Anda di halaman 1dari 184

Eko Nani Fitriono, S.Th.I., M.P.I.

PEMIKIRAN
METODE DAKWAH
AHMED DEEDAT
DALAM BUKU “THE CHOICE:
ISLAM AND CHRISTIANITY” DAN
KONTRIBUSINYA TERHADAP
DAKWAH KRISTOLOGI

i
KATA PENGANTAR

‫ أﺷﻬﺪ أن ﻻ اﻟﻪ‬.‫اﳊﻤﺪ ﷲ اﻟﺬي ﻫﺪاﻧﺎ ﳍﺬا وﻣﺎ ﻛﻨﺎ ﻟﻨﻬﺘﺪي ﻟﻮﻻ أن ﻫﺪاﻧﺎ اﷲ‬
‫ اﻟﻠﻬﻢ ﺻﻞ وﺳﻠﻢ‬،‫ وأﺷﻬﺪ أن ﳏﻤﺪا ﻋﺒﺪﻩ ورﺳﻮﻟﻪ‬،‫إﻻ اﷲ وﺣﺪﻩ ﻻ ﺷﺮﻳﻚ ﻟﻪ‬
.‫ﻋﻠﻰ ﻫﺬا اﻟﻨﺒﲕ اﻟﻜﺮﱘ ﳏﻤﺪ وﻋﻠﻰ آﻟﻪ وﺻﺤﺒﻪ أﲨﻌﲔ‬

Segala puji bagi Allah, yang telah memberikan kesempatan dan kemampuan
untuk dapat menyelesaikan tulisan berkenaan dengan pemikiran seorang tokoh
dakwah lintas agama, yakni Syeikh Ahmed Deedat. Selanjutnya shalawat serta
salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabiyullah Muhammad
saw., kepada keluarga dan para sahabatnya, dan semoga pula dilimpahkan kepada
kita sekalian sebagai pengikutnya yang istiqamah dijalan-Nya. Amin.
Buku ini secara umum membedah pemikiran metode dakwah menurut
Ahmed Deedat, sekaligus menggali sejauh mana metode dakwahnya berkontribusi
terhadap dakwah Kristologi dalam hubungan antara Islam dan Kristen di
masyarakat. Metode yang digunakan buku ini adalah bersifat deskriptif analitis,
yakni mendeskripsikan secara terperinci pemikiran metode dakwah Ahmed
Deedat dalam bukunya “The Choice: Islam and Christianity”, kemudian
menganalisa sesuai dengan sudut pandang atau pendekatan kesejarahan (historis)
dan sosiologis. Pendekatan historis digunakan untuk melihat pemikirannya secara
utuh, karena dengan sudut pandang sejarah akan mampu menjelaskan latar
belakang pemikiran Ahmed Deedat yang melahirkan pandangannya terhadap
metode dakwah dan melahirkan berbagai karyanya. Sementara, karena karya
tersebut lahir dalam konteks interaksi Islam-Kristen, maka digunakan pula
pendekatan sosiologis.
Ahmed Deedat yang merupakan pionir dakwah Kristologi di Abad 19 yang
berupaya memperkenalkan dan menawarkan metode, strategi, dan pendekatan
dakwah dalam upaya membangun perspektif Islam terhadap Kristen. Isi

ii
dakwahnya cenderung bersifat comparative religion (perbandingan agama)
dengan lebih dominan kepada pembahasan Islam-Kristen. Melalui karya
terbesarnya “The Choice: Islam and Christianity” ia membangun konsep metode
dakwah sesuai dengan sasaran dakwah (mad’u). Yakni metode dakwah kepada
muslim dan metode dakwah kepada umat Kristen. Bagi umat muslim, dakwah
Kristologi akan mampu membangun benteng yang tangguh untuk semakin
meyakini kebenaran Islam, sementara dakwah kepada umat Kristen dalam rangka
meng-counter misi Kristenisasi dan upaya mengajak umat Kristen kepada
kalimatin sawȃ (dalam hal ini Tauhid). Metode dakwah Ahmed Deedat
mempunyai signifikansi dalam membangun konsep dakwah Kristologi dan
upayanya untuk mendidik kedua agama (Islam-Kristen) dalam nuansa dialogis,
sehingga ia dalam berdakwah selalu menekankan sumber-sumber yang obyektif,
yakni menggali langsung literatur-literatur yang saling berhubungan antara Islam
dan Kristen, terutama dari al-Qur’an maupun Bibel. Terlepas dari kelebihan dan
kekurangan metode dakwahnya, ia menyadari hasil dakwahnya sepenuhnya
adalah hak prerogatif Allah.
Penulis menyadari bahwa karya ini jauh dari sempurna, untuk itu
diharapkan kepada pembaca yang budiman untuk dapat memberikan kritik dan
saran yang konstruktif demi perbaikan buku ini menjadi lebih baik ke depannya.
.

Surakarta, 17 Januari 2015

Penulis

iii
SISTEM TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Huruf Arab Nama Huruf Latin Keterangan


‫ا‬ alif - Tidak dilambangkan

‫ب‬ ba’ b -

‫ت‬ ta’ t -

‫ث‬ ša’ š s dengan satu titik di atas

‫ج‬ jim j -

‫ح‬ ḥa’ ḥ h dengan satu titik di bawah

‫خ‬ kha’ kh -

‫د‬ dal d -

‫ذ‬ żal ż z dengan satu titik di atas

‫ر‬ ra’ r -

‫ز‬ zai z -

‫س‬ sin s -

‫ش‬ syin sy -

‫ص‬ ṣad ṣ s dengan satu titik di bawah

‫ض‬ ḍad ḍ d dengan satu titik di bawah

‫ط‬ ṭa’ ṭ t dengan satu titik di bawah

‫ظ‬ ẓa’ ẓ z dengan satu titik di bawah

‫ع‬ ‘ain ‘ Koma terbalik

‫غ‬ gain g -

iv
‫ف‬ fa’ f -

‫ق‬ qaf q -

‫ك‬ kaf k -

‫ل‬ lam l -

‫م‬ mim m -

‫ن‬ nun n -

‫و‬ wawu w -

‫ه‬ ha’ h -

‫ء‬ hamzah Tidak Apostrof, (tidak dipergunakan


dilambangkan untuk hamzah di awal kata)
atau ’
‫ي‬ ya’ y -

v
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ………………………………………………………..... i


KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
SISTEM TRANSLITERASI ARAB-LATIN……………………………...... iv
DAFTAR ISI ………………………………………………………………....... vi

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………. 1
BAB II TINJAUAN UMUM METODE DAKWAH DAN
PERKEMBANGANNYA SERTA PERANAN DAKWAH
KRISTOLOGI …………………………………......................... 8
A. Pengertian Metode Dakwah ………………………………… 8
B. Bentuk dan Perkembangan Metode Dakwah ……………… 9
C. Formulasi Metode Dakwah Kaitannya dengan Mad’u ……… 23
D. Peranan Dakwah Kristologi Perspektif Pemikiran Islam …... 30
1. Dakwah Kristologi dalam Tuntutan Syariat ...................... 30
2. Dakwah Kristologi dalam Tantangan Dakwah ................. 34
BAB III SKETSA PEMIKIRAN DAKWAH AHMED DEEDAT DAN
BUKU “THE CHOICE: ISLAM AND CHRISTIANITY” ….... 41
A. Riwayat Hidup …………………………............................... 41
1. Fase Pertama .................................................................... 41
2. Fase Kedua ....................................................................... 46
B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemikiran Dakwah
Ahmed Deedat ....................................................................... 58
1. Situasi Religio-Politik........................................................ 58
2. Hubungan Islam-Kristen ................................................... 64
C. Berbagai Karya Ahmed Deedat ............................................ 66
D. Orisinalitas Pemikiran Dakwah Ahmed Deedat .................... 69
1. Dakwah Kesetaraan: Anti Rasialis .................................... 70

vi
2. Model Dakwah Kristologi Ahmed Deedat......................... 73
E. Mengenal Buku “The Choice: Islam and Christianity” ........ 75
1. Uraian Umum .................................................................... 75
2. Sistematika dan Subyek Pokok Buku ................................ 79
3. Pendapat Mengenai Buku “The Choice: Islam and
Christianity” ...................................................................... 83
BAB IV METODE DAKWAH DALAM BUKU “THE CHOICE:
ISLAM AND CHRISTIANITY” .................................................. 85
A. Landasan Dakwah Ahmed Deedat .......................................... 85
B. Strategi Dakwah Ahmed Deedat............................................ 114
C. Metode Dakwah Ahmed Deedat ............................................ 122
BAB V KONTRIBUSI AHMED DEEDAT DALAM DAKWAH
KRISTOLOGI ............................................................................. 135
A. Kontruksi Dakwah Kristologi Ahmed Deedat ........................ 135
B. Kontribusi Dakwah Kristologi Ahmed Deedat dalam
Konteks Keberagamaan dan Sosial ......................................... 142
C. Dakwah Kristologi dan Upaya Membangun Dialog Teologis
Islam-Kristen ........................................................................... 150
BAB VI PENUTUP .................................................................................... 157
A. Kesimpulan .............................................................................. 157
B. Saran-Saran ............................................................................. 159
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 161

TENTANG PENULIS .................................................................................. 177

vii
BAB I
PENDAHULUAN

Kegiatan dakwah dalam Islam merupakan faktor penting dalam upaya


menyebarkan pesan-pesan agama secara universal kepada umat manusia agar
menuju kehidupan yang baik sesuai yang telah digariskan Allah dan Rasul-
Nya. Pesan dakwah dalam Islam bersifat universal disebabkan Nabi
Muhammad sang pembawa risalah datang sebagai rahmat bagi semesta alam
(al-Anbiyȃ: 107).1 Sehingga tujuan misi Islam bukan untuk kalangan tertentu
saja, seperti bangsa Arab—tempat kelahiran Nabi Muhammad saw.—
melainkan ke seluruh penjuru dunia. Hal ini berbeda dengan Yahudi yang
risalahnya dibawa oleh nabi Musa as. dan Nashrani yang risalahnya di bawa
oleh Nabi Isa as., keduanya hanya diperuntukkan bagi Bani Israel saja.
Walaupun kemudian klaim umat Nashrani bahwa misi agama Nashrani atau
Kristen berubah menjadi untuk seluruh umat manusia, sebagaimana perintah
dalam Injil Matius 28: 19 dan Injil Markus 16: 15.2 Kedua ayat tersebut
dijadikan dasar misionaris Kristen dalam upaya melegitimasi penyebarkan
ajaran Kristen.
Berbeda dengan Yahudi yang mengeksklusifkan agama untuk keturunan
Yahudi saja, antara Islam dan Kristen memiliki kesamaan sebagai agama misi
untuk manusia secara umum.3 Keduanya menempatkan satu dengan yang

1
Allah berfirman:

     


Artinya: “Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta
alam.” (Q.S. al-Anbiyȃ: 107).
2
“Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam
nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus,” (Injil Matius 28: 19); “Lalu Ia berkata kepada mereka:
“Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.” (Injil Markus 16: 15).
Dikutip dari Alikitab, Lembaga Alkitab Indonesia, 1974.
3
Arnold yang mengutip pendapatnya Max Muller mengatakan bahwa pengelompokkan
agama besar di dunia ini menjadi dua, yaitu agama misi (dakwah) seperti: Budha, Kristen, dan
Islam. Sementara agama non-dakwah terdiri dari Yahudi, Brahma, dan Zoroaster. Lihat T.W.
Arnold, Preaching of Islam a History of Propagation of the Muslim Faith, (Lahore: SH.
Muhammad Ashraf, 1979), hal. 1.

1
lainnya sebagai rivalitas dalam upaya mencari pengikut. Berbagai solusi telah
diupayakan oleh berbagai kalangan agar tidak ada lagi “gesekan” dalam misi
agama, sebagaimana yang selama ini berlangsung, termasuk mengadakan
konferensi di Tunis, tahun 1974 yang menyepakati bahwa tidak diperbolehkan
menyebarkan agama pada suatu masyarakat yang telah beragama.4 Tetapi
dalam perjalanannya, misi penyebaran agama terus berjalan. Pada satu sisi
kesepakatan manusia menjadi tidak berarti dengan titah ilahi. Sebagai
imbasnya, umat Kristen merasa bahwa menyebarkan Injil menjadi sesuatu yang
sah-sah saja, sebagai perintah agama, bahkan terhadap umat Islam sekalipun.
Berbeda halnya dengan sudut pandang Kristen, Islam walaupun sebagai
agama misi, namun misi Islam adalah “soft” (lemah lembut atau damai), yakni
secara doktrinal seorang da’i (sebutan untuk misionaris Islam) dilarang untuk
menyebarkan Islam secara memaksa, frontal, kasar, apalagi dengan jalan
pedang atau perang.5 Bagi umat Islam faktor utama seseorang menganut agama

4
Umat Kristen dalam pertemuan di Tunis melalui para wakilnya secara konsekuen berjanji
untuk tidak menyebarkan para penginjil ke tengah-tengah kaum muslimin. Selanjutnya mereka
juga berjanji bahwa kegiatan misionaris mereka hanya akan digalakkan di kalangan umat yang
belum menganut suatu agama apapun yang sedang menantikan penerangan suatu agama. Lihat
Ahmed Deedat, Injil Membantah Ketuhanan Yesus, terj. Salim Basyarahil, (Jakarta: Gema Insani
Press, 2007), hal. 61. Sejalan dengan kesepakatan tersebut, di Indonesia, sebagai negara yang
memiliki kemajemukan agama, di mana di akui dulunya 5 (lima) agama, dan ditambah Kong Hu
chu, sehingga menjadi 6 (enam) dan pada era saat ini (2015) tidak menutup kemungkinan akan
bertambah lagi. Menurut SK Menteri Agama No. 70 Tahun 1978 yang mengatur tentang Pedoman
Penyiaran Agama menetapkan bahwa penyiaran agama tidak dibenarkan untuk (1) ditujukan
terhadap orang-orang yang telah memeluk agama lain, (2) dilakukan dengan menggunakan
bujukan atau pemberian materil, uang, pakaian, makanan/minuman, obat-obatan, dan lain-lain agar
supaya orang tertarik untuk memeluk suatu agama, (3) dilakukan dengan cara-cara menyebarkan
pamflet, buletin, majalah, buku-buku, dan sebagainya di daerah-daerah/di rumah-rumah kediaman
umat atau orang yang beragama lain, (4) dilakukan dengan cara-cara masuk keluar dari rumah ke
rumah orang yang telah memeluk agama lain dengan dalih apapun. SK tersebut kemudian ditolak
oleh kalangan Kristen, dengan alasan bahwa larangan penyebaran agama Kristen terhadap
pemeluk agama lain dianggap bertentangan dengan Injil Markus 16:15. Inilah sikap ketidak
konsistenan umat Kristen. Lihat Adian Husaini, Solusi Damai Islam Kristen di Indonesia, (Jakarta:
Pustaka Da’i, 2003), hal. 181.
5
Dalam Islam dikenal suatu kaidah “natrukuhum wamȃ yadȋnun” (biarkan saja masing-
masing mereka menentukan pilihan akidah mana yang ia sukai). Dengan demikian, dalam Islam
tidak dikenal ajaran bahwa seorang muslim boleh mengintimidasi orang lain supaya ia pindah ke
dalam agama Islam. Karenanya, dalam sejarah perjalanan negara Islam, orang-orang non-muslim
(ahlu al-dzimmah) tetap dihormati, hak mereka dipenuhi, gereja-gereja dan biara-biara tempat
mereka beribadah dibiarkan utuh. Tidak boleh ada seorang Islam yang menodai kehormatannya.
Bahkan, negara Islam menjaganya agar pemeluknya tetap bisa beribadah dengan tenang. Lihat
Imam Syamsuddin, As-Sarakhsy Al-Mabsuth, vol. 9, (Beirut: Dȃrul Ma’rifah, t.th), hal. 56; Abdul
Karim Zaidan, al-Fardu wa al-Daulah fi Syariah al-Islamiyah, (Beirut: Al-Ittihad Al-Islamiy Al-

2
Islam adalah faktor hidayah, sehingga menghidari menyebarkan agama dengan
pemaksaan sebagaimana perintah Allah yang terangkum dalam ayat berikut:

              

            

Artinya: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya


telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu
barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka
sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak
akan putus. dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. al-
Baqarah: 256).

Aturan doktrinal tersebut dimainkan oleh para da’i, baik di negara yang
agama Islamnya mendominasi kuat, seperti di Indonesia, maupun terhadap
negara yang agama Islam-nya minoritas, seperti di Barat, Afrika Selatan, dan
lain-lain. Namun, dari nilai-nilai “soft” yang dimainkan tersebut, ternyata Islam
mulai menunjukkan eksistensinya di dunia. Data menunjukkan bahwa grafik
pertumbuhan Islam di dunia terus meningkat dari tahun ke tahun.6 Salah satu
faktor kesuksesan dakwah tersebut tidak terlepas dari peran para da’i dan
metode dakwah yang digunakan. Keragaman metode dakwah sebagai strategi

Alamy, 1985), hal, 70. Adapun Jihad dalam arti perang (al-qitȃl) disyariatkan bukan untuk
memaksa orang lain untuk masuk kepada Islam, sebab Allah melarang melalui ayatnya “lȃ ikrȃha
fȋ al-dȋn”. Sayid Quthb menambahkan bahwa jihad disyariatkan dalam mengatasi hambatan-
hambatan dakwah yang tidak bisa diatasi kecuali dengan jihad. Maka jika hukum Allah bisa
ditegakkan dengan dakwah, berarti kondisi tersebut tidak memerlukan jihad al-Qital. Pandangan
yang beredar selama ini bahwa Islam disebarkan dengan pedang adalah pandangan yang tidak
lengkap (mengenai pandangan ini akan secara spesifik dijelaskan pada bab 4). Pedang digunakan
untuk menghadapi pasukan musuh yang mengajak perang atau menyerang sebagaimana firman
Allah dalam surat al-Hajj ayat 39-40. Lihat Sayyid Quthb, fȋ Ẓilȃl al-Qur’an, vol. 6, (Beirut:
Darusy Syȗruq, 1985), hal. 3899.
6
Jumlah penduduk dunia pada tahun 2013 adalah 7.021.836.029. Berdasarkan tingkatannya
yang didukung data dari The Almanac Book of Facts Islam menempati urutan pertama dengan
22.43%, kemudian Kristen Katolik 16.83%, selanjutnya berturut-turut: Kristen Protestan 6.08%,
Orthodok 4.03%, Anglikan 1.26%, Hindu 13.78%, Budha 7.13%, Sikh 0.36%, Yahudi 0.21%,
Baha’i 0.11%, Lainnya 11.17%, Non Agama 9.42%, dan Ateis 2.04%. Kejadian tersebut
disimpulkan oleh beberapa orang Amerika seperti Hillary Rodham Cinton mengatakan dalam Los
Angeles Time: “Islam is the fastest growing religion in Amerika.” Ari L. Goldman dalam New
York Times mengatakan “Islam is the fastest gowing religion in the country”. Selanjutnya, The
Population Reference Bureau USA Today mengatakan: “Moslem are the world fastest growing
group”. Sumber www.30-days.net dan www.muslimpopulation.com.

3
dakwah dan berbagai pendekatan dakwah menjadikan dakwah para da’i mudah
diterima. Mulai dari metode dakwah bi al-hal (transformatif), metode dakwah
kultural, dan metode-metode lainnya, termasuk dengan berbagai pendekatan
historis yang membuka interaksi perbandingan agama (comparative religion)
terhadap komunitas-komunitas agama,7 sebagaimana peran yang dimainkan
oleh Ahmed Deedat (1918-2005), Dr. Zakir Naik (1965 -), Maulana Abdul
Haque Vidiarthy (1888-1977), dan da’i-da’i lainnya.
Nama-nama yang disebutkan tersebut merupakan para da’i yang menuai
kesuksesannya bukan hanya di negara Islam yang mayoritas penduduknya
Islam, namun di negara yang justru memusuhi Islam atau setidaknya
menganggap Islam sebagai rivalitas, seperti di Barat yang didominasi Kristen
dan Yahudi.8 Berbagai metode, materi, dan strategi dakwah yang diperankan
oleh para da’i tersebut mampu menjadikan Islam dikenal dan diterima
dikalangan manapun. Sejarah telah membuktikan bahwa Islam awalnya asing
ketika Rasulullah mulai berdakwah, namun karena usaha yang gigih dan
metode keteladanan Rasulullah dan para sahabatnya, akhirnya Islam

7
Hingga saat ini studi perbandingan agama (comparative study of religion) telah
memberikan sumbangsih bagi Islamic studies dalam bahasa-bahasa semit. Hasilnya antara lain:
Julius Wellhausen (1844-1918) dan W. Robertson Smith (1846-1894), pengkaji historis-kritis
Perjanjian Lama, sadar akan afinitas antara bahasa Ibrani dan Arab; A.J. Wensinck (1882-1939)
meneliti tentang paralelitas dan unsur-unsur struktural yang secara umum terdapat dalam agama-
agama semit Barat dan Islam. Dengan pendekatan komparatif seperti ini, akan terlihat kedekatan
agama-agama, juga dapat membuat perbandingan struktural untuk memahami karakter-karakter
yang berbeda dari setiap agama atau menunjukkan eksistensi polanya. Lihat Amin Abdullah,
“Kata Pengantar” dalam Richard C. Martin (Ed), Pendekatan Kajian Islam dalam Studi Agama,
terj. Zakiyuddin Baidhawy, (Surakarta: Muhammadiyah University Press Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 2001), hal. vii.
8
Sameul P. Huntington seorang ilmuan politik dari Harvard University mengangkat isu
“the clash of civilizations”. Ia mengatakan bahwa konflik antara Islam dan Kristen—baik Kristen
ortodoks maupun Kristen Barat—adalah konflik yang sebenarnya. Sedangkan konflik antara
kapitalis dan marxis, hanyalah konflik yang sesaat dan bersifat dangkal. Samuel. P. Huntington,
The Clash of Civilizations and the Remaking of World Order, (New York: Touchtone Books,
1996), hal. 209. Sebelumnya, Bernard Lewis, guru besar keturunan Yahudi di Prenceton
University mengatakan bahwa konflik Islam-Barat (Kristen) memang telah berjalan sejak ratusan
tahun dan cenderung meningkat. Dalam bukunya yang berjudul Islam and the West, ia mengatakan
lebih dari 1.400 tahun Islam dan dunia Kristen (the Christendom) hidup berdampingan, sebagai
tetangga, sering sebagai rival, dan kadang-kadang sebagai musuh antar sesama. Lihat Bernard
Lewis, Islam and the West, (New York: Oxford University Press, 1993), hal. vii. Tesis kedua
ilmuan Barat tersebut terbukti tidak lepas dari aspek skenario politik Amerika untuk terus
menancapkan dominasi kekuatannya di dunia. Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat dari
Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekuler-Liberal, (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), hal. 144-152.

4
menunjukkan eksistensinya di Madinah (ditandai dengan piagam madinah)9
dan Mekkah (fathu Makkah)10 dan kemudian terus melebarkan sayap-sayap
kekuasaannya hingga ke cordova-Spanyol.
Sosok Ahmed Deedat adalah sebuah contoh dari sekian banyak da’i yang
sukses di abad ke-19 bukan hanya di kalangan umat muslim saja, melainkan
juga di kalangan umat Kristen. Dakwah Ahmed Deedat secara khas mengusung
materi-materi comparative religion dengan fokus pada Kristologi Islam
(Islamic Christology) merupakan upayanya dalam memberikan pemahaman
terhadap umat Islam tentang beberapa konsep yang berkenaan dengan agama
Islam dan Kristen, baik pada aspek persamaan, maupun pada aspek
perbedaanya, serta pengaruh misi Kristen terhadap keberagamaan umat Islam.
Hal ini mengingat bahwa para misionaris yang menyebarkan agama Kristen di
tengah-tengah umat muslim sebagaimana yang dialami Deedat kerap menjadi
pemicu pendangkalan akidah umat Islam. Oleh karena itu, jalan dakwah
dengan mendialogkan materi-materi kristologi menjadi alternatif bagi dakwah
Ahmed Deedat dalam upaya membentengi akidah umat untuk menghadapi para
misionaris Kristen.11
Dukungan atmosfer dalam kajian-kajian keilmiahan di Afrika Selatan
tempat awal Deedat berdakwah maupun di Eropa, menjadikan model dakwah
Deedat dapat diterima, baik melalui forum debat, diskusi, atau tanya jawab
yang mengundang banyak audience. Hal inilah yang membedakan dengan
model dakwah di Indonesia, yang masih didominasi dengan metode ceramah

9
Piagam Madinah (The Charter of Medina) adalah lembaran penting yang ditorehkan
dalam peradaban Islam pada saat nabi di Madinah. Berdasarkan pasal pertama konstitusi tersebut,
nabi membentuk ummah, yang disepakati oleh empat macam komunitas, yakni Yahudi, Nashrani,
Anshar, dan Muhajirin menjadi negara persemakmuran. Lihat M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran
dan Peradan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2012), hal. 67, 69-70.
10
Fathu Makkah adalah kemenangan kaum muslim atas kependudukan kota Makkah yang
sebelumnya dikuasai oleh kafir Quraisy. Pada peristiwa fathu Makkah, nabi dan sahabatnya yang
berjumlah lebih dari 10.000 orang memasuki kota Mekah tanpa mendapat perlawanan yang
berarti. Ibid., hal. 72. Kejadian tersebut sebelumnya telah diramalkan dalam Bibel:
"Berkatalah Ia (Musa), 'Tuhan datang dari Sinai dan bangkit kepada mereka dari Seir; Ia tampak
bersinar dari pegunungan Paran (di Arab) dan dia (Muhammad) datang dari tengah-tengah
puluhan ribu orang yang kudus, di sebelah kanannya tampak kepada mereka api yang menyala"
(Kitab Ulangan 33: 2). Dikutip dari Lembaga Alkitab Indonesia tahun 1974.
11
Ahmed Deedat, Is the Bibel God’s Word?, (Afrika Selatan: IPCI, 1992), hal. 62-64.

5
saja, sehingga kajian-kajian dakwah dengan pembahasan comparative religion
di Indonesia masih dianggap tabu, dan tak jarang menimbulkan pro dan kontra.
Masyarakat Afrika Selatan tempat awal karir dakwah Ahmed Deedat dalam hal
ini berorientasi pada nilai-nilai keilmiahan, sehingga dakwah Islam dapat
diterima di tengah kemajemukan yang jumlah umat Islamnya minoritas.
Dakwah Ahmed Deedat yang terus menunjukkan grafik kesuksesan
mengantarkan ia menjadi seorang da’i dan kristolog yang terkenal, bahkan
diklaim oleh beberapa media telah mengislamkan banyak orang Kristen.12
Ahmed Deedat sendiri dalam suatu wawancara mengatakan bahwa tujuan
dakwahnya bukanlah merubah seorang Kristen atau ateis menjadi muslim,
melainkan hanya menyampaikan pesan keselamatan Islam secara universal
dengan memahami kemajemukan dan sikap toleransi, yang hasil akhirnya
adalah kembali kepada hidayah Allah.13 Deedat hanya menekankan dan
mengajak kepada umat muslim untuk menjadi pelayan-pelayan agama Allah
untuk menyelamatkan umat manusia dari kekafiran. Itulah tujuan umum
dakwah Ahmed Deedat.
Hasil dari berbagai tur dakwah Deedat mengelilingi seluruh dunia adalah
berupa karyanya yang berjumlah lebih dari 20 buku, termasuk rekaman
puluhan video presentasi dan debat dengan para sarjana Kristen.14 Salah satu
Karya Ahmed Deedat yakni “The Choice: Islam and Christianity”. Sebuah
buku yang mendemonstrasikan himpunan analisis Deedat yang diambil dari
pengalaman-pengalamanya melawan gangguan umat Kristen serta catatan-
catatan pertemuan-pertemuan pribadinya dengan pemuka agama Kristen.15
Selanjutnya, buku tersebut dilihat dari isinya memperlihatkan
kekomprehensifan gagasan Ahmed Deedat berkaitan dengan pendekatan
dakwahnya, baik dari segi materi maupun metode dakwahnya. Buku The

12
Ebi Lockhat, “About the Author”, dalam Ahmed Deedat, The Choice: Islam and
Christianity, (Mesir: Dar Al-Manarah, 1994).
13
Harian Asy Syarqul Ausath Saudi Arabia dalam Ahmed Deedat, Injil Membantah
Ketuhanan Yesus, terj. Salim Basyarahil, (Jakarta: Gema Insani Press, 2007), hal. 54-55.
14
Herry Mohammad, Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta: Gema
Insani Press, 2006), hal. 181.
15
Ebi Lockhat, “About the Author”, dalam Ahmed Deedat, The.

6
Choice: Islam and Christianity dalam mengulas keyakinan Kristen yang
ditolak oleh keyakinan Islam, seperti ketuhanan Isa/Yesus, taḥrif
(penyimpangan) Bibel, bukan berdasarkan al-Qur’an, tetapi dengan dasar
logika yang secara umum diakui sebagai prinsip berfikir dengan merujuk ke
Bibel kembali. Sehingga dengan idenya ini Ahmed Deedat telah melakukan
penafsiran Bibel dengan Bibel.16 Beberapa alasan tersebut menjadikan buku
tersebut memiliki daya tarik tersendiri untuk diteliti.
Sebelumnya, penafsiran antara Bibel dengan Bibel juga dilakukan oleh
Imam al-Ghazali (450/451 H). Namun, yang membedakan antara Ahmed
Deedat dan Imam al-Ghazali yakni dari segi cakupan dominasi pengambilan
sumber dalam Bibel. Al-Ghazali lebih sering menggunakan Injil (Gospel)
Yohanes, dikarenakan Injil Yohanes menurutnya dalam menyatakan tentang
ketuhanan Isa ditulis secara lebih jelas.17 Sementara itu, Ahmed Deedat secara
keseluruhan dalam analisa kajian Kristologinya menggunakan Bibel, baik
Perjanjian Lama (Old Testament) maupun Perjanjian Baru (New Testament).18
Usaha Ahmed Deedat diteruskan oleh Dr. Zakir Naik yang banyak mengadopsi
pemikiran Ahmed Deedat.19 Dan itu yang menjadi alasan mengapa penelitian
ini memilih Ahmed Deedat, bukan yang lainnya.

16
Ahmed Deedat, The Choice: Islam and Christianity, vol. 1 dan 2, (Mesir: Dar Al-
Manarah, 1994), hal. 240.
17
Jauh sebelum al-Ghazali telah banyak ulama yang melakukan pengkajian terhadap agama
Kristen dan mengembangkan tradisi Kristologi, seperti Ibn Hibban (810-865 M) dengan judul “al-
Radd ‘alȃ al-Naṣarȃ (refutation of the Christians)” dan “al-Dȋn wa Dawlat fȋ Išbat Nubuwwati
Nabiyyi Muhammad saw. (The Book of Religion and Empire on the Comfirmation of the
Prophethood of the Prophet Muhammad, God Bless him and grant him Salvation)”. Al-Jahiz (w.
255/869 M) dengan judul “al-Radd ‘alȃ al-Naṣȃra”. Abu Hasan Muhammad bin Yusuf al-‘Amiry
(w. 381 H/992 M) dengan karyanya “Kitab al-I’lam bi Manaqib al-Islam”. Abul Jabbar (320-415
H/932-1025 M) dengan karya “al-Mughni fȋ Abwab al-Tauhid wa al-‘Adl”. Al-Biruni (973-1051
M) dengan karyanya “Kitab Tahqȋq ma li al-Hindi min Maqula Maqbula fȋ al-Aql aw Marḍula.
(Book of Verification of the Saying of the Indians, whether Rationally Acceptable or un
Acceptable)”. Ibn Hazm (944-1064 M) dengan karya “al-Fasl fȋ al-Milal wa al-Ahwa wa al-Nihal
(Book of Opinion on Religions, Sect and Heresies)”. Al-Juwaini dengan karya “Ṣifa al-Ghalil fȋ
Bayȃni ma Waqa’a fȋ al-Taurat wa al-Injȋl min al-Tabdil”. Perbedaan kajian ulama terdahulu
dengan kajian al-Ghazali dan Ahmed Deedat terletak pada perspektif kajian mereka yang lebih
mengkaji Injil dengan sudut pandang al-Qur’an, bukan dengan Injil yang digunakan umat Kristen.
Lihat Waryono Abdul Ghafur, Kristologi Islam: Telaah Kritis Kitab Rad al-Jamil Karya Al-
Ghazali, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hal. 6-14.
18
Ahmed Deedat, Injil, hal. 57; lihat juga Ahmed Deedat, Is the Bible God’s Word (Afrika
Selatan: IPCI, 1992).
19
DebatIslam.com.

7
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG METODE DAKWAH DAN
PERKEMBANGANNYA SERTA PERANAN
DAKWAH KRISTOLOGI

A. Pengertian Metode Dakwah


Secara etimologi (lughah/kebahasaan) metode berasal dari kata methodos
(Yunani), yakni susunan dua kata yang terdiri dari kata meta yang artinya
melalui dan hodos yang berarti jalan atau cara.20 Kata metode dalam bahasa
Arab menggunakan istilah manhaj atau ṭariqȃt yang berarti tata cara.21
Kemudian kata metode ini juga diadopsi ke dalam bahasa Indonesia yang
memiliki arti cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan
agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki atau cara kerja yang bersistem
untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yg
ditentukan.22 Secara istilah, Syafa’at Habib mengartikan metode sebagai suatu
disiplin tertentu yang menciptakan manusia untuk mencapai sasaran tertentu.
Dalam pengertian lain dikatakan bahwa metode merupakan tata pengaturan
secara ilmiah dan menggunakan logika yang teratur, serta merupakan teori
teknik menyelesaikan sesuatu yang dirancang manusia yang motivasinya
diambil dari tingkah laku dan intelektual manusia sendiri.23
Sementara itu, dakwah dan tujuan dakwah menurut Amrullah Ahmad
adalah suatu usaha untuk mengubah situasi kepada yang lebih baik dan
sempurna, yang dilakukan baik terhadap individu maupun masyarakat. Pada
hakikatnya dakwah Islam merupakan aktualisasi imani yang dimanifestasikan
dalam suatu sistem kegiatan manusia beriman dalam bidang kemasyarakatan

20
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hal. 61.
21
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: Mahmud Yunus Wa Dzurriyah,
2010), hal. 238.
22
Ebta Setiawan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Software: KBBI Offline Versi 1.1),
mengacu kepada http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/.
23
M. Syafa’at Habib, Buku Pedoman Dakwah, (Jakarta: Widjaya, 1982), hal. 160-161.

8
yang dilaksanakan secara teratur untuk mempengaruhi cara merasa, berpikir,
bersikap, dan bertindak manusia pada dataran kenyataan individual serta sosial-
kultural dalam rangka mengusahakan terwujudnya ajaran Islam dalam semua
segi kehidupan manusia, dengan menggunakan cara tertentu.24 Dengan
demikian penggabungan term metode dan dakwah dapat diartikan sebagai cara-
cara atau langkah-langkah sistematis dalam menyampaikan atau menyeru umat
ke jalan Allah swt. sehingga dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
Cara-cara tersebut harus senantiasa disesuaikan dengan kondisi mad’u
(obyek dakwah) sebagai penerima pesan dakwah. Hal ini dilakukan agar pesan
dakwah dapat diterima secara maksimal (kaffah) oleh mad’u tersebut. Oleh
karenanya alat bantu berupa ilmu-ilmu lain bila dianggap penting sangat perlu
digunakan guna menambah nilai dakwah, seperti ilmu antropologi, psikologi,
sosiologi, filosofi, sejarah, dan lainnya. Hal ini penting dilakukan sebagai
usaha tambahan menuju suksesnya dakwah. Selanjutnya, apabila pesan dakwah
diterima dengan baik oleh mad’u, maka dakwah tersebut bisa dikatakan
berhasil. Inilah tujuan dari metode dakwah tersebut.

B. Bentuk dan Perkembangan Metode Dakwah


Metode dakwah sebagai obyek formal dari disiplin ilmu dakwah akan
terus mengalami perkembangan yang dinamis sesuai dengan ruang lingkup
penggunaannya pada model dakwah tertentu. Dengan demikian, bentuk dari
metode dakwah akan terus berkembang sesuai dengan kondisi lingkungan dan
peran da’i yang bertugas dilapangan dakwah. Berkenaan dengan metode
dakwah, Rasulullah telah mempraktekannya yang dikenal dengan metode
percontohan (uswah al-ḥasanah). Di mana Rasulullah menjadi teladan
langsung atas ajaran yang terdapat dalam al-Qur’an, hal ini sebagaimana yang
tergambar dalam al-Qur’an surat al-Aḥzab ayat 21: 

24
Amrullah Achmad, Dakwah Islam dan Perubahan Sosial, (Yogyakarta: Prima Data,
1983), hal. 4.

9
             

   


Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Q.S. al-Aḥzab:
21).25

Selain metode percontohan langsung, Rasulullah juga memberikan


petunjuk dengan lisan (bi al-lisan), kontak langsung (face to face), berceramah,
dan memberikan nasehat yang berguna (al-mau’iẓah ḥasanah), bahkan seluruh
aktivitas beliau menjadi konsepsi bagi metode berdakwah, termasuk diamnya
rasul (taqrȋr) menjadi formula dalam metode dakwah bila itu diperlukan.26
Karenanya wajar dalam salah satu haditsnya beliau mengatakan tentang “fal
yaqul khairan aw liyasmut” (maka berkatalah yang baik atau diamlah).
Prof. H.A.R. Gibb, salah seorang orientalis, dalam bukunya
Mohammedanism memberikan komentar berkenaan dengan hal tersebut:
“Islam is in the full light of history”. Menurutnya, Islam mempunyai komposisi
yang lengkap dan seluruhnya memiliki pedoman bagi umatnya, mulai dari
masuk ke dalam WC, hingga permasalahan ekonomi, perdagangan,
peperangan, hubungan masyarakat, peribadatan, kebudayaan, dan seluruh
persoalan keduniaan dan ketuhanan telah ada contohnya dari Rasullullah, baik
melalui qaul, fi’li maupun taqrȋr.27
Metode dakwah lainnya pada zaman Rasullullah saw. yang juga tidak
boleh dilupakan adalah mujȃdalah dalam segala bentuknya, seperti diskusi,
tanya jawab, percakapan, dan lain-lain. Sebuah metode alternatif bagi dakwah
sebagaimana yang dilakukan Rasullullah kepada raja-raja Persia, Romawi, dan
lain-lain.28

25
Slamet, Prinsip-Prinsip Metodologi Dakwah, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1994), hal. 69-77.
26
M. Syafa’at Habib, Buku, hal. 161.
27
Lihat Mashuri Sirojudin Iqbal, Islam dalam Lintasan Sejarah: Ringkasan dan Kritikan
Terhadap Buku “Mohammedinism” H.A.R. Gibb, di kutip dari outline mata kuliah “Orientalisme”,
(Kediri: Tafsir Hadits STAIN Kediri, 2010).
28
Salmadanis. Filsafat Dakwah, (Jakarta: Surau, 2003), hal. 324.

10
ٌَ ‫و‬‫ ا‬ِَ ََِ ‫ِ إ‬ِُَ‫ِ وَر‬‫ِ ا‬ْَ ٍَُ ْِ ِ‫ ا‬َْ‫ِ ا‬‫ ا‬ْِ

ُ‫ ا‬ِْُ ْِْ‫ْ وَأ‬ْَ ْِْ‫ أ‬ْ‫ِ ا‬ََِِ ‫ك‬ُْ‫د‬‫ أ‬‫م‬ ُْَ ‫َى أ‬ُ‫َ ا‬َ‫ْ ا‬َ َ

ٍ‫َاء‬َ ٍَِ ‫ْا إ‬ََ ِ‫ب‬َِ‫َ ا‬ْ‫ أ‬َ }َ‫َ و‬ِ‫ر‬‫ُ ا‬ْ‫ إ‬ْَ َْََ ْ‫ن‬ ْََ ‫َك‬ْ‫أ‬

‫ْ دُون‬ِ ًَْ‫ر‬‫ أ‬ًْَ َُْَ َِَ َ‫ و‬ًْَ ِِ ‫ك‬ْُ‫ م‬َ‫َ و‬‫ ا‬‫َ إ‬ُْَ‫ م‬‫ْ أ‬َْََ‫ و‬ََْَ
29
{ َ‫ن‬ُِْُ ‫م‬ِ ‫ُوا‬َْ‫ا ا‬ ‫ْا‬ََ ْ‫ن‬ ِ‫ا‬
Artinya: “Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha
penyayang. Dari Muhammad hamba Allah dan Rasulullah-Nya kepada
Heraklius, pembesar negeri Rum. Semoga keselamatan atas orang yang
mengikuti petunjuk! Kemudian daripada itu, sesungguhnya saya menyerukan
kepadamu dengan seruan Islam, berislamlah, agar engkau selamat. Dan
berislamlah, agar Allah memberikan kepadamu pahala berlipat ganda. Maka
jika engkau berpaling, maka bagimu dosa orang-orang aris (kaum tani). Dan
("Hai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang
tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali
Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun, dan tidak (pula)
sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah".
Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa
kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)".

Berbagai metode yang dicontohkan Rasulullah tersebut adalah landasan


metode dalam upaya merumuskan suatu metode menyebarkan agama Islam,
yang tentunya menjadi bangunan konseptual bagi pengembangan metode
dakwah saat ini dengan memperhatikan kemampuan dan situasi kondisi
masyarakat yang dijadikan obyek dakwah. Selanjutnya, metode tersebut harus
mampu memahami kepentingan obyek dakwah (mad’u), hingga akhirnya
tercapai tujuan dakwah, yakni merubah tingkah laku manusia sesuai dengan
ajaran Islam.
Memasuki abad ke-20 perkembangan metode dakwah sangat kompleks
ditinjau dari berbagai sudut penerapan aspek yang ada. Dakwah yang ditinjau

29
Imam Bukhari, Shaḥiḥ al-Bukharȋ, hadits no. 2723, juz 10 (CD ROM: Maktabah
Syȃmilah, 2.11), hal. 93.

11
dari sudut pandang tertentu akan mempengaruhi aspek penerapan metode
dakwahnya sendiri. Metode dakwah yang berkembang saat ini antara lain:
1. Metode dakwah dilihat berdasarkan pendekatan ada tidaknya struktur legal
formal, dibagi ke dalam dua bentuk, yakni:
a. Metode dakwah kultural
Metode dakwah kultural prakteknya dapat dilihat di Indonesia pada
awal penyebaran Islam yang dipelopori oleh para wali songo.30
Penggunaan akulturasi media-media seperti wayang kulit, gamelan,
kesenian jawa menjadi semacam alternatif metode dakwah penyebaran
Islam yang efektif, bahkan para wali songo juga melakukan pernikahan
terhadap penduduk pribumi nusantara.31 Dakwah kultural adalah dakwah
yang berporos pada pengembangan masyarakat, baik sektor sosial,
budaya, ilmu, kesenian, kesehatan, dan lain sebagainya, namun tidak
berkutat pada aspek politik. Tujuannya jelas yakni meningkatkan taraf
hidup umat Islam secara langsung (the society aimed movement).
Metode dakwah kultural senantiasa mengajak masyarakat untuk
mencintai Islam dengan perspektif dinamis yang berarti tidak kaku dan
berusaha menyesuaikan keadaan kebudayaan setempat, sehingga Islam
tidak menjadi agama yang kaku dalam penyebarannya. Kekakuan yang
dimaksud di sini adalah penyebaran agama Islam tidak harus
menggunakan metode atau cara yang dilakukan di negara Islam Timur
Tengah. Secara dominan model dakwah wali songo ini diteruskan oleh
organisasi Nahdhatul Ulama yang menguasai sektor-sektor pedesaan.
Selain dakwah kultural terdapat pula dakwah bi al-hal yang juga masuk
dakwah pengembangan masyarakat.

30
Walaupun secara praktik model dakwah kultural telah berjalan sejak masuknya Islam di
nusantara, namun secara geneologis baru pada masa orde baru mulai menemukan momentumnya,
tepatnya didengungkan oleh Abdurrahman Wahid (Gusdur) dengan istilah indigenization of Islam
(pribumisasi Islam) yang menjembatani antara agama dan budaya. Namun pendapat Gusdur ini
menimbulkan pro dan kontra karena pemikirannya berpijak pada aspek sekuler, yang memisahkan
aspek sosial dengan kenegaraan (politik). Lihat Muslim Rengga dalam Kompasiana.com dengan
judul “Islam Kultural ?”.
31
Ridin Sofwan dkk, Islamisasi di Jawa: Walisongo, Penyebar Islam di Jawa, Menurut
Penuturan Babad, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), hal. 266-280.

12
b. Metode dakwah struktural
Kebalikan dari metode dakwah kultural adalah metode dakwah
struktural. Aspek yang paling menonjol dari perbedaan keduanya yakni
metode struktural selalu bertopang pada sistem atau ungkapan yang lebih
luasnya yakni aspek politik, sehingga dakwah ini memanfaatkan proses
Islamisasi yang dilakukan secara legal formal melalui struktur
kelembagaan.32 Menurut Muhammad Shulthon besaran aspek pengaruh
dakwah adalah diupayakan melalui pengaruh negara ke bawah.33
Konsep Syumuliyah dalam ciri nilai-nilai Islam yang seharusnya
diterapkan diberbagai sektor menurut penggiat dakwah ini adalah akan
lebih mudah diterapkan bila menguasai pemerintahan. Untuk itu,
kecenderungan dakwah ini seringkali mengambil bentuk dan masuk ke
dalam kekuasaan, terlibat dalam proses eksekutif, yudikatif, dan legislatif
serta bentuk-bentuk struktur sosial kenegaraan lainnya. Dengan demikian
aktifitas dakwah ini banyak memanfaatkan struktur sosial, politik, dan
ekonomi guna menjadikan Islam menjadi basis ideologi negara, atau
setidaknya memanfaatkan perangkat negara untuk mencapai tujuannya.
Berdasarkan tujuan akhirnya ada yang menjadikan dakwah
struktural pada akhirnya menciptakan negara Islam, namun ada juga yang
berpendapat bahwa Islam struktural adalah media atau metode dakwah
yang hanya dipakai sebagai media politis, yang cenderung menggunakan
jabatan sebagai alat untuk berdakwah, namun tidak memiliki tujuan
untuk mendirikan negara Islam. Hal ini di lakukan agar agama dan
negara tidak di pisahkan atau di parsialkan sehingga agama dan negara
dapat bersatu dalam kehidupan.

32
Pendekatan Islam model struktural digagas oleh BJ Habibie pada tahun 1990-an dengan
munculnya Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) yang menggunakan metode struktural
dalam mensyi’arkan Islam, termasuk kalangan mahasiswa saat ini juga menggunakan metode ini
dalam mensyi’arkan Islam. Ahmad K. Soaria Widjaja dkk., “Majalah Tempo”, 8 Desember 1990.
33
Muhammad Sulthon, Desain Ilmu Dakwah: Kajian Ontologi, Epistimologis dan
Aksiologis, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hal. 5.

13
c. Pemikiran metode dakwah kultural dan struktural: antara komparasi dan
korelasi
Pemikiran antara dakwah kultural dan dakwah struktural di
lapangan pemikiran Islam terbagi menjadi dua. Ada ulama yang
mendikotomikan antara keduanya (metode dakwah kultural dan dakwah
struktural) dalam arti bahwa pemikiran dakwah kultural harusnya tidak
mencampuri urusan politik. Hal ini dapat dilihat dari pemikiran
Nurcholish Madjid berdasarkan slogan “Islam yes, partai Islam no”
sebagai upaya membentuk nilai-nilai Islam yang tidak secara yuridis
diatur oleh undang-undang.34
Selanjutnya, selain pemikiran Nurcholish Madjid terdapat pula
pemikiran Gusdur yang secara implisit memfatwakan bahwa dalam
membumikan nilai-nilai Islam cukup dengan mendakwahkan Islam
secara horizontal, tanpa dukungan partai politik.35 Dengan kata lain,
Gusdur ingin memberikan pendapat bahwa pengaplikasian nilai-nilai
Islam hanya boleh berada pada domain budaya dan bukan yuridis
(politik). Pendapat Gusdur tersebut memiliki pandangan yang sejalan
dengan bentuk Islam yang bersifat substansilistik yang dilontarkan oleh
Nurcholish Madjid melalui makalahnya yang berjudul “Keharusan
Pembaharuan Pemikiran Islam dan Masalah Integrasi Umat.” Dalam
makalah tersebut, Nurcholis mengemukakan gagasannya mengenai
sekulerisasi dan anjurannya kepada kaum muslimin untuk membedakan
mana yang substansial dan transendental. Menurutnya, Islam kultural
tidak mengharuskan terbentuknya negara Islam, yang paling penting

34
Nurcholish Madjid membedakan antara agama dan politik dari segi pendekatan teknis
dan praktik. Agama menurutnya adalah wewenang ṣahib al-syȃri’ah (Rasulullah), sementara
politik adalah wewenang manusia, khususnya yang menyangkut masalah teknis struktural dan
prosedural (peran pemikiran ijtihadi manusia). Namun dari segi etik, Nurcholish tidak
membedakan antara agama dan politik. Ia mengatakan tujuan agama dan politik harus berdasar
nilai-nilai agama, sehingga tumbuh kegiatan politik berbasis moralis (akhlak mulia), sebagaimana
contoh masyarakat madinah zaman Rasulullah saw. Lihat Nurcholish Madjid, “Islam dan Politik:
Suatu Tinjauan Atas Prinsip-Prinsip Hukum dan Keadilan”, Jurnal Pemikiran Islam Paramadina,
vol. 1, nomor 1, (Juli-Desember, 1998), hal. 48-57.
35
Abdurrahman Wahid (Editor), Ilusi Negara Islam: Ekspansi Gerakan Islam
Transnasional di Indonesia (Jakarta: The Wahid Institut, 2009).

14
adalah dilaksanakannya nilai-nilai substansi Islam, seperti keadilan,
kesamaan, partisipasi, dan musyawarah.36
Sementara itu pandangan yang mengkorelasikan antara model
dakwah Islam kultural dan struktural dapat dilihat dari pemikiran Hasan
al-Banna. Dalam penjelasannya ia menyatakan:
Islam adalah akidah dan ibadah, negara dengan
kewarganegaraan, toleransi dan kekuatan, moral dan material,
peradaban dan perundang-undangan. Sesungguhnya seorang
muslim yang satu dengan yang lainnya saling dituntut untuk saling
peduli terhadap persoalan umat. Barangsiapa yang lalai, dalam
arti tidak memperhatikan seluruh persoalan kaum muslimin. Ia
tentu bukanlah golongan mereka.37

Berdasarkan pendapat Hasan al-Banna tersebut dapat dilihat bahwa


ia menekankan tidak hanya pada aspek kultural (substansif), namun juga
memperhatikan aspek struktural. Menurutnya, dimensi struktural
dibangun untuk memayungi semua penerapan syariat, sedangkan dimensi
kultural dibangun sebagai basis untuk menyiapkannya masyarakat
menuju negara Islam yang menerapkan syariah secara keseluruhan.
Senada dengan pendapat Hasan al-Banna, Hamid Fahmi Zarkasyi,
menyatakan pemisahan aspek budaya masyarakat dan politik terhadap
nilai-nilai Islam sebagaimana pendapat Nurcholis Madjid adalah
modifikasi dari Barat atas ajaran Bibel yang sekuler38. Dalam konteks
saat ini, Islam kultural hendaknya tidak dimaknai sebagaimana pendapat

36
Muslim Rengga dalam Kompasiana.com dengan judul “Islam Kultural ?”.
37
Hasan Al-Banna, Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin 2. terj. (Surakarta: Era Adicitra
Intermedia, 2009).
38
Sekularisme di Barat disebabkan oleh tiga faktor. Pertama, ajaran Injil sendiri, mengacu
kepada Injil Markus 12:17 (Lalu kata Yesus kepada mereka: “Berikanlah kepada Kaisar apa yang
wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada
Allah!” Mereka sangat heran mendengar Dia). Kedua, menyebarnya filsafat Aristoteles pada abad
pertengahan (6 M-16 M) yang menyatakan: Allah-lah yang menciptakan alam semesta serta
aturan-aturan yang ada didalamnya (aturan alam/sunnatullah), tetapi setelah itu Tuhan tidak ikut
campur lagi terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam, karena alam sudah ada aturan
sendiri atau dengan kata lain Tuhan itu penggerak yang tidak bergerak. Ketiga, trauma historis, di
mana gereja telah menyalahkan wewenangnya untuk menindas pemikiran manusia dan menindas
penemuan ilmu pengetahuan. Lihat Shobiri Muslim, Masalah Gereja dan Raja di Eropa, “Materi
Disampaikan Pada Perkuliahan Oksidentalisme”, (Kediri: Tafsir Hadits STAIN Kediri, 2010);
bandingkan dengan Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat: dari Hegemoni Kristen ke Dominasi
Sekuler-Liberal (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), hal. 28-57.

