Anda di halaman 1dari 130

AJARAN SOSIAL

GEREJA
KATOLIK

Pst. Yonas Atjas, SS. Lic. Th

 https://
stedward.com/wp-content/uploads/Church-Social-
Teaching-Documents.pdf
 https://www.cctwincities.org/education-
advocacy/catholic-social-teaching/major-
documents/documents-of-pope-francis/
Tujuan Kuliah ini

 Agar setiap mahasiswa memiliki pengetahuan
umum tentang Ajaran Sosial Gereja Katolik.
 Agar Setiap Mahasiswa menjadi pencari kebenaran
dan memiliki hati yang peduli terhadap mereka
yang malang dan rentan kepada kemiskinan.
 Agar Setiap Mahasiswa memiliki motivasi dan
komitmen pastoral untuk menjadi “Agent of Change
of Society”.

Sumber : Kompendium Ajaran Sosial
Gereja, dan beberapa sumber internet:
Brian Davies, Social Justice Specialist -
Birmingham Justice & Peace commission,
England
. Ten Foundational Principles in the Social
Teaching of the Church
by Robert P. Maloney, C.M.
Proses Kita

A. Latar Belakang ASG
B. Pengertian
C. Metodologi
D. Prinsip Utama ASG
E. Strategi ASG
F. Ensiklik tentang ASG
A) Latar Belakang

 Gereja Katolik selalu memiliki ajaran sosial Gereja
dan sumber ASG yang paling fundamental adalah
Kitab Suci. Ada juga tradisi suci yang dihidupi oleh
Bapa-Bapa Gereja di bidang tertentu, seperti hak
kepemilikan individu, perang yang adil dan
pengaturan keutungan ekonomis. Dalam bentuknya
yang modern ASG tampil di akhir abad ke IXX
sebagai respons/jawaban atas sejumlah tindak
ketidakadilan Revolusi Industri dan ancaman
Komunisme.

 Sembari mengakui bahwa ASG adalah tradisi yang
hidup dan bukan sekedar dokumen tertulis, fokus
kita adalah pada perkembangan yang amat besar
yang sedang berlangsung selama abad terakhir.]
3 Tahap Perkembangan Kesadaran Sosial
Gereja

 Tahap Karitatif:
Sejak semula Gereja merasa terdorong untuk
memberikan perhatian khusus kepada para yatim
piatu dan janda, kaum miskin dan orang asing. Ada
selalu bantuan dari umat yang kuat ekonominya
kepada mereka yang miskin.
Di dalam sesama yang menderita Gereja melihat wajah
Kristus yang lapar, telanjang, tuna wisma dan
miskin.

 Ciri khas pendekatan ini adalah bahwa gereja
didorong oleh CARITAS, cinta kasih Allah sendiri
yang melalui RohNya hidup di dalam Gereja.
 Tahap Ajaran Sosial:
RN untuk pertama kalinya dalam sejarah Gereja
memperlihatkan pendekatan yang sangat berbeda
dari pendekatan caritatif itu.

 Berhadapan dengan apa yang disebut “masalah
sosial”, yakni: ketidakwajaran eksistensial, nasib
manusia buruh berada pada posisi terabaikan,
Gereja menyadari bahwa masalah utama bukanlah,
soal cinta kasih, melainkan ketidakadilan. Lebih
jauh ketidakadilan ini tidak dapat dipulangkan
pada kesalahan pribadi perorangan, melainkan
kerusakan struktur sosial.

 Maka perbuatan karitatif individual tidak dapat
memecahkan masalah kaum buruh.
 Bila Gereja menyadari dirinya sebagai sakramen
keselamatan Kristus bagi dunia, teristimewa di
bidang sosial, maka Gereja harus mengusahakan
perubahan-perubahan struktur-struktur tersebut.

 ASG adalah respons kepada kesadaran baru itu.
 Gereja dipanggil untuk merumuskan tentang:
bagaimana seharusnya masyarakat ditata agar sesuai
dengan tuntutan keadilan dan martabat manusia
sebagai citra Allah.
 ASG merupakan bagian integral ajaran Kristus
tentang manusia, (Cfr. Paus Yoh XXIII, MM 222),
inilah pesan injil berhadapan dengan realitas sosial.

 C. Tahap Himbauan Profetis dan Solidaritas Praktis:
 Sejak masa pontifikalnya, Paus Yohanes XXIII
memulai sesuatu yang baru. Gereja tidak semata-
mata mengedepankan sejumlah prinsip etis yang
berkenan dengan keadilan dalam tata sosial dan
ekonomi masyarakat, melainkan makin berani
melibatkan diri dalam aksi konkrit – profetis.

 Ketidakadilan sosial bukan sekedar akibat salah
paham teoritis yang dapat diperbaiki dengan
ajaran yang tepat, melainkan ketidakadilan sosial
yang konkrit dihadapi masyarakat: struktur-
struktur kekuasaan ekonomis, politis, sosial dan
budaya yang melibatkan para penguasa dan
masyarakat kecil.

 Ketidakadilan sosial bersumber pada struktur-
struktur kekuasaan ekonomis, politis, sosial dan
budaya, jadi berkaitan dengan kepentingan-
kepentingan besar kelas-kelas sosial dan individu-
individu yang berkuasa.
 Ketimpangan sosial ini, harus “digugat” dengan
tindakan Gereja di bidang politik dengan TIDAK

 Mencari pengaruh dan kekuasaan politik, melainkan
dengan melalui Ajaran Profetis dan Solidaritas
Praktis. Disini, peran kaum awam Katolik menjadi
amat penting.
 Ajaran profetis: memaklumkan sikap injil secara
terbuka dan konkrit terhadap situasi, masalah atau
tantangan tertentu. ASG harus menjadi demikian
efektif, bagaikan pedang bermata dua untuk
memilah kebaikan dan keadilan dari yang
berlawanan padanya.

 Solidaritas Praktis berarti: berada di sisi mereka yang
diperlakukan dengan tidak adil, yang memerlukan
dukungan dan pembebasan, dan ikut melakukan apa
yang penting dalam situasi konkrit untuk
membangkitkan kesadaran akan kehendak Allah
dalam cahaya Injil.
 Gereja harus pula menanggung resiko dan
konskwensi sikap profetisnya bagi dunia,
sebagaimana Kristus sendiri telah dengan tegas
membela orang-orang yang tertindas.

 Tiga dimensi keterlibatan sosial Gereja: caritas,
ajaran sosial dan tindakan profetis menjadi sebuah
lingkaran yang sinergik, yang satu tidak
mengesampingkan yang lain.
 Caritas menjadi dasar keterlibatan Gereja, dan
tindakan murni karitatif tetap perlu karena
diamanatkan oleh Kristus, dirangkai secara
sistematis dalam ajaran moral sosial dan
diimplementasikan sebagai karya profetik Gereja.

