NIM : 2021.02.529
SEMESTER/PRODI : VI / PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN (PAK)
MATA KULIAH : OIKUMENIKA
DOSEN PENGAMPU : BOY RIO SINAGA, M.AG
A. Identitas Buku
Judul Buku : Menuju Keesaan Gereja
Penulis : Dr. Christiaan de Jonge
Penerbit : BPK. Gunung Mulia, Jakarta
Tahun : 2006, Cet. 6
Tebal : xviii, 242 halaman
B. Garis Besar Isi Buku
Bagian I: Sejarah gerakan oikumenis
Bagian II: Beberapa dokumen dari gerakan oikumenis
Bagian III: Beberapa tema dari diskusi oikumenis
C. Laporan Hasil Analisa Buku
Dalam buku "Menuju Keesaan Gereja" karya Dr. Christiaan de Jonge, pembaca
diajak menelusuri perjalanan panjang dan kompleksitas gerakan oikumenis melalui tiga
bagian utama yang disusun secara sistematis. Bagian I (11 bab) menguraikan sejarah
gerakan oikumenis, memberikan konteks historis yang mendalam tentang bagaimana
upaya untuk mencapai kesatuan gereja telah berkembang dari waktu ke waktu. Bagian II
(4 bab) menyajikan beberapa dokumen penting dari gerakan oikumenis, yang menawarkan
wawasan tentang pemikiran dan teologi yang mendukung usaha-usaha ekumenis.
Terakhir, bagian III (8 bab) mengeksplorasi Beberapa Tema dari Diskusi Oikumenis,
menghadirkan pembahasan mendalam tentang isu-isu teologis dan sosial yang tengah
dihadapi dalam usaha menuju kesatuan gereja.
Dalam laporan bacaan ini, saya akan mengeksplorasi karya penting Dr. Christiaan de
Jonge, "Menuju Keesaan Gereja". Buku ini membahas sebuah tema yang sangat relevan
dan penting dalam konteks kekristenan modern: usaha mencapai persatuan gereja di
tengah keanekaragaman doktrin, praktik, dan tradisi yang ada dalam tubuh Kristus global.
Sebagai sebuah tema yang telah lama menjadi pokok doa, studi, dan diskusi di antara
teolog, pemimpin gereja, dan umat beriman, upaya menuju keesaan gereja menawarkan
wawasan berharga mengenai bagaimana keberagaman bisa dijembatani dengan iman yang
bersifat inklusif dan dialogis. Dr. Christiaan de Jonge, dengan latar belakang akademis
dan pengalamannya yang luas, menyajikan analisis mendalam mengenai sejarah, teologi,
dan praksis ekumenisme, serta tantangan-tantangan yang dihadapi dalam perjalanan ini.
Buku ini tidak hanya berfungsi sebagai sarana edukasi tetapi juga inspirasi bagi pembaca
untuk merenungkan dan bertindak demi mewujudkan visi gereja yang lebih terpadu dan
bersatu.
Melalui pengantar ini, kita diundang untuk memasuki dunia pemikiran Dr. De
Jonge, mengerti kerumitan yang dihadapi, dan menghargai upaya yang dilakukan dalam
mencapai tujuan mulia tersebut. Kita akan membahas secara ringkas isi buku, metode
penulis dalam mengemukakan argumen, dan implikasi dari penelitiannya bagi gereja masa
kini dan masa depan. Laporan ini diharapkan dapat membuka pandangan baru dan
memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang pentingnya ekumenisme dalam
konteks kekristenan global.
Deskripsi materi bagian I: Dalam Bagian I dari buku "Menuju Keesaan Gereja"
penulis menyajikan sebuah eksplorasi komprehensif mengenai sejarah gerakan oikumenis,
menguraikan bagaimana pergerakan ini bermula dan berkembang melalui berbagai era. De
Jonge memulai dengan mendefinisikan oikumenisme sebagai upaya mengatasi perpecahan
di antara komunitas-komunitas Kristen, lalu melangkah lebih jauh untuk menelusuri akar
historis dari perpecahan tersebut, mulai dari Kontroversi Arian di abad ke-4, Skisma Besar
antara Gereja Timur dan Barat pada tahun 1054, hingga Reformasi Protestan pada abad
ke-16.
