Anda di halaman 1dari 11

NAMA : MONIFATI LAHAGU

NIM : 2021.02.529
SEMESTER/PRODI : VI / PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN (PAK)
MATA KULIAH : OIKUMENIKA
DOSEN PENGAMPU : BOY RIO SINAGA, M.AG

LAPORAN BACAAN BUKU “MENUJU KEESAAN GEREJA”

A. Identitas Buku
Judul Buku : Menuju Keesaan Gereja
Penulis : Dr. Christiaan de Jonge
Penerbit : BPK. Gunung Mulia, Jakarta
Tahun : 2006, Cet. 6
Tebal : xviii, 242 halaman
B. Garis Besar Isi Buku
 Bagian I: Sejarah gerakan oikumenis
 Bagian II: Beberapa dokumen dari gerakan oikumenis
 Bagian III: Beberapa tema dari diskusi oikumenis
C. Laporan Hasil Analisa Buku
Dalam buku "Menuju Keesaan Gereja" karya Dr. Christiaan de Jonge, pembaca
diajak menelusuri perjalanan panjang dan kompleksitas gerakan oikumenis melalui tiga
bagian utama yang disusun secara sistematis. Bagian I (11 bab) menguraikan sejarah
gerakan oikumenis, memberikan konteks historis yang mendalam tentang bagaimana
upaya untuk mencapai kesatuan gereja telah berkembang dari waktu ke waktu. Bagian II
(4 bab) menyajikan beberapa dokumen penting dari gerakan oikumenis, yang menawarkan
wawasan tentang pemikiran dan teologi yang mendukung usaha-usaha ekumenis.
Terakhir, bagian III (8 bab) mengeksplorasi Beberapa Tema dari Diskusi Oikumenis,
menghadirkan pembahasan mendalam tentang isu-isu teologis dan sosial yang tengah
dihadapi dalam usaha menuju kesatuan gereja.
Dalam laporan bacaan ini, saya akan mengeksplorasi karya penting Dr. Christiaan de
Jonge, "Menuju Keesaan Gereja". Buku ini membahas sebuah tema yang sangat relevan
dan penting dalam konteks kekristenan modern: usaha mencapai persatuan gereja di
tengah keanekaragaman doktrin, praktik, dan tradisi yang ada dalam tubuh Kristus global.
Sebagai sebuah tema yang telah lama menjadi pokok doa, studi, dan diskusi di antara
teolog, pemimpin gereja, dan umat beriman, upaya menuju keesaan gereja menawarkan
wawasan berharga mengenai bagaimana keberagaman bisa dijembatani dengan iman yang
bersifat inklusif dan dialogis. Dr. Christiaan de Jonge, dengan latar belakang akademis
dan pengalamannya yang luas, menyajikan analisis mendalam mengenai sejarah, teologi,
dan praksis ekumenisme, serta tantangan-tantangan yang dihadapi dalam perjalanan ini.
Buku ini tidak hanya berfungsi sebagai sarana edukasi tetapi juga inspirasi bagi pembaca
untuk merenungkan dan bertindak demi mewujudkan visi gereja yang lebih terpadu dan
bersatu.
Melalui pengantar ini, kita diundang untuk memasuki dunia pemikiran Dr. De
Jonge, mengerti kerumitan yang dihadapi, dan menghargai upaya yang dilakukan dalam
mencapai tujuan mulia tersebut. Kita akan membahas secara ringkas isi buku, metode
penulis dalam mengemukakan argumen, dan implikasi dari penelitiannya bagi gereja masa
kini dan masa depan. Laporan ini diharapkan dapat membuka pandangan baru dan
memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang pentingnya ekumenisme dalam
konteks kekristenan global.

