Anda di halaman 1dari 8

Bertumbuh dan memperbaharui diri secara spiritual

Pendahuluan

Setelah menerima cukup banyak pesan dan komentar dari para pembaca katolisitas.org, maka
saya menyadari bahwa sebenarnya ada suatu kerinduan yang mendalam dari banyak orang untuk
mengenal pengajaran Gereja Katolik, untuk mencari kebenaran, bertumbuh secara spiritual.
Kami menerima banyak pertanyaan tentang bagaimana caranya bertumbuh secara spiritual.
Walaupun pertanyaannya terlihat begitu sederhana, namun jawaban yang dibutuhkan sebenarnya
begitu panjang. Saya yakin, kerinduan untuk bertumbuh dalam iman adalah kerinduan kita
semua, yang sering terlintas di dalam pikiran kita. Namun, mungkin kita menjadi bingung untuk
memulai dari mana. Ada juga pembaca yang melontarkan ide-ide yang terlihat begitu
revolusioner untuk memperbaharui Gereja dan diri sendiri secara lebih dramatik, namun ada juga
sebagian yang berfikir semuanya sudah cukup. Di dalam tulisan ini akan diulas, bagaimana
sebenarnya pertumbuhan dan pembaharuan yang harus dilakukan oleh seluruh umat Allah,
karena tanpa itu, kita dengan mudah terseret ke dalam arus dunia yang bertentangan dengan
nilai-nilai kehidupan kristiani.

Apakah pertumbuhan dan pembaharuan?

Pertumbuhan adalah suatu proses, yang akan berakhir pada saat seseorang mencapai tujuan.
Dalam kehidupan spiritual, pertumbuhan adalah suatu proses untuk menjalani kehidupan
spiritual untuk mencapai tujuan, yaitu persekutuan dengan Allah. Karena persekutuan dengan
Allah adalah kekudusan, maka pertumbuhan secara spiritual senantiasa berkaitan dengan hidup
kudus, bahkan kekudusan adalah tujuan dan buah dari pertumbuhan. Selanjutnya, pembaharuan
juga mempunyai tujuan yang sama, yaitu kekudusan, dan sesungguhnya pembaharuan bukanlah
sesuatu yang berarti perombakan total sesuatu yang sudah ada. Oleh karena itu, sebenarnya
pertumbuhan dan pembaharuan adalah sama saja, setali tiga uang. Dalam kehidupan spiritual,
pertumbuhan maupun pembaharuan tidak akan mempunyai arti apapun tanpa dibarengi dengan
kekudusan. Tentang apa itu kekudusan, silakan klik di sini. Inilah sebabnya, konsili Vatikan II,
di dalam dokumennya tentang Gereja (Lumen Gentium) menyerukan kekudusan untuk semua
orang, sehingga Gereja dapat bertumbuh dan diperbaharui dari dalam.

“…Para pengikut Kristus dipanggil oleh Allah bukan berdasarkan perbuatan mereka, melainkan
berdasarkan rencana dan rahmat-Nya. Mereka dibenarkan dalam tuhan Yesus, dan dalam
babtis iman sungguh-sungguh dijadikan anak-anak Allah dan ikut serta dalam kodrat ilahi,
maka sungguh menjadi suci. Maka dengan bantuan Allah mereka wajib mempertahankan dan
mengembangkan dalam hidup mereka kesucian yang telah mereka terima. Oleh rasul mereka
dinasehati, supaya hidup “sebagaimana layak bagi orang-orang kudus” (Ef 5:3); supaya
“sebagai kaum pilihan Allah, sebagai orang-orang Kudus yang tercinta, mengenakan sikap
belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemah-lembutan dan kesabaran” (Kol 3:12); dan
supaya menghasilkan buah-buah Roh yang membawa kepada kesucian (lih. Gal 5:22; Rom
6:22). Akan tetapi karena dalam banyak hal kita semua bersalah (lih. Yak 3:2), kita terus-
menerus mebutuhkan belas kasihan Allah dan wajib berdoa setiap hari: “Dan ampunilah
kesalahan kami” (Mat 6:12). Jadi bagi semua jelaslah, bahwa semua orang kristiani,
bagaimanapun status atau corak hidup mereka, dipanggil untuk mencapai kepenuhan hidup
kristiani dan kesempurnaan cinta kasih…” (LG, 40)

Mengapa harus bertumbuh?

