Anda di halaman 1dari 43

WAWASAN DUNIA KRISTEN 3: EKLESIOLOGI

Drs. Roedy Silitonga, M.A., M.Th.


FLA – UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

PENGANTAR EKLESIOLOGI

Penerapan jasa-jasa Kristus membawa kita kepada doktrin gereja. Sebab gereja terdiri dari orang-orang yang memiliki
bagian dalam Kristus dan memiliki berkat-berkat keselamatan yang ada di dalam Dia. Kristus, melalui pekerjaan Roh
Kudus, menyatukan manusia dengan diri-Nya, mengaruniai mereka dengan iman yang benar, dan dengan demikian gereja
menjadi tubuh-Nya, sebagai communion fidelium atau communion sanctorum.

Pengajaran
Dasar Alkitab. 1 Kor.1:2, “mereka yang dikuduskan dalam Kristus Yesus dan yang dipanggil menjadi orang-orang
kudus, dengan semua orang di segala tempat, yang berseru kepada nama Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu Tuhan mereka dan
Tuhan kita.”
Kedudukan Eklesiologi. Pertama, doktrin gereja berkaitan dengan karya keselamatan yang dikerjakan Kristus
dan sekaligus untuk menerapkan alat-alat anugerah. Kedua, doktrin gereja juga ditempatkan pada teologi
sistematika sebagai kesatuan pemikiran teologi. Ketiga, tidak mungkin ada gereja yang bisa lepas dari karya
penebusan Kristus dan dari tindakan Roh Kudus yang memperbaharui; dan dengan demikian pembicaraan
tentang penebusan Kristus dan tindakan Roh Kudus ini secara logis mendahului pembicaraan doktrin gereja.
Pentingnya Eklesiologi. Kita dapat mengerti hubungan antara gereja dan doktrin-doktrin lain di dalam
kekristenan. Gereja merupakan pusat perhatian Allah Tritunggal di bumi ini. Selain institusi keluarga, gereja
juga institusi yang didirikan oleh Allah Tritunggal, khususnya pada hari pencurahan Roh Kudus. Gereja
berjuang dan berperang di dunia ini melawan keinginan mata, keinginan daging dan keangkuhan hidup (1
Yoh.2:15-17). Gereja bertekun memelihara iman sampai akhir zaman di dalam kesetiaan Allah Tritunggal (2
Tes.2:13-14). Mereka yang oleh Allah, menurut rencana-Nya, dipanggil ke persekutuan dengan Anak-Nya,
Tuhan kita Yesus Kristus, dan dilahirkan kembali oleh Roh Kudus itu memang dilepaskan-Nya dari kekuasaan
dan perhambaan dosa. Tetapi selama hidup ini Dia tidak melepaskan mereka dari daging dan tubuh dosa
(Dordrecht V, Artikel 1).

Pertanyaan untuk Studi Lanjutan dan Tugas: Bagaimana Anda memahami pentingnya pemahaman dan
pengertian gereja pada zaman sekarang? Jelaskan sikap orang Kristen terhadap kehadiran gereja di tengah-
tengah masyarakat di Indonesia, baik di desa, di kota kecil dan atau di kota besar seperti di kota Jakarta? Silakan
Anda membaca dan menuliskan refleksi rohani tentang Surat 1 Korintus 1 – 3.

Literatur: Anthony A. Hoekema, Diselamatkan oleh Anugerah, Bab 13. Surabaya: Momentum 2009; Louis Berkhof,
Teologi Sistematika: Doktrin Gereja, Bab 1. Surabaya: Momentum, 2010.

GEREJA SEJATI

Dalam Perjanjian Lama, gereja (qahal) artinya memanggil dan (edhah) artinya memilih atau menunjuk atau bertemu
bersama-sama di satu tempat yang telah ditunjuk (Ul.4:10; 18:16; 1 Raj.8:1-5; 2 Taw.5:2-6). Dalam Perjanjian Baru,
(ekklesia) memangggil keluar, datang dan berkumpul bersama (Mat.4:23; Kis.13:43; Why.2:9, 3:9). Ekklesia dibagi atas
gereja lokal, gereja rumah, gereja wilayah, tubuh Kristus, dan orang-orang beriman di seluruh dunia.

1
WAWASAN DUNIA KRISTEN 3: EKLESIOLOGI
Drs. Roedy Silitonga, M.A., M.Th.
FLA – UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

Pengajaran
Dasar Alkitab. Mat.16:17-19, “...engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan
alam maut tidak akan menguasainya.” 1 Ptr.1:2, “yaitu orang-orang yang dipilih, sesuai dengan rencana Allah, Bapa kita,
dan yang dikuduskan oleh Roh, supaya taat kepada Yesus Kristus dan menerima percikan darah-Nya.”
Istilah-istilah Gereja. Pertama, Tubuh Kristus, gereja secara universal (Ef.1:23; Kol.1:18) dan jemaat tunggal
(1 Kor.12:27) yang menekankan kesatuan yang bersifat organis dan Kristus sebagai Kepala yang mulia. Gereja
merupakan tempat kegiatan Kristus saat ini, Kristus memimpin gereja (Kol.2:8-9) yang harus dipimpin dan
diatur oleh-Nya. Kedua, Bait Roh Kudus atau Bait Allah, gereja merupakan bait yang dan kediaman Allah
(Ef.2:21-22; 1 Kor.3:16; 1 Ptr.2:5). Ketiga, Yerusalem yang di atas, yang baru, sorgawi (Gal.4:26; Ibr.12:22;
Why.21:2, 9,10). Gereja adalah tempat kediaman Allah, dimana umat Allah dibawa untuk bersekutu dengan
Dia, ada di dalam dunia tetapi bersifat sorgawi. Keempat, Tiang atau dasar kebenaran, gereja adalah penjaga
kebenaran, benteng kebenaran dan pembela kebenaran terhadap musuh-musuh Kerajaan Allah (1 Tim.3:15).
Kelima, Umat Allah, gereja milik Allah, dan Allah milik mereka. Allah memilih umat-Nya dan menciptakan
suatu umat bagi diri-Nya (1 Tes.1:14; 2 Tes.2:13-14; Kel.15:13,16).
Karya Roh Kudus dalam Gereja. Roh Kudus menyalurkan kehidupan-Nya ke dalam gereja, menyalurkan
kuasa ilahi kepada gereja, menghasilkan kesatuan tubuh, menciptakan kepekaan terhadap pimpinan Tuhan,
menghadirkan Kristus dalam gereja, berdaulat dalam gereja dan karunia pelayanan, serta menjadi gereja murni
dan kudus (1 Kor.6:19-20).
Doktrin Gereja dalam Sejarah. Sebelum reformasi gereja sebagai communio sanctorum yang menekankan
kesucian. Gereja sebagai organisasi eksternal yang terdiri atas cleric (pelayan) dan laic (umum). Pada saat
reformasi, gereja sebagai persekutuan spiritual orang-orang percaya kepada Kristus, yang nampak dan tidak
nampak dalam satu kesatuan melalui pemberitaan firman Tuhan dan sakramen. Namun kelompok Rasionalisme
menempatkan gereja sebagai institusi sosial.
Esensi Gereja. Gereja (Katolik Roma) sebagai institusi eksternal dalam satu kesatuan yang nampak, dimana
jemaat sudah dibaptis dan mengakui iman yang sama terdiri atas ecclesia docens (pejabat) dan ecclesia audiens
(umat). Gereja (Ortodoks) sebagai institusi yang benar, yang nampak dan tidak nampak, dimana gereja
membawa karunia dan kuasa ilahi. Gereja (Protestan) sebagai persekutuan orang kudus dan disucikan di dalam
Kristus dan disatukan dengan Dia sebagai Kepala. Gereja yang dilihat Tuhan dan yang dilihat manusia secara
esensial merupakan communion sanctorum dalam kesatuan spiritual untuk melayani Raja Yesus Kristus.
Karakter Gereja. Pertama, Gereja yang militan dan jaya, yang ada dalam pertempuran kudus melawan dunia
yang jahat dan kuasa kegelapan secara militan di dunia ini dan jaya berkemenangan di sorga yang bermahkota
serta memerintah bersama Kristus. Kedua, Gereja yang nampak dan tidak nampak, sebagai satu gereja Yesus
Kristus yang ada di dalam dunia, bersifat spiritual, dimana persatuan orang percaya dengan Kristus merupakan
persatuan mistis, yang menjadi nampak dalam pengakuan dan perbuatan, pelayanan firman Tuhan dan
sakramensakramen, serta dalam organisasi dan pemerintahan eksternal. Ada gereja yang menekankan institusi
gereja yang kelihatan, ada yang menekankan hubungan pribadi dengan Kristus, dan ada juga yang
menggabungkan keduanya. Ketiga, Gereja sebagai organisme, yakni persekutuan orang percaya (coetius
fidelium) dan institusi, yakni sarana untuk mencapai persekutuan orang percaya (mater fidelium),
Atribut-atribut Gereja. Pertama, Kesatuan gereja, baik kesatuan eksternal institusi dan juga kesatuan mistis
dengan tubuh Kristus di dalam pemberitaan firman Tuhan dan sakramen-sakramen. Kedua, Kesucian gereja,
bukan hanya kesucian seremonial dan moral, juga kesucian batin yang dikerjakan oleh Roh Kudus dalam
kehidupan sehari-hari. Ketiga, Gereja yang Am, gereja secara institusi yang kelihatan di seluruh dunia yang
menyesuaikan diri, serta juga melampaui organisasi yang ada karena mencakup semua orang percaya di seluruh
dunia dari segala bangsa dan segala zaman.
Tanda-tanda Gereja. Pertama, Pengajaran yang murni dari berita Injil dan firman Tuhan secara komprehensif
dan benar. Kedua, Pelaksanaan Sakramen Baptisan Kudus dan Perjamuan Kudus. Ketiga, Pelaksanaan disiplin
gereja berdasarkan ajaran Alkitab, pengakuan iman dan tradisi gereja yang benar, adil dan suci untuk menjaga
kemurnian pengajaran (doktrin) dan kesucian sakramen.

2
WAWASAN DUNIA KRISTEN 3: EKLESIOLOGI
Drs. Roedy Silitonga, M.A., M.Th.
FLA – UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

Pertanyaan untuk Studi Lanjutan dan Tugas: Tuliskan dan jelaskan implikasi kehadiran gereja sebagai
umat Allah dan gereja sebagai tubuh Kristus? Bagaimana Anda memahami konsep gereja yang kelihatan dan
yang tidak kelihatan? Jelaskan sikap Anda terhadap adanya berbagai denominasi gereja di Indonesia dikaitkan
dengan kesatuan gereja?

Literatur: Louis Berkhof, Teologi Sistematika: Doktrin Gereja, Bab 1 Bab 4. Surabaya: Momentum, 2010; Millard J.
Erickson, Teologi Kristen: Volume 3, Bab 49. Surabaya: Gandum Mas, 2000.

PEMERINTAH DAN KUASA GEREJA

Pemerintahan dan kuasa gereja menjelaskan sistem organisasi gereja dalam menyelenggarakan seluruh pelayanan.
Perbedaan sistem pemerintahan gereja disebabkan karena otoritas dan konteks kebutuhan gereja. Gereja menolak
pemerintahan gereja sebagai sistem dan hanya menekankan dorongan Roh Kudus (Kelompok Queker dan Darbyte). Gereja
melibatkan negara dalam gereja, dimana pejabat gereja hanya menyampaikan firman Tuhan kepada jemaat, sedangkan
disiplin gereja dan aturan lainnya berada di bawah kekuasaan negara (Kelompok Erastian, Erastus 1524-1583). Gereja
menetapkan bahwa sistem pemerintahaan gereja dalam ordo pejabat gereja sebagai penerus para rasul (Kelompok
Episkopal). Gereja sebagai sistem independen dan pejabat gereja hanya sebagai pejabat fungsional (Kelompok
Kongregasional). Dan ada gereja yang sistem pemerintahan memiliki kekuatan hukum dan berada di dalam gereja
nasional, lalu negara sebagai pelindung gereja.

3
WAWASAN DUNIA KRISTEN 3: EKLESIOLOGI
Drs. Roedy Silitonga, M.A., M.Th.
FLA – UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

Pengajaran
Dasar Alkitab. Ef.4:11, “Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil
maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bai
pembangunan tubuh Kristus,” (Kis.6:3-4; 1 Tim.3:1-13; Ti.1:5-5-9).
Bentuk-bentuk Pemerintahan Gereja. Pertama, Episkopal, kepemimpinan tertinggi terletak di tangan pejabat
gereja untuk melakukan pekerjaan Kerajaan Allah. Para pejabat memerintah dan memelihara gereja lokal,
mentahbiskan seorang pendeta atau imam, memelihara kemurnian iman serta ketertiban gereja, dan mengambil
tindakan disipliner. Kristus adalah pendiri gereja yang menetapkan dan para rasul untuk mengangkat penatua
dan pemimpin gereja lokal. Kedua, Presbiterian, kedudukan tinggi diberikan kepada pejabat gereja yang disebut
Para Penatua untuk memimpin gereja karena Allah memilih mereka sebagai pejabat (1 Kor.12:28). Ada dua
sidang gereja lokal yakni session dan konsistori, selain itu hanya ada satu tingkat penatua sebagai gembala
sidang dan koordinasi kependetaan dengan kaum awam. Dasar dari pemerintahan Presbiterian yakni keTuhanan
Kristus, peran serta jemaat, dan kekuasaan jemaat lokal. Ketiga, Kongregasional, peran setiap anggota jemaat
sebagai pemimpin tertinggi yang otonomi dan demokrasi. Jemaat lokal bebas mengatur dirinya sendiri dan
setiap anggota jemaat memiliki hak suara. Namun ada beberapa orang yang dipilih untuk menjalankan tugas
khusus, termasuk juga pemilihan pendeta. Keputusan dan tindakan indisipliner dilakukan oleh seluruh anggota
jemaat. Keempat, Tanpa Pemerintahan, gereja ini menekankan karya Roh Kudus dalam diri orang percaya.
Prinsip Dasar Pemerintahan Gereja. Pertama, Kristus adalah Kepala Gereja dan Sumber dari segala otoritas.
Kristus satu-satunya Kepala Gereja. Kendatipun ada konflik mengenai mana yang lebih tinggi dan lebih rendah
di dalam gereja. Kristus adalah satu-satunya Kepala Gereja yang nampak, Pemberi Hukum dan Raja Gereja.
Selain itu, Kristus juga adalah Kepala Organik dari Gereja yang tidak nampak. Keduanya tidak dapat
dipisahkan. Kristus adalah Tuhan dari alam semesta dan Pengantara (Mat.28:18; Ef.1:20-22; Fil.2:10, 11;
Why.17:14; 19:16). Kedua, Kristus memakai otoritasnya dengan memakai Firman Kerajaan-Nya. Kristus
memerintah secara subjektif melalui Roh-Nya yang bekerja di dalam gereja dan secara objektif melalui firman
Tuhan sebagai standar otoritas. Kristus adalah satu-satunya Penguasa gereja yang berdaulat, maka firman Tuhan
adalah satu-satunya hukum dalam arti yang paling mutlak. Ketiga, Kristus sebagai Raja melimpahkan kekuasaan
kepada gereja. Kuasa gerejani diberikan Kristus kepada gereja secara keseluruhan (pejabat dan anggota-
anggotanya), tetapi para pejabat diberikan tanggung jawab melaksanakan tugas mereka dalam gereja milik
Kristus. Keempat, Kristus memperlengkapi para pelaksana yang ditunjuk untuk melaksanakan hal-hal khusus.
Pelaksanaan kuasa dilakukan oleh orang-orang tertentu secara khusus. Mereka memelihara doktrin, ibadah dan
disiplin. Panggilan Tuhan atas pejabat tersebut merupakan panggilan batiniah, sekalipun mereka dipilih oleh
umat, tetapi otoritasnya dari Tuhan dan bertanggung jawab kepada-Nya. Kelima, Kekuatan gereja terutama
terletak pada pemerintahan dalam gereja lokal. Gereja lokal dihormati untuk mengatur gereja masing-masing
untuk tujuan doktrinal, hukum yang berlaku dan administratif dengan pembagian tugas dan tanggung jawab
masing-masing.
Para Pejabat Luar Biasa. Ada tiga jabatan gereja: Pertama, Rasul, Tuhan memberikan kerasulan hanya kepada
dua belas rasul yang dipilih-Nya dan kepada Paulus. Para Rasul memiliki tugas khusus untuk meletakan dasar
berdirinya gereja di segala abad. Mereka memiliki kualifikasi khusus yaitu: menerima amanat langsung dari
Allah atau dari Yesus Kristus, saksi mata dari hidup dan kebangkitan Yesus Kristus, sadar bahwa mereka
mendapat inspirasi dari Roh Kudus dalam semua ajaran secara lisan dan tertulis, memiliki kuasa untuk
melakukan mujizat dan memakainya dalam peristiwa-peristiwa tertentu untuk meneguhkan berita mereka,
diberkati dengan melimpah dalam pekerjaan mereka sebagai suatu tanda Ilahi karena jerih payah mereka.
Kedua, Nabi, seseorang yang dianugerahkan Allah untuk mengatakan perkataan yang mendidik bagi gereja dan
alat-alat anugerah di dalam mengungkapkan misteri serta apa yang akan terjadi di masa-masa mendatang.
Ketiga, Pemberita Injil, hanya sedikit saja yang dikenal sebagai pemberita Injil. Mereka menyertai dan
membantu para rasul. Pekerja mereka adalah berkhotbah, membaptis dan mengangkat para pejabat gereja.
Para Pejabat Biasa. Jabatan gereja ini terdiri atas tiga kelompok: Pertama, Tua-tua, Penilik jemaat menjadi
pemimpin tua-tua, yang ditunjuk dari laki-laki tua yang melayani. Para pejabat ini mungkin sudah ada sebelum
pemberitaan Injil oleh rasul Paulus. Mereka merupakan pelindung dan penjaga para domba yang dipercayakan
kepada mereka. Mereka harus memelihara, memerintah dan melindungi para dombanya sebagai satu keluarga
Allah. Kedua, Guru-guru, Guru-guru kurang berperan sewaktu masih ada nabi, rasul dan pemberita Injil. Namun
setelah mereka tidak ada lagi, tugas dan jabatan guru dipegang oleh tua-tua yang mengajar firman Tuhan bagi
jemaat. Guru bertugas mengajar karena: setelah kematian para rasul dan munculnya ajaran sesat sehingga
mereka harus benar-benar mempersiapkan diri; selain itu, karena tugas mengajar ini sangat berat dan
komprehensif, maka mereka harus dibebaskan dari pekerjaan lain. Tua-tua dan guru akan mengatur pelayanan di
gereja dalam pemberitaan firman Tuhan dan pelaksanaan sakramen. Ketiga. Diaken, Jabatan gerejani ini dipilih

4
WAWASAN DUNIA KRISTEN 3: EKLESIOLOGI
Drs. Roedy Silitonga, M.A., M.Th.
FLA – UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

oleh para rasul untuk melaksanakan pelayanan sosial, yakni menyatakan belas kasihan dan kebaikan serta
membagi-bagi pemberian yang telah diterima dari pelayanan, ada syarat-syarat bagi pejabat gerejani yang harus
dipenuhi.
Sumber dari Kuasa Gereja. Tuhan Yesus melimpahi gereja dengan kuasa yang diperlukan. Ia adalah Kepala
gereja secara organik dan administrasi. Dalam Matius 16:18-19 dituliskan bahwa Kristus mendirikan gereja-Nya
di atas batu karang yang teguh dan kuasa maut tidak akan menguasainya. Bahkan gereja diberikan kunci
Kerajaan Allah. Gereja diberikan hak menghakimi, mengucilkan dan mengampuni seseorang berdasarkan
firman Tuhan, tidak hanya dilakukan oleh para rasul tetapi juga bagi seluruh umat-Nya (Yoh.17:20; 1 Yoh.1:3;
Yoh.20:3). Pejabat gereja diberikan kuasa oleh Tuhan Yesus untuk memilih pejabat gerejawi lainnya untuk
melaksanakan fungsi-fungsi gereja. Kuasa itu diberikan oleh Tuhan, bukan oleh umat gereja. Namun jabatan itu
bukan sumber kuasanya.
Natur dari Kuasa Gereja. Pertama, Suatu Kuasa Rohani. Kristus memerintah gereja-Nya dengan kuasa rohani
yang dapat dilihat melalui keberadaan seseorang, firman Tuhan yang diberitakan, dan sakramen yang
dilaksanakan, serta pelayanan para deaken (Kis.20:28; Yoh.20:22, 23; 1 Kor.5:4; 12; 10:4). Pemerintahan Tuhan
melalui gereja atas keadaan batin dan rohani manusia. Selain itu pemerintahan gereja didirikan dalam
perlawanan melawan roh-roh jahat dengan tujuan melepaskan manusia dari ikatan spiritual yang jahat dengan
cara memberikan pengetahuan tentang kebenaran, mengelola mereka dalam anugerah spiritual, dan memimpin
mereka menuju suatu hidup yang taat kepada Allah Tritunggal. Kedua, Kuasa Pelayanan. Gereja bukanlah
kuasa yang bebas dan berdaulat (Mat.20:25,26; 23:8,10; 2 Kor.10:4,5; 1 Ptr.5:3), tetapi kuasa itu bersifat
diakonia leitourgia, yaitu suatu kuasa untuk melayani (Kis.4:29, 30; 20:24). Gereja harus dijalankan selaras
dengan firman Tuhan dan di bawah pimpinan Roh Kudus, melalui mana Kristus memimpin gereja-Nya, serta di
dalam nama Kristus sendiri sebagai Kepala gereja (Rm.10:14,15; Ef.5:23; 1 Kor.5:4). Gereja menentukan apa
yang boleh dilakukan dalam Kerajaan Allah (Mat.16:19).
Kuasa Gereja: Potestas Dogmatica atau Docendi. Pertama, Dalam menjaga firman Tuhan. Allah menetapkan
agar gereja menjaga harta yang sangat berharga dari firman Tuhan. Kebenaran tak pernah pudar dari dunia, dan
kebenaran pada Alkitab yang diinspirasikan itu harus dijaga kemurniannya, supaya tidak seorangpun
menghancurkannya, sehingga kebenaran itu diturunkan dari generasi ke generasi (1 Tim.1:3,4; 2 Tim.1:13;
Ti.1:911). Kedua, Dalam pemberitaan firman Tuhan dan pelaksanaan sakramen. Gereja memberitakan firman
Tuhan ke seluruh dunia selain juga diberitakan dalam persekutuan umat Allah, supaya orang berdosa bertobat
dan orang kudus dididik dalam kebenarannya (Mat.24:14; Ef.4:12,13; Ibr.5:11-6:3; 2 Tim.2:15). Ketiga, Dalam
membingkai lambing-lambang dan pengakuan iman. Setiap gereja harus berusaha keras untuk menimbulkan
kesadaran diri dalam pengakuan tentang kebenaran. Gereja dapat menegaskan kepada anggotanya konsep iman
yang jelas, dan menunjukkan pada orang luar suatu pemahaman doktrin yang dipegangnya. Pengakuan iman
tidak diberikan melalui wahyu, tetapi pengakuan iman ialah buah dari refleksi gereja terhadap kebenaran yang
diwahyukan. Pengakuan iman tidak memiliki otiritas seperti Alkitab atau menambah kebenaran Alkitab.
Keempat, Dalam pengembangan studi teologi. Gereja harus menggali lebih mendalam kekayaan Alkitab supaya
kekayaan yang tersembunyi itu dapat diungkapkan sebanyak-banyaknya (2 Tim.2:3).
Kuasa Gereja: Potestas Gubernans. Pertama, Potestas ordinans, yaitu otoritas regulatif yang telah diberikan
Tuhan kepada gereja mencakup kuasa untuk (1 Kor.14:33): Otoritas ini untuk memperkuat hukum yang telah
diberikan oleh Kristus. Gereja memiliki hak untuk melaksanakan sampai berhasil segala hukum yang telah
ditetapkan Kristus. Semua anggota gereja memiliki kuasa ini untuk suatu ukuran tertentu, tetapi terikat pada
ukuran khusus dari para pejabat. Dan untuk menetapkan kanon gereja dan ketetapan gereja. Gereja harus
membuat peraturan atau kanon supaya hukum dapat diterapkan dengan lebih baik dan bijaksana oleh pejabat
gereja untuk seluruh penatalayanan gereja. Kedua, Potestas iudicans, yaitu kuasa yang dipakai untuk menjaga
kesucian gereja dengan cara menerima mereka yang telah lulus ujian dan menyingkirkan mereka yang ada di
luar kebenaran atau melakukan hal-hal yang tidak benar dalam hidup mereka. (i) Ajaran Alkitab berkenaan
dengan disiplin. (ii) Dua tujuan disiplin: melaksanakan hukum Kristus dan melaksanakan pendidikan spiritual.
Tujuan keduanya ialah menjaga kesucian gereja milik Yesus Kristus. (iii) Pelaksanaan disiplin oleh para pejabat
gereja. Gereja mendisiplin anggota-anggotanya berkenaan dengan dosa pribadi dan dosa yang dilakukan di
depan umum.
Tindakan gereja yaitu: excommunicatio minor, pengumuman dan peringatan, excommunicatio mayor. (iv)
Perlunya disiplin yang tepat. Disiplin gereja tidak boleh diabaikan oleh siapa pun.
Kuasa Gereja: Potestas atau Ministerium Misericordiae. Pertama, Anugerah penyembuhan. Kristus
memberikan kuasa untuk mengusir setan dan menyembuhkan segala penyakit (Mat.10:1,8; Mark.3:15;
Luk.9:1,2; 10:9,17). Tidak ada dasar Alkitab bahwa kesembuhan penyakit melalui gereja bersifat permanen,
sekalipun ada pejabat gereja yang diberikan kuasa tersebut. Penyembuhan itu haruslah memperhatikan bahwa:

5
WAWASAN DUNIA KRISTEN 3: EKLESIOLOGI
Drs. Roedy Silitonga, M.A., M.Th.
FLA – UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

penyembuhan bukan pada penyakit imajiner, bukan penyembuhan khayalan, dan bersifat supranatural. Kedua,
Pelayanan biasa untuk kebaikan gereja. Gereja harus memelihara orang miskin (Mat.26:11; Mark.14:7;
Kis.4:34). Diaken adalah para pejabat yang bertanggung jawab mengerjakan tugas untuk kebaikan orang Kristen
dalam kaitan dengan kebutuhan sehari-hari mereka. Tugas gereja yang mulia dan suci ini tidak boleh diserahkan
kepada negara atau institusi non gereja apa pun alasan yang diajukan. Jika gereja melakukan itu, maka gereja
telah gagal menjalankan fungsinya dan kehilangan sukacita dalam melayani sesama.