15
Nurcholis, melainkan dimaknai sebagai proses dakwah yang
menitikberatkan pada gerakan yang meleburkan diri di masyarakat,
membangun atau mencitrakan suatu nilai-nilai Islami sehingga mendarah
daging dalam kultur masyarakat.39
Berdasarkan berbagai paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa
antara metode dakwah kultural dan struktural merupakan metode dakwah
yang dapat di gunakan untuk saling mengisi kelebihan dan kekurangan
metode masing-masing. Secara dikotomi, metode dakwah kultural tidak
dapat menyalahkan metode dakwah struktural yang menganggap
berpolitik merupakan penghianatan terhadap Islam. Di sisi yang lain,
metode dakwah Islam struktural juga tidak dapat menyalahkan bahwa
syiar Islam dengan pendekatan kultur adalah salah, yang terpenting tidak
mengikuti arus zaman yang justru melupakan esensi dari nilai-nilai
keislaman itu sendiri. Keduanya merupakan metode dakwah yang dapat
dipilih dan dapat pula dikorelasikan secara bersama dalam menjalankan
syiar agama Islam. Keduanya bukanlah lawan yang dapat menyerang
satu sama lain, namun merupakan sebuah upaya pemersatu umat dalam
bingkai Islam yang kaffah.
2. Metode dakwah berdasarkan bentuk dan caranya
Metode dakwah pada bagian ini dapat dibagi ke dalam tiga bentuk,
yakni lisan (bi al-lisan), tulisan (bil al-kitȃbah), dan perbuatan nyata (bil al-
hal). Metode bi al-lisan adalah upaya berdakwah dengan mengandalkan
bentuk lisan, sementara dakwah tulisan adalah dakwah dengan
menggunakan metode tulisan berupa buku, brosur, maupun media
elektronik. Kedua metode tersebut (bi al-lisan wa bi al-kitȃbah) dapat
include ke dalam metode-metode dakwah aplikatif lainnya. Oleh karena itu,
di sini penulis hanya mempertajam kajian dakwah bi al-hal yang
mempunyai potensi sebagai metode dakwah pengembangan masyarakat.

39
Hamid Fahmi Zarkasyi, “Refleksi Tentang Islam, Westernisasi, dan Liberalisasi”,
Jurnal MISYKAT, (Jakarta: INSISTS, 2012).

16
a. Metode dakwah bi al-hȃl
Metode dakwah bi al-hal adalah bentuk dari suatu metode yang
fokus pada aspek sosial dan jasa. Dalam pengertian yang lebih luas
dakwah ini dimaksudkan sebagai upaya menyeluruh untuk mengajak
orang secara individu (dakwah fardiyah) maupun kelompok (dakwah
ammah) untuk mengembangkan diri dalam masyarakat untuk
mewujudkan tatanan sosial ekonomi dan kebutuhan yang lebih baik
dalam perspektif Islam.40 Oleh karena itu, metodenya berupa aspek
perbuatan nyata (wujud amal nyata—amal shalih). Contohnya, seperti
pemberian santunan kepada fakir miskin dan orang-orang yang
membutuhkan dalam rangka menjadikannya lebih baik. Atau dalam
istilah Moeslim Abdurrahman sebagai dakwah transformatif, yakni
dakwah yang memihak kepada kaum mustaḍ’afȋn, sebagai wujud nyata
keshalehan. Hal ini berangkat dari upaya dakwah mencegah
kemungkaran, dan kemungkaran yang terbesar dan musuh agama adalah
kemiskinan, karena rasulullah mengingatkan “kemiskinan dekat kepada
kekufuran”.41
Lembaga dan organisasi tertentu saat ini banyak yang
memanfaatkan model dakwah semacam ini sebagai alternatif dalam
berdakwah. Termasuk pemberian santunan dari perusahaan-perusahaan
melalui program CSR (corporate social responsibility) untuk anak yatim,
biaya umroh/haji gratis, kesehatan, dan lain sebagainya.42 Di Indonesia
dakwah bi al-hal gencar dilakukan oleh organisasi Muhammadiyah yang
bergerak melalui amal usahanya seperti: mendirikan lembaga-lembaga
pendidikan, panti asuhan, dan juga pada sektor kesehatan.43

40
Harun al-Rasyid dkk, Pedoman Pembinaan Dakwah bil-Hal, (Jakarta: Depag RI, 1989),
hal. 10.
41
Moeslim Abdurrahman, Islam, hal. 34.
42
Awaluddin Pimai, Paradigma Dakwah Humanis, (Semarang : Rasail, 2005), hal. 58.
43
Haedar Nashir menggunakan istilah Gerakan Jama’ah dan Dakwah Jama’ah (GJDJ) dan
model Qaryah Thayyibah, yang secara aplikatif merupakah bentuk dakwah bi al-hȃl yang telah
lama dilakukan Muhammadiyah sejak 1968. Lihat Haedar Nashir, Model Dakwah Islam, “Materi
disampaikan pada mata kuliah Fiqh Dakwah dan Pengembangan Masyarakat”, (Surakarta:
Magister Pemikiran Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2013); bandingkan dengan

17
Melihat cakupan dakwah bi al-hȃl yang cukup luas, maka
rumusannya secara umum dakwah tersebut yakni pelaksanaan dakwah
harus dilaksanakan dengan totalitas dan berangkat dari akar
permasalahan yang terjadi dalam masyarakat yang lebih dikenal dengan
empowering (pemberdayaan jamaah).44 Dalam hal ini da’i berposisi
hanya sebagai fasilitator yang tidak melihat aspek metode pada
pemenuhan kebutuhan masyarakat saja, namun juga memberikan
keterampilan mandiri agar masyarakat setelah itu mampu menyelesaikan
masalahnya, dalam istilah lain “jangan berikan ikan, tapi berilah kail.”
Dengan demikian di sinilah keefektifan dakwah bi al-hȃl.
b. Dakwah bi al-hȃl kaitannya dengan dakwah bi al-lisan dan dakwah bi al-
kitȃbah (tulisan)
Dapat dikatakan bahwa dakwah bi al-hal mempunyai kedudukan
dan korelasi yang penting terhadap dakwah bi al-lisan dan dakwah bi al-
kitȃbah. Sejalan dengan ini, Buya Hamka pernah mengatakan bahwa
akhlak sebagai alat dakwah, yakni sesuatu yang nampak dari budi
pekerti, bukan pada ucapan lisan yang manis serta tulisan yang memikat,
tetapi dengan akhlak (budi pekerti yang luhur).45
Selama ini dakwah dominannya dilakukan dengan pendekatan
(metode) dakwah lisan (bi al-lisan) sehingga hanya menyentuh aspek
kognisi, belum sampai pada aspek perilaku afektif. Dakwah bi al-lisan
yang dilakukan lebih banyak mementingkan tampilan lahir sehingga
kurang berkesan pada aspek pemikiran tindak lanjut hasil dakwah
tersebut. Sejalan dengan perubahan sosial di zaman sekarang ini dakwah
lisan saja tentunya tidak cukup mengakomodir nilai-nilai yang menjadi
tujuan dakwah tanpa ada bukti yang nyata, sehingga untuk itu diperlukan

Mohammad Natsir, Fiqhud Da’wah: Jejak Risalah dan Dasar-Dasar Da’wah, (Jakarta: Media
Da’wah, 2000), hal. 63-98.
44
Suisyanto, “Dakwah Bil-Hal (Suatu Upaya Menumbuhkan Kesadaran dan
Mengembangkan Kemampuan Jamaah)”, Aplikasia: Jurnal Aplikasi Ilmu-Ilmu Agama, Vol. III,
No. 2 (Desember, 2002), hal. 188.
45
Hamka, Prinsip dan Kebijakan Dakwah Islam, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1981), hal.
159.

18
usaha dakwah tidak hanya dengan lisan saja, namun harus diiringi
dengan contoh teladan yang baik sebagaimana yang dicontohkan oleh
Rasulullah.46 Di sinilah perlunya format dakwah bi al-hȃl dalam
menjawab tantangan zaman. Namun, yang perlu diingat, dakwah bi al-
hȃl bukanlah tandingan dari dakwah bi al-lisan dan dakwah bi al-
kitabah. Ketiganya dapat saling melengkapi untuk kerja nyata suatu
dakwah, di mana tidak ada metode dakwah yang tidak membutuhkan
campur tangan dakwah bi al-lisan.47
3. Metode dakwah berdasarkan paradigmanya: dakwah bi al-harkah (gerakan)
dan paradigma dakwah tabligh
Metode dakwah bi al-harkah selalu menggunakan sarana politik untuk
mencapai tujuannya, dalam arti mencapai kepemimpinan di tangan orang
Islam. Baik pada level lokal hingga level pemerintahan negara dan
Internasional. Orang yang berkecimpung di dalam dakwah harakah
menghendaki agar realisasi hukum Islam dapat diterapkan secara nyata
sebagai landasan dari setiap aspek kehidupan.
Berdasarkan segi metodologinya, dakwah paradigma harakah
meniscayakan adanya organisasi yang berfungsi sebagai institusi atau wadah
yang akan menghimpun dan menyatukan potensi-potensi dan kekuatan umat
Islam untuk dimanfaatkan dan diberdayakan bagi kepentingan dakwah.48
Gerakan dakwah semacam ini secara riil di Indonesia di pelopori oleh Partai
Keadilan Sejahtera. Sebagaimana pembahasan sebelumnya, dapat dikatakan
dakwah bi al-harkah turunan model dari dakwah struktural.
Sementara itu paradigma dakwah sebagai tabligh adalah
pengembangan lebih lanjut dakwah ceramah yang sudah ada sebelumnya.
Dalam proses dakwah ini pada hakekatnya bentuknya antara lain:
menyampaikan, mengajak, membuat pemaparan, membuat narasi, dan

46
Abu Zahrah, Dakwah Islamiah, terj. Ahmad Subandi dan Ahmad Sumpeno, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 1994), hal. 158.
47
Soetjipto Wirosardjono, “Dakwah: Potensi dalam Kesenjangan”, Majalah Pesantren, vol.
IV, No. 4 (Jakarta: P3M, 1987), hal. 5.
48
A. llyas Ismail, Paradigma Dakwah Sayyid Quthub, Rekonstruksi Pemikiran Dakwah
Harakah, (Jakarta: Penamadani, 2008), hal. 12-14.

19
mengajarkan pesan-pesan dakwah agar orang mengikuti ajaran Islam dan
mengamalkan sesuai syar'i.
Secara teoritis dakwah ini menekankan pada aspek komunikasi antar
manusia, langsung maupun tidak langsung. Besaran area wilayah dakwah
tabligh adalah sebagai berikut:
a) Komunikasi dan penyiaran Islam, metodenya berupa: sosialisasi,
internalisasi, dan eksternalisasi ajaran Islam dengan menggunakan sarana
mimbar dan media masa (cetak dan audio/visual). Hal ini tentu sangat
sering kita temui dalam era saat ini yang menekankan pada media masa,
termasuk surat kabar.
b) Bimbingan dan penyuluhan Islam (ta’dib) terdiri dari kegiatan pokok
bimbingan pribadi dan keluarga dengan melakukan penyuluhan Islam
sesuai dengan konteks masalah dan pemecahan problem psikologis
dengan psikoterapi Islam.49
Kedua model dakwah tersebut saat ini telah pula dikembangkan
menjadi keilmuan spesifik pada jurusan dakwah di STAIN (Sekolah Tinggi
Agama Islam Negeri), IAIN (Institut Agama Islam Negeri), UIN
(Universitas Islam Negeri) dan universitas-universitas lain yang membuka
jurusan dakwah.50
4. Metode dakwah berdasarkan waktunya: klasik dan kontemporer
Metode dakwah klasik adalah sebagaimana yang dilakukan Rasulullah
dan para sahabatnya sebagaimana yang telah disinggung sebelumnya.
Sementara metode dakwah kontemporer adalah pengembangan dari dakwah
yang ada dengan menitikberatkan pada metode yang menggunakan alat
teknologi informasi dan komunikasi. Dakwah ini lebih kepada penyesuaian
zaman yang dilakukan secara syar’i, sehingga tidak menghilangkan ciri khas
dakwah, yakni mengajak orang kepada kebaikan dan ajaran Islam. Ada
perbedaan pokok antara dakwah kontemporer dan dakwah kultural. Desy

49
Lihat Moh. Ali Aziz, Ilmu dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 2004), hal. 15.
50
Ibid

20
Aniqotsunainy, dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Masjid Syuhada
Yogyakarta memberi penjelasannya yakni:
“Jika dakwah kultural dilakukan dengan penyesuaian budaya yang
ada pada masyarakat, maka dakwah kontemporer metodenya
dilakukan dengan cara mengikuti teknologi yang dikembangkan
menjadi aktual dan modern.”51

Karena dakwah ini sifatnya pengembangan dari model dakwah yang


ada, maka ia cenderung hanya memanfaatkan sarana yang sifatnya lagi tren
atau banyak digunakan oleh masyarakat secara umum, misalnya dakwah
dengan media internet (virtual), mp3, blog dan website, ensiklopedia online,
kitab-kitab agama yang bisa di download, wisata agama, pemanfaatan
televisi, radio, ruang iklan, termasuk workshop dan berbagai seminar yang
mengkaji masalah ilmu pengetahuan Islam dan ilmu umum yang
mengandung kemaslahatan.52 Metode dakwah semacam ini akan lebih
efektif diterapkan di lingkungan masyarakat terdidik dan daerah perkotaan.
Selain metode dakwah yang telah disebutkan di atas, M. Jazuli yang
mengutip pendapatnya Ali Syari’ati seorang pemikir kontemporer,
menyatakan bahwa metode memahami Islam ada dua. Pertama, metode
komparasi, yaitu metode dakwah dengan cara membandingkan agama Islam
dengan agama lainnya, antara ajaran yang terdapat dalam al-Qur’an dan
dengan ajaran kitab suci lainnya, serta antara kepribadian Rasulullah dengan
kepribadian tokoh besar lainnya. Tujuannya yakni menemukan perbedaan
yang menjadi ciri khas ajaran Islam. Kedua, Pendekatan aliran yaitu metode
untuk memahami Islam sesuai dengan pembagian bidang masing-masing.
Hal ini dikarenakan ajaran Islam mengandung berbagai aspek, sehingga
dapat dipahami dari berbagai perspektif yang ada.53
Dzikron Abdullah mengatakan bahwa yang termasuk kategori macam-
macam metode dakwah antara lain: metode ceramah, metode tanya jawab
51
Desy Aniqotsunainy, “Materi Perkuliahan tentang Metode Dakwah Kontemporer”
(Yogyakarta: Sekolah Tinggi Agama Islam Masjid Syuhada Yogyakarta, 2013).
52
Lampeter Gary R. Bunt, Islam Virtual, Menjelajah Islam di Jagad Maya, terj. Suharsono,
(Yogyakarta : Suluh Press, 2005), hal. 5.
53
M. Jazuli, Materi dan Metode Dakwah dalam VCD “Persamaan-Persamaan Antara
Islam dan Kristen” Karya Zakir Naik, “Skripsi”, (Semarang: IAIN Walisongo, 2008), hal. 27.

21
atau diskusi, metode propaganda, metode keteladanan atau demonstrasi,
metode infiltrasi (susupan atau selipan), metode drama, dan metode home
visit (silaturahim).54 Walau demikian, apa yang dirumuskan oleh Abdullah
tersebut sebenarnya telah tergambar dalam wacana metode dakwah di atas.
Secara umum berbagai jenis metode dakwah di atas, selalu secara
normatif menyampaikan pesan yang terdapat dalam al-Qur’an maupun al-
sunnah dan berbagai hasil ijtihad ulama atas jawaban tantangan zaman dan
solusi menghadapi era kontemporer. Usaha tersebut merupakan
pengembangan pemanfaatan bentuk dakwah yang pada awalnya hanya
berkisar pada bentuk bi al-lisan, bi al-kitabah, dan bi al-uswah/qudwah.
Ketiga metode tersebut mengambil tempat (bertransformasi) menjadi suatu
bentuk metode aplikatif yang dikenal dengan macam-macam bentuk dakwah
saat ini.
Faktor lainnya yang tak kalah penting dalam kesuksesan metode
dakwah adalah faktor kesiapan da’i dalam menyebarkan agama Islam.
Berhasil atau tidaknya usaha dakwah tidak hanya tergantung dari macam-
macam metode dan efisiensinya, akan tetapi tergantung pula pada orang
yang melaksanakan metode dakwah tersebut (the man behind the gun).
Selanjutnya, selain da’i sebagai pelaksana metode dakwah,
kesuksesan dakwah juga ditentukan oleh peranan cara memilih metode itu
sendiri. Dalam setiap usaha dakwah, da’i harus memilih dan menentukan
metode mana yang akan digunakan. Seorang da’i harus sadar bahwa metode
dimanapun selalu berubah mengikuti perubahan dan perkembangan zaman,
dan harus disadari bahwa metode dakwah yang tidak tepat penggunaannya,
tidak hanya membuang tenaga saja, tetapi juga menambah jauhnya obyek
dakwah (mad’u) terhadap da’i.55 Untuk itu diperlukan suatu formulasi
(perumusan) metode dakwah yang diharapkan manfaatnya dapat dirasakan
langsung oleh mad’u (obyek dakwah).

54
Dzikron Abdullah, Metodologi Dakwah, (Semarang: Fakultas Dakwah IAIN Walisongo,
1989), hal. 53-133.
55
Ibid., hal. 51.

22
C. Formulasi Metode Dakwah Kaitannya dengan Mad’u
Efektifitas dan efesiennya suatu metode dakwah yang digunakan sangat
ditentukan oleh faktor da’i dalam merumuskan masalah di masyarakat untuk
dicari solusinya (problem solver). Ini berarti kesuksesan metode dakwah
sendiri tidak dapat dipisahkan antara da’i (subyek dakwah) dan mad’u
(obyek/sasaran dakwah). Secara umum ada dua faktor yang menentukan dalam
proses berjalannya metode dakwah yakni: Pertama, penetapan metode harus
disesuaikan dengan objek dakwah; dan Kedua, perencanaan strategi dakwah
untuk menetapkan metode yang tepat.56
1. Penetapan metode harus disesuaikan dengan obyek dakwah
Metode dakwah yang digunakan dalam mensyi’arkan agama
seharusnya tidak hanya satu metode saja, misalkan memilih metode
pendekatan secara kultural saja dan meninggalkan metode dakwah
struktural. Pemilihan metode seyogianya dipilih berdasarkan kasus yang
ada, misalkan jika lebih mudah dengan pendekatan secara struktural maka
dilakukan dengan struktral dan jika lebih mudah dengan kultural, maka
dilakukan dengan kultural, tentunya dengan cara-cara yang tidak
menyimpang dari al-Qur’an dan al-sunnah. Mempelajari karakter siapa yang
hendak di dakwahi (obyek dakwah) akan sangat membantu untuk
memperoleh metode dakwah yang tepat.
Berdasarkan hal itu menurut Abd. Rosyad Shaleh menyatakan ada tiga
faktor yang menentukan metode dakwah, yakni: sasaran dakwah (mad’u),
tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan, serta situasi
dan kondisi masyarakat.57 Ketiganya adalah saling terkait antara satu dengan
yang lainnya. Suatu pelaksanaan dakwah yang dilakukan pada suatu
lingkungan masyarakat tertentu dan pada waktu tertentu, akan berbeda
metodenya bila dilaksanakan pada masyarakat yang lain dan waktu yang
lain pula, meskipun sasaran yang hendak dicapai adalah sama. Sebagai
contoh dalam hal ini yakni perbedaan metode dakwah pada obyek dakwah
56
Desy Aniqotsunainy, “Materi Perkuliahan tentang Metode Dakwah Kontemporer”
(Yogyakarta: Sekolah Tinggi Agama Islam Masjid Syuhada Yogyakarta, 2013).
57
Abd. Rosyad Shaleh, Manajemen Da’wah Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), hal. 74.

23
kelompok remaja, tentu tidak sama metodenya dengan masyarakat
kelompok usia lanjut, begitupun antara masyarakat desa dan kota memiliki
cara (metode) dakwah yang berbeda, dan kelompok-kelompok lainnya. Oleh
karena itu, untuk dapat menentukan metode dakwah yang tepat sasaran
memang diperlukan pengetahuan yang mendalam tentang obyek dakwah
yang dihadapi, baik mengenai alam pikirannya, kepercayaan yang
dianutnya, latar belakang pendidikan dan kehidupan sosial ekonominya, dan
sebagainya. Kesemuanya itu mengharuskan da’i untuk melakukan usaha-
usaha penelitian yang mendalam.58
Dakwah yang bertujuan membentuk manusia yang baik berhubungan
dengan konsep apa yang ingin dibentuk, maka dalam hal ini tentu
berhubungan dengan metode dakwah sendiri. Manusia yang telah masuk
sistem masyarakat, dengan kultur dan struktur masing-masing, maka dalam
hal ini metode berhadapan dengan nilai atau metode lain yang telah masuk
sebelumnya dalam sistem masyarakat yang bersangkutan. Di sinilah
menurut Syafa’at Habib perlu ditetapkan sekurang-kurangnya tiga sasaran
utama dari masyarakat sebagai objek perubahan, yakni: Pertama,
memberikan kepada mereka pengetahuan yang benar tentang materi dan isi
dakwah; Kedua, semaksimal mungkin dapat membentuk opini masyarakat
tentang kebenaran isi dan misi dakwah tersebut; Ketiga, membentuk tingkah
laku masyarakat yang sesuai dengan petunjuk dakwah.59
Berdasarkan ketiga hal tersebut, maka metode untuk mencapai sasaran
yang tepat yakni dengan memberikan kepada mereka (mad’u/obyek
dakwah) penjelasan (penerangan) yang mudah dan dimengerti serta mampu
dilaksanakan dalam masyarakat, sebagaimana ajaran al-Qur’an yang bersifat
informatif (istilah: tibyan, żikra, tażkirah, ya’qilȗn, dan lain-lain).
Selanjutnya, selain sistem dakwah penjelasan atau penerangan yang
diberikan, maka diberikan pula pola (design) tingkah laku bagaimana yang
seharusnya dijalankan manusia di muka bumi yang sesuai dengan ajaran

58
Ibid
59
M. Syafa’at Habib, Buku, hal. 168-169.

24
Islam, serta petunjuk jalan (directives) bagi kehidupan manusia. Dimensi
dakwah yang memiliki pola (design), petunjuk (directives) dan penerangan
tersebut yang dikombinasikan melalui sistem yang ada dalam masyarakat
pada akhirnya harus mampu membentuk dimensi pengetahuan (opini dan
tingkah laku) dalam masyarakat yang sesuai dengan misi dakwah.60
Formulasi metode dakwah dalam menghadapi situasi modern saat ini
harus senantiasa disesuaikan dengan mad’u sebagai obyek dakwah,
sehingga dakwah berjalan efektif dan efesien serta tepat sasaran. Bahkan
menurut Abu Zahrah saat ini terdapat hetegeronitas sarana penerangan
seantero alam dunia ini, maka metode dakwah harus mampu menyesuaikan
secara situasional, termasuk mengkorelasikan antara dakwah Islamiah dan
sufisme. Sebagai contoh, di Sudan ada sekelompok sufisme mengambil
metode tertentu untuk mengajak orang masuk Islam, yaitu dengan metode
zikir. Cara tersebut cukup menarik perhatian kaum penyembah berhala di
Sudan. Jika datang, mereka (kaum penyembah berhala) di beri pakaian dan
makanan, kemudian diajaklah masuk Islam, dan ternyata mereka lebih
memberikan respon daripada merespon misionaris Kristen. Metode dakwah
sufisme di Sudan yang tetap mempertahankan metode dakwahnya dengan
zikir dan bacaan-bacaan tertentu jika terorganisasi dengan baik sebagai
korelasi antara dakwah Islamiyah dan sufisme, niscaya akan mempertinggi
kualitas dakwah mereka. Ini merupakan salah satu contoh dakwah yang
menyesuaikan kondisi obyek dakwah.61
Selain memperhatikan kondisi obyek dakwah, juga yang perlu
diperhatikan adalah materi dakwah yang dirancang dengan variatif sesuai
dengan karakter keilmuan saat ini. Musthafa Malaikah dalam mengkaji
manhaj (metode) dakwah Yusuf al-Qaradhawi menyarankan hendaknya
para da’i belajar secara baik ilmu-ilmu yang kini disebut sebagai ilmu
humaniora, seperti: psikologi, sosiologi, ekonomi, filsafat, dan sejarah.62

60
Ibid., hal. 169.
61
Abu Zahrah, Dakwah, hal. 148-149.
62
Musthafa Malaikah, Manhaj Dakwah Yusuf al-Qardhawi: Harmoni Antara Kelembutan
dan Ketegasan, terj. Samson Rahman, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001), hal. 135.

25
Para da’i hendaknya mengetahui ilmu-ilmu tersebut karena beberapa alasan
berikut:
a. Karena pembahasannya memiliki hubungan yang erat dengan persoalan
dakwah, yakni sama-sama mengenai manusia dilihat dari segala
sudutnya.
b. Sesungguhnya mengetahui ilmu humaniora dengan baik akan sangat
membantu memahami manusia secara lebih benar dan proporsional,
khususnya mereka yang bergelut dan menjadi ahli (expert) dalam bidang
keilmuan tersebut, sehingga menjadi pola pikir dan kulturnya. Sementara
itu para da’i diperintahkan untuk menyeru manusia sesuai kadar
kemampuan mereka. Seorang da’i harus mampu menyeru manusia yang
diajak ke jalan Allah dengan bahasa mereka (dengan logika, cara pikir,
dan kultur mereka). Inilah tali penghubung komunikasi yang
mendekatkan jarak, menghapus jurang pemikiran dan psikologis antara
orang yang paham agama dengan mereka yang bergelut dalam ilmu-ilmu
modern termasuk ilmu humaniora.
c. Ilmu humaniora dalam beberapa bagiannya memiliki kandungan yang
berbahaya terhadap keilmuan modern, termasuk ilmu agama. Pengaruh
buruk ilmu tersebut ibarat racun terhadap berbagai media yang ada. Oleh
karenanya, siapa yang tidak tahu darimana sumber-sumber yang
mengandung racun tersebut, tentu dia tidak akan mampu meng-counter
balik dengan cara-cara yang ilmiah. Bahkan parahnya bila tidak
mengetahui dengan baik justru racun tersebut berbalik menyerang da’i,
baik secara pemikiran maupun perilaku tanpa dia sadari. Oleh karena itu,
dalam hal ini dapat dikatakan mengetahui kejelekan bukan untuk berbuat
jelek, namun untuk mencegah dan menghindar darinya.63
2. Perencanaan strategi dakwah untuk mendapatkan metode yang tepat
Kegiatan perencanaan merupakan suatu pendekatan yang terorganisir
untuk menghadapi berbagai masalah di masa yang akan datang.
Perencanaan merupakan suatu usaha menjembatani jurang pemisah antara

63
Ibid., hal. 135-136.

26
posisi sekarang dengan tujuan yang ingin dicapai. Perencanaan juga menjadi
penunjang untuk menjawab tentang apa, siapa, kapan, di mana, dan
bagaimana tindakan-tindakan tersebut dilaksanakan.64
Berkaitan dengan proses penyelenggaraan dakwah, perencanaan
mempunyai posisi yang penting. Hal ini dikarenakan perencanaan selalu
mengutamakan sistematika kerja dalam menghadapi masalah serta
kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Pelaksanaan dakwah yang
mempunyai scope (jangkauan) kegiatan yang kompleks dapat berjalan
efektif bila dilakukan oleh tenaga-tenaga yang secara kualitas dan kuantitas
mampu melaksanakan tugas dakwah Islamiyah dalam suatu organisasi
khusus atau lembaga yang menanganinya.65 Dinamika masyarakat dakwah
dengan berbagai permasalahannya mengharuskan penyelenggara dakwah
mampu menyusun strategi yang tepat dalam mengatur dan mengorganisir
subyek dakwah dalam satuan-satuan dakwah tertentu. Untuk mewujudkan
dan memasyarakatkan Islam, maka dakwah harus dikelola dengan baik agar
dapat memenuhi kebutuhan masyarakat, sehingga akan tercapai masyarakat
yang rahmatal lil ‘ȃlamȋn.
Oleh karena itu, perencanaan merupakan faktor dan fungsi manajemen
terpenting untuk menetapkan permasalahan dakwah yang perlu
mendapatkan prioritas pemecahan untuk kemudian dicarikan alternatif
pemecahan dan strategi metode dakwah yang paling tepat sesuai dengan
permasalahan yang dihadapi. Upaya peningkatan kualitas aktifitas dakwah
berkaitan erat dengan usaha meningkatkan kualitas seluruh komponen yang
terikat dalam kegiatan dakwah. Untuk itu hal yang penting diperhatikan
adalah sejauh mana berbagai komponen dakwah itu diakumulasikan dalam
proses pelaksanaan dakwah yang sistematis dan terpadu atau dengan istilah
lain bagaimana memadukan fungsi manajemen yang profesional dan
proporsional dalam kegiatan dakwah.66

64
George R. Terry, Prinsip-Prinsip Manajemen, (Jakarta: Bumi Aksara, 1990), hal. 46.
65
A. Hasimy, Dustur Dakwah Menurut al-Qur’an, (Jakarta: Bulan Bintang, 1994), hal. 59.
66
Muhammad Rosyid Ridla, “Perencanaan dalam Dakwah Islam”, Jurnal Dakwah, vol. IX,
No. 2, (Juli-Desember, 2008), hal. 152.

27
Salah satu model perencanaan yang efektif dalam mencapai sasaran
tersebut adalah perencanaan dengan suatu pendekatan sistem (system
approach planning).67 Perencanaan dengan pendekatan tersebut dapat
dikembangkan dengan strategi berikut:
a. Identifikasi masalah
Identifikasi masalah berusaha menemukan kesenjangan antara
kondisi riil dengan kondisi yang diinginkan. Dalam konteks ini berarti
kesenjangan antara kondisi ideal manusia sebagai individu dan
masyarakat (perspektif tolok ukur Islam) dengan kenyataan yang ada
pada obyek dakwah yang dihadapi.68 Di sinilah posisi da’i dapat melihat
antara tujuan (intermediate goal) dan obyek dakwah, sehingga perlu
diketahui tentang unsur masukan terhadap obyek dakwah, baik sebagai
individu maupun dalam aspek masyarakat.
b. Merumuskan dan memilih model-model pemecahan masalah yang tepat
Setelah mengidentifikasi masalah terkait dengan obyek dakwah,
baik individu maupun masyarakat, maka selanjutnya adalah mencari
model yang tepat untuk mengatasi atau memecahkan permasalahan yang
ada. Apabila dikaitkan dengan perencanaan dakwah, maka pada tahap
perumusan model-model pemecahan ini berupaya untuk memilih
beberapa alternatif model dan selanjutnya memilih satu model untuk
diimplementasikan.69
c. Menetapkan strategi dakwah
Langkah selanjutnya setelah da’i memilih model pemecahan yang
tepat adalah penetapan strategi dakwah. Dalam hal ini menyangkut
permasalahan aspek-aspek metodologi, substansi, dan juga pelaksananya.
Terkait perencanaan dakwah, maka da’i dapat melakukan hal-hal berikut:
1) Penetapan metode dakwah (termasuk media dan model
pendekatannya) untuk tiap model pemecahan. Beberapa metode yang

67
Abdul Munir Mulkhan, Ideologisasi Gerakan Dakwah: Episode Kehidupan M. Natsir
dan Azhar Basyir, (Yogyakarta: Sipress, 1996), hal, 222.
68
Ibid
69
Ibid., hal. 223.

28
dapat dipakai yakni: (a) dakwah bi al-lisan, yakni dakwah yang
menggunakan bahasa lisan; (b) dakwah bi al-kitab, yaitu dakwah yang
dilakukan dengan keterampilan tulis menulis berupa artikel atau
naskah, brosur, buletin, dan lain sebagainya; (c) dakwah bi al-hȃl,
yaitu dakwah yang dilakukan melalui berbagai kegiatan yang
langsung menyentuh kepada nilai-nilai masyarakat sebagai obyek
dakwah, serta ekonomi sebagai material dakwah.70
2) Pengolahan materi dakwah. Materi dakwah adalah pesan yang
disampaikan da’i kepada mad’u. Materi dakwah adalah al-Islam yang
bersumber dari al-Qur’an maupun hadits yang meliputi aspek
penjabaran akidah, syari’ah, dan akhlak dengan berbagai macam
turunan ilmu yang diperoleh darinya (hasil ijtihad). Materi dakwah
harus sesuai dengan metode dan media serta obyek dakwahnya.
Signifikansi materi dakwah tidak hanya tentang persoalan apa yang
dilarang dan dianjurkan agama, melainkan dakwah harus mampu
mengatasi persoalan-persoalan mad’u dan wawasan global.71
3) Menetapkan pelaksana dakwah (da’i/muballigh/pelaksana yang lain).
Dalam hal ini menurut Jalaluddin Rahmat ada tiga strategi yang dapat
digunakan dalam menyelenggarakan kegiatan dakwah, antara lain:
Pertama, Power Strategi, yakni perubahan sosial yang melibatkan
aspek kekuasaan atau kekuatan sebagaimana yang dilakukan oleh wali
songo dalam penyebaran Islam di Jawa dengan menggunakan metode
mendekati para raja atau orang yang berkuasa dengan harapan bahwa
apabila raja atau orang yang berkuasa tersebut telah memeluk Islam,
maka secara organisatoris ia akan mampu mengislamkan
masyarakatnya. Kedua, Persuasif Strategy, yakni strategi yang
berupaya mengubah perilaku yang dikehendaki dengan
mengidentifikasikan obyek sosial pada nilai-nilai agen perubahan atau
kepercayaan. Ketiga, Educative Strategi, yakni dalam hal ini berupaya
70
Rafidun dan Maman Abdul Jalil, Prinsip dan Strategi Dakwah, (Bandung: Pustaka Setia,
1997), hal. 32.
71
Sutirman Eka Ardana, Jurnalistik Dakwah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), hal. 19.

29
untuk menanamkan dan sekaligus mengganti paradigma masyarakat
yang lama dengan yang baru. Strategi ini tidak hanya untuk merubah
perilaku yang tampak, tetapi juga mengubah keyakinan dan nilai.72
4) Mengevaluasi hasil pelaksanaan model strategi pemecahan. Pada
bagian ini berarti mengoreksi tiap tahapan dakwah, yakni pada tahap
pemecahan masalah yang telah disesuaikan dengan kondisi obyek
dakwah dan lingkungannya. Dari hasil koreksi atas kekurangan dari
tiap tahapan, maka dilakukan revisi tahapan yang kurang tepat untuk
diganti dengan tahap perencanaan yang lebih sempurna. Evaluasi
tersebut tujuannya adalah menganalisa apakah program dakwah yang
dijalankan dapat berjalan maksimal atau tidak, sesuai dengan kondisi
umat atau tidak, dan pertanyaan-pertanyaan lainnya, termasuk
menganalisa tentang metode, materi yang disampaikan, media, dan
lain-lainnya yang menunjang keseluruhan aktivitas dakwah.73
Demikianlah beberapa perencanaan strategi dakwah, diharapkan
dengan perencanaan dakwah yang matang akan memungkinkan
meminimalisir sesuatu yang tidak diinginkan dalam menjalankan aktivitas
dakwah dan dapat menemukan suatu metode yang tepat sasaran kepada
mad’u (obyek dakwah). Dalam kerangka tersebut, perencanaan strategi
dakwah yang matang harus memperhatikan sistem pertanggungjawaban
yang tepat, jelas, dan legitimasi, sehingga aktivitas dakwah tersebut mampu
menjadi spirit dan tindakan aplikatif yang berguna dan bertanggungjawab.

D. Peranan Dakwah Kristologi Perspektif Pemikiran Islam


1. Dakwah Kristologi dalam Tuntunan Syariat
Term dakwah kristologi sebenarnya bukanlah bahasa baku yang
dikenal secara umum dalam dakwah. Namun karena isi (esensi) dari dakwah
yang disampaikan senantiasa berhubungan dengan materi-materi yang

72
Jalaluddin Rahmat, Rekayasa Sosial: Reformasi atau revolusi?, (Bandung: Remaja
Rosda Karya, t.th), hal. 53.
73
M. Munir dan Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 2006), hal.
185.

30
menyinggung tentang ke-Kristenan dalam sudut pandang (perspektif) Islam,
maka hal tersebut menjadi satu istilah tersendiri yang diketengahkan penulis
dalam tulisan ini.
Kata dakwah yang dirangkai dengan kata kristologi dapat diartikan
dakwah yang didalamnya terkandung unsur-unsur pemahaman tentang siapa
itu kristus (sebutan Nabi Isa as. dalam agama Kristen), dan bagaimana
ajaran yang sesungguhnya berkenaan dengan misinya, yang tujuannya bila
dikaitkan dengan dakwah Islam dapat menjadi suatu bentuk pengimunan
akidah dan mencegah pemurtadan (bagi umat Islam) dan ajakan kepada
tauhid (bagi umat Kristen).
Tidak dapat dipungkiri bahwa agama Islam berkembang di dunia ini
karena didakwahkan oleh para pembawa panji-panji kebenaran sejak Nabi
Adam as. hingga Nabi Muhammad saw. Kemudian diikuti oleh umat-umat
generasi Islam yang istiqamah dalam mendakwahkan Islam. Dakwah adalah
mengajak manusia untuk mengikuti jalan Allah swt., mengajak mereka
mengikuti ajaran Islam, menaati petunjuk dan peraturannya, serta
meletakkan diri manusia sesuai dengan porsinya sebagai manusia (manusia
sebagai makhluk sosial dan manusia sebagai hamba Allah swt.),74 dan
meletakkan haq Allah sesuai dengan tempatnya pula.
Sesuai dengan naṣ al-Qur’an, dakwah dalam Islam tidak hanya
terbatas pada penyampaian pesan terhadap umat muslim atau beriman saja.
Banyak sekali khitab (panggilan) yang ditujukan secara universal dengan
ungkapan-ungkapan seperti yȃ ayyuha al-nas, yȃ ahla al-kitȃb dan lain-lain.
Ini sekali lagi membuktikan bahwa pesan dakwah yang dibawa dalam
agama Islam adalah bersifat universal, sebagaimana misi Nabi Muhammad
saw. sebagai rahmat bagi semesta alam. Termasuk banyaknya ayat yang
secara spesifik memerintahkan kita untuk mengajak ahlu al-Kitȃb (Yahudi
dan Kristen) untuk kembali ke jalan yang benar:

74
Sebagaimana yang diungkapkan dalam surat al-Baqarah ayat 30 dan surat al-Ẑariyah ayat
56.

31
            

              

    


Artinya: “Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu
kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu,
bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia
dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian
yang lain sebagai Tuhan selain Allah". Jika mereka berpaling maka
katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang
yang berserah diri (kepada Allah)". (Q.S. ali-Imrȃn: 64).

Ayat tersebut menjadi salah satu landasan ideologis bagi umat Islam
untuk mengajak umat Kristen dan Yahudi secara umum untuk kembali
kepada dasar-dasar nilai tauhid. Pada prinsipnya, al-Qur’an memandang
bahwa telah menjadi penyimpangan pada agama Kristen atau agama-agama
sebelumnya. Dengan pandangan itu Islam—melalui al-Qur’an—menjadi
agama yang kritis terhadap agama-agama sebelumnya, termasuk Kristen.
Bahkan kritisismenya tersebut menjadi bagian integral dari misi
kehadirannya.75 Hal ini sesuai dengan surat al-Nisȃ’ ayat 48:

                

    


Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia
mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka
sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (Q.S. al-Nisȃ’: 48).

Dakwah kristologi menjadi penting karena kaitannya dengan


beberapa hal yang saling korelatif dan komparatif antara konsep Islam dan

75
Apabila kritisismenya ini dipetakan, maka hampir meliputi seluruh aspek yang melekat
pada agama dan pengikutnya, yakni aspek teologis, pemeliharaan kitab suci, serta organisasi
agama yang meliputi praktik sosial-keagamaan. Lebih lanjut lihat Syed Hossein Nasr, “Comment
on a Few Theological Issues in the Islamic Christian Dialogue”, yang dikutip dalam buku
Waryono Abdul Ghafur, Kristologi, hal. 3.

32
Kristen yang berasal dari akar yang sama (Abrahamic Religion) menyangkut
permasalahan: kekeliruan konsep ketuhanan Yesus, kekeliruan trinitas,
kekeliruan konsep Yesus sebagai anak Tuhan, kekeliruan dosa asal,
kekeliruan konsep keselamatan melalui penyaliban, kekeliruan mengenai
tersalibnya Yesus, Yesus hanya diutus untuk bani Israel saja, taḥrif al-kitȃb
(kerusakan isi Alkitab), pembelokan terhadap misi Yesus, Nabi Muhammad
di dalam Bibel, dan Yesus di dalam al-Qur’an.76
Berdasarkan hal tersebut, maka dakwah kristologi sudah seharusnya
diemban oleh pribadi-pribadi yang kuat dalam segala hal dan tanggguh serta
berjiwa besar sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw.,
sehingga seorang da’i dituntut untuk mempunyai kelebihan-kelebihan untuk
mengembangkan dakwahnya. Seorang da’i harus mempunyai sesuatu yang
dapat diberikan kepada mad'u dan wawasan yang luas serta kemampuan diri
dalam mengkomunikasikan nilai-nilai dakwah terhadap suatu hal yang
mutlak. Terlebih lagi ketika dakwah ditujukan kepada umat Kristiani, ilmu-
ilmu yang berkaitan dengannya harus pula dipahami dan dikuasai. Allah
swt. berfirman:

          

              
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang
yang mendapat petunjuk.” (Q.S. al-Naḥl: 125).

Berdasarkan ayat tersebut, Allah swt. memerintahkan kepada umat


Islam untuk berdakwah dengan ilmu dan melakukan mujȃdalah dengan cara
yang paling baik (aḥsan).77 Untuk melakukan mujȃdalah yang terbaik

76
Muhammad Ali Al-Khuli, Islam dan Kebenaran Yesus, terj. Suherman Rosyidi dan
Aisyah Pranayanti, (Surabaya: Target Press, 2002).
77
Cakupan dakwah Mujȃdalah adalah sangat luas, antara lain, yakni al-asilah wa ajwibah
(tanya jawab) dan hiwar (dialog). Ahmad Musthafa al-Maraghiy, Tafsir al-Maraghiy, terj. Bahrun

33
tentunya tidak mudah, dibutuhkan pengetahuan-pengetahuan dan
pengalaman yang banyak pula. Disinilah pentingnya mempelajari kristologi
(Islami), sebuah pengetahuan tentang teologi agama kristen untuk
mengungkap kelemahan ajaran-ajarannya, kerancuan-kerancuan yang
terdapat dalam Bibel (Alkitab) yang dimiliki oleh umat Kristiani pada saat
ini, dan usaha-usaha yang mereka lakukan untuk mendangkalkan akidah
umat Islam dengan berbagai cara78, sekaligus untuk menunjukkan kepada
umat manusia bahwa agama yang paling benar adalah agama Islam79 yang
barang siapa mencari agama selainnya maka akan mendapatkan kesesatan.80
Oleh karena itu, seorang da’i wajib mempelajari kristologi dalam
usaha menunjukkan argumen-argumen mereka dengan memakai Alkitab
sebagai senjata yang ampuh dalam membantah pendapat mereka (umat
Kristen dan para misionaris Kristen). Alasannya karena mereka tidak
menerima al-Qur’an, sehingga menggunakan senjata mereka (dalam hal ini
Alkitab) untuk menggugurkan pendapat mereka.81 Demikianlah pesan yang
disampaikan oleh Ahmed Deedat dalam beberapa karyanya yang lebih
spesifik dibahas pada bab-bab selanjutnya.
2. Dakwah Kristologi dalam Tantangan Dakwah
Kristologi Islam secara keseluruhan harus sesuai dengan teologi
Islam. Namun, hal ini bukan berarti al-Qur’an menutup rapat-rapat diskusi
memahami Kristus sesuai dengan perspektif Kristen. al-Qur’an
meninggalkan pintu terbuka sedemikian rupa agar memungkinkan suatu
persesuaian antara dua agama ini tanpa merusak arti teks pesan tertulis al-
Qur’an.82 Di sini dipahami karena pesan al-Qur’an yang bersifat global,

Abu Bakar dkk, (Semarang; Toha Putera, 1987), berkenaan dengan pembahasan tentang tafsir
surat al-Nahl: 125 lihat
78
Lihat Q.S. al-Baqarah: 120.
79
Ali-Imrȃn: 19.
80
Ali-Imrȃn: 85. Lihat juga Sandi Suasandi, “Dakwah Islam vs Kristenisasi”, Majalah
Tabligh: Menyatukan Visi dan Misi Umat, no. 2/Th. VIII, (Mei, 2009), hal. 64-66.
81
Ahmed Deedat, Injil Membantah Ketuhanan Yesus, terj. Salim Basyarahil, (Jakarta:
Gema Insani Press, 1991), hal. 57.
82
Sayyed Hossein Nasr, “Dialog Kristen-Islam: Suatu Tanggapan Terhadap Hans Kung”,
terj. Nanang Tahqiq, dalam Jurnal Pemikiran Islam Paramadina, vol. 1, No. 1, (Juli-Desember,
1998), hal. 42.

34
sehingga kemungkinan itulah yang sekarang ini menjadi salah satu agenda
global dalam usaha mengharmoniskan hubungan antara Islam dan Kristen
dalam tataran dialog yang sehat dan saling memahami.
Antara Islam dan Kristen memiliki kesamaan sebagai agama dakwah
yang menyebarkan agamanya kepada umat manusia secara umum. Karena
berasal dari akar yang sama (Abrahamic Religion), maka dalam sudut
pandang kedua agama tersebut memiliki beberapa kesamaan terkait dengan
beberapa hal, salah satunya tentang sosok Isa as. atau Yesus, namun
penjabaran yang saling bertentangan. Islam memandang Isa atau Yesus
hanya sebagai utusan Tuhan sebagaimana Muhammad saw. dan nabi-nabi
yang lain, sementara Kristen menganggap Isa as. atau Yesus sebagai anak
Tuhan atau salah satu dari tiga oknum Tuhan (trinitas). Inilah satu hal yang
paling krusial dalam kedua teologi antara Islam dan Kristen. Sebab
bagaimanapun perbedaan itu sangat tipis sekali, namun sangat besar
konsekuensinya.83
Munculnya ide berupa wacana untuk mengharmoniskan antara agama
Islam dan Kristen merupakan sesuatu yang sangat baik dalam usaha
mengharmoniskan hubungan kedua agama sebagaimana yang dilakukan
oleh uraian-uraian Hans Kung, seorang pastor Katolik dengan mengatakan
bahwa tidak ada perdamaian antar bangsa, tanpa perdamaian antar agama.
Tidak ada perdamaian antar agama, tanpa dialog antar agama. Pernyataan
tersebut mengindikasikan perlunya dialog antara Islam-Kristen dalam
wacana-wacana perdamaian.84 Namun, Kung sebagaimana pastor lainnya
belum mampu mengakomodir dialog dengan objektif dilihat dari uraiannya
yang menyepelekan konsep esensi agama Islam seperti menempatkan Islam
sebagai agama keselamatan jalan “luar biasa”, bukan sebagaimana
keselamatan jalan biasa Kristen melalui Kristus dengan ikon “extra
ecclesiam nulla salus!” (Tak ada keselamatan di luar gereja). Kemudian

83
Suryani Islmail, “Kata Pengantar Penerjemah”, dalam Ahmed Deedat, Isa Almasih dalam
al-Qur’an, terj. Suryani Ismail, (Jakarta: Pertja, 2000), hal. v.
84
Hans Kung dkk., Jalan Dialog Hans Kung dan Perspektif Muslim, terj. Mega Hidayati
dkk., (Yogyakarta, Program Studi Agama dan Lintas Budaya, t.th), hal. 10-18.

35
wacana-wacana teoritis dan diplomatis lainnya seperti menempatkan
Muhammad sebagai nabi yang diakui Kristen seperti nabi-nabi Israel,
mempersamakan konsep al-Qur’an dengan Perjanjian Lama dan Perjanjian
Baru (Bible), dan mencoba membuat tawaran atas penggambaran al-Qur’an
tentang Yesus sesuai dengan teologi Kristen. Untuk lebih jelas, berikut
kesimpulan pernyataan Kung yang memiliki bias subyektif atas formalitas
dialog yang diusungnya:
“Islam dan Kristen terlibat dalam sebuah keputusan keimanan yang
harus diciptakan secara rasional dan bertanggung jawab, baik bagi
diri sendiri maupun bagi orang lain. Sebagai seorang Kristen saya
bisa yakin bahwa, sejauh saya telah memilih Yesus ini sebagai
Kristus untuk hidup dan mati saya, saya juga telah memilih
pengikutnya, yaitu Muhammad, lantaran Muhammad juga berseru
kepada Tuhan yang sama dan satu, dan kepada Yesus.”85

Pernyataan Kung yang bias subyektif tersebut bukan tanpa alasan


tentunya, sehingga Syed Hossein Nasr memberikan tanggapan atas
pernyataan Kung berkenaan dengan tujuan dialog agama untuk menuju
kedamaian. Menurut S.H. Nasr untuk menciptakan dialog ialah harus
membicarakan Islam apa adanya, sebagaimana doktrin yang diterima oleh
umat Islam pada umumnya, bukan sebagaimana aturan yang dikehendaki
oleh Kung menurut perspektif Kristen. Menurut Nasr, sudut pandang Kung
yang membaca Islam dengan tanpa nilai historis Islam hanya akan menjadi
sebuah diplomasi, namun tidak menghasilkan pemecahan masalah-masalah
teologis Kristen-Islam.86

85
Hans Kung, “Sebuah Model Dialog Kristen-Islam”, hal. 32.
86
Sayyed Hossein Nasr, “Dialog Kristen-Islam: Suatu Tanggapan Terhadap Hans Kung”,
hal. 34-35. Jauh sebelum pernyataan Hans Kung, pernyataan yang sama telah dibuat oleh seorang
Uskup Agung Wand dari Brisbane pada tahun 1938. Ia mengatakan kedamaian dunia yang stabil
sekarang ini tidak ada karena tidak adanya saling pengertian dari masing-masing (Islam-Kristen).
Menurut Ansari sungguh upaya Wand merupakan tindakan terpuji. Akan tetapi, semua sentimen
terpuji tersebut dilumpuhkan pada saat memulai diskusi dengan bahan aktual Islam dan Rosul
sucinya ketika menutup pembicaraannya dengan kata-kata: “peribadatan agama pengikut
Muhammad lebih dapat diadaptasi oleh para penunggang unta daripada pengemudi mobil ford....
pintu-pintu Islam tengah terbuka, tidak seperti sebelumnya merupakan suatu ungkapan simpatik
keimanan Kristen.” Menurut Ansari, ia memandang subyek tersebut dengan sebuah prasangka dan
ketidakkonsistenan yang tidak hanya bertentangan dengan penyebab kebenaran dan kedamaian
dunia, tetapi juga ketidakpantasan dari keistimewaan seorang pemuka agama. Hal tersebut

36
Pandangan Kristen yang menyatakan Yesus di salib jelas berbeda
dengan pandangan Muslim yang menyatakan Yesus tidak disalib. Demikian
tersebut harusnya tidak saling menafikan atau menawarkan suatu
pemahaman “di luar” dari konteks teologi beragama yang sebenarnya.
Penerimaan Kung terhadap sebagian ayat dan penolakan yang lainnya, sama
dengan menolak seluruh bagian al-Qur’an karena al-Qur’an adalah satu
kesatuan. Lebih jauh, ketika membayangkan bahwa al-Qur’an mempunyai
kristologi yang salah, demikian berarti memustahilkan adanya dialog
dengan Islam.87 Sudut pandang Kristen yang menginginkan Islam sesuai
dengan sudut pandangnya adalah cara yang tidak benar. Bahkan menurut
S.H. Nasr salah satu problem utama dialog antara Kristen dan Islam adalah
kesulitan besar yang banyak dimiliki oleh sarjana Kristen dalam memahami
fakta bahwa hukum bukanlah sekedar formalisme, tetapi demikian tersebut
adalah syari’ah, bahkan melawan keputusan-keputusannya, adalah benar-
benar sulit diterima oleh seorang muslim, karena akan menghancurkan
kerangka hukum yang telah ditentukan dari “atas”. Satu-satunya dialog
menurut S.H. Nasr yang berharga di mata Tuhan ialah dialog yang tidak
mengorbankan atas nama kebijakan pada tingkat kemanusiaan, meskipun itu
kedamaian duniawi, yang dinyatakan-Nya dalam setiap agama.88
Dakwah kristologi dalam perspektif Islam tidak lain merupakan suatu
jalan dialog yang disampaikan oleh para da’i dalam usaha memberikan
pemahaman konsep dan menguji doktrin-doktrin agama lainnya, sehingga
sangat ditekankan dalam hal ini adalah sikap kritis sebagaimana al-Qur’an
telah mengkritisi tentang distorsi yang terjadi terhadap agama-agama
sebelumnya, terutama yang diikat dalam abrahamic religion (Yahudi dan
Kristen).89 Oleh karena itu, dalam kerangka dakwah kristologi, seorang da’i

merupakan lebaran hitam propaganda misionaris Kristen. Lihat Muhammad Fazlur Rahman
Ansari, Islam, hal. 2-5.
87
Ibid., hal. 39-41.
88
Ibid., hal. 47.
89
Kritik al-Qur’an terhadap pemahaman keagamaan Kristen tentang Tuhan, diantaranya
mengenai bigetisme (paham atau kepercayaan bahwa Tuhan mempunyai anak). Kritik lainnya
yakni mengenai trinitas yang dipahami oleh Islam telah menodai keesaan Allah, sehingga

37
juga dituntut untuk bersikap toleransi dan bukan bersikap pluralisme yang
menganggap semua agama adalah sama. Seorang da’i wajib toleran terhadap
pemeluk agama lainnya dikarenakan beberapa hal:
a. Islam sangat menghormati manusia sebagai manusia, apapun agamanya.
Sebab ia merupakan ciptaan Allah swt. Oleh karenanya, siapa yang
menghina ciptaan Allah, berarti ia menghina penciptanya.
b. Allah berfirman: “lȃ ikrȃha fi al-dȋn90 (tidak ada paksaan untuk
memasuki agama Islam).” Ini menunjukkan bahwa adanya perbedaan
agama adalah realitas yang tidak bisa dihindari, namun bukan berarti
semua agama adalah benar. Sekaligus ayat ini mengindikasikan bahwa
Allah tidak mengizinkan pemaksaan dalam memilih agama.
c. Allah berfirman: “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan
yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki
Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.”91 Dari sini terlihat
bahwa sikap toleran terhadap pemeluk agama lain bukan semata
kewajiban sosial, melainkan lebih dari merupakan sikap
92
mempertahankan hakikat tauhid itu sendiri.
Berdasarkan alasan tersebut, dalam masalah kemanusiaan, Islam
sangat toleran, tetapi dalam masalah akidah Islam sangat tegas. Tegas dalam
arti tetap mempertahankan prinsip bahwa Islam berbeda dengan agama
lainnya. Bahwa Islam datangnya dari Allah, sementara agama lainnya bisa
jadi berasal dari karangan mereka sendiri atau mungkin dulunya dari Allah,
tetapi setelah itu mereka tambah-tambah sendiri. Sikap tegas ini sesuai
dengan apa yang telah diajarkan oleh Allah kepada Nabi-Nya Muhammad
saw. ketika didatangi orang-orang kafir Mekah yang menawarkan secara

dikatakan sebagai musyrik (Q.S. al-Taubah: 30; Q.S. al-Mȃ’idah: 73). Lihat Hamim Ilyas,
“Pandangan al-Qur’an Terhadap Bigetisme Yahudi dan Kristen” dalam al-Jami’ah: Jurnal of
Islamic Studies, no. 62, vol. XII, (1998), hal. 133-158.
90
Q.S. al-Baqarah: 256.
91
Q.S. al-An’am: 108.
92
Amir Faishol Fath, “Islam dan Toleransi Antar Agama”, dalam Al-Insan: Jurnal Kajian
Islam, no. 1, vol. 3, (2008), hal. 83-85.