Bagian I Sejarah Gerakan Oikumenis


Melalui Buku "Menuju Keesaan Gereja" karya Dr. Christiaan de Jonge membawa
pembaca dalam perjalanan yang mendalam dan terperinci melalui sejarah gerakan
oikumenis. Bagian I buku ini terdiri dari 11 bab yang masing-masing memberikan
gambaran yang sangat rinci tentang evolusi gerakan oikumenis dari masa lampau hingga
saat ini.
1. Akar-Akar Gerakan Oikumenis Pada Abad-Abad Lalu, Sampai Dengan Konferensi
Pekabaran Injil Sedunia Di Edinburgh (1910): Bab ini membuka jendela ke masa
lampau gerakan oikumenis, mengulas akar-akar gerakan ini dan peristiwa-peristiwa
penting yang membentuk pemikiran ekumenis.
2. Akibat Edinburgh (I) : International Missionary Council (1921-1961). Dr. de Jonge
mengeksplorasi dampak dari Konferensi Pekabaran Injil Sedunia di Edinburgh
terhadap pendirian International Missionary Council dan perannya dalam gerakan
oikumenis.
3. Akibat Edinburgh (II): Gerakan Faith And Order (1910-1937). Bab ini membahas
perkembangan Gerakan Faith And Order setelah Konferensi Edinburgh, menggali
pemikiran teologis dan praktek gerejawi yang berusaha mencapai kesatuan iman.
4. Akibat Edinburg (III): Gerakan Life And Work 1919-1937; World Alliance (1914-
1948). Dr. de Jonge mengulas peran penting Gerakan Life And Work dan World
Alliance dalam mempromosikan kesatuan dalam kehidupan sosial dan pelayanan
gerejawi.
5. Pembentukan Dewan Gereja-gereja Sedunia (1937 – 1948). Bab ini menyoroti
pembentukan Dewan Gereja-gereja Sedunia (World Council of Churches) dan
signifikansinya dalam mengoordinasikan usaha-usaha ekumenis global.
6. Sejarah Singkat Dewan Gereja-gereja Sedunia dari Sidang Raya II – VI. Dr. de
Jonge memberikan ringkasan perjalanan Dewan Gereja-gereja Sedunia dalam berbagai
sidang raya, menunjukkan evolusi pemikiran dan kerja sama ekumenis.
7. Sejarah Singkat Faith And Order, Life And Work serta International Missionary
Council sebagai Bagian dari DGD. Bab ini menjelaskan peran dan kontribusi Faith
And Order, Life And Work, serta International Missionary Council sebagai komponen
integral dari Dewan Gereja-gereja Sedunia.
8. : Oikumene Denominasional: Dr. de Jonge mengulas peran dan tantangan dalam
upaya kesatuan di antara denominasi-denominasi Kristen, menyoroti perbedaan dan
kerjasama yang terjadi.
9. Oikumene di Asia: Bab ini menjelajahi konteks ekumenis di Asia, menyoroti
perbedaan budaya dan pemikiran teologis yang mempengaruhi gerakan oikumenis di
wilayah ini.
10. Oikumene di Indonesia: Dr. de Jonge memberikan tinjauan khusus tentang situasi
ekumenis di Indonesia, menggali sejarah, tantangan, dan potensi dari usaha-usaha
kesatuan gereja di negara ini.
11. Gereja Katolik Roma dan Gerakan Oikumenis: Bab terakhir ini membahas hubungan
antara Gereja Katolik Roma dengan gerakan oikumenis, menyoroti langkah-langkah
penting menuju dialog dan kesatuan antara gereja-gereja Kristen.