Pertanyaan untuk Studi Lanjutan dan Tugas: Buatlah diagram strtuktur organisasi gereja, dimana Anda
beribadah dan sebagai anggota tetap di gereja tersebut; Jelaskan kesulitan-kesulitan mendasar di dalam
mengembangkan sistem pemerintahan gereja di kota besar yang pluralitas dalam berbagai bidang (sosial,
budaya, ekonomi, politik)?

Literatur: Louis Berkhof, Teologi Sistematika: Doktrin Gereja, Bab 3-5. Surabaya: Momentum, 2010; Millard J.
Erickson,
Teologi Kristen: Volume 3, Bab 51. Surabaya: Gandum Mas, 2000.
SARANA-SARANA ANUGERAH DALAM GEREJA

Sarana-sarana anugerah merupakan sarana yang diselenggarakan gereja untuk mengenal dan menjalankan pemberitaan
firman Tuhan, sakramen-sakramen dan disiplin gereja. Sakramen adalah peraturan kudus yang ditetapkan oleh Kristus, di
mana tanda-tanda yang bisa dilihat dan dirasa dari anugerah Allah di dalam Kristus, dan keuntungan dari perjanjian
anugerah dilambangkan, dimeteraikan, dan diterapkan untuk orang percaya, dan pada gilirannya menyatakan iman dan
kesetiaan mereka kepada Tuhan. Sakramen bukan saja menandai kebenaran umum tetapi juga janji yang diberikan kepada
kita, yang kita terima dan memperkuat iman kita berkenan dengan penyataan janji itu (Kej.17:1-14; Kel.12:13; Rm.4:11-
13). Sakaramen juga berkaitan dengan berkat rohaniah dari perjanjian, tentang pembasuhan dosa kita dan partisipasi kita
dalam hidup di dalam Kristus (Mat.3:11; Mrk.1:4-5; 1 Kor.10:2,3,16,17; Rm.2:28-29; 6:34; Gal.3:27). Calvin mengatakan
bahwa sakramen bukan sekedar terkait dengan pekerjaan Kristus di masa lalu, dengan Kristus yang mati, tetapi juga
dengan karya spiritual Kristus pada masa sekarang, dengan Kristus yang hidup dalam kemuliaan. Selain itu, ada kesatuan
mistis antara orang percaya dengan Kristus melalui kehadiran-Nya dan karya Roh Kudus, bahwa: orang percaya
mengangkat hatinya ke sorga dimana Kristus bertahta, dan Roh Kudus membawa pengaruh dari tubuh dan darah Kristus
kepada orang percaya.
Hodge mengatakan bahwa: “kebaikan-kebaikan dan akibat dari korban tubuh Juruselamat kita di kayu salib dihadirkan dan
sesungguhnya dikandung dalam sakramen ini bagi yang layak menerimanya oleh kuasa dari Roh Kudus yang memakai
sakramen sebagai alat-Nya menurut kehendak-Nya yang berdaulat.

Pengajaran
Dasar Alkitab. 1 Kor.10:2-4,16,17, “Untuk menjadi pengikut Musa mereka semua telah dibaptis dalam awan dan
dalam laut. Mereka semua makan makanan rohani yang sama dan mereka semua minum minuman rohani yang sama, sebab

6
WAWASAN DUNIA KRISTEN 3: EKLESIOLOGI
Drs. Roedy Silitonga, M.A., M.Th.
FLA – UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

mereka minum dari batu karang rohani yang mengikuti mereka, dan batu karang itu ialah Kristus. Bukankah cawan
pengucapan syukur, yang atasnya kita ucapkan syukur, adalah persekutuan dengan darah Kristus? Bukankah roti yang kita
pecahpecahkan adalah persekutuan dengan tubuh Kristus?
Hubungan antara Firman dan Sakramen. Reformed menganggap firman Tuhan mutlak diperlukan dan bukan
hanya untuk menanyakan mengapa sakramen harus ditambahkan kepadanya oleh gereja. Firman Tuhan didengar
melalui pendengaran dan sakramen dilihat oleh mata. Sakramen di dalam terang firman Tuhan menolong orang
berdosa. Sebab firman Tuhan hadir harus dinyatakan secara lengkap, sekalipun tanpa sakramen, namun
sakramen tidak pernah lengkap tanpa firman Tuhan.Persamaan firman Tuhan dan Sakramen: Pembuatnya,
Tuhan telah menetapkan keduanya sebagai alat-alat anugerah; Isinya, Kristus adalah isi sentral di dalam firman
Tuhan dan sakramen; diterima, melalui iman. Perbedaan firman Tuhan dan Sakramen: Kepentingannya, firman
Tuhan wajib diberitakan, sedangkan sakramen boleh tidak ada; Tujuannya, firman Tuhan bertujuan untuk
menumbuhkan dan menguatkan iman, sedangkan sakramen hanya untuk menguatkan iman; Jangkauannya,
firman Tuhan diberitakan ke seluruh dunia, sedangkan sakramen hanya dilakukan di dalam gereja.
Bagian-bagian dari Sakramen. Pertama, Tanda yang tampak. Setiap sakramen berisi elemen material yang
dapat ditangkap oleh indera kita. Bagian eksternal dari sakramen bukan saja mencakup elemen yang dipakai
yaitu: air, roti, dan anggur, tetapi juga ritual kudus yang dilakukan melalui elemen-elemen ini (Kej.9:12-12;
17:11; Rm.4:11) Kedua, Anugerah spiritual dalam hati seseorang ditandai dan dimeteraikan. Tanda dan meterai
yang dilambangkan sebagai materia internal dari sakramen, yakni sebagai (1) perjanjian anugerah (Kej.9;12, 13;
17:11); (2) kebenaran iman (Rm.4:11); (3) pengampunan dosa (Mrk.1:4; Mat.26:28); (4) iman dan pertobatan
(Mrk.1:4; 16:16); (5) persekutuan dengan Kristus dalam kematian dan kebangkitan-Nya (Rm.6:3). Ketiga,
Persatuan sakramental antara lambang dan yang dilambangkan. Forma sacramenti atau esensi yang terdiri atas:
(a) Tidak bersifat fisik, bukan terikat pada tanda dan penerimaan dari materia externa, dan harus membawa
partisipasi dalam materia internal; (b) Tidak bersifat lokal, tanda dan lambang dan hal yang dilambangkan itu
hadir pada tempat yang sama, sehingga orang percaya dan orang yang tidak percaya menerima sakramen yang
penuh ketika mereka menerima lambang itu; (c) Sifatnya adalah spiritual, yakni sebagai relatif dan moral
sehingga dimana sakramen diterima dalam iman, anugerah Allah yang menyertainya. Lambang eksternal
menjadi suatu alat yang dipakai oleh Roh Kudus dalam pencurahan berkat Ilahi (Kej.17:10; Kis.22:16; 1
Kor.5:7).
Sakramen tidak Mutlak bagi Keselamatan. (a) dari sifat spiritual bahwa sejak Injil, bahwa Tuhan tidak
mengikatkan anugerah pada pemakaian bentuk-bentuk eksternal (Yoh.4:21, 23; Luk.18:14). (b) dari kenyataan
bahwa Alkitab hanya menyebut iman sebagai syarat instrumental bagi keselamatan (Yoh.5:24; 6:29; 3:36;
Kis.16:31). (c) dari kenyataan bahwa sakramen tidak menimbulkan iman tetapi menunjukkan adanya iman
(Kis.2:41; 16:14,15,30,33; 1 Kor.11:23-32). (d) dari kenyataan bahwa banyak orang yang sesungguhnya
diselamatkan tanpa adanya sakramen.
Perbandingan Sakramen dalam PL dan PB. Pertama, Kesatuan esensial. Dalam PL, keseluruhan ritual
bersifat tipikal; penyucian bukan bersifat internal tetapi bersifat legal. Sakramen tidak berkaitan anugerah
internal, artinya tidak ada kebaikan obyektif dan tidak menyucikan penerimanya secara ex opere operato, tetapi
hanya ex opere operantis. Karena realisasi dari anugerah itu hanya tergantung pada kedatangan Kristus (1
Kor.10:1-4; Rm.4:11;
1 Kor.5:7; Kol.2:11; 10:1-4). Kedua, Perbedaan formalnya. Kesatuan esensial sakramen, yaitu: Dalam PL,
sakramen untuk bangsa Israel sebagai aspek nasional dan tambahan bagi spiritual; sedangkan dalam PB,
sakramen sebagai lambang dan meterai perjanjian anugerah. Dalam PL, sejalan dengan sakramen, bangsa Israel
juga menjalankan banyak ritual simbolis lainnya; sedangkan dalam PB, sakramen mutlak berdiri sendiri. Dalam
PL, sakramen menunjuk kepada Kristus dan merupakan meterai dari suatu anugerah yang masih harus diberi
jasa; sedangkan dalam PB, sakramen menunjuk balik pada Kristus dan korban-Nya yang telah lengkap. Dalam
PL, hanya ada sejumlah kecil anugerah Ilahi yang menyertai pemakaian sakramen; sedangkan dalam PB,
sakramen diperoleh melalui penerimaan yang setia dari mereka kepada Kristus.
Jumlah Sakramen. Dalam Perjanjian Lama. Ada dua sakramen yaitu sunat dan paskah. Sunat tidak hanya ada
di Israel, tetapi juga di Mesir, Asia, Afrika dan Australia. Sunat menjadi sakramen yang mengalirkan darah.
Paskah juga merupakan sakramen yang mengalirkan darah. Korban pengganti merupakan tipe yang menunjuk
kepada Kristus (Yoh.1:29,36; 1 Kor.5:7). Dalam Perjanjian Baru. Ada dua sakramen yaitu baptisan dan
perjamuan kudus. Kedua sakramen ini merupakan sakramen tanpa darah, tetapi keduanya tetap melambangkan
berkat spiritual yang sama, sebagaimana yang dilambangkan oleh sunat dan paskah pada zaman yang lama.

7
WAWASAN DUNIA KRISTEN 3: EKLESIOLOGI
Drs. Roedy Silitonga, M.A., M.Th.
FLA – UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

Pertanyaan untuk Studi Lanjutan dan Diskusi: Tuliskan tanggapan Anda tentang sakramen yang
diperintahkan Tuhan untuk dilaksanakan oleh para murid-Nya? Bagaimana sikap Anda tentang adanya
perbedaan dan persamaan pelaksanaan sakramen di setiap denominasi gereja?

Literatur: Louis Berkhof, Teologi Sistematika: Doktrin Gereja, Bab 3-5. Surabaya: Momentum, 2010; Millard J.
Erickson,
Teologi Kristen: Volume 3, Bab 51. Surabaya: Gandum Mas, 2000.

8
WAWASAN DUNIA KRISTEN 3: EKLESIOLOGI
Drs. Roedy Silitonga, M.A., M.Th.
FLA – UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

BAPTISAN KUDUS

Konsep penyucian religius sudah ada pada orang Mesir, orang Persia, dan orang Hindu, bahkan upacara “baptisan” juga
ada pada sistem agama Yunani dan Romawi. Tetapi Tertullian mengatakan bahwa pengertian mereka tentang penyucian itu
hanya sebagai penunjang, misteri ilahi, dan juga seperti taurobolium sebagai ritual agama misteri. Di antara Orang
Yahudi. Upacara pentahiran dan pembasuhan bagi orang Yahudi tidak mempunyai sifat sakramental karena bukan lambang
dan meterai perjanjian. Pada awalnya orang non Yahudi yang akan beragama Yahudi harus disunat, tetapi setelah
kehancuran kota Yerusalem (70 M), di dalam upacara Misnah ditemukan bahwa baptisan juga dilaksanakan oleh mereka.
Baptisan ini dilakukan pada usia anak-anak sebelum akil balik (12 tahun untuk perempuan dan 13 tahun untuk laki-laki).
Sekalipun mereka menggunakan cara baptisan Yohanes Pembaptis, tetapi esensi penyucian dan pengakuan dosa yang
bersifat etis tidak mereka jalankan sebagaimana seharusnya. Gereja dan teolog pun menolak kesamaan antara baptisan
Yohanes dengan baptisan yang orang Yahudi laksanakan (Mat.3:11; Kis.19:1-6). Baptisan adalah suatu tindakan dengan
air dan perkataan. Dengan cara mencurahkan, memercikan atau mencelupkan seseorang, maka orang itu untuk sementara
waktu berada di bawah air dan kemudian ia keluar dari bawah. Kalimat yang menyertai baptisan adalah: “Dalam nama
Bapa dan Putra dan Roh Kudus.” Pengajaran
Dasar Alkitab. Mat.28:19, “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama
Bapa dan Anak dan Roh Kudus.” Kis.2:38, “Jawab Petrus kepada mereka: "Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-
masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima
karunia Roh Kudus.” Kis.8:37-38, “Sahut Filipus: "Jika tuan percaya dengan segenap hati, boleh." Jawabnya: "Aku
percaya, bahwa Yesus Kristus adalah Anak Allah.") Lalu orang Etiopia itu menyuruh menghentikan kereta itu, dan
keduanya turun ke dalam air, baik Filipus maupun sida-sida itu, dan Filipus membaptis dia.” Kis.10:48, “Lalu ia
menyuruh mereka dibaptis dalam nama Yesus Kristus. Kemudian mereka meminta Petrus, supaya ia tinggal beberapa hari
lagi bersama-sama dengan mereka.” Kis.19:5, “Ketika mereka mendengar hal itu, mereka memberi diri mereka dibaptis
dalam nama Tuhan Yesus.”
What is Baptism? In general, it is a matriculation, or visible admission of children into the congregation of
Christ's flock: more particularly, “Baptism is a sacrament, wherein the washing, or sprinkling with water, in the
name of the Father, Son and Holy Ghost, doth signify and seal our ingrafting into Christ, and partaking of the
benefits of the covenant of grace, and our engagement to be the Lord's.”
Persamaan Baptisan Yohanes dan Kristen. Baptisan ini ditetapkan oleh Tuhan sendiri (Mat.21:25; Yoh.1:33);
Baptisan ini berkaitan dengan suatu perubahan hidup yang radikal (Luk,1:1-17; Yoh.1:20-30); Baptisan ini
mempunyai hubungan sakramental dengan pengampunan dosa (Mat.3:7,8; Mrk.1:4; Luk.3:3; Kis.2:28); dan
Baptisan ini menggunakan elemen material yang sama yaitu: air.
Perbedaan Baptisan Yohanes dan Kristen. Baptisan Yohanes masih menjadi bagian dari jaman yang lama,
dan dengan demikian hanya menunjukkan kepada Kristus. Selaras dengan jaman dan hukum secara umum,
bahwa baptisan Yohanes menekankan pentingnya pertobatan bagi setiap orang yang menerima baptisan,
walaupun tidak sepenuhnya menyingkirkan iman. Baptisan ini hanya ditujukan kepada orang Yahudi dan
dengan demikian menunjukkan partikularisme PL dan bukannya universalisme PB. Karena Roh Kudus belum
dicurahkan dalam kepenuhan pentakosta, maka baptisan belumlah disertai dengan sejumlah karunia rohani
sebagaimana baptisan Kristen berikutnya.
Otoritas Baptisan Kristen. Baptisan ditetapkan oleh Kristus setelah Ia menyelesaikan karya pendamaian dan
pendamaian ini telah diterima oleh Bapa dalam kebangkitan (Mat.28:18-20; Mrk.16:15,16). Elemen yang
berotoritas: (a) Para murid harus pergi ke seluruh dunia dan memberitakan Injil kepada segala bangsa supaya
orang-orang bertobat dan mengenal Yesus sebagai Juruselamat yang dijanjikan Allah; (b) Mereka yang
menerima Kristus dengan iman harus dibaptiskan dalam Nama Allah Tritunggal sebagai lambang dan meterai
dari kenyataan bahwa mereka masuk dalam hubungan yang baru dengan Tuhan dan mereka berkewajiban
menjalani hidup mereka menurut hukum Kerajaan Allah; (c) Mereka harus dibawa pada pelayanan firman
Tuhan sebagai penjelasan dari segala misteri, hak istimewa, serta tugas dari perjanjian yang baru.
Rumusan Baptisan Kristen. (a) Para Rasul secara khusus diperintahkan untuk membaptiskan “dalam Nama
Bapa dan Anak dan Roh Kudus.” (b) Oleh baptisan penerimanya ditempatkan dalam hubungan yang khusus
dengan wahyu Ilahi yang dinyatakan-Nya sendiri, apa yang dikehendaki-Nya bagi umat-Nya dan menjadi tugas
untuk terikat pada terang wahyu itu. (c) Baptisan berdasarkan pengakuan bahwa Yesus adalah Mesias
(Kis.2:38), berdasarkan otoritas Kristus (Kis.10:48). Ada penekanan khusus pada hubungan dengan Yesus
Kristus dan ketertundukan kepada-Nya. (d) Rumusan dalam Matius 28:19-20 sudah dipakai sejak jaman
Didache (Ajaran dari Dua Belas Rasul) sekitar tahun 100 AD.

Doktrin Baptisan dalam Sejarah. Pertama, Sebelum Jaman Reformasi. Bapak-bapak gereja menganggap
baptisan sebagai ritual pentahbisan untuk masuk ke dalam gereja, dan sangat dekat dengan pengampunan dosa
dan penganugerahan hidup baru. Mereka percaya kepada kelahiran kembali melalui baptisan (ex opere operato)

9
WAWASAN DUNIA KRISTEN 3: EKLESIOLOGI
Drs. Roedy Silitonga, M.A., M.Th.
FLA – UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

yang efektif. Pembaptisan untuk melengkapi dalam proses pembaharuan, baik anak-anak dan dewasa dan
baptisan tidak perlu diulang. Kecuali mereka yang pernah dibaptis oleh bidat, maka baptisan ulang dilakukan.
Karena mereka tidak membaptis dalam Nama Allah Tritunggal. Cara pembaptisan tidaklah diperdebatkan.
Selain itu, baptisan pada masa anak-anak dianggap oleh Agustinus sebagai presuposisi adanya iman. Baptisan
sangat penting karena: (a) Memberikan tanda nyata pada penerimanya sebagai anggota gereja; (b)
Membebaskan orang dari dosa asal dan dosa yang dilakukan dalam perbuatan yang diakui pada hari
pembaptisan, walaupun nafsu manusia masih ada, dan baptisan membebaskan manusia dari hukuman kekal dan
dari semua hukuman pada masa sekarang ini; (c) Baptisan mengerjakan pembaharuan spiritual dengan
pemberian anugerah penyucian dan kebaikan supra natural dari iman, pengharapan, dan kasih; dan (d)
Menyatukan penerima baptisan dalam persekutuan orang kudus dan dalam gereja yang nampak. Kedua, Sejak
Jaman Reformasi. Luther menganggap air yang digunakan sebagai air kehidupan, suatu pembasuhan kelahiran
kembali, melalui firman Tuhan dengan kekuatan ilahi di dalamnya. Para teolog Lutheran meyakinkan bahwa
baptisan merupakan pra syarat bagi adanya iman bagi anak-anak. Karena itu baptisan anak-anak harus dilakukan
gereja. Anabaptis menyingkirkan perlunya baptisan anak-anak. Mereka menekankan untuk membaptiskan
mereka yang berkeinginan untuk diterima dalam kalangan mereka, kendatipun orang-orang itu telah menerima
sakramen baptisan ketika mereka masih anak-anak. Calvin dan teolog Reformed berpendapat bahwa baptisan
ditetapkan untuk orang percaya. Baptisan bukan memberikan hidup baru, tetapi menguatkan kehidupan yang
baru itu. Sekalipun masih anak-anak, namun anak-anak lahir dalam keluarga orang percaya adalah anak-anak
perjanjian. Akibat spiritual dari baptisan tidak terbatas pada waktu ketika baptisan itu dilaksanakan, tetapi terus
berlanjut sepanjang hidup.
Hal Penting Apakah yang Dilambangkan Dalam Baptisan? Anabaptis mengharuskan baptisan selam sebagai
pembasuhan dan penyucian diri. Namun baptisan bukan karena hanya berfungsi membersihkan, tetapi esensi
dari baptisan tersebut (Mrk.10:38, 39; Luk.12:50; Rm.6:3,4). Karena ayat-ayat ini bukan membicarakan
membersihkan fisik, tetapi kesucian rohani seseorang. Katekismus Heidelberg pertanyaan ke-69, “Jadi, karena
Kristus telah menetapkan pembasuhan secara fisik dengan air dan menambahkan janji bahwa saya telah dibasuh
dengan darah-Nya dan Roh-Nya dari kecemaran jiwa saya, yaitu dari dosa-dosa saya, maka sepantasnyalah saya
dibasuh dengan air secara fisik, yang olehnya kekotoran tubuh pada umumnya terbasuh.” Pembaptisan
menekankan pada pembersihan spiritual atau pemurnian spiritual (Kis.2:38; 22:16; Rm.6:4; 1 Kor.6:11; Ti.3:5).
Apakah Selam Cara Baptisan yang Paling Tepat? Baptisan boleh dilakukan dengan cara selam, percik, atau
pencurahan air. Gereja Baptis menekankan bahwa sesungguhnya Tuhan memerintahkan baptisan selam dan
mereka yang melakukan baptisan selain dengan cara selam berarti tidak taat kepada otoritas Tuhan. Alkitab dan
Yesus tidak menyebutkan cara pembaptisan secara lengkap dan utuh, namun baptisan selalu ada unsur air yang
digunakan. Wilson mengatakan bahwa: “Biarlah elemen pembaptisan mengelilingi objeknya dan dalam
persoalan dengan zat cair, apakah keadaan relatif ini dihasilkan dengan cara menyelamkan, memercikkan,
menyiramkan atau cara yang lain, pemakaian bahasa Yunani menunjukkan bahwa itu dapat diterima.”
Penelusuran kata Bapto dalam Lukas 16:24; Yohanes 13:26; Wahyu 19:13, yang dipakai dalam arti “mencelup,
mewarnai, memandikan, membasuh, memurnikan” dengan perluasannya 76 kali dalam kata baptizo. Pelajari
kembali kisah pembaptisan di dalam Kisah Para Rasul 2:38; 9:18; 10:47,48; 16:22-23, yang menunjukkan
bahwa tidak ada indikasi adanya baptisan selam. Selain itu, pelajari tentang baptisan dengan Roh Kudus oleh
Tuhan Yesus Kristus (Yoh.2:28-29; Kis.2: 4,33).
Pelaksana Baptisan. Pelaksanaan pemberitaan firman Tuhan dan sakramen berlangsung bersamaan karena itu
hanya pendeta dan tua-tua yang mengajar saja yang berhak melakukan baptisan. Baptisan bukan persoalan
pribadi tetapi peraturan gereja, karena itu pembaptisan seharusnya dilakukan di hadapan sidang jemaat. Baptisan
dari gereja lain diterima sebagai baptisan sah asalkan dilakukan di dalam Nama Allah Tritungal, bukan oleh
bidat.
Baptisan Dewasa. Baptisan orang dewasa harus diawali oleh sebuah pernyataan pengakuan iman kepada Allah
Tritunggal (Mrk.16:16; Kis.2:41; 8:37; 16:31-33). Gereja meyakini bahwa pengakuan iman seseorang yang akan
menerima baptisan itu adalah tulus suci, dan hal itu merupakan tanggung jawab orang tersebut kepada Allah
Tritunggal. Gereja Reformed memiliki pandangan bahwa baptisan bukan sekedar lambang dan meterai, tetapi
juga alat anugerah. Konsep baptisan Reformed bahwa baptisan memberikan presuposisi adanya kelahiran
kembali, iman, pertobatan, dan pembenaran. Karena itu baptisan tidak terikat dengan keadaan tersebut.
Sakramen baptisan menguatkan iman, dan karena iman memegang peranan penting dalam segala pekerjaan Ilahi
lain. Sakramen baptisan bukan sebuah tawaran, tetapi yang diterima sebagai suatu perjanjian yang sah.
Baptisan Anak-Anak. Dasar Alkitab tentang baptisan anak-anak, yaitu: (1) Kovenan Allah dan Abraham
adalah perjanjian spiritual (Kel.2:4; Im.26:42; 2 Raj.13:23; Rm.4:16-18; Gal.3:8,9,14,16; Ibr.8:10; 11:9; (2)
Kovenan ini masih berlaku dan secara esensial sama dengan “Kovenan Baru” pada masa sekarang; (3) Anak-

10
WAWASAN DUNIA KRISTEN 3: EKLESIOLOGI
Drs. Roedy Silitonga, M.A., M.Th.
FLA – UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

anak juga mendapatkan keuntungan dari kovenan tersebut sebagai lambang dan meterai; (4) Otoritas Ilahi
menggantikan sunat sebagai lambang dan meterai pentahbisan dari perjanjian anugerah; (5) PB memberikan
bukti secara implisit mengenai baptisan anak-anak (Kis.2:39; 16:15,33; 1 Kor.1:16; 7:14; (6) Orangtua dan
anak-anak yang baru percaya, biasanya dibaptis bersama.
Keberatan-keberatan atas baptisan anak-anak, yaitu: (1) Sunat hanyalah peraturan jasmaniah belaka dan
sudah berlalu; (2) Tidak ada perintah eksplisit bahwa anak-anak harus dibaptis; (3) Tidak ada contoh mengenai
baptisan anak-anak; (4) Ada syarat adanya iman yang aktif yang diungkapkan pada waktu baptisan.

Pertanyaan untuk Studi Lanjutan dan Diskusi: Apakah kaitan antara sakramen baptisan kudus dan
firman Tuhan yang diselenggarakan gereja dan bagaimana relevansinya pada zaman sekarang? Bagaimana sikap
Anda terhadap berbagai perbedaan cara dan waktu pembaptisan yang diselenggarakan gereja yang ada pada
zaman sekarang.

Literatur: https://www.monergism.com/baptism-0; Louis Berkhof, Teologi Sistematika: Doktrin Gereja, Bab 3-5.
Surabaya: Momentum, 2010; Millard J. Erickson, Teologi Kristen: Volume 3, Bab 51. Surabaya: Gandum Mas, 2000.

11
WAWASAN DUNIA KRISTEN 3: EKLESIOLOGI
Drs. Roedy Silitonga, M.A., M.Th.
FLA – UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

PERJAMUAN KUDUS

Perjamuan kudus hanya bagi orang percaya saja, dan bukan merupakan alat yang menghidupkan pekerjaan anugerah
dalam hati orang berdosa. Kehadiran anugerah Allah dipresuposisikan dalam hati penerimanya (Kis.2:42, 46; 1 Kor.11:28-
29). Anugerah yang diterima dalam sakramen ini tidaklah berbeda jenisnya dengan anugerah yang diterima orang percaya
melalui firman Tuhan. Sakramen ini menambahkan efektifitas firman Tuhan, anugerah persekutuan yang semakin erat
dengan Kristus, menghidupkan dan meneguhkan jaminan keselamatan. Perjanjian Baru melihat bahwa Perjamuan Paskah
itu sebagai model (1 Kor.5:7), sebagai peringatan akan pembebasan dari Mesir, tetapi juga merupakan tanda dan meterai
dari pembebasan atas belenggu dosa dan persekutuan dengan Tuhan dalam Mesias yang dianjikan (1 Kor.11:23-26).