38
bergantian melakukan penyembahan masing-masing Tuhan.93 Sehingga
Allah menurunkan surat al-Kafirun. Demikianlah aturan yang harus
dimainkan oleh umat Islam.
Sikap kritisisme para da’i yang berasal dari ruh al-Qur’an yang kritis
merupakan ruang dialog agar tiap agama, seperti Kristen untuk
membuktikan tuduhan al-Qur’an tersebut. Di sinilah akan terlihat
obyektivitas keagamaan yang sesungguhnya dan bagaimana seharusnya
menyikapi misi dakwah. Di mana Islam sangat mengharamkan suatu
penyebaran agama yang tidak sesuai dengan aturan agama. Dalam arti
singkat Islam tidak mencari eksistensi agama dengan jalan semata-mata
menjatuhkan agama lain dengan tanpa bukti yang konkrit. Di sinilah
diharapkan peran da’i untuk memberikan pemahaman kepada umat tentang
hal-hal yang mana yang menyimpang dan mana yang masih mengandung
kebenaran dari agama Kristen yang digali dengan pendekatan sumber
epistemologi Kristologi, yakni: Bibel atau Alkitab (Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru), Konsili (Cristian Councils), dan al-Qur’an dan hadits.94
Dengan demikian sasaran dakwah (mad’u) memperoleh pemahaman yang
baik dan terhindar dari perspektif yang salah yang berimplikasi pada
kehidupan beragama.
Dakwah Kristologi dalam arti mengajak manusia untuk mentaati
ajaran Allah merupakan manifestasi dan pengejawantahan terhadap
keimanan yang terhujam kokoh dalam hati setiap muslim. Sebab dakwah
adalah menunjukkan jalan yang benar sesuai apa yang diperintahkan oleh
Allah swt. dan rasul-Nya kepada setiap individu, menanamkan rasa cinta
kepada kebaikan, membenci kepada kebatilan dan kejahatan, dan
membawanya keluar dari kebodohan dan kesesatan kepada jalan yang lurus.
Demikianlah dakwah yang dilakukan oleh Rasul Allah. Hasilnya, dengan
dakwah tersebut dapat dilihat satu persatu orang-orang yang berada di

93
Ibid., hal. 85-86.
94
Penggunaan al-Qur’an dan hadits karena Isa bukan hanya milik orang Kristen, tetapi juga
diakui dalam keimanan umat Islam sebagai salah satu Nabi Allah. Lihat Waryono Abdul Ghafur,
Kristologi, hal. 75-114.

39
sekeliling Rasulullah (kaum musyrik, Yahudi dan Nashrani) mengalami
perubahan sikap dan pandangan hidup yang lebih baik dari sebelumnya.
Mereka mengalami proses rekonstruksi diri, baik sebagai manusia sosial dan
juga sebagai abdi Allah swt. Akhirnya, selama kurang lebih 23 tahun,
dakwah yang dilakukan Rasulullah saw. menuai hasilnya, dari masyarakat
penyembah berhala, matahari, api, bahkan penyembah hawa nafsu berubah
menjadi masyarakat yang Islami yang menyembah hanya kepada Allah swt.
Demikianlah esensi dari dakwah Islam.

40
BAB III
SKETSA PEMIKIRAN AHMED DEEDAT DAN BUKU THE
CHOICE: ISLAM AND CHRISTIANITY

A. Riwayat Hidup
Riwayat hidup Ahmed Deedat secara umum terbagi ke dalam dua fase
penting, yakni fase awal disaat Deedat belum terjun ke dunia dakwah dan
faktor-faktor yang melatarbelakanginya terjun ke dunia dakwah sehingga
memunculkan fase kedua dalam hidupnya yakni terjunnya ia pada aktivitas
dakwah dengan corak dakwah khas yang diusungnya.
1. Fase Pertama: Ahmed Deedat sebelum Terjun ke Dunia Dakwah
Ahmed Deedat mempunyai nama lengkap Ahmed Hoosen Deedat. Ia
lahir di distrik Surat, India, 1 Juli 1918. Ayahnya bernama Husein Kazim
Deedat, sementara ibunya bernama Fatimah. Dikarenakan faktor ekonomi,
masa kecil Deedat tidak begitu beruntung, sehingga segera setelah
kelahirannya, ayahnya yang berprofesi sebagai petani lantas memutuskan
untuk pindah ke Afrika Selatan dan beralih profesi menjadi seorang penjahit
pakaian demi menyambung hidup keluarga. Sejak saat itu selama kurang
lebih sembilan tahun (1918-1927) ia berpisah dengan ayahnya.95
Pada tahun 1927, ketika Ahmed Deedat berusia sembilan tahun ia
dihubungi ayahnya untuk menyusul ayahnya ke Durban, Afrika Selatan. Hal
ini dilakukan agar Deedat bisa mendapatkan pendidikan dan kehidupan
yang lebih baik. Imigrasi Deedat dari India ke Afrika Selatan dalam rangka
menyusul ayahnya menjadi kesempatan terakhir ia bersama dengan ibunya,
sebab beberapa bulan kemudian setelah ia pindah ke Afrika Selatan
ibunyapun meninggal.96

95
Dikutip dari harian “Asy Syarqul Ausath”, Saudi Arabia, dalam Ahmed Deedat, Injil, hal.
54.
96
Ahmed Deedat, “Freely Speeking”, (DVD: Video Debat dan Presentasi Ahmed Deedat),
www.DebatIslam.com; Abdul Muhaemin Karim, “Ahmed Deedat (1918-2002)”, dalam Fruit for

41
Tepat bulan Agustus 1927, dalam perjalanan yang panjang dan sulit
bagi seorang anak kecil yang berusia sembilan tahun akhirnya ia sampai di
Afrika Selatan. Walaupun kapal yang ditumpanginya terlambat yang hampir
membuatnya dikembalikan di India, namun karena ayahnya bersikeras
mengambilnya dari kapal sehingga Deedat bisa bersama ayahnya.97 Segera
setelah itu Deedat di negeri yang asing jajahan Inggris tersebut harus cepat
beradaptasi mengatasi permasalahan utama, yakni bahasa. Ayahnya
menyekolahkannya di Islamic Centre Durban untuk belajar al-Qur’an dan
hukum-hukum Islam lainnya. Dengan ketekunannya dalam belajar, Deedat
mampu mengatasi hambatan bahasa yang dipelajarinya selama 6 bulan, dan
juga unggul di sekolahnya.98
Kegemaran Deedat membaca membantunya untuk mendapatkan
promosi hingga ia menyelesaikan standar 6 pada tahun 1934.99 Setelah
menyelesaikan standar 6, dikarenakan masalah biaya, ayahnya menariknya
dari sekolah dan ia terpaksa harus menunda sekolahnya. Sejak itu di awal
usia 16 tahun (tahun 1934) untuk pertama kalinya ia terpaksa meninggalkan
sekolahnya dan secara khusus membantu ayahnya di toko menjual garam.100
Kejadian yang cukup menarik dalam kehidupan Deedat ketika bekerja
menjual garam dikarenakan letaknya dekat sebuah sekolah menengah
misionaris Kristen (Adam missionary) di pantai selatan Natal, toko tersebut
sering dikunjungi oleh siswa misionaris yang tak henti-hentinya menantang
Islam dengan cara mempengaruhi keimanan dengan upaya kristenisasi.
Pada tahun 1936, Deedat mengalihkan profesinya ke perusahaan
muslim pembuat perabot rumah (mebel). Pada perusahaan ini, ia bekerja

the Week, (Januari, 2011). Terjadi kesalahan oleh Karim dalam menulis waktu wafatnya Ahmed
Deedat pada tahun 2002, padahal ia wafat pada tahun 2005.
97
Fatima Asmal, “Arab News: Diteliti dari Video Dokumenter Al-Majd Internasional, 'The
Story of Ahmed Deedat,' 2002”, http://www.way-to-allah.com/en/journey/deedat.html (online),
diakses tanggal 4 Oktober 2014.
98
Ebi Lockhat, “Kata Pengantar”, dalam Ahmed Deedat, The, vol. 1, hal. ix.
99
Standar 6 sama dengan kelas 8 di Afrika Selatan, dan masuk kepada tahap Senior (SMA).
Adapun tahap senior di Afrika mulai dari kelas 7 sampai 9. Lihat Regina Graeff, “Education in
South Africa” expatcapetown.com, (online), diakses 11 Oktober 2014.
100
Herry Mohammad dkk, Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta: Gema
Insani Press, 2006), hal. 179.

42
sekitar 12 tahun dengan berbagai jabatan. Awalnya sebagai supir, naik ke
bagian pemasaran, hingga akhirnya menjabat sebagai direktur
101
perusahaan. Berkat posisinya di perusahaan yang kian membaik
membuatnya bisa kembali melanjutkan studinya yang terputus akibat
kesulitan ekonomi. Kemudian sambil bekerja Deedat lantas melanjutkan
studinya ke bangku perkuliahan, yakni di fakultas Seni Negeri yang memuat
materi pelajaran matematika dan ilmu manajemen perusahaan.102 Dari
perkuliahan ini juga Deedat mendapat ilmu logika yang membuatnya
mampu merumuskan pikiran-pikiran secara logis dan sisitematis dalam
mengemukakan gagasannya, baik secara verbal (lisan) maupun non verbal
(tulisan).103
Pada saat bekerja di perusahaan mebel, Deedat sedikitpun tidak
pernah melupakan bagaimana bujuk rayu para misionaris ketika ia masih
menjual garam. Puncaknya pada tahun 1939 pada saat usia Deedat sudah
menginjak usia 20 tahun, mulailah Deedat berfikir untuk berusaha
menghadang berbagai kristenisasi dari para siswa misionaris tersebut yang
menjadikan ia dan teman-temannya sebagai target ajaran mereka dengan
menjelek-jelekan isi al-Qur’an.104
Deedat masih ingat berbagai pertanyaan para misionaris Kristen
tentang Islam yang awalnya menyulitkannya dalam menjawabnya, sehingga
menjadi motivasi tersendiri bagi Deedat untuk belajar lebih dalam tentang
agama Islam dalam rangka defence (mempertahankan) keyakinannya
tentang Islam dan juga berupaya mengkaji kitab Bibel (Alkitab)105 dalam

101
Ibid
102
Lihat harian “Asy Syarqul Ausath”, Saudi Arabia, dalam Ahmed Deedat, Injil, hal. 54.
103
Herry Mohammad dkk, Tokoh, hal. 179.
104
Ahmed Deedat, Is, hal. 62.
105
Bibel adalah kumpulan kitab-kitab yang ada pada Perjanjian Lama (Old Testament) dan
Perjanjian Baru (New Testament). Dalam bahasa Indonesia Bibel disebut sebagai Alkitab. Ini
sekaligus untuk membedakan dengan penggunaan istilah Injil yang hanya mengacu kepada kitab
Perjanjian Baru saja. Adapun antara Bibel (Alkitab) Kristen Katolik dan Kristen Protestan
memiliki perbedaan dalam jumlahnya. Kristen Katolik memiliki Bibel dengan jumlah 72 kitab
(perinciannya: Perjanjian Lama 45 kitab dan Perjanjian Baru 27 kitab), sementara Kristen
Protestan memiliki kitab berjumlah 66 kitab (perinciannya: Perjanjian Lama 39 kitab dan
Perjanjian Baru 27 kitab), lebih sedikit 6 kitab di bandingkan Kristen Katolik. Lihat Shobiri

43
berbagai cetakan bahasa Inggris. Beberapa pertanyaan provokasi yang
sering dilayangkangkan para siswa misionaris tersebut antara lain:
They would say, you know Muhammad (Sallallahu alayhi wassallam)
had so many wives and they would say, you know Muhammad (Sallallahu
alayhi wassallam) spread his religion at the point of the sword?.106
(Mereka akan bertanya, kamu tahu Muhammad saw. mempunyai banyak
istri? dan kamu tahu Muhammad saw. menyebarkan agamanya (Islam)
dengan pedang?).

Berbagai pertanyaan yang memojokkan Deedat tersebut membuatnya


giat untuk mempertahankan akidahnya. Kecerdasan Deedat dalam
memahami bahasa, termasuk bahasa Inggris sebagaimana yang telah
dipaparkan sebelumnya saat usianya masih berumur 9 tahun ternyata
menjadi faktor plus baginya dalam mengkaji Bibel. Ia mempelajari dan
membandingkan beberapa kitab Bibel secara mendalam, termasuk Bibel
berbahasa Arab. Di sinilah Deedat mulai mempersiapkan diri untuk menjadi
pendakwah dalam rangka meng-counter berbagai serangan misionaris
Kristen yang sering ia lihat sebagai penyebab runtuhnya keimanan saudara
muslimnya.
Setelah itu, dalam rangka mempersiapkan dirinya menjadi pendakwah
(da’i), pada tahun 1949 saat usianya 31 tahun, ia memutuskan untuk bekerja
di Pakistan untuk menambah pundi-pundi dananya dalam usaha persiapan
pengembangan dakwah Islam. Sesuai peraturan daerah di negara tersebut,
warga asing hanya diperbolehkan tinggal selama tiga tahun, sehingga ia
menghabiskan waktu selama tiga tahun di Pakistan (1949-1952). Setelah itu,
ia kembali ke Durban dan kembali menjabat sebagai direktur di perusahaan
lamanya, yakni perusahaan perabot rumah (mebel).107 Sewaktu di Pakistan
Deedat bekerja pada perusahaan tenun (tekstil), dan ia menjabat sebagai
direktur perusahaan. Menjadi kehendak Allah, ketika ia sedang mengatur

Muslim, Hermeneutika, “Materi disampaikan pada perkuliahan Hermeneutik”, (Kediri: Program


Studi Tafsir Hadits STAIN Kediri, 2010).
106
Fatima Asmal, “Arab News”.
107
Harian “Asy Syarqul Ausath”, Saudi Arabia. Dalam Ahmed Deedat, Injil, hal. 54-55.

44
barang dalam gudang, ia menemukan sebuah buku yang berjudul “Iẓhȃr al-
Ḥaqq” (menampakkan kebenaran) karya Syeikh Rahmatullah al-Hindi.108
Buku Iẓhȃr al-Ḥaqq secara umum berisi tentang teknik dan strategi
umat Islam India yang berhasil membalas gangguan misionaris Kristen
selama penaklukan Inggis pada pemerintahan India.109 Buku tersebut juga
menelanjangi berbagai sistem penjajahan Inggris di India. Penjajah tersebut
berpendapat bahwa bahaya yang paling besar yang dihadapinya yakni
berasal dari umat Islam. Untuk itu berbagai strategi dilakukan untuk
menghancurkan Islam, memecah belah umat Islam, dan sekaligus
mengkristenkan umat Islam. Berbagai strategi tersebut diharapkan mampu
menjadikan muslim lemah dan akhirnya berpihak kepada penjajah.110
Usaha lainnya yang dilakukan penjajah dalam mencapai tujuannya
yakni menggelontorkan dana besar dalam rangka mendatangkan para
misionaris dengan berbagai disiplin keilmuan. Tujuan mereka yakni:
1. Menghapus seluruh ciri dan adat istiadat Islam dari kehidupan muslim.
Hal ini menyebabkan sedikit demi sedikit umat Islam mulai melupakan
ciri khasnya, seperti: Jilbab, serban, dan lain-lain.
2. Debat agama dalam rangka membungkam umat muslim yang
kebanyakan tidak mengetahui tentang agamanya.111
Kedua hal tersebut ternyata mengingatkan Deedat tentang
pengalamannya ketika ia dan teman-temannya sering didatangi para
penginjil saat ia masih bekerja sebagai penjual garam dekat sekolah
menengah misionari Kristen Adam. Pola para misionaris adalah sama,
sehingga Deedat mulai memahami dan menyadari cara kerja mereka dalam
mengepung kaum muslimin, baik yang ada di Afrika, India, maupun
Pakistan.

108
Dalam sumber lain disebutkan pengarangnya bernama Hamid Kadri al-Hindi atau
Kairanvi. Lihat Herry Mohammad dkk, Tokoh, hal. 179. Hingga saaat ini buku tersebut tetap
tersimpan rapi di perpustakaan pribadi Syeikh Ahmed Deedat. Lihat Fatima Asmal, “Arab News”.
109
Ebi Lockhat, “Kata Pengantar”, dalam Ahmed Deedat, The, vol. 1, hal. x.
110
Harian “Asy Syarqul Ausath”, Saudi Arabia, dalam Ahmed Deedat, Injil, hal. 56.
111
Ibid

45
Satu hal yang menarik perhatian Deedat dari pembacaan yang
mendalam terhadap buku tersebut, yakni bagaimana cara mengatasi debat
terhadap para misionaris tersebut. Menurut buku tersebut bahwa obat
penyembuh dari suatu penyakit terkadang berasal dari penyakit itu
sendiri.112 Adagium tersebut menjadi semacam petunjuk bahwa untuk
mengatasi berbagai serangan misionaris, maka harus memakai senjata
misionaris, yakni Bibel itu sendiri.
Buku Iẓhȃr al-Ḥaqq yang banyak berisi cara-cara perdebatan atau
dialog lintas agama antara seorang pemuka agama muslim dan seorang
pendeta Kristen tersebut benar-benar menginspirasi Deedat mengatasi
serangan misionaris tanpa harus belajar di akademi atau lembaga khusus.
Melalui buku tersebut secara autodidak menjadikan Deedat mahir dalam
perdebatan lintas agama dan mampu melakukan dakwah dengan jalan
berdebat dalam rangka defence (mempertahankan) keimanan umat muslim
dengan membuka berbagai kelemahan ajaran-ajaran Kristen yang diambil
dari dasar-dasar kitab Bibel. Sejak saat itu buku tersebut menjadi referensi
utama dari sekian banyak buku yang dimilikinya yang harus ia kaji. Setelah
itu, ia mempersiapkan diri untuk berdakwah, yakni dengan memulai mengisi
pikirannya dengan fakta-fakta dan kutipan, menyusun berbagai catatan
penting yang digunakannya untuk merekam penelitiannya mengenai
perbandingan Islam dan Kristen.113
2. Fase Kedua: Aktivitas Dakwah Ahmed Deedat
a. Mulai berdakwah di Afrika Selatan: mad’u mono religius (tahun 1940-
1950-an)
Pada tahun 1940, ketika Deedat ber-usia 22 tahun, ia merasa bahwa
bekal ilmunya telah mumpuni dalam penguasaan terhadap Bibel
(Alkitab) dan al-Qur’an, maka ia mulai pertama kalinya tampil
berdakwah di hadapan khalayak ramai dengan mad’u mono-religius.
Tempat dakwahnya yang pertama yakni di gedung bioskop Avalon

112
Ibid
113
Fatima Asmal, “Arab News”.

46
Durban, dengan tema ceramah atau kuliah “Muhammad saw.: Messenger
of Peace”. Jumlah audien (mad’u) pada saat itu hanya lebih kurang 15
orang saja. Dalam dakwah perdananya tersebut, ia mengaitkan dalam
pesan ceramahnya bahwa ada banyak kontradiksi dalam ajaran Bibel
Kristen dan Muhammad adalah utusan Tuhan yang terakhir.114
Ceramah Ahmed Deedat yang menarik, membuatnya dalam waktu
singkat mencapai tingkat popularitas di Afrika Selatan. Oleh karena itu,
dalam waktu singkat ia banyak diundang untuk memberikan kuliah dan
ceramah di kota-kota lain di Afrika Selatan. Satu dekade kemudian
(tahun 1950-an) pendengar ceramahnya meningkat mencapai ribuan
orang, seperti ceramahnya yang bertempat di balai kota Durban yang
mencapai 2.000 orang dengan audien yang terdiri dari berbagai ras dan
berbagai agama. Ceramahnya biasa diikuti dengan sesi tanya jawab dan
kebanyakan orang-orang Kristen yang skeptis cenderung menolak
argumentasinya.115 Namun, berbagai sanggahan dan pertanyaan dari
mereka (umat Kristen) tidak pernah sulit bagi Deedat untuk
menjawabnya. Bahkan Deedat bisa membungkam mereka dengan
mengutip Alkitab dari hafalannya.
Ceramah dan kuliah Deedat yang mengusung kajian-kajian
kristologi terkadang membuat banyak orang Kristen menjadi gerah,
namun banyak pula dari hasil ceramahnya menjadi pintu penerang bagi
orang Kristen menkonversi menjadi muslim. Sehingga wajar saja metode
ceramah Deedat yang semacam itu menjadi pro dan kontra dikalangan
muslim sendiri. Terutama bagi mereka yang takut menyampaikan
kebenaran dan tidak mempunyai semangat juang. Itulah yang dirasakan
Deedat ketika ia masih bekerja di toko muslim dekat sekolah misionaris
Adam pada akhir tahun 1930-an. Waktu itu Deedat sedang
mempersiapkan pidato pertamanya tentang al-Qur’an mukjizat terbesar
kaum muslimin, sebuah pidato hasil tulisan dari Maulana Abdul Alim

114
Ibid
115
Ibid

47
Shiddiq116 yang dimodifikasi (dirubah sedikit) oleh Ahmed Deedat.
Dengan penuh semangat Deedat kemudian mengatur rencana untuk
memberikan pidato dan kuliah dengan tema tersebut kepada para
mahasiswa kampus Adam. Namun rencana tersebut menjadi gagal total,
sebab atasannya mengancam untuk memecatnya jika ia tidak
membatalkan kuliah umumnya tersebut. Karenanya Deedat lantas
membatalkan kuliahnya dan mengungkapkan suatu peringatan Allah
berkenaan dengan kejadian tersebut:

        

       

           

     


Artinya: “Katakanlah: "Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara,
isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan,
perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang
kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari
berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan
keputusan-Nya". Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang
yang fasiq.” (Q.S. al-Taubah: 24).

Kejadian tersebut terus diingat Deedat, bahkan dijadikannya


sebagai salah satu sub-bab pembahasan dalam buku The Choice: Islam
and Christianity117 dengan judul “My Aborted Lecture” (ceramah yang
saya tinggalkan). Berkenaan dengan kejadian tersebut Deedat menyindir
majikannya dengan ucapan terima kasih atas kerja majikannya yang

116
Maulana Abdul Alim Shiddiq adalah seorang da’i dan duta besar Islam yang selalu
berkeliling keluar kota untuk berdakwah. Ketika ia mengunjungi Afrika Selatan pada tahun 1934
sebagai seorang da’i dan dosen keliling, Deedat pada saat itu masih berstatus sebagai pelajar. Lihat
Ahmed Deedat, Al-Qur’an Mukjizat Abadi yang Tak Tertandingi, terj. Imron Rosadi, (Jakarta:
Pustaka an-Naba, 2003), hal. 34-35.
117
Buku The Choice: Islam and Christianity telah diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia. Lihat Ahmed Deedat, The Choice: Dialog Islam-Kristen, terj. Setiawan Budi Utomo,
(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1999). Tema tersebut juga dimuat dalam Ahmed Deedat, al-Qur’an
the Miracle of Miracles, (Afrika Selatan: IPCI, 1991), hal. 27-28.

48
penakut menyampaikan kebenaran, sehingga ceramah yang ia
rencanakan, hafalkan, dan latih menjadi sia-sia. Menurut Deedat masih
banyak orang-orang muslim yang memiliki sikap seperti atasannya
tersebut yang takut menyampaikan kebenaran karena takut kehilangan
materi sebagaimana yang disebutkan ayat di atas. Sehingga menghalang-
halangi orang lain untuk menyampaikan kebenaran.118
Selain dakwahnya yang berlangsung di balai kota Durban, masih
sekitar tahun 1950-an, ceramahnya yang lain yang juga menarik
perhatian dunia adalah terjadi di Cape Town yang berhasil “menyedot”
audien sekitar 30.000 hingga 40.000 orang. Dakwah Deedat mampu
mengangkat moril penduduk lokal dan umat Islam Cape Town untuk
bangkit dari berbagai penindasan dan supremasi kulit putih (orang Barat).
Demikianlah dakwah Deedat yang bagaikan cahaya bagi orang lain,
penyemangat untuk bangkit dari keterpurukan dan penindasan. Bahkan
dapat dikatakan berbagai corak ceramahnya mengangkat moril bangsa
Afrika dan Asia untuk bangkit dari keterpurukan dan ketidakpercayaan
diri terhadap peradaban Barat yang menindas.119 Berikut kutipan
pendapat Deedat dalam ceramahnya:
“Tuhan (anggapan Tuhan orang Kristen) dimiliki dan dipajang di
dinding berjuta-juta orang. Dia mirip seorang bangsa Eropa yang
berambut pirang, mata biru, dan tampang yang rupawan, sebagaimana
yang pernah saya lihat dalam film ‘King of Kings’ atau ‘The Day of
Triumph’ atau ‘Yesus of Nazareth’. Ingat Jeffery Hunter? Pemeran Yesus
dalam film tersebut dari umat Kristen yang lebih mirip dengan seorang
berkebangsaan Jerman daripada seorang Yahudi dengan hidung
bengkok. Karenanya, jika seorang anak adalah berkulit putih, tentunya
ayahnya juga berkulit putih (Tuhan). Jadi bangsa-bangsa di dunia yang
berkulit lebih gelap, di dalam lubuk hatinya akan mempunyai perasaan
rendah diri yang terpatri dalam jiwanya sebagai anak-anak tiri Tuhan.
Betapapun banyaknya krim pemutih yang digunakan, bahkan meluruskan
rambut, tak akan mampu menghilangkan rasa rendah diri tersebut.”120

118
Ibid., hal. 28.
119
Fatima Asmal, “Warisan Dakwah Alm. Syeikh Deedat”, http://www.islam-
online.net/English/News/2005-08/09/article04.shtml (online), diakses 4 Oktober 2014.
120
Ahmed Deedat, Christ, hal. 30. Lihat juga Ahmed Deedat, What is His Name?, (Afrika
Selatan: IPCI, 1986), hal. 18-19.

49
Berdasarkan paparan tersebut, Deedat berusaha mengangkat moril
mereka dengan mengatakan Tuhan adalah sesuatu yang gaib. Tidaklah
Tuhan berkulit putih ataupun hitam. Dia (Tuhan) adalah dzat yang tidak
dapat dijangkau dengan akal pikiran manusia. Putuskan belenggu mental
mendambakan Tuhan, sebagaimana gambaran manusia kulit putih, maka
Anda akan memutuskan belenggu rasa rendah diri yang permanen.
Karena perbudakan itu memang sengaja dilestarikan, maka janganlah
memperbudak diri sendiri. Demikianlah ungkapan Deedat.121
Secara umum umat Kristen membedakan kelas dari warna kulit,
sehingga warga Kristen yang berkulit hitam menempati kelas kedua
dalam Kristen. Demikian pula bangsa Asia atau Afrika dapat dianggap
warga kelas dua dari bangsa Eropa. Kejadian serupa terjadi di Indonesia,
sebagaimana tayangan siraman rohani Kristen di salah satu stasiun
televisi swasta yang kerap menampilkan penginjil Kristen berasal dari
Barat, seperti John Hotman yang mendampingi Evelina Dea.122 Ini tidak
lain karena menurut Kristen kulit putih (Barat) lebih unggul dari Asia,
sehingga lebih menarik untuk menampilkan mereka sebagai penceramah.
b. Mendirikan organisasi dakwah: melembagakan dakwah (tahun 1957-
1976)
Seiring dengan semakin meningkatnya popularitas Deedat di dunia
dakwah dan banyaknya pertanyaan tentang Islam dari masyarakat umum
di Afrika Selatan, maka pada tahun 1957, Deedat bersama dengan dua
teman dekatnya, Golam Hosen Vanker dan Rasol berinisiatif untuk
mengembangkan sayap-sayap dakwah secara lebih luas dengan
mendirikan Islamic Propagation Center (IPC) di Durban, Afrika Selatan,
sebuah wadah pusat pengembangan dakwah agama Islam. Dari
organisasi inilah kemudian banyak mencetak dan mendistribusikan
karya-karya Ahmed Deedat, sekaligus organisasi pendidikan dan
pengimunan akidah bagi para muallaf.
121
Ibid
122
Sanihu Munir, Mereka Tidak Mengerti Perkataan Yesus (DVD: Yayasan Mitra Center
Kendari).

50
Selain IPC yang didirikannya sebagai pengembangan dakwah
Islam, tak beberapa lama di tahun 1958 seseorang yang bernama Haji
Kadwa menemuinya usai mengisi ceramah di masjid dan menawarkan
tanah untuk diwakafkan kepadanya seluas 75 hektar yang letaknya di
pantai selatan Natal. Tanah tersebut sengaja disumbangkan dalam rangka
pengembangan dan penyebaran agama Islam. Amanat tersebut tidak di
sia-siakan Ahmed Deedat, sesuai dengan impiannya dalam hidup yakni
membangun suatu institusi untuk mencetak para ilmuwan dan da’i Islam.
Segera setelah itu ia dan keluarganya berpindah ke pantai selatan Natal
untuk mendirikan intitusi yang diberi nama “As-Salam”. Institut As-
Salam adalah sekolah yang didedikasikan untuk mendidik (tarbiyah)
umat Islam tentang perbandingan agama, dan juga sekaligus mencetak
para mualim (ahli agama dan guru agama).123
Tahun 1973, institusi As-Salam memiliki kendala yang cukup
berarti dari segi finansial dan tenaga ahli. Hal ini membuat Syeikh
Ahmed Deedat berpikir ulang tentang tugasnya di As-Salam. Setelah
melalui pertimbangan yang matang selama 17 tahun mengabdi di As-
Salam, akhirnya ia meminta wakilnya untuk menggantikan tugasnya di
institusi tersebut. Hal ini mengingat bahwa Deedat ingin merealisasikan
impian seumur hidupnya yang lain, yakni fokus pada dakwah yang lebih
besar di IPC. Deedat merasa lega ketika meninggalkan As-Salam, karena
kesibukan di As-Salam membuatnya tidak fokus pada dakwah umat,
yakni dakwahnya pada level yang lebih luas.124
c. Memulai dakwah Internasional (tahun 1976-1980)
Setelah keluar dari As-Salam, tahun 1976 adalah kesempatan
perdana Ahmed Deedat untuk mengembangkan sayap-sayap dakwah
tidak hanya di Afrika Selatan saja. Ia dan temannya Ebrahim Jadwat
mengunjungi Riyadh dalam rangka konferensi Islam. Dalam kesempatan
tersebut rekannya Ebrahim Jadwal meminta kepada wartawan untuk

123
Fatima Asmal, “Arab News”.
124
Ibid

51
mewancarai Ahmed Deedat, namun para wartawan tersebut tertawa
dengan mengatakan: “That they had 50 or 60 of the greatest scholars
from all over the world, so why should they interview him?” (Bahwa
mereka mempunyai 50 atau 60 ulama besar dari seluruh dunia-- yang
bisa diwawancarai--, lalu kenapa mereka harus mewawancarainya
‘Ahmed Deedat’?). Ebrahim menjawab: “beri dia waktu dua menit saja
dari waktu Anda, saya yakin kamu akan menemukan sesuatu yang
menarik darinya (Ahmed Deedat).” Setelah itu Deedatpun diberi
kesempatan untuk untuk wawancara di televisi.
Sebagaimana ucapan Ebrahim, Ahmed Deedat memang menarik,
dengan pendekatannya yang menghibur (entertain), kepribadian yang
dinamis, pengetahuannya yang mendalam mengenai agama dan kaum
Kristen, serta ide-idenya yang unik, dan penguasaan tentang dunia Arab
yang sangat luas, membuatnya pada kesempatan wawancara tersebut
lebih dikenal dan satu langkah mewujudkan impiannya menjadi nyata.
Orang di luar Afrika Selatan kemudian mulai mengenalnya, begitupun
mengenal karya-karyanya. Kesempatan ini dimanfaatkan Deedat untuk
memperluas lahan dakwahnya. Dengan dakwah kristologinya yang khas
menjadikannya makin dikenal, terutama menginjak tahun 1980-an, di
mana karya-karyanya mulai di distribusikan ke luar Afrika Selatan.125
d. Tur dakwah Internasional: Mad’u Multi Religius (tahun 1981-1996)
Tahun 1980-an di saat ceramah dan karya Deedat semakin dikenal
dunia dengan corak dakwah kristologi yang melekat pada setiap kuliah
atau dakwahnya, menjadikannya semakin dikenal bukan hanya
dikalangan muslim saja, namun juga terkenal dikalangan misionaris
Kristen. Selanjutnya, dakwahnyapun diperluas, bukan hanya dikalangan
muslim saja, namun juga kepada umat Kristen, sehingga menarik para

125
“Ahmed Deedat: Penghafal 3 Perjanjian: Lama, Baru, dan Terakhir”,
http://bacaanmulia.wordpress.com/2014/01/03/ahmed-deedat-penghafal-3-perjanjian-lama-baru-
terakhir/ (online), diakses tanggal 10 Oktober 2014.

52
pendeta untuk berdebat dengannya.126 Pada tahun 1981, ia berdebat
dengan uskup Josh McDowell, di Durban, Afrika Selatan, dengan tema
“Was Christ Crucified?” (Apakah Yesus Disalib?).127
Ketenaran Deedat tersebut ternyata turut mempengaruhi wadah
dakwah yang menaunginya, yakni Islamic Propagation Center (IPC), di
mana ia sendiri yang bertindak sebagai presidennya. Oleh karena itu,
tahun 1982 IPC memperluas kegiatannya dan memindahkan kantornya
ke gedung yang lebih besar. Selanjutnya namanya-pun mengalami
perubahan, yang semula bernama Islamic Propagation Center (IPC),
kemudian berganti dengan nama yang dikenal saat ini yakni: Islamic
Propagation Center International (disingkat: IPCI).128
Sebagaimana diketahui Islamic Propagation Center (IPC) awalnya
hanya berupa organisasi lokal, kemudian berkembang menjadi organisasi
Internasional yang kita kenal dengan nama Islamic Propagation Centre
International (IPCI). Hal ini sesuai dengan harapan Deedat yang ingin
lebih banyak berbuat untuk pengembangan Islam dan turut serta dakwah
dalam level global sehingga mempengaruhi pandangan dunia, yakni
dengan pandangan Islam (Islamic worldview), terutama dalam
menghadapi abad ke-21. Dan sesuai dengan harapan Deedat IPCI hingga
hari ini tetap berkomitmen menjadikan pesan-pesan Islam didengar dan
dimengerti di segala zaman, sekaligus menjadikan umat Islam menjadi
berkah bagi umat manusia umumnya, demikianlah misi daripada IPCI.129
IPCI hingga saat ini masih menjadi salah satu organisasi dakwah
Internasional yang banyak memberikan pencerahan umat dengan

126
Faktor lainnya dikarenakan IPCI yang bergerak di bidang penyiaran dakwah Islamiyah
adalah suatu lembaga yang aktif dan produktif. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan apabila
lembaga tersebut mampu menarik perhatian masyarakat untuk berdiskusi, ditambah dengan faktor
IPCI memiliki anggota yang pakar dalam bidang keilmuan seperti jurnalisme dan informasi. Lihat
Ahmed Deedat, al-Qur’an the, hal. 38.
127
Kompilasi dari NSTP Research & Information Services, “Sunday Mile”, Newspaper,
(Kuala Lumpur: Malay Mail Sdn. Bhd., 18 September 2005), hal. 66.
128
David Westerlund, “Ahmed Deedat's Theology of Religion: Apologetics through
Polemics”, Journal of Religion in Africa, 33, (Maret, 2003), hal. 263–278.
129
“The IPCI Beyond Sheikh Ahmed Deedat”, http://www.ipci.org/about.htm (online),
diakses tanggal 6 Oktober 2014.

53
berbagai karya Ahmed Deedat di bidang kristologi. Walaupun IPCI
sempat mengalami kendala ketika Deedat jatuh sakit, sebagaimana
dikatakan oleh Sulaiman Vahed, salah satu rekan kerja Deedat di IPCI:
“akan sangat sulit mencari pengganti Ahmed Deedat, karena ia adalah
ikon IPCI itu sendiri”. Namun karena komitmen kuat yang dilandasi misi
mulia, maka IPCI segera bangkit dari keterpurukan, bahkan ketika
Ahmed Deedat meninggal (tahun 2005), IPCI tetap berkomitmen
meneruskan perjuangan dan cita-cita sang founding father, Syeikh
Ahmed Deedat. Bagi IPCI di tinggal oleh ikonnya sama halnya seperti
Islam ditinggal oleh Rasulullah, namun para sahabat Nabi dapat bangkit,
begitupun dengan semangat dan kerjasama yang baik di IPCI dari
anggota mampu membangkitkan kembali IPCI. Pengurus IPCI senantiasa
ingat pesan Deedat bahwa sepeninggalnya nanti, akan muncul para da’i
yang jauh lebih hebat darinya (Ahmed Deedat). Oleh karenanya, IPCI
tidak hanya memfokuskan hanya mencetak satu orang penerus Deedat,
namun akan menciptakan banyak penerus Deedat lainnya, yang akan
mampu mengemban amanat dakwah di muka bumi ini. Selain itu, IPCI
juga memanfaatkan berbagai karya Ahmed Deedat untuk disebarluaskan
sebagai rujukan dakwah dan membentengi umat dari kristenisasi.130
Sempat pada tahun 1984, Deedat mengajak Paus Yohanes Paulus II
untuk dialog terbuka di markasnya Vatikan-Roma. Namun sang Paus
menolak dialog tersebut. Alasan Deedat mengajak Paus berdialog karena
dua hal. Pertama, konspirasi Paus yang ingin mengajak dialog kaum
muslim, padahal kemudian diketahui bahwa itu bukan ajakan dialog,
melainkan ajakan menjadi Katolik. Kedua, tulisan Paus dalam bukunya
yang berisi tentang keraguan terhadap kenabian Muhammad. Dua alasan
itu yang mendasari Deedat untuk mengajak dialog dalam dalam rangka
membuka kebenaran. Namun tantangan tersebut tidak pernah dijawab

130
Ibid

54
Paus hingga Deedat pada Januari 1985 membuat Pamflet dengan judul
“Paus Bermain Petak Umpet dengan Muslim”.131
Setelah itu pada bulan Juli tahun 1985, saat Deedat berusia 67
tahun, ia ditantang berdebat oleh Prof. Floyd E. Clark, seorang misionaris
Amerika. Perdebatan itu dilaksanakan di Royal Albert Hall, London, dan
disaksikan oleh banyak audien dari berbagai ras dan agama yang
berbeda. Adapaun tema debat yakni “Was Christ Crucified?” (Apakah
Yesus Disalib?). Perdebatan tersebut menarik turis muslim diseluruh
dunia. Kesuksesan Ahmed Deedat perdebatan tersebut membuatnya
makin dikenal dunia. Segera setelah ketenaran dan kesuksesan yang
diperolehnya, Deedat menjalani tur dakwah dalam rangka debat dan
diskusi dengan beberapa misionaris terkenal di dunia, baik di benua
Eropa, Asia, Afrika, Amerika, maupun Australia.132
Pada 15 Desember 1985, beberapa bulan setelah debat Syeikh
dengan Prof. Floyd E. Clark. Di Royal Albert Hall, London, kembali
diadakan debat antara Ahmed Deedat dengan Dr. Anis Shorrosh dengan
tema “Is Jesus God? (Apakah Yesus Tuhan?)”. Awal tahun 1986,
tepatnya 9 Maret 1986, dapat dikatakan menjadi puncak karir Ahmed
Deedat di dunia dakwah. Hal ini ditandai dengan perolehan Deedat atas
suatu penghargaan dari “King Faisal International Award”. Suatu
penghargaan prestisius dari raja Arab Saudi atas kerjanya di dunia
dakwah. Penghargaan tersebut didapatkannya dari Raja Abdullah,
penjaga dua masjid suci di Makkah dan Madinah. Beberapa hal yang
dijadikan pertimbangan atas penghargaan kepada Deedat tersebut, yakni:
1. Keseriusannya berpartisipasi (mengambil bagian) dalam banyak
konferensi Islam.
2. Memberikan banyak ceramah dan kuliah di berbagai negeri Islam.

131
Lihat Ahmed Deedat, “Pope And Dialogue”, (DVD: Video Debat dan Presentasi Ahmed
Deedat), www.DebatIslam.com.
132
“Life of Ahmed Deedat”, http://www.ipci.org/welcome.htm (online), diakses tanggal 4
Oktober 2014.

55
3. Argumentasinya terhadap lawan Islam dan berdebat dengan mereka
dalam pertemuan terbuka.
4. Pendiri As-Salam, sebuah institusi dalam meningkatkan kemampuan
para pelajar dan mualim (da’i, ahli agama, guru agama), dan sekaligus
melatih mereka dalam rangka mengemban tugas dakwah Islam.
5. Berbagai tulisannya yang banyak, baik berupa pamflet maupun buku-
buku yang telah dipublikasikan dalam rangka pengembangan dakwah
dan menghadang aktivitas misionaris Kristen, di samping itu untuk
menerangi prinsip keimanan muslim dan aturan agama Islam.133
Deedat merasa bangga karena kerjanya di dunia dakwah dihargai
dan mendapat apresiasi yang luar biasa. Bahkan mantan presiden Afrika
Selatan, Nelson Mandela secara pribadi meneleponnya yang kebetulan
saat itu berada di Arab Saudi untuk mengucapkan selamat kepada Deedat
yang telah menjadi ikon internasional dalam dunia Islam. Penghargaan
tersebut merupakan penghargaan prestisius yang pertama kali di dapat
oleh seseorang yang berkebangsaan Afrika Selatan. Kebanggan Deedat
selanjutnya yakni ketika ia diberitahu bahwa ia menerima penghargaan
tersebut tidak sendiri, bersama dengannya juga memperoleh penghargaan
seorang filsuf Perancis, Dr. Roger Gharoudi. Deedat merasa bahwa
penghargaan tersebut adil karena tidak membedakan gelar kesarjanaan
internasional, sebagaimana yang didapat Dr. Roger Gharoudi dengan
dirinya yang hanya seorang aktivis internasional.134
Prestasi yang diperoleh Deedat tersebut bukan akhir dari aktivitas
dakwahnya. Karena selang beberapa bulan dari penghargaan tersebut,
yakni November 1986, ia kembali mengadakan debat publik dan
dianggap sebagai debat terbesar sepanjang masa dengan seorang pendeta

133
Lihat foto copy dari sertifikat King Faisal Award yang ada di setiap awal halaman buku
The Choice: Islam and Christianity, yang ditanda tangani oleh Khalid Al-Faisal bin Abdul Aziz
sebagai kepala Komite Award (penghargaan).
134
Tahun 2012 Ahmed Deedat kembali menerima penghargaan sepanjang masa atau 'life
time achievement. Penghargaan tersebut diperoleh dari sebuah forum studi sosial Internasional
(Forum Social Studies an Islamic Organization) yang berbasis di Arab Saudi. Lihat
http://www.ipci.co.za/about/ahmed-deedat/ (online), diakses tanggal 6 Oktober 2014.

56
yang sangat terkenal kiprahnya di level internasional, yaitu Televangelis
Jimmy Swaggart. Perdebatan tersebut berlangsung di kampung halaman
Swaggart, di Baton Rouge, Louisiana, tepatnya di University of
Louisiana yang dihadiri audien kurang lebih 8.000 orang. Adapun tema
debat terbesar tersebut yakni “Is the Bibel God’s Word?” (Apakah Bibel
Firman Tuhan?).135 Selanjutnya, pada 16 November 1986 Ahmed Deedat
melakukan debat berhadapan dengan Dr. Robert Douglas, PhD., seorang
ahli filsafat agama dengan tema “Crucifixion Fact or Fiction?”
(Penyaliban Fakta atau Fiksi?). Perdebatan ini berlangsung di Universitas
Kansas.136
Perdebatan selanjutnya diselenggarakan di Birmingham, Inggris,
pada tanggal 7 Agustus 1988. Debat ini kembali mempertemukan Deedat
dengan Dr. Anis Shorrosh. Adapun tema debatnya berjudul “Qur’an or
the Bibel which is God’s Word?” (Qur’an atau Bibel yang Mana Firman
Tuhan?). Beberapa debat publik yang terkenal selanjutnya terjadi pada
bulan Oktober dan November 1991, di Skandinavia, tepatnya di
Stockholm, Swedia, antara Ahmed Deedat dengan Pastor Stanley
Sjoberg. Debat tersebut diadakan selama dua malam berturut-turut.
Pertama, dengan tema “Is the Bibel the True Word of God?” (Apakah
Bibel Benar Firman Tuhan?) sementara yang kedua, dengan tema “Is
Jesus God?” (Apakah Yesus Tuhan?). Kemudian Deedat melanjutkan tur
dakwah Kristologinya ke Denmark. Di sana ia berdebat dengan Pendeta
Eric Bock di Kopenhagen. Dengan tema “Is Jesus God?” (Apakah Yesus
Tuhan?).137
Demikianlah beberapa debat publik penting yang dilakukan Deedat
di samping debat dan kuliah lainnya dalam tur dakwah kristologi.
Baginya pesan Islam merupakan sesuatu yang universal, di mana ajaran

135
Ahmed Deedat dan Jimmy Swaggart, “Is the Bible God’s Word?”, (DVD: Video Debat
dan Presentasi Ahmed Deedat), www.DebatIslam.com.
136
“Ahmed Deedat Full lectures collection from truthway.tv”, http://english.truthway.tv/
(online), diakses tanggal 6 Oktober 2014.
137
Ibid

57
al-Qur’an sendiri mengajarkan untuk berdialog, baik sesama muslim
maupun terhadap ahlu kitab (Nashrani dan Yahudi). Adapun perjalanan
dakwah kristologi Internasionalnya yang terakhir terjadi di Sydney,
Australia, pada tanggal 6 April 1996 bertepatan dengan Jum’at Agung
(hari raya Paskah). Deedat memberikan sebuah ceramah kepada
masyarakat di Sydney dengan tema “Easter: a Muslim Viewpoint”
(Paskah: Sebuah Sudut Pandang Muslim). Selang beberapa bulan setelah
kepulangannya dari Australia kembali ke Durban, Afrika Selatan,
tepatnya 3 Mei 1996 Deedat mengalami stroke yang menyebabkannya
lumpuh dari leher ke bawah. Hal ini menyebabkan ia tidak mampu
berbicara dan menelan. Berbagai upaya medis dilakukan untuk
penyembuhannya, termasuk membawanya ke Arab Saudi atas
permintaan keluarga kerajaan Saudi. Karena begitu parah, maka Deedat
menerima perawatan khusus di rumah sakit Raja Faisal, Riyadh. Di sana
ia diajarkan untuk berkomunikasi dengan mengkordinasikan gerakan
mata dengan bagan abjad yang ia hafal. Kelumpuhan tersebut
membuatnya hanya bisa berbaring hampir satu dekade, hingga ia wafat
pada 8 Agustus 2005 dalam usia 87 tahun.138

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemikiran Dakwah Ahmed Deedat


1. Situasi Religio Politik
Ada hubungan dialektis antara perilaku dan karya seseorang dengan
realitas sejarahnya, meskipun tidak sepenuhnya demikian. Berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan beberapa hal terkait dengan hal-hal yang
mempengaruhi pemikiran Ahmed Deedat. Perkembangan pemikiran dakwah
Ahmed Deedat dimulai dari pengalaman hidupnya di India dalam keadaan
keluarga yang miskin ditambah dengan kondisi hidupnya yang tidak jauh
berbeda saat di Afrika Selatan sedikit banyaknya berpengaruh dalam
pemikiran-pemikirannya. Sebelum Deedat mulai gencar berdakwah, sejarah

138
IPCI, http://www.ipci.co.za/about/ahmed-deedat/ (online), diakses tanggal 6 Oktober
2014.

58
panjang mencatat bahwa Afrika Selatan adalah wilayah yang dimasuki
Islam dengan cara yang unik, yakni bukan berasal dari wilayah asalnya di
Timur Tengah saja, namun kental nuansa Nusantara.
Kontak mengenai Islam dan Afrika, tepatnya Afrika Utara telah lama
terjadi, bahkan semenjak zaman Rasulullah saw. di saat beberapa
sahabatnya hijrah ke Habsy (sekarang Ethiophia) dan di sana mereka
diterima dengan baik dari masyarakat maupun penguasa yakni raja Najasyi
atau Negus.139 Kemudian kontak Islam-Afrika ini berlanjut pada masa
Umar, Utsman, hingga Abbasiyah, di mana sebelum Islam menyebrang ke
Spanyol melewati Afrika terlebih dahulu.140
Mengenai Islam masuk ke Afrika Selatan ada beberapa pendapat yang
saling menguatkan antara satu dengan yang lainnya. Pertama, berdasarkan
penelitian Dr. A. Davids seorang sejarawan Afrika Selatan menyatakan
bahwa orang Islam pertama di Afrika Selatan berasal dari kepulauan
Maluku, Indonesia, yakni kaum Mardyker yang didatangkan oleh VOC pada
tahun 1658 sebagai pasukan pengaman dari penjagaan terhadap serbuan
penduduk setempat sekaligus dimanfaatkan sebagai buruh kerja paksa.
Beberapa tahun kemudian, yakni 1667 tiba di Afrika Selatan sekelompok
umat muslim yang berasal dari Sumatera. Kebanyakan mereka ini menganut
tareqat syeikh Qadiriyyah dan beberapa diantaranya kemudian
mengembangkan komunitas sosial di daerah Constantia, sebuah wilayah
pinggiran kota Cape Town yang pada waktu itu masih berupa hutan.
Kejadian tersebut dikonfirmasi dengan adanya makam-makam Islam di
daerah tersebut yang dikeramatkan.141

139
Dalam catatan sejarah, Rasulullah pernah mengirimkan beberapa surat sebagai ajakan
dakwah kepada beberapa raja dan kaisar, salah satunyanya adalah kepada raja Najasyi. Surat
tersebut diterima dengan tangan terbuka oleh Raja Najasy dengan menyatakan dirinya masuk
Islam. Lihat Ahmed Deedat, The, vol. 1, hal. 152.
140
M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: Bagaskara,
2012), hal. 184.
141
Dick Van Der Meij, “Naskah Keturunan Masyarakat Indonesia di Afrika Selatan”,
dalam Center for the Study of Religion and Culture, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta,
http://www.csrc.or.id/resensi/index.php?detail=20081117005743; lihat juga Ahmad Rahman dan
Syahrial, Katalog Naskah: Koleksi Masyarakat Keturunan Indonesia di Afrika Selatan, (Jakarta:
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indoensia, 2008).

