjadi bawang goreng “Dzakiyah” di Kota

Makassar, layak untuk diusahakan.


37

III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada Industri Rumah Tangga

Pengolahan Bawang Goreng “Dzakiyah” di Kelurahan Bulurokeng Kecamatan

Biringkanaya Kota Makassar. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja dengan

pertimbangan bahwa di Kecamatan Biringkanaya terdapat tempat usaha industri

rumah tangga bawang goreng yaitu industri rumah tangga bawang goreng

“Dzakiyah” di Kota Makassar. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-


38

Agustus 2022. Waktu tersebut digunakan untuk memperoleh data dan keterangan

yang terkait dengan penelitian serta melakukan analisis data.

3.2. Populasi dan Sampel

Menurut Sugiyono (2014) Populasi merupakan wilayah

generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas

dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari

dan kemudian ditarik kesimpualannya. Populasi dalam penelitian ini

adalah pemilik usaha dan seluruh karyawan industri rumah tangga bawang

goreng “dzakiyah” di Kota Makassar.

Menurut Sugiyono (2014) sampel adalah bagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut, bila populasi besar dan

peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi,

misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat

menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Maka penentuan

sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling

pada 1 orang pemilik dan 4 orang karyawan pada usaha industri rumah

tangga bawang goreng “dzakiyah” di Kota Makassar.

3.3. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif,

yaitu jenis data yang dapat diukur atau dihitung secara langsung yang

berupa informasi atau penjelasan yang dinyatakan dengan angka atau

bilangan.

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :


39

a. Data primer

Data yang diperoleh berdasarkan pengamatan langsung di lapangan

maupun wawancara langsung dengan pemilik dan karyawan Usaha

Industri Rumah Tangga Bawang Goreng Dzakiyah di Kota Makassar

menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner).

b. Data sekunder

Data yang mengacu pada informasi yang dikumpulkan dari sumber

yang telah ada dan sudah diolah sedemikian rupa sehingga siap digunakan.

Sumber data sekunder meliputi data lain yang diperoleh dari hasil

penelitian sebelumnya, sumber-sumber literatur, buku, laporan, jurnal

penelitian serta karya ilmiah yang erat hubungannya dengan penelitian ini.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Wawancara

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara.

Wawancara dilakukan untuk memperoleh data Analisis Pendapatan Dan

Kelayakan Pada Industri Rumah Tangga Bawang Goreng Dzakiyah Di

Kota Makassar. Adapun instrument pengumpulan data yang digunakan


40

berupa Instrumen wawancara. Instrumen wawancara ini berisi pertanyaan-

pertanyaan yang akan ditanyakan kepada pemilik dan karyawan Industri

Rumah Tangga Bawang Goreng Dzakiyah terkait dengan permasalahan

yang dibahas, pertanyaan-pertanyaan yang akan ditanyakan kepada

pemilik dan karyawan meliputi tiga jenis pertanyaan yaitu seputar

pendapatan industri rumah tangga, pertanyaan seputar kelayakan industri

rumah tangga, dan pertanyaan seputar proses pengolahan industri rumah

tangga.

2. Observasi

Selain wawancara, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah

observasi. Teknik observasi dilakukan untuk mendapatkan hasil

pengamatan secara langsung di lokasi penelitian. Adapaun instrument

yang digunakan berupa lembar observasi yang digunakan untuk

menuliskan secara langsung fakta-fakta yang didapatkan di lokasi

penelitian setelah melakukan pengamatan secara langsung.

3. Dokumentasi

Teknik pengumpulan data melalui dokumentasi merupakan pengumpulan

data yang diperoleh di Industri Rumah Tangga Bawang Goreng Dzakiyah.

Dokumentasi dilakukan dengan pengambilan gambar tentang kegiatan-kegiatan

dilokasi penelitian. Sehingga mampu memberikan gambaran secara visual tentang

kegiatan Industri Rumah Tangga Bawang Goreng Dzakiyah.


41

4. Kuesioner

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan

dengan cara memberi kesepakatan pertanyaan tertulis kepada responden

untuk dijawab. Kuesioner ini merupakan teknik pengumpulan data yang

efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu

apa yang bisa diharapkan dari responden.

3.5. Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan Analisis Deskriptif dan Analisis Kuantitatif.

Data kuantitatif digunakan untuk mendeskripsikan pendapatan dan nilai tambah

pada industri rumah tangga yang dijelaskan secara deskriptif.