Pengajaran
Dasar Alkitab. Mat.26:26-28, “Dan ketika mereka sedang makan, Yesus mengambil roti, mengucap berkat,
memecahmecahkannya lalu memberikannya kepada murid-murid-Nya dan berkata: “Ambillah, makanlah, inilah tubuh-
Ku.” Sesudah itu Ia mengambil cawan, mengucap syukur lalu memberikannya kepada mereka dan berkata: “Minumlah,
kamu semua, dari cawan ini. Sebab ini darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk
pengampunan.” 1 Kor.11:2829, “Karena itu hendaklah tiap-tiap orang menguji dirinya sendiri dan baru sesudah itu ia
makan roti dan minum dari cawan itu. Karena barangsiapa makan dan minum tanpa mengakui tubuh Tuhan, ia
mendatangkan hukuman atas dirinya.”
Analogi Perjamuan Kudus, di antara bangsa Israel melalui upacara persembahan korban-korban binatang yang
dibakar di atas mezbah (Im.7:28-34). Mereka melakukan persembahan korban berdasarkan peraturan Hukum
Taurat untuk mentahirkan diri dari dosa (Ul.12:7,12). Makanan ini secara simbolis mengajarkan bahwa setelah
dibenarkan oleh iman, kita mendapat damai dengan Allah melalui Yesus Kristus. Makanan persembahan yang
menunjukkan persatuan antara Allah dan umat-Nya adalah sukacita dan kegembiraan.
Sebelum Jaman Reformasi. Pada jaman para rasul, perjamuan kudus itu selalu disertai agapae (perjamuan
kasih). Dimana perjamuan kudus mendahului perjamuan kasih di dalam gereja. Bapa-bapa gereja
mempertahankan konsep sakramen perjamuan kudus secara simbolis dan spiritual. Agustinus membedakan
tanda dan hal yang dilambangkan, dan ia tidak percaya pada perubahan substansi. Selain itu, Agustinus juga
menekan aspek paringatan dalam perjamuan kudus. Doktrin transubstansiasi dalam gereja Roma Katolik
diterima secara formal oleh Konsili Lateran di tahun 1215, bahwa roti dan anggur menjadi tubuh dan darah
Yesus Kristus. Bahkan dalam Konsili Trent dikatakan bahwa Yesus Kristus sungguh-sungguh secara nyata dan
substansial hadir dalam perjamuan kudus itu. Maka pemujaan terhadap hosti itu menjadi sesuatu yang wajar.
Sakramen itu menghasilkan suatu “peningkatan anugerah penyucian, anugerah khusus dan aktual, penghapusan
dosa yang dapat diampuni, pemeliharaan dari dosa yang membawa maut, serta kepastian pengharapan hidup
yang kekal.”
Selama Reformasi dan Sesudahnya. Para Reformator, menolak teori pengorbanan dari perjamuan kudus, serta
doktrin transubstansiasi. Luther mengubah doktrin transubstansiasi dengan doktrin konsubstansiasi bahwa
Kristus ada di dalam, bersama dan di bawah dari roti dan anggur pada waktu pelaksanaan sakramen perjamuan
kudus. Sebagian gereja Lutheran menolak doktrin konsubstansiasi dan menerima pandangan Calvin. Zwingli
secara mutlak menyangkal kehadiran Kristus dalam perjamuan kudus secara fisik dan memberikan tafsiran
kiasan terhadap perkataan Tuhan Yesus. Kehadiran Kristus secara rohani pada iman orang percaya. Calvin
menentang kehadiran secara jasmaniah dari tubuh Kristus dalam sakramen perjamuan kudus, kehadiran Kristus
yang nyata secara spiritual. Calvin menekankan bahwa perjamuan kudus merupakan pernyataan dari semua
anugerah Allah yang baik dari Allah kepada manusia dan baru secara sekunder merupakan suatu peringatan dan
suatu tindakan pengakuan. Socianian, Arminian dan Mennonite melihat perjamuan kudus hanya sebagai
peringatan, sebuah tindakan pengakuan dan sarana untuk meningkatkan moral.
Istilah Alkitab untuk Perjamuan Kudus. Deipnon Kuriakon, perjamuan Tuhan yang kita jumpai dalam 1
Kor.11:20 bahwa ada perbedaan yang jelas antara sakramen perjamuan kudus dan perjamuan kasih. Perjamuan
kudus adalah perjamuan Tuhan bahwa Tuhan menyediakan untuk semua orang percaya akan suatu kelimpahan
yang besar. Trapeza kuriou, meja Tuhan yang dapat ditemukan dalam 1 Kor.10:21, bahwa memberi
persembahan kepada dewa sama saja dengan mempersembahkan diri untuk Iblis. Mengambil bagian dengan
makan bersama mereka, sama artinya dengan membuat persekutuan dengan Iblis. Tindakan itu tentunya tidak
sesuai lagi bagi orang percaya yang duduk semeja dengan Tuhan, karena orang percaya mengakui keagungan-
Nya dan bersekutu dengan-Nya. Klasis tou artou, memecah-mecahkan roti, adalah sebuah istilah yang dipakai
dalam Kisah Para Rasul 20:7. Istilah ini bisa dijelaskan dalam hal memecah-mecahkan roti sebagaimana
diperintahkan oleh Yesus.

12
WAWASAN DUNIA KRISTEN 3: EKLESIOLOGI
Drs. Roedy Silitonga, M.A., M.Th.
FLA – UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

Eucharistia, ucapan syukur, dan eulogia, berkat; artinya bahwa istilah ini kita jumpai dalam 1 Korintus 10:16;
12:24. Dalam Matius 26:26-27, Tuhan mengambil roti dan memberkatinya, dan Ia mengambil cawan lalu
mengucap syukur. Cawan ucapan syukur dan berkat adalah cawan yang dikuduskan.
Penetapan yang Berbeda Mengenai Perjamuan Kudus. Ada empat penjelasan yang berbeda mengenai
penetapan perjamuan kudus, dalam tiga Injil Sinoptik dan dalam 1 Korintus 11. Keempat penjelasan ini saling
melengkapi satu sama lain. Sakramen ini dikaitkan dengan elemen sentral dalam peristiwa makan paskah. Roti
dimakan dengan daging domba untuk sebuah pemakaian baru. Cawan berkat dipakai untuk elemen ke dua dalam
sakramen yang baru. Jadi sakramen yang semula ada dalam PL itu diteruskan secara wajar ke dalam PB.
Roti Menggantikan Daging Domba. Domba paskah merupakan satu perlambang, mengajarkan pentingnya
penghapusan dosa. Selain itu, domba paskah bermakna peringatan pembebasan Israel dari perbudakan di Mesir,
juga merupakan tipikal dari pengorbanan yang akan dilakukan Yesus Kristus. Bahwa melalui kematian Yesus
Kristus, tembok pemisah telah dirobohkan dan berkat-berkat keselamatan telah diberikan kepada seluruh dunia.
Dengan demikian, domba paskah tidak lagi bermakna nasionalis, tetapi bermakna universal bagi segala bangsa.
Perlunya Tindakan-tindakan dan Istilah-istilah yang Berbeda. Tindakan simbolis. Tindakan Yesus
memecahmecah roti melambangkan tubuh-Nya dipecahkan untuk menebus dosa manusia. Tindakan Yesus
memecahmecah roti itu di hadapan murid-murid-Nya, sehingga perjamuan kudus harus dilakukan di hadapan
orang banyak. Demikian juga ketika Yesus Kristus mengambil anggur dan menuangkannya bagi murid-murid-
Nya. Penekanan sakramen perjamuan kudus bukan pada roti dan anggur, tetapi makna penebusan Yesus Kristus
melalui kematianNya di atas kayu salib. Kata-kata perintah. Yesus menyertai tindakan-Nya dengan kata-kata
perintah. Yesus memberikan roti itu kepada para murid dan berkata, “Ambillah dan makanlah” bahwa ketika
makan roti itu secara rohani menerima tubuh Kristus dengan iman. Tuhan memberi perintah selanjutnya:
“Buatlah ini menjadi peringatan akan Aku” yaitu mengingat pribadi dan karya-Nya. Demikian juga, Tuhan
mengambil cawan minuman, mengucap syukur dan berkata: “Minumlah kamu semua dari cawan ini.” Kata-kata
penjelasan. Katakata Yesus “Inilah tubuh-Ku” telah menimbulkan tafsir yang berbeda-beda. Gereja Roma
Katolik menafsir bahwa roti itu adalah tubuh Yesus. Pandangan Carlstadt menafsir bahwa roti adalah benda
yang bersifat netral. Gereja Lutheran bahwa roti itu berbentuk sinekdoke. Doktrin kurang bertanggung jawab
atas roti dan tubuh Yesus, dua elemen yang berbeda.
Hal-hal yang Dilambangkan dalam Sakramen ini. Sakramen mewakili kebenaran spiritual melalui tanda-
tanda yang dapat dilihat dengan mata. Pemecahan roti itu untuk dimakan dan penuangan anggur itu untuk
diminum, dan persekutuan terjadi di antara orang percaya. 13mpath al penting, bahwa: (a) Perjamuan Kudus
adalah pernyataan simbolis dari kematian Yesus (1 Kor.12:6). (b) Perjamuan Kudus melambangkan partisipasi
orang percaya dalam penyaliban Kristus. (c) Perjamuan Kudus mewakili akibat dari tindakan ini sebagai
pemberi hidup, kekuatan, dan sukacita bagi jiwa. (d) Sakramen ini juga melambangkan persatuan orang percaya
satu dengan yang lain (1 Kor.10:17; 12:13).
Hal-Hal yang Dimeteraikan dalam Perjamuan Kudus. Katekismus Heidelberg menjelaskan bahwa: (a)
Perjamuan Kudus memeteraikan kasih Kristus yang sangat besar, yang diungkapkan dalam hal Ia merendahkan
diri-Nya sendiri untuk mati dengan cari yang sangat hina bagi mereka. (b) Perjamuan Kudus menjamin orang
percaya yang ambil bagian di dalamnya, bukan saja kasih dan anugerah Kristus yang telah menyerahkan diri-
Nya Sendiri sebagai Penebus dalam seluruh kepenuhannya. (c) Perjamuan Kudus menjamin dirinya bahwa
berkatberkat keselamatan sudah dimilikinya sekarang. (d) Perjamuan kudus adalah sebuah meterai timbal balik.
Orang yang Layak Menerima Sakramen ini. Katekismus Heidelberg berkata: “Bagi mereka yang
sungguhsungguh tidak puas dengan dirinya sendiri karena dosa-dosa mereka dan yang percaya bahwa dosa-dosa
mereka diampuni oleh karena Kristus, dan kelemahan mereka yang masih ada ditutup oleh penderitaan dan
kematianNya; dan yang juga mengiginkan untuk terus menguatkan iman mereka dan memperbaiki hidup
mereka.” Perjamuan kudus untuk orang yang telah dilahirkan kembali ole Roh Kudus, beriman kepada Kristus
sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi, dan hidup dalam pertobatan yang sejati.
Orang-orang yang Tidak Dapat Mengambil Bagian dalam Perjamuan Kudus. Pertama, anak-anak tidak
diijinkan untuk ambil bagian (1 Kor.11:28-29) karena mereka memiliki memiliki pengertian dan cara yang benar
untuk melakukannya. Kedua, orang yang tidak percaya mungkin saja ikut dalam gereja yang nampak, tetapi
mereka tidak berhak untuk ambil bagian dalam perjamuan kudus. Gereja meminta pengakuan iman dengan
mulutnya secara sungguh-sungguh sebelum seseorang mengikuti sakramen perjamuan kudus. Ketiga, orang
percaya yang berada dalam kondisi rohani dan relasi dengan Tuhan dan sesama yang tidak benar (1
Kor.11:1832). Orang percaya harus menyadari ketidaklayakannya di hadapan Allah dan mengakui dosa-dosanya
supaya ia diperkenan mengikuti perjamuan kudus.

13
WAWASAN DUNIA KRISTEN 3: EKLESIOLOGI
Drs. Roedy Silitonga, M.A., M.Th.
FLA – UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

Pertanyaan untuk Studi Lanjutan dan Diskusi: Apakah kaitan antara sakramen perjamuan kudus dan
firman Tuhan yang diselenggarakan gereja dan bagaimana relevansinya pada zaman sekarang? Bagaimana sikap
Anda terhadap penyelenggaraan perjamuan kudus sebagai sarana penyembuhan dan mujizat yang
diselenggarakan denominasi gereja tertentu?

Literatur: Louis Berkhof, Teologi Sistematika: Doktrin Gereja, Bab 3-5. Surabaya: Momentum, 2010; Millard J.
Erickson, Teologi Kristen: Volume 3, Bab 51. Surabaya: Gandum Mas, 2000.

14
WAWASAN DUNIA KRISTEN 3: EKLESIOLOGI
Drs. Roedy Silitonga, M.A., M.Th.
FLA – UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

LITURGI GEREJAWI

Allah telah menciptakan segala sesuatu untuk kemuliaan-Nya. Allah menciptakan laki-laki dan perempuan menurut gambar
rupa-Nya sebagai imam atas seluruh ciptaan dan mengekspresikan atas nama seluruh ciptaan untuk memuji-Nya. Karena
tujuan hidup ialah memuliakan Allah. Di dalam dan melalui Kristus kita dilahirkan baru oleh Roh Kudus sebagai gambar
rupa Allah dan dalam ibadah kepada Allah di dalam hidup yang dibagikan pada perjamuan. Lynn C. Bauman, “From its
beginings liturgy has been a part of Christian worship, and spiritual formation through the liturgy a part of normative
Christian experience.”

Pengajaran
Dasar Alkitab. Kel.20:8-11, “Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat: enam hari lamanya engkau akan bekerja dan
melakukan segala pekerjaanmu, tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu; maka jangan melakukan sesuatu
pekerjaan, engkau atau anakmu laki-laki, atau anakmu perempuan, atau hambamu laki-laki, atau hambamu perempuan,
atau hewanmu atau orang asing yang di tempat kediamanmu. Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan
bumi, laut dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN memberkati hari Sabat dan
menguduskannya.” Rm.12:1, “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu
mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah
ibadahmu yang sejati.” Ibr.8;1-2, “Inti segala yang kita bicarakan itu ialah: kita mempunyai Imam Besar yang demikian,
yang duduk di sebelah kanan takhta Yang Mahabesar di sorga, dan yang melayani ibadah di tempat kudus, yaitu di dalam
kemah sejati, yang didirikan oleh Tuhan dan bukan oleh manusia.”
Sabat dalam Alkitab. Ada empat pemahaman Sabat, yakni Sabat Penciptaan (Kel.20:8), Sabat Eksodus
(Kel.20:8-11; Ul.5:15), dan Sabat Kebangkitan (Luk.22:7-20; 1 Kor.5:6-8; 1 Ptr.2:5) dan Sabat Final pada hari
kedatangan Kristus kedua kali (Ibr.3:11-14). Liturgi di gereja berkaitan dengan penyelenggaraan Sabat
Kebangkitan, yakni kemenangan Kristus, Juruselamat yang telah mati di atas kayu salib dan bangkit dari
kematian. Kemanangan Kristus atas dosa, iblis dan setan dirayakan pada hari kebangkitan Kristus. Sabat
merupakan peristirahatan pada masa kini, yang di dasari oleh kejadian-kejadian pada masa lalu, dengan referensi
kepada masa yang akan datang, dan penggenapan pada hari Tuhan yang agung.
Tujuan Sabat. Berkat terbesar dalam memelihara hari Sabat adalah bahwa Sabat mendidik kita untuk bersandar
pada Allah untuk masa depan kita. Sabat ditentukan untuk melayani seseorang secara utuh, sehingga Sabat juga
menjadi satu hari untuk peristirahatan rohani dan juga penyegaran fisik. Kristus membebaskan, memulihkan dan
mengisi Sabat dengan arti sesungguhnya. Karena Kristus adalah Tuhan atas Sabat yang menjamin kemenangan
(Mrk.2:23-28; 3:1-6; Luk.13:10-17; 14:1-6; Yoh.5:1-9; 9:1-41). Sabat adalah suatu prinsip dari kehidupan.
Liturgi. Lynn C. Bauman, “Worship in the Christian community has characteristically supported elements of
ritual and beauty.” Ibadah Kristen adalah partisipasi kita melalui Roh dalam persekutuan Anak dengan Bapa,
dalam kehidupan perwakilannya dalam ibadah dan syafaat. Ada beberapa rangkaian tata ibadah dalam ibadah,
yaitu: votum, pujian bersama, doa pembukaan, pujian bersama, pembacaan Mazmur, pujian bersama, kesaksian,
khotbah, warta gereja, persembahan, doa syafaat, pujian bersama, doxology, dan doa berkat. Tata ibadah ini
dapat diringkas dengan empat bagian utama, yaitu: Doa, Pujian Bersama, Khotbah, dan Persembahan. Namun
pada saat pelaksanaan Sakramen Baptisan Kudus dan Sakramen Perjamuan Kudus, tata ibadah tersebut dapat
disesuaikan tanpa mengurangi empat bagian utama tata ibadah (liturgi). Tata ibadah Sakramen dapat disatukan
dengan ibadah umum, yang umumnya dilakukan oleh gereja. Namun Sakramen dapat dilakukan secara khusus
karena kebutuhan atau kepentingan yang lebih bersifat tradisi di setiap gereja (denominasi).
Synagogue Worship. The early Christians were for the most part Jes, familiar with the formal worship (for
liturgy) of the synagogue service, as well as temple worship at Jerusalem. Early Christians, therefore, did not
start out to create Christian worship afresh as they began to worship God in Christ; they simply adapted and
built upon the forms of Jewish worship they already knew (Kenneth, p.100). Ibadah Sinagoge dimulai dengan
membaca teks dari kitab-kitab Ibrani (PL) dan menyanyikan Mazmur. Pembacaan teks kitab dilanjutkan dengan
pengajaran atau khotbah disertai dengan doa untuk kehidupan komunitas dan pengharapan akan kedatangan
Mesias. Sedangkan orang Kristen menambahkannya dengan membaca surat-surat para rasul, nyanyian hymn
memuji Kristus, berdoa yang ditujukan kepada Allah Bapa melalui Kristus, Anak-Nya.
Christian Worship. Liturgi Kristen merupakan liturgi yang indah, khidmat, dan ritual persekutuan antara
manusia dan Allah. Manusia sebagai gambar rupa Allah yang diberikan nafas hidup yang beribadah di dalam
kehadiran Allah melalui ibadah dan ritual. Liturgi Kristen merupakan undangan untuk bersekutu dengan Allah
melalui Kristus (Yoh.17:20-26). Di dalam persekutuan itu, orang Kristen memanggil Allah sebagai Bapa dari
dalam hatinya dan keingingan Roh Kudus membawa umat-Nya bersekutu dengan Allah.

15
WAWASAN DUNIA KRISTEN 3: EKLESIOLOGI
Drs. Roedy Silitonga, M.A., M.Th.
FLA – UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

The Shape of Liturgy. Ada beberapa tahapan dalam liturgi yakni the hymn of praise, the oral reading of
scripture, the Creed, offertory. Tahapan pertama merupakan pujian dan pengagungan kepada Allah dengan
menyanyikan
Gloria in excelsis, Kyrie Eleison, Trisagion. Tahapan kedua merupakan pembacaan firman Tuhan yang
dinyatakan Allah kepada umat-Nya, seperti perikop dari Perjanjian Lama, sebuah Mazmur, Surat dan akhirnya
Injil. Tahapan ketiga merupakan pembacaan Pengakuan Iman dalam konteks Injil di dalam karya penebusan
Allah. Tahapan ini dilanjutkan dengan doa seluruh umat Tuhan. Tahapan terakhir ialah persembahan kepada
Allah yang disampaikan sebagai ucapan syukur sebelum melaksanakan Perjamuan Kudus.
Liturgi Kontemporer. Ada tiga kelompok dalam liturgi kontemporer. Pertama, The Unitarian Model yang
beribadah langsung kepada Allah tanpa kehadiran Mediator, yakni Yesus Kristus, Anak Allah yang tunggal.
Mereka menempatkan diri di hadapan Allah seperti Yesus Kristus, yakni sebagai anak-anak Allah. Kristus dan
karya Roh Kudus tidak penting dalam ibadah mereka. Kedua, The Existensial, Expereience Model yang
menekankan pada momen perjumpaan dengan Allah berdasarkan anugerah Allah dan respon manusia,
pertobatan dan keputusan diri. Pusat liturgi ialah Allah dan saya pada saat ibadah. Respon dalam iman hanya
mungkin dibuat melalui karya Kristus di atas kayu salib. Momen perjumpaan seseorang dengan Allah melalui
khotbah (pujian dan dosa) disebut kerygma. Ibadah lebih menekankan pada respon personal untuk seluruh
penyelenggaraan ibadah. Ketiga, The Incarnational Trinitarian Model merupakan liturgi ibadah kepada Allah
melalui Kristus (Mat.11:27; Yoh.1:18; 17:25-26) dengan karya dan pimpinan Roh Kudus, dimana gereja
beribadah sebagai anak-anak Allah (Ibr.2:10; Gal.4:5). Dalam setiap bagian tata ibadah: Doa, Pujian Bersama,
Khotbah dan Persembahan, berada di dalam pengajaran yang benar dan komprehensif tentang Allah, Trinitas,
Kristus sebagai Mediator satu-satunya. Respon gereja atas seluruh penyelenggaraan ibadah dikaruniakan Allah,
berpusat pada Kristus dan dipimpin oleh Roh Kudus.

Pertanyaan untuk Studi Lanjutan dan Diskusi: Tuliskan konsep liturgi dan susunan ibadah yang
diselenggarakan gereja dimana Anda beribadah?

Literatur: James B Torrance, Worship, Community & The Triune God of Grace, Illinois: IVP, 1996; Bruce A. Ray,
Merayakan Sabat. Surabaya: Momentum, 2006; Kenneth O. Gangel & James C. Wilhoit (Editor), The Christian Educator’s:
Handbook on Spiritual Formation, Grand Rapids: Baker, 1994.

MODEL PERIBADATAN

Orang Kristen yang hidup bagi kesenangan Allah, memuliakan-Nya dan menikmati-Nya selamanya. Ibadah kita kepada
Allah itu mencapai puncaknya ketika kesukaan kita di dalam Allah juga pencapai puncaknya. Allah merupakan objek yang
sejati dari kerinduan hati kita yang terdalam.

Pengajaran
Dasar Alkitab. 1 Kor.1:2, “mereka yang dikuduskan dalam Kristus Yesus dan yang dipanggil menjadi orang-orang
kudus, dengan semua orang di segala tempat, yang berseru kepada nama Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu Tuhan mereka dan
Tuhan kita.”
Pengertian Ibadah. Kita tahu bahwa perintah keempat, di atas semua yang lain, merupakan suatu deklarasi
mengenai kedaulatan Allah atas waktu dan atas penggunaan waktu Allah oleh kita. Allah memberkati hari
ketujuh dan menguduskannya. Secara harfiah itu berarti bahwa Allah menyucikan atau memisahkannya.

16
WAWASAN DUNIA KRISTEN 3: EKLESIOLOGI
Drs. Roedy Silitonga, M.A., M.Th.
FLA – UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

Tujuh Pertanyaan untuk Bersuka di dalam Allah. (1) Apakah kasih akan Allah itu sejalan dengan kasih akan
diri sendiri, seperti yang diajarkan oleh hedonism Kristen? (2) Apa makna bersuka di dalam Allah itu
sesungguhnya? (3) Seberapa banyakkah kesukaan di dalam Allah yang dapat kita peroleh dalam hidup kita? (4)
Apakah baya dari kegagalan menjadikan hal bersuka di dalam Allah itu sebagai tujuan utama hidup kita? (5)
Apakah manfaat dari bersuka di dalam Allah itu? (6) Pertolongan apakah yang telah diberikan Allah kepada kita
untuk menumbuhkan kesukaan kita di dalam Dia? (7) Renungan terbaik apakah yang dapat mendorong
tumbuhnya kesukaan kita di dalam Allah, serta meningkatkan sukacita dan kepuasaan kita di dalam Dia?
Pembaruan Ibadah Masa Kini. Aplikasi #1: Jadikanlah bersuka di dalam Allah sebagai bagian integral dari
kehidupan pribadi Anda. Tidak ada jalan pintas untuk mencapai integritas dan kita dapat mengenali perbedaan
antara pujian palsu dan kesukaan sejati. Kita memuliakan Allah dengan menikmati Dia haruslah menjadi suatu
“tujuan” yang di dalamnya kita mengawali kegiatan setiap hari. Aplikasi #2: Jadikanlah menikmati Allah
sebagai bagian dari pelayanan konseling Anda. Kerinduan untuk memperkenankan Allah itu merupakan suatu
cara yang efektif untuk mengatasi kecenderungan berbuat dosa. Aplikasi #3: Bangunlah menikmai Allah ke
dalam pelayanan ibadah. Setiap kita yang aktif terlibat dalam penyelenggaraan ibadah bersama di gereja perlu
menjadikan sukacita di dalam Allah itu sebagai suatu komponen yang krusial. Kita perlu meningkatkan
keberadaan lagu pujian, khotbah, drama, kesaksian, pemahaman Alkitab, musik serta doa-doa khusus, yang
bukannya membangkitkan emosi murahan, melainkan kesukaan yang sejati.
Model Peribadatan. Ada dua model ibadah yakni the unitarian view dan the trinitarian view. Kita ialah umat
penyembah, umumnya dilakukan di gereja pada hari Minggu. Kita pergi ke gereja, kita memuji dengan mazmur
dan hymne kepada Allah, kita berdoa syafaat untuk dunia, kita mendengarkan khotbah, kita memberikan
persembahan uang, waktu dan talenta kepada TUHAN. Tidak ragu untuk kita membutuhkan anugerah Allah
untuk menolong kita melakukan itu. Kita melakukan itu karena Kristus mengajarkan kita melakukan itu dan
meninggalkan teladan-Nya bagaimana melakukan hal itu. Karena ibadah ialah apa yang kita lakukan di hadapan
Allah. Namun ibadah unitarian, tidak ada doktrin/pengajaran tentang Sang Mediator atau Imam Agung Kristus,
berpusat pada manusia, tidak ada pengajaran tentang Roh Kudus, lebih cenderung yang non sakramen, dan
menimbulkan keletihan. Sedangkan dalam trinitarian, ibadah merupakan karunia partisipasi melalui Roh Kudus
dalam inkarnasi Anak Allah bersekutu dengan Bapa. Artinya di dalam kesatuan dengan Kristus, di dalam apa
yang Kristus telah lakukan untuk kita satu kali dan untuk semua, dalam persembahan-Nya kepada Bapa, dalam
hidup-Nya dan kematian di atas salib. Hanya ada satu Mediator antara Allah dan manusia. Kita beribadah di
dalam Roh dan kebenaran (Yoh.4:23-24).
Strategies for Spiritual Formation. Beberapa bagian dalam ibadah gereja yang umum diselenggarakan, yakni:
Hymnody (1 Chron.15:16-24; 29:20-21), Public Prayer, Confession of Sin, Creedal Recitation/Affirmation,
Preaching, Ordinances (Kenneth, p.123-128).