59
Kedua, pendapat yang menyatakan bahwa menjelang akhir abad ke
tujuh belas, Dutch Cape Colony yang berperan sebagai wadah kekuatan bagi
nasionalis, pemberontak-pemberontak yang berasal dari Jawa, Sumatera,
dan daerah lainnya di Indonesia, yang mayoritas dari mereka adalah
beragama Islam. Banyak dari mereka akibat desakan politik melarikan diri
ke Afrika Selatan. Salah satunya yakni Syeikh Yusuf yang berasal dari
Makkasar yang meninggal di Cape Town pada tahun 1699. Kuburannya
menjadi tempat yang dikeramatkan oleh muslim setempat yang terletak di
Sandvliet di dekat Cape Town.142
Ketiga, orang-orang muslim yang berasal dari India datang ke Afrika
Selatan pada akhir abad ke-19 dan kemudian mereka menyebarkan agama
Islam ke seluruh penjuru negeri.143 Mengenai pendapat tersebut
kemungkinan terjadinya kesamaan proses yang terjadi di India dan
bagaimana penyebaran Islam di Afrika. Richard M. Eaton mengadakan studi
penelitian tentang konversi Islam di India yang terjadi secara massal di
daerah pesisir. Beberapa teori yang coba dimunculkan sebelumnya tentang
penyebaran Islam di India, yakni: Pertama, teori agama pedang. Teori ini
menurut Peter Hardy yakni terdapat pemaksaan konversi muslim India
dengan pedang dilehernya. Namun teori ini, dibantah Eaton karena secara
geografis konversi justru terjadi lebih banyak di daerah pesisir, yakni
bukanlah daerah kekuasaan Islam yang sejak lama dikuasai militer muslim,
sebagaimana wilayah Asia Selatan.144 Kedua, teori patronase politik, yakni
suatu anggapan bahwa orang India pada masa pertengahan melakukan
konversi dengan tujuan menerima beberapa kebaikan hati dari penguasa,
seperti bebas dari pajak, promosi jabatan, dan lain-lain. Meskipun teori ini
menurut Eaton relatif dapat digunakan untuk melihat insiden Islamisasi di
pusat kekuasaan politik India, namun teori ini gagal menjelaskan mengapa

142
Murdiah Winarti, Diklat Mata Kuliah Sejarah Afrika, (Bandung: Jurusan Pendidikan
Sejarah, Universitas Pendidikan Indonesia, 2009).
143
Ibid
144
Richard M. Eaton, “Pendekatan Terhadap Studi Konversi Islam di India”, dalam Richard
C. Martin (Ed.), Pendekatan Kajian Islam dalam Studi Agama, terj. Zakiyuddin Baidhawy,
(Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2001), hal. 148-149.

60
konversi massal lebih banyak terjadi di wilayah pesisir.145 Ketiga, teori
agama pembebasan sosial. Teori ini menyatakan bahwa sistem kasta Hindu
adalah bentuk diskriminasi organisasi sosial. Diharapkan dengan melakukan
konversi Islam secara massal, mereka dapat menghindari penindasan kelas
Brahmana. Terhadap teori ini Eaton juga kurang setuju, karena bisa jadi
pengaruh agama pembebasan sosial bukan berasal dari Islam saja,
melainkan dari teori-teori Barat, seperti tulisan Rousseau atau Jefferson
yang sebelumnya telah diketahui masyarakat India yang terpelajar.146
Sebagai pembacaan yang lain, Eaton kemudian menawarkan dua teori
yang saling mengisi dalam melihat konversi massal yang terjadi di daerah
pesisir India tersebut, yakni teori pertambahan (accretion) dan teori
pembentukan kembali (reform). Teori pertambahan secara identik dapat
dilihat dalam praktek ritual keagamaan dengan menambahkan perangkat
dewa baru, seperti Allah, khidr, atau kawanan jin, namun tanpa
meninggalkan tradisi kosmologi yang lama dalam agama Hindu, dalam hal
ini penaklukan meninggalkan semacam tradisi kesadaran Islam namun
dalam bentuk lama, yakni penambahan. Teori pembentukan kembali
sebaliknya menanggalkan kosmologi yang lama seutuhnya, dengan reform
dalam bentuk Islam yang murni, yang sudah meninggalkan aspek akulturasi
yang berkaitan dengan agama lama, Hindu. Gerakan pembentukan kembali
dipelopori oleh mereka yang pulang dari Mekkah. Mereka menyadari atas
keuniversalan ajaran Islam yang bertentangan dengan idiom-idiom lokal dan
sangat partikular.147 Dalam kerangka sejarah agama-agama, Max Weber
menyebutnya sebagai proses rasionalisasi agama, yakni penyerapan wujud
yang kecil oleh sesuatu yang universal, yakni Tuhan yang Maha Agung.148
Lebih lanjut Eaton mengatakan bahwa dalam proses pembentukan kembali
(reform), Islam adalah variabel bebas karena ia dapat dan menjadi sebab

145
Ibid., hal. 150-151.
146
Ibid., hal. 151-152.
147
Ibid., hal. 152-166.
148
Max Weber, The Sociology of Religion, terj. Ephraim Fischoff, (Boston: Beacon Press,
1963), hal. 22.

61
perubahan dalam realitas sosial dan politik, di mana dapat dilihat bahwa
proses konversi sebagai tetap melibatkan interaksi dinamis antara agama
dan masyarakat atau dalam istilah Emil Durkheim bahwa agama adalah
refleksi tatanan sosial.149
Bila pendapat Eaton di atas benar tentang konversi agama yang terjadi
di pesisir India, bukan tidak mungkin masyarakat pesisir yang banyak
berpindah ke Afrika Selatan memiliki flatform yang sama dalam membawa
misi kepada aspek tatanan sosial, sehingga wajar bila kemudian ketika
memasuki abad ke-20 di saat perpolitikan apartheid mulai menguasai Afrika
Selatan, masyarakat Islam Afrika Selatan, yang salah satunya berasal dari
India, terlibat dalam usaha pembebasan dari perpolitikan tersebut untuk
mencari format baru menuju Afrika Selatan yang bebas rasialis,
sebagaimana pengaruh agama Islam juga memiliki format ajaran yang
demikian.150 Hal-hal yang demikian tentunya menyuburkan aspek dakwah
bila tujuannya adalah tatanan sosial sebagaimana dakwah Ahmed Deedat
yang berasal dari India di abad 20 dengan ciri anti rasialis dan kesetaraan.
Selain itu, permasalahan politik pada tahun 1927 ketika Deedat pindah
ke Afrika Selatan memang dalam kondisi kacau, di mana dominasi yang
paling kental yakni terjadinya politik Apartheid.151 Politik apartheid
dirancang oleh Hendrik Verwoed yang secara politik ingin memisah tiap
golongan untuk berkembang masing-masing, namun perkembangan tersebut
lambat laun menjadi semacam monopoli ras kulit putih (Eropa) di Afrika
Selatan, di mana mereka menguasai sektor-sektor penting, bahkan penduduk

149
Richard M. Eaton, “Pendekatan”, hal. 166-168.
150
Mervyn Hiskett, The Course of Islam in Afrika, (Great Britain: Edinburgh University
Press, 1994), hal. 174-175.
151
Apartheid yakni suatu kebijakan diskriminasi rasial yang menganggap ras etnik sendiri
lebih unggul dari ras bangsa lain. B.N. Marbun, Kamus Politik, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
2005), hal. 33. Kebijakan politik diskriminasi warna kulit yang diterapkan (dahulu) oleh negara
Afrika Selatan antara keturunan dari Eropa (kulit putih) terhadap penduduk kulit berwarna: dahulu
politik -- Afrika Selatan mendapat kritikan dari berbagai negara. Lihat Pius Abdillah P, Kamus
Ilmiah Populer Lengkap, (Surabaya: Arkola, t.th), hal. 37. Secara resmi kebijakan tersebut
diterapkan di Afrika Selatan berdasarkan undang-undang yang memang dirancang untuk
mempertahankan superioritas penduduk kulit putih yang minoritas (20%) terhadap penduduk lokal
yang berkulit hitam (70%). Politik tersebut diakhiri secara resmi pada tahun 1994 berkat berbagai
perjuangan rakyat Afrika Selatan.

62
asli yang mayoritas jumlahnya (80%) berkulit hitam semakin terasing dan
disingkirkan dan terjadi kelas-kelas perbudakan.
Politik Apartheid secara resmi diberlakukan pada tahun 1948 ketika
partai Nasional (partai ras kulit putih) yang dipimpin oleh Daniel Francois
Malan memenangkan pemilu dengan program utama politik Apartheid.152
Namun, benih-benih politik Apartheid sendiri telah dimulai ketika Hendrik
Verwoed menjadi presiden pertama tahun 1910 pada republik Uni Afrika
Selatan. Beberapa identifikasi dari penerapannya pada tahun-tahun berikut:
a. Undang-undang pertanahan pribumi tahun 1913 (Native Land Act)
membuat aturan melarang ras kulit hitam membeli tanah di luar daerah
yang sudah disediakan bagi mereka.
b. Undang-undang Imoraitas tahun 1927 membuat regulasi dengan tujuan
larangan perkawinan campuran antara kulit putih dengan kulit hitam atau
kulit berwarna lainnya.153
Sepanjang tahun 1910-1993 pembatasan hak-hak ras kulit hitam baik
dalam politik, ekonomi, sosial, dan lain-lain dengan silih bergantinya
pemimpin kulit putih di Afrika Selatan memunculkan berbagai pergerakan-
pergerakan penentangan dari berbagai organisasi masyarakat, termasuk
Ahmed Deedat yang sejak 1940 telah terjun di dunia dakwah. Tidak jarang
dakwahnya dibarengi dengan pencerahan-pencerahan penyemangat bagi
rakyat Afrika Selatan untuk bangkit dan memikirkan bahwa Tuhan tidak
memilih keunggulan melalui ras tertentu saja, melainkan baktinya
dihadapan Tuhan. Ceramah Ahmed Deedat yang memotivasi tersebut
mendapatkan simpati dari berbagai kalangan di Afrika, termasuk Nelson
Mandela, presiden dan tokoh utama pergerakan African National Congress
(ANC) yang sejak berdirinya tahun 1912 telah menentang politik Apartheid.

152
Partai Nasional menyusun sebuah teori yang intisarinya sebagai berikut “…setiap ras
mempunyai panggilan tertentu dan harus memberikan sumbangan budaya kepada dunia, dan oleh
sebab itu ras-ras harus dipisah satu sama lain, agar dapat hidup dan berkembang sesuai dengan
kepribadian dan kebudayaannya masing-masing…”. Lihat Kirdi Dipoyudo, Keadilan Sosial,
(Jakarta: Rajawali, 1985), hal. 74
153
Darsiti Soeratman, Sejarah Afrika Zaman Imperialisme Modern Jilid II, (Yogyakarta:
UGM, 1974), hal. 179.

63
Beberapa peristiwa tersebut banyak mempengaruhi jalan pemikiran dan
sikap keagamaan Ahmed Deedat. Banyak karya lahir dengan tema-tema
yang kental dengan nuansa zamannya tersebut.
2. Hubungan Islam-Kristen
Hubungan antara Kristen dan Islam di Afrika Selatan merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi pemikiran dakwah Ahmed Deedat. Politik
Apartheid yang menempatkan imperium ras kulit putih menempatkan
penyebaran Kristen terhadap ras kulit hitam dan campuran/ras warna
(seperti penduduk yang berasal dari Asia). Nuansa “trilogi imprealisme”
antara Gold, Golden, selalu diikuti oleh Gospel (penyebaran agama). Narasi
persinggungan hubungan tersebut sangat kental, termasuk kekuasaan agama
Kristen atas Islam di Afrika Selatan. Semboyan 3G yakni gold, glory, dan
gospel terus menjadi pegangan. Kemenangan menguasai wilayah (the glory)
oleh ras kulit putih, mengeruk kekayaan alam sebesar-besarnya (the gold),
dan penyebaran agama Kristen di seluruh tanah jajahan (the gospel)
merupakan prinsip yang tak pernah ditinggalkan. Semua itu bisa diraih
Barat (ras kulit putih) melalui penjajahan secara langsung (kekuatan militer)
maupun tidak langsung. Pendudukan secara tidak langsung menggunakan
tangan Multi National Corporation (MNC). Timbulnya gejala-gejala
diskriminasi ras oleh orang-orang Belanda dari kaum Kristen Kalvanis yang
pertama datang ke Afrika Selatan telah memandang penduduk pribumi kulit
hitam dengan pandangan yang rendah. Penduduk pribumi dianggap sebagai
bangsa yang biadab, primitif dan dianggap sebagai keturunan putra-putra
Ham (anak kedua Nabi Nuh) yang dikutuk oleh Tuhan untuk jadi budak.
Pandangan itu yang menyebabkan terjadinya perbudakan atas bangsa kulit
hitam oleh penduduk kulit putih.154

154
Mervyn Hiskett, The, hal. 174-175. Pertemuan Islam dan Kristen sepanjang sejarah
memang tidak bisa dilepaskan dengan beberapa faktor konflik, gesekan yang terjadi lebih di
dominasi oleh faktor keduanya merupakan agama misi yang sama-sama mencari pengikut. Nuansa
penjajahan yang dilakukan oleh penyebaran Kristen merupakan suatu strategi menancapkan nilai-
nilai Kristen pada daerah yang dikuasai. Termasuk pada awal tahun 1907-an seorang misionaris
Kristen terkenal Samuel M. Zwemmer dalam bukunya “A Challenge to Faith” menyatakan dalam
buku tersebut bahwa bukunya merupakan resep untuk menaklukan dunia Islam berkaitan dengan

64
Bersamaan dengan hal tersebut pengalaman pada tahun 1934, saat
pertemuan Deedat dengan siswa misionaris Adam sangat berpengaruh
dalam dirinya. Pertemuan ini menimbulkan kesan yang mendalam karena
ejekan-ejekan siswa tersebut terhadap Islam. Usaha untuk menghadang arus
Kristenisasi yang meremehkan Islam menjadi niatan besar dalam dirinya.
Motivasinya bertambah ketika tahun 1936 mempelajari ilmu logika dan
manajemen.155 Berkat ilmu ini ia mampu memetakan berbagai permasalahan
dengan sangat sistematis, singkat, dan padat sebagaimana karyanya yang
kebanyakan tidak lebih dari 100 halaman, namun memiliki muatan isi yang
sangat komprehensif. Faktor yang tak kalah penting yakni penemuaan buku
kristologi iẓhȃr al-haqq (the truth of revealed) tulisan Syeikh Rahmatullah
Al-Hindi sewaktu bekerja di Pakistan (tahun 1949-1952). Buku tersebut
membahas bagaimana menyikapi hubungan Kristen-Islam yang terjadi di
India oleh penjajah Inggris dalam upaya menancapkan gold, glory, dan
gospel. Pengaruh-pengaruh dalam debat terbuka yang dilakukan oleh Syeikh
Rahmatullah Al-Hindi diadobsi Deedat dengan tur dakwah menantang para
pendeta Kristen terkenal dalam upaya membuka kebenaran.156
Berbagai gambaran faktor religio-politik saat Ahmed Deedat hidup
sebagaimana tergambar di atas sangat berpengaruh terhadap berbagai karya
dan orisinalitas dakwah yang diusungnya. Hal ini dapat dilihat pada

kajian tentang kebutuhan dan kesempatan pengikut Muhammad dari sudut pandang Kristen.
Rujukan-rujukan kebencian sengaja ditanam dikarenakan phobia terhadap kebangkitan Islam
kembali. Lihat Samuel M. Zwemmer, Islam: A Challenge to Faith, (London: Darf Publisher
Limited, 1985), hal. 91.
155
Herry Mohammad dkk, Tokoh, hal. 179.
156
Usaha pendekatan Rahmatullah Al-Hindi dalam mencegah pengaruh Kristen adalah
bukan dengan mengutip ayat al-Qur’an saja, melainkan dengan mengemukakan perubahan pada
ayat-ayat Bibel, sejarah Kristen, dan perbedaan penerjemahan dalam Bibel. Ia juga menulis
pamflet untuk membantah pendapat Carl Pfander (seorang misionaris asal Basel) dan menantang
debat publik, yang dilakukan di Agra pada tahun 1854. Usaha-usaha Syeikh Rahmatullah tersebut
banyak menginspirasi Deedat dalam perjalanan karir dakwahnya. Lihat Brian Larkin, “Ahmed
Deedat and the Form of Islamic Evangelism”, dalam Social Text 96, Vol. 26, No. 3, (Duke
University Press, 2008), hal. 120. Menurut Scantlebury, Deedat mengadopsi pendekatan
Rahmatullah Alhindi atau Kairanvi menggunakan pendekatan polemik yang bisa menjadi
mekanisme pertahanan diri ketika suatu grub (agama) terancam dengan kemajuan agama lainnya.
Lihat Anne Louise Dickon, Da’wah to Non-Muslim in Indonesia Civil Society Case Studies from
East Java, “Tesis”, (Australia: Departement of Indonesian Studies, The University of Sydney,
2008), hal. 42.

65
berbagai karya serta orisinalitas pemikiran dakwahnya yang
membedakannya dari sosok ulama lainnya.

C. Berbagai Karya Ahmed Deedat


Deedat selain dikenal sebagai aktivis dakwah Internasional, ia juga
merupakan seorang penulis buku perbandingan agama yang produktif,
khususnya buku-buku kristologi. Dunia semakin mengenalnya bersamaan
dengan karya-karyanya yang khas. Buku-buku hasil karyanya sebagian besar
ditulis berdasarkan kenyataan yang ia alami dalam perjalanan dakwahnya dan
kehidupannya. Menurut pengakuan Deedat ketika diwawancarai pada harian
Asy Syarqul Ausath, Arab Saudi, ia mengatakan mulai menyusun sebuah buku
kecil pada tahun 1940-an jauh sebelum Islamic Propagation Center (IPC)
terbentuk, yang merupakan pusat percetakan buku-bukunya saat ini. Buku yang
ditulisnya tersebut berjudul “Muhammad in the Old Testament and New
Testament” (Muhammad dalam Perjanjian Lama dan Baru). Buku tersebut
kemudian tersebar luas ke seluruh dunia dan dibeli oleh berbagai lapisan
penganut agama-agama.157
IPC yang terbentuk pada tahun 1957-an selain sebagai organisasi
pengembangan dakwah Islam juga memiliki dua fungsi utama, yakni pusat
percetakan berbagai macam buku-buku agama sekaligus mengorganisir dan
memberikan bimbingan atau pengajaran bagi para mualaf. IPC yang kemudian
berganti nama menjadi IPCI banyak menerbitkan karya-karya Ahmed Deedat.
IPCI menerbitkan ratusan pamplet dan lebih dari 20 buku karya Ahmed Deedat
yang beroplah jutaan copy yang didistribusikan secara gratis ke seluruh dunia.
Berbagai karya Ahmed Deedat tersebut, baik berupa buku maupun pamflet
juga telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dunia, seperti: Rusia,

157
Harian “Asy Syarqul Ausath”, Saudi Arabia, dalam Ahmed Deedat, Injil, hal. 58.

66
Perancis, Belanda, Norwegia, Arab, Urdu, Bangladesh, Bengali, Zulu, Afrika,
Cina, Jepang, Indonesia, Malaysia, dan bahasa-bahasa lainnya.158
Karya-karya Ahmed Deedat mulai didistribusikan secara resmi ketika ia
mulai dikenal dunia. Nuansa karyanya banyak diwarnai dengan corak
perbandingan agama. Di tahun 1976, ia menulis beberapa buku dengan judul:
What the Bibel Says About Muhammad (pbuh)? (terbit: Mei 1976). Buku
tersebut mengkaji tentang berbagai ramalan tentang kedatangan nabi
Muhammad saw. dan ciri-cirinya dalam Bibel. What was the Sign of Jonah?
(terbit: Juli 1976). Buku ini mengkaji tentang mukjizat nabi Jonah atau Yunus
yang menurut Isa as. atau Yesus, mukjizat tersebut sama seperti
kemukjizatannya juga.
Bulan November tahun 1977 terbit buku dengan judul Who Moved the
Stone?. Buku ini berbicara tentang analisa siapa yang memindahkan batu di
atas kuburan Yesus. Selanjutnya, Januari 1978 terbit karyanya yang berjudul
Resurrection or Resuscitation?. Buku ini berbicara tentang kebangkitan Yesus
hanya prasangka saja, karena Yesus tidaklah mati.
Memasuki tahun 1980-an bersamaan dengan tur dakwah kristologinya di
berbagai negara, terbit pula beberapa karyanya yang lain, yakni: pada bulan
Maret 1980, Is the Bibel God’s Word? Karyanya tersebut berbicara tentang
analisa isi Bibel, mulai dari penulis kitab, isi, hingga kejadian-kejadian yang
ada dalam Bibel. Kesimpulannya dalam buku tersebut Deedat menyatakan
bahwa Bibel sudah tidak murni lagi sebagai firman Tuhan, sehingga gugur
statusnya sebagai firman Tuhan. Pada Desember 1981, terbit karyanya yang
lain berjudul What is His Name?. Dalam karyanya tersebut Deedat melalui
studi komparatif literatur mencoba menerangkan siapa nama sebenarnya
Tuhan, dan bagaimana cri-ciri Tuhan yang sebenarnya. Penelitian tersebut
bersumber dari berbagai agama, termasuk dari 3 agama semitik: Islam, Kristen,
dan Yahudi. Konklusinya, Deedat memaparkan bahwa nama Tuhan adalah
Allah. Pada Agustus, 1983, karyanya yang berjudul Christ in Islam diterbitkan.
158
M.M. Ali, “Shaikh Ahmed Deedat (1918-2005)”, Scholarly Journals: The Washington
Report on Middle East Affairs, (Washinton: American Educational Trust, November, 2005), hal.
37.

67
Sebuah kajian tentang Yesus Kristus dalam sudut pandang Islam dan
bagaimana umat Islam memuliakan Yesus. Selanjutnya, pada Maret 1984,
sebuah buku yang berjudul Crucifixion or Crucifiction? dalam upaya
memberikan argumentasi yang berbeda dalam perspektif Kristen tentang proses
penyaliban Yesus dan akhir kehidupan Yesus apakah mati di tiang salib atau
tetap hidup. Melalui buku ini Deedat menjawab permasalahan utama umat
Kristen tersebut. Selanjutnya, pada Juli 1989, sebuah karya dengan judul Arab
and Israel Conflict or Conciliation?. Buku tersebut menggambarkan
bagaimana hubungan antara Arab dan Israel, serta mengenai konflik yang
berkepanjangan antara keduanya, berikut solusinya.
Tahun 1990-an, di saat kesibukan Deedat dalam tur dakwah internasional
semakin meningkat, ia masih menyempatkan menulis beberapa buku, yakni:
al-Qur’an Miracle of Miracles (terbit Mei 1991). Buku ini memaparkan
kemukjizatan al-Qur’an dalam perspektif bahasanya yang ringkas dan isinya
yang mengandung keilmiahan. Selanjutnya bukunya yang lain, Combat Kit
Againts Bibel Thumpers yang terbit Oktober 1992. Buku ini memuat
bagaimana strategi menghadapi para misionaris yang datang untuk mengetuk
rumah umat muslim. Adapun karya terbesarnya yakni The Choice: Islam and
Christianity ditulis sekitar tahun 1993-1994.159
Beberapa karya lain yang terkenal, namun sulit dilacak kapan pertama
kali muncul yakni Muhummed (pbuh) the Greatest dan Muhummed (pbuh) the
Natural Successor to Christ (pbuh). Selain itu Deedat juga aktif menulis
selebaran berupa pamflet diantaranya: Can You Stomach the Best of Rushdie?
“The Satanic Verses" unexpurgated; Was Jesus Sent to be Crucified.
Berbagai karya Ahmed Deedat tersebut pada saat ini sangat mudah untuk
diperoleh melalui web tertentu yang menyediakan karyanya, termasuk di situs
resmi IPCI, mengingat zaman sekarang adalah zaman kecanggihan teknologi.
Berbeda halnya tahun 1990-an, karya-karya Ahmed Deedat masih sulit
didapatkan. Seorang penerjemah buku di Indonesia, Ir. H. Suryani Ismail yang

159
Mengenai buku The Choice: Islam and Christianity akan dibahas secara spesifik pada
subbab selanjutnya.

68
banyak menerjemahkan karya-karya Ahmed Deedat ke dalam bahasa Indonesia
mengakui bahwa begitu sulitnya di tahun 1990-an mencari karya Ahmed
Deedat dari bahasa aslinya, Inggris. Hingga untuk mendapatkannya ia harus
mengirim surat ke kantor pusat IPCI yang beralamat di:
Lantai 4, Jalan 124 Queen, Durban 4001 Republik Afrika Selatan
Telepon: (027-31) 3060026/7
Telex: (095) 6-21815 IPCI SA
FAX: (027-31) 3040326

Namun usahanya tidak sia-sia, karena Ahmed Deedat melalui IPCI


menanggapi, dan akhirnya mengirimkan langsung berbagai karya Deedat
secara gratis kepadanya.160 Hal ini menandakan IPCI memang komitmen dan
tidak diragukan kredibilitasnya dalam pengembangan dakwah Islam. Hal ini
sesuai dengan misinya, yakni menjadikan pesan-pesan Islam didengar dan
dimengerti di segala zaman, sekaligus menjadikan umat Islam menjadi berkah
bagi umat manusia lainnya.
Selain karya Deedat yang berupa buku, Deedat juga memberikan
pemahaman agama melalui rekaman video-video debat dan presentasinya yang
juga disebar ke seluruh dunia secara gratis. Sehingga umat dapat melihat
berbagai dakwah kristologi Deedat secara langsung. Dan ini merupakan
metode dakwah yang efektif di zaman sekarang.161

D. Orisinalitas Pemikiran Dakwah Ahmed Deedat


Setiap tokoh berkenaan dengan output pemikirannya atas suatu bidang
keilmuannya atau keahlian yang diakui oleh publik memiliki kekhasan
pemikiran antara tokoh yang satu dengan yang lainnya. Ahmed Deedat yang
terkenal sebagai ulama yang ahli dalam bidang dakwah (orator) dan kristolog
memiliki perbedaan yang mendasar dengan Dr. Zakir Naik, Maulana Abdul

160
Suryani Ismail, “Kata Pengantar Penerjemah”, dalam Ahmed Deedat, Penyaliban Yesus
Sampai Mati atau Tidak, (Jakarta: Pertja, 1999), xii-xiii.
161
Berbagai video Ahmed Deedat dapat di download secara gratis di
http://www.alislammedia.com/2012/01/ahmed-deedat-full-lectures-collection.html. “Ahmed
Deedat Full lectures collection from truthway.tv”, http://english.truthway.tv/ (online), diakses
tanggal 6 Oktober 2014.

69
Haque Vidiarthy, maupun Haji Yoseph Ester. Walaupun semua nama tersebut
dapat dikatakan memiliki pengetahuan yang selevel tentang dakwah dan
perbandingan agama. Namun orisinalitas pemikiran menjadi penting untuk
melihat karakter seseorang. Faktor-faktor kesejarahan menjadi faktor utama
sehingga mempengaruhi pola pikir sang tokoh, baik itu pendidikan, lingkungan
(terkait sosio-kultural-religius), maupun faktor-faktor lainnya.162
Berdasarkan dua fase kehidupan Deedat yang dipaparkan sebelumnya
dan pembacaan berbagai karya Ahmed Deedat, ada dua faktor pokok yang
membedakan Deedat dengan ulama lainnya dalam bidang dakwah, yakni dari
faktor dakwah yang bersifat anti rasialisme dan juga model dakwah kristologi
yang khas.
1. Dakwah Kesetaraan: Anti Rasialisme
Deedat yang terlahir di India dan kemudian menjadi warga negara
kelas dua Afrika Selatan mengerti bagaimana nilai-nilai rasial selalu
menjadi topik utama yang membedakan antara orang yang satu dengan yang
lainnya di Afrika Selatan. Bahkan perbedaan perlakuan sangat sering terjadi
akibat warna kulit di Afrika Selatan. Deedat mengerti bahwa hal ini sengaja
diciptakan di dalam kelas (strata) masyarakat, maka wajar bila dakwahnya
banyak mengandung unsur-unsur humanisme, dalam rangka mengangkat
moril dan kepercayaan seseorang akan harga dirinya yang sama dihadapan
Tuhan, yang bukan berdasar kepada warna kulit, namun nilai ketaatan di
hadapan Tuhan.163
Tahun 1950-an, ketika Deedat semakin dikenal sebagai seorang da’i,
dalam ceramahnya di balai kota Cape Town ia mengangkat moril penduduk
Afrika untuk bangkit dari berbagai penindasan dan sikap merasa lebih
rendah dari kulit putih. Bahwa Eropa tidak lebih baik dari Afrika. Nilai-nilai
ceramah yang membangkitkan kepercayaan diri dan kesadaran akan
kelemahan manusia dalam kelas-kelas sosial yang diciptakan elit membuat

162
Arief Furchan dan Agus Maimun, Studi Tokoh: Metode Penelitian Mengenai Tokoh
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hal. 25-30.
163
Lihat Ahmed Deedat, The Future Constitution, (Afrika Selatan: IPCI, t.th).

70
Deedat sangat dihormati di Afrika, bahkan dianggap telah menjadi ikon
muslim Internasional di Afrika.164
Dalam wawancaranya pada majalah harian Asy-Syarqul Ausath, Arab
Saudi, ia mengatakan bahwa tujuannya adalah mencetak para da’i yang kuat
yang kemudian mampu mengemban amanat dakwah dengan jujur dan ikhlas
karena Allah semata. Para da’i tersebut kemudian disebar untuk
menyebarkan agama Allah ke seluruh dunia, baik ke Timur maupun ke
Barat untuk melaksanakan perintah Allah swt.
Berdasarkan perintah dakwah dalam al-Qur’an, Deedat melihat ada
suatu kekuatan yang terus mendorong dan menggerakkannya dalam
mengikuti titah ilahi. Menurutnya, meskipun menderita, tapi Islam telah
melapangkan dadanya. Berikut kutipan nilai-nilai humanis yang sering
dibawakan dalam dakwah Ahmed Deedat:
“Dalam Islam saya menemukan obat mujarab dan jawaban yang
memuaskan dari berbagai kemelut yang terjadi di Afrika Selatan,
khususnya dalam masalah rasial, minuman keras, perjudian dan
masalah lain yang amat merusak kemanusiaan. Islam menjunjung
tinggi anak Adam dan menjelaskan jalan-jalannya menuju hidayah
dan jalan lurus yang diridhai-Nya. Itulah obat penawar satu-satunya
yang dapat memecahkan berbagai problema umat manusia dewasa
ini.”165

Selanjutnya, dalam tur dakwah Deedat ke Malaysia pada 21 Februari


1992 di Lapangan Merdeka, Kuala Lumpur, ketika ia menjelaskan tentang
nilai-nilai ukhuwah Islamiyah melalui perintah shalat lima waktu. Menurut
Deedat kebersamaan shalat yang tidak ada jarak dalam shaf shalat antara
pundak satu dengan lainnya, karena memang Rasulullah memerintahkan
demikian agar setan tidak mengganggu orang yang shalat tersebut. Menurut
Deedat, setan di sini yang dimaksud adalah setan rasisme. Rasisme yang
membuat umat manusia mempunyai jarak antara satu dengan yang lainnya.
Begitupun shalat idul fitri ataupun idul adha yang dilaksanakan tahunan

164
Lihat Ousmane Oumar Kane, “La controverse islamo-chretienne en Afrique du Sud:
Ahmed Deedat et les nouvelles formes de debat”, Journal of African History (Cambridge:
Cambridge University Press, Jul 2012), hal. 3.
165
Harian “Asy Syarqul Ausath”, Saudi Arabia, dalam Ahmed Deedat, Injil, hal. 58.

71
adalah wujud untuk memompa semangat rakyat untuk persatuan. Deedat
mengatakan:
“Kami umat Islam di Afrika Selatan adalah minoritas, hanya 2 % dari
seluruh penduduk Afrika Selatan. Artinya kalau ada 100 orang,
hanya 2 orang dari mereka yang beragama Islam. Sholat idul adha
maupun idul fitri menjadikan kami berkumpul bersama dan terlihat
banyak. Sehingga membuat semangat persatuan dan resistansi kami
sebagai muslim.”166

Kemudian Deedat mengutip sebuah ayat al-Qur’an:

......       

Artinya: “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah,


dan janganlah kamu bercerai berai, ....” (Q.S. ali-Imrȃn: 103).

Begitu pula dalam salah satu wawancara Ahmed Deedat di Inggris,


ketika ia menjelaskan pandangannya tentang kemanusiaan ia mengatakan:
“Setiap muslim merasa bahwa agamanya menentang apartheid167.
Standar buatan yang memberlakukan standar palsu dalam menilai
manusia. Sedangkan standar muslim adalah Tuhan hanya melihat
perilakumu. Al-Qur’an menjelaskan: inna akramakum ‘indallahi
atqȃkum (sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah adalah yang paling bertakwa). Bukan si putih atau si
hitam, ataupun si kaya atau si miskin, tetapi yang paling bertakwa.
Sedangkan standar di Afrika Selatan bertentangan dengan kami
(Islam).”168

166
Ahmed Deedat, “Islam the Message of Peace and Truth” (DVD: Video Debat dan
Presentasi Ahmed Deedat), www.DebatIslam.com.
167
Pada awal-awal kehidupan Deedat di Afrika Selatan dominasi politik aparheid sangat
kental. Sehingga warga negara yang bukan keturunan Eropa (kulit putih) dianggap warga kelas
dua di Afrika Selatan. Barulah tahun 1900-an di Afrika Selatan akibat banyak kecaman dari
berbagai pihak mengganti dominasi politiknya menjadi demokrasi. Namun itu sudah terlalu lama
membekas kepada penduduk lokal yang berkulit hitam, sehingga kemiskinan masih berlaku hingga
kini. Bahkan dengan politik apartheid, pendidikan pada waktu itu di bagi ke dalam 14 dinas
pendidikan yang didasarkan pada warna kulit. Lihat "African History Timeline". West Chester
University of Pennsylvania. www.wikipedia.com (online), diakses tanggal 11 Oktober 2014.
168
Ahmed Deedat, “Freely Speeking” (DVD: Video Debat dan Presentasi Ahmed Deedat),
www.DebatIslam.com. Lihat juga Ahmed Deedat, Muhammad Setelah Almasih, terj. Salim
Basyarahil (Jakarta: Gema Insani Press, 1994), hal. 61-63.

72
Melalui pernyataan tersebut, ia membedakan antara posisi umat Islam
dengan umat Yahudi169 dan Kristen. Di mana gereja memberikan pembagian
jema’at gereja antara umum dan khusus. Ini adalah diskriminasi yang
membedakannya dengan masjid yang dapat dikunjungi oleh siapapun, tanpa
terkecuali.170 Bahkan rupa Yesus selalu digambarkan dengan raut wajah
orang Eropa, menurutnya, sesuatu yang jauh dari realitas sesungguhnya.171
Demikianlah beberapa gambaran karakter model dakwah Ahmed
Deedat yang didominasi oleh nilai-nilai humanis dan kesetaraan, sekaligus
berupaya mengangkat harkat dan derajat umat Islam agar tidak terbenam
kepada suatu sistem rasial yang diciptakan manusia. Nilai-nilai ini yang
kemudian selalu dikedepankan Ahmed Deedat dalam setiap dakwahnya.
Pengaruh kehidupannya di Afrika Selatan menjadikan ia lebih tanggap
untuk memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan di Afrika pada khususnya,
dan seluruh dunia pada umumnya.
2. Model dakwah kristologi Ahmed Deedat
Ahmed Deedat dapat dikatakan sebagai pionir dakwah kristologi.
Hasilnya di abad ke-21 banyak umat muslim yang lebih mengenal berbagai
wacana kristologi, terutama bagi umat Islam yang sebelumnya merasa tabu
untuk mengetahui hal-hal yang berkenaan dengan Kristen. Sosok Deedat
banyak menjadi inspirasi bagi munculnya generasi Deedat baru yang
lainnya.
Menurut pengakuan Deedat dalam kedudukannya sebagai muslim,
membicarakan umat Kristen dan Yahudi bukanlah kemauannya. Ia mengaku
terpaksa menjadi demikian. Hal ini terkait dengan berbagai upaya para
misionaris Kristen tahun 1939 saat ia bekerja sebagai penjual garam.
Gangguan yang senantiasa datang membuatnya tertantang untuk meluruskan

169
Ajaran murni Yahudi berubah karena sifat "exclusive nasionalistic" penganutnya.
Perubahan tersebut dapat dilihat dari sumber prinsipil syahadat mereka: " Shama Israelo Adna
ilahaina adna ilat” (Dengarlah wahai Israil, Tuhan Allah kita, tuhan itu satu). (Kitab Ulangan
6:4).
170
Ahmed Deedat, “Freely Speeking”, (DVD: Video Debat dan Presentasi Ahmed Deedat),
www.DebatIslam.com.
171
Ahmed Deedat, Christ, hal. 30.

73
gangguan tersebut dengan balik menantang para misionaris yang menjelek-
jelekkan agama Islam tersebut dalam rangka mempertahankan
keyakinannya terhadap Islam. Selain itu banyak pula orang Kristen yang
mengetuk pintu rumahnya untuk meminta penjelasan mengenai Bibel.
Landasan epistemologi dakwah kristologi Deedat adalah didasarkan
pada pesan universal Islam yang tidak secara eksklusif untuk umat muslim
belaka. Namun juga bagi mereka yang beragama lain, terutama Yahudi dan
Nashrani yang dulunya memang ketiga agama ini satu rumpun dari Nabi
Abraham atau Ibrahim as. Sehingga Deedat senantiasa mengutip ayat
berikut ini dibeberapa kesempatan dakwahnya:

            

              

    


Artinya: “Katakanlah: "Hai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada suatu
kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu,
bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia
dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian
yang lain sebagai Tuhan selain Allah". Jika mereka berpaling maka
katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang
yang berserah diri (kepada Allah)".” (Q.S. ali-Imrȃn: 64).

Menurutnya, berdasarkan ayat tersebut dakwah tidak hanya sesama


muslim saja. Ada perintah dakwah kepada ahlu kitab yakni untuk kembali
kepada tauhid. Karena esensi dakwah adalah tauhid. Baginya, sudah tidak
bisa lagi seseorang mengharapkan para pendeta untuk mengajak umatnya
kepada kebenaran. Oleh karenanya, sebagai umat Islam dituntut untuk
membuka jalan kebenaran tersebut. Oleh karenanya, dalam berbicara
dakwah kristologi, ada dua hal pokok yang menjadi landasan berfikir
Deedat. Yakni: Pertama, pengimunan akidah dalam arti mempertahankan
(defence) keyakinan dari gangguan misionaris. Cara pertama ini dilakukan
dengan banyak menerbitkan buku untuk mempersenjatai umat muslim dari

74
serangan misionaris. Kedua, ajakan universal umat manusia kepada tauhid,
terutama bagi umat Yahudi dan Kristen yang telah menyimpang dari
mengesakan Allah (bertauhid). Cara kedua ini dilakukan Deedat dengan
membuka ruang dialog inter-religius yang melibatkan dengan banyak
audience (mad’u).172

E. Mengenal Buku “The Choice: Islam and Christianity”


1. Uraian Umum
Salah satu karya Ahmed Deedat adalah buku The Choice: Islam and
Christianity. Buku ini merupakan karya terbesar dari Ahmed Deedat di
samping karya-karya lainnya. Bila melihat dari berbagai karya Ahmed
Deedat yang lainnya (selain buku The Choice) yang berupa buku, tidak
pernah ia menulis buku dengan judul tertentu lebih dari 100 halaman.173
Buku The Choice: Islam and Christianity adalah kumpulan (kompilasi) dari
beberapa karya dan ceramah Deedat selama beliau berdakwah.
Buku The Choice: Islam and Christianity yang aslinya, yakni yang
berbahasa Inggris terdiri dari dua jilid. Jilid pertama secara umum
menerangkan tentang ramalan akan kedatangan Nabi Muhammad saw.
dalam Bibel sebagai pengganti alamiah Yesus Kristus dan bukti kebenaran
risalah yang dibawa Nabi Muhammad saw. melalui al-Qur’an, yang
sekaligus menerangkan kemukjizatan al-Qur’an. Mengenai buku jilid
pertama ini, Deedat menggunakan landasan dakwah secara umum
sebagaimana yang terdapat dalam al-Qur’an surat al-Naḥl ayat 125 (Serulah
(manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik

172
Brian Larkin, “Ahmed”, hal. 106.
173
Buku Al-Qur'an - The Miracle of Miracles terdiri dari 72 halaman; Buku Arabs and
Israel- Conflict or Conciliation? Terdiri dari 81 halaman; Buku What is His Name? Terdiri dari 40
halaman; Buku Resurrection or Resuscitation? Terdiri dari 16 halaman; Buku Is the Bibel God's
Word? Terdiri dari 64 halaman; buku Crucifixion or Cruci-Fiction? Terdiri dari 89 halaman;
Combat Kit terdiri dari 33 halaman; buku Christ In Islam terdiri dari 48 halaman; buku
Muhummed (pbuh) the Greatest terdiri dari 65 halaman; buku Muhummed (pbuh) the Natural
Successor to Christ (pbuh) terdiri dari 73 halaman; buku The God That Never Was terdiri dari 17
halaman; buku What the Bibel Says About Muhummed (pbuh) terdiri dari 29 halaman; buku What
was the Sign of Jonah? terdiri dari 17 halaman; buku Who Moved the Stone? terdiri dari 17
halaman. Seluruh buku-buku tersebut adalah terbitan dari I.P.C.I, Afrika Selatan.

75
dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu
dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya
dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk).174
Sementara itu buku jilid dua secara umum dibuat untuk menguji
doktrin ketuhanan Kristus dan kesalahan konsep Kristen yang telah
mengakar dengan menggunakan prinsip al-Qur’an yang mengatakan, qul
ḥȃtu burḥȃnakum in kun tum ṣȃdiqȋn (tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika
kamu orang yang benar—Q.S. al-Baqarah ayat 111).175 Adapun secara rinci
isi buku The Choice: Islam and Christianity baik volume 1 maupun 2
sebagai berikut yang dipaparkan berdasarkan bab dan sub-bab
pembahasannya:
The Choice: Islam and Christianity volume 1 berisi:
1. What the Bibel Says About Muhammed (pbuh)
a. My First Major Encounter
b. Eight Irrefutable Arguments
c. Further Proffs
d. New Testament Also Confirms
e. Come Let Us Reason Togerther
2. Muhummed (pbuh) the Natural Successor to Christ (pbuh)
a. The Final Messenger
b. In the Words of the Master
c. Muhummed (pbuh) is the “Paraclete”
d. Total Guidance!
e. Fulfilled Prophecies
f. Extremism Condemned
3. Muhummed (pbuh) the Greatest
a. Everybody’s Choice
b. From the Historical Past
c. Fastest Growing Religion Today

174
Ebi Lockhat, “Addendum”, dalam Ahmed, The, Vol. 2.
175
Ibid

76
4. Al-Qur’an: The Miracle of Miracles
a. A Standing Challenge
b. Science and The Qur’anic Revelations
c. Al-Qur’an Absolutely Unique in its Recording
d. Miraculous Book of Telegrams
e. God: Unique in His Attributes
f. Solving Controversy
Kemudian The Choice: Islam and Christianity volume 2 berisi:
1. People of the Book
a. Our First Customers
b. Turn the Tables
c. The Bibel: an Anthology on Incest
d. Test of Inspiration
e. Pornography
2. Combat kit
3. Is the Bibel God’s Word?
a. What the Say
b. The Muslims Standpoint
c. The Multiple Bibel Versions
d. Fifty Thousand Errors?
e. Daming Confessions
f. The Book Christened “The New Testament”
g. The Acid Test
h. Most Objective Testimony
i. The Genealogy of Jesus
j. Epilogue
4. Crucifixion or Cruci-Fiction?
a. The Only Sales-Point
b. Call Your Witnesses
c. Establishing God’s Kingdom
d. Preparation For Jihaad

77
e. Discretion or Valour?
f. Trials of Jesus
g. Methods of Crucifixion
h. God’s Ways are Not Our Ways
i. “Resurrections” Daily!
j. Sympathy For Jesus
k. Why the Inverted Commas “...”?
l. Disciples Disbelieved
m. Jesus Not Phantom
n. Jesus Not Resurrected
o. The Only Miracle Promised
p. Simple Calculations
q. Fabricated “Scripture”
r. None So Blind
s. Crucified or Cruciplayed?
t. Afterword
Buku The Choice: Islam and Christianity adalah buku best seller yang
telah dicetak berulang-ulang dengan oplah mencapai puluhan ribu dalam
satu kali cetak. Dicetak pertama kali melalui IPCI pada April tahun 1993
sebanyak 10.000 buah. Kemudian dicetak berulang-ulang oleh penerbit yang
berbeda. Adapun buku yang di tangan peneliti atau penulis diterbitkan oleh
Dar Al-Manarah El-Mansoura, Mesir pada tahun 1994. Buku The Choice:
Islam and Christianity juga telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa,
termasuk diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sejak tahun 1999
dengan penerbit Pustaka al-Kautsar.176 Terjemahan dari tim Pustaka al-
Kautsar tersebut cukup banyak membantu peneliti dalam upaya mengerti
maksud tulisan Ahmed Deedat dalam buku The Choice: Islam and

176
Kardimin dalam penelitiannya dalam segi linguistik terhadap terjemahannya buku The
Choice: Islam and Christianity memberikan hasil dalam hal kualitas terjemahan, didapatkan
159 (50,61%) yang diterjemahkan secara akurat, 111 (35,31%) kurang akurat, dan 44(14,01%)
tidak akurat. Artinya secara umum buku terjemahan ini sudah memenuhi setengah dari hasil
terjemahan yang layak dalam rangka membantu memahami buku aslinya yang berbahasa Inggris.
Lihat Kardimin, Teknik, bagian Abstrak.

78
Christianity yang memakai gaya bahasa yang tidak lazim zauq (rasa) bahasa
Inggris yang dipakai di Indonesia. Misalnya Deedat lebih senang
menggunakan bahasa Inggris aktif ketimbang pasif, dan penggunaan istilah-
istilah tertentu yang tidak terdapat di kamus umumnya, seperti istilah
“Bibel-thumpers” yang berarti penginjil.
Sebagaimana judulnya The Choice: Islam and Christianity adalah
berisi tentang berbagai dialog, diskusi, maupun Debat yang tidak lain adalah
dalam rangka membuka kebenaran yang sesungguhnya antara agama Islam
dan agama Kristen. Deedat mengharapkan melalui karya terbesarnya ini
berbuah hasil yang manis, di mana banyak orang yang kemudian mampu
mengambil pelajaran dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari
dalam aplikasi dakwah untuk pengimunan akidah dan senjata bagi
pencegahan dari serangan kristenisasi.177
2. Sistematika dan Subyek Pokok Buku
Secara sistematis berbagai tulisan Ahmed Deedat berbeda dengan
tulisan lainnya yang dimulai dengan latar belakang masalah atau
pendahuluan. Kecenderungan tulisan Deedat adalah dengan pola langsung
kepada pembahasan berdasarkan tema-tema ringkas, termasuk memuat
berbagai pengalamanya dalam dunia dakwah. Begitupun dalam buku The
Choice: Islam and Christianity yang terdiri atas dua volume. Pada jilid 1
pembahasannya terbagi pada empat tema besar: Pertama, tentang “What the
Bibel Says About Muhammad (pbuh)?”. Pada bagian ini Deedat
memberikan beberapa bukti tentang ramalan akan datangnya Nabi
Muhammad saw. dengan mengacu pada ayat-ayat yang terdapat pada Bibel.
Di mulai dengan membahas ayat-ayat pada Perjanjian Lama (Old
Testament) sebagaimana yang tercantum dalam Kitab Ulangan 18:18; Kitab
Yesaya 29:12,178 maupun dalam Perjanjian Baru (New testament).179

177
Ahmed Deedat, The, Vol. 2, hal. 142-145.
178
Ahmed Deedat, The, vol. 1, hal. 6-14.
179
Ibid, hal. 22-27.

79
Menurut Deedat disinilah pentingnya musyawarah menuju kesepahaman
akan hal-hal tersebut.180
Kedua, sebagai kelanjutan atas ramalan dalam pembahasan pertama
berkenaan dengan kedatangan nabi Muhammad saw. di dalam kitab Bibel,
maka dalam bagian kedua Deedat memaparkan tentang “Muhummed (pbuh)
the Natural Successor to Christ (pbuh)”. Pembahasan pada bagian ini
berupa pernyataan Nabi Isa as. atau Yesus dalam al-Qur’an surat al-Ṣaff
ayat 6 tentang kedatangan suksesinya, yang kemudian dikonfirmasi oleh
beberapa ayat dalam Bibel berikut:
Namun benar yang Kukatakan ini kepadamu: Adalah lebih berguna
bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur
itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan
mengutus Dia kepadamu." (Injil Yohanes 16:7).
"Masih banyak hal yang harus kukatakan kepadamu, tetapi sekarang
kamu belum dapat menanggungnya. Tetapi apabila Ia datang, yaitu
Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh
kebenaran; Sebab Ia tidak akan berkata-kata dari diri-Nya sendiri,
tetapi segala sesuatu yang didengar-Nya itulah yang akan dikatakan-
Nya dan Ia akan memberitakan kepadamu hal-hal yang akan datang."
(Injil Yohanes 16:12-13).