1) Untuk menjawab tujuan 1 dilakukan dengan analisis deskriptif yaitu

mendeskripsikan proses pengolahan bawang menjadi bawang goreng pada

industri rumah tangga “Dzakiyah” di Kota Makassar.

2) Untuk menjawab tujuan 2 dilakukan dengan analisis kuantitatif yaitu

menganalisis nilai rendemen yang dihasilkan dari pengolahan bawang merah

menjadi bawang goreng pada industri rumah tangga “Dzakiyah” di Kota

Makassar.

3) Untuk menjawab tujuan 3 dilakukan dengan analisis kuantitatif yaitu

menganalisis nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan bawang merah

menjadi bawang goreng pada industri rumah tangga “Dzakiyah” di Kota

Makassar.
42

4) Untuk menjawab tujuan 4 dilakukan dengan analisis kuantitatif yaitu

menganalisis produksi dan pendapatan usaha industri rumah tangga bawang

goreng “Dzakiyah” di Kota Makassar.

5) Untuk menjawab tujuan 5 dilakukan dengan analisis kuantitatif yaitu

menganalisis kelayakan usaha industri rumah tangga bawang goreng

“Dzakiyah” di Kota Makassar.

3.5.1. Analisis Pendapatan, Penerimaan dan Biaya Produksi

Soekartawi (2002), menyatakan bahwa untuk menghitung

pendapatan usaha dapat dilakukan dengan menghitung selisih antara

penerimaan (TR) dan total biaya (TC). Penerimaan usaha adalah perkalian

antara produksi dan harga jual produksi bawang goreng, sedangkan biaya

adalah semua pengeluaran cash yang di gunakan untuk pengadaan faktor-

faktor produksi, hal tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :

π = TR – TC

Dimana :

π (Profit) = Pendapatan

TR (Total Revenue) = Total Penerimaan

TC (Total Cost) = Total Biaya

𝑇𝑅 = 𝑃 𝑥 𝑄
43

keterangan :

TR (Total Revenue) = Total Penerimaan

P (Price) = Harga jual

Q (Quantity) = Total produksi

TC =FC +VC

Keterangan :

TC = Total Cost (biaya total)

FC = Total Fixed Cost (biaya tetap)

VC = Total Variabel Cost (biaya variabel)

3.5.2. Analisis Kelayakan

Kelayakan suatu usaha dapat dihitung dengan menggunakan analisis

Revenue Cost Ratio (R/C Ratio). R/C ratio adalah adalah singkatan dari Revenue

Cost Ratio atau dikenal dengan perbandingan antara Total Revenue (TR)

dan Total Cost (TC). Kelayakan usaha dihitung dengan rumus Soekartawi (2002)

sebagai berikut :

Total Penerimaan(TR)
R/C-ratio = Total Biaya (TC )

Keterangan :

R/C = Total Revenue Cost Ratio

TR = Total Penerimaan (Total Revenue)

TC = Total biaya (Total Cost)


44

R/C = 1, maka usaha tidak untung dan tidak rugi atau impas

R/C < 1, menunjukkan bahwa usaha tersebut tidak layak untuk diusahakan

R/C > 1, berarti usaha tersebut layak untuk diusahakan

4.5.3. Analisis Rendemen

Rendemen merupakan suatu persentase produk yang didapatkan

dariperbandingan berat awal bahan dengan berat akhirnya, sehinga dapat

diketahui kehilangan beratnya ketika mengalami proses pengolahan. Rendemen

didapat dengan cara menimbangkan hasil berat akhir yang dihasilkan dari proses

dibandingkan dengan berat awal sebelum mengalami proses. Penentuan rendemen

dilakukan dengan cara menghitung bawang goreng yang dihasilkan dari setiap

perlakuan yang dinyatakan dalam persen. Rendemen merupakan hasil yang

diperoleh melalui perbandingan antara bobot bahan keluar dengan bobot bahan

awal. Berikut ini adalah cara untuk menghitung nilai rendemen (Distantina dkk,

2010).

Rendemen merupakan perbandingan antara hasil banyaknya

metabolit yang didapatkan setelah proses ekstraksi dengan berat sampel

yang

digunakan. Kriteria rendemen yaitu rendemen dikatakan baik jika nilainya

lebih dari 10%.