 Maka posisi ASG adalah mengatasi keterlibatan
karitatif langsung dan menjadi orientasi teoritis bagi
pewartaan konkrit-profetis serta perjuangan
solidaritas praktis.
 Sebuah posisi yang menghubungkan tindakan
Kristus di masa lampau dan karyaNya yang kini
terlaksana di dalam dan melalui Gereja kudus di
tengah dunia.
B) Definisi

 What is Catholic Social Teaching?
 • authoritative Church teaching on social, political
and economic issues informed by Gospel values and
the lived experience of Christian reflection analysing
that xperience from different historical, political and
social contexts providing principles for reflection,
criteria for judgment and guidelines for action thus
enabling us in our struggle to live our faith in justice
and peace.

 [CST/ASG adalah: Kuasa mengajar Gereja atas peradaban
publik, berkenaan dengan masalah sosial, politik dan
ekonomi, kuasa mana dilaksanakan dalam terang nilai-nilai
injili dan refleksi iman kristiani atas pengalaman hidup
(dokumen-dokumen gereja); daripadanya Gereja dipanggil
untuk menganalisis pengalaman tersebut dari aneka konteks:
historis, politik dan sosial; dan yang selanjutnya menyiapkan
prinsip-prinsip untuk berefleksi, kriteria untuk mengambil
keputusan dan pedoman umum untuk bertindak; hal mana
memampukan kita dalam perjuangan kita untuk
menghidupkan iman kita dalam keadilan dan damai]

 [CST bukan jalan ketiga antara kapitalisme liberal dan
Marxis kollektifisme, melainkan ia memiliki konstitusi
sendiri sebagaimana terungkap dalam dokumen
Sollicitudo Rei Sosialis, no 41. CST juga bukan ideology,
melainkan hasil dari sebuah refleksi cermat atas
kompleksitas realitas dari eksistensi manusia, dalam
masyarakat dan aturan internasional, dalam terang iman
dan tradisi suci Gereja. Maka, CST bukan sekedar sebuah
ideologi/opini kosong, melainkan ajaran moral Gereja.
Hal mana tertera dalamdokumen Centesimus Annus, no
43]
C) Metodologi

 Putting into Practice
 Applying abstract principles is always difficult but
John XXIII outlined a well-tried procedure:
 (a) examine the concrete situation (See);
(b) evaluate it with respect to the principles
(Judge/discern);
(c) decide what should be done in the circumstances
(Act). (Mater and Magistra, paragraph 23)

Ten Foundational Principles in the Social Teaching of the Church

by Robert P. Maloney, C.M.


1. The principle of the Dignity of the Human Person.


 “Every human being is created in the image of God and
redeemed by Jesus Christ, and therefore is invaluable and
worthy of respect as a member of the human family.”
 This is the bedrock principle of Catholic social teaching.
Every person– regardless of race, sex, age, national origin,
religion, sexual orientation, employment or economic
status, health, intelligence, achievement or any other
differentiating characteristic– is worthy of respect. It is not
what you do or what you have that gives you a claim on
respect; it is simply being human that establishes your
dignity.

 Given that dignity, the human person is, in the
Catholic view, never a means, always an end.
 The body of Catholic social teaching begins with the
human person, but it does not end there. Individuals
have dignity; but individualism has no place in
Catholic social thought. The principle of human
dignity gives the human person a claim on
membership in a community, the human family.
2. The principle of Respect for Human Life.

 “Every person, from the moment of conception to
natural death, has inherent dignity and a right to life
consistent with that dignity.”
 Human life at every stage of development is precious
and therefore worthy of protection and respect. It is
always wrong directly to attack innocent human life.
The Catholic tradition sees the sacredness of human
life as part of any moral vision for a just and good
society.
3. The Principle of Association.


 “Our tradition proclaims that the person is not only
sacred but also social. How we organize our society–
in economics and politics, in law and policy– directly
affects human dignity and the capacity of
individuals to grow in community.”

 The centerpiece of society is the family; family
stability must always be protected and never
undermined. By association with others– in families
and in other social institutions that foster growth,
protect dignity and promote the common good–
human persons in order to achieve their fulfillment.
4. The Principle of Participation

 “We believe people have a right and a duty to
participate in society, seeking together the common
good and well-being of all, especially the poor and
vulnerable.”
 Without participation, the benefits available to an
individual through any social institution cannot be
realized. The human person has a right not to be shut
out from participating in those institutions that are
necessary for human fulfillment.

 This principle applies in a special way to conditions
associated with work. “Work is more than a way to
make a living; it is a form of continuing participation
in God’s creation. If the dignity of work is to be
protected, then due basic rights of workers must be
respected– the right to productive work, to decent
and fair wages, to organize and join unions, to
private property, and to economic initiative.”

 Beacon = mercusuar
5.The Principle of Preferential Protection
for the Poor and Vulnerable.

 We believe that we touch Christ when we touch the
needy. The story of the last judgment plays a very
important role in the Catholic Faith tradition. From
its earliest days, the Church has taught that we will
be judged by what we choose to do or not to do in
regard to the hungry, the thirsty, the sick, the
homeless, the prisoner. Today the Church expresses
this teaching in terms of “the preferential option for
the poor.” (Cfr. Mt 25: 36)

 Why a preferential love for the poor? Why put the
needs of the poor first? Because the common good–
the good of society as a whole– requires it. The
opposite of rich and powerful is poor and powerless.
If the good of all, the common good, is to prevail,
preferential protection must move toward those
affected adversely by the absence of power and the
presence of privation. Otherwise the balance needed
to keep society in one piece will be broken to the
detriment of the whole.
6. The Principle of Solidarity

 “Catholic social teaching proclaims that we are our
brothers’ and sisters’ keepers, wherever they live.
We are one human family… Learning to practice the
virtue of solidarity means learning that ‘loving our
neighbor’ has global dimensions in an
interdependent world.”
 The principle of solidarity leads to choices that will
promote and protect the common good.

 Solidarity calls us to respond not simply to personal,
individual misfortunes; there are societal issues that
cry out for more just social structures. For this reason
the Church often calls us today not only to engage in
charitable works but also to work towards social
justice.
7. The Principle of Stewardship.


 “The Catholic tradition insists that we show our respect
for the Creator by our stewardship of creation.”
 The steward is a manager, not an owner. In an era of
rising consciousness about our physical environment, our
tradition is calling us to a sense of moral responsibility for
the protection of the environment– croplands, grasslands,
woodlands, air, water, minerals and other natural
deposits. Stewardship responsibilities also look toward
our use of our personal talents, our attention to personal
health and our use of personal property.
8. The Principle of Subsidiarity.


 This Principle deals chiefly with “the responsibilities and
limits of government, and the essential roles of voluntary
associations.”
 The principle of subsidiarity puts a proper limit on
government by insisting that no higher level of organization
should perform any function that can be handled efficiently
and effectively at a lower level of organization by persons
or groups that are closer to the problems and closer to the
ground. Oppressive governments are always in violation of
the principle of subsidiarity; overactive governments also
sometimes violate this principle.

