MISIOLOGI
Dosen pengampu
Andrias Chandra Putra Dewanto. M.Th
8
9
BAB 1
PENDAHULUAN
Kata “misi” berasal dari Kata "pempro” atau “apostello” tidak hanya berarti
kata “mittete”. Kata mengirim secara umum, malainkan mengirim dengan
mittete adalah terjemahan otoritas. Di sini seseorang yang dikirim/diutus dengan
dari kata Yunani otoritas untuk tujuan khusus dari yang ingin dicapai.
penzpein/pempro dan Tekanan terpenting dari misi atau pengutusan Allah
apostelein yang berarti adalah berbicara tentang Allah sebagai pengutus, di mana
mengutus. Ia adalah sebagai inisiator, dinamisator, penatalaksana,
dan penggenap misi-Nya
Istilah untuk menegaskan Istilah ini berasal dari kata "Prostithenai” (Kis. 2:41, 47,
kata misi "Prostetics”. ll:24). yang mengaitkan misi dengan apa yang disebut
"Tuhan menambahkan bilangan orang - orang yang
diselamatkan kedalam jemaat-Nya.
17 Di Sarikan Penulis Dari Yakob Tomatala, Teologi Misi, (Jakarta: YT Leadership Foundation,
2005), 16 - 22
10
Di sisi yang lain istilah Untuk menjelaskan tentang missions dan theory of
misiologi yang berangkat missions, telah memiliki isi yang inklusif. Isi inklusif
dari kata “mission”. misiologi adalah
18 Yacobus Hariprabowo, “Keberagaman Agama Dan Misi Gereja: Salam Damai Atau
Genderang Perang?”, Dalam Rajawali, No.01:1-69 (Januari 2005), 57.
11
bersaksi tentang Kristus dalam perkataan dan perbuatan. Sedangkan bentuk jamak
missions, dalam pengertian tradisional berarti usaha Gereja untuk penginjilan dunia. 19
Senada denga Kuiper, Bosch juga membedakan pengertian kata “misi” dalam bentuk
tunggal dan kata “misi” dalam bentuk jamak.
Kata “misi” (bentuk tunggal) mengacu pada Missio Dei (misi Allah), artinya,
penyataan diri Allah sebagai Dia yang mengasihi dunia, keterlibatan Allah di
dalam dan dengan dunia, sifat dan kegiatan Allah, yang merangkul Gereja dan
dunia serta di mana Gereja mendapatkan kesempatan istimewa untuk ikut serta.
Missio Dei memberitakan kabar baik bahwa Allah adalah Allah-untuk-manusia.
Sedangkan kata “misi” dalam bentuk jamak, mengacu pada bentuk-bentuk
khusus, yang berhubungan dengan waktu, tempat, atau kebutuhan tertentu dari
partisipasi di dalam Missio Dei.20
Emanuel Gerrit Singgih menyatakan bahwa Missio Dei berarti pengutusan yang
berasal dari atau kepunyaan Allah.21 Missio Dei adalah pengutusan oleh Allah, dimana
Allah sendiri yang bertindak sebagai subjek segala pengutusan, terutama pengutusan
Anak-Nya. Dialah pengutus agung.22 Pengutusan ini berhubungan erat dengan
keseluruhan pekerjaan Allah untuk menyelamatkan dunia, pemilihan Israel, pengutusan
para nabi kepada bangsa Israel dan kepada bangsa-bangsa di sekitarnya, pengutusan
Yesus Kristus ke tengah-tengah dunia, pengutusan rasul-rasul dan pekabar-pekabar Injil
kepada bangsa-bangsa.23 John Stott. Ia berpendapat bahwa misi Alkitabiah mencakup
penginjilan dan pelayanan, tetapi penginjilan tetap menjadi inti misi. 24 Sejalan dengan
pemikiran Stott, David Bosch menyatakan
Istilah “misi” (atau zending) mempradugakan pengutus, seseorang atau orang-
orang yang diutus oleh si pengutus, orang-orang yang kepadanya seseorang
diutus, dan sebuah tugas. Dengan demikian keseluruhan terminologi ini
mempradugakan bahwa orang yang mengirim mempunyai kuasa untuk
19 Arie De Kuiper, Missiologia Ilmu Pekabaran Injil, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1998)., 9.
20 David J. Bosch, Transformasi Misi Kristen, Sejarah Teologi Misi Yang Mengubah Dan
Berubah (BPK Gunung Mulia, 1997), 15.
21 Emanuel Gerrit Singgih,. Berteologi Dalam Konteks (Jakarta: Gunung Mulia, 2000), 161.
22 H. Venema, Injil Untuk Semua Orang Jilid I, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1997,
48
23 Arie De Kuiper, Missiologia, (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2004), 10
24 John R. W. Stott, Christian Mission In The Modern World, (Downer Grove: Inter-Varsity Press,
1975), 15-34
12
Istilah Misiologi berasal dari kata bahasa latin ‘missio’ artinya utusan, bahasa
Inggris, Jerman dan Prancis ‘mission’. Dalam bahasa Belanda ‘missie’ dipergunakan
dalam kalangan gereja Katholik, padahal gereja Protestan umumnya memakai istilah
‘zending’. Dalam bahasa Inggris bentuk ‘mission’ berarti karya Allah, ‘God’s
mission’ atau tugas yang diberikan oleh Tuhan kepada kita ‘our mission’, sedangkan
bentuk jamak ‘mission’ menandakan kenyataan praktis atau pelaksanaan pekerjaan itu.
b. Kristus diutus oleh Allah (Yoh.20:21 “Sama seperti Bapa mengutus Aku,
demikian juga sekarang Aku utus kamu”).
‘Missio Dei’ artinya seluruh pekerjaan Allah untuk menyelamatkan dunia. Ini
berarti Missio Dei adalah teocentri dan christocentris bukan ekklesiocentris atau
anthropocnetris.:
a. Pemilihan Israel.
Dulu istilah Misiologi terutama dipakai oleh para ahli teologi Roma Katholik,
tetapi barubaru ini mulai diterima oleh teolog-teolog Protestan. Istilah Misiologi
merangkum Misiologi Alkitabiah, Misiologi sejarah, Misiologi sistimatik dan Misiologi
praktis-metodis. Tidak dapat disangkali lagi bahwa ini merupakan satu pengertian yang
baik.
14
Sejarah
Sejarah Misiologi belum terlalu panjang karena pada abad-abad pertama sejarah
gereja umum belum menerima misiologi sebagai satu ilmu. Walaupun misi dilakukan,
baik oleh para Rasul maupun orang-orang biasa, seperti Tertulianus yang berbicara
tentang hubungan gereja dengan agama Yahudi, atau Yustinus Martyr atau Agustinus
dalam buku de Civitate Dei.
c. Zaman pietisme
Tokoh-tokoh seperti Spehner, Francke dan Zinzendorf mengarahkan
lebih banyak tentang Pekabaran Injil tetapi karangan-karangan merela lebih
bersifat alkitabiah-metodis daripada teoritis ilmiah.
15
d. Zaman modern
Pada tahun 1792 William Carey menulis sebuah buku yang berjudul ‘An
Inquiry into the Obligation of Christians to use Means for the Conversation
of be Heathens’. Dengan buku ini William Carey menjdai Bapak Misi modern.
Selain itu ada Aleksander Duff di Edinburgh tahun 1867 dan seorang Roma
Katholik Josef Schmitlin dari Muenster tahun 1910 yang menulis buku
Misiologi. Selain ilmu PI yang pertama bisa dikatakan adalah karangan Gustav
Warneck Evangelische Missionslehre. Karangan ini mempengaruhi
perkembangan Misiologi sebagai ilmu di kemudian hari, memperlihatkan ciri-
ciri zamannya yakni mencampuri Pekabaran Injil dan kebudayaan Barat.
Beberapa buku yang penting dalam Pekabaran Injil pada zaman itu adalah
Lingkup Misiologi :
Teologi Misi
Sejarah
Ekklesiologi
Apologia
Metodik
Sosiologi lintas budaya
Etnologi, dsbnya.
R. J. Sider :
R. Padilla
V. Grigg
Situasi Indonesia:
Lokakarya Persetia pada tahun 1992 menentukan bahwa wajah Misioloig yang
kontekstual bagi Indonesia harus (Persetia: 1992: 225):
4. Terbuka kepada dunia modern dengan segala masalahnya yang sangat kompleks
dalam era idustri dan komunikasi ini.
Konteks para Misiolog yang di bawah naungang Persetia bermisiologi di Indonesia
seperti berikutnya (Persetia: 1992: 227 dst.)
1. Refleksi Biblika yang terfokus kepada kerajaaan Allah dengan kuasa Allah di
dalamnya dan pada keutuhan ciptaan. Selain itu kerja berhubungan dengan
perkerjaan yang cocok dalam kerajaan Allah direfleksikan dan dipikirkan, siapa
mitra kerja gereja
2. Refleksi Analisis Sosial
Misi Alkitabiah adalah kegiatan Allah melalui PutraNya dan gerejaNya lewat
penginjilan, pengajaran dan diakonia. Misi mulai local (di tempat di mana orang Kristen
berada) dan mengalir ke suku-suku terabaikan supaya semua ethne tercapai dengan Injil
sampai Krists datang lagi. Misi berkaitan dengan Kerajaan Allah yang sudah mulai dan
tetap harus dinantikan.
9 Aspek Misi
• Misi adalah tindakan Allah yang universal untuk menyelamatkan Yoh. 3:16
• Misi terkait dengan sejarah kesalamatan Ibr. 1:1-3
• Misi terlaksana oleh seluruh gereja Yesus Kristus 1 Petr. 2:9
• Misi terjadi di dunia yang tersesat yang dikasihi Allah untuk diselamatkan 1
Tim. 2:4
• Misi terdiri dari penginjilan, pengajaran dan diakonia Mt. 4:23
• Misi mulai secara local Kis 13:1-3
• Misi berarti pelayanan lintas budaya Mk. 16:15
• Misi berusaha mencapai semua kaum, suku dan bangsa (ethne) Mt. 24:14; Wah 7
• Misi terkai Kerajaan Allah yang sudah mulai dan tetap dinantikan Mt. 28:20
20
BAB II
MISI DALAM ALKITAB
Doksologis:
Penyembahan kepada
Allah (Wahyu 7)
Ekklesiologis;
Soteriologis;
MISI Membangun Gereja (EF
Keselamatan (Kis 4:12)
4:15, dst)
Antagonistis;
Kemenangan atas kuasa
gelap (Kol 1:13;
2:15)
Dalam sejarah Teologi Misi tujuan Misi sering tidak dijelaskan seperti di atas.
Andar Lumbantobing (azaz 31) berbicara tentang tiga tujuan misi, yaitu : unsur
doxologis (pemulian), unsur soteriologis (pelepasan) dan unsur eschotologis (achirat).
Dulu selalu gereja yang mandiri dianggap sebagai tujuan terakhir usaha misi, misalnya
seperti Rufus Anderson dan Herny Venn yang menentukan tujuan misi lewat 3-self,
yaitu self-govering, self-supporting dan self-proclaiming. Tetapi hakekat misi bukan
otonomi melainkan Kristonomi.
21
Pada umumnya kalau kita mendengar istilah misi, kita cepat mengasosiasikan
misi dengan Yesus Kristus dan Amanat Agung. Sebenarnya misi pertama kali harus
dihubungkan dengan Allah sendiri. Kita hanya mengenal Allah yang menghendaki
misi. Setiap oknum Allah Tritunggal terlibat dalam memprakarsai proses misi dengan
tujuan pertama untuk memuliakan Allah yang Mahatinggi. Roma 11: 36 “ Sebab segala
sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia dan kepada Dia. Bagi Dialah kemuliaan sampai
selama-lamanya!”. Dalam proses Misi atau penyelamatan manusia adalah persamaan
dalam tindakan setiap oknum Allah Tritunggal yaitu masing-masing mencari manusia
dan mengutus wakilNya dalam melaksanakan Misi, karena Allah Bapa bertindak
sebagai pelopor Misi, Yesus Kristus (Allah Anak dan Putera) sebagai fondasi Misi dan
Roh Kudus sebagai pembina Misi.
2. Allah Bapa menciptakan segala sesuatu dalam keadaan amat baik adanya.
3. Allah Bapa menyediakan kerajaan sorga bagi manusia sejak dunia dijadikan.
4. Allah Bapa langsung mencari hubungan dengan manusia yang baru jatuh dalam
dosa.
5. Allah Bapa langsung menolong manusia yang telah berdosa.
7. Allah Bapa yang adil dan suci menghukum manusia dengan jujur.
8. Allah Bapa memilih suatu bangsa supaya mereka menjadi saluran keselamatan bagi
manusia.
9. Allah Bapa mengutus AnakNya yang Tunggal sebagai juruselamat manusia.
Bapa, Dia datang secara sukarela ke dunia ini. (Yoh.10:17-19 “Bapa mengasihi Aku,
oleh karena Aku memberikan nyawaKu untuk menerimanya kembali. Tidak seorangpun
mengambilnya dari padaKu, melainkan Aku memberikannya menurut kehendakKu
sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali. Inilah
tugas yang Kuterima dari BapaKu”). Paulus juga menyaksikan bahwa Yesus Kristus
tidak dipaksa untuk menyelamatkan dunia ini (Fil.2:6-8). Pengantara satu-satunya
manusia dengan Allah adalah Yesus Kristus (Yoh.14:6, Kis. 4:12, I Tim. 2:5, Yoh.
10:9). Dia mempunyai 4 fungsi dalam penyelamatan :
Keselamatan :
3. Bersifat Kristosentris
24
6. Berlaku universal
A. Mempersiapkan gereja. Tanpa karya Roh Kudus jemaat tidak bisa melaksanakan
apa-apa.
Karya Roh Kudus :
B. Roh Kudus tidak cuma mempersiapkan gereja, tetapi juga dunia, supaya manusia
yang seharusnya binasa dapat bertobat. Karya Roh Kudus :
1. Membuka mata orang berdosa supaya mereka bisa mengerti tentang
keselamatan (I Kor. 2:14).
2. Membuka hati manusia (Kis. 2:14).
Kesimpulan : Allah Tritunggal melalui keberadaan-Nya sebagai Roh, terang dan kasih
adalah Allah yag tidak menutup diri, yang missioner, bahkan yang mengutus diri-Nya
sendiri dalam berbagai hubungan yang member kebajikan kepada manusia, yan selalu
penuh kasih dan berusaha memberikan diri-Nya melalui berkat-berkat kepada manusia
dan yang selalu memberikan diri-Nya melalui pengurbanan luar biasa untuk
menyediakan keselamatan bagi manusi Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus sedang
bekerja sama dan berkoordinasi membawa manusia kembang dari pengmbaraannya dan
kesalahannya yang penuh dosa dan memulihkan manusia pada keadaan, tujuan, nasib
serta kemuliannya yang mula-mula.
28 David R. Brougham, Merencanakan Misi Lewat Gereja – Gereja Asia, (Malang: Gandum Mas,
2001), 13
29 M. David Sills, Panggilan Misi,( Surabaya: Momentum, 2011), 45
30 Nely P. Tuhumury Dalam, Utuslah Aku, Ed: Daniel Ronda, (Bandung,Kalam Hidup,2012), 117
26
31 John R. W. Stott, Christian Mission In The Modern World, (Downer Grove: Inter-Varsity
Press, 1975), 14
27
sangat banyakseperti bintang di langit dan seperti pasir di tepi laut,dan keturunanmu itu
akan menduduki kota-kota musuhnya. Oleh keturunanmulah semua bangsa dibumi akan
mendapat berkat, karena engkau mendengarkan firman-Ku.” (Kejadian 22:16-18).
