Anda di halaman 1dari 4

PI YANG KONTEKSTUAL

1 PEMAHAMAN ULANG TENTANG PI Masalah yang segera muncul bila kita membicarakan Pekabaran Injil (PI) adalah pemahaman kita sendiri dan pemahaman orang-orang lain di sekitar kita (masyarakat Indonesia) tentang arti 'misi gereja'. Apa misi gereja di Indonesia itu sebenarnya? Banyak orang Kristen berpikir bahwa misi gereja kita adalah untuk menambah anggota gereja sebanyak mungkin dalam rangka 'memenangkan' seluruh penjuru Indonesia. Dengan kata lain, misi gereja adalah menambah anggota gereja dan jumlah gereja di Indonesia sebanyak mungkin sehingga (katanya inilah cita-cita misioner kita) semua orang Indonesia memeluk agama Kristen. Kalau itu yang menjadi pemahaman kita, tidaklah heran bila masyarakat di sekitar kita yang diwarnai oleh kepelbagaian agama, memiliki pemahaman yang tidak jauh berbeda dan mereka menyebut misi gereja itu sebagai kristenisasi. Namun, ketika cap kristenisasi itu ditujukan terhadap misi gereja, orang-orang Kristen menolaknya, sambil berkata, "Kami tidak melakukan kristenisasi, tetapi kami mengabarkan injil kesukaan bagi seluruh bangsa". Lalu masalahnya, apa yang dimaksud dengan Pekabaran Injil (PI) itu? Apakah PI tidak sama dengan kristenisasi? Bukankah PI berarti mengabarkan injil pertobatan individu agar orang (orang-orang) itu bertobat, dibaptis dan menjadi orang Kristen? Kalau begitu, sama kan? Yang menarik bagi kita saat ini, ternyata Yesus sendiri mengecam keras kristenisasi atau proselitisme (menobatkan orang untuk menjadi penganut agama tertentu) ketika Ia berkata,
Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu mengarungi lautan dan menjelajah daratan, untuk menobatkan satu orang saja menjadi penganut agamamu dan sesudah ia bertobat, kamu menjadikan dia orang neraka, yang dua kali lebih jahat dari pada kamu sendiri. Matius 23:15.

Lalu, bagaimana kita memahami makna Pekabaran Injil itu? Pertama-tama kita harus berani mengatakan bahwa PI bukanlah misi tunggal gereja karena misi gereja yang sebenarnya adalah terlibat dalam melaksanakan misi Allah. Misi Allah atau Misio Dei itu sendiri ternyata lebih luas daripada penginjilan. Misi Allah adalah Misi Kerajaan Allah yang meliputi Misi Pemulihan Ciptaan, Misi Pembebasan, Misi Kehambaan dan Misi Perdamaian. Penginjilan itu sendiri adalah aspek yang sangat penting dari Misi Perdamaian. Sekarang persoalannya, bagaimana kita memahami kembali makna penginjilan itu dalam rangka Misi Kerajaan Allah. Dalam PB, Yesus sendiri dengan jelas menyatakan bahwa Ia datang untuk memberitakan Injil Kerajaan Allah, "Juga ke kota-kota lain Aku harus memberitakan Injil Kerajaan Allah sebab untuk itulah Aku diutus". (Luk. 4:43). Jadi, misi Yesus bukan memberitakan 'injil saja' tetapi Injil atau Kabar Baik tentang Kerajaan Allah. Isi dari Injil Kerajaan Allah itu sudah diproklamasikan sebelumnya dalam Luk. 4:18-19,
"Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk membebaskan orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang".

Isi Kabar Baik Kerajaan Allah yang mengandung pembebasan orang miskin , orang lemah dan tertindas itu tidak dapat 'dirohanikan' karena dalam konteks orang Israel saat itu, rakyat