Deskripsi materi bagian I: Dalam Bagian I dari buku "Menuju Keesaan Gereja"
penulis menyajikan sebuah eksplorasi komprehensif mengenai sejarah gerakan oikumenis,
menguraikan bagaimana pergerakan ini bermula dan berkembang melalui berbagai era. De
Jonge memulai dengan mendefinisikan oikumenisme sebagai upaya mengatasi perpecahan
di antara komunitas-komunitas Kristen, lalu melangkah lebih jauh untuk menelusuri akar
historis dari perpecahan tersebut, mulai dari Kontroversi Arian di abad ke-4, Skisma Besar
antara Gereja Timur dan Barat pada tahun 1054, hingga Reformasi Protestan pada abad
ke-16.
Penulis dengan cermat mengeksplorasi bagaimana setiap peristiwa historis tidak
hanya menciptakan keretakan teologis dan liturgis, tapi juga bagaimana mereka
menanamkan benih-benih dialog dan keinginan untuk kembali kepada kesatuan. De Jonge
menyoroti konferensi-konferensi penting seperti Konferensi Dunia Misi Edinburgh pada
tahun 1910, yang dia anggap sebagai titik balik dalam gerakan modern menuju
oikumenisme, memicu pembentukan Dewan Gereja-gereja Sedunia pada tahun 1948
sebagai wadah formal untuk dialog antar denominasi.
Selain itu, De Jonge juga membahas tentang kontribusi teolog dan pemimpin gereja
yang berpengaruh dalam mendorong dialog dan pemahaman lintas iman, serta bagaimana
dokumen-dokumen ekumenis, seperti Dekret tentang Ekumenisme dari Konsili Vatikan II,
telah berkontribusi pada pemahaman dan praktik oikumenis di antara umat Katolik.
Dengan mengakhiri bagian ini, Dr. De Jonge mengajak pembaca untuk menghargai
kompleksitas sejarah oikumenisme sebagai sebuah latar belakang penting yang
membentuk usaha-usaha kontemporer menuju keesaan gereja, menegaskan bahwa
memahami sejarah ini tidak hanya vital untuk memahami di mana kita berada hari ini, tapi
juga untuk merencanakan langkah ke depan dalam perjalanan ekumenis. Bagian ini,
dengan detil dan insight-nya, menawarkan sebuah fondasi yang kaya untuk memahami
bagaimana perbedaan-perbedaan historis bisa menjadi jembatan untuk dialog dan
pemahaman di masa kini.

Bagian II: Beberapa Dokumen dari Gerakan Oikumenis


Bagian kedua dari buku "Menuju Keesaan Gereja" menyoroti dan menganalisis
beberapa dokumen penting yang telah berperan dalam membentuk dan memandu gerakan
oikumenis. Terbagi menjadi empat bab, bagian ini memberikan wawasan mendalam
tentang dokumen-dokumen kunci yang telah mendefinisikan dialog dan upaya keesaan
gerejawi.
1. Dekrit Konsili Vatikan II “De Oecumenismo”: Bab keduabelas menguraikan Dekrit
tentang Ekumenisme dari Konsili Vatikan II, yang merupakan pernyataan resmi
Gereja Katolik Roma tentang ekumenisme. Dokumen ini menandai pergeseran
penting dalam sikap Gereja Katolik terhadap gereja-gereja lain, menyerukan
pembaruan dan rekonsiliasi sebagai upaya untuk mengatasi perpecahan di antara umat
Kristen. Dr. de Jonge menjelaskan pentingnya dekrit ini dalam menginspirasi gereja-
gereja lain untuk berkomitmen terhadap dialog ekumenis.
2. Baptism, Eucharist and Ministry: Bab ketigabelas fokus pada dokumen "Baptism,
Eucharist, and Ministry" (BEM) yang diterbitkan oleh Komisi Faith and Order dari
Dewan Gereja-gereja Sedunia. Dokumen BEM, yang hasil dari konsultasi ekumenis
lintas denominasi, mencoba menemukan pemahaman bersama mengenai sakramen
baptisan, eukaristi, dan pelayanan dalam kerangka mencapai kesatuan gereja. Analisis
Dr. de Jonge menggarisbawahi pentingnya BEM dalam mengidentifikasi titik-titik
konsensus teologis dan praktis antar tradisi Kristen.
3. Hasil Sidang Raya DGD ke-VI di Vancouver: Bab keempatbelas mengevaluasi hasil
dan dokumen yang dihasilkan dari Sidang Raya ke-VI Dewan Gereja-gereja Sedunia
yang diadakan di Vancouver. Diskusi ini meliputi berbagai tema seperti keadilan,
perdamaian, penciptaan, dan kesatuan gereja, dengan fokus khusus pada bagaimana
hasil sidang ini mempengaruhi arah dan strategi gerakan oikumenis ke depan. Dr. de
Jonge menyajikan pembacaan kritis terhadap keputusan dan inisiatif yang diambil
dalam sidang tersebut.
4. Lima Dokumen Keesaan PGI: Bab kelimabelas mengulas lima dokumen penting
dari Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) yang berkaitan dengan usaha
keesaan gereja. Dokumen-dokumen ini mencerminkan konteks lokal dan tantangan
yang dihadapi dalam usaha oikumenis di Indonesia, memberikan perspektif tentang
bagaimana gereja-gereja di negara berkembang menginterpretasikan dan
melaksanakan ide-ide ekumenis. Dr. de Jonge memberikan analisis terhadap setiap
dokumen, menyoroti kontribusi mereka terhadap dialog ekumenis dan upaya keesaan
di Indonesia.