Panggilan Misi Israel terdapat dalam tiga teks dasar dalam Perjanjian Lama
(Kejadian 12:1-3, Keluaran 19:4-6, Mazmur 67) yang menunjukkan tanggung jawab
Israel untuk memberitakan pesan Tuhan kepada bangsa-bangsa lain. Dalam keluaran 19
bangsa Israel mendapatkan tugas dari Allah untuk berfungsi bagi kepentingan Kerajaan
Allah sebagai perantara (mediator) kepada bangsa-bangsa. menjalankan dua hubungan:
satu sisi kepada Allah, sisi yang lain kepada bangsa-bangsa. Mereka menjadi umat yang
dikhususkan/dipisahkan bagi semua bangsa. Kitab Keluaran kita mempelajari
bagaimana Tuhan mengangkat bangsa Israel, serta mengingatkan bahwa merekalah
pewaris-pewaris Abraham dan sekaligus pewaris janji Tuhan Melalui mereka, Tuhan
akan memberkati bangsa-bangsa. Melalui mereka, Dia akan menyampaikan rencana
keselamatan-Nya sampai kepada suku bangsa di tempat yang paling terpencil sekalipun!
Israel akan menjadi sebuah kerajaan imam dan bangsa yang kudus Dr George Peters
mengingatkan bahwa Tuhan tidak saja memanggil bangsa Israel untuk menjadi umat-
Nya, tetapi juga untuk menjadi hamba-Nya. 32 Sebagai bangsa pilihan Allah bangsa
Israel di anugrahi hak – hak istimewa dan juga pada saat yang sama di berikan
tanggungjawab untuk menjadi teladan di antara bangsa – bangsa agar bangsa – bangsa
takut pada Allah Israel. Bangsa Israel harus memancarkan kemuliaan Tuhan di antara
bangsa-bangsa, dan meski masih hidup di tengah bangsa-bangsa di dunia, bangsa Israel
harus mengasingkan diri dalam hal mematuhi hukum-hukum Tuhan dengan sempurna.
Tujuan akhir Tuhan adalah agar bangsa-bangsa memuliakan Dia karena keselamatan
dan berkat-Nya (Mazmur 67:3-4,7-8) dan supremasi ke-raja-an-Nya (Mazmur 67:4).
Allah memilih bangsa yang kecil dan lemah seperti Israel untuk menunjukkan
kepada bangsa – bangsa kekuasaan Allah bangsa Israel yang pada akhirnya semua
bangsa akan menyembah Allah Israel dan menerima keselamatan dari pada-Nya. Dr.
George Peters menerangkan hal ini. Perjanjian Lama menjunjung tinggi metode
sentripetal, yang bisa diumpamakan sebagai sebuah magnet suci yang memunyai daya
tarik ke arah dirinya sendiri.33 Dengan menjalani sebuah kehidupan di hadirat Tuhan
yang disertai rasa takut kepada-Nya, Israel mengalami berkat Tuhan. Dengan cara ini
32 David R. Brougham, Merencanakan Misi Lewat Gereja – Gereja Asia, (Malang, Gandum Mas,
2001 ), 15
33 Ibid
28
bangsa Israel menjadi berkat untuk menjangkau bangsa – bangsa bagi Allah sehingga
mereka tertarik kepada-Nya. Tuhan telah membentuk bangsa Israel untuk diri-Nya
sendiri, untuk memberitakan kemasyhuran-Nya kepada bangsa-bangsa.
Allah cemburu terhadap patung dewa yang disembah oleh manusia, karena Dia
yang layak dipuji dan tidak bersedia memberi kemuliaanNya kepada mereka. Ilah-ilah
yang lain bukan allah yang benar melainkan kekejian bagi Allah, sebab bukan Allah
yang benar.
2. Seluruh umat manusia adalah puncak ciptaan Allah yang unik dan
istimewa.
3. Seluruh umat manusia adalah Adam yang terpisah dari Allah dan perlu
diselamatkan.
4. Seluruh umat manusia memperoleh janji keselamatan dari Allah.
2. Proto-Injil (Kej.3:15)
Seperti sudah dijelaskan di atas Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa dan
mereka kehilangan persekutuan dengan Allah. Dumbrell (hal 20) menekankan bahwa
Adam sukarela mengambilkeputusan untuk berdosa. Dia tidak menaati perintah Tuhan
dan makan dari buah yang terlarang. “By eating of the fruit man was intruding into an
area reserved for God alone, and the violation of the command is tantamount to an
assertion of equlity to God, a snatching at deity. (Acountrepart of Adam’s action is
clearly the attitude of Jesus referred to I Philippians 2:6).”(band Dunbrell, 1997:38f).
29
Sesudah makan dari buah tersebut, manusia dari satu segi seperti Allah, tetapi dari segi
yang lain tidak, oleh karena “he would constantly be uncertain of the nature of the
issuses before which he was placed. He would never be able to foresee the
consequences of the choices which he would make. Putting himself into a position of
moral defiance to his Creator, he plunged himself into a life of tension and absolute
moral uncertainty. (Dumbrell: 1997: 39). Oleh karena seluruh umat manusia
berhubungan dengan Adam (Rom. 5:12-21; I Kor. 15:22a “Karena sama seperti semua
orang mati dalam persekutuan dengan Adam, berarti seluruh umat manusia di bawah
kutuk dosa dan perlu diselamatkan.”) Baru saja manusia berdosa (Kej.3:1-14), Tuhan
sudah mempersiapkan jalan keluar atau keselamatan (Kej.3:15).
a. Allah memandang semua bangsa sederajat, karena nenek moyang segala bangsa
terdaftar di Kej.10. Paulus di PB (Kis.17:26-27) mengatakan bahwa Allah
menjadikan semua bangsa dari satu orang, menentukan musim-musim dan batas-
batas untuk mereka dengan tujuan agar mereka mencari Dia dan semua bangsa
berpencar dari keturunan Nuh setelah air bah (Kej. 10:32).
b. Allah berjanji memelihara segala makhluk, karena :
2. Tuhan berjanji tidak akan memusnahkan bumi lagi dengan air bah (Kej.9:10-
11)
31
5. Allah berjanji musim tetap teratur selama bumi masih ada (Kej.8:22)
Drumbrell(1997: 59) katakan dengan benar: “Yet the destribution of general blessing
continues, and this is seen in the table of nations (Gen. 10), with which the family of
Shem is prominently connected. But though chapter 10 is the evidence of the spread of
the human race, and thus a manifestation of blessings in terms of 9:11ff, it represents
also the consequences of the sin of Gen. 11:1-9. The logical order of these two chapters
(10 dan 11) has been reversed.” Allah tetap memberkati umat manusia, tetapi lewat
memilih Abraham sebagai alat-Nya. Allah berjanji bahwa Abraham akan menjadi satu
bangsa besar. Pertama-tama yang dimaksudkan dengan bangsa adalah Israel, sebagai
satu negeri yang besar dan kuat, teapi ini belum cukup. Kata Ibrani yang dipakai di sini
adalah goy bukam ‘am yang biasanya dipakai untuk bangsa Israel. Itu sebabnya kita
bisa menarika kesimpulan bahwa dari panggilan Abraham satu bangsa besar yang
meliputi seluruh dunia dimaksudkan. Dengan demikian negara Israel merupakan hanya
bayangan tentang apa yang masih harus dinantikan untuk seluruh dunia.
Allah memberkati Abraham, sehingga dia pun bisa menjadi saluran berkat untuk
yang lain dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau. Kutuk (Ibr. ‘arar) 5 kali di
kitab Kejadian dipakai. Kutuk berarti (band. Drumbell: 71: loss of freedom (3:14),
alienation from the soil (3:17), estragement from society (4:11) and shameful
degradation (9:25) Kej. 17 paling penting untuk mengerti panggilan Abraham.
Pertama-tama Allah menyatakan diri sebagai El Shaddai, God Almighty, Allah
Mahatinggi. Di sini Abraham minta untuk hidup di hadapan-Nya. Di situ nama
Abraham yang sebelum Abram diganti dengan Abraham dengan pengertian: (Drumbell
73, footnote 34) “It is often suggested that the fuller Abraham is simply a variant of the
shorter name. But N.M. Sarna, ‘Abraham’, The Encyclopedia Judaica, Vol. ii,
(Jerusalem: Keter, 1972), p. 112 notes that ‘father of multitudes’ is certainly a possible
meaning of the new name.” Dalam Kej. 17 Allah menkonfirmasikan lagi apa yang
sudah terjadi di Kej. 12 dan 15. Berkat yang luar biasa untuk seluruh dunia disiapkan
lewat Abraham, oleh karena seluruh dunia sudah di bawah kutuk sejak Kej. 3.
a. Lewat pemilihan Abraham bangsa Israel lahir. Allah membatasi diri dan memilih
Abraham dan keturunannya yaitu bangsa Israel sebagai saluran berkatNya.
33
b. Lewat pemilihan Abraham Allah menjadi Bapa Israel. Semua bangsa harus
datang kepada Israel dan melalui Israel mereka dapat mengenal Allah.
c. Dengan pemilihan Abraham moral dan pengetahuan tentang Allah lebih jelas.
Kej.17:1 Manusia harus saleh dan tidak boleh bercela.
Bagaimana Israel harus hidup ini dijelaskan dalam Hukum Taurat atau Torah.
Dengan demikian Israel mengetahui bagaimana Israel harus hidup untuk tidak lagi jatuh
ke luar dari persekutuan dengan Allah. Berit/perjanjian ini diratifikasikan dengan darah
34
Kel. 24. Sebagai hamba Allah, Israel ditugaskan Allah agar bangsa-bangsa mengenal
Allah dan tertarik untuk mengabdi kepadaNya. Karena itu Israel harus menjadi :
1. Teladan (Ul.28:9-10)
4. Imam (kel.19:6)
5. Nabi (Yes.51:4)
Janji ini diingatkan kepada: a) Daud (II Sam.7); b) Pinehas (Bil.25:11); dan c)
Lewi (Mal.2:4). Diperbaharui dengan: a) Yosua (Yos.24); b) Yosia (II raja. 22:23); dan
c) Ezra (Neh.8-10). Di dalam perjanjian dengan Musa Isarael diadopsi oleh Allah. Kel.
4:22 ”Israel ini anakKu” yang ditebus Kel. 15:13. Allah menjadi goel, redeemer untuk
Israel dan menyelamat mereka dari kuasa bangsa lain dan dari kuasa dosa lewat Anak-
Nya Tuhan Yesus Kristus sendiri. Israel menjadi a “new Creation” Israel akan diberi
tanah, di mana mereka boleh menikmati persekutuan dengan Tuhan seperti dulu Adam
dan Hawa di Eden (Kel. 15). Kel. 15:17 di tanah yang dijanjikan Allah berjanji ingin
tinggal bersama-sama dengan bangsa-Nya. Banyak sarjana memanggil ini “restoration
of the Eden conditions”. Dengan demikian bisa dikatakan bangsa Israel dibawa keluar
dari Mesir untuk menjadi suatu bangsa yang kudus, yang dikhususkan bagi Allah untuk
menjadi satu berkat bagi bangsabangsa.
Sam7:5) oleh karena: “The building of a temple would mark a major theological change
for which Israel must gradually be prepared; kingship must become more firmly
entrenched and its benefits seen, and prophetic opposition be overborne.” (Drumbell,
147) Itu sebabnya baru Salomo diijinkan untuk membangun bait suci oleh karena Israel
sudah memiliki tanah yang aman dan keluarga Daud menjadi keluarga rajani. Itu
sebabnya ada berit Allah di dalam ayat 13-15 dengan puncak ayat 15, bahwa “kasih
setiaKu tidak akan hilang” Kasih setia (hesed). Tuhan terus-menerus memperhatikan
Daud dan akan berdiam di tengah bangsa Israel dengan kepastian berkat Tuhan terus-
menerus mengalir dari Tuhan kepada Israel, sehingga tanah Kanaan dengan Israel dan
kediaman Allah menjadi seperti Eden kedua. “The absolute character of the promise to
David and thus the eternal covenant with David was found not to be inconsistent with
the rejection of particular individuals within the line. 2 Sam. 7:18-29, with its notion to
the Davidic covenant as ‘humanity’s charter’, provided for the future of the race under
the leadership of the Davidic house and thus forshadowed the fulfillment of the
Abrahamic promises.” (Drumbell. 163).
Hosea; Kurang universal, karena dia memfokuskan kepada Israel dan Yehuda.
Nabi Yeremia, Yehezkiel, Daniel, Hagai dan Meleakhi menguatkan kabar Yesaya
mengenai hamba Allah. Misalnya: Yes. 66:18-24 berbicara tentang kemulian Allah
yang dilihat semua orang, termasuk orang kafir (ayat 18-19). Allah sendiri akan
mewahyukan kemuliaan-Nya, tetapi Dia tetap memakai bangsa Israel sebagai alat-Nya
dalam proses ini. Dalam gerakan ini bangsa-bangsa ynag belum mengenal kemulianNya
mendapat prioritas. Ayat 20 mengatakan bahwa tidak ada sesuatu yang bisa
menghalangi Allah. Juga ada orang non Lewi yang menjadi hamba Tuhan dan yang
dipakai oleh Allah. Walaupun banyak penderita umat Allah tidak akan dimusnahkan
(ayat 22). Semua bangsa memuji Allah (ayat 23). Tanpa misi sedunia tidak ada harapan
untuk umat manusia dan barang siapa tidak memuji Yahwe, dikena oleh murka-Nya.
Leopold di dalam Mueller: 2000: 95 katakan bahwa kitab Yesaya menutup dengan:
“Peace eternal and death eternal!”.
Secara khusus nabi Yeremia, Yesaya dan Yehzkiel menekankan bahwa Allah
tidak pernah melupakan perjanjianNya dengan bangsa Israel, walaupun mereka sudah
kehilangan tanah mereka oleh karena harus tinggal di pengasingan di Babel berkat dosa
mereka. Yeremia (secara khusus pasal 30 –31) ingin menyiapkan Israel bagi transisi «
from Israel as a nation to Israel as a theological ideal » Yehzkiel dan Yesaya dalam
37
pasal 44-66 ingin menjelaskan bahwa ini berarti Israel tidak terfokus lagi kepada Israel
secara daging melainkan ini mengakitkan suatu globalisasi di mana semua bangsa
terlibat dan diberkati.
Perjanjian Baru bersifat sentrifugal (dari pusat/yerusalem ke luar), yang berarti bahwa
dari gereja atau dari Israel kabar keselamatan akan disampaikan kepada semua suku-
suku bangsa.
Misi dalam Perjanjian Baru (PB) merupakan kelanjutan misi Allah dalam
Perjanjian Lama. Perjanjian Baru berada di atas segala sesuatu buku-buku misi.
Perjanjian Baru ditulis oleh para misionaris bagi gereja-gereja yang misioner dan
delapan belas berita misi mengungkapkan sebuah agama yang misioner bagi seluruh
dunia. “Dalam situasi yang nyata dan penting, Perjanjian Baru menunjukkkan bahwa
aspek – aspek penting dalam penginjilan yang efektif bukanlah peristiwa atau tehnik –
tehniknya, melainkan integritas dalam kerohanian dan gaya hidup.34
a. Atas petunjuk Allah, orang Majus dari Timur mencari “Raja orang
Yahudi yang telah dilahirkan” (Mat.2:2).
b. Pengakuan Natanael “Engkau Raja orang Yahudi”, diterima oleh
Tuhan Yesus.
34 Robert Banks Dan Paul Stevens, The Complete Book Of Everyday Christianity, (Banddung
Kalam Hidup 2012), 580
39
3. Pemilihan Israel tetap nyata dalam Perjanjian Baru, bangsa Israel disebut :
Dari beberapa contoh di atas, kita dapat melihat bahwa Tuhan Yesus
tidak hanya memperhatikan orang Yahudi saja melainkan Ia juga memperhatikan
orang-orang non Yahudi atau orang kafir.
3. Amanat Agung
Bagian Alkitab yang paling terkenal berhubungan dengan tugas misi adalah
Amanat Agung. Amanat Agung merupakan kerinduan dan isi hati Allah terhadap dunia
ini. Dalam Perjanjian Baru diuraikan tentang kepribadian Allah yang ingin
berkomunikasi dengan manusia. Melalui Roh Kudus, Allah menggerakkan murid-murid
untuk mengkomunikasikan Injil. Pada umumnya orang Kristen hanya mengenal satu
atau dua nats Alkitab yang memuat Amanat Agung, tetapi Alkitab sendiri menceritakan
ada 5 bentuk ucapan Amanat Agung :
2. Pemuridan.
41
Misi sedunia adalah kehendak Allah, oleh karena itu setiap orang Kristen harus
terlibat dalam pekerjaan yang mulia ini. Roh Kudus yang akan memampukan gerejaNya
untuk mentaati Amanat Agung.
2. Membaptis mereka
3. Mengajar mereka
Memikul salib :
3. Salib adalah satu bagian dari pemuridan tanpa salib tidak bisa
mengikut Yesus.
4. Memikul salib karena Kristus.
bertumbuh dalam pemuridan, hal ini hanya bisa melalui persekutuan dan
pengajaran, supaya Kristus makin lama makin dikenal. Waktu Tuhan Yesus
menyampaikan perintah-Nya kepada kesebelas murid-Nya, Dia membuka
tembok yang ada di antara orang Yahudi dan orang kafir yang dulu tidak
bersedia bersekutu satu dengan yang lain. Dengan ungkapan ini Tuhan
menyiapkan beberapa orang Yahudi untuk menjadi pangkalan bagi misi sedunia
(band. Heldlung, 1991:188).
Bukit di Galilea
Menarik sekali bagi umat Kristen, bahwa Tuhan Yesus memberi perintah
terakhir ini di satu bukit. Bukit dan gunung main peran penting dalam sejarah
bangsa-bangsa di Timur Tengah Kuno. Menurut cerita dan mitos mereka,
sebuah gunung berakar di bumi tetapi puncaknya mencapai surga. Itu sebabnya
jika para dewa mereka menyampaikan berita penting, ini sering terjadi di sebuah
bukit atau gunung di mana “surga dan bumi” bisa bertemu (band. Donaldson,
1985:26, 61). Kebiasaan ini dipakai Tuhan Yesus untuk menjelaskan bahwa Ia
memiliki “segala kuasa di surga dan di bumi” (Mat. 28:18). “Jesus echoes
cosmic mountain imagery which links heaven and earth when he declares from a
43
mountain in Galilee that he has all authority ‘in heaven and earth.’ (ebd.35 )
Kebiasaan ini dipakai Tuhan Yesus untuk menjelaskan bahwa Ia memiliki
“segala kuasa di surga dan di bumi” (Mat. 28:18). “The common feature of the
mountain episodes in Matthew is the Sonship of Christ. For instance, the
enthronement of the Son in the transfiguration mountain scene in which God
says, ‘This is my Son …’ (Mattthew 17:5), is echoed in Jesus words of Matthew
28:18. The mountain tradition of the anointing of the king comes to a head when
Jesus announces his kingship, declaring, ‘All authority in heaven and on earth
has been given to me’ in Matthew 28:18” (Donaldson 1985:156)
Bangsa Israel juga mengetahui gunung yang penting bagi mereka dalam
hubungan dengan Yahwe, Allah mereka. Di Gunung Sinai Allah membuat satu
perjanjian dengan mereka dan memilih mereka untuk menjadi bangsa-Nya agar
lewat mereka dunia mengetahui bahwa Allah mengasihi dan mencari seluruh
dunia yang Ia sudah ciptakan. Tradisi ini diteruskan dengan bukit Zion yang
akhir zaman menjadi pusat penyembahan bagi seluruh dunia (band. Zak. pasal
14). Bukit Zion menurut tradisi Perjanjian Lama adalah lokasi di mana Allah
bertakhta dan ingin berdiam di tenggah-tenggah umat manusia bukan hanya
untuk bangsa Israel melainkan bagi seluruh dunia (band. Mz. 2:8; 110:6 dan
43:3). Di situ tempat di mana ciptaan-Nya menikmati kehadiran Allah dan
persekutuan dengan Dia sesuai dengan perjanjian-Nya (Mz. 102:21f).
Kesalamatan mengalir dan datang dari Zion (Mz. 14:7). “Thus by making
explicit the mountain settting of this text, Matthew has shown that the hopes of
Zion have been transferred to Christ and fulfilled through him. Zon eschatology
takes on a christological meaning” (Herting, 2001: 343)
diganti dengan seorang, yaitu dengan Tuhan Yesus. Itu sebabnya nama bukit di
Galilea juga tidak diberitahukan Matius kepada kita, agar focus utama hanya
pada si pemilik kuasa di sorga dan di bumi yaitu pada Tuhan Yesus Kristus.
Itu sebabnya kita bisa terhibur lewat contoh mereka. Tuhan tidak
mencari orang yang sudah sempurna yang sudah mencapai satu tingkat
kerohanian atau kesalehan yang tinggi, sebelum mereka bisa dilibatkan dalam
misi sedunia. Tuhan mencari orang yang biasa-biasa saja seperti murid-murid di
bukit ini, yang sudah mulai percaya sedikit dan yang bisa diperlengkapi untuk
bersaksi. Bandingkan Mt. 4:19 di mana Tuhan memanggil orang dari pelbagi
latar belakang untuk menjadi penyala manusia.
sebabnya Dia katakan: “Segala kuasa di sorga dan di bumi diberi kepada-Ku”.
Sebenarnya kata kerja diberi bisa diterjemahkan dengan “telah diberi” (Dalam
bahasa Yunani edothe dalam Aorist ingressive dipakai.) Jika kita menerima
terjemahan ini, kita diingatkan kepada Daniel 7:13f “di mana anak manusia
diberikan kekuasaan sebagai raja, dan orang-orang dari segala bangsa, suku
bangsa dan bahasa mengabdi kepadanya (band. Jeremias, 1971:310).
Kuasa seperti ini diberikan oleh Tuhan kepada para murid baik waktu di
bukit di Galilea maupun sebelum pada waktu Dia masih bersama-sama dengan
mereka dalam Mt. 18:18 “Sesungguhnya apa yang kamu ikat di dunia ini akan
terikat di sorga dan apa yang kamu lepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.”
Itu sebabnya seperti Tuhan Yesus para murid pun di Injil Matius mencerminkan
kehendak Allah di dunia ini.
sama rata, tetapi di bawah kata kerja “matheteusate”. Ini berarti inti atau focus
Amanat Agung adalah pemuridan. Kata “matheteuw” (menjadikan murid) dalam
Injil Matius 73 kali, dalam Injil Markus 46 kalij dan dalam Injil Lukan 37 kali
dipakai (band. Bosch: 1991:71). Kata kerja ini sudah mengganti perintah
memberitahukan atau mengabarkan (keryssete) di Mt. 10:7. Berarti pemuridan
adalah perintah terakhir dari Tuhan yang sudah bangkit.
Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu,
tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu. Tetapi siap orang yang
mendengar perkataan-Ku ini dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang
yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir. Kemudian turunlah hujan
dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah rumah itu
dan hebatlah kerusakannya.” Dengan kata lain pemuridan adalah satu
transformasi kehidupan orang percaya atau murid Tuhan Yesus yang bersifat
total. Semua orang yang percaya kepada-Nya menyerahkan kehidupan secara
total kepada-Nya.
Mengajar tidak berarti bahwa murid harus duduk di ruang kelas dan
menyampaikan berita yang baik ini dari mimbar atau harus mengundang dunia
ke gedung gereja untuk menghadiri sebuah kebaktian atau KKR. Yang
dimaksudkan ini adalah mengajar mereka selalu, di mana saja segala sesuatu
yang disampaikan Tuhan sendiri, sehingga dia berkuasa atas seluruh kehidupan
orang percaya.
6. Kuasa dan kekuatan untuk melaksanakan Amanat Agung berasal dari Roh
Kudus yang sudah dijanjikan Allah Bapa (Luk.24:49).
Walaupun Paulus tidak mengulangi Amanat Agung, dia menyebutkan bagian tersebut
dalam Roma 10:12-18; II Kor.5:4-21; Ef.3:1-12; Roma 1:13-17; I Kor.9:1-16; Fil.2:14-
16; I Tim.2:1-7. Dasar Theologia Paulus : Yesus Kristus yang tersalib bagi manusia.
5. Kristus adalah Juruselamat bagi semua orang, tetapi keselamatan ini harus
diperoleh secara pribadi (Rom.5:12-21).
6. Tuhan Yesus Kristus adalah jalan satu-satunya bagi keselamatan manusia
(Rom.3:21; 5:21).
7. Keselamatan harus diberikan oleh Allah dan tidak bisa ditemukan oleh
manusia sendiri (Rom.10:17; 16:25-26).
8. Rasul Paulus merasa dipanggil untuk memberitakan Injil kepada bangsa-
bangsa non Yahudi dan dia taat kepada panggilanNya.
Rasul Paulus hanya mengenal dua golongan manusia yaitu yang sudah
diselamatkan atau sudah di dalam Kristus dan yang belum di dalam Kristus. Paulus
juga mengenal universalitas Allah yang sudah diwahyukan dalam PL :
2. Abraham dipanggil waktu dia masih orang kafir dan dibenarkan karena iman
(Rom.4).
3. Karena Israel menolak Mesias, maka Allah memakai orang non-Israel
(Rom.2:11).
4. PB melanjutkan PL, jemaat melanjutkan pelayanan Israel (Ef.2:11; 3:12).
5. Jemaat sebagai tubuh Kristus terdiri dari orang Yahudi dan non Yahudi
(Ef.3:1-12).
6. Paulus dipanggil untuk menjadi rasul orang non Yahudi (Gal.2:8-9).
53
Tujuan dan puncak misi terdapat di Wahyu 7:9. Jemaat yang memuji Allah.
“Kemudian dari pada itu aku melihat: Sesungguhnya, suatu kumpulan besar orang
banyak yang tidak dapat terhitung banyaknya. Dari segala bangsa dan suku dan bahasa,
berdiri dihadapan takhta dan di hadapan Anak Domba.” Menurut Peters di dalam
Alkitab ada 2 macam mandat, yaitu Mandat Budaya Kej. 1:28 dan Amanat Agung Mt.
28:18-20.
Informasi tentang Paulus hanya di peroleh dari tiga sumber, yaitu Kisah Para
Rasul yang merupakan tulisan kedua dari penginjil Lukas, dari surat-surat Paulus itu
Dari sumber pertama, orang percaya mendapatkan informasi dari narasi yang
informasi dari beberapa hal yang disampaikan Paulus dalam surat-suratnya tersebut.
Dan dari tulisan Petrus dapat di peroleh data bahwa Paulus adalah salah satu pengajar
Kristen di jemaat mula – mula, dalam tulisanya Petrus menyebut Paulus sebagai saudara
yang kekasih (2 Petrus 3: 15). Di luar sumber ini, praktis tidak ada lagi teks Perjanjian
Baru yang berbicara tentang Paulus. Untuk memahami siapa sebenarnya Paulus maka
adalah hal yang sangat perlu untuk mengetahui latar belakang Paulus secara pribadi.
Bagi Paus Benediktus, Santo Paulus “bersinar laksana bintang yang bercahaya di dalam
sejarah Gereja, dan bukan hanya dalam kisah awalnya.” Paulus bukan hanya penulis
Surat-surat yang kita warisi sekarang ini. Ia pertama-tama dan terutama adalah
misionaris. Ia dikenal dengan sebutan Rasul Segala Bangsa dan seorang tokoh penting
dalam Gereja,35
35 Paus Benediktus XVI, Dalam Audiensi Pada 25 Oktober Tahun 2006 Tersedia Di
Https://Sekretarisdpi.Wordpress.Com/2009/04/22/Ajaran-Paus-Benediktus-Tentang-Santo-Paulus-Sang-
Rasul/ Di Akses Tanggal 10 Maret 2015
54
Paulus dilahirkan di Tarsus, Kilikia (Kis. 9:11; 21:39; 22:3). Menurut Paul Enns
Paulus lahir sekitar 3 AD dari keluarga terpandang. 36 Ia terlahir sebagai anak dari
keluarga Yahudi dari suku Benyamin (Flp. 3:5). Orang tuanya memberinya nama Saul
(Kis. 13:9) seperti nama raja Israel pertama yang juga dari suku Benyamin (2 Sam. 9:1-
2, 21), ia memiliki seorang saudari dan seorang keponakan (Kis 23,16). ia adalah
seotrang farisi yang belajar hokum Yahudi di bawah Gamaliel (kis 21:39), ia bertobat
dan menjadi Rasul bagi orang – orang bukan Yahudi (kis 26:12 - 20). 37 Dalam
perjalanan misinya yang pertama, namanya diganti Paulus (Kis. 13:9), Menurut catatan
C. Gorenen, nama paulus dipilih karena bunyinya berdekatan dengan Saulus. Ia sendiri
lalu lebih menyukai nama Yunaninya (bdk. Kis 13:6-9) dan sangat terbuka terhadap
Yerusalem.38 Nama ini dapat diterima, baik oleh orang-orang Romawi, maupun orang-
orang Yunani. Dalam bahasa Ibrani, nama ini berarti luar biasa, agung, mengagumkan
atau seseorang yang memiliki kemauan kuat. Hal ini sesuai dengan sosok yang
penderitaan, baik fisik, maupun mental (2 Kor. 4:7; 5:2; 11:30; Ef. 3:8; Flp. 3:21).
Sekalipun Paulus tergolong orang Farisi tulen, namun sebagai seorang Yahudi
yang tinggal di Tarsus (Kis. 22:3), namun, ia juga adalah warga Negara Roma sejak
lahir,39 karena ayahnya adalah warga negara Romawi (Kis. 22:25-29). Taesus adalah
kota utama dai propinsi di Kilikia di bagian Timur Asia Kecil. Di kota ini Saulus muda
36 Paul Enns, The Moody Handbook Of The Teology, (Malang, Literatur SAAT, 2003), 123
37 JL Packer, Merrill C Tenney Dan Wiliam White, Ensiklopedi Fakta Alkitab, (Malang, Gandum
Mas, 1995), 1386
38 C. Groenen, Pengantar Ke Dalam Perjanjian Baru, (Yogyakarta: Kanisius, 1989), 211.
39 Xavier Leon Dan Doufour, Ensiklopedi Perjanjian Baru, (Yogyakarta, Kanisius1990), 431
55
tumbuh menjadi dewasa.40 Pada akhir hidupnya, Paulus di kenal sebagai manusia dari
Secara eksplisit Paulus mengaku sebagai seorang Yahudi, seorang Ibrani yang
terdidik dalam tradisi para leluhurnya dengan baik, bahkan dalam tulisanya William
Sejak dahulu orang Yahudi sangat teliti mengenai pendidikan anak – anak
mereka. Seorang sarjana merekayang ternama mengatakan bahwa anak – anak
Yahudi begitu dini mempelajari hokum agama sehingga hokum itu tertanam dan
tak mungkin dilupakan.42 Lagi menuriut Barclay Paulus pada usia enam tahun
telah pergi ke sekolah dan ketika ia sudah dapat membaca dia di berikan
gulungan perkamen kecil yang bertulisan bagian – bagian tertentu dari hokum
Taurat. Dan itu harus dihafalnya. Dan ketika ia telah berusia dua belas atau
tigabelas tahun ia menjadi apa yang di sebut “anak hokum Taurat”.43
Paulus di latih oleh Gamaliel seorang Farisi dan anggota Sanhedrin (Kis 5:34).
Gamaliel adalah satu - satunya dari tujuh sarjana dalam sejarah bangsanya yang
menerima sebutan “Rabban”(tuan kami). Gamaliel adalah cucu dari Hilel, pendiri
sekolah penafsiran Hilel.44 Sehingga Paulus tergolong orang Farisi (Flp. 3:5; 2 Kor.
11:22; Kis. 22:3). Siapakah kelompok Farisi itu?45 Kata “Farisi” berasal dari kata Ibrani
Pharisees yang berarti terpisah. Mereka adalah kelompok orang Yahudi saleh yang
terbentuk sekitar abad kedua SM. Mereka menerima hukum tertulis dan lisan lalu
dengan teliti menaati pelbagai kewajiban dengan tuntutan 366 aturan positif dan 250
aturan negatif. Lebih dari seorang murid Gamaliel yang menjadikanya seorang farisi
40 JL Packer, Merrill C Tenney Dan Wiliam White, Ensiklopedi Fakta Alkitab, (Malang, Gandum
Mas, 1995), 1142
41 George Eldon Ladd, Teologi Perjanjian Baru 2,(Bandung, Kalam Hidup, 1999), 80
42 Willian Barclay, Duta Bagi Kristus, (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 1985), 9 - 10
43 Ibid, 10 - 11
44 Paul Enns, The Moody Handbook Of The Teology, (Malang, Literatur SAAT, 2003), 123
45 “Farisi” Dalam: Gerald O’Collins Dan EG. Farrugia, Kamus Teologi, Yogyakarta: Kanisius,
2001, Hal. 78.
56
benar benar tokoh penting di lapangan pendidikan agama. Paulus sendiri di didik untuk
lingkungan pendidikan Hellenis, Tarsus tempat asal Paulus adalah kota ilmu
kemajuan kota Tausus ini membuat setiap anak yang cerdas terpengaruh oleh Bahasa
dan ide – ide kebudayaan Yunani yang kafir. Pengaruh itu tampak dalam tiga rujukan
sastra Yunani oleh Paulus, yakni kepada penyair – penyair Epimenides (Kis 17:28),
Oleh karena keyakinan religiusnya yang mendalam dan fanatisme yang kuat
Paulus merasa wajib menantang “bidah”49 (bdk. Kis 24:5.14; 28:22) yang bermunculan
di kalangan Yahudi, yakni kelompok orang Kristen. Semakin luas dan besar pengaruh
kekristenan menyebabkan ia muncul sebagai tokoh yang melawan gerakan baru itu,
“menganiaya jemaat Allah” (Gal 1:13, Fil 3:6, 1Kor 15:9). Pengakuan ini juga diperkuat
dengan ulasan Kisah para Rasul turut dalam pembunuhan Stefanus (Kis 7:58, 8:3,
22:20) dan sangat aktif menangkap dan memenjarakan orang Kristen sampai di luar
46 E. G Hormighausen Dan IH Enklaar, Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta, BPK Gunung Mulia,
2008), 6 - 7
47 John Dume, Memahami Perjanjian Baru, (Jakarta, BOK Gunung Mulia, 1996)289
48 Ibid 290
49 “Bidah” Dalam PB Berarti Kelompok Sectarian (Kis 5:17), Yaitu Kelompok Atau Pendapat
Yang Memisahkan Diri (1Kor 11:19, Gal 5:20, 2Ptr 2:1). Dalam Pengertian Sehari-Hari Berarti Ajaran
Sesat.
57
Alasan Paulus sangat membenci Yesus dan parea pengikutnya adalah kerena
Paulus menganggap Yesus telah menghancurkan Taurat dan menganggap semua orang
Kristen sebagai musuh Taurat serta penghujat Allah yang harus di hancurkan dengan
sebagai ancaman terhadap dasar-dasar agama Yahudi yang tidak dapat lagi diampuni.
Bagi Paulus para pengikut jalan Tuhan adalah perusak tradisi Yahudi yang harus di
basmi. Bagi Paulus semua dasar ajaran Kristen adalah kebohongan yang jahat dan
menghina Allah.50 Ia adalah seorang Yahudi yang sangat taat dan yang karena
melakukannya ia berbuat sesuatu yang benar menurut hukum taurat: “Sebab kamu telah
mendengar tentang hidupku dahulu dalam agama Yahudi: tanpa batas aku menganiaya
jemaat Allah dan berusaha membinasakannya. Dan di dalam agama Yahudi aku jauh
lebih maju dari banyak teman yang sebaya dengan aku di antara bangsaku, sebagai
orang yang sangat rajin memelihara adat istiadat nenek moyangku.” (Gal 1:13-14),
tentang pendirian terhadap hukum Taurat aku orang Farisi, tentang kegiatan aku
penganiaya jemaat, tentang kebenaran dalam mentaati hukum Taurat aku tidak
bercacat.” (Flp 3:5-6) Dalam usahanya membasmi pengikut Yesus, Saulus meminta
surat kuasa untuk mengejar dan memenjarakan para pengikut Yesus sampai kekota
Pertobatan Paulus
mana Saulus dengan semangat membela dan mempertahankan Taurat Saulus berangkat
ke Damsyik untuk memenjarakan para pengikut Yesus dari Nazaret yang telah
50 Willian Barclay, Duta Bagi Kristus, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1985), 41
51 Ibid 1149
58
meresahkan dan merusak ajaran tradisi Yahudi yang sangat ia junjung tinggi. Dalam
perjalanan misinya sebagai orang yahudi yang fanatic untuk membatasi gerakan
Ketika kota Damsyik sudah kelihatan, suatu peristiwa yang penting terjadi.
Dalam suatu kilatan cahaya yang membutakan, Saulus melihat dirinya dilucuti dari
seluruh kebanggaan dan keangkuhan, sebagai penganiaya Mesias Allah dan umat-Nya. 53
Melalui peristiwa ini Paulus menjadi percaya kepada Yesus dan masuk menjadi menjadi
orang Kristen. Melalui peristiwa ini Paulus memiliki relasi yang baru dengan Allah.
Menurur Soren Kierkegaard mengatakan bahwa “hubungan sejati manusia dengan Allah
akan membawanya mencapai eksistensinya yang sejati”. 54 Inti pertobatan Paulus adalah
pengakuan terhadap Yesus, Anak Allah yang bangkit dan mulia seperti yang
Damsyik dimaknai sebagai perutusan. Menurut pemikiran Martin Hengel yang di kutip
oleh Leon Morris bagwa Paulus bertobat antara tahun 32 dan 34. 55 Sejak saat itu dia
mulai mewartakan Yesus (Gal 1:17) dengan sangat aktif. Menurut catatan T. Jacobs,
peristiwa pertobatan Paulus adalah hal yang sangat penting bagi Paulus. Peristiwa
pertobatan bagi Paulus sendiri bukanlah suatu evolusi atau perkembangan biasa
melainkan sebuah revolusi. Tidak gampang bagi seorang yang sangat fanatic berubah
arah. Apa yang dilakukannya lebih merupakan sebuah tuntutan dari keyakinan agama
Yahudinya yang fanatic.56 Pertobatan Paulus tidak hanya penting bagi dirinya tetapi bagi
52 Para Rabbi Yahudi Memiliki Dua Alasan Mengapa Mereka Dengan Sangat Aktif Menentang
Pergerakkan Kekristenan Yakni Pertama Penegasan Kristen Bahwa Perjanjian Yang Diberikan Kepada
Musa Telah Digantikan Dengan Keselamatan Oleh Iman Dalam Kristus Dan Bahwa Yesus Adalah Mesias
Dan Putra Allah. Untuk Perluasan Bisa Baca J. Isaac, Has Anti-Semitism Roots In Christianity? New York,
1961.
53 JL Packer, Merrill C Tenney Dan Wiliam White, Ensiklopedi Fakta Alkitab, (Malang, Gandum
Mas, 1995), 1149
54 Ostina Panjaitan, Manusia Sebagai Eksistensi. Menurut Pandangan Soren A. Kierkegaard,
Jakarta: Yayasan Sumber Agung, 1996, 9
55 Leon Morris, Teologi Perjanjian Baru, (Malang, Gandum Mas, 1986), 28
56 T. Yacobs, Paulus Hidup, Karya Dan Teologinya, (Yogyakarta: Kanisius, 1990). 51.
59
sejarah gereja mula – mula, Tenney menjelaskan bahwa Dalam karya Yesus sendiri,
mungkin pertobatan Saulus adalah peristiwa yang terpenting dalam sejarah agama
Kristen, karena bukan saja mnyingkirkan seorang musuh Injil yang katiftetapi juga
ini “self authenticating (membuktikan sendiri akan keasliannya). Tak perlu bukti
tambahan. Pengalaman ini mengatakan bahwa Allah yang benar dikenal hanya bila Ia
kebenaran ditemukan hanya bila manusia menanggapi inisiatif Allah. 58 Sebagai respon
Paulus atas perjumpaannya dengan Yesus. C. Groenen mencatat bahwa sejak peristiwa
pertobatannya, selama tiga tahun Paulus memberitakan Yesus kepada orang-orang non
Yahudi dan tidak menuntut mereka untuk menjadi Yahudi (Gal 1:16). 59 Bahkan
(Roma 11:13). Menurut Kamus besar Bahasa Indonesia kata ”rasul” berarti orang yang
Dalam Kisah Para Rasul ada tiga versi berita mengenai peristiwa yang terjadi
dalam perjalanan ke Damsyik - yang secara populer sering disebut sebagai peristiwa
pertobatan Paulus, yaitu dalam Kisah 9:1-19a, 22:6-16 dan 26:12-18. Membandingkan
ketiga versi cerita tersebut, di temukan tiga perbedaan yang menarik untuk
diperhatikan:61
Mana pun versi yang sebenarnya terjadi merupakan persoalan sekunder. Hal
perjumpaan dengan Yesus yang coba ia aniaya. Peristiwa itu telah menjadi titik balik
61
yang menentukan bagi Paulus. Jika selama ini, sebagai ahli Kitab Suci dan Taurat,
Paulus cenderung menempatkan Allah sebagai objek pikirannya, maka kini melalui
pengalamanya Paulus menyadari bahwa Allah adalah pribadi yang menyatakan diri
melalui pengalaman pribadi. Dengan cara-Nya yang unik, Allah telah menyatakan
Bertolak dari pengalaman yang baru inilah Paulus memiliki relasi yang baru
dengan Allah dalam pribadi Yesus Kristus. Paulus di sadarkan bahwa melalui pribadi
Yesus Kristus, Allah telah mengadakan karya penyelamatan umat manusia. Melalui
menghancurkan para pengikut Yesus ia di ubah oleh Yesus menjadi pemberita injil
yang paling berhasil dalam sejarah gereja mula – mula. Sebelum ke Damaskus, ia
memberikan diri sepenuhnya kepada hukum Taurat, dan setelah peristiwa Damaskus, ia
memberikan sepenuhnya kepada Kristus (Kis 9:1-9, 22:6-16, 26:12-18). Apa yang dulu
ia pikir berharga, kemudian ia anggap rugi (lih. Flp 3:7-8) jika dibandingkan dengan
pengenalan akan Kristus. Kasih Tuhan Yesus mengubah seluruh hidup Rasul Paulus,
dan karena pengalaman dikasihi oleh Tuhan ini, Rasul Paulus dapat mengatakan
ungkapan yang indah ini, yang juga dapat menjadi ungkapan hati semua yang
mengimani Kristus: “namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup,
melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di
dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan
Damsyik. Namun, sebelum perjumpaanya dengan Yesus Paulus telah melihat kegigihan
62 Di Terjemahkan Secara Sederhana Oleh Penulis Dari Tulisan Laur, Gebhard M Heyder A. S.,
Paul Of Tarsus, (Manila: Logos Publication, 1994), 7-8
62
para pengikut Yesus yang ia aniaya agar ereka bersedia menyangkal iman mereka
namun para pengikut Yesus itu tetap tabah dalam penderitaan misalnya saat Paulus
yang masih muda menyaksikan saat Stefanus mati di rajam oleh orang Yahudi. Menurut
Barclay stefanus pernah mberkhotnah di rumah ibadah orang Libertini – anggota rumah
ibadat ini adalah orang – orang datri Kirene, dan dari Alexandria- bersama dengan
beberapa orang Yahudi dari Kilikia dan dari Asia (Kis6:9). 63 Psebagi orang dari Tarsus
tentunya Paulus pernah pernah duduk dalam rumah ibadat itu dan pernah mendengar
menjadi orang Kristen pertama yang mati mempertahankan imanya. Pada saat Stevanus
di hokum mati Paulus hadir di sana dan memaiknan peranan penting dalam
pengikut Yesus yang dengan tulus meminta agar para penganiayanya di ampuni oleh
Allah dan dengan tenang menyerahkan nyawanya kepada Tuhan yang ia sembah dan
layani. Bahkan Agustinus pernah berkata bahwa Paulus menjadi Kristen karena doa
Stefanus ini.64
dengan salah seorang pengikut Yesus yang bernama Ananias. Sekalipun Ananuas
mengetahui bahwa Paulus membenci para pengikut Yesus karena ketaatan Ananias pada
Yesus, Ananiaspun pergi menemuli Paulus, membaptisnya dan berdoa bagi kesembuhan
Paulus serta melalui Ananias Tuhan menyatakan panggilanya pada Paulus untuk
menjadi alat pilihan Tuhan untuk memberitakan nama Tuhan yang akan mengalami
banyak penderitaan (kis 9:10 - 18). Orang yang berusaha ia penjarakan kini
baik pada Paulus membuatnya meresa di terima oleh umat Tuhan di Damsyik. Setelah
63 Willian Barclay, Duta Bagi Kristus, (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 1985), 47
64 Ibid 49
63
ia kembali ke Yesusalem ia menggabungkan diri dengan murid yang lain namun banyak
kepada rasul – rasul (kis 9: 27). Pengalaman penerimaan ini semakin meneguhkan hati
Paulus untuk melayani Tuhan. Bahkan secara mengejutkan Barclay menyatakan bahwa
Paulus pernah melihat Yesus ketika masih di dnunia ini. 65 Pada masa pelayanan Yesus
Paulus sedang belajar di Yerusalem dan adalah hal yang mustahil kalau Paulus tidak
mendengar tentang pelayanan Yesus yang menggemparkan kota Yesrusalem itu. Dalam
2 Krorintis 5:16 ketika Paulus menggarisbawahi pentingnya hal –hal rohani di banding
hal – hal duniawi. Ayat ini mengidikasikan bahwa Pulus mengetahui dan memiliki
Pelayanan Paulus
Paulus adalah pilihan Allah untuk mewartakan kasih karuniaNya kepada semua
orang (Gal 1:15). Suatu yang menakjubkan bahwa seorang Saulus yang tadinya
Kristus. Perjalanan misi Paulus bukanlah sesuatu yang mudah, tetapi dia berani
dan kerelaan Paulus untuk mengambil resiko dalam pelayanannya terletak paada
perubahan ketika berjumpa dengan Yesus. Bavinck menyatalan bahwa: Sejak itu ia
harus menjadi seorang hamba Yesus dan bersaksi tentangsegala yang di lihatnya. Yesus
telah memilihnyadari antara orang Yahudi dan kafir, dan kini Saulus, hamba-Nya itu,
disuruhnya berkhotbah kepada ke dua golongan itu dan membuka mata merekaseperti
matanya yang sudah terbuka itu.66 Selanjutnya menurut Wielenga bahwa Tuhan
65 Ibid, 57
66 J H Bavinck, Sejarah Kerajaan Allah, (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 1996), 730
64
memanggil Paulus secara extra ordinary (Kis 9:15 - 16).67 Dan untuk menjalankan
karya ini, Paulus akan banyak menanggung penderitaan. Tetapi bagi Paulus sendiri
menderita demi Injil merupakan kebanggaan baginya, sebab bagi dia salib Kristus itu
merupakan suatu kebijaksanaan Allah dalam menampakan kasihNya yang besar ( bdk. 1
Kor 2:1-6).
Paulus adalah seorang pelayan Injil yang sangat piawai dan berhasil mencapai
pencapaian yang melampaui dari apa yang dapat dilakukan orang-orang pada jamannya.
Di perkirakan Paulus melayani Tuhan (sebagai rasul) kurang lebih selama dua puluh
tahun.68 Paulus mempunyai beban yang luar biasa kepada orang-orang Yunani (non-
bangsa lain. “Tetapi kata Tuhan kepadaku: Pergilah, sebab Aku akan mengutus engkau
jauh dari sini kepada bangsa-bangsa lain” (Kis. 22:21). “Aku akan mengasingkan
engkau dari bangsa ini dan dari bangsa-bangsa lain. Dan Aku akan mengutus engkau
mengabaikan orang-orang Yaudi. Dalam suratnya ke jemaat Roma dan Galatia, jelas di
sana bahwa ia menaruh juga perhatian kepada bangsanya (Yahudi). Dalam pasal 9-11
kitab Roma, secara luar biasa Paulus menggambarkan akan pergeseran tempat orang
Yahudi dalam kerangka sejarah keselamatan Allah. Meski Israel belum ditinggalkan,
namun ia menekankan ancaman akan eksklusifisme orang Israel dan bagaimana orang-
orang non-Yahudi mendapat kasih karunia Allah yang juga merupakan umat pilihan-
Nya.
67 B Wielenga, Van Jerusalem Naar Rome, (Dell II, J H Kok, Kampen, 1928), 21
68 Simson Jenkins, Peta Alkitab, (Jakarta, Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF,1999), 100
65
untuk bangsa-bangsa non-Yahudi. “Tetapi sewaktu Allah, telah memilih aku sejak
kandungan ibuku dan memanggil aku oleh anugerah-Nya, berkenan menyatakan Anak-
Nya di dalam aku, supaya aku memberitakan Dia di antara bangsa-bangsa bukan
Yahudi” (Gal 1,15-16). Ia sadar bahwa dirinya harus berhadapan dengan orang-orang
yang mempunyai latar belakang – baik religius maupun kultural – berbeda dengan
mengajak mereka merenungkan peristiwa Kristus sebagai pemenuhan janji Allah demi
keselamatan manusia. Karena itu dalam karya misionernya, Paulus selalu mulai dengan
sebagai ‘orang-orang yang takut akan Allah’ (misalnya, di synagoga Antiokhia Pisidia,
hadapan mereka, Paulus tidak mungkin menerapkan refleksi teologis berdasar latar
Kecil untuk mewartakan Injilnya. Perjalanan misi Paulus merupakan sebuah perjalanan
yang panjang. Paulus melakukan perjalanan misinya dengan berjalan kaki atau
terkadang berlayar dengan kapal yang tidak sebagus saat ini. Paulus memulai
pelayananya di Damsyik.69 Dan berlanjut keberbagai tempat lainya di daerah Asia dan
69 Merrill C. Tenney, Survei Perjanjian Baru. (Malang: Gandum Mas. 2003), 307
66
Pada decade pertama dari gerakan Kristen mula – mula, ada tiga tipe usaha misi
yang pertama yaitu: (1) para pengkhotbah keliling yang berpindah – pindah dari
satu tempat ke tempat lain di wilayah Yahudi dan memberitakan pemerintahan
Allah yang segera datang; (2) orang Kristen Yahudi yang berbahasa Yunani
yang melaksanakan misi kepada bangsa - bangsa bukan Yahudi, pertama – tama
dari Yesusalem (sering kali di paksa meninggalkan kota karena penganiayaan)
dan kemudian dari Antiokhia; dan misionaris Kristenyang Yudais yang pergi
kepada jemaat – jemaat Kristen yang sudah ada untuk ‘mengoreksi’ apa yang
mereka anggap sebagai penafsiran injil yang keliru.. 70
Dalam pelayanan misinya Paulis mengggabungkan tipe pertama dan tipe kedua
dari tipe – tipe usaha misi diatas. Ia adalah seorang pengkhotbah keliling yang
yang ia alami tetapi ia tetapi tidak berhenti untuk memberitakan Injil Yesus Kristus
kepada bangsa – bangsa bukan Yahudi khususnya di kota – kota strategis kekaisaran
Dalam kisah Para Rasul, Lukas menulis bahwa Paulus mengadakan tiga misi
pewartaan Injil.72
14:28 Rute yang dijalani Paulus adalah: Antiokhia (Siria) – Seleukia – Salamis –
70 David J Bosch, Transformasi Misi Kristen, Sejarah Teologi Misi Yang Mengubah Dan Berubah
(BPK Gunung Mulia, 1997), 201 - 202
71 Ibid
72 J.I Packer, Merrill C. Pelayanan Rasul Paulus Dan Surat-Surat Rasul Paulus. (Malang,
Gandum Mas, , 1993), 56
67
berangkat melaksanakan misi ini. (Kis 12:24-13:3) Perjalanan misi ini cukup
orang Yahudi yang tidak mau percaya akan pewartaan mereka. Sebelum
melakukan perjalanan misi kedua, Paulus dan Barnabas harus ke Yerusalem (Kis
Yahudi, setiap orang yang percaya kepada Kristus harus menaati hukum Taurat
dan disunat agar memperoleh keselamatan, sementara bagi Paulus mereka harus
titik temu, akhirnya persoalan ini dibawa ke dewan rasuli. Akhirnya, dalam
Ada dua peristiwa besar yang terjadi sesudah perjalanan misi pertama
ini, Paulus menemukan banyak hal yang perlu didiskusikan, khususnya bertalian
erat dengan iman akan Yesus dan perwujudannya dalam kebudayaan tertentu.
Kebanyakan pemikir setuju bahwa pertemuan penting antara Paulus dan jemaat
di Yerusalem terjadi di antara tahun 48-50,73 yang dijelaskan dalam Kis. 15:2
dan biasanya dilihat sebagai peristiwa yang sama dengan yang disebutkan oleh
73 Paul, St" Cross, F. L., (Ed.) The Oxford Dictionary Of The Christian Church, New York: Oxford
University Press, 2005. 113
68
Paulus dalam Galatia 2:1.74vPertanyaan kunci yang diajukan adalah apakah non-
Yahudi yang bertobat perlu disunat (bdk. Kisah Para Rasul 15:2, Galatia 2:1).
Pada pertemuan ini, Petrus, Yakobus (saudara Yesus Kristus), dan Yohanes
Yahudi).75 Di dalam Surat Galatia, yang merupakan sumber utama dari insiden
seorang Yahudi, hidup secara kafir dan bukan secara Yahudi, bagaimanakah
engkau dapat memaksa saudara-saudara yang tidak bersunat untuk hidup secara
Hasil akhir dari insiden tersebut masih belum jelas. The Catholic Encyclopedia
bahwa Petrus melihat kebenaran dari teguran itu." 77 Setelah kejadian itu Paulus
74 Ibid. 114
75 New Catholic Encyclopedia: Judaizers, Lihat Bagian Judul: "The Incident At Antioch",
Washington: The Chatolic University Of America, 2003, Hal. 918.
76 Ibid.
77 Ibid.
69
rute sebagai berikut: Antiokhia - Siria - Kilikia - Derbe - Listra - Frigia - Galatia
Antiokhia.
pada awal kehidupan jemaat perbedaan pikiran, perasaan dan mungkin juga
naluri, ikut menentukan suatu karya misi. walaupun mereka konflik dan
Siprus, dan Paulus membawa Silas mengelilingi Siria dan Kilikia (Kis 15:41).
Mereka mengambil jalur yang berbeda. Dalam perjalanan misi ini, Paulus
Pewartaan pada misi kedua ini berjalan dengan baik, banyak orang yang
percaya dan dibabtis, tetapi mereka juga banyak mengalami tantangan dan derita
yang tak kalah hebatnya. Misalnya di Filipi banyak orang non-Yahudi yang
percaya dan dibabtis, termasuk Lidia, seorang pedagang Kain yang cukup
Kristen. Di kota ini juga Paulus dan Silas dikejar-kejar karena membebaskan roh
penghasilan. Hal ini berbuntut pada penangkapan dan pemenjaraan Paulus dan
membabtis kepala penjara. Begitu juga dengan kota-kota lain seperti Tesalonika,
mereka juga dikejar-kejar oleh orang Yahudi yang tidak senang dengan
pewartaan Paulus.
Ptolomais – Kaisarea.
ada yang melarang Paulus untuk pergi karena hidupnya terancam, tetapi Paulus
tetap ingin pergi. Paulus berangkat dari Antiokia dan pergi lagi ke Asia kecil,
melawan Paulus. (Kis 19:23-41). Di Efesus Paulus tinggal cukup lama. Dan dari
Paulus singgah di Troas. Dari sana Ia ke Miletus dan dia mengumpulkan tua-tua
jemaat untuk memberikan pesan perpisahan kepada mereka yang intinya supaya
71
mereka menjadi gembala yang baik dan menjaga kawanan yang ada pada
Paulus sebagai seorang pengkhianat yang menentang bangsa Israel, Taurat dan
Bait Allah. Hal ini berujung pada penangkapan Paulus dan mereka mau
penjara Kaisarea. (lihat Kis 23 dan 24). Karena mengalami pengadilan tidak
adil, Paulus naik banding ke Roma. Lalu pergilah ia ke Roma dan setelah
melalui perjalanan yang panjang dan berbahaya, tibalah Paulus di Roma. Di kota
ini dia ditahan dalam tahanan rumah, tetapi walaupun demikian ia tetap
melakukan pemberitaan Injil. Irenaeus, bapa gereja pada abad ke-2, mencatat
bahwa Petrus dan Paulus adalah tokoh-tokoh utama gereja di Roma dan mereka
telah menunjuk Linus sebagai uskup gereja Roma, meneruskan tugas mereka. 78
Akhirnya di kota ini, Paulus diadili dan wafat sebagai martir. Cerita perjalanan
Perjalanan misi Paulus tidak bisa dilepaskan dari tantangan dan penderitaan.
Banyak pengorbanan Paulus dalam mewartakan Injil. Kepada jemaat di Korintus dia
mengatakan: “Apakah mereka pelayan Kristus? -- aku berkata seperti orang gila -- aku
lebih lagi! Aku lebih banyak berjerih lelah; lebih sering di dalam penjara; didera di luar
78 Ireneus Against Heresies 3.3.2: The "...Gereja Didirikan Dan Diorganisasi Di Roma Oleh 2
Orang Rasul Yang Paling Agung, Petrus Dan Paulus; Juga Dengan Iman Yang Diajarkan Kepada Orang-
Orang, Telah Diturunkan Kepada Zaman Kita Melalui Pergantian Uskup-Uskup... Para Rasul Yang
Diberkati, Kemudian, Setelah Mendirikan Dan Membesarkan Gereja, Menyerahkan Kepada Linus,
Jabatan Keuskupan (Episkopat)". Tersedia Di Www.Wikipedia.Org//Paulus//, Di Akses Tanggal 1 Maret
2015
72
batas; kerap kali dalam bahaya maut. Lima kali aku disesah orang Yahudi, setiap kali
empat puluh kurang satu pukulan, tiga kali aku didera, satu kali aku dilempari dengan
batu, tiga kali mengalami karam kapal, sehari semalam aku terkatung-katung di tengah
laut. Dalam perjalananku aku sering diancam bahaya banjir dan bahaya penyamun,
bahaya dari pihak orang-orang Yahudi dan dari pihak orang-orang bukan Yahudi;
bahaya di kota, bahaya di padang gurun, bahaya di tengah laut, dan bahaya dari pihak
Perjalanan misi Paulus tidak mudah. Barclay mentebutkan bahwa kalau kita
ternyata jaraknya mencapai kira – kira 9000 km.80 Sungguh merupakan perjalanan yang
sangat panjang apa lagi di tempuh dengan menggunakan sarana transportasi yang
terbatas bahkan sampai harus nberjalan kaki. Dalam perjalanan pelayanannya tantangan
datang dari orang Yahudi sendiri yang tidak percaya dan iri hati dengan pewartaan
Paulus. Paulus juga menghadapi tantangan di tempat misi terutama dari pemimpin dan
penduduk lokal. Paulus banyak berhadapan dengan kuasa kegelapan misalnya dalam
Kis 16:13-18. Tak jarang Paulus dianggap sebagai saingan (Flp 1:15). Dia juga menjadi
korban iri hati. Jadi, dalam mewartakan Kristus itu tidaklah mudah halmini sesuai
dengan perkataan Tuhan Yesus saat menyatakan panggilan-Nya pada Paulus melalui
diperoleh di dalam nama dan melalui karya penebusan Kristus Yesus (Kis 4:12; 1 Petr
2:24). Bagi Paulus, sebesar apapun harganya, ia rela membayarnya, agar Injil
diberitakan dan orang berdosa diselamatkan. Untuk tujuan penyelamatan inilah Paulus
sadar betul bahwa itu adalah panggilan Tuhan baginya yang harus ti taati. Paulus
memberitakan injil bukan untuk maksud kepentingan dirinya tetapi bersumber dari
kesadaranya akan tanggungjawabnya sebagai hamba Tuhan. Injil adalah lebih penting
daripada kehidupan pemberita Injil itu sendiri. Tidak heran dalam sejarah misi dunia,
Allah dalam kedaulatan-Nya membiarkan para pemberita Injil mati syahid, tetapi Ia
tidak pernah membiarkan Injil-Nya tidak diberitakan.
lebih serius daripada hukuman tertentu yang kita takutkan jika tidak
memberitakan Injil.81
Paulus menyadari betul bahwa ada ancaman hukuman Allah yang sangat serius
ditujukan kepada dirinya jika tidak memberitakan Injil. Itulah sebabnya Paulus
berkata,”Celakalah aku jika tidak memberitakan Injil”? Karena ia menyadari bahwa
tugas itu adalah kehendak Allah yang harus di kerjakan di mana perintah untuk
memberitakan Injil diterimanya pada saat terjadinya perjumpaan pribadinya dengan
Kristus (Kis 9:3-6, 15). Sejak saat itu ia selalu setia, taat, dan rela memberitakan Injil
dan menderita demi Kristus. Selain itu, ia juga merasa berhutang (Injil) kepada orang
Yunani dan non-Yunani, itu sebabnya ia memberitakan Injil di Roma (Rom 1:14). Jadi
penginjilan adalah suatu kewajiban yang mesti dilakukan dan ibarat hutang yang harus
dibayar. Jika tidak, maka ada ancaman konsekuensi hukuman Allah. Ketika Paulus
berbicara tentang kewajiban memberitakan Injil, yang ia sadari adalah adanya
penghakiman terakhir atas setiap aspek hidupnya (1 Kor 3:13 - 15; 2 Kor 5:9-10). Pada
waktu itu setiap orang percaya harus mempertanggungjawabkan semua perbuatannya,
termasuk kesetiaan dalam menginjili. Istilah yang Paulus gunakan untuk melukiskan
penghakiman tersebut.
Ketiga, Injil harus di beritakan dengan mulut dan ditunjukkan dengan perbuatan
baik
Merujuk pada penafiran dalam pembahasan sebelumnya kata mengkhotbahkan
Injil itu berhubungan erat dengan penyampaian Injil secara verbal. Darrell W. Robinson
menyatakan salah satu cara untuk mengadakan terobosan adalah dengan proklamasi
publik. Ini adalah pemberitaan Injil dan pengajaran di muka umum. Tujuannya adalah
memanggil orang-orang yang tersesat agar segera bertobat, menerima Kristus, dan
mengikut Dia.82 Di saat banyak orang Kristen hanya menekankan perbuatan baik
sebagai media kesaksia sebagai orang Kristen di tengah lingkungan. Tetapi enggan
untuk memberitakan siapa Yesus menurut rasul Paulus adalah hal yang tidak tepat. Bagi
Paulus injil harus di komunikasikan atau di beritakan kepada semua orang agar mereka
mengenal siapa Yesus dan meresponinya dengan datang pada Yesus. Namu, di saat
yang sama pemberita injil haruslah seorang yang dapat menjaga pola hidup yang benar
penjara ia tidak berhenti untuk memberitakan Injil dan menghasilkan buah jiwa – jiwa
bagi Tuhan. Melalui pelayanan misi Paulus pengaruh gereja mula – mula berkembang
dengan penambahan jiwa – jiwa bagu dari bangsa – bangsa non Yahudi dan mengalami
perluasan secara geografis. Perluasan ini sesuai dengan apa yang di kehendaki oleh
Yesus saat memberikan perintah Agung yaitu untuk menjadikan semua bangsa murid
Yesus (Mat 28:18 - 20).
Jika seorang menyatakan bahwa ia telah di selamatkan da nada di dalam Kristus
maka ia harus menghasilkan buah bagi Kristus. Inilah yang menjadi alasan Paulus
mendorong gereja yang di rintis olehnya untuk terlibat secara nyata bdalam pelayanan
misi, mulai dari mengambil beban untuk berdoa bagi pelayanan misi yang di kerjakan
Paulus, terlibat memberi dukungan tenaga dan dana untuk menopang pelayanan misi
Paulus dan meliubatkan gereja yang ia rintis untuk menjangkau daerah di sekitar
mereka dengan Injil Yesus Kristu.
Strategi Misi Paulus
Dalam sepanjang pelayanan misi dan penginjilan yang di lakukan oleh rasul
Paulus ke berbagai daerahPaulus menerapkan strategi misi dengan menggunakan
berbagai pola pendekatan sebagai berikut:
Pertama mengikuti tuntunan Roh Kudus
Berbicara tentang pola pendekatan Paulus dalam pelayanan misi yang di
lakukannya hal yang paling pertama ia lakukan adalah mengikuti tuntunan Roh Kudus.
David Bosch menyatakan bahwa “Roh Kudus adalah karunia pertama Allah kepada kita
(Roma 8:23)”.85 Roh Kudus adalah Roh yang dinamis. Daya gerak Roh Kudus
merupakan dynamo yang mendorong dan memberi kuasa kepada Paulus untuk
menjangkau bangsa-bangsa. Paulus menyerahkan perjalanan misionernya di tangan
Allah. Sekalipun perjalanannya direncanakan, ia sadar akan karya Roh Kudus yang
memimpin dirinya (Kis 16,9), sekalipun hal ini membuatnya dianiaya. Dan Roh Kudus
itu pulalah yang menjadi pendorong perjalanannya beberapa kali. Roh Kudus
mendorongnya untuk berangkat ke Antiokia (Kis 13,50-51), Ikonium (Kis 14,5-5),
Listra (Kis 14,19-20), Filipi (Kis 16, 19-40), Tesalonika (Kis 17, 5-9), Berea (Kis
17,13-14), dan Efesus (Kis 21,1).
85 David J Bosch, Transformasi Misi Kristen Sejarah Teologi Misi Yang Mengubah Dan Berubah,
(Jakarta: Gunung Mulia, 1997), 603
78
Komunikasi di sinagoge
Menurut Trias Kuncahyo sinagoga adalah “Suatu rumah ibadah yang
mempertemukan khalayak dengan para pemimpin agama mereka” 86 Setibanya di
satu kota, hal pertama yang Rasul Paulus lakukan adalah pergi ke sinagoga
setempat pada hari Sabat, dan turut ambil bagian dalam kebaktian hari itu.
Sebagai seorang asing, ia akan diminta oleh pejabat keagamaan setempat untuk
memberi tafsirannya tentang Taurat. Ini merupakan kesempatan untuk menarik
perhatian para pendengar dan mewartakan Kristus yang Bangkit. Dari sudut
pandang strategis ini orang-orang bukan Yahudi menerima Allah Israel; “umat
yang takut pada Allah” adalah target utama dari pewartaannya kepada bangsa
bukan Yahudi atau kaum kafir. Dengan mewartakan Injil dalam sinagoga,
orang-orang inilah yang Paulus inginkan. Pergi ke sinagoga merupakan hal yang
tetap dilakukan dalam seluruh hidup Paulus. Bahkan pada akhir hidupnya ketika
ia tiba di Roma, Paulus mengundang orang-orang Yahudi di kota itu untuk
mendengarkan apa yang ia hendak wartakan (Kis 28).
Komunikasi dari hati ke hati
Komunikasidari hati ke hatii adalah komunikasi yang terjadi di antara
dua orang, di mana ke dua orang yang terlibat pembicaraan saling mengenal,
berhubungan, dan saling mempengaruhi. Dalam Kisah Para Rasul kita dapat
melihat bagaimana Paulus mengkomunikasikan Injil lewat Dialog secara hati ke
hati seperti yang dilakukannya kepada kepala penjara di Filipi (Kis 16:19-40),
juga halnya bagaimana Paulus dapat memenangkan Onesimus budak Filemon
86 Trias Kuncahyo, Jerusalem 33 Imperium Romanum, Kota Para Nabi, Dan Tragedi Di Tanah
Suci (Jakarta: Gramedia, 2011), 202
79
yang melarikan diri dan bertemu dengan Paulus. Kesempatan itu Ia gunakan
untuk mengkomunikasikan Injil Yesus kepada Onesimus sehingga Paulus dapat
memberi kesaksian kepada Filemon bahwa Onesimus sekarang telah menjadi
pribadi yang baru didalam Yesus. Melalui komunikasi antar pribadi Paulus
dengan kuasa injil menyentuh manusia secara utuh. Menurut pendapat D.W.
Ellis dalam bukunya metode penginjilan mengatakan bahwa “Unsur kepribadian
antara lain adalah akal atau kecerdasan, parasaan, kemauan” 87 Paulus dalam
menyapaikan Injil selalu menggunakan hal – hal yang mudah di pahami oleh
pendengarnya. Komunikasi antar pribadi ini dilakukan Paulus tidak hanya secara
langsung (tatap muka) tetapi juga lewat surat-surat kepada pribadi-pribadi,
seperti surat kepada; Titus, Filemon, Timotius.
Komunikasi melalui kuliah
Menurut Kisah Para Rasul 19:9, Paulus mengajar setiap hari di ruang
kuliah Tiranus ketika ia memberitakan Injil di Korintus. Karena pada saat itu
Paulus tidak diperbolehkan untuk mengajar di Sinagoge maka Paulus mengubah
tempatnya ke ruang kuliah Tiranus. Paulus harus bekerja pada waktu pagi dan
sore, membangun tenda dan mengajar ditengah-tengah waktu itu. Hal ini
memperlihatkan kesungguhan Paulus untuk mengajar dan kesungguhan orang
kristen untuk belajar.
Ketika Paulus mengajar dan memberitakan Injil kepada orang-orang di
Korintus melalui kontak secara langsung di ruang kuliah, ini merupakan hal
yang sangat efektif karena Paulus bisa bertemu dengan mereka secara langsung.
Menurut Eckhard J Schnabel mengatakan bahwa “Paulus mengajar dari jam
sepuluh pagi sampai jam empat sore”88
Palulus memaki ruang kuliah untuk melatih orang percaya agar
menjangkau Asia bagi Kristus dan melalui pelatihan di ruang kuliah Tiranus
Asia di menangkan untuk Tuhan.
Komunikasi dengan semua kalangan masyarakat
Paulus berbicara kepada setiap kelompok masyarakat. Walaupun warga
Korintus berasal dari masyarakat dengan kondisi sosial sangat sederhana, dan
87 D.W. Ellis, Metode Penginjilan (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF YKBK, 1993),
127
88 Eckhard J. Schnabel, Rasul Paulus Sang Misionaris, (Yogyakarta: ANDI Offset, 2010), 328
80
89 Merrill C. Tenney, Survei Perjanjian Baru . (Malang: Gandum Mas. 2010), 318-319.
90 Martin Harun, “Melintasi Batas-Batas Agama Dan Kebudayaan”, Makalah Seminar Di
Pringen, Yogyakarta, 2 Juli 2000), 14. Tersedia Di
Http://Www.Marin_Harun.Org/Lintas_Batas=Id&X=21&Y=21 Di Akses Tanggal 12 Maret 2015
82
95 JL Packer.Merrill C.Tenney.William White Jr, Dunia Perjanjia Baru, (Malang: Gandum Mas,
1993) 214 – 218.
96 David J Bosch, Transformasi Misi Kristen Sejarah Teologi Misi Yang Mengubah Dan Berubah,
(Jakarta: Gunung Mulia, 1997), 631
84
yang mulai melemah karena tekanan, aniaya dan ancaman tetap kuat berdiri tegak
dalam iman kepada Tuhan Yesus Kristus.
Keempat membangkitkan pemimpin local
Dalam setiap perjalananya merintis jemaat di berbagai kota secepatnya Paulus
membangkitkan pemimpin-pemimpin lokal. Ia dengan cepat mempersiapkan
kepemimpinan gereja. Ia tidak pernah lama tinggal di suatu jemaat (paling lama di
Efesus, 3 tahun), ia harus segera menjangkau yang lain. Namun, misi tidak akan
mencapai sasaran bila ia tidak membangkitkan pemimpin yang memegang kendali atas
kelangsungan gereja Tuhan. Paulus menganggap bahwa tugas gereja adalah
memberitakan Injil kepada semua manusia dan menyatukan semua yang percaya
kedalam kehidupan komunitas gereja97 lalu kemudian gereja itu sebagai komunitas yang
menjangkau jiwa di sekitarnya dengan memberitakan Injil
Paulus mengenali orang-orang potensial di jemaat itu, dan mengangkat mereka
menjadi penatua-penatua yang akan menjadi gembala-gembala bagi jemaat tersebut. Ia
bahkan dari jarak jauh terus memantau dan mengirimi surat-surat kepada mereka untuk
menguatkan mereka serta menjawab pertanyaan-pertanyaan teologis serta isu krusial
yang ada di jemaat-jemaat tersebut. Ia menjadi mentor dan bapa bagi semua jemaat ini.
Motivasi Misi Rasul Paulus
Menurut Kamus Praktis Bahasa Indonesia, misi adalah “tugas yang dianggap
sebagai kewajiban untuk melakukannya demi agama, ideologi atau patriotisme” 98
Paulus adalah seorang yang sangat antusias dalam mengerjakan misi dan penginjilan.
Kegigihanya untuk menyebarkan kabar baik tentang Yesus Kristus terlihat dari
kerelaanya menderita dan kerja kerasnya untuk membiayai perjalanan misinya. Paulus
adalah seorang yang gigih dalam pelayananya ia tidak dapat di hentikan oleh apapun
baik penderitaan, penjara dan ancaman di bunuh oleh para penentang Injil Yesus yang ia
beritakan. Berikut beberapa pola pikir atau konsep yang melatar belakangi keterlibatan
Paulus sang mantan menentang jalan Tuhan yang dengan semangat yang besar
mengabdikan hidupnya untuk pelayanan misi dan penginjilan.
Pertama, Menyadari Panggilanya Sebagai Pemberita Injil
97 John R.W.Stott, Johannes Verkuyl, Dkk, Misi Menurut Persfektif Alkitab, ( Jakarta:
Komunikasi Bina Kasih, 2007), 147
98 Pieter Levianus Hehahia Dan Sujanto Farlin, Kamus Praktis Bahasa Indonesia (Tangerang:
Scientific Press, 2008), 288
85
Allah telah mengutusnya kepada bangsa – bangsa untuk membuka mata mereka supaya
berbalik dari kegelapan kepada terang, dari kuasa iblis kepada kuasa Allah (kis 26:18).
Kesadaran akan panggilan dari Allah ini memberikan daya dorong yang besar pada
Paulus untuk melangkahkan kaki mengunjungi bkota – kota dan pedalaman –
pedalaman Asia dan Eropa untuk memberitakan injil Yesus Kristus. Bahkan kata Paulus
di depan raja Agripa bahwa kepada penglihatan yang dari Surga itu tidak pernak ia tidak
taat (kis 26:19).
Kedua, Sebagai Respon Syukur Atas Anugrah Allah Yang Menyelamatkanya
Setelah bertemu dengan Tuhan secara ajaib dalam perjalanan ke Damsyik,
Paulus mengalami perubahan total ddalam pandangan hidup, minat, dan cita-citanya.
Paulus sangat mengasihi Tuhan dan mau melakukan apa saja untuk menyenangkan hati
Tuhan (band. Flp. 1:20-22). Paulus sadar betul bahwa kalau ia bisa mendapatkan
kehormatan untuk melayani Allah yang dulu ia coba lawan dengan menganiaya para
pengikutnya hal itu semata – mata karena kasih dan kebaikan Allah bagi diri Paulus dan
sebagai respon syukurnya Paulus dengan rela mengabdikan dirinya pada panggilan
Allah untuk memberitakan injil.
Karena kasihnya kepada Tuhan, maka secara otomatis palayanannya dikerjakan
senantiasa dengan sepenuh hati. Ia tidak asal-asalan bekerja, ia berusaha memanfaatkan
setiap detik yang ia miliki dengan efisien. Paulus juga tidak hanya berbicara, namun ia
juga mempraktikkan apa yang ia katakan. Ketika Paulus mendapat penglihatan untuk
melayani di Makedonia, ia tidak menunda-nunda (Kis. 16:9-12). Ia segera berlayar ke
kota pertama di bagian Makedonia, yaitu Filipi dan memenangkan Lidia, penjual kain
ungu dan seluruh anggota keluarganya, juga kepala penjara Filipi dan keluarganya.
Mereka inilah cikal bakal jemaat di Eropa yang pertama.
Ketiga, Semua Orang Memerlukan Keselamatan Yang Hanya Ada Dalam Yesus
Paulus memandang Yesus sebagai penyelamat bagi semua orang. Itulah
sebabnya konsep tentang “sama sederajat” menjadi cirri khas dari teologi Paulus yang
nyata dalam surat-suratnya. Kepada jemaat di Roma dia menegaskan “Tidak ada
perbedaan antara orang Yahudi dan orang Yunani. Tuhan yang sama adalah Tuhan
semua orang. Ia memberikan kekayaanNya kepada semua orang yang berseru
kepadaNya” (Rom 10:12). Kepada jemaat di Galatia dia berkata “Tidak orang yahudi
atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau
perempuan. Karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus” (Gal 3:28). Untuk
87
jemaat di Kolose Paulus meyakinkan mereka dengan berkata “Sejak sekarang tiada lagi
orang Yahudi atau orang Yunani, orang bersunat atau orang tak bersunat, orang Barbar
atau orang Skit, budak atau orang merdeka, tetapi Kristus adalah semua, Kristus di
dalam segala sesuatu” (Kol 3:11). Di mata Paulus semua orang adalah sama, semuanya
membutuhkan keselamatan yang hanya tersedia dalam relasi dengan Yesus. Hal ini di
tegaskan oleh C.R Stam denga menyatakan bahwa Yahudi dan bukan Yahudi memiliki
kedudukan yang sama di hadapan Allah.103bahkan Paulus mengilustrasikan semua orang
percaya sebagai tubuh Kristus. Sejalan dengan pandangan Paulus ini Donald Guthrie
menyatakan bahwa gagaran mengenai tubuh Kristus ini menunjukkan betapa eratnya
ikatan yang mempersatukan semua orang percaya.104 Senada dengan Guthrie Paul Enns
juga menyatakan bahwa ilustrasi tubuh juga menekankan kesatuan dari semua orang
percaya pada zaman gerejamula – mula.105
Berbeda dengan orang lain pada jamanya Paulus bukanlah seorang yang rasial
walaupun ia berasal dari bangsa pilihan Allah Israel. Antara budaya Yahudi dan budaya
Yunani terjadi hubungan yangbsaling mempengaruhi. Dalam keseharian hidup di zaman
Paulus, Yunani memiliki pengaruh yang sangat luas terhadap wilayah Israel, tanah
Palestina. Sementara itu orang Yahudi banyak memeroleh pengaruh Yunani atas
kehidupan mereka termasuk bahasa Yunani Koine.106 Walaupun ada saling pengaruh,
orang Yunani memiliki prasangka terhadap orang atau bangsa di luar Yunani sebagai
barbar107 atau bisa dikata sebagai orang yang tidak berbudaya.
Kota-kota Yunani yang ramai, makmur dan terkenal lalu juga menimbulkan
permasalahan tersendiri. Banyak yang hidup dalam kemewahan, pesta pora, pendewaan
terhadap seks dan penyembahan berhala. Selain itu, ekonomi mereka juga ditopang oleh
kehadiran pekerja murah dan budak-budak. Di sinilah kejeniusan Paulus dalam
melaksanakan tu gas pewartaannya. Paulus melihat ada ketimpangan dan ketidakadilan.