 On the other hand, individuals often feel helpless in the
face of daunting social problems: unemployment, people
sleeping in doorways or begging on street corners. Since
these problems have societal dimensions, no one person
or one group can do much about them. While giving due
regard to subsidiarity, the government entity that
collects taxes should help individuals, smaller
communities, and the national community to “do
something” about such social problems. When we pay
taxes, therefore, we are contributing to the establishment
of social justice.
9. The Principle of Human Equality.

 “Equality of all persons comes from their essential
dignity… While differences in talents are a part of God’s
plan, social and cultural discrimination in fundamental
rights… are not compatible with God’s design.”
 Treating equals equally is one way of defining justice,
also understood classically as rendering to each person
his or her due. Underlying the notion of equality is the
simple principle of fairness; one of the earliest ethical
stirrings felt in the developing human person is a sense
of what is “fair” and what is not.
10. The Principle of the Common Good.

 “The common good is understood as the social conditions that allow
people to reach their full human potential and to realize their human
dignity.”
 The social conditions the Church has in mind presuppose “respect for
the person,” “the social well-being and development of the group”
and the public authority’s maintenance of “peace and security.”
Today, in an age of global interdependence, the principle of the
common good points to the need for international structures that can
promote the just development of persons and families across regional
and national lines.
 What constitutes the common good is always going to be a matter for
debate. The absence of sensitivity to the common good is a sure sign
of decay in a society.

 As a sense of community is eroded, concern for the
common good declines. A proper communitarian concern
is the antidote to unbridled individualism, which, like
unrestrained selfishness in personal relations, can destroy
balance, harmony and peace within and among groups,
neighborhoods, regions and nations.
 Those are the ten principles. There is something wonderful
about including these principles of Catholic social teaching
among the essentials of the faith. By doing so, we affirm
that our beliefs are the basis for action. For the Christian
there are not only credenda but also agenda.
E. Strategi ASG

 (a) Changes in attitude (perubahan sikap)

 [ Keterlibatan dalam bidang Politik: Konsili Vatikan II


memberi tekanan pada keseimbangan perhatian dan
tanggungjawab untuk hal-hal yang bersifat sekular maupun
berkenaan dengan sejarah suci. Quadragesimo Anno menilai
bahwa politik patut dipandang sebagai alat transformasi
sosial. Maka, tentu keterlibatan politik kita adalah sebuah
keharusan. Orang Kristen dan Gereja sendiri harus disiapkan
untuk mengambil bagian di bidang politik sebagai bagian dari
memberikan kesaksian tentang damai dan keadilan Kerajaan
Allah.]

 [ komitmen pada dunia: para Bapa Konsili memandang
dunia demikian positif sebagai yang diciptakan dan
diselamatkan oleh Allah. Kita berbagi dalam rencana
sang Pencipta, bekerja demi realisasinya dalam sejarah.
(Gaudium et Spes dan Laborem Exercens. Maka, CST
sudah mengembangkan visi yang lebih global yang
menyentuh setiap level dalam masyarakat, meliputi
bangsa kaya dan miskin. Ia mengambil peran serius
dalam pembangunan damai semesta. Hal ini dicetuskan
dalam Pacem in Terris, Gaudium et Spes, Populorum
Progressio dan Centesimus Annus ].

 Mewartakan INJIL: aksi konkrit atas nama keadilan
dan partisipasi dalam transformasi dunia adalah
dimensi konstitutif dari pewartaan Injil. (Justicia in
Mundo = keadilan di dalam dunia no 6. Ini berarti
ketika dimensi ini hilang dalam khotbah kita, kita
sesungguhnya sedang gagal mewartakan Injil.

 (b) Changes in methodology

= membaca tanda-tanda zaman: gereja memiliki tugas
menyelidiki tanda-tanda jaman dan menafsirkannya
dalam terang injil (sebagaimana terungkap dalam
Gaudium et Spes, no 4). Allah berbicara dalam dan
melalui sejarah manusia: yakni Gereja belajar dari dunia
dimana Roh Allah sedang bekerja. Dunia adalah bagian
dari penciptaan Allah yang terus berkelanjutan demi
transformasi dunia yang adalah tanggungjawab kita.

 [ Perkuatan Komunitas Lokal: hal ini tergantung dari
komunitas kristiani untuk menganalisis situasi
bangsa/daerah masing-masing dalam terang injil dan
menghasilkan prinsip-prinsip dari refleksi itu, norma dan
petunjuk pelaksanaan dari CST. Hal ini ditegaskan dalam
Qudaragesimo Anno, no 4). Hal ini dibuat untuk menyatukan
lingkaran kerja pastoral dengan subsidiaritas. Dengan kata
lain, gereja tidak memiliki jawaban pasti yang sudah tersedia,
melainkan baiklah menjadi bahan komunitas gereja lokal
untuk mendalami dan membedakan apa yang pantas
dilakukan dalam dialog dengan orang kristen lain dan setiap
orang yang berkehendak baik.]

 [Makin Setia kepada Kitab Suci]
 CST harus menyasar pada pendekatan lebih obyektif pada
pengalaman manusiawi kita dengan Kitab Suci sebagai batu ujian.
Atau dengan kata lain, CST tidak membatasi diri pada dalil
hukum natural semata melainkan mengambil sebagai dasarnya,
Kitab Suci.]
 [ Keunggulan pada Cinta Kasih: CST terutama tidak pertama-
tama mengambil rasio sebagai dasar pijakan, melainkan kini
makin terbentuk oleh keunggulan cinta kasih. Sejumlah dokumen
yang belakangan ini terbit lebih terfokus dan terbentuk dalam
atmosphere cinta kasih, dan bersumber pada tema-tema keadilan,
belas kasih dan pilihan cinta kasih terhadap kaum miskin].

 [perencanaan yang berorientasi pada karya nyata: manusia
dengan segala kegembiraan dan harapan, duka dan
kegelisahannya harus menjadi titik berangkat refleksi pastoral
dan sosial Gereja; hal mana ditunjuk dalam dokumen
Gaudium et Spes, no. 1, Konsili Vatikan II. Upaya-upaya
penegakan keadilan dan damai, adalah hasil dari sebuah
proses perjuangan nyata. Tekanan kini bergeser dari
orthodoxy (berpikir benar) kepada orthopraxis (kerja benar).
Hal ini berbeda dengan dokumen-dokumen sosial gereja
sebelumnya yang lebih dituntun oleh idealisme sosial, yang
mengisolasi pemikiran dari seluruh dinamika karya pastoral.]

 C. Future Development [pertumbuhan bagi masa
depan]
 [konsultatif: kiranya mungkin baik pada tingkat
nasional maupun regional, gereja mondial mengikuti
metode uskup-uskup America dengan
menggunakan metode consultative process dalam
rangka menghasilkan sebuah dokumen tentang
masalah-masalah sosial yang penting.