Deskripsi materi bagian II: Pada Bagian II ini, pertama, De Jonge menyoroti
Deklarasi Lima Komuni oleh Paus Paulus VI pada tahun 1965, yang menandai langkah
penting dalam usaha mendekati kesatuan antara Gereja Katolik Roma dan denominasi-
denisasi Protestan. Ia merinci bagaimana deklarasi ini menegaskan bahwa pertumbuhan
kesatuan antara umat Kristen adalah suatu keharusan, sekaligus menekankan pentingnya
pembicaraan dan kerjasama yang lebih erat di antara mereka.
Selanjutnya, penulis membahas Enchiridion Oecumenicum, sebuah kompendium
yang menghimpun berbagai pernyataan dan dokumen resmi yang dikeluarkan oleh Gereja
Katolik sejak Konsili Vatikan II. De Jonge mengulas bagaimana kompendium ini
memberikan gambaran yang jelas tentang komitmen Gereja Katolik terhadap
ekumenisme, termasuk pemahaman dan respons terhadap berbagai isu teologis yang
menjadi fokus dialog ekumenis.
Kemudian, pembaca diarahkan pada pertimbangan De Jonge mengenai dokumen-
dokumen penting lainnya, seperti Lima Komuni di Lima, Peru pada tahun 1982, yang
menunjukkan semangat kerjasama antara gereja-gereja Kristen dalam menghadapi
tantangan bersama dalam misi dan pelayanan.
Bagian ini memberikan pembaca dengan pemahaman yang mendalam tentang
keragaman doktrin dan praktik-praktik oikumenis, serta upaya-upaya konkrit yang
dilakukan untuk mencapai kesatuan. De Jonge dengan jelas menyampaikan bagaimana
dokumen-dokumen ini bukan hanya sekadar pernyataan teologis, tetapi juga instrumen
penting dalam membangun jembatan dialog lintas gereja.
Dengan mengeksplorasi Bagian II dari buku ini, pembaca diharapkan dapat
memahami bagaimana dokumen-dokumen ini menjadi landasan bagi upaya-upaya menuju
keesaan gereja, dan bagaimana mereka memperkaya pemahaman akan keragaman gereja-
gereja Kristen. Bagian ini memberikan wawasan yang berharga tentang upaya konkrit
yang telah dan sedang dilakukan dalam membangun persatuan gereja.