Pertanyaan untuk Studi Lanjutan dan Diskusi: Pilihlah salah satu pasal dalam kitab Mazmur yang
berkaitan dengan model ibadah? Bagaimana sikap dan tanggapan Anda terhadap model ibadah pada zaman
sekarang?

Literatur: Mark Shaw, Sepuluh Pemikiran Besar dari Sejarah Gereja, Bab 5: hlm.117-141. Surabaya: Momentum 2003;
Bruce A. Ray, Merayakan Sabat. Surabaya: Momentum, 2006; Kenneth O. Gangel & James C. Wilhoit (Editor), The
Christian
Educator’s: Handbook on Spiritual Formation, Grand Rapids: Baker, 1994.
FORMASI SPIRITUALITAS: DOA

Doa merupakan sarana komunikasi langsung kepada Allah melalui Anak Allah yang tunggal yakni Tuhan Yesus Kristus
dengan pimpinan dan bimbingan Roh Kudus. Doa akan sering mengungkapkan perbedaan ini dengan segera. Doa bersama
biasanya memiliki dua komponen: (1) konten spiritual dan (2) bentuk atau bentuk kata-kata. Spiritualitas sejati akan selalu
mempertahankan bahwa isi spiritual doa adalah yang utama, dan bahwa esensi doa tidak pernah dapat dicari hanya
dengan bunyi kata-kata. Spiritualitas adalah asli jika memungkinkan spiritual mengatur kata-kata, sementara kata-kata
melayani Roh. Spiritualitas menjadi salah segera setelah Roh menghancurkan kata dalam doa atau mengizinkan.

Pengajaran
Dasar Alkitab. Mat.6:5-13, “Dan apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik. Mereka suka
mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka
dilihat orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi jika engkau berdoa,
masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka
Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu. Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-

17
WAWASAN DUNIA KRISTEN 3: EKLESIOLOGI
Drs. Roedy Silitonga, M.A., M.Th.
FLA – UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya
akan dikabulkan. Jadi janganlah kamu seperti mereka, karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu
minta kepada-Nya. Karena itu berdoalah demikian: Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah nama-Mu, datanglah
Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga. Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya
dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami; dan janganlah
membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat. (Karena Engkaulah yang empunya
Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin.).”
Pengertian Berdoa. Doa adalah persembahan dari keinginan kita kepada Tuhan untuk hal-hal yang sesuai
dengan kehendak-Nya, dalam nama Kristus, dengan pengakuan dosa-dosa kita dan pengakuan syukur atas belas
kasihNya. Kita hanya berdoa “dalam nama Kristus” karena persembahan kita hanya sampai ke Allah melalui-
Nya dan karena pengakuan dan pengampunan dosa serta ucapan syukur kepada Allah hanya melalui-Nya saja.
Dalam Perjanjian Lama, umat Tuhan beribadah, berdoa, dan memberikan persembahan kepada Allah dipimpin
oleh
Imam Besar yang berdiri di hadapan-Nya mewakili umat-Nya dengan membawa seluruh persembahan dan
berkat (Bil.6:24-26). Dalam Perjanjian Baru, Kristus adalah Imam Besar Agung satu-satunya, yang bersifat
kekal, di bumi dan di sorga, yang menyerahkan nyawa-Nya kepada Allah dan duduk di sebelah kanan Allah
Bapa (Yoh.20”17; Ibr.3:1).
Prinsip Berdoa yang Diajarkan Kristus. Pertama, don’t show off (jangan pamer), fokus pada doa yang
disampaikan kepada Tuhan, jangan membiarkan orang lain tahu bahwa Anda sedang berdoa. Kedua, don’t judge
the quality of your prayers just on length and eloquence (jangan menilai kualitas doa Anda hanya pada Panjang
dan kefasihan berbicara). Karena itu doa tidak perlu diulang-ulang atau bersikap seperti orang munafik. Ketiga,
don’t think of prayer as primarily asking and informing (jangan menganggap doa sebagai yang terutama
bertanya dan memberi informasi). Karena tidak dapat mengejutkan Allah atau mengagetkan-Nya melalui doa-
doa Anda.
The Priorities of the Lord’s Prayer. (1) It is God-centered. Doa mencari kemuliaan Allah dan kehendak-Nya
sebagai dasar dan arah setiap doa; (2) It Involves the mind and the heart. Doa tidak hanya sebuah aktivitas
berbicara kepada Allah dengan kefasihannya tetapi doa itu melibatkan seluruh hati, mulut dan tindakan
penyembahan kepada Allah; (3) It is community-focused. Doa tidak memuaskan permohonan diri sendiri dan
tipuan tetapi diisi dengan kebutuhan umat Tuhan. Doa membangun gereja Tuhan, bukan diri sendiri; (4) It is
balanced. Ada tiga bagian penting yakni adanya adoration (penyembahan), intercession (perantaraan),
supplication (permohonan).
Enam Kebiasaan Orang Kristen yang sangat Efektif (Calvin). Pertama, Bergantung pada Roh Kudus. Karya
terbesar Roh Kudus ialah membawa kita ke dalam kesatuan dengan Kristus. Suatu pengetahuan yang teguh dan
pasti mengenai kebaikan Allah kepada kita, yang didasarkan pada kebenaran dari janji yang dianugerahkan di
dalam Kristus, yang disingkapkan bagi akal budi kita serta dimeteraikan di dalam hati kita melalui karya Roh
Kudus. Kedua, Menyangkal diri. Penyangkalan diri memiliki makna yang jauh lebih dalam dari hal superfisial,
tetapi berkaitan dengan masalah kepemilikan: Siapakah yang sesungguhnya memiliki otoritas tertinggi atas
hidup saya – Allah atau saya? Kita bukan milik kita lagi tetapi sepenuhnya milik Allah. Ucapan syukur atau
kepuasan dalam Allah merupakan ekspresi yang terutama dari penyangkalan diri. Ketiga, Memikul Salib. Kuasa
penderitaan terwujud dalam suatu peperangan rohani yang berkesinambungan dalam penyerangan ataupun
pergumulan melawan berbagai roh jahat. Keempat, Memfokuskan diri pada Kekekalan. Kita dapat memandang
segala sesuatu dengan wawasan yang utuh dan benar hanya bila kita memandang kesemantaraan hidup di dunia
ini dengan sebelah mata yang satu, dan memandang kemuliaan kehidupan yang kekal dengan sebelah mata yang
lain. Kelima, Memanfaatkan Seluruh Aspek Kehidupan bagi Kemuliaan Allah. Semua hal yang baik dalam
kehidupan ini akan berfungsi sebagai makanan rohani bila dimanfaatkan dengan maksud dan tujuannya masing-
masing. Pemanfaatan ciptaan itu harus memenuhi syarat yaitu: ketidakterikatan yang berarti, merasa puasa yang
sedikit, pertanggung jawaban yang berarti kita menyadari bahwa Allah akan menghakimi kita, kerajinan yang
membuat kita bertekun dalam melaksanakan panggilan kita dengan bekerja keras. Keenam, Bertekun dalam
Doa, Doa sebagai latihan iman yang paling utama…yang melaluinya kita setiap hari menerima berkat-berkat
Allah.
Empat Syarat untuk Memiliki Efektivitas dalam Berdoa. Pertama, Penghormatan kepada Allah. Kita
menyadari keagungan Allah dan memohon pimpinan Roh Kudus. Allah menganugerahkan Roh Kudus untuk
menjadi Gru kita dalam berdoa, yang memberitahu kebenaran kepada kita sekaligus melembutkan hati kita.
Kedua, Kebutuhan yang Tulus. Orang Kristen yang saleh akan berhati-hati dalam memohonkan sesuatu kepada
Allah. Ia tentu akan berusaha sedemikian rupa sehingga dapat memanjatkan permohonannya dengan penuh
ketulusan di dalam hati, sekaligus dengan penuh kepercayaan akan menerima jawaban doa tersebut dari
padaNya. Ketiga, roh kerendahan hati dan pertobatan. Demikianlah, tidak ada seorang manusia sesuci apa pun

18
WAWASAN DUNIA KRISTEN 3: EKLESIOLOGI
Drs. Roedy Silitonga, M.A., M.Th.
FLA – UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

dia, yang dapat berharap bisa menaikkan suatu permohonan kepada Allah, sampai ia telah benar-benar
diperdamaikan dengan Dia.Keempat, iman yang penuh keyakinan. Sebab doa yang diperkenan Allah itu semata-
mata adalah doa yang didasarkan pada keyakinan pengharapan yang tak tergoyahkan.
Spiritualitas Doa. Dua ekstrem saling berhadapan di sini. Di satu sisi ada gerakan untuk menghapuskan semua
doa spontan, tidak lebih dari doa yang dikomposisikan untuk doa publik dan doa pribadi. Di sisi lain ada
gerakan yang menolak, hampir tanpa syarat, semua doa formal. Ia menolak untuk mendengarkan doa lain apa
pun kecuali yang muncul, secara mendadak, dalam semangat orang yang berdoa. Semua liturgi doa kita adalah
doa bersama, yang ditentukan bukan oleh satu orang tetapi oleh gereja. Ini adalah doa yang dinyanyikan
sebelumnya dan sekarang dengan penuh doa dinyanyikan oleh jemaat. Karena itu dalam setiap doa (1)
remembering who we are and who God is; (2) asking that God be honored: hollowed be thy name; (3) asking
that His will be fully realized: thy Kingdom come. Thy will be done, in earth as it is in heaven; (4) asking for or
needs: “give us this day our daily bread”; (5) asking for our needs: “and forgive us our debts as we forgive our
debtors”; (6) asking for our needs: “lead us not into temptation, but deliver us from evil; (7) Concluding with
praise.

Pertanyaan untuk Studi Lanjutan dan Diskusi: Setelah Anda mempelajari dan menghayati “Doa Bapa
Kami” bagaimana Anda mengaplikasikan kebiasaan spiritualitas yang efektif di dalam kehidupan keluarga, dan
lingkungan kerja?

Literatur: Abraham Kuyper, Our Worship, Ed. Hary Boonstra, ch.6. Grand Rapid: Wm.B. Eerdmasn, 2009; James B
Torrance, Worship, Community & The Triune God of Grace, Illinois: IVP, 1996; Mark Shaw, Sepuluh Pemikiran Besar dari
Sejarah Gereja, Bab 2: hlm.45-73. Surabaya: Momentum 2003; Kenneth O. Gangel & James C. Wilhoit (Editor), The
Christian Educator’s: Handbook on Spiritual Formation, Grand Rapids: Baker, 1994.

FORMASI SPIRITUALITAS: SAAT TEDUH

Saat teduh merupakan sarana meningkatkan spiritualitas orang percaya secara khusus melalui doa pribadi, perenungan
firman Tuhan secara mendalam. Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru merupakan firman dari Allah untuk dipelajari,
direnungkan, didoakan, dan diingat demi pengetahuan dan makna obyektif yang dimilikinya. Termasuk soal otoritas dari
Allah yang mereka wakili, bukannya untuk pengalaman mistik atau perasaan dari kekuatan pribadi dan kedamaian batin
yang dapat mereka timbulkan.

Pengajaran
Dasar Alkitab. Mzm. 19:8-15, “Taurat TUHAN itu sempurna, menyegarkan jiwa; peraturan TUHAN itu teguh,
memberikan hikmat kepada orang yang tak berpengalaman. Titah TUHAN itu tepat, menyukakan hati; perintah TUHAN itu
murni, membuat mata bercahaya. Takut akan TUHAN itu suci, tetap ada untuk selamanya; hukum-hukum TUHAN itu benar,
adil semuanya, lebih indah dari pada emas, bahkan dari pada banyak emas tua; dan lebih manis dari pada madu, bahkan
dari pada madu tetesan dari sarang lebah. Lagipula hamba-Mu diperingatkan oleh semuanya itu, dan orang yang
berpegang padanya mendapat upah yang besar. Siapakah yang dapat mengetahui kesesatan? Bebaskanlah aku dari apa
yang tidak kusadari. Lindungilah hamba-Mu, juga terhadap orang yang kurang ajar; janganlah mereka menguasai aku!

19
WAWASAN DUNIA KRISTEN 3: EKLESIOLOGI
Drs. Roedy Silitonga, M.A., M.Th.
FLA – UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

Maka aku menjadi tak bercela dan bebas dari pelanggaran besar. Mudah-mudahan Engkau berkenan akan ucapan mulutku
dan renungan hatiku, ya TUHAN, gunung batuku dan penebusku.“ 1 Kor.1:2, “mereka yang dikuduskan dalam Kristus
Yesus dan yang dipanggil menjadi orang-orang kudus, dengan semua orang di segala tempat, yang berseru kepada nama
Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu Tuhan mereka dan Tuhan kita.”
Lectio Divina. merupakan bahasa Latin yang berarti "bacaan ilahi, bacaan rohani, atau bacaan kudus." Istilah ini
merujuk pada sebuah metode doa dan membaca Alkitab, yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah
dan memberikan wawasan spiritual yang khusus. Prinsip-prinsip lectio divina diungkapkan sekitar tahun 220,
yang kemudian dipraktekkan oleh para biarawan Katolik, terutama pada masa monastik dari Santo Pachomius,
Agustinus, Basil, dan Benedict.
Praktek Lectio Divina dimulai dengan waktu relaksasi; di mana seseorang membuat dirinya merasa nyaman.
Termasuk membersihkan pikiran dari pemikiran dan kekuatiran terhadap perkara-perkara duniawi. Empat
langkah berikut: Membaca (Lectio) – Membaca ayat Alkitab dengan lembut dan perlahan sebanyak beberapa
kali. Bagian ayat itu sendiri tidak sepenting menikmati setiap bagian dari bacaan tersebut, terus-menerus
mendengarkan "suara kecil" dari kata atau frase yang entah bagaimana berbicara kepada orang yang melakukan
praktek ini. Meditasi (Meditatio) – Melakukan refleksi pada teks dari bagian tersebut dan memikirkan
bagaimana hal itu dapat diterapkan bagi kehidupannya sendiri. Hal ini dianggap sebagai bacaan Alkitab yang
sangat pribadi dan penerapan yang juga bersifat sangat pribadi. Orasi (Oratio) - Menanggapi bagian ayat
tersebut dengan membuka hati kepada Allah. Pada mulanya tahap ini bukanlah sebuah latihan intelektual,
namun lebih merupakan sebagai awal dari percakapan dengan Allah. Kontemplasi (Contemplatio) -
Mendengarkan Allah. Tahap ini merupakan tahap pembebasan diri dari pikirannya sendiri, baik dari pikiran
duniawi maupun rohani, dan mendengar Allah berbicara kepadanya. Membuka pikiran, hati, dan jiwanya
terhadap hadirat Allah.
Hubungan antara Membaca Alkitab dan Berdoa, bahwa dua kegiatan ini harus selalu dilakukan
bersamasama. Namun, bahaya yang melekat dalam praktek semacam ini, dan kesamaannya yang cukup
mengherankan dengan meditasi transendental dan ritual berbahaya lainnya, harus dipertimbangkan dengan
cermat. Dalam praktek ini, si pelaku memiliki potensi untuk mengejar pengalaman mistik semata, di mana
tujuannya adalah untuk membebaskan pikiran dan memberdayakan dirinya sendiri. Orang Kristen harus
menggunakan Alkitab untuk mengejar pengetahuan tentang Allah, kebijaksanaan, dan kekudusan melalui makna
teks yang objektif, dengan tujuan mengubahkan pemikiran mereka agar sesuai dengan kebenaran. Allah berkata
umat-Nya binasa karena kurangnya pengetahuan (Hos 4:6), bukan karena kurangnya pertemuan pribadi yang
bersifat mistik dengan-Nya. Mazmur 19:7-14 berisi pernyataan definitif tentang memadainya Alkitab. Alkitab
itu "sempurna, menyegarkan jiwa." Alkitab itu "tepat, menyukakan hati." Alkitab itu "murni, membuat mata
bercahaya." Alkitab itu "benar" dan "adil semuanya." Alkitab "lebih indah daripada emas." Jika apa yang Allah
maksudkan memang dinyatakan Mazmur ini, maka tidak ada kebutuhan lagi untuk wahyu tambahan. Meminta-
Nya untuk memberikan satu wahyu tambahan merupakan penyangkalan atas apa yang telah Dia ungkapkan.

Pertanyaan untuk Studi Lanjutan dan Diskusi: Pilihlah salah satu perikop atau nats dari salah satu kitab
Injil sebagai dasar, arah dan struktur dalam pelaksanaan saat teduh.

Literatur: Anthony A. Hoekema, Diselamatkan oleh Anugerah, Bab 13. Surabaya: Momentum 2009; Louis Berkhof,
Teologi Sistematika: Doktrin Gereja, Bab 1. Surabaya: Momentum, 2010;
https://www.gotquestions.org/Indonesia/lectiodivina.html di akses Juni 2019.
FORMASI SPIRITUALITAS: PUASA

Alkitab tidak memerintahkan orang-orang Kristen untuk berpuasa. Puasa bukanlah sesuatu yang dituntut atau diminta Allah
dari orang Kristen. Pada saat bersamaan, Alkitab memperkenalkan puasa itu sebagai sesuatu yang baik, berguna dan perlu
dilakukan. Kitab Kisah Para Rasul mencatat tentang kisah orang-percaya yang berpuasa sebelum mereka mengambil
keputusan-keputusan penting (Kis.13:4; 14:23). Berpuasa bukanlah suatu tuntutan agar Allah memberi imbalan pada kita.
Kita dapat memohon belas kasihan, berdoa, dan berharap akan sesuatu hal yang mendesak, yang sungguh-sungguh penting
bagi kita ataupun bagi orang lain. Namun disertai dengan sikap hati yang berserah, tunduk pada kedaulatan dan kasih setia
Allah yang tak terselami, yang kita percaya menjawab setiap doa melebihi apa yang kita pikirkan, mengerjakan segala
sesuatu bagi kebaikan setiap anak Tuhan.

Pengajaran
Dasar Alkitab. Yes.58:6-7, “Bukan! Berpuasa yang Kukehendaki, ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu
kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk,
supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya
rumah, dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri

20
WAWASAN DUNIA KRISTEN 3: EKLESIOLOGI
Drs. Roedy Silitonga, M.A., M.Th.
FLA – UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

terhadap saudaramu sendiri!” Mat.6:16-18, “Dan apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang
munafik. Mereka mengubah air mukanya, supaya orang melihat bahwa mereka sedang berpuasa. Aku berkata kepadamu:
Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi apabila engkau berpuasa, minyakilah kepalamu dan cucilah
mukamu, supaya jangan dilihat oleh orang bahwa engkau sedang berpuasa, melainkan hanya oleh Bapamu yang ada di
tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.”
Pengertian Puasa, merupakan upaya menyatakan kepada Allah, dan kepada diri sendiri, bahwa Saudara serius
dalam menjalin hubungan dengan Allah. Puasa menolong Saudara dalam memperoleh perspektif baru dan
memperbaharui ketergantungan kepada Allah. Sekalipun di dalam Alkitab puasa selalu berhubungan dengan
aktivitas tidak makan, ada cara-cara lain untuk berpuasa. Apa pun yang dapat Saudara tinggalkan untuk
sementara demi memusatkan perhatian pada Allah dengan cara yang lebih baik sudah dapat dianggap sebagai
puasa (1 Kor.7:1-5). Puasa perlu dibatasi waktunya, khususnya puasa yang terkait makanan. Tidak makan dalam
jangka waktu panjang dapat merusak tubuh. Puasa bukan untuk menghukum tubuh Saudara, tapi supaya bisa
memusatkan perhatian pada Allah. Puasa tidak boleh dianggap sebagai salah satu “metode diet.” Jangan
berpuasa untuk menghilangkan berat badan, tapi untuk memperoleh persekutuan yang lebih dalam dengan
Allah. Benar, siapa saja bisa berpuasa. Ada orang-orang yang tidak bisa puasa makan (penderita diabetes
misalnya), tapi setiap orang dapat, untuk sementara, meninggalkan sesuatu demi memfokuskan diri kepada
Allah. Dengan mengalihkan mata dari hal-hal dunia ini, kita dapat memusatkan diri pada Kristus dengan lebih
baik. Puasa bukanlah cara membuat Allah melakukan apa yang kita inginkan. Puasa mengubah kita, bukan
Allah. Puasa itu bukanlah cara untuk terlihat lebih rohani dibanding orang lain. Puasa harus dilakukan dalam
kerendahan hati dan penuh sukacita.
Tujuan Puasa, Calvin memberikan pembagian sederhana bahwa puasa yang kudus dan sah memiliki tiga
tujuan: menyangkal dan menundukkan tubuh kita; persiapan untuk doa dan perenungan yang lebih baik; sebagai
bukti, ekspresi kita merendahkan diri di hadapan Tuhan ketika kita mengakui kesalahan-kesalahan di hadapan-
Nya. Pertama, berpuasa bertujuan untuk menyangkal dan menundukkan tubuh kita, melatih, membatasi diri
terhadap keinginan hidup boros, sia-sia. Menahan kebutuhan akan makan, yang adalah kebutuhan alamiah,
menjadi contoh sederhana aplikasi bahwa manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap Firman yang
keluar dari mulut Allah. Referensi perkataan Kristus dari Ul. 8:3 ini mengingatkan bahwa Tuhanlah yang
memelihara hidup kita. Yang menopang hidup kita sesungguhnya bukanlah roti, namun kehendak dan kebaikan
Allah semata lewat makanan yang memberikan nutrisi pada tubuh. Kedua, berpuasa juga erat kaitannya dengan
disiplin berdoa. Dalam Matius 6, pembicaraan Yesus akan berpuasa digandengkan dengan disiplin berdoa.
Puasa, secara spiritual mempertajam kepekaan dan kesiagaan kita dalam memanjatkan doa. Doa puasa
dilaksanakan ketika ada keadaan mendesak dalam curahan isi hati mereka kepada Allah. Ezra yang berjalan
bersama bangsa Israel, berpuasa dan berdoa di tepi sungai Ahawa memohon perlindungan Tuhan dari bahaya
(Ez.8:23). Doa puasa juga dilakukan ketika mencari kehendak Tuhan, agar peka membedakan manakah
kehendak-Nya. Paulus dan Barnabas berpuasa dan berdoa menggumulkan pimpinan Tuhan dalam menetapkan
penatua bagi jemaat (Kis.14:23). Puasa dengan sendirinya tidak menjamin bahwa kita akan dengan jelas
mengetahui kehendak Tuhan, namun puasa akan mempersiapkan hati kita lebih terbuka, receptive terhadap
Allah yang mengasihi dan rindu memimpin, menyatakan kehendak-Nya pada kita. Ketiga, berpuasa adalah
ekspresi kita merendahkan diri di hadapan Tuhan. Kita mengakui kesalahan, berduka atas dosa yang terjadi dan
memohon belas kasihan kepada Tuhan. Pengakuan dan pertobatan dalam hati ini memanifestasikan dirinya
keluar dalam bentuk puasa, sebagaimana halnya dalam Yoel 2:12-15. Raja dan penduduk kota Niniwe juga
mengumumkan puasa sebagai tanda pertobatan mereka setelah mendengar seruan keras Firman Tuhan
(Yun.3:5).
External Fasting, without corresponding internal penitence and humiliation, is hypocrisy--and such fasting is
severely reproved by the prophet. "'Why have we fasted, and you see it not? Why have we humbled ourselves,
and you take no knowledge of it?' Behold, in the day of your fast you seek your own pleasure and oppress all
your workers. Behold, you fast only to quarrel and to fight and to hit with a wicked fist. Fasting like yours this
day will not make your voice to be heard on high. Is such the fast that I choose, a day for a person to humble
himself? Is it to bow down his head like a reed, and to spread sackcloth and ashes under him? Will you call this
a fast, and a day acceptable to the Lord?" (Isaiah 58:3-5) "Even now--this is the LORD's declaration--turn to Me
with all your heart, with fasting, weeping, and mourning. Tear your hearts, not just your clothes, and return to
the LORD your God. For He is gracious and compassionate, slow to anger, rich in faithful love, and He relents
from sending disaster." (Joel 2:12-13) -- by Archibald Alexander
Fasting Represents Longing, Urgency and Opportunity (by Michael Oh): 1) Longing, Fasting is a response
to a longing for God to be known, loved, adored, and worshipped. It's a longing that inspires a forsaking of
things present, including food. Describing fasting as a "condemning of things present" is fitting. Choosing to not
eat doesn't make much sense in a society where we have an overabundance of food. But in light of a longing for

21
WAWASAN DUNIA KRISTEN 3: EKLESIOLOGI
Drs. Roedy Silitonga, M.A., M.Th.
FLA – UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

more worship and experience of God it makes complete sense. 2) Urgency, we each have been given just one
life, and it is short and fragile. We have no idea how long the Lord will grant us. Moreover, we were bought by
Christ; our lives are not our own. So we have a weighty stewardship. And the urgency of the task that we have
now been called to makes the setting aside of food completely sensible. Fasting helps us think aright. It orients
everything upon God himself and not ourselves. 3) Opportunity, it’s a response to the opportunity before us for
spreading the gospel.

Pertanyaan untuk Studi Lanjutan dan Diskusi: Baca dan pelajari narasi dari pelaksanaan puasa yang
dilakukan orang Israel dalam kitab Imamat 16:29-31 dan Yesaya 58:3-6; penduduk Niniwe dalam Yunus 3:5;
dan pengajaran Tuhan pada khotbah di bukit dalam Matius 6:16.

Literatur: Anthony A. Hoekema, Diselamatkan oleh Anugerah, Bab 13. Surabaya: Momentum 2009; Louis Berkhof,
Teologi Sistematika: Doktrin Gereja, Bab 1. Surabaya: Momentum, 2010; John Calvin, Institutes of Christian Religion,
Book IV.12.14 - IV.12.21; https://www.gotquestions.org/Indonesia/lectio-divina.html di akses
Juni 2019; http://www.buletinpillar.org/artikel/puasa-disiplin-rohani-dan-pertumbuhan#hal-2 diakses Juni
2019; https://www.gracegems.org/26/fasting.htm diakses Juni 2019; https://www.desiringgod.org/messages/
missions-as-fasting diakses Juni 2019.
DENOMINASI DAN ALIRAN GEREJA

Penerapan jasa-jasa Kristus membawa kita kepada doktrin gereja. Sebab gereja terdiri dari orang-orang yang memiliki
bagian dalam Kristus dan memiliki berkat-berkat keselamatan yang ada di dalam Dia. Kristus, melalui pekerjaan Roh
Kudus, menyatukan manusia dengan diri-Nya, mengaruniai mereka dengan iman yang benar, dan dengan demikian gereja
menjadi tubuh-Nya, sebagai communion fidelium atau communion sanctorum.

