Anda di halaman 1dari 6

Proposal

Diakonia Transformatif : MENGANALISIS VISI-MISI GMIT TEBES KOBELETE DALAM


PEMAHAMAN AKAN DIAKONIA TRANSFORMATIF

Nama : Kintan Marlin Magang

Nim : 01160048

LATAR BELAKANG

Diakonia, sebagai misi gereja, biasa kita kenal dengan istilah tritugas panggilan gereja,
yaitu koinonia (persekutuan), marturia (kesaksian), dan diakonia (pelayanan). Kata “diakonia”
dalam bahasa Yunani yang berarti pelayanan gereja. Dalam Perjanjian Baru, kata “diakonia”
digunakan untuk menunjuk hidup dan pekerjaan Yesus serta jemaatNya (Abineno: 1994: 3). Inti
pekerjaan dan misi Yesus di dunia adalah pelayanan kasih dan pemberiaan tentang kedatangan
Kerajaan Allah. Kasih tidak dalam arti terbatas (amal), tetapi kasih yang merupakan hak setiap
orang. Dengan kata lain, melakukan kasih adalah melakukan kebenaran dan kehadiran Allah
(diakosune). Dalam buku Pdt. Jozef P. Widyatmadja (Yesus & Wong Cilik) bertujuan agar gereja
dan jemaat kembali memahami kembali diakonia sebagai karya pembebasan Allah di tengah
dunia1. Penulis tertarik untuk menganalisis sudut pandang jemaat dan gereja dalam memahami
“diakonia transformatif”. Maka melalui visi dan misi gereja, penulis dapat menganalisis sejauh
mana paradigma “diakonia transformatif” yang berkembang dalam gereja dan jemaat. Hal ini
membantu melengkapi pemahaman jemaat untuk meninjau bahwa diakonia transformtif juga
merupakan suatu kesadaran yang berangkat dari masing-masing pribadi. Diakonia transformatif
tidak sekedar persoalan memberi uang. Dikonia merupakan sebuah panggilan untuk berbagi
hidup dan solidaritas dengan yang miskin dan tertindas. Diakonia harus dijalankan dalam rangka
Missio Dei, yaitu kehadiran pemerintahan Allah di dunia. Lingkup diakonia tidak dibatasi oleh
tembok dinding gereja tetapi mencakup setiap sudut kehidupan, baik sosial ekonomi maupun
politik2.

Salah satu permasalahan yang masih banyak terjadi di dalam jemaat adalah mengenai
pelayanan, dalam hal ini adalah “Diakonia Transformatif”. Hal ini juga tentunta dirasakan oleh

1
Josef P. Widyatmadja, Yesus & Wong Cilik, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2016),h.1-2
2
Josef P. Widyatmadja, Yesus & Wong Cilik, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2016),h.10-11
Jemaat GMIT Tebes dan masih menjadi pergumulan setiap gereja. Kita juga harus menyadari
bahwa pelayanan diakonia gereja ini merupakan satu kesatuan dengan Firman Allah. Keduanya
memiliki arti yang sama penting dan keduanya saling berkaitan satu dengan yang lain. Keduanya
merupakan perwujudan ‘Kerajaan Allah’ dalam kehidupan manusia. Yang satu, pelayanan
Firman dalam bentuk kata-kata atau verbal, sedangkan yang lain yakni “pelayanan diakonia”,
dalam bentuk praxis atau karya atau tindakan3. Kegagalan banyak gereja dewasa ini dalam
melakukan pelayanan diakonia disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain : Satu, gereja
memberikan perhatian lebih kepada pelayanan Firman dibandingkan dengan diakonia, di mana
pelayanan diakonia hanya menjadi pelengkap dari pelayanan firman atau tugas tanggung jawab
gereja yang nomer dua. Kedua, gereja masih sering menjadikan pelayanan diakonia hanya
sebagai pelayanan yang bersifat incidental atau hanya dilakukan pada waktu tertentu saja.
Ketiga, pelayanan diakonia hanya menjadi sama seperti tindakan pertolongan pertama pada
kecelakaan4.

Peran gereja dalam memahami diakonia jugalah penting, sehingga gereja dapat
membawa jemaat memaknai sebuah pelayanan diakonia yang seharusnya diwujudkan.
Kenyataan yang ada sangatlah berbeda jauh dengan apa yang dimaksud dengan pelayanan
diakonia itu sendiri. Widyatmadja mengutarakan ada tiga bentuk diakonia. Pertama, yakni
‘Diakonia Karitatif’, diakonia ini sering diwujudkan dalam bentuk pemberian makanan dan
pakaian untuk orang miskin, menghibur orang sakit, dan perbuatan amal kebajikan. Bentuk
diakoni karitatif yang lazim dilakukan oleh gereja adalah mengunjungi orang dalam penjara
dengan membawa makanan dan memimpin renungan, menyediakan beras untuk membantu
keluarga miskin, serta mendirikan poliklinik gratis atau murah untuk orang miskin, maka tidak
dapat dilsangkal bahwa diakonia karitatif mempunyai kelemahan dan keterbatasan 5. Kedua,
‘Diakonia Reformatif, diakonia ini berangkat dari konteks masa Suharto. Pembangunan sering
kali dibatasi pada usaha untuk menanggulangi penderitaan manusia karena alam dan kurangnnya
teknologi maju dan modal. Pembangunan tidak dikaitkan dengan usaha perbaikan nasib rakyat
yang disebabkan eksploitasi dan struktur yang tidak adil. Membangun perdamaian dan
memperbaiki hubungan manusia dengan sesamanya sering kali berada di luar kamus

3
http://journal-theo.ukdw.ac.id/index.php/gema/article/download/139/130/.h,129
4
http://journal-theo.ukdw.ac.id/index.php/gema/article/download/139/130/.h.129
5
Josef P. Widyatmadja, Yesus & Wong Cilik, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2016),h.35, 39
pembangunan6. Perdamaian dan penebusan yang dilakukan oleh Yesus Kristus merupakan suatu
misi Allah untuk menata dunia lebih adil. Gereja harus meletakan pembangunan dalam proporsi
yang sebenarnya. Gereja harus bersikap kritis terhadap semboyan dan ideologi “pembangunan”.
Bila pembangunan tidak membawa perdamaian manusia dengan sesamanya dengan manusia
dengan Allah, pembangunan telah tergelincir menjadi usaha yang mementingkan diri sendiri,
melawan Allah dan nilai kemanusiaan. Kedatangan Kerajaan Allah merupakan suatu misi
perdamaian kepada manusia. Pembangunan hanya bermakna bila berjalan menurut perspektif
Kerajaan Allah, yaitu mewujudkan keadilan dan perdamaian. Diakonia gereja mulai bergeser
dari diakonia karitatif ke diakonia pembangunan. Diakonia karitatif sering digambarkan sebagai
tindakan belas kasihan pada orang yang lapar dengan memberi sepotong ikan, sedangkan
diakonia pembangunan sering digambarkan dengan menolong orang lapar dengan memberi alat
pancing (baca : bantuan modal) dan mengajar memancing (baca : bantuan teknologi) 7. Ketiga,
‘Diakonia Transformatif’, diakonia ini dapat digambarkan dengan gambar mata terbuka. Artinya
diakonia ini adalah pelayanan mencelikan mata yang buta dan memampukan kaki seseorang
untuk kuat berjalan sendiri. Bentuk diakonia transformatif tidak sekedar mengunjungi tahanan
dalam penjara dengan membawa makanan, tetapi mulai membuat analisis masalah mengapa
mereka ditahan dan dipenjara, memberikan bantuan hukum baik langsung maupun tak langsung.
Diakonia transformatif tidak berfokus pada pelayanan pada seorang individu tetapi pada
kelompok masyarakat. Tujuan jangka pendek diakonia ini bukanlah perbaikan ekonomi
seseorang, tetapi perubahan sosial budaya dan politik jangka panjang. Perubahan nilai dan
paradigma baru bermasyarakat yang lebih adil menjadi tujuan dari diakonia transformatif.
Kegiatan diakonia transformatif sering kali berjalan bersamaan dengan diakonia karitatif dan
pembangunan. Semua itu tergantung situasi. Seseorang bisa melakukan diakonia transformatif
kemudian disusul dengan diakonia reformatif. Sebaliknya, diakonia reformatif dilakukan lebih
dulu kemudian menyusul diakonia transformatif8. Tujuan diakonia transformatif ini yang masih
sering membingungkan jemaat karena kebanyakan orang masih beranggapan bahwa diakonia
transformatif itu hanya merupakan perubahan dalam segi ekonomi, namun tidak melihat bahwa
diakonia transformatif juga dapat diubah melalui sudut pandang atau paradigma.

6
Josef P. Widyatmadja, Yesus & Wong Cilik, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2016),h.42-43
7
Josef P. Widyatmadja, Yesus & Wong Cilik, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2016),h.43, 44-45
8
Josef P. Widyatmadja, Yesus & Wong Cilik, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2016),h.48, 51-52
Pada dasarnya penulis juga berangkat dari kesadaran akan pentingnya pelayanan diakonia
karitatif, namun tidak lupa juga bahwa diakonia transformatif mengambil peran penting dalam
gereja dan jemaat. Ini dapat membuat gereja lebih fleksibel dalam memaknai pelayanan dan
tidak melihat bahwa pelayanan hanya sebatas diakonia karitatif. Untuk mengetahui sudut
pandang jemaat dan gereja, penulis memilih visi, misi dan program diakonia agar dapat
menganalisis sejauh mana pemahaman jemaat dan gereja akan diakonia transformatif. Melihat
kenyataan bahwa selama ini hanyalah diakonia karitatif yang paling banyak dilakukan dalam
jemaat sehingga diakonia transformatif tidak terlalu nampak.

GMIT Tebes mempunyai Visi dan Misi yang berangkat dari sinode GMIT. Di tahun
2004 saat GMIT Tebes akan dimandirikan disepakati untuk dipakai “Carilah Tuhan selama Ia
berkenan ditemui “ (Yes. 55:6a) sebagai Tema GMIT Tebes. Sedangkan Tema Pelayanan empat
tahunan : “Yesus Kristus Adalah Tuhan”. Sub Tema 2019 : “Kristus Memberi Kita Daya Untuk
Menata Relasi Pelayanan dalam Gereja dan Masyarakat sebagai sesama Murid dan Kawan
sekerja Allah, serta relasi dengan alam sebagai Ciptaan Allah” (Bdk. Mat 10:1 dan 1 Kor 3:9).
Berkaitan dengan Program Diakonia Jemaat, pada Sidang Jemaat pertama 12 Desember 2014 di
rekomendasikan untuk Program Diakonia menjadi Program Prioritas Jemaat setiap tahun, maka
pada setiap tahun berjalan dalam persidangan Majelis Jemaat Tebes selalu dibuatkan SK Majelis
Jemaat tentang Program Prioritas Jemaat yakni program “DIAKONIA” yang akan terus menjadi
Program Prioritas Jemaat selama empat tahun (satu periode). Hanya saja pada tahun 2018 dan
2019 ini tidak ada lagi SK Majelis Jemaat tentang Program Prioritas yakni Program
“DIAKONIA”, semua disatukan dalam SK Majelis Jemaat tentang APBJ (Anggaran Pendapatan
Belanja Jemaat). Berikut adalah “Visi-Misi GMIT 2015-2019” :

Visi Pelayanan GMIT

Terwujudnya GMIT sebagai gereja yang misioner, yaitu GMIT sebagai :

1. Gereja yang memahami diri sebagai keluarga Allah yang terikat oleh Kasih Kristus
dan secara bersama-sama ikut serta dalam karya penyelamatan Allah bagi dunia.
2. Gereja yang memahami diri sebagai umat keluaran yang diutus ke dalam dunia untuk
membawa Syalom Allah di mana semua anggota GMIT berfungsi sebagai surat
Kristus yang hidup untuk membawa kabar baik bagi dunia sesuai dengan teladan
Kristus, Sang Diakonos Agung.
3. Gereja yang jemaat-jemaatnya saling membina, membangun dan bertumbuh menuju
kedewasaan penuh sesuai dengan kepenuhan Kristus.

Misi GMIT

Untuk mewujudkan visinya maka GMIT terpanggil untuk melaksanakan misi pelayanan
Koinonia, Marturia, Diakonia, Liturgi dan Oikonomia yang selanjutnya disebut sebagai
Panca Pelayanan GMIT.

1. Menghadirkan GMIT sebagai sebuah persekutuan Gereja Kristen yang Esa, Kudus
dan Am serta Rasuli yang secara inklusif menyampaikan Syalom Allah di dunia
dalam kebersamaan dan kesetaraan dalam pelayanan dan secara aktif
mengembangkan persekutuan hidup yang produktif sebagai warga Indonesia serta
memajukan kebaikan dunia dan kemanusiaan.
2. Mengembangkan teologia dan spiritualitas yang menyatakan jati diri GMIT sebagai
utusan Kristus yang oleh karenanya memungkinkan keterlibatan segenap anggota
jemaat GMIT dalam berbagai bidang kehidupan di dunia sebagai pengejawantahan
kesaksian hidup.
3. Menyatukan, mengarahkan dan mendayagunakan berbagai karunia dan talenta
anggota GMIT dalam pelayanan bagi jemaat dan masyarakat untuk menjawab
berbagai kebutuhan nyata warga jemaat, masyarakat dan kemanusiaan secara holistik,
komprehensif dan berkelanjutan.
4. Menghadirkan GMIT sebagai komunitas ibadah yang visioner dan misioner, sesuai
jati diri GMIT yang khas, yang diwujudnyatakn dalam seluruh aspek kehidupan
berjemaat, bermasyarakat, berbangsa dan kemanusiaan.
5. Membangun struktur dan fungsi GMIT yang berdisiplin, kreatif, produktif dan
memiliki akuntabilitas yang tinggi sebagai landasan organisasi yang tangguh guna
terlibat dalam berbagai aktivitas pelayanan dalam azas presbiterial-sinodal sekaligus
memiliki kepedulian ekologi yang tinggi.
Berangkat dari visi-misi dan juga program prioritas GMIT yang adalah ‘Diakonia’ yang sudah
dipaparkan diatas, menunjukkan bahwa diakonia menjadi bagian yang penting dalam GMIT
Tebes. Namun, yang dilakukan gereja hanya dalam batasan periode tersebut. Lalu, terlepas dari
program prioritas yang diusungan gereja tersebut, gereja masih terus memantau perkembangan
diakonia dalam masyarakat ?

PERTANYAAN PENELITIAN

1. Apakah visi-misi yang diusung GMIT Tebes-SoE dapat memperlihatkan sejauh mana
pemahaman mereka terhadap diakonia transformatif ?

JUDUL

“PARADIGMA GEREJA DAN JEMAAT AKAN DIAKONIA TRANSFORMATIF”

TUJUAN PENELITIAN

Penulis tertarik melihat bagaimana konsep atau pemahaman paradigma jemaat mengenai
diakonia transformatif, kemudian akan menambahkan hal-hal yang belum sepenuhnya dilakukan
oleh gereja, ini akan dilihat melalui pandangan Pdt. Josef. P. Widyatmadja.

BATASAN PENELITIAN

Penelitian ini akan dibatasi hanya dalam paradigma jemaat dan gereja dalam memahami konsep
diakonia transformatif. Penulis menganalisisnya dengan melihat visi-misi dan beberapa program
diakonia gereja sebagai acuan agar dapat didialogkan dengan pandangan Pdt. Josef P.
Widyatmadja dalam bukunya Yesus & wong cilik.

METODE PENELITIAN

Metode yang akan dilakukan, penulis akan memulainya dengan memahami visi-misi dan
program kerja pelayanan, lalu meninjau bahwa apakah visi-misi tersebut terarah sesuai dengan
program kerja pelayanan tersebut. Kemudian cara gereja mengevaluasi program kerja pelayanan
yang sudah dijalankan dan kembali melihat realita yang ada dijemaat.

Anda mungkin juga menyukai