Penulis dengan cermat mengeksplorasi bagaimana setiap peristiwa historis tidak
hanya menciptakan keretakan teologis dan liturgis, tapi juga bagaimana mereka
menanamkan benih-benih dialog dan keinginan untuk kembali kepada kesatuan. De Jonge
menyoroti konferensi-konferensi penting seperti Konferensi Dunia Misi Edinburgh pada
tahun 1910, yang dia anggap sebagai titik balik dalam gerakan modern menuju
oikumenisme, memicu pembentukan Dewan Gereja-gereja Sedunia pada tahun 1948
sebagai wadah formal untuk dialog antar denominasi.
Selain itu, De Jonge juga membahas tentang kontribusi teolog dan pemimpin gereja
yang berpengaruh dalam mendorong dialog dan pemahaman lintas iman, serta bagaimana
dokumen-dokumen ekumenis, seperti Dekret tentang Ekumenisme dari Konsili Vatikan II,
telah berkontribusi pada pemahaman dan praktik oikumenis di antara umat Katolik.
Dengan mengakhiri bagian ini, Dr. De Jonge mengajak pembaca untuk menghargai
kompleksitas sejarah oikumenisme sebagai sebuah latar belakang penting yang
membentuk usaha-usaha kontemporer menuju keesaan gereja, menegaskan bahwa
memahami sejarah ini tidak hanya vital untuk memahami di mana kita berada hari ini, tapi
juga untuk merencanakan langkah ke depan dalam perjalanan ekumenis. Bagian ini,
dengan detil dan insight-nya, menawarkan sebuah fondasi yang kaya untuk memahami
bagaimana perbedaan-perbedaan historis bisa menjadi jembatan untuk dialog dan
pemahaman di masa kini.
Deskripsi materi bagian II: Pada Bagian II ini, pertama, De Jonge menyoroti
Deklarasi Lima Komuni oleh Paus Paulus VI pada tahun 1965, yang menandai langkah
penting dalam usaha mendekati kesatuan antara Gereja Katolik Roma dan denominasi-
denisasi Protestan. Ia merinci bagaimana deklarasi ini menegaskan bahwa pertumbuhan
kesatuan antara umat Kristen adalah suatu keharusan, sekaligus menekankan pentingnya
pembicaraan dan kerjasama yang lebih erat di antara mereka.
Selanjutnya, penulis membahas Enchiridion Oecumenicum, sebuah kompendium
yang menghimpun berbagai pernyataan dan dokumen resmi yang dikeluarkan oleh Gereja
Katolik sejak Konsili Vatikan II. De Jonge mengulas bagaimana kompendium ini
memberikan gambaran yang jelas tentang komitmen Gereja Katolik terhadap
ekumenisme, termasuk pemahaman dan respons terhadap berbagai isu teologis yang
menjadi fokus dialog ekumenis.
Kemudian, pembaca diarahkan pada pertimbangan De Jonge mengenai dokumen-
dokumen penting lainnya, seperti Lima Komuni di Lima, Peru pada tahun 1982, yang
menunjukkan semangat kerjasama antara gereja-gereja Kristen dalam menghadapi
tantangan bersama dalam misi dan pelayanan.
Bagian ini memberikan pembaca dengan pemahaman yang mendalam tentang
keragaman doktrin dan praktik-praktik oikumenis, serta upaya-upaya konkrit yang
dilakukan untuk mencapai kesatuan. De Jonge dengan jelas menyampaikan bagaimana
dokumen-dokumen ini bukan hanya sekadar pernyataan teologis, tetapi juga instrumen
penting dalam membangun jembatan dialog lintas gereja.
Dengan mengeksplorasi Bagian II dari buku ini, pembaca diharapkan dapat
memahami bagaimana dokumen-dokumen ini menjadi landasan bagi upaya-upaya menuju
keesaan gereja, dan bagaimana mereka memperkaya pemahaman akan keragaman gereja-
gereja Kristen. Bagian ini memberikan wawasan yang berharga tentang upaya konkrit
yang telah dan sedang dilakukan dalam membangun persatuan gereja.
Deskripsi materi bagian III: Dalam bagian ini, De Jonge membuka pembahasan
dengan mengulas tema "Kesatuan Rohani dan Sakramental", di mana ia menyoroti
pentingnya pengakuan bersama akan baptisan, Ekaristi, dan kewenangan gereja. Penulis
menekankan bahwa kesatuan rohani bukanlah konsep abstrak, melainkan mengakar dalam
kesatuan sakramental dan pengalaman berdoa bersama.
Selanjutnya, penulis menjelajahi tema "Tradisi, Dogma, dan Doktrin", membahas
bagaimana gereja-gereja memiliki tradisi-tradisi yang berbeda namun juga memiliki
fondasi yang sama dalam ajaran-ajaran fundamental iman Kristen. De Jonge menekankan
perlunya keterbukaan untuk belajar dan tumbuh dalam pemahaman bersama terhadap
kebenaran iman.
Bagian berikutnya membahas tema yang relevan dalam konteks global saat ini, yaitu
"Ekumenisme dan Dialog Antar-Kepercayaan". Penulis mengeksplorasi bagaimana
gereja-gereja Kristen dapat berinteraksi dengan agama-agama lain secara saling
menghormati, mencari kesamaan dalam keyakinan moral, dan bekerja bersama dalam isu-
isu sosial dan lingkungan.
De Jonge juga mengupas tema "Pelayanan Bersama dan Misi Ekumenis", di mana ia
menggarisbawahi pentingnya kerjasama di antara gereja-gereja dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan, serta memperkuat misi bersama untuk
menyebarkan Injil dan nilai-nilai Kerajaan Allah.
Dalam bagian penutupnya, De Jonge menyimpulkan dengan menegaskan bahwa
upaya-upaya ekumenis ini bukanlah sekadar wacana teologis, tetapi juga panggilan
konkret untuk bertindak bersama dalam mewujudkan visi kesatuan gereja. Penulis
mengajak pembaca untuk merenungkan bagaimana setiap orang Kristen, baik individu
maupun komunitas gereja, memiliki peran yang penting dalam membangun jembatan
dialog dan kerjasama yang lebih erat di antara mereka.
Melalui eksplorasi yang mendalam dan reflektif ini, Bagian III dari buku "Menuju
Keesaan Gereja" memberikan wawasan yang kaya dan inspiratif tentang berbagai tema
yang menjadi pusat perhatian gerakan oikumenis saat ini. Dengan membaca bagian ini,
pembaca diharapkan dapat lebih memahami kompleksitas dan pentingnya usaha bersama
dalam mencapai keesaan gereja.
Kesimpulan
Berdasarkan ketiga bagian penjelasan materi di atas, saya menyimpulkan melalui tiga
bagian utamanya, buku ini menguraikan perjalanan historis gerakan oikumenis,
memperkenalkan dan menganalisis dokumen-dokumen fundamental yang telah menjadi
landasan dialog antar gereja, serta mendiskusikan berbagai tema penting yang terus
mendorong perdebatan dan dialog dalam upaya mencapai kesatuan yang lebih erat di
antara denominasi-denominasi Kristen. Dengan pendekatan yang terstruktur dan analitis,
Dr. De Jonge tidak hanya berhasil mengedukasi pembaca tentang pentingnya dan
kompleksitas dari gerakan oikumenis, tetapi juga menginspirasi sebuah refleksi tentang
bagaimana perbedaan dapat diatasi demi mencapai kesatuan dalam iman dan praktek.