Raliby, ST.,
HALAMAN JUDUL
KKAJIAN
ANALISIS POTENSI UNGGULAN DAERAH
KABUPATEN MAGELANG
MENUJU ONE VILAGE ONE PRODUCT
Alkhamdulillah, puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT atas berbagai
nikmat dan limpahan karunia-Nya sehingga laporan kajian Analisis Potensi Unggulan
Daerah Kabupaten Magelang Menuju One Vilage One Product ini, telah terselesaikan.
Upaya kegiatan yang dilakukan ini adalah dalam kerangka untuk pengembangan
produk unggulan daerah di wilayah Kabupaten Magelang menuju program one vilage one
product sebagaimana amanah Presiden melalui Instruksi Presiden No.6, Tahun 2007 yang
dilaksanakan melalui pengembangan model OVOP dengan tujuan memajukan usaha
masyarakat dan memasarkan produk‐produk lokal yang mampu bersaing serta meraih
reputasi internasional.
Dalam kesempatan ini, tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah turut membantu terselenggaranya kegiatan kajian ini, antara lain sebagai
berikut.
1. Kepala Dinas Perindustrian Koperasi dan UMKM Kabupaten Magelang beserta semua
pejabat dan staf yang telah memberikan support secara penuh dalam pelaksanaan kkajian
ini
2. Anggota Team dan para narasumber lainnya ketika Focus Group Discuussion (FGD)
dilaksanakan di seluruh SKPD terkait di Kabupaten Magelang.
3. Anggota tim penelitian dan tenaga lapangan yang telah menyediakan waktu dan tenaga
terutama untuk mengumpulkan data, melalui FGD dengan Masyarakat pelaku industri di
wilayah Kabupaten Magelang.
Oesman Raliby
Sektor informal usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam perekonomian nasional diakui
memiliki peran yang penting dan strategis. Sebagai upaya mendukung pengembangan dan
pemberdayaan sektor informal tersebut, Dinas Perindustrian Koperasi dan IMKM Kabupaten
Magelang melakukan penilaian dan pemetakan terhadap potensi unggulan daerah terutama dari
industri kecil menengah dengan maksud menyediakan informasi yang dapat digunakan untuk
mendorong pengembangan UMKM., melalui gerakan one vilage one product. Tujuan penelitian
adalah (1) menggali informasi tentang produk-produk unggulan yang perlu mendapat prioritas untuk
dikembangkan di wilayah Kabupaten Magelang, kecamatan dan desa dalam rangka mendukung
pembangunan ekonomi daerah, penciptaan lapangan kerja dan penyerapan tenaga kerja, dan
peningkatan daya saing produk; (2) mengidentifikasi permasalahan tiap-tiap potensi unggulan di
wilayah Kabupaten Magelang; (3) memetakan produk-produk potensial yang saat ini belum menjadi
unggulan, tetapi memiliki potensi untuk menjadi unggul pada masa datang apabila mendapatkan
perlakuan atau kebijakan tertentu; (4) merumuskan rekomendasi berupa potensi unggulan yang
perlu/dapat dikembangkan di wilayah kabupaten Magelang. (5) Melaksanakan seleksi produk
unggulan berbasis OVOP berdasarkan data hasil identifikasi. Metode pendekatan yang digunakan
dalam penentuan produk unggulan adalah dengan menggunakan analitycal hierarchy process (AHP).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi unggulan di Kabupaten Magelang antara lain, yaitu (a)
produksi kopi dan derivasinya (b) produksi olahan ketela / slondok; (c) Produksi salak dan berbagai
produk derivasinya; (d) produk gula merah (gula kelapa dan atau gula aren) dan berbagai variasi
produknya; (e) produk kerajinan pahat batu, dan; (f) kerajinan sapu rayung.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat dirumuskan rekomendasi kebijakan, antara lain (1) KPJU
Unggulan sektor dan lintas sektor, baik di tingkat kabupaten maupun di tingkat provinsi hendaknya
terus dikembangkan dan dibina secara intensif oleh para pemangku kepentingan (pemerintah, BUMN,
swasta, LSM, dll) dengan memberikan pelatihan teknis, manajemen usaha, kewirausahaan, dan akses
modal sehingga tetap menjadi unggulan; (2) KPJU potensial di setiap kabupaten perlu dikembangkan
melalui usaha ekstensifikasi dan intensifikasi sehingga meningkat menjadi KPJU unggulan; (3)
pemerintah perlu mengupayakan terciptanya iklim yang kondusif, penyederhanaan prosedur perijinan,
murah, dan cepat termasuk melalui perizinan satu atap; (4) sektor pertanian yang berperan penting
dalam perekonomian Bali, baik dalam kontribusinya terhadap PDRB dan pendapatan petani maupun
dalam penyerapan tenaga kerja hendaknya dipertahankan dengan cara mempertahankan atau
melindungan areal lahan sawah dari laju alih fungsi lahan yang sangat cepat untuk tujuan bukan
pertanian, seperti prasarana pariwisata, perumahan, perkantoran-perkantoran pemerintah, dan
sebagainya. Rekomendasi ini sebagai penjabaran dari visi pemerintah provinsi menuju Bali Green
Kata Kunci:
Table of Contents
HALAMAN JUDUL....................................................................................................................................
KATA PENGANTAR..................................................................................................................................i
ABSTRAK............................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN.........................................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah...........................................................................................................1
B. Tujuan Kegiatan dan Hasil yang Diharapkan............................................................................5
C. Keunggulan Berbasis Kompetensi............................................................................................6
D. Pendekatan Metodologis yang Dipergunakan...........................................................................7
1. Sumber Data dan Jenis Produk Unggulan Prioritas...................................................................8
2. Analisis Rantai Nilai PUP dan Pengidentifikasian Kompetensi...............................................17
3. Penentuan Komptensi Inti PUP................................................................................................17
BAB II. PROFIL KABUPATEN MAGELANG............................................................................................19
A. Geografis, Admistrasi dan Kondisi Fisik...................................................................................19
B. Perkembangan PDRB Menurut Sektor Lapangan Usaha............................................................24
C. Daya Serap Tenaga Kerja Menurut Sektor Lapangan Usaha.......................................................25
D. Program dan Kebijakan Pemerintah Kabupaten Terkait dengan IKM........................................26
BAB III. PROFIL UMKM DAN PRODUK IKM KABUPATEN MAGELANG.................................................28
A. Gambaran Umum UMKM Kabupaten Magelang.......................................................................28
B. Profil Komoditi Produk Unggulan IKM Kabupaten Magelang..................................................30
BAB IV. PENENTUAN DAN ANALISIS PRODUK UNGGULAN PRIORITAS (PUP).....................................37
KABUPATEN MAGELANG.......................................................................................................37
BAB V. ANALISIS RANTAI NILAI DAN PENGEMBANGAN....................................................................45
SERTA PENGUATAN KOMPETENSI INTI..................................................................................45
BAB VI. IDENTIFIKASI DAN ANALISIS KOMPETENSI PRODUK UNGGULAN..........................................66
DI KABUPATEN MAGELANG...................................................................................................66
A. Daftar Identifikasi Kompetensi dan Justifikasinya......................................................................66
B. Identifikasi Produk Unggulan.....................................................................................................71
BAB VII. HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................................................................78
A. Analisis Keunggulan...............................................................................................................78
B. Proses Penetapan Kompetensi Inti..........................................................................................80
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari kegiatan ini adalah :
AHP, Indikator
(Pendapat Ekonomi
Penetapan Kriteria: ekspert)
Tenaga Kerja Terampil
(K1),
Ketersediaan bahan
baku
(K2), Komoditas FGD Komoditas
Konstribusi Ekonomi (K3), Unggulan Unggulan (1)
Aspek Pemasaran (K4),
Faktor Klasifikasi (K5), prioritas
Kekhasan / uniqueness
(K6), Kebijakan
Nilai tambah sosial
(K7),
Daerah/Renstra
Faktor geografis (K8).
Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak
terstruktur, stratejik, dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam
suatu hierarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik
secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan
dengan variabel lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan
sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan
untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut (Marimin, 2004).
Prosedur AHP
Pada dasarnya langkah-langkah dalam metode AHP meliputi :
1. Menyusun hirarki dari permasalahan yang dihadapi.
Persoalan yang dihadapi yang akan diselesaikan, diuraikan menjadi unsur-
unsurnya, yaitu kriteria dan alternatif, kemudian disusun menjadi struktur
hierarki seperti Gambar 1.2. di bawah ini :
a. Penentuan prioritas
Untuk setiap kriteria dan alternatif, perlu dilakukan perbandingan
berpasangan (pairwise comparisons). Nilai-nilai perbandingan relatif
kemudian diolah untuk menentukan peringkat alternatif dari seluruh alternatif.
Baik kriteria kualitatif, maupun kriteria kuantitatif, dapat dibandingkan
sesuai dengan penilaian yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan
proritas. Bobot atau prioritas dihitung dengan manipulasi matriks atau melalui
penyelesaian persamaan matematik.
Metode Analisis
Sesuai dengan permasalahan dan tujuan yang telah dirumuskan dalam
penelitian ini maka metode analisis dibagi menjadi dua bagian yaitu analisis sektor
dan subsektor ekonomi potensial untuk menjawab permasalahan pertama serta
analisis pola dan struktur pertumbuhan ekonomi regional untuk menjawab
permasalahan kedua. Disamping itu juga dianalisis berbagai indikator turunan dari
PDRB seperti, pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi dan pendapatan per kapita
penduduk Kabupaten Bima. Secara garis besar dapat dijelaskan bahwa PDRB yang
digunakan dalam penelitian ini adalah PDRB Kabupaten Bima mengacu pada
metode penghitungan
Secara garis besar, analisis sector dan subsektor ekonomi potensial dalam
penelitian ini dilakukan dengan mengidentifikasi sektor dan subsektor ekonomi
potensial dari sisi kontribusi PDRB (aspek keunggulan komparatif) melalui alat
analisis Location Quotient (LQ) serta penentuan sektor dan subsektor ekonomi
potensial dari sisi pertumbuhan PDRB (aspek keunggulan kompetitif) melalui alat
analisis MRP dan analisis Shift-Share Estaban Marquillas (SS-EM). Khusus
mengenai identifikasi dan pengaruh spesialisasi perekonomian wilayah akan
dijelaskan melalui analisis Shift-Share Estaban Marquillas.
2. Topografi
Wilayah Kabupaten Magelang berada pada ketinggian antara 154-3296 meter di atas
permukaan laut
3. Hidrologi
Wilayah Kabupaten Magelang terletak pada Dua Daerah Aliran Sungai Das Progo dan
Dan Das Bogowonto hal ini menjadikan lahan di wilayah Kabupaten Magelang
Sangat Subur. Pemetaan Daerah Aliran Sungai Das adalah Sebagai Berikut:
Tabel 2.1. Daerah Aliran Sungai (DAS) di Wilayah Kabupaten Magelang
Debit
ama DAS Luas (Km2) Sebaran Wilayah
(M3/detik)
DAS Progo 933,45 Kec.Windusari, Secang,
Bandongan, Metoyudan,
Tempuran, Borobudur, Mungkid,
Tegalrejo, Muntilan, Salam,
Dukun, nguluwar, Grabag,
Sawangan, Srumbung
DAS Bogowonto 152,28 Kec. Salaman, Kajora
Sumber :Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kab Magelang 2008-2028
Selama tahun 2010-2014, baik atas dasar harga berlaku maupun harga
konstan nilai PDRB Kabupaten Magelang selalu mengalami kenaikan. Pada
tahun 2014 PDRB Kabupaten Magelang atas dasar harga berlaku telah mencapai
21,84 trilyun rupiah, naik 1,5 kali dari tahun 2010 (14,36 trilyun rupiah).
Sedangkan menurut harga konstan mencapai 17,92 trilyun rupiah pada tahun
2014, mengalami kenaikan 1,2 kali dari tahun 2010 (14,36 trilyun rupiah). Untuk
lebih jelasnya perkembangan PDRB Kabupaten Magelang selama lima tahun
terakhir bisa dilihat pada gambar 2.3.