mengalami penderitaan yang holistik menyangkut penderitaan sosial, ekonomi, politik dan 2 spiritualitas dalam semua bidang kehidupan mereka. Bagi Yesus, Misi Kerajaan Allah semacam itu adalah pusat dari misi dan berita yang disampaikan-Nya bagi masyarakat Yahudi dan semua bangsa. Dalam konteks Indonesia, panggilan untuk ikut terlibat dalam PI Kerajaan Allah menjadi relevan. Kita dipanggil agar cinta kasih, keadilan, kebenaran, kesejahteraan, perdamaian dan keutuhan ciptaan dapat menjadi kenyataan dan berkembang dalam masyarakat. Masalah kemanusiaan (HAM) sudah merambah ke seluruh dimensi kehidupan: ekonomi, politik, sosial, moral dan religiousitas. Masalah yang maha berat itu tidak dapat dijawab dengan semangat penginjilan dalam arti yang sempit. Hanya dengan pehamanan dan praktek pewartaan Injil Kerajaan Allah, gereja dapat ikut serta memperjuangkan tanda-tanda Kerajaan Allah di tengah persoalan bangsa ini. 2 PI = aspek vertikal Misi Perdamaian Dalam II Kor. 5:19, disebutkan "Sebab Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya oleh Kristus dengan tidak memperhitungkan pelanggaran mereka." Itulah misi Pendamaian atau Rekonsiliasi Allah bagi dunia termasuk di dalamnya manusia. Sekarang, Misi Perdamaian itu juga dipercayakan kepada gereja yang harus berjuang melawan kecenderungan balas dendam dan bahaya kebencian yang menguasai dunia yang hidup dalam pluralitas. Itu berarti, Misi Perdamaian diwujudkan dalam dua aspek, yaitu pendamaian antara Allah dan manusia serta pendamaian antarmanusia. Aspek yang pertama diupayakan lewat penginjilan yang membuka kesempatan perdamaian pribadi manusia dengan Allah dalam pertobatan sedangkan aspek kedua mencakup usaha dialog dengan para penganut agama lain. Jadi, penginjilan adalah bagian dari Misi Perdamaian Allah. Penginjilan yang sering disebut upaya untuk memenangkan jiwa-jiwa harus diberi arti memenangkan orang/manusia yang utuh (memiliki perasaan, pemikiran, latar belakang dan budaya). Oleh karena itu penginjilan juga harus utuh! Lewat kata dan perbuatan, kesaksian dan pelayanan! Juga lewat program gereja dan kesaksian hidup di tengah masyarakat! Jiwa atau orang-orang itu bukan obyek atau sasaran target penginjilan melainkan subyek atau pelaku yang bebas untuk menentukan sendiri sejarah kehidupan mereka. Penginjilan dengan demikian bukan tuntutan, paksaan dengan ancaman terselubung melainkan undangan penuh kasih. Gereja tidak di atas tetapi di samping mereka dan tetap di samping serta mengasihi mereka walaupun mereka mungkin tidak mau atau tidak mampu menjadi anggota gereja. Hal ini sulit karena gereja sering tergoda untuk segera melihat hasil penginjilan dengan cepat! Kalau ada yang mau menjadi anggota gereja, orang-orang baru itu menambah jumlah anggota tetapi anggota yang punya komimen karena gereja bukan sebuah klub agama! Bukankah Amanat Agung Mat. 28:19-20 tidak hanya mengutus kita untuk membaptis orang melainkan mengajak mereka menjadi murid Kristus dan mengajarkan kepada mareka apa yang diperintahkan oleh Kristus? Sedangkan apa yang diperintahkan oleh Kristus menurut Injil Matius mencakup pelaksanaan Kotbah di Bukit, Hukum Kasih dan Pelayanan Kasih (Mat. 25:3146). 3 PI dalam konteks Indonesia
2

1) 2) 3) 4) 5)

PI harus dilaksanakan dalam rangka misi Allah. PI dilaksanakan tidak terpisah dari kehidupan gereja PI dari segi kualitas lebih daripada kuantitas PI ditunjukkan dalam kesaksian kehidupan PI dilaksanakan dengan menghargai hak asasi manusia, bukan dengan ancaman atau paksaan halus dan terselubung 6) PI harus selalu memperhatikan dan memperhitungkan konteks masyarakat dan konteks pribadi. 1) PI harus dilaksanakan dalam rangka misi Allah. PI sebagai aspek vertikal dari Misi Perdamaian tidak boleh dilaksanakan dengan mengabaikan tugas panggilan kita untuk memperjuangkan pemulihan ciptaan, pembebasan manusia dari ketidakadilan, sikap kerendahanhati sebagai hamba dan nilai-nilai perdamaian antarmanusia. PI yang terpisah, terlepas dan bahkan bertentangan dengan Misi Allah tidak dapat dibenarkan dan justru akan menjadi batu sandungan. PI yang dilaksanakan dalam rangka dan sesuai dengan Misi Allah adalah PI yang utuh. PI yang utuh akan mendukung terwujudnya nilai-nilai atau tanda-tanda Kerajaan Allah yaitu cinta kasih, keadilan, kesejahteraan, kebenaran, perdamaian dan keutuhan ciptaan.

2) PI dilaksanakan tidak terpisah dari kehidupan gereja PI adalah salah satu bagian dari misi gereja yang mengemban atau terlibat dalam Misi Allah dan bukan misi pribadi/individu atau kelompok tertentu. PI selalu mengalir dari semangat pelayanan dan kesaksian gereja karena PI adalah tugas panggilan untuk semua anggota gereja. Dengan demikian, pemahaman dan pelaksanaan PI juga selalu diarahkan oleh gereja. Gereja bertugas untuk memberi arah yang benar agar PI tidak menjadi batu sandungan dan menjerat gereja ke dalam himpitan yang tidak perlu terjadi. Keberadaan dan gerak dari lembaga penginjilan harus dibawah naungan gereja atau gereja-gereja. Mereka juga berada disamping dan mendukung misi gereja, bukan di luar atau malah bertentangan dengan gereja. 3) PI dari segi kualitas lebih daripada kuantitas Dalam konteks Indonesia dan dunia pada masakini serta sesuai dengan makna lebih jauh dari Matius 28:19-20, PI tidak boleh dilaksanakan dengan dorongan ekspansif dan agresif. Tujuan PI bukanlah penambahan jumlah anggota gereja yang tidak atau kurang punya komitmen Kerajaan Allah, melainkan undangan terbuka bagi orang-orang untuk menjadi murid atau pengikut Yesus. Murid atau Pengikut Yesus yang terbuka, rendah hati, terlibat atau ambil bagian dalam mewujudkan cinta kasih, keadilan, perdamaian dan kesejahteraan masyarakat. 4) PI ditunjukkan dalam kesaksian kehidupan Masyarakat di sekitar kita tidak dapat lagi diundang dengan kata-kata (kecuali dalam situasi yang sangat khusus), cerita atau kesaksian verbal karena mereka lebih membutuhkan contoh atau bukti. PI lewat perbuatan dan kesaksian hidup yang menunjuk pada hidup Yesus lebih dibutuhkan. Kesaksian hidup ini dinampakkan bukan dengan sikap arogan melainkan sikap
3

rendah hati karena inilah inti daya tarik kekristenan. Kesaksian hidup ini tidak hanya 4 bersifat individual tetapi juga sebagai persekutuan atau komunitas Kristen, baik keluarga maupun gereja/jemaat.

5) PI dilaksanakan dengan menghargai hak asasi manusia, bukan dengan ancaman dan paksaan halus dan terselubung PI adalah undangan untuk mengalami perdamaian dengan Allah dan karena itu tidak boleh dilakukan dengan ancaman dan paksaan dalam bentuk apapun, juga tidak dengan iming-iming tertentu. Diakonia adalah pelayanan kasih yang tidak dapat digunakan sebagai alat PI. Kita tetap mengasihi orang lain apapun agamanya dan bila ia tidak bersedia pindah agama. 6) PI harus selalu memperhatikan dan memperhitungkan konteks masyarakat dan konteks pribadi Konteks atau situasi dan realitas masyarakat dan pribadi harus selalu menjadi pertimbangan utama dalam melaksanakan PI karena sikap Allah sendiri juga selalu demikian. Allah turun ke bumi dan menjadi manusia karena Allah mengasihi dan menyelamatkan dunia ini sesuai dengan konteks dunia (bukan konteks sorga). Itulah sebabnya manusia dapat memahami dan menerima Kabar Baik atau Injil Allah karena Allah menyapa manusia dalam penderitaan dan kerinduan manusia akan pembebasan. Jika masyarakat Indonesia saat ini masih dalam krisis multi dimensi yang belum dapat diatasi dan ancaman perpecahan karena konflik dan perang antarkelompok agama dan etnis, maka PI dengan konsep lama harus ditinjau ulang. Mengabarkan Injil Kerajaan Allah dalam arti yang luas menjadi relevan dan penginjilan dalam arti sempit (yang seringkali sama saja dengan kristenisasi) harus ditinggalkan. - -

Widi Artanto

Anda mungkin juga menyukai