Bagian III: Beberapa tema dari diskusi oikumenis


Bagian III dari buku "Menuju Keesaan Gereja" oleh Dr. Christiaan de Jonge terdiri
dari 8 sub bab pembahasan yang menghadirkan pembaca pada sebuah penjelajahan
mendalam terkait dengan beberapa tema kunci yang menjadi fokus diskusi dalam gerakan
oikumenis. Dalam bagian ini, penulis menguraikan berbagai isu teologis, sosial, dan
praktis yang menjadi titik sentral dalam upaya menuju kesatuan gereja.
1. Pemahaman Mengenai Keesaan Gereja. Bab ini membahas konsepsi dan
pemahaman yang berbeda-beda tentang arti kesatuan gereja di antara denominasi-
denominasi Kristen. Dr. de Jonge menjelajahi teologi-teologi yang mendasari
pemikiran tentang kesatuan, mencari titik-titik persamaan dan perbedaan.
2. Evangelical-Ecumenical: Sekitar Church Growth: Bab ini memperkenalkan
hubungan antara gerakan ekumenis dengan pertumbuhan gereja, khususnya dalam
konteks gerakan evangelical. Dr. de Jonge mengeksplorasi bagaimana pemikiran
ekumenis dapat berkontribusi terhadap pertumbuhan gereja secara holistik.
3. Gereja dan Kaum Miskin: Teologi Pembahasan di Amerika Latin dan Konferensi
Pekabaran Injil Sedunia di Melbourne (1980). Bab ini mengulas pentingnya dialog
ekumenis dalam konteks pelayanan kepada kaum miskin, dengan fokus pada
perspektif Latin Amerika. Dr. de Jonge menyoroti teologi pembebasan dan peran
gereja dalam menciptakan keadilan sosial.
4. Konferensi Pekabaran Injil Sedunia di San Antonio 1989. Dr. de Jonge membahas
hasil dan diskusi dari Konferensi Pekabaran Injil Sedunia di San Antonio pada tahun
1989, yang menyoroti tantangan-tantangan baru dalam gerakan oikumenis.
5. Urban Rural Mission. Bab ini membahas perbedaan dan kesamaan dalam misi gereja
di lingkungan perkotaan dan pedesaan. Dr. de Jonge menunjukkan bagaimana konteks
sosial dan geografis mempengaruhi strategi dan fokus misi gereja.
6. Teologi Asia: Bab ini mengeksplorasi keragaman teologi di Asia dan bagaimana
konteks Asia mempengaruhi pemikiran teologis dan praktik gereja. Dr. de Jonge
memberikan contoh-contoh konkret dari dialog ekumenis di Asia.
7. Dialog Antar Umat Beragama. Dr. de Jonge membahas pentingnya dialog antar umat
beragama dalam konteks kesatuan gereja. Bab ini menyoroti upaya-upaya dialog lintas
agama untuk menciptakan pemahaman dan kerjasama antar umat beragama.
8. Proses Konsili Mengenai "Keadilan, Perdamaian, dan Keutuhan Ciptaan": Bab
terakhir membahas proses konsultasi dan diskusi tentang isu-isu keadilan, perdamaian,
dan keutuhan ciptaan dalam konteks ekumenis. Dr. de Jonge menyoroti upaya-upaya
untuk mengintegrasikan isu-isu sosial dan lingkungan ke dalam dialog dan tindakan
gereja.