Dari Grafik 2.4. tampak bahwa peranan tertinggi adalah lapangan usaha
Pertanian, Kehutanan dan Perikanan pada tahun 2014 mencapai 30,23 persen,
kemudian Industri Pengolahan mencapai 20,80 persen dan Perdagangan Besar
dan Eceran sebesar 13,03 persen. Selain itu peranannya di bawah 10 persen.
Industri merupakan suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang
setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan.
Ada dua definisi usaha kecil yang dikenal di Indonesia. Pertama, definisi usaha kecil menurut
Undang-Undang No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang
memiliki hasil penjualan tahunan maksimal Rp 1 milyar dan memiliki kekayaan bersih, tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, paling banyak Rp 200 juta (Sudisman & Sari, 1996:
5). Kedua, menurut kategori Biro Pusat Statistik (BPS), usaha kecil identik dengan industri kecil
dan industri rumah tangga. BPS mengklasifikasikan industri berdasrakan jumlah pekerjanya,
yaitu: (1) industri rumah tangga dengan pekerja 1-4 orang; (2) industri kecil dengan pekerja 5-19
orang; (3) industri menengah dengan pekerja 20-99 orang; (4) industri besar dengan pekerja 100
orang atau lebih (BPS, 1999: 250).
Kendati beberapa definisi mengenai usaha kecil namun agaknya usaha kecil mempunyai
karakteristik yang hampir seragam. Pertama, tidak adanya pembagian tugas yang jelas antara
bidang administrasi dan operasi. Kebanyakan industri kecil dikelola oleh perorangan yang
merangkap sebagai pemilik sekaligus pengelola perusahaan, serta memanfaatkan tenaga kerja
dari keluarga dan kerabat dekatnya. Data BPS (1994) menunjukkan hingga saat ini jumlah
pengusaha kecil telah mencapai 34,316 juta orang yang meliputi 15, 635 juta pengusaha kecil
mandiri (tanpa menggunakan tenaga kerja lain), 18,227 juta orang pengusaha kecil yang
menggunakan tenaga kerja anggota keluarga sendiri serta 54 ribu orang pengusaha kecil yang
memiliki tenaga kerja tetap.
Kedua, rendahnya akses industri kecil terhadap lembaga-lembaga kredit formal sehingga
mereka cenderung menggantungkan pembiayaan usahanya dari modal sendiri atau sumber-
sumber lain seperti keluarga, kerabat, pedagang perantara, bahkan rentenir.
Ketiga, sebagian besar usaha kecil ditandai dengan belum dipunyainya status badan
hukum. Menurut catatan BPS (1994), dari jumlah perusahaan kecil sebanyak sebanyak 124.990,
ternyata 90,6 persen merupakan perusahaan perorangan yang tidak berakta notaris; 4,7 persen
tergolong perusahaan perorangan berakta notaris; dan hanya 1,7 persen yang sudah mempunyai
badan hukum (PT/NV, CV, Firma, atau Koperasi).
Keempat, dilihat menurut golongan industri tampak bahwa hampir sepertiga bagian dari
seluruh industri kecil bergerak pada kelompok usaha industri makanan, minuman dan tembakau
Komoditi
2011 2012 2013 2014
Comodity
01. Industri Kimia, Agro & Hasil Hutan
- Kecil 35 319 35 333 35 339 35 348
- Menengah 59 62 66 70
02. Industri Logam, Mesin, Elektro & Aneka
- Kecil 3 063 3 066 3 068 3 079
- Menengah 29 36 37 43
03. Jumlah ( 01 + 02 )
- Kecil 38 382 38 399 38 407 38 427
- Menengah 88 98 103 113
Jumlah 38 470 38 497 38 510 38 540
Sumber : Dinas Perindustrian, Koperasi, dan UMKM Kabupaten Magelang
Indikator kinerja Kontribusi sektor industri terhadap PDRB pada tahun 2014
capaian kinerjanya adalah sebesar 101,40%. Realisasi kontribusi sektor industri tahun
2014 adalah sebesar 18,77%, mengalami peningkatan sebesar 0,27% dibandingkan tahun
2013 yang sebesar 18,50%. Namun demikian, jika dibandingkan dengan target jangka
menengah, realisasi sebesar 18,77% ini belum memenuhi target sebagaimana yang
tercantum dalam RPJMD, yang tertera 19,99%. Dengan demikian, capaian kinerjanya
sampai dengan akhir tahun 2014 adalah sebesar 93,90%. Tabel berikut menunjukkan
perkembangan kontribusi sektor industri terhadap PDRB dari tahun 2010-2014.
Tabel 3.2. Kontribusi Sektor Industri terhadap PDRB Kabupaten Magelang 2010-2014
No Uraian 2010 2011 2012 2013 2014
1. Industri
1.443691,68 1.602.147,38 1.810.124,09 2.023.782,53 2.260.709,41
Pengolahan
2. PDRB Kab.
8.022.322,50 8.770.808,59 9.736.556,37 10.814.289,76 12.047.100,23
Magelang
% Kontribusi 18,00 18,27 18,59 18,71 18,77
Sumber : BPS Kabupaten Magelang, 2015
1. Komoditas Salak
Salak merupakan salah satu komoditas unggulan yang cukup menjanjikan di
Kabupaten Magelang, komoditas salak tersebut pernah mengalami masa keemasan
sejak tahun 1997 hingga tahun 2002. Bahkan Salah satu sentra dengan prEFArensi
peningkatan produksi dan mutu yang berorientasi pasar dan investasi adalah kawasan
salak yang ada di Provinsi Jawa Tengah salah satunya adalah Kabupaten Magelang.
Sehingga di Kabupaten Magelang Agribisnis salak memiliki prospek pengembangan
yang baik dan mampu menjadi tumpuan bagi petani dan pelaku usaha terkait. Salak
tidak lagi hanya menjadi komoditas sampingan melainkan telah berkembang menjadi
usaha bisnis yang berorientasi profit yang berkesinambungan.
Hal tersebut dibuktikan dengan jangkauan luasan pasar yang tidak saja
memenuhi kebutuhan lokal. Tetapi sudah merambah ke Kabupaten-Kabupaten besar
di Indonesia, bahkan subagian sudah diekspor. Sebagian diekspor ke beberapa negara
tetangga, khususnya Singapura, Hongkong dan Malaysia. Dalam perkembangannya,
beberapa negara seperti China, Jepang, Belanda dan Amerika telah menyatakan
minatnya untuk mengimpor salak Indonesia. China telah melakukan verifikasi draf
protokol ekpsor. Sedang untuk pasar dalam negeri, Pasar di Jakarta misalnya, saat ini
telah menjadi tujuan utama dengan permintaan sebesar 60% - 70% (334 ribu ton) dari
total produksi dari kawasan Sleman, Magelang dan Banjarnegara. Dari jumlah
tersebut 15% dimanfaatkan untuk memasok pasar modern, khususnya Carrefour, yang
menuntut jaminan kepastian jumlah pasokan dan mutu yang lebih baik.
2. Komoditas Kopi
500
400
300
200
100
0
2008 2009 2010 2011 2012 2013 Tahun
Dari grafik tersebut terlihat ada penurunan produksi, yang menurut sumber
penurunan produktivitas kopi tersebut disebabkan oleh berbagai faktor, di antaranya
oleh Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Terdapat tiga jenis OPT utama yang
menyerang tanaman kopi yaitu hama (Hama Penggerek Buah Kopi atau PBKO),
nematoda parasit (Pratylenchus coffeae), dan penyakit (Penyakit Karat Daun Kopi).
Untuk menghasilkan kopi berkualitas pada umumnya dilakukan semenjak
tanam, proses pemanenan hingga proses pasca panen. Kualitas kopi juga tergantung
pada adanya naungan. Naungan yang diperlukan adalah tanaman pelindung. Tanaman
pelindung berfungsi mengikat Nitrogen (N) pada akar, dimana daun-daun tanaman
pelindung yang gugur berfungsi meningkatkan kandungan nitrogen tanah. Selain itu
tanaman pelindung ini diperlukan untuk mengatur intensitas cahaya matahari. Karena
bila tanaman kopi kurang mendapat cahaya, maka tanaman kopi tidak akan berbunga
dan tidak membentuk cabang yang banyak. Biasanya tanaman pelindung untuk
budidaya tanaman kopi adalah albasia. Peluang pengusahaan kopi sangat terbuka,
karena tata niaga kopi saat ini bebas dari kuota sementara permintaan kopi dunia
meningkat.
Pengolahan Pasca Panen
Mutu kopi tak hanya ditentukan oleh bahan olahannya tetapi juga
tergantung pada penanganan paska panen termasuk pengolahan dan penyimpanannya.
b. Faktor keamanan
Keamanan menjadi isu yang meresahkan semenjak naiknya harga kopi,
maka praktek-praktek pencurian kopi menjadi semakin marak, hal ini
mendorong terjadinya petik hijau.
c. Pengelolaan hasil pasca panen
Saat ini pengolahan kopi masih dilakukan secara tradisional. Proses
penjemuran dan pengupasan masih belum menggunakan alat-alat yang standar.
Akibanya biji kopi yang dihasilkan akan memiliki nilai cacat yang tinggi.
Produk unggulan daerah dapat dibedakan atas kompetensi produk primer dan
produk olahan. Produk primer meliputi aspek manusia, sumber daya alam,
lingkungan, budaya, prospek pasar. Produk olahan meliputi aspek produk, eko wisata,
budaya, teknologi, infra struktur, dan pasar. Sementara itu, ciri-ciri dari produk
kompetensi daerah meliputi: 1) memeiliki akses potensial ke berbagai pasar-
kompetensi daerah harus dapat mengembangkan produk atau jasa baru. 2) harus dapat
menciptakan konstribusi nyata untuk mendapatkan manfaat produk akhir, dan; 3)
memiliki sesuatu yang sulit untuk ditiru oleh kompetitor lain / daerah lain, dengan
kata lain bersifat unik.
Konsep Ovop pada awalnya digagas oleh Dr. Morihiko Hramatsu dan telah
berhasil dikembangkan di Jepang sejak tahun 1979. Wanadrika (2008) pernah
mendefinisikan Satu Desa Satu Produk atau One Village One Product sebagai suatu
pendekatan pengembangan potensi daerah di suatu wilayah untuk menghasilkan suatu
produk kelas global yang unik dan khas daerah dengan memanfaatkan sumber daya
lokal. Satu desa sebagaimana dimaksud di muka, dapat saja diperluas menjadi
kecamatan, kabupaten/Kabupaten maupun kesatuan wilayah lainnya sesuai dengan
potensi dan skala usaha secara ekonomis.
Wanandriko (2008) lebih lanjut juga mengemukakan bahwa tujuan OVOP
adalah untuk menggali dan mempromosikan produk inovatif dan kreatif lokal dari
sumber daya, yang bersifat unik khas daerah, bernilai tambah tinggi, dengan tetap
menjaga kelestarian lingkungan, memiliki image dan daya saing yang tinggi.
Sementara kriteria produk yang dikembangkan dalam OVOP adalah; 1) Produk
unggulan daerah dan/atau produk kompetensi inti daerah; 2) Unik khas budaya dan
keaslian lokal; 3) berpotensi terhadap pasar domestik dan ekspor; 4) bermutu dan
berpenampilan baik; 5) diproduksi secara kontinyu dan konsisiten. Produk-produk
tersebut dapat berupa produk makanan olahan berbasis hasil pertanian dan
perkebunan. Produk hasil tenun atau konveksi khas masyarakat lokal, produk
kebutuhan rumah tangga termasuk produk dekoratif atau interior, produk barang seni
One Village One Product 38
dan kerajinan termasuk produk cinderamata maupun produk herbal dan minyak astiri
khas masyarakat lokal.
Tantangan utama industri saat ini pada umumnya adalah adanya kecenderungan
penurunan daya saing. Penyebabnya adalah peningkatan biaya ekonomi, persaingan global
dan belum memadainya layanan secara umum. Tantangan berikutnya adalah kelemahan
struktural seperti lemahnya keterkaitan antara industri besar dengan industri kecil, belum
terbangunnya klaster yang saling mendukung, keterbatasan industri berteknologi tinggi,
kesenjangan kemampuan ekonomi antar daerah, dan ketergantungan beberapa komoditi
tertentu. Oleh karena itu pelaksanaan pembangunan industri harus dilakukan secara
terintegrasi dengan pengembangan sektor ekonomi lainnya, seperti pertanian, energi,
sumber daya mineral, kehutanan, kelautan, pendidikan, riset, perdangangan termasuk
melakukan koordinasi penanaman modalnk minvestasi di sektor industri. Oleh karenanya
dukungan dan partisipasi seluruh pihak terkait sangat menentukan keberhasilan
pembangunan sektor industri.
Dengan memperhatikan permasalahan tersebut, maka pembangunan industri
harus bersinergi dan dapat dilaksanakan melalui dua pendekatan. Pertama, pendekatan top
down, yaitu pembangunan industri yang direncanakan (by design) dengan memperhatikan
prioritas yang ditentukan secara nasional dan diikuti oleh partisipasi daerah.Kedua,
pendekatan bottom up, yaitu melalui penetapan kompetensi inti yang merupakan
keunggulan daerah sehingga memiliki daya saing. Kedua pendekatan tersebut dapat
dilakukan dengan pengembangan kompetensi inti.
Kompetensi inti merupakan sekumpulan sumberdaya dan kemampuan organisasi
yang memiliki keunikan tinggi yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Keunikan yang
dimiliki dapat mempertajam keunggulan komoditi daerah.
Hal terpenting yang harus dilakukan dalam pengembangan kompetensi inti adalah
pemetaan rantai nilai (value chain) yang merupakan sekumpulan kegiatan yang terjadi
pada setiap pelaku usaha yang terkait. Berikut ini adalah pemetaan eksisting komoditas
unggulan Kabupaten Magelang:
Kapasitas & Terdapat pembinaan dan Proses pengolahan Proses lanjut menjadi
Kapabilitas peningkatan kepasitas dan pemasarannya olahan gula semut,
Pemerintah produksi gula merah di didampingi oleh sebagian sudah
Daerah Candimulyo Dinas perindustrian menjalin kemiteraan
koperasi dan
UMKM kabupaten
Magelang
Beberapa Permasalahan
a. Aspek Pemodalan
Aspek modal seringkali mejadi kedali bagi pelaku usaha, apapun termasuk dalam
menjalankan usaha kopi. Keterbatasan modal memungkinkan sebagian masyarakat
petani terpaksa memetik kopi belum sepenuhnya matang (petik hijau). Sehingga
Rantai nilai
Tabel 5. Rantai Nilai Pengolahan Kopi (Proses Utama)
Pemasaran,
Proses Logistik
Logistik Masuk Operasi Penjualan dan
Utama Keluar
Pelayanan
(1) (2) (3) (4) (5)
Aktivitas Pengolahan Pasca Pengiriman biji Pemasaran Biji
Penanaman dan Budidaya panen kopi ke Kopi dan/atau
Tanaman Kopi Pengolahan Biji eksportir Produk Kopi
Pemetikan/Pemanenan Kopi menjadi kopi ditingkat
(petik merah) olahan regional maupun
nasional
Sumber Daya, - Lahan dan iklim yang Pemilihan buah Pengiriman Biji Kopi yang
Kapabilitas mendukung penanaman yang dipanen, dilakukan dihasillkan
/Kompetensi kopi perlakuan sortasi menggunakan dijual ke luar
- Komoditas kopi buah basah, hanya jasa transportasi daerah
diusahakan dengan untuk buah kopi
perkebunan masyarakat yang berwarna
- Budidaya kopi sudah merah dan dalam
dilaksanakan sejak jaman keadaan segar
dulu Pengupasan kulit
- Mayoritas yang buah
diusahakan adalah Pencucian buah
kopi robusta Kopi arabica yang masih
= Alur Pembayaran
= Alur Slondok
Rantai nilai pada industri olahan ketela di Kabupaten Magelang berawal dari
Petani yang menanam ketela dan menjualnya ke pedagang atau pengepul, atau bahkan
kepada pengrajin secara langsung. Ketela yang dibeli oleh produsen olahan ketela
akan di olah menjadi berbagai olahan ketela khususnya slondok.
Sedang ketela yang berhasil dikumpulkan oleh pengepul, selanjutnya akan
dijual ke sentra industri olahan ketela untuk selanjutnya diolah menjadi berbagai
olahan makanan ringan berbasis ketela. Selanjutnya akan diilustrasikan rantai nilai
agroindustri olahan makanan berbasis ketela sebagai berikut:
Tabel 5.5. Rantai Nilai Agroindustri Olahan Makanan Ringan Berbasis Ketela.
Pada umumnya para pelaku usaha pengolahan makanan ringan berbasis ketela
menjalankan produksinya sesuai dengan musim, pada kondisi khusus seperti halnya
pada hari-hari lebaran atau liburan, maka permintaan akan meningkat tinggi, sedang
pada bulan-bulan tertentu misalnya pada bulan juni, kecenderungan produksi
Beberapa Permasalahan
1) Aspek Pemodalan
Seperti halnya petani yang lain, petani salak di Srumbung juga sering mengatakan
bahwa modal seringkali menjadi kendla dalam bisnis mereka. Sehingga mereka
dapat saja dipermainkan harga oleh bandar besar terkait dengan penentuan harga
salak. Seringkali petani tidak berkutik menghadapi permainan tersebut sehingga
cenderung merugi. Banyak diantara petani yang tidak bisa menentukan harga
salak sendiri, sehingga harus mengikuti harha yang ditentukan distributor.
Kalaupun harus dilakukan pengolahan pada pasca panennya seringkali mereka
juga terkendala dengan modal untuk memulai usahanya.