Pada akhir pembahasan Deedat mengajak kepada umat Yahudi dan


Kristen meninggalkan sikap ektrimis buta, yang berlebih-lebihan dalam
agama mereka, sehingga buta akan kebenaran yang sesungguhnya. Di
sinilah peran umat Islam dalam memberikan pemahaman kepada mereka,
sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw.181
Ketiga, untuk mempertajam pembahasan pada bagian satu dan dua
sebagaimana paparan di atas, maka sosok Nabi Muhammad dipaparkan
secara spesifik dalam pembahasan bagian ini dengan tema Muhummed
(pbuh) the greatest. Bukti-bukti kebesaran Muhammad ditampilkan oleh
Ahmed Deedat tidak hanya mengacu kepada literatur yang ditulis oleh umat
Islam saja, melainkan juga umat Kristen sendiri, seperti: Michael H. Hart,
seorang sejarawan, ahli matematika dan astronom Amerika Serikat dalam

180
Ibid., hal. 28-29.
181
Ibid., hal. 29-100.

80
100: A ranking of the Most Influential Persons in History (1978),
Lamartine, sejarawan Francis, dalam Historie de la Turquie (1854), Jules
Masserman, Psikoanalisis Amerika dalam majalah Time, 15 Juli 1974, dan
Thomas Charlyl, seorang sejarawan dalam Hero and Hero Worship.
Menurut Deedat, dari berbagai pendapat sarjana non-muslim tersebut
membuktikan bahwa risalah Muhammad adalah benar, maka tugas muslim
adalah menyebarkan kebenaran dengan jalan dakwah.182
Keempat, untuk mendukung kebenaran Nabi Muhammad saw., maka
layaknya nabi-nabi sebelumnya, nabi Muhammad saw. juga memiliki
mukjizat terbesar yang tidak mampu ditandingi oleh siapapun sepanjang
sejarah, yakni al-Qur’an. Dalam hal ini diketengahkan judul al-Qur’an
miracle of miracles. Bukti kemukjizatan al-Qur’an yakni dari segi susunan
kata dan isinya yang mengandung banyak sekali ilmu pengetahuan yang
bermanfaat dalam kehidupan manusia.183
Adapun Buku The Choice: Islam and Christianity Jilid 2 lebih
mengkaji pada permasalahan menguji doktrin Kristen, sehingga tema-
temanya cenderung mengkritisi doktrin dan pemikiran Kristen, sebagaimana
sikap kritik al-Qur’an terhadap ajaran Kristen. Buku jilid 2 juga terdiri atas
empat tema besar, yakni: Pertama, tentang Ahli Kitab. Menurut Deedat
yang dimaksud dengan Ahli Kitab ialah umat Yahudi dan Nashrani atau
Kristen. Mereka merupakan sasaran pertama dalam dakwah Islam, sehingga
diperlukan suatu metode dakwah untuk mengajak mereka kembali kepada
jalan kebenaran (Islam).184
Kedua, antisipasi dari penolakan ajaran Islam biasanya datang dari
mereka yang skeptis dan penentang Islam, seperti para misionaris Kristen,
untuk itu Deedat mempersenjatai umat Islam dengan tulisannya yang
berjudul “combat kit againts Bibel Thumpers”. Tulisan ini mempermudah
bagi umat muslim untuk mencari index berkenaan seputar Kristologi Islam

182
Ibid., hal. 101-160.
183
Ibid., hal. 161-228.
184
Ahmed Deedat, The, Vol. 2, hal. 1-33.

81
agar terhindar dari pemahaman yang salah yang sering dipropagandakan
para misionaris Kristen.185
Ketiga, pengujian kebenaran ajaran Kristen, yakni yang paling esensi
adalah mengacu kepada kitab mereka. Bagian ini menerangkan tentang
pertanyaan seputar bukti-bukti Is the Bibel God’s Word? (apakah Bibel
firman Tuhan?). Pembahasan ini berdasarkan sumber-sumber yang digali
dari Bibel, sehingga jauh dari bias subyektif Deedat. Hasilnya ditemukan
terdapat banyak kerusakan (corrupted) dalam kitab Bibel yang
memberatkan posisi Bibel untuk saat ini dikatakan sebagai firman Tuhan.
Karena tidak mungkin kesalahan tersebut disandarkan kepada Tuhan,
sehingga perselisihan dalam Bibel lebih dikarenakan sudah banyak campur
tangan manusia yang merusaknya. Berbagai bukti tersebut menjadi senjata
bagi kaum muslim menghadapi para misionaris Kristen yang menggunakan
Bibel sebagai senjata mereka. Tujuan lainnya yakni memperbaiki
kerusakan-kerusakan akidah umat muslim yang diserang oleh para
misionaris Kristen.186
Keempat, pengujian tentang kebenaran ajaran utama Kristen
berkenaan dengan konsep penyaliban. Dalam hal ini, Deedat
mengemukakan judul Crucifixion or Cruci-fiction? untuk membongkar
berbagai penipuan konsep penyaliban dalam sudut pandang kitab Bibel
sendiri. Hasilnya diluar dugaan ternyata Yesus tidak mati ditiang salib.
Usaha pembunuhan Yesus adalah sia-sia belaka. Menurut Deedat, dengan
pematahan bukti konsep penyaliban Yesus, sekaligus dapat mematahkan
seluruh ajaran Yesus. Hal ini dikarenakan inti ajaran Kristen adalah
penyaliban Yesus, di mana matinya Yesus di tiang salib untuk menebus
dosa umat Kristen adalah satu-satunya nilai jual agama Kristen saat ini.187

185
Ibid., hal. 34-72.
186
Ibid., hal. 73-145.
187
Ibid., hal. 146-240.

82
3. Pendapat Mengenai Buku The Choice: Islam and Christianity
Buku The Choice: Islam and Christianity yang di tulis sekitar tahun
1993 untuk volume 1, dan tahun 1994 untuk volume 2 dapat dikatakan buku
baru dibanding karya-karya ulama lainnya dibidang kristologi. Namun
Ahmed Deedat berdasarkan karya-karyanya yang concern dibidang
kristologi dapat dikatakan pionir dakwah kristologi di abad 20, sehingga
mendapat perhatian dari segenap pemerhati kajian-kajian Kristologi. Berikut
ini penulis akan memaparkan beberapa komentar mengenai buku The
Choice: Islam and Christianity.
Menurut Qosim Nursheha Dzulhadi seorang peneliti Quranic Studies
and Christology (Studi al-Qur’an dan kristologi) dalam dialog publik yang
berjudul ‘‘Pengaruh Dakwah Islam dan Gejolak Kristenisasi di Pulau
Sumatera’’, ia mengatakan dalam tulisannya bahwa dalam upaya
membendung kristenisasi di Indonesia ada dua cara, yakni pertama,
memperdalam ilmu-ilmu keislaman seperti tauhid, al-Qur’an, ‘ulum al-
Qur’an dan tafsirnya, hadits dan ‘ulum al-hadits, dan sirah nabawiyah.
Kedua, mempelajari dan memperdalam kristologi. Menurutnya pengetahuan
terhadap dogma agama lain—khususnya Yahudi dan Kristen—akan
memberikan nilai plus terhadap agama sendiri sekaligus mewarisi khazanah
keilmuan para ulama terdahulu, seperti Rahmatullah al-Hindi lewat bukunya
Iẓâr al-Haqq, Syeikh Muhammad al-Ghazali lewat bukunya Shaihah at-
Tahdzîr min Du‘at at-Tanshîr, dan Ahmed Deedat (w. 2005) lewat berbagai
tulisannya, yang sebagian besar beliau kumpulkan dalam bukunya The
Choice: Islam and Christianity.188
Kemudian, Ebi Lockhat dalam kata pengantarnya terhadap buku The
Choice: Islam and Christianity, ia mengatakan tak ada sejumlah hadiah dan
penghargaan yang benar-benar dapat menangkap intisari dan semangat
seseorang untuk Islam, termasuk bunga rampai buku ini (The Choice: Islam
and Christianity). Buku yang menampilkan berbagai analisis Ahmed Deedat
188
Qosim Nursheha Dzulhadi, materi disampaikan dalam dialog publik dengan tema
‘‘Pengaruh Dakwah Islam dan Gejolak Kristenisasi di Pulau Sumatera’’, di Auditorium Shalih
Abdullah Kamil, Cairo, pada hari Ahad, 9 April 2006.

83
yang berasal dari pertemuan-pertemuan pribadi dan pengalamannya
menghadapi gangguan umat kristen (misionaris Kristen).189
Demikianlah beberapa komentar mengenai buku The Choice: Islam
and Christianity, buku yang banyak membantu umat muslim dalam upaya
mempertahankan akidah dan upaya menghadapi berbagai strategi
penyerangan misionaris.

189
Ebi Lockhat, “About the Author” dalam Ahmed Deedat, The Choice: Islam and
Christianity.

84
BAB IV
METODE DAKWAH AHMED DEEDAT DALAM BUKU THE
CHOICE: ISLAM AND CHRISTIANITY

A. Landasan Dakwah Ahmed Deedat


Berikut beberapa landasan dakwah Ahmed Deedat dalam buku The
Choice: Islam and Christianity:
1. Al-Qur’an surat ali-Imrȃn ayat 64: Ajakan kepada tauhid

            

              

    


Artinya: “Katakanlah: "Hai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada suatu
kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu,
bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia
dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian
yang lain sebagai Tuhan selain Allah". Jika mereka berpaling maka
katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang
yang berserah diri (kepada Allah)". (Q.S. ali-Imrȃn: 64).

Jumhur ulama sepakat bahwa khitȃb (surat kiriman atau percakapan)


ahlu al-kitȃb dalam ayat-ayat al-Qur’an adalah ditujukan kepada umat
Yahudi dan Nashrani (Kristen).190 Sebutan tersebut merupakan sebuah
penghormatan yang diberikan kepada orang-orang Yahudi dan Kristen.191

190
Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Adzim, (Beirut: Dar Ibn Hazm, 2000), hal. 372. Berbeda
dengan pendapat tersebut, Imam al-Syafi’i (W. 204 H) dalam kitab al-Umm menyebutkan bahwa
Atha’ (tabi’in) berkata: orang Kristen Arab bukanlah ahlu al-kitȃb. Ahlu al-kitȃb adalah keturunan
Israel (Bani Israel), yakni orang yang datang kepada mereka kitab Taurat dan Injil. Adapun bangsa
lain yang memeluk agama mereka bukanlah ahlu al-kitȃb. Hal ini sebagaimana yang digambarkan
oleh Q.S. aṣ-Ṣaff ayat 6. Lihat Rauf Syalabi, Distorsi Sejarah dan Ajaran Yesus, terj. Imam Syafei
Riza, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001), hal. 193.
191
Ahmed Deedat, The, vol. 1, hal. 28.

85
Ayat tersebut mengajak kepada ahlu al-kitȃb (orang yang berilmu, penerima
wahyu kitab suci—Taurat dan Injil) untuk bermusyawarah bersama-sama
mencapai konsep yang sama (sawȃim bainanȃ wa bainakum)192 bahwa tidak
ada yang menyembah kepada selain Allah,193 karena tidak ada selain Allah
yang berhak untuk disembah, bukan karena:
" ...Tuhan, Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan
kesalahan Bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan ketiga dan
keempat dari orang-orang yang membenci Aku." (Kitab Keluaran 20: 5).

Tetapi karena Dia adalah Tuhan pemberi harapan, pendukung, segala puji,
doa, dan ketaaatan memang patut untuk Allah.194
Secara umum, orang-orang Yahudi dan Kristen setuju dengan konsep
tersebut, namun secara praktek mereka gagal melaksanakannya.195 Padahal
ayat tersebut secara gamblang telah mengemukakan tentang beribadah
hanya kepada Allah saja tanpa mempersekutukannya dengan yang lain.
Inilah esensi dakwah seluruh utusan Allah. Allah swt. berfirman:

             

 
Artinya: “Dan kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu
melainkan kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang
hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku". (Q.S. al-
Anbiyȃ’: 25).
Dalam ayat lain Allah berfirman:

......            
Artinya: “Dan sungguhnya kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat
(untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut196
itu",.... (Q.S. al-Naḥl: 36).

192
Ibnu Katsir menyebut konsep ini dengan konsep keadilan, yakni menuju kesamaan
konsep antara muslim dan ahlu al-kitȃb dalam tauhid. Lihat Ibnu Katsir, Tafsir, hal. 372.
193
Seperti tidak menyembah berhala, penyembahan salib, Thaghut, api, dan menyembah
apapun selain Allah. Ibid.
194
Ahmed Deedat, The, vol. 1, hal. 28.
195
Ibid
196
Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah s.w.t. lihat Mohamad
Taufiq (Aplikasi Qur’an in Word versi 1.0.0).

86
Ketika semua penjelasan sudah diberikan dan mereka tetap berpaling
dari dakwah ini, maka persaksikanlah dengan penuh keyakinan bahwa kami
adalah umat yang menyerahkan diri (Islam) kepada menjalankan syari’at
Allah.
Misi dakwah Nabi Muhammad adalah bersifat universal (Q.S. al-
Anbiyȃ’: 107). Ia tidak pernah membedakan risalahnya kepada siapapun
yang mau mendengarkannya, tanpa membedakan ras, suku, dan juga
keturunan. Beliau menerima umat manusia seluruhnya tanpa diskriminasi.
Tak pernah terbersit dalam pikiran Rasulullah untuk membedakan makhluk
Tuhan menjadi anjing dan babi (Injil Matius 7: 6) atau menjadi kambing dan
domba (Injil Matius 25: 32). Beliau adalah utusan Allah yang memberi
rahmat bagi seluruh makhluk. Bahkan ketika kemenangan Islam setelah
penaklukan kota Makkah (futuh makkah) sudah didapatkan, beliau tidak
bersantai dan terus menyebarkan agama ini. Beliau tidak lupa memberikan
peringatan kepada raja-raja: Kaisar Konstantinopel, Raja Mesir, Negus
Abbesinia, Raja Yaman, dan Kaisar Iran melalui suratnya, yang mengajak
mereka bertauhid sebagaimana ajakan dalam al-Qur’an surat ali-Imrȃn: 64.

ٌَ ‫و‬‫ ا‬ِَ ََِ ‫ِ إ‬ِُَ‫ِ وَر‬‫ِ ا‬ْَ ٍَُ ْِ ِ‫ ا‬َْ‫ِ ا‬‫ ا‬ْِ

ِْُ ْِْ‫ْ وَأ‬ْَ ْِْ‫ أ‬ْ‫ِ ا‬ََِِ ‫ك‬ُْ‫د‬‫ أ‬‫م‬ ُْَ ‫َى أ‬ُ‫َ ا‬َ‫ْ ا‬َ َ

‫ْا إ‬ََ ِ‫ب‬َِ‫َ ا‬ْ‫ أ‬َ }َ‫َ و‬ِ‫ر‬‫ُ ا‬ْ‫ إ‬ْَ َْََ ْ‫ن‬ ْََ ‫َك‬ْ‫ُ أ‬‫ا‬

ًْَ َُْَ َِَ َ‫ و‬ًْَ ِِ ‫ك‬ْُ‫ م‬َ‫َ و‬‫ ا‬‫َ إ‬ُْَ‫ م‬‫ْ أ‬َْََ‫ و‬ََْَ ٍ‫َاء‬َ ٍَِ
197
{ َ‫ن‬ُِْُ ‫م‬ِ ‫ُوا‬َْ‫ا ا‬ ‫ْا‬ََ ْ‫ن‬ ِ‫ ا‬‫ْ دُون‬ِ ًَْ‫ر‬‫أ‬
Artinya: “Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha
penyayang. Dari Muhammad hamba Allah dan Rasulullah-Nya kepada
Heraklius, pembesar negeri Romawi. Semoga keselamatan atas orang yang
mengikuti petunjuk! Kemudian daripada itu, sesungguhnya saya

197
Imam Bukhari, Shaḥiḥ al-Bukharȋ, hadits no. 2723, juz 10 (CD ROM: Maktabah
Syȃmilah, 2.11), hal. 93.

87
menyerukan kepadamu dengan seruan Islam, ber-Islamlah, agar engkau
selamat. Dan berislamlah, agar Allah memberikan kepadamu pahala
berlipat ganda. Maka jika engkau berpaling, maka bagimu dosa orang-
orang aris (kaum tani). Dan ("Hai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada
suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan
kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan
Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian
yang lain sebagai Tuhan selain Allah". Jika mereka berpaling maka
katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang
yang berserah diri (kepada Allah)".

Menurut Ahmed Deedat, ayat al-Qur’an tersebut (Q.S. ali-Imrȃn: 64),


dibaca berulang kali oleh umat muslim, namun anehnya sangat jarang
pembaca mengamalkan ajaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Bila
diteliti ayat tersebut ditujukan kepada ahlu al-kitȃb—Yahudi dan Kristen.
Namun selama ini umat Islam telah mengacuhkan tugas dalam ayat ini
untuk diberikan kepada orang Yahudi dan Kristen. Tujuan umum dari ayat
ini adalah diri umat Islam sendiri untuk melaksanakan peringatan kepada
ahlu al-kitȃb. Ini merupakan perintah dari ayat tersebut, namun selama 14
abad umat Islam mengacuhkannya. Lalu pertanyaannya adalah: “apakah ada
perbedaan sewaktu turunnya ayat tersebut dengan keadaan sekarang ini?”
tidak ada sama sekali. Saat ini lebih banyak musyrik di dunia ini daripada
orang yang mengesakan Allah (tauhid). Tugas perubahan ada ditangan umat
Islam sebagai subyek dakwah (da’i) sebagaimana perintah dalam Q.S. al-
Muddašir ayat 1-7. Allah menugaskan Rasul-Nya, lalu setelah beliau tiada,
estafet tugas itu diberikan kepada umat Islam untuk berdakwah dan
mengajak mereka bertauhid.198

198
Ahmed Deedat, The, vol. 1, hal. 29.

88
2. Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 136: Islam adalah agama seluruh Nabi,
termasuk Yesus atau Isa as.

           

          

        


Artinya: “Katakanlah (hai orang-orang mukmin): "Kami beriman kepada
Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan
kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, dan apa yang
diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi
dari Tuhannya. kami tidak membeda-bedakan seorangpun diantara mereka
dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya". (Q.S. al-Baqarah: 136).

Allah swt. memberi petunjuk kepada hamba-hamba-Nya yang


beriman untuk mempercayai apa yang telah diturunkan kepada Nabi
Muhammad dan nabi-nabi terdahulu dalam konsep ajarannya. Karena semua
nabi membawa misi yang sama, sehingga tidak diperbolehkan membeda-
bedakan antara nabi yang satu dengan yang lain. Ahmed Deedat
berdasarkan ayat tersebut menyatakan posisi umat Islam adalah jelas.
Menurutnya seorang muslim tidak secara eksklusif menyatakan agama
Islam untuk kalangan tertentu saja. Dengan kata lain Islam bukanlah agama
golongan etnis tertentu, sehingga pesan Islam adalah untuk semua umat
manusia. Ayat di atas mengindikasikan bahwa semua agama yang dibawa
nabi-nabi itu adalah satu, yakni Islam, sebagaimana yang diterangkan dalam
ayat lain:

             

             

             
Artinya: “Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang
telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan
kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan

89
Isa yaitu: Tegakkanlah agama199 dan janganlah kamu berpecah belah
tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru
mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang
dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang
kembali (kepada-Nya).” (Q.S. al-Syȗra: 13).

Seluruh kitab-kitab rasul mengajarkan kebenaran tauhid. Intinya


adalah kesadaran akan kehendak dan rencana Allah serta ikhlas dalam
ketaatan atas rencana itu. Jika seseorang menginginkan sebuah agama selain
Islam, yang menjadi agamanya Muhammad, Yesus200, Musa, Ibrahim dan
seluruh nabi-nabi Allah, sesungguhnya dia menyalahi kodratnya, dan
menyalahi keinginan dan rencana Allah. Hal ini tak ubahnya seperti
seseorang yang mengharap petunjuk, tetapi ia malah meninggalkan petunjuk
tersebut.201 Di sinilah diharapkan peran serta umat Islam untuk merubah
situasi tersebut.202
3. Al-Qur’an surat aṣ-Ṣaff ayat 6: Muhammad pengganti alamiah Yesus/Isa as.

            

            

      

199
Yang dimaksud agama di sini ialah meng-Esakan Allah swt., beriman kepada-Nya,
kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari akhirat serta mentaati segala perintah dan larangan-Nya.
Lihat Mohamad Taufiq (Aplikasi Qur’an in Word versi 1.0.0).
200
Al-Qur’an menggunakan nama Isa untuk menyebut Yesus, dan nama ini digunakan lebih
banyak daripada gelar lainnya. Nama yang paling tepat adalah Isa (Arab) atau Esau (Ibrani) atau
dalam bahasa Ibrani Klasik disebut “Yeheshua”, yang oleh bangsa-bangsa Kristen Barat dilatinkan
menjadi “Jesus” (ejaan Inggris). Baik huruf “J” maupun hurus “s” yang kedua pada kata Jesus
tersebut tidak terdapat dalam bahasa–bahasa Semit. Kemudian ketika Kristen masuk ke Indonesia
yang dibawa para penjajah yang berasal dari Eropa, maka sesuai dengan ejaan pada waktu itu yang
belum disempurnakan di mana “J” berubah dilafalkan menjadi “Y”, sehingga menjadilah nama
tersebut Yesus. Lihat Ahmed Deedat, Isa Almasih dalam al-Qur’an, terj. Suryani Ismail, (Jakarta:
Pertja, 2000), hal. 7-8; lihat juga Sanihu Munir, “Yesus Ternyata Seorang Muslim”, (DVD:
Yayasan Mitra Centre Kendari).
201
Ahmed Deedat, The, vol. 1, hal. 29.
202
Ibid., hal. 83.

90
Artinya: “Dan (Ingatlah) ketika Isa ibnu Maryam berkata: "Hai Bani
Israil203, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan
kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi kabar gembira dengan
(datangnya) seorang rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya
Ahmad (Muhammad)." Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka
dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: "Ini adalah sihir
yang nyata." (Q.S. aṣ-Ṣaff: 6).

Ayat tersebut memberikan gambaran tentang posisi Nabi Isa as.


sebagai rasul Allah yang hanya diutus untuk Bani Israil204 yang misinya
membenarkan ajaran kitab nabi terdahulu secara umum, seperti ajaran
Taurat yang diturunkan kepada Musa as.205 dan memberikan kabar gembira
akan suksesi kerasulannya yang bernama Ahmad atau Muhammad saw.206

203
Menurut al-Biqa’i nabi Isa as. tidak memanggil umatnya dengan ucapan “hai kaumku”,
karena nabi Isa tidak memiliki bapak, sebagaimana keajaiban kelahiran beliau, walaupun ibunya
berasal dari Bani Israil, namun garis keturunan adalah berasal dari bapak bukan ibu. Thahir ibnu
Asyur menambahkan, bahwa nabi Isa as. memanggil demikian karena kaum nabi Musa tidak
dikenal sebagai kaum Musa, kecuali pada saat Nabi Musa as. masih hidup, di mana mereka
dijadikan sebuah bangsa. Setelah ketiadaan Nabi Musa as., mereka lebih dikenal dengan sebutan
Bani Israil. Di samping itu, ketika nabi Isa as. menyapa mereka, nabi Isa belum memperoleh
kepercayaan setia dari pengikutnya, sehingga dapat dikatakan belum menjadi pengikutnya yang
setia. Lihat M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, vol.
14 (Jakarta: Lentera Hati, 2003), hal. 197-198.
204
Dalam Injil Matius 10: 5-6 dengan jelas dikatakan misi Yesus hanya untuk Bani Israel
saja:
“Kedua belas murid itu diutus oleh Yesus dan Ia berpesan kepada mereka: “Janganlah kamu
menyimpang ke jalan bangsa lain atau masuk ke dalam kota orang Samaria, melainkan pergilah
kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel.” (Injil Matius 10: 5-6). “....... Aku diutus
hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel.” (Injil Matius 15: 24). Lihat Lembaga
Alkitab Indonesia, Alkitab, (Jakarta: LAI, 1974).
205
Sebagaimana hal ini juga disebutkan dalam Injil, berikut perkataan Yesus:
“Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab
para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena
Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau
satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. Karena itu
siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan
mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di
dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah
hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga.” (Injil Matius 5:
17-19). Ibid.
206
Setiap nabi yang diutus oleh Allah sebelum kedatangan Muhammad saw. Diperintahkan
Allah untuk menyampaikan tentang adanya Nabi yang menyempurnakan ajaran-ajaran mereka,
yakni Nabi Muhammad saw., yaitu diterangkangkan tentang sifat dan tanda-tandanya. Hal ini
sebagaimana yang dinyatakan oleh al-Qur’an:

91
Menurut Ahmed Deedat proses pergantian (suksesi) Yesus oleh
Muhammad memenuhi tiga kriteria:
a. Secara kronologis, merupakan urutan kejadian dalam satu waktu.
b. Dipilih oleh Tuhan.
c. Sebagai pemenuhan ramalan pendahulunya. Dalam Injil Yohanes 16: 7
dikatakan:
“Namun benar yang Kukatakan ini kepadamu: Adalah lebih berguna
bagi kamu, jika Aku (Yesus) pergi. Sebab jikalau Aku (Yesus) tidak
pergi, Penghibur207 itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau
Aku (Yesus) pergi, Aku akan mengutus Dia (Penghibur itu)
kepadamu.”

d. Dengan membawa petunjuk Tuhan untuk menyempurnakan ajaran nabi-


nabi terdahulu. Hal ini sebagaimana yang terdapat dalam Injil:
“Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin
kamu ke dalam seluruh kebenaran; sebab Ia tidak akan berkata-kata
dari diri-Nya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengar-Nya itulah
yang akan dikatakan-Nya dan Ia akan memberitakan kepadamu hal-
hal yang akan datang.” (Injil Yohanes 16:13).208

              

                

    


Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi: "Sungguh, apa saja
yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah kemudian datang kepadamu seorang Rasul
yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman
kepadanya dan menolongnya". Allah berfirman: "Apakah kamu mengakui dan menerima
perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?" Mereka menjawab: "Kami mengakui". Allah
berfirman: "Kalau begitu saksikanlah (hai para Nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama
kamu". (Q.S. ali-Imrȃn: 81).
207
Penghibur (comforter) yang dalam bahasa aslinya Yunani disebut sebagai
Paraclete/Paracletos adalah ramalan dalam perjanjian baru akan kedatangan Muhammad saw.
Nama Muhammad sendiri sudah dihilangkan dalam kitab Bibel. Deedat menyebutnya “penyakit”
orang-orang Kristen adalah mengganti nama dengan arti nama yang sesungguhnya sangat-sangat
diharamkan. Misalnya Muhammad diganti dengan arti penghibur (Injil Yohanes 5: 16), segala
sesuatu padanya menarik (seperti dalam kitab Kidung Agung 5: 16). Nama Muhammad dalam
bahasa aslinya Ibrani masih dapat dilihat pada Kitab Kidung Agung 5:16, dikatakan dalam ayat
tersebut: “hikko mamittakim we kullo Muhammadim zeh doodeh wa zehraee baina Jerusalem”.
Lihat Ahmed Deedat, Muhummed (peace be upon him) the Natural Successor to Christ (peace be
upon him), (Afrika Selatan: IPCI, 1997).
208
Ahmed Deedat, The, vol. 1, hal. 30.

92
Ahmed Deedat mengatakan umat Islam biasa membaca dan
mendengat ceramah-ceramah mengenai akan kedatangan nabi terakhir
Muhammad saw. yang terdapat dalam kitab-kitab terdahulu. Namun semua
itu tidak akan menolong menebar kebenaran. Untuk itu umat Islam harus
menghafal ayat tersebut (Q.S. aṣ-Ṣaff: 6) sebagai bekal dakwah kepada
mereka non-muslim. Selain itu juga diperlukan pengetahuan akan kebenaran
ramalan tersebut melalui pemahaman terhadap Bibel. Ini akan sangat
membantu dalam menjabarkan pemenuhan ramalan tersebut, sebagaimana
yang diterangkan oleh Yesus (Injil Yohanes 16:7). Sedikit usaha umat Islam
setidaknya akan lebih baik bagi agama Islam, meskipun harus berhadapan
dengan umat Yahudi dan Kristen yang keras kepala karena mereka “telah
diprogram” untuk membenci Muhammad saw., sehingga ketika ia
(Muhammad saw.) datang dengan bukti yang nyata mereka mengatakan itu
adalah sihir.209
4. Al-Qur’an surat aṣ-Ṣaff ayat 9: Islam tantangan agama-agama dan
peradaban lainnya

           

  


Artinya: “Dia-lah yang mengutus rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan
agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama
meskipun orang musyrik membenci.” (Q.S. aṣ-Ṣaff: 9).

Islam sempat berkuasa dimuka bumi ini, yang akar pondasinya


dibangun sejak masa Nabi Muhammad saw. dan terus berkelanjutan di masa
khulafa al-rȃsyidin hingga mengalami puncaknya pada masa daulah
Abbassiyah, di mana Islam menguasai berbagai sektor ilmu pengetahuan.
Waktu itu, banyak pengetahuan secara ruh-nya menjadi lebih baik dari ilmu
pengetahuan modern saat ini, karena dilandasi nilai moralis oleh para filsuf
muslim, termasuk Islam menggenggam imprealisme Persia dan Romawi.
Kemudian hal tersebut lama kelamaan berpindah perannya ke Eropa dengan
209
Ibid., hal. 40-44.

93
berbagai faktor, termasuk faktor semangat mengkaji sains berkurang.
Perlahan-lahan di abad 17 muncullah revolusi ilmu pengetahuan di Eropa
yang banyak mengadopsi keilmuan sains di dunia Islam sebelumnya.210
Sehingga saat ini Eropa maju pesat dibidang sains dan penguasaan dunia.
Walaupun saat ini kekuatan di tangan bangsa Kristen-Barat atau
Eropa, namun Islam mulai menunjukkan diri sebagai pesaing Barat
sebagaimana janji Allah dalam ayat di atas untuk memenangkan Islam dari
agama lainnya. Dalam hal ini Ahmed Deedat mengutip pendapat George
Bernard Show:
“If any religion has a change of conquering England, nay Europe
within the next hundred years, that religion of Islam.”211

Ratu Denmark, Margrethe II mengungkapkan:

“Selama beberapa tahun terakhir ini, kita terus ditantang Islam, baik
secara lokal maupun global. Ini adalah sebuah tantangan yang harus
kita tangani dengan serius. Selama ini kita terlalu lama
mengambangkan masalah ini karena kita terlalu toleran dan malas…
Kita harus menunjukkan perlawanan kita kepada Islam dan pada
saatnya, kita juga harus siap menanggung resiko mendapat sebutan
yang tidak mengenakkan, karena kita tidak menunjukkan sikap
toleran.” (Biografi Ratu Margrethe II, April 2003, dikutip dari
Republika, 7/2/2006).212

Syeikh Muhammad Nuquib Al-Attas memberikan pandangan lebih


jauh:
“The confrontation between Western culture and civilization and
Islam, from the historical religious and military levels, has now moved
on to the intellectual level; and we must realize, then, that this
confrontation is by nature a historically permanent one. Islam is seen
by the West as posing a challenge to its very way of life; a challenge
not only to Western Christianity, but also to Aristotelianism and the
epistemological and philosophical principles deriving from Graeco-

210
Umar A.M. Kasule, “Revolusi Ilmu Pengetahuan: Kenapa Terjadi di Eropa Bukan di
Dunia Muslim”, terj. Elizabeth Diana Dewi, Jurnal Pemikiran dan Peradaban Islam ISLAMIA,
Th. I, No. 3 (September-November, 2004), hal. 82-92.
211
Ahmed Deedat, The, vol. 1, hal. 89.
212
Adian Husaini, Orientalisme: Pengaruh dan Solusinya, materi disampaikan pada mata
kuliah Orientalis dan Kristologi (Surakarta: Magister Pemikiran Islam-UMS, 2013).

94
Roman thought which forms the dominant component integrating the
key elements in dimensions of the Western worldview).”213

Sementara itu, Samuel P. Huntington menyatakan:

If Malaysia and Indonesia continue their economic progress, they


might provide an “Islamic model” for development to compete with
the Western and Asian Models.214

Berbagai pernyataan di atas bukanlah omong kosong dari para pemikir


tersebut. Statistik menyatakan bahwa agama Islam adalah agama yang saat
ini pertumbuhannya sangat cepat di dunia. Deedat menyatakan Janji Allah
adalah benar, hanya dibutuhkan sedikit usaha dari umat muslim. Allah dapat
mengubah suatu bangsa atau kaum dengan kehendaknya sendiri, tetapi Dia
memberikan hak istimewa kepada umat Islam untuk melayani agamanya
dengan jalan berdakwah. Untuk menjadi tentara yang efektif dalam hal ini
adalah mempersenjatai diri dengan Injil Yohanes 16:7 dalam satu atau
beberapa bahasa. Menjadi takdir bagi umat muslim untuk menguasai dan
menggantikan setiap isme (paham), tidak perduli berapa banyak orang yang
tidak beriman akan menentang pesan Islam.215
5. Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 256: Menyebarkan agama Islam dengan
damai

              

            
Artinya: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam);
Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.

213
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam and Secularism, (Kuala Lumpur: ISTAC,
1993), hal. 105.
214
Samuel P. Huntington, Benturan Antar Peradaban dan Masa Depan Politik Dunia, terj.
M. Sadat Ismail, (Yogyakarta: Qalam, 2003), hal. ix-xi. Menurut Alfin dan Heidi Toffler, konflik
utama yang dihadapi saat ini bukan antara Islam dan Barat sebagaimana tesis Samuel P.
Huntington, bukan pula karena Amerika Serikat mengalami kemuduran sebagaimana anggapan
Paul Kennedy, melainkan konflik industri gelombang kedua versus kekuatan-kekuatan pertanian
gelombang pertama dalam skala global. Alfin dan Heidi Toffler, Menciptakan Peradaban baru
Politik, terj. Ribut Wahyudi (Yogyakarta: Ikon Teralitera, 2002).
215
Ahmed Deedat, The, vol. 1, hal. 89.

95
Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada thaghut216 dan beriman kepada
Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat
kuat217 yang tidak akan putus. Dan Allah Maha mendengar lagi Maha
Mengetahui. (Q.S. al-Baqarah: 256).

Tuduhan orientalis218 yang menyatakan Islam disebarkan dengan


pedang adalah tuduhan yang tidak pernah dapat dibuktikan sepanjang
sejarah peradaban Islam. Hal ini dikarenakan secara dogmatis umat Islam
dilarang memaksakan agamanya kepada orang lain sebagaimana anjuran
dalam ayat di atas. Sebagai contoh, muslim mendominasi di India selama 10
abad, tetapi ketika negara tersebut memproklamasikan kemerdekaannya
pada tahun 1947, muslim hanya menempati seperempat dari rakyatnya,
sementara tiga perempatnya adalah Hindu. Mengapa demikian? Karena
muslim tidak pernah memaksakan agamanya kepada umat Hindu
sebagaimana tuntunan al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 256 di atas.
Kemudian ada negara yang tidak pernah sekalipun di datangi oleh tentara
Islam, namun terbukti Islam menjadi mayoritas, seperti Indonesia, Malaysia,
dan Afrika. Islamisasi seluruh negara tersebut tidak pernah melibatkan
pedang atau senjata apapun. Seorang muslim menawarkan agamanya

216
Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah swt. Lihat Mohamad
Taufiq (Aplikasi Qur’an in Word versi 1.0.0).
217
Mujahid mengatakan yang dimaksud dengan al-‘urwa al-wušqȃ adalah iman. Sementara
al-Suddi menyatakan yang dimaksud adalah Islam. Said bin Jubair dan al-Dhahhak yakni kalimat
lȃ ilȃha illallah. Sementara Anas bin Malik menyatakan maksudnya kalimat al-‘urwa al-wušqȃ
berarti al-Qur’an. Salim bin Abi al-Ja’ad menyatakan yang dimaksud adalah cinta karena Allah
dan benci karena Allah. Lihat Abdullah bin Muhammad bin ‘Abd al-Rahman bin Ishaq Ali Syeikh,
Lubab al-Tafsir min Ibnu Katsir, terj. Abdul Ghaffar, jilid 2 (Bogor: Pustaka Imam Syafi’i, 2001),
hal. 516.
218
Menurut Nayif bin Tsaniyah orientalis adalah:
‫ ﻋﺎﱂ ﻏﺮﰊ ﻳﻬﺘﻢ ﺑﺎﻟﺪراﺳﺎت اﻟﺸﺮﻗﻴﺔ‬.(sarjana Barat yang memfokuskan kajiannya pada ketimuran).
Obyek kajian para orientalis secara khusus adalah berkenaan dengan agama-agama di Timur,
khususnya Islam. Secara umum tujuan mereka mengkaji bangsa-bangsa di Timur dengan
keseluruhan lingkungannya. Tujuan mereka terbagi tiga, yakni: (1) Tujuan ilmiah tersamar (hadfu
‘ilmu masybȗh), sasarannya meliputi: membuat ragu tentang keshahihan risalah rasul, membuat
ragu Islam dari Allah, membuat ragu hadits nabi dari segi keontentikannya, membuat ragu nilai
fiqh Islam, membuat ragu bahasa Arab untuk perkembangan ilmiah (2) Tujuan agama (misi) dan
politik (al-hadfu al-diniyah wa al-siyȃsiyah); (3) Tujuan ilmiah murni (hadfu ‘ilmi khȃliṣ). Nayif
bin Tsaniyan, “al-mustasyriqun wa Taujihu al-Siyasiyah al-Ta’limiyyah fi al-‘Alami ma’a
Dirosatin Taṭbiqiyyatin ‘ala Duwal al-Khalij al-Aroby”, dalam M. Shobiri Muslim, Materi
Orientalisme, (Kediri: STAIN Kediri, 2010), hal. pendahuluan. Lihat juga Hamka, Studi Islam,
(Jakarta: Pustaka Panjimas, 1985), hal. 12.

96
dengan akhlak yang baik dan moral yang tinggi.219 Berikut pernyataan
Mahatma Gandi (bapak India Modern) yang dikutip oleh Ahmed Deedat:
"The more I study the more I discover that the strength of Islam does
not lie in the sword."220

Kemungkinan para orientalis melakukan tuduhan bahwa Islam


disebarkan dengan pedang terinspirasi oleh kitab Injil, yang justru
menyatakan bahwa pembawa pedang adalah Yesus, bukannya Muhammad
saw., berikut kutipannya:
“Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa
damai di atas bumi; Aku datang bukan untuk membawa damai,
melainkan pedang. Sebab Aku datang untuk memisahkan orang dari
ayahnya, anak perempuan dari ibunya, menantu perempuan dari ibu
mertuanya, dan musuh orang ialah orang-orang seisi rumahnya.”
(Injil Matius 10: 34-36).

Berbeda dengan apa yang menjadi misi Yesus tersebut, seorang


muslim sangat memahami perintah Allah tentang penyebaran agama Islam,
bahwa pemaksaan sangat tidak sesuai dengan agama yang benar, hal ini
dikarenakan beberapa alasan:
a. Memeluk suatu agama tergantung keinginan dan keyakinan. Tidak
memiliki arti apapun bila memeluk suatu agama dengan dipaksa. Paksaan
membuat orang masuk, namun tidak mengikuti setulus hati.
b. Jalan kebenaran dan jalan yang salah telah jelas digambarkan Allah, tidak
ada keraguan sedikitpun tentang kedua hal tersebut dan batasan
keduanya. Oleh karenanya, kemauan manusia memilih Islam merupakan
dasar keyakinan atas kebenaran.
c. Allah senantiasa memelihara manusia, dan Allah berjanji untuk
mengantarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya yang nyata (min
aẓ-ẓulumȃti ila an-nȗr).221

219
Ahmed Deedat, The, vol. 1, hal. 130.
220
Ibid., hal. 136.
221
Ibid., hal. 129-130.

97
Demikianlah konsep dakwah Islam yang dilakukan tanpa pemaksaan.
Sehingga segala tuduhan orientalis hanyalah bias subyektif yang tidak akan
pernah bisa dibuktikan sepanjang sejarah dimanapun.
6. Al-Qur’an surat al-Ikhlas ayat 1-4: Batu uji teologi

               

  


Artinya: “Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa.222 Allah adalah
Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan
tidak pula diperanakkan,223 dan tidak ada seorangpun yang setara dengan
Dia." (Q.S. al-Ikhlas: 1-4).

Surat yang terdiri atas empat ayat tersebut menurut Ahmed Deedat
merupakan batu uji atas konsep ketuhanan dalam agama apapun di muka
bumi ini, baik itu agama semitic, seperti Islam, Yahudi, Kristen, maupun
agama-agama non-semitic seperti Hindu, Budha, dan lain-lain. Tidak ada
sebuah ilmu teologi atau konsep tentang Tuhan yang keluar dari empat ayat
tersebut. Sebagai batu uji tentang teologi, umat Islam dapat menerima atau
menolak setiap ide Tuhan, atau dengan kata lain mengetahui Tuhan yang
sebenarnya dari Tuhan-Tuhan yang dibuat oleh manusia. Sebagaimana batu
uji untuk menguji emas, banyak yang terlihat berkilauan ternyata justru

222
Kata (aḥad) bisa berfungsi sebagai nama dan bisa pula berfungsi sebagai sifat. Apabila
ia berfungsi sebagai sifat, maka ia khusus hanya diperuntukkan bagi Allah semata, dalam arti
Allah memiliki sifat sendiri yang tidak dimiliki oleh selain-Nya. Lihat M. Quraish Shihab, Tafsir
al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Kesesuaian al-Qur’an, vol. 15, (Jakarta: Lentera Hato, 2005), hal.
609.
223
Mengenai ayat ini, Allah juga menegaskannya di ayat lain:
“Dan mereka berkata: "Tuhan yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak".
Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar, hampir-hampir
langit pecah Karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka
mendakwakan Allah yang Maha Pemurah mempunyai anak. Dan tidak layak bagi Tuhan yang
Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak. Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi,
kecuali akan datang kepada Tuhan yang Maha Pemurah selaku seorang hamba. Sesungguhnya
Allah telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti. Dan
tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri.” (Q.S.
Maryam: 88-95).

98
bukan emas yang asli. Begitupun pada Tuhan, banyak orang menjadikan
sesuatu sebagai Tuhan, padahal itu bukan Tuhan yang sesungguhnya.224
Zakir Naik memberikan komentar lebih lanjut berkenaan dengan batu
uji teologi tersebut. Di mana ia mengatakan bahwa pada hakekatnya setiap
agama mempunyai konsep yang sama, yakni mampu mengenal Tuhan yang
sebenarnya beserta atribut sifatnya, yakni dengan cara meneliti ayat-ayat
dalam kitab mereka mengenai konsep ketuhanan dan bukan dengan
mengamati tingkah laku pengikut agama tersebut. Karena tingkah laku
penganut agama tidak selamanya benar sesuai dengan ajaran agama, bahkan
banyak yang tidak mengetahui tentang apa yang dijelaskan ayat-ayat dalam
kitab suci mereka mengenai Tuhan.225
Berkenaan dengan sifat-sifat Tuhan sebagai perbandingan sifat yang
ada dalam al-Qur’an, sifat tersebut juga terdapat dalam konsep agama
lainnya. Agama Hindu mewakili agama non-semitic—Arya—
226
mengemukakan sebagai berikut:
a. Kitab Hindu Uphanishard, disebutkan dalam Chandogya Uphanishard,
Pasal 6, bagian 2, ayat 1: “Tuhan adalah Esa (Akkam Avidetuim) tidak
ada yang kedua.” Sama seperti dalam kitab suci al-Qur’an surat al-Ikhlȃs
ayat 1 “qul huwa Allahu aḥad”.
b. Kitab Sweta Sutara Uphanishard, Pasal 6 ayat 9: “Na Kasia Kasji Janita
Nakadipa”, yang berarti “Dia tidak memiliki ibu bapak dan tidak
memiliki tuan”. Sama seperti dalam kitab suci al-Qur’an surat al-Ikhlȃs
ayat 3: lam yalid walam yȗlad.
c. Kitab Sweta Sutara Uphanishard, Pasal 4 ayat 19, “Natastya Pratima
Asti”, tidak ada yang serupa dengan-Nya. Sama seperti dalam kitab suci
al-Qur’an surat al-Ikhlȃs ayat 4: “walam yakun lahȗ kufuwan aḥad.”227

224
Ahmed Deedat,The, vol. 1, hal. 212-213.
225
Zakir Naik, Concept of God in Major Religions, Islamic Research Foundation, (DVD:
Video debat dan presentasi Zakir Naik).
226
Kutipan terjemahan dari S. Radha Krisnan, lihat Ibid.
227
Ibid

99
Kitab agama Hindu yang paling suci adalah kitab Weda di samping
kitab-kitab yang lainnya. Dalam Kitab Weda, Kitab Ajurved, Pasal 32 ayat 3
digambarkan sifat Tuhan: “Natastya Pratima Asti”, tidak ada yang serupa
dengan-Nya. Hal ini sesuai dengan Q.S. al-Ikhlȃs ayat 4.228
Konsep ketuhanan dalam agama Yahudi mengacu kepada Kitab
Perjanjian Lama (Old Testament), bahwa Nabi Musa as. bersabda di dalam
Kitab Ulangan, pasal 6 ayat 4: Shema Yisrael, Adonai Elohenu, Adonai
Echad (Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu
esa).229 Konsep ketuhanan dan sifat-sifat-Nya yang lainnya berturut-turut
sebagaimana ayat berikut:
a. Kitab Yesaya pasal 43 ayat 11
“Aku, Akulah TUHAN dan tidak ada juruselamat selain dari pada-Ku.”
b. Kitab Yesaya pasal 45 ayat 5
“Akulah TUHAN dan tidak ada yang lain; kecuali Aku tidak ada Allah.
Aku telah mempersenjatai engkau, sekalipun engkau tidak mengenal
Aku.” Hal ini sama sebagaimana isi syahadat tauhid, yang menyatakan
persaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah.
c. Kitab Yesaya pasal 46 ayat 9
“Ingatlah hal-hal yang dahulu dari sejak purbakala, bahwasanya Akulah
Allah dan tidak ada yang lain, Akulah Allah dan tidak ada yang seperti
Aku. Hal ini sama sebagaimana yang dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-
Ikhlȃs ayat 4: “walam yaqul lahȗ kufuwan aḥad”.
d. Keluaran pasal 20 ayat 3-5 dan Kitab Ulangan pasal 5 ayat 7-9

“Jangan ada padamu allah lain dihadapan-Ku. Jangan membuat


bagimu patung yang menyerupai apa pun yang ada di langit di atas, atau
yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi.
Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab
Aku, TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan
kesalahan Bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga
dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku,”

228
Ibid
229
Ibid

100
Ayat tersebut secara esensi sama dengan surat al-Ikhlȃs.
Selanjutnya, konsep ketuhanan dalam agama Kristen mengacu kepada
Injil, sebagai berikut:
a. Injil Yohanes pasal 14 ayat 28

“...... sebab Bapa lebih besar dari pada Aku.”

b. Injil Yohanes pasal 10 ayat 29

“Bapa-Ku, yang memberikan mereka kepada-Ku, lebih besar dari


siapapun..........”

Kedua ayat dalam Injil Yohanes di atas sama dengan ungkapan

“Allahu akbar”.

c. Injil Yohanes pasal 5 ayat 30

“Aku tidak dapat berbuat apa-apa dari diri-Ku sendiri; Aku


menghakimi sesuai dengan apa yang Aku dengar, dan penghakiman-
Ku adil, sebab Aku tidak menuruti kehendak-Ku sendiri, melainkan
kehendak Dia yang mengutus Aku.”

Ini sesuai dengan misi dari seluruh nabi-nabi yang diutus Allah,
yakni hanya mengikuti perintah Allah. Dalam al-Qur’an dikatakan:
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan
hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang
diwahyukan (kepadanya).” (Q.S. al-Najm: 3-4).

d. Injil Yohanes pasal 17 ayat 3

“Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau,
satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang
telah Engkau utus.”

Ayat tersebut merupakan dua kalimat syahadat pada umat nabi Isa
atau Yesus as., sebagaimana dua kalimat syahadat yang menjadi
persyaratan sebelum memeluk Islam bagi umat Muhammad saw.
e. Injil Matius pasal 12 ayat 28

“....Aku mengusir setan dengan kuasa roh Allah,.....”

101
f. Injil Matius pasal 19 ayat 16-17

“Ada seorang datang kepada Yesus, dan berkata: “Guru, perbuatan


baik apakah yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang
kekal?” Jawab Yesus: “Apakah sebabnya engkau bertanya kepada-
Ku tentang apa yang baik? Hanya satu yang baik. Tetapi jikalau
engkau ingin masuk ke dalam hidup, turutilah segala perintah
Allah.”

g. Injil Markus pasal 12 ayat 29

Pada ayat ini Yesus sebagaimana nabi-nabi yang lain menjelaskan


posisinya menerangkan siapa Tuhan bagi umatnya, sebagaimana Musa
as. yang menyatakan dalam Kitab Ulangan pasal 6 ayat 4, Yesuspun
mengatakan hal yang sama dalam Injil Markus pasal 12 ayat 29 ketika
ditanya tentang hukum yang utama, ia memberi jawaban: “Shema
Yisrael, Adonai Elohenu, Adonai Echad” (Dengarlah, hai orang Israel,
Tuhan Allah kita, tuhan itu esa).230 Dan ajaran ini terus berkelanjutan
hingga kepada nabi terakhir Muhammad saw. yang menyatakan: qul
huwa Allahu aḥad (katakanlah Allah itu esa atau satu).
Berdasarkan konsep ketuhanan dalam Injil di atas, Yesus atau Nabi
Isa as. tidak pernah menunjukkan bahwa dirinya lebih hebat dari Allah,
bahkan Yesus mengakui bahwa ia hanyalah diutus untuk menyampaikan apa
yang telah diperintahkan Allah kepadanya, sebagaimana perintah yang sama
juga dilakukan oleh nabi-nabi Allah yang lain, yakni hanya menyampaikan
apa yang para Nabi tersebut dengar dari Allah. Inilah pemahaman yang
benar, bukan sebagaimana yang dilakukan umat Kristen saat ini dengan
menuhankan nabi Isa atau Yesus yang sama sekali tidak terdapat dalam
ajaran Yesus.
Kesimpulan dari berbagai uraian di atas mengenai surat al-Ikhlȃs
yakni semua agama akan bermuara pada Tuhan yang satu, yakni ajaran
tauhid sebagaimana yang diyakini oleh umat Islam saat ini. Penyimpangan
penganut agama atas praktek ibadah dan pemberian sifat kepada Allah tidak

230
Ibid. Kutipan dalam Bibel, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru secara
konsisten penulis mengutipnya dari Lembaga Alkitab Indonesia 1974.

102
lain karena kegagalan dan ketidakmampuan mereka membuka diri
menerima petunjuk Allah swt. Oleh karenanya, penganut-penganut agama
lain seharusnya memeluk Islam, sesuai dengan petunjuk kitab mereka,
bukan mengikuti tradisi keagamaan mereka. Di sinilah peran serta umat
Islam dalam dakwah meluruskan konsep ketuhanan yang ada, sebagaimana
panggilan dakwah untuk mengajak kepada kalimatin sawa—tauhid. Dengan
Q.S. al-Ikhlȃs ini, manusia dapat menemukan kualitas Tuhan, dan
menghindari perangkap di mana manusia sering jatuh kepada hal yang sama
dalam usaha memahami Tuhan.231
7. Al-Qur’an surat ali-Imrȃn ayat 110: Sasaran dakwah

         

           

   


Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan
beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik
bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka
adalah orang-orang yang fasik.” (Q.S. ali-Imrȃn: 110).

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir bahwa Umar bin al-Khattab mengatakan:


Barangsiapa yang ingin manjadi bagian dari umat terbaik, maka
laksanakanlah persyaratan dalam ayat tersebut. Barangsiapa yang tidak
melaksanakan ketentuan syarat sebagaimana ayat di atas, maka ia
menyerupai ahlu al-kitȃb yang dicela oleh Allah dalam firman-Nya:

          


Artinya: “Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar
yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka
perbuat itu.” (Q.S. al-Mȃidah: 79).

231
Ahmed Deedat, The, vol. 1, hal. 217.

103
Oleh karena itu, Allah swt. berfirman: “seandainya ahli al-kitȃb”
beriman kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad saw. (al-Qur’an),
niscaya itu lebih baik bagi mereka. Diantara mereka ada orang yang
beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik, sesat,
kafir, dan durhaka.232
Menurut Ahmed Deedat, ayat di atas adalah suatu legitimasi untuk
membagi kebenaran agama Islam kepada para ahlu al-kitȃb. Bagian awal
ayat tersebut memperkenalkan tentang kriteria umat terbaik, yang
memperkenalkan risalah agama Islam tentang menyuruh kepada kebaikan
dan mencegah kepada kemungkaran. Allah menganugerahkan kepada umat
Islam kemuliaan, hak-hak istimewa dan status yang tinggi. Namun status
kemuliaan tersebut tidak berarti apa-apa tanpa perbuatan nyata, yakni
membagi status yang mulia ini dengan umat manusia lainnya.233
Ahlu al-kitȃb (Yahudi dan Kristen) adalah sasaran utama, karena
mereka memang dipersiapkan untuk menerima pesan ini. Selain itu banyak
diantara nabi-nabi mereka yang mengajarkan tentang Taurat, Zabur, dan
Injil. Mereka adalah umat yang paling tepat dan paling siap menerima pesan
Islam, namun sebagaimana yang dikatakan akhir ayat di atas sebagian besar
mereka adalah orang–orang fasik. Di sinilah dibutuhkan peran serta umat
Islam dengan tidak meninggalkan mereka sendiri untuk mengarahkan dan
mendalami mengapa mereka menolak Islam dan berusaha merumuskan
metode dakwah yang tepat terhadap mereka agar mereka menerima Islam.234
8. Al-Qur’an surat al-Nisȃ’ ayat 157: Yesus tidak disalib

            

                

       

232
Ibnu Katsir, Tafsir, hal. 393.
233
Ahmed Deedat, The, vol. 2, hal. 1-3.
234
Ibid

104
Artinya: “Dan karena ucapan mereka: "Sesungguhnya kami telah
membunuh al-Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah235", padahal mereka
tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka
bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka.
Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan)
Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka
tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali
mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang
mereka bunuh itu adalah Isa.” (Q.S. al-Nisȃ’: 157).