Berat Akhir
Rumus Rendemen (%) = x 100
Berat Awal
45

Keterangan :

Rendemen : bahan baku produk menjadi olahan produk

Berat akhir : berat bawang goreng setelah diolah

Berat awal : berat bawang merah sebelum diolah

4.5.4. Analisis Nilai Tambah

Pengertian nilai tambah (value added) adalah pertambahan nilai suatu

komoditas karena mengalami proses pengolahan, pengangkutan

ataupun penyimpanan dalam suatu produksi. Dalam proses pengolahan nilai

tambah dapat didefinisikan sebagai selisih antara nilai produk dengan

nilai biaya bahan baku dan input lainnya, tidak termasuk tenaga kerja. Sedangkan

marjin adalah selisih antara nilai produk dengan harga bahan bakunya saja. Dalam

marjin ini tercakup komponen faktor produksi yang digunakan yaitu tenaga

kerja, input lainnya dan balas jasa pengusaha pengolahan (Hayami et al, 1987).

Analisis nilai tambah melalui metode Hayami ini dapat menghasilkan

beberapa informasi penting, antara lain berupa :

a) Perkiraan nilai tambah, dalam rupiah

b) Rasio nilai tambah terhadap nilai produk jadi, dalam persen

c) Imbalan jasa tenaga kerja, dalam rupiah

d) Bagian tenaga kerja, dalam persen

e) Keuntungan yang diterima perusahaan, dalam rupiah

f) Tingkat keuntungan perusahaan, dalam persen

Tabel 4. Perhitungan Nilai Tambah Menurut Metode Hayami


No Variabel Nilai
46

Output, Input, dan Harga


1. Output yang dihasilkan (kg/hari) a
2. Bahan baku yang digunakan (kg/hari) b
3. Tenaga Kerja (jam/hari) c
4. Faktor konversi (1/2) d = a/b
5. Koefisien tenaga kerja (3/2) e = c/b
6. Harga output (Rp/kg) f
7. Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/jam) g
Pendapatan dan Keuntungan
8. Harga bahan baku (Rp/kg bahan baku) h
9. Sumbangan input lain (Rp/kg output) i
10. Nilai output (4 x 6) (Rp) j=dxf
11. a. Nilai tambah (10 – 9 – 8) (Rp) k=j–h–i
b. Rasio nilai tambah ((11a/10) x 100%) l (%) = (k/j) x 100 %
12. a. Imbalan tenaga kerja (5 x 7) (Rp) m=exg
b. Bagian tenaga kerja ((12a/11a) x 100%) n (%) = (m/k) x 100%
13. a. Keuntungan (11a – 12a) (Rp) o=k–m
b. Tingkat keuntungan ((13a/11a) x 100%) p (%) = (o/k) x 100%
Balas Jasa Untuk Faktor produksi
14. Marjin ( 10 ) - ( 8 ) ( Rp / unit) q=J–H
a. Pendapatan tenaga kerja (12a) / (14 ) ( % ) r (%) = ( M / Q ) %
b. Sumbangan input lain ( 9 ) / (14 ) ( % ) s (%) = ( I / Q ) %
c. Keuntungan perusahaan (13a) / (14 ) ( % ) t(%)=(O/Q)%
Sumber : Hayami et. al (1987) dalam Maimun (2009).

Nilai tambah menggambarkan imbalan bagi tenaga kerja, modal, dan

manajemen (Hayami et. al, 1987 dalam Maimun, 2009) yang dapat dirumuskan

sebagai berikut:

Nilai tambah = f (K, B, T, U, H, h, L)

Dimana:

K = kapasitas produksi (unit).

T = tenaga kerja yang terlibat (orang).

B = jumlah bahan baku yang digunakan (unit)

U = upah tenaga kerja (Rp/unit)


47

H = harga output (unit).

h = harga bahan baku (Rp/unit)

L = harga input lain (unit)

Menurut Reyne dalam Hubeis (1997), berikut kriteria dari nilai tambah:

a. Rasio nilai tambah rendah bila persentase < 15%

b. Rasio nilai tambah sedang bila persentase 15% - 40% dan

c. Rasio nilai tambah tinggi bila persentase > 40%.

3.6. Definisi Operasional

1. Industri rumah tangga adalah suatu unit usaha atau perusahaan dalam skala

kecil yang bergerak dalam bidang industri tertentu.

2. Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang

sejak lama telah diusahakan oleh petani secara intensif.

3. Bawang goreng adalah sajian bawang merah serta campuran garam

ditambah berbagai rempah yang dirilis hingga halus kemudian digoreng

dengan minyak panas sampai berwarna kecoklatan dan harum lalu di

angkat dan siap dihidangkan.

