Anda di halaman 1dari 127

Oesman

Raliby, ST.,

HALAMAN JUDUL
KKAJIAN
ANALISIS POTENSI UNGGULAN DAERAH
KABUPATEN MAGELANG
MENUJU ONE VILAGE ONE PRODUCT

DINAS PERINDUSTRIAN KOPERASI DAN UMKM


KABUPATEN MAGELANG
2015
KATA PENGANTAR

Alkhamdulillah, puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT atas berbagai
nikmat dan limpahan karunia-Nya sehingga laporan kajian Analisis Potensi Unggulan
Daerah Kabupaten Magelang Menuju One Vilage One Product ini, telah terselesaikan.

Upaya kegiatan yang dilakukan ini adalah dalam kerangka untuk pengembangan
produk unggulan daerah di wilayah Kabupaten Magelang menuju program one vilage one
product sebagaimana amanah Presiden melalui Instruksi Presiden No.6, Tahun 2007 yang
dilaksanakan melalui pengembangan model OVOP dengan tujuan memajukan usaha
masyarakat dan memasarkan produk‐produk lokal yang mampu bersaing serta meraih
reputasi internasional.

Dalam kesempatan ini, tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah turut membantu terselenggaranya kegiatan kajian ini, antara lain sebagai
berikut.

1. Kepala Dinas Perindustrian Koperasi dan UMKM Kabupaten Magelang beserta semua
pejabat dan staf yang telah memberikan support secara penuh dalam pelaksanaan kkajian
ini
2. Anggota Team dan para narasumber lainnya ketika Focus Group Discuussion (FGD)
dilaksanakan di seluruh SKPD terkait di Kabupaten Magelang.
3. Anggota tim penelitian dan tenaga lapangan yang telah menyediakan waktu dan tenaga
terutama untuk mengumpulkan data, melalui FGD dengan Masyarakat pelaku industri di
wilayah Kabupaten Magelang.

Semoga Allah SWT. senantiasa memberikan rahmat dan nikmat-Nya serta


membimbing kita dalam rangka merealisasikan tujuan yang mulia ini. Akhir kata, kami
berharap agar hasil kajian ini dapat bermanfaat dan dapat dijadikan rujukan bagi
pengembangan produk unggulan di wilayah Kabupaten Magelang.

Magelang, Desember 2015


Penyusun.

Oesman Raliby

One Village One Product i


ABSTRAK

Sektor informal usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam perekonomian nasional diakui
memiliki peran yang penting dan strategis. Sebagai upaya mendukung pengembangan dan
pemberdayaan sektor informal tersebut, Dinas Perindustrian Koperasi dan IMKM Kabupaten
Magelang melakukan penilaian dan pemetakan terhadap potensi unggulan daerah terutama dari
industri kecil menengah dengan maksud menyediakan informasi yang dapat digunakan untuk
mendorong pengembangan UMKM., melalui gerakan one vilage one product. Tujuan penelitian
adalah (1) menggali informasi tentang produk-produk unggulan yang perlu mendapat prioritas untuk
dikembangkan di wilayah Kabupaten Magelang, kecamatan dan desa dalam rangka mendukung
pembangunan ekonomi daerah, penciptaan lapangan kerja dan penyerapan tenaga kerja, dan
peningkatan daya saing produk; (2) mengidentifikasi permasalahan tiap-tiap potensi unggulan di
wilayah Kabupaten Magelang; (3) memetakan produk-produk potensial yang saat ini belum menjadi
unggulan, tetapi memiliki potensi untuk menjadi unggul pada masa datang apabila mendapatkan
perlakuan atau kebijakan tertentu; (4) merumuskan rekomendasi berupa potensi unggulan yang
perlu/dapat dikembangkan di wilayah kabupaten Magelang. (5) Melaksanakan seleksi produk
unggulan berbasis OVOP berdasarkan data hasil identifikasi. Metode pendekatan yang digunakan
dalam penentuan produk unggulan adalah dengan menggunakan analitycal hierarchy process (AHP).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi unggulan di Kabupaten Magelang antara lain, yaitu (a)
produksi kopi dan derivasinya (b) produksi olahan ketela / slondok; (c) Produksi salak dan berbagai
produk derivasinya; (d) produk gula merah (gula kelapa dan atau gula aren) dan berbagai variasi
produknya; (e) produk kerajinan pahat batu, dan; (f) kerajinan sapu rayung.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat dirumuskan rekomendasi kebijakan, antara lain (1) KPJU
Unggulan sektor dan lintas sektor, baik di tingkat kabupaten maupun di tingkat provinsi hendaknya
terus dikembangkan dan dibina secara intensif oleh para pemangku kepentingan (pemerintah, BUMN,
swasta, LSM, dll) dengan memberikan pelatihan teknis, manajemen usaha, kewirausahaan, dan akses
modal sehingga tetap menjadi unggulan; (2) KPJU potensial di setiap kabupaten perlu dikembangkan
melalui usaha ekstensifikasi dan intensifikasi sehingga meningkat menjadi KPJU unggulan; (3)
pemerintah perlu mengupayakan terciptanya iklim yang kondusif, penyederhanaan prosedur perijinan,
murah, dan cepat termasuk melalui perizinan satu atap; (4) sektor pertanian yang berperan penting
dalam perekonomian Bali, baik dalam kontribusinya terhadap PDRB dan pendapatan petani maupun
dalam penyerapan tenaga kerja hendaknya dipertahankan dengan cara mempertahankan atau
melindungan areal lahan sawah dari laju alih fungsi lahan yang sangat cepat untuk tujuan bukan
pertanian, seperti prasarana pariwisata, perumahan, perkantoran-perkantoran pemerintah, dan
sebagainya. Rekomendasi ini sebagai penjabaran dari visi pemerintah provinsi menuju Bali Green

Kata Kunci:

One Village One Product ii


DAFTAR ISI

Table of Contents
HALAMAN JUDUL....................................................................................................................................
KATA PENGANTAR..................................................................................................................................i
ABSTRAK............................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN.........................................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah...........................................................................................................1
B. Tujuan Kegiatan dan Hasil yang Diharapkan............................................................................5
C. Keunggulan Berbasis Kompetensi............................................................................................6
D. Pendekatan Metodologis yang Dipergunakan...........................................................................7
1. Sumber Data dan Jenis Produk Unggulan Prioritas...................................................................8
2. Analisis Rantai Nilai PUP dan Pengidentifikasian Kompetensi...............................................17
3. Penentuan Komptensi Inti PUP................................................................................................17
BAB II. PROFIL KABUPATEN MAGELANG............................................................................................19
A. Geografis, Admistrasi dan Kondisi Fisik...................................................................................19
B. Perkembangan PDRB Menurut Sektor Lapangan Usaha............................................................24
C. Daya Serap Tenaga Kerja Menurut Sektor Lapangan Usaha.......................................................25
D. Program dan Kebijakan Pemerintah Kabupaten Terkait dengan IKM........................................26
BAB III. PROFIL UMKM DAN PRODUK IKM KABUPATEN MAGELANG.................................................28
A. Gambaran Umum UMKM Kabupaten Magelang.......................................................................28
B. Profil Komoditi Produk Unggulan IKM Kabupaten Magelang..................................................30
BAB IV. PENENTUAN DAN ANALISIS PRODUK UNGGULAN PRIORITAS (PUP).....................................37
KABUPATEN MAGELANG.......................................................................................................37
BAB V. ANALISIS RANTAI NILAI DAN PENGEMBANGAN....................................................................45
SERTA PENGUATAN KOMPETENSI INTI..................................................................................45
BAB VI. IDENTIFIKASI DAN ANALISIS KOMPETENSI PRODUK UNGGULAN..........................................66
DI KABUPATEN MAGELANG...................................................................................................66
A. Daftar Identifikasi Kompetensi dan Justifikasinya......................................................................66
B. Identifikasi Produk Unggulan.....................................................................................................71
BAB VII. HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................................................................78
A. Analisis Keunggulan...............................................................................................................78
B. Proses Penetapan Kompetensi Inti..........................................................................................80

One Village One Product iii


C. Justifikasi Kompetensi Inti Berdasarkan Data Lapangan........................................................81
BAB VII. RENCANA TINDAK DAN STRATEGI PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN....................82
A. Analisis SWOT Existing Condition........................................................................................82
B. Perumusan Strategi Pengembangan Produk Unggulan UMKM Kabupaten Magelang...........89
2. Evaluasi Faktor Internal-Eksternal..........................................................................................91
C. Rencana Tindak Pengembangan Produk Unggulan................................................................94
.......................................................................................................................................................101
BAB VIII. PENUTUP..........................................................................................................................102
A. Kesimpulan...............................................................................................................................102
B. Rekomendasi.............................................................................................................................102
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................103

One Village One Product iv


BAB I.
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sektor industri merupakan penggerak utama bagi pertumbuhan ekonomi suatu


negara, dan mampu memberikan konstribusi yang nyata terhadap nilai tambah serta
telah banyak menyerap tenaga kerja sehingga memiliki peran yang nyata terhadap
penyelesaian masalah utama bangsa kita seperti halnya kemiskinan dan pengangguran.
Sektor industri terutama UMKM pada saat ini secara kuantitas telah mencapai lebih dari
51,26 juta unit atau 99,91% dari jumlah pelaku usahadi Indonesia dan memberikan
konstribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar Rp. 2.609,4 triliun atau
55,6%, penyerapan tenaga kerja sebanyak 91,8 Juta atau 97,33%, dan kontribusi ekspor
non migas sebesar Rp142,8 triliun atau 20% (Rahmana etal., 2012). Namun eronisnya,
secara kualitas keadaan UMKM belum cukup mnggembirakan karena masih banyak
koperasi dan UMKM yang belum memiliki kemampuan yang cukup memadai untuk
menghasilkan produk yang berdaya saing di pasar lokal, nasional apalagi di pasar global
(Wahyuningsih, 2009).
Untuk membangun industri daerah yang kuat, maka pengembangan industri di
daerah haruslah bersumber pada potensi unggulan sumberdaya daerah (sumberdaya alam
dan manusia) dan kondisi obyektif geografis daerah, sehingga kebutuhan bahan baku
dapat lebih terjamin. Indonesia memiliki potensi SDA di daerah yang sangat besar
sebagai bahan baku industri baik industri pengolahan maupun manufaktur.
Pengembangan industri berbasis kompetensi inti daerah akan mampu mendorong
pertumbu han ekonomi dan penyerapan tenaga kerja di daerah, yang akan mendorong
peningkatan daya saing daerah.
Untuk mendorong pengembangan industri daerah tersebut Kementerian
Perindustrian Republik Indonesia sejak tahun 2006 telah melaksanakan konsep
pengembangan kompetensi inti industri daerah dalam Kebijakan Pembangunan Industri
Nasional dalam rangka meningkatkan daya saing industri nasional.
Penguatan dan pembangunan ekonomi melalui pemberdayaan ekonomi masyarakat
merupakan unsur penting dan utama dalam menciptakan daerah yang mandiri yang
dicita-citakan melalui kebijakan desentralisasi. Pembangunan ekonomi daerah dapat

One Village One Product 1


diartikan sebagai suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnyamengelola
suberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah
dengan sector swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang
perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Oleh karena itu pemerintah
daerah beserta partisipasi masyarakat dengan menggunakan sumberdaya yang ada harus
mampu menaksir potensi sumber-sumberdaya yang diperlukan untuk merancang dan
membangun perekonomian daerahnya.
Sedemikian besarnya kontribusi sub-sektor UMKM di Indonesia dalam
menggerakkan ekonomi Indonesia termasuk ekonomi di wilayah perdesaan, sehingga
meningkatkan pendapatan pelaku usaha UMKM, berarti memperbaiki taraf hidup
masyarakat pada gilirannya akan mengurangi tingkat kemiskinan masyarakat. Selain
memproduksi barang, UMKM juga menjadi pemasok bahan/barang setengah jadi seperti
komponen untuk perusahaan besar (Saputro, 2010). Dalam rangka pengembangan
UMKM, maka dilaksanakan program pengembangan UMKM dengan pendekatan
OVOP di sentra. Program ini merupakan tindaklanjut dari Instruksi Presiden nomor 6
tahun 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan
UsahaMikro, Kecil dan Menengah, Instruksi Presiden nomor 5 tahun 2008 tentang
FokusProgram Ekonomi Tahun 2008-2009, dan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor
78/MIND/PER/9/2007 tentang Peningkatan EFAktifitas Pengembangan UMKM melalui
Pendekatan Satu Desa Satu Produk (One Village One Product-OVOP) di sentra produksi.
OVOP adalah suatu gerakan masyarakat yang secara integratif berupaya
meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap potensi dan kekayaan daerah,
meningkatkan pendapatan para pelaku usaha dan masyarakat, dan sekaligus
meningkatkan rasa percaya diri dan kebanggaan terhadap kemampuan yang dimiliki
masyarakat dan daerahnya. Sumber daya alam ataupun produk budaya lokal serta produk
khas lokal yang telah dilakukan secara turun temurun dapat digali dan dikembangkan
untuk menghasilkan produk bernilai tambah tinggi sesuai tuntutan dan permintaan
pasar.
Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan
terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah
yang bersangkutan dengan menggunakan potensisumberdaya manusia, sumberdaya alam,
sumberdaya financial dan bahkan sumberdaya kelembagaan. Orientasi ini mengarahkan
kita kepada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam

One Village One Product 2


proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang
peningkatan kegiatan ekonomi.
Gerakan one village one product (OVOP) diharapkan mampu meningkatkan
kinerja ekonomi daerah dan kesejahteraan masyarakat daerah khususnya masyarakat
perdesaan. OVOP atau satu desa satu produk adalah pendekatan pengembangan potensi
daerah disatu wilayah unuk menghasilkan satu produk kelas global yang unik sesuai khas
daerah dengan memanfatkan sumberdaya lokal. Satu desa sebagaimana dimaksud dapat
diperluas menjadi kecamatan, kabupaten/Kabupaten, maupun kesatuan wilayah lainnya
sesuai dengan potensi dan skala usaha secara ekonomis. OVOP merupakan salah satu
pendekatan menuju klasterisasi produk-produk unggulan yang berskala mikro, kecil, dan
menengah (UMKM) agar dapat berkembang dan mengakses pasar secara lebih luas, baik
lokal, nasional, maupun internasional. Dengan OVOP, akan tumbuh penyerapan tenaga
kerja, dan mengurangi kemiskinan di desa sehingga mampu menahan laju urbanisasi dari
desa ke Kabupaten. OVOP yang didesain dengan mengembangkan desa berdasarkan
potensi desa yang unggul pada akhirnya akan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi
desa yang berkualitas, yaitu pertumbuhan ekonomi yang mampu meningkatkan
kesejahteraan masyarakat desa.
Setiap daerah mempunyai corak pertumbuhan ekonomi yang berbeda dengan
daerah lain. Oleh karena itu, dalam perencanaan pembangunan ekonomi suatu daerah
pertama-tama perlu mengenali karakter ekonomi, sosial, dan fisik daerah itu sendiri,
termasuk interaksinya dengan daerah lain. Dengan demikian, tidak ada strategi
pembangunan ekonomi daerah yang dapat berlaku untuk semua daerah. Namun di pihak
lain, dalam menyusun strategi pembangunan ekonomi daerah, baik jangka pendek
maupun jangka panjang, pemahaman mengenai teori pertumbuhan ekonomi wilayah yang
dirangkum dari kajian terhadap pola-pola pertumbuhan ekonomi dari berbagai wilayah,
merupakan satu faktor yang cukup menentukan kualitas rencana pembangunan ekonomi
daerah (Darwanto, 2002).
Menurut Sudarsono (2001), dinamika keunggulan daerah di masa mendatang
ditandai dengan mempu tidaknya daerah dalam meraih peluang menghadapi kompetisi
pasar bebas baik di tingkat regional maupun global.
Beberapa langkah dan strategi yang perlu dilakukan agar daerah mampu berkompetisi
antara lain:
1. Birokrasi pemerintah perlu melakukan reorientasi peran dan tanggung
jawabnya yakni hanya bersifat mengarah dan membina bukan menentukan

One Village One Product 3


(steering than rowing). Sehingga peran dantanggungjawab pemerintah daerah
hanya berkisar pada bidang-bidang dimana sector swasta atau pihak ketiga
lainnya tidak memungkinkan untuk melakukan tugas tersebut, misalnya dalam
situasi terjadinya kegagalan pasar (market failure).
2. Birokrasi Pemda harus dapat berkiprah secara EFAktif dan efisien dalam
memberikan pelayanan prima untuk meraih investasi dalamdan luar negeri
3. Membentuk system dan jaringan kerja (networking) dengan lembaga/asosiasi
bisnis dan atase perdagangan luar negeri,khususnya dalam mendukung
pemasaran produks ekspor.
4. Mengembangkan lembaga R & D (research and development) terhadap jenis
produksi unggulan untuk menjamin kualitas produk, kestabilan harga, kebutuhan
pasar (demand) dan jaminan kontinuitas ketersediaannya (delivery/supply)
5. Memfasilitasi lembaga keuangan agar bersedia memberikan modalusaha bagi
industri skala kecil dan menengah pada berbagai sector unggulan daerah,
sehingga mereka dapat menjamin dan mempertahankan keberlangsungan
usahanya.
6. Berperan mentransportasikan ilmu pengetahuan dan teknologi terapan di
berbagai sektor unggulan produk daerah, agar proses produksi dapat mencapai
EFAktifitas, efisiensi, dan ekonomis.
7. Mendorong agar para produsen mengembangkan jenis-jenis produk unggulan
yang bersifat komplementer baik intern maupun antar region, memiliki nilai
tambah (value edded) dan menghasilkan manfaat ganda (multiple effect) baik
secara backward-linkage dan forward linkage terhadap berbagai sektor, dengan
demikian dapat memperkuat posisi daerah dari pengaruh fluktuasi ekonomi
Dengan pembagian peran yang jelas dari masing-masing pemangku
kepentingan, adanya perencanaan yang baik, adanya tahapan kegiatan dan komitmen
bersama pemangku kepentingan untuk memperkuat UMKM di tanah air, maka
peningkatan EFAktivitas pengembangan UMKM melalui pendekatan OVOP di sentra
diharapkan dapat dicapai. Pengembangan komoditi unggulan daerah sudah merupakan
suatu strategi yang diharapkan dapat menjadi pendorong utama bagi
pertumbuhan ekonomi. Pengembangan komoditi unggulan tersebut dapat
menggunakan berbagai macam pendekatan salah satu contohnya adalah pendekatan
klaster industri yang merupakan suatu studi yang komprehensif/lintas
sektoral/holistik, dengan pola pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan.

One Village One Product 4


Sebagai contoh dalam klaster industri pertanian seluruh proses dimulai dari bibit,
tanam, panen, olah, jual serta hambatan maupun peluang yang ditemui sepanjang
perjalanan tersebut, dirancang dalam suatu gugus komoditi sehingga semua sektor
terkait, semua aspek fisik dan non fisik telah diidentifikasi, dianalisa dan dan
dipersiapkan dalam suatu skenario dari hulu (up stream) hingga hilir (down stream)
bahkan hingga tingkat konsumen. Demikian halnya untuk komoditas yang lain, misalnya
pada klaster makanan atau klaster konveksi.
Mengapa Pendekatan Klaster? Pendekatan klaster dinilai strategis
mengingat:
a. Bersifat terintegrasi,
b. Meningkatkan daya tawar/saing,
c. Efisiensi biaya,
d. Berdampak bagi pengembangan ekonomi wilayah.
Pendekatan klaster juga mampu menstimulasi inovasi melalui pertukaran
pengalaman dan pengetahuan antar pelaku dalam hubungan hulu - hilir serta
mendorong peningkatan keterkaitan sosial dan peningkatan keahlian masing-masing
anggota klaster. Dengan demikian analisis terhadap produk unggul kabupaten Magelang
dilakukan dengan pendekatan klaster atau pendekatan sentra.

B. Tujuan Kegiatan dan Hasil yang Diharapkan


1. Tujuan Umum
Maksud dari kegiatan ini adalah memetakan produk unggulan pada sentra industri
kecil dan menengahdi seluruh Wilayah Kabupaten Magelang. Adapun tujuan umum
dilakukan kegiatan ini adalah :
1) Menginventarisasi jenis produk unggulan di Wilayah Kabupaten Magelang;
2) Mengidentifikasi sumber dan jenis bahan baku produk unggulan di Wilayah
Kabupaten Magelang;
3) Melaksanakan seleksi produk unggulan berbasis OVOP berdasarkan data hasil
identifikasi;

2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari kegiatan ini adalah :

One Village One Product 5


a. Menyusun kajian / strategi pengembangan lintas sektor terhadap 5 (lima) produk
unggulan terbaik dari seleksi yang dilakukan;
b. Menyusun draft Keputusan Bupati Magelang tentang Produk OVOP
berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan

C. Keunggulan Berbasis Kompetensi

1. Ruang lingkup kegiatan Analisis terhadap potensi unggulan daerah kabupaten


Magelang ini meliputi seluruh industri kecil menangah yang dikategorikan sebagai
komoditi unggulan daerah pada tingkat kabupaten Magelang yang sudah terwadahi
dalam klaster maupun sentra.
2. Industri kecil dan menengah yang dimaksudkan dalam kegiatan ini mengacu kepada
Undang-Undang No.20 Tahun 2008 yaitu:
a. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan
usaha perorangandengan kriteria
b. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00(lima puluh juta
rupiah) tidaktermasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
c. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus
juta rupiah)-
d. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh perorangan
3. Dasar Hukum
a. Undang-undang Nomor 25 tahun 1992, Tentang Perkoperasian. dan Undang-
undang Nomor 20 tahun 2008, Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
b. Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Percepatan Sektor Riil dan
Pembangunan Usaha Mikro Kecil dan Menengah tanggal 8 Juni 2007 yang
mengamanatkan pengembangan sentra melalui pendekatan One Village One
Product (OVOP).
c. Keputusan Rapat Kerja Kementerian Koperasi dan UMKM dengan Komisi VI
DPRRI tahun 2008 agar program OVOP dapat dikembangkan di Provinsi lain.
d. Telah diamanatkan dalam Program Kerja 100 hari Kabinet Indonesia Bersatu II.

One Village One Product 6


4. Penentuan Komoditas Unggulan
Tahapan ini dilakukan untuk menyaring produk-produk yang menjadi unggulan
daerah. Penetapan komoditas unggulan pada kajian ini dapat menggunakan
pendapat ahli yang terdiri dari pemangku kepentingan daerah;
bupati/waliKabupaten, kadisperindagkop, wakil dari SKPD terkait, dan pelaku
usaha dengan hanya terbatas pada dua atau tiga komoditas yang telah disaring
berdasarkan dukungan data yang diperoleh dari Kabupaten dalam angka. Terhadap
daerah yang pada diskusi terfokus mengajukan lebih dari tiga komoditas, maka
masing-masing pihak diberikan peluang mengemukakan pendapatnya dan mencari
kesepakatan dengan tetap mengacu pada kriteria keunggulan daerah, manfaat dan
penerimaan stakeholder. Kriteria keunggulan diperdalam lagi menjadi sub kriteria
yakni : ketersediaan dan kontinuitas bahan baku, ketersediaan dan kemampuan
SDM, Aspek pasar dan Kebijakan. Sedangkan kriteria manfaat ditinjau dari sub
kriteria nilai tambah ekonomi, sosial dan unsur prestise daerah.

D. Pendekatan Metodologis yang Dipergunakan

P enelitian ini akan menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan ini dipilih


karena pengembangan UMKM merupakan kegiatan yang bersifat terus menerus yang di
dalamnya terkandung berbagai tindakan manajerial yang memiliki variasi makna. Di
samping itu rencana penelitian ini berusaha untuk menganalisis keunggulan produk yang
dimiliki oleh masing-masing UMKM terpilih di wilayah kabupaten Magelang yang
merupakan hasil proses pembelajaran selama bertahun-tahun dan turun temurun dari para
pelaku usaha dalam proses pembuatan / produksi komoditas unggulan.
Sedangkan metode sampling yang digunakan purposive sampling dengan
mendasarkan kerangka sampling yang telah disusun sesuai dengan kriteria yang
ditetapkan pada masing-masing obyek penelitian. Metode analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Partisipatory Rural Appraisal (PRA) dan Analytical Hierarchy
Process (AHP) yang disesuaikan dengan tujuan penelitian. Dalam rangka menghasilkan
peta potensi produk unggulan yang tepat dan memiliki kesesuaian dengan kebutuhan
masyarakat pedesaan, yang selanjutnya untuk ditindak lanjuti dalam pendampingandan
pengembangan one vilage one product.

One Village One Product 7


Sektor dan Daftar Komoditas
Sub Sektor Unggulan (6)
Unggulan

Long List Verifikasi, Analisis


FGD Deskriptif

AHP, Indikator
(Pendapat Ekonomi
Penetapan Kriteria: ekspert)
Tenaga Kerja Terampil
(K1),
Ketersediaan bahan
baku
(K2), Komoditas FGD Komoditas
Konstribusi Ekonomi (K3), Unggulan Unggulan (1)
Aspek Pemasaran (K4),
Faktor Klasifikasi (K5), prioritas
Kekhasan / uniqueness
(K6), Kebijakan
Nilai tambah sosial
(K7),
Daerah/Renstra
Faktor geografis (K8).

Gambar 1.1. Tahap Pemilihan Produk Unggulan

1. Sumber Data dan Jenis Produk Unggulan Prioritas


a. Data primer, berupa:
1) Profil IKM - UMKM di Kabupaten Magelang yang meliputi jumlah, lokasi,
kapasitas produksi, jenis produk, jumlah tenaga kerja, bahan baku dan sarana
produksi..
2) Data hasil in depth interview peneliti dengan stakeholder yang terkait dengan
upaya pengembangan industri yang ditekuninya di Kabupaten Magelang,
yang meliputi karyawan/perajin dan pengusaha/pemilik di wilayah
Kabupaten Magelang, klaster / sentra slondok, Salak, sapu, batu pahat, kopi,
gula merah, masyarakat, dan pejabat dari instansi yang terkait seperti , Dinas
Perindustri Koperasi dan UMKM di Kabupaten Magelang serta pengurus
Dekranasda Kabupaten Magelang.

One Village One Product 8


b. Data Sekunder, berupa:
Data mengenai informasi strategi, program, dan kegiatan yang
dilaksanakan oleh yang dilaksanakan oleh pihak-pihak yang bertanggungjawab
dalam pengembangan produk dan industri di Kabupaten Magelang diantaranya;
pemerintah,dalam hal ini Dinas Perindustri Koperasi dan UMKM, didukung
pula dengan dokumen data antara lain : (1) Renstra Kabupaten/Kabupaten, (2)
Buku Kabupaten dalam Angka terbitan terakhir (2014) dan (3) Narasumber atau
keyperson di daerah. Penyajian data sekunder identifikasi produk unggulan IKM
ini dilengkapi dengan: (1) Nilai produksi per tahun (dalam rupiah), (2) Nilai
investasi per unit usaha (dalam rupiah), dan (3) Jumlah tenaga kerja (dalam
jiwa).
c. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
triangulasi, yaitu, metode yang terdiri atas; Observasi, Dokumentasi dan
Wawancara (wawancara tidak terstruktur, wawancara terstruktur dengan
menggunakan panduan pertanyaan dan in-depth interview) kepada para
stakeholder yang terkait dengan usaha yang dijalankan ini.

Adapun tahap-tahap yang akan dilakukan dalam pengambilan data yaitu


penelusuran kepustakaan melalui buku, artikel, dan internet terkait dengan
kajian penelitian, kemudian wawancara mendalam (in-depth interview) dengan
dinas Dinas Perindustri Koperasi dan UMKM Kabupaten Magelang, pengrajin
dan pelaku usaha, masyarakat serta pihak-pihak lainnya yang terlibat dalam
program pengembangan produk komoditas unggulan Kabupaten Magelang.
Data-data yang diperoleh akan direduksi (diringkas) dengan tujuan
menajamkan, menggolongkan, mengeliminasi data yang tidak dibutuhkan, dan
mengkatogorisasi data untuk mendapatkan kesimpulan akhir. Kategorisasi data
didasarkan pada metode analisis komparasi.
Kategori data adalah salah satu tumpukan dari seperangkat tumpukan yang
didasarkan atas dasar pikiran, insitusi, pendapat atau kriteria tertentu (Moleong,
2001).