103 C.R Stam, Things That Difer, (Cichago, Berean Bible Society, 1985), 64
104 Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru, (Jakarta, BPK GUNUNG MULI, 1996), 71
105 Paul Enns, The Moody Handbook Of The Teology, (Malang, SAAT, 2003), 434.
106 Bahasa Yunani Koinê Berarti Bahasa Yunani Umum, Atau Yunani Popular Untuk
Membedakannya Dengan Bahasa Yunani Klasik. Bahasa Ini Menjadi Bahasa Pergaulan Di Timur Dekat
Bdk. Entri “Bahasa Perjanjian Baru” Dan “Yunani” Dalam: Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jakarta: Yayasan
Komunikasi Bina Kasih/OMF, 2004, Hal. 126, 637.
107 Sebutan “Barbar” Dari Kata Yunani “Barbaroi” (Orang-Orang Barbar). Kata “Berbaros”
Berasal Dari Bahasa Anak-Anak. Seorang Bayi Yang Baru Belajar Berbicara, Terpatah-Patah Dalam
Berbicara Dan Mengatakan Hal-Hal Yang Tak Berarti Seperti “Bah-Bah”. Bahasa Orang Asing Bagi Orang
Yunani Terdengar Seperti Itu, Suatu Fakta Yang Lucu Bagi Orang Yunani Asli. Barbarous Karenanya
Berarti ‘Pembicara Terpatah-Patah’. Bdk. John Wijngaards, Yesus Sang Pembebas, Terj. A.
Widyamartaya, Yogkarta: Kanisius, 1994, Hal. 79.
88
Ada pola dan perilaku hidup yang sia-sia. Ia menyadari dengan sungguh siapa yang
menjadi tujuan pewartaannya. Sekat-sekat social yang terbangun selama ini di
robohkan oleh Paulus dengan meperkenalkan Yesus Kristus sang Mesia yang mengasihi
semua manusia tanpa memandang muka dan memberikan dirin-Nya sebagai tebusan
bagi semua orang untuk menyelamatkan mereka dari perbudakan dosa. Di dalam Yesus
tidak adalagi perbedaan. Semua orang yang menerima Yesus sebagai satu-satunya
penyelamat akan menikmati hidup yang bebas dari diskriminasi. Sebuah konsep yang
mematahkan segala batas pemisah yang fana.
Keempat. Perasaan Berhutang Karena Injil
Allah yang berdaulat berkarya secara aktif untuk menyelamatkan umat manusia
tatkala Allah menyelamatkan maka buktinya ialah ada yang percaya, bertobat dan
menerima Yesus sebagai juru selamat. 108 Allah adalah poemberita kabar baik yang
pertama kepada manusia yang telah jatuh kedalam dosa. 109 Namun Allah yang
berdaulat tidak bertindak sendiri, Ia memanggil orang – orang yang telah menikmati
keselamatan dalam Yesus untuk terlibat melaksanakan kehendak-Nya (1 petrus 3: 9 -
10). Hal ini di sadari betul oleh rasul Paulus saat berkata, "Aku berhutang, baik kepada
orang Yunani maupun kepada orang bukan Yunani, baik kepada orang terpelajar
maupun kepada orang tidak terpelajar. Itulah sebabnya aku ingin untuk memberitakan
Injil kepada kamu juga yang diam di Roma" (Roma 1:14-15). Dalam dunia ini ada dua
macam hutang, yang pertama karena seseorang meminjam uang. Yang kedua kalau
sesuatu dititipkan kepada seseorang untuk diteruskan kepada orang lain, jadi selama ia
belum meneruskan titipan ini, ia berhutang. Paulus berhutang karena Injil dititipkan
kepadanya supaya diberikan kepada mereka yang belum pernah menerima berita
tentang Yesus Kristus sang penyelamat, Setiap orang percaya juga berhutang terhadap
semua orang lain yang belum menerima Yesus sebagai Juru Selamat pribadi.
108 Ibid, 41
109 M. David Sills, Panggilan Misi, ( Surabaya: Momentum, 2011), 45
89
BAB III
CARA PENERAPAN
Kontekstualisasi tidak terbatas hanya kepada tataran konsep atau teori semata.
Kontekstualisasi yang benar dan Alkitabiah ialah kontekstualisasi yang dibangun di atas
konsep dan teori yang benar. Tetapi juga harus aplikatif atau dapat diterapkan atau dapat
kontekstualisasi yang dikutip oleh Budiman R. L., dalam buku Pelayanan Lintas
Budaya dan Kontekstualisasi, mengatakan: “Banyak gereja di Asia mengikuti suatu pola
yang sebenarnya merupakan pola Barat … orang-orang Kristen Indonesia telah begitu
terbiasa dengan pola-pola kebaktian yang diimpornya … dalam keadaan demikian, pola
tata kebaktian itu menjadi asing bagi masyarakat sekitarnya dan hal itu bisa
pemberitaan Injil (kerygma) dapat menerobos masyarakat seluruhnya”. 110 Di sini Petrus
Octavianus memotivasi gereja-gereja di Asia agar jangan hanya mengadopsi model tata
ibadah yang dilakukan oleh misionaris-misionaris dari Eropa atau Barat, tetapi juga
berupaya untuk menggali model tata ibadah yang kontekstual atau yang cocok dengan
110 Budiman R. L., Pelayanan Lintas Budaya dan Kontekstualisasi, hlm. 41.
90
budaya Asia. Artinya di Asia pun ada cara yang tepat dalam menatalayani ibadah bagi
orang Asia sendiri yang pasti relevan dengan konteks hidup dan budaya manusia Asia.
Oleh karena itu, pemimpin gereja atau para teolog atau para misionari yang melayani di
Asia harus berupaya keras menemukan cara akurat dalam upaya pemberitaan Injil bagi
orang Asia, supaya Injil itu tidak menjadi asing atau tidak diterima atau tidak dikenal
oleh orang Asia atau menjadi kabur upaya kerygma bagi orang Asia.
pemahaman terhadap budaya dan manusia dalam konteks budaya tersebut serta usaha
pendekatan Injil dalam mekanisme budaya pada setiap konteks.” 111 Di sini, Yakob
Tomatala melihat bahwa kontekstualisasi merupakan suatu proses yang holistik dan
terintegrasi berbasiskan Alkitab. Tidak hanya pada upaya kognitif saja atau pada tataran
pengetahuan manusiawi saja. Kontekstualisasi harus merupakan suatu proses dan upaya
yang memadukan dan menyatukan pola trialektika, yaitu Alkitab, budaya manusia
budaya dan bekerja melalui budaya. Alkitab selalu memberi batas yang tegas antara
Allah, Sang Pencipta, dengan manusia sebagai makhluk, dan alam ciptaan-Nya. Allah
Alkitab adalah Allah yang mahatinggi, namun juga menaruh perhatian pada manusia
dan seluruh ciptaan-Nya. Itulah sebabnya, Alkitab juga melukiskan Allah yang
menyatakan diri ke dalam dan melalui budaya manusia”. 112 Supremasi Allah adalah
segala-galanya atas budaya. Dalam kuasa dan kedaulatan-Nya, Allah berkarya, menaruh
111 Yakob Tomatala, Teologi Kontekstualisasi (Suatu Pengantar), Malang: Gandum Mas, hlm.
73.
112 Ibid.
91
Yesus menyatakan dalam Yohanes 20:21b “Seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga
sekarang Aku mengutus kamu”. Pernyataan ini membuktikan bahwa Tuhan Yesus
adalah seorang Misionaris yang Misioner (Utusan yang mengutus). Pernyataan itu juga
memberikan teladan bahwa Tuhan Yesus menginginkan tugas pemberitaan Injil terus
Injil. Pemimpin dalam lingkup gerejawi bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan
dalam gereja tersebut. Sebagai Pemimpin jemaat, seorang Pendeta mempunyai tugas
seluruh Jemaat) untuk menjalankan visi pemberitaan Injil disamping tugas-tugas yang
lain. Young G. Chai menulis dalam bukunya Jemaat Rumah; Penggembalaan Bersama
bukan berarti Pendeta harus menjadi orang yang mengedarkan traktat penginjilan
kepada semua orang. Bukan berarti dia juga harus mendorong orang-orang supaya
datang ke gereja dengan cara kunjungan ke setiap rumah. Memang hal seperti ini bisa
menjadi pernyataan bahwa dia mempunyai semangat penginjilan. Tetapi bukan hanya
Apa yang dinyatakan Chai pada kutipan di atas menunjukkan bahwa pemimpin
jemaat tidak secara langsung menangani semua kegiatan pemberitaan Injil tetapi
113 Young G. Chai, Jemaat Rumah: Penggembalaan Bersama dengan Orang Awam, Jakarta:
Gloria Cipta Grafika, 2005, hlm. 150.
92
terus menerus”.114 Hal ini menunjukkan bahwa seorang Pemimpin disamping sebagai
seorang pemberita Injil juga menggerakkan orang lain untuk melakukannya sehingga
ini tentu dibangun di atas fondasi teologi kontekstualisasi yang Alkitabiah. Di sisi lain,
ada proses penafsiran holistik tentang esensi suatu pengajaran tertentu. Yakob Tomatala
model penafsiran tentang berteologi dalam konteks yang didasarkan atas prinsip
usaha berteologi dalam konteks yang pernah dibuat. Di samping itu, model-model
tersebut menolong kita mengadakan evaluasi tentang sejauh mana suatu pendekatan
teologi kontekstualisasi yang alkitabiah dapat dibuat. Ini juga akan menghindarkan kita
yang dilakukan dalam sikap, kelakuan, dan pendekatan praktis dalam tugas misionaris
baik secara teologi maupun secara ilmiah. Obyek akomodasi adalah kehidupan budaya
yang menyeluruh dari suatu bangsa baik dari segi fisik, sosial, maupun ideal”. 116 Di sini
dapat dilihat bahwa secara holistik keberhasilan model akomodasi ini, sangat ditentukan
oleh peran aktif seorang misionaris dalam upaya pendekatan kontekstualisasi Injil.
“Dalam proses ini terjadi perpaduan nilai hidup kristiani di mana Kristus menjadi
penyempurna dan pelengkap aspirasi budaya. Dengan demikian akan terdapat sikap
positif terhadap Injil yang didasarkan atas pandangan bahwa anugrah Allah (Injil) tidak
2. Model adaptasi
dan ide budaya yang dikenal. Contoh yang jelas, Yohanes menggunakan ide logos
menggunakan konsep rahasia (II Korintus 3:18). Tujuan adaptasi ialah mengekspresikan
dan menerjemahkan Injil dalam istilah setempat (indigenous terms) sehingga menjadi
relevan dalam situasi budaya tersebut”. 118 Model adaptasi adalah upaya untuk
memaparkan kebenaran tentang Injil dengan memakai bentuk dan gagasan budaya
3. Model prossesio
prossesio melihat kebudayaan sebagai sesuatu yang sudah rusak oleh dosa dan tidak ada
kebaikan yang muncul dari dalamnya”.119 Pendapat ini tidak melihat pernyataan Alkitab
secara holistik. Memang manusia sudah berdosa. Namun belum tentu semua budaya
yang dihasilkan oleh manusia juga berdosa. Sebab budaya memiliki sisi positif, tidak
melulu negatif. Perspektif yang salah terhadap budaya akan menjadi perintang dalam
pelaksanaan misi Allah. Oleh sebab itu, model prossesio harus diletakkan di bawah
4. Model transformasi
Berkaitan dengan model di atas, Yakob Tomatala mengatakan: “Allah itu di atas
budaya, dan melalui budaya itu pula Allah menggunakan elemen-elemen kebudayaan
untuk berinteraksi dengan manusia. Bila seseorang dibaharui oleh Allah, maka inti
kebudayaannya juga dibaharui (II Korintus 5:17)”. 120 Pemegang otoritas dan kekuasaan
tertinggi ialah Allah. Budaya manusia harus tunduk kepada supremasi Allah. Kendati
menyatakan kehendak dan kuasa-Nya kepada manusia. Setiap manusia yang mengalami
5. Model dialektik
interaksi dinamis antara teks dengan konteks. Konsep ini didukung oleh perkiraan yang
kuat bahwa perubahan pasti ada dalam kebudayaan. Untuk setiap kurun waktu
perubahan itu terjadi secara dinamis. Dengan demikian Gereja harus menggunakan
keadaan”.121 Model dialektik menunjukkan bahwa ada komunikasi yang relevan antara
teks (Berita Injil atau Kabar Baik) dengan konteks (Manusia Budaya). Di sisi lain,
kebudayaan manusia di dalam dirinya punya potensi untuk terbuka terhadap perubahan.
Injil yang utuh dan sempurna mampu membaharui kebudayaan yang terbuka terhadap
Injil.
B. Unsur-unsur Kontekstualisasi
Bila unsur-unsur tersebut diabaikan, maka proses kontekstualisasi akan mengalami jalan
“Yang dimaksud oleh tiga bidang kontekstualisasi ialah penginjil, Injil dan jemaat
yang didirikan harus kontekstual. Misalnya, jika seorang penginjil ingin menjangkau
orang Sunda, ia harus bisa berbahasa Sunda, mengikuti adat istiadat Sunda, dan
mengerti pola pikir orang Sunda. Sebagai komunikator kabar baik, penginjil ini harus
Mencermati apa yang dipaparkan di atas, kita melihat bahwa tekanan utamanya
ialah kepada penginjil. Artinya, betapa pentingnya skill yang harus dimiliki oleh
seorang penginjil. Lebih daripada itu, penginjil juga harus memiliki wawasan dan
pengetahuan yang komprehensif tentang suatu kebudayaan seperti contoh di atas yaitu
tentang kebudayaan suku Sunda. Penginjil dituntut untuk memahami secara utuh word
view suku Sunda, supaya berita Injil yang disampaikannya dapat diterima atau disambut
Selain penginjil, teks dalam hal ini berita Injil harus disampaikan sesuai dengan
oleh penginjil. “Dengan kontekstualisasi kita harapkan berita yang disampaikan tidak
asing bagi pendengarnya; agar komunikasi itu relevan; agar berita itu menjawab
kontemporer”.123
122 Budiman R. L., Pelayanan Lintas Budaya dan Kontekstualisasi, hlm. 40.
123 B. S. Sidjabat, Kebudayaan dan Misi, Bandung: Sahabat Gembala, Mei 1986, hlm. 10.
96
dan menjawab kebutuhan dari masyarakat setempat. Misalnya, tata acara kebaktian,
busana yang dikenakan ketika beribadah, bangunan fisik tempat beribadah, tempat kitab
suci diletakkan, posisi duduk dari jemaat yang menghadiri kebaktian, bahasa yang
digunakan untuk berkomunikasi pada waktu ibadah dilakukan dan lain sebagainya,
dipegang teguh oleh penginjil dan para misionari. Prinsip kontekstualisasi ini telah
dilakukan baik oleh Tuhan Yesus Kristus maupun oleh rasul Paulus.