 [Ekumenis: kiranya mungkin pula mendalami ajaran
sosial gereja secara ekumenis. Sidang Gereja-Gereja
Se-Dunia telah bertahun-tahun lamanya bekerja
untuk tugas ini, teristimewa di wilayah-wilayah
dimana terdapat kemiskinan, rasisme dan demi
keutuhan ciptaan. Kerjasama ekumenis akan
menyumbang karya yang memadai. Sidang
Ekumenis Eropa di Basel (19890 Gratz (1997) dan
Sibiu (2007) telah memperlihatkan kerjasama itu
dapat berfungsi efektif.
F) Key Documents (Dokumen-dokumen
kunci)

 Berikut ini beberapa dokumen kunci Ajaran Sosial
Gereja dihadirkan untuk didalami makna dan
perannya bagi perubahan sosial yang lebih
bermartabat.

 1891   Rerum Novarum – “Of  New Things” – Leo


XIII
 [Rerum Novarum (tentang hal-hal baru) dari Paus
Leo ke-13, thn 1891.]

 [Dokumen ini membahas soal kondisi sosial para pekerja
di negara-negara industrial dengan tekanan pada hak-hak
para pekerja. Gereja, para pemberi kerja dan para pekerja
seharusnya bekerjasama dalam rangka membangun
masyarakat yang adil.]
 RN (Rerum Novarum) merupakan Ensiklik pertama
ajaran sosial Gereja yang menaruh fokus keprihatinan
pada kondisi kerja pada waktu itu, dan tentu saja juga
nasib para buruhnya. Tampilnya masyarakat
terindustrialisasi mengubah pola lama hidup bersama,
secara khusus bidang pertanian.

 Tetapi, para buruh mendapat perlakuan buruk. Mereka
diperas. Jatuh dalam kemiskinan struktural yang luar
biasa. Dan tidak mendapat keadilan dalam upah dan
perlakuan. Ensiklik RN merupakan ensiklik pertama
yang menaruh perhatian pada masalah-masalah sosial
secara sistematis dan dalam jalan pikiran yang
berangkat dari prinsip keadilan universal. Dalam RN
hak-hak buruh dibahas dan dibela. Pokok-pokok
pemikiran RN menampilkan tanggapan Gereja atas isu-
isu keadilan dan pembelaan atas martabat manusia
(kaum buruh).

 Tema pokok: Promosi martabat manusia lewat
keadilan upah pekerja; hak-hak buruh; hak milik
pribadi (melawan gagasan Marxis-komunis); konsep
keadilan dalam konteks pengertian hukum kodrat;
persaudaraan antara yang kaya dan miskin untuk
melawan kemiskinan (melawan gagasan dialektis
Marxis); kesejahteraan umum; hak-hak negara untuk
campur tangan (melawan gagasan komunisme); soal
pemogokan; hak membentuk serikat kerja; dan tugas
Gereja dalam membangun keadilan sosial.

 Konteks zaman: Revolusi industri; kemiskinan yang
hebat pada kaum pekerja/buruh; tiadanya
perlindungan pekerja oleh otoritas publik dan
pemilik modal; jurang antara kaum kaya dan miskin
yang luar biasa.

 1931   Quadragesimo Anno – “On the Fortieth Year”
– Pius XI (Pada tahun ke-40 dari Paus Pius XI,
tahun 1931)

 [Sebuah panggilan kepada pembangunan kembali
tata hidup sosial kemasyarakatan pada kejatuhan
ekonomi dunia. Dokumen ini mengkritik perlakuan
tidak bermartabat dari kapitalisme dan komunisme.
Sebaliknya mengangkat kesatuan para pemegang
modal dan para pekerja, dalam mana
tanggungjawab sosial dibebankan kepada para
pemilik modal/ kaum kapitalis dengan menjunjung
tinggi azas subsidiaritas.]

 QA (Quadragesimo Anno) memiliki judul
“Rekonstruksi Tatanan Sosial.” Nama Ensiklik ini (40
tahun) dimaksudkan untuk memperingati Ensiklik
Rerum Novarum. Tetapi pada zaman ini memang ada
kebutuhan sangat hebat untuk menata kehidupan
sosial bangsa manusia. Diperkenalkan dan ditekankan
terminologi yang sangat penting dalam Ajaran Sosial
Gereja, yaitu “subsidiaritas” (maksudnya, pelimpahan
wewenang,apa yang bisa dikerjakan oleh tingkat
bawah, otoritas di atasnya tidak perlu ikut campur).

 Dalam banyak hal QA masih melanjutkan RN
mengenai soal-soal “dialog”-nya dengan
perkembangan masyarakat. Menolak solusi
komunisme yang menghilangkan hak-hak pribadi.
Tetapi juga sekaligus mengkritik persaingan
kapitalisme sebagai yang akan menghancurkan
dirinya sendiri.

 Tema pokok: QA bermaksud menggugat kebijakan-
kebijakan ekonomi zaman itu; membeberkan akar-
akar kekacau-annya sekaligus menawarkan solusi
pembenahan tata sosial hidup bersama, sambil
mengenang Ensklik RN; soal hak-hak pribadi dan
kepemilikan bersama; soal modal dan kerja; prinsip-
prinsip bagi hasil yang adil; upah adil; prinsip-prinsip
pemulihan ekonomi dan tatanan sosial; pembahasan
sosialisme dan tentu saja kapitalisme; langkah-langkah
Gereja dalam mengatasi kemiskinan struktural.

 Konteks zaman:Depresi ekonomi sangat hebat terjadi
tahun 1929 menggoncang dunia. Di Eropa
bermunculan diktator, kebalikannya demokrasi
merosot di mana-mana.

 1961   Mater et Magistra - “Mother & Teacher” –
John XXIII (“Ibu dan Guru” dari Paus Yohanes ke-
23, tahun 1961) 

 [ Kristianitas dan kemajuan sosial membaharui
dokumen sebelumnya dan menerapkan-nya pada
pembangunan di bidang agrikultur dan bantuan
kepada negara berkembang, ini sebuah gerakan
internasionalisasi CST/ASG. Dikembangkan pula
peran kaum awam dalam menerapkan CST sebagai
bagian integral dari hidup kristiani.]

 Masalah-masalah sosial menjadi keprihatinan Ensiklik
ini. Soal jurang kaya miskin tidak hanya disimak dari
sekedar urusan pengusaha dan pekerja, atau pemilik
modal dan kaum buruh, melainkan sudah menyentuh
masalah internasional. Untuk pertama kalinya isu
“internasional” dalam hal keadilan menjadi tema
ajaran sosial Gereja. Ada jurang sangat hebat antara
negara-negara kaya dan negara-negara miskin.
Kemiskinan di Asia, Afrika, dan Latin Amerika adalah
produk dari sistem tata dunia yang tidak adil.

 Di lain pihak, persoalan menjadi makin rumit
menyusul perlombaan senjata nuklir, persaingan
eksplorasi ruang angkasa, bangkitnya ideologi-
ideologi. Dalam Ensiklik ini diajukan pula “jalan
pikiran” Ajaran Sosial Gereja: see, judge, and act.
Gereja Katolik didesak untuk berpartisipasi secara
aktif dalam memajukan tata dunia yang adil.