2) Aspek Sumber Daya Manusia
Dilihat dari sumberdaya terutama untuk ketersediaan salak, di Srumbung hampir
tidak ada masalah dengan stock salak. Untuk peningkatan nilai ekonomi salak,
banyak diantara petani yang saat ini sudah memulai untuk memproses salak
menjadi berbagai olahan makanan. Namun rata-rata mereka masih terkendala
dengan ketrampilan dan manajemen usaha.
3) Aspek Teknologi
Peningkatan nilai jual salak tidak saja dilakukan melalui pengolahan salak menjadi
berbagai jenis olahan, namun juga terletak pada bagai mana mengemas produk
tersebut. Pada saat ini kemasan masih sangat sederhana dan monoton. Sehingga
dioerlukan beberapa adopsi tenologi untuk dapat menyajikan sistem kemasan yang
baik, menarik dan sehat. Teknologi pengolahan dan kemasan sangat dibutuhkan
untuk meningkatkan nilai jual salak.
Penentuan sektor unggulan menjadi hal yang penting sebagai dasar perencanaan
pembangunan daerah sesuai era otonomi daerah saat ini, di mana daerah memiliki
kesempatan dan kewenangan untuk membuat kebijakan yang sesuai dengan potensi
daerah demi mempercepat pembangunan ekonomi daerah untuk peningkatan
kemakmuran masyarakat.
Kriteria Penilaian
Data dan informasi yang diperlukan dalam pennetuan keungulan daerah diperoleh
melalui focus group discussion (FGD) yang melibatkan pemerintah daerah, terutama
SKPD terkait, UMKM dalam hal ini pelaku bisnis, baik pemilik maupun pekerja, serta
perguruan tinggi di Kabupaten Magelang. Data yang terkumpul selanjutnya diolah
dengan metode Analitycal Hierarchy Process (AHP) sebagaimana yang dikemukakan
oleh Saaty (1983). Adapun tahapan yang dilakukan adalah meminta peserta
mengidentifikasi kompetensi inti daerah dan selanjutnya mengisi kuesioner yang
berkaitan dengan Penetapan Bobot Kepentingan Indikator (Expert Judgement) dan
kuesioner yang berkaitan dengan Persepsi Pelaku Usaha.
Penyerpan Naker 7%
Harga 4%
Ketersediaan Akses 8%
Sosial Budaya 5%
Teknologi 2%
Sarana Produksi 2%
Namun bila tidak maka perlu menyusun matriks perbandingan, sebagai berikut:
Dimana CI adalah indeks konsistensi dan Lambda maksimum adalah nilai eigen
terbesar dari matriks berordo n.
Nilai eigen terbesar adalah jumlah hasil kali perkalian jumlah kolom dengan eigen
vaktor utaman. Sehingga dapat diperoleh dengan persamaan:
Nilai RI yang digunakan sesuai denan ordo n matriks. Apabila CR matriks lebih
kecil 10% (0,1) berarti bahwa ketidak konsistenan pendapat masing dianggap dapat
diterima.
Tetapi dengan menggunakan piranti lunak, maka hasil tersebut setelah diiterasi
sejumlah responden yang masuk, maka akan diperoleh hasil sebagaimana ditunjukkan
dalam gambar 6.3 berikut:
Konstribu
SDM Bahan Sarana Sosial Manajeme Ketersedia Penyerpan
Teknologi Harga si
Terdidik Baku Produksi Budaya n Usaha an Akses Naker
Ekonomi
A. Analisis Keunggulan
Hasil penentuan keunggulan produk industri kabupaten Magelang
dengan menggunakan scoring sebagaimana tercantum dalam gambar 6.4. dari
sembilan industri potensial yang diunggulkan, muncul lima industri potensial
yang secara berurutan sebagai berikut: Gula Semut 21,6%, Olahan Salak 17,70%,
Olahan Kopi 16%, Olahan Ketela 13% dan kerajinan tanduk 10%.
e. Infrastruktur
Infrastruktur atau pengadaan sarana dan pra sarana usaha yang relatif
terbatas ketersediannya bagi UMKM, juga menjadi salah satu kendala
penghambat kinerja UMKM.Terkadang produk-produk UMKM kuat di hulu
namun lemah di hilir, artinya produk-produk UMKM sebenarnya memiliki
kualitas yang tidak kalah saing dibanding produk-produk buatan Industri maju.
Namun produk – produk UMKM seringkali lemah dalam infrastruktur, promosi
dan pemasaran.
