Anda di halaman 1dari 3

I.

Daftar Buku
Artanto, Widi. Menjadi Gereja Misioner dalam Konteks Indonesia. Yogyakarta: Kanisius, 1997.

Bosch, David J. Transformasi Misi Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000
C. Peter Wagner. Strategi Perkembangan Gereja. Malang: Penerbit Gandum Mas, 1993
D.W. Ellis. Metode Penginjilan. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1999
George W. Peters. A Biblical Theology Of Missions. Malang: Gandum Mas, 2006
Harianto GP. Pengantar Misiologi: Misiologi Sebagai Jalan Menuju Pertumbuhan. Yogyakarta:
Penerbit ANDI, 2012
Larosa, Arliyanus, Memuridkan Dunia: Melaksanakan Amanat Agung, Bandung: Kalam Hidup, 2005
Ruck, John, dkk. Jemaat Misioner. Jakarta: YKBK, 2011.

Sills, M. David. 2011. Panggilan Misi. Surabaya: Momentum.


Tomatala, Yakob. 2003. Teologi Misi. Jakarta: YT Leadership Fondation.
Wright, Christopher J. H. 2011. Misi Umat Allah. Jakarta: Literatur Perkantas.
Wiebracht, Dean, Menjawab Tantangan Amanat Agung, Yogyakarta:Andi, 1992
Woga, Edmond, Dasar-Dasar Misiologi, Yogyakarta : Kanisius, 2002
William A. Dryness, Agar Bumi Bersukacita, Jakarta: BPK, 2001

II. Daftar Isi


Judul : Misi Amanat Agung Di Tengah Regulasi Kerukunan Beragama Di Indonesia
1. Pendahuluan
2. Pembahasan
a. Konsep Amanat Agung Berdasarkan Matius 28:18 – 20
b. Toleransi dan Iman Kristen di tengah Masyarakat Pluralistik
c. Pemberitaan Injil di Tengah Regulasi Kerukunan Beragama
i. Ladang Pemberitaan Injil Saat Ini
ii. Dampak Regulasi Kerukunan Beragama Bagi Pemberitaan Injil
d. Paradigma Baru Misi Gereja dalam Kerangka Amanat Agung
e. Pengembangan PI dan Misi yang Kontekstual dan Relevansinya di Indonesia

3. Penutup
4. Daftar Pustaka
III. Rancangan Penulisan
1. Amanat agung merupakan bagian penting dalam kehidupan kekristenan atau gereja. Salah
satu faktor pertumbuhan gereja (secara kuantitatif) adalah dengan melaksanakan amanat
agung. Gereja yang melaksanakan amanat agung merupakan gereja yang dinamis, terus
bertumbuh dan berkembang. Konsep amanat agung dalam Matius 28:19-20 juga perlu dikaji
dan dipahami ulang dalam konteks yang lebih kekinian, agar tidak terjadi sebuah kontradiksi
budaya dan peraturan yang berlaku. Konsep amanat agung tidak lagi diimplemetasikan
dalam suasana yang sudah berlalu, melainkan pada tatanan sekarang di mana gereja sedang
bergumul pada budaya yang tercipta oleh zamannya dan peraturan pemerintah. Proses dan
implementasi amanat agung yang sesuai Matius 28:19-20 dimengerti secara substansial dan
diaktualisasikan dalam konteks masa yang sedang berubah, dan menemukan bentuknya pada
era keberagaman sekarang ini.

2. Sebagai negara yang memiliki semboyan "Bhineka Tunggal Ika" tentu toleransi antar umat
beragama merupakan salah satu hal yang penting dalam kehidupan bernegara. Terlebih lagi
hak beragama merupakan salah satu hak yang dinyatakan "tidak dapat dikurangi dalam
keadaan apapun dan oleh siapapun" berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang No. 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia.

3. Pelaksanaan misi Gereja bukan hanya menjadi tugas Gereja Universal, tetapi lebih-lebih
tugas seluruh Gereja Lokal. Mengaktualisasi misteri keselamatan Yesus Kristus membawa
konsekuensi untuk merealisasikan misteri keutuhan Gereja dalam Gereja Lokal. Dia adalah
inkarnasi umat Allah yang hidup dalam lingkungan kemasyarakatan dan kebudayaan
tertentu.

4. Semakin pluralistiknya masyarakat di zaman teknologi informasi sekarang ini tidak mungkin
lagi dapat dihalangi. Sebagaimana agama-agama besar lainnya, umat Kristen diperintahkan
untuk mengabarkan Injil (Kabar Baik).

