Anda di halaman 1dari 13

e-ISSN 2655-6863

Volume 4, No. 1, Juli 2021 (66-78) http://e-journal.sttbaptisjkt.ac.id/index.php/graciadeo

Pemahaman Tritunggal dan Perbedaan Pandangan tentang Misi

Tony Salurante1, Dewi Yuliana2, Moses Wibowo3, Jonidius Illu4


1Sekolah Tinggi Teologi Injili Arastamar (SETIA) Jakarta

2Sekolah Tinggi Agama Kristen Arastamar Grimenawa Jayapura

Correspondence: tony.salurante@sttsetia.ac.id

DOI: https://doi.org/10.46929/graciadeo.v4i1.87

Abstract: The correct understanding of the doctrine of the Trinity plays an important role in the
theology and praxis of believers. Unfortunately, these implications have not yet appeared in the
church’s mission in which every believer is called to proclaim and live the truth of God --
something that cannot be separated from deeds and words. Not just thinking about the concept of
going out to send. This article is an integrative effort that has been started by Lesslie Newbigin and
David Bosch to change the paradigm of a church mission in the world. This article shows a relation
between the concept of Trinitarian and mission. With this attempt, the church will be able to play a
significant role contextually without losing the important values of the Bible.

Keywords: church’s mission, missio dei, mission theology, trinitarian mission, trinity doctrine

Abstrak: Pemahaman yang benar tentang Tritunggal memiliki signifikansi besar dalam teologi dan
kehidupan praxis orang percaya. Sayangnya implikasi tersebut belum nampak dalam misi gereja
yang didalamnya setiap orang percaya terpanggil untuk menyatakan dan menghidupi kebenaran
Allah. Penelitian ini adalah sebuah usaha integratif untuk menunjukkan apa yang telah dimulai
Lesslie Newbigin maupun David Bosch untuk merubah paradigma misi gereja di dunia. Dengan
cara gereja melihat sebuah misi dari perspektif ajaran Tritunggal gereja akan mampu bersaksi
dengan kontekstual tanpa harus kehilangan nilai biblikal yang penting dari Alkitab.
Kata kunci: dokrin tritunggal, misi gereja, misi trinitarian, missio dei, teologi misi

Pendahuluan
Misi merupakan isi hati Allah yang memerlukan sebuah artikulasi sesuai
dengan konteks dalam bingkai pemahaman alkitabiah. Natur Allah yang misioner
memberikan pemahaman bahwa Allah dalam Alkitab adalah Allah yang mencari
yang berinisiatif menjangkau manusia Kembali dengan caran-Nya. Tindakan tersebut
menjadi fondasi penting bagi usaha dalam rangka untuk memahami misi gereja di
tengah zaman yang berubah dari zaman ke zaman. Pada zaman global dan pluralis
seperti saat ini, pemahaman misi satu sisi telah berubah dan di sisi lain menimbulkan
perdebatan dan diskusi yang tidak ada ujungnya. Mengamati perkembangan situasi
saat tentu tidak bisa melepaskan sejarah yang pernah ada di masa lampau. Sebut saja
beberapa rangkaian konferensi misi mulai tahun 1910, di Edinburgh, Skotlandia,
Yerusalem (1928), Tambaram (dekat Chennai, India) (1938), Whitby, Ontario (1947),
Willengen, Jerman (1952), dan Accra, Ghana (1957/58), merupakan serangkaian
konfrensi misi besar sedunia yang diprakarsai oleh Dewan Misionaris Internasional,

Jurnal Teologi Gracia Deo, e-ISSN: 2655-6863 | 66


Jurnal Teologi Gracia Deo, Vol 4, No 1, Juli 2021

diadakan diberbagai negara dunia.1 Secara khusus di Willingen fokus dan


pemahaman misi bergeser dari misi gereja (eklesiologi) ke misi Tuhan (mission dei).
Pertemuan-pertemuan tersebut salah satunya sebagai usaha menyatukan berbagai
pandangan misi supaya gereja-gereja di dunia dapat bertindak dan bersaksi secara
tepat sesuai dengan zamannya. Sejak saat itu pemahaman misi protestan terbagi dua:
satu pihak fokus pada hal kerohanian yaitu penginjilan, penanaman gereja dan pihak
yang lain memperkuat pelayanan sosial di tengah masyarakat. Pemahaman misi dari
awal abad modern punya pengaruh banyak pandangan sampai saat ini dan terus
berkembang. Akibatnya, bagi sebagian orang Kristen menganggap memahami istilah
(konsep) dan fondasi misi menjadi sesuatu yang tidak memiliki signifikansi. Namun,
Whitfield berpendapat 'teologi misi yang dibangun secara alkitabiah [yang] harus
didasarkan pada sifat dan kehidupan Allah Tritunggal'.2 Ini artinya melihat misi dan
membangun ajaran hanya dari ayat tertentu dari Alkitab bisa membuat pemahaman
misi gereja menjadi keliru.
Pada abad 21 “trend” pemahaman misi gereja harus mengalami penafsiran
ulang untuk mendapatkan gagasan-gagasan yang bisa menjawab banyak masalah
dunia ini. Heibert mengingatkan gereja: “We need to move beyond evangelism and
church planting to a focus on the kingdom of God. This reminds us that mission is
first and foremost the work of God (mission dei).”3 Secara literal Heibert menyangkan
gereja-gereja yang hanya berjuang untuk sekedar mengejar jiwa dan berdirinya gereja
baru. Pada abad 19 misi seperti ini dianggap sebagai sebuah gerakan penting dari
gereja di dunia barat, namun pada abad keduapuluh mulai terlihat penekanannya
bukan sekedar tugas dari gereja saja, tetapi kepada pengertian esensial dan alamiah
dari natur gereja. Melakukan misi Allah bukan hanya tentang kegiatan tertentu,
melainkan mendefinisikan identitas gereja itu sendiri di tengah masyarakat. Sejarah
membuktikan bahwa di akhir abad dua puluh, misi identik masih dengan agenda
ekspansi geografis dari negara Kristen kepada wilayah non-kristen.4 Konsep ini
tidaklah salah hanya melihat sisi kristologi semata untuk dijadikan dasar bagi gereja
melakukan sesuatu. Di area lokal juga demikian, pada saat organisasi-organisasi
sibuk dengan strategi menjangkau dan mendirikan label organisasi tertentu. Misi
gereja tergantung pemimpin gereja yang bisa saja memiliki tujuan subjektif yang
cenderung berbeda dengan misi Allah. Situasi seperti terjadi di gereja-gereja yang
hanya mengajarkan misi sebagai tindakan keluar dan indentik pergi mengutus saja.
Sejak saat itu bukan hanya gereja dan misi saja yang terpisah namun juga
semakin membuat gap di antara beberapa tradisi Kristen di dunia, pandangan yang
berbeda antara kaum ekumenikal dan evangelikal atau bahkan liberal. Eklesiologi dan
misi telah berjalan paralel, tetapi jalurnya terpisah. Kerangka teologis integratif yang
lebih kaya telah dibutuhkan, dan percakapan yang berkembang antara tradisi Timur

1 Dana L. Robert, “Shifting Southward: Global Christianity since 1945,” International Bulletin of

Missionary Research 24, no. 2 (2000): 53–60.


2 K. Whitfield, “The Triune God: The God of Mission,” in Theology and Practice of Mission: God, the

Church, and the Nations, ed. Bruce Riley Ashford (Nashville: B&H Publishing Group, 2011), 20–23.
3 Ibid.
4 Ibid.

Jurnal Teologi Gracia Deo, e-ISSN: 2655-6863 | 67


T. Salurante, D. Yuliana: Pemahaman Tritunggal dan Perbedaan…

dan Barat menjanjikan pemulihan.5 Di samping itu, Mamahit menyajikan historis-


retrospektif gerakan ekumenikal yang menunjukkan bahwa dari gerakan ini memiliki
pengaruh yang besar terhadap pemahaman misi gereja-gereja di Asia dan terkhu-
susnya di Indonesia.6 Sekalipun ada cara pandang yang berbeda di antara berbagai
tradisi tentang agama lain, namun itu saja tidak cukup untuk mengerti lebih jauh
mengapa orang Kristen saat ini perlu memiliki perubahan paradigma misinya.
Masalah pemahaman tentang Tritunggal bisa jadi titik awalnya. Dalam sejarah ada
tiga perkembangan penting bagi kaum oikumenis merevolusi pemahaman bagi setiap
orang tentang misi gereja: pertama, landasan misi gereja dalam misi Tuhan - missio
dei. Fakta sejarah ini telah berperan besar dalam mengubah paradigma pemahaman
misi sebelumnya yang cenderung kristosentris.
Kedua, kesadaran akan sifat global gereja dan pergeseran dari misi (mission) ke
misi-misi (missions); dan ketiga, visi baru tentang sifat misioner gereja dalam
eklesiologi misi.7 Satu sisi masalah dengan gagasan oikumenis abad ke-20 tentang
missio dei bukanlah pada pengertian konsep itu sendiri tetapi pada penerapan konsep
tersebut dan bagaimana ia sebenarnya dipahami dan dipraktikkan.8 Di sisi lain kaum
evangelikal umumnya melihat Amanat Agung lebih sebagai acuan bermisi untuk
memproklamasikan Injil, pertobatan, pemuridan dan penanaman gereja semata.
Sebagian besar kaum evangelikal yakin bahwa agenda utama ini dapat mengubah
bukan saja hal sosial tetapi juga seluruh bidang dalam kehidupan manusia di dunia.9
Sedemikian rupa besarnya pengaruh pemahaman misi gereja dalam sejarah keselama-
tan Allah, maka jika gereja-gereja hanya melihat dari sudut pandang yang sempit dan
kaku akan menimbulkan pelayanan gereja yang tidak biblikal. Artikel ini melihat
perkembangan misi dari berbagai tradisi kekristenan Indonesia yang bisa dinilai telah
tersegmentasi dalam pola-pola tertentu. Penelitian ini tidak bisa merubahnya, jadi
tujuan artikel ini untuk menyadarkan kembali pemahaman misi gereja berdasar
dengan menawarkan pada pemahaman Tritunggal sebagai titik berangkat mem-
bangun pelayanan misi yang biblikal. Kompas dari penelitian ini mengikuti arah
jawaban dari pertanyaan bagaimana membangun pendekatan dalam bingkai doktrin
tritunggal sehingga bisa menyatukan keberagaman dalam keesaan?
Metode
Penelitian ini mengaplikasikan metode kualitatif deskriptif. Data yang tersedia
baik dalam atau luar negeri dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang topik
yang dipilih. Secara khusus penelitian ini mengimplementasikan prinsip Herme-
neutika Misiologis. Metode ini merupakan suatu bagian dari ilmu tafsiran dalam
membaca teks Alkitab yang berkeyakinan bahwa dari sudut pandang misional dapat
melihat lebih besar spektrum dari sejarah keselamatan Allah.10 Pendekatan ini meng-
utamakan misi sebagai salah satu natur Allah menjadi lensa utama dalam membaca

5 Ibid.
6 Ibid.
7 Ibid.
8 Ibid.
9 Ibid.
10 Ibid.

Jurnal Teologi Gracia Deo, e-ISSN: 2655-6863 | 68


Jurnal Teologi Gracia Deo, Vol 4, No 1, Juli 2021

setiap teks Alkitab. Prinsip ini bermanfaat sesuai untuk membangun pemahaman
teologis dalam konteks misi yang beragaman. Alasannya karena hermeneutik misio-
nal mendengarkan isi Alkitab secara utuh sebagai kebenaran otoritatif. Sehingga misi
Allah di dunia mampu memberi daya kepada orang percaya meresponi dan berpar-
tisipasi dalam misi Tuhan.
Pandangan misi dari sisi ekumenikal dan evangelikal penting mengalami
pembaharuan. Karena sekalipun banyak usaha memahami makna misiologis dimulai
dengan Kitab Suci namun sebenarnya cara tersebut sedang mengkerdilkan
keagungan misi Allah, seolah-olah apa yang dicatat dalam Alkitab dapat langsung
diterapkan pada gereja lokal atau badan misi saat ini.11 Sebagian besar orang Kristen
cenderung memahami pendekatan misi "dasar-alkitabiah" menggunakan perintah
langsung dan teks "berjalan" yang spesifik. Misi, bagaimanapun, jauh lebih besar dan
lebih luas daripada beberapa teks penting; seluruh Alkitab adalah teks misi - dan kita
perlu melihat teks pengutusan tertentu dari seluruh teks kitab suci.12 Pemahaman ini
melihat kitab suci keseluruhan sebagai buku misional, dimana didalamnya dapat
terlihat diskontinuitas dan kontiunitas relasi antara kitab Perjanjian Lama dan Baru.
Hal ini mungkin terjadi karena Allah adalah Allah yang misioner yang menciptakan
dunia dan secara khusus memanggil orang-oran untuk terlibat dalam misi-Nya
kepada setiap manusia dan generasi (Kej. 12:1-3 dan 1 Pet. 2:9-10).13 Dalam bingkai
pemahaman yang fundamental ini maka penelitian ini akan memaparkan implikasi
pemahaman teologi Tritunggal terhadap misi gereja kontemporer. Sebagaimana telah
banyak ahli-ahli misologi menjelaskan konsep misi ini. Salah satunya adalah Tennent
yang menegaskan bahwa biblikal misiologi harus dibangun secara kokoh di atas
fondasi doktrin tritunggal.14
Pembahasan
Beberapa Pendekatan Trinitas
Doktrin tentang Tritunggal merupakan sebuah konsep tentang Allah maha
agung, memiliki dampak besar bagi banyak aspek dalam kehidupan spiritualitas
gereja. Doktrin trinitas adalah inti iman Kristen, akar semua dogma gereja, fondasi
dari kovenan baru.15 Termasuk bagaimana ajaran ini perlu bagi kekristenan yang
berdampak kepada pemahaman teologi misinya, doktrin Tritunggal adalah
pernyataan kuat dari Injil Yesus Kristus.16 Sejak abad permulaan gereja, Bapa Gereja
seperti Agustinus yang menulis On Trinity memberikan perhatian yang banyak
seputar esensi, sifat dan relasinya Allah, Yesus dan Roh Kudus. Bagi Agustinus
sebagaimana dikutip Bavinck menjelaskan bahwa Yesus tidak pernah diutus Bapa
ketika Ia berinkarnasi dalam daging, tetapi Ia dahulu maupun sekarang dikatakan
diutus supaya Ia nantinya menjadi daging, karena Bapa tidak pernah mengucapkan

11 Ibid.
12 Ibid.
13 Ibid.
14 Ibid.
15 Herman Bavinck, Dogmatika Reformed, ed. John Bolt (Surabaya: Momentum, 2012), 416.
16 K. Whitfield, “The Triune God: The God of Mission,”

Jurnal Teologi Gracia Deo, e-ISSN: 2655-6863 | 69


T. Salurante, D. Yuliana: Pemahaman Tritunggal dan Perbedaan…

dalam waktu tentang pengutusan Kristus sang Anak. 17 Pemikiran tersebut


mengarahkan kita dalam memikirkan status kekekalan atau disebut dengan ad intra.
Di samping demikian selama periode patristik para teolog juga mencoba menemukan
kiasan tentang bagaimana tiga pribadi Tritunggal akan berhubungan satu sama lain
jika tidak ada dunia untuk melakukannya. Seperti misalnya persona, procession,
generatio, spirasi, principia dan lain sebagainya. Usaha ini sangat sulit dan tidak mudah
karena mereka harus membayangkan sesuatu berdasarkan kata-kata yang mereka
ciptakan. Jadi mereka membahas apakah ketiga pribadi Tritunggal dalam sesi dan
sekitar satu sama lain, duduk dalam lingkaran, atau apakah mereka dalam prosesi –
circuminssesio atau circumincessio.18 Hubungan ketiga pribadi nampak lebih jelas dari
pekerjaan ad extra seperti penciptaan, pemeliharaan, inkarnasi, pengudusan keadilan
Allah, pembaharuan dan lain sebagainya.
Dalam sejarah keselamatan peran Allah Tritunggal adalah sejajar dan sama.
Seseorang tidak bisa mengatakan peran Anak lebih penting dibandingkan Roh, atau
sebaliknya Allah Bapa adalah yang utama. Allah merupakan Bapa yang mengutus
Anak dan pengutus Roh Kudus; mereka memiliki semangat yang sama dalam
melaksanakan rencana ini.19 Nampak bahwa konsep seperti ini tidak diterima
sepenuhnya oleh misiolog Katolik Stephen B. Bevans yang melihat bahwa Roh Kudus
memiliki prioritas utama bagi misi sang Anak dalam sejarah keselamatan manusia. Ia
melihat peran yang besar setelah kenaikan Kristus yang mengutus Roh untuk para
murid memberitakan kabar baik dan kerajaan Allah.20 Kuasa dan tugas tidak memi-
sahkan kualitas ketiga oknum Tritunggal sekalipun masa tugas mereka Nampak
berbeda. Dalam hal ini gereja tidak dapat melakukan misi kecuali fondasi gereja
adalah Yesus dan kecuali energi gereja berasal dari Roh Kudus, ketika Perjanjian Baru
membahas misi, itu selalu diberikan dasar dan energi itu.21 Yesus tidak dapat
diidentifikasi dengan benar tanpa menjelaskan sifat Tritunggal Allah. sebagaimana
Moltmann mengatakan bahwa ''Perjanjian Baru berbicara tentang Tuhan dengan
menyatakan dalam narasi hubungan Bapa, Anak dan Roh. . .“22 Kristus adalah Injil itu
sendiri, kabar baik bagi manusia, namun dalam pernyataan ini terlihat bahwa Injil ini
dimulai dari Bapa yang mengutus Anak yang dikandung oleh Roh Kudus. Dalam
konteks terdekat, Gunton mengingatkan, ''Injil adalah bahwa Bapa saling berhu-
bungan dengan dunianya melalui kemanusiaan yang lemah dari Putra-Nya, dan
dengan Roh-Nya memungkinkan antisipasi di masa kini dari kesempurnaan ciptaan
yang dijanjikan. . . ''23
Terdapat relasi yang erat pemahaman hermeneutis dalam melihat skala luas dan
jauh, pendekatan yang memperhatikan tentang keberadaan dan esensi Allah seperti
ini, dalam teologi biasa disebut dengan Tritunggal Ontologis. Dari sudut pandang ini,
masing-masing dari tiga pribadi Ketuhanan adalah ilahi, memiliki atribut yang sama