Deskripsi materi bagian III: Dalam bagian ini, De Jonge membuka pembahasan
dengan mengulas tema "Kesatuan Rohani dan Sakramental", di mana ia menyoroti
pentingnya pengakuan bersama akan baptisan, Ekaristi, dan kewenangan gereja. Penulis
menekankan bahwa kesatuan rohani bukanlah konsep abstrak, melainkan mengakar dalam
kesatuan sakramental dan pengalaman berdoa bersama.
Selanjutnya, penulis menjelajahi tema "Tradisi, Dogma, dan Doktrin", membahas
bagaimana gereja-gereja memiliki tradisi-tradisi yang berbeda namun juga memiliki
fondasi yang sama dalam ajaran-ajaran fundamental iman Kristen. De Jonge menekankan
perlunya keterbukaan untuk belajar dan tumbuh dalam pemahaman bersama terhadap
kebenaran iman.
Bagian berikutnya membahas tema yang relevan dalam konteks global saat ini, yaitu
"Ekumenisme dan Dialog Antar-Kepercayaan". Penulis mengeksplorasi bagaimana
gereja-gereja Kristen dapat berinteraksi dengan agama-agama lain secara saling
menghormati, mencari kesamaan dalam keyakinan moral, dan bekerja bersama dalam isu-
isu sosial dan lingkungan.
De Jonge juga mengupas tema "Pelayanan Bersama dan Misi Ekumenis", di mana ia
menggarisbawahi pentingnya kerjasama di antara gereja-gereja dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan, serta memperkuat misi bersama untuk
menyebarkan Injil dan nilai-nilai Kerajaan Allah.
Dalam bagian penutupnya, De Jonge menyimpulkan dengan menegaskan bahwa
upaya-upaya ekumenis ini bukanlah sekadar wacana teologis, tetapi juga panggilan
konkret untuk bertindak bersama dalam mewujudkan visi kesatuan gereja. Penulis
mengajak pembaca untuk merenungkan bagaimana setiap orang Kristen, baik individu
maupun komunitas gereja, memiliki peran yang penting dalam membangun jembatan
dialog dan kerjasama yang lebih erat di antara mereka.
Melalui eksplorasi yang mendalam dan reflektif ini, Bagian III dari buku "Menuju
Keesaan Gereja" memberikan wawasan yang kaya dan inspiratif tentang berbagai tema
yang menjadi pusat perhatian gerakan oikumenis saat ini. Dengan membaca bagian ini,
pembaca diharapkan dapat lebih memahami kompleksitas dan pentingnya usaha bersama
dalam mencapai keesaan gereja.

Kesimpulan
Berdasarkan ketiga bagian penjelasan materi di atas, saya menyimpulkan melalui tiga
bagian utamanya, buku ini menguraikan perjalanan historis gerakan oikumenis,
memperkenalkan dan menganalisis dokumen-dokumen fundamental yang telah menjadi
landasan dialog antar gereja, serta mendiskusikan berbagai tema penting yang terus
mendorong perdebatan dan dialog dalam upaya mencapai kesatuan yang lebih erat di
antara denominasi-denominasi Kristen. Dengan pendekatan yang terstruktur dan analitis,
Dr. De Jonge tidak hanya berhasil mengedukasi pembaca tentang pentingnya dan
kompleksitas dari gerakan oikumenis, tetapi juga menginspirasi sebuah refleksi tentang
bagaimana perbedaan dapat diatasi demi mencapai kesatuan dalam iman dan praktek.

D. Kelebihan dan Kekurangan Buku


1. Kelebihan:
 Kedalaman Materi: "Menuju Keesaan Gereja" karya Dr. Christiaan de Jonge
menyajikan analisis yang mendalam mengenai sejarah gerakan oikumenis,
dokumen-dokumen penting, dan tema-tema diskusi ekumenis yang kompleks. Ini
memberikan pembaca perspektif luas tentang upaya-upaya menuju kesatuan gereja.
 Struktur yang Terorganisir: Buku ini terstruktur dalam tiga bagian utama yang
memudahkan pembaca untuk mengikuti alur pembahasan mulai dari sejarah,
dokumen-dokumen kunci, hingga diskusi tematik. Struktur ini mendukung
pemahaman holistik tentang gerakan oikumenis.
 Referensi yang Kaya: Penyajian dokumen-dokumen penting dari gerakan oikumenis
sebagai bagian dari buku menawarkan nilai tambah bagi pembaca yang ingin
mendalami sumber primer dari dialog ekumenis.
2. Kekurangan:
 Aksesibilitas untuk Pembaca Awam: Meskipun mendalam, buku ini mungkin
menantang bagi pembaca yang tidak memiliki latar belakang di teologi atau sejarah
gereja, membuat konten sulit diakses oleh pembaca awam.
 Berat pada Teori daripada Aplikasi: Buku ini mungkin lebih berfokus pada aspek
teoretis dari gerakan oikumenis daripada contoh praktik ekumenisme dalam
kehidupan sehari-hari gereja atau komunitas keagamaan, yang bisa membuat
pembaca bertanya-tanya tentang penerapan praktis dari diskusi tersebut.
3. Tanggapan Pribadi:
Buku "Menuju Keesaan Gereja" oleh Dr. Christiaan de Jonge merupakan bacaan yang
menantang namun memperkaya. Buku ini berhasil menarik perhatian saya ke dalam
kompleksitas dan kedalaman gerakan oikumenis, sebuah area yang sebelumnya saya tidak
banyak ketahui. Meskipun pada awalnya saya merasa kewalahan dengan jargon dan
konsep teologis yang berat, saya akhirnya menghargai upaya penulis dalam memaparkan
sejarah dan dokumen penting gerakan oikumenis dengan cara yang sistematis dan
mendalam.
Apa yang paling menarik bagi saya adalah bagaimana buku ini menggali tema-tema
diskusi ekumenis, yang membuka mata saya terhadap berbagai isu teologis dan sosial yang
dibahas dalam konteks ini. Ini mendorong saya untuk memikirkan lebih dalam tentang
pentingnya dialog dan pemahaman lintas iman dalam mencapai kesatuan gereja.
Namun, saya berharap ada lebih banyak diskusi tentang bagaimana prinsip-prinsip
ekumenis dapat diterapkan dalam konteks gereja lokal dan kehidupan sehari-hari umat
beragama. Ini akan membuat buku ini lebih relevan bagi pembaca yang mencari inspirasi
untuk aksi ekumenis dalam komunitas mereka sendiri.
Secara keseluruhan, "Menuju Keesaan Gereja" adalah bacaan yang berharga bagi
siapa saja yang tertarik dalam usaha ekumenis dan upaya gereja-gereja untuk mencapai
kesatuan yang lebih dalam. Ini mendorong refleksi mendalam dan menyediakan fondasi
yang kuat untuk pemahaman lebih lanjut tentang topik ini.

E. Rekomendasi Buku Pendukung


Sebagai buku pendukung yang dapat melengkapi dan memperdalam pemahaman
terhadap tema-tema yang dibahas dalam buku "Menuju Keesaan Gereja" oleh Dr.
Christiaan de Jonge, saya merekomendasikan: Buku "Called to Communion:
Understanding the Church Today" oleh Joseph Cardinal Ratzinger (Paus Emeritus
Benediktus XVI)

Alasan saya merekomendasikan buku ini sebagai pendukung dikarenakan


menawarkan pandangan yang mendalam dari tokoh Gereja Katolik yang sangat dihormati,
yaitu Paus Emeritus Benediktus XVI, sebelumnya dikenal sebagai Joseph Cardinal
Ratzinger. Dalam karya ini, Ratzinger membahas esensi gereja, misi ekumenis, dan peran
penting kesatuan dalam tubuh Kristus.
Dalam "Called to Communion", Ratzinger menguraikan gagasan bahwa gereja
bukanlah sebuah organisasi sosial atau politik, tetapi komunitas iman yang bersatu dalam
persekutuan dengan Kristus. Ia menekankan bahwa kesatuan gereja bukanlah hanya satu
pilihan di antara banyak pilihan, tetapi merupakan bagian integral dari identitas Kristen
yang sejati.
Ratzinger juga membahas tentang konsep-konsep ekumenis utama, seperti peran
tradisi dalam kehidupan gereja, pentingnya doktrin dan dogma dalam mempertahankan
kebenaran iman, serta makna kesatuan rohani dalam hidup beriman umat Kristen. Buku
ini akan menjadi buku pendukung yang kuat karena memperluas diskusi tentang tema-
tema yang dibahas oleh Dr. Christiaan de Jonge dalam "Menuju Keesaan Gereja". Dengan
membaca karya ini bersamaan dengan buku De Jonge, pembaca akan mendapatkan
wawasan yang lebih luas tentang pentingnya kesatuan gereja, pemahaman tentang
bagaimana gereja dipanggil untuk bersatu dalam Kristus, serta kontribusi Gereja Katolik
dalam dialog ekumenis.

Anda mungkin juga menyukai