Sebagai contoh, misalnya industri kerajinan batu di kecamatan Muntilan,
baik batu potong, batu ukir, batu cetak, atau berbagai produk turunan lainnya,
yang berjalan cukup baik dengan melibatkan penduduk lokal dalam
produksinya, sehingga mampu menggerakkan ekonomi masyarakat. Namun
hambatan UMKM kerajinan batu ini pada umumnya adalah infrastruktur yang
kurang memadai, bunga bank yang masih cukup tinggi, dan kurangnya
dukungan pemerintah ataupun minimnya sosialisasi soal regulasi atau peraturan
yang terkait usaha eksplorasi bahan baku / batu vulkanik terutama masalah
Tabel 7.1. Matrik Internal Factor Analysis Summary (IFAS Matrik) Pengembangan
Produk Unggulan UMKM Kabupaten Magelang
No Faktor strategi Internal Bobot Rating Skor
Kekuatan
1 UMKM Memiliki Kekhasan Produk 0,3 4 1,2
2 Ketersediaan SDM Lokal 0,12 3 0,36
3 Produk Berorientasi pada permintaan pasar 0,14 3 0,42
4 Memiliki kemitraan 0,03 3 0,09
5 Keragaman dan deversifikasi Produk 0,04 3 0,12
6 Daya jangkau masyarakat terhadap produk,
0,1 3 0,3
mudah
0,73 2,49
Kelemahan
1 Rendahnya dukungan dan kebijakan pemerintah 0,12 2 0,24
2 Manajemen usaha yang belum profesional 0,04 1 0,04
3 Teknologi dan Pengemasan yang masih sederhana 0,06 1 0,06
4 Jaringan distribusi dan pemasaran yang rendah 0,05 2 0,1
0,27 0,44
1 2,93
Kombinasi strategi, yang disajikan pada Tabel 7.2. merupakan analisis model
kuantitatif perumusan strategi, yang didasarkan pada jumlah nilai skor pada masing-
masing faktor yang ada pada masing-masing strategi baik itu untuk strategi SO,
WO, ST, dan WT. Berdasarkan Tabel tersebut, maka UMKM sebaiknya
memanfaatkan strategi WO karena mempunyai nilai skor tertinggi jika dibandingkan
dengan yang lain yaitu sebesar 4,17. Selanjutnya diikuti dengan strategi WT dengan
nilai 3,92, SO dengan nilai 3,73, dan ST dengan nilai 3,48. Mendasari pada hasil
analisis matrik SWOT dengan analisis model kuantitatif untuk mendapatkan
perumusan yang EFAktif, yaitu strategi WO yaitu strategi menggunakan Peluang
(Opportunity) untuk menghadapi Kelemahan (weakness), maka implementasi
strategi WO adalah (1) Rendahnya dukungan dan kebijakan pemerintah dapat diatasi
dengan adanya dukungan beberapa lembaga Perguruan Tinggi melalui perumusan
kebijakan dan penyiapan raperda, bimbingan teknis dan advokasi, pelatihan dll. (2)
Manajemen usaha yang belum profesional, dapat atasi melalui pembinaan,dan
pendampingan manajerial dari lembaga perguruan tinggi (3) Teknologi dan
pengemasan yang masih sederhana dapat diatasi karena ketersediaan sumber dan
media komunikasi yang sudah semakin mudah diakses setiap saat, juga
pendampingan dari institusi baik dari perguruan tinggi maupun dinas terkait. (4)
Jaringan distribusi dan pemasaran yang rendah, akan terjawab melalui media
informasi yang semakin mudah digunakan, pasar akan dengan sendirinya akan
terbuka ketika produk yang ditawarkan semakin kreatif dan inovatif, jaringan
distribusi pasar akan meningkat dengan tingginya jumlah permintaan produk, pola
dan garya hidup masyarakat yang sudah mulai bergeser, memungkinkan untuk
tumbuhnya pasar pada industri kreatif,
Analisis faktor internal-eksternal menggunakan Matriks Internal-Eksternal
(Matriks IE), disusun berdasarkan kondisi lingkungan internaldan eksternal
b. Strategi Strengths-Threats
Strategi Strengths-Threats (S-T) ini merupakan strategi yang menggunakan
kekuatan internal untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal
bagi pengembangan produk unggulan di Kabupaten Magelang. Beberapa alternatif
strategi S-T yang dihasilkan adalah sebagai berikut :
1) Menjaga keberlanjutan pengadaan bahan baku
Salah satu produk unggulan di Kabupaten Magelang yang tergantung
dengan bahan baku antara lain, industri kerajinan tanduk, industri kerajinan
pahat batu dan derivasinya, serta industri olahan pangan berbasis ketela,
dimana ketersediaannya dimasa yang akan datang semakin menipis di wilayah
tersebut. Sementara permintaan produk-produk tersebut sangat tinggi karena
kekhasan yang diiliki oleh masing-masing produk, juga keragaman produk
yang dimilikinya.
Untuk mendukung dan memenuhi permintaan tersebut bahan baku
tersebut didapatkan dari kelompok-kelompok tani yang bermitra dengan
industri olahan ketela dan dengan petani-petani petani sekitar, serta pengepul
dan atau distributor luar daerah, sehingga jalinan kemitraan tersebutharus
dijaga untuk keberlangsungan bahan baku dimasa yang akan datang.
Sedang untuk kecukupan bahan baku batu vulkanik, ketersediaannya
semakin berkurang karena penggaliannya sangat dibatasi untuk tujuan
konservasi lingkungan. Namun demikian hal tersebut dapat diatasi dengan cara
mendatangkan dari luar daerah meski menimbulkan biaya yang cukup tinggi.
Untuk biaya yang lebih rendah dilakukan melalui effisiensi penggunaan bahan
baku dengan mengolah kembali limbah batu sebagai produk derivatifnya.
Ketersedian bahan baku yang cukup dan tepat waktu akan menjamin
kelancaran proses produksi.
2) Mensikapi Tinnginya produk pesaing dengan keragaman dan kekhasan
produk
c. Strategi Weakness-Opportunities
Strategi Weakness-Opportunities (W-O) adalah strategi yang disusun
untuk mengatasi kelemahan dengan memanfaatkan peluang yang ada. Beberapa
alternatif yang dihasilkan adalah :
1) Rendahnya Dukungan dan Kebijakan Pemerintah
UMKM merupakan sektor yang penting dan besar kontribusinya dalam mewujudkan
sasaran-sasaran pembangunan ekonomi nasional, seperti pertumbuhan ekonomi,
kesempatan kerja, peningkatan devisa negara, dan pembangunan ekonomi daerah.
UMKM diharapkan mempunyai kemampuan untuk ikut memacu pertumbuhan
ekonomi nasional sehingga UKM membutuhkan pelindung berupa kebijakan
pemerintah seperti undang-undang dan peraturan pemerintah. Adanya regulasi baik
berupa undang-undang dan peraturan pemerintah yang berkaitan dengan UKM dari
sisi produksi dan sisi perbankan, akan memacu peranan UKM dalam perekonomian.
Meskipun di Kabupaten Magelang perda mengenai kebijakan tersebut tidak
banyak tersedia, namun dengan adanya dukungan dari beberapa lembaga,
pemberdayaan UMKM mestinya dapat terus berjalan.
2) Manajemen Usaha yang belum profesional
Manajemen Usaha seringkali dianggap sebagai sebuah konsep yang terlalu
muluk-muluk. Tetapi sebenarnya tidak demikian, banyak usaha kecil yang
sebenarnya memiliki prospek baik akhirnya kandas di tengah jalan karena
miss-manajemen atau salah kelola dari pemiliknya. Atau sebuah bisnis usaha
kecil yang sebenarnya baik dan memiliki prospek cerah tetapi tidak didukung
oleh Manajemen Bisnis Yang baik, akhirnya tidak berkembang. Karena itu
penting bagi pelaku usaha kecil untuk mencermati dan belajar mengenai
manajemen usaha ini.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Pemetakan produk unggulan kabupaten Magelang terdiri atas sembilan produk potensial
yang secara berututan adalah Kerajinan batu, olahan ketela, gula semut, olahan salak,
olahan kopi, sapu rayung, olahan pepaya, kerajinan bambu, dan kerajinan tanduk.