4. Biaya (cost) adalah pengeluaran-pengeluaran atau nilai pengorbanan untuk

memperoleh barang atau jasa yang berguna untuk masa yang akan datang,

atau mempunyai manfaat melebihi satu priode akuntansi.

5. Harga adalah suatu nilai tukar uang yang bisa disamakan dengan uang atau

barang lain untuk manfaat yang diperoleh dari suatu barang atau jasa bagi

seseorang atau kelompok pada waktu tertentu dan tempat tertentu.


48

6. Penerimaan adalah jumlah yang diterima perusahaan atas penjualanan

hasil produksinya.

7. Pendapatan adalah jumlah penghasilan yang diterima oleh penduduk atas

prestasi kerjanya selama satu priode tertentu, baik harian, mingguan, bulanan

maupun tahunan.

8. Kelayakan usaha adalah suatu penelitian tentang dapat atau tidaknya serta

menguntungkan atau tidaknya suatu usaha yang biasanya merupakan usaha

tersebut dapat dilaksanakan.

9. Nilai tambah merupakan penambahan nilai yang terdapat pada suatu produk

setelah mengalami pengolahan lebih lanjut yang menghasilkan nilai lebih

tinggi daripada sebelum mengalami pengolahan.

10. Rendemen adalah persentase produk yang didapatkan dari menbandingkan

berat awal bahan dengan berat akhirnya.

DAFTAR PUSTAKA

Agustami, S. Dan Irawan, Dedi. (2014). Analisis Perbandingan Sistem


Tradisional Dengan Sistem Activity Based Costing Dalam Perhitungan
Harga Pokok Produksi Pada PT. Pindad (Persero).
49

Austin, J.E. 1981. Agroindustrial Project Analysis. The Johns Hopkins University
Press. London.
Aedi, Nur. 2010. Instrumen Penelitian Pengumpulan Data. Bahan Belajar Mandiri
Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: FIP-UPI.
Abd. Rauf, 2014, Analisis Pendapatan dan Karakteristrik Usaha Bawang Goreng
pada UMKM Amalia di Desa Bolupountu Jaya Kecamatan Sigi Biromaru
Kabupaten Sigi. e-J. Agrotekbis 2 (6) : 628-633, Desember 2014.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2005. Prospek dan Arah
Pengembangan Agribisnis Bawang Merah. Balitbang-Depertemen
Pertanian, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. Provinsi Sulawesi Selatan, 2017-2021. Provinsi Sulawesi
Selatan dalam angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan.
Distantina, S., Fadilah., Y. C. Danarto., Wiratni dan M. Fahrurrozi. 2010. Efek
Bahan Kimia pada Tahap Presipitasi terhadap Rendemen dan Sifat
Karagenan dari Rumput Laut Eucheuma cottoni. Ekuilibrium. 8 (2): 47-
53.
Dewi Cahyanti Wahyu Ningsih, Saharia Kassa, Dafina Howara, 2013, Analisis
Nilai Tambah Bawang Merah Lokal Palu
Menjadi Bawang Goreng Di Kota Palu. e-J. Agrotekbis 1 (4) : 353-360,
Oktober 2013.
Departemen Pertanian. 2007. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis
Bawang Merah Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Jakarta.
Gary Syukra Rizki, Syahyana Raesi, Muhammad Refdinal, 2020, Analisis Nilai
Tambah Pada Agroindustri Bawang Goreng Ali Masni Di Kota Padang.
Journal of Socio Economics on Tropical Agriculture (Jurnal Sosial
Ekonomi Pertanian Tropis) Vol. 2 No. 2 Agustus (2020) 130-142.

Hayami, Y. et all. 1987. Agricultural Marketing and Processing In Up Land Java.


A perspective from a Sunda village. Bogor: CGPRT Centre.
Hartuti, N. dan Sinaga RM. 1995. Pemanfaatan Bawang Merah dalam Bentuk
Olahan.Dalam teknologi Produksi Bawang Merah. Dalam Sunarjono
et.al. (Penyunting) Teknologi Produksi Bawang Merah. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Hortikultura. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Jakarta.
Herlena Bidi Astuti, Yesmawati, Linda Harta, Reswita, 2019,
Pendapatan Usaha Dan Persediaan Bahan Baku Industri
Bawang Goreng (Studi Kasus Industri Bawang Goreng “Uda Saprudin”).
Vol 13, No 2 (2019).
50

Hubeis, Musa. (1997). Menuju Industri Kecil Profesional di Era Globalisasi


Melalui Pemberdayaan Manajemen Industri. Orasi Ilmiah Guru Besar
Tetap Ilmu Manajemen Industri. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut
Pertanian Bogor.
Ibrahim, Amin. 2008. Teori dan Konsep Pelayanan Publik Serta
Implementasinya. Jakarta: Mandar Maju.
Istina, I, N. 2016. Peningkatan Produksi Bawang Merah Melalui Teknik
Pemupukan NPK. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Riau.
Ibriani.2012. Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Bawang Merah (Allium cepa L)
secara KLT-Bioautografi. Agroekoteknologi. Vol 3 (1).
Kotler, Philip. 2005. Manajemen Pemasaran Edisi Revisi Jilid 1. Penerjemah
Benyamin Molan. Jakarta. PT. Indeks.
La Jauda, R., Laoh, O. E.H., & Timban, J.F 2016. Analisis Pendapatan Usahatani
Kakao Di Desa Tikong, Kecamatan Talibu Utara, Kabupaten Kepulauan
Sula. AGRI-SOSIOEKONOMI, 12(2), 33-44.
Lumintang, F. M. (2013). Analisa Pendapatan Petani Padi di Desa Teep
Kecamatan Langowan Timur. Jurnal EMBA, 991-998.
Maimun. (2009). Analisis Pendapatan Usahatani dan Nilai Tambah Saluran
Pemasaran Kopi Arabika Organik dan Non Organik (Studi Kasus
Pengolahan Bubuk Kopi Ulee Kareng di Banda Aceh). Repository IPB.
Makki et al, 2001. Nilai Tambah Dalam Proses Produksi Barang Dan Jasa.
Universitas Airlangga. Surabaya.
Muliawan, 2008. Jasa Unggul Manajemen Home Industri. Yogyakarta: Banyu
Media.

Mulyadi. 2011. Akuntansi Biaya, Edisi ke-5, BP-STIE YKPN. Yogyakarta.


Mustamin, ST. F. 2012. Studi Pengaruh Konsentrasi KOH dan Lama Ekstraksi
terhadap Karakteristik Karagenan dari Rumput Laut (Eucheuma
cottoni).Skripsi. Universitas Hassanuddin. Makassar.
Rossalia, D. 2015. Big Book Sbmtpn Saintek 2016, Cmedia Imprint Kawan
Pustaka, Jakarta : 196 (h).
Saptoningsih dan Ajat Jatnika. 2012. Membuat Olahan Buah. Jakarta: PT.
AgroMedia Pustaka.
Susanawati. 2017. Identifikasi Risiko Rantai Pasok Bawang Merah di Kabupaten
Nganjuk. AGRARIS: Journal of Agribusiness and Rural Development
Research Vol. 3 No.1.
51

Suriana, N. 2011. Bawang Bawa Untung Budidaya Bawang Merah dan Bawang
Putih. Cahaya Atma Pustaka. Yogyakarta.
Sunarjono, H.H. 2004. Bertanam 30 Jenis Sayuran. Panebar Swadaya. Jakarta.
Soetriono, 2006, analisis finansial dan analisis ekonomi, Daya Saing Dalam
Tinjauan Analisis, Bayu Media, Malang
Soekartawi. 2006. Analisis Usahatani. UI Press, Jakarta.
Soeharjo. 1991. Konsep dan Ruang Lingkup Agribisnis . Bogor: Institut Pertanian
Bogor.
Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sukirno, S. 2006. Ekonomi Pembangunan; Proses, Masalah dan Dasar
Kebijakan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Teori dan Aplikasi. Raja
Grafindo Persada : Jakarta.
Suratiyah, K. 2015. Ilmu Usahatani. Jakarta : Penebar Swadaya.
Sri Wirasti, 2014, Analisis Pendapatan dan Kelayakan Usaha Bawang
Putih Goreng pada Industri Rumah Tangga Sofie Di Kota Palu. e-J.
Agrotekbis 2 (5) : 500-504, Oktober 2014.
Tarigan, R. 2004. Ekonomi Regional. Bumi Aksara. Jakarta.
Umar, Husein. (2007) . Metode Penelitian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil.
Yuniarifin, H, Bintoro VP, Suwarastuti A. 2006. Pengaruh Berbagai Konsentrasi
Asam Fosfat pada Proses Perendaman Tulang Sapi terhadap Rendemen,
Kadar Abu dan Viskositas Gelatin. Journal Indon Trop Anim Agric.
31(1): 55-61.

Anda mungkin juga menyukai