One Village One Product 9


Identifikasi Produk Unggulan IKM
Metode penentuan produk unggulan yang dipakai yaitu AHP (Analytical
Hierarchy Process). Pemilihan metode AHP merujuk penelitian Disperindag
bekerjasama dengan MACON (2007) dalam penentuan produk unggulan di
sejumlah daerah di Indonesia. AHP dipakai untuk menemukan skala rasio baik dari
perbandingan pasangan yang diskrit atau kontinu. AHP memiliki aspek perhatian
lebih khusus tentang penyimpangan dari konsistensi, pengukuran dan pada
ketergantungan di dalam dan di antara kelompok elemen struktur (Sari, 2006).
Metode AHP ada beberapa prinsip: decomposition, comparative judgment,
synthesis of priority, dan logical consistency.
Pada hakekatnya AHP merupakan suatu model pengambil keputusan yang
komprehensif dengan memperhitungkan hal- hal yang bersifat kualitatif dan
kuantitatif. Dalam model pengambilan keputusan dengan AHP pada dasarnya
berusaha menutupi semua kekurangan dari model-model sebelumnya. AHP juga
memungkinkan ke struktur suatu sistem dan lingkungan kedalam komponen saling
berinteraksi dan kemudian menyatukan mereka dengan mengukur dan mengatur
dampak dari komponen kesalahan sistem (Saaty,2001)
Peralatan utama dari model ini adalah sebuah hirarki fungsional dengan input
utamanya adalah persepsi manusia. Jadi perbedaan yang mencolok model AHP
dengan model lainnya terletak pada jenis inputnya. Terdapat 4 aksioma-aksioma
yang terkandung dalam model AHP
1. Reciprocal Comparison artinya pengambilan keputusan harus dapat memuat
perbandingan dan menyatakan prEFArensinya. PrEFAsensi tersebut harus
memenuhi syarat resiprokal yaitu apabila A lebih disukai daripada B dengan
skala x, maka B lebih disukai daripada A dengan skala 1/x
2. Homogenity artinya prEFArensi seseorang harus dapat dinyatakan dalam skala
terbatas atau dengan kata lain elemen- elemennya dapat dibandingkan satu sama
lainnya. Kalau aksioma ini tidak dipenuhi maka elemen- elemen yang
dibandingkan tersebut tidak homogen dan harus dibentuk cluster (kelompok
elemen) yang baru
3. Independence artinya prEFArensi dinyatakan dengan mengasumsikan bahwa
kriteria tidak dipengaruhi oleh alternatif-alternatif yang ada melainkan oleh
objektif keseluruhan. Ini menunjukkan bahwa pola ketergantungan dalam AHP

One Village One Product 10


adalah searah, maksudnya perbandingan antara elemen-elemen dalam satu
tingkat dipengaruhi atau tergantung oleh elemen-elemen pada tingkat diatasnya
4. Expectation artinya untuk tujuan pengambil keputusan. Struktur hirarki
diasumsikan lengkap. Apabila asumsi ini tidak dipenuhi maka pengambil
keputusan tidak memakai seluruh kriteria atau objectif yang tersedia atau
diperlukan sehingga keputusan yang diambil dianggap tidak lengkap
Selanjutnya Saaty (2001) menyatakan bahwa proses hirarki analitik (AHP)
menyediakan kerangka yang memungkinkan untuk membuat suatu keputusan
EFAktif atas isu kompleks dengan menyederhanakan dan mempercepat proses
pendukung keputusan. Pada dasarnya AHP adalah suatu metode dalam merinci
suatu situasi yang kompleks, yang terstruktur kedalam suatu komponen-
komponennya. Artinya dengan menggunakan pendekatan AHP kita dapat
memecahkan suatu masalah dalam pengambilan keputusan.

Prinsip Kerja AHP

Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak
terstruktur, stratejik, dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam
suatu hierarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik
secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan
dengan variabel lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan
sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan
untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut (Marimin, 2004).
Prosedur AHP
Pada dasarnya langkah-langkah dalam metode AHP meliputi :
1. Menyusun hirarki dari permasalahan yang dihadapi.
Persoalan yang dihadapi yang akan diselesaikan, diuraikan menjadi unsur-
unsurnya, yaitu kriteria dan alternatif, kemudian disusun menjadi struktur
hierarki seperti Gambar 1.2. di bawah ini :

One Village One Product 11


Gambar 1.2. Struktur Hierarki AHP

2. Penilaian kriteria dan alternatif


Kriteria dan alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan. Menurut
Saaty (1988), untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik
dalam mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari
skala perbandingan Saaty dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 1.1. Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan


INTENSITAS
KETERANGAN
KEPENTINGAN
1 Kedua elemen sama pentingnya
3 Elemen yang satu sedikit lebih penting dari pada elemen
yang lainnya
5 Elemen yang satu lebih penting daripada yang lainnya
7 Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen
lainnya
9 Satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya
2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan-pertimbangan
yang berdekatan

Perbandingan dilakukan berdasarkan kebijakan pembuat keputusan


dengan menilai tingkat kepentingan satu elemen terhadap elemen lainnya
Proses perbandingan berpasangan, dimulai dari level hirarki paling atas yang
ditujukan untuk memilih kriteria, misalnya A, kemudian diambil elemen yang

One Village One Product 12


akan dibandingkan, misal A1, A2, dan A3. Maka susunan elemen-elemen yang
dibandingkan tersebut akan tampak seperti pada gambar matriks di bawah ini :
Tabel 1.2. Contoh matriks perbandingan berpasangan
A1 A2 A3
A1 1
A2 1
A3 1

Untuk menentukan nilai kepentingan relatif antar elemen digunakan skala


bilangan dari 1 sampai 9 seperti pada Tabel 2.1., Penilaian ini dilakukan oleh
seorang pembuat keputusan yang ahli dalam bidang persoalan yang sedang
dianalisa dan mempunyai kepentingan terhadapnya.
Apabila suatu elemen dibandingkan dengan dirinya sendiri maka diberi
nilai 1. Jika elemen i dibandingkan dengan elemen j mendapatkan nilai
tertentu, maka elemen j dibandingkan dengan elemen i merupakan
kebalikannya.
Dalam AHP ini, penilaian alternatif dapat dilakukan dengan metode
langsung (direct), yaitu metode yang digunakan untuk memasukkan data
kuantitatif. Biasanya nilai-nilai ini berasal dari sebuah analisis sebelumnya
atau dari pengalaman dan pengertian yang detail dari masalah keputusan
tersebut. Jika si pengambil keputusan memiliki pengalaman atau pemahaman
yang besar mengenai masalah keputusan yang dihadapi, maka dia dapat
langsung memasukkan pembobotan dari setiap alternatif.

a. Penentuan prioritas
Untuk setiap kriteria dan alternatif, perlu dilakukan perbandingan
berpasangan (pairwise comparisons). Nilai-nilai perbandingan relatif
kemudian diolah untuk menentukan peringkat alternatif dari seluruh alternatif.
Baik kriteria kualitatif, maupun kriteria kuantitatif, dapat dibandingkan
sesuai dengan penilaian yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan
proritas. Bobot atau prioritas dihitung dengan manipulasi matriks atau melalui
penyelesaian persamaan matematik.

One Village One Product 13


Pertimbangan-pertimbangan terhadap perbandingan berpasangan
disintesis untuk memperoleh keseluruhan prioritas melalui tahapan-tahapan
berikut:
1) Kuadratkan matriks hasil perbandingan berpasangan.
2) Hitung jumlah nilai dari setiap baris, kemudian lakukan normalisasi
matriks.
b. Konsistensi Logis
Semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingatkan secara
konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis.
Matriks bobot yang diperoleh dari hasil perbandingan secara
berpasangan tersebut harus mempunyai hubungan kardinal dan ordinal.
Hubungan tersebut dapat ditunjukkan sebagai berikut (Suryadi & Ramdhani,
1998):
Hubungan kardinal : aij . ajk = aik
Hubungan ordinal : Ai > Aj, Aj > Ak maka Ai > Ak
Hubungan diatas dapat dilihat dari dua hal sebagai berikut :
1) Dengan melihat prEFArensi multiplikatif, misalnya bila anggur lebih enak
empat kali dari mangga dan mangga lebih enak dua kali dari pisang maka
anggur lebih enak delapan kali dari pisang.
2) Dengan melihat prEFArensi transitif, misalnya anggur lebih enak dari
mangga dan mangga lebih enak dari pisang maka anggur lebih enak dari
pisang.
Pada keadaan sebenarnya akan terjadi beberapa penyimpangan dari
hubungan tersebut, sehingga matriks tersebut tidak konsisten sempurna. Hal
ini terjadi karena ketidakkonsistenan dalam prEFArensi seseorang.
Penghitungan konsistensi logis dilakukan dengan mengikuti langkah-
langkah sebagai berikut :
a) Mengalikan matriks dengan proritas bersesuaian.
b) Menjumlahkan hasil perkalian per baris.
c) Hasil penjumlahan tiap baris dibagi prioritas bersangkutan dan hasilnya
dijumlahkan.
d) Hasil c dibagi jumlah elemen, akan didapat λmaks.
e) Indeks Konsistensi (CI) = (λmaks-n) / (n-1)

One Village One Product 14


f) Rasio Konsistensi = CI/ RI, di mana RI adalah indeks random konsistensi.
Jika rasio konsistensi ≤ 0.1, hasil perhitungan data dapat dibenarkan.
Daftar RI dapat dilihat pada Tabel 1.3..
Tabel 1.3. Nilai Indeks Random
Ukuran Matriks Nilai RI
1,2 0,00
3 0,58
4 0,90
5 1,12
6 1,24
7 1,32
8 1,41
9 1,45
10 1,49
11 1,51
12 1,48
13 1,56
14 1,57
15 1,59

Metode Analisis
Sesuai dengan permasalahan dan tujuan yang telah dirumuskan dalam
penelitian ini maka metode analisis dibagi menjadi dua bagian yaitu analisis sektor
dan subsektor ekonomi potensial untuk menjawab permasalahan pertama serta
analisis pola dan struktur pertumbuhan ekonomi regional untuk menjawab
permasalahan kedua. Disamping itu juga dianalisis berbagai indikator turunan dari
PDRB seperti, pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi dan pendapatan per kapita
penduduk Kabupaten Bima. Secara garis besar dapat dijelaskan bahwa PDRB yang
digunakan dalam penelitian ini adalah PDRB Kabupaten Bima mengacu pada
metode penghitungan
Secara garis besar, analisis sector dan subsektor ekonomi potensial dalam
penelitian ini dilakukan dengan mengidentifikasi sektor dan subsektor ekonomi
potensial dari sisi kontribusi PDRB (aspek keunggulan komparatif) melalui alat
analisis Location Quotient (LQ) serta penentuan sektor dan subsektor ekonomi
potensial dari sisi pertumbuhan PDRB (aspek keunggulan kompetitif) melalui alat
analisis MRP dan analisis Shift-Share Estaban Marquillas (SS-EM). Khusus
mengenai identifikasi dan pengaruh spesialisasi perekonomian wilayah akan
dijelaskan melalui analisis Shift-Share Estaban Marquillas.

One Village One Product 15


Selanjutnya setelah aspek keunggulan komparatif, keunggulan kompetitif
dan spesialisasi teridentifikasi, maka dilakukan analisis overlay yang bertujuan
untuk melihat potensi sektor dan subsektor ekonomi di Kabupaten Bima
berdasarkan gabungan dari ketiga alat analisis tersebut. Secara ringkas, metode
analisis yang digunakan untuk menjawab permasalahan yang dibahas pada ini
ditampilkan pada Tabel 3.1. PDRB kabupaten/Kabupaten di Indonesia (BPS, 2003)
maka metode yang digunakan dalam pemisahan PDRB atas dasar harga berlaku
Kabupaten Bima terhadap PDRB atas dasar harga konstan Kabupaten Bima adalah
dengan menggunakan metode tidak langsung atau metode alokasi (indirect
method). Sedangkan untuk PDRB atas dasar harga konstan digunakan teknik 
indikator tunggal dengan metode ekstrapolasi (extrapolation method).

Analisis Location Quotient (LQ)

Analisis Location Quotient digunakan untuk menunjukkan besar kecilnya


peranan sektor perekonomian suatu region dengan membandingkan sektor yang
sama pada wilayah yang lebih besar. Metode ini digunakan untuk mengidentifikasi
sektor ekonomi potensial yang menjadi unggulan yang dapat dikembangkan pada
suatu wilayah dan dipergunakan untuk mengidentifikasi keunggulan komparatif
(comparative advantage) suatu wilayah.
Penelitian ini menggunakan metode yang mengacu pada formulasi yang
dikemukakan oleh Arsyad (1999).
….…………….….………...… (1)
Keterangan;
Yi,k : Nilai tambah PDRB sektor i di Kabupaten Bima
Yk : Total PDRB di Kabupaten Bima
Yi,p : Nilai tambah PDRB sektor i di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Yp : Total PDRB di Provinsi Nusa Tenggara Barat

Dari hasil analisis Location Quotient (LQ) maka didapat kesimpulan:


1. Jika nilai LQ > 1, berarti sektor tersebut merupakan sektor potensial,
yang menunjukkan suatu sektor mampu melayani pasar baik di dalam
maupun di luar Kabupaten Bima;

One Village One Product 16


Jika nilai LQ < 1, berarti sektor tersebut bukan merupakan sektor
potensial, yang menunjukkan suatu sektor belum mampu melayani pasar
di Kabupaten Bima;
3. Jika nilai LQ = 1, berarti suatu sektor hanya mampu melayani pasar di
Kabupaten Bima saja atau belum dapat memasarkan hasil sektor tersebut
ke luar daerah lain.

2. Analisis Rantai Nilai PUP dan Pengidentifikasian Kompetensi


Analisis rantai nilai produk unggulan dalam kajian ini dilakukan dalam
dua kerangka utama, yakni identifikasi program, permasalahan, dan peluang,
serta identifikasi rantai nilai, dengan menelusuri alur produk dari hulu hingga hilir
(mulai dari input, produksi, pengolahan, pengumpulan, hingga pemasaran).
Identifikasi terhadap program, permasalahan, dan peluang dilakukan terhadap 6
(enam) produk unggulan, analisis rantai nilai produk unggulan dalam kajian ini
difokuskan pada beberapa produk unggulan, antara lain Komoditas Salak,
Komoditas Kopi, Komoditas Gula Merah, Komoditas Olahan Ketela (Slondok),
Industri Kerajinan Pahat Batu, dan Industri Kerajinan Tanduk dan Kayu. Pada
bagian ini menjelaskan tentang analisis rantai nilai beberapa Produk Unggulan di
Kabupaten Magelang yang di dalamnya juga terdapat identifikasi program,
permasalahan, dan peluang yang ditelusuri pada setiap tahapan rantai alur produk.

3. Penentuan Komptensi Inti PUP

Identifikasi produk unggulan Kabupaten Magelang dilakukan untuk


mengetahui potensi ekonomi lokal yang berdaya saing sebagai penyokong
pertumbuhan ekonomi wilayah, sebagaimana Tujuan Pengembangan UMKM di
Kabupaten Magelang. Prioritasi pada kegiatan identifikasi ini menggunakan
metode pembobotan (skoring) dengan kriteria-kriteria evaluasi yang dibangun
berdasarkan hasil Forum Group Discussion baik dengan pelaku maupun
stakeholder. Aspek kajian pembobotan mengacu pada Petunjuk Teknis Sertifikasi,
Pembinaan dan Penghargaan Produk OVOP, Kementerian Perindustrian. Republik
Indonesia tentang Penilaian keunggulan daerah

One Village One Product 17


Produk-produk lokal yang menjadi Produk Unggulan di Kabupaten
Magelang merupakan produk-produk yang memiliki karakteristik ekonomi lokal
yang paling besar. Adapun penilaian skor tertinggi untuk produk-produk berciri
ekonomi lokal, antara lain produk yang 1) Diusahakan/dibudidayakan oleh
masyarakat Magelang, 2) Menggunakan bahan baku dari wilayah lokal Magelang,
3) Memiliki keunikan, 4) Memiliki konstribusi Sosial, 5) Memiliki potensi pasar
dan Berkelanjutan

One Village One Product 18


BAB II.
PROFIL KABUPATEN MAGELANG

A. Geografis, Admistrasi dan Kondisi Fisik


1. Geografi

Kabupaten Magelang merupakan salah satu kabupaten di propinsi jawa


tengah yang letaknya antara 110”01’51” dan 110 26’58” Bujur Timur dan antara 7 19
13 dan 7 42 16 Lintang selatan. Kabupaten Magelang mempunyai luas wilayah
108.573 Ha Dengan luas yang terbesar adalah kecamatan Kajoran ,yaitu 8,341 Ha
atau 7,68% dari luas Kabupaten Magelang secara keseluruh an.Sedangkan luas
wilayah terrendah adalah kecamatan Ngeluwar,luas wilayahnya sebesar 2.244 Ha atau
2,06% dari luas Kabupaten Magelang secara keseluruhan. Untuk lebih Jelasnya dapat
dilihat pada Peta Admistrasi Kabupaten Magelang serta posisi Kab magelang di
wilayah Propinsi jawa Tengah dibawah ini

Gambar 2.1. Peta Administrasi Kabupaten Magelang

One Village One Product 19


Gambar 2.2. Peta Posisi Kabupaten Magelang di wilayah Propinsi Jawa Tengah

2. Topografi

Wilayah Kabupaten Magelang berada pada ketinggian antara 154-3296 meter di atas
permukaan laut

3. Hidrologi

Wilayah Kabupaten Magelang terletak pada Dua Daerah Aliran Sungai Das Progo dan
Dan Das Bogowonto hal ini menjadikan lahan di wilayah Kabupaten Magelang
Sangat Subur. Pemetaan Daerah Aliran Sungai Das adalah Sebagai Berikut:
Tabel 2.1. Daerah Aliran Sungai (DAS) di Wilayah Kabupaten Magelang
Debit
ama DAS Luas (Km2) Sebaran Wilayah
(M3/detik)
DAS Progo 933,45 Kec.Windusari, Secang,
Bandongan, Metoyudan,
Tempuran, Borobudur, Mungkid,
Tegalrejo, Muntilan, Salam,
Dukun, nguluwar, Grabag,
Sawangan, Srumbung
DAS Bogowonto 152,28 Kec. Salaman, Kajora
Sumber :Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kab Magelang 2008-2028

One Village One Product 20


4. Klimatologi

Di wilayah Kabupaten Magelang mempunyai iklim yang bersifat trofis dengan


Temperature antara 20-260 . Maka mengenal adanya bulan basah dengan curah
hujan dan hari hujan yang begitu tingggi serta mengenal pula bulan kering dengan
curah dan hari hujan begitu rendah
5. Admistratif

Secara Administrasi Kabupaten Magelang terdiri dari 21 Kecamatan dan 372


desa/kelurahan Untuk melihat jumlah RW/RT masing-masing Kecamatan di
Kabupaten Magelang dapat di lihat Tabel 2.2 berikut
Nama Jumlah Luas Wilayah
Kecamatan Kelurahan/Desa (Ha) (% Thd total)
Salaman 20 6887 6,34
Budur 20 5455 5,02
Ngluawar 8 2244 2,07
Salam 12 3163 2,91
Srumbung 17 53,18 4,90
Dukun 15 5430 5,00
Muntilan 14 2861 2,64
Mungkid 16 3740 3,44
Sawangan 15 7237 6,67
Candimulyo 19 4695 4,32
Mertoyudan 13 4535 4,18
Tempuran 15 4904 4,52
Kajoran 29 8341 7,68
Kaliangkrik 20 5734 5,28
Bandongan 14 4579 4,22
Windusari 20 6165 5,68
Secang 20 4734 4,36
Tegalrejo 21 3589 3,31
Pakis 20 5956 5,49
Grabag 28 7716 7,11
Ngablak 16 4380 4,03
Kab. Magelang 372 108.573 100,00
Sumber: Kab Magelang Dalam Angka 2014
6. Demografi

Jumlah dan pertumbuhan penduduk merupakan indicator yang menunjukkan


tentang keadaan komposisi distribusi dan kecepatan penduduk disuatu daerah.

One Village One Product 21


Yang dapat membantu pemerintah daerah dalam merumuskan kebijakan dan
program pembangunan. Hasil dari Sensus tahun 2000 Jumlah Penduduk Kabupaten
Magelang 1.100.265 jiwa Sedangkan Hasil Sensus 2010 Penduduk Kabupaten
Magelang mencapai 1.181.723 Jiwa. Dari Kurun Waktu 10 Tahun penduduk
Kabupaten Magelang meningkat dengan pertumbuhan 0,72% per tahun. Penyebaran
penduduk yang terpadat Kecamatan Mertoyudan mempunyai jumlah penduduk
terbanyak 104,934 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 2.310 jiwa/Km2,
Jumlah penduduk terkecil Kecamatan Kajoran 51.477 jiwa kepadatan 617 jiwa/km2
Jumlah dan kepadatan Penduduk saat ini dan Proyeksi Untuk 4 tahun dapat dilihat
pada Tabel 2.3 dibawah ini

One Village One Product 22


One Village One Product 23
B. Perkembangan PDRB Menurut Sektor Lapangan Usaha

Selama tahun 2010-2014, baik atas dasar harga berlaku maupun harga
konstan nilai PDRB Kabupaten Magelang selalu mengalami kenaikan. Pada
tahun 2014 PDRB Kabupaten Magelang atas dasar harga berlaku telah mencapai
21,84 trilyun rupiah, naik 1,5 kali dari tahun 2010 (14,36 trilyun rupiah).
Sedangkan menurut harga konstan mencapai 17,92 trilyun rupiah pada tahun
2014, mengalami kenaikan 1,2 kali dari tahun 2010 (14,36 trilyun rupiah). Untuk
lebih jelasnya perkembangan PDRB Kabupaten Magelang selama lima tahun
terakhir bisa dilihat pada gambar 2.3.

Gambar 2.3. PDRB Kabupaten Magelang, 2010-2014 (Milyar Rupiah)

Struktur lapangan usaha sebagian besar masyarakat Magelang masih


didominasi lapangan usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan. Selama 5 tahun
terakhir, sumbangan lapangan usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan selalu
diatas 30 persen, kemudian lapangan usaha Industri Pengolahan, lapangan usaha
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Motor, serta lapangan usaha
Konstruksi. Sementara peranan lapangan usaha lainnya di bawah 5 persen.

One Village One Product 24


Gmbar 2. 4. Peranan PDRB Menurut Lapangan Usaha (Persen), 2014

Dari Grafik 2.4. tampak bahwa peranan tertinggi adalah lapangan usaha
Pertanian, Kehutanan dan Perikanan pada tahun 2014 mencapai 30,23 persen,
kemudian Industri Pengolahan mencapai 20,80 persen dan Perdagangan Besar
dan Eceran sebesar 13,03 persen. Selain itu peranannya di bawah 10 persen.

C. Daya Serap Tenaga Kerja Menurut Sektor Lapangan Usaha


Ditinjau dari serapan tenaga kerja terutama pada sektor industri di
Kabupaten Magelang, menunjukkan bahwa terjadi pertumbuhan ekonomi
sehingga pendapatan perkapita pada akhir periode pembangunan jangka
menengah mencapai tingkat kesejahteraan setara dengan kabupaten/Kabupaten
yang cukup maju di Indonesia pada tahun 2014 adalah sebesar 126,98% (sangat
baik). Menurut LkjIP (2014) Indikator kinerja Tingkat partisipasi angkatan kerja
pada tahun 2014 capaian kinerjanya 99,92%. Meskipun demikian, terjadi
peningkatan partisipasi angkatan kerja pada tahun 2014 jika dibandingkan dengan
tahun 2013. Data dari Disnakersostrans Kabupaten Magelang tahun 2013
menyebutkan bahwa partisipasi angkatan kerja di Kabupaten Magelang tahun
2013 adalah sebesar 74,77%, sedangkan pada tahun 2014 menjadi 74,94%
(meningkat sebesar 0,17%). Partisipasi angkatan kerja diperoleh dari
perbandingan jumlah angkatan kerja dengan jumlah penduduk usia kerja. Namun,
One Village One Product 25
jika dibandingkan dengan target yang tercantum dalam RPJMD 2009-2014,
realisasi partisipasi angkatan kerja masih jauh di bawah yang ditargetkan, yaitu
sebesar 96,78%. Dengan kata lain, sampai dengan akhir periode RPJMD, capaian
indikator Tingkat partisipasi angkatan kerja pada tahun 2014 baru mencapai
77,43%

D. Program dan Kebijakan Pemerintah Kabupaten Terkait dengan IKM


Dilihat dari Indikator kinerja Persentase Usaha Mikro dan Kecil capaian
kinerjanya pada tahun 2014 mencapai 122,60%. Jika dibandingkan dengan tahun 2013,
persentase usaha mikro dan kecil mengalami peningkatan sebesar 28,08%, karena pada
tahun 2013 tercatat 70%, sedangkan tahun 2014 tercatat 98,08%. Data dari Disperinkop
dan UMKM Kabupaten Magelang menyebutkan bahwa pada tahun 2014 terdapat
104.600 UMK dari total 106.650 UMKM (98,08%). Jika dibandingkan dengan RPJMD,
capaiannya adalah sebesar 100,08% karena realisasi tahun 2014 yang sebesar 98,08%
telah melampaui angka yang ditargetkan yaitu sebesar 98,00%. Keberhasilan ini tidak
terlepas dari hasil jerih payah Pemerintah Kabupaten Magelang melalui Dinas
Perindustrian, Koperasi dan UMKM dalam upayanya untuk memperkuat perekonomian
daerah yang berbasis ekonomi kerakyatan.
Disamping keberhasilan-keberhasilan yang telah diuraikan di atas, masih ada
permasalahan lain terkait dengan penanganan urusan Koperasi dan Usaha Kecil
Menengah, diantaranya masih rendahnya pengelolan manajemen koperasi, kurangnya
akses permodalan, terbatasnya akses dan informasi pasar, serta belum adanya pusat
perdagangan bersama/UMKM Center. Oleh karena itu, kebijakan yang diambil
hendaknya diarahkan untuk peningkatan mutu dan kualitas produk koperasi dan UMKM,
serta peningkatan pembinaan lembaga perkoperasian dan UMKM.
Program-programpembangunan yang dilaksanakan oleh urusan Koperasi dan
Usaha Kecil Menengah untuk mencapai Sasaran Strategis adalah :
1. Program Penciptaan Iklim Usaha Kecil Menengah yang Kondusif;
2. Program Pengembangan Kewirausahaan dan Keunggulan Kompetitif Usaha Kecil
Menengah;
3. Program Pengembangan Sistem Pendukung Usaha Bagi Usaha Mikro Kecil
Menengah;
4. Program Peningkatan Kualitas Kelembagaan Koperasi.
Indikator kinerja Kontribusi sektor perdagangan terhadap PDRB capaian kinerjanya pada
tahun 2014 adalah 114,98%. Kontribusi sektor ini mengalami peningkatan yang
signifikan dibandingkan tahun 2013, dimana pada tahun 2013 tercatat 10,77%
kemudian pada tahun 2014 menjadi 18,50%.

One Village One Product 26


One Village One Product 27
BAB III.
PROFIL UMKM DAN PRODUK IKM KABUPATEN MAGELANG

A. Gambaran Umum UMKM Kabupaten Magelang

Industri merupakan suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang
setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan.
Ada dua definisi usaha kecil yang dikenal di Indonesia. Pertama, definisi usaha kecil menurut
Undang-Undang No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang
memiliki hasil penjualan tahunan maksimal Rp 1 milyar dan memiliki kekayaan bersih, tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, paling banyak Rp 200 juta (Sudisman & Sari, 1996:
5). Kedua, menurut kategori Biro Pusat Statistik (BPS), usaha kecil identik dengan industri kecil
dan industri rumah tangga. BPS mengklasifikasikan industri berdasrakan jumlah pekerjanya,
yaitu: (1) industri rumah tangga dengan pekerja 1-4 orang; (2) industri kecil dengan pekerja 5-19
orang; (3) industri menengah dengan pekerja 20-99 orang; (4) industri besar dengan pekerja 100
orang atau lebih (BPS, 1999: 250).
Kendati beberapa definisi mengenai usaha kecil namun agaknya usaha kecil mempunyai
karakteristik yang hampir seragam. Pertama, tidak adanya pembagian tugas yang jelas antara
bidang administrasi dan operasi. Kebanyakan industri kecil dikelola oleh perorangan yang
merangkap sebagai pemilik sekaligus pengelola perusahaan, serta memanfaatkan tenaga kerja
dari keluarga dan kerabat dekatnya. Data BPS (1994) menunjukkan hingga saat ini jumlah
pengusaha kecil telah mencapai 34,316 juta orang yang meliputi 15, 635 juta pengusaha kecil
mandiri (tanpa menggunakan tenaga kerja lain), 18,227 juta orang pengusaha kecil yang
menggunakan tenaga kerja anggota keluarga sendiri serta 54 ribu orang pengusaha kecil yang
memiliki tenaga kerja tetap.
Kedua, rendahnya akses industri kecil terhadap lembaga-lembaga kredit formal sehingga
mereka cenderung menggantungkan pembiayaan usahanya dari modal sendiri atau sumber-
sumber lain seperti keluarga, kerabat, pedagang perantara, bahkan rentenir.
Ketiga, sebagian besar usaha kecil ditandai dengan belum dipunyainya status badan
hukum. Menurut catatan BPS (1994), dari jumlah perusahaan kecil sebanyak sebanyak 124.990,
ternyata 90,6 persen merupakan perusahaan perorangan yang tidak berakta notaris; 4,7 persen
tergolong perusahaan perorangan berakta notaris; dan hanya 1,7 persen yang sudah mempunyai
badan hukum (PT/NV, CV, Firma, atau Koperasi).
Keempat, dilihat menurut golongan industri tampak bahwa hampir sepertiga bagian dari
seluruh industri kecil bergerak pada kelompok usaha industri makanan, minuman dan tembakau

One Village One Product 28


diikuti oleh kelompok industri barang galian bukan logam, industri tekstil, dan industri
kayu,bambu, rotan, rumput dan sejenisnya termasuk perabotan rumahtangga masing-masing
berkisar antara 21% hingga 22% dari seluruh industri kecil yang ada. Sedangkan yang bergerak
pada kelompok usaha industri kertas dan kimia relatif masih sangat sedikit sekali yaitu kurang
dari 1%
Sektor industri memiliki peran yang cukup penting dalam perekonomian Kabupaten
Magelang. Tabel berikut menggambarkan kondisi usaha kecil menengah Kabupaten Magelang
hingga pada tahun 2015.
Tabel 3.1. Banyaknya Unit Usaha Industri Kecil dan Menengah, di Kabupaten Magelang
Tahun 2011 – 2014

Komoditi
2011 2012 2013 2014
Comodity
01. Industri Kimia, Agro & Hasil Hutan
- Kecil 35 319 35 333 35 339 35 348
- Menengah 59 62 66 70
02. Industri Logam, Mesin, Elektro & Aneka
- Kecil 3 063 3 066 3 068 3 079
- Menengah 29 36 37 43
03. Jumlah ( 01 + 02 )
- Kecil 38 382 38 399 38 407 38 427
- Menengah 88 98 103 113
Jumlah 38 470 38 497 38 510 38 540
Sumber : Dinas Perindustrian, Koperasi, dan UMKM Kabupaten Magelang

Indikator kinerja Kontribusi sektor industri terhadap PDRB pada tahun 2014
capaian kinerjanya adalah sebesar 101,40%. Realisasi kontribusi sektor industri tahun
2014 adalah sebesar 18,77%, mengalami peningkatan sebesar 0,27% dibandingkan tahun
2013 yang sebesar 18,50%. Namun demikian, jika dibandingkan dengan target jangka
menengah, realisasi sebesar 18,77% ini belum memenuhi target sebagaimana yang
tercantum dalam RPJMD, yang tertera 19,99%. Dengan demikian, capaian kinerjanya
sampai dengan akhir tahun 2014 adalah sebesar 93,90%. Tabel berikut menunjukkan
perkembangan kontribusi sektor industri terhadap PDRB dari tahun 2010-2014.