2. Jenis dan sumber bahan baku untuk produk unggulan cukup melimpah teritama untuk
komoditas, kopi, salak, bambu, dan gula. Sedang untuk batu vulkanik,ketela pohon dan
sapu rayung, ketersediaannya semaki terbatas dan tergantung dari daerah lain.
3. Berdasarkan hasil seleksi untuk produk unggulan berbasis OVOP, maka produk-produk
yang potensi untuk dikembangkan sebagai produk OVOP antara lain, Gula Semut, 21,6%,
Olahan Salak 17,7%, Olahan Kopi 16%, olahan ketela 13% dan Kerajinan Batu 10%
4. Selain peta produk unggulan, juga dihasilkan draft raperda untuk pengembangan produk-
produk unggulan.
B. Rekomendasi
ID Produk
Hasil Pertimbangan
........................................................................................................................................
........................................................................................................................................
Magelang,
Tim Seleksi
( ) ( )
Ketua Sekretaris
( ) ( )
Kepala Dinas
I. Manajemen 15 skor
1. Organisasi 3 skor
Tidak ada struktur organisasi 1 skor
Ada struktur organisasi tanpa pembagian tugas yang jelas 2 skor
Ada struktur organisasi dengan pembagian tugas yang jelas 3 skor
2. Pembukuan 3 skor
Tidak ada pembukuan 1 skor
Pembukuan sederhana 2 skor
Pembukuan mengikuti sistem akuntansi 3 skor
3. Pelanggan 3 skor
Mempunyai pelanggan tidak tetap 1 skor
Mempunyai pelanggan tetap, tetapi pembelian tidak tetap 2 skor
Mempunyai pelanggan tetap dan baru, pembelian meningkat 3 skor
3. Pelanggan 3 skor
Mempunyai pelanggan tidak tetap 1 skor
Mempunyai pelanggan tetap, tetapi pembelian tidak tetap 2 skor
Mempunyai pelanggan tetap dan baru, pembelian meningkat 3 skor
Kategori : SENTRA
9. INFRASTRUKTUR SENTRA
a. Akses jalan ke sentra : Jalan setapak / jalan kendaraan roda 4 / jalan raya.
b. Listrik : Tersedia/ belum tersedia.
c. Telekomunikasi : Terjangkau/ belum terjangkau
11. Bentuk komitmen program dan : Perbaikan sarana dan prasarana umum sentra/
fasilitas Pemerintah Daerah pelatihan/promosi dan pameran/bantuan sarana usaha/pe
kepada IKM di Sentra. ngembangan kelembagaan masyarakat/ ……………..
II INFORMASI PERUSAHAAN
1. Nama Perusahaan : ________________________________________________
2. Bidang Usaha : ________________________________________________
3. NPWP : ________________________________________________
4. Alamat/Jalan : ________________________________________________
5. Kecamatan : ________________________________________________
6. Kabupaten : ________________________________________________
7. Provinsi : ________________________________________________
8. Telp/Fax : ________________________________________________
9. E-mail : ________________________________________________
10. Website : ________________________________________________
V Sertivikat
1. SNI : ________________________________________________
2. Batikmark : ________________________________________________
3. Halal : ________________________________________________
VI INFORMASI PEMASARAN
I
1. Jumlah produk dipasarkan lokal : Unit/bulan
2. Jumlah produk dipasarkan Provinsi : Unit/bulan
3. Jumlah produk dipasarkan antar Provinsi : Unit/bulan
4. Jumlah produk dipasarkan Ekspor : Unit/bulan
------------------------------------
ID Produk
Khusus untuk produk pangan, harus memenuhi persyaratan :
1. Memiliki izin industri/ TDI
2. Memiliki sertifikat SP/ PIRT/ MD
3. Mengajukan permohonan
1.3 Nilai Tambah Produksi (nilai produksi – nilai bahan baku) 3 Skor
Nilai Tambah Produksi kurang dari 20% 1 Skor
Nilai Tambah Produksi 20 – 60% 2 Skor
Nilai Tambah Produksi lebih dari 60% 3 Skor
II PENGEMBANGAN PRODUK
2.1 Pengembangan Produk 3 Skor
Diproduksi sesuai aslinya (tidak ada pengembangan) 1 Skor
Dikembangkan dari produk asli (diversifikasi) 2 Skor
Merupakan hasil kreativitas dan inovasi produk 3 Skor
II ASPEK PEMASARAN
2.1 Wilayah pemasaran 5 Skor
Tidak dapat diproduksi dalam kuantitas dan kualitas yang sama 1 Skor
Dapat diproduksi dalam kuantitas dan kualitas yang hampir sama 3 Skor
Dapat diproduksi dalam kuantitas dan kualitas yang sama 5 Skor
2.2 Peningkatan hasil penjualan produk, dibandingkan dengan tahun lalu 3 Skor
Kenaikan tidak lebih dari 25% 1 Skor
Kenaikan 25 – 50% 2 Skor
Kenaikan 51% atau lebih 3 Skor
NO KRITERIA SKOR
1 Organoleptik 11 Skor
- Rasa : Skor 3
Tidak Normal = 0
Normal = 3
- Tekstur Skor 3
Tidak normal = 0
Normal = 2
- Kondisi Fisik : Skor 3
Sebagian besar hancur atau rusak
=1
Sebagian besar baik=2
Sebagian besar utuh=3
- Aroma : Skor 2
Tidak normal = 0
Normal = 3
2 Uji Mikrobiologi
(Harus memenuhi ketentuan yang berlaku tentang Skor 3
cemaran mikroba) Gagal
- Tidak memenuhi syarat = gagal 3
- Memenuhi = 3
Hasil Pertimbangan
Total Nilai (Bagian A+B+C) = _____________________________ Skor