17 Ibid.
18 Ibid.
19 Ibid.
20 Ibid.
21 Ibid.
22 Ibid.
23
Ibid.

Jurnal Teologi Gracia Deo, e-ISSN: 2655-6863 | 70


Jurnal Teologi Gracia Deo, Vol 4, No 1, Juli 2021

(kemahatahuan, kemahahadiran, kesucian, dll.). Ontologis juga disebut sebagai


imanen, menekankan keberadaan Tuhan karena Dia sendiri, yang berusaha menarik
umat manusia ke dalam kemuliaan kekal. dalam memusatkan perhatian pada
kesatuan transenden dari tiga-dalam-satu dalam keagungan tritunggal, pandangan
ini cenderung ke arah pendekatan monarki, Kristologi 'dari atas' dan spiritual yang
menyangkal dunia. Injil menekankan janji kehidupan kekal dan misi berkonsentrasi
pada membawa orang ke dalam hubungan pribadi dengan Tuhan.24 Pandangan ini
lebih sesuai dengan gereja-gereja evangelikal. Dimana yang menjadi penekanan
adalah pertobatan pribadi dan kesalehan hidup sebagai cara menjalankan kehidupan
misi orang-orang percaya di dunia.
Doktrin Tritunggal imanen atau ontologis melindungi fakta bahwa Injil sebenar-
nya adalah kabar baik bahwa Allah benar-benar mengasihi kita karena Allah adalah
kasih. Dengan kata lain, doktrin Tritunggal secara ontologis mendasari kebenaran
Injil.25 Namun, doktrin ini juga berakar pada peristiwa Injil di mana Allah menya-
takan diri-Nya sebagai Bapa, Putra dan Roh. Itu sebab, pemahaman Tritunggal
bukanlah spekulasi yang diproyeksikan kepada makhluk ilahi. Sebaliknya, ''Teologi
Tritunggal adalah kisah tentang keberadaan Allah yang terkait dengan tindakannya,
dan tindakan itu berpusat pada Injil yang berakar pada kehidupan, penderitaan dan
kebangkitan Yesus."26 Kepercayaan kepada Yesus mengarahkan seseorang memer-
cayai sekaligus tentang natur Bapa dan Roh Kudus yang tidak terpisah.
Selain itu, ada frasa lain yaitu ekonomi Tritunggal (oikonomia) dalam pemaha-
man Tritunggal Ekonomi berkaitan dengan bagaimana tiga oknum Ketuha-nan yang
berhubungan satu sama lain dan dengan dunia. Masing-masing memiliki peran yang
berbeda di dalam Ketuhanan dan sekaligus peran yang berbeda dalam hubungannya
dengan dunia. Bapa-dan-Anak adalah hubungan antar trinitas karena kekal, Bapa
mengutus Anak (1Yoh. 4:10), Anak turun dari surga bukan untuk melakukan
kehendak-Nya sendiri tetapi kehendak Bapa (Yoh. 6:38). Satu ayat yang menunjukkan
perbedaan peran, lihat 1Pet. 1: 2, "Menurut pengetahuan sebelumnya dari Allah Bapa,
melalui karya pengudusan Roh, supaya kamu mematuhi Yesus Kristus dan dipercik
dengan darah-Nya," anda dapat melihat bahwa Bapa tahu sebelumnya.
Singkatnya, seseorang dapat mengatakan bahwa Tritunggal Ontologis beruru-
san dengan apa itu Tuhan dan Tritunggal Ekonomi berurusan dengan apa yang
Tuhan lakukan. Corie menjelaskan bahwa: “the ‘economic Trinity emphasizes the
history of God’s unfolding revelation through his engagement with the world. It
focuses on the distinctive roles of the three persons, and tends towards a dynamic,
incarnational view of a God who reveals his identity through the historical develop-
ment of his kingdom. Christology ‘from below’ and spirituality is world-affirming.
The Gospel becomes good news of life in all its fullness in this world, mission
concentrates on historical/cultural engagement and personal/social transformation.”27

24
M. Accad and J. Corrie, “Trinity,” in Dictionary of Mission Theology (Nottingham: InterVarsitiy
Press, 2007), 397.
25
Whitfield, “The Triune God: The God of Mission,”
26
Ibid.
27 Ibid.

Jurnal Teologi Gracia Deo, e-ISSN: 2655-6863 | 71


T. Salurante, D. Yuliana: Pemahaman Tritunggal dan Perbedaan…

Dengan kata lain, trinitas ekonomi sangat sesuai sehingga tindakan kasih Allah dalam
berbagai narasi di kitab Injil merupakan gema Tritunggal ekonomi dari kasih trinitas
abadi. Di sini T. F. Torrance mengkritisi dua pendekatan tersebut dengan
mengatakan, “Jika Tritunggal ekonomi atau Tritunggal ontologis berbeda, ini akan
mempertanyakan apakah Allah sendiri adalah isi sebenarnya dari wahyu-Nya, dan
apakah Allah sendiri benar-benar ada di dalam Yesus Kristus yang mendamaikan
dunia dengan dirinya sendiri. Itu adalah signifikansi evangelis dan epistemologis dari
homoousion. . . dirumuskan melalui konsili Nicea di AD. 325. . . Pesan trinitas dari Injil
menjelaskan hal itu kepada kita. . . di dalam Yesus Kristus dan di dalam Roh Kudus
kita benar-benar harus melakukan dengan Tuhan Allah sendiri sebagai Juruselamat
kita.”28
Namun demikian, ada juga pengertian lain yang berkaitan, disebut dengan
distibutif Tritunggal. Yoder menjelaskan: “That is, each of the three persons of the
Trinity has their distinct role. The Father is responsible for what came before and
axists outside the church: creation, culture. Nature and reason. The Spirit is
responsible for people’s inwardness. The Son is identified with the historic, visible
community of faith.”29 Apa yang menjadi penekanan dari pendekatan ini sebenarnya
sama dengan implikasi pandangan ekonomi Tritunggal kepada misi. Dalam usaha
untuk menjelaskan doktrin tritunggal penelitian ini tidak akan menampung banyak
hal untuk dibahas. Singkatnya, bagian ini telah memberikan gambaran sederhana
yang tentu berimplikasi dengan topik penelitian ini. Dimana pemahaman tentang
misi gereja jangan dilepaskan dari pandangan tritunggal sebagai fondasi dari seluruh
ajaran gereja.
Missio Dei: Berfokus Dunia atau Berfokus Gereja?
Ajaran tritunggal memainkan peran besar dalam aspek kehidupan eklesiologi,
demikian juga kepada misiologi orang percaya di abad ke-21. Arti sebenarnya dari
doktrin Tritunggal adalah bahwa hanya ada satu Tuhan, dan penyataan diri Tuhan
dalam sejarah Yahudi, di dalam Yesus dan melalui Roh semuanya benar-benar
mengungkapkan kuasa dan siapakah Allah itu, keutamaannya terlihat jelas; penega-
san dari doktrin Tritunggal adalah bahwa sifat Allah itu satu, bukan tiga.30 Dengan
mengakui bahwa Allah biblikal adalah Tritunggal berarti dapat dengan kuat
menyelesaikan banyak ketegangan klasik dalam pemikiran intelektual antara kesa-
tuan dan keragaman, rasionalitas dan relasionalitas, material dan spiritual, otonomi
dan ketergantungan.31 Tennent mengamati bahwa banyak pandangan misi yang
semakin membias dan terkesan tidak relevan lagi pada abad modern. Tentu sulit
untuk menunjukkan dengan pasti apa yang menyebabkan pergeseran paradigm aini.
Namun perbedaan cara memahami ajaran tritunggal kepada setiap aspek doktrin
gereja bisa mengakibatkan masalah tersebut. Misalnya, konsep misi kaum evangelikal
masih melihat dengan satu cara saja, seperti penginjilan masal atau pribadi. Bahkan,
beberapa kaum ekumenikal melihat misi sekedar dengan melakukan pergi

28 Ibid.
29 Ibid.
30
Ibid.
31
Ibid.

Jurnal Teologi Gracia Deo, e-ISSN: 2655-6863 | 72


Jurnal Teologi Gracia Deo, Vol 4, No 1, Juli 2021

perkunjungan 2-3 hari atau lebih, kegiatan sosial dan hal serupa lainnya–fenomena ini
disebut dengan short time mission. Sills menjelaskan perubahan ini tidak mungkin
dialami pada zaman William Carey, Lembaga Kristen mengutus orang-orang khusus
yang dipersiapkan dengan baik. Kekurangan dari pendekatan ini terlihat kebanyakan
yang mengikutinya bukanlah orang-orang yang dipersiapkan dan cenderung hanya
seperti perjalanan wisata saja. Akan tetapi trend seperti ini begitu meningkat di
negara-negara Asia.32 Trend misi gereja seperti itu tidak bisa dihindari dan tidak
menampik juga bahwa mempunyai nilai yang baik. Sekalipun fenomena ini terjadi
karena situasi dan perubahan konteks salah satu aspek penyebabnya karena
globalisasi dunia dan memudarnya pengaruh kekristenan Barat di negara-negara
Asia.33 Kondisi sebaliknya terjadi dimana banyak misionaris Asia menuju benua
Eropa dan Amerika mengikuti migrasi warga negara mereka sambil membawa
agenda pemberitaan Injil kepada warga lokal. Missio Dei pada zaman ini dipahami
dengan cara seperti tersebut.
Missio Dei merupakan inisiatif Allah mengutus Yesus dan Roh Kudus
menunjukkan misi yang dibingkai dalam kasih-Nya. Missio Dei memberi tahu kita
bahwa identitas gerejawi berakar dalam kehidupan Tuhan. Misi bukanlah hal
sekunder, opsional, dan turunan yang dilakukan gereja setelah mereka memiliki hal
utama.34 Narasi ini nampak jelas dalam Injil Yohanes sebagai kitab yang memiliki
keunikan dalam menggambarkan Yesus yang diutus sekaligus Yesus yang mengutus
Roh Kudus (1:18; 4:34; 5:23; 6:38-39; 15:26 dan 16:7-11).35 Narasi yang terbentuk dari
Injil Yohanes adalah Allah, Yesus dan Roh Kudus bersama dalam kasih mendemon-
strasikan sifat-Nya bahwa ketiganya terlibat dalam misi. Penegasan biblikal bahwa
"Tuhan adalah Kasih" tidak hanya menunjuk pada kasih Allah bagi dunia, tetapi juga
pada kehidupan kekal Tuhan yang hidup dalam hubungan kasih yang berkelanjutan
yang merupakan keberadaan Tuhan di dalam dan untuk Allah sendiri. Dalam
pengertian ini seluruh sejarah penebusan adalah sejarah missio dei dimana tujuan
penebusan Allah bagi seluruh ciptaan-Nya disamping itu Ia juga yang memanggil
orang-orang ke dalam Kerajaan Allah untuk melibatkan mereka dalam misi-Nya.36
Misi gereja alkitabiah memancarkan konsep kesatuan yang tidak terpisah sebagai-
mana makna Tritunggal, karena semua yang dilakukan gereja itu akan menjadi misi
menyatakan kasih kekal Allah.
Kasih ini memberikan konsepsi pemahaman yang mendalam tentang realitas
Allah dalam kekristen. Artinya kasih yang dinyatakan dan diterima orang-orang di
antara mereka sendiri memberikan gambaran tentang relasi yang mengikat Allah
sepanjang kekekalan terlepas dari referensi apa pun untuk penciptaan.37 Pendekatan
misi terhadap teologi muncul dari keyakinan bahwa Allah Tritunggal adalah Allah
yang misionaris dan bahwa gereja pada dasarnya adalah misionaris. Sepanjang

32
Ibid.
33
Redford, “Innovations in Missiological Hermeneutics.”
34
Hjalmarson, “A Trinitarian Spirituality of Mission,” 106.
35
Andreas J. Köstenberger, A Theology of John’s Gospel and Letters (Grand Rapids: Zondervan,
2009), 543–546.
36
Ibid
37
Ibid

Jurnal Teologi Gracia Deo, e-ISSN: 2655-6863 | 73


T. Salurante, D. Yuliana: Pemahaman Tritunggal dan Perbedaan…

sejarah Allah menyelesaikan misi universal-Nya melalui pemilihan khusus sekaligus


juga Ia bersama terlibat menggerakkan dan menyelesaikan tujuan tersebut. Di sini
pemulihan sentralitas Roh Kudus untuk tugas misionaris menjadi jelas: "Roh Kudus
adalah roh Bapa dan Putra. Pekerjaan-Nya adalah untuk memungkinkan kita berpar-
tisipasi dalam Anak Kristus, untuk menjadi satu dengan Dia dalam ketaatannya
kepada Bapa. Dan hanya Dia yang dapat memungkinkan kita untuk berpartisipasi,
dan dengan demikian menjadi kesempatan, kesaksian-Nya.”38 Memberi penekanan
berlebihan kepada satu oknum dalam membangun pemahaman misional dapat
berakibat pada hal yang sesuai.
Dalam rancangan Allah seperti ini Newbigin memiliki pendapat yang menarik
sebagaimana dikutip Dodds yang melihat bahwa pemilihan merupakan kehendak
dan pemilihan Allah (pemilihan) untuk membentuk suatu umat untuk menjadi umat-
Nya sendiri, oleh siapa Dia bermaksud untuk menyelamatkan dunia. Mereka yang
dipilih oleh Tuhan memang diberkati, tetapi mereka dipilih sebagai Pembawa - bukan
penerima manfaat eksklusif.39 Lebih lanjut David Bosch berpikir selaras dengan
menyatakan bahwa tujuan pemilihan adalah pelayanan, dan ketika ini ditahan,
pemilihan kehilangan maknanya.40 Gereja yang berdiam bisa seperti apa yang
dimaksud Bosch adalah orang pilihan yang ditahan. Gereja yang belum melewati
batas-batas sebagai gereja yang bersifat sentrifugal dan centripetal. Dengan
pandangan seperti ini konsep pelayanan menjadi sebuah pengamatan yang luas bagi
gereja, namun bisa dikatakan itulah esensi misi holistik yang harus selalu ada dalam
setiap orang percaya saat ini. Pendapat Lamin Saneh bisa dipertimbangkan untuk
membantu memahami konseo Misiologi yang Trinitarian di Indonesia, dimana
konteks afrika punya kemiripan dengan Afrika Saneh katanya "solidaritas dengan
orang miskin, yang lemah, yang cacat, dan yang terstigma adalah sine qua non (syarat
mutlak) dari kredibilitas Kristen sebagai agama dunia."41 Kekristenan adalah Kasih
bukan karena Yesus mengajarkan namun itulah esensinya Allah dalam Alkitab.
Dimana Gereja dan orang percaya bagiannya. Mewujudkan misi Trinitarian adalah
keterlibatan kaum pilihan dalam menterjemahkan nilai-nilai kebenaran Allah dalam
setiap masalah yang menjadi belenggu dunia.
Allah dalam kekristenan adalah Allah yang memiliki natur misional pada
esensinya. Misi gereja dan orang percaya seharusnya ada dalam rencana misi
berkesinambungan dari awal sampai akhir yang telah ada dalam kekekalan. Salah
satunya yaitu membebaskan seluruh ciptaan-Nya dari akibat dosa, dimana tujuan
Allah tritunggal disini dapat dimengerti sebagai gerakan merestorasi secara
komprehensif, dan itu melibatkan pertempuran melawan korupsi dan penyembahan
berhala yang menodai ciptaan-Nya.42 Ini tujuan misi Allah yang juga diberikan
kepada gereja-Nya. Di mana ketiga pribadi memiliki peran yang sama dan tidak
berbeda karena secara ontologi memiliki esensi yang serupa, namun dalam tugas

38
Ibid
39
Ibid.
40
Ibid.
41 Ibid.
42 Ibid.

Jurnal Teologi Gracia Deo, e-ISSN: 2655-6863 | 74


Jurnal Teologi Gracia Deo, Vol 4, No 1, Juli 2021

yang berbeda. Pada zaman akhir, orang-orang percaya meneruskan misi Allah dalam
tutur kata, perbuatan dan kesaksiannya, bergerak secara sentrifugal dan sentripetal.
Gerakan ini melibatkan setiap pribadi yang telah percaya secara komunitas untuk
memanifestasikan kehadiran Allah di tengah kehidupan dan hubungannya dengan
sesama.43 Allah yang mengutus pernah juga masuk ke dalam sejarah manusia
menjadi Allah dan Misioner dalam kehidupan Yesus Kristus.
Tugas ini adalah tugas Kristus selama Ia ada di dunia yang sekarang melibatkan
orang-orang yang percaya kepada-Nya. Yesus bukanlah renungan Allah; Dia
digambarkan sebagai pemikiran ke depan yang sekarang terungkap. Dia tidak
menciptakan identitas baru dengan apa yang dia lakukan, dia mengungkapkan apa
yang selama ini dia lakukan, dan apa yang selalu diharapkan Israel.44 Pandangan ini
ingin mengoreksi kaum ekumenikal yang sejak abad 18-19 melihat misi hanya dari
sudut pandang eklesiologi yang membentuk paradigma misi dan orang pilihan
menjadi begitu eksklusif dan memandang budaya lain diluar barat harus ikut
budayanya. Menurut Sunquist: “Those who are called to Christ are sent by Christ;
thus mission is fundamental to Christian existence.”45 Bagi Sunquist misi Kristen yang
tidak boleh diabaikan dalam abad ke 21 ini adalah soal spiritualitas orang-orang
percaya. Dimana kita semua diundang untuk berbagi dalam penderitaan Kristus
sebagai bagian dari partisipasi kita dalam misi-Nya: inilah kehidupan spiritual.46
Spiritualitas misi bisa diterjemahkan sebagai spiritualitas integratif yang berakar pada
Allah Sendiri, dengan tidak ada pemisahan makhluk dan tindakan. Missio Dei
menunjukkan bahwa ada persekutuan dan pengutusan dalam kehidupan Allah tri-
tunggal. Dalam konsep ini gereja sebagai komunitas Kristus, selalu berorientasi pada
lingkungan sekitar baik terdekat maupun terjauh yang membawa transformasi.47
Relasionalitas ditentukan oleh gerakan ke dalam dan ke luar, baik komunitas maupun
misi. Setiap gerakan ke dalam memulai gerakan ke luar, dan setiap gerakan ke luar
memulai gerakan ke dalam.48 Pandangan ini sekalipun nampak masih jauh dari
realitas ideal yang ada saat ini, tetapi ini penting untuk diperhatikan jika tidak ingin
melihat gereja semakin kehilangan arah misinya. Karena misi gereja yang tergambar
saat-saat ini lebih banyak dipengaruhi pengertian manusia dengan berbagai agenda
yang kurang kontekstual.
Lebih lanjut, David Bosch menjelaskan esensi dari misi adalah “Misi dipahami
sebagai diturunkan dari hakikat Tuhan. Hal itu ditempatkan dalam konteks doktrin
Tritunggal, bukan eklesiologi, atau soteriologi. Doktrin klasik tentang missio Dei
sebagai Allah Bapa yang mengutus Anak, dan Allah Bapa dan Anak yang mengi-
rimkan Roh diperluas untuk mencakup satu lagi “gerakan:” Bapa, Putra dan Roh
Kudus yang mengutus gereja di dunia.”49 Gereja adalah instrumen dan saksi misi
Tuhan kepada dunia, bukan akhirnya. Sexton menegaskan bahwa kesaksian pada

43 Ibid.
44 Ibid.
45 Ibid.
46 Ibid.
47 Ibid.
48 Ibid.
49 Ibid.

Jurnal Teologi Gracia Deo, e-ISSN: 2655-6863 | 75


T. Salurante, D. Yuliana: Pemahaman Tritunggal dan Perbedaan…

dasarnya bukanlah tindakan gereja, tetapi dari Roh yang dengan tak terhapuskan
menandai gereja dan memisahkan umat Allah sebagai saksi.50 Jika misi hanya
berhenti sebagai agenda perluasan wilayah, ajaran, organisasi maka ini keliru.
Berbagai perwujudan sejarah, budaya, global dan kontemporer dari gereja dapat
dipandang sebagai rangkaian iterasi lokal dan global dari misi Allah untuk semua
ciptaan. Pada akhirnya yang ingin ditegaskan adalah membangun pandangan
misional tidak boleh dilepaskan dari fondasi utama dari ajaran Tritunggal. Penebusan
ciptaan adalah pekerjaan Allah dan itu dicapai terutama melalui pengorbanan Kristus
di atas kayu salib, namun penebusan itu menjadi nyata dan relevan di sepanjang
zaman melalui pekerjaan Roh Kudus, Allah Tritunggal terlibat dari awal sampai
akhir, inilah orientasi misi orang percaya yang mengarah kepada dunia, dimana
konteks kita membawa pengaruh nilai-nilai kerajaan Allah.
Kesimpulan
Uraian yang telah diungkapkan menunjukkan betapa misi merupakan sebuah
topik yang dinamis dan multi pandangan yang bisa membentuk suatu pola pelayanan
misi yang tidak sesuai rencana Allah. Hal utama dapat dikatakan bahwa topik ini
menimbulkan banyak perdebatan dan masalah yang perlu diperhatikan seiring
perubahan demografi kekristenan dan kondisi global dunia. Proposal yang diajukan
dalam penelitian ini untuk mendorong supaya gereja tidak semakin mengabaikan
betapa pentingnya fondasi ajaran Tritunggal terhadap misi gereja di zaman
kontemporer sekarang. Dengan melihat Teologi trinitas yang berimplikasi kepada
missio dei mungkin bisa menjawab salah satu masalah misiologis yang mendesak di
zaman kita. Sekalipun tujuan untuk bisa diterima berbagai tradisi kekristenan masih
belum bisa terwujud setidaknya usaha tersebut terus dilakukan. Misi adalah inisiatif
Allah untuk mengembalikan seluruh ciptaan-Nya yang telah dirusak karena dosa.
Sementara misi tidak berasal dari atau milik gereja tertentu dengan tradisinya. Ia
terbentuk dari natur Allah Tritunggal yang saling menyatu.
Penelitian ini menegaskan bahwa Allah Tritunggal mengirimkan gereja dari
tempatnya berada, sebagai instrumen utamanya - komunitas yang diutus untuk
melaksanakan misinya menjadi saksi-Nya di seluruh dunia dalam spektrum pelaya-
nan yang luas dalam kuasa Roh Kudus Konsekuensinya, misi tidak terbatas pada
aktivitas misionaris yang diutus oleh gereja, yang pergi ke luar negeri, transnasional
dan melintasi berbagai rintangan, untuk membawa pesan keselamatan tetapi sesuatu
yang dikehendaki Allah dalam tujuan mengembalikan ciptaan untuk memuliakan-
Nya. Akhirnya Gereja sebagai Tubuh Kristus akan berpartisipasi dalam kehidupan
ilahi Allah: Gereja ada sebagai komunitas dalam misi tanpa pemisahan antara
keberadaan dan tindakan.
Referensi
Accad, M., and J. Corrie. “Trinity.” In Dictionary of Mission Theology, 396–401.
Nottingham: InterVarsitiy Press, 2007.