Orang-orang Yahudi dengan bangga mengatakan bahwa mereka telah


membunuh Isa as. atau Yesus di tiang salib. Selanjutnya, orang Kristen-pun
merasa diuntungkan dengan penyaliban tersebut karena setelah kejadian
tersebut dalam beberapa konsili236 menetapkan bahwa darah Yesus di tiang
salib adalah dalam rangka menebus dosa umat manusia, sehingga konsep
penyaliban dalam agama Kristen menjadi inti dari ajaran Kristen. Namun
kedua umat tersebut (Yahudi dan Kristen) mendapat kritik yang keras dari
umat Islam atas sikap ekstrim mereka237, dengan tuduhan yang tidak
mendasar sebagaimana yang dipaparkan dalam ayat di atas.

235
Mereka menyebut Isa putra Maryam itu rasul Allah ialah sebagai ejekan, karena mereka
sendiri tidak mempercayai kerasulan Isa itu. Lihat Mohamad Taufiq (Aplikasi Qur’an in Word
versi 1.0.0).
236
Konsili adalah pertemuan dewan-dewan gereja dalam rangka memutuskan sesuatu
tentang suatu masalah yang sifatnya doktriner, pastoral, legislasi, dan administrasi dalam agama
Katholik. Konsili wajib dihadiri oleh setiap utusan dari seluruh penjuru dunia. Konsili memiliki
arti yang urgen. Di mana melalui penyelenggaraan konsili disepakati ajaran-ajaran dasar untuk
menggagas doktrin Kristen, sesuai dengan tuntutan politik dan kehidupan sosial aliran ekstrem
gereja. Menurut Irena Handono, ada tujuh konsili yang menjadi pembentuk doktin Kristen saat ini
di samping konsili-konsili lainnya. Lihat Irena Handono, “Konsili dan Penetapan Doktrin Kristen”,
dalam web Irena Handono Center; bandingkan dengan Rauf Syalabi, Distorsi Sejarah dan Ajaran
Yesus, terj. Imam Syafei Riza, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001); Norman P. Tamer, Konsili-
Konsili Gereja: Sebuah Sejarah Singkat, terj. Willie Koen, (Yogyakarta: Kanisius, 2007).
237
Berdasarkan firman Allah swt:
“Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu
mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, Isa putera Maryam itu,
adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada
Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-
rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: "(Tuhan itu) tiga", berhentilah (dari ucapan itu).
(itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari
mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah
menjadi Pemelihara.” (Q.S. al-Nisȃ’: 171).

105
Al-Qur’an membantah dengan tegas dakwaan bahwa usaha musuh-
musuh Isa al-Masih untuk membunuh dan menyalibnya itu berhasil. Allah
swt. berfirman:

       


Artinya: “Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas
tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.” (Q.S. ali-
Imrȃn: 54).

Masalah penyaliban Isa as. atau Yesus sama sekali tidak pernah
terjadi. Sebaliknya, yang disalib sebenarnya adalah orang yang diserupakan
dengan Isa al-Masih. Tetapi orang-orang Kristen telah mempercayai dugaan
orang-orang Yahudi yang mengatakan mereka menyalibnya. Padahal tidak
ada bukti yang kuat bahwa yang ditangkap tersebut adalah Yesus, berikut
riwayat yang terdapat dalam Injil ketika Yesus di hadapan mahkamah
Agama untuk mengadili dirinya:
“......Lalu kata Imam Besar itu kepada-Nya: “Demi Allah yang hidup,
katakanlah kepada kami, apakah Engkau Mesias, Anak Allah, atau
tidak.” Jawab Yesus: Engkau telah mengatakannya. Akan tetapi,
Aku berkata kepadamu, mulai sekarang kamu akan melihat Anak
Manusia duduk si sebelah kanan yang Mahakuasa dan datang di atas
awan-awan di langit.” (Injil Matius 26: 63-64).

Diceritakan pula pada Injil Markus:

“..........Imam Besar itu bertanya kepada-Nya sekali lagi, katanya:


“Apakah Engkau Mesias, Anak dari Yang Terpuji?” Jawab Yesus:
“Akulah Dia238, dan kamu akan melihat Anak Manusia duduk di

238
Kutipan ayat di atas diambil dari Bibel Terjemahan bahasa Indonesia terbitan Lembaga
Alkitab Indonesia tahun 1974, dan bila dikomparasikan dengan Bibel versi King James tampak
terjemahan bahasa Indonesia tersebut kurang tepat, dalam Bibel versi King James dikatakan:
{14:62} And Jesus said, I am: and ye shall see the Son of man sitting on the right hand of power,
and coming in the clouds of heaven. (bila diartikan: “Dan Yesus berkata, Aku: dan kamu akan
melihat Anak dari manusia duduk di sebelah kanan yang Mahakuasa, dan datang pada awan-
awan surga”). Tidak terdapat kata “Dia (he)”. Sementara kata “I am (Aku)” saja adalah sebuah
jawaban yang tidak memastikan , karena dengan menyebut kata “Aku” saja, belum tentu Yesus.
Hal yang sama juga terdapat dalam terjemahan Injil Yohanes berikut:
{18:8} Jesus answered, I have told you that I am [he:] if therefore ye seek me, let these go their
way: (Yesus menjawab, Aku telah mengatakan kepadamu bahwa Akulah (dia) jika Aku yang kamu
cari, biarkanlah mereka ini pergi). Kata “he” versi King James ditambahkan tanda kurung.
Sementara dalam Alkitab terjemahan Indonesia telah menghilangkan tanda kurung kata “he”
tersebut. Untuk mengerti maksud hal tersebut tidak diperlukan kemahiran untuk menjadi seorang

106
sebelah kanan yang Mahakuasa dan datang di tengah-tengah awan-
awan di langit.” (Injil Markus 14:61-62).

Injil Lukas lebih detail lagi menceritakannya peristiwa tersebut:

“Katanya: “Jikalau Engkau adalah Mesias, katakanlah kepada


kami.” Jawab Yesus: “Sekalipun Aku mengatakannya kepada kamu,
namun kamu tidak akan percaya; dan sekalipun Aku bertanya
sesuatu kepada kamu, namun kamu tidak akan menjawab. Mulai
sekarang Anak Manusia sudah duduk di sebelah kanan Allah yang
Mahakuasa.”Kata mereka semua: “Kalau begitu engkau ini Anak
Allah?” Jawab Yesus: “Kamu sendiri mengatakan, bahwa Akulah
Anak Allah.” (Injil Lukas 22: 67-70).

Semua jawaban Yesus di atas adalah jawaban yang tidak


menimbulkan kepastian. Ketika ia mengatakan: Engkau telah
mengatakannya; Akulah; Kamu sendiri mengatakan bahwa Akulah Anak
Allah, sama seperti ia mengatakan, “itu kan menurutmu.” Kalau seandainya
dia benar Yesus, pasti ia akan menjawab dengan tegas. Kemudian bukti
keraguan sosok Yesus selanjutnya ketika ia dihadapkan kepada wali negeri
sebelum ia diserahkan untuk disalib.
“Lalu Yesus dihadapkan kepada wali negeri. Dan wali negeri
bertanya kepada-Nya: “Engkaukah raja orang Yahudi?” Jawab
Yesus: “Engkau sendiri mengatakannya.” (Injil Matius 27: 11).

Cerita yang sama juga terdapat dalam Injil Markus:

“Pilatus bertanya kepada-Nya: “Engkaukah raja orang Yahudi?”


Jawab Yesus: “Engkau sendiri mengatakannya.” (Injil Markus 15:
2).

Sama halnya pada Injil Lukas yang mengatakan:

“Pilatus bertanya kepada-Nya: “Engkaukah raja orang Yahudi?”


Jawab Yesus: “Engkau sendiri mengatakannya.” (Injil Lukas 23: 3).

Sementara itu pernyataan Yesus dalam Injil Yohanes,

“Maka kembalilah Pilatus ke dalam gedung pengadilan, lalu


memanggil Yesus dan bertanya kepada-Nya: “Engkau inikah raja

penginjil terlebih dahulu, sebab kata “he” adalah sebuah penambahan dari penerjemah.
Terjemahan dikutip dari “The King James Version of the Holy Bibel”, www.davince.com/Bibel.

107
orang Yahudi?” Jawab Yesus: “Apakah engkau katakan hal itu dari
hatimu sendiri, atau adakah orang lain yang mengatakannya
kepadamu tentang Aku?” (Injil Yohanes 18: 33-34).

Lagi-lagi jawaban ketidakpastian dari Yesus, bahwa ia menjawab:


Engkau sendiri mengatakannya; Apakah engkau katakan hal itu dari
hatimu sendiri atau adakah orang lain yang mengatakannya kepadamu
tentang Aku? Sama dengan ungkapan “itukan kamu yang bilang”. Jadi
sebelum disalib sekalipun tidak ada satupun orang-orang yang menangkap
Yesus yang dapat memastikan bahwa yang mereka tangkap benar-benar
Yesus. Mereka ragu apakah yang mereka tangkap dan bunuh itu Yesus atau
bukan, karena tentara-tentara itu tidak mengenal pribadi Yesus dengan
yakin.239 Hal ini sesuai dengan keterangan Bibel di atas, maka mereka tidak
dapat memastikan tentang orang yang ditangkap tersebut, sehingga al-
Qur’an mengkonfirmasi,

                

  


Hal ini dikarenakan ketika mereka hendak menangkap Yesus mereka

semuanya jatuh pingsan,

“Maka Yesus, yang tahu semua yang akan menimpa diri-Nya maju ke
depan dan berkata kepada mereka: “Siapakah yang kamu cari?”
Jawab mereka: “Yesus dari Nazaret.” Kata-Nya kepada mereka:
“Akulah (dia)” dan Yudas yang menghianati Dia berdiri juga di situ
bersama-sama mereka. Ketika Ia berkata kepada mereka: “Akulah
Dia”, mundurlah mereka dan jatuh ke tanah.” (Yohanes pasal 18: 4-
6).

Kekacauan tersebut bertambah karena para murid yang benar-benar


mengenal pribadi Yesus meninggalkan Yesus di saat-saat genting ketika
Yesus hendak ditangkap, sebagaimana yang diceritakan dalam Injil Matius
26: 56 dan Injil Markus 14: 50,

239
Muslih Abdul Karim, Isa dan Al-Mahdi di Akhir Zaman, (Jakarta: Gema Insani, 2006),
hal. 58.

108
“Lalu semua murid itu meninggalkan Dia dan melarikan diri.”

Al-Qur’an sendiri mengkonfirmasi bahwa Yesus atau Isa as. telah


diangkat ke langit, sehingga wajar saja orang yang ditangkap tidak
memastikan dirinya adalah Yesus, karena wajahnya diserupakan, sehingga
sulit untuk menjelaskan siapa sebenarnya ia. Ibnu Katsir menjelaskan bahwa
pada malam penangkapan itu Isa as. atau Yesus meminta kepada murid-
muridnya tiga kali agar salah satu dari mereka maju ke depan tentara untuk
menggantikan dirinya dan dia akan menjadi temannya di surga. Setiap kali
permintaan diulang, maka yang bersedia adalah pemuda yang sama. Setelah
tentara yang akan menangkap dan membunuh Isa as. datang, Allah segera
menyerupakan pemuda itu dengan Al-Masih, sehingga merekapun
menangkap, mengambil, mengadili, dan menyalib pemuda tersebut.240
Pendapat yang gamblang dipaparkan dalam Injil Barnabas241, ia
menyatakan bahwa yang diserupakan wajahnya dengan Yesus adalah

240
Ibnu Katsir, Tafsir, hal. 549.
241
Injil Barnabas adalah Injil Apokrifa (yang diragukan keasliannya oleh Gereja) lawan
dari Injil Kanonik (Injil Matius, Injil Markus, Injil Lukas, Injil Yohanes) yang diterima gereja.
Cerita tentang perselisihan antara Barnabas dan Paulus yang terdapat dalam Kisah Para Rasul
menjadi bukti bahwa ajaran Kristen saat ini lebih didominasi oleh ajaran Paulus yang ingin
menghilangkan beberapa hukum Taurat dengan penyesuaian terhadap hukum-hukum masyarakat
sekitar yang pada waktu itu di bawah kekuasaaan imperium Romawi, sehingga membuat Barnabas
merasa keberatan,
“Dan beberapa orang tertentu dari Yudea telah mengajarkan kepada saudara-saudara seagama,
dan berkata, jika engkau tidak berkhitan menurut ajaran Musa, maka engkau tidak akan selamat”.
Oleh karena itu, ketika Paulus dan Barnabas mempunyai perbedaan pendapat yang tajam dan
perdebatan-perdebatan yang sengit diantara keduanya, mereka memutuskan bahwa Paulus dan
Barnabas hendaknya pergi ke Yerusalem untuk bertemu dengan para apostle (rasul-rasul) dan
para sesepuh tentang masalah ini.” (Kisah Para Rasul 15: 1 dan 2 dikutip dari The King James
Version of The Holy Bibel, www.davince.com/Bibel).
Titik balik dari peristiwa ini adalah Paulus dan Barnabas berpisah, dikarenakan ajaran Paulus yang
berkompromi dengan ajaran-ajaran legenda Romawi yang menyatakan tentang Tuhan mempunyai
anak (Kisah Para Rasul 9:20), sehingga ajaran Paulus berkembang pesat dan kuat dan berhasil
menjadikan para raja tunduk dan dijadikan alat demi memenuhi kepentingan gereja. Sementara itu
Barnabas yang juga menyebarkan ajaran Yesus yang sebenarnya (Kisah Para Rasul 11:24) karena
tidak terorganisir kalah dengan Paulus. Hingga pada tahun 325 Masehi ketika terjadi Konsili Nicea
yang menetapkan Trinitas sebagai agama negara, para pengikut Barnabas semakin terdesak.
Diperkirakan sebanyak 270 Bibel yang tidak sesuai dengan ajaran Paulus yang telah menguasai
negara semuanya dibakar (dianggap apokrifa), termasuk Injil Barnabas. Lihat M. Jazuli, Materi
dan Metode Dakwah dalam VCD “Persamaan-Persamaan antara Islam dan Kristen” Karya Zakir
Naik, “Skripsi Tidak Terbit”, (Semarang: Fakultas Dakwah IAIN Semarang, 2008), hal. 33-35;
lihat juga Sanihu Munir dan J. L. Lengkong, Mengungkap Misteri Injil Barnabas (DVD: Debat
Ilmiah Lintas Agama, Yayasan Mitra Center Jakarta, 2005). Michael H. Hart menyebut bahwa

109
Yehuda al-Askharbuti.242 Pendapat ini sesuai dengan yang ada dalam Injil
Barnabas:
“Setelah tentara dekat dengan Yehuda dari tempat di mana Yesus
berdiri, Yesus mendengar suara banyak orang semakin mendekat.
Oleh karena itu ia mundur ke rumah dengan rasa ketakutan, saat itu
sebelas orang yang berada di rumah sedang tidur. Setelah Allah
melihat bahaya yang mengancam hamba-Nya, Allah memerintahkan
Jibril, Mikhail, Adrin, maksudnya Israfil dan Izrail dan duta-dutanya
untuk mengambil Yesus dari dunia. Maka para malaikat yang suci
itupun mengambil Yesus dari jendela yang menghadap ke selatan, lalu
dia dibawa ke langit ketiga ditemani malaikat yang menyucikan Allah
selamanya. Allah Yang Mahaajaib datang dengan sesuatu yang ajaib
pula. Yehuda tiba-tiba berubah ucapan dan wajahnya, dan menjadi
serupa dengan Yesus, sehingga kami menduga dia adalah Yesus.
Adapun dia sendiri, setelah kami bangun, sedang mencari-cari di
mana tuan guru. Oleh karena itu kami sangat heran, dan kami
katakan, Engkau, wahai tuan, adalah guru kami. Apakah engkau
sudah lupa kepada kami sekarang?”243

Apa yang dikemukakan Barnabas ini secara umum juga di katakan


Lukas sebagai berikut,
“Katanya: “Jikalau Engkau adalah Mesias, katakanlah kepada
kami.” Jawab Yesus: “Sekalipun Aku mengatakannya kepada kamu,
namun kamu tidak akan percaya; dan sekalipun Aku bertanya sesuatu
kepada kamu, namun kamu tidak akan menjawab. Mulai sekarang
Anak Manusia sudah duduk di sebelah kanan Allah yang
Mahakuasa.”Kata mereka semua: “Kalau begitu engkau ini Anak
Allah?” Jawab Yesus: “Kamu sendiri mengatakan, bahwa Akulah
Anak Allah.” (Injil Lukas 22: 67-70).

Mengapa Yesus mengatakan: “sekalipun ia mengatakan sesuatu,


mereka di Mahkamah Agama tidak mempercayainya?” Hal ini dikarenakan
ia memang bukan Yesus, sementara ketika ia harus berterus terang bahwa ia
bukan Yesus adalah kesia-siaan belaka mengingat wajahnya yang telah
diganti Allah mirip dengan Yesus sebagaimana yang disampaikan oleh al-

ajaran Kristen saat ini adalah ajaran Paulus. Lihat Michael H. Hart, The 100: A Ranking of the
Most Influential Persons in History, (New York: Hart Publishing Company Inc, 1978), hal. 38-39.
242
Yehuda al-Askharbuti adalah sama dengan Yudas Iskariot, sebagaimana penyakit orang
Kristen yang suka mengganti nama orang sesuai dengan lidah mereka, misalnya Esau/Yeheshua
menjadi Yesus, Yusuf menjadi Joseph, Yahya menjadi Johanes, Ibrahim menjadi Abraham, Yunus
menjadi Jonah, dan lain-lain. Lihat Ahmed Deedat, What, hal. 24.
243
Injil Barnabas, Pasal 215, terj. Rahnip P, (Surabaya: Bina Ilmu, 1990), hal. 288.

110
Qur’an dan Injil Barnabas di atas. Selanjutnya, bukti bahwa Yesus telah
diangkat ke surga yakni ketika orang tersebut menyatakan “mulai sekarang
anak manusia sudah duduk di sebelah kanan Allah yang Mahakuasa.” Kata
hereafter (sekarang) menunjukkan waktu, di mana di saat yang sama Yesus
yang asli telah diangkat ke surga di langit ke tiga. Bukti selanjutnya, ketika
ditanya tentang dirinya apakah ia anak Tuhan? Ia menjawab “Kamu sendiri
mengatakan bahwa Aku Anak Allah”, sama dengan ungkapan “itukan
katamu, bukan kata-ku” sehingga jawabannya tidak menunjukkan ketegasan
bahwa ia adalah Yesus atau Isa as.
Kaum Kristen meletakkan penyaliban Yesus atau Isa as. sebagai
prinsip dasar kepecayaan mereka karena mereka meyakini bahwa Yesus
adalah tuhan dalam bentuk manusia yang turun dari langit dan rela
mengorbankan dirinya untuk menebus dosa manusia. Ahmed Deedat
mengatakan kematian Yesus di atas kayu salib merupakan inti dari doktrin
Kristiani secara keseluruhan. Semua teori Kristen tentang Tuhan, makhluk,
dosa, dan kematian, berporos pada keyakinan tentang disalibnya Yesus atau
Isa as. Begitupun teori Kristiani tentang sejarah, gereja, iman, penyucian
dosa, cita-cita di masa depan, seluruhnya bersumber dari penyaliban Yesus.
Secara singkat dapat dikatakan tanpa penyaliban seluruh dogma Kristen
tidak mungkin ada.244
Ahmed Deedat telah menerbitkan buku dengan judul Crucifixion or
Cruci-fiction sebagai bantahan atas penyaliban Yesus. Berbeda dengan
kacamata Islam pada umumnya, Deedat secara jujur menyatakan sebagai
muslim keyakinannya mengenai konsep penyaliban adalah sesuai dengan al-
Qur’an surat al-Nisȃ’ ayat 157, namun karena ia dipercaya oleh sejumlah
umat Kristen dalam mengkaji tema ini maka ia juga membuat penelitian
berkaitan tentang konsep penyaliban secara objektif mengacu kepada kitab
umat Kristen sendiri. Harapannya dari kajiannya tersebut mengenai konsep
penyaliban akan menjadi senjata yang ampuh bagi umat Kristen dalam

244
Ahmed Deedat, Crucifixion or Cruci-fiction, (Afrika Selatan: IPCI, 2003), hal. 1-4.

111
memahami konsep penyaliban Yesus dalam rangka membela salah satu nabi
yang dimuliakan oleh Allah swt.245
9. Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 111: Menganalisis bukti

              

      


Artinya: “Dan mereka (Yahudi dan Nashrani) berkata: "Sekali-kali tidak
akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau
Nasrani". Demikian itu (hanya) angan-angan mereka yang kosong belaka.
Katakanlah: "Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang
yang benar".” (Q.S. al-Baqarah: 111).

Orang-orang Yahudi dan Nashrani (Kristen) selalu berkhayal dengan


menyatakan bahwa mereka akan memasuki surga, sehingga Allah swt.
berfirman sebagaimana ayat di atas agar orang-orang Yahudi dan Nashrani
mengemukakan penjelasan dan hujah jika mereka orang yang benar dalam
pengakuan yang demikian.
Ahmed Deedat senantiasa menuturkan ketika berargumentasi dengan
umat Yahudi dan Kristen yang bertentangan dan berlebih-lebihan terhadap
suatu konsep, misalnya masalah penyaliban yang menjadi inti dari agama
Kristen saat ini—sebagai satu-satunya nilai jual agama Kristen—maka
dalam hal ini Allah swt. memerintahkan umat Islam untuk meminta
buktinya. Namun bukti yang mereka berikan tidak lantas diterima begitu
saja, karena Allah memerintahkan umat Islam untuk menganalisa bukti-
bukti yang mereka berikan tersebut terkait konfirmasi kebenarannya.246

245
Ibid; Brian Larkin, “Ahmed”, hal. 114.
246
Ahmed Deedat, The, vol. 2, hal. 151.

112
10. Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 120: Mewaspadai kristenisasi

             

              

     


Artinya: “Orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak akan senang kepada
kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya
petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu
mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka
Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (Q.S. al-
Baqarah: 120).

Menurut para pakar bahasa Arab, antara lain az-Zarkasyi dalam


kitabnya al-Burhȃn, kata “lan” digunakan untuk menafikan sesuatu di masa
datang, dan penafian tersebut lebih kuat dari kata “lȃ” yang digunakan untuk
menafikan sesuatu tanpa mengisyaratkan masa penafian itu, sehingga boleh
saja ia terbatas untuk masa lampau, kini atau masa datang. Dengan
demikian, penafian al-Qur'an terhadap kata an-Naṣȃrȃ tidak setegas
penafiannya terhadap al-Yahȗd, sehingga boleh jadi tidak semua mereka
yang Nashrani bersikap demikian. Boleh jadi kini dan masa lalu demikian,
tetapi masa datang tidak lagi.247
Ibnu Jarir mengatakan bahwa yang dimaksud dengan orang-orang
Yahudi dan Nashrani tidak senang di sini adalah kalau umat Islam tidak
mengikuti apa yang mereka sukai dan setujui. Maka carilah hak dan
keridhaan Allah di manapun kamu berada, bukan mengikuti jalan mereka.248
Mantan biarawati, Irena Handono mengatakan bahwa salah satu jalan
merubah sikap umat muslim adalah tidak dengan serta merta merubah
agama mereka, tetapi sedikit demi sedikit umat Islam dirubah dengan
meninggalkan tradisi Islami dan mengikuti tradisi Kristiani, seperti ikut

247
M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur'an: Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan
Umat, (Bandung: Mizan, 1996), hal. 349.
248
Muhammad Nasib ar-Rifa’i, Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir,
(Jakarta: Gema Insani Press, 1999), hal. 210-211.

113
merayakan natal, valentine, dan lain-lain.249 Hal yang sama juga diterapkan
oleh para orientalis.250
Antara Islam dan Kristen keduanya memang merupakan agama misi,
sehingga kerap terjadi gesekan di masyarakat, namun Islam melarang
umatnya dalam hal ini memaksakan agamanya kepada umat lain (lȃ ikrȃha
fi al-dȋn), sementara itu dalam Kristen memperbolehkan berbagai cara untuk
mencari pengikut Kristen atau upaya Kristenisasi (Injil Matius 28: 19-20
dan Markus 16: 15-18).251 Padahal dahulu menurut Deedat telah diadakan
pertemuan di Tunis pada tahun 1974, di situ pemuka Kristen berjanji untuk
tidak menyebarkan para penginjil ke tengah-tengah kaum muslim. Mereka
juga berjanji bahwa kegiatan misionaris hanya digalakkan di kalangan umat
yang belum menganut suatu agama atau dalam arti yang sedang menantikan
adanya penerangan agama.252 Semua janji itu kemudian mereka ingkari.
Menghadapi berbagai problema tersebut, Deedat menulis beberapa
kajian dalam upaya strategi menghadapi para misionaris yang sering
mengetuk pintu rumah umat muslim dalam upaya menyebarkan agama
mereka. Maka “beralih menguasai” adalah cara terbaik untuk menghadapi
para penginjil tersebut. Menurut Deedat, jika Anda tidak merubah mereka,
maka merekalah yang akan merubah Anda.253

B. Strategi Dakwah Kristologi Ahmed Deedat


Ahmed Deedat dalam buku The Choice: Islam and Christianity memiliki
strategi khusus dalam mengajak para pembaca melaksanakan nilai-nilai
dakwah. Dakwah dalam arti secara umum mengajak kepada yang ma’ruf dan
mencegah kepada yang mungkar. Baik ajakan itu secara teoritis, yakni

249
Irena Handono, Strategi Memurtadkan Umat Islam dan Perayaan Natal Antara Dogma
dan Toleransi (DVD).
250
Lihat Syamsuddin Arif, Orientalis dan Diabolisme Intelektual, (Jakarta: Gema Insani
Press, 2007).
251
Sandi Suasandi, “Dakwah Islam vs Kristenisasi”, Majalah Tabligh, (Mei, 2009), hal. 64-
66.
252
Ahmed Deedat, Injil, hal. 61.
253
Ahmed Deedat, The, vol. 2, hal. 214.

114
menghafalkan naṣ-naṣ dakwah, maupun secara praktis, yakni ajakan melalui
harkah (gerakan) untuk memberikan pemahaman kepada orang lain tentang
kebenaran yang disampaikan Allah dan rasul-Nya dengan mempraktekan
secara langsung, hal ini sebagaimana pernah diingatkan oleh Rasulullah saw:

.....254َ‫ْ آ‬َ‫ و‬َ ‫ا‬ُَ َ‫ل‬ َََ‫ِ و‬ْَ ُ‫ ا‬َ ِ‫ ا‬‫ن‬‫و أ‬ْَ ْ ِ‫ِ ا‬ْَ ْَ
Artinya: “Dari ‘Abdillah ibn ‘Amr bahwasannya Nabi saw. bersabda:
sampaikanlah dari padaku walau satu ayat....” (H.R. Bukhari).

Berdasarkan penelitian tentang term-term dakwah dalam buku The


Choice: Islam and Christianity, penulis menemukan ada banyak sekali seruan
untuk melakukan dakwah kristologi, yakni memahamkan orang lain tentang
kajian-kajian Kristen yang ditujukan kepada segenap umat muslim dalam
rangka menambah keimanan tentang kebenaran agama Islam. Selain itu untuk
mengetahui kesempurnaan Islam di banding agama lainnya yang telah ada
campur tangan manusia untuk merusaknya.
Beberapa uraian yang merupakan strategi dakwah Deedat dalam buku
The Choice: Islam and Christianity yang menjadi bekal bagi seorang da’i,
antara lain sebagai berikut:
1. Seruan menghafalkan ayat al-Qur’an atau ayat Bibel untuk kepentingan
dakwah
Berdasarkan beberapa uraian dan beberapa catatan kaki (footnote)
dalam buku The Choice: Islam and Christianity, Deedat sering menyuruh
para pembacanya untuk menghafalkan ayat-ayat al-Qur’an dan Bibel
sebagai bekal untuk berdakwah atau senjata bagi para da’i untuk
menyampaikan kebenaran kepada mad’u yang muslim maupun kepada
mad’u yang non-muslim.
Berikut beberapa catatan Ahmed Deedat dalam mengajak para
pembaca menghafalkan ayat-ayat dakwah:
“In this book as well as in my other publication. I quote extenxively
from the Arabic Qur’an not only for blessings adornment. It present a

254
Imam Bukhari, Ṣaḥȋḥ al-Bukhȃrȋ, hadits no. 3202, Juz 11 (CD ROM: Maktabah
Syȃmilah, 2.11), hal. 277.

115
golden opportunity for my learned breethen to memorize these
quotations with their meanings and to share their knowledge with
other.”255

Selain menggunakan ayat al-Qur’an, juga dikhususkan menggunakan


ayat-ayat Bibel yang memang apabila dikorelasikan dengan ayat al-Qur’an
memiliki kesinambungan dalam pembahasan. Dalam hal ini Deedat ingin
memberikan pelurusan pemahaman atas penyelewengan ajaran yang ada
dalam kitab Bibel. Melalui Bibel, Deedat ingin agar umat Kristen lebih
tergugah untuk lebih memahami apa yang menjadi ajaran Yesus yang
sebenarnya, dan bagaimana pula penyelewengan yang dilakukan terhadap
ajaran Yesus. Oleh karenanya, menghafalkan beberapa ayat Bibel adalah
senjata yang ampuh bagi para da’i untuk mengungkap kebenaran yang
sesungguhnya. Berikut kutipan dalam buku The Choice: Islam and
Christianity:
“To be an effective soldier in this battle, arm yourself with John 16:7
in one or more languages, and watch how Allah fills you with more
knowledge. It is destiny to master, supercede and buldoze every ism,
never mind how much unbeliever may be averse to the message of
Islam.”256

Berdasarkan ungkapan tersebut Deedat mengajak umat Islam untuk


menyampaikan dakwah dikarenakan kewajiban seluruh umat Islam adalah
sebagai da’i, dan tugas seorang da’i hanya dituntut untuk menyampaikan
pesan Allah. Pesan tersebut dapat diterima dengan baik atau tidak oleh para
mad’u merupakan andil Allah yang besar dalam memberikan hidayah.257

255
Ahmed Deedat, The, vo. 1, hal. 30, 39, 41.
256
Ibid., 89.
257
Ahmed Deedat, Injil, hal. 59.

116
2. Seruan untuk menguasai beberapa bahasa yang berbeda258
Deedat juga mengajak para pembacanya untuk menguasai beberapa
bahasa yang berbeda. Hal ini menurutnya karena bahasa merupakan media
untuk menciptakan keakraban dalam dakwah. Menggunakan bahasa
setempat (lokal) akan mempermudah seorang da’i agar dakwahnya dapat
diterima oleh masyarakat setempat, atau dalam kesempatan lain Deedat
mengatakan languages are the keys to people’s hearts (bahasa merupakan
kunci untuk memahami hati suatu kaum).259 Karenanya wajar dalam hal ini
Deedat juga terkenal sebagai seorang da’i yang menguasai banyak bahasa
asing. Hal ini terlihat ketika Deedat berdakwah di Afrika ia mencoba
menggunakan sedikit bahasa Afrika, bagitupun ketika ia di Mesir ia
menggunakan bahasa mesir, dan ketika berdakwah di Malaysia, ia
menggunakan bahasa melayu pada beberapa ayat yang menjadi inti
dakwahnya.
Berikut beberapa kutipan berkenaan dengan pentingnya
menyampaikan dakwah dengan bahasa lokal tempat mad’u (obyek dakwah):
“I was invited to the Transvaal to deliver a talk on the occasion of the
Birthday celebration of the Holy Prophet Muhummed. Knowing that
in that Province of the Republic of South Africa, the Afrikaans
language is widely spoken, even by my own people, I felt that I ought
to acquire a smattering of this language so as to feel a little more “at
home” with the people.”260

Dalam kesempatan lain ia menyatakan:

“Won’t you master the above verse in a language or two of your


choice for the good Islam?”261

258
Yusuf Qardhawi menyatakan hendaknya para dai yang melakukan dakwah sesuai
dengan kadar kemampuan orang yang sedang didakwahi dengan memakai bahasa kaumnya (bi
lisani al-qaum). Bahkan tingkatan bahasa juga mencakup bukan sekedar berbahasa sesuai bahasa
lokal, namun memiliki kadar tingkatan. Misalnya bahasa orang khusus tidak disamakan dengan
bahasa orang awam, bahasa orang kota tidak disamakan dengan bahasa orang desa. Dengan
demikian dakwah disampaikan sesuai dengan level mereka. Dan hendaklah seorang dai
menghindari berbicara terhadap seseorang dengan bahasa yang sebenarnya bukan bahasa mereka.
Lihat Musthafa Malaikah, Manhaj, hal. 21-22.
259
Ahmed Deedat, The, vol. 1, hal. 42.
260
Ibid., hal. 3, 42-43.
261
Ibid., hal. 62.

117
3. Seruan memahami penafsiran suatu ayat
Agar mampu memahami suatu ayat dengan baik dan benar, maka
harus mengacu kepada tafsir yang ṣaḥȋḥ (benar). Termasuk dalam hal ini
menguasai ilmu-ilmu untuk memahami al-Qur’an, yakni: ilmu asbȃb al-
nuzȗl, munasabah ayat, dan ulum al-Qur’an secara umum. Berbagai ilmu
tersebut akan membantu para da’i memahami konteks suatu ayat sekaligus
meminimalisir kesalahan. Untuk itu bagi para da’i dianjurkan untuk
merujuk kepada karya-karya tafsir yang terbukti kompeten. Deedat dalam
memberikan uraian terhadap suatu ayat banyak mengacu kepada tafsir milik
Abdullah Yusuf Ali, sebuah kitab tafsir yang dikeluarkan oleh petugas dua
masjid suci, Raja Fahd Ibnu Abdul Aziz, yang pada waktu itu sekaligus
menjabat sebagai perdana menteri (dikeluarkan berdasarkan keputusan raja
nomor 19888 tanggal 16/8/1400 H) yang diterjemahkan ke dalam bahasa
Inggris. Deedat senantiasa dalam ceramahnya merekomendasikan
penggunaan tafsir ini karena dinilai bebas dari prasangka individu
penulisnya, karakteristiknya yang unik seperti gaya bahasa (balaghah) yang
bagus dan tinggi, pemilihan kata yang dekat dengan arti teks asli, serta
ditambah komentar dan catatan ilmiah dan indeks yang memudahkan
mencari suatu ayat atau tema pembahasan tertentu.262
Berikut pernyataan Ahmed Deedat ketika mengutip tafsiran Abdullah
Yusuf Ali dalam pembahasan tentang jin:
“Jinns—“I think from a collation and study of the Qur’anic passages,
that the meaning is simply a spirit, or an invisible or hidden force. ”
A. Yususf Ali. Obtain his text, translation and commentary from the
IPCI. In his INDEX under “jinns” he gives five Qur’anic references
and as many annotations on the subject.”263

262
Dikutip dari Ahmed Deedat, Muhummed (peace be upon him) the Natural Successor to
Christ (peace be upon him), (Afrika Selatan: IPCI, 1997), hal. 20-21.
263
Ahmed Deedat, The, vol. 1, hal. 163.; lihat pembahasan Jins pada Indeks, Abdullah
Yusuf Ali, The Holy Qur’an, (Brentwood, Maryland, USA: Amana Corpuration, 1989); Abdullah
Yusuf Ali, The Holy Qur’an: Text, Translations and Commentary, (Lahore, Pakistan, Kasymiri
Bazar: Ashraf Printing Press, 1980)

118
4. Seruan untuk mengaplikasikan dakwah
Ahmed Deedat mencoba memotivasi pembaca yang telah memperoleh
ilmu pengetahuan dari bukunya untuk berupaya mengaplikasikan atau
membagi pengetahuannya kepada mereka yang membutuhkan pengetahuan
tersebut. Menurutnya, berbagai perintah dan larangan al-Qur’an bukanlah
teori belaka, melainkan harus diwujudkan dalam tindakan aplikatif,
termasuk dalam hal ini mengajak orang lain menuju kebaikan dan mencegah
kemungkaran, inilah fungsi dakwah.
Deedat mengajak para pembaca untuk berdakwah dan menyebarkan
agama sesuai dengan perintah Allah, termasuk menyebarkan kebenaran
kepada para ahlu al-kitȃb (Yahudi dan Kristen) dengan catatan tidak dengan
cara kekerasan. Karena Islam melarang pemaksaan agama. Salah satu
contoh ajakan mengaplikasikan dakwah tersebut dapat dilihat pada saat
Deedat mengomentari firman Allah surat ali-Imrȃn ayat 64:
“Glance once more at the above verse. It is adressed to the “ahle-
Kitaab,”—the People of the Book, the Jews and the Christians. But,
for over a thousand years we have utterly ignored that great directive
at our own peril. We are sitting on that message like a cobra on a pile
of wealth, keeping the rightful heirs at bay.”264

Demikian ungkapan Deedat yang mengajak kepada para pembaca


untuk berupaya menyingsingkan lengan baju menjadi pejuang-pejuang
Allah. Bagi mereka yang setelah memahami berbagai perintah Allah, namun
belum mampu berdakwah, maka Deedat menyarankan untuk menyerahkan
tugas tersebut kepada mereka yang mampu, sebab menurutnya tidaklah
berguna pesan Allah di tangan mereka yang tidak memiliki semangat untuk
berdakwah di jalan-Nya. Deedat menyindir seseorang yang bersikap
demikian ketika mengkaji al-Qur’an surat al-Nisȃ’ ayat 82:
“If you cannot muster enough enthusiasm to learn the verses with
their meanings, why not hand over the book to someone who will
make better use of it?”265

264
Ibid., hal. 153.
265
Ibid., hal. 172.

119
5. Seruan agar para da’i percaya diri dan memiliki semangat juang
Menurut Deedat, penyakit yang melanda umat Islam saat ini adalah
perasaan rendah diri dan takut, sehingga tidak berusaha menampakkan
kebenaran melalui dakwah. Hal ini dikarenakan umat Islam telah dikebiri
oleh musuh-musuh Islam, ditambah lagi dengan berteman kepada seseorang
yang tidak memiliki semangat juang untuk berdakwah. Bahkan yang lebih
parah umat Islam banyak yang mengabaikan perintah Allah, seperti tentang
kebenaran misi Nabi Muhammad saw. Padahal banyak sekali umat non-
muslim memberi penghargaan kepada Nabi Muhammad saw., seperti buku
Michael H. Hart yang berjudul “The 100: A ranking of the Most Influential
Persons in History”. Buku tersebut menempatkan Nabi Muhammad saw.
pada urutan pertama dengan alasan sepanjang sejarah hanya dia-lah
(Muhammad saw.) satu-satunya orang yang paling berpengaruh baik dalam
keagamaan maupun dalam keduniaan.266
Menurut Deedat, orang yang hatinya tidak tergugah dengan berbagai
penghargaan orang-orang non-muslim atas Nabi Muhammad saw., maka
orang tersebut memegang suatu keyakinan yang salah, yang hanya
menumpang dalam perahu Islam dan tidak berguna.267
6. Seruan agar umat Islam menguasai ilmu pengetahuan
Al-Qur’an yang menjadi pedoman hidup umat Islam banyak sekali
menginformasikan tentang ilmu pengetahuan modern yang baru-baru ini
ditemukan. Selama berabad-abad umat Islam memimpin dunia dengan ilmu
pengetahuan, namun seiring perkembangan zaman, umat Islam mengalami
kemunduran dan Eropa mengambil alih mengisi kekosongan ilmu
pengetahuan dalam Islam. Menurut Ahmed Deedat mengutip pendapatnya
Maulana Abdul Alim Shiddiq menyatakan: jika bukan karena umat Islam,
Eropa tidak akan pernah melihat jalan ke arah renaissance dan era ilmu
pengetahuan modern tidak akan pernah dimulai. Umat Islam secara tidak

266
Lihat Michael H. Hart, The 100: A ranking of the Most Influential Persons in History,
(New York: Hart Publishing Company Inc. 1978), hal. 33.
267
Ahmed Deedat, The, vol. 1, hal. 104-105.

120
langsung memberikan banyak kontribusi terhadap Eropa, dalam hal ini umat
manusia berhutang pada Islam.268
Oleh karena itu, Deedat menegaskan sebagai seorang muslim
hendaknya wajib untuk menyelidiki realitas obyek disekitarnya, sehingga
penyelidikan ilmiah tersebut akan membimbing kepada pengetahuan akan
pencipta-Nya. Lebih lanjut Deedat mengatakan:
“Scientific enquiry in Islam is not an end but a means to the
attainment of a higher end. And this is really the true end of humanity.
TO ALLAH WE BELONG AND TO ALLAH IS OUR RETURN (Holly
Qur’an, al-Baqarah: 156).”269

7. Seruan untuk berdakwah kepada umat Kristen agar bertauhid


Risalah para nabi-nabi Allah adalah sama, yakni sama-sama
berlandaskan tauhid. Akan tetapi kebenaran risalah tersebut sering
diselewengkan oleh para pengikutnya. Oleh karena itu, disinilah tugas da’i
untuk memberikan petunjuk yang benar, sebagaimana dakwah kepada umat
Kristen agar mereka kembali kepada jalan yang lurus.270 Adapun landasan
dakwah kepada umat Kristen telah dipaparkan pada bagian landasan dakwah
Ahmed Deedat sebelumnya.
8. Seruan menandai beberapa ayat Injil dengan warna tertentu
Dakwah yang efektif adalah yang ditunjang dengan strategi yang baik
sebagai bekal juru dakwah, terutama ketika menghadapi para misionaris
Kristen. Kegagalan seorang da’i dalam berdakwah dikarenakan
ketidaksiapannya menghadapi ghazwul fikr (perang pemikiran). Ahmed
Deedat menyarankan kepada segenap pembaca untuk menandai Bibel
dengan warna-warna tertentu, sehingga mudah dijadikan referensi.
Misalnya: warna kuning untuk semua kontradiksi; warna merah untuk

268
Ibid., hal. 186. Edward Grand dalam catatannya mengemukakan: Revolusi sains tidak
akan terjadi di Eropa abad 17 M jika standar sains dan filsafat natural masih setaraf sains pada
pertengahan abad 12 M, yaitu sebelum adanya penerjemahan sains Yunani oleh Arab di
pertengahan akhir abad itu. Tanpa penerjemahan itu, yang kemudian mengubah arah kehidupan
intelektual di Eropa, revolusi sains abad 17 mustahil dapat diwujudkan. Lihat Edward Grant, The
Foundations of Modern Science in the Middle Ages: Their Religious and Intelectual Context,
(Cambrige: Cambrige University Press, 1996), hal. 170.
269
Ahmed Deedat, The, vol. 1, hal. 186. Lihat juga Ahmed Deedat, al-Qur’an the, hal. 26.
270
Ibid., hal. 29.

121
bagian-bagian porno; dan hijau untuk kutipan yang layak diterima, yakni
ayat yang dianggap berasal dari Allah dan sabda Yesus. Dengan persiapan
tersebut, seorang da’i akan siap membantah dan membingungkan setiap
misionaris atau sarjana Injil yang mendatanginya.271
9. Seruan menyerahkan hasil dakwah kepada Allah semata
Berbagai argumentasi yang dibangun dalam memberikan pemaparan
tentang penyimpangan umat Kristen adalah tanggung jawab muslim dalam
rangka seruan dakwah universal. Usaha seorang da’i memiliki dua
kemungkinan, ada kalanya berhasil dan ada kalanya sulit diterima
dikarenakan mereka belum memperoleh hidayah. Dalam hal ini Deedat
memberikan arahan yakni cukup menyampaikan yang benar dengan cara
yang sebaik mungkin dan serahkan semuanya kepada Allah (you simple
deliver your message the best way you can, and leave the rest to God).272

C. Metode Dakwah Ahmed Deedat


Buku The Choice: Islam and Christianity secara umum merupakan
sarana dakwah Ahmed Deedat dalam upaya memberikan pemahaman kepada
umat Islam secara umum termasuk juga umat Kristen untuk mengerti tentang
permasalahan-permasalahan Kristologi, sehingga dapat dikatakan Deedat
melalui buku tersebut melakukan dakwah bi al-kitȃbah atau bi al-qalam, dan
upaya ini menjadi efektif bagi masyarakat muslim saat ini untuk memahami
pemikiran dakwah Kristologi melalui berbagai karya tulisnya.
Berdasarkan sasaran dakwah (mad’u) daripada buku tersebut, metode
dakwah Deedat di bagi kepada dua sasaran, yakni umat muslim sendiri dan
juga umat Kristen, di mana umat Kristen di bagi lagi ke dalam dua bagian,
yakni mereka yang masih tersisa kebenaran di dalam hatinya yang kemudian
dalam hal ini masih dapat dijadikan sasaran dakwah, dan umat Kristen yang
skeptis, yang tentu saja dalam hal ini dakwah tidak akan berguna bagi mereka.

271
Ahmed Deedat, The, vol. 2, hal. 117.
272
Ibid., hal. 228.

122
Pilihan pendekatan dalam memilih metode dakwah inilah yang menjadi tolok
ukur kesuksesan dakwah Deedat selama ini.
Paparan isi dalam buku The Choice: Islam and Christianity adalah
menggunakan metode dakwah komparasi sebagaimana pendapat Ali Syariati,
yakni berusaha melakukan perbandingan tematik terhadap ajaran Islam dan
Kristen dengan tujuan menemukan ajaran Islam, memperkuat keimanan dan
kebenaran ajaran, sekaligus berupaya mengubah situasi yang salah
sebagaimana yang selama ini dilakukan oleh umat Kristen dalam beberapa hal
yang bersinggungan dengan tema-tema Islam. Hal ini dikarenakan antara Islam
dan Kristen memiliki banyak kesamaan dalam beberapa aspek subyek
tertentu.273 Seperti tentang Maryam, Isa atau Yesus, nabi-nabi
(Yahya/Yohanes, Yusuf/Yosep, Ibrahim/Abraham, dan lain-lain), beberapa
nama Malaikat, dan lain-lain.
Deedat berupaya memaparkan berbagai penelitiannya tidak secara
doktrinal saja, melainkan mengkomparasikan berbagai pendapat para pakar
yang muslim maupun non-muslim, sehingga hasil kajiannya menjadi kerangka
berfikir objektif di tinjau dari berbagai sudut, dengan bukti-bukti yang
diperkuat baik oleh perspektif para pakar Muslim maupun para sarjana dan
pakar Kristen.
1. Metode dakwah terhadap umat Islam
a. Metode Dakwah Propaganda
Metode dakwah propaganda merupakan bagian dari metode
ceramah. Metode dakwah propaganda sendiri adalah usaha untuk
menyiarkan atau menyebarkan Islam dengan mempengaruhi dan
membujuk mad’u secara massal, persuasif (membujuk dengan halus),
dan bersifat otoritatif (paksaan). Diharapkan dengan metode ini berguna
untuk menarik perhatian dan simpatik seseorang.274
Salah satu metode dakwah terhadap umat Islam yang digunakan
Ahmed Deedat dalam buku tersebut yakni metode propaganda dalam arti

273
M. Jazuli, Materi, hal. 38-51.
274
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Amzah, 2009), hal. 101-105.

123
mengajak umat Islam untuk mempersiapkan diri dengan menghafalkan
beberapa ayat penting yang erat kaitannya dengan aspek-aspek yang
terkait dengan peningkatan keimanan dan ketakwaan dan dapat dijadikan
senjata bagi pengimunan akidah terhadap berbagai pemurtadan yang
dilakukan oleh pihak-pihak tertentu, seperti para misionaris Kristen.
Salah satunya dapat dilihat dari ungkapan Deedat berikut:
“I urgee my Muslim brethren to memorise the Qur’anic text with its
meaning.”275

b. Metode dakwah kultural


Metode dakwah dengan pendekatan kultural menjadi salah satu
sarana pengembangan dan pendekatan dakwah dalam buku The Choice:
Islam and Christianity, sebagaimana terlihat dalam beberapa pemaparan
Deedat mengenai konsep ajaran Islam. Di mana ia mengatakan bahwa
dalam al-Qur’an disebutkan larangan menggunakan kekerasan dalam
mengajak orang lain memasuki agama Islam. Kejayaan Islam dapat
dilakukan dengan mengajarkan ideologi-ideologi melalui sekolah di
seluruh dunia. Meskipun tidak dengan lebel Islam, namun Islam telah
secara substansif diterapkan, di mana dulunya dilarang, bahkan
pengucapannya pun dilarang sekarang ini mulai menunjukkan
eksistensinya di beberapa tempat, seperti: persaudaraan sesama manusia,
penghilangan sistem kasta dan warna kulit, emansipasi wanita,
pembukaan tempat beribadah oleh semua orang, pelarangan minuman
keras, termasuk konsep yang benar tentang Tuhan yang Maha Esa, dan
lain-lain.276
Secara esensi pandangan Deedat tersebut masuk dalam ciri metode
dakwah kultural, yakni melakukan pendekatan Islami secara dinamis.
Suatu metode yang tidak hanya terikat pada pelebelan tertentu. Metode
dakwah semacam ini di negara yang penduduk Islamnya minoritas akan

275
Ahmed Deedat, The, vol. 1, hal. 200.
276
Ibid., hal. 134-135.

124
sangat efektif dalam menyampaikan ajaran Islam melalui nilai-nilai
kultur yang bersifat moralis sebagaimana pandangan Deedat tersebut.
c. Metode dakwah mau’iẓah ḥasanah
Al-mau’iẓah ḥasanah merupakan cara berdakwah atau bertablig
yang disenangi; mendekatkan manusia kepada-Nya; memudahkan dan
tidak menyulitkan. Singkatnya, ia merupakan metode yang mengesankan
sasaran dakwah (mad’u) bahwa peranan juru dakwah adalah sebagai
teman dekat yang menyayanginya, dan segala hal yang bermanfaat
baginya dan membahagiakannya.277
Deedat mengajak umat muslim yang telah mendapatkan ilmu dari
buku The Choice: Islam and Christianity, untuk mengadakan dakwah
aplikatif dengan pendekatan metode mau’iẓah ḥasanah (nasehat dan
pelajaran yang baik), yakni menyampaikan ajaran Islam kepada mereka
yang lainnya yang belum berpengetahuan.278 Banyak sekali nasehat
Deedat agar seseorang berbuat untuk menjadikan agama ini benar-benar
menjadi agama rahmat lil ȃlamin. Untuk itu diperlukan sedikit usaha dari
umat muslim sebagai para da’i untuk berbuat lebih dalam agama Islam.
d. Metode dakwah al-Asilah wa al-Ajwibah (tanya jawab) dan ḥiwar
(dialog)
Deedat juga menggunakan metode dakwah ḥiwar atau dialog
khususnya ketika ia menampilkan beberapa permasalahan yang
membutuhkan jawaban, misalnya beberapa kasus yang sering menjadi
masalah sosial, seperti permasalahan alkohol, perjudian, ramalah atau
nujum, pemujaan ṭagut atau berhala, rasisme, dan kelebihan wanita.279
Ketika memaparkan dialog tersebut, ia lantas membandingkan antara
solusi yang diberikan antara Islam dan Kristen sebagai jawaban atas
masalah yang ada.
Metode dakwah al-Asilah wa al-Ajwibah (tanya jawab) biasanya
dilakukan Deedat dengan menanyakan sesuatu kepada misionaris atau
277
Muhammad Husain Fadhlullah, Metodologi, hal. 49.
278
Ahmed Deedat, The, vol. 1, hal. 30.
279
Ibid., hal. 68-79.

125
pendeta tentang suatu permasalahan, dan saling bertukar pikiran atas
suatu obyek pembahasan yang terkait dengan tema pembahasan.
Deedatpun memberikan feedback atau tanggapan atas jawaban yang
diberikan tersebut.
2. Metode dakwah terhadap umat Kristen
Adapun untuk mad’u (sasaran dakwahnya) umat Kristen, Deedat
menggunakan beberapa pendekatan. Dalam hal ini di bagi dua, yakni:
Pertama, mereka yang masih tersisa bekas-bekas penerimaan kebenaran di
hatinya, sebagaimana firman Allah:

         .......

        


Artinya: “......... dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat
persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang
yang berkata: "Sesungguhnya kami ini orang Nashrani". Yang demikian itu
disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nashrani) terdapat
pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka tidak
menyombongkan diri.” (Q.S. al-Mȃ’idah: 82).

Umat Kristen berdasarkan karakter ayat di atas menurut Deedat


mereka adalah muslim dalam hati, meskipun label mereka bukan muslim,
karena mereka akan berkata, “benar kami adalah orang-orang Kristen, tapi
kami mengerti pandangan Anda, dan kami tahu Anda orang yang baik.”
Terhadap orang Kristen yang demikian, masih ada harapan untuk
memberikan manfaat kepada mereka dengan jalan dakwah.280
Kedua, bagi mereka yang telah diprogram dengan pandangan-
pandangan yang membenci Islam maka akan sangat sulit berdakwah kepada
jenis orang Kristen yang semacam ini, bahkan terkadang akan sia-sia belaka,
sebagaimana dijelaskan oleh Injil:281
“......karena sekalipun melihat, mereka tidak melihat dan sekalipun
mendengar, mereka tidak mendengar dan tidak mengerti........Kamu
akan mendengar dan mendengar, namun tidak mengerti, kamu akan

280
Ahmed Deedat, Christ, hal. 2.
281
Ahmed Deedat, The, vol. 2, hal. 74-75.

126
melihat dan melihat, namun tidak menganggap. Sebab hati bangsa ini
telah menebal, dan telinganya berat mendengar, dan matanya melekat
tertutup;....” (Injil Matius 13:13).

Sebagimana yang juga diungkap dalam al-Qur’an,

      


Artinya: “Mereka tuli, bisu dan buta282, maka tidaklah mereka akan kembali
(ke jalan yang benar),” (Q.S. al-Baqarah: 18).

Penerapan metode dakwah yang efektif dan efesien adalah sangat


penting dalam menyampaikan pesan Islam kepada umat Kristen, baik
kepada orang kristen yang baik, maupun kepada orang kristen yang suka
menentang dan sombong yang termasuk dalam hal ini adalah para
misionaris. Bagi orang kristen yang baik diantara mereka, diberikan materi
dakwah yang sesuai dengan pemahaman yang saling bersinggungan antara
umat Islam dan Kristen (metode persuasif), seperti ceritakan bagaimana al-
Qur’an dan umat Islam mengagungkan dan memuliakan Maryam dan
Yesus. Karena umat Kristen selama ini banyak yang tidak tahu bahwa
semangat menghormati secara tulus diperlihatkan umat Islam terhadap
Yesus dan ibunya Maryam yang bersumber dari al-Qur’an.283 Beritahukan
bahwa di dalam al-Qur’an ada sebuah surat yang diberi nama Maryam.
Surat ke-19 dalam al-Qur’an diberi nama Maryam untuk memuliakan
Maryam, ibunda Yesus. Padahal, penghormatan semacam itu tidak
diberikan dalam Bibel sekalipun. Karena tidak satupun baik pada Bibel
Katolik (73 Kitab), maupun Bibel Protestan (66 Kitab) yang diberi nama
Maryam (Maria atau Mary). Hal ini sekaligus mengindikasikan bahwa al-
Qur’an bukan karangan Muhammad saw., karena kalau al-Qur’an karangan
Muhammad, tentu sifat kemanusiaan akan melekat padanya, di mana ia pasti
memasukkan nama ibunya sendiri, Aminah, atau istri tercintanya Khadijah,
atau putri tersayangnya Fatimah. Namun Muhammad justru memasukkan

282
Walaupun pancaindera mereka sehat mereka dipandang tuli, bisu dan buta oleh karena
tidak dapat menerima kebenaran. Mohamad Taufiq (Aplikasi Qur’an in Word versi 1.0.0).
283
Ahmed Deedat, The, vol. 2, hal. 3-4.

127
nama Maryam, sebuah nama dari wanita Yahudi, umat yang selalu
memusuhinya.284
Berikan pemahaman kepada mereka bahwa setiap kali seorang muslim
menyebut nama Yesus atau Isa selalu diikuti kata alaihi al-salȃm, yang
artinya keselamatan atas kamu (peace be upon him), dan dianggap tidak
menghormati, tidak sopan, atau tidak beradab bila seseorang menyebut Isa
atau Yesus tanpa diikuti kata tersebut. Umat Kristen juga perlu diberitahu
bahwa nama Yesus disebut lebih banyak dari nabi Islam sendiri
(Muhammad saw.) dalam al-Qur’an, yakni sebanyak 25 kali namanya
disebutkan, sementara nabi Muhammad saw. hanya disebutkan sebanyak 5
kali saja dalam al-Qur’an.285 Sebagaimana beberapa contoh ayat berikut:

.......        ........


Artinya: “...........dan telah kami berikan bukti-bukti kebenaran (mukjizat)
kepada Isa putera Maryam dan kami memperkuatnya dengan Ruhul
Qudus286......” (Q.S. al-Baqarah: 87).

           

        


Artinya: “(ingatlah), ketika malaikat berkata: "Hai Maryam, sesungguhnya
Allah menggembirakan kamu (dengan kelahiran seorang putera yang
diciptakan) dengan kalimat287 (yang datang) daripada-Nya, namanya Al
masih Isa putera Maryam, seorang terkemuka di dunia dan di akhirat dan
termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah),” (Q.S. ali-Imrȃn:
45).288

Pendekatan yang dilakukan terhadap “umat Kristen yang baik”


tersebut harus dibuat dengan asumsi bahwa setiap orang Kristen adalah

284
Ibid., hal. 3-6; Ahmed Deedat, Christ, hal. 11.
285
Ibid., hal. 4-5.
286
Maksudnya: kejadian Isa a.s. adalah kejadian yang luar biasa, tanpa bapak. Ini termasuk
mukjizat Isa a.s. menurut jumhur mufassirin, bahwa Ruhul Qudus itu ialah malaikat Jibril.
Mohamad Taufiq (Aplikasi Qur’an in Word versi 1.0.0).
287
Maksudnya: membenarkan kedatangan seorang nabi yang diciptakan dengan kalimat
kun (jadilah) tanpa bapak yaitu nabi Isa a.s. Lihat Ibid.
288
Ahmed Deedat, Christ, hal. 4-5.

128
Kristen yang baik dan tulus, terkecuali jika memang mereka dengan terang-
terangan memusuhi, sebagaimana para misionaris. Membacakan beberapa
ayat yang dihafalkan yang berkenaan dengan sikap umat muslim terhadap
nabi Isa atau Yesus akan memiliki pengaruh bagi mereka yang
mendengarkannya. Inilah pendekatan yang positif. Perlakukan mereka
dengan kebaikan dan perasaan kasih sayang yang memang patut mereka
dapatkan dari seorang muslim. Namun, bila mereka menampakkan
kebencian dan permusuhan terhadap Nabi Muhammad saw., kitab suci al-
Qur’an, dan Islam, maka da’i berhak mengubah pendekatan dakwahnya
yang dilakukan dengan penuh pertimbangan. Sebagaimana peringatan dalam
surat ali-Imrȃn ayat 64: “tetapi kebanyakan mereka adalah orang-orang
yang fasik.”289
Kepada mereka umat Kristen yang menampakkan kebencian,
sebagaimana para penginjil (misionaris Kristen), maka diperlukan beberapa
pendekatan metode dakwah agar tujuan dakwah dapat tercapai, sekaligus
mencegah dari hal-hal yang tidak diinginkan. Beberapa strategi atau
pendekatan tersebut yakni:
a. Strategi beralih menguasai
Maksud dari strategi beralih menguasai yakni berusaha menjawab
tantangan misionaris tersebut dengan beberapa hal yang justru
membuatnya terpojok, caranya yakni tanyakan para penginjil atau
misionaris Kristen tersebut beberapa ayat dalam Kitab Bibel-nya, yakni
pada cerita-cerita yang mengandung unsur pornografi yang ada di dalam
Alkitab atau Bibel. Selanjutnya minta ia membaca pasal demi pasal dan
ayat demi ayat dari kitab tersebut. Lantas tanyakan apakah kandungan
moral dari cerita-cerita pornografi yang ada di dalam Alkitab. Katakan
kepadanya jika tidak ada pelajaran moral yang dapat dipelajari dari kisah
pornografi dalam “Kitab Tuhan” tersebut, maka kitab itu tidak bermoral
dan tidak pantas disandarkan sebagai Kitab Tuhan.290

289
Ahmed Deedat, The, vol. 2, hal. 5-6.
290
Ibid., hal. 7-10 dan 31-33.

129
Ungkapan tersebut sebagaimana yang pernah George Bernard
Show katakan tentang Bibel: “the most dangerous book on the earth.
Keep it under lock and key.”291 Sementara itu dalam majalah Plain Truth
dikatakan: “Reading Bibel stories to children can also open up all sorts
of oppurtunities to discuss the morality of sex. An unexpurgated Bibel
might get an X rating from some censors.”292
b. Strategi pengujian wahyu
Standarisasi ajaran Kristen saat ini bisa dilihat dalam salah satu
surat kiriman Paulus. Sebagaimana diketahui dari 27 kitab di dalam
Perjanjian Baru (Gospel atau Injil), Paulus adalah orang yang paling
banyak menulis Kitab tersebut, yakni 14 dari 27 kitab, bahkan dapat
dikatakan lebih dahulu ada kitab surat kiriman Paulus daripada empat
Injil saat ini. Mengenai perinciannya, Juesuef Sou’yb membagi Injil ke
dalam empat bagian sebagai berikut:
1) Gospels, yakni himpunan Injil yang terdiri atas 4 versi yang berbeda.
Masing-masing ditulis menurut Markus, Matius, Lukas, dan Yohanes.
2) Acts of Apostles (kisah-kisah para rasul) yang merupakan karya Lukas
atau ditulis oleh murid Paulus.293
3) Epistles (himpunan Surat) yang terdiri atas 14 Surat Paulus.
4) Apocalypse (Wahyu) yang merupakan karya Yahya.294
Surat kiriman Paulus kepada Timotius senantiasa dijadikan umat
Kristen sebagai standar ajaran Bibel, isinya sebagai berikut:
“Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk
mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki
kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan
demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk
setiap perbuatan baik.” (Injil-2 Timotius 3: 16-17).295

291
Ahmed Deedat, The, hal. 129.
292
The Plain Truth, (Oktober, 1977).
293
Ahmad Kahfi, The Gospel Of Barnabas, (Surabaya: Bina Ilmu, 2006), hal. xiii-xx.
294
Sou’yb, Juesuef, Agama-Agama Besar Dunia, (Jakarta: Al-Husna Zikra, 1996), hal.
318.
295
Ahmed Deedat, The, vol. 2, hal. 22.

130
Ayat tersebut digunakan secara umum oleh para misionaris Kristen
untuk membuktikan kebenaran Bibel secara keseluruhan, di mana ayat
tersebut menyatakan bahwa jika tulisan berasal dari Tuhan, dia akan
bermanfaat untuk:
1) Doktrin (pengajaran).
2) Teguran, yakni untuk memarahi, menghukum, untuk menunjukkan
kepada umat tentang kesalahan yang diperbuat dalam kehidupan.
3) Koreksi, yakni untuk memperbaiki kesalahan.
4) Intruksi kepada kebenaran dalam arti mengajar sekaligus melatih
bagaimana cara hidup yang benar.296
Berdasarkan ke empat standar di atas, berikan pertanyaan kepada
misionaris Kristen tentang bagaimana ayat-ayat pornografi yang terdapat
di dalam Alkitab (pada: Kitab Kejadian 19: 30-36; 35: 22; 38: 15-30;
Kitab 2 Samuel 13: 5-14; 16: 21-23; Kitab Yehezkiel 16: 23-24; Kitab
Amsal 7: 7-22; Kitab Kidung Agung 1: 12-13; 3: 1-4; 4: 1-7; Kitab
Hakim-Hakim 16:1). Tanyakan masuk kategori apa ayat pornografi
tersebut atas empat standar di atas. Dengarkan tanggapan mereka dalam
membela kitab yang disandarkan kepada Tuhan atas sesuatu yang tidak
pantas ini.297
Pengujian wahyu lainnya dapat dilakukan dengan mempertanyakan
berbagai versi Injil yang memiliki banyak kontradiktif antara ayat satu
dengan lainnya. Usaha tersebut untuk membongkar kontradiksi antar ayat
yang ada dalam Bibel, seperti 2 Samuel 24: 1 dengan 1 Tawarikh 21: 1;
antara 2 Samuel 24: 13 dengan 1 Tawarikh 21: 11-12; antara 2 Tawarikh
36: 9 dengan 2 Raja-Raja 24: 8; antara 2 Samuel 10: 18 dengan 1
Tawarikh 19: 18, dan lain-lain.298 Minta jawaban kepada para misionaris
tentang berbagai kontradiksi ayat tersebut sekaligus bandingkan dengan
al-Qur’an yang jauh dari kontradiktif, al-Qur’an sendiri menyatakan:

296
Ibid., hal. 23.
297
Ibid., hal. 31-33.
298
Ibid., hal. 111-123.

131
            

 
Artinya: “Maka apakah mereka tidak memperhatikan al-Quran? kalau
kiranya al-Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat
pertentangan yang banyak di dalamnya.” (Q.S. al-Nisȃ: 82).

c. Combat kit
Ahmed Deedat memberikan solusi dalam upaya menghadapi
metode serangan para misionaris. Diibaratkan dalam suatu peperangan,
maka untuk menghadapi mereka (para misionaris Kristen) dibutuhkan
siasat sebagai senjata dalam menghadapi tantangannya, sebagaimana
sabda Rasulullah saw.
299
ْ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ‬
ُ ‫اﳊَْﺮ‬
ٌ‫ب َﺧ ْﺪ َﻋﺔ‬ ‫ﺎل اﻟﻨِ ﱡ‬
َ ‫ﱠﱯ‬ َ َ‫ﻗ‬
Artinya: “Nabi saw. bersabda: perang adalah siasat (strategi).”

Strategi tersebut menurut Deedat adalah dengan menggunakan


senjata musuh itu sendiri, yakni Bibel atau Alkitab. Terlepas dari suka
ataupun tidak suka, namun seseorang dipaksa untuk menggunakannya.
Bibel akan menjadi senjata yang ampuh untuk melawan para misionaris
dan profesor Bibel yang mengetuk pintu-pintu atau negara kita dengan
mengatakan: “Alkitab berkata demikian dan demikian”. Mereka ingin
menukar al-Qur’an milik muslim dengan Bibel mereka, maka tunjukkan
kepada mereka berkenaan dengan ayat-ayat dalam Bibel yang memiliki
kelemahan dan kekurangan, dan tunjukan pula bagaimana ayat dan
firman Tuhan yang berisi sesuatu yang tidak pantas, yakni cerita
porno.300 Umat Islam harus memojokkan mereka dengan semua
pengetahuan mereka (berkenaan dengan Bibel). Para misionaris itu tahu

299
Imam Bukhari, Ṣaḥȋh al-Bukhari, juz 10, hadits no. 2805, (CD ROM: Maktabah
Syȃmilah, 2.11), hal. 229.
300
Ahmed Deedat, The, vol. 2, hal. 130-131.

132
dan seorang muslim tidak boleh mengalah.301 Sebab, bila umat muslim
mengalah begitu saja, mereka (para misionaris) akan mencuri anak-anak
orang muslim (sebagaimana yang mereka lakukan di negara-negara
muslim), dengan kedok memberi makan dan memberi bantuan kepada
anak-anak miskin, sebagaimana juga peran yang dimainkan orientalis
yang pernah dinyatakan oleh Peter The Venerable (1094-1156): “I come
to meet the Moslems, not with arms but with words, not by force but by
reason, not in hatred but in love.”302
Nabi saw. juga mengingatkan akan hal tersebut dalam haditsnya,

ِ ‫ﺎل ﻟَﺘَﺘﱠﺒِﻌُ ﱠﻦ َﺳﻨَ َﻦ َﻣ ْﻦ ﻗَـْﺒـﻠَ ُﻜ ْﻢ ِﺷْﺒـًﺮا ﺑِ ِﺸ ٍْﱪ‬ ‫َو َﺳﻠﱠ َﻢ‬ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ‬
‫اﻋﺎ‬
ً ‫َوذ َر‬ َ َ‫ﻗ‬ ‫أَ ﱠن اﻟﻨِ ﱠ‬
َ ‫ﱠﱯ‬
‫ﻮد‬
َ ‫اﻟْﻴَـ ُﻬ‬ ‫ﻮل اﻟﻠﱠ ِﻪ‬ َ ‫ﺐ ﻟَ َﺴﻠَﻜْﺘُ ُﻤﻮﻩُ ﻗُـﻠْﻨَﺎ ﻳَﺎ َر ُﺳ‬ ‫ﺿﱟ‬َ ‫ُﺟ ْﺤَﺮ‬ ‫ﺑِ ِﺬ َر ٍاع َﺣ ﱠﱴ ﻟَ ْﻮ َﺳﻠَ ُﻜﻮا‬
303
‫ﺎل ﻓَ َﻤ ْﻦ‬
َ َ‫ﱠﺼ َﺎرى ﻗ‬
َ ‫َواﻟﻨ‬
Artinya: “Bahwasannya Nabi SAW. bersabda: sungguh kalian akan
mengikuti tradisi orang-orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal
dan sehasta demi sehasta, sehingga meskipun mereka berjalan masuk ke
dalam lubang biawak, niscaya kalian akan mengikutinya. “Lalu kami
bertanya, Wahai Rasulullah, apakah mereka itu adalah Yahudi dan
Nashrani?” Beliau bersabda, “siapa lagi?!.” (ṣaḥīḥ al-Bukhāri, bab mā
żakara ‘an banī Isrāīl).

Combat kit yang dibuat oleh Deedat merupakan suatu metode


dakwah dalam upaya menghadapi tantangan para misionaris yang datang
untuk memurtadkan umat muslim. Isi daripada combat kit sendiri
merupakan kumpulan indeks beserta penjelasan dari tema-tema penting
berkaitan dengan apa yang terdapat dalam ajaran Bibel. Seluruh tema dan
permasalahan Bibel ada dalam indeks beserta nomor halaman penjelasan
indeksnya. Satu-satunya syarat yang harus dipenuhi bagi umat muslim
dalam hal ini adalah memiliki Bibel, kemudian melekatkan combat kit ini

301
Ibid., hal. 224.
302
Ibid., hal. 206-207; Adian Husaini, “Orientalisme: Pengaruh dan Solusinya”, Materi
disampaikan pada perkuliahan Orientalis dan Kristologi (Surakarta: Magister Pemikiran Islam-
UMS, 2013/2014).
303
Imam Bukhari, Ṣaḥȋh al-Bukhari, juz 11, hadits no. 3197, (CD ROM: Maktabah
Syȃmilah, 2.11), hal. 272.

133
dalam Bibel secara permanen agar lebih mudah melacak berbagai
permasalahan yang ada. Termasuk dengan memberikan warna-warna
tertentu terkait pembahasan tertentu dalam Bibel tersebut. Misalnya hijau
untuk judul, dan masalah yang bertentangan warna kuning. Dengan ini
diharapkan umat muslim mempunyai Bibel atau Alkitab yang siap
digunakan untuk menghadapi misionaris Kristen.304
Selanjutnya yang tidak kalah penting menurut Deedat adalah
gunakan cara-cara terbaik (mujȃdalah bi al-latȋ hiya aḥsan) untuk
menghadapi para misionaris tersebut. Kalau mereka bertindak curang,
maka sebagai muslim gunakan sikap sebaliknya, yakni hindari sikap
kecurangan, sebab agama Islam bukan berdiri di atas kecurangan. Cukup
menyampaikan apa yang benar dengan cara yang benar (syar’i) dan
sebaik mungkin, kemudian serahkan semua hasilnya kepada Allah
semata (wa tawakkal ‘ala Allah).305

304
Ahmed Deedat, The, vol. 2, hal. 34-72.
305
Ibid., hal. 228.

134
BAB V
KONTRIBUSI PEMIKIRAN AHMED DEEDAT DALAM
DAKWAH KRISTOLOGI

A. Kontruksi Dakwah Kristologi Ahmed Deedat


Sasaran dakwah dalam Islam menyangkut dua golongan, yakni golongan
Muslim dan juga non-Muslim. Dakwah bagi Muslim sendiri mempunyai nilai
penting dalam upaya proses penguatan keberagamaan dalam sektor iman dan
takwa. Dakwah juga berarti tawȃ ṣaubil haqi wa tawȃ shaubi al-ṣabr (saling
ingat mengingatkan dalam kebenaran dan saling ingat mengingatkan dalam
kesabaran). Di sinilah pentingnya aspek dakwah bagi umat Muslim mengingat
antara Muslim yang satu dengan yang lainnya terikat dengan tali persaudaraan
akidah, sehingga ikatan ini akan membentuk solidaritas untuk sama-sama
mengajak agar saudaranya tidak memperoleh kecelakaan dunia dan akhirat.
Sementara itu, tuntutan berdakwah kepada non-Muslim lebih kepada
upaya bukan sekedar mencari pengikut, melainkan faktor keinginan untuk
membangun suatu sistem keselamatan bersama sebagaimana keselamatan yang
dijanjikan agama Islam. Muhammad Ihsan Tanjung mengatakan selain faktor
menghadang aktivitas Kristenisasi, dakwah kepada umat Kristen juga sekaligus
kewajiban yang penting dalam upaya menyelamatkan mereka dari api neraka
(that it is necessary that we conduct da’wah to Christians not only because we
feel disturbed by their activities, but also in particular because it is our
obligation to save them from the fire of hell).306
Senada dengan hal tersebut, Ahmed Deedat dalam berbagai ceramah dan
tulisannya selalu menekankan bahwa sasaran dakwah kepada ahlu kitab
(Yahudi dan Kristen) lebih merupakan upaya menyelamatkan umat manusia
dari kekafiran dan usaha mendidik mereka (umat Kristen) kepada kebenaran

306
Muhammad Ihsan Tanjung, “Kata Pengantar”, dalam B. Ulum, Benteng Islam
Indonesia: Pemikiran dan Perjuangan KH. Abdullah Wasi'an , (Jakarta: Pustaka Da'i, 2003), hlm.
vii.

135
sesuai dengan ajaran kitab Bibel (persuasive strategy). Sebaliknya, tema-tema
Kristologi dalam dakwah merupakan pendidikan bagi umat Islam mengenai
ajaran-ajaran Kristen (education strategy).307 Dengan demikian tujuannya
adalah memberikan pemahaman hubungan antara Islam dan Kristen terutama
pada hal-hal yang berkaitan dengan kesamaan dan perbedaan antara Islam dan
Kristen, termasuk pada subyek posisi Yesus dalam kedua agama tersebut.308
Tujuan dakwah Ahmed Deedat mendidik seseorang untuk menyikapi
Kristen dengan ilmiah bukan sekedar apologis (pembelaan), yakni berupaya
menunjukkan bukti-bukti kebenaran dan kesalahan mereka (umat Kristen)
langsung dari sumber yang mereka yakini sendiri, Bibel. Dengan cara ini dapat
dikatakan bahwa pendekatan obyektifitas Deedat dalam dakwah menggunakan
metode al-injil yufassiru ba’ḍuhu ba’ḍan,309 sebagaimana konsep al-Qur’an
yang mengenal ungkapan al-Qur’an yufassiru ba’ḍuhu ba’ḍan dan meletaknya
dalam konteks sosio historisnya. Dengan demikian, kritik yang terjadi terhadap
ajaran Kristen adalah dalam wacana yang sesuai dengan proporsinya dengan
mengedepankan konsep dialog.310
Pemahaman Deedat yang expert dalam kajian-kajian Kristologi sesuai
dengan pemahaman yang ingin dicapai dalam kajian-kajian perbandingan
agama secara umum. Louis H. Jordan pada tahun 1905 menulis buku berjudul
Comparative Religions, it’s Genesis and Growth. Dalam bukunya tersebut
dikatakan perlunya memberikan arti tentang perbandingan agama. Dalam hal
ini ia menjelaskan arti Ilmu Perbandingan Agama sebagaimana dikutip oleh
Mukti Ali sebagai berikut:
Ilmu yang membandingkan asal-usul, struktur dan ciri-ciri dari berbagai
agama dunia, dengan maksud untuk menentukan persamaan-peersamaan
dan perbedaannya yang sebenarnya, sejauh mana hubungan antara satu

307
Dalam siaran wawancara Ahmed Deedat di TV Sydney Program TODAY in Saturday
(DVD); Ahmed Deedat, What is His Name, (Afrika Selatan: IPCI, 1986), hlm. 19-20.
308
Ibid.
309
Ahmed Deedat, Injil, hlm. 56.
310
Untuk hal ini lihat mastepiece-nya Ahmed Deedat, The Choice: Islam and Christianity.
Sebuah buku yang memperlihatkan pola dialog secara terbuka atas dasar-dasar perbandingan Islam
dan Kristen.

136
agama dengan agama yang lain, dan superioritas dan inferioritas yang
relatif apabila dianggap sebagai tipe-tipe.311

Menurut Deedat sebagaimana anggapan ulama Islam pada umumnya,


antara agama Islam, Kristen, dan Yahudi memiliki kesamaan sumber yakni
Abrahamic religion (millah Ibrahim). Oleh karena itu, dalam agama Yahudi
dan Kristen dapat dinyatakan masih tersisa kebenaran di dalamnya.312 Di
sinilah pentingnya pengujian wahyu, sebagaimana perintah al-Qur’an (qul hȃtu
burhȃnakum in kun tum ṣȃdiqȋn) agar sikap objektif dapat dibangun dengan
mengacu kepada dokumen masing-masing kitab suci.313 Deedat membagi kitab
Bibel saat ini menjadi tiga bagian, yakni: firman Allah (yang sepenuhnya
diterima sebagai kebenaran), sabda Yesus (diterima sebagai kebenaran), dan
susupan-susupan sejarah, cerita-cerita mitos, filsafat,dan lain-lain (yang harus
ditolak).314 Di sinilah peranan dakwah Kristologi al-Qur’an bukan hanya
sebagai pengkritik, tetapi juga sebagai penkonfirmasi.
Upaya yang dilakukan Deedat dalam kritik kitab suci Bibel merupakan
wacana yang juga telah dilakukan oleh para pakar Kristen, termasuk Robert W.
Funk dkk. dalam upayanya membaca secara obyektif kitab Bible. Hasilnya
sangat mengagetkan ketika penelitian ini mengatakan “Eighty-two percent of
the words ascribed to Jesus in the Gospels were not actually spoken by him,
according to the Jesus Seminar” (delapan puluh dua persen kata-kata yang
dinisbatkan kepada Yesus dalam Injil itu tidak benar-benar diucapkan olehnya,
menurut seminar Yesus). Jadi bisa dikatakan bahwa hanya 18% ayat-ayat
dalam Injil yang merupakan firman Yesus.”315

311
Mukti Ali, Ilmu Perbandingan Agama di Indonesia, (Bandung: Mizan, 1998), hlm. 14.
312
Ahmed Deedat, Freely Speaking, “DVD”, (Birmingham U.K Islamic Propagation
Center).
313
Ahmed Deedat, The, vol. 2, hlm. 150-151.
314
Ibid., hlm. 77-79.
315
Penelitian tersebut dilakukan oleh 76 pakar Kristen, yakni sama-sama mengadakan
seminar untuk mengkaji tentang Yesus sejarah, seminar ini diadakan di Amerika tahun 1993, di
Kota Sanoma California oleh 76 orang ahli, ada guru besar, ada ahli theology baik dari Protestan
ataupun Katholik, ada ahli Kitab suci, ahli bahasa Ibrani dan lain-lain, namun tidak ada satupun
orang Islam. Yang diseminarkan adalah Injil Matius, Lukas, Yohanes dan Thomas, sehingga
disebut the Five Gospels. Dari seminar tersebut ada empat warna ayat yang disepakati untuk
menentukan derajat kebenaran sabda Yesus dalam Injil tersebut;
Dicetak merah : that’s Jesus! (Itu Yesus!).

137
Hans Kung seorang profesor Ahli Agama di Universitas Tubingen,
Jerman, dalam konsili Vatikan II316 menulis sebuah brosur dengan judul
“Infallible” yang dikutip oleh Ahmed Deedat mengatakan: “Nowhere do the
books of the New Testament claim to have fallen directly. On the contrary,
often enough they quite can didly emphasize their human origin (Luke: 1-2
especially revealing on the origin of the Gospel).” (Tidak ada dimanapun
dalam kitab-kitab Perjanjian Baru yang mengklaim diturunkan dari langit.
Sebaliknya, seringkali mereka secara terus terang menegaskan berasal dari
manusia ‘Injil Lukas pasal 1 ayat 1-2 khususnya menunjukkan asal muasal
Alkitab’).317
Menurut Deedat, pendekatan dalam berdakwah kepada orang Kristen
hendaknya dibangun prasangka bahwa setiap orang Kristen adalah baik dan
berhak mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari seorang Muslim. Umat
Islam harus mampu menjelaskan bagaimana sikap Muslim terhadap Kristen.
Hal ini mengingat posisi antara Islam dan Kristen memiliki beberapa konsep
yang sama, walaupun dalam sudut pandang yang berbeda. Selama ini yang
terjadi adalah bahwa pihak Kristen diprogram untuk membenci Islam sehingga
mereka tidak mengetahui bahwa Islam memberikan keistimewaan terhadap
posisi Isa as. atau Yesus berkenaan dengan kelahirannya dari seorang perawan,
kemukjizatannya dalam menyembuhkan orang sakit, menyembuhkan orang
buta, menghidupkan orang mati, yang semuanya merupakan mukjizat dengan
izin Allah, bahkan umat Islam meyakini ia (Isa as.) akan hadir di akhir zaman

Dicetak pink : sure sound like Jesus (tentu terdengar seperti Yesus).
Dicetak abu-abu : well, maybe (Yah, mungkin).
Dicetak hitam : there’s been some mistake (ada terjadi beberapa kesalahan).
Lihat Robert W. Funk, The Five Gospels, (US: Scribner Book Company, 1993).
316
Paus Yohanes XXIII dan juga Paus Paulus VI dalam suatu pernyataannya mengatakan
bahwa Konsili Vatikan II tidak bermaksud mengubah bahkan tidak akan pernah mengubah ajaran-
ajaran sebelumnya yang telah dipegang oleh gereja. Walau dari segi penyampaian ajaran
menggunakan gaya bahasa yang berbeda, namun sesungguhnya inti ajarannya tidak berubah yakni
“extra ecclesiam nulla salus” (di luar Gereja tidak ada keselamatan). Meskipun menaruh simpatik
terhadap Islam dalam dokumen Nostra Aetate dalam usaha menghilangkan permusuhan Islam-
Kristen, tetapi pada saat yang sama Konsili II juga menetapkan dekrit ‘ad gentes’ yang
mewajibkan aktivitas misi Katolik ke seluruh umat manusia. Lihat Ismartono SJ, Kuliah Agama
Katolik di Perguruan Tinggi Umum, (Jakarta: Obor, 1999), hlm. 133-135.
317
Ahmed Deedat dan Stanley Sjoberg, “Is the Bible the True Word of God?”, dalam
Debate in Scandinavia (DVD).

138
sebagai raja yang adil. Oleh karena itu, umat Islam bukanlah anti-Kristus
sebagaimana tuduhan sebagian umat Kristen selama ini, melainkan pecinta
Yesus. Namun demikian, posisi umat Islam hanya meyakini Isa sebagai salah
satu utusan Allah, bukan sebagaimana anggapan umat Kristen yang secara
ekstrim menyatakan keilahian Isa as. Di sinilah perbedaan antara Muslim dan
Kristen.318
Dalam berdakwah terhadap umat Kristen dengan form mujȃdalah
(perdebatan), Deedat memberikan contoh tentang bagaimana mengemukakan
pendapat yang senantiasa merujuk kepada sumber-sumber yang diakui sebagai
kebenaran bersama, yakni mengacu langsung kepada kitab suci, baik al-
Qur’an, terlebih lagi mengacu kepada Bibel. Selanjutnya, untuk menjaga agar
dakwahnya fokus terhadap suatu tema tertentu, karena ia berharap kajiannya
komprehensif dan mampu dipahami semua orang, sehingga dalam sesi tanya
jawab sekalipun Deedat tidak menjawab pertanyaan yang keluar dari konteks
pembicaraan. Hal ini untuk menjaga keefektifannya dan ketertiban pola pikir
terhadap tema yang dibahas. Biasanya untuk menjawab pertanyaan yang
penting diluar tema pembahasan Deedat memberikan kepada audien bertanya
pada hari lainnya dalam tema yang sesuai dengan pertanyaan yang ingin
ditanyakan tersebut. Kalaupun terpaksa ada pertanyaan diluar konteks
pembahasan, Deedat tidak memberikan jawaban secara panjang lebar, hanya
sekedarnya saja.319
Pendekatan dakwah Kristologi Ahmed Deedat menimbulkan berbagai
sudut pandang pro dan kontra dikalangan para ahli, antara lain: Pertama,
Racius berpendapat bahwa pendekatan dakwah Deedat dikatakan sebagai
pendekatan polemik, dan akan menyuburkan radikalisme.320 Ia mengatakan

318
Buku-buku yang mengkaji permasalahan dialog agama Islam-Kristen secara obyektif
seperti: Muhammad Fazlur Rahman Ansari, Islam and Cristianity in the Modern World (Islam dan
Kristen dalam Dunia Modern); Agus Hakim, Perbandingan Agama: Pandangan Islam Mengenai
Kepercayaan Majusi, Shabiah, Yahudi, Kristen, Hindu, Budha, Sikh, (Bandung: Diponegoro,
2002); Sidi Gazalba, Dialog Kristen-Islam buku 1, 2, 3, (Jakarta: Bulan Bintang, 1971).
319
Ahmed Deedat, Muhammed-The Natural Successor to Christ, (DVD: Video Debat dan
Presentasi), www.DebatIslam.com.
320
Dalam dakwahnya dengan tema “Pope and Dialogue”, salah seorang audien
menanyakan mengapa ia (Deedat) terlalu radikal dalam menyampaikan ceramah. Menurut Deedat,

139
bahwa pendekatan dakwah kepada non-Muslim adalah sebuah produk
kebangkitan kembali dakwah Muslim di Abad ke-19 sebagai reaksi atas
aktivitas misionaris Kristen di dunia Muslim yang lebih banyak dibawa oleh
para Kolonialisme Eropa.321 Kerr menambahkan bahwa pendekatan dakwah
Ahmed Deedat adalah pendekatan “kekuatan penaklukan”, yakni kekuatan
Islam menggantikan Kristen, dikarenakan agama Kristen hari ini sudah tidak
orisinil sebagaimana ajaran Isa as. (Yesus).322 Westerlund berpendapat bahwa
dakwah Deedat semata-mata merupakan strategi “bertahan”, yakni
menggunakan taktik “attack is the best defence” (penyerangan sebagai
pertahanan terbaik) khususnya ketika melihat awal-awal karir Ahmed Deedat,
strategi dakwah tersebut merupakan mekanisme “bertahan” komunitas Muslim
di Afrika Selatan dari usaha misionaris Kristen yang kuat.323
Zebiri mengatakan bahwa Deedat dalam dakwahnya menghimbau
Muslim untuk melancarkan konter secara terbuka dengan secara aktif
berdakwah kepada non-Muslim.324 Selanjutnya, Scantlebury dalam sudut
pandang yang berbeda mengatakan bahwa sejak Deedat lebih banyak
menghadiri debat agama, efeknya adalah bukan pada konversi agama saja,
melainkan memberi ketenangan posisi umat Muslim.325
Kedua, ada yang memandang bahwa pendekatan dakwah Deedat
bukanlah penaklukan, melainkan hanya menerangkan dan menjelaskan, yang
didalamnya tidak ada unsur paksaan untuk menerima Islam. Sebagaimana

“apakah Anda mengatakan bahwa orang yang menyampaikan kebenaran dapat dianggap sebagai
radikal?.” Kebenaran yang disampaikan Deedat mengenai Kristen menurutnya, bukanlah
penyerangan. Karena seluruh sumber keterangan yang ia sampaikan berasal dari tulisan orang-
orang Kristen, termasuk berasal dari Bibel sendiri. Lihat Ahmed Deedat, Pope and Dialogue,
“DVD”, (IPC Birmingham).
321
Egdunas Racius, The Multiple Nature of the Islamic Da’wa. “Thesis”, (Universty of
Helsinki: Faculty of Arts, 2004), hlm. 188.
322
David A. Kerr, “Islamic Da’wa and Christian Mission: Towards a Comparative
Analysis”, International Review of Mission 89 (2000), hlm. 150-171.
323
David Westerlund, “Ahmed Deedat’s Theology of Religion: Apologetics through
Polemics. Journal of Religion in Africa 33 (3, 2003), hlm. 271.”
324
Kate Zebiri, Muslims and Christians Face to Face, (Oxford and Rockport: Oneworld,
1997), hlm. 46.
325
Elizabeth Scantlebury, “ Islamic Da’wa and Christian Mission: Positive and Negative
Models of Interaction between Muslims and Christians. Islam and Christian-Muslim Relations 7,
(3, 1996), hlm. 263.

140
pendapat Amri Yousra tour organizer dakwah Deedat di Australia, ia
mengatakan: “but we are not attacking, we just one to explain. Finally, what do
you belief or not it’s up to you.”326 Dalam kesempatan lain tur Dakwah Ahmed
Deedat lebih kepada faktor memang kebutuhan undangan dalam hal mencegah
berbagai propanda pendeta Kristen terhadap Muslim, sebagaimana yang
dilakukan oleh Persatuan Mahasiswa Islam Lousiana yang mengirim pesan
darurat kepada Deedat untuk berdebat dengan Pendeta Jimmy Swaggart.327
Demikian juga, ketika Deedat mengajak Paus untuk dialog, di mana ia melihat
bahwa Paus telah memprovokasi umat Muslim dengan menulis buku terkait
dengan Muslim, maka ide dialog terbuka bagi Deedat yang disaksikan secara
umum antara Paus dan dirinya menjadi solusi bagi kedua agama (Islam-
Kristen) untuk berdialog, sebagaimana keinginan Paus Yohanes Paulus II
dalam buku tersebut untuk berdialog tentang Islam.328
Kedua pendapat tersebut memang tidak bisa dinafikan dalam upaya
membaca model dakwah Deedat. Di satu sisi dakwah Deedat berupaya
membangun suatu benteng yang tangguh dari proses Kristenisasi, di sisi yang
lain, Deedat dalam dakwahnya menekankan aspek tugasnya sebagai Muslim
hanya menyampaikan pesan universal Islam sebagaimana yang diperintahkan
Allah. Secara umum, Deedat mengkonfirmasi bahwa pendekatan dalam
dakwahnya merupakan upaya penyadaran di seluruh negeri yang ia

326
Dalam siaran wawancara Ahmed Deedat di TV Sydney Program TODAY in Saturday
(DVD).
327
Ahmed Deedat dan Jimmy Swaggart, DVD: Is the Bible God’s Word, (US: University of
Louisiana).
328
Buku yang dimaksud Deedat yaitu “Crossing the Treshold of Hope”. Di dalamnya
ketika Paus menulis pandangannya terhadap agama-agama lain sebagai modal dialog agama. 8
halaman pembahasan untuk agama Budha, 7 halaman untuk membahas Yahudi, dan hanya
memuat 4 halaman untuk membahas Islam. Menurut Deedat buku yang dimaksudkan untuk
dialog oleh Paus terhadap agama-agama lainnya tersebut tidak fair mengkaji Islam, karena hanya
sekedar saja menampilkan Islam. Padahal tidak ada agama lain selain Kristen yang mengkaji
Yesus dan memperkenalkan lebih baik Yesus di muka bumi selain agama Islam. Bahkan Islam
lebih banyak mengkaji tentang Yesus dan Maria daripada Kristen sendiri. Oleh karena itu, Deedat
berkesimpulan Paus bukan mengajak dialog, melainkan membuat sudut pandang Kristen terhadap
Muslim. Maka Deedat mengundang Paus untuk berdialog tentang masalah Islam-Kristen, namun
hal tersebut tidak pernah dipenuhi Paus dengan berbagai alasan. Lihat Ahmed Deedat, Pope and
Dialogue, (DVD:IPC Birmingham).

141
kunjungi.329 Terlepas dari pendekatannya yang dikatakan sebagai polemik,
Deedat mengatakan bahwa ia tetaplah toleransi atas dakwahnya, namun setiap
agama pasti menginginkan pengakuan (eksistensi), di situlah misi agama untuk
menyampaikannya. Kristen telah melakukannya, begitupun Islam juga
melakukannya. Walau demikian, ia percaya bahwa kedua agama, baik Islam
dan Kristen mempunyai dasar yang berbeda. Oleh karena itu, debat umum
menjadi toleransi yang besar untuk saling memahami.330 Hasil akhir bahwa
ketika kebenaran telah disampaikan, maka kewajiban dakwah terhadap orang
non-Muslim telah dilaksanakan, urusan hidayah semuanya diserahkan kepada
Allah setelah usaha tersebut.331

B. Kontribusi Dakwah Kristologi Ahmed Deedat dalam Konteks


Keberagamaan
Berbagai metode dakwah dan strategi dakwah Ahmed Deedat yang telah
dipaparkan sebelumnya merupakan arah untuk mengetahui sejauh mana
kontribusi dan signifikansi pemikiran Ahmed Deedat terutama bila dikaitkan
dengan dakwah Kristologi dan penerapannya dalam kehidupan antar agama,
terutama yang menyangkut hubungan antara Islam dan Kristen.
Beberapa kontribusi yang dapat dilihat dari usaha dakwah Ahmed Deedat
yang berkaitan secara langsung terhadap umat Islam antara lain:
1) Dakwah Kristologi sebagai Pengimunan akidah
Menurut Ahmed Deedat dalam buku The Choice: Islam and
Christianity dan buku Is the Bible God’s Word? umat Islam memang selalu
diserang. Deedat sadar betul betapa banyak kaum Muslim yang takut dan
terus menerus diserang oleh para penginjil yang datang dari pintu ke pintu
untuk menggoyahkan keimanan kaum Muslim, maka kuliah-kuliah dan
tulisan Deedat adalah solusi dalam rangka memberikan ilmu pengetahuan

329
Ahmed Deedat, Injil, hlm. 57-58.
330
Ahmed Deedat, “Freely Speaking” (DVD: Birmingham U.K Islamic Propagation
Center).
331
Ahmed Deedat, The, vol. 2, hlm. 228.

142
bagaimana cara mempertahankan diri dari serangan mereka (para
penginjil/misionaris Kristen).332
Selain itu, Deedat juga mengajak agar umat Islam kembali berdakwah,
menyebarkan agama Islam. Bahayanya kalau umat Islam menginggalkan
dakwah, justru akidah umat Islam akan diserang. Berikut ini kutipan
mengenai hal tersebut:
We have lost the art or the knack of propagation, because for a
good many centuries we have stopped preaching Islam to those
around us. The Christians are knocking at our doors. Only the
spiritually blind and the "ostriches" in our midst cannot see.
Kuwait had just one Arab Christian family about fifty years ago.
Today there are 35 Churches in that little country.333

Berdasarkan hal tersebut menurut Deedat baju besi, pedang, dan


tameng dalam perang akidah ini adalah al-Qur’an, yang selama beberapa
tahun hanya kita baca untuk mendapat pahala. Oleh karena itu, menurut
Deedat sudah saatnya menjadikan al-Qur’an bacaan yang membuahkan hasil
yang paripurna dan jika dilakukan, tentu kemenangan akan diperoleh.334
Berbagai tujuan kuliah Deedat dalam arti pengimunan akidah juga
tampak dalam pernyataannya di dalam buku The Choice: Islam and
Christianity. Ia mengatakan bahwa kuliahnya yang mengundang orang-
orang Kristen adalah untuk menyaksikan kebenaran Islam dan
penyelewengan yang dilakukan oleh ajaran Yesus, selain itu kuliah-kuliah
Deedat juga bertujuan memperbaiki kerusakan yang dialami oleh Muslim
yang diserang oleh para misionaris Kristen.335
2) Dakwah Kristologi: Ajakan Musyawarah Kepada Tauhid
Sebagaimana dipaparkan sebelumnya bahwa Islam adalah agama yang
universal, artinya tidak hanya terpaku pada satu golongan atau suku tertentu
saja. Bahkan seluruh nabi-nabi Allah memiliki agama yang sama, yakni

332
Ahmed Deedat, Is, hlm. 62-64.
333
Ahmed Deedat, What, hlm. 13-14.
334
Ibid., hlm. 14.
335
Ahmed Deedat, The, vol. 2, hlm. 143-145.

143
Islam.336 Oleh karena itu, kebenaran ini harus disampaikan kepada umat
Yahudi dan Kristen yang telah menyimpang dari kebenaran. Terlepas
daripada itu dalam beragama Islam tidak dikenal konsep pemaksaan (Q.S.
al-Baqarah: 256) karena agama menurut Deedat adalah fitrah yang
tergantung dari keyakinan dan keinginan, dan tidak akan berarti apa-apa jika
dilakukan dengan paksaan. Paksaan akan membuat orang masuk, tapi tidak
ikut,337 sehingga tugas da’i hanya menyampaikan saja pesan-pesan Allah.
Landasan universal dakwah menuju tauhid menurut Deedat termaktub
dalam al-Qur’an surat ali-Imrȃn ayat 64. Sebagaimana hal yang sama juga
dilakukan oleh Rasulullah saw. kepada beberapa raja yang beragama Masehi
(Kristen). Deedat mengajak kepada umat Islam melakukan sesuatu untuk
menyelamatkan jutaan orang dari kesesatan. Menurut Deedat, umat Muslim
wajib menyingsingkan lengan baju, menolong mereka dari kemusyrikan.
Kalau tidak demikian, tentu merekalah yang akan menyeret seorang muslim
kepada kemusyrikan yang menyebabkan bahaya yang sudah pasti di dunia,
maupun di akhirat kelak. Menyebarkan agama Allah ke seluruh penjuru
bumi merupakan kewajiban seluruh umat Islam. Petaka yang menimpa
dunia Islam dewasa ini karena umat Islam lalai dalam mewujudkan agama
Allah dalam kehidupannya bersama-sama bangsa lain di dunia ini. Apabila
pilar penyangga bangunan Islam roboh, maka akan menimbulkan bahaya
besar, dan siksa Allah akan datang dengan tiba-tiba. Inilah misi luhur yang
harus diemban demi tegaknya agama Allah.338 Firmannya:

           

  


Artinya: “Dia-lah yang mengutus rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan
agama yang benar agar dia memenangkannya di atas segala agama-agama
meskipun orang musyrik membenci.” (Q.S. al-Ṣaff: 8).

336
Ahmed Deedat, The, vol. 1, hlm. 29.
337
Ibid., hlm. 129.
338
Ahmed, What, hlm. 19-20.

144
Demikianlah pandangan Ahmed Deedat tentang dakwah tauhid yang
menyeluruh kepada umat manusia. Hal ini mengindikasikan bahwa Deedat
memasukkan mereka (umat Kristen) ke dalam barisan sasaran dakwah,
mendekatkan mereka untuk mengikuti akidah yang benar, dan meluruskan
pemikiran dan keimanan mereka, bukan membuat putus asa, sekedar
mengalahkan, atau membiarkan mereka. Menurutnya, tugas juru dakwah
menyadarkan orang lain untuk mengikuti kemanusiaannya, dan
mengingatkannya akan perbudakan (teologis) yang mengikatnya, lalu
membantunya untuk mengikuti jalan yang benar, sehingga akhirnya nanti
mereka akan menjadi rekan dalam mensukseskan dakwah menuju Allah.
Demikianlah sikap Deedat sehingga kalaupun tercipta perdebatan
(mujadalah) dalam frame metode yang paling baik (bi al-latȋ hiya aḥsan).
3) Dakwah Kristologi Merupakan Pendidikan dalam Menghadapi Misionaris
Kristen
Para misionaris Kristen yang tidak henti-hentinya menyebarkan
agama mereka terhadap Muslim menjadi perhatian serius bagi Ahmed
Deedat sesuai dengan pengalaman yang ia dapatkan sewaktu masih menjual
garam. Dari pengalaman tersebut, Deedat kemudian mewanti-wanti agar
umat Islam berhati-hati terhadap misionaris yang mengetuk rumah umat
Muslim pada umumnya.
Menurut Deedat, yang perlu diingat yakni apabila ada misionaris
Kristen yang mau menilai dan mempelajari kitab suci umat Islam (al-
Qur’an), maka seorang muslim harus mempelajarinya juga kemudian
memahaminya, sehingga mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka,
baik yang positif maupun yang negatif. Deedat berharap sumbangan
tulisannya dalam buku The Choice: Islam and Christianity akan mampu
untuk menghadapi misionaris sekaligus menjadi senjata yang ampuh bagi
kaum Muslimin dan kemenangan kaum Muslimin.339 Oleh karena itu,
memahami agama Islam penting guna mengantisipasi manipulasi
pemahaman yang dilakukan para misionaris Kristen. Muslim yang

339
Ahmed Deedat, The, vol. 2, hlm. 143-145.

145
mengenal agamanya dengan baik tentu lebih sulit dijatuhkan, daripada
Muslim yang tidak memiliki pengetahuan tentang Islam.
4) Dakwah Kristologi Sebagai Bekal Juru Dakwah
Sebagai seorang juru dakwah dituntut agar mampu menguasai
berbagai keilmuan agar dakwah yang disampaikan mampu mengakomodir
berbagai kepentingan masyarakat, sehingga dakwah akan lebih mudah
diterima. Ahmed Deedat menyatakan bahwa salah satu usaha ke arah
pengembangan dakwah ketika seseorang berada pada lingkungan yang
jumlah umat Islamnya minoritas adalah dengan memperlajari Kristologi
sebagai bekal berdakwah kepada mereka yang memang memusuhi Islam.
Menurut Ahmed Deedat, seorang da’i yang mempelajari Kristologi
akan mampu memahami karakter orang Kristen. Hal ini menjadi penting
agar tidak ada suatu klaim kebenaran begitu saja. Dalam arti bahwa dakwah
akan berjalan obyektif dalam membaca pergerakan umat Kristen yang
sesungguhnya. Al-Qur’an sendiri menyatakan dalam salah satu ayatnya:

              

      

Artinya: “Dan mereka (Yahudi dan Nashrani) berkata: "Sekali-kali tidak


akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau
Nashrani". Demikian itu (hanya) angan-angan mereka yang kosong belaka.
Katakanlah: "Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang
yang benar". (Q.S. al-Baqarah: 111).

Berdasarkan ayat tersebut Ahmed Deedat mengatakan, ketika umat


Kristen dan Yahudi menyatakan klaim tentang kebenaran agama mereka,
maka di sinilah pentingnya untuk memeriksa bukti kebenaran agama
mereka, terutama menyangkut sumber ajaran mereka, yakni kitab Bibel.
Oleh karena itu, bagi umat Islam yang dituntut untuk berdakwah kepada
umat Kristen diperlukan senjata untuk memahami umat Kristen dengan
sebaik-baiknya, yakni mengenal kitab Bibel mereka, sebagaimana perintah
Allah untuk memeriksa bukti kebenaran mereka (qul hȃtȗ burhȃnakum in

146
kuntum ṣȃdiqȋn).340 Zahir Khan menyatakan bahwa untuk melaksanakan
dakwah dengan mad’u umat Kristen selain sebagai kewajiban umat Islam
juga dituntut untuk mempelajari Kristologi dalam upaya memahami
kesalahan-kesalahan umat Kristen secara obyektif.341
Kontribusi dakwah Ahmed Deedat terhadap para da’i pada umumnya
dapat dilihat dari berbagai usaha model dakwah Ahmed Deedat yang
menginspirasi para da’i sekaligus Kristolog di abad 20. Melalui tulisan dan
video rekaman yang dikaji oleh para da’i dapat menjadi referensi dan contoh
bagaimana kemudian metode dan cara berdakwah kepada umat Kristen. Salah
satu tokoh dunia yang banyak mengadopsi model dakwah Ahmed Deedat yaitu
Dr. Zakir Naik. Ia banyak mempelajari dan belajar dari model dakwah Ahmed
Deedat dari segi isinya untuk kemudian dikembangkan dengan
mengkorelasikannya dengan berbagai ilmu pengetahuan modern.342 Beberapa
pendakwah lainnya juga sangat sering menggunakan pendapat Ahmed Deedat
ketika membahas hal-hal yang berkaitan dengan kajian Kristologi, seperti Dr.
Sanihu Munir dan L.S. Mokoginta.
Di Indonesia, sebuah organisasi yang bernama forum Arimatea
mengadopsi gaya dakwah Deedat. Menurut Warno yang mempelajari berbagai
kajian Kristologi, forum Arimatea memiliki kemiripan gaya berdakwah
sebagaimana yang dilakukan oleh Ahmed Deedat. Hal ini dapat dilihat dari
pola dakwah forum Arimatea yang mengundang pimpinan Kristen untuk
berdebat dengan disaksikan oleh khalayak ramai, termasuk umat Islam dan
Kristen. Debat yang terjadi kemudian direkam dan didistribusikan di kalangan
Muslim dan non-Muslim. Menurutnya, tujuan Arimatea mengadakan dakwah
kepada non-Muslim dengan berbagai pertimbangan penting aspek dakwah
didalamnya bagaimanapun sama seperti aktivitas Ahmed Deedat yang mungkin

340
Ahmed Deedat, Pope and Dialogue, (DVD:IPC Birmingham).
341
Zahir Khan, “Sambutan”, dalam Insan L.S. Mokoginta, Bagaimana Berdakwah dengan
Kristologi, (Depok: Yayasan Birrul Walidain Jakarta, 2006), hlm. ix.
342
Zakir Naik, “about dr. zakir naik”, http://www.zakirnaik.net/about-zakir-naik (online),
diakses pada 9 Desember 2014; Selamat bin Amir dkk., “Metode”, hlm. 138.