Tabel 3.2. Kontribusi Sektor Industri terhadap PDRB Kabupaten Magelang 2010-2014
No Uraian 2010 2011 2012 2013 2014
1. Industri
1.443691,68 1.602.147,38 1.810.124,09 2.023.782,53 2.260.709,41
Pengolahan
2. PDRB Kab.
8.022.322,50 8.770.808,59 9.736.556,37 10.814.289,76 12.047.100,23
Magelang
% Kontribusi 18,00 18,27 18,59 18,71 18,77
Sumber : BPS Kabupaten Magelang, 2015

One Village One Product 29


Indikator kinerja Kontribusi ekspor hasil industri terhadap total ekspor pada tahun
2014 capaian kinerjanya adalah 115,92%. Realisasi kontribusi sektor hasil industri
terhadap total ekspor pada tahun 2014 adalah sebesar 98,53%, meningkat 0,71%
dibandingkan tahun 2013 yang mencapai 97,82%. Jika dibandingkan dengan target
jangka menengah, realisasi sebesar 98,53% telah melampaui target yang telah ditetapkan,
yakni sebesar 79,97% per akhir tahun 2014, sehingga capaian kinerjanya menjadi
123,21%. Berdasarkan data yang diperoleh dari Disdagsar Kabupaten Magelang, dari
total ekspor tahun 2014 sebesar 102.372.675,52 $, 100.866.994,35 $

B. Profil Komoditi Produk Unggulan IKM Kabupaten Magelang

1. Komoditas Salak
Salak merupakan salah satu komoditas unggulan yang cukup menjanjikan di
Kabupaten Magelang, komoditas salak tersebut pernah mengalami masa keemasan
sejak tahun 1997 hingga tahun 2002. Bahkan Salah satu sentra dengan prEFArensi
peningkatan produksi dan mutu yang berorientasi pasar dan investasi adalah kawasan
salak yang ada di Provinsi Jawa Tengah salah satunya adalah Kabupaten Magelang.
Sehingga di Kabupaten Magelang Agribisnis salak memiliki prospek pengembangan
yang baik dan mampu menjadi tumpuan bagi petani dan pelaku usaha terkait. Salak
tidak lagi hanya menjadi komoditas sampingan melainkan telah berkembang menjadi
usaha bisnis yang berorientasi profit yang berkesinambungan.
Hal tersebut dibuktikan dengan jangkauan luasan pasar yang tidak saja
memenuhi kebutuhan lokal. Tetapi sudah merambah ke Kabupaten-Kabupaten besar
di Indonesia, bahkan subagian sudah diekspor. Sebagian diekspor ke beberapa negara
tetangga, khususnya Singapura, Hongkong dan Malaysia. Dalam perkembangannya,
beberapa negara seperti China, Jepang, Belanda dan Amerika telah menyatakan
minatnya untuk mengimpor salak Indonesia. China telah melakukan verifikasi draf
protokol ekpsor. Sedang untuk pasar dalam negeri, Pasar di Jakarta misalnya, saat ini
telah menjadi tujuan utama dengan permintaan sebesar 60% - 70% (334 ribu ton) dari
total produksi dari kawasan Sleman, Magelang dan Banjarnegara. Dari jumlah
tersebut 15% dimanfaatkan untuk memasok pasar modern, khususnya Carrefour, yang
menuntut jaminan kepastian jumlah pasokan dan mutu yang lebih baik.

One Village One Product 30


Permasalahan
Berbagai permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat baik secara
langsung mauoun tak langsung akan memberi pengaruh terhadap sistem pengusahaan
salak, yang pada gilirannya memberi dampak pada performa komoditas yang
dihasilkan serta kepuasan konsumen. Permasalahan utama yang dapat ditemui pada
umumnya terkait dengan :
a. Pasokan salak
Sering terjadi dilevel petani untuk jaminan pasokan yang meliputi jumlah
dan mutu buah menyulitkan bagi pelaku, terutama untuk pemasaran dalam
melakukan kontrak dagang dengan pasar modern, sehingga kesepakatan kuota
sering tidak tercapai.
b. Produktivitas yang rendah
Pada bulan-bulan tertentu, misalnya bulan Juli sampai November
produktivitas rendah hal tersebut disebabkan terutama karena kurang
tercukupinya kebutuhan air yang diperlukan untuk pembesaran buah, serta
keseimbangan nutrisi yang diperlukan oleh tanaman. Rendahnya produksi juga
dipengaruhi oleh ketersediaan bunga jantan saat pembuahan atau terjadi
kegagalan pembuahan akibat lebatnya hujan di musim penghujan pada 6 bulan
sebelumnya
c. Teknologi
Ketersediaan teknologi spesifik lokasi terkait budidaya dan pasca panen
belum memadai. Khususnya menyangkut pemupukan, pengairan, mulsa,
penyediaan bunga jantan, pengaturan
Kebutuhan akan pengembangan agribisnis salak dalam skala usaha yang
besar merupakan suatu tantangan yang perlu dijawab dengan penyediaan
infrastruktur dan teknologi yang sangat memadai. Kondisi ini merupakan peluang
dibukanya akses modal yang sangat besar untuk menghasilkan salak yang
berorientasi pasar dinamis.
Model pengembangan salak berbasis kebutuhan pasar dan berorientasi
investasi perlu dilakukan untuk menstimulasi pertumbuhan produksi, diversifikasi
poduk olahan, peningkatan mutu dan perluasan pasar.
d. Pola produksi, dan memperpanjang masa saji (shelf live).
Fluktuasi harga, sebagai dampak dari fluktuasi produksi dan pengaruh dari
musim panen yang bersamaan dari buah-buahan lain.
One Village One Product 31
e. Modal
Permodalan merupakan masalah klasik bagi petani dan asosiasi di
kawasan ini. Keterbatasan permodalan di pihak petani menyebabkan kebanyakan
petani menjual produknya dengan sistem ijon. Kondisi ini kemudian
menyebabkan sistem pemeliharaan tanaman menjadi kurang optimal.
f. Kelembagaan
Kelembagaan. Fungsi dan peran kelembagaan petani, koperasi, maupun
asosiasi belum berfungsi optimal sebagai dampak dari kurangnya pemahaman
petani untuk berperan aktif dalam kelompoknya dan beberapa di antaranya juga
diakibatkan oleh belum profesionalnya pengelola asosiasi maupun koperasi dalam
menjalankan kelembagaan yang dipimpinnya.
g. Infrastruktur
Infrastruktur pengairan masih mencakup sebagian kecil area produksi
salak sehingga kebutuhan air untuk pembesaran buah, khususnya pada masa
bulan-bulan kering tidak terpenuhi, akibatnya produksi yang dihasilkan rendah.
Demikian juga adanya kerusakan sebagian infrastruktur akibat gempa sehingga
perlu perbaikan
Pengelolaan kebun masih beragam. Mengakibatkan terjadinya keragaman
mutu produk yang dihasilkan, sehingga menyulitkan dalam melakukan
standardisasi produk untuk memasok pasar tertentu dalam jumlah besar.
Belum dapat dipenuhinya persyaratan teknis maupun non teknis terkait
sistem jaminan mutu dan perjanjian bilateral antara Indonesia dengan negara
tujuan.

2. Komoditas Kopi

Komoditas kopi yang keberadaannya sudah diusahakan secara turun


temurun di beberapa wilayah di Kabupaten Magelang dinilai  mempunyai potensi
untuk dikembangkan karena jenis komoditas ini memiliki harga yang stabil, sehingga
dapat diharapkan menjadi komoditas yang mampu meningkatkan perekonomian di
wilayah Kabupaten Magelang.
Bila dilihat dari produksi kopi yang dihasilkan, maka sejak tahun 2008
hingga tahun 2013 menunjukkan trend yang cenderung meningkat dari 495 ton
hingga hampir mencapai 1000 Ton dengan luas lahan yang sudah digunakan

One Village One Product 32


mencapai 1.947 ha. Berikut produksi komoditas kopi dapat diilustrasikan dalam grafik
3.1 berikut;

Produksi Komonditas Kopi


1000
900
800
700
600
Dalam Ton

500
400
300
200
100
0
2008 2009 2010 2011 2012 2013 Tahun

Gambar 3.1. Grafik Produksi Komoditas Kopi Kabupaten Magelang

Dari grafik tersebut terlihat ada penurunan produksi, yang menurut sumber
penurunan produktivitas kopi tersebut disebabkan oleh berbagai faktor, di antaranya
oleh Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Terdapat tiga jenis OPT utama yang
menyerang tanaman kopi yaitu hama (Hama Penggerek Buah Kopi atau PBKO),
nematoda parasit (Pratylenchus coffeae), dan penyakit (Penyakit Karat Daun Kopi).
Untuk menghasilkan kopi berkualitas pada umumnya dilakukan  semenjak
tanam, proses pemanenan hingga proses pasca panen. Kualitas kopi juga tergantung
pada adanya naungan. Naungan yang diperlukan adalah tanaman pelindung. Tanaman
pelindung berfungsi mengikat Nitrogen (N) pada akar, dimana daun-daun tanaman
pelindung yang gugur berfungsi meningkatkan kandungan nitrogen tanah. Selain itu
tanaman pelindung ini diperlukan untuk mengatur intensitas cahaya matahari. Karena
bila tanaman kopi kurang mendapat cahaya, maka tanaman kopi tidak akan berbunga
dan tidak membentuk cabang yang banyak. Biasanya tanaman pelindung untuk
budidaya tanaman kopi adalah albasia. Peluang pengusahaan kopi sangat terbuka,
karena tata niaga kopi saat ini bebas dari kuota sementara permintaan kopi dunia
meningkat.
Pengolahan Pasca Panen
Mutu kopi tak hanya ditentukan oleh bahan olahannya tetapi juga
tergantung pada penanganan paska panen termasuk pengolahan dan penyimpanannya.

One Village One Product 33


Kopi bermutu  dapat dihasilkan dari bahan yang baik serta diolah dan disimpan secara
baik  pula. Proses pengolahan kopi menurut cara kerjanya dibedakan dalam 2 (dua)
cara yaitu pengolahan  cara basah (Wet Indishe Bereiding/WIB) dan cara pengolahan
kering (Oast Indishe Bereiding/01B).
Secara sederhana pengolahan kopi (basah)  meliputi:
1. Pemilihan buah yang dipanen dan perlakuan sortasi buah basah.
2. Pengupasan kulit buah
3. Pencucian buah yang masih diselimuti lendir
4. Pengeringan biji kopi baik mengunakan sinar matahari dengan cara dijemur di
lantai jemur maupun menggunakan mesin pengering kopi (system oven).

Untuk menghasilkan kopi yang dapat menunjang standar perdagangan


nasional maupun internasional diperlukan adanya standar umum yang dapat dijadikan
pedoman  dalam mata rantai pengelolaan usaha kopi khususnya bagi petani kopi,
pedagang dan eksportir. Karena berdasarkan pengamatan bahwa proses penanganan
dari petani produsen, pedagang perantara/pengumpul sampai dengan eksportir adalah
mata rantai yang tidak bisa dipisahkan dalam penentuan mutu kopi.

Deversifikasi Olahan Produk-produk turunan kopi


Pengolahan produk turunan kopi, dilakukan dengan menggunakan biji kopi
kering yang sudah disimpan dalam waktu yang cukup. Penyimpanan biji kopi kering
dalam jangka waktu tertentu (biasanya 3-6 bulan atau lebih). Dalam  penyimpanan
yang sesuai dapat berdampak pada meningkatnya kualitas fermentasi pada biji kopi
tersebut.
Pengolahan kopi bubuk di Kabupaten Magelang  dilakukan melalui
kegiatan perorangan dan kelompok usaha bersama. Pengolahan biji kopi kering
menjadi kopi bubuk dilakukan dengan cara menyangrai biji kopi dalam waktu
tertentu. Setelah proses penyangraian selesai, biji kopi kemudian digiling untuk
menghasilkan kopi bubuk

Permasalahan dan Tantangan Pengusahaan Kopi  di Kabupaten Magelang.


a. Keterbatasan modal.
Menyebabkan sebagian petani terpaksa memetik kopi belum sepenuhnya
matang (petik hijau). Dalam kondisi yang demikian biji kopi yang dihasilkan
One Village One Product 34
akan memiliki mutu kurang . Keterbatasan modal ini menyebabkan para petani
tidak dapat menyimpan kopi dalam jangka waktu yang lama

b. Faktor keamanan
Keamanan menjadi isu yang meresahkan  semenjak naiknya harga kopi,
maka praktek-praktek pencurian  kopi menjadi semakin marak, hal ini
mendorong terjadinya petik hijau.
c. Pengelolaan hasil pasca panen
Saat ini pengolahan kopi masih dilakukan secara tradisional. Proses
penjemuran dan pengupasan  masih belum menggunakan alat-alat yang standar.
Akibanya biji kopi yang dihasilkan akan memiliki nilai cacat  yang tinggi.

3. Kerajinan Ukir dan Pahat Batu

Industri kerajinan di kabupaten Magelang dinilai cukup potensial. Hal ini


dapat dilihat dari banyaknya jenis kerajinan yang ada di kabupaten Magelang. Salah
satu yang sangat terkenal di Kabupaten Magelang adalah kerajinan dari batu. Para
pengrajin patung batu ini selain memproduksi patung batu juga memproduksi alat-alat
rumah tangga yang berasal dari batu seperti cobek, dan lain-lain.
Daerah yang cukup potensial memproduksi kerajinan patung batu dan
kerajinan ini berada di Kecamatan Muntilan dan Salam, terutama di sepanjang jalan
Semarang-Yogyakarta. Dapat dilihat banyaknya kerajinan dari batu yang di
pamerkan di sepanjang jalan tersebut. Patung-patung tersebut memiliki ukuran yang
beraneka ragam. Potensi kerajinan di Kabupaten Magelang jika digarap dengan baik
ternyata menjadi bisnis yang memiliki peluang sangat besar. Dilihat dari banyaknya
kerajinan yang ada di Kabupaten Magelang khususnya daerah muntilan yang memiliki
banyak sekali workshop di sepanjang jalan daerah ini.
Salah satu keistimewaan patung-patung batu buatan para pemahat di
Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang ini, terletak pada bahan bakunya. Para
pengrajin memakai bahan baku sangat khusus, yakni batuan vulkanik beku alias batu
andesit. Pemilihan batu andesit lantaran teksturnya yang tidak terlalu keras tapi juga
tak gampang pecah

One Village One Product 35


4. Gula Merah
5. Olahan Ketela

One Village One Product 36


BAB IV.
PENENTUAN DAN ANALISIS PRODUK UNGGULAN PRIORITAS (PUP)
KABUPATEN MAGELANG

Produk unggulan daerah dapat dibedakan atas kompetensi produk primer dan
produk olahan. Produk primer meliputi aspek manusia, sumber daya alam,
lingkungan, budaya, prospek pasar. Produk olahan meliputi aspek produk, eko wisata,
budaya, teknologi, infra struktur, dan pasar. Sementara itu, ciri-ciri dari produk
kompetensi daerah meliputi: 1) memeiliki akses potensial ke berbagai pasar-
kompetensi daerah harus dapat mengembangkan produk atau jasa baru. 2) harus dapat
menciptakan konstribusi nyata untuk mendapatkan manfaat produk akhir, dan; 3)
memiliki sesuatu yang sulit untuk ditiru oleh kompetitor lain / daerah lain, dengan
kata lain bersifat unik.

Peraturan Presiden No. 28 tahun 2008, mengemukamkan pengertian


Kompetensi daerah sebagai sekumpulan keunggulan atau keunikan sumberdaya
termasuk sumber daya alam , dan kemampuan suatu daerah untuk membangun daya
saing dalam rangka mengembangkan perekonomian Provinsi Kabupaten menuju
kemandirian. Industri yang dapat dipertimbangkan sebagai kompetensi inti produk
daerah adalah industri dengan karakteristik antara lain:
a. Merupakan produk unggulan di daerah atau yang memiliki potensi sebagai
unggulan;
b. Memiliki kekuatan yang kuat, (baik keterkaitan horizontal maupun keterkaitan
vertikal);
c. Produk memiliki keunikan lokal
d. Tersedianya sumberdaya manusia dengan ketrampilan yang memadahi

Penentuan kompetensi inti daerah

Perpres no. 28 tahun 2008 tersebut di atas, memberikan gambaran tentang


tahapan perencanaan atau membangunj kompetensi inti daerah untuk kabupaten /
Kabupaten melalui;
a. Analisis potensi sumber daya yang dimiliki daerah
b. Pemilihan komoditi unggulan yang akan dikembangkan

One Village One Product 37


c. Penetapan dan penyusunan strategi kompetensi intu produk daerah
d. Pembangunan pusat keunggulan industri yang menjadi kompetensi industri daerah
e. Peningkatan ketrampilan dan keahlian sumber daya manusia
f. Peningkatan EFAktivitas pengembangan IKM sentra dengan pendekatan One
Village One Product (OVOP)
Sementara itu untuk penentuan kompetensi inti industri dilaksanakan
workshop dan focus Group Discussion (FGD) seperti yang telah dilakukan oleh
beberapa pemerintah daerah/provinsi. workshop FGD tersebut diikuti atau melibatkan
beberapa stakeholder baik dari departemen Perindustrian RI, unit kerja Teknis Pemda
yang terkait dengan sektor ekonomi, akademisi, serta pelaku usaha dari
berbagaimacam jenis komoditi dan mungkin dapat juga mengundang masyarakat /
community sebagai bagian dari penilaian ini

Kompetensi inti Daerah dan One Village On Product (OVOP)

Konsep Ovop pada awalnya digagas oleh Dr. Morihiko Hramatsu dan telah
berhasil dikembangkan di Jepang sejak tahun 1979. Wanadrika (2008) pernah
mendefinisikan Satu Desa Satu Produk atau One Village One Product sebagai suatu
pendekatan pengembangan potensi daerah di suatu wilayah untuk menghasilkan suatu
produk kelas global yang unik dan khas daerah dengan memanfaatkan sumber daya
lokal. Satu desa sebagaimana dimaksud di muka, dapat saja diperluas menjadi
kecamatan, kabupaten/Kabupaten maupun kesatuan wilayah lainnya sesuai dengan
potensi dan skala usaha secara ekonomis.
Wanandriko (2008) lebih lanjut juga mengemukakan bahwa tujuan OVOP
adalah untuk menggali dan mempromosikan produk inovatif dan kreatif lokal dari
sumber daya, yang bersifat unik khas daerah, bernilai tambah tinggi, dengan tetap
menjaga kelestarian lingkungan, memiliki image dan daya saing yang tinggi.
Sementara kriteria produk yang dikembangkan dalam OVOP adalah; 1) Produk
unggulan daerah dan/atau produk kompetensi inti daerah; 2) Unik khas budaya dan
keaslian lokal; 3) berpotensi terhadap pasar domestik dan ekspor; 4) bermutu dan
berpenampilan baik; 5) diproduksi secara kontinyu dan konsisiten. Produk-produk
tersebut dapat berupa produk makanan olahan berbasis hasil pertanian dan
perkebunan. Produk hasil tenun atau konveksi khas masyarakat lokal, produk
kebutuhan rumah tangga termasuk produk dekoratif atau interior, produk barang seni
One Village One Product 38
dan kerajinan termasuk produk cinderamata maupun produk herbal dan minyak astiri
khas masyarakat lokal.

Berdasarkan ciri-ciri kompetensi inti industri daerah sebagaimana yang telah


diuraikan di atas, diturunksn variabel-variabel baru yang akan digunakan sebagai alat
ukur. Teknik skoring akan digunakan untuk membantu pengukuran. Pada bagian ini
diberlakukan aturan bahwa semakin tinggi skor, maka akan semakin tinggi pula
tingkat keunggulan/ kompetensi inti dalam variabel yang dimaksud. Berikut
ditunjukkan variabel-variabel turunan yang digunakan sebagai dasar dalam penentuan
kompetensi inti industri di Kabupaten Magelang.

Tabel 4.1. Variabel dan Penentuan Skor Kompetensi Inti Daerah

One Village One Product 39


V ariabel SKOR dan ARTINYA
Kekhasan / tingkat 0. Jika tidak khas, artinya produk industri tersebut
keunikan lokal dapat ditemui dimanapun
1. Jika cukup khas, artinya produk industri tersebut
dapat ditemui dibanyak daerah lain, namun ada
karakter khusus produk yang khas di kabupaten
Magelang
2. Jika khas kab Magelang, yaitu produk banyak
ditemui di kabupaten Magelang (meskipun ada,
tetapi tidak banyak) daerah lain yang juga
memproduksinya dan produk memiliki karakter
yang membedakannya dengan produk yang sama
di daerah
Asal bahan baku 0. Jika seluruhnya berasal dari luar kabupaten
produksi / industri Magelang
1. Jika Sebagaian besar (>50%) berasal dari luar
kabupaten Magelang
2. Jika Sebagaian besar (>50%) berasal dari dalam
kabupaten Magelang (lokal)
3. Jika seluruhnya (100%) berasal dari kabupaten
Magelang.
Asal Tenaga Kerja 0. Jika seluruh pekerjanya berasal dari luar
(Pekerja) dalam kabupaten Magelang
proses produksi 1. Jika Sebagaian besar pekerja(>50%) berasal dari
luar kabupaten Magelang
2. Jika Sebagaian besar pekerja (>50%) berasal dari
dalam kabupaten Magelang (lokal)
3. Jika seluruh pekerja (100%) berasal/direkrut dari
kabupaten Magelang.
Kaderisasi 0. Ketrampilan hanya dimiliki pekerka yang ada
ketrampilan/skill saat ini dan tidak/belum ada upaya kaderisasi
SDM dalam proses ketrampilan pada tenaga kerja generasi
berikutnya
produksi
1. Ketrampilan hanya dimiliki pekerja yang ada
saat ini dan telah ada upaya kaderisasi
ketrampilan pada tenaga kerja generasi
berikutnya, namun terbatas
2. Semua orang dapat melanjutkannya dengan
mudah / kaderisasi tidak terbatas
Innovasi Teknologi 0. Belum/tidak pernah ada inovasi Teknologi
Produksi dalam proses produksi
1. Ada potensi / kemungkinan/ rencana
penggunaan teknologi dan atau inovasi baru
dalam proses produksi
2. Menggunakan teknologi dan/atau inovasi baru
dalam proses produksi
Kombinasi SDM dan 0. Jika padat karya atau padat modal
kapital dalam proses 1. Jika relativ seimbang antara keduanya (mampu
produksi menyerap tenaga kerja sekaligus tetap bisa
memanfaatkan teknologi)
Keberadaan dan 0. Jika tidak atau belum ada
peran kelembagaan paguyuban/koperasi/kelembagaan yang
menaunginya
1. Jika ada kelembagan yang menaunginya namun
One Village One Product masih pasif40
2. Jika ada kelembagaan yang menaunginya dan
aktif
Ketersediaan pasar 0. Belum punya pasar
One Village One Product 41
DAFTAR PERINGKAT
PRODUK UNGGULAN
KABUPATEN MAGELANG
BERBASIS OVOP

(Scoring Internal Dinas Perinkop


dan UMKM)
N KOMODITAS LOKASI KEKHAS BAHA ASAL SD KOMBIN KEBERADAA KETERSEDI PACKAG INOV SEGME DAYA LINGKUN
O AN N TK M ASI SDM N AAN ING ASI N TAW GAN
BAKU KELEMBAG PASAR PASAR AR
AAN

1 KERAJINAN BATU Tamanagung 3 4 4 2 2 3 3 1 3 3 2 1


Muntilan
2 SLONDOK Sumurarum 3 2 4 2 2 3 3 3 3 3 1 2
Grabag
3 GULA SEMUT Bateh Candimulyo 2 4 4 1 2 3 2 3 2 2 1 3

4 OLAHAN PEPAYA Borobudur 3 4 4 1 2 1 3 3 1 2 1 3

5 KERAJINAN BAMBU Kab. Magelang 2 2 4 2 2 3 3 1 3 2 1 3

6 OLAHAN SALAK Ngablak 2 4 4 1 2 2 3 2 1 2 1 3


Srumbung
7 OLAHAN KOPI Ngrancah Losari 1 4 3 2 2 2 2 3 3 1 1 3

One Village One Product 42


Grabag
8 SAPU RAYUNG Bojong Mungkid 2 1 4 2 2 2 3 1 2 3 1 3

9 KERAJINAN KAYU Pucang Secang 3 2 4 1 2 2 3 1 3 2 1 1


DAN TANDUK

One Village One Product 43


One Village One Product 44
BAB V.
ANALISIS RANTAI NILAI DAN PENGEMBANGAN
SERTA PENGUATAN KOMPETENSI INTI

A.  Pemetaan Rantai Nilai

Tantangan utama industri saat ini pada umumnya adalah adanya kecenderungan
penurunan daya saing. Penyebabnya adalah peningkatan biaya ekonomi, persaingan global
dan belum memadainya layanan secara umum. Tantangan berikutnya adalah kelemahan
struktural seperti lemahnya keterkaitan antara industri besar dengan industri kecil, belum
terbangunnya  klaster yang saling mendukung, keterbatasan industri berteknologi tinggi,
kesenjangan kemampuan ekonomi antar daerah, dan ketergantungan beberapa komoditi
tertentu. Oleh karena itu pelaksanaan pembangunan industri harus dilakukan secara 
terintegrasi dengan pengembangan sektor ekonomi lainnya, seperti pertanian, energi,
sumber daya mineral, kehutanan, kelautan, pendidikan, riset, perdangangan termasuk
melakukan koordinasi penanaman modalnk minvestasi di sektor industri. Oleh karenanya
dukungan dan partisipasi seluruh pihak terkait sangat menentukan keberhasilan
pembangunan sektor industri.
Dengan memperhatikan permasalahan tersebut,  maka pembangunan industri 
harus bersinergi dan dapat dilaksanakan melalui dua pendekatan. Pertama, pendekatan top
down, yaitu pembangunan industri yang direncanakan (by design) dengan memperhatikan
prioritas yang ditentukan secara nasional dan diikuti oleh partisipasi daerah.Kedua,
pendekatan bottom up, yaitu  melalui penetapan kompetensi inti yang merupakan
keunggulan daerah sehingga memiliki daya saing. Kedua pendekatan tersebut dapat
dilakukan dengan pengembangan kompetensi inti.
Kompetensi inti merupakan sekumpulan sumberdaya dan kemampuan  organisasi
yang memiliki keunikan tinggi yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Keunikan yang
dimiliki  dapat mempertajam keunggulan komoditi daerah.
Hal terpenting yang harus dilakukan dalam pengembangan kompetensi inti adalah
pemetaan rantai nilai (value chain) yang merupakan sekumpulan kegiatan yang terjadi
pada setiap pelaku usaha yang terkait. Berikut ini adalah pemetaan eksisting komoditas
unggulan Kabupaten Magelang:

One Village One Product 45


0. Rantai Nilai Komoditas Nira / Gula Merah
Salah satu sektor andalan yang dapat dikembangkan dalam kegitan ekonomi
pedesaan di Di Indonesia adalah sektor pertanian-perkebunan. Pertumbuhan pada
sektor ini dinilai positif dan terjaga konsistensinya sehingga akan berpengaruh besar
terhadap laju pertumbuhan ekonomi nasional. Salah satu subsektor pertanian yang
cukup penting dan menjadi bukti nyata akan kekayaan alam Indonesia adalah
subsektor perkebunan yang hingga saat ini masih menjadi sumber penghidupan bagi
sebagian penduduk Indonesia yang bermata pencaharian sebagai petani. Salah satu
komoditas subsektor perkebunan yang memberikan konstribusi yang cukup besar
bagi pendapatan petani adalah gula.
Pada beberapa daerah produksi gula, terutama gula kelapa tidak hanya
dipasarkan di dalam negeri meskipun kebutuhan nasional belum terpenuhi. Namun
sudah ada yang diekspor ke Singapura, Jepang, Korea, Belanda, Jerman, Timur
Tengah dan AS. Pemanfaatan gula kelapa sebagai bumbu masakan yang selalu dicari
menjadikan home industri gula kelapa di beberapa daerah tidak pernah sepi dari
permintaan.
Ditambah lagi dengan adanya globalisasi dan otonomi daerah membawa sebuah
konsekuensi logis bahwa tingkat persaingan semakin tajam, baik di tingkat regional,
nasional, dan internasional. Untuk itu daerah dituntut untuk lebih meningkatkan
potensi-potensi yang dimilikinya dalam rangka peningkatan perekonomian dan daya
saing daerah tersebut.
Tanaman pohon kelapa di Kabupaten Magelang hampir memenuhi setiap
hamparan tanah kosong, sehingga berdasarkan pemetakan Disperinkop dan UMKM
kabupaten Magelang, sebaran industri gula kelapa hampir ada disetiap kecamatan di
Kabupaten Magelang. Dengan kata lain industri gula kelapa di kabupaten Magelang
merupakan potensi unggulan. Sebaran industri gula Merah di Kabupaten Magelang
cukup besar, antara lain kapasitas produksi di Srumbung, Tosan Gede, Kali Abu,
Bobot sari, Borobudur dll. Mengan kapasitasproduksi mencapai 500kg/ hari.
Di kecamatan Candimulyo, terutama di desa Trenten hampir 98% penduduknya
terlibat dalam bisnis olahan gula merah ini. Kapasitas produksinya mencapai 500 ton
dengan 5 (lima) Kelompok tani. Untuk saat ini selain produksi gula yang dihasilkan
dalam bentuk gula cetak, namun juga sudah mulai dikembangkan menjadi gula
semut. Beberapa gula semut dari kabupaten magelang telah dipasarkan ke Canada
dan Jepang serta Amerika untuk yang organik melalui jasa importir di Kulon Progo.
One Village One Product 46
Beberapa Permasalahan
a. Aspek Pemodalan
Kendala utama yang sering dihadapi oleh para pengrajin gula, pada
umumnya adalah masalah pendanaan. Kondisi ini sebagaimana yang dialami
oleh para pengrajin pada umumnya, sehingga menjdi kendala untuk
pengembangan usahanya.Kketerbatasan modal juga akan berakibat pada
keterbatasan teknologi, seperti diakui juga oleh pegiat gula semut di Ringin
Putih Borobudur salah satunya. Karena keterbatas teknologi, maka untuk proses
lebih lanjut harus bermitra dengan sebuah CV di Kulonprogo untuk urusan
pengemasan.
b. Pengelolaan hasil panen
Pengelolaan hasil panen nira , pada umumnya masih dilakukan sendiri-
sendiri, hal tersebut tentu akan menimbulkan biaya produksi yang cukup besar
pula. Pengelolaan proses produksi pada umumnya juga masih dilakukan secara
tradisional seperti yang dilakukan para pendahulu mereka. Aspek kebersihan
juga masih belum menjadi perioritas, sehingga tidak jarang menghasilkan
produk gagal “gulo kethokan”
Kesulitan juga dirasakan untuk teknologi pengelahan pada musim
penghujan, yang sering tercampunya nira dengan air hujan, sehingga selain
menimbulkan biaya tinggi unti untuk proses pemasakan, tapi juga sering
menimbulkan mengakibatkan mutu gula menjadi rendah
c. Teknologi
Penggunaan teknologi pengolahan gula kelapa terutama di desa Trenten
masih sangat tradisional, sehingga tidak effisien dalam penggunaan bahan
bakar. Teknologi pengeringan masih menjadi kendala terutama untuk musim
penghujan. Demikan juga untuk pengemasan dan desain kemasannya.

Rantai nilai Nira dan Olahan Gula Merah


Berikut diilustrasikan Value chain atau rantai nilai untuk komoditas
unggulan di Desa Trenten Candimulyo Magelang, yang diawali dari proses produksi
hingga pemasarannya.

One Village One Product 47


Tabel 5.1. Rantai nilai proses (proses Utama)
Pemasaran,
Proses
Logistik Masuk Operasi Logistik Keluar Penjualan dan
Utama
Pelayanan
(1) (2) (3) (4) (5)
Aktivitas - Persiapan dan kebersihan Pengiriman gula Pemasaran gula
    Penanaman dan peralatan cetak, dan atau cetak ke pasar
Pemeliharaan
dan Budidaya - Pengolahan Pasca panen bahan setengah regional,
- Pengolahan nira kelapa jadi untuk pengiriman gula
pohon kelapa diproses menjadi semut ditingkat
    Penderesan menjadi Gula cetak dan
gula semut gula semut regional maupun
(pengambilan (ke pengepul) nasional
nira)
Sumber Daya, - Lahan dan    penderesan dilakukan pada Pengiriman Gula cetak
Kapabilitas / iklim yang calon buah (bunga dilakukan didistribusikan ke;
Kompetensi mendukung manggar) dengan cara menggunakan pasar dalam negeri
penanaman memotong dan jasa transportasi Pengepul dan
pohon kelapa menampung cairan (nira) pengecer
- Komoditas pada bumbung
kelapa    penderesan pada gula semut
diusahakan oleh umumnyab dulakukan dua
masyarakat
dipasarkan ke
kali, tiap pagi dan sore
- Budidaya hari pengepul, dan
tanaman kelapa    Pencucian/kebersihan atau pesanan.
dilaksanakan bumbung mutlak
sejak jaman diperlukan untuk
dulu mencegah keasaman
- Penderesan    pengolahan /pemasakan
dilakukan hingga menghasilkan
setiap hari dua jenang gula yang siap
kali cetak
- Perawatan dan    pencetakan jenag kedalam
pemeliharaan cetakan (tempurung
yang cukup kelapa/bambu) untuk gula
mudah, dengan cetak
intuisi dan    Pendinginan jenang gula
pendampingan kelapa untuk persiapan
distanbun gulakelapa.
   pengayakan dan
pengeringan
   Proses engemasan.

One Village One Product 48


Gambar 5.1. Diagram Alir Proses Pembuatan Gula Merah dan Pengembangannya

Tabel 2.1. Rantai Nilai Pengolahan Kopi (Proses Pendukung)


Pemasaran,
Proses Logistik
Logistik Masuk Operasi Penjualan dan
Pendukung Keluar
Pelayanan
(1) (2) (3) (4) (5)
Infrastruktur Tersedia akses jalan Terdapat
kampung yang cukup jaringan
memadahi untuk sarana jalan dan
transportasi pemasaran transportasi
dan juga untuk yang
transportasi bahan baku memadai.
dan bahan pendukung
lainnya

Sumber Daya  SDM berasal dari Terdapat Terdapat hubungan


manusia desa setempat yang fasilitas kerjasama dengan
didukung Pelatihan institusi, SKPD, LPT
pengalaman secara dan Bintek
turun temurun dari Dinas
 Kemampuan
menderes
merupakan
kemampuan
warisan
 Kemampuan proses
produksi sudah
diajarkan oleh para
pendahulu

One Village One Product 49


Pemasaran,
Proses Logistik
Logistik Masuk Operasi Penjualan dan
Pendukung Keluar
Pelayanan
(1) (2) (3) (4) (5)
 Kemampuan
manajerial dan
teknis lainnya
diperlukan Bintek

Pengembangan - Terdapat kelompok - Ada koordinasi


tani kerja pada lembaga
- Terdapat kegiatan yang dikelola
pembinaan dari - Terdapat
pemerintah pembagian tugas
sesuai fungsi
- terdapat embrio Badan
masing-masing
Usaha Milik Desa
- Ada catatan
pembukuan khusus
kelompok

Pengadaan    selama ini pengadaan Peralatan diperoleh


bibit untuk budidaya dengan cara
masih dilakukan secara membeli
individual belum
tergabung dalam
kelompok.
   Ketersediaan pupuk
dan peralatan dapat
diperoleh dengan cara
membeli

Kapasitas & Terdapat pembinaan dan Proses pengolahan Proses lanjut menjadi
Kapabilitas peningkatan kepasitas dan pemasarannya olahan gula semut,
Pemerintah produksi gula merah di didampingi oleh sebagian sudah
Daerah Candimulyo Dinas perindustrian menjalin kemiteraan
koperasi dan
UMKM kabupaten
Magelang

One Village One Product 50


Gambar 5.1. Rantai pemasaran gula cetak
1. Rantai Komoditas Kopi
Tanaman Kopi di Kabupaten Magelang telah ada sejak turun temurun dan
sebagian tetap bertahan hingga saat ini dan pada beberapa wilayah di Kabupaten
Magelang telah menjadi potensi unggulan sehingga terus dikembangkan karena
keberadaannya disinyalir telah mampu meningkatkan perekonomian masyarakat
terutama di Desa Ngrancah dan Losari, Kecamatan Grabag Kabupaten Magelang.
Kabupaten Magelang secara geografis memiliki kesesuaian lahan untuk
budidaya tanaman kopi. Dilihat dari sebarannya hampir setiap kecamatan di
Kabupaten Magelang dapat ditanami dengan pohon kopi. Di Kecamatan Grabag,
terdapat budidaya tanaman kopi yang dilakukan masyarakat dengan luas lahan lebih
dari 100 hektar.
Produksi kopi di Kabupaten Magelang cukup besar, total produksi kopi di rata-
rata  ------- ton per tahun, dengan produksi jenis kopi robusta, Arabica. Hasil kopi
tersebut sebagian diproses dan sebagian lagi dikirim ke Kabupaten Temanggung
dalam bentuk bahan baku.
Sama halnya seperti produk olahan pangan yang kualitasnya ditentukan sejak
pemilihan bahan baku, pengolahan hingga pada pengemasan (konsep HACCP).
Sedang pada kualitas kopi pada umumnya ditentukan  semenjak tanam, proses
pemanenan hingga proses pasca panen. Kualitas kopi juga tergantung pada adanya
naungan. Naungan yang diperlukan adalah tanaman pelindung. Tanaman pelindung
berfungsi mengikat Nitrogen (N) pada akar, dimana daun-daun tanaman pelindung
yang gugur berfungsi meningkatkan kandungan nitrogen tanah. Selain itu tanaman
pelindung ini diperlukan untuk mengatur intensitas cahaya matahari. Karena bila
tanaman kopi kurang mendapat cahaya, maka tanaman kopi tidak akan berbunga dan
tidak membentuk cabang yang banyak. Biasanya tanaman pelindung untuk budidaya
tanaman kopi adalah albasia. Peluang pengusahaan kopi sangat terbuka, karena tata
niaga kopi saat ini bebas dari kuota sementara permintaan kopi dunia meningkat.

Beberapa Permasalahan
a. Aspek Pemodalan
Aspek modal seringkali mejadi kedali bagi pelaku usaha, apapun termasuk dalam
menjalankan usaha kopi. Keterbatasan modal memungkinkan sebagian masyarakat
petani terpaksa memetik kopi belum sepenuhnya matang (petik hijau). Sehingga

One Village One Product 51


dalam kondisi yang demikian, biji kopi yang dihasilkan akan memiliki mutu
kurang baik.. Keterbatasan modal ini menyebabkan para petani tidak dapat
menyimpan kopi dalam jangka waktu yang lama

b. Pengelolaan hasil pasca panen


Pengolahan kopi di Kabupaten Magelang pada umumnya masih dilakukan secara
tradisional. Proses penjemuran dan pengupasan  masih belum menggunakan alat-
alat yang standar. Akibanya biji kopi yang dihasilkan berpotensi untuk memiliki
nilai cacat  yang tinggi.
Proses pengolahan menjadi produk yang siap saji juga masih sangat sederhana,
yang dilakukan berdasarkan intuisi dari para pendahulu. Adopsi teknologi belum
diintroduksikan untuk petani. Di tingkat petani , kopi yang dipetik dan diolah
sebagian telah mulai dikembangkan menjadi kopi bubuk, dengan.........................
Industri kecil pengolahan kopi  di Kabupaten Magelang masih terbatas pada
pengolahan kopi bubuk, yang masih membutuhkan adanya pembinaan dan
penguatan pasar sehingga diharapkan akan muncul kopi spesifik khas Babupaten
Magelang, misalnya yang sajiannya di kolaborasikan dengan produk unggulan
lainnya, misalnya gula semut.

Rantai nilai
Tabel 5. Rantai Nilai Pengolahan Kopi (Proses Utama)
Pemasaran,
Proses Logistik
Logistik Masuk Operasi Penjualan dan
Utama Keluar
Pelayanan
(1) (2) (3) (4) (5)
Aktivitas    Pengolahan Pasca Pengiriman biji Pemasaran Biji
    Penanaman dan Budidaya panen kopi ke Kopi dan/atau
Tanaman Kopi    Pengolahan Biji eksportir Produk Kopi
    Pemetikan/Pemanenan Kopi menjadi kopi ditingkat
(petik merah) olahan regional maupun
nasional
Sumber Daya, - Lahan dan iklim yang    Pemilihan buah Pengiriman Biji Kopi yang
Kapabilitas mendukung penanaman yang dipanen, dilakukan dihasillkan
/Kompetensi kopi perlakuan sortasi menggunakan dijual ke luar
- Komoditas kopi buah basah, hanya jasa transportasi daerah
diusahakan dengan untuk buah kopi
perkebunan masyarakat yang berwarna
- Budidaya kopi sudah merah dan dalam
dilaksanakan sejak jaman keadaan segar
dulu    Pengupasan kulit
- Mayoritas yang buah
diusahakan adalah    Pencucian buah
kopi robusta Kopi arabica yang masih

One Village One Product 52


Pemasaran,
Proses Logistik
Logistik Masuk Operasi Penjualan dan
Utama Keluar
Pelayanan
(1) (2) (3) (4) (5)
mulai diusahakan, karena diselimuti lendir
nilai dan peluang eksport    Fermmentasi biji
yang tinggi kopi
- Pemetikan kopi dilakukan    Penyeringan biji
dengan persyaratan buah kopi dengan
keadaan memanfaatkan sinar
matang berwarna merah matahari dengan
dan segar. cara dijemur di
- Perawatan dan pemupukan lantai femur hingga
pohon kopi. mencapai kadar air
12.5%
   Terdapat kelompok-
kelompok tani.
   Pengolahan biji kopi
sudah mulai
diusahakan
ditingkat petani
   Proses pengolahan
dilakukan dengan
penyangraian
(roasting)
dan penggilingan
biji kopi (dry
fermented menjadi
kopi bubuk.

Rantai nilai Industri Pengolahan Kopi


Tabel 2.1. Rantai Nilai Pengolahan Kopi (Proses Pendukung)
Pemasaran,
Proses Logistik
Logistik Masuk Operasi Penjualan dan
Pendukung Keluar
Pelayanan
(1) (2) (3) (4) (5)
Infrastruktur Terdapatnya jaringan Terdapat
jalan dan jaringan
transportasi untuk jalan dan
diperolehnya transportasi
bahan baku dari dalam yang
dan dari luar daerah memadai.

Sumber Daya    SDM berasal dari Terdapat Terdapat hubungan


manusia desa-desa yang fasilitas kerjasama dengan
mengembangkan transportasi eksportir
tanaman kopi
   Kemampuan
penanaman dan
budidaya kopi sudah
tumbuh sejak jaman
dulu

Pengembangan    Terdapat kelompok Terdapat perwakilan


tani Asosiasi Eksportir

One Village One Product 53


Pemasaran,
Proses Logistik
Logistik Masuk Operasi Penjualan dan
Pendukung Keluar
Pelayanan
(1) (2) (3) (4) (5)
   Terdapat kegiatan Kopi Indonesia,
pembinaan dari yang
pemerintah mensosialisasikan
   Terdapat sekolah pemrosesan kopi dan
penyuluh standarisasi secara
aktif

Pengadaan    Bibit kopi diperoleh Peralatan diperoleh


dengan cara melakukan dengan cara
pembibitan secara membeli
mandiri didalam
kelompok tani maupun
melalui bantuan
pemerintah kabupaten
Temanggung, melalui
Disbunhut
   Ketersediaan pupuk
dan peralatan dapat
diperoleh dengan cara
membeli

Kapasitas & Terdapat pembinaan dan Proses pengolahan Ekspor kopi


Kapabilitas peningkatan kepasitas dan pemasaran kopi Temanggung
Pemerintah produksi kopi bubuk diprakarsai oleh
Daerah Temanggung dikembangkan dan Pemerintah Kabupaten
disosialisasikan oleh Temanggung guna
AEKI, kelompok meningkatkan prospek
tani dan pemerintah pengembangan biji
kabupaten kopi
Temanggung

2. Rantai nilai Komoditas Olahan Ketela


Ketela pohon termasuk dalam lingkup tanaman umbi-umbian, yang memiliki
kandungan karbohidrat tinggi sehingga sejak dulu dijadikan makanan pokok setelah
padi dan jagung. Namun demikian komoditas tersebut di Kabupaten Magelang sudah
jarang dijadikan sebagai makan pokok, melainkan dideversifikasi menjadi berbagai
olahan pangan dalam bentuk aneka usaha industri makanan ringan berbasis singkong.
Namun eronisnya ditengah bergeliatnya industri makanan olahan berbasis
singkong tersebut ketersediaan singkong di Kabupaten Magelang belum dapat
mencukupi permintaan. Hingga saat ini pelaku usaha industri makanan ringan dengan
bahan dasar singkong yang ada di Kabupaten Magelang mengalami kesulitan dalam
memenuhi kebutuhan bahan bakunya. Permintaan produksi yang terus meningkat
sedangkan hasil produksi singkong dari petani Magelang dirasakan masih jauh dari

One Village One Product 54


harapan. Sehingga untuk mengatasi kebutuhan bahan baku usahanya, maka pelaku
usaha perlu mendatangkan produksi singkong dari luar daerah diantaranya dari
Kabupaten Purworejo, Kebumen, Temanggung dan wilayah kabupaten lainnya.
Dengan luas lahan yang ada, peningkatan produksi singkong dengan ekstensifikasi
atau penambahan lahan baru pun sulit untuk dilakukan mengingat singkong bukan
merupakan basis produksi utama pertanian di Kabupaten Magelang. Maka upaya yang
memungkinkan untuk dilakukan adalah peningkatan produksi dengan intensifikasi.
Yaitu suatu cara peningkatan produksi dengan mengoptimalkan produksi singkong
pada lahan singkong yang ada.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Magelang
melalui Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan (BPPKP) adalah dengan
perbaikan bibit dan teknik budidaya singkong. Untuk memperkenalkan varietas
singkong tersebut dan bagaimana teknik budidayanya maka dilaksanakan kegiatan
Demplot Komoditas Pertanian.
Salah satu jenis singkong yang diuji tingkat produktivitasnya adalah varietas
“Mekar Manik” yang dikelola oleh Lurah Seworan Bapak Berdasarkan hasil uji
lapangan melalui lahan percontohan tersebut menunjukan hasil yang
menggembirakan. Hasil panen singkong yang diperoleh bisa mencapai 20 kg/ pohon
sedangkan selama ini hasil panen yang diperoleh petani dengan varietas yang biasa
mereka tanam hanya bisa mencapai 8 – 10 kg/ pohon.

Rantai Nilai Olahan Pangan ‘Slondok”


Rantai nilai dalam kegiatan industri olahan ketela pohon diperoleh dari analisis
data primer dan skunder sehingga terjadi hubungan antara petani, produsen,
agroindustri keripik singkong, slondok, dan para agen, distributor.. sebagaimana
tersaji dalam diagram berikut.
Pedagang, pengumpul
Ketela

Petani Ketela Agro Industri Age, dan distributor Konsumen


Ketela Slondok Ketela Ketela

= Alur Pembayaran

= Alur Slondok

One Village One Product 55


Gambar 5.2. Rantai Nilai Industri Olahan Ketela

Rantai nilai pada industri olahan ketela di Kabupaten Magelang berawal dari
Petani yang menanam ketela dan menjualnya ke pedagang atau pengepul, atau bahkan
kepada pengrajin secara langsung. Ketela yang dibeli oleh produsen olahan ketela
akan di olah menjadi berbagai olahan ketela khususnya slondok.
Sedang ketela yang berhasil dikumpulkan oleh pengepul, selanjutnya akan
dijual ke sentra industri olahan ketela untuk selanjutnya diolah menjadi berbagai
olahan makanan ringan berbasis ketela. Selanjutnya akan diilustrasikan rantai nilai
agroindustri olahan makanan berbasis ketela sebagai berikut:
Tabel 5.5. Rantai Nilai Agroindustri Olahan Makanan Ringan Berbasis Ketela.

Pemasok 1 Pemasok 2 Pemasok 3


Peran Pelaku
(Petani) (Produsen) (Agen)
Bentuk Produk Ketela Slondok Slondok
Kemudahan menjual produk Mudah Mudah Mudah
Kapasitas Produk/hari n.a n.a n.a
Daya tawar harga dan mutu Seimbang Seimbang Seimbang
terhadap pembeli
Harga Produk Rp. 2000/kg Rp. 8000/kg Rp. 20.000-
25.000/kg
Keuntungan Sedang Sedang Sedang
Sistem Pembayaran Tunai Tunai Tempo
Metode Pembayaran Konvensional Konvensional Konvensional
Standar yang disukai pembeli Bagus, segar, baru
Masak, Renyah Gurih
Mentah, baru
Lembaga Pendukun usaha Pemerintah Pemerintah,
LPT,
Bentuk fasilitas lembaga Pinjaman modal, Pemodalan,
bintek,
pendukung usaha bibit, penyuluhan
pelatihan,
legalitas

Pada umumnya para pelaku usaha pengolahan makanan ringan berbasis ketela
menjalankan produksinya sesuai dengan musim, pada kondisi khusus seperti halnya
pada hari-hari lebaran atau liburan, maka permintaan akan meningkat tinggi, sedang
pada bulan-bulan tertentu misalnya pada bulan juni, kecenderungan produksi

One Village One Product 56


menurun. Hal tersebut disebabkan karena banyaknya kebutuhan yang lain yang harusn
dikeluarkan masyarakat misalnya untuk persiapan sekolah dan lain-lain.

Tabel 5. Rantai Nilai Pengolahan Ketela (Proses Utama)


Pemasaran,
Proses Logistik Penjualan
Logistik Masuk Operasi
Utama Keluar dan
Pelayanan
(1) (2) (3) (4) (5)
Aktivitas    Pengolahan Pasca Pengiriman Pemasaran
    Penanaman dan Budidaya panen olahan ketela ke melalui
Tanaman Ketela    Pengolahan aneka konsumen distributor,
    Pemetikan/Pemanenan olahan ketela pengepul, atau
langsung
Sumber Daya, - Lahan dan iklim yang - Pemilihan ketela Pengiriman Olahan ketela
Kapabilitas / mendukung penanaman yang dipanen, dilakukan yang
Kompetensi ketela perlakuan sortasi menggunakan dihasillkan
- Komoditas ketela ketela yang baik jasa transportasi dijual ke luar
diusahakan dengan dalam mutu, tua, dan daerah
perkebunan masyarakat segar
- Budidaya ketela sudah - Pengupasan kulit
dilaksanakan sejak jaman buah
dulu - Pencucian ketela
- Ketela yang dibudidayakan terhadap tanah, dan
untuk kabupaten Magelang yang masih
adalah pengembangan diselimuti lendir
varietas unggul jenis - Penggilingan ketela
“Mekar Manik” - Perebusan adonan
- Pemanenan dilakukan ketela
dengan persyaratan ketela - Permentasi Adonan
dalam keadaan - Pencetakan dan
sudah cukup tua. perebusan
- Perawatan dan pemupukan - Pengeringan dengan
pohon ketela memanfaatkan sinar
matahari dengan cara
dijemur di lantai
femur hingga
mencapai kadar air
12.5%
- Sudahterbentuk
kelompok dan sudah
dapat bekerja
sabagaimana
tupoksinya meskipun
belum sempurna

One Village One Product 57


3. Rantai Nilai Komoditas Salak
Agribisnis salak memiliki prospek pengembangan yang baik dan mampu
menjadi tumpuan bagi petani dan pelaku usaha terkait. Salak tidak lagi hanya
menjadi komoditas sampingan melainkan telah berkembang menjadi usaha bisnis
yang berorientasi profit yang berkesinambungan.
Kebutuhan akan pengembangan agribisnis salak dalam skala usaha yang
besar merupakan suatu tantangan yang perlu dijawab dengan penyediaan
infrastruktur dan teknologi yang sangat memadai. Kondisi ini merupakan
peluang dibukanya akses modal yang sangat besar untuk menghasilkan salak yang
berorientasi pasar dinamis.
Model pengembangan salak berbasis kebutuhan pasar dan
berorientasi investasi perlu dilakukan untuk menstimulasi pertumbuhan
produksi, peningkatan mutu dan perluasan pasar. Salah satu sentra dengan
prEFArensi peningkatan produksi dan mutu yang berorientasi pasar dan investasi
adalah kawasan salak yang ada di Kabupaten Magelang, salah satunya di
kecamatan Srumbung, di Desa Ngablak. Meskipun budi daya tanaman salak ini sudah
menyebar keseluruh kecamatan di kabupaten Magelang bahkan di beberapa kabupaten
yang lain.
Secara sederhana rantai nilai salak dapat diilustrasikan sebagai berikut;

One Village One Product 58


Gambar 5.4. Rantai nilai Salak di tingkat Petani di Srumbung Magelang
Diwilayah Srumbung, salak hasil panen dijual sebagai buah segar dan
sebagian juga diproduksi menjadi berbagai olahan berbasis salak. Berbagai
pertimbangan diantaranya adalah para petani cukup merasa untung apabila nilai jual
salak segar menurun sebagai akibat dari over stock, sehingga perlu meningkatkan nilai
ekonomi buah salak tersebut dengan cara mengolah pasca panen.
Produsen keripik salak misalnya, akan mencari salak yang sesuai dengan
kualitas, harga salak serta biaya produksi. Apabila petani salak hanya
mempertimbangkan seberapa marjin apabila menjual sebagai buah kepada tengkulak
atau produsen keripik, maka produsen harus mempertimbangkan kualitas, harga, biaya
produksi dan marjin apabila dijual. Menguntungkan atau tidak bagi produsen jauh
lebih kompleks dibandingkan petani salak, mengingat resiko menanam salak lebih
kecil dibandingkan menanam tanaman lain di lahan mereka. Penanaman salak mahal
pada saat pertama kali menanam atau biaya set-up besar. Perilaku pelaku dalam rantai
pasok sangat bergantung pada rantai nilai salak yang tergantung pada ketersediaan
salak sepanjang tahun. Masa panen buah salak berkisar antara 2 hingga 3 tahun sejak
masa tanam.
Dalam sistem Agroindustri, biasanya petani yang sukses adalah yang sekaligus
berperan sebagai tengkulak atau pengepul. Posisi sebagai pengepul memungkinkan
petani mengerti dinamika harga. Namun, seorang pengusaha pertanian dapat berperan
sebagai petani, pengepul maupun produsen hasil olahan sekaligus, sehingga ia bisa

One Village One Product 59


menentukan kapan menjual komoditas segar maupun kapan ia harus memproduksi.
Pada saat surplus salak yang biasanya diikuti dengan penurunan harga sesuai dengan
hukum supply demand ekonomis ia dapat memproduksi salak dengan grade rendah
menjadi produk olahan. Sebaliknya pada saat minus salak, yang biasanya diikuti
penurunan harga, pengusaha dapat menjual produk segar. Perspektif ini merupakan
perspektif hulu pertanian. Sedangkan perspektif permintaan hasil pertanian harus
mempertimbangkan permintaan puncak dan permintaan rendah produk olahan.

Beberapa Permasalahan
1) Aspek Pemodalan
Seperti halnya petani yang lain, petani salak di Srumbung juga sering mengatakan
bahwa modal seringkali menjadi kendla dalam bisnis mereka. Sehingga mereka
dapat saja dipermainkan harga oleh bandar besar terkait dengan penentuan harga
salak. Seringkali petani tidak berkutik menghadapi permainan tersebut sehingga
cenderung merugi. Banyak diantara petani yang tidak bisa menentukan harga
salak sendiri, sehingga harus mengikuti harha yang ditentukan distributor.
Kalaupun harus dilakukan pengolahan pada pasca panennya seringkali mereka
juga terkendala dengan modal untuk memulai usahanya.
2) Aspek Sumber Daya Manusia
Dilihat dari sumberdaya terutama untuk ketersediaan salak, di Srumbung hampir
tidak ada masalah dengan stock salak. Untuk peningkatan nilai ekonomi salak,
banyak diantara petani yang saat ini sudah memulai untuk memproses salak
menjadi berbagai olahan makanan. Namun rata-rata mereka masih terkendala
dengan ketrampilan dan manajemen usaha.
3) Aspek Teknologi
Peningkatan nilai jual salak tidak saja dilakukan melalui pengolahan salak menjadi
berbagai jenis olahan, namun juga terletak pada bagai mana mengemas produk
tersebut. Pada saat ini kemasan masih sangat sederhana dan monoton. Sehingga
dioerlukan beberapa adopsi tenologi untuk dapat menyajikan sistem kemasan yang
baik, menarik dan sehat. Teknologi pengolahan dan kemasan sangat dibutuhkan
untuk meningkatkan nilai jual salak.

One Village One Product 60


Rantai nilai salak
Pemasaran,
Proses Utama Logistik Masuk Operasi Logistik Keluar Penjualan dan
Pelayanan
(1) (2) (3) (4) (5)
Aktivitas    Pengolahan Pasca Pengiriman Pemasaran
    Penanaman dan Budidaya panen olahan salak ke melalui
Tanaman Salak    Pengolahan aneka pasar dan distributor,
    Pemetikan/Pemanenan olahan salak konsumen pengepul, atau
langsung
Sumber Daya, - Lahan dan iklim yang - Pemilihan salak Pengiriman Olahan Salak
Kapabilitas mendukung penanaman yang dipanen, dilakukan yang
/Kompetensi salak perlakuan sortasi menggunakan dihasillkan
- Komoditas salak diusahakan (Grading) yang jasa transportasi dijual ke luar
dengan perkebunan baik dalam mutu daerah
masyarakat sesuai grad
- Budidaya Salak sudah -
dilaksanakan sejak jaman Untuk olahan
dulu meskipun sekarang iperlukan
sudah dengan perbaikan
varietas - Pengupasan kulit
- Salak yang dikembangkan buah
antara lain, salak madu, salak - Pencucian dan
Lumut dan salak pondoh penggilingan
- Pemanenan dilakukan salak, atau
dengan persyaratan salak pengirisan
dalam keadaan - Pengolahan sesuai
sudah cukup tua. kebutuhan
- Perawatan dan penyiangan - Pengemasan
calon buah serta pemupukan Untuk dijual
segar
- Pembersihan dan
pengemasan

4. Rantai nilai Komoditas Batu Alam


Salah satu hal yang menarik dari Kabupaten Magelang selain candi Borobudur
adalah industri kreatif pahat batu. Kegiatan tersebut sudah berlangsung cukup lama,
sebagian besar orang di sana bilang, sentra ini sudah ada sejak zaman orangtua
mereka. Padahal, usia para pemahat batu saat ini tak terbilang muda lagi.Hampir satu
abad kegiatan tersebut dilakukan dan saat ini sudah berkembang tidak saja sebatas
pahat batu tetapi juga keolahan yang lebih modern dengan menggunakan mesin-mesin
yang modern pula.
Warisan usaha turun temurun menjadi dasar mengapa seseorang atau
sekelompok orang menjalani kegiatan sebagai pelaku usaha industri kerajinan
tersebut. Kegiatan industri ini beraktivitas dalam suatu kelompok usaha yang
memiliki letak geografis berdekatan dan komoditas dan atau bahan yang dibuat sama,
yang sekarang disebut dengan Sentra Industri kerajinan pahat batu. Karena usaha yang

One Village One Product 61


turun temurun inilah, ditambah perilaku dan budaya masyarakat setempat yang
mayoritas sama yang membuat sentra industri kecil pada umumnya stagnan. Namun
demikian industri ini tetap konsisten dengan keunikannya, yang jarang ditemukan di
luar daerah.
Permasalahan
Beberapa permasalahan yang menyebabkan stagnannya beberapa industri
kerajinan ini adalah, karena melibatkan pihak-pihak dari hulu ke hilir, dimana pelaku
usaha dalam sentra industri kecil menjadi pihak yang paling tertekan. Berdasarkan
dept interview, hampir setiap pelaku usaha memiliki kondisi yang hampir seragam :
tak bisa menaikkan harga ke pedagang pengepul produk sentra tersebut, tapi mereka
juga tidak memiliki pilihan lain selain menerima apa adanya. Selain pada harga,
keterbatasan batu alam juga menjadi kendala bagi para pengrajin, sehingga mereka
memerlukan solusi untuk permasalahan tersebut. Masalah lokasi juga menjadi hal
yang penting bagi para pengrajin, rata-rata mereka menginginkan untuk di akomodasi
dan di buatkan lahan yang khusus, sehingga dampak sisial yang ditimbulkan tidah
sebesar saat ini berkaitan denga limbah industri, kebisingan dan pencemaran lainnya

One Village One Product 62


5. Rantai nilai Komoditas Sapu Rayung
Sentra kerajinan Sapu Rayung berpusat di Dusun Keprekan, Desa Bojong,
Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang. Industri Sapu Rayung telah berkembang
pesat sejak lama. Sapu rayung merupakan jenis sapu yang memiliki warna kuning
kecokelatan dengan pegangan sapu terbuat dari bambu. Rayung merupakan tangkai
pelepah rumput gelagah. Jenis sapu ini memiliki kesan etnik karena bentuknya yang
menarik. Dalam setahun kapasitas produksi Desa Bojong mampu menghasilkan
hingga 1.438.340 buah sapu yang kemudian didistribusikan ke seluruh Indonesia
hingga ke mancanegara seperti Jepang, Korea, China, dan masih banyak negara yang
menjadi komoditas ekspor Sapu Rayung lainnya. (www.SapuRayung
MungkidMagelang.com).
UKM kerajinan Sapu Rayung yang berada di Desa Bojong, Kecamatan
Mungkid, Kabupaten Magelang tersebut telah diusulkan menjadi salah satu komoditi
unggulan daerah Kabupaten Magelang. Pertumbuhan kerajinan Sapu Rayung di
Magelang memang sedang dalam tahap perkembangan yang lebih maju, beberapa
UKM kerajinan sapu rayung dalam pengembangan operasional kinerjanya
menerapkan praktik Management Supply Chain seperti halnya melibatkan pemasok
sebagai mitra kerja dalam proses penyedia bahan baku, menjaga hubungan dengan
baik dengan konsumen untuk memberikan kepuasan layanan terhadap konsumen,
serta pengelolaan informasi terkait dengan pengembangan produk baik terhadap
pemasok maupun konsumen dan strategi bersaing untuk memenuhi standar kualitas
operasional dengan memberikan jaminan kualitas produk yang sesuai dengan pasar.
Pengrajin sapu rayung, M. Subandi merupakan salah satu pengekspor tetap
sapu rayung. Usahanya dengan nama SDM Bandi ini memiliki 20 orang karyawan
dan aktif menerima hasil produksi rumahan dari para warga di sekitar workshop-nya
yang beralamat di Keprekan Bojong, Mungkid Magelang.
Harga yang ditawarkan beragam, misalnya saja untuk sapu rayung tangan
berukuran kecil yang biasa digunakan untuk membersihkan mobil dijual dengan harga
Rp 2.500 per pcs, sapu rayung sedang Rp 5.000 per pcs, sapu rayung besar antara Rp
8.000 – Rp 10.000 per pcs. Pembelian dalam jumlah banyak atau minimal satu lusin
akan mendapatkan potongan harga hingga 10% dari total pembelian.

One Village One Product 63


Beberapa Permasalahan
Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh perajin sapu rayung, diantaranya
adalah:
Lemahnya mata rantai produksi hulu – on farm - hilir
Tingginya permintaan (demand) sapu rayung baik skala regional, maupun
nasional, menuntut pengusaha untuk lebih profesional dalam memenuhi permintaan.
Hal ini sangat tergantung pada beberapa hal dari kesiapan proses produksi, teknologi,
hingga ketersedian bahan baku. Diakui selama selama ini bahan baku dipenuhi dari
luar daearh. Bahan baku sapu rayung antara lain adalah bambu yang akan digunakan
sebagai gagang, bambu yang digunakan adalah bambu gondani yang didatangkan dari
luar daerah, terutama dari daerah Wonosobo. Sedangkan untuk kepala sapunya di
gunakan tangkai dari rumput gelagah yang telah di keringkan dan didatangkan dari
daerah Banyumas.
Tingginya permintaan produksi sapu rayung berbanding lurus dengan suply
bahan baku, yang menjadi masalah daerah sumber bahan baku, saat ini juga sudah
mengembangkan sendiri industri sapu rayung di daerahnya. Sehingga pasokan bahan
baku sapu rayung ke Kabupaten Magelang dapat menjadi terhambat dimasa yang akan
datang. Untuk itu perlu jaminan ketercukupan sarana produksi serta dukungan sarana
teknologi budidaya terutama dinas pertanian untuk menyediakan demplot-demplot
pengembangan dan budidaya komoditas pendukung tersebut.
Selain dukungan penguatan produksi terutama adopsi teknologi juga
memerlukan akses terhadap permodalan. Karena itu, masih sangat diperlukan
beberapa skim kredit berbunga ringan bagi pengrajin. Rendahnya teknologi produksi
untuk menghasilkan sistem produksi yang lebih efisien juga masih perlu diupayakan
One Village One Product 64
oleh lembaga-lembaga riset baik swasta maupun pemerintah. Selain itu, pemerintah
perlu menjamin insentif harga jual yang memadai terhadap produk yang dihasilkan
agar produsen lebih bergairah. Termasuk didalamnya adalah teknik pembukuan yang
belum dilakukan dengan baik.
Faktanya, sebagian besar pemilik industri kecil kerajinan sapu rayung di
Kabupaten Magelang tidak menyelenggarakan informasi akuntansi pada bisnisnya.
Selama ini sebagian besar perajin belum memisahkan keuangan usaha dan
rumah tangga sehingga kesulitan untuk memperoleh akses modal serta belum
membuku keuangan dengan benar.
Para pengusaha kecil tidak memiliki pengetahuan akuntansi, dan banyak
diantara mereka yang belum memahami pentingnya pencatatan dan pembukuan

One Village One Product 65


BAB VI.
IDENTIFIKASI DAN ANALISIS KOMPETENSI PRODUK UNGGULAN
DI KABUPATEN MAGELANG

A. Daftar Identifikasi Kompetensi dan Justifikasinya


Pengertian sektor unggulan pada dasarnya dikaitkan dengan suatu bentuk
perbandingan, baik itu perbandingan berskala internasional, regional maupun nasional.
Pada lingkup internasional, suatu sektor dikatakan unggul jika sektor tersebut mampu
bersaing dengan sektor yang sama dengan negara lain. Sedangkan pada lingkup nasional,
suatu sektor dapat dikategorikan sebagai sektor unggulan apabila sektor di wilayah
tertentu mampu bersaing dengan sektor yang sama yang dihasilkan oleh wilayah lain,
baik di pasar nasional ataupun domestik.

Penentuan sektor unggulan menjadi hal yang penting sebagai dasar perencanaan
pembangunan daerah sesuai era otonomi daerah saat ini, di mana daerah memiliki
kesempatan dan kewenangan untuk membuat kebijakan yang sesuai dengan potensi
daerah demi mempercepat pembangunan ekonomi daerah untuk peningkatan
kemakmuran masyarakat.

Manfaat mengetahui sektor unggulan, yaitu mampu memberikan indikasi bagi


perekonomian secara nasional dan regional.Sektor unggulan dipastikan memiliki potensi
lebih besar untuk tumbuh lebih cepat dibandingkan sektor lainnya dalam suatu daerah
terutama adanya faktor pendukung terhadap sektor unggulan tersebut yaitu akumulasi
modal, pertumbuhan tenaga kerja yang terserap, dan kemajuan teknologi (technological
progress). Penciptaan peluang investasi juga dapat dilakukan dengan memberdayakan
potensi sektor unggulan yang dimiliki oleh daerah yang bersangkutan. Dalam
pengembangan wilayah, pengembangan tidak dapat dilakukan serentak pada semua
sektor perekonomian akan tetapi diprioritaskan pada pengembangan sektorsektor
perekonomian yang potensi berkembangnya cukup besar. Karena sektor ini diharapkan
dapat tumbuh dan berkembang pesat yang akan merangsang sektor-sektor lain yang
terkait untuk berkembang mengimbangi perkembangan sektor potensial tersebut.
Perkembangan ekonomi suatu wilayah membangun suatu aktivitas perekonomian yang

One Village One Product 66


mampu tumbuh dengan pesat dan memiliki keterkaitan yang tinggi dengan sektor lain
sehingga membentuk forward linkage dan backward linkage. Pertumbuhan yang cepat
dari sektor potensial tersebut akan mendorong polarisasi dari unit-unit ekonomi lainnya
yang

Adapun justifikasi terhadap unsur-unsur kekuatan atau kompetensi tersebut


antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut:

Tabel 6.1. Variabel dan Skor Penentuan Keunggulan Produk Daerah

Variabel SKOR dan ARTINYA


Kekhasan/tingkat 0. Jika tidak khas, artinya produk industri tersebut
keunikan lokal dapat ditemuai dimanapun
1. Jika cukup khas, artinya produk tersebut dapat
dtemui di banyak daerah lain, namun demikian ada
karakter khusus produk yang khas dari Kabupaten
Magelang
2. Jika merupakan kekhasan produk kabupaten
Magelang, meskipun dapat ditemui juga di daerah
laen, tapi tetap ada karakter produk yang
membedakan dengan produk sejenis.
Asal bahan baku 0. Jika seluruhnya berasal dari luar kabupaten Magelang
produksi / industri 1. Jika sebagian besar berasal dari luar kabupaten
Magelang (>50%)
2. Jika sebagian besar berasal dari kabupaten Magelang
(>50%)
3. Jika secara keseluruhan berasal dari kabupaten
Magelang
Asal tenga kerja terutama 0. Jika seluruh tenaga kerjanya berasal dari luar
tenaga kerja langsung kabupaten Magelang
1. Jika sebagian besar berasal dari luar kabupaten
Magelang (>50%)
2. Jika sebagian besar berasal dari kabupaten Magelang
(>50%)
3. Jika secara keseluruhan tenaga kerjanya berasal dari

One Village One Product 67


Variabel SKOR dan ARTINYA
kabupaten Magelang (tenaga lokal)
Kaderisasi 0. Ketrampilan hanya dimiliki pekerja yang ada saat ini
ketrampilan/skill SDM saja dan tidak ada upaya kaderisasi ketrampilan
terutama untuk tenaga kepada tenaga kerja generasi berikutnya
kerja langsung 1. Ketrampilannya hanya dimiliki pekerja yang ada saat
ini namun telah ada upaya kaderisasi ketrampilan
pada tenaga kerja berikutnya, namun masih terbatas,
2. Terjadi kaderisasi dengan baik sehingga generasi
penerus dapat dengan mudah melanjutkan kegiatan
usaha
Inovasi Teknologi 0. Belum /tidak pernah ada inovasi teknologi dalam
Produksi proses produksi
1. Ada potensi/kemungkinan/rencana penggunan
teknologi/ inovasi-inovasi baru dalam produksi
2. Menggunakan teknologi dan atau inovasi-inovasi
baru dalam proses produksi
Kompbinasi SDM dan 0. Jika padat karya atau padat modal
kapital dalam proses 1. Jika relatif seimbang antara keduanya (mampu
produksi menyerap tenaga kerja sekaligus tetap bisa
memanfaatkan teknologi)
Keberadaan dan peran 0. Jika tidak atau belum ada paguyuban / koperasi /
kelembagan kelompok usaha / atau asosiasi yang menaunginya
1. Bila telah ada lembaga yang menaunginya akan tetapi
masih pasif dalam pelaksanaannya
2. Jika telah ada lembaga yang menaunginya dan sudah
dapat berjalan secara aktif
Ketersediaan pasar 0. Belum punya pasar
(sasaran pemasaran) 1. Sudah punya pasar, namun masih terbatas
2. Sudah memiliki pasar yang luas
Kemasan Produk 0. Belum terkemas
1. Terkemas, namun belum terdaftar (belum memiliki
nomor registrasi dari departemen kesehatan, BPOM

One Village One Product 68


Variabel SKOR dan ARTINYA
atau Dinkes, belum ada registrasi dari Dinas
Perindustrian dan perdagangan)
2. Terkemas dan sudah terdaftar (dilengkapi dengan
nomor registrasi dari departemen kesehatan, BPOM
atau Dinkes, belum ada registrasi dari Dinas
Perindustrian dan perdagangan)
Segmen Pasar 0. Hanya golongan tertentu (sangat sempit)
1. Golongan tertentu namun sedikit lebih luas
2. Semua golongan (luas)
Daya tawar pelaku 0. Produsen /pelaku industri adalah penerima (tidak
industri (produsen) di dapat menentukan) harga produks
pasar input 1. Memiliki daya tawar yang sama antara produsen dan
konsumen (harga input ditentukan bersama antara
pelaku industri dengan pembeli)
2. Produsen / pelaku industri adalah penentu harga input
Daya tawar produsen di 0. Produsen /pelaku industri adalah penerima (tidak
pasar output dapat menentukan) harga input produksi
1. Memiliki daya tawar yang sama antara produsen dan
konsumen (harga produk ditentukan bersama antara
pelaku industri dengan pembeli)
2. Produsen / pelaku industri adalah penentu harga
produk
Jumlah sektor hulu terkait 0. Tidak memiliki sektor hulu, artinya produk adalah
produk primer (hasil pertanian). Sesuai dengan
definisi/cakupan industri pengolahan, maka sektor
industri minimal akan memiliki satu sektor hulu,
yaitu sektor pertanian
...... diisi angka sesuai dengan berapa banyak sektor
hulunya
Jumlah sektor hilir terkait 0. Tidak memiliki sektor hilir, produk langsung
dinikmati konsumen akhir, tanpa perantaan pihak
lain, misalnya pelaku sektor perdagangan

One Village One Product 69


Variabel SKOR dan ARTINYA
...... diisi angka sesuai dengan berapa banyak sektor
hilirnya

Kriteria Penilaian
Data dan informasi yang diperlukan dalam pennetuan keungulan daerah diperoleh
melalui focus group discussion (FGD) yang melibatkan pemerintah daerah, terutama
SKPD terkait, UMKM dalam hal ini pelaku bisnis, baik pemilik maupun pekerja, serta
perguruan tinggi di Kabupaten Magelang. Data yang terkumpul selanjutnya diolah
dengan metode Analitycal Hierarchy Process (AHP) sebagaimana yang dikemukakan
oleh Saaty (1983). Adapun tahapan yang dilakukan adalah meminta peserta
mengidentifikasi kompetensi inti daerah dan selanjutnya mengisi kuesioner yang
berkaitan dengan Penetapan Bobot Kepentingan Indikator (Expert Judgement) dan
kuesioner yang berkaitan dengan Persepsi Pelaku Usaha.

Kriteria produk unggulan yang memiliki peluang bersaing mencakup


sejumlah aspek yaitu (Deperindag, 2008): (1) Kandungan lokal yang memiliki
cukup menonjol dan inovatif baik sektor agribisnis, industri maupun jasa; (2)
Memiliki daya saing tinggi dipasaran, baik ciri, kualitas maupun harga yang kompetitif,
serta jangkauan pemasaran yang luas baik lokal, nasional maupun global; (3)
Mempunyai ciri khas daerah karena melibatkan masyarakat (tenaga kerja
setempat); (4) Mempunyai jaminan dan kandungan bahan baku lokal yang cukup
banyak dan berkelanjutan; (5) Difokuskan pada produk yang memiliki "nilai tambah
tinggi" (kemasan dan pengolahannya); (6) Secara ekonomi menguntungkan dan
bermanfaat untuk meningkatkan dan bermanfaat untuk meningkatkan pendapatan dan
kemampuan sember daya, manusia dan masyarakat; dan (7) Rumah lingkungan (tidak
merusak lingkungan) serta tidak merusak budaya setempat.

Semua kompetensi inti daerah yang diinventarisir selanjutnya ditetapkan bobot


kepentingan indikatornya dan persepsi pelaku usaha sesuai dengan tujuh aspek di atas.
Selanjutnya komoditas dengan skor bobot tertinggi ditetapkan sebagai kompetensi inti
daerah.
Untuk memudahkan dalam penentuan kompetensi inti daerah, analisis digunakan
dengan mengunakan Expert choise. Expert Choice adalah sebuah perangkat lunak yang

One Village One Product 70


mendukung collaborative decision dan sistem perangkat keras yang memfasilitasi grup
pembuatan keputusan yang lebih efisien, analitis, dan yang dapat dibenarkan.

B. Identifikasi Produk Unggulan

Identifikasi terhadap produk unggulan Kabupaten Magelang dilakukan untuk


mengetahui potensi ekonomi lokal yang berdaya saing sebagai penyokong pertumbuhan
ekonomi wilayah, sebagaimana tujuan pengembangan UMKM di Kabupaten Magelang.
Prioritasi pada kegiatan identifikasi ini menggunakan metode pembobotan (skoring)
dengan kriteria-kriteria evaluasi yang dibangun berdasarkan hasil Focus Group
Discussion baik dengan pelaku maupun stakeholder. Aspek kajian pembobotan mengacu
pada Petunjuk Teknis Sertifikasi, Pembinaan dan Penghargaan Produk OVOP,
Kementerian Perindustrian. Republik Indonesia tentang Penilaian keunggulan daerah
Produk-produk lokal yang menjadi Produk Unggulan di Kabupaten Magelang
merupakan produk-produk yang memiliki karakteristik ekonomi lokal yang paling besar.
Adapun penilaian skor tertinggi untuk produk-produk berciri ekonomi lokal, antara lain
produk yang 1) Diusahakan/dibudidayakan oleh masyarakat Magelang, 2) Menggunakan
bahan baku dari wilayah lokal Magelang, 3) Memiliki keunikan, 4) Memiliki konstribusi
Sosial, 5) Memiliki potensi pasar dan Berkelanjutan.
Berdasarkan hasil identifikasi dan small group discussion dengan jajaran Dinas
Perindustrian koperasi dan UMKM, ditetapkan UMKM unggulan Kabupaten Magelang
hasil penilaian peringkat produk unggulan Kabupaten Magelang sebagaimana
ditunjukkan dalam tabel 6.2,

Tabel 6.2. Peringkat Produk Unggulan Kabupaten Magelang Berbasis OVOP


VARIABEL JUMLAH
NO KOMODITAS LOKASI RANGKING
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 NILAI
1 KERAJINAN BATU Tamanagung Muntilan 3 4 4 2 2 3 3 1 3 3 2 1 31 1
2 SLONDOK Sumurarum Grabag 3 2 4 2 2 3 3 3 3 3 1 2 31 1
3 GULA SEMUT Bateh Candimulyo 2 4 4 1 2 3 2 3 2 2 1 3 29 2
4 OLAHAN PEPAYA Borobudur 3 4 4 1 2 1 3 3 1 2 1 3 28 3
5 KERAJINAN BAMBU Kab. Magelang 2 2 4 2 2 3 3 1 3 2 1 3 28 3
6 OLAHAN SALAK Ngablak Srumbung 2 4 4 1 2 2 3 2 1 2 1 3 27 4
7 OLAHAN KOPI Ngrancah Losari 1 4 3 2 2 2 2 3 3 1 1 3 27 4
Grabag
8 SAPU RAYUNG Bojong Mungkid 2 1 4 2 2 2 3 1 2 3 1 3 26 5
9 KERAJINAN KAYU DAN Pucang Secang 3 2 4 1 2 2 3 1 3 2 1 1 25 6
TANDUK
Sumber: Data yang diolah

One Village One Product 71


Variabel Penilaian:
1. Kekhasan/keunikan 7. Ketersediaan Pasar
2. Bahan Baku 8. Packaging
3. Ketrampilan Tenaga kerja 9. Inovasi dan adopsi Teknologi
4. Sumber daya Manusia 10. Segmen Pasar
5. Nilai Tambah Sosial 11. Daya Tawar
6. Dukungan dan Kebijakan Pemerintah 12. Aspek Lingkungan

Berdasarkan Tabel 6.2. di atas, merupakan hasil pemeringkatan komoditas


unggulan untuk Kabupaten Magelang atas berbagai unit usaha yang dilakukan
masyarakat. Hasil tersebut merupakan produk yang diunggulkan Kabupaten Magelang.
Dimana hasil penilaian hanya diambil untuk industri dengan skor nilai 25 atau lebih.

Gambar 6.1. Tahap Pemilihan Produk Unggulan

One Village One Product 72


Selanjutnya hasil pemeringkatan tersebut dilakukan penilaian kembali yang
dilakukan dengan pendekatan Focus Group Discussion untuk masing-masing komoditas
unggulan atau kompetensi inti kabupaten Magelang. Hasil analisis prEFArensi gabungan
dari 100 responden untuk 10 kriteria penentuan komoditas unggulan daerah Kabupaten
Magelang yang disusun dalam bentuk matriks perbandingan berpasangan. Matrik
pembobotan antar kriteria selanjutnya disederhanakan dan menghitung jumlah setiap
kolom. Hasil penilaian gabungan dapat ditunjukkan dalam gambar grafik 2.3. dari grafik
tersebut terlihat bahwa bobot kriteria dominan sektor unggulan UMKM Kabupaten
Magelang berturut-turut adalah; 1) Manajemen Usaha, 2) SDM Terdidik, 3) Bahan Baku,
4) ketersediaan akses, 5) konstribusi ekonomi dan penyerapan tenaga kerja, dan 6)
sosial budaya serta 7) sarana produksi dan adopsi teknologi.

Bobot Kriteria Sektor Unggulan (Gabungan)


Konstribusi Ekonomi 7%

Penyerpan Naker 7%

Harga 4%

Ketersediaan Akses 8%

Manajemen Usaha 31%

Sosial Budaya 5%

Teknologi 2%

Sarana Produksi 2%

Bahan Baku 13%

SDM Terdidik 22%

Gambar 6.1. Grafik Bobot Kriteria Sektor Unggulan (Gabungan)

Berdasarkan hasil pemetakan untuk produk unggulan daearh sebagaimana


diilustrasikan dalam tabel 2.3. diatas, selanjutnya dilakukan penilaian berdasarkan bobot
kriteria pada masing-masing variabel penilaian. Hasil selengkapnya diilustrasikan dalam
grafik 2.4. berikut dan hanya diambil 5 (lima) besar. Yaitu, Olahan gula Semut, olahan
Salak, olahan kopi, olahan ketela dan kerajinan batu ukir.

One Village One Product 73


Penilaian dilakukan dengan pendekatan Small Group Discussion dengan
menggunakan AHP sebagai alat untuk menganalisis. Yaitu dengan menyatukan
pendapat dari beberapa kuisioner, jika kuisioner diisi oleh pakar, maka kita akan
menyatukan pendapat para pakar kedangan menggunakan persamaan rata-rata geometri:

Namun bila tidak maka perlu menyusun matriks perbandingan, sebagai berikut:

Gambar 6.2. Matrik Perbandingan Berpasangan


Sebelum melangkah lebh jauh ketahapan iterasi untuk penetapan prioritas pada
pilihan alternatif atau penetapan tingkat kepentingan kriteria, maka sebelumnya
dilakukan terlebih dahulu uji konsistensi. Uji konsistensi dilakukan pada masing
kuisioner/pakar yang menilai atau memberikan pembobotan. Kuisioner atau pakar yang
tidak memenuhi syrat konsisten dapat dianulir atau dipending untuk perbaikan. Prinsip
dasar pada uji konsistensi ini adalah apabila A lebih penting dari B, kemudian B lebih
penting dari C, maka tidak mungkin C lebih penting dari A. Tolak ukur yang digunakan
adalah CI (Consistency Index) berbanding RI (Ratio Index) atau CR (Consistency Ratio).
Dengan menggunakan piranti lunak expert choise, akan lebih memudahkan dalam
melakukan penilaian yaitu dengan memasukkan semua kriteria dalam template berikut:

One Village One Product 74


Gambar 6.3. Perbandingan Berpasangan antar kriteria
Dalam analisis manual dilakukan uji konsistensi terlebih dahulu yaitu dilakukan
dengan menyusun tingkat kepentingan relatif pada masing-masing kriteria atau alternatif
yang dinyatakan sebagai bobot relatif ternormalisasi (normalized relative weight). Bobot
relatif yang dinormalkan ini merupakan suatu bobot nilai relatif untuk masing-masing
elemen pada setiap kolom yang dibandingkan dengan jumlah masing-masing elemen
Selanjutnya dapat dihitung Eigen faktor hasil normalisasi dengan merata-ratakan
penjumlahan tiap baris pada matriks di atas.

Selanjutnya tentukan nilai CI (consistency Index) dengan persamaan:

Dimana CI adalah indeks konsistensi dan Lambda maksimum adalah nilai eigen
terbesar dari matriks berordo n. 

Nilai eigen terbesar adalah jumlah hasil kali perkalian jumlah kolom dengan eigen
vaktor utaman. Sehingga dapat diperoleh dengan persamaan:

One Village One Product 75


Setelah memperoleh nilai lambda maksismum selanjutnya dapoat ditentukan nilai
CI. Apabila nilai CI bernilai nol (0) berarti matriks konsisten. Jika nilai CI yag diperoleh
lebih besar dari 0 (CI>0) selanjutnya diuji batas ketidak konsistenan yang diterapkan
oleh Saaty. Pengujian diukur dengan menggunakan Consistency Ratio (CR), yaitu nilai
indeks, atau perbandingan antara CI dan RI:

Nilai RI yang digunakan sesuai denan ordo n matriks. Apabila CR matriks lebih
kecil 10% (0,1) berarti bahwa ketidak konsistenan pendapat masing dianggap dapat
diterima.
Tetapi dengan menggunakan piranti lunak, maka hasil tersebut setelah diiterasi
sejumlah responden yang masuk, maka akan diperoleh hasil sebagaimana ditunjukkan
dalam gambar 6.3 berikut:

Gambar 6.4. Rekap Hasil Perbandingan Berpasangan


One Village One Product 76
Berdasarkan hasil pemetakan untuk produk unggulan daearh sebagaimana
diilustrasikan dalam tabel diatas, selanjutnya dilakukan penilaian berdasarkan bobot
kriteria pada masing-masing variabel penilaian. Hasil selengkapnya diilustrasikan dalam
gambar 6.5. berikut dan hanya diambil 5 (lima) besar. Yaitu, Olahan gula Semut, olahan
Salak, olahan kopi, olahan ketela dan kerajinan batu ukir.
Penilaian dilakukan dengan pendekatan Small Group Discussion dengan
menggunakan AHP sebagai alat untuk menganalisis.

Gambar 6.5. Grafik Keunggulan kompetitif UMKM Kabupaten Magelang

Perhitungan faktor bobot semua alternatif untuk masing-masing kritera disusun


sesuai perhitungan metode AHP seperti perhitungan pembobotan kriteria. Setelah
melakukan perhitungan faktor bobot semua alternatif untuk masing-masing kriteria
diperoleh faktor evaluasi untuk semua alternatif. Berikut adalah
Unggulan

21,6% 17,7% 16% 13% 8,6%


Gula Olahan Olahan Olahan Kerajinan
Semut Salak Kopi Ketela Batu

Konstribu
SDM Bahan Sarana Sosial Manajeme Ketersedia Penyerpan
Teknologi Harga si
Terdidik Baku Produksi Budaya n Usaha an Akses Naker
Ekonomi

Gambar 6.6. Struktur Hirarkhi Keunggulan kompetitif UMKM Kabupaten Magelang

One Village One Product 77


BAB VII.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Keunggulan
Hasil penentuan keunggulan produk industri kabupaten Magelang
dengan menggunakan scoring sebagaimana tercantum dalam gambar 6.4. dari
sembilan industri potensial yang diunggulkan, muncul lima industri potensial
yang secara berurutan sebagai berikut: Gula Semut 21,6%, Olahan Salak 17,70%,
Olahan Kopi 16%, Olahan Ketela 13% dan kerajinan tanduk 10%.

Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai Consistensi Rasio (CR) adalah


0,085. Karena nilai RC < 0,100 berarti nilai pembobotan perbandingan
berpasangan tersebut adalah konsisten. Berdasarkan hasil perhitungan dengan
menggunakan AHP Calculation Expert menunjukkan bahwa: olahan gula semut
merupakan komoditas unggulan 21,6 % Kabupaten Magelang, dan berturut-turut
disusul komoditas olahan salak 17,7% dan olahan kopi 16%.

Berdasarkan gambaran analisis diatas dapat disimpulkan bahwa produk


unggulan UMKM Gula Semut memiliki kemampuan yang lebih dibanding
produk unggulan UMKM yang lainnya sehingga kebijakan yang harus ditempuh
pemerintah Kabupaten Magelang untuk memacu kesejahteraan pengrajin kecil
hendaknya memfokuskan pada pengembangan produk unggulan UMKM
sebagaimana urutan. Penilian sementara, Gula Semut atau gula merah memiliki
prioritas unggulan yang paling tinggi karena memiliki kompetensi keterbukaan
yang paling tinggi, sedangkan produk yang lain belum.

Perhitungan faktor bobot semua alternatif untuk masing-masing kritera


disusun sesuai perhitungan metode AHP seperti perhitungan pembobotan kriteria.
Setelah melakukan perhitungan faktor bobot semua alternatif untuk masing-
masing kriteria diperoleh faktor evaluasi untuk semua alternatif.

Analisis variabel/kriteria keunggulan kompetitif terhadap sejumlah


produk unggulan tersebut menunjukkan bahwa hanya ada 5 produk unggulan
yang memenuhi kriteria yang ditetapkan

One Village One Product 78


1. Cita rasa khas.

Dari perspektif kualitas, produk biasanya memiliki karakteristik


tersendiri: “khas dalam hal rasa”berdasarkan bahan dasar dan ramuan
pengolahannya, dibanding produk lain yang sejenis dari luar wilayah
Kabupaten Magelang. Hal ini memang sudah cukup terkenal di seantero pasar
konsumen, khususnya untuk produk sejenis slondok.
Jenis produk yang lain seperti produk salak dan olahan salak, untuk
mempertahankan kekhasannya, maka jenis salak pondoh yang sempat
mencitrakan Kabupaten Magelang sebagai penghasil salak yang potensial, saat
ini ada kebijakan untuk diremajakan dengan Salak jenis Nglumut. Karena
salak pondoh, saat ini tidak saja tumbuh di Magelang akan tetapi sudah
tumbuh dibanyak wilayah di luar Kabupaten Magelang. Sehingga untuk
memberikan indikasi geografis ada peralihan dari Salak Pondoh menjadi Salak
Nglumut yang secara cita rasa ada kekhasannya tersendiri.
Nilai ke”unik”an yang lain juga melekat pada produk-produk antara
lain, Kerajinan pahat batu dan kerajinan tanduk, yang memang hanya ada di
kabupaten Magelang untuk wilayah Jawa Tengah.

2. Ketrampilan dan kesetiaan Pekerja.

Dari sudut pandang sumber daya tenagakerja, keterampilan dan


kesetiaan (loyalitas) pekerjanya. Kabupaten Magelang memiliki keberadaan
jumlah pasokan tenaga kerja terampil yang cukup banyak (berlimpah) dan
loyal secara tradisional khususnya dalam menghasilkan produk kerajinan
seperti kerajinan pahat batu berikut beberapa derivasinya,krajinan sapu,
kerajinan tandauk dll.
Hal yang sama terjadi pada beberapa industri olahan makanan. Rata-
rata produk olahan makanan yang diunggulkan di Kabupaten Magelang,
merupakan produk-produk yang dilakukan secara turun temurun, demikian
juga dengan ketrampilan yang diberikan maupun sumber daya manusianya.
Sehingga rata-rata pasokan sumberdaya manusia juga berasal dari wilayah
yang sama.

One Village One Product 79


3. Manajemen distribusi dan Pemasaran.

Pada sisi manajemen distribusi pemasaran, produk ini memiliki “the


length and the width of distribution channels” yang cukup kuat, baik pada
tingkat regional domestic, maupun dalam upaya menembus atau penetrasi
segmen pasar baru khususnya di Negara tetangga terutama pasar eropa.
4. Bahan Baku

Mengacu pada jawaban berbagai responden, beberapa diantaranya tidak


setuju terhadap kriteria lokalitas bahan baku, dapat diambil kesimpulan bahwa bahan
baku tidak dapat digunakan sebagai kriteria penentuan produk unggulan Kabupaten
Magelang karena Kabupaten Magelang bukan penghasil bahan baku, sehingga tidak
mungkin menggunakan lokalitas bahan baku sebagai kriteria penentu.
Demikian juga kriteria manajemen dengan definisi operasional yaitu
kemudahan untuk memanaje atau mengelola dianggap tidak sesuai dengan
pertimbangan bahwa manajemen atau pengelolaan pada industri yang menghasilkan
produk unggulan daerah tidak harus merupakan usaha yang mudah dikelola dengan
manajemen sederhana. Untuk dapat bersaing tetap diperlukan profesionalisme dan
manajemen yang baik. Sedangkan kriteria stabilitas harga ditolak dengan
pertimbangan bahwa yang dibutuhkan adalah kepemimpinan biaya atau harga yang
rendah, bukan stabilitas harga. Tetapi manajemen lebih ditekankan pada fungsi tata
kelola, dimana organisasi sudah terbentuk dan terstruktur serta berjalan sesui dengan
tupoksinya

B. Proses Penetapan Kompetensi Inti


Proses penetapan Kompetensi inti dimulai dengan pembuatan peta
rantai (chainmap) atas produk unggulan prioritas yang menempati rangking
tertinggi, yang secara garis besar menggambarkan flow chart input –
output/pemasaran produk.Setelah peta rantai tersebut tersusun, maka dilakukan
diskusi secara terintegratif untuk menemukenali faktor-faktor apa saja yang
mewarnai kekuatan atau kompetensi pada setiap komoditas mata rantai nilai.
Sejalan dengan pelaksanaan FGD yang sebelumnya terkadang dilakukan
pertemuan-pertemuan informal terhadap nara sumber terkait, dilakukan
pengkuantifikasian perbandingan berpasangan kompetensi untuk kriteria
pembobotan berskala 1 –9 antar masing-masing kompetensi terhadap kriteria
yang terdiri dari; (1) keunikan, (2) daya saing, (3) keterbukaan terhadap pasar
One Village One Product 80
baru, dan (4)manfaat pentingnya bagi konsumen. Kemudian keseluruhan
formulir isian nara sumbertersebut diinput ke dalam excel untuk selanjutnya
diproses dengan menggunakan Software Super Decisions, guna penetapan
Kompetensi Inti UMKM terpilih

C. Justifikasi Kompetensi Inti Berdasarkan Data Lapangan


Setelah disepakati apa yang menjadi Peringkat Utama Produk
Unggulan Prioritas berdasarkan hasil analisis statistik, maka dalam
pembicaraan lebih jauh pada forum FGD, akhirnya ditemukan seperangkat
kompetensi untuk masing-masing Kotak rantai nilai. Kemudian masing-
masing antar kompetensi dan bobot kriterianya dikuantifisir berdasarkan
pendekatan skoring melalui pengisian formulir perbandingan berpasangan
kompetensi untuk masing-masing kriteria. Kemudian setelah melalui proses
AHP diketahui Kompensi Inti Daerah ini berada pada orientasi keunikan
dalam hal kualitas rasa produk yang memberikan manfaat bagi konsumen, dan
mampu memiliki daya saing dalam upaya membuka peluang pasar baru.
Tentunya dalam konteks antisipasi upaya pengembangannya ke depan masih
diperlukan berbagai rencana tindak (action plan) dalam bentuk program dan
kegiatan teknis operasional yang harus dilakukan

One Village One Product 81


BAB VII.

RENCANA TINDAK DAN STRATEGI PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN

A. Analisis SWOT Existing Condition


Analisis terhadap kondisi UMKM dan lingkungannya yang sedang
berlangsung diperlukan dalam kepentingan untuk menilai potensi UMKM di Wilayah
Kabupaten Magelang secara keseluruhan. Analisis meliputi faktor-faktor yang berada
di luar (eksternal) maupun di dalam (internal) UMKM yang dapat mempengaruhi
perkembangan UMKM dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Secara umum,
analisis terhadap kondisi UMKM di Wilayah Kabupaten Magelang dikaji meliputi
Aspek Kekuatan, Kelemahan, peluang dan ancaman.
1. Analisis Faktor-Faktor Eksternal
Analisis faktor-faktor eksternal bertujuan untuk mengetahui
kecenderungan-kecenderungan dan kejadian-kejadian yang berada di luar kendali
suatu usaha. Analisis yang dilakukan berfokus pada faktor-faktor kunci yang
menjadi ancaman dan peluang bagi suatu usaha, sehingga memudahkan manajemen
untuk menentukan strategi-strategi dalam meraih peluang serta menghindari
ancaman. Pada Penelitian dengan pendekatan partisipasi aktif ini, analisis dilakukan
secara bersama-sama dengan pemilik dan atau pengelola UMKM dengan
stakeholder, walaupun pada kenyataannya terjadi perbedaan sudut pandang dalam
menganalisis suatu faktor tertentu, tetapi hal itu masih bisa dikompromikan dengan
mempertemukan titik tengahnya.
a. Analisis Lingkungan Makro
Lingkungan makro dapat dijelaskan sebagai segala sesuatu yang berada di
luar kendali suatu usaha akan tetapi sangat berpengaruh terhadap
keberlangsungan bisnis atau usaha. Lingkungan makro biasanya tidak
berhubungan secara langsung dengan situasi operasional UMKM. Identifikasi
faktor-faktor eksternal lingkungan makro bertujuan untuk mengetahui
kecenderungan-kecenderungan dan kejadian-kejadian yang berada di luar
kendali UMKM di Wilayah Kabupaten Magelang. Identifikasi yang dilakukan
juga berfokus pada penentuan faktor-faktor kunci yang menjadi ancaman dan
peluang, sehingga dapat memudahkan manajemen UMKM untuk menentukan
strategi-strategi dalam meraih peluang serta menghindari ancaman. Pada

One Village One Product 82


penelitian aksi partisipatif, identifikasi lingkungan makro yang termasuk ke
dalam peluang dan ancaman bagi UMKM tersebut dilakukan secara bersama-
sama antara peneliti dengan pemilik dan tenaga kerja UMKM di Kabupaten
Magelang. Faktor-faktor lingkungan makro UMKM di Kabupaten Magelang
yang teridentifikasi antara lain:
b. Faktor Peran dan Kebijakan Pemerintah
Sejauh penulusuran yang dilakukan terhadap peraturan Daerah mengenai
pembinaan dan pemgembangan UMKM di kabupaten Magelang terhitung
sejak tahun 2004 belum ditemui kebijakan dimaksud yang dituangkan dalam
peraturan daerah maupun peraturan Bupati.
Politik dan hukum yang terdiri dari undang-undang, kebijakan pemerintah,
lembaga pemerintah, dan kelompok berpengaruh pada keputusan penyusunan
strategi usaha. Pada dasarnya di negara sedang berkembang seperti Indonesia,
lingkungan politik memiliki pengaruh nyata terhadap keberhasilan dan
kegagalan usaha melalui peluang dan ancaman bisnis yang ditimbulkannya.
Kebijakan pemerintah saat ini yang sedang menggalakkan usaha kecil dan
menengah terutama yang berbasis agribisnis merupakan suatu peluang.
Pembangunan ekonomi yang berbasis masyarakat seharusnya menjadi
prioritas utama pembangunan ekonomi nasional, karena tujuan pembangunan
ekonomi rakyat yang sesuai dengan amanat konstitusi yaitu meningkatkan
kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Penentuan
kebijakan ini tidak terlepas dari kemampuan sektor pertanian yang bertahan dan
dapat meraih keuntungan dalam kondisi krisis. Sektor pertanian secara umum
dan subsektor peternakan secara khusus dijadikan tumpuan harapan karena
upaya pemerintah dalam meningkatkan perekonomian rakyat yang
mengandalkan sumberdaya lokal. Bagi UMKM di wilayah Kabupaten
Magelang kebijakan pemerintah tentu akan berdampak pada prospek
pengembangan bisnis.
Namun demikian Dinas Prindustrian Koperasi dan UMKM Kabupaten
Magelang, sejauh ini telah berusaha mengembangkan UMKM melalui
meningkatkan SDM yang dimiliki, meningkatkan aksesabilitas terhadap
sumber-sumber pembiayaan, memperluas sumber pembiayaan baik bank
maupun nonbank. Program tersebut meliputi bantuan permodalan, hibah,

One Village One Product 83


ataupun pelatihan-pelatihan manajemen. Untuk bantuan permodalan disalurkan
melalui program bantuan dana bergulir melalui lembaga jasa keuangan.
Pada sisi yang lain keseriusan pemerintah dalam menghadapi perdagangan
bebas dengan disepakatinya perjanjian MEA, pemerintah berupaya untuk
meyakinkan UMKM akan peluang yang dapat diperebutkan pasca
pemberlakukan MEA
Pasca diberlakukannya Pasar bebas Asean hal ini menjadikan pemerintah
Indonesia terus meningkatkan berbagai strategi untuk menghadapinya.
Demikian juga, sejak disepakatinya perjanjian perdagangan bebas ASEAN-
China (ACFTA) mengharuskan pemerintah Indonesia. Apakah pemerintah
Indonesia untuk melakukan sosialisasi terhadap publik mengenai kesepakatan
ACFTA. Disamping itu pemerintah Indonesia diharapkan memiliki strategi
besar untuk menghadapi ACFTA.
Terkait dengan persepsi publik terhadap kesepakatan ACFTA. Sosialisasi
penting untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan pemerintah Indonesia
sebelum ACFTA diberlakukan. Dalam surveinya, Lembaga Survey Indonesia
mengajukan beberapa pertanyaan terhadap publik menyangkut ACFTA. Dari
hasil survei tersebut diketahui bahwa hanya sebagian kecil saja publik Indonesia
yang mengetahui atau pernah mendengar kesepakatan/perjanjian perdagangan
bebas ASEAN-China tersebut.
c. Iklim Usaha Belum Sepenuhnya Kondusif
Iklim Usaha yang sepenuhnya belum kondusif kebijaksanaan pemerintah
untuk menumbuh kembangkan Usaha kecil dan menengah (UKM), Meskipun
dari tahun ketahun terus disempurnakan, namun dirasakan sepenuhnya belum
kondusif. Hal ini terlihat dari persaingan yang kurang sehat antara pengusaha
kecil dengan pengusaha besar.
Upaya pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dari tahun ke
tahun selalu dimonitor dan dievaluasi perkembangannya dalam hal
kontribusinya terhadap penciptaan produk domestik brutto (PDB), penyerapan
tenaga kerja, ekspor dan perkembangan pelaku usahanya serta keberadaan
investasi usaha kecil dan menengah melalui pembentukan modal tetap brutto
(investasi).[19] Keseluruhan indikator ekonomi makro tersebut selalu dijadikan
acuan dalam penyusunan kebijakan pemberdayaan UKM serta menjadi

One Village One Product 84


indikator keberhasilan pelaksanaan kebijakan yang telah dilaksanakan pada
tahun sebelumnya.[20]
Kebijaksanaan Pemerintah untuk menumbuhkembangkan UKM, meskipun
dari tahun ke tahun terus disempurnakan, namun dirasakan belum sepenuhnya
kondusif. Hal ini terlihat antara lain masih terjadinya persaingan yang kurang
sehat antara pengusaha-pengusaha kecil dan menengah dengan pengusaha-
pengusaha besar.
Kendala lain yang dihadapi oleh UKM adalah mendapatkan perijinan untuk
menjalankan usaha mereka. Keluhan yang seringkali terdengar mengenai
banyaknya prosedur yang harus diikuti dengan biaya yang tidak murah,
ditambah lagi dengan jangka waktu yang lama. Hal ini sedikit banyak terkait
dengan kebijakan perekonomian Pemerintah yang dinilai tidak memihak pihak
kecil seperti UKM tetapi lebih mengakomodir kepentingan dari para pengusaha
besar.
d. Faktor Pemasaran
Banyak fihak yang terlalu menghawatirkan kemampuan UMKM dalam
menghadapi era globalisasi yang berorientasi pada mekanisme pasar bebas, hal
tersebut cukup beralasan jika menilai kemampuan UMKM hanya dari aspek
efisiensi. Namun demikian sesungguhnya bila diamati secara lebih cermat,
efisiensi merupakan unsur penting dalam mengembangkan kemampuan
pemasaran, walaupun banyak unsur lainnya yang lebih dominan baik berupa
kemampuan komparatif UMKM dalam pasar yang dibangun dari sifat alami
UMKM, maupun dari sifat pasar yang dalam era globalisasi sangat dipengaruhi
oleh kemampuan mengembangkan informasi.
Kesulitan UMKM dalam membangun akses pasar lebih sering disebabkan
oleh adanya beberapa faktor yang belum dapat dieleminasi terutama yang
berkaitan dengan informasi. Tetapi kendala tersebut bukanlah harga mati,
karena banyak variabel-variabel pemasaran produk UMKM yang dapat
diandalkan seperti rendahnya harga jual produk UMKM yang menjadi daya
tarik bagi sebagian kalangan di pasar internasional. Rendahnya eksistensi
UMKM dalam penguasaan pasar memang lebih terlihat sebagai dampak dari
kondisi pasar yang tidak kondusif, namun sesungguhnya kondisi pasar yang
demikian merupakan indikator dari adanya masalah pokok yang tidak terlihat
secara nyata, yaitu sistem pemasaran yang dikuasai oleh komponen sistem yang
One Village One Product 85
lebih kuat, sehingga UMKM selalu hanya berperan sebagai Price Taker
(penerima harga). Dengan mengembangkan kemampuan menangkap informasi,
maka diharapkan dominasi komponen lainnya (para pedagang besar dan
eksportir) yang memiliki bargaining lebih kuat, yang selama ini berperan
sebagai price maker (pembuat harga) akan dapat dipatahkan. Untuk kemudian
pemerintah diharapkan akan memicu dengan dukungan atau bantuan perkuatan
untuk meningkatkan kapasitas proses perubahannya.
Persaingan pasar yang semakin terbuka lebih didasarkan pada prinsip
efisiensi dan pelayanan produk secara prima. Dalam kondisi ini semua pelaku
usaha dituntut harus mampu untuk beradaptasi dengan perubahan perilaku
bisnis yang terjadi, bila tidak ingin tergilas atau lenyap sama sekali dalam
pertarungan pasar. Kondisi ini menuntut UMKM juga harus mempunyai
informasi tentang kecenderungan pasar sehingga dalam menentukan jenis
barang, kualitas, kuantitas dan sifat-sifat spesifik barang yang akan diproduksi.
UMKM sebagai produsen hendaknya, tidak hanya terikat ketersediaan bahan
baku dan SDM, tetapi harus juga memasukan unsur permintaan pasar dalam
kalkulasi perencanaannya.

e. Infrastruktur
Infrastruktur atau pengadaan sarana dan pra sarana usaha yang relatif
terbatas ketersediannya bagi UMKM, juga menjadi salah satu kendala
penghambat kinerja UMKM.Terkadang produk-produk UMKM kuat di hulu
namun lemah di hilir, artinya produk-produk UMKM sebenarnya memiliki
kualitas yang tidak kalah saing dibanding produk-produk buatan Industri maju.
Namun produk – produk UMKM seringkali lemah dalam infrastruktur, promosi
dan pemasaran.
Sebagai contoh, misalnya industri kerajinan batu di kecamatan Muntilan,
baik batu potong, batu ukir, batu cetak, atau berbagai produk turunan lainnya,
yang berjalan cukup baik dengan melibatkan penduduk lokal dalam
produksinya, sehingga mampu menggerakkan ekonomi masyarakat. Namun
hambatan UMKM kerajinan batu ini pada umumnya adalah infrastruktur yang
kurang memadai, bunga bank yang masih cukup tinggi, dan kurangnya
dukungan pemerintah ataupun minimnya sosialisasi soal regulasi atau peraturan
yang terkait usaha eksplorasi bahan baku / batu vulkanik terutama masalah

One Village One Product 86


konservasi lingkungan. Infrastruktur yang kurang memadai dan promosi yang
kurang gencar membuat produk-produk UMKM ini pemasarannya menjadi
tersendat. UMKM butuh pendampingan khusus dari Industri besar melalui CSR
untuk membantu pengadaan infrastruktur dan pemasaran terutama untuk pasar
ekspor.
2. Analisis Faktor-Faktor Internal
Permasalahan Internal dari masing-masing UMKM dibedakan menjadi:
Permasalahan kualitas Sumber Daya Manusia pemilik UMKM; Permasalahan ada
atau tidaknya jiwa kewirausahaan dalam diri pemilik UMKM; dan Permasalahan
manajemen usaha UMKM
1) Kualitas SDM
Dari hasil pengamatan di Kabupaten Magelang, menginformasikan bahwa rata-
rata pengalaman kelompok usaha kecil dan usaha mikro di bidang usaha yang
ditekuninya relatif cukup baik, tetapi dari aspek pendidikan, rata-rata pendidikan
usaha mikro hanya setingkat Sekolah dasar sedangkan usaha kecil hanya
setingkat SLP. Sejalan dengan itu pengetahuan tentang prosedur birokrasi dan
manajemen usaha relatif rendah
2) Lemahnya Mata Rantai Produksi hulu - hilir
Hal yang umum termasuk di Kabupaten Magelang mayoritas Usaha
kecil mikro dan menengah (UMKM) rentan terhadap ketidakstabilan rantai pasok
(supply chain) baik pada aspek bahan baku maupun pasar. UMKM juga sensitif
terhadap perubahan harga bahan baku. Industri kecil-menengah (IKM) seperti
sapu rayung, kerajinan batu,dan olahan ketela mempunyai ciri khusus yaitu biaya
produksi sebagian besar biaya produksi adalah untuk bahan baku. Hal ini tidak
menjadi masalah, apabila bahan baku bisa dipenuhi dari lokal Kabupaten
Magelang.
Masalah yang terjadi dalam UMKM olahan ketela dan industri
kerajinan sapu rayung, kerajinan tanduk dengan kerajinan batu sedikit berbeda,
meskipun sama-sama mengalami kesulitan bahan baku. Pasokan didatangkan dari
luar daerah, tapi daerah pemasok belajar ke Magelang dan mengembangkannya di
daerahnya. Sehingga selain mengurangi pasokan bahan baku karena digunakan
sendiri, tapi juga menciptakan pesaing baru.
Sebuah kebijakan industri yang baik adalah mempunyai rantai pasok
(supply chain) yang sempurna. Maksudnya industri ini dianalisis dan diantisipasi
One Village One Product 87
potensi masalah dari hulu sampai hilir. Rerangka supply chain management
biasanya dipergunakan untuk menganalisis mata rantai sebuah industri.
Menurut Schroeder (2000), manajemen rantai pasok adalah
perencanaan, desain dan kontrol aliran informasi dan material dalam sebuah
rantai pasok untuk memenuhi kebutuhan sekarang dan masa yang akan datang
secara efisien.
Dalam analisis ini, UMKM dianalisis mulai dari ketersediaan bahan
baku, termasuk siapa pemasoknya dan di tingkatan harga berapa serta berapa
jumlah yang dibutuhkan, proses produksi dan jumlah produsennya, rantai
distribusinya dan terakhir adalah konsumennya. Manajemen rantai pasok ini
selanjutnya memberikan informasi bagi penyusunan sebuah desain kebijakan
industri secara mendetail.
Analisis lanjutan setelah manajemen rantai pasok adalah value chain
analysis. Porter (1985;1990) menyatakan analisis value chain ini adalah bisa
memberikan informasi mata rantai industri mana yang paling bernilai dari sebuah
manajemen rantai pasok. Selain itu value chain analysis juga memberikan
informasi tentang titik kritis dari masing-masing bagian rantai pasok itu.
Berdasarkan dua analisis tersebut dapat disusun sebuah desain industri
yang lengkap. Idealnya langkah seperti inilah yang dilakukan pemerintah bagi
setiap industri terutama UMKM. Hal ini untuk mengantisipasi munculnya
masalah-masalah yang bisa mengganggu proses produksi dan pemasaran.
3) Faktor Teknologi
Salah satu faktor yang cukup penting dan berpengaruh dalam pengembangan
UMKM adalah Teknologi. Penggunaan teknologi dalam UMKM akan memberikan
EFAktifitas dan efisiensi yang akan berpengaruh terhadap biaya operasional
UMKM. Selain itu juga penggunaan teknologi akan dapat menciptakan pasar baru
dan pola konsumsi pasar.
Perkembangan teknologi yang terus berkembang dari waktu ke waktu sudah
seharusnya dapat diikuti oleh setiap perusahaan industri yang ingin maju dan
berkembang tak terkecuali UMKM. Adopsi dan adaptasi teknologi akan
berdampak pada perencanaan UMKM melalui deversifikasi, pengembangan
produk baru atau perbaikan produk lama dan peningkatan pemasaran. Beberapa
kemajuan teknologi yang terjadi antar lain dibidang komunikasi dan transportasi,

One Village One Product 88


proses produksi pengolahan dan pengemasan, komputer dan internet akan
berpengaruh terhadap perkembangan usaha.
Mayoritas UMKM di wilayah Kabupaten Magelang seperti halnya UMKM di
Indonesia umumnya masih menggunakan teknologi lama/tradisional dalam bentuk mesin–
mesin tua atau alat–alat produksi yang sifatnya manual. Keterbelakangan teknologi ini
tidak hanya membuat rendahnya total faktor productivity dan efisiensi di dalam proses
produksi, tetapi juga rendahnya kualitas produk yang dibuat. Keterbatasan teknologi
khususnya usaha–usaha rumah tangga (mikro), disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya
keterbatasan modal investasi untuk membeli mesin–mesin baru atau untuk
menyempurnakan proses produksi, keterbatasan informasi mengenai perkembangan
teknologi atau mesin–mesin dan alat–alat produksi baru, dan keterbatasan SDM yang
dapat mengoperasikan mesin–mesin baru atau melakukan inovasi–inovasi dalam produk
maupun proses produksi. Rendahnya pemilikan/pengusaha teknologi modern juga
merupakan suatu dalam era pasar bebas nanti. Padahal, di era tersebut, berbeda dengan 20
atau 30 tahun lalu, faktor teknologi bersama–sama dengan faktor SDM akan menjadi
komparatif yang dimiliki Indonesia atau UMKM pada khususnya selama ini, yaitu
ketersediaan berbagai ragam bahan baku dalam jumlah yang berlimpah dan upah tenaga
kerja yang murah akan semakin tidak penting di masa mendatang, diganti oleh dua faktor
keunggulan kompetitif tersebut.

B. Perumusan Strategi Pengembangan Produk Unggulan UMKM Kabupaten


Magelang

Analisis strategi pengembangan dilakukan melalui tiga tahap yakni tahap


masukan, tahap analisis dan tahap keputusan. Pada tahap masukan dilakukan
identifikasi mengenai faktor-faktor peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan yang
bersifat strategis berupa analisis IFAS (internal faktor analysis summary) dan EFAS
(extemal faktor analysis summary). Pada tahap analisis diperoleh faktor strategi
eksternal dan faktor strategi internal. Selanjutnya dilakukan analisis SWOT dengan
menggunakan matriks SWOT

1. Analisis Faktor lnternal

Analisis Faktor lnternal (IFA) merupakan hasil dari identifikasi faktor-faktor


strategis internal UMKM Kabupaten Magelang berupa kekuatan dan kelemahan
yang berpengaruh terhadap pengembangan produk unggulan Usaha Mikro Kecil
Menengah. Hasil evaluasi faktor internal berdasarkan hasil eksplorsi terhadap pelaku

One Village One Product 89


UMKM diperoleh nilai / skor dari hasil perkalian bobot dengan rating pada masing-
masing kekuatan dan kelemahan.
Tahapan dalam menyusun tabel Internal Factor Analysis Summary (IFAS)
dan Eksternal Factor Analysis Summary (EFAS) adalah (a) menentukan faktor-
faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman UMKM,
(b) memberikan bobot masing-masing faktor dari skala 0,0 (tidak penting) sampai
dengan 1,0 (sangat penting), di mana semua bobot tersebut jumlahnya tidak melebih
skor total 1,00, (c) menghitung rating untuk masing-masing faktor dengan
memberikan skala mulai dari 1 (di bawah rata-rata) sampai dengan 4 (sangat baik),
dan (d) menghitung nilai skor yang merupakan perkalian antara bobot dan rating.
Nilai rating kekuatan dan kelemahan selalu bertolak belakang, begitu juga nilai
rating peluang dan ancaman. Penentuan nilai bobot dan rating tersebut didasarkan
pendapat pakar UKM dan para Pelaku usaha.

Tabel 7.1. Matrik Internal Factor Analysis Summary (IFAS Matrik) Pengembangan
Produk Unggulan UMKM Kabupaten Magelang
No Faktor strategi Internal Bobot Rating Skor
Kekuatan
1 UMKM Memiliki Kekhasan Produk 0,3 4 1,2
2 Ketersediaan SDM Lokal 0,12 3 0,36
3 Produk Berorientasi pada permintaan pasar 0,14 3 0,42
4 Memiliki kemitraan 0,03 3 0,09
5 Keragaman dan deversifikasi Produk 0,04 3 0,12
6 Daya jangkau masyarakat terhadap produk,
0,1 3 0,3
mudah
0,73 2,49
Kelemahan
1 Rendahnya dukungan dan kebijakan pemerintah 0,12 2 0,24
2 Manajemen usaha yang belum profesional 0,04 1 0,04
3 Teknologi dan Pengemasan yang masih sederhana 0,06 1 0,06
4 Jaringan distribusi dan pemasaran yang rendah 0,05 2 0,1
0,27 0,44
1 2,93

Tabel 7.2. Matrik Eksternal Factor Analysis Summary (EFAS Matrik)


Pengembangan Produk Unggulan UMKM Kabupaten Magelang

One Village One Product 90


No Faktor strategi Internal Bobot Rating Skor
Peluang
1 Permintaan produk tinggi 0,13 4 0,52
2 Adanya dukungan dari beberapa lembaga (Perti) 0,12 3 0,36
3 Produk kreatif dan inovatif 0,05 3 0,15
4 Pola dan gaya hidup masyarakat 0,03 3 0,09
5 Banyaknya sumber dan media informasi 0,04 3 0,12
0,37 1,24
Ancaman
1 Ketersediaan Bahan baku menurun 0,21 2 0,42
2 Banyak produk pesaing 0,16 1 0,16
3 Pemberlakuan Pasar bebas asean 0,11 1 0,11
4 Rendahnya kelembagaan 0,15 2 0,3
0,63 0,99
1 2,23

2. Evaluasi Faktor Internal-Eksternal


Evaluasi faktor internal-eksternal menggunakan Matriks Internal-Eksternal
(Matriks IE), disusun berdasarkan kondisi lingkungan internal dan eksternal
perusahaan yang digabungkan dari matriks IFA dan EFA. Umar (2003)
mengemukakan bahwa Matriks Internal-Eksternal terdiri atas dua dimensi yaitu total
skor dari matriks IFA pada sumbu X dan total skor dari matriks EFA pada sumbu Y.
Evaluasi faktor internal-eksternal menghasilkan profil strategi pengembangan
produk unggulan Usaha Mikro Kecil Menengah di Kabupaten Magelang. Kerangka
kerja empat kuadran mengindikasikan apakah strategi yang cocok adalah strategi
yang agresif, diversifikasi, rasionalisasi atau dEFAnsif. Berdasarkan data faktor-
faktor internal dan eksternal didapatkan skor pembobotan sebagai berikut: faktor
kekuatan = 2,49; faktor kelemahan = 2,93; faktor peluang = 1,24; faktor ancaman =
2,23. Dari skor pembobotan tersebut, selanjutnya diplotkan pada matriks IE yang
terdiri dari 4 kuadran, yang menyiratkan tipe strategi yang harus dijalankan. Dari
perpotongan keempat garis faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman, maka
didapatkan koordinat yaitu:
Tabel 7.2. Kombinasi Strategi Kuantitatif

One Village One Product 91


IFAS Kekuatan Kelemahan
EFAS (Strength) -S (Weakness) - W
Peluang Strategi SO Strategi WO
(Opportunity) – O = 2,49 + 1,24 = 2,93 + 1,24
= 3,73 = 4,17
Ancaman Strategi ST Strategi WT
(Threat) – T = 2,49 + 0,99 = 2,93 + 0,99
= 3,48 = 3,92

Kombinasi strategi, yang disajikan pada Tabel 7.2. merupakan analisis model
kuantitatif perumusan strategi, yang didasarkan pada jumlah nilai skor pada masing-
masing faktor yang ada pada masing-masing strategi baik itu untuk strategi SO,
WO, ST, dan WT. Berdasarkan Tabel tersebut, maka UMKM sebaiknya
memanfaatkan strategi WO karena mempunyai nilai skor tertinggi jika dibandingkan
dengan yang lain yaitu sebesar 4,17. Selanjutnya diikuti dengan strategi WT dengan
nilai 3,92, SO dengan nilai 3,73, dan ST dengan nilai 3,48. Mendasari pada hasil
analisis matrik SWOT dengan analisis model kuantitatif untuk mendapatkan
perumusan yang EFAktif, yaitu strategi WO yaitu strategi menggunakan Peluang
(Opportunity) untuk menghadapi Kelemahan (weakness), maka implementasi
strategi WO adalah (1) Rendahnya dukungan dan kebijakan pemerintah dapat diatasi
dengan adanya dukungan beberapa lembaga Perguruan Tinggi melalui perumusan
kebijakan dan penyiapan raperda, bimbingan teknis dan advokasi, pelatihan dll. (2)
Manajemen usaha yang belum profesional, dapat atasi melalui pembinaan,dan
pendampingan manajerial dari lembaga perguruan tinggi (3) Teknologi dan
pengemasan yang masih sederhana dapat diatasi karena ketersediaan sumber dan
media komunikasi yang sudah semakin mudah diakses setiap saat, juga
pendampingan dari institusi baik dari perguruan tinggi maupun dinas terkait. (4)
Jaringan distribusi dan pemasaran yang rendah, akan terjawab melalui media
informasi yang semakin mudah digunakan, pasar akan dengan sendirinya akan
terbuka ketika produk yang ditawarkan semakin kreatif dan inovatif, jaringan
distribusi pasar akan meningkat dengan tingginya jumlah permintaan produk, pola
dan garya hidup masyarakat yang sudah mulai bergeser, memungkinkan untuk
tumbuhnya pasar pada industri kreatif,
Analisis faktor internal-eksternal menggunakan Matriks Internal-Eksternal
(Matriks IE), disusun berdasarkan kondisi lingkungan internaldan eksternal

One Village One Product 92


perusahaan yang digabungkan dari matriks IFA dan EFA. Umar (2003)
mengemukakan bahwa Matriks Internal-Eksternal terdiri atas dua dimensi yaitu total
skor dari matriks IFA pada sumbu X dan total skor dari matriks EFA pada sumbu Y.
Evaluasi faktor internal-eksternal menghasilkan profil strategi pengembangan
produk unggulan Usaha Mikro Kecil Menengah di Kabupaten Magelang. Kerangka
kerja empat kuadran mengindikasikan apakah strategi yang cocok adalah strategi
yang agresif, diversifikasi, rasionalisasi atau defensif. Berdasarkan data faktor-faktor
internal dan eksternal didapatkan skor pembobotan sebagai berikut: faktor kekuatan
= 2,93; faktor kelemahan = 2,49; faktor peluang = 1,24; faktor ancaman = 0,99. Dari
skor pembobotan tersebut, selanjutnya diplotkan pada matriks IE (Gambar 7) yang
terdiri dari 4 kuadran, yang menyiratkan tipe strategi yang harus dijalankan. Dari
perpotongan keempat garis faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman, maka
didapatkan koordinat yaitu:

Skor kekuatan−skor kelemahan Skor Peluang−Skor anc aman


2
: 2
2,49−2,93 1,24−0,99
2
: 2
= (-0,22; 0,125)

= Berada pada kuadran III (Stability) dengan Strategi yang digunakan


Strategi Rasionalisasi

One Village One Product 93


Gambar 7.4. Diagram Kombinasi Internal Eksternal

Hasil analisa pada matrik IE diperoleh Koordinat (-0,22 ; 0,,125), koordinat


ini masuk pada kuadran III, yakni strategi Rasionalisasi.
Berdasarkan analisis tersebut maka profil strategi yang muncul adalah
strategi W-O, yaitu strategi yang menggunakan Peluang eksternal untuk menangani
atau mengurangi berbagai kelemahan l bagi pengembangan produk unggulan Usaha
Mikro Kecil Menengah di Kabupaten Magrelang

C. Rencana Tindak Pengembangan Produk Unggulan

Tahapan ini disebut sebagai tahap penyusunan strategi, yaitu tahap


penggabungan dengan analisis SWOT. Matriks SWOT digunakan untuk
mencocokkan hasil yang diperoleh pada matriks IE (Rangkuti, 2005; Yuliawati,
2008). Analisis SWOT digunakan dengan rnenggabungkan antara faktor internal
(kelemahan dan kekuatan) dengan faktor eksternal (peluang dan ancaman). Hal ini
dimaksudkan untuk menentukan strategi yang layak dalam pengembangan produk
unggulan Usaha Mikro Kecil Menengah di Kabupaten Magelang. Dari hasil analisis
SWOT diperoleh beberapa alternatif strategi

One Village One Product 94


a. Strategi Strenght – Opportunity
Strategi yang digunakan ini merupakan penggabungan antara faktor internal
kekuatan dengan faktor eksternal opportunity atau peluang, yaitu dengan cara
memanfatkan peluang sebagai kekuatan. Dalam kajian ini strategi yang diusulkan
adalah:
1) Menjaga Kekhasan Produk
Seperti halnya dibeberapa wilayah produk Usaha Mikro Kecil
Menengah seringkali mewakili ciri khas daerah tertentu. Ulos misalnya,
mewakili suku Batak, songket mewakili suku Melayu dan lainnya. Ciri khas
tersebut janganlah sampai hilang, ketika pelaku umkm ingin melakukan
pengembangan produk. Dengan teknologi informasi, banyak informasi yang
dapat diperoleh dari dunia luar. Pelaku umkm dapat mengembangkan produk
sesuai informasi tersebut, namun tetap berpijak pada ciri khas kedaerahan.
Pelaku umkm perlu banyak belajar untuk mengadopsi diversifikasi produk
dengan mempertahankan ciri khas kedaerahan. Kekhasan produk ini
merupakan kekuatan bagi produk-produk ungulan daerah.
2) Mempertahankan ketersediaan SDM Lokal
Salah satu peran penting dalam UMKM bisa dilihat dari bagaimana
usaha itu berdiri, bagaimana penyerapan tenaga kerja dan bagaimana hasil
peningkatan produksinya. Rata-rata SDM yang dimiliki adalah tenaga lokal
setempat yang memiliki ketrampilan berdasarkan intuisi atau pengalaman dan
pengetahuan dari geneasi sebelumnya, rata-rata pelaku usaha tidak menempuh
pendidikan yang tinggi.
Namun demikian adanya SDM yang handal dalam pengelolaan sistem
seperti adanya pelatihan, pengembangan dan motivasi, maka diharapkan SDM
menjadi salah satu indikator keberhasilan dalam kemajuan perkembangan
bisnis UMKM secara efektif, efesien dan keseluruhan.
Memperkuat SDM berarti memperkuat kontribusi, kemampuan dalam
menopang usaha bisnis itu sendiri sedangkan untuk meningkatkan kualitas
SDM dapat dilakukakan dengan cara mengembangkan kompetensinya. Hal ini
sangatlah penting guna meningkatkan produktifitas yang didukung dengan
adopsi teknologi mengingat bahwa tidak sedikit para UKM masih
menggunakan cara-cara yang sederhana baik dalam penggunaan teknologi dan
pemasarannya masih sangat terbatas.
One Village One Product 95
3) Memperkuat kemitraan
Kemitraan Usaha adalah jalinan kerjasama usaha yang saling
menguntungkan antara pengusaha kecil dengan pengusaha menengah/besar
(Perusahaan Mitra) disertai dengan pembinaan dan pengembangan oleh
pengusaha besar, sehingga saling memerlukan, menguntungkan dan
memperkuat.
Kemitraan usaha akan menghasilkan efisiensi dan sinergi sumber
daya yang dimiliki oleh pihak-pihak yang bermitra dan karenanya
menguntungkan semua pihak yang bermitra.
Kemitraan juga memperkuat mekanisme pasar dan persaingan usaha
yang efisien dan produktif. Bagi usaha kecil kemitraan jelas menguntungkan
karena dapat turut mengambil manfaat dari pasar, modal, teknologi,
manajemen, dan kewirausahaan yang dikuasai oleh usaha besar. Usaha besar
juga dapat mengambil keuntungan dari keluwesan dan kelincahan usaha kecil.
Kemitraan hanya dapat berlangsung secara efektif dan
berkesinambungan jika kemitraan dijalankan dalam kerangka berfikir
pembangunan ekonomi, dan bukan semata-mata konsep sosial yang dilandasi
motif belas kasihan atau kedermawanan.

4) Memperkuat deversifikasi produk dengan Daya Jangkau jangkauan


Hambatan yang seringkali dihadapi umkm adalah berkenaan dengan
permodalan. Modal yang kecil menyebabkan pelaku umkm memilih untuk
menjangkau segmen pasar yang kecil, yang tidak terlalu menuntut kualitas.
Konsumen tipe ini sadar bahwa mereka hanya mampu mengeluarkan biaya
secukupnya untuk pengganti kualitas barang yang rendah.
Akan tetapi menghadapi persaingan yang semakin ketat, strategi daya
jangkauan saja belum cukup, sehingga di samping memberikan harga yang
teerjangkau, tetapi pengusaha perlu berani melakukan inovasi, dengan
pertimbangan pola konsumen sudah berubah. Berdasarkan hasil amatan di
lapangan, pelaku umkm cukup mampu melakukan inovasi. Pelaku umkm
sekedar menjadi pengikut yang sudah ada. Hal ini dibuktikan dengan
beragamnya variasi produk yang diadopsi oleh pelaku umkm.
Hal ini cukup membanggakan, dimana pelaku umkm tumbuh
keberanian melakukan inovasi terhadap produknya. Hal ini tentunya karena
One Village One Product 96
kerjasama dengan beberapa instansi terkait untuk memberikan sosialisasi
terkait inovasi. Bahkan perlu untuk mendatangkan pelaku umkm dari wilayah
lain di Indonesia, untuk melakukan pelatihan dan membuka cakrawala berpikir
pelaku umkm tersebut.

b. Strategi Strengths-Threats
Strategi Strengths-Threats (S-T) ini merupakan strategi yang menggunakan
kekuatan internal untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal
bagi pengembangan produk unggulan di Kabupaten Magelang. Beberapa alternatif
strategi S-T yang dihasilkan adalah sebagai berikut :
1) Menjaga keberlanjutan pengadaan bahan baku
Salah satu produk unggulan di Kabupaten Magelang yang tergantung
dengan bahan baku antara lain, industri kerajinan tanduk, industri kerajinan
pahat batu dan derivasinya, serta industri olahan pangan berbasis ketela,
dimana ketersediaannya dimasa yang akan datang semakin menipis di wilayah
tersebut. Sementara permintaan produk-produk tersebut sangat tinggi karena
kekhasan yang diiliki oleh masing-masing produk, juga keragaman produk
yang dimilikinya.
Untuk mendukung dan memenuhi permintaan tersebut bahan baku
tersebut didapatkan dari kelompok-kelompok tani yang bermitra dengan
industri olahan ketela dan dengan petani-petani petani sekitar, serta pengepul
dan atau distributor luar daerah, sehingga jalinan kemitraan tersebutharus
dijaga untuk keberlangsungan bahan baku dimasa yang akan datang.
Sedang untuk kecukupan bahan baku batu vulkanik, ketersediaannya
semakin berkurang karena penggaliannya sangat dibatasi untuk tujuan
konservasi lingkungan. Namun demikian hal tersebut dapat diatasi dengan cara
mendatangkan dari luar daerah meski menimbulkan biaya yang cukup tinggi.
Untuk biaya yang lebih rendah dilakukan melalui effisiensi penggunaan bahan
baku dengan mengolah kembali limbah batu sebagai produk derivatifnya.
Ketersedian bahan baku yang cukup dan tepat waktu akan menjamin
kelancaran proses produksi.
2) Mensikapi Tinnginya produk pesaing dengan keragaman dan kekhasan
produk

One Village One Product 97


Daya saing menurut Organisation for Economic Cooperation
and Development (OECD) menyebutkan bahwa daya saing adalah
kemampuan perusahaan, industri, daerah, negara, atau antar daerah untuk
menghasilkan faktor pendapatan dan faktor pekerjaan yang relatif tinggi dan
berkesinambungan untuk menghadapi persaingan internasional.
Oleh karena daya saing industri merupakan fenomena di tingkat mikro
perusahaan, maka kebijakan pembangunan industri nasional didahului
dengan mengkaji sektor industri secara utuh sebagai dasar pengukurannya.
Sehingga faktor keunggulan komparatif dapat dianggap sebagai faktor yang
bersifat alamiah dan faktor keunggulan kompetitif dianggap sebagai faktor
yang bersifat acquired atau dapat dikembangkan /diciptakan
3) Menghadapi pasar bebas asean dengan keragaman dan produk yang
berorientasi pada permintaan pasar
Dalam rangka menuju Pasar Bebas Asean 2015, masih banyak peluang
UMKM untuk meraih pangsa pasar dan peluang investasi. Guna
memanfaatkan peluang tersebut, maka tantangan yang terbesar bagi UMKM di
Indonesia menghadapi Pasar Bebas Asean adalah bagaimana mampu
menentukan strategi yang tepat guna memenangkan persaingan
Strategi untuk mengantisipasi mekanisme pasar yang makin terbuka
dan kompetitif khususnya di kawasan Asean adalah penguasaan pasar, yang
merupakan prasyarat untuk meningkatkan daya saing UMKM. Agar dapat
menguasai pasar, maka UMKM perlu mendapatkan informasi dengan
mudah dan cepat, baik informasi mengenai pasar produksi maupun
pasar faktor produksi untuk memperluas jaringan pemasaran produk
yang dihasilkan oleh UMKM. Pengembangan kerjasama/kemitraan dengan
swasta dan lembaga lainnya. Melakukan Ikatan kerjasama dengan lembaga
keuangan, lembaga penelitian dan pengembangan industri, termasuk dengan
Pemerintah Provinsi, Pemerintah Pusat serta perguruan tinggi, akan
memberikan dukungan yang kuat terhadap kinerja Usaha Mikro Kecil
Menengah yang memproduksi produk-produk unggulan, melalui berbagai
aspek. Menjalin kerjasama dengan lembaga pengembangan industri
memberikan dampak yang baik dalam hal perbaikan mutu dan kualitas produk
yang dihasilkan (Assauri, 2004). Dengan menggunakan strategi ini, para
pelaku usaha akan memperoleh panduan dan dukungan dalam melakukan
One Village One Product 98
pengembangan industrinya baik dari aspek pendanaan, pengembangan
teknologi maupun perbaikan sistem produksi.
Peningkatan kualitas dan mutu dari produk Unggulan kakao Skala
Industri Kecil Menengah akan meningkatkan prospek produk di pasaran
sehingga akan mempermudah Industri Kecil Menengah dalam memperoleh
faktorfaktor peluang yang dimiliki (Nurmianto, 2004).

c. Strategi Weakness-Opportunities
Strategi Weakness-Opportunities (W-O) adalah strategi yang disusun
untuk mengatasi kelemahan dengan memanfaatkan peluang yang ada. Beberapa
alternatif yang dihasilkan adalah :
1) Rendahnya Dukungan dan Kebijakan Pemerintah
UMKM merupakan sektor yang penting dan besar kontribusinya dalam mewujudkan
sasaran-sasaran pembangunan ekonomi nasional, seperti pertumbuhan ekonomi,
kesempatan kerja, peningkatan devisa negara, dan pembangunan ekonomi daerah.
UMKM diharapkan mempunyai kemampuan untuk ikut memacu pertumbuhan
ekonomi nasional sehingga UKM membutuhkan pelindung berupa kebijakan
pemerintah seperti undang-undang dan peraturan pemerintah. Adanya regulasi baik
berupa undang-undang dan peraturan pemerintah yang berkaitan dengan UKM dari
sisi produksi dan sisi perbankan, akan memacu peranan UKM dalam perekonomian.
Meskipun di Kabupaten Magelang perda mengenai kebijakan tersebut tidak
banyak tersedia, namun dengan adanya dukungan dari beberapa lembaga,
pemberdayaan UMKM mestinya dapat terus berjalan.
2) Manajemen Usaha yang belum profesional
Manajemen Usaha seringkali dianggap sebagai sebuah konsep yang terlalu
muluk-muluk. Tetapi sebenarnya tidak demikian, banyak usaha kecil yang
sebenarnya memiliki prospek baik akhirnya kandas di tengah jalan karena
miss-manajemen atau salah kelola dari pemiliknya. Atau sebuah bisnis usaha
kecil yang sebenarnya baik dan memiliki prospek cerah tetapi tidak didukung
oleh Manajemen Bisnis Yang baik, akhirnya tidak berkembang. Karena itu
penting bagi pelaku usaha kecil untuk mencermati dan belajar mengenai
manajemen usaha ini.

One Village One Product 99


kesulitan mengenai tata kelola usaha, bukan lagi menjadi kendala bagi usaha
bisnis, karena disamping ketersediaan sumber dan informasi dari media, tetapi
dukungan dari bebrbagai kelembagaan baik swasta maupun pemerintah
lembaga bisnis maupun perguruan tinggi senantiasa siap untuk melakukan
pendampingan terutama pada aspek ketata kelolaan usaha bisnis.
3) Teknologi dan Pengemasan yang masih sederhana
Peningkatan kemampuan teknologi industri bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan Usaha Mikro Kecil Menengah, dalam penerapan teknologi melalui
fasilitasi bimbingan, peningkatan koordinasi dan sinergitas program di bidang
pengembangan teknologi industri dan modernisasi sarana dan peningkatan
SDM di bidang teknologi. Modernisasi peralatan dan adopsi teknologi
diharapkan mampu meningkatkan produktivitas serta mutu produk. Kegiatan
tersebut dapat dilakukan dengan cara berkolaborasi dengan beberapa lembaga
terkait misalnya perguruan tinggi.
4) Rendahnya jaringan pemasaran
Kendala utama dari pengembangan UMKM adalah kendala distribusi dalam
produksi dan penjualan barang. Kendala ini disebabkan oleh kurangnya
pengembangan jaringan distribusi dan pemasaran yang bisa digunakan
untuk produksi dan penjualan barang. Oleh karena itu, untuk membangun
UMKM diperlukan perbaikan jaringan distribusi barang dari industri
bahan mentah, industri barang setengah jadi, industri barang jadi dan
konsumen. Sehingga dibutuhkan pemetaan UMKM setiap tahunnya untuk
mengetahui penyebaran, letak, keaktifan UMKM di Kabupaten
Magelang sehingga memudahkan koordinasi maupun pencarian barang
maupun jasa dari UMKM tersebut, terutama untuk produk-produk yang
kreatif dan inovatif
d. Strategi weakness-threats
Strategi yang terakhir menggunakan strategi weakness-threats (W-T).
Strategi ini merupakan strategi yang diusulkan untuk mengurangi kelemahan
internal dan menghindari ancaman eksternal yang ada. Alternatif strategi W-T yang
dihasilkan adalah sebagai berikut :
1) Penguatan Kelembagaan
Penguatan kelembagaan yang dimaksudkan disini menyangkut
seluruh kelembagan yang berhubungan dengan pengembangan produk
One Village One Product 100
unggulan yang ada di Kabupaten Magelang. Strategi yang dilakukan dengan
mengintegrasikan komponen-komponen kelembagaan mulai dari kelembagaan
petani, jasa keuangan, koperasi, pemerintah, swasta, pelaku usaha mikro, kecil,
menengah dan usaha besar.
Penguatan lembaga ini perlu dilakukan agar strategi pengembangan
produk unggulan Kanbupaten Magelang dapat berjalan dengan baik.
Penguatan kelembagaan ini tentu sangat berhubungan dengan partisipasi
masyarakat dengan pemerintah. Artinya strategi pengembangan produk
unggulan tidak akan berjalan tanpa partisipasi aktif masyarakat dan dukungan
pemerintah.
Penguatan kelembagaan ini memungkinkan untuk terbentuknya badan
usaha milik desa, yang sepenuhnya dapat dikelola oleh Pemerintah Desa
bersama masyarakat.

One Village One Product 101


BAB VIII. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Pemetakan produk unggulan kabupaten Magelang terdiri atas sembilan produk potensial
yang secara berututan adalah Kerajinan batu, olahan ketela, gula semut, olahan salak,
olahan kopi, sapu rayung, olahan pepaya, kerajinan bambu, dan kerajinan tanduk.
2. Jenis dan sumber bahan baku untuk produk unggulan cukup melimpah teritama untuk
komoditas, kopi, salak, bambu, dan gula. Sedang untuk batu vulkanik,ketela pohon dan
sapu rayung, ketersediaannya semaki terbatas dan tergantung dari daerah lain.
3. Berdasarkan hasil seleksi untuk produk unggulan berbasis OVOP, maka produk-produk
yang potensi untuk dikembangkan sebagai produk OVOP antara lain, Gula Semut, 21,6%,
Olahan Salak 17,7%, Olahan Kopi 16%, olahan ketela 13% dan Kerajinan Batu 10%
4. Selain peta produk unggulan, juga dihasilkan draft raperda untuk pengembangan produk-
produk unggulan.

B. Rekomendasi

One Village One Product 102


DAFTAR PUSTAKA

Armstrong, Michael, Performance Management, Tugu Publisher, Yogyakarta, 2004.


Daihani,D.Umar. 2001. komputerisasi Pengambilan Keputusan. PT Elekmedia Komputindo,
Jakarta
Istijanto, Riset Sumber Daya Manusia, Gramedia, Jakarta, 2005
Jefri Leo, (2014), Penentuan Komoditas Unggulan Dengan Metode AHP Journal Saintia Matematika
ISSN: 2337-9197 Vol. 02, No. 03 (2014), pp. 213-224.
Kosasi, S. 2002. Sistem Penunjang Keputusan (Decision Support System). Departemen
Pendidikan Nasional, Pontianak.
Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Penerbit PT
Grasindo, Jakarta.
Niskha Sandriana, Abdul Hakim, Choirul Saleh (2015), Strategi Pengembangan Produk Unggulan
Daerah Berbasis Klaster di Mota Malang. Juornal Reformasi, ISSN 2088-7469 Vol. 5.No.1,
Saaty, T.L. 2001. Decision Making For Leaders. Forth edition, University of Pittsburgh,
RWS Publication.
Saaty, 1990, “Multicriteria Decision Making :The Analytic Hierarchy process-Planing Prioroty
Setting, Resource Allocation. McGraww-Hill, New York,
Saaty, T.L.1988. Multicriteria Decision Making : The Analytic Hierarchy Process.
University of Pittsburgh, RWS Publication, Pittsburgh
Suryadi, K. dan Ramdhani, MA.1998. Sistem Pendukung Keputusan. PT Remaja Rosdakarya,
Bandung.
Thomas L. Saaty (2010), Analytic Hierarchy Process, Prosiding : Jurnal Vol. VI of the AHP Series, ,
478 pp., RWS Publ., 2000 (revised). ISBN 0-9620317-6-3..
Wanadrika. 2008, Pengertian, tujuan, lingkup produk One Village One Product. Tersedia
dalam http:/wanadrika.blokspot.com/ovop-one-village-one-product
Wisangeni, Bambang. 2010. Analytical Hierarchy Process (AHP). Tersedia dalam
http://bambangwisanggeni.wordpress.com/. Diakses tanggal 14 November 2015

One Village One Product 103


LAMPIRAN 1. Rencana Tindak Kegiatan Pengembangan Produk Unggulan Menuju OVOP
Indikator
Strategi Program Sasaran
Sasasran Program
Peningkatan Peran Penyusunan kebijakan- Terbitnya perda
Pemerintah untuk kebijakan terkait dengan pemberdayaan
pemberdayaan pemberdayaan , UMKM kabupaten
UMKM pembinaan, dan Magelang
perlindungan UMKM
Aksesibilitas umkm
Pembinaan terhadap usaha terhadap LJK
industri dalam rangka
mendukung
kemampuannya untuk:
1. meningkatkan
permodalan (bankable);
2. meningkatkan SDM;
3. meningkatkan
kemampuan pemasaran;
dan
4. meningkatkan
penguasaan teknologi
produksi.
Kebijakan Pemberian
bantuan kepada UMKM
meliputi:
1. Pembinaan Sumber
Daya Manusia dengan
mengadakan pelatihan
dan peningkatan
kemampuan, keahlian
dan keterampilan para
pengrajin marmer;
2. Pemasaran dan promosi
produk dengan
mengadakan pameran-
pameran yang berskala
nasional ataupun
internasional;
3. Pelatihan dalam hal
manajemen usaha yang
baik;
4. Bantuan dalam
memberikan alat seperti
gergaji batu dan lain-
lain. Mesin kemas,
Kebijakan atau Regulasi
untuk menerapkan OVOP
serta turunan petunjuk
pelaksanaan bagi daerah
sehingga daerah dapat
mengimplementasikan
OVOP dengan efektif.
Mewujudkan Program penciptaan a. Berkembangnya Persentase
UMKM yang iklim usaha kecil Koperasi dan Koperasi Aktif.
berkualitas, menengah yang UMKM.
- Pelaku usaha
produktif, mandiri kondusif
b. Terjaganya bernilai tambah
dan berdaya
Kegiatan Penyusunan pertumbuhan dalam aspek
saing dalam

One Village One Product 104


rangka kebijakan tentang UKM ekonomi. HKI, paten,
meningkatkan omzet, akses
Kegiatan Fasilitasi c. Meningkatnya
perekonomian modal, sertifikasi
Pengembangan UKM kesempatan
wilayah Kab halal, kuantitas
kerja.
Magelang Program pengembangan dan kualitas
kewirausahaan dan d. Meningkatnya produk.
keunggulan kompetitif penyelenggaraan
- Wirausaha baru
UKM pendidikan dan
pelatihan bagi - Lapangan
Kegiatan
Koperasi dan pekerjaan baru
Penyelenggaraan
UMKM.
Pelatihan Kewirausahaan - Jumlah
Kegiatan Pelatihan e. Meningkatnya pengelola
jumlah Koperasi Koperasi dan
Manajemen Pengelolaan
dan UMKM yang pelaku UMKM
Koperasi/ KUD
sehat dan inovatif yang mengikuti
Kegiatan fasilitasi serta berdaya diklat
pengembangan saing - Persentase
kewirausahaan UMKM
Koperasi Sehat
Program pengembangan
- Cakupan bina
sistem pendukung usaha
Usaha Mikro,
bagi UKM
Kecil dan
Kegiatan fasilitasi dan Menengah
intermediasi bagi UMK
Program Peningkatan
Promosi dan Kerjasama
investasi
Kegiatan pengembangan
potensi unggulan daerah
Penguatan Daya 1. Program peningkatan
Saing Industri kapasitas iptek sistem
2. produksi;
3. Program
pengembangan industri
kecil menengah;
4. Program peningkatan
kemampuan teknologi
Industri;
5. Program penataan
struktur industri;
6. Program
pengembangan sentra-
sentra industri
7. potensial;
8. Program
pengembangan
ekonomi kreatif dan
9. teknopolis.
Mengembangkan Program perlindungan a. Meningkatnya Nilai ekspor Kota
akses pasar, iklim konsumen dan akses pasar dan Bandung.
usaha, daya saing, pengamanan kualitas usaha dalam
- Tingkat inflasi
perlindungan perdagangan dan luar negeri.
umum.
konsumen dan
b. Terjaganya
pengamanan pasar Kegiatan fasilitasi - Laju
ketersediaan pangan
dalam negeri, penyelesaian Pertumbuhan
dan stabilitas harga.
stabilisasi harga permasalahanpermasalaha Ekonomi (LPE).
bahan pokok dan n c. Terjaganya
- Indeks daya

One Village One Product 105


penciptaan pengaduan konsumen pertumbuhan beli.
jaringan distribusi ekonomi.
- PDRB/Kapita.
yang efisien.
d. Mendorong upaya
- Cakupan binaan
peningkatan daya
sektor
beli masyarakat.
perdagangan.
e. Peningkatan
kinerja sektor
Perdagangan Non
Formal, Kecil,
Menengah dan
Besar.
Mewujudkan Program peningkatan Meningkatnya Jumlah sertifikat
UMKM berdaya kapasitas IPTEK sistem kemampuan halal yang
saing yang maju produksi teknologi dan diterbitkan
melalui Kegiatan penguatan mutu produk - Jumlah pameran
peningkatan nilai kemampuan industri industri. produk industri
tambah industri, berbasis teknologi b. Meningkatnya - Jumlah industri
pengembangan Program pemasaran kecil yang
industri kreatif, pengembangan industri produk industri. dilayani
perluasan pasar kecil menengah c. Terlayaninya - Jumlah sentra
produk industri Kegiatan fasilitasi bagi masyarakat yang dibina
dalam dan luar IKM terhadap industri kecil. - Jumlah industri
negeri. pemanfaatan sumber d. Terbinanya kreatif yang
daya sentra industri bernilai tambah
Kegiatan Pembinaan dan
Industri Kecil menengah perdagangan.
pada sentra Industri e. Meningkatnya
Program peningkatan industri kreatif
kemampuan teknologi yang bernilai
industri tambah.
Kegiatan pengembangan
dan pelayanan teknologi
industri
Kegiatan pelatihan
keterampilan industri
kerajinan
Program penataan
struktur industri
Kegiatan penyediaan
sarana maupun
prasarana kluster industri
Program
pengembangan
sentrasentra
industri
potensial
Kegiatan penyediaan
sarana informasi yang
dapat diakses
Pengembangan
Potensi Produk
Unggulan
Kabupaten
Magelang

One Village One Product 106


LAMPIRAN
KRITERIA UNTUK SELEKSI PRODUK
SATU DAERAH SATU PRODUK (OVOP) INDONESIA

Kategori : Industri Kecil Menengah

Nama Produk …………………………………………………………………………

ID Produk

A. ASPEK PRODUKSI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT 30 skor

I. Aspek Produksi 15 skor


1. Sumber Bahan Baku Utama 3 skor
Bahan baku utama lokal (Kabupaten/Kabupaten) kurang dari 80 % 1 skor
Bahan baku utama lokal (kabupaten/Kabupaten) 80 % atau lebih 2 skor
Semua bahan baku utama lokal (kabupaten/Kabupaten) 3 skor

2. Jaminan Ketersediaan Bahan Baku Utama 3 skor


Jaminan ketersediaan bahan baku utama untuk 1 tahun 1 skor
Jaminan ketersediaan bahan baku utama 1 – 3 tahun 2 skor
Jaminan ketersediaan bahan baku utama lebih dari 3 tahun 3 skor

3. Nilai Tambah Produksi 3 skor


Nilai tambah produksi kurang dari 20 % 1 skor
Nilai tambah produksi 20 – 60 % 2 skor
Nilai tambah produksi lebih dari 60 % 3 skor

4. Pengendalian Lingkungan 3 skor


Tidak memperhatikan dampak lingkungan 1 skor
Produksi berdampak terhadap lingkungan tetapi ada pengendalian 2 skor
Produksi tidak berdampak terhadap lingkungan 3 skor

One Village One Product 107


5. Potensi Produk Dapat Diproduksi secara Massal 3 skor
Tidak dapat diproduksi dalam kuantitas dan kualitas yang sama 1 skor
Dapat diproduksi dalam kuantitas dan kualitas yang hampir sama 2 skor
Dapat diproduksi dalam kuantitas dan kualitas yang sama 3 skor

II. Aspek Pengembangan Produk 6 skor


1. Pengembangan Produk & Desain 3 skor
Dikembangkan dari produsen lain / meniru 1 skor
Dikembangkan sesuai permintaan pelanggan / pasar 2 skor
Dikembangkan oleh kelompok / sendiri 3 skor

2. Pengembangan Kemasan 3 skor


Ada kemasan, masih konvensional 1 skor
Ada pengembangan tetapi belum optimal 2 skor
Dikembangkan terus menerus dan konsisten sesuai dengan kaidah 3 skor
”kemasan” (menuju standar komersial)

III. Aspek Pengembangan Masyarakat 9 skor


1. Keberadaan Perusahaan di Sentra 3 skor
Kurang dari 3 tahun 1 skor
3 – 5 tahun 2 skor
5 tahun atau lebih 3 skor

2. Peran dalam Kelompok 3 skor


Tidak menjadi anggota kelompok 1 skor
Sebagai anggota kelompok 2 skor
Sebagai pengurus kelompok 3 skor

3. Partisipasi dengan Masyarakat 3 skor


a. Tenaga kerja sebagian dari masyarakat setempat
b. Memberikan sebagian keuntungan untuk masyarakat setempat
c. Mendengarkan / menerima masukan dari masyarakat

One Village One Product 108


Berpartisipasi 1 faktor 1 skor
Berpartisipasi 2 faktor 2 skor
Berpartisipasi 3 faktor 3 skor

Total Nilai Bagian A .................................... Skor

Hasil Pertimbangan

Total Nilai (Bagian A+B+C) ………………………………………………………… Skor

Ringkasan Komentar Tim pada produk secara keseluruhan

........................................................................................................................................

........................................................................................................................................

Magelang,
Tim Seleksi

( ) ( )
Ketua Sekretaris

( ) ( )
Kepala Dinas

One Village One Product 109


B. ASPEK 30 skor

I. Manajemen 15 skor
1. Organisasi 3 skor
Tidak ada struktur organisasi 1 skor
Ada struktur organisasi tanpa pembagian tugas yang jelas 2 skor
Ada struktur organisasi dengan pembagian tugas yang jelas 3 skor

2. Pembukuan 3 skor
Tidak ada pembukuan 1 skor
Pembukuan sederhana 2 skor
Pembukuan mengikuti sistem akuntansi 3 skor

II. Pemasaran 6 skor


1. Tujuan Pasar 3 skor
Pasar lokal 1 skor
Pasar lokal dan nasional 2 skor
Pasar lokal, nasional dan internasional 3 skor

2. Peningkatan Omzet Penjualan (3 Tahun Terakhir) 3 skor


Kenaikan tidak lebih dari 25 % 1 skor
Kenaikan 25 – 50 % 2 skor
Kenaikan 51 % atau lebih 3 skor

3. Pelanggan 3 skor
Mempunyai pelanggan tidak tetap 1 skor
Mempunyai pelanggan tetap, tetapi pembelian tidak tetap 2 skor
Mempunyai pelanggan tetap dan baru, pembelian meningkat 3 skor

4. Identitas / Logo Perusahaan 3 skor

One Village One Product 110


Produk belum ada identitas / logo perusahaan 1 skor
Produk sudah menggunakan identitas perusahaan, tetapi belum 2 skor
konsisten dan didaftarkan HKI
Seluruh produk telah menggunakan identitas perusahaan secara 3 skor
baik dan konsisten sudah didaftarkan di HKI, dilindungi dan dikenal
secara luas

III. Riwayat Produk 9 skor


1. Riwayat Produk 3 skor
Mempunyai riwayat produk, tetapi tidak terdokumentasi 1 skor
3 – 5 tahun 2 skor
5 tahun atau lebih 3 skor

2. Peran dalam Kelompok 3 skor


Tidak menjadi anggota kelompok 1 skor
Sebagai anggota kelompok 2 skor
Sebagai pengurus kelompok 3 skor

Total Nilai Bagian B................................................. Skor

One Village One Product 111


C. ASPEK KUALITAS DAN PENAMPILAN PRODUK 46 skor

I. Kualitas Produk 35 skor


1. Ketelitian Proses Produksi 10 skor
Pembuatan produk tidak teliti dan tidak tapih 1 skor
Pembuatan produk teliti dan cukup rapih 5 skor
Pembuatan produk teliti dan rapih 10 skor

2. Tampilan Produk 8 skor


(Pilih hanya A atau B untuk menilai)
A. Apabila penilaian untuk produk budaya : desain produk dan karakteristik
mencerminkan keunggulan budaya Indonesia, baik desain, warna, motif, tekstur,
keindahan, ukuran yang sesuai dan mudah penggunaaanya serta serasi dengan
komponennya.
B. Apabila penil
6 skor
1. Tujuan Pasar 3 skor
Pasar lokal 1 skor
Pasar lokal dan nasional 2 skor
Pasar lokal, nasional dan internasional 3 skor

2. Peningkatan Omzet Penjualan (3 Tahun Terakhir) 3 skor


Kenaikan tidak lebih dari 25 % 1 skor
Kenaikan 25 – 50 % 2 skor
Kenaikan 51 % atau lebih 3 skor

3. Pelanggan 3 skor
Mempunyai pelanggan tidak tetap 1 skor
Mempunyai pelanggan tetap, tetapi pembelian tidak tetap 2 skor
Mempunyai pelanggan tetap dan baru, pembelian meningkat 3 skor

One Village One Product 112


4. Identitas / Logo Perusahaan 3 skor
Produk belum ada identitas / logo perusahaan 1 skor
Produk sudah menggunakan identitas perusahaan, tetapi belum 2 skor
konsisten dan didaftarkan HKI
Seluruh produk telah menggunakan identitas perusahaan secara 3 skor
baik dan konsisten sudah didaftarkan di HKI, dilindungi dan dikenal
secara luas

III. Riwayat Produk 9 skor


1. Riwayat Produk 3 skor
Mempunyai riwayat produk, tetapi tidak terdokumentasi 1 skor
3 – 5 tahun 2 skor
5 tahun atau lebih 3 skor

2. Peran dalam Kelompok 3 skor


Tidak menjadi anggota kelompok 1 skor
Sebagai anggota kelompok 2 skor
Sebagai pengurus kelompok 3 skor

Total Nilai Bagian B................................................. Skor

One Village One Product 113


KRITERIA UNTUK SELEKSI PRODUK
SATU DAERAH SATU PRODUK (OVOP) INDONESIA

Kategori : SENTRA

1. Nama sentra : ____________________________________________


2. Alamat lokasi sentra : ____________________________________________
3. Nama komoditi / produk : ____________________________________________
4. a. Nama perusahaan
penghela (champion) : ____________________________________________
b. Jenis produk : ____________________________________________
c. Kapasitas produksi : ____________________________________________
d. Jumlah tenaga kerja : ____________________________________________
5. a. Jumlah perusahaan /
pengusaha perajin di sentra : ____________________________________________
b. Jumlah tenaga kerja : ____________________________________________
6. Keunikan/kekhasan
komoditi/produk : ____________________________________________
7. Ketersediaan bahanbaku utama
lokal disekitarnya : _____________________________________ %

8. Pasar komoditi/produk saat ini : ____________________________________________

9. INFRASTRUKTUR SENTRA

a. Akses jalan ke sentra : Jalan setapak / jalan kendaraan roda 4 / jalan raya.
b. Listrik : Tersedia/ belum tersedia.
c. Telekomunikasi : Terjangkau/ belum terjangkau

10. Kesesuaian lokasi sentra dalam


RUTR *) daerah : Sesuai/ belum sesuai/ belum ada RUTR.

11. Bentuk komitmen program dan : Perbaikan sarana dan prasarana umum sentra/
fasilitas Pemerintah Daerah pelatihan/promosi dan pameran/bantuan sarana usaha/pe
kepada IKM di Sentra. ngembangan kelembagaan masyarakat/ ……………..

12. Permasalahan yang dihadapi sentra : ____________________________________________


13. Kebutuhan sentra : ____________________________________________
14. a. Nama organisasi masyarakat
di sentra : ____________________________________________
b. Nama pimpinan : ____________________________________________
c. Jumlah anggota : ____________________________________________

One Village One Product 114


KRITERIA UNTUK SELEKSI PRODUK
SATU DAERAH SATU PRODUK (OVOP) INDONESIA
Kategori : PRODUK
I INFORMASI PRODUK
1. Kode Produk : ________________________________________________
2. Nama Produk : ________________________________________________
3. Merek : ________________________________________________
4. Kategori : ________________________________________________

II INFORMASI PERUSAHAAN
1. Nama Perusahaan : ________________________________________________
2. Bidang Usaha : ________________________________________________
3. NPWP : ________________________________________________
4. Alamat/Jalan : ________________________________________________
5. Kecamatan : ________________________________________________
6. Kabupaten : ________________________________________________
7. Provinsi : ________________________________________________
8. Telp/Fax : ________________________________________________
9. E-mail : ________________________________________________
10. Website : ________________________________________________

III INFORMASI PENGUSAHA


1. Nama Pengusaha : ________________________________________________
2. Tanggal Lahir : ________________________________________________
3. No. KTP : ________________________________________________
4. Alamat Rumah : ________________________________________________
5. Kecamatan : ________________________________________________
6. Kabupaten : ________________________________________________
7. Provinsi : ________________________________________________
8. Kode Pos : ________________________________________________
9. Telp/HP : ________________________________________________
10. Fax : ________________________________________________
11. E-Mail : ________________________________________________
12. Website : ________________________________________________

IV INFORMASI LEGALITAS USAHA


1. Nomor & Tanggal : ________________________________________________
2. Bidang Usaha : ________________________________________________
3. Nama Instansi Penerbit ijin : ________________________________________________

V Sertivikat
1. SNI : ________________________________________________
2. Batikmark : ________________________________________________
3. Halal : ________________________________________________

One Village One Product 115


4. HACCP : ________________________________________________
5. HaKI : ________________________________________________
6. P-IRT/MD : ________________________________________________
7. Lainnya : ________________________________________________

VI INFORMASI PEMASARAN
I
1. Jumlah produk dipasarkan lokal : Unit/bulan
2. Jumlah produk dipasarkan Provinsi : Unit/bulan
3. Jumlah produk dipasarkan antar Provinsi : Unit/bulan
4. Jumlah produk dipasarkan Ekspor : Unit/bulan

Informasi diatas disampaikan dengan sebenar-benarnya

Magelang, Mei 2015


Pimpinan/penaggung jawab Perusahaan

------------------------------------

One Village One Product 116


KRITERIA UNTUK SELEKSI PRODUK
SATU DAERAH SATU PRODUK (OVOP) INDONESIA
Kategori : MAKANAN RINGAN

Nama Produk ..................................................................................

ID Produk  
Khusus untuk produk pangan, harus memenuhi persyaratan :
1. Memiliki izin industri/ TDI
2. Memiliki sertifikat SP/ PIRT/ MD
3. Mengajukan permohonan

A. ASPEK PRODUK, PENGEMBANGAN PRODUK DAN PENGEMBANGAN Jumlah Skor


MASYARAKAT
I UMUM
1.1 Sumber Bahan Baku 3 Skor
Bahan baku lokal (Kab/Kabupaten) kurang dari 60% 1 Skor
 Bahan baku lokal (Kab/Kabupaten) kurang dari 60 - 90% 2 Skor
 Bahan baku lokal (Kab/Kabupaten) lebih dari 90% 3 Skor

1.2 Kapasitas Produksi 3 Skor


 Tidak ada peningkatan Kapasitas Produksi 1 Skor
 Peningkatan Kapasitas Produksi Kurang dari 30% 2 Skor
 Peningkatan Kapasitas Produksi Lebih dari 30% 3 Skor

1.3 Nilai Tambah Produksi (nilai produksi – nilai bahan baku) 3 Skor
 Nilai Tambah Produksi kurang dari 20% 1 Skor
 Nilai Tambah Produksi 20 – 60% 2 Skor
 Nilai Tambah Produksi lebih dari 60% 3 Skor

1.4 Lingkungan 3 Skor


 Tidak memperhatikan dampak terhadap lingkungan 1 Skor
 Produksi berdampak terhadap lingkungan tetapi terkendali 2 Skor
 Produksi tidak berdampak terhadap lingkungan 3 Skor

1.5 Konsistensi kualitas dan kuantitas produk 5 Skor


 Tidak dapat diproduksi dalam kuantitas dan kualitas yang sama 1 Skor
 Dapat diproduksi dalam kuantitas dan kualitas yang hampir sama 3 Skor
 Dapat diproduksi dalam kuantitas dan kualitas yang sama 5 Skor

II PENGEMBANGAN PRODUK
2.1 Pengembangan Produk 3 Skor
 Diproduksi sesuai aslinya (tidak ada pengembangan) 1 Skor
 Dikembangkan dari produk asli (diversifikasi) 2 Skor
 Merupakan hasil kreativitas dan inovasi produk 3 Skor

One Village One Product 117


2.2 Merek 4 Skor
 Tidak mempunyai merek 1 Skor
 Mempunyai merek belum didaftarkan di HKI 2 Skor
 Mempunyai merek dan sudah terdaftar di HKI 4 Skor

III BAGIAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT


3.1 Peran dalam Kelompok 3 Skor
 Tidak menjadi anggota kelompok 1 Skor
 Sebagai anggota Kelompok 2 Skor
 Sebagai Pengurus Kelompok 3 Skor

3.2 Partisipasi Masyarakat 3 Skor


3.2.1 Tenaga kerja sebagian dari masyarakat setempat
3.2.2 Memberikan sebagian keuntungan kepada masyarakat
3.2.3 Mendengarkan / menerima masukan dari Masyarakat
 Berpartisipasi 1 faktor 1 Skor
 Berpartisipasi 2 faktor 2 Skor
 Berpartisipasi 3 faktor 3 Skor

Total Nilai Bagian A = __________________ Skor

B ASPEK MANAJEMEN, PEMASARAN DAN RIWAYAT PRODUK


I ASPEK MANAJEMEN
1.1 Organisasi 3 Skor
 Tidak ada struktur organisasi 1 Skor
 Ada struktur organisasi tanpa pembagian tugas yang jelas 2 Skor
 Ada struktur organisasi dengan pembagian tugas yang jelas 3 Skor

1.2 Pembukuan 3 Skor


 Tidak ada pembukuan 1 Skor
 Pembukuan Sederhana 2 Skor
 Pembukuan mengikuti sistem akuntansi 3 Skor

II ASPEK PEMASARAN
2.1 Wilayah pemasaran 5 Skor
 Tidak dapat diproduksi dalam kuantitas dan kualitas yang sama 1 Skor
 Dapat diproduksi dalam kuantitas dan kualitas yang hampir sama 3 Skor
 Dapat diproduksi dalam kuantitas dan kualitas yang sama 5 Skor

2.2 Peningkatan hasil penjualan produk, dibandingkan dengan tahun lalu 3 Skor
 Kenaikan tidak lebih dari 25% 1 Skor
 Kenaikan 25 – 50% 2 Skor
 Kenaikan 51% atau lebih 3 Skor

2.3 Pelanggan 5 Skor


 Mempunyai pelanggan yang membeli tidak tetap 1 Skor

One Village One Product 118


 Mempunyai pelanggan yang membeli secara tetap 3 Skor
 Mempunyai pelanggan yang membeli secara tetap dan meningkat 5 Skor

2.4 Cara Pemasaran


2.4.1 Pemasaran dilakukan sendiri (konvensional)
2.4.2 Pemasaran menggunakan agen/distibutor
2.4.3 Pemasaran menggunakan Online
 Melakukan 1 faktor 1 Skor
 Melakukan 2 faktor 2 Skor
 Melakukan si 3 faktor 3 Skor

III ASPEK RIWAYAT PRODUK


3 Legenda dari Produk 3 Skor
.
1
 Mempunyai riwayat produk tetapi tidak ada dokumentasi 1 Skor 1 Skor
 Mempunyai riwayat produk dan didokumentasikan 2 Skor 2 Skor
 Mempunyai riwayat produk ada dokumentasi dan dipublikasikan 3 Skor

3.2 Kearifan Lokal 5 Skor


Berasal dari tempat lain dan tidak dikembangkan lebih lanjut 1 Skor
Berasal dari tempat lain dan dikembangkan lebih lanjut 3 Skor
Merupakan asli Kearifan lokal dan ada pengembangan kreatif lebih 5 Skor

Total Nilai Bagian B = __________________ Skor

C KUALITAS DAN KETENTUAN SPESIFIK PRODUK


I KETENTUAN UMUM PRODUK
1.1 Penerapan GMP 5 skor
Sudah mengikuti pelatihan GMP tetapi belum menerapkan 1 Skor
Sudah mengikuti pelatihan GMP dan menerapkan sebagian 3 Skor
Sudah mengikuti pelatihan GMP dan menerapkan secara penuh 5 Skor

1.2 Kemasan dan label, (termasuk tingkat informatif label, 5 skor


bentuk kemasan, kesesuaian bahan kemasan dengan isi produk dsb)
Mempunyai kemasan dan label, masih sederhana 2 Skor
Mempunyai kemasan dan label menarik dan sudah sesuai ketentuan label 3 Skor
Mempunyai kemasan dan label yang menarik, sesuai ketentuan label dan 5 Skor
Sudah tercantum info tentang nutrisi (nutrition fact)

1.3 Peralatan/Teknologi 4 Skor


Peralatan manual 1 Skor
Peralatan semi otomatis 2 Skor
Peralatan modern 4 Skor
1.4 Standar Produk 4 Skor
Tidak mempunyai standar 0 Skor
Mempuyai standar perusahaan 2 Skor
Mempunyai standar perusahaan dan memenuhi SNI 3 Skor
Mempunyai standar perusahaan dan memenuhi Standar internasional 4 Skor

One Village One Product 119


1.5 Sertifikasi Sistem Manajemen Mutu (HACCP; ISO 9000; 14.000; 2 skor
22.000 dsb)
Tidak ada 0 Skor
Ada 2 Skor

II KETENTUAN SPESIFIK PRODUK


2.1 Memenuhi standar Kesehatan 20 Skor
(Organoleptik, sifat Kimia, cemaran Mikrobiologis, cemaran bahan
berbahaya lain) (diurai sesuai dengan spesifikasi/ parameter uji makanan
ringan)

NO KRITERIA SKOR

1 Organoleptik 11 Skor
- Rasa : Skor 3
Tidak Normal = 0
Normal = 3
- Tekstur Skor 3
Tidak normal = 0
Normal = 2
- Kondisi Fisik : Skor 3
Sebagian besar hancur atau rusak
=1
Sebagian besar baik=2
Sebagian besar utuh=3
- Aroma : Skor 2
Tidak normal = 0
Normal = 3

2 Uji Mikrobiologi
(Harus memenuhi ketentuan yang berlaku tentang Skor 3
cemaran mikroba) Gagal
- Tidak memenuhi syarat = gagal 3
- Memenuhi = 3

3 Uji Kimia Bahan Tambahan Pangan : Skor 3 Skor 3


- Pewarna
- Pengawet
- Pemanis
(harus memenuhi ketentuan yang berlaku tentang Gagal 3
BTP)
- Tidak memenuhi syarat (gagal)
- Memenuhi (3)

Uji Cemaran Logam Skor 3 Skor 3


(Harus memenuhi ketentuan yang berlaku tentang
cemaran logam)
- Tidak memenuhi (gagal) Gagal 3
- Memenuhi (3)

One Village One Product 120


Total Nilai Bagian C = __________________ Skor

Hasil Pertimbangan
Total Nilai (Bagian A+B+C) = _____________________________ Skor

Ringkasan Komentar komite pada produk secara keseluruhan


............................................................................................................................................................
............................................................................................................................................................
...................
Tanda tangan ................................................................................................................
Presiden/Sekretaris
(………………………………………………) Komite Seleksi Tingkat Nasional
Posisi ………………………………………………………..
Tanggal ………....… Bulan ………....… Tahun ………....…

One Village One Product 121


One Village One Product 122

Anda mungkin juga menyukai