50 Ibid.

Jurnal Teologi Gracia Deo, e-ISSN: 2655-6863 | 76


Jurnal Teologi Gracia Deo, Vol 4, No 1, Juli 2021

Bauckham, Richard. Bible and Mission: Christian Witness in a Postmodern World. Grand
Rapids: Baker Academic, 2003.
Bavinck, Herman. Dogmatika Reformed. Edited by John Bolt. Surabaya: Momentum,
2012.
Bevans, Stephen B., Darrell L. Guder, Ruth P. DeBorst, Edward Rommen, and Ed
Stetzer. The Mission of the Church. Edited by Craig Ott. Grand Rapids: Baker
Academic, 2016.
Bosch, David J. Transforming Mission: Paradigm Shifts in Theology of Mission. Maryknoll:
Orbis Books, 1991.
Braaten, Carl E. “The Triune God: The Source and Model of Christian Unity and
Mission.” Missiology: An International Review 18, no. 4 (1990): 415–427.
Dodds, Adam. “Newbigin’s Trinitarian Missiology: The Doctrine of the Trinity as
Good News for Western Culture.” International Review of Mission 99, no. 1 (2010):
69–85.
Franke, John R. “Intercultural Hermeneutics and the Shape of Missional Theology.” In
Reading the Bible Missionally, edited by Michael W. Goheen, 86–106. Grand
Rapids: Eerdmans, 2016.
Glasser, Arthur F., Charles E. Van Engen, Dean S. Gilliland, and Shawn B. Redford.
Announcing The Kingdom: The Story of God’s Mission in The Bible. Grand Rapids:
Baker Academic, 2003.
Goheen, Michael W. Introduction Christian Mission Today: Scripture, History and Issues.
Downers Grove: IVP Academic, 2014.
Gunton, Colin E. The Promise of Trinitarian Theology. 2nd ed. Edinburgh: T. & T. Clark,
1997.
Hiebert, Paul G. “Missiological Education for a Global Era.” In Missiological Education
for the Twenty-Fisrt Century, edited by J. Dudley Woodberry, Charles Van Engen,
and Edgar J. Elliston, 34–42. Eugene: Wipf&Stock, 1997.
Hjalmarson, Leonard E. “A Trinitarian Spirituality of Mission.” Journal of Spiritual
Formation and Soul Care 6, no. 1 (2013): 93–108.
Kooi, Cornelis van der, and Gijsbert van den Brink. Christian Dogmatics An
Introduction. Grand Rapids: Eerdmans, 2017.
Köstenberger, Andreas J. A Theology of John’s Gospel and Letters. Grand Rapids:
Zondervan, 2009.
Mamahit, Ferry Y. “Sikap Ekumenikal Dan Evangelikal Terhadap Agama-Agama
Lain: Sebuah Analisis Perbandingan Historis-Teologis.” Dunamis 5, no. 1 (2020):
71–92.
Moltmann, Jurgen. The Trinity & the Kingdom: The Doctrine of God. Minneapolis:
Fortress Press, 1993.
Newbigin, Lesslie. Trinitarian Doctrine for Today’s Mission. Eugene: Wipf&Stock, 2006.
Ott, Craig. “Introduction: Mainline Protestant and the Ecumenical Movement.” In The
Mission of The Church, edited by Craig Ott. Grand Rapids: Baker Academic, 2016.
Redford, Shawn B. “Innovations in Missiological Hermeneutics.” In The State of
Missiology Today: Global Innovations in Christian Witness, edited by Charles E. Van
Engen, 38–61. Downers Grove: IVP Academic, 2016.

Jurnal Teologi Gracia Deo, e-ISSN: 2655-6863 | 77


T. Salurante, D. Yuliana: Pemahaman Tritunggal dan Perbedaan…

Robert, Dana L. “Shifting Southward: Global Christianity since 1945.” International


Bulletin of Missionary Research 24, no. 2 (2000): 50–58.
Salurante, Tony, Dyulius Th Bilo, and David Kristanto. “Transformasi Komunitas
Misi : Gereja Sebagai Ciptaan Baru Dalam Roh Kudus” 7, no. 1 (2021): 1–2.
Saneh, Lamin. Translating the Message: The Missionary Impact on Culture. Maryknoll:
Orbis Books, n.d.
Sexton, Jason S. “A Confessing Trinitarian Theology for Today’s Mission.” In
Advancing Trinitarian Theology: Exploration in Constructive Dogmatics, edited by
Oliver D. Crisp and Fred Sanders, 171–190. Grand Rapids: Zondervan, 2014.
Sills, David M. Changing World, Unchancing Mission: Responding to Global Challenges.
Downers Grove: IVP Academic, 2015.
Stetzer, Ed. “An Evangelical Kingdom Community Approach.” In The Mission of The
Church, edited by Craig Ott, 91–118. Grand Rapids: Baker Academic, 2016.
Sunquist, Scott W. Understanding Christian Mission: Participation in Suffering and Glory.
Grand Rapids: Baker Academic, 2013.
Tennent, Timothy C. Invitation to World Missions: A Trinitarian Missiology for the
Twenty-First Century. Grand Rapids: Kregel, 2010.
Torrance, Thomas F. The Christian Doctrine of God, One Being Three Persons. Edinburgh:
T. & T. Clark, 1996.
Whitfield, K. “The Triune God: The God of Mission.” In Theology and Practice of
Mission: God, the Church, and the Nations, edited by Bruce Riley Ashford.
Nashville: B&H Publishing Group, 2011.
Wright, N.T. “Reading the New Testament Missionally.” In Reading the Bible
Missionally, edited by Michael W. Goheen, 175–193. Grand Rapids: Eerdmans,
2016.
Yoder, John Howard. Theology of Mission: Believers Chirch Perspective. Edited by Gayle
Gerber Koontz and Andy Alexis-Baker. Downers Grove: IVP Academic, 2014.

Jurnal Teologi Gracia Deo, e-ISSN: 2655-6863 | 78

Anda mungkin juga menyukai