Pengajaran
Dasar Alkitab. 1 Kor.1:2, “mereka yang dikuduskan dalam Kristus Yesus dan yang dipanggil menjadi orang-orang
kudus, dengan semua orang di segala tempat, yang berseru kepada nama Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu Tuhan mereka dan
Tuhan kita.”
Persoalan yang Dikemukakan Golongan Injili. Pertama, Persoalan Teologis, karena perselisihan pendapat
tentang pokok-pokok teologis telah mengakibatkan berbagai denominasi yang terpisah-pisah. Selain itu
pedoman doktrinal atau pengakuan iman juga harus ditegakkan. Kedua, Persoalan Ekklesiologis, pemahaman
tentang doktrin gereja yang tidak sesuai antar organisasi, sifat-sifat yang dari orang Kristen, struktur
pemerintahan gereja dan bentuk atau fungsi gereja, dan penyelenggaraan sakramen. Ketiga, Persoalan
Metodologis, gerakan oikumene lebih menekankan masalah-masalah sosial dan internasional sehingga
mengabaikan tugas mengabarkan Injil. Keempat, Persoalan Teleologis, tujuan yang hendak dicapai kesatuan
gereja bukan pada kesatuan ajaran dan penginjil, tetapi kesatuan organisasi gereja. Jika peleburan organisasi
terjadi, maka akan muncul ketidakberartian keanggotaan anggota organisasi gereja.
Sejarah Singkat Perpecahan Organisasi Gereja. Hadirnya gereja Montanis, Donatis, dan Monopiset pada
abad ke-2-4 disebabkan karena ajaran mereka yang menolak keilahian dan kemanusiaan dari Yesus Kristus.
Perpecahaan Gereja Ortodoks Timur dengan Gereja Roma Katolik di Barat disebabkan pada tahun 1054
disebabkan karena Paus telah mengubah pengakuan iman yang sudah diterima dan dijalankan bersama selama
ini. Gereja Katolik di Jerman memisahkan diri dari Roma Katolik setelah Martin Luther melakukan reformasi
secara total dengan 90 tesisnya di atas pintu masuk gereja pada tahun 1521 untuk mengoreksi ajaran-ajaran
gereja waktu itu yang bertentangan dengan ajaran Alkitab. Marthin Luther membawa gereja ke dalam sola
Scriptura, sola gratia, sola fide, solo Christos, soli Deo gloria. John Calvin mendirikan reformasi di Genewa
untuk mengembalikan seluruh pengertian dan pengajaran gereja ke dalam pengajaran firman Tuhan.
Alasan Perpecahan Organisasi Gereja. Perbedaan doktrin yang diajarkan gereja, Tidak memiliki kesamaan
dalam sistem pemerintahan gereja, Kebutuhan anggota-anggota karena bahasa dan budaya yang berbeda,
Kepentingan kelompok tertentu, Dan lain-lain.
Enam Prinsip Denominasional Gereja (Burroughs). Prinsip #1: Perbedaan doctrinal merupakan hal yang tak
terhindarkan. Orang-orang Kristen memiliki pandangan yang berbeda mengenai pola organisasi dan ibadah
yang paling tepat untuk menyatakan sekaligus memelihara iman Kristen. Prinsip #2: Perbedaan doctrinal
mengenai hal-hal sekunder adalah tetap penting. Setiap orang Kristen berkewajiban mempraktikan apa yang
diimaninya, dan dengan sekuat tenaga emngupayakan implikasi dari keyakinan yang telah tulus dipegangnya itu.
Oleh karena itu, mengorganisir berbagai gereja dan denominasi dengan tujuan untuk dapat memelihara
keistimewaan ini, merupakan hal yang sepatutnya dipertahankan. Prinsip #3: Perbedaan dapat membawa
manfaat. Keberadaan orang Kristen justru akan diperkuat oleh adanya “diskusi, doa, pembacaan Alkitab dan

22
WAWASAN DUNIA KRISTEN 3: EKLESIOLOGI
Drs. Roedy Silitonga, M.A., M.Th.
FLA – UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

perenungan Alkitab.” Prinsip #4: Tak satu pun lembaga gereja yang dapat dengan sepenuhnya berperan
sebagai wakil gereja Kristus. Allah bukanlah milik eksklusif dari gereja mana pun, dan eksistensi gereja-gereja
yang berbeda tersebut berperan sebagai sarana korektif yang permanen bagi kecenderungan semua gereja
tersebut. Prinsip #5: Kesatuan sejatu itu berdasarkan pada Injil yang berlaku universal, dan hendaknya
dinyatakan dalam bentuk kerjasama interdenominasi. Keberagaman gereja tidak dapat dijadikan sebagai alasan
untuk mengabaikan kesatuan yang visible. Sekalipun orang-orang Kristen memiliki perbedaan dalam banyak
hal, namun mereka tetaplah satu di dalam Kristus, mereka dapat bersama-sama mengupayakan satu tujuan
“kesalehan yang sama.” Prinsip #6: Pemisahan denominasional itu bukanlah suatu perpecahan. Pemisahan itu
bukanlah perpecahan gereja karena perpecahan kebengisan, ketidakadilan, kecerobohan, kekerasan melawan
kesatuan gereja atau pun jemaatnya.

Pertanyaan untuk Studi Lanjutan dan Diskusi: Tuliskan sejarah gereja lokal dimana Anda terdaftar
sebagai anggota gereja tersebut. Apabila dalam gereja ada perpecahan, mengapa hal tersebut terjadi dan apa
solusinya?

Literatur: Mark Shaw, Sepuluh Pemikiran Besar dari Sejarah Gereja, Bab 3: hlm.73-91. Surabaya: Momentum 2003;
Millard J. Erickson, Teologi Kristen: Volume 3, Bab 54. Malang: Gandum Mas, 2009; Wayne Grudem, Systematic Theology:
An Introduction to Biblical Doctrine. Grand Rapids, Michigan: Zondervan, 2000.
BIDAT DAN SEKTE KRISTEN

Penerapan jasa-jasa Kristus membawa kita kepada doktrin gereja. Sebab gereja terdiri dari orang-orang yang memiliki
bagian dalam Kristus dan memiliki berkat-berkat keselamatan yang ada di dalam Dia. Kristus, melalui pekerjaan Roh
Kudus, menyatukan manusia dengan diri-Nya, mengaruniai mereka dengan iman yang benar, dan dengan demikian gereja
menjadi tubuh-Nya, sebagai communion fidelium atau communion sanctorum.

Pengajaran
Dasar Alkitab. 1 Kor.1:2, “mereka yang dikuduskan dalam Kristus Yesus dan yang dipanggil menjadi orang-orang
kudus, dengan semua orang di segala tempat, yang berseru kepada nama Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu Tuhan mereka dan
Tuhan kita.”
Ebionisme adalah ajaran bidat yang menyangkali bahwa Yesus Kristus adalah benar-benar Allah. Sekte Kristen
ini berasal dari kalangan Yahudi yang kuat dan sangat menekankan keyahudiannya, yaitu Taurat dan warisan
leluhurnya. Kelompok ini sebenarnya merupakan kelompok Kristen Yahudi, yang mengatakan bahwa Yesus
Kristus adalah putera Maria dan Yusuf, menggenapi hukum Taurat, dipilih Allah menjadi Mesias, menjadi Allah
ketika dibaptis oleh Roh Kudus, dianggap bukan Allah, menolak Dia sebagai Allah dan menolak Dia yang
dilahirkan seorang perawan, pre eksistensi Kristus tidak diakui dan tidak dikenal. Ajaran ini lahir dan
berkembang pada abad 1-2 M, dan saat itu belum ada konsili yang mengatakan bahwa itu adalah bidat. Ada
beberapa Bapakbapak gereja yang menentang ajaran ini adalah Irreneus, Eisebus, dan Origen.
Gnostik adalah ajaran bidat yang mengatakan materi dan tubuh berasal dari yang jahat dan roh bersifat kekal
dan baik. Menurut Mathew Henry ada dua ajaran mengenai Gnostik, yaitu: (a) Decotism, yang muncul pada
abad I, yang menganggap bahwa otoritas Kristus adalah manusia dan menyangkali kemanusia Kristus, Yesus
Kristus seperti manusia tapi bukan manusia. Sebab pengorbanan Kristus di kayu salib tidak benar-benar terjadi;
(b) Serthian, bahwa yang ilahi mendatangi tubuh Yesus sehingga menjadi Kristus, ketika dibaptis, dan juga
Yesus mengalami kematian adalah tidak mungkin. Akar ajaran ini ada pada filsafat materialisme dan
spritualisme yang terpisah. Kedua bidat ini berada pada zaman para rasul dan belum ada konsili kecuali bapak-
bapak gereja yang mencoba menolaknya.
Arianisme, ajaran bidat yang muncul pada abad ke-4 (256-360) dari Alexander, yang menyangkali keilahian
Kristus, dan Kristus adalah Anak yang dicipta pertama kali dan yang tertinggi. Salah satu hasil bidat itu adalah
Saksi Yahowa. Dalam ajarannya Arianus mengutip ajaran Origen yang mengatakan bahwa Logos dalam diri
Yesus masuk ke dalam diri Yesus dan menjadi The First dan The Higest dalam kondisi diciptakan. Konsep
Origen yang sedikit terbuka ini dikembangkan oleh Arius menjadi pengajaran bahwa Yesus adalah ciptaan yang
utama.
Konsili Nice (325) diadakan dan dihadiri oleh sebagian besar bapak-bapak gereja dari Kaisarea dan Alexanderia.
Konsili ini mengatakan: “we believe in one God, the Father All Mighty, make of all things, visible and invisible; an in one
Lord, Jesus Christ The Word [Logos of God], God from God, Light from Light; Life from Life; the Only begotten Son; First
born of all creations, begotten of The Father before all ages; by whom also all things made, who for our salvation wash meet
flesh, and dwelt among man, and who suffers and rose again and third day and ascended to the Father, and share again is

23
WAWASAN DUNIA KRISTEN 3: EKLESIOLOGI
Drs. Roedy Silitonga, M.A., M.Th.
FLA – UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

glory in the living from the dead…We believe also in one Holy Spirit” Berdasarkan segala masukan dan usulan, maka
dibuat sedikit perubahan yaitu:
“we believe in one God, the Father All Mighty, make of all things, visible and invisible; an in one Lord, Jesus
Christ The Son Of God, The Only begotten of the Father, that is of substance (out of the Father) The Word [Logos
of God], God from God, Light from Light Truth God from Truth God; begotten not made of one substance [homo
ousion) with the Father, through whom all thing come to me, those things in heavens and those things the word,
who wash salvation, flees suffer and rose again and third day and ascended to heaven and he cause the living and
dead.; Life from Life; the Only begotten Son; First born of all creations, begotten of The Father before all ages; by
whom also all things meet, who for our salvation wash meet flesh, and dwelt among man, and who suffers and rose
again and third day and ascended to the Father, and share again is glory in the living from the dead…We believe
also in one Holy Spirit”

Apolhinianisme, ajaran bidat yang disampaikan oleh Apoloniasme (310-390), seorang Bishop dari Makedonia
yang mendukung Anthanasius yang mengatakan pada abad ke-4. Logos itu masuk ke dalam manusia. Roh itu
menjadi esensi dari pikiran yang diganti menjadi Allah sejati yang masuk ke dalam tubuh Yesus. Ajaran bidat
ini ditolak dalam konsili Konstantinopel.
Nestorianisme, ajaran bidat ini disampaikan oleh uskup dari Konstantinople (428) yang bernama Nesthoris.
Dalam ajarannya, dia mengatakan bahwa kemanusiaan Kristus harus dipertahankan, sehingga memisahkan
kedua natur manusia antara manusia dan ilahi, tak mungkin menjadi satu. Dia menekankan pada kesatuan
Kristus sebagai kesatuan moral bukan secara organik. Kemanusian Kristus dikendalikan oleh ke-Allah-an
Kristus. Kristus dalam dua natur ada dalam satu Pribadi. Konsep ini bertentangan dengan ajaran yang
mengatakan bahwa Yesus Kristus adalah Allah dan Manusia.
Euthuychianisme, ajaran bidat yang muncul pada abad ke-5, kelompok ini melawan Nestonisme; walaupun
menekankan satu pribadi sebagai gabungan antara natur manusia dan natur Allah, dan menjadi natur ketiga yaitu
natur Allah dan Manusia (a tertion quid). Dalam Konsili ini disetujui dengan adanya “a robber synod” yang
tidak dipercaya sebagai konsili besar. Namun Konsili Chalcedon (451), ajaran ini menolak ajaran
Eutychianisme.
Spiritisme, ajaran bidat yang muncul pada abad ke-20, kelompok ini melawan rasionalisme dengan
mengandalkan pengalaman pribadi sebagai sebuah kebenaran yang sejajar dengan Alkitab seperti penglihatan,
wahyu baru, kesembuhan sebagai tanda pertobatan, dan bahasa lidah sebagai bukti iman yang sejati. Ajaran ini
menyimpang dari pengakuan iman Kristen dan ajaran seluruh Alkitab. Karismatikisme menawarkan
kesembuhan dalam setiap ibadah tanpa memperhatikan konteks, mengutamakan cerita kesuksesan tanpa salib
Kristus diberitakan, dan meninggikan pemimpinnya tanpa mengutamakan Kristus, Kepala Gereja

Pertanyaan untuk Studi Lanjutan dan Diskusi: Apakah ciri khas dari bidat atau sekte yang sesat dan
menyesatkan? Bagaimana tanggapan dan tindakan Anda terhadap ajaran yang menyesatkan dan tidak sesuai
dengan kebenaran Alkitab?

Literatur: Anthony A. Hoekema, Diselamatkan oleh Anugerah, Bab 13. Surabaya: Momentum 2009; Louis Berkhof,
Teologi Sistematika: Doktrin Gereja, Bab 1. Surabaya: Momentum, 2010.

24
WAWASAN DUNIA KRISTEN 3: EKLESIOLOGI
Drs. Roedy Silitonga, M.A., M.Th.
FLA – UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

KESATUAN GEREJA

Setiap orang Kristen berjuang dan bertanggung jawab untuk menjaga kemurnian dan persatuan gereja sesuai dengan
kebenaran firman Tuhan. Setiap orang Kristen berupaya berada di dalam gereja sejati dan menemukannya sebagai gereja
yang sungguh-sungguh memuliakan Allah Tritunggal.Tidak ada gereja yang sempurna sampai suatu hari kelak, Tuhan
Yesus Kristus menyempurnakan gereja-Nya pada waktu kedatangan-Nya yang kedua kali. Gereja sejati menjalankan tugas
dan tanggung jawab yang benar di dalam pemberitaan firman Tuhan, pelaksanaan sakramen, dan disiplin gereja. Gereja
tidak hanya mengerjakan program kemanusiaan seperti orang-orang Liberal, tetapi gereja harus selalu menjaga kemurnian
hatinya.

Pengajaran
Dasar Alkitab. Yoh.17:20-23, “Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang
percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka; supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam
Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah
mengutus Aku. Dan Aku telah memberikan kepada mereka kemuliaan, yang Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka
menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu: Aku di dalam mereka dan Engkau di dalam Aku supaya mereka sempurna
menjadi satu, agar dunia tahu, bahwa Engkau yang telah mengutus Aku dan bahwa Engkau mengasihi mereka, sama seperti
Engkau mengasihi Aku.”
Pengajaran Perjanjian Baru. Tuhan Yesus menekankan kesatuan gereja secara serius (Yoh.10:16; 17:21, 23.
Paulus juga mengingatkan kesatuan gereja (1 Kor.1:2, 10,13). Kesatuan gereja itu mencakup kesatuan yang
bersifat rohani (Fil.2:2; Ef. 4:1-13; 1 Kor.10:17; 12:12-26). Kesatuan gereja tidak hanya pada gereja yang tidak
kelihatan (invisible church), tetapi juga kesatuan di dalam gereja yang kelihatan (visible church). Gereja sejati
harus memperjuangkan kesatuan tersebut. Salah satu penyebab hadirnya organisasi pelayanan non gereja
(parachurch) adalah gereja tidak menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan benar, bahkan mengabaikan
kesatuan spiritual dan atau kesatuan organisasi.
Pertimbangan Teologis Kesatuan Gereja. Pertama, menyembah Allah yang Esa, yang satu-satunya dan tidak
ada yang lain (Ul.6:4-5). Kedua, adanya kesatuan dan Hukum Taurat sebagai sarana dan alat anugerah bagi
seluruh umat Allah beribadah dengan benar, baik dan suci (Ul.12). Ketiga, umat terpilih dari segala bangsa
sebagai imamat rajani dan milik kepunyaan Allah sendiri (1 Ptr.2:9). Keempat, adanya kesatuan mistis antara
Kristus dan jemaat seperti digambarkan dalam kesatuan suami dan istri (Ef.5:31-32). Kelima, adanya kesatuan
spiritual dari seluruh anggota tubuh Kristus (1 Kor.12:12-13).
Pertimbangan Praktis Kesatuan Gereja. Kesaksian bersama dapat mempengaruhi dunia dan dunia tahu
bahwa gereja adalah tubuh Kristus yang kelihatan (Yoh.17:21). Selain itu ada kuasa yang besar memberi
kesaksian tentang kebangkitan Yesus Kristus yang dikenal dari setiap orang percaya (Kis.4:32-33). Karena itu
gereja secara institusional tidak boleh saling bersaing, seharusnya saling mendukung dalam menlaksanakan misi
Allah di bumi ini. Gereja melaksanakan tugas dan tanggung jawab secara efesien dengan menggunakan
sumberdaya secara tepat dan berhasil guna sesuai kehendak Allah.
Sifat Kesatuan Gereja. Pertama, Kesatuan rohani, Semua orang Kristen telah mengabdi dan melayani kepada
Tuhan yang sama, semua orang Kristen mengasihi sesama orang Kristen. Kesatuan rohani sebagai sesuatu yang
rohani, menekankan perlunya doktrin dan gaya hidup yang suci. Kedua, Pengakuan dan Persekutuan Timbal
Balik. Setiap jemaat mengakui jemaat lainnya sebagai bagian yang sah dari keluarga Allah. Setiap anggota
jemaat lokal dapat bersekutu dengan jemaat lokal yang lain. Ketiga, Kesatuan Konsiler, dewan gereja-gereja
yang seazas dan se-doktrin dalam denominasi yang sama. Penyatuan beberapa organisasi gereja untuk mencapai
tujuan bersama yang menekankan kesatuan pada persekutuan maupun pada tindakan. Keempat, Kesatuan
Organik, Apa yang ditunjuk di atas, yaitu: penggabungan berbagai organisasi gereja menjadi satu dengan
merujuk pada penggabungan berbagai persekutuan yang pada dasarnya mempunyai standar iman yang sama.
Tidak terbatas hanya pada menetapkan kesatuan saja, namun juga pada mempertahankan kesatuan tersebut dan
dapat berkaitan dengan suatu jemaat lokal.
Pedoman Tindakan Kesatuan Gereja. Pertama, Kita perlu menyadari bahwa gereja Yesus Kristus adalah satu
gereja. Semua orang yang berhubungan dengan Yesus Kristus selaku Tuhan dan Juruselamat adalah bagian dari
tubuh rohani yang sama (1 Korintus 12:13). Kedua, Kesatuan rohani di antara orang percaya hendaknya
mewujudkan diri dalam bentuk kemauan baik, persekutuan dan kasih satu terhadap yang lain. Kita hendaknya
menggunakan sarana yang halal untuk membuktikan kesatuan rohani tersebut sekalipun secara organisasi kita
berbeda. Ketiga, Semua orang Kristen dari bentuk organisasi manapun hendaknya bekerjasama manakala ada
kesempatan. Apabila tidak ada prinsip-prinsip doktrinal yang perlu dikorbankan hendaknya mereka bergabung.
Keempat, Sangatlah penting untuk mencerminkan dengan teliti landasan doktrinal serta sasaran persekutuan
yang dijalin. Gerakan oikumene harus kembali kepada tujuan utama yaitu memberitakan Injil ke seluruh dunia.

25
WAWASAN DUNIA KRISTEN 3: EKLESIOLOGI
Drs. Roedy Silitonga, M.A., M.Th.
FLA – UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

Kelima, Kita harus waspada terhadap persekutuan apa pun yang ternyata menyerap seluruh vitalis kerohanian
gereja.
Persekutuan dalam bentuk apa pun yang akan merugikan salah satu pihak harus diperiksan dengan teliti, bahkan
kalau perlu dihindari. Keenam, Orang Kristen jangan terlalu cepat mengambil keputusan untuk meninggalkan
denominasi induknya. Ketujuh, Perlu sekali diingat bahwa perpisahan dengan persekutuan atau organisasi
apapun hendaknya benar-benar berlandaskan prinsip yang sangat mendasar dan bukan karena alasan-alasan
pribadi atau ambisi perorangan. Kedelapan, Hendaknya perbedaan pendapat dalam tingkat apapun diungkapkan
dalam suasana kasih, serta berusaha mendamaikan.

Pertanyaan untuk Studi Lanjutan dan Diskusi: Apakah pengertian kesatuan gereja dan relevansinya
dalam keragaman yang ada di Indonesia? Bagaimana tindakan Anda terhadap perbedaan denominasi dan
gerakan oikumene untuk kesatuan gereja?

Literatur: Millard J. Erickson, Teologi Kristen: Volume 3, Bab 54. Malang: Gandum Mas, 2009; Louis Berkhof, Teologi
Sistematika: Doktrin Gereja, Bab 1. Surabaya: Momentum, 2010.

26
WAWASAN DUNIA KRISTEN 3: EKLESIOLOGI
Drs. Roedy Silitonga, M.A., M.Th.
FLA – UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

GEREJA DAN ISU GLOBAL

Penerapan jasa-jasa Kristus membawa kita kepada doktrin gereja. Sebab gereja terdiri dari orang-orang yang memiliki
bagian dalam Kristus dan memiliki berkat-berkat keselamatan yang ada di dalam Dia. Kristus, melalui pekerjaan Roh
Kudus, menyatukan manusia dengan diri-Nya, mengaruniai mereka dengan iman yang benar, dan dengan demikian gereja
menjadi tubuh-Nya, sebagai communion fidelium atau communion sanctorum.

Pengajaran
Dasar Alkitab. 1 Kor.1:2, “mereka yang dikuduskan dalam Kristus Yesus dan yang dipanggil menjadi orang-orang
kudus, dengan semua orang di segala tempat, yang berseru kepada nama Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu Tuhan mereka dan
Tuhan kita.”
Gerakan Oikumenis pada Masa Kini. Gerakan oikumenis modern tahun 1910 sebagai usaha kerja sama di
bidang pekabaran Injil ke seluruh dunia, khususnya dalam kebangunan rohani. Perbedaan pendapat di antara
gereja-gereja atau organisasi Kristen sangat menghalangi tugas pekabaran Injil. Konfrensi dunia dilakukan untuk
menjalankan misi penginjilan dunia sebelum PD I terjadi (World Conference of Faith and Order). Konfrensi itu
dilanjutkan pada tahun 1927 di Lausanne, Swiss. Pernyataan asli mengenai dasar teologis dari The World
Council of Churches bahwa persekutuan gereja-gereja terjadi karena hanya menerima Yesus Kristus sebagai
Tuhan dan Juruselamat satu-satunya. Kegiatan dari The American Council of Christian Churches berkaitan
dengan kebijaksanaan pemerintah mengenai penetapan pendeta tentara, kegiatan misi (pekabaran Injil) ke
negara asing, dan siaran Injil di radio. Namun beberapa waktu kemudian ternyata beberapa gereja tidak dapat
melakukan kerjasama lagi dan terjadi perpecahan.

Pertanyaan untuk Studi Lanjutan dan Diskusi: Apakah peran gereja dalam menghadapi isu-isu global,
khususnya berkaitan dengan Allah, manusia, alam dan sebagainya? Bagaimana Anda menghadapi LGBT,
terorisme, intoleransi, narkoba, digitalitasi, dll?

Literatur: Millard J. Erickson, Teologi Kristen: Volume 3, Bab 54. Malang: Gandum Mas, 2009; Louis Berkhof, Teologi
Sistematika: Doktrin Gereja, Bab 1. Surabaya: Momentum, 2010.

27
WAWASAN DUNIA KRISTEN 3: ESKATOLOGI
Drs. Roedy Silitonga, M.A.M.Th.
FLA – UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

PENGERTIAN ESKATOLOGI

Konsep eskatologi adalah konsep yang mendominasi dan ada di dalam keseluruhan berita Alkitab. Eskatologi bukan hanya
satu elemen kecil di dalam Kekristenan, tetapi ia adalah medium iman Kristen, bahkan kunci bagi semua kebenaran…
Karena itu sebenarnya eskatologi tidak dapat dianggap hanya sebagai salah satu bagian dari keseluruhan doktrin
Kekristenan. Lebih daripada itu, eskatologi adalah karakteristik dari semua proklamasi iman Kristen, hakekat keberadaan
Kekristenan dan seluruh gereja (Jurgen Moltmann).

Pengajaran
Dasar Alkitab Yes.65:17-18, “Sebab sesungguhnya, Aku menciptakan langit yang baru dan bumi yang baru; hal-hal
yang dahulu tidak akan diingat lagi, dan tidak akan timbul lagi dalam hati. Tetapi bergiranglah dan bersorak-sorak untuk
selamalamanya atas apa yang Kuciptakan, sebab sesungguhnya, Aku menciptakan Yerusalem penuh sorak-sorak dan
penduduknya penuh kegirangan.” Ibr.11:10, “Sebab ia menanti-nantikan kota yang mempunyai dasar, yang direncanakan
dan dibangun oleh Allah.”
Manfaat Belajar Eskatologi
Pertama, memberi perspektif teologis tentang sejarah. Dalam hal ini sejarah dalam narasi Alkitab, yakni kisah
penciptaan, kisah kejatuhan, kisah penebusan, dan kisah penyempurnaan. Dan Alkitab telah menjelaskan sejarah
dalam sejarah alam semesta, sejarah bumi dan segala isinya, sejarah umat manusia dan juga sejarah umat Tuhan.
Kedua, mengingatkan kita bahwa Allah berdaulat mutlak atas sejarah. Kita tidak hanya peduli tetapi kita
menetapkan, mengontrol, dan menyatakan diri dalam sejarah, sehingga membawa kita kepada pengenalan akan
Allah, baik sifat-Nya, tujuan-Nya, rencana-Nya maupun pekerjaan-Nya. TUHAN memimpin, mengisi dan
mengarahkan sejarah sesuai rencana kehendak-Nya. Setiap zaman di setiap tempat, TUHAN berdaulat mutlak
memelihara dan menjaga seluruh karya ciptaan-Nya untuk melaksanakan tujuan yang telah ditetapkan-Nya.
Ketiga, membuka pengertian iman kita tentang berkat-berkat dari kemenangan absolut Kristus. Kemenangan
Kristus atas dosa, Setan dan maut telah menjamin umat Tuhan memiliki masa depan dan kehidupan kekal di langit
dan bumi yang baru. Gereja sebagai mempelai Kristus hidup dalam kemenangan, bahkan lebih dari pemenang.
Keempat, menguji iman kita dalam menanggapi Wahyu Allah, yaitu bagaimana sikap kita menanggapi ayat-ayat
yang mudah, yang tidak jelas diketahui dan yang tidak dapat diketahui atau yang tersembunyi. Kita membaca
ayatayat Alkitab berkaitan dengan eskatologis dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan berkelanjutan
sehingga pemahaman akan akhir zaman itu komprehensif.
Kelima, mengarahkan pandangan iman kita bukan pada dunia ini, melainkan pada surga sebagai tempat terakhir.
Iman tidak fokus pada pergumulan saat ini di bumi ini tetapi gereja memandang pada Raja Yesus yang akan datang
kembali dalam kemuliaan-Nya dan gereja akan menikmati hidup bersama-Nya di langit dan bumi yang baru.
Keenam, mengajar kita untuk selalu berjaga-jaga dalam kehidupan kudus. Gereja tidak hanya mengerti tentang
Kekristenan tetapi juga melaksanakan firman Tuhan dengan benar agar semakin hidup kudus dalam segala hal bagi
kemuliaan Allah Tritunggal. Hidup kudus merupakan kehendak Allah bagi gereja dan sekaligus membedakannya
dengan orang-orang dunia ini.
Ketujuh, mendorong kita untuk setia penginjilan atau mendorong pelayanan kita. Karena waktunya segera tiba,
gereja berjuang memberitakan Injil Yesus Kristus secara pribadi dan umum melalui sarana yang ada, baik di
gereja, di tempat umum, di media setak dan elektronik, dan juga di media sosial.
Kedelapan, menjadikan iman kita bersifat dinamis dan organik. Gereja aktif dan kreatif meningkatkan pelayanan
secara holistis dan terus-menerus berjuang untuk memproklamasikan Injil Kerajaan Allah serta kehidupan yang
berpusatkan pada Kristus dan firman Tuhan.
Kesembilan, mengisi Kevakuman, yaitu pengharapan iman yang hidup yang menjadi penyelesaian setiap poin
yang lain dari teologi. Gereja selalu memiliki pengharapan akan kedatangan Tuhan, Raja gereja yang segera
datang untuk menyempurnakan keselamatan bagi umat-Nya dan penghukuman bagi orang berdosa dan Iblis.

Konsep Eskatologi Consistent/Consequent Eschatology. Weiss (1863-1914), A. Shcweitzer (1875-1965),


dalam tulisannya pada the mystery of the kingdom of God, the Quest for the Historical Jesus. “A consequent
liberal eschatology” mengatakan bahwa Yesus adalah seorang manusia biasa abad pertama secara esensial
melekat dengan Jewish apocalyptic. Yesus adalah seorang “deluded fanatic” yang menceburkan diri dengan
blind devotion to a mad apocalyptic dream. Sifat-Nya pantang menyerah, tegas dan menuju kepada sasaran
tanpa pernah mundur. Ia mempercayai diri-Nya sebagai one immeasurable great man, the coming Son of man,
oknum pemegang roda dunia, sebagai penguasa rohani umat manusia dan mengikat sejarah pada tujuannya.
Berita yang Yesus sampaikan bersifat eskatologis secara fundamental maupun eksklusif: (a) Kerajaan Allah
yang sepenuhnya akan datang/wholly future akan datang secara pasti dalam masa kehidupan Yesus; (b) Berita
tentang penghukuman Allah dan diri Yesus sebagai pembawa penghukuman Allah itu. Dengan penghukuman
Allah berarti sejarah berakhir dengan malapetaka sehingga pemberian penghukuman berarti sudah dekatnya
akhir jaman; (c) Yesus mengutus 12 murid dengan tujuan memberi kesempatan terakhir bagi domba-domba-Nya
yang hilang untuk bertobat sebelum datangnya final crisis dalam bentuk revolusi terakhir serta datangnya

1
WAWASAN DUNIA KRISTEN 3: ESKATOLOGI
Drs. Roedy Silitonga, M.A.M.Th.
FLA – UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

mendadak Kerajaan Allah yang membawa penghakiman sekaligus akhir sejarah; (d) Mengajarkan moralitas
eskatologis. Misi Yesus adalah memberitakan klimaks eskatologis yang sedang digenapi di dalam dan melalui
diri-Nya. Yesus mengharapkan parousia terjadi sebelum murid-murid menyelesaikan pemberitaan di kota-kota
Israel (Mat 10:23; Dan 7:13). Tapi setelah murid-murid kembali dan menyelesaikan semuanya, messianic
suffering belum terjadi. Pada akhirnya Yesus sadar kesalahan-Nya, untuk menyelaraskan ajaran-Nya itu
dianggap-Nya sebagai postpone parousia I (the first delay of the Parousia). Kemudian Yesus berpikir sebagai
tahap berikutnya bahwa Ia dapat mengendalikan sejarah dan mendapat pengasihan Allah untuk mendatangkan
Parousia dengan cara menderita sengsara dan mati sebagai tebusan bagi jaman baru, dengan itu diharapkan
Allah segera mendirikan kerajaan-Nya, tapi ini juga salah. Yesus mati sebagai martir karena berpegang secara
fanatik kepada kepercayaan-Nya (Mat 27:46). Eskatologi Yesus adalah kunci untuk mengerti seluruh fase
kehidupan Yesus, sebab eskatologi yang mengandung elemen jewish apocalyptic merupakan bukan sebagian
tetapi segala-galanya dari ajaran Yesus. Bahkan hanya dalam penerapan kategori eskatologis secara konsekuen
dan konsisten kita dapat mengerti Yesus. Yesus bukan penyelemat yang Allah janjikan dalam Kejadian 3:15.
Kelemahan konsep ini ialah Bagaimana kekristenan bisa bertahan sampai sekarang jika dibangun atas dasar
kekecewaan.; Apa yang memberikan kekuatan bagi para rasul dan orang kristen mula-mula bertahan dalam
penderitaan, bahkan rela mati untuk memberitakan Yesus bangkit; Orang gila tidak mungkin konsisten.
Konsep Eskatologi Realizied Eschatology. C.H. Dodd (1889-1973), scholar dari Cambridge University.
Karyanya: The Parables of the Kingdom (1935), Apostolic Preaching and Its Developments (1936). Dodd
menekankan aspek keberadaan Kerajaan Allah sekarang, bukan yang akan datang. Corak pemikiran dibayangi
Schweitzer. Yesus berbicara dalam konteks bahasa apocalyptic Yahudi. Bahasa apocalyptic hanya merupakan
ekspresi orang kuno tentang kebenaran eskatologi yang tidak boleh dipahami dari perspektif modern. Biblical
eschatology telah realized through Jesus. Yesus pada faktanya membawa Kerajaan Allah. Pelayanan-Nya,
penderitaan, kematian, kebangkitan, kenaikan dan parousia Yesus merupakan event kompleks yang tunggal/a
single complex event. Semuanya itu mengandung the actual presence of the Kingdom. Semua itu hanya
merupakan bahasa apocalyptic yang merupakan ekspresi dari satu kebenaran yang sama. Tiga expresi:
kebangkitan, kenaikan, parousia. Eskatologi tidak berhubungan dengan last things dalam arti temporal, tapi
berhubungan dengan hal-hal terakhir yang tertinggi (ultimate things) things of ultimate significance.
Kesimpulan: eskatologi bukan berhubungan dengan akhir sejarah tapi the presence of the eternal in the history.
Yesus tidak terlalu memperhatikan future tapi lebih memusatkan perhatian pada apa yang Allah lakukan
sekarang. Ia memperkenalkan dan menginagurasi bahwa Kerajaan Allah itu “then and there”. Bahkan
kedatangan Kerajaan Allah beralih dari future kepada now/presence dan telah realized (Mat 11:5; 12:28). Future
eskatologi merupakan akibat dari Gereja mula-mula yang merekonstruksi skema Yesus di atas basis literatur
apocalyptic Yahudi, yaitu ketika Yesus tidak segera kembali sehingga muncullah PB. Penafsiran Dodd
mengenai second coming bukan lagi janji melainkan sudah digenapi saat Roh Kudus turun dalam kehidupan
jemaat (Yoh 14:16-19; 16:12-16). Second coming/last coming dapat dipahami sekarang ini sebagai hal yang
telah terjadi setiap perayaan perjamuan kudus.
Konsep Eskatologi Exixtential Eschatology/Eskatologi Presentis. Rudolf Bultmann (1884-1976). Karyanya:
Theology of the New Testament (1951). Bagi dia Alkitab bukan Firman Allah, khususnya Perjanjian Baru
merupakan tulisan kesaksian iman mitologis yang pre-scientific dan ketinggalan jaman, yang dipengaruhi oleh
jewish apocalyptic maupun gnostic. Topik dan perhatian utama Alkitab adalah tentang human existence, bukan
tentang kehidupan/kepribadian Yesus, bukan perkataan, kelakuan Yesus atau bagaimana Yesus mengerti diri-
Nya sendiri. Interes iman Kristen dalam peristiwa-peristiwa hidup atau sejarah lebih daripada perhatian
akademis sejarah masa lalu tetapi tentang eksistensi manusia yang otentik. Eskatologi bukan merupakan akhir
yang mendatang dari sejarah. Pemberitaan bahwa dunia kini akan diganti dalam perjalanan sejarah kronologis
masa depan dengan satu jenis dunia yang baru merupakan satu bentuk bahasa mitologi Perjanjian Baru. Sejarah
di mata Bultmann sekarang ini sedang ditelan oleh eskatologi yaitu kairos di mana eksistensi manusia secara
individual diberi kesempatan atau dikonfrontasi dengan satu alternatif untuk menjadi authentic existence melalui
satu encounter dengan kerygma dalam historic situation yang bersifat personal. Setiap momen dengan demikian
merupakan momen konfrontasi untuk mengambil keputusan krusial yang bersifat personal sehingga setiap
momen adalah eskatologis. Manusia dalam sejarah hidup dalam ikatan tegangan permanen masa lalu dan masa
depan. Sehingga karakter utama keberadaan manusia dalam sejarah adalah anxiety/Angst. Kepada orang ini
Allah menawarkan satu kelepasan yaitu melalui pemberitaan Injil kerygmatis. Kerygma merupakan proklamasi
Perjanjian Baru bahwa pada masa lalu Allah telah bertindak dalam historical Jesus of Nazareth (meski kita
hanya tahu amat sedikit), namun di dalam proklamasi itu mengandung janji tentang tindakan Allah dalam
momen sejarah konkret atau momen here and now yang bersifat personal. Fungsi dari kerygma adalah
memberitahukan our existence yang menuntut keputusan radikal untuk beriman atau berserah diri secara total
kepada Allah yang telah bertindak dalam momen historis yang konkrit.

2
WAWASAN DUNIA KRISTEN 3: ESKATOLOGI
Drs. Roedy Silitonga, M.A.M.Th.
FLA – UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

Pertanyaan untuk Studi Lanjutan dan Diskusi: Jelaskan tiga konsep eskatologi dan memilih salah satu
konsep dengan memberikan argumentasi yang benar atas pilihannya? Pentingkah belajar tentang eskatologi di
zaman digital ini dan dampaknya bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi digital?

Literatur: Anthony A. Hoekema, Alkitab dan Akhir Zaman. Surabaya: Momentum, 2009; Louis Berkhof, Teologi
Sistematika: Doktrin Akhir Zaman. Surabaya: Momentum, 2010.

3
WAWASAN DUNIA KRISTEN 3: ESKATOLOGI
Drs. Roedy Silitonga, M.A.M.Th.
FLA – UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

SIFAT ESKATOLOGIS

Pengharapan bangsa Israel akan Kerajaan Allah adalah pengharapan eskatologi, sehingga eskatologi merupakan konsep
yang mewarnai pengenalan bangsa Israel tentang Allah. Kritik klasik dari kelompok Wellhausenian mengajarkan bahwa
eskatologi adalah konsep yang muncul belakangan, yaitu dalam masa sesudah peristiwa pembuangan… Sekarang ini,
pendulum itu telah bergerak ke arah sebaliknya (George Ladd). Peran Roh Kudus di dalam eskatologi belum memperoleh
perhatian yang semestinya.

Pengajaran
Dasar Alkitab Yes.65:17-18, “Sebab sesungguhnya, Aku menciptakan langit yang baru dan bumi yang baru; hal-hal
yang dahulu tidak akan diingat lagi, dan tidak akan timbul lagi dalam hati. Tetapi bergiranglah dan bersorak-sorak untuk
selamalamanya atas apa yang Kuciptakan, sebab sesungguhnya, Aku menciptakan Yerusalem penuh sorak-sorak dan
penduduknya penuh kegirangan.” Ibr.11:10, “Sebab ia menanti-nantikan kota yang mempunyai dasar, yang direncanakan
dan dibangun oleh Allah.”
Sifat Eskatologi Perjanjian Lama. George Ladd, “Karakter eskatologi dalam bangsa Israel dapat diterima
secara luas. Semakin banyak jumlah sarjana Alkitab yang menyadari bahwa konsep tentang Allah yang sangat
berkait erat dengan sejarah keselamatan bangsa Israel telah menimbulkan pengharapan eskatologi di dalam diri
mereka.” Eskatologi tak mungkin muncul dalam suatu masyarakat agama yang meragukan kepemimpinan
Allah. Eskatologi hanya muncul ketika suatu umat mau tidak mau harus berjalan dalam pengalaman bergantung
penuh, hanya dengan iman, kepada Allah sebagai satu-satu dasar kehidupan. Ketika iman semacam ini
diperhadapkan kepada suatu bencana kehidupan, maka iman itu akan memampukan mereka untuk melihat
masalah tersebut sebagai campur tangan ilahi yang mahaadil, sehingga pada akhirnya mereka mengakui bahwa
Allah Yang Mahakudus adalah Allah yang setia dan mencintai bangsa mereka (Israel). Dengan demikian,
kehidupan bangsa Israel dalam sejarah memiliki aspek ganda: di satu pihak penghakiman dilihat sebagai
peristiwa yang sudah sangat dekat dan di lain pihak pembaruan bagi umat Allah akan segera muncul….
Eskatologi adalah keyakinan agamawi bangsa Israel yang muncul karena mereka kepada Allah yang sedang
mengerjakan keselamatan di dalam bangsanya. Mereka (para nabi Perjanjian Lama) melihat pembaruan di masa
yang akan datang, hanya bila umat Israel telah menyucikan diri dan menaati kebenaran. Pesan-pesan mereka
yang bernada mengutuk dan memperingatkan, tujuannya adalah agar bangsa Israel menyadari segala dosa
mereka dan mau kembali kepada Allah.
Eskatologi Memiliki Persyaratan Moral dan Religius. Barangkali dampak perhatian secara moral yang paling
berarti dari para nabi adalah keyakinan mereka bahwa bukan hanya bangsa Israel yang akan masuk ke dalam
Kerajaan Allah di masa yang akan datang, melainkan mereka yang percaya, yaitu sisa-sisa umat yang
dikuduskan. Konsep alkitabiah tentang penebusan selalu mencakup bumi. Dalam pola pikir Ibrani ada suatu
relasi yang erat antara manusia dan alam. Itu sebabnya para nabi tidak melihat bumi hanya sebagai panggung
kehidupan manusia yang tidak ada kepentingannya, melainkan sebagai ekspresi kemuliaan ilahi. Pemikiran ini
berbeda dengan pemikiran Yunani yang menganggap keselamatan sepenuhnya hanya bersifat “rohani” atau
menyangkut keberadaan yang nonmateri. Bumi adalah wadah yang ditetapkan oleh Allah sendiri bagi kehidupan
manusia. Karena itu, bumi ikut tercemar oleh dosa, ketika manusia jatuh dalam dosa. Ada saling keterkaitan
antara bumi dan kehidupan moral manusia; itulah sebabnya bumi juga memperoleh bagian dalam penebusan
final Allah.
Karakteristik Eskatologi Perjanjian Lama. Pengharapan tentang Juruselamat yang akan datang, dimana
nubuat dan penggenapan sudah dinyatakan Allah melalui firman-Nya bahwa keselamatan sempurna yang
bersifat secara progresif dan final bagi umat Allah (Kej.3:15; Why.12:9; 20:2); Kerajaan Allah merupakan tema
utama yang secara progresif dijelaskan melalui kehidupan realitas kerajaan Israel dan gereja sebagai wakil
kerajaan-Nya yang kekal, rohani, dan tidak berubah untuk selama-lamanya (Ul.33:5; Mzm.84:4; 145:1;
Yes.43:15; Yes.6:5; Yer.46:18; Dan.7:13-14); Kovenan Baru yang digenapkan dalam diri Kristus melalui
kematian dan kebangkitanNya. Seluruh kovenan TUHAN dalam Perjanjian Lama telah digenapkan dan
disatukan dalam kovenan baru yang final dan sempurna adanya (Yer.31:31-34; Ibr.8:8-13; 1 Kor.11:25);
Pembaruan Israel yang dikerjakan Allah dari sisa-sisa Israel (remnant) yang diaspora di seluruh bumi dan pada
akhirnya Israel kembali kepada Allah dan mengalami transformasi serta restorasi secara rohani pada akhir
zaman (Yer.23:3; Yes.11:11; 24-27; Yeh.36:2428); Pencurahan Roh Allah yang dijanjikan Allah Bapa dan
diutus-Nya di dalam dan melalui Anak-Nya yang tunggal bagi umat pilihan-Nya. Roh Kudus bekerja secara
universal untuk menerapkan keselamatan yang dianugerahkan Allah Bapa dan yang dikerjakan Yesus Kristus
bagi umat pilihan di seluruh dunia sejak hari Pentakosta. Roh Kudus mengaruniakan karunia-karunia pelayanan
bagi gereja untuk menjadi saksi Kristus di bumi ini sampai kedatangan Kristus (Yoel 2:28-31; Luk.21:25;
Mat.24:29); Hari Tuhan merupakan hari yang final yang mengakhiri sejarah bumi ini dan hari itu merupakan

4
WAWASAN DUNIA KRISTEN 3: ESKATOLOGI
Drs. Roedy Silitonga, M.A.M.Th.
FLA – UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

hari yang diharapkan oleh semua orang percaya dan menakutkan bagi orang berdosa (Obaja 15-16; Yes.13:6-22;
Amos 5:18; Yes.2:12,17; Zep.1:14-15; Mal.4:2-5); Langit dan bumi yang baru, tempat penuh sukacita dan bukti
relasi yang sempurna dengan Allah Tritunggal, sesama umat Tuhan dan seluruh ciptaan lainnya (Yes.65:17;
66:22).
Hakekat Eskatologi Perjanjian Baru. Pengetahuan tentang rencana penebusan Allah jauh lebih kaya, iman
orang percaya dalam Perjanjian Baru lebih diperdalam, dan keyakinan orang percaya terhadap kasih Allah
sebagaimana dinyatakan di dalam Kristus diperkuat. William Mansan menjelaskan, “Ketika masuk ke dalam
Perjanjian Baru, kita beralih dari suasana yang penuh prediksi ke dalam suasana penggenapan. Hal-hal yang
Allah telah tunjukkan sebelumnya melalui bibir para nabi-Nya yang kudus, kini telah Ia wujudnyatakan,
setidaknya sebagian. Eschaton, yang digambarkan sebagai sesuatu yang jauh …, telah datang di dalam diri
Yesus….” Tanda utama Eschaton tersebut adalah kebangkitan Yesus dan turunnya Roh Kudus atas Gereja.
Kebangkitan Yesus bukan semata-mata suatu tanda bahwa Allah berkenan kepada Anak-Nya, melainkan
merupakan suatu inagurasi bahwa saat-saat terakhir itu telah dimulai dalam sejarah. Itulah sebabnya, orang-
orang Kristen telah masuk ke dalam Zaman yang Baru melalui Kristus. Gereja, Roh Kudus, dan kehidupan di
dalam Kristus merupakan bagianbagian utama eskatologi. Orang-orang yang berkumpul di Yerusalem pada hari
pertama terbentuknya gereja tahu apa artinya; mereka telah dengan sadar mencicipi kemuliaan dunia yang akan
datang. Apa yang telah dinubuatkan dalam Alkitab agar terjadi pada Israel atau manusia di dalam Eschaton,
telah digenapi oleh dan di dalam Yesus. Ada segi eskatologi yang telah terjadi. Namun ada pula segi-segi
eskatologi yang belum terjadi. Wujud eskatologi yang sepenuhnya atau dalam arti sebenarnya, tidak akan dapat
kita bayangkan kondisinya. Kerinduan eskatologis ini membangkitkan dan meneguhkan dirinya di dalam
Kekristenan, karena eskatologi, seperti kasih, adalah dari Allah…Itu sebabnya, Kekristenan dari awal mulanya
memiliki ciri dwikutub. Akhir itu telah tiba! Akhir itu belum tiba! Baik anugerah maupun kemuliaan, kehidupan
di dalam Allah sekarang maupun kesempurnaannya di masa yang akan datang tidak dapat dihapuskan dari
pengharapan eskatologis tanpa merusak pengharapan itu sendiri. Oscar Cullmann menjelaskan, Elemen baru
dalam Perjanjian Baru bukanlah eskatologi, tetapi apa yang saya sebut sebagai ketegangan antara ‘yang telah
tergenapi’ dan ‘yang belum datang sepenuhnya,’ antara sekarang dan nanti. Seluruh teologi Perjanjian Baru…
dicirikan dengan ketegangan ini.

Pertanyaan untuk Studi Lanjutan dan Diskusi: Baca dan pelajari kitab Wahyu 1 – 3 dan buatlah ringkasan
dan refleksinya? Bagaimana Anda menyusun dan menjelaskan kesinambungan konsep eskatologi pada
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru?

Literatur: Anthony A. Hoekema, Alkitab dan Akhir Zaman, Bab 1–2, hlm.4-27. Surabaya: Momentum, 2009; Louis
Berkhof, Teologi Sistematika: Doktrin Akhir Zaman. Surabaya: Momentum, 2010.

5
WAWASAN DUNIA KRISTEN 3: ESKATOLOGI
Drs. Roedy Silitonga, M.A.M.Th.
FLA – UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

KEMATIAN

Peristiwa terpenting dalam sejarah bukanlah apa yang terletak di masa depan, melainkan apa yang telah terjadi di masa
lampau. Karena Kristus di masa lampau telah menang mutlak atas Iblis, dosa, dan kematian, maka peristiwa-peristiwa
eskatologis yang belum terwujud harus dilihat sebagai penggenapan bagi proses penebusan yang telah dimulai oleh Kristus.
Ketika kita berbicara tentang kaitan antara dosa dan kematian, kita harus menanamkan di dalam benak kita pertanyaan
tentang asal mula kematian dalam kehidupan manusia, dan bukan asal mula kematian yang terjadi pada hewan atau dunia
tumbuhan. Sedangkan kekekalan jiwa manusia diterima dan ada pada manusia agar manusia bergantung kepada Allah.
Karena manusia tidak memiliki hidup dari dirinya sendiri.

Pengajaran
Dasar Alkitab Kej.2:15-17, “Lalu TUHAN Allah memberi perintah ini kepada manusia: "Semua pohon dalam taman ini
boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah
kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati. ” 1 Tim.6:16, “Dialah satu-satunya yang
tidak takluk kepada maut, bersemayam dalam terang yang tak terhampiri. Seorangpun tak pernah melihat Dia dan memang
manusia tidak dapat melihat Dia. Bagi-Nyalah hormat dan kuasa yang kekal! Amin .” Pkh.3:11, “Ia membuat segala
sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan pada hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelamati
pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir.”
Asal Mula Kematian Manusia. Renungkan dan pikirkan Kejadian 2:16-17, bahwa ayat ini menggambarkan
hubungan antar dosa dan kematian. Kematian dinyatakan Allah sebagai hukuman karena melanggar firman
Tuhan (absolute infinitive). Allah menunda hukuman karena anugerah umum Allah. Kematian fisik bagi
manusia adalah akibat dosa. Hidup yang terdalam adalah persekutuan dengan Allah, maka arti kematian yang
terdalam adalah keterpisahan manusia dari Allah (Ef.1:1-2). Leon Moris menjelaskan, “Ketika manusia berdosa,
ia beralih ke sebuah kondisi yang baru, yaitu kondisi yang dikuasai dan sekaligus disimbolkan dengan kematian.
Kematian merupakan hal yang masuk akal jika kematian rohani dan kematian fisik bukanlah dua hal yang
terpisah, sehingga kematian yang satu akan melibatkan kematian lainnya.” Kematian bukan bagian dari rencana
Allah tetapi hukuman Allah atas manusia berdosa kepada-Nya. Kematian juga bukan bagian alamiah tetapi
akibat kejatuhan manusia. Kematian lebih dari sekedar kematian secara fisik tetapi juga secara rohani. Manusia
merupakan suatu totalitas, yang memiliki aspek rohani maupun jasmani pada saat bersamaan. Semua orang yang
ada dan dilahirkan di bumi mengalami kematian fisik dan rohani, dan bagi orang percaya tidak akan mengalami
kematian kekal.
Hukuman Allah atas Dosa. Manusia terbuat dari debu, maka ia akan kembali menjadi debu. Manusia tidak
boleh lagi tinggal di Taman Eden dan “hidup untuk selama-lamanya” (Kej.3:22-23). Allah mengusir manusia
dari taman itu sebagai awal dan bukti bahwa manusia telah mengalami kematian rohani dan akan segera
mengalami kematian fisik. Manusia hidup di dalam kutukan yang tak terselesaikan, kecuali Allah Tritunggal
beranugerah dan memberikan berkat-Nya dari sorga-Nya. Alkitab menegaskan bahwa kematian rohani
mencakup kematian jasmani (Rm.5:12) atas diri seseorang yang sudah berdosa kepada Allah. Selanjutnya
setelah seseorang mengalami kematian fisik, maka setiap orang akan mengalami kebangkitan tubuh pada waktu
kedatangan Tuhan kedua kalinya untuk menyempurnakan keselamatan dan menghukum orang berdosa secara
final (1 Kor.15:21). Namun bagi orang percaya bahwa kematian fisik yang dialaminya telah ditebus Kristus
melalui kematian-Nya di atas kayu salib dan kebangkitan-Nya sehingga umat pilihan akan menerima tubuh
mulia dan tidak akan lagi mengalami kematian kekal. Karena penebusan Kristus atas umat pilihan-Nya bersifat
kekal dan tidak berubah untuk selama-lamanya (Ibr.2:14-15; Rm.6:9; 2 Tim.1:10; Why.21:4).
Prinsip Kebenaran Berkaitan dengan Kematian Orang Percaya. Pertama, kematian bagi orang percaya
yang ada di dalam Kristus bukanlah untuk melunasi dosa tetapi akibat dosa dan kematian itu merupakan awal
untuk mengalami hidup kekal. Sebab hanya Kristus yang mati untuk dosa, bukan kita. Kedua, kematian Kristus
telah menanggung kutukan dosa dan Hukum Taurat, sehingga bagi orang percaya kematian tidak menakutkan
tetapi sebaliknya kematian justru menjadi sumber berkat. Ketiga, seseorang dapat merasakan kepahitan dosa
seumur hidupnya di bumi ini dengan mengenakan tubuh fana ini (Rm.8:23). Dan kematian fisik akan
mengakhiri perbuatan dosa orang percaya dan awal dari sukacita kekal (Ibr.12:22-23). Keempat, kematian bagi
orang percaya juga berarti “masuk ke dalam hidup kekal” dimana umat tebusan ini akan menikmati kehidupan
sorgawi sampai finalitasnya ketika dibangkitkan untuk mengenakan tubuh mulia dan berada di langit dan bumi
yang baru (Fil.1:21; 2 Kor.2:5-8). Kelima, musuh orang percaya yang paling menakutkan itu telah menjadi
hamba yang akan membukakan pintu ke dalam sukacita sorgawi. Orang percaya tidak pernah ketakutan lagi
menghadapi kematian fisik karenan jaminan sukacita dalam kekekalan sudah disediakan Allah. Keenam,
kematian bagi orang beriman kepada Kristus bukanlah akhir, melainkan permulaan dari suatu kehidupan yang
penuh kemuliaan (1 Kor.3:2123). Sebab itu orang percaya selalu penuh kebahagian dan sukacita menghadapi

6
WAWASAN DUNIA KRISTEN 3: ESKATOLOGI
Drs. Roedy Silitonga, M.A.M.Th.
FLA – UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

apa pun di dunia apa pun. Karena orang percaya akan menikmatiaan kemuliaan Allah Tritunggal secara nyata
tanpa ada lagi kesusahan dan air mata. Umat Tuhan dari segala bangsa bersukacita dan bersorak-sorai memuji
Allah Tritunggal untuk selama-lamanya.
Konsep Alkitab tentang Kekekalan Jiwa.
Athanasia, Allah sebagai “satu-satunya yang tidak takluk kepada maut, bersemayam dalam terang yang tak
terhampiri (1 Tim.6:16; 1 Kor.15:53-54). Kekekalan Allah adalah kekekalan yang orisinal, bukan kekekalan yang
diberikan. Hanya Allah sebenarnya yang memiliki kekekalan; ciptaan lainnya menerima dan memilikinya
sematamata karena ia bergantung kepada Allah (Yoh.5:26). Transformasi mereka yang masih hidup dan ketika
Kristus kembali dan kebangkitan orang-orang mati (1 Kor.15:50), Pertama, Kekekalan di sini hanya dikenakan
kepada orang-orang beriman – dalam bagian ini Paulus sama sekali tidak menyinggung tentang orang yang tidak
percaya. Kedua, Kekekalan di sini adalah pemberian yang akan kita terima di masa mendatang. Kekekalan
dimaksud adalah kekekalan yang diberikan pada waktu Kristus datang kembali (Parousia). Ketiga, Kekekalan
yang digambarkan di sini bukanlah karakteristik yang hanya dimiliki oleh jiwa, tetapi keseluruhan pribadi secara
utuh.
Aptharsia, kata Aptharsia tertulis dalam Roma 2:7; 2 Timotius 1:10; 1 Korintus 15:42,50,53,54. Kata Aphthartos
tertulis dalam Roma 1:23; 1 Timotius 1:17; 1 Korintus 15:52; 1 Korintus 9:25; 1 Petrus 3:4; 1 Petrus 1:4,23. John
Calvin menjelaskan bahwa Adam memiliki jiwa yang kekal dan kekekalan. jiwa sebagai doktrin yang patut
diterima. Namun jiwa tidak memiliki kekekalan secara alamiah, tetapi hal itu diberikan Allah kepada jiwa. Herman
Bavinck, doktrin kekekalan jiwa sebagai articulus mixtus, kebenaran yang lebih banyak didemonstrasikan dengan
akal ketimbang wahyu. Teologi telah berbicara lebih banyak daripada Alkitab sendiri. Alkitab jarang sekali
menyebut hal ini [kekekalan jiwa]; Alkitab juga tidak pernah secara tegas menyatakan konsep ini sebagai wahyu
Allah, dan tidak pernah pula menempatkannya sebagai doktrin yang penting; apalagi berargumentasi atau
membertahankan konsep ini terhadap mereka yang menentangnya.

Pemikiran Reformed atas Kekekalan Jiwa. Pertama, Alkitab tidak menggunakan istilah kekekalan jiwa.
Alkitab menggunakan kata kekekalan untuk dikenakan pada: Allah, keberadaan manusia secara utuh pada waktu
kebangkitan, yang tidak dapat binasa, firman yang tidak fana. Kedua, Alkitab tidak mengajarkan tentang
keabadian jiwa yang didasarkan pada sifat ketidakbinasaan jiwa itu sendiri. Sebab manusia adalah ciptaan Allah
yang keberadaannya akan terus bergantung kepada Allah. Ketiga, Alkitab tidak mengajarkan kelangsungan
kehidupan sesudah kematian sebagai hal yang paling penting, tetapi menekankan kehidupan di dalam
persekutuan dengan Allah sebagai berkat yang terutama (Yoh.3:36; 5:24; 17:3). Keempat, berita utama Alkitab
tentang masa depan manusia adalah kebangkitan tubuh (Flp.3:21). Karena kondisi mulia di masa mendatang
bagi orang percaya bukan hanya berupa jiwa yang akan terus ada, melainkan mencakup segala aspek mulia dari
kebangkitan tubuh. Bagi orang percaya kebangkitan adalah sebuah transisi ke dalam kemuliaan, dimana tubuh
kita akan menjadi seperti tubuh kemuliaan Kristus.

Pertanyaan untuk Studi Lanjutan dan Diskusi: Bagaimana Anda memahami tentang kematian? Apakah yang
dimaksud kekekalan jiwa? Bagaimana persiapan rohani Anda menghadapi kematian yang tidak dapat dihindari
oleh siapa pun dengan cara apa pun?

Literatur: Anthony A. Hoekema, Alkitab dan Akhir Zaman, Bab 7 – 8, hlm.106-121. Surabaya: Momentum, 2009; Louis
Berkhof, Teologi Sistematika: Doktrin Akhir Zaman. Surabaya: Momentum, 2010.

MASA ANTARA (INTERMEDIATE STATE)

Sejak zaman Augustinus, teolog-teolog Kristen percaya bahwa di antara kematian dan kebangkitan, sebagian jiwa manusia
yang telah mati menikmati masa beristirahat selagi menanti penggenapan keselamatan, dan sebagian lagi menderita
esakitan ketika menunggu hukuman kekal. John Calvin menjelaskan bahwa orang-orang yang ada dalam masa antara tetap
sadar. Bagi orang percaya, Masa Antara adalah masa sukacita dan pengharapan, atau dengan kata lain, masa di mana
sukacita itu belum sepenuhnya dan sempurna.

Pengajaran
Dasar Alkitab Mat.10:28, “Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak
berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam
neraka.” Luk.23:46, “Lalu Yesus berseru dengan suara nyaring: "Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku."
Dan sesudah berkata demikian Ia menyerahkan nyawa-Nya. Why.6:9, “Dan ketika Anak Domba itu membuka meterai yang
kelima, aku melihat di bawah mezbah jiwa-jiwa mereka yang telah dibunuh oleh karena firman Allah dan oleh karena
kesaksian yang mereka miliki.”

7
WAWASAN DUNIA KRISTEN 3: ESKATOLOGI
Drs. Roedy Silitonga, M.A.M.Th.
FLA – UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

Pengertian Masa Antara. G. Van der Leeuw (1890-1950), menjelaskan bahwa Manusia mati secara total
dengan tubuh dan jiwanya, sehingga ketika pada akhirnya manusia menerima kehidupan baru dalam
kebangkitan, hal ini sepenuhnya merupakan pekerjaan Allah, dan bukannya sesuatu yang secara alamiah
merupakan lanjutan dari salah satu aspek keberadaan manusia saat ini. Allah tidak menciptakan tubuh
kebangkitan kita dari sesuatu yang telah ada, misalnya dari roh kita, atau kepribadian kita, melainkan dari yang
tidak ada, yaitu dari kehidupan kita yang telah mengalami kematian dan lenyap. Paul Althaus (1888-1966),
menjelaskan bahwa doktrin Masa Antara harus ditolak sebab mengasumsikan sebuah keberadaan jiwa yang
tidak terikat oleh apa pun dan juga tidak bertubuh, dan karenanya sama saja dengan Platonisme. Doktrin ini
mengabaikan seriusnya kematian, sehingga seolah-olah jiwa manusia dapat dengan begitu saja melewati
kematian. Doktrin Masa Antara bersifat individualistis, tetapi mengabaikan beberapa kebenaran seperti;
persekutuan semua orang percaya, penebusan kosmis, kedatangan Kerajaan Allah, dan penyempurnaan gereja.
Pemahaman Mengenai Masa Antara. Alkitab membahas konsep Masa Antara dalam konteks eskatologi,
khususnya kebangkitan tubuh. Adanya bukti-bukti yang jelas bahwa setelah kematian, manusia tidak
dilenyapkan (annihilated) dan orang percaya tidak dipisahkan dari Kristus. Kata jiwa (psyche) dapat digunakan
sebagai pusat dari kehidupan batiniah manusia (Mat.10:28; Why.6:9; 20:4). Pemakaian kata jiwa untuk
menggambarkan bagian dari diri manusia yang akan tetap hidup setelah kematian, bukanlah hal yang
sepenuhnya salah atau tidak Alkitabiah. Kata roh (pneuma) untuk menggambarkan aspek dari diri manusia yang
akan tetap hidup tersebut (Luk.23:46; Kis.7:59; Ibr.12:23). Alkitab dengan jelas mengajarkan bahwa manusia
senantiasa merupakan satu kesatuan, antara tubuh dan jiwa (Mat.10:28; 1 Kor.7:34; Yak.2:26). Hanya di dalam
satu kesatuan tubuh-jiwa semacam ini, manusia baru dapat dikatakan sebagai pribadi yang utuh.
Sheol (Hades). Pada umumnya Sheol berarti wilayah kematian atau dunia orang mati, dalam pengertian figuratif
(Kej.37:35; 42:38; 1 Sam.l 2:6; Ay.17:16; Ams.27:20; 30:15-16; Yes.5:14; Ibr.2:5). Sheol juga sering kali
diterjemahkan sebagai kudus (Mzm.141:7; Mzm.9:18; 5516; Ams.15:24; Mzm.49:14; 16:10; 73:24). Kata
Hades dalam Perjanjian Baru adalah dunia orang mati (Kis.2:27,31; Why.1:18; 6:8; 20:13; Mat.11:23; 16:18).
Hades adalah tempat atau kondisi yang penuh sengsara dan hukuman bagi orang-orang fasik (Luk.16:19-31).
Karena itu penderitaan dikaitkan dengan Hades. Hades artinya, (1) pada waktu seseorang meninggal, ia akan
masuk ke dalam
“dunia orang mati”; (2) di dalam dunia orang mati inilah orang-orang fasik akan tinggal seterusnya dibelenggu;
(3) Namun demikian orang-orang kepunyaan Allah, berdasarkan iman kepada Kristus yang telah mengalahkan
maut, memiliki pengharapan yang pasti bahwa mereka juga akan dibebaskan dari kuasa maut.
Firdaus. Alkitab mengajarkan bahwa manusia tidak akan lenyap setelah kematian, melainkan akan terus ada,
entah di dalam Hades atau di tempat yang penuh berkat sorgawi yang disebut sebagai Firdaus atau pangkuan
Abraham. Firdaus mewakili sorga, yaitu kondisi akhir dan bukan kondisi masa antara. Karena itu, kita
menyimpulkan bahwa janji Yesus kepada penjahat yang bertobat itu artinya ialah bahwa pada hari itu juga
penjahat iitu akan hidup bersama dengan Kristus di dalam kemuliaan sorgawi. Pengharapan akan kedatangan
Kristus dan menegakkan Kerajaan-Nya yang mulai (Luk.23:42-43). Firdaus dalam sebuah penglihatan
disejajarkan dengan tingkat yang ketiga dari sorga (2 Kor.12:4; Why.2:7). Yesus mengajarkan bahwa jiwa
manusia bukan tertidur setelah kematian (Fil.1:21-23; 3:20-21; 2 Kor.5:7-17; 5:6-8). Ada tiga hal penting
tentang Firdaus dalam
2 Korintus 5:6-8, yaitu: tempat kediaman yang tidak dibuat oleh tangan manusia di sini adalah semcam tubuh
sementara yang di dapat ketika seseorang mati, dan yang akan digantikan dengan tubuh kebangkitan pada waktu
nanti Kristus datang kedua kalinya di bumi. Tempat kediaman kekal ini adalah tubuh kebangkitan yang akan
kita terima pada saat kedatangan Kristus yang Kedua. Tempat kediaman kekal di sini menggambarkan keadaan
yang penuh kemuliaan yang akan dialami oleh orang percaya di sorga bersama dengan Kristus selama Masa
Antara. Pemikiran tersebut memberikan gambaran bahwa kebangkitan tubuh akan dialami setiap orang percaya
untuk masuk ke tempat kekal pada akhir zaman di bumi yang baru, bukan pada masa antara. Sekarang, gereja
masih hidup di bumi ini sebagai musafir, dimana melalui kematian fisik di bumi ini, kita kembali pulang ke
rumah yang sesungguhnya.

Pertanyaan untuk Studi Lanjutan dan Diskusi: Apakah yang dimaksud dengan masa antara? Bagaimana
pandangan dan sikap Anda tentang kepercayaan bahwa roh orang mati tidak langsung ke Firdaus atau dunia
orang mati, tetapi roh itu masih gentayangan di bumi ini?

Literatur: Anthony A. Hoekema, Alkitab dan Akhir Zaman, Bab 9, hlm.123-145. Surabaya: Momentum, 2009; Louis
Berkhof, Teologi Sistematika: Doktrin Akhir Zaman. Surabaya: Momentum, 2010.

8
WAWASAN DUNIA KRISTEN 3: ESKATOLOGI
Drs. Roedy Silitonga, M.A.M.Th.
FLA – UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

PENGHARAPAN KEDATANGAN KEDUA

Dalam kedatangan-Nya yang pertama, Kristus telah menegakkan Kerajaan-Nya, namun hal ini berlumlah final sehingga Ia
akan kembali untuk menggenapi Kerajaan-Nya tersebut. Kita sekarang ini hidup di antara kedua kedatangan tersebut. Kita
melihat ke belakang dengan sukacita atas kedatangan Kristus yang pertama dan melihat ke depan dengan penuh harapan
atas janji kedatangan-Nya kembali. Pengharapan merupakan kekuatan iman yang menolong setiap orang untuk bertahan
dalam kehidupannya di dunia yang fana dan yang akan berakhir ini. Kedatangan Kristus kedua kalinya merupakan aspek
yang paling penting dari eskatologis Perjanjian Baru – sedemikian pentingnya sehingga jemaat Perjanjian Baru didominasi
oleh pengaharapan ini.

Pengajaran
Dasar Alkitab Mrk.13:4, 30, "Katakanlah kepada kami, bilamanakah itu akan terjadi, dan apakah tandanya, kalau
semuanya itu akan sampai kepada kesudahannya. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya angkatan ini tidak akan berlalu,
sebelum semuanya itu terjadi.” Mat.10:23, “Apabila mereka menganiaya kamu dalam kota yang satu, larilah ke kota yang
lain; karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya sebelum kamu selesai mengunjungi kota-kota Israel, Anak Manusia
sudah datang.”
Pusat Perhatian Kita. Pengharapan akan kedatangan Kristus yang kedua kalinya adalah aspek yang paling
penting dari eskatologi dan mendorong kita untuk senantiasa siap menyambut kedatangan-Nya (Mat.16:27;
Mark.14:62; Mat.24:42,44; Luk.12:40,43; Yoh.14:3). Kesadaran betapa dekat dan pastinya kedatangan Kristus
kembali (Kis.1:11; 17:31; Fil.4:5; 1 Tes.5:2; 1 Kor.4:5; Ti.2:13; Rm.8:19; Ibr.9:28; Yak.5:8; 1 Ptr.5:4; 2
Ptr.3:10). Umat Tuhan pada masa sekarang ini seharusnya juga memiliki pengharapan yang hidup seperti yang
tertulis dalam Wahyu 1:7; 3:11; 22:20; Lukas 12:45.
Parousia. Kedatangan Kristus tidak pernah ditunda, seperti yang dikatakan Albert Schweitzer dari pengertian
Matius 10:23. Ajaran liberal dari teolog modern seperti Martin Werner, Oscar Cullmann, dan G. Kummel.
Alkitab menuliskan, Pertama, ada tiga kali pernyataan yang mengandung arti bahwa kedatangan Kristus itu
sudah sangat dekat (Mat.16:28; Luk.9:27). Kedua, ada pengertian yang merujuk ke masa depan, dan bukan akan
segera terjadi. Ketiga, ada beberapa perumpamaan yang dengan jelas menegaskan bahwa waktu kedatangan
Kristus yang kedua tidak dapat diketahui.
Markus 9:1 menurut H.N. Ridderbos, Coming of the Kingdom, menjelaskan, Pertama, kita tidak bisa
mengabaikan Kedatangan Kedua dari pengharapan yang diindikasikan dalam kalimat-kalimat ini: “mereka akan
melihat Kerajaan Allah datang dengan kuasa, “atau “lihatlah Anak Manusia datang dalam Kerajaan-Nya.”
Kedua, namun demikian, tidak benar pula bila kita berkata bahwa kata-kata tersebut semata-mata hanya
menunjuk pada kedatangan kedua. Ketiga, namun demikian di dalam pemikiran para murid, kebangkitan Kristus
dan kedatanganNya yang kedua saling berkaitan. Keempat, karena itu, kata-kata Yesus, dengan ciri nubuat-Nya,
mengaitkan kebangkitan-Nya dan kedatangan-Nya yang kedua secara bersama-sama. Kelima, kebangkitan
Kristus akan diikuti oleh kedatangan-Nya yang kedua dalam cara yang Ia tidak jelaskan lebih lanjut.
Dua Kemungkinan Penafsiran. Pertama, kata “angkatan ini” menunjuk pada generasi orang-orang yang
mendengarkan kata-kata Yesus tersebut. Kata-kata ini bisa dimengerti dalam pengertian kualitatif dan bukan
soal waktu, artinya kata-kata ini menggambarkan baik orang Yahudi maupun orang-orang yang tidak percaya,
yang hidup sejak zaman Yesus hingga kedatangan-Nya yang kedua. Kedua, kata “angkatan ini” menjelaskan
tujuan Yesus mengatakan kata-kata ini bukanlah untuk memberitahukan saat atau hari tertentu bagi kedatangan-
Nya yang kedua, melainkan untuk menegaskan kepastian kedatangan-Nya kembali. Sepertinya kita tidak tepat
dan tidak dibenarkan bila kita memaksakan batasan bagi kalimat “sebelum semua itu terjadi” – sebab batasan
apa pun akan menyebabkan seolah-olah Yesus berkata “sebelum beberapa hal tersebut terjadi.” Angkatan yang
sekarang menolak Yesus itu akan tetap ada hingga kedatangan-Nya yang kedua dan akan menerima
penghakiman yang sepantasnya.
Kesimpulan Matius 10:23. Gereja Yesus Kristus bukan saja harus memperhatikan bangsa Israel, tetapi terlebih
penting adalah membawa berita Injil kepada bangsa Israel sampai Kristus datang kembali. Akan tetap banyak
orang Yahudi yang menolak Injil; dan bagi orang-orang ini kedatangan Kristus kembali bukan merupakan
keselamatan, tetapi penghakiman. Di pihak lain, pertobatan orang-orang Yahudi ke dalam iman Kristen juga
akan tetap berlangsung hingga Kedatangan Kedua, karena Tuhan akan terus-menerus mengumpulkan orang-
orang pilihan-Nya dari antara bangsa Israel (Mat.24:14).
Pandangan Paulus. Paulus pernah berharap agar ketika dia masih hidup, Kristus datang kembali; sekalipun
Paulus tidak mengetahui kapan hal tersebut terjadi (Rm.13:11-12; 1 Kor.7:29; Fil.4:5; 1 Tes.4:15, 17). Paulus
mengajarkan bahwa adanya kepastian kembalinya Kristus untuk kedua kali, dan pentingnya senantiasa
berjagajaga sebelum kedatangan itu terjadi. Namun Paulus tidak pernah memastikan kapan Kristus datang

9
WAWASAN DUNIA KRISTEN 3: ESKATOLOGI
Drs. Roedy Silitonga, M.A.M.Th.
FLA – UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

kembali! Karena kedatangan Kristus yang kedua adalah hal yang pasti, maka dalam arti tertentu, janji itu
senantiasa terasa dekat. Kita telah merasakan kuasa, sukacita, dan hak-hak istimewa dari akhir zaman, dan
karenanya kita menantikan dengan penuh kerinduan saat penggenapan penuh dari penebusan Kristus.
Pemikiran Louis Berkhof, menjelaskan bahwa kedatangan Kristus yang kedua merupakan peristiwa tunggal.
Peristiwa-peritiwa yang mendahului Parousia yakni adanya panggilan bagi orang kafir, pertobatan dari plemora
Israel, kemurtadan besar dan kesengsaraan besar, datangnya anti Kristus, serta tanda-tanda dan
keajaibankeajaiban.
Tanda-Tanda Zaman. Tanda-tanda zaman sebagai peristiwa di masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan
datang, tidak khusus untuk akhir zaman. Allah bekerja dan menyatakan karyanya sejak masa lampau sampai
akhir zaman. Tanda-tanda zaman sebagai peristiwa-peristiwa normal dan biasa terjadi karena keberdosaan
manusia. Tanda kedatangan Kristus berkaitan dengan akhir sejarah. Usaha menghitung waktu dan tanda
kedatangan Tuhan kedua kali adalah kekeliruan. Umumnya pengajaran bidat menjelaskan bagian ini untuk
memberikan efek psikologis pengikut bidat tersebut agar mematuhi institusi keagamaannya atau para pemimpin
bidat tersebut. Sesunggungguhnya tanda-tanda zaman ini merupakan juga keberlanjutan kejahatan Iblis yang
semakin menyatakan kejahatan karena waktunya sudah semakin dekat dan sekaligus memberikan buah
ketekunan orang pilihan sampai akhir zaman. Tanda-tanda zaman yang dibicarakan Yesus Kristus dalam Matius
11:5; 16:3 menunjuk ke masa depan. Para pemimpin Israel tidak mampu mengenali Yesus sebagai Mesias.
Kesalahpahaman tentang Tanda Zaman. Pertama, memahami tanda-tanda zaman sebagai berbagai peristiwa
yang secara eksklusif hanya akan terjadi di akhir zaman, seolah-olah tanda-tanda itu tidak bersagkut paut dengan
zaman sebelum kedatangan kedua. Kedua, anggapan bahwa tanda-tanda zaman hanyalah peristiwa-peristiwa
yang sifatnya abnormal, spektakuler, atau bencana besar-besaran. Ketiga, usaha untuk memakai tanda-tanda
yang ada untuk menghitung tanggal yang pasti dari kedatangan Kristus yang kedua. Keempat, usaha untuk
menetapkan waktu yang pasti terjadinya masing-masing tanda zaman.
Fungsi Tanda-tanda Zaman. Pertama, sekalipun kita berpikir bahwa tanda-tanda zaman menunjuk ke masa
depan, tanda-tanda ini lebih menunjuk kepada apa yang Allah telah kerjakan di masa lampau. Kedua, tanda-
tanda zaman juga menunjuk kepada akhir sejarah, khususnya kepada kedatangan Kristus yang kedua. Ketiga,
tandatanda zaman menyatakan kontinuitas pertentangan antara Kerajaan Allah dan kuasa Iblis dalam sejarah.
Keempat, tanda-tanda zaman menuntut keputusan. Kelima, tanda-tanda zaman menuntut ketekuanan dalam
berjaga-jaga.
Tanda-tanda khusus. Pertama, tanda-tanda yang menyatakan kasih karunia Allah yakni proklamasi Injil
kepada semua bangsa dan keselamatan bagi bangsa Israel hingga jumlah yang penuh. Kedua, tanda-tanda yang
mengindikasi perlawawanan terhadap Allah, yakni masa sengaran, murtad, dan antikristus. Ketiga, tanda-tanda
yang mengindikasikan penghakiman Allah, yaitu perang, gempa bumi, dan kelaparan.

Pertanyaan untuk Studi Lanjutan dan Diskusi: Apakah bumi ini akan lenyap dan tidak ada lagi? Apakah
yang dimaksud dengan langit dan bumi yang baru? Apakah Anda memiliki pengharapan berada di langit dan
bumi yang baru? Bagaimana sikap Anda terhadap tanda-tanda zaman yang nampak dalam kehidupan zaman
semarang ini?

10
WAWASAN DUNIA KRISTEN 3: ESKATOLOGI
Drs. Roedy Silitonga, M.A.M.Th.
FLA – UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

Literatur: Anthony A. Hoekema, Alkitab dan Akhir Zaman. Bab 10 - 11, hlm.147-185. Surabaya: Momentum, 2009; Louis
Berkhof, Teologi Sistematika: Doktrin Akhir Zaman. Surabaya: Momentum, 2010.
THE MILLENNIUM KINGDOM

Seribu tahun itu kesempurnaan dari waktu yang dicapai manusia dan alam ini. Tidak ada kerajaan yang bertahan sampai
seribu tahun, demikian juga tidak ada dinasti dari seorang manusia bertahan berkuasa dalam sebuah kerajaan sampai
seribu tahun. Di mata Tuhan seribu tahun hanyalah satu hari saja.