 Tema pokok: Ensiklik ini masih berkaitan dengan
peringatan RN, maka pada bagian awal Mater et
Magistra diperdalam lagi semangat RN dan QA.
Disadari isu-isu baru dalam perkembangan terakhir di
bidang sosial, politik dan ekonomi; peranan negara
dalam kemajuan ekonomi; partisipasi kaum buruh;
soal kaum petani; bagaimana ekonomi ditata
seimbang; kerjasama antarnegara; bantuan
internasional; soal pertambahan penduduk; kerjasama
internasional; ajaran sosial Gereja dan kepentingannya.

 Kontek zaman: Kemiskinan luar biasa di negara-
negara selatan; maraknya problem sosial dalam skala
luas dunia;

 1963   Pacem in Terris - “Peace on Earth” – John
XXIII (“Damai di Bumi” oleh Paus Yohanes ke-23,
pada tahun 1963)

 [Damai di bumi di tengah ancaman perang nuklir,
maka dari itu, dokumen ini adalah sebuah panggilan
kepada perdamaian berdasarkan tanggungjawab
sosial (hak dan kewajiban) yang ditujukan kepada
tiap individu, pemerintah/pemegang otoritas publik
dan komunitas dunia.]

 Pacem in Terris menggagas perdamaian, yang menjadi isu sentral
pada dekade enam puluhan. Bilamana terjadi perdamaian? Bila
ada rincian tatanan yang adil dengan mengedepankan hak-hak
manusiawi dan keluhuran martabatnya. Yang dimaksudkan
dengan tatanan hidup ialah tatanan relasi (1) antarmasyarakat, (2)
antara masyarakat dan negara, (3) antarnegara, (4) antara
masyarakat dan negara-negara dalam level komunitas dunia.
Ensiklik menyerukan dihentikannya perang dan perlombaan
senjata serta pentingnya memperkokoh hubungan internasional
lewat lembaga yang sudah dibentuk: PBB. Ensiklik ini memiliki
muatan ajaran yang ditujukan tidak hanya bagi kalangan Gereja
Katolik tetapi seluruh bangsa manusia pada umumnya.

 Tema pokok: Tata dunia, tata negara, relasi
antarwarga masyarakat dan negara, struktur negara
(bagaimana diatur), hak-hak warganegara;
hubungan internasional antarbangsa; seruan agar
dihentikannya perlombaan senjata; soal “Cold War”
(perang dingin) oleh produksi senjata nuklir;
komitmen Gereja terhadap perdamaian dunia.
Penekanan terletak pada uraian tentang gagasan
hukum kodrat.

 Konteks zaman: Perang dingin antara Barat dan Blok
Timur, pendirian Tembok Berlin yang memisahkan
antara Jerman Barat dan Timur simbol pemisahan
bangsa manusia (Agustus 1961), soal krisis Misile
Cuba (1962)

 1965   Gaudium et Spes - “The Joys and Hopes”
Vatican II (Kegembiraan dan Harapan), dokumen
Konsili Vatikan II, tahun 1965. 

 [ Gereja dalam dunia moderen memiliki tugas untuk
membuat discernment atas tanda-tanda jaman dalam
terang injil. Bersamaan dengan itu, prinsip-prinsip
pertumbuhan budaya dan keadilan, memperluas
perkembangan martabat manusia dan kesejahteraan
bersama. Semua dipanggil untuk bekerja bagi
masyarakat yang damai.]

 Konsili Vatikan II merupakan tonggak pembaharuan
hidup Gereja Katolik secara menyeluruh. GS
(Gaudium et Spes) menaruh keprihatinan secara luas
pada tema hubungan Gereja dan Dunia modern. Ada
kesadaran kokoh dalam Gereja untuk berubah seiring
dengan perubahan kehidupan manusia modern. Soal-
soal yang disentuh oleh GS dengan demikian berkisar
tentang kemajuan manusia di dunia modern. Di lain
pihak tetap diangkat ke permukaan soal jurang yang
tetap lebar antara si kaya dan si miskin.

 Relasi antara Gereja dan sejarah perkembangan
manusia di dunia modern dibahas dalam suatu cara
yang lebih gamblang, menyentuh nilai perkawinan,
keluarga, dan tata hidup masyarakat pada umumnya.
Judul dokumen ini mengatakan suatu “perubahan
eksternal” dari kebijakan hidup Gereja: Kegembiraan
dan harapan, duka dan kecemasan manusia-manusia
zaman ini, terutama kaum miskin dan yang
menderita, adalah kegembiraan dan harapan, duka
dan kecemasan para murid Kristus juga.

 Kardinal Joseph Suenens (dari Belgia) berkata bahwa
pembaharuan Konsili Vatikan II tidak hanya
mencakup bidang liturgis saja, melainkan juga hidup
Gereja di dunia modern secara kurang lebih
menyeluruh. GS membuka cakrawala baru dengan
mengajukan perlunya “membaca tanda-tanda
zaman” (signs of the times).

 Tema pokok: Penjelasan tentang perubahan-perubahan dalam tata
hidup masyarakat zaman ini; martabat pribadi manusia; ateisme
sistematis dan ateisme praktis; aktivitas hidup manusia; hubungan
timbal balik antara Gereja dan dunia; beberapa masalah mendesak,
seperti perkawinan, keluarga; cinta kasih suami isteri; kesuburan
perkawinan; kebudayaan dan iman; pendidikan kristiani;
kehidupan sosial ekonomi dan perkembangan terakhirnya; harta
benda diperuntukkan bagi semua orang; perdamaian dan
persekutuan bangsa-bangsa; pencegahan perang; kerjasama
internasional.
 Konteks zaman: Perang dingin masih tetap berlangsung. Di lain
pihak, negara-negara baru “bermunculan” (beroleh kemerdekaan)

 1967   Populorum Progressio – “The Development
of Peoples” Paul VI (Populorum Progressio,
Perkembangan Bangsa-bangsa, Paus Paulus ke-6,
tahun 1967) 

 [ Perkembangan bangsa-bangsa merupakan piagam
perkembangan, nama baru dari damai sejahtera. Hal
ini berkenan dengan kemiskinan terstruktur,
bantuan dan perdagangan; terbatas pada alasan
strategi “ambil untung/laba” dan hak atas milik
pribadi. Semua umat kristen dipanggil untuk
berjuang bagi keadilan internasional.]

 Perkembangan bangsa-bangsa merupakan tema pokok perhatian dari Ensiklik
Ajaran Sosial. Gereja memandang bahwa kemajuan bangsa manusia tidak
hanya dalam kaitannya dengan perkara-perkara ekonomi atau teknologi, tetapi
juga budaya (kultur). Kemajuan bangsa manusia masih tetap dan bahkan
memiliki imbas pemiskinan pada sebagian besar bangsa-bangsa. Isu
marginalisasi kaum miskin mendapat tekanan dalam dokumen ini. Revolusi di
berbagai tempat di belahan dunia kerap kali tidak membawa bangsa manusia
kepada kondisi yang lebih baik, malah kebalikannya, kepada situasi yang
sangat runyam. Kekayaan dari sebagian negara-negara maju harus dibagi
untuk memajukan negara-negara yang miskin. Soal-soal yang berkaitan
dengan perdagangan (pasar) yang adil juga mendapat sorotan yang tajam.
Ensiklik ini menaruh perhatian secara khusus pada perkembangan masyarakat
dunia, teristimewa negara-negara yang sedang berkembang. Diajukan pula
refleksi teologis perkembangan / kemajuan yang membebaskan dari
ketidakadilan dan pemiskinan.

 
 Tema pokok: Perkembangan bangsa manusia zaman
ini; kesulitan-kesulitan yang dihadapi; kerjasama
antarbangsa-bangsa; dukungan organisasi
internasional, seperti badan-badan dunia yang
mengurus bantuan keuangan dan pangan; kemajuan
diperlukan bagi perdamaian.

 Konteks zaman: Tahun enampuluhan memang
tahun perkembangan bangsa-bangsa; banyak negara
baru bermunculan di Afrika; tetapi juga sekaligus
perang ideologis dan kepentingan kelompok
manusia luar biasa ramainya; pada saat yang sama
terjadi ancaman proses marginalisasi (pemiskinan);
terjadi perang di Vietnam yang sangat brutal; di
Indonesia sendiri terjadi perang ideologis (Marxis-
komunis dan militer).

 1971    Octogesima Adveniens – “On the Eightieth
Year” – Paul VI  (pada tahun ke-80, oleh Paus
Paulus ke-6, tahun 1971)

 [ Sebuah panggilan Gereja Lokal untuk menjawab
tantangan dalam situasi-situasi khusus. Tidak perlu
Takhta Suci di Roma harus mengambil alih semua
problematika Gereja sedunia. Urbanisasi telah
menciptakan ketidakadilan baru. Kita dipanggil
untuk menunjukkan karya dan keterlibatan kita di
bidang politik.]

 Arti “Octogesima” adalah yang ke-80; maksudnya: surat apostolik
ini dimaksudkan untuk manandai usia Rerum Novarum yang ke-
80 tahun. Paulus VI menyerukan kepada segenap anggota Gereja
dan bangsa manusia untuk bertindak memerangi kemiskinan.
Soal-soal yang berkaitan dengan urbanisasi dipandang menjadi
salah satu sebab lahirnya “kemiskinan baru”, seperti orang tua,
cacat, kelompok masyarakat yang tinggal di pinggiran kota, dst.
Diajukan ke permukaan pula masalah-masalah diskriminasi
warna kulit, asal usul, budaya, sex, agama. Gereja mendorong
umatnya untuk bertindak ambil bagian secara aktif dalam
masalah-masalah politik dan mendesak untuk memperjuangkan
nilai-nilai / semangat injili. Memperjuangkan keadilan sosial.

 Tema pokok: Soal kepastian dan ketidakpastian fenomena
kemajuan bangsa manusia zaman ini berkaitan dengan
keadilan; urbanisasi dan konsekuensi-konsekuensinya; soal
diskriminasi; hak-hak manusiawi; kehidupan politik,
ideologi; menyimak sekali lagi daya tarik sosialisme; soal
kapitalisme; panggilan kristiani untuk bertindak memberi
kesaksian hidup dan partisipasi aktif dalam hidup politik.
 Konteks zaman: Dunia mengalami resesi ekonomi dengan
korban mereka yang miskin; di Amerika aksi Martin Luther
King untuk perjuangan hak-hak asasi manusia yang marak
menjadi perhatian dunia; protes melawan perang Vietnam.

 1971       Justicia in Mundo - “Justice in the World”
– Synod ( Keadilan di dalam dunia, Sinode Para
Uskup, tahun 1971.)

 [ keadilan adalah dimensi konstitutif dari pewartaan
Injil. Pewartaan harus diarahkan kepada penegakan
keadilan. Gereja harus memeriksa suara hatinya
tentang cara hidupnya, dengan mana ia beri
kesaksian tentang Injil. Disadari pula, pentingnya
pendidikan tentang keadilan dalam dan bagi
masyarakat ].

 Dunia sedang berhadapan dengan problem keadilan.
Untuk pertama kalinya (boleh disebut demikian)
sinode para uskup menaruh perhatian pada soal-soal
yang berkaitan dengan keadilan. Para uskup
berhimpun dan bersidang serta menelorkan
keprihatinan tentang keadilan dalam tata dunia. Misi
Gereja tanpa ada suatu upaya konkret dan tegas
mengenai tindakan perjuangan keadilan, tidaklah
integral. Misi Kristus dalam mewartakan datangnya
Kerajaan Allah mencakup pula datangnya keadilan.

 Dokumen ini banyak diinspirasikan oleh seruan
keadilan dari Gereja-Gereja di Afrika, Asia, dan
Latin Amerika. Secara khusus pengaruh
pembahasan tema “Liberation” oleh para uskup
Amerika Latin di Medellin (Kolumbia). Keadilan
merupakan dimensi konstitutif pewartaan Injil.

 Tema pokok: Misi Gereja dan keadilan merupakan
dua elemen yang tidak bisa dipisahkan; soal-soal
yang berhubungan dengan keadilan dan
perdamaian: hak asasi manusia; keadilan dalam
Gereja; keadilan dan liturgi; kehadiran Gereja di
tengah kaum miskin. Terminologi kunci yang
dibicarakan adalah “oppression” dan “liberation”.

 Konteks zaman: Konteks peristiwa dunia masih
berada di dalam ketidakpastian sebagaimana
Nampak pada dokumen di atasnya. Dunia sangat
haus akan keadilan dan perdamaian. Pengaruh dari
Pertemuan Medellin (di Kolumbia) tahun 1968
sangat besar.

 1975       Evangelii Nuntiandi - “Evangelisation in
the Modern World”- Paul VI ( Evangelisasi Di
dalam Dunia Modern, oleh Paus Paulus VI, tahun
1975)

 [ Disadari dengan sungguh bahwa adanya
keterhubungan erat antara envagelisasi/pewartaan
Kabar Gembira Injil dengan
pertumbuhan/perkembangan/pembangunan
masyarakat dan pembebasan manusia. Hanya
Kerajaan Allah saja yang absolut, semua yang lain
hanya relatif. Kekuatan pembaharu dari Injil Yesus
Kristus harus berperan sebagai alat transformasi
masyarakat manusia pada semua tingkatannya. ]

 Arah dasarnya: agar Gereja dalam pewartaannya
dapat menyentuh manusia pada abad ke duapuluh.
Ada tiga pertanyaan dasar: (1) Sabda Tuhan itu
berdaya, menyentuh hati manusia, tetapi mengapa
Gereja dewasa ini menjumpai hidup manusia yang
tidak disentuh oleh Sabda Tuhan (melalui pewartaan
Gereja)? (2) Dalam arti apakah kekuatan evangelisasi
sungguh-sungguh mampu mengubah manusia abad
ke-21 ini?

 (3) Metode-metode apakah yang harus diterapkan
agar kekuatan Sabda sungguh menemukan efeknya?

Tuhan Yesus mewartakan keselamatan sekaligus


pewartaan pembebasan. Gereja melanjutkannya. Hal
baru dalam dokumen ini ialah bahwa pewartaan
Kabar Gembira sekaligus harus membebaskan pula.

 Tema pokok: EN (Evangelii Nuntiandi) mengajukan
tema-tema problem kultural sekularisme, ateistis,
indifference, konsumerisme, diskriminasi,
pengedepanan kenikmatan dalam gaya hidup, nafsu
untuk mendominasi.
 Konteks zaman: EN dimaksudkan untuk
memperingati Konsili Vatikan tahun ke-10.

 REDEMPTOR HOMINIS (SANG PENEBUS
MANUSIA)
Ensiklik Yohanes Paulus II (Ensiklik-nya yang
pertama)

 Sebenarnya Ensiklik ini tidak dikategorikan sebagai Ensiklik
Ajaran Sosial Gereja. Tetapi, lukisan tentang penebusan
umat manusia oleh Yesus Kristus sebagai penebusan yang
menyeluruh memungkinkan beberapa gagasan ensiklik ini
bersinggungan dengan tema-tema keadilan sosial. Gagasan
dasarnya: manusia ditebus oleh Kristus dalam situasi
hidupnya secara konkret. Yaitu, dalam hidup dalam situasi
di dunia modern. Disinggung mengenai konsekuensi
kemajuan dan segala macam akibat yang ditimbulkan. Hak-
hak asasi manusia dengan sendirinya juga didiskusikan.
Misi Gereja dan tujuan hidup manusia.

 Tema pokok: Misteri penebusan manusia di zaman
modern; kemajuan dan akibat-akibatnya; misi Gereja
untuk menjawab persoalan zaman ini.
 Konteks zaman: Merupakan Ensiklik pertama dari
kepausan Bapa Suci Yohanes Paulus II.

 1981       Laborem Exercens  - “On Human Work” –
John Paul II (Karya Manusia, Paus Yohanes Paulus
II, tahun 1981)

 [ Kerja, bagi Paus Yohanes Paulus II adalah masalah
sentral masyarakat. Mengapa? Karena kerja
meningkatkan martabat manusia. Dalam semangat
menentang kapitalisme dan Marxisme Sri Paus
mengedepankan hak para pekerja, teristimewa
wanita dan kesatuan antar para pekerja itu sendiri.
Tujuan pemberi kerja bukan semata-mata mengejar
kapital/laba, melainkan kesejahteraan para pekerja
itu sendiri.]

 “Kerja” merupakan tema sentral hidup manusia. Hanya
dengan kerja, harkat dan martabat manusia menemukan
pencetusan keluhurannya. Manusia berhak bekerja untuk
kelangsungan hidupnya, untuk membuat agar hidup
keluarga bahagia dan berkecukupan. Ensiklik ini mengkritik
tajam komunisme dan kapitalisme sekaligus sebagai yang
memperlakukan manusia sebagai alat produktivitas.
Manusia cuma sebagai instrumen penghasil kemajuan dan
perkembangan. Manusia berhak kerja, sekaligus berhak atas
upah yang adil dan wajar, sekaligus berhak untuk makin
hidup secara lebih manusiawi dengan kerjanya.

 Tema pokok: Sebagian besar isinya ialah tentang keadilan
kerja, yang sudah dikatakan dalam Rerum Novarum; memang
Ensiklik ini dimaksudkan untuk memperingati 90 tahun
Rerum Novarum.
Kerja dan manusia; semua orang berhak atas kerja, termasuk
di dalamnya yang cacat; perlunya jaminan keselamatan /
kesehatan dalam kerja; manusia berhak atas pencarian kerja
yang lebih baik di mana pun, juga di negeri orang.
 Konteks zaman: Dalam periode zaman ini dirasakan sangat
besar jumlah pengangguran. Para pekerja migrant (tenaga
asing) sangat mudah diperas dan mendapat perlakuan tidak
adil.

 1987     Sollicitudo Rei Socialis - “The Social
Concern of the Church” -  John Paul
II (Keprihatinan Sosial Gereja, Paus Yoh Paulus II,
tahun 1987).

 [ dokumen ini meng-update/mengaktualisasi dokumen
Populorum Progressio dengan analisis tentang
perkembangan global: perpisahan utara/selatan diakibatkan
oleh kapitalisme dan marxisme. Maka, diperlukan
pertobatan dan tindakan perubahan dari dosa struktural
kepada solidaritas dan keberpihakan bagi kaum miskin. ]
 Ensiklik ini merupakan ulang tahun ke-20 dari Ensiklik
Populorum Progressio. Jurang antara wilayah / negara-
negara Selatan (miskin) dan Utara (kaya) luar biasa
besarnya. Perkembangan dan kemajuan sering kali sekaligus
pemiskinan pada wilayah lain.

 Persoalannya semakin rumit manakala dirasakan
semakin hebatnya pertentangan ideologis antara
Barat dan Timur, antara kapitalisme dan
komunisme. Persaingan ini semakin memblokir
kerjasama dan solidaritas kepada yang miskin.
Negara-negara Barat semakin membabi buta dalam
eksplorasi kemajuan. Sementara negara-negara
miskin semakin terpuruk oleh kemiskinannya.
Konsumerisme dan “dosa struktural” makin
mendominasi hidup manusia.

 Ensiklik ini mengajukan makna baru tentang pengertian
“the structures of sin”; pemandangan secara teliti
sumbangsih Ensiklik yang diperingati, Populorum
Progressio; digambarkan pula panorama zaman ini
dengan segala kemajuannya; tinjauan teologis masalah-
masalah modern;
 Perang berkecamuk seputar ideologi pada zaman ini;
Soviet menginvasi Afganistan dan setahun kemudian
menarik diri dari Afganistan; dan berbagai ketegangan
yang dimunculkan oleh persaingan ideologis yang hebat.

 1991       Centesimus Annus – “The One Hundredth
Year” – John Paul II ( Pada Satu Abad – sesudah
Rerum Novarum -, Paus Yoh Paulus ke-2, tahun
1919).

 [ Dokumen ini merefleksikan CST/ASG dan
peristiwa-peristiwa besar abad lalu seraya dengan
setia meneguhkan martabat manusia dan hak-hak
manusia, keadilan dan damai. Jatuhnya Marxisme
tidak berarti kemenangan pada kapitalisme ].

 Menandai ulang tahun Rerum Novarum yang ke-
100. Dokumen ini memiliki jalan pikiran yang
kurang lebih sama, paradigma yang ditampilkan
dalam Rerum Novarum untuk menyimak dunia saat
ini. Perkembangan baru berupa jatuhnya
komunisme dan sosialisme marxisme di wilayah
Timur (Eropa Timur) menandai suatu periode baru
yang harus disimak secara lebih teliti. Jatuhnya
sosialisme marxisme tidak berarti kapitalisme dan
liberalisme menemukan pembenarannya.

 Kesalahan fundamental dari sosialisme ialah
tiadanya dasar yang lebih manusiawi atas
perkembangan. Martabat dan tanggung jawab
pribadi manusia seakan-akan disepelekan. Di lain
pihak, kapitalisme bukanlah pilihan yang tepat pula.
Perkembangan yang mengedepankan eksplorasi
kebebasan akan memicu ketidakadilan yang sangat
besar. Centesimus Annus mengurus pula soal-soal
lingkungan hidup yang menjadi permasalahan
menyolok pada zaman ini.

 Skema jalan pikiran Ensiklik ini serupa dengan
dokumen-dokumen sebelumnya: pertama-tama
dibicarakan dulu mengenai Rerum Novarum yang
diperingati; berikutnya dengan menyimak pola Rerum
Novarum, Ensiklik Centesimus Annus membahas
“hal-hal baru zaman sekarang”; diajukan pula catatan
“tahun 1989” (adalah tahun jatuhnya tembok Berlin);
prinsip harta benda dunia diperuntukkan bagi semua
orang; negara dan kebudayaan; manusia ialah jalan
bagi Gereja; soal lingkungan hidup.

 Jatuhnya komunisme di Eropa Timur yang ditandai
dengan runtuhnya tembok Berlin; Nelson Mandela –
sang figur penentang diskriminasi – bebas dari
penjara (1990). Memang ada sekian “hal-hal baru”
yang pantas disimak.

 The Participation of Catholics in Political life -
Dokumen yang dikeluarkan oleh Kongregasi Suci
untuk Ajaran Iman
 Tahun: 2002

 Dokumen Ajaran Sosial Gereja
:
 Dokumen ini menggaris-bawahi pentingnya partisipasi
umat Katolik pada kehidupan politik. Umat Katolik tidak
boleh pasif. Tantangan perkembangan dan kemajuan
demikian besar, umat Katolik diminta memiliki
kesadaran-kesadaran tanggung jawab dan partisipasi
untuk memajukan kehidupan bersama dalam soal-soal
politik. Politik bukanlah lapangan kotor, melainkan
lapangan kehidupan yang harus ditata dengan baik.

 Tema Pokok:
 Seputar kehidupan politik dan pentingnya partisipasi umat
beriman Katolik untuk peduli dengan soal-soal politik.
 Konteks Zaman:
 Zaman ini mengukir soal-soal yang sangat menyolok:
hidup manusia ditentukan oleh realitas tata politik; aneka
persoalan kemunduran sosial seringkali ditandai dengan
kebangkrutan politik dalam hidup bersama; soal-soal yang
menyangkut kebebasan beragama dan kebebasan
berkembang dalam budayanya juga menjadi perkara yang
dominan pada periode sekarang ini.

 2009      Caritas in Veritate - “Charity in Truth” –
BenedictXVI (Karya Cinta di dalam Kebenaran,
Paus Benediktus ke-16, tahun 2009.) 

 [ Caritas in Veritate (Cinta kasih dalam kebenaran)
meng-update dokumen Populorum Progressio
dengan pandangan menyeluruh tentang
perkembangan/ pembangunan manusia dan
masyarakat dan mengajukan beberapa butir refleksi
atas krisis ekonomi dan etika bisnis. ]

 Some other documents of John Paul II contain
important sections for CST:
 (Lagi, ada sejumlah dokumen dari Sri Paus
Yohanes Paulus II yang berisikan tentang hal-hal
penting berkenaan dengan CST/Ajaran Sosial
Gereja Katolik, al:

 a).Redemptor Hominis (1979): human dignity & human rights;
modern technology; war & arms race. (Penyelamat manusia,
(197) yang berbicara tentang martabat manusia dan hak-hak
manusia; perang adu senjata/ persaingan di bidang
persenjataan.

b) Dives in Misericordia (1980): growing disparity in wealth;
justice is shaped by the power of love.
[ Rich of Mercy, Kaya dalam belaskasih (1980), mewacanakan
tentang pertumbuhan yang tidak sehat di bidang ekonomi,
jurang antara kaya dan miskin. Keadilan terbentuk karena
kekuatan cinta kasih antar manusia.]

 c). Redemptoris Missio(1990): pro inculturation & economic
liberation; but true liberation is in Christ.[ Mission of the
Redeemer/ Misi Sang Penyelamat, berintikan dukungan
akan inculturasi dan gerakan pembebasan di bidang
ekonomi. Namun pembebasan sejati hanya di dalam Kristus.
 d). Tertio Millennio Adveniente(1994): J&P a necessary
condition for celebrating Jubilee of year 2000.["On
Preparation for Jubillee of the Year 2000", Persiapan bagi
datangnya millennium/abad baru, tahun 2000. Keadilan dan
Damai menjadi syarat penting dan utama dalam merayakan
Yubileum Baru, tahun 2000.

 e). Evangelium Vitae(1995): brings together CST and teaching
on sex & the family as ‘Gospel of life’. [The Gospel of Life. Injil
Kehidupan: berbicara tentang CST dikaitkan dengan
Pendidikan Seksualitas dan Keluarga sebagai “The Gospel of
Life”].

f). Novo Millennio Ineunte(2000): challenges of ecology, peace
and human rights; all to work for J&P. [At the beginning of the
New Milliennium, Pada awal Milinium Baru: mengutarakan
tentang masalah tantangan-tantangan ekologi, damai dan hak
asasi manusia. Semua orang dipanggil untuk bekerja bagi
keadilan dan damai.]

 [ Pada tahun 1996, para uskup di Inggeris dan Wales
menghasilkan dokumen dengan nama: The Common
Good, Kebaikan Bersama, dalam rangka persiapan
Pemilihan Umum di Inggeris. Dokumen ini sebagai
kritik tentang ketidakadilan pasar dan pantas
digunakan sebagai bahan bacaan, sebuah
pengenalan kepada CST/ASG dan
implikasi/pengaruhnya terhadap sejumlah masalah
yang kini kita hadapi di tengah masyarakat.]

 [ pada bulan Maret 2010, para uskup Inggeris
menghasilkan dokumen lain dengan judul: Choosing
the Common Good (Pilihan pada
kepentingan/kebaikan bersama), dalam rangka
mencapai pandangan bersama tentang model
masyarakat apa yang ingin kita hidupi dengan cita-
cita membaharui kepercayaan di dalam masyarakat
di antara individu, warga negara dan pemerintah
dan lembaga, termasuk di dalamnya Gereja dan
lembaga-lembaga lain.

 Oleh karena itu, dibutuhkan konsensus/persetujuan
atas prinsip dan nilai demi pembangunan
masyarakat adil dan bermartabat. Inilah prinsip-
prinsip kunci dari sebuah Kebaikan Bersama,
pertumbuhan integral manusia dan pencarian nilai-
nilai kebajikan. Inilah tema-tema kunci dari
CST/ASG dan diterapkan bagi kita semua.]

 Brian Davies, Social Justice Specialist - Birmingham
Justice & Peace commission, England

Anda mungkin juga menyukai