Setiap orang mungkin pernah mencoba untuk berlari di atas mesin lari atau treadmill. Pernah
suatu saat, saya berlari di atas mesin lari dan begitu memaksakan diri, sampai lemas dan tak
bertenaga. Saya mematikan mesin dan kemudian saya berhenti berlari maupun berjalan, tanpa
menyadari bahwa mesin lari tersebut sebenarnya masih berjalan, walaupun pelan sekali.
Akibatnya saya terjatuh dan membuat kaki saya terkilir.

Hidup ini adalah seperti treadmill, dimana tidak pernah berhenti dan berjalan berlawanan arah
dengan nilai-nilai kekristenan. Inilah sebabnya rasul Yohanes memperingatkan kita “15
Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi
dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu. 16 Sebab semua yang ada di dalam
dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal
dari Bapa, melainkan dari dunia” (1 Yoh 2:15-16). Untuk dapat bertahan di dalam hiruk pikuk
dunia ini yang menawarkan berbagai kenikmatan daging, kesenangan mata dan keangkuhan
hidup, maka kita perlu berlari melawan arus yang semakin kencang. Ini berarti di dalam
kehidupan spiritual, kita harus memperbaharui kehidupan spiritual kita dan terus bertumbuh,
sehingga kita mempunyai kekuatan untuk berlari tanpa henti sampai ke tempat tujuan, yaitu
persatuan dengan Tuhan selamanya, di Sorga (lih. 1 Kor 9:24). Oleh karena itu, untuk terus
hidup sesuai dengan perintah Tuhan, pertumbuhan bukanlah suatu pilihan, namun suatu
keharusan. Seperti contoh di atas, kalau kita diam pada mesin lari, kita akan jatuh, maka kalau
kita tidak bertumbuh secara spiritual di tengah-tengah kehidupan ini – yang berlawan dengan
nilai-nilai kekristenan – , maka kita akan jatuh dan akibat fatalnya adalah kehilangan
keselamatan kekal.

G.K. Chesterton mengungkapkannya dengan begitu indah dan sederhana “A dead thing can go
with the stream, but only a living thing can go against it.”[1] Orang yang bertumbuh dan
memperbaharui diri adalah sesuatu yang hidup, yang mampu untuk melawan arus kehidupan.
Orang yang senantiasa berjalan sejalan dengan arus kehidupan ini adalah orang-orang yang pada
dasarnya mati.  Sebagai orang yang hidup, apalagi hidup di dalam Kristus – kita harus terus
bertumbuh dan memperbaharui diri.

Tujuan dari pembaharuan dan pertumbuhan

Pembaharuan adalah pertumbuhan dalam kekudusan dan merupakan karunia dari Allah.[2]
Pembaharuan maupun pertumbuhan secara spiritual adalah suatu proses untuk mencapai
tujuan akhir, yaitu persatuan dengan Allah. Kalau persatuan dengan Allah hanya dapat dicapai
dengan kekudusan (lih. Mt 5:48), maka pembaruan dan pertumbuhan dalam spiritualitas juga
hanya dicapai dengan hidup kudus.

Dan inilah sebenarnya yang menjadi dasar dari semua inisiatif Allah di dalam Perjanjian Lama
yang terpenuhi dalam Perjanjian Baru. Nabi Yeremiah mengatakan
“31 Sesungguhnya, akan datang waktunya, demikianlah firman TUHAN, Aku akan mengadakan
perjanjian baru dengan kaum Israel dan kaum Yehuda, 32 bukan seperti perjanjian yang telah
Kuadakan dengan nenek moyang mereka pada waktu Aku memegang tangan mereka untuk
membawa mereka keluar dari tanah Mesir; perjanjian-Ku itu telah mereka ingkari, meskipun
Aku menjadi tuan yang berkuasa atas mereka, demikianlah firman TUHAN. 33 Tetapi beginilah
perjanjian yang Kuadakan dengan kaum Israel sesudah waktu itu, demikianlah firman TUHAN:
Aku akan menaruh Taurat-Ku dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka; maka
Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku. 34 Dan tidak usah lagi
orang mengajar sesamanya atau mengajar saudaranya dengan mengatakan: Kenallah TUHAN!
Sebab mereka semua, besar kecil, akan mengenal Aku, demikianlah firman TUHAN, sebab Aku
akan mengampuni kesalahan mereka dan tidak lagi mengingat dosa mereka.” (Jer 31:31-34).

Dan semuanya ini terpenuhi karena Yesus, yang menjadikan Diri-Nya Korban sebagai
pemenuhan Perjanjian Baru. Dan melalui pengorbanan Kristuslah, manusia memperoleh
pengampunan dosa dan menerima Roh Kudus sebagai sumber dari kekudusan. Roh Kudus inilah
yang memperbaharui hati manusia menjadi baru (lih. Maz 51:10). Oleh sebab itu, Tuhan
sendirilah yang menjadi sumber dari pembaharuan maupun pertumbuhan. Tuhan memberikan
kepada kita manusia hati yang rindu untuk bersekutu dengan-Nya dan pada saat yang bersamaan
Tuhan juga memberikan jalan dan caranya, yaitu di dalam Yesus Kristus.[3]

Cara untuk bertumbuh

Setelah kita melihat bahwa pertumbuhan dan pembaharuan spiritual adalah suatu karunia dari
Allah, maka untuk bertumbuh, kita harus bergantung pada rahmat Allah dan segala sesuatu yang
membuat rahmat Allah dapat mengalir di dalam kehidupan kita. Hal-hal yang membuat kita
dapat bertumbuh secara spiritual adalah: 1) Kitab Suci, 2) doa, 3) sakramen-sakramen, 4) Gereja,
5) belajar. Mari sekarang kita melihat satu-persatu tentang kelima hal ini.

1. Kitab Suci

Kitab Suci adalah Sabda Allah sendiri yang diekspresikan dalam bahasa manusia. Di dalamnya,
kita mengetahui rencana keselamatan Allah, kasih Allah, keadilan Allah, hubungan antara
manusia dan Allah, bagaimana untuk hidup sesuai dengan rencana Allah, dll. Begitu pentingnya
membaca Kitab Suci dalam kehidupan spiritual kita, sehingga St. Jerome mengatakan
“Ignorance of Scripture is ignorance of Christ“. Gereja Katolik mempunyai kalendar liturgi,
yang terdiri dari tahun A, B, C untuk bacaan mingguan dan juga tahun I dan II, untuk bacaan
harian. Kalau kita setia mengikuti bacaan Misa hari Minggu dan bacaan harian, maka dalam tiga
tahun, kita seharusnya telah membaca hampir seluruh isi Alkitab. Begitu inginnya Gereja untuk
mendukung anak-anaknya untuk membaca Kitab Suci secara teratur, sampai Gereja memberikan
indulgensi kepada orang yang membaca dan merenungkan Sabda Tuhan selama setengah jam
setiap hari. (silakan  melihat topik indulgensi – silakan klik).

2. Doa

Doa adakah oksigen dari kehidupan spiritual kita. Sama seperti kita tidak dapat hidup tanpa
oksigen, maka tanpa doa, kita tidak mungkin dapat bertumbuh. Doa seharusnya menjadi suatu
cara untuk hidup kudus. Namun, lebih dari sekedar cara, doa sesungguhnya adalah suatu tujuan,
karena di dalam doa kita mengambil bagian dalam kehidupan Tuhan. Kalau Sorga adalah
persatuan abadi dengan Tuhan, maka doa adalah suatu pandangan ke Sorga. Tidaklah heran,
kalau St. Teresia kanak-kanak Yesus mengatakan “Bagiku doa adalah ayunan hati, satu
pandangan sederhana ke Surga, satu seruan syukur dan cinta kasih di tengah percobaan dan di
tengah kegembiraan”[4] Silakan membaca konsep tentang doa di sini (bagian 1, 2, 3, 4),
terutama bagian 4.

3. Sakramen-sakramen

Kalau kita mencoba berbagai cara untuk menerima rahmat Tuhan, maka sakramen adalah suatu
cara yang diberikan oleh Kristus lewat Gereja-Nya, agar rahmat Tuhan mengalir kepada umat
Allah. Sakramen mengungkapkan apa yang tak kelihatan menjadi kelihatan, apa yang dulunya
sebagai suatu misteri menjadi hadir pada saat ini. Katekismus Gereja Katolik mengatakan bahwa
sakramen-sakramen Gereja merupakan tanda yang kelihatan dari rahasia/ misteri Kristus -yang
tak kelihatan- yang bekerja di dalam Gereja-Nya oleh kuasa Roh Kudus.[5] Betapa nyatanya
‘rahasia’ ini diungkapkan di dalam sakramen-sakramen Gereja, terutama di dalam Ekaristi (lihat
artikel: Sudahkah kita pahami arti Ekaristi? dan Ekaristi, sumber dan puncak kehidupan
Kristiani) Sungguh disayangkan kalau umat Katolik yang ingin bertumbuh mencoba dengan
berbagai cara – termasuk mungkin pergi ke gereja-gereja non-Katolik – namun, melupakan apa
yang sebenarnya telah diberikan oleh Kristus sendiri, yaitu sakramen, yang merupakan saluran
rahmat Allah.

4. Gereja

Kalau tujuh sakramen yang kita kenal mengungkapkan misteri Kristus dan memberikan rahmat
sesuai dengan karakter dan tujuan dari sakramen, maka Gereja adalah misteri terbesar dari
Kristus sendiri, sehingga Gereja menjadi sakramen keselamatan, yang menjadi tanda rahmat
Allah dan sarana yang mempersatukan Allah dan manusia.[6] Kita sebagai umat Katolik sudah
seharusnya bersyukur bahwa kita dipersatukan oleh Tuhan di dalam Gereja-Nya, yang
mempunyai empat tanda: satu, kudus, katolik dan apostolik. Di dalam persekutuan Gereja inilah
kita bersama-sama bertumbuh untuk memperoleh keselamatan. Bahkan St. Jerome, St. Thomas
Aquinas, St. Petrus Kanisius, St. Robert Bellarminus mengatakan bahwa Gereja adalah seperti
perahu Nabi Nuh, di mana di dalamnya, orang mendapatkan keselamatan. Di dalam perahu
keselamatan inilah seharusnya kita semua yang termasuk di dalamnya mengambil bagian dalam
karya keselamatan Allah. Pada waktu kita lemah, kita dapat menimba kekuatan dari komunitas
Gereja, namun sebaliknya kita dapat memberi bantuan kepada yang lemah (lih Gal 6:2).

Gereja yang menjadi pilar kebenaran (lih 1 Tim 3:16), seharusnya menjadi tempat bagi kita
untuk bertumbuh dalam kebenaran dan kasih. Gereja dengan kepenuhan kebenaran, yang
dinyatakan lewat doktrin dan dogma, seharusnya dapat membebaskan kita, karena kebenaran
membebaskan kita (lih. Yoh 8:32). Doktrin dan dogma seharusnya bukan dipandang sebagai
suatu hal yang membatasi kebebasan kita, namun seharusnya menjadi pegangan bagi kita untuk
bertumbuh dalam kekudusan. Kita juga harus bersyukur atas anugerah para gembala kawanan
umat Allah yaitu Paus, para uskup, para imam, sebab Roh Kudus bekerja melalui mereka.
Melalui merekalah, maka persatuan umat Allah dapat terjaga dan konsistensi doktrin dan dogma
dapat diwariskan dari satu generasi ke generasi dengan murni.

5. Belajar

Hal lain yang harus dilakukan untuk bertumbuh adalah belajar. Sama seperti seseorang yang
ingin menjadi seorang arsitek, yang harus belajar begitu banyak hal, seperti matematika,
mekanika teknik, menggambar, dll. Kalau di dalam kehidupan sehari-hari seseorang yang ingin
mengetahui sesuatu harus belajar dan mencari, demikian juga dengan kehidupan spiritual kita.
Kita dapat belajar begitu banyak dari kakak kelas kita – yaitu para kudus, dari diktat/catatan
kuliah – yaitu doktrin dan dogma, dari kuliah kerja nyata – yaitu hidup kudus, dari Yesus, Maria,
dan seluruh jajaran para kudus.

Apakah buah-buah dari pertumbuhan dan pembaharuan?

Karena pertumbuhan dan pembaharuan adalah tak terpisahkan dengan kekudusan, maka buah-
buah dari pertumbuhan dan pembaharuan adalah buah-buah kekudusan. Dan buah-buah ini
bukan hanya terlihat di Gereja, namun juga di dalam kehidupan sehari-hari, karena kekudusan
berpengaruh terhadap seluruh sendi kehidupan. Berikut ini adalah buah-buah dari kekudusan
yang ide besarnya saya ambil dari buku In His Image.[7]

1. Kesadaran yang lebih tinggi akan kehadiran Tuhan

Karena kekudusan adalah persatuan yang sempurna dengan Tuhan, maka buah dari pembahuan
adalah bertumbuhnya kesadaran akan siapa Tuhan, kasih-Nya, kehadiran-Nya, kebijaksanaan-
Nya, kebenaran-Nya. Dengan kesadaran inilah, seseorang dapat melihat kehadiran dan karya
Tuhan dalam berbagai kesempatan, seperti: dalam ciptaan, dalam pekerjaan sehari-hari, dalam
diri teman-teman dan keluarga, dalam diri orang-orang yang miskin, juga dalam pencobaan dan
penderitaan.

2. Kepekaan yang lebih tinggi akan panggilan hidup dan identitas diri

Karena kekudusan adalah berbagi kehidupan dengan Tuhan, maka nilai-nilai yang diterapkan
dalam kehidupan adalah nilai-nilai dari Tuhan. Oleh karena itu, seseorang menempatkan apa
yang diinginkan oleh Tuhan dalam kehidupannya di atas kepentingan atau keinginan pribadi.
Dengan mengenal Tuhan lebih dalam, maka seseorang dapat mengenal diri sendiri lebih dalam
lagi, yang pada akhirnya seseorang mempunyai kepekaan akan panggilan hidupnya. Dan
panggilan hidupnya sebagai seorang Kristen adalah berpartisipasi dalam tiga misi Kristus, yang
terdiri dari nabi, imam dan raja.

a) Identitas sebagai Nabi: mengasihi kebenaran

Karena kekudusan membuat seseorang mengambil bagian dalam kehidupan  Kristus, maka orang
tersebut juga mengerti akan tugas perutusan Kristus yang mewartakan kebenaran. Hal ini pada
akhirnya membawa orang tersebut juga menjadi alat untuk mewartakan kebenaran. Orang
tersebut mengasihi kebenaran di atas kepentingannya sendiri. Kebenaran yang dinyatakan dalam
doktrin dan dogma Gereja menjadi panduan hidupnya, kebenaran Sabda Allah menjadi pelita
dalam hidupnya, dan keinginan untuk meniru kehidupan para kudus mewarnai kehidupannya.
Orang ini menjadi begitu antusias dalam mewartakan iman.

b) Identitas sebagai imam: mengasihi Tuhan dan sesama

Persatuan yang begitu erat dengan Kristus membuat seseorang menyadari bahwa Kristus
mengorbankan diri-Nya demi kasih-Nya kepada Bapa dan manusia. Dan setiap murid Kristus
juga dipanggil untuk meniru jejak Kristus, yaitu untuk mengasihi Tuhan dengan segenap hati,
pikiran dan kekuatan; dan mengasihi sesama atas dasar kasih kepada Tuhan. Kehidupan orang
tersebut diwarnai dengan cara pandang dari Allah. Dia tidak terlalu kuatir tentang apa yang
dikatakan oleh teman-teman, namun lebih kuatir tentang apa yang dikatakan oleh St. Matius, St.
Markus, St. Lukas, St. Yohanes, St. Paulus, St. Petrus, dan terutama adalah Bunda Maria dan
Yesus.

c) Identitas sebagai raja: melayani

Karena salah satu misi Kristus adalah untuk memperbaharui muka bumi, maka murid Kristus
juga dipanggil dalam karya ini, yaitu dengan melayani – baik yang menderita, miskin, dan orang-
orang yang membutuhkan. Seseorang yang memberikan talentanya untuk membangun Gereja
dari dalam adalah salah satu tanda dari kedewasaan kasih.

3. Pertobatan

Salah satu buah yang menonjol dari pertumbuhan dan pembaharuan adalah pertobatan. Semakin
seseorang mempunyai hubungan yang erat dengan Tuhan, maka seseorang akan menyadari akan
kelemahan, kekurangan dan dosa dirinya. Ia akan menyadari dosa-dosanya sendiri, namun pada
saat yang sama menyadari akan kebesaran dan kemaha-kuasaan Tuhan; dan ini membuatnya
menjadi rendah hati. Seseorang akan mengalami pertobatan yang terus menerus jika ia senantiasa
menempatkan Tuhan dan kebenaran-Nya di atas kepentingan dan pendapat pribadi.

4. Kehidupan sakramental

Persatuan yang begitu erat dengan Allah, menyadarkan seseorang yang telah diperbaharui bahwa
dia membutuhkan rahmat Allah untuk menjalankan kehidupan ini sesuai dengan perintah-
perintah Allah. Karena Kristus sendiri yang memberikan sakramen-sakramen kepada umat-Nya
dan menjamin rahmat-Nya mengalir, maka orang yang diperbaharui akan menyadari bahwa
sakramen-sakramen, terutama Sakramen Ekaristi dan Sakramen Tobat dapat memberikan
kekuatan dan pertumbuhan spiritual. St. Thomas Aquinas memberikan argument of fittingness
tentang ketujuh sakramen:

“Ada tujuh sakramen dari hukum yang baru…. Lima yang pertama diberikan untuk
kesempurnaan kehidupan batin spiritual dari seseorang; dua yang terakhir diberikan untuk
mengatur dan menumbuhkan Gereja secara keseluruhan. Dengan Sakramen Baptisan, kita lahir
lagi secara spiritual dan dengan Sakramen Penguatan kita bertumbuh di dalam rahmat dan
dikuatkan dalam iman; Dengan dilahirkam kembali dan dikuatkan, kita dipelihara dengan
makanan Ilahi dari Sakramen Ekaristi. Jika karena dosa, kita menjadi sakit di dalam jiwa, kita
disembuhkan secara spiritual dengan Sakramen Tobat; kita juga disembuhkan di dalam roh dan
tubuh sejauh itu baik untuk jiwa, dengan Sakramen Pengurapan Orang Sakit. Melalui Sakramen
Imamat, Gereja diatur dan menerima pertumbuhan secara spiritual; melalui Sakramen
Perkawinan, dia [Gereja] menerima pertumbuhan badani.”[8]

5. Keinginan untuk kekudusan dan doa

Seseorang yang diperbaharui dan bertumbuh menyadari dan mengalami kasih Allah. Kasih Allah
inilah yang menjadi motivasi untuk membalas kasih-Nya dengan kembali mengasihi Allah dan
menjalankan semua perintah-Nya (lih. Yoh 14:15). Dan hubungan kasih ini terbina, terpupuk dan
menjadi suatu dialog di dalam doa. Oleh karena itu, doa bukan lagi menjadi suatu rutinitas,
namun menjadi suatu kebutuhan. Doa ini juga yang menjadi kekuatan untuk bertumbuh dalam
kekudusan.

6. Menyadari perlunya belajar

Seseorang yang telah diperbaharui dan terus bertumbuh mengasihi Kristus. Semakin seseorang
mengasihi, semakin dia ingin tahu segala sesuatu yang berhubungan dengan Yang dikasihi, yaitu
Kristus. Seseorang tidak dapat mengasihi apa yang tidak diketahuinya dan sebaliknya setelah
mengetahui, maka dengan kasih ia akan semakin ingin mengetahui yang dikasihinya dengan
lebih lagi. Orang tersebut akan mempelajari Alkitab dengan sungguh-sungguh. Katekismus
Gereja Katolik adalah salah satu buku yang perlu dibaca untuk mengerti rencana Allah secara
keseluruhan.

7. Perspektif kehidupan yang berbeda

Seseorang yang telah diperbaharui akan melihat kehidupan dengan cara yang berbeda.
Kehidupan yang hiruk pikuk tidak membuatnya kehilangan fokus akan tujuan paling akhir dalam
kehidupannya, yaitu persatuan dengan Tuhan di Sorga. Dia telah mendefinisikan kebahagiaannya
dengan mereferensikannya kepada Tuhan. Dengan demikian, orang yang telah diperbaharui tidak
gentar dalam menghadapi kesulitan hidup, karena percaya akan belas kasih Tuhan dan mengerti
bahwa kesulitan yang dialaminya bersifat sementara. Dia mengerti bahwa semua yang ada di
dunia ini – harta, kekayaan, kehormatan, kekuasaan – hanyalah bersifat sementara, dan dia
menaruh pengharapan yang besar akan kesempurnaan untuk selamanya di dalam Kerajaan Allah
(lih. 1 Kor 13:12).

8. Kepekaan akan komunitas

Kesadaran untuk mengasihi Tuhan dan sesama sebagai esensi dari kekudusan, membuat
seseorang menjadi peka bahwa perjalanan yang harus dijalani di dunia menuju ke Sorga
bukanlah perjalanan ’sendirian’ atau hanya antara aku dengan Yesus, namun bersama-sama juga
dengan saudara-saudari seiman. Kesadaran akan talenta dan keterbatasan diri mendorong
seseorang untuk melibatkan diri dalam komunitas, sehingga dapat saling berbagi dan
menguatkan. Di dalam persatuan iman dalam komunitas inilah, seseorang dapat terus bertumbuh,
karena mempunyai nilai-nilai yang sama, iman yang sama, kebenaran yang sama, Gereja yang
sama, dan Yesus yang sama.

Undangan untuk bersama-sama bertumbuh dan diperbaharui

Setelah kita mengetahui perngertian pertumbuhan atau pembaharuan, alasan, tujuan, cara, dan
pernyataanya, maka yang harus kita lakukan adalah untuk berusaha terus bertumbuh secara
spiritual. Kemunduran kehidupan spiritual akan membahayakan keselamatan kita. Berhenti
bertumbuh, akan membuat kita terseret dalam arus dunia ini, yang berlawanan dengan nilai-nilai
kekristenan, sehingga pada akhirnya juga membahayakan keselamatan kita. Tidak ada cara lain
untuk bertumbuh secara spiritual kecuali dengan terus berjuang setiap hari. Mari kita mengingat
apa yang dikatakan oleh rasul Paulus “…aku melupakan apa yang telah di belakangku dan
mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk
memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus.” (Fil 3:13-14).

Saya mengundang seluruh pembaca katolisitas.org untuk juga turut berpartisipasi dalam program
pertumbuhan dan pembaharuan (silakan klik). Semoga melalui program ini, kita semua dapat
bertumbuh secara spiritual, mengasihi Kristus dan Gereja-Nya. Saya juga mengundang para
pembaca untuk merenungkan dan menjawab beberapa pertanyaan yang diberikan di dalam
program pertumbuhan dan pembaharuan “In His Image”. Semoga pertumbuhan spiritual kita
membentuk kita untuk semakin serupa dengan Kristus.

CATATAN KAKI:

1. G.K. Chesterton, Everlasting Man, 1925 [↩]


2. Douglas G. Bushman, S.T.L., In His Image: Faith enrichment for adult catholics, A program of
renewal through education, An overview (San Francisco: Ignatius Press, 1989), 2 [↩]
3. ibid, 3 [↩]
4. dikutip dalam Katekismus Gereja Katolik / KGK, 2558-2559 [↩]
5. KGK, 774 [↩]
6. Lih KGK 775, Lumen Gentium 1 [↩]
7. ibid, 3-4 [↩]
8. DS 1311; D 695; Christian Faith 1306. Text Magisterium ini dapat dikaitkan dengan pembahasan
St. Thomas “On the Articles of Faith and the Sacraments of the Church.” Lihat juga ST, III, q. 65, a.
1. [↩]

Anda mungkin juga menyukai