Pengajaran
Dasar Alkitab. 2 Sam.7:16, “Keluarga dan kerajaanmu akan kokoh untuk selama-lamanya di hadapan-Ku, takhtamu
akan kokoh untuk selama-lamanya." 2 Ptr.3:8, “Akan tetapi, saudara-saudaraku yang kekasih, yang satu ini tidak boleh
kamu lupakan, yaitu, bahwa di hadapan Tuhan satu hari sama seperti seribu tahun dan seribu tahun sama seperti satu
hari.”
Kerajaan Allah dalam Konteks Eskatologi. Konsep Kerajaan Allah telah hadir dalam sejarah Israel, telah
dinubuatkan para nabi dalam Perjanjian Lama, dan sudah digenapi oleh Yesus Kristus dalam perkataan dan
pelayanan mesianisNya, serta segera disempurnakan pada waktu kedatangan Raja Yesus kedua kalinya. Dalam
Perjanjian Baru, konsep dan pengajaran tentang Kerajaan Allah selalu berkaitan dan berdampingan dengan
pribadi dn karya jabatan mesianis dari Tuhan Yesus. Karena Tuhan telah menggenapi pengharapan eskatologis
dari para nabi di Perjanjian Lama, dan sekaligus memenuhi janji Kerajaan Allah secara sempurna di akhir
zaman. Pengertian Kerajaan Allah sebagai pemerintahan Allah yang dinamis dan aktif di dalam sejarah manusia
melalui Yesus Kristus. Kerajaan Allah berarti Allah adalah Raja dan bertindak di dalam sejarah untuk membawa
sejarah menuju tujuan ilahi yang telah ditetapkan sebelumnya. Kerajaan Allah adalah keselamatan bagi mereka
yang menerimanya dan masuk ke dalamnya dengan iman, tetapi merupakan penghakiman bagi mereka yang
menolaknya.
Premillenialisme. Suatu pandangan yang mempercayai kedatangan Kristus yang kedua akan terjadi sebelum
milenium (pemerintahan 1000 tahun). Jadi, orang-orang premilenialis mengharapkan terjadinya pemerintahan
oleh Kristus di bumi selama seribu tahun segera setelah kedatangan-Nya kembali, dan sebelum Kristus
membawa orang-orang percaya ke dalam kekekalan. Pandangan ini terbagi menjadi 2, yaitu premilenialisme
historis, dan premilenialisme dispensasi. Perbedaan mendasar dari kedua pandangan ini terletak pada
kedatangan Kristus terjadi dua tahap pada pandangan dispensasi sedangkan pandangan historis terjadi hanya
satu tahap. Pandangan dispensasi membedakan Israel dan Gereja, sedangkan pandangan historis tidak.
Postmillenialisme. Perlahan-lahan akan dimenangkan bagi Kristus, namun kita tahu bahwa ada kemurtadan dan
aniaya. Pandangan yang berkaitan, bahwa zaman ini tidak akan berakhir pada perubahan besar yang terjadi
secara tiba-tiba. Evolusi alamiah dan usaha manusia dalam pendidikan, pembaruan sosial dan perundangan akan
perlahan-lahan membawa kesempurnaan pemerintahan semangat kristiani. Ciri-ciri khasnya, antara lain: Jaman
bagi gereja, tidak mesti 1000 tahun, bisa lebih atau kurang; Jaman kebenaran dan keadilan akan ditegakkan di
bumi; Tidak menganggap pada jaman itu semua orang jadi Kristen atau dosa itu sama sekali tidak ada,
melainkan prinsip-prinsip kekristenan diterima begitu baik (mayoritas), sehingga yang jahat itu menjadi minor
dan boleh diabaikan; dan berpegang pada Amanat Agung (mobilisasi penginjilan akan terjadi efektif sekali).
Kesamaan Premillenialme dan Postmillenialisme. Tidak memahami milenium dalam pengertian
pemerintahan Kristus secara fisik melalui sebuah tahta di bumi. Pandangan ini juga tidak mengajarkan bahwa
milenium adalah sebuah durasi waktu selama seribu tahun. Menempatkan kedatangan kedua setelah melenium
usai.
Amillenialisme (Realized Millennialism). Mereka tidak mempercayai adanya milenium atau orang-orang yang
mengabaikan Wahyu 20, yaitu bagian yang berbicara tentang pemerintahan milenium. Tidak memahami
milenium dalam pengertian pemerintahan Kristus secara fisik melalui sebuah tahta di bumi. Wahyu 20:4-6
sebagai pemerintahan oleh jiwa orang-orang percaya yang telah meninggal dan yang sekarang ini bersama-sama
dengan Kristus di sorga. Kerajaan Allah sekarang ini telah hadir di dalam dunia dalam wujud pemerintahan
Kristus atas umat-Nya, melalui firman dan Roh Kudus. Orang-orang yang sedang menantikan penyempurnaan
Kerajaan Allah di masa yang akan datang, di dalam bumi yang baru. Kristus telah menang dengan pasti atas
dosa dan Iblis, namun kuasa Iblis akan tetap ada bersama-sama dengan Kerajaan Allah hingga akhir zaman.

Pertanyaan untuk Studi Lanjutan dan Diskusi: Buatlah mind map tentang konsep kerajaan seribu tahun?
Apakah yang dimaksud dengan kerajaan seribu tahun? Mengapa Anda penting mempelajari konsep tersebut?

11
WAWASAN DUNIA KRISTEN 3: ESKATOLOGI
Drs. Roedy Silitonga, M.A.M.Th.
FLA – UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

Literatur: Anthony A. Hoekema, Alkitab dan Akhir Zaman, Bab 14 – 16, hlm.235-321 Surabaya: Momentum, 2009; Louis
Berkhof, Teologi Sistematika: Doktrin Akhir Zaman. Surabaya: Momentum, 2010.
KEBANGKITAN TUBUH

Yang mati itu tubuh, tetapi roh tetap ada dan bersifat kekal. Setiap orang akan mengalami kebangkitan tubuh untuk
menerima penghukuman atau menerima hidup kekal di bumi yang baru. Kebangkitan tubuh menduduki posisi yang sentral
di dalam berita eskatologis. Baik inkarnasi maupun kebangkitan tubuh yang Kristus telah alami, membuktikan bahwa tubuh
bukanlah sesuatu yang jahat.

Pengajaran
Dasar Alkitab. 1 Kor.15:42, “Demikianlah pula halnya dengan kebangkitan orang mati. Ditaburkan dalam kebinasaan,
dibangkitkan dalam ketidakbinasaan.” 1 Kor.15:52, “dalam sekejap mata, pada waktu bunyi nafiri yang terakhir. Sebab
nafiri akan berbunyi dan orang-orang mati akan dibangkitkan dalam keadaan yang tidak dapat binasa dan kita semua akan
diubah.”
Prinsip dan Konsep Kebangkitan Tubuh, Alkitab mengajarkan bahwa Allah menciptakan manusia sebagai
tubuh dan roh, dan bahwa manusia tidaklah lengkap tanpa tubuh. Kristus telah bangkit dari kematian, maka
semua orang kepunyaan Kristus akan bangkit pula dengan tubuh yang dimuliakan. Orang-orang percaya yang
telah mati sekarang ini telah menikmati sukacita selama Masa Antara, namun sukacita mereka barulah akan
sepenuhnya sempurna ketika tubuh mereka dibangkitkan dari kematian.
Konsep Kebangkitan Tubuh: Premilenialisme. Kebangkitan orang-orang percaya akan terjadi di awal
kerajaan seribu tahun. Kebangkitan orang-orang tidak percaya akan berlangsung di akhir masa seribu tahun.
Kebangkitan orang-orang percaya yang mati pada masa tribulasi (kesusahan besar), yang akan terjadi di akhir
tujuh tahun masa kesusahan. Kebangkitan orang-orang percaya yang mati pada masa seribu tahun, yang akan
terjadi di akhir masa pemerintahan seribu tahun
Jawaban Alkitab atas Premilenialisme. Alkitab mengajarkan bahwa kebangkitan orang percaya dan orang
tidak percaya akan terjadi bersama-sama (Dan.12:2; Yoh.5:28-29; Kis.24:14-15; Why.20:11-15). Alkitab
mengajarkan bahwa orang-orang percaya akan dibangkitkan pada saat kedatangan Kristus yang kedua kali, yaitu
saat yang disebut sebagai “akhir zaman” (1 Tes.4:16; Fil.3:20-21; 1 Kor.15:23; Yoh.6:39, 40, 44, 54).
Penjelasan bagi dua fase kebangkitan yang didasarkan atas 1 Tesalonika 4:16 dan 1 Korintus 15:23-24 tidak
terbukti.
Hakekat Kebangkitan Tubuh. Adanya kondisi antara orang benar dan orang fasik sesudah kematian
(Mzm.16:10; Kis.2:27, 31; Yes.26:19). Adanya kebangkitan tubuh di masa akan datang, yaitu untuk menerima
hidup kekal dan juga hukuman kekal. Artinya ada kualitas sukacita yang dialami oleh orang benar dan kengerian
yang dialami oleh orang berdosa (Dan.12:1-2). Kebangkitan Yesus Kristus merupakan janji dan jaminan bagi
kebangkitan orang-orang percaya di masa yang akan datang (1 Kor.15:20; Kol.1:18; Yoh.14:19). Kebangkitan
orang-orang percaya merupakan hasil dari pekerjaan Roh Kudus (Rm.8:11). Kebangkitan tubuh yang akan
dialami oleh orang-orang percaya adalah identik dengan kebangkitan tubuh yang dialami oleh Kristus (Flp.3:20-
21).
Kebangkitan Tubuh: Materi atau Fisik? Jika seseorang percaya kepada kebangkitan Kristus, maka tidak
semestinya ia menyangkali kebangkitan orang-orang percaya (1 Kor.15:12). Adanya fakta kebangkitan (1
Kor.15:12-34), kemudian bagaimana kebangkitan akan terjadi (1 Kor.15:35-49); dan yang terakhir kepentingan
kebangkitan dan transformasi orang-orang percaya yang masih hidup (1 Kor.15:50-57). Jikalau seseorang
menyangkali kebangkitan Kristus, maka sia-sialah imannya – itu berarti ia masih tetap ada di dalam dosanya.
Kebangkitan Yesus Kristus adalah jaminan bagi kebangkitan orang-orang percaya.
Kebangkitan Tubuh: 1 Korintus 15. Ketika engkau menaburkan biji gandum ke atas tanah, maka biji itu akan
mati sebagai biji, tetapi pada waktunya Allah akan menumbuhkan tanaman dari tanah di mana biji itu ditaburkan
Sama seperti tumbuhan tidak akan muncul jika biji itu tidak mati sebagai biji, demikian pula kebangkitan tubuh
tidak akan terjadi kecuali tubuh yang sekarang mati. Sama seperti seseorang tidak dapat mengatakan dari biji
yang ditaburkan tentang bentuk tanaman yang akan tumbuh, demikian pula ia tidak dapat berkata tentang seperti
apa tubuh kebangkitan nanti. Sama seperti ada kelanjutan antara biji dengan tanaman, demikian pula akan ada
kesinambungan antara tubuh ang sekarang ini dengan tubuh kebangkitan.
Kondisi Tubuh: Sekarang dan Nanti (1 Kor.15). Yang binasa (phthoraI) dan yang tidak dapat binasa
(aphtharsia). Kita tidak akan berjalan menuju kepada kematian, seperti keadaan kita sekarang ini, tetapi kita
akan menikmati keberadaan yang tidak dapat binasa. Kehinaan (atimia) dan kemuliaan (doxa) tubuh
kebangkitan akan memancarkan terang, berkilauan, bahkan mungkin menyilaukan mata. Kelemahan (astheneia)

12
WAWASAN DUNIA KRISTEN 3: ESKATOLOGI
Drs. Roedy Silitonga, M.A.M.Th.
FLA – UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

dan kekuatan (dynamis). Tubuh akan dibangkitkan dalam kekuatan bahwa segala kelemahan yang sekarang ini
menghalangi kita untuk melayani Tuhan akan lenyap. Tubuh alamiah (soma psychikon) dan tubuh rohaniah
(soma pneumatikon). Tubuh kebangkitan Kristus bersifat fisik dan bukan nonmateri.
Kondisi Tubuh: Nonmateri atau Materi (1 Kor.15). Jika tubuh kebangkitan bersifat nonmateri, maka Iblis
akan mengalami kemenangan besar, sebab dengan demikian Allah dipaksa untuk mengubah hakekat manusia
yang diciptakan dengan tubuh dan roh menjadi ciptaan jenis lain. 1 Korintus 15:50-57, di dalam tubuh yang
lemah dan dapat binasa, mewarisi berkat yang mulia dari kehidupan yang akan datang. Karena itu perlu ada
perubahan tubuh, yakni yang kuat dan tidak dapat binasa. Pemuliaan orang-orang percaya yang masih hidup
ketika Kristus kembali akan berlangsung dalam sekejap mata. Ada kesinambungan natur manusia (tubuh dan
roh), dan ada ketidaksinamungan kondisi tubuhnya.

Pertanyaan untuk Studi Lanjutan dan Diskusi: Baca dan pelajari Surat 1 Korintus 15, jelaskan pemikiran
dari apa yang dipelajari tentang kebangkitan? Mengapa ada yang tidak percaya adanya kebangkitan tubuh?
Bagaimana sikap Anda terhadap pengajaran tentang kebangkitan tubuh?

Literatur: Anthony A. Hoekema, Alkitab dan Akhir Zaman, Bab 17, hlm.323-341. Surabaya: Momentum, 2009; Louis
Berkhof, Teologi Sistematika: Doktrin Akhir Zaman. Surabaya: Momentum, 2010.

13
WAWASAN DUNIA KRISTEN 3: ESKATOLOGI
Drs. Roedy Silitonga, M.A.M.Th.
FLA – UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

PENGHAKIMAN TERAKHIR

Pengadilan manusia…pada dasarnya adalah sebuah proses investigasi… Akan tetapi, dalam penghakiman akhir, Sang
Hakim adalah mahatahu, dan tidak membutuhkan bukti untuk meyakinkan-Nya; Ia memiliki pengenalan yang sempurna
terhadap karakter dan sejarah kehidupan setiap orang yang berdiri di hadapan-Nya…. Hari itu akan merupakan
penyingkapan dan pelaksanaan ketetapan ketimbang pengadilan seperti yang manusia pahami (E.A. Litton).

Pengajaran
Dasar Alkitab. Mat.25:32-33, “Lalu semua bangsa akan dikumpulkan di hadapan-Nya dan Ia akan memisahkan mereka
seorang dari pada seorang, sama seperti gembala memisahkan domba dari kambing, dan Ia akan menempatkan
dombadomba di sebelah kanan-Nya dan kambing-kambing di sebelah kiri-Nya.” 1 Kor.3:13-15, “sekali kelak pekerjaan
masingmasing orang akan nampak. Karena hari Tuhan akan menyatakannya, sebab ia akan nampak dengan api dan
bagaimana pekerjaan masing-masing orang akan diuji oleh api itu. Jika pekerjaan yang dibangun seseorang tahan uji, ia
akan mendapat upah. Jika pekerjaannya terbakar, ia akan menderita kerugian, tetapi ia sendiri akan diselamatkan, tetapi
seperti dari dalam api.”
Prinsip dan Konsep Penghakiman Terakhir. Sekarang penghakiman Allah telah turun atas diri orang yang
menolak percaya kepada Kristus (Yoh.3:18). Tetapi Alkitab juga menyatakan bahwa akan ada satu penghakiman
akhir di penutupan sejarah, dimana semua orang akan tampil di hadapan tahta pengadilan Kristus.
Hari Tuhan. Setelah pada masa-masa lampau sejarah umat Allah dipenuhi oleh tindakan-tindakan kepedulian
Allah penyelamat, maka para nabi Perjanjian Lama mengarahkan mata ke depan kepada hari Tuhan, yaitu hari
penghakiman orang-orang fasik atau bangsa-bangsa yang tidak percaya di mana Allah menunjukkan murka-Nya
yang menyala-nyala seperti perapian untuk menghukum mereka (Mal 4:1,5). Yang kedua hari Tuhan sebagai
hari kemenangan orang-orang benar atas orang-orang fasik (Mal 4:1-3) di mana orang-orang yang benar atau
yang takut akan nama Tuhan memperoleh kelepasan (Mal 4:2); mereka disucikan dari seluruh kejahatan dan
memperoleh keselamatan (Yoel 2:32 dst). Clemens mengatakan bahwa semua manusia akan diselamatkan dan
malaikat pun juga. Sebab manusia memiliki sifat kekekalan. Sedangkan pembasmian atau dibinasakan atau
ketidakbinasaan menjadi pembeda dari setiap orang, seperti yang tertulis dalam Kitab Wahyu. Konsep ini
sebenarnya menyadarkan manusia untuk takut menghadapi hari Tuhan. Dengan demikian kita tidak menolak
hukuman atas mereka yang jahat atau menyatakan keadilan-Nya kepada yang dibenarkan-Nya. Di dalam
kekekalan, Allah telah menetapkan segala sesuatu, termasuk juga dengan nerakan.
Tanggapan atas Penghakiman Terakhir. Penghakiman akhir tidak perlu, sebab tujuan setiap orang telah
diketahui segera sesudah kematiannya. Asumsi tidak perlunya penghakiman akhir bahwa tujuan penghakiman
akhir adalah untuk menentukan destini setiap orang dengan melakukan investigasi pada orang itu. Namun Allah
tidak perlu melaksanakan penyelidikan atas kehidupan setiap orang untuk menentukan siapa yang akan
diselamatkan dan siapa yang akan dihukum.
Tujuan Penghakiman Terakhir. Tujuan utama penghakiman akhir adalah untuk menyatakan kemahakuasaan
Allah dan kemuliaan Allah melalui penyingkapan kondisi akhir setiap orang. Tujuan kedua ialah untuk
menyingkapkan derajat upah atau penghukuman yang akan diterima oleh setiap orang. Tujuan ketiga adalah
untuk melaksanakan keadilan Allah atas diri setiap orang.
Waktu Penghakiman Terakhir. Penganut Dispensasionalis membedakan pelaksanaan penghakiman secara
terpisah: Penghakiman atas perbuatan orang-orang percaya pada saat kedatangan Kedua atau pengangkatan;
Penghakiman atas orang-orang non Yahudi sebelum dimulainya kerajaan seribu tahun; Penghakiman atas
bangsa Israel sebelum kerajaan seribu tahun dimulai; Penghakiman atas orang-orang berdosa yang telah mati
setelah kerajaan seribu tahun berakhir. Alkitab mengatakan bahwa penghakiman akhir akan segera mengikuti
kebangkitan (2 Ptr.3:7, 13; Mat.13:40-43; Mat.25:31-32). Hari Penghakiman akan berlangsung dalam suatu
periode dan tidak harus dua puluh empat jam (Mat.7:22; 2 Tes.1:10; 2 Tim.1:12).
Situasi Penghakiman Terakhir. Siapakah yang akan menjadi Hakim? (1 Ptr.1:17; Rm.14:10; Mat.18:35; 2
Tes.1:5; Ibr.11:6; Yak.4;12; 1 Ptr.2:23; Yoh.5:22; Kis.17:31; 2 Kor.5:10; Mat.13:41-43). Siapakah yang akan
dihakimi? (1 Kor.6:2-3; 2 Ptr.2:4; Yud.6; Mat.25:32; 2 Kor.5:10; Ibr.10:30; Rm.14:10; 1 Yoh.4:17). Hal-hal
apa saja yang dihakimi? (2 Kor.5:10; Mat.25:35-40; Why.20:12; Ibr.6:10). Apakah yang akan menjadi standar
dalam penghakiman tersebut? (Mat.11:20-22; Luk.16:31; Rm.1:18-21; Yak. 2:26; Gal.5:6). Kondisi
penghakiman di hadapan Allah bahwa setiap orang akan menunjukkan keberadaannya di zaman akhir.
Sesungguhnya setiap orang sadar akan penghakiman tersebut (Mat. 7:21-23; Luk. 16:19-31). Setiap orang benar
akan mendapatkan jaminan dari Allah berdasarkan anugerah-Nya di dalam Kristus. Karena setiap orang percaya
bertanggung jawab memberitakan Injil dan memiliki hati melayani sesama. Sebab itu setiap orang percaya
seharusnya ada pertumbuhan iman, ada perubahan hidup, dan kesaksian hidu. Setiap orang benar itu menerima

14
WAWASAN DUNIA KRISTEN 3: ESKATOLOGI
Drs. Roedy Silitonga, M.A.M.Th.
FLA – UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

jaminan kekal Bapa (Rm. 8:28; Ef. 1:11; 2:7), jaminan Allah (Yoh. 5:24; 6:27-28; 17:9-10; 15; Yes. 33:5; Mat.
26:28) serta jaminan Roh Kudus yang telah melahir barukan (Yoh. 3:1-7); Ti. 3:5; Yoh. 1:18; 1 Ptr. 1:23; Rm.
6:3-4; 1 Kor. 12:13; Gal. 3:7; Ef. 4:4-5; Kol. 2:12; Yoh. 14:16; 17:37; Rm. 8:9; 1 Kor. 2:9; 3:16; 6:19; 1 Yoh.
3:24; 2 Kor. 5; Ef. 4:20). Jadi orang benar sadar akan adanya zaman akhir dan siap menerima hari-Nya tiba.
Bagian-bagian dalam Penghakiman Terakhir. Cognitio Causae, Tuhan akan menyatakan persoalannya,
seluruh masa lampau manusia termasuk semua pikiran rahasia dalam hati mereka (Dan.7:10; Why.20:12;
Mal.3:16). Sententiae Promulgatio, akan ada pengumuman dari keputusan penghakiman. Hari penghakiman
adalah hari kemurkaan dan pengungkapan penghakiman Allah yang adil dan benar (Rm.2:5; 2 Kor.5:10).
Sententiae Executio, keputusan pengadilan yang dijatuhkan pada orang benar akan membawa berkat dan
keputusan pengadilan bagi orang durhaka akan membawa pada hukuman kekal (Mat.25:32).
Makna Penghakiman Terakhir. Sejarah dunia bukanlah sebuah proses yang tidak akan berakhir atau
sematamata perputaran tanpa makna, melainkan sebuah pergerakan menuju kepada sebuah sasaran. Hari
Penghakiman pada akhirnya akan menyingkapkan bahwa keselamatan dan berkat hidup kekal akan bergantung
kepada relasi seseorang dengan Yesus Kristus. Hari Penghakiman yang tidak mungkin dapat dihindari menuntut
pertanggungjawaban hidup setiap orang, dan menegaskan seriusnya pergumulan moral dalam kehidupan
seseorang, khususnya orang-orang percaya. Hari Penghakiman menyatakan kemenangan Allah yang tertinggi
dan karya keselamatan-Nya di dalam sejarah – yaitu dengan diakhiri dan ditaklukkannya secara mutlak segala
kuasa kegelapan melalui penyataan kemenangan Anak Domba Allah yang telah disembelih.

Pertanyaan untuk Studi Lanjutan dan Diskusi: Mengapa setiap orang wajib bertanggung jawab atas setiap
perbuatannya kepada TUHAN? Baca dan pelajari Matius 25:25-31, bagaimana Anda memahami penghakiman
terakhir serta tanggapan dan refleksi Anda secara pribadi berkaitan dengan penghakiman terakhir?

Literatur: Anthony A. Hoekema, Alkitab dan Akhir Zaman, Bab 18, hlm.344-358. Surabaya: Momentum, 2009; Louis
Berkhof, Teologi Sistematika: Doktrin Akhir Zaman. Surabaya: Momentum, 2010.

15
WAWASAN DUNIA KRISTEN 3: ESKATOLOGI
Drs. Roedy Silitonga, M.A.M.Th.
FLA – UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

KEADAAN AKHIR

Alkitab mengajarkan bahwa ada dua kondisi akhir, yaitu penderitaan kekal atau sukacita kekal. Semua akan berakhir tetapi
tidak lenyap. Ada kehidupan baru yang dijalani manusia secara kekal di langit bumi yang baru atau di neraka kekal.Alkitab
dengan jelas mengajarkan bahwa mereka yang percaya kepada Kristus sesudah mati bersukacita selama mereka berada di
dalam masa yang membentang antara kematiannya dan kebangkitan. Tetapi sukacita itu sifatnya sementara dan belum
sempurna. Sukacita sempurna baru akan mereka dapatkan sesudah kebangkitan tubuh dan terlaksananya bumi yang baru
yang Allah akan ciptakan sebagai puncak dari seluruh karya penebusan-Nya.

Pengajaran
Dasar Alkitab Why.20:15, “Dan setiap orang yang tidak ditemukan namanya tertulis di dalam kitab kehidupan itu, ia
dilemparkan ke dalam lautan api itu.”
Keadaan Terakhir Bagi Orang Durhaka. Tempat penyiksaan bagi orang durhaka adalah di neraka
(Mat.13:42; 24:5; 25:30, 46; Luk.16:19-31; Why.20:14). Keadaan dimana mereka akan melanjutkan eksistensi
mereka. Tidak adanya kehadiran Allah sama sekali; Kesengsaraan dalam hidup yang tidak ada akhirnya sebagai
akibat dari penguasaan dosa secara total; Kesakitan dan penderitaan yang dialami tubuh maupun jiwa; Hukuman
lain seperti hati nurani, kesedihan, kesengsaraan, tangisan, kertakan gigi; Lamanya hukuman adalah selama-
lamanya.
Keadaan Akhir Orang Percaya yakni akan menerima hidup baru dan kekal di langit baru dan baru serta di
zaman baru. Setiap orang percaya hidup dalam kekekalan dan tidak berkesudahan sukacita bersama Allah
Tritunggal (Yoh. 14:1-2; Mat. 5: 35; 22:12-26; 25:16-21; Why. 21:3). Kita bukan hanya menikmati sorga tetapi
kita pun akan menikmati ciptaan baru yang terbalik dengan keadaan di neraka, hidup dalam kesempurnaan dan
berkelimpahan. Di sorga pun terdapat tingkat-tingkat yang sudah ditetapkan Tuhan (Dan. 12:3: 2 Kor. 9:16).
Orang benar memiliki hidup pertobatan sejati yang rindu menggumuli dan menaati firman Tuhan serta
menerapkan pemberitaan Injil dengan setia dan tekun bagi kemuliaan Tuhan.
Ada 12 Jaminan yang Diberikan Tuhan kepada Orang Percaya, (1) kesaksian batiniah dengan damai
sejahtera dan pimpinan Roh Kudus (Ibr. 6:4-10); (2) kualiatas pertumbuhan dengan Tuhan dan sesama orang
percaya; (3) sikap terhadap dunia dan memberi nilai-nilai duniawi sehingga membenci dosa serta tidak mau
kompromi; (4) berdoa untuk hal-hal spirtitual dan tekun menerima jawaban dari Tuhan; (5) menikmati ketaatan
terhadap perintah Alkitab; (6) memiliki kepekaan terhadap dosa dan menolak segala perbuatan jahat; (7) kualitas
kesucian semakin menyerupai Kristus; (8) adanya kesadaran akan kebenaran dan kepekaan akan kesalahan
rohani; (9) kecintaan akan Kristus semakin mendalam; (10) menanti kedatangan Kristus dengan iman dan
pengharapan yang benar; (11) mencintai setiap ajaran suci, benar serta mulia seperti yang tertulis dalam Alkitab;
(12) ada kerelaa, dan kewaspadaan atas segala aniaya dan pencobaan untuk semakin memurnikan hati dan
memuliakan Allah.

Pertanyaan untuk Studi Lanjutan dan Diskusi: Baca dan pelajari kitab Wahyu 21-22, bagaimana Anda
memahami keadaan akhir? Apakah Anda percaya keberadaan langit bumi yang baru?
Literatur: Anthony A. Hoekema, Alkitab dan Akhir Zaman, Bab 19-20, hlm.359-388. Surabaya: Momentum, 2009; Louis
Berkhof, Teologi Sistematika: Doktrin Akhir Zaman. Surabaya: Momentum, 2010.

16

Anda mungkin juga menyukai