147
menghasilkan suatu usaha untuk memperkuat komunitas Muslim dari ancaman
Kristenisasi.343
Terlepas daripada pro dan kontra dengan berbagai pendekatan yang
mencontoh dari aktivitas dakwah Ahmed Deedat, sebuah Yayasan Kristen
Efata Marturia Indonesia melihat bahwa pendekatan dakwah dengan dialog,
diskusi, dan debat adalah baik demi menemukan kebenaran kajian Kristologi
untuk menemukan pemahaman yang benar tentang Alkitab.344 Sehingga
wacana dakwah yang demikian merupakan upaya mempererat hubungan antara
Kristen dan juga Islam di Indonesia.345
Deedat dalam dakwahnya menekankan pada metode persuasif yang
berpusat kepada pencarian titik temu agama-agama. Metode dakwah tersebut
mendekatkan antara Islam dan Kristen, di mana mereka diajak kepada tauhid
(mengakui keesaan Allah swt.), sehingga dari faktor tauhid itulah semua agama
akan bertemu, dan itu pulalah kalimat adil yang menjadi penengah dan
penyamaan semua orang yang beriman.
Berdasarkan beberapa sumber, dari dakwah yang dilakukan oleh Ahmed
Deedat, banyak orang yang kemudian menerima ajaran Islam sebagai
keyakinan yang baru (konversi). Berikut daftar nama tentang kepindahan
agama yang memberi keterangan pengaruh dari dakwah Ahmed Deedat.
1. Kenneth L. Jenkins, Pendeta gereja Pantekosta Amerika Serikat.
Keyakinannya bertambah mantap untuk memeluk Islam setelah
menyaksikan video debat Ahmed Deedat dan Pendeta Jimmy Swaggart.346
2. De Lancey, seorang pembantu Pastor di Kanada. Masuk Islam setelah
mengkaji buku karya Ahmed Deedat yang banyak mengungkap kebenaran

343
Anne Louise Dickon, Da’wah, hlm. 49-50
344
Jani Rudi Damanik dan Esther Rumapea “Kata Sambutan”, dalam DVD: Debat
Kristologi Spektakuler, (Jakarta: Sinar Kasih, 1 Maret 2014).
345
Ibid.
346
Sumber: http://kisah-kisah-muallaf.blogspot.com/2013/04/kenneth-l-jenkins-mantan-
pendeta-yang.html (online), diakses pada 21 Nopember 2014.

148
Islam-Kristen yang didapatkannya sewaktu kunjungan ke Masjid di
Kanada.347
3. Seorang Konverter (Anonim) asal Amerika Serikat penganut Katolik Roma
dan Kristen Evangelis. Dalam pengakuannya, ia menjadi seorang Muslim
karena melihat kelemahan-kelemahan yang ada dalam doktrin Kristen
setelah menyaksikan debat terbuka dengan tema “Is Jesus God?” antara
Ahmed Deedat dan teolog Kristen. Misi awalnya menonton untuk
mengetahui tentang Islam karena keinginannya untuk menyebarkan Injil di
tengah-tengah komunitas Muslim, namun akhirnya ia akui bahwa uraian-
uraian Deedat jauh lebih jelas, memuaskan, dan kuat ketimbang teolog
Kristen tersebut, sehingga Islam unggul segalanya dari Kristen.348
4. Joe Paul Echon, seorang Kristen Protestan asal Filifina. Ia mulai mengenal
Islam sejak bekerja di Arab Saudi, terutama hal-hal yang berhubungan
dengan perbandingan agama. Keyakinannya terhadap Kristen menjadi luntur
semenjak menyaksikan debat Ahmed Deedat dengan agamawan Kristen.
Sang agamawan dalam debat tersebut tak mampu mempertahankan
argumentasinya, sehingga ia berkesimpulan kalau sang agamawan Kristen
saja tidak mampu, apalagi ia yang hanya pengikut Kristen. Hingga akhirnya
ia memutuskan untuk memeluk Islam.349
Berdasarkan beberapa kejadian tersebut menjadi bukti betapa signifikansi
Ahmed Deedat dalam dakwah Kristologi menjadi sumbangan dan kontribusi
yang tidak boleh diacuhkan begitu saja. Terutama upayanya dalam membangun
dialog teologis dengan pendekatan-pendekatan dilaogis yang menimbulkan
berbagai respon pro dan kontra dikalangan Muslim dan Kristen.
Selain dalam bidang keagamaan, peran Deedat dalam dunia pendidikan
juga sangat penting. Usahanya dengan membuka Islamic boarding school, as-
Salam membuat institusi tersebut banyak menyetak generasi penerus Islam

347
http://kisah-kisah-muallaf.blogspot.com/2013/04/delancey-perjalanan-spiritual-
seorang.html (online), diakses pada 21 Nopember 2014.
348
Ibid.
349
Imtiaz Ahmad, Ketika Cahaya Hidayah Menerangi Qalbu (How Islam Touched Their
Hearts), terj. Gusni Noor Barliandjaja (Madinah Al-Munawarah, 2002), hlm. 58.

149
yang paham agama dan mampu mengatasi berbagai permasalahan rasial di
Afrika Selatan. Model pendidikan yang berbasis ke-Islaman menjadikan anak
didikannya memiliki integrasi ilmu agama dan keilmiahan sehingga mampu
mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada di Afrika Selatan, maupun
masalah-masalah di daerah lainnya.350 Deedat dalam hal ini telah menerapkan
sistem dakwah transformatif, yakni berusaha mengangkat masyarakat menuju
praktek kehidupan yang lebih baik. Hal ini berangkat dari keprihatinannya
terhadap sistem rasialis yang ada di Afrika Selatan dan bukan tidak mungkin
juga terjadi di daerah yang lainnya.

C. Dakwah Kristologi dan Upaya Membangun Dialog Teologis Islam-Kristen


Menurut Poston antara agama Islam dan Kristen keduanya merupakan
agama misi yang satu sama lain memang mencari pengikut diluar agama
dengan hasil akhir adalah adalah konversi agama.351 Legitimasi mencari
pengikut selain umat Islam dapat dilihat sebagaimana dalam al-Qur’an (3: 64)
yang mengajak kepada umat Islam untuk mengajak kepada kalimat al-sawȃ
(tauhid). Sementara itu Kristen dalam upaya mencari “domba-domba yang
tersesat” sebagaimana perintah agama dalam Injil Matius 28: 19-20 dan
Markus 16: 15-16. Di sinilah pentingnya dialog untuk memecahkan sekaligus
memberi jalan bagi kedua agama agar tidak terjadi gesekan yang kerap terjadi
antara kedua pengikut agama tersebut, terutama kaitannya dengan ruang
mencari pengikut (misi agama).
Wacana-wacana persamaan antara kedua agama yang sering disinggung
dalam dakwah Kristologi menjadi pintu pembuka antara kedua agama untuk
berdialog dan berdiskusi terkait dengan persinggungan tersebut untuk saling

350
Mantan Presiden Afrika Selatan, Nelson Mandela, ketika berada di Arab Saudi secara
pribadi menelepon Ahmed Deedat untuk memberikan selamat atas kontribusinya dalam
pengembangan pendidikan Islam sehingga mendapat penghargaan dari raja Arab Saudi melalui
King Faisal International Award. Lihat Herry Mohammad, Tokoh, hlm. 180; Ahmed Deedat, Injil,
hlm. 58.
351
Larry Poston, Islamic Da’wah in the West: Muslim Missionary Activity and the
Dynamics of Conversion to Islam, (New York: Oxford University Press, 1992), hlm. 3-4; lihat juga
Larry Paston, “The Future of Da’wah in North America”, The American Journal of Islamic Social
Sciences, Vol. 8, No. 3, (1991), hlm. 501-511.

150
memahami antara agama yang satu dengan yang lainnya. Hal ini penting agar
agama mampu memberikan konsep yang disepakati terutama dalam
membangun peradaban dunia yang lebih baik lagi sebagaimana cita-cita agama
itu sendiri. Mengenai dialog teologis, Hans Kung menyatakan bahwa untuk
menuju perdamaian di antara agama-agama adalah dengan dialog agama-
agama yang dipelajari berdasarkan fondasi agama-agama.352 Dengan demikian,
memahami prinsip-prinsip dasar agama Islam-Kristen akan memberikan jalan
untuk saling memahami kritik yang berkenaan tentang kedua agama tersebut.
Istilah dialog agama memang sarat dengan pengembangan formulasi misi
agama Kristen yang sudah dimulai sejak tahun 1910,353 di mana dialog adalah
upaya strategis yang dibangun gereja dalam rangka memberitakan ajaran yang
berpusat kepada Kristus. Bagi umat Kristen misi adalah dialog dan dialog
adalah misi. Song mendefenisikan mengenai misi Kristen yang berarti orang

352
Hans Kung, Christianity and the World Religions, Paths to Dialogue with Islam,
Hinduism, and Buddhism, (New York: Doubleday, 1986), hlm. 5-131; Hans Kung, “Sebuah Model
Dialog Kristen-Islam”, Jurnal Pemikiran Islam Paramadina, vol. 1, no. 1, (Juli-Desember, 1998),
hlm. 9-32.
353
Paradigma misi Kristen telah berubah atau bergeser dari proklamasi kepada dialog, yaitu
misi membangun persekutuan bersama untuk kebenaran bersama. Adapun rentetan sejarahnya
sebagai berikut:
a. Tahun 1910 diselenggaran World Misionary Conference (WMC) di Edinburg, masih
memandang bahwa proklamasi Injil sebagai fokus gereja.
b. Tahun 1928, WMC mengadakan pertemuan di Yerusalem merumuskan suatu pokok bahasan
mengenai kerjasama dengan orang non-Kristen dengan memandang bahwa Yesus sebagai
penggenapan dari semua kebaikan agama-agama yang ada. Di sini nuansa proklamasi Injil
masih kental.
c. Tahun 1938, pertemuan di Madras memikirkan misi ulang gereja (rethinking missions) dan
mempertanyakan ultimacy of the Gospel. Pertemuan ini banyak dipengaruhi oleh pemikiran
Hendrik Kraemer sehingga belum menghasilkan pergeseran misi.
d. Tahun 1950-1961, membahas topik hangat mengenai hubungan orang Kristen dan non-Kristen
yang masih memandang dialog sebagai cara memproklamasikan Injil yang paling efektif.
e. Tahun 1963, pertemuan di Mexico, yang masih memandang bahwa dialog sebagai alat
pekabaran Injil.
f. Tahun 1967, konferensi di Srilanka memutuskan bahwa dialog tidak identik dengan proklamasi
Injil, namun di sela-sela dialog ada waktu khusus untuk pekabaran Injil. Sehingga berdiri
departemen khusus untuk dialog antar iman.
g. Tahun 1975, dialog diartikan sebagai cara untuk mendengar dan mengerti iman orang lain dan
sebagai cara untuk menyaksikan Injil Yesus Kristus.
h. Tahun 1978, konferensi di Balangore bahwa tujuan dialog sama sekali tidak menyinggung
masalah pekabaran Injil. Merubah konsep penginjilan menjadi dialog, karena misi Kristen
bukan monologis (penginjilan), melainkan dialogis (mutual sharing). Di sini kebenaran adalah
termasuk apa yang datang juga dari agama non-Kristen.
Lihat Stevri Indra Lumintang, Misiologia Kontemporer: Menuju Rekonstruksi Theologia Misi
yang Seutuhnya, “PDF”, (Batu: Departemen Literatur PPII, T.Th), hlm. 14-20.

151
Kristen mencari persekutuan dengan orang-orang lain di dalam Allah, atau
dalam arti orang-orang Kristen membangun persekutuan dengan orang-orang
lain (non-Kristen) melalui memahami, melihat Allah dalam mereka kemudian
mengidentifikasikan semua itu dengan pemahaman orang Kristen.354 Di sini
berarti dialog sama dengan persekutuan.355 Islam memandang dialog sebagai
integral dari ajaran al-Qur’an yang mengajarkan kepada umatnya untuk
berdialog,356 sehingga titik temu ini yang coba dimanfaatkan oleh para pemuka
agama kedua belah pihak (Islam dan Kristen). Di dalam al-Qur’an perintah
dialog tersebut disebutkan:
“Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu
kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu,
bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia
dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian
yang lain sebagai Tuhan selain Allah". Jika mereka berpaling maka
katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-
orang yang berserah diri (kepada Allah)". (Q.S. ali-Imrȃn: 64).

Dengan demikian, Islam mengakui hak hidup agama lain dan


mempersilahkan para pemeluk agama-agama lain untuk menjalankan
agamanya masing-masing. Di sini, Islam menekankan kepada para
penganutnya dalam usaha mengembangkan common platform (kalimah sawȃ)
dengan agama-agama lain. Common platform itu hendaknya dibangun atas
dasar keimanan yang benar, yakni tauhid. Setelah common platform (kalimah
sawȃ) tidak ketemu, maka al-Qur’an mengajarkan:
“......Sesungguhnya kami atau kamu (orang-orang musyrik), pasti berada
dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata. Katakanlah: "Kamu
tidak akan ditanya (bertanggung jawab) tentang dosa yang kami perbuat
dan kami tidak akan ditanya (pula) tentang apa yang kamu perbuat".
Katakanlah: "Tuhan kita akan mengumpulkan kita semua, kemudian Dia

354
C.S. Song, Sebutkan Nama-Nama Kami, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993), hlm. 30.
355
Arie de Kuiper, Missiologia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), hlm. 98-99.
356
Berkenaan dengan dialog antara agama, secara historis sejak awal kemunculannya, umat
Islam sudah terbiasa melakukan dialog dengan siapapun. Di Makkah, sebelum hijrah, Rasulullah
dan para sahabatnya sudah berdialog dengan kaum musyrik Makkah dan pengikut Kristen. Saat di
Habsyah, Ja’far bin Abdul Muthalib juga telah berdialog dengan pengikut Kristen dan juga raja
Najasy yang waktu itu masih memeluk agama Kristen. Selanjutnya, ketika hijrah ke Madinah,
Rasulullah saw. juga melayani dialog dengan delegasi Kristen Najran. Lihat Zaenul Arifin,
“Menuju Dialog Islam-Kristen: Perjumpaan Gereja Ortodoks Syria dengan Islam”, Walisongo:
Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan, vol. 20, no. 1, (Mei, 2012), hlm. 116.

152
memberi keputusan antara kita dengan benar. Dan Dia-lah maha
pemberi keputusan lagi maha mengetahui". (Q.S. Sabȃ’: 24-26).

Berdasarkan ayat tersebut, dialog yang dianjurkan bukan sekedar bersifat


normatif, melainkan tujuannya adalah memahami pihak lain dalam keyakinan
yang dianutnya, sejauh ini dakwah Kristologi dapat memasuki karakter
demikian. Namun dalam kasus truth claim antara Islam dan Kristen inilah yang
harusnya mendapat format yang spesifik, di mana keduanya memiliki ke-
eksklusifan dalam keberagamaan. Sebab memandang semua agama sama
(baca: pluralisme agama) adalah sesuatu yang mustahil, mengingat secara fakta
bahwa agama Islam dan Kristen memang memiliki perbedaan dalam hal
prinsipil, tetapi hanya memberi pengakuan sebatas hak masing-masing untuk
hidup dengan kebebasan menjalankan agamanya masing-masing.357 Menurut
Victor Tanja, dialog hanya akan terjadi apabila dialognya berkenaan dengan
kemanusiaan, bukan isu teologis. Tidak mungkin terjadi dialog yang sehat,
apabila membahas pandangan teologi masing-masing agama untuk mencari
pespektif yang sama. Hal ini tidak mungkin terjadi, kecuali masing-masing
agama rela meninggalkan dan mengkompromikan kebenaran masing-masing
yang diklaim sebagai kebenaran.358 Di sini antara Islam dan Kristen menolak
konsep dialog sebagaimana yang dilakukan oleh kaum pluralis yang
menetapkan tiadanya unsur truth claim antara kedua agama yang nantinya akan
menghilangkan esensi agama itu sendiri.359
Pemuka dan penganut agama yang terlibat dalam dialog keberagamaan
harus menyadari betul bahwa masing-masing agama mengajarkan keselamatan,
perdamaian, kemanusiaan, rahmat, loyalitas, kesederhanaan, keterbukaan, dan
keuniversalan. Berbagai nilai persamaan dari masing-masing agama dapat
dijadikan landasan dalam usaha dialog keberagamaan. Salah satu contoh

357
Luluk Fikri Zuhriyah, “Dakwah Inklusif Nurcholish Madjid”, Jurnal Komunikasi Islam,
vol. 02, no. 02, (Desember, 2012), hlm. 231.
358
Stevri Indra Lumintang, Misiologia, hlm. 23.
359
Penolakan dari pihak Kristen terhadap pluralisme agama dapat dilihat pada Stevri Indra
Lumintang, Theologia Abu-Abu: Tantangan dan Ancaman Racun Pluralisme dalam Teologi
Kristen Masa Kini, (Malang: Gandum Mas, 2004), hlm. 18-19; Sementara penolakan pluralisme
agama dari Islam baca Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, (Jakarta:
Perspektif, 2005) dan Adian Husaini, Pluralisme Agama: Haram (Jakarta: Pustaka Kautsar, 2005).

153
doktrin ajaran Islam sebagai landasan berdialog yakni adanya keyakinan atau
iman kepada para nabi dan rasul.360 Menurut penjelasannya bahwa adanya
rasul atau utusan Allah merupakan tanda kebesaran Tuhan untuk memberikan
arahan dan contoh tentang kebaikan dan meninggalkan keburukan kepada
manusia. Selain itu secara terbuka umat Islam diperintahkan untuk mengajak
para Ahli Kitab (Yahudi dan Kristen) untuk menuju kepada prinsip-prinsip
persamaan (kalimatun sawȃ) yaitu ke ajaran tauhid (mengesakan Allah).361
Dengan cara demikian akan dapat menghasilkan sikap saling mengerti dan
memahami diantara penganut agama, nilai-nilai keterbukaan menjadi syarat
dalam dialog keberagamaan.
Keyakinan dalam konsep keselamatan bagi para penganut agama
merupakan sesuatu yang paling asasi yang tidak dapat dipaksakan, sehingga
tidak menjadikan percampuran doktrin keagamaan yang mengurangi nilai
kesakralan suatu agama tertentu. Berkaitan dengan perbedaan teologis, apabila
tidak ditemukan titik persamaan diantara para pemuka agama, maka para
pemuka agama dapat menggunakan prinsip “Agree in Dis-Agreement”.
Pandangan tersebut menjadi penting dalam upaya toleransi sebagaimana
pandangan ekslusif tentang agama-agama, baik gagasan kayakinan Islam
maupun Kristen. Dalam ajaran Islam dikenal ayat; Inna al-dȋna ‘indallȃahi al-
Islam (sesungguhnya agama yang (diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam), dan
dalam ajaran Kristen dikenal extra ecclesiam nulla salus (di luar gereja tidak
ada keselamatan) atau ungkapan extra ecclesiam nullus propheta (di luar gereja
tidak ada nabi). Masing-masing prinsip tersebut tidaklah dapat dihilangkan,
melainkan perlunya toleransi antar agama demi terciptanya kehidupan
beragama yang saling positif dan dapat hidup berdampingan sebagaimana
nuansa yang diciptakan oleh Nabi di Madinah.
Toleransi dapat terwujud melalui kesediaan berdialog, yakni dialog
kehidupan (Dialogue of Life). Dialog dapat mengurangi ekses konflik histroris
Islam-Kristen yang telah lama berkecamuk selama berabad-abad, baik secara

360
Mukti Ali, Ilmu Perbandingan Agama di Indonesia, (Bandung: Mizan, 1993).
361
Ibid.

154
psikologis maupun fisis.362 Walaupun demikian dialog terkadang menghasilkan
bahaya berupa sinkretisme. Menurut Verkuyl ada tiga jenis dialog. Pertama,
dialog dengan tujuan untuk menciptakan saling pengertian yang lebih baik.
Kedua, dialog yang berupaya untuk mengatasi berbagai permasalahan dunia
yang mendesak. Ketiga, dialog yang menjadikannya sebagai upaya misi, dan
umat Kristen memandangnya sebagai sesuatu yang positif.363 Tampaknya
usaha dialog-dialog yang demikian juga sangat santer didengungkan dan
dideklarasikan oleh Hans Kung dengan model global etchic-nya.364 Dalam
upaya dialog tersebut dakwah Kristologi memang seharusnya berkontribusi
untuk mengenalkan dan mendidik umat Islam untuk mengenal sesuatu yang
berkenaan dengan Kristen, sehingga tidak menimbulkan bias dengan klaim
semata-mata kafir kepada umat Kristen, sehingga memusuhi mereka. Di sini
disebutkan hal-hal yang berkaitan dengan persamaan dan perbedaannya secara
obyektif, sehingga tidak bias subyektif, dalam arti bukan sekedar sebagai
pengkritik tetapi juga sebagai pengkonfirmasi atas wacana-wacana yang
bersinggungan kedua belah pihak (Islam-Kristen).365 Walaupun di sisi lain,
dakwah Kristologi tidak selamanya menghasilkan harapan yang sesuai dengan
wacana yang baik disebabkan pandangan-pandangan dakwahnya didominasi
oleh unsur doktrinal yang bukan mencari titik persamaan dan perbedaan untuk
kemudian bertoleransi. Di sinilah dibutuhkan kesediaan kedua belah pihak
untuk saling “legowo” sebagaimana ungkapan al-Qur’an “fa in tawallau,
faqȗlu shadu biannȃ Muslimȗn.” (dan jika mereka berpaling, maka katakanlah

362
Azyumardi Azra, Reposisi Hubungan Agama dan Negara: Merajuk Kerukunan
Antarumat, (Jakarta: Kompas, 2002), hlm. 216-217.
363
J. Verkuyl, Comtemporary Missiology an Introduction, (Grand Rapids: Wm.B. Erdmans
Publising Company, 1978), hlm. 363.
364
Hans Kung dan Karl Josef Kuschel (Ed), Etik Global, terj. Ahmad Murtajib,
(Yogyakarta: Sisiphus dan Pustaka Pelajar, 1999); Dede Nurdin, “Selayang Pandang Kiprah Hans
Kung”, dalam Hans Kung, Etika Ekonomi-Politik Global, terj. Ali Noer Zaman, (Yogyakarta:
Qalam, 2002), hlm. xii.
365
Jalinan persaudaraan antara seorang Muslim dan non-Muslim sama sekali tidak dilarang
dalam Islam selama hak-hak kaum Muslim dihormati. Allah swt. berfirman:
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang
tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (Q.S. al-Mumtaḥanah: 8). Lihat M. Quraish
Shihab, “Reaktualisasi dan Dialog Antar-Agama”, dalam Meretas Jalan Teologi Agama-Agama di
Indonesia: Theologia Religionum, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), hlm. 140.

155
kepada mereka: saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah
diri kepada Allah).
Akses dakwah Kristologi secara positif merupakan pintu bagi seorang
muslim untuk mengenal Kristen dalam upaya mendialogkan beberapa hal yang
berkenaan dengan kedua agama secara obyektif. Walaupun demikian, beberapa
kekurangan dakwah Kristologi dapat saja terjadi dikarenakan beberapa hal
berikut ini:
a. Faktor kesiapan seorang da’i yang kurang mampu mengakomodir berbagai
pemahaman Kristologi secara komprehensif. Untuk itu seorang da’i harus
mampu secara komprehensif memahami Kristologi tidak hanya melalui al-
Qur’an, namun juga melalui pemahaman Bibel. Di sinilah dibutuhkan
perencaan strategi dakwah yang baik.
b. Dakwah Kristologi tidak selamanya dapat diterapkan di setiap wilayah
tertentu, mengingat model dakwahnya membutuhkan tingkat keilmiahan,
dan sulit jika hanya diwujudkan dengan emosional apologi keagamaan saja
yang justru berakibat pada pembentukan masyarakat dengan karakter
radikal.
c. Mad’u bersikap tertutup. Dakwah Kristologi harus mengakomodir sikap
dialogis yang sehat sehingga perlunya membuka ruang dialog, karena
selama ini belum apa-apa sudah memunculkan sikap saling menghindari dan
saling mengkritisi bahkan saling mengkafirkan, sehingga diperlukan sikap
terbuka untuk saling menghargai kritik dan masukan berdasarkan fakta-fakta
yang sesungguhnya.
Terlepas dengan kelebihan dan kekurang dakwah Kristologi di atas, inti
dakwah Kristologi yaitu berusaha untuk memberikan pemahaman kepada
siapapun tentang sudut pandang Islam terhadap agama Kristen di ruang lingkup
yang pluralis dalam wacana ruang dialog bukan apriori, namun kembali lagi
ketika kebenaran yang disampaikan tidak diterima, maka seorang da’i berhak
untuk menghormati setiap keputusan masyarakat tempat ia berdakwah tanpa
harus meninggalkan sikap kekecewaan dan permusuhan.

156
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ahmed Deedat merupakan salah seorang da’i yang sukses
mempopulerkan dakwah dengan model comparative religion di abad 20.
Produk pemikiran dakwahnya menjadi pionir bagi kebangkitan model-model
dakwah kristologi di abad tersebut hingga saat ini. Deedat beranggapan bahwa
dakwah bukan sekedar “meraup” simpati dari muslim saja, melainkan upaya
untuk menyelamatkan akidah umat manusia secara umum. Oleh karenanya, di
penghujung masa tuanya ia banyak menghabiskan waktunya dengan tur
dakwah keliling dunia. Tujuannya yakni memberikan pemahaman dan
pendidikan kepada umat Islam dari berbagai upaya pendangkalan akidah yang
datang dari para misionaris Kristen.
Dakwah Ahmed Deedat yang banyak mengakomodir wacana-wacana
hubungan antara Islam dan Kristen tidak lain merupakan usahanya untuk
memahamkan umat berkenaan dengan hubungan kedua agama tersebut,
mengingat kedua agama tersebut memiliki banyak persamaan antara satu
dengan yang lainnya, seperti sosok Yesus atau Isa as., nabi-nabi, nama kitab
suci, dan lain-lain. Di sinilah pentingnya dakwah kristologi menurut Ahmed
Deedat untuk memberikan pemahaman berkenaan dengan perbedaan dan
persamaan antara kedua agama tersebut secara obyektif, yakni berusaha
menggali dari sumbernya secara langsung, yakni Bibel (al-Injili yufassirȗ
ba’ḍuhu ba’ḍan). Dengan upaya tersebut klaim “benar-salah” yang selama ini
mengemuka bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Secara umum, pemikiran Ahmed Deedat dapat dilihat dari karya
monumentalnya yang berjudul “The Choice: Islam and Christianity”. Sebuah
buku yang menceritakan perjalanan dakwahnya sekaligus kompilasi dari
berbagai karya sebelumnya. Buku tersebut banyak memberikan informasi
berkenaan dengan metode dakwah Ahmed Deedat. Dalam buku tersebut

157
Deedat membagi metode dakwahnya terhadap mad’u muslim dan mad’u
Kristen. Bagi umat Islam, Deedat menggunakan metode dakwah seperti:
metode dakwah propaganda, kultural, mau’iẓah ḥasanah, dan mujadalah dalam
bentuk al-Asilah wa ajwibah (tanya jawab) dan hiwar (dialog). Sementara
metode dakwah Deedat terhadap umat Kristen dibangun berdasarkan prinsip-
prinsip persuasif, yakni memandang bahwa tiap orang Kristen merupakan
orang yang baik dan tulus. Adapun terhadap orang Kristen yang menampakkan
kebencianbahkan memusuhi Islam—terutama para misionaris Kristen—
diperlukan metode dakwah yang lainnya, yakni: strategi beralih menguasai,
strategi pengujian wahyu, dan combat kit (kumpulan indeks penting tentang
Bible untuk menghadapi penginjil). Seluruh metode dakwah tersebut berpijak
kepada Q.S. al-Naḥl ayat 125 dalam rangka mengajak umat manusia kepada
jalan Allah, dan berdasarkan Q.S. al-Baqarah ayat 111 tentang pengujian
kebenaran wahyu Kristen.
Konstribusi dakwah Ahmed Deedat sendiri dapat dilihat dari usaha
dakwahnya yang berusaha memberikan pengimunan akidah, ajakan kepada
tauhid, pendidikan menghadapi para misionaris, dan juga bekal juru dakwah.
Secara umum ia telah menunjukkan bagaimana membangun (mengkrontruksi)
sebuah dakwah dengan model dakwah Kristologi. Yakni bukan sekedar apologi
yang buta, melainkan menampilkan fakta-fakta ilmiah berkenaan dengan
wacana Kristologi. Sehingga Deedat benar-benar mempersiapkan dirinya
dalam kajian Kristologi baik dengan mempelajari literatur Islam sendiri,
maupun membaca literatur Kristen, terutama Bibel. Di sini dapat dikatakan
keberpijakannya kepada Bibel karena ia menganggap Bibel walaupun telah
kehilangan orisinalitasnya, namun masih mengandung kebenaran. Ini
mengindikasikan pendekatan dakwah Deedat bersifat penuh simpatik (irenic
remark).
Bagi Ahmed Deedat, dakwah Kristologi yang baik bukan sekedar sebagai
pengkritik saja, namun juga harus mengandung unsur konfirmasi (persuasive
and education strategy). Dengan demikian dakwah tersebut tetap mengandung
toleransi dalam membuka ruang dialog antara agama Islam dan Kristen dalam

158
upaya membangun hubungan yang harmonis. Karena bagaimanapun tugas
seorang da’i hanyalah menyampaikan kebenaran, namun hasil akhirnya setelah
kebenaran itu disampaikan adalah kembali kepada mad’u, apakah menerima
atau menolaknya, di sinilah ditekankan bahwa perbedaan antara Islam dan
Kristen akhirnya kembali kepada sikap toleransi bukan pemaksaan agama.

B. Saran-Saran
Peranan dakwah dalam kehidupan umat Islam dan misiologi umat
Kristen adalah suatu yang penting sebagai perintah agama yang pada gilirannya
saling berusaha mencari pengikut. Di sinilah pentingnya memahami agama
lainnya bukan dalam arti mempersamakan agama, namun untuk bersikap
toleransi.
Pada gilirannya setiap agama akan perlu untuk mempertahankan
keyakinannya dari rongrongan “orang luar”, maka pemahaman terhadap agama
sendiri dan berupaya memahami agama orang lain akan semakin memperkuat
jati diri keberagamaan seseorang. Berdasarkan Kajian pemikiran Ahmed
Deedat tersebut, ada beberapa hal yang perlu disampaikan:
1. Perlunya merumuskan model dakwah Kristologi yang berlandaskan model
kesantunan dan tidak menimbulkan permusuhan, serta sikap-sikap umat
yang radikal. Ahmed Deedat telah mempeloporinya dengan kajian
Kristologi yang berbasis obyektifitas, ilmiah, konfirmatif, dan dapat
dipertanggungjawabkan.
2. Mengedepankan sikap dakwah yang dialogis antar pemeluk agama di
Indonesia akan mampu mengakomodir kehidupan yang rukun dalam suatu
bangsa. Kajian semacam ini hendaknya mampu memberikan sumbangsih
terhadap hal tersebut, dan tidak menciptakan nuansa sebaliknya, yakni
kekolototan yang buta, dan tanpa toleransi.
3. Penelitian dakwah Kristologi masih sangat langka di Indonesia, sehingga
diharapkan penelitian-penelitian selanjutnya dengan tema yang sama akan
mampu mengakomodir pendekatan dakwah Kristologi dari tokoh lainnya,
sehingga masing-masing kajian berupaya mengkomprehensifkan kajian

159
yang ada sebelumnya yang berpedoman pada prinsip-prinsip taṣwir
(deskriptif), ta’ṣil (orisinalitas), tarsyid (transformasi), taṭwir
(pengembangan), tanẓir (teoritisasi), dan taṭbiq (implementasi) Islami.

160
DAFTAR PUSTAKA

A. Sumber Buku atau Kitab:

Al-Qur’anul al-Karim

Alkitab. 1974. Lembaga Alkitab Indonesia.

Abdullah, Amin. 2001. “Kata Pengantar” dalam Richard C. Martin (Ed).


Pendekatan Kajian Islam dalam Studi Agama. Terj. Zakiyuddin
Baidhawy. Surakarta: Muhammadiyah University Press Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

Abdullah, Dzikron. 1989. Metodologi Dakwah. Semarang: Fakultas Dakwah


IAIN Walisongo.

Abdurrahman, Moeslim. 2005. Islam yang Memihak. Yogyakarta: LkiS.

Abineno. 1988. Kreamer di Tambaram. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Achmad, Amrullah. 1983. Dakwah Islam dan Perubahan Sosial. Yogyakarta:


Prima Data.

Ahmad, Imtiaz. 2002. Ketika Cahaya Hidayah Menerangi Qalbu (How Islam
Touched Their Hearts. Terj. Gusni Noor Barliandjaja. Madinah Al-
Munawarah.

Alfin dan Toffler, Heidi. 2002. Menciptakan Peradaban baru Politik. Terj.
Ribut Wahyudi. Yogyakarta: Ikon Teralitera.

Ali, Abdullah Yusuf. 1989. The Holy Qur’an. Brentwood, Maryland, USA:
Amana Corpuration.

----. 1980. The Holy Qur’an: Text, Translations and Commentary. Lahore,
Pakistan, Kasymiri Bazar: Ashraf Printing Press.

Ali, Mukti. 1993. Ilmu Perbandingan Agama di Indonesia. Bandung: Mizan.

----. 1998. Ilmu Perbandingan Agama di Indonesia. Bandung: Mizan.

Al-Attas, Syed Muhammad Naquib. 1993. Islam and Secularism. Kuala


Lumpur: ISTAC.

161
Al-Azami, Mustafa. 1997. “I’jaz dalam Pemeliharaan Sunnah Nabi
Muhammad saw.”. Dalam Iwan Kusuma Hamdan dkk., Mukjizat al-
Qur’an dan al-Sunnah tentang IPTEK. Vol. 1. Jakarta: Gema Insani
Press.

Al-Banna, Hasan. 2009. Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin 2. Terj.


Surakarta: Era Adicitra Intermedia.

Al-Ghazali, Imam. T. Th. Ihya Ulumuddin. Beirut: Dar Fikr.

Al-Khuli, Muhammad Ali. 2002. Islam dan Kebenaran Yesus. Terj. Suherman
Rosyidi dan Aisyah Pranayanti. Surabaya: Target Press.

Al-Maraghiy, Ahmad Musthafa. 1987. Tafsir al-Maraghiy. Terj. Bahrun Abu


Bakar dkk. Semarang; Toha Putera.

Al-Qardhawi, Yusuf. 2001. Kebudayaan Islam Eksklusif atau Inklusif. Terj.


Solo: Era Intermedia.

----. T. Th. al-Syari’ah Islamiyah Sholihah li Taṭbȋq fȋ Kulli Zamȃn wa Makȃn.


Mesir: Dar Ma’arif.

----. 2000. Tsaqofatunaa baina al-Infitaahi wa al-Inghilaaq. Kairo: Darus


Syuruq.

Al-Rasyid, Harun dkk. 1989. Pedoman Pembinaan Dakwah Bil-Hal. Jakarta:


Depag RI, 1989.

Amin, Samsul Munir. 2009. Ilmu Dakwah. Jakarta: Amzah.

Amir, Ahmad Nabil bin. 2013. “Pemikiran Dakwah dalam Tafsir Muhammad
Asad”. Dalam E-Prosiding Seminar Antar Bangsa Dakwah dan
Pembangunan Insan. Isu-Isu Dakwah Semasa. Malaysia: Jabatan Dakwah
dan Pembangunan Insan, Akademi Pengajian Islam Universiti Malaya,
2013.

Amir, Selamat bin dkk. 2014. “Metode al-‘Ilmi al-Naql al-Ijtima’i dalam
Menyerlahkan Kemukjizatan al-Qur’an: Satu Analisis Terhadap Metode
al-Sya’rawi dalam Tafsir al-Sya’rawi”. Dalam Sedek Ariffin dkk (Ed).
Tajdid in Qur’anic Studies. Kuala Lumpur: Departement of al-Qur’an
and Hadith Academic of Islamic Studies University of Malaya.

Ansari, Muhammad Fazlur Rahman. T. Th. Islam dan Kristen dalam Dunia
Modern. Terj. Wardhana. T.Tt: Amzah.

Ardana, Sutirman Eka. 1995. Jurnalistik Dakwah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

162
Arif, Syamsuddin. 2007. Orientalis dan Diabolisme Intelektual. Jakarta: Gema
Insani Press.

Arifin, M. 1991. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Arnold, T.W. 1979. Preaching of Islam a History of Propagation of the Muslim


Faith. Lahore: SH. Muhammad Ashraf.

Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib. 1999. Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir


Ibnu Katsir. Jakarta: Gema Insani Press.

Aziz, Moh. Ali. 2004. Ilmu dakwah. Jakarta,Prenada Media, 2004.

Azra, Azyumardi. 2002. Reposisi Hubungan Agama dan Negara: Merajuk


Kerukunan Antarumat. Jakarta: Kompas.

Bunt, Lampeter Gary R. 2005. Islam Virtual, Menjelajah Islam di Jagad Maya.
Terj. Suharsono. Yogyakarta: Suluh Press.

Daradjat, Zakiah. 2001. “Kata Pengantar: Berdakwah dengan Pendekatan


Psikologi”, dalam Achmad Mubarok. Psikologi Dakwah. Jakarta:
Pustaka Firdaus.

Deedat, Ahmed. 2003. Al-Qur’an Mukjizat Abadi yang Tak Tertandingi. Terj.
Imron Rosadi. Jakarta: Pustaka an-Naba.

----. 1991. Al-Qur’an the Miracle of Miracles. Afrika Selatan: IPCI.

----. 2003. Crucifixion or Cruci-Fiction. Afrika Selatan: IPCI.

----. 2007. Injil Membantah Ketuhanan Yesus. Terj. Salim Basyarahil. Jakarta:
Gema Insani Press.

----. 1992. Is the Bibel God’s Word?. Afrika Selatan: IPCI.

----. 2000. Isa Almasih dalam al-Qur’an. Terj. Suryani Ismail. Jakarta: Pertja.

----. 1994. Muhammad Setelah Almasih. Terj. Salim Basyarahil. Jakarta: Gema
Insani Press.

----. 1997. Muhummed (peace be upon him) the Natural Successor to Christ
(peace be upon him). Afrika Selatan: IPCI.

----. 1999. The Choice: Dialog Islam-Kristen. Terj. Setiawan Budi Utomo.
Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

163
----. 1994. The Choice: Islam and Christianity. Vol. 1 dan 2. Mesir: Dar Al-
Manarah.

----. T. Th. The Future Constitution. Afrika Selatan: IPCI.

----. 1986. What is His Name?. Afrika Selatan: IPCI.

Dipoyudo, Kirdi. 1985. Keadilan Sosial. Jakarta: Rajawali.

Eaton, Richard M. 2001. “Pendekatan Terhadap Studi Konversi Islam di


India”. Dalam Richard C. Martin (Ed.). Pendekatan Kajian Islam dalam
Studi Agama. Terj. Zakiyuddin Baidhawy. Surakarta: Muhammadiyah
University Press.

Fadhlullah, Muhammad Husain. 1997. Metodologi Dakwah dalam al-Qur’an:


Pegangan bagi Para Aktivis. Terj. Tarmana Abdul Qosim. Jakarta:
Lentera Basritama.

Funk, Robert W. dkk. 1993. The Five Gospels. US: Scribner Book Company.

Furchan, Arief dan Maimun, Agus. 2005. Studi Tokoh: Metode Penelitian
Mengenai Tokoh. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Gazalba, Sidi. 1971. Dialog Kristen-Islam Buku 1, 2, 3. Jakarta: Bulan Bintang.

Ghafur, Waryono Abdul. 2006. Kristologi Islam: Telaah Kritis Kitab Rad al-
Jamil Karya Al-Ghazali. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Grant, Edward. 1996. The Foundations of Modern Science in the Middle Ages:
Their Religious and Intelectual Context. Cambrige: Cambrige University
Press.

Habib, M. Syafa’at. 1982. Buku Pedoman Dakwah. Jakarta: Widjaya.

Hakim, Agus. 2002. Perbandingan Agama: Pandangan Islam Mengenai


Kepercayaan Majusi, Shabiah, Yahudi, Kristen, Hindu, Budha, Sikh.
Bandung: Diponegoro.

Hamdan, Iwan Kusuma dkk. 1997. Mukjizat al-Qur’an dan al-Sunnah tentang
IPTEK. Vol. 1. Jakarta: Gema Insani Press.

Hamka. 1981. Prinsip dan Kebijakan Dakwah Islam. Jakarta: Pustaka


Panjimas.

----. 1985. Studi Islam. Jakarta: Pustaka Panjimas.

164
Hart, Michael H. 1978. The 100: A Ranking of the Most Influential Persons in
History. New York: Hart Publishing Company Inc.

Hartoko, Dick. 1986. Kamus Populer Filsafat. Jakarta: Rajawali Press.

Hasimy, A. 1994. Dustur Dakwah Menurut al-Qur’an. Jakarta: Bulan Bintang.

Hiskett, Mervyn. 1994. The Course of Islam in Afrika. Great Britain:


Edinburgh University Press.

Huntington, Samuel P. 2003. Benturan Antar Peradaban dan Masa Depan


Politik Dunia. Terj. M. Sadat Ismail. Yogyakarta: Qalam.

----. 1996. The Clash of Civilizations and the Remaking of World Order. New
York: Touchtone Books.

Husaini, Adian. 2005. Pluralisme Agama: Haram. Jakarta: Pustaka Kautsar.

----. 2003. Solusi Damai Islam Kristen di Indonesia. Jakarta: Pustaka Da’i.

----. 2005. Wajah Peradaban Barat dari Hegemoni Kristen ke Dominasi


Sekuler-Liberal. Jakarta: Gema Insani Press.

Indra, Ichwei G. 1999. Teologi Sistematis: Pengetahuan Lanjutan Bagi Kaum


Awam dan Anggota Gereja. Bandung: Yayasan Baptis Indonesia, 1999.

Ilahy, Fadlun. 1998. Min Sifat al-Da’iyah Mura’atu Ahwal al-Mukhatabin fi


Daw’ al-Kitab wa al-Sunnah wa Sair al-Shalihin. Pakistan: Idarat
Turjuman al-Islam.

Ismail, A. Ilyas. 2008. Paradigma Dakwah Sayyid Quthub: Rekonstruksi


Pemikiran Dakwah Harakah. Jakarta: Penamadani.

Ismail, Suryani. 2000. “Kata Pengantar Penerjemah”. Dalam Ahmed Deedat.


Isa Almasih dalam al-Qur’an. Terj. Suryani Ismail. Jakarta: Pertja.

----. 1999. “Kata Pengantar Penerjemah”. Dalam Ahmed Deedat. Penyaliban


Yesus Sampai Mati atau Tidak. Terj. Ismail Suryani. Jakarta: Pertja.

Juesuef, Sou’yb. 1996. Agama-Agama Besar Dunia. Jakarta: Al-Husna Zikra.

Kahfi, Ahmad. 2006. The Gospel Of Barnabas. Surabaya: Bina Ilmu.

Karim, M. Abdul. 2012. Sejarah Pemikiran dan Peradan Islam. Yogyakarta:


Pustaka Book Publisher.

165
Karim, Muslih Abdul. 2006. Isa dan Al-Mahdi di Akhir Zaman. Jakarta: Gema
Insani.

Katsir, Ibnu. 2000. Tafsir al-Qur’an al-Adzim. Beirut: Dar Ibn Hazm.

Khan, Zahir. 2006. “Sambutan”. Dalam Insan L.S. Mokoginta. Bagaimana


Berdakwah dengan Kristologi. Depok: Yayasan Birrul Walidain Jakarta.

Kraemer, Hendrik. 1938. The Christian Message in a Non-Cristian World.


London: Harper and Brothers.

Kuiper, Arie de. 1996. Missiologia. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Kung, Hans. 1986. Christianity and the World Religions, Paths to Dialogue
with Islam, Hinduism, and Buddhism. New York: Doubleday.

Kung, Hans dan Kuschel, Karl Josef (Ed). 1999. Etik Global. Terj. Ahmad
Murtajib. Yogyakarta: Sisiphus dan Pustaka Pelajar.

Kung, Hans dkk. T. Th. Jalan Dialog Hans Kung dan Perspektif Muslim. Terj.
Mega Hidayati dkk. Yogyakarta, Program Studi Agama dan Lintas
Budaya.

Kuntowijoyo. 1995. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Bentang.

Lewis, Bernard. 1993. Islam and the West. New York: Oxford University
Press.

Lockhat, Ebi. 1994. “About the Author”, dalam Ahmed Deedat. The Choice:
Islam and Christianity. Mesir: Dar Al-Manarah.

Lumintang, Stevri Indra. T. Th. Misiologia Kontemprer: Menuju Rekonstruksi


Theologia Misi yang Seutuhnya. “PDF”. Batu: Departemen Literatur
PPII.

----. 2004. Theologia Abu-Abu: Tantangan dan Ancaman Racun Pluralisme


dalam Teologi Kristen Masa Kini. Malang: Gandum Mas.

Malaikah, Musthafa. 2001. Manhaj Dakwah Yusuf al-Qaradhawi: Harmoni


Antara Kelembutan dan Ketegasan. Terj. Samson Rahman. Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar.

Marbun, B.N. 2005. Kamus Politik. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Mohammad, Herry. 2006. Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20.


Jakarta: Gema Insani Press.

166
Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.

Mudzhar, M. Atho’. 1998. Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktik.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Mulkhan, Abdul Munir. 1996. Ideologisasi Gerakan Dakwah: Episode


Kehidupan M. Natsir dan Azhar Basyir. Yogyakarta: Sipress.

Munir, M. dan Ilaihi, Wahyu. 2006. Manajemen Dakwah. Jakarta: Prenada


Media.

Natsir, Mohammad. 2000. Fiqhud Da’wah: Jejak Risalah dan Dasar-Dasar


Da’wah. Jakarta: Media Da’wah.

Nurdin, Dede. 2002. “Selayang Pandang Kiprah Hans Kung”. Dalam Hans
Kung, Etika Ekonomi-Politik Global. Terj. Ali Noer Zaman. Yogyakarta:
Qalam.

P, Pius Abdillah. T. Th. Kamus Ilmiah Populer Lengkap. Surabaya: Arkola.

P, Rahnip (Penerjemah). 1990. Injil Barnabas. Surabaya: Bina Ilmu.

Pandia, Wisma. T. Th. Isu-Isu Kristologi Kontemporer. “Modul Kuliah”. Ttp:


Sekolah Tinggi Teologi Injili Philadelpia.

Pimai, Awaluddin. 2005. Paradigma Dakwah Humanis. Semarang: Rasail.

Poston, Larry. 1992. Islamic Da’wah in the West: Muslim Missionary Activity
and the Dynamics of Conversion to Islam. New York: Oxford University
Press.

Quail, Denis MC. 1995. Mass Communication Theory: An Introduction.


London: Sage Publication.

Quthb, Sayyid. 1985. Fȋ Ẓilȃl al-Qur’an. Vol. 6. Beirut: Darusy Syȗruq.

Rafidun dan Jalil, Maman Abdul. 1997. Prinsip dan Strategi Dakwah.
Bandung: Pustaka Setia.

Rahman, Ahmad dan Syahrial. 2008. Katalog Naskah: Koleksi Masyarakat


Keturunan Indonesia di Afrika Selatan. Jakarta: Departemen Kebudayaan
dan Pariwisata Republik Indoensia.

167
Rahmat, Jalaluddin. T. Th. Rekayasa Sosial: Reformasi atau revolusi?.
Bandung: Remaja Rosda Karya.

Salmadanis. 2003. Filsafat Dakwah. Jakarta: Surau.

Saputra, Wahidin. 2011. Pengantar Ilmu Dakwah. Jakarta: Rajawali Press.

Schramm, Wilbur. 1965. The Process and Effects of Mass Communictions.


Urbana: University of Illonois Press.

Schuman, Olaf. 1993. Pemikiran Keagamaan dalam Tantangan. Jakarta:


Gramedia.

Schuon, Frithof. 1985. Christianity/Islam Essay on Esoteric Ecumenecisim.


Indiana: World Wisdom Books.

Shaleh, Abd. Rosyad. 1993. Manajemen Da’wah Islam. Jakarta: Bulan


Bintang.

Shihab, M. Quraish. 2003. Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-
Qur’an. Vol. 14 dan 15. Jakarta: Lentera Hati.

----. 1996. Wawasan al-Qur'an: Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan


Umat. Bandung: Mizan.

----. 2003. “Reaktualisasi dan Dialog Antar-Agama”. Dalam Meretas Jalan


Teologi Agama-Agama di Indonesia: Theologia Religionum. Jakarta:
BPK Gunung Mulia.

Shobron, Sudarno dkk. 2014. Pedoman Penulisan Tesis Magister Pendidikan


Islam, Magister Pemikiran Islam, dan Magister Hukum Islam Sekolah
Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta: UMS
Press.

SJ, Ismartono. 1999. Kuliah Agama Katolik di Perguruan Tinggi Umum.


Jakarta: Obor.

Slamet. 1994. Prinsip-Prinsip Metodologi Dakwah. Surabaya: Al-Ikhlas.

Soeratman, Darsiti. 1974. Sejarah Afrika Zaman Imperialisme Modern Jilid II.
Yogyakarta: UGM.

Sofwan, Ridin dkk. 2000. Islamisasi di Jawa: Walisongo, Penyebar Islam di


Jawa, Menurut Penuturan Babad. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

168
Streubert, H.J. dan Carpenter, D.R. 2003. Qualitative Research in Nursing:
Advancing the Humanistic Imperative. Philadelphia: Lippincott PA.

Suhandang, Kustadi. 2013. Ilmu Dakwah Perspektif Komunikasi. Bandung:


Remaja Rosdakarya.

Sulthon, Muhammad. 2003. Desain Ilmu Dakwah: Kajian Ontologi,


Epistimologis dan Aksiologis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Suprayogo, Imam dan Tobroni. 2001. Metodologi Penelitian Sosial-Agama.


Bandung: Rosda.

Syalabi, Rauf. 2001. Distorsi Sejarah dan Ajaran Yesus. Terj. Imam Syafei
Riza. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Syam, Nur. 1991. Metodologi Penelitian Dakwah: Sketsa Pemikiran


Pengembangan Ilmu Dakwah. Solo: Ramadhani.

Syamsuddin, Imam. T. Th. As-Sarakhsy Al-Mabsuth. vol. 9. Beirut: Dȃrul


Ma’rifah.

Syeikh, Abdullah bin Muhammad bin ‘Abd al-Rahman bin Ishaq Ali. 2001.
Lubab al-Tafsir min Ibnu Katsir. Terj. Abdul Ghaffar. Jilid 2. Bogor:
Pustaka Imam Syafi’i.

Tamer, Norman P. 2007. Konsili-Konsili Gereja: Sebuah Sejarah Singkat. Terj.


Willie Koen. Yogyakarta: Kanisius.

Tanjung, Muhammad Ihsan. 2003. “Kata