Paulus menulis kepada jemaat di Filipi demikian: “Hendaklah kamu dalam hidupmu
bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang
walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai
milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan
mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam
keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan
sampai mati di kayu salib” – Filipi 2:5-8. “Ini berarti lahir ke dunia sebagai manusia,
hidup dalam sejarah manusia, menjadi bagian dari konteks budaya manusia, dst. –
singkatnya, berpadu dengan hakikat manusia secara utuh. Dengan demikian, inkarnasi
melambangkan solidaritas Yesus Kristus dengan manusia secara utuh dalam lingkup
sosial budaya manusia. Namun, perlu disadari bahwa inkarnasi Kristus terjadi bukan
untuk tujuan inkarnasi itu sendiri, melainkan untuk menyatakan Allah kepada dunia
97
(Yohanes 1:18). Di sini perlu ditegaskan bahwa inkarnasi Kristus memiliki tujuan
misional, untuk membuktikan kasih Allah kepada dunia (Yohanes 3:16), bagi
(pengosongan diri) Kristus, sikap hidup, serta pendekatan kontekstualnya kepada setiap
dalam Filp. 2:5-11 yakni Yesus Krsitus mengambil rupa manusia, menjadi hamba dan
solider utuh dengan manusia untuk menanggung dosa-dosa manusia. Dasar penting
untuk proses terjadinya kontekstualisasi melalui pengosongan diri. Untuk masuk dalam
budaya orang lain seseorang harus meninggalkan jati dirinya untuk manunggal dengan
orang lain. Perlu disadari bahwa identitas diri yang menjadi latar belakang tidak dapat
dalam determinasi kontekstual yang dituangkan dalam 1 Kor. 9:16-27. Dari sisi ini
1) Kontekstual Etis
menempatkan diri untuk menghargai budaya orang lain sehingga tercipta refleksi
teologi yang positif. Sikap tersebut antara lain: pertama, Tidak menghakimi orang
dengan semena-mena (1 Kor. 4:1-5); kedua, Rendah hati (1 Kor. 4:6-21); ketiga,
Mengembangkan sikap untuk tidak diperhamba oleh apapun juga (1 Kor. 6:12b);
keempat, Mengembangkan sikap peka terhadap orang lain (1 Kor. 8:1-13); kelima,
Mengembangkan pergaulan yang baik sebagai orang yang mengenal Allah (1 Kor.
124 Yakob Tomatala, Teologi Kontekstualisasi (Suatu Pengantar), Malang: Gandum Mas, hlm.
22-23.
98
2) Kontekstual Prakmatis
membawa kegunaan bagi pengembangan Injil dalam konteks. Sikap ini dikembangkan
oleh Rasul Paulus dengan cara: pertama, Melihat tugas pemberitaan Injil sebagai tugas
yang wajib tanpa ditawar-tawar (1 Kor. 9:16); kedua, Menetapkan sikap inkarnasi-
kenotis terhadap semua kelompok orang, dengan menjadi seperti orang dalam, pada
setiap konteks (1 Kor. 9:19-24). Sikap inkarnasi dimulai dengan sikap hamba untuk
menjadi segala-galanya bagi semua orang. Menjadi hamba untuk melayani adalah dasar
inkarnasi; ketiga, Mengembangkan disiplin faedah ganda – bagi diri dan orang lain, (1
Kor. 9:24-27).
setiap pengajaran yang tidak bisa dikompromikan tetapi dalam praksisnya, fleksibelitas
diperhatikan. Ini dilakukan dengan sebuah tujuan yang jelas bukan sekedar fleksibel
tanpa arah.
“Bagi orang-orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti
orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku tidak hidup diluar
hukum Allah, karena aku hidup di bawah hukum Kristus, supaya aku dapat
memenangkan mereka yang tidak hidup di bawah hukum Taurat” – 1 Korintus 9:21.
“Walaupun pendekatan Paulus luwes sekali, namun ia memiliki suatu tolok ukur. Ia
Kristus. Hukum Kristus, firman Allah, merupakan tolok ukur baginya. Firman Allah
segala sesuatu dengan firman Allah supaya Injil yang disampaikan itu tetap murni.
Paulus menyadari bahwa Injil itu asal dari Tuhan. Dari satu segi Injil itu “asing” bagi
segala suku. Kebudayaan biasanya bercampur dengan agama lokal. Tidak ada suatu
kebudayaan yang murni. Karena itu setiap kebudayaan harus dikoreksi dan diperbaiki
melalui firman Allah. Hanya firman Allah yang menjadi ukuran Rasul Paulus untuk
menilai segala sesuatu. Oleh sebab itu, sekalipun Paulus menyesuaikan diri, ia tetap
berpegang teguh pada firman Allah. Meskipun ia bersikap luwes, ia selalu hidup di
R. L., mengatakan: “Orang-orang Kristen haru mengambil pemilihan sah dari adat
serta isi baru dan yang mengarahkan mereka untuk pelayanan bagi Kristus … Adalah
dipertahankan atau harus ditolak” (Bavinck 1960:175-179, 190). 126 Sedangkan menurut
Dr. Dean Gilliland dari Fuller Theological Seminary School of World Mission dan
dikutip oleh Budiman R. L., mengatakan: “Tugas kontekstualisasi ialah mengetahui apa
yang dapat dipergunakan [dari kebudayaan], apa yang harus ditolak dan oleh kasih
dikemukakan di atas, maka dapat ditemukan bahwa sesungguhnya ada cara yang dapat
125 Budiman R. L., Pelayanan Lintas Budaya dan Kontekstualisasi, hlm. 8-9.
126 Ibid., hlm. 42.
127 Ibid.
100
dipergunakan dalam rangka untuk menyampaikan Kabar Baik atau Injil ke dalam suatu
kontek budaya. Upaya kontekstulisasi dimaksud harus diletakkan atas kasih karunia
kontekstualisasi. Oleh karena itu, tiga cara kontekstualisasi dapat dijabarkan sebagai
berikut.
Dalam setiap suku, bahasa dan bangsa, ada unsur-unsur budaya yang positif.
Unsur-unsur budaya yang positif ini berhubungan dengan etika, moralitas, sopan-santun
dan norma sosial. Nilai-nilai buday yang memiliki muatan positif tersebut bisa
atau beberapa unsur kebudayaan yang netral tetap dipertahankan. Setiap kebudayaan
mempunyai beberapa unsur yang netral”.128 Jadi, dalam setiap kebudayaan dipastikan
sarung dan kain kebaya, duduk di lantai atau tikar, cara bersalam-salaman, penggunaan
alat-alat music tradisional, penggunaan bahasa Arab dalam pemberitaan Injil, dan lain-
dihasilakannya tidak ada lagi yang murni. Itu sebabnya, harus dikoreksi, diperbaiki dan
kepada Allah dan sesuai dengan firman-Nya. Seperti yang dicanangkan oleh Ikrar
128 Ibid.
129 Ibid., hlm. 42-43.
101
Lausanne pasal 10: “Gereja-gereja harus berusaha untuk mengubah dan memperkaya
kebudayaan, dan semuanya itu bagi kemuliaan Allah”. 130 Jadi, semua proses dan upaya
mengubah kebudayaan yang dilakukan oleh gereja memiliki tujuan utopi yaitu bagi
kemuliaan Allah.
Dr. Paul Hiebert dari Trinity Evangelical Divinity School, yang dikutip oleh
melalui lima cara, yaitu: “pertama, menambah unsur pada kepercayaan dan upacara
konotasi dosa tanpa membuang aspek tradisi tersebut; ketiga, mengganti, yaitu
mengembangkan bentuk atau cara baru yang mempunyai fungsi yang sama seperti
membaca Alkitab sebagai pengganti untuk membaca kitab suci lain; keempat, memberi
tafsiran baru pada cara atau bentuk kebudayaan; kelima menciptakan unsur baru, asal
192)”.131
harus dibuang. “Kita harus membuang beberapa unsur yang tidak cocok dengan firman
sembahyang pada waktu kematian, bentuk-bentuk lain yang berhubungan dengan kuasa
unsur kebudayaan dengan Injil, sehingga pengertian Injil menjadi kabur. Percampuran
unsur penting dalam Injil dengan adat-istiadat inilah yang disebut sinkritisme.
Tujuan tertinggi dalam upaya melakukan kontekstualisasi hanya satu. Tidak ada
tujuan ganda dalam pemberitaan Injil. Tujuan tunggal ini ialah memenangkan sebanyak
mungkin orang bagi Kristus. Rasul Paulus menulis berkaitan dengan tujuan
“Sungguhpun aku bebas terhadap semua orang, aku menjadikan diriku hamba
dari semua orang, supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang.
Demikianlah bagi orang Yahudi aku menjadi seperti orang Yahudi, supaya aku
Taurat aku menjadi seperti orang yang hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku
sendiri tidak hidup di bawah hukum Taurat, supaya aku dapat memenangkan mereka
yang hidup di bawah hukum Taurat. Bagi orang-orang yang tidak hidup di bawah
hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat,
sekalipun aku tidak hidup di luar hukum Allah, karena aku hidup di bawah hukum
Kristus, supaya aku dapat memenangkan mereka yang tidak hidup di bawah hukum
Taurat. Bagi orang-orang yang lemah aku menjadi seperti orang yang lemah, supaya
aku dapat menyelamatkan mereka yang lemah. Bagi semua orang aku telah menjadi
antara mereka. Segala sesuatu ini aku lakukan karena Injil, supaya aku mendapat
Berdasarkan bagian dari tulisan Paulus di atas, dapat dilihat bahwa hanya ada
satu goal dan beragam target. Ada enam kali Paulus mengulang pernyataan yang sama,
Paulus sangat penting memiliki tujuan yang jelas dalam pemberitaan Injil. Tujuan yang
103
jelas merupakan motor penggerak untuk memberitakan Injil. Goal Paulus ialah
Baik dari kalangan terpelajar sampai kepada kalangan professional. Dari kalangan
masyarakat biasa sampai kepada kalangan masyarkat elit. Secara singkat target
Namun, tujuan yang hendak dicapai hanya satu, yaitu memenangkan sebanyak mungkin
C. Langkah-langkah Kontekstualisasi
taktis, strategis dan aplikatif yang harus ditempuh supaya berita Injil dapat diterima oleh
Carey menulis demikian: “Kata komunikasi berasal dari bahasa Latin communis, yang
artinya berbagi, menjadikan umum, atau bahkan memiliki sebuha kepercayaan yang
memelihara dan mengubah gaya hidup yang kita miliki. Komunikasi memampukan kita
mengembangkan pendidikan, teknik, bisnis, media, dan setiap aspek dari budaya
manusia”.133
Dari pemaparan di atas, dapat dilihat bahwa dampak komunikasi itu begitu
132 Quentin J. Schultze, Communicating for Life, Malang: Literatur SAAT, 2004, hlm. 16.
133 Ibid.
104
Langkah konkret yang harus ditempuh oleh setiap komunikator menurut Yakob
langkah awal untuk memahami berita dalam konteks Alkitab yang asli
4) Impak komunikasi yang luar biasa akan terjadi dalam interaksi antar
pribadi.
Dalam penjelasan berikut ini akan diuraikan sembilan prinsip komunikasi Injil
yang efektif:
hidup, dsb.
kontekstualisasi yang alkitabiah. Ada kelompok yang pro atau setuju atau
pemberitaan Injil. Ada pula kelompok yang bersikap menolak atau kontra atau alergi
Injil yang tidak menerap model teologi kontekstualisasi. Selain itu, ada pula yang
dengan begitu saja menerima teologi kontekstualisasi tanpa dipelajari. Akibatnya terjadi
sinkretisme di mana Injil dan adat-istiadat dicampur, sehingga Injil menjadi tidak murni.
Untuk lebih jelas dapat dilihat sikap dalam berkontekstualisasi sebagai berikut ini.
a. Menolak kontekstualisasi
kepercayaan lama, seperti upacara-upacara adat, seni, musik dan isu-isu penting.
134 Yakob Tomatala, Teologi Kontekstual (Suatu Pengantar), Malang: Gandum Mas, hlm. 81-87.
107
Pemberitaan Injil tetap dilaksanakan, namun Injil menjadi asing bagi budaya dalam
b. Mempertimbangkan kontekstulisasi
Kepercayaan lama seperti upacara-upacara adat, musik, seni dan isu-isu penting lainnya
dianalisa, digali maknanya, dan semua informasi tentang kepercayaan lama dengan
semua permasalahannya dikumpulkan. Semua itu diletakan dan diterangi oleh firman
Tuhan. Apa kata Alkitab tentang kepercayaan lama tersebut. Lalu dilakukan evaluasi
secara menyeluruh terhadap kepercayaan lama dari perspektif Alkitab dan memberi diri
dibimbing oleh kuasa Roh Kudus. Dari hasil inilah, maka akan diperoleh kesimpulan
akhir atau keputusan final terhadap kepercayaan lama setelah diterangi oleh firman
Tuhan dan dibimbing kuasa Roh Kudus, apakah memakai unsur kepercayaan lama?,
atau apakah mengubah kepercayaan lama?, atau apakah membuang kepercayaan lama?
Alkitabiah atau teologi kontekstualisasi yang akurat. Injil menjadi relevan dan tidak
berseberangan dengan kedua sikap seperti yang dijelaskan di atas. Menerima saja
sinkretisme.
108
BAB IV
PENUTUP
alkitabiah, tibalah penulis pada klimaks dari penulisan makalah ini. Pada bagian
A. Kesimpulan
Kristen berteologi dalam konteks, yaitu konteks budaya, sosial, ekonomi, politik,
geografi dan sebagainya di mana ia seorang individu serta gereja sebagai komunitas
Sebagai misionaris memiliki tanggung jawab spiritual dalam semua level dan bidang
kehidupan. Ia harus menghadirkan nilai atau value Kerajaan Allah dalam totalitas hidup
Setiap hari orang Kristen bertemu dengan orang-orang dari berbagai latar
belakang budaya, geografi, demografi, sosial, ekonomi, pendidikan dan juga pemeluk
agama yang berbeda. Pemeluk beragama lain ini juga menjalankan misi mereka. Dan
kelihatannya mereka lebih gigih menjalankan misinya jika dibandingkan dengan orang
Kristen.
135 Yakob Tomatala, Teologi Kontekstulisasi (Suatu Pengantar), Malang: Gandum Mas, hlm. 92.
109
untuk dilaksanakan. Dikatakan penting karena itulah salah satu cara yang Tuhan
gunakan untuk menyatakan diri-Nya kepada manusia dalam konteks budayanya. Dan
inilah cara yang seharusnya digunakan oleh gereja dalam menjalankan misinya di dunia
ini, supaya dapat memenangkan sebanyak mungkin orang bagi Kerajaan Allah.
prime cause, the prime mover dari proses berteologi dalam konteks. Pada sisi ini,
“Alkitab” berperan utama sebagai “penyataan Allah” karena Allah sendiri memilih
untuk menyatakan diri kepada manusia dan penyataan-Nya tertulis dalam Alkitab. Ini
berarti Allah sendiri telah memilih “kebudayaan manusia” sebagai wahana penyataan-
Nya. Manusia pada sisi lain (sebagai penerima/partisipan) menerima penyataan Allah
dipengaruhi oleh apa dan siapapun mengambil sikap untuk menyingkapkan diri-Nya
kepada manusia dalam budaya yang dibuat oleh manusia. Allah memberi diri-Nya
Oleh karena itu, di pundak orang Kristen dan Gereja Kristen ada tanggung jawab
misional yang harus dilakukan dalam konteks di mana orang Kristen dan Gereja Kristen
berada sebagai yang diutus oleh Tuhannya untuk melaksanakan misi shalom-Nya bagi
manusia berdosa yang hidup dalam konteks budaya yang berdosa. Dalam rangka
melaksanakan misinya, orang Kristen dan Gereja Kristen harus mampu berteologi
dalam konteks. Berteologi dalam konteks ini perlu dihidupi dan dijawab secara terus-
menerus dalam rangkan memberitakan Injil kasih karunia Allah kepada dunia dalam
136 Ibid.
110
B. Saran-saran
Beberapa saran yang dapat disampaikan melalui makalah ini, khususnya seputar
harus tetap menempatkan Allah, Yesus Kristus, Roh Kudus dan Alkitab sebagai otoritas
memperhatikan akan mekanisme trialektis “Allah, orang Kristen (manusia) dan konteks
KEPUSTAKAAN
Alkitab
Bosch, D. J.,
---
2007 Peran Roh Kudus dalam Misi, Malang: Terang Lintas Budaya.
Chai, Young G.
Jacobs, T.,
Kobong, Th.,
L. Budiman R.
Legrand, L.,
Moltmann, J.,
Peters, George W.
Rahmiati
Sidjabat, B. S.
Schutte, J.,
Schultze, Quentin J.
Tim Penyusun
Tomatala, Yakob