5. Salah satu masalah ditengah keberagamaan yaitu Pendirian rumah ibadah tentu tentu penting
dalam kegiatan beragama yang dinyatakan sebagai hak yang tidak dapat dikurangi, atau non
derogable rights. Sehingga tidak dapat dikurangi dalam keadaan perang, atau darurat serta
tidak dapat dikurangi baik oleh negara, pemerintah, maupun oleh anggota masyarakat.
Sementara, dalam Pasal diatas jelas bahwa pendirian rumah ibadah, sebagai bagian dari
kegiatan beribadah justru ditundukan pada masyarakat dengan frasa "tidak mengganggu
ketenteraman dan ketertiban umum", serta pada negara dengan kewajiban mengikuti
peraturan perundang-undangan. Dalam praktiknya, konstruksi demikian memberi legitimasi
peraturan perundang-undagan diskriminatif.

6. Terjadinya presekusi, serta mobilisasi massa melawan agama minoritas bukanlah sebuah
fenomena yang terjadi dengan sendirinya, melainkan produk dari regulasi yang telah dibuat.
Karena sayangnya, "rumah ibadah illegal" atau "rumah ibadah tidak berizin" merupakan
suatu kenyataan hukum dalam negara yang memiliki regulasi rumit dalam perizinan rumah
ibadah ini.

7. Dalam sejarah misi Gereja Indonesia, tampak bahwa kesaksian hidup Kristiani merupakan
cara efektif untuk mewartakan Injil, lebih-lebih setelah pemerintah melarang penyebaran
agama kepada orang-orang yang sudah memeluk agama tertentu. Pertumbuhan anggota
Gereja serta pendirian komunitas baru adalah buah hasil dari kesaksian hidup kaum beriman.
Pada masa sekarang ini kesaksian hidup kristiani menjadi semakin penting lebih-lebih untuk
menghadapi tantangan baru yaitu moralitas dalam hidup modern.

8. Gereja harus merekomendasikan pencabutan peraturan tersebut baik melalui revisi maupun
judicial review. Peraturan tersebut menciptakan kerukunan umat beragama palsu, karena
justru mengakomodasi tindakan-tindakan diskriminatif dengan membatasi rumah ibadah yang
tidak sesuai kehendak mayoritas. Seharusnya dalam menghindari konflik, negara
memberikan intervensi berupa perlindungan bagi minoritas dengan menjamin dapat
dilakukannya pendirian rumah ibadah dengan aman tanpa intimidasi baik lewat pengawalan,
atau pemidanaan tindakan-tindakan kekerasan. Selain itu melakukan intervensi lewat
pendidikan, dan komunikasi antar umat beragama untuk menciptakan kerukunan. Kerukunan
tidak diciptakan dengan membuka ruang bagi intoleransi dari mayoritas untuk membatasi hak
minoritas untuk mendirikan rumah beribadah.

9. Sumbangan khusus pewartaan Injil dalam kaitannya dengan pembelaan m artabat manusia, di
mana Sabda Tuhan yang diwartakan dalam karya misi, Gereja memancarkan terang baru
kepada manusia dan hakekat yang benar dari pembelaannya. Sebagian besar penduduk
Indonesia sedang berjuang untuk menemukan kehidupan yang lebih baik, membebaskan dari
setiap penindasan dan memperjuangkan keadilan di bidang hak-hak asasi manusia, ekonomi,
pendidikan dan di banyak sektor yang lain. Gereja, dalam misinya, harus menunjukkan fungsi
profetis, memberi dorongan kepada kaum kecil karena ”kegembiraan dan harapan, duka dan
kecemasan orang-orang zaman sekarang, terutama kaum miskin dan siapa saja yang
menderita, merupakan kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan para murid Kristus
juga”.42 Maka Gereja harus menunjukkan sikap yang mengutamakan cinta kasihnya kepada
kaum miskin dan mereka yang tak bersuara.

10. Evangelisasi menjadi mungkin ketika Gereja menyinarkan iman kristiani dan menghadirkan
model hidup baru. Gereja dalam misinya harus membawa kepada dunia satu pesan
pengharapan dan kasih, iman, keadilan, pengampunan dan perdamaian. Dan Gereja harus
menyarakan dengan suara nyaring, serta melaksanakannya dengan tidak kenal lelah.

11. Metode karya misi modern selalu diselaraskan dengan situasi aktual. Kesaksian hidup
kristiani menjadi salah satu cara efektif untuk mewartakan Injil, karena nilai-nilai Injili
semakin terbuka melalui hidup keseharian. Cara ini menuntut mutu hidup kristiani kaum
beriman. Re-evangelisa menjadi hal yang urgen bagi Gereja

12. Sangat perlu merefleksikan teologi yang kontekstual, yang menjawab kebutuhan manusia
dalam situasi-situasi yang dihadapi. Teologi misi Kerajaan Allah dan rekonsiliasi menjadi
tawaran untuk semakin dikembangkan, sehingga semakin mendorong Gereja untuk
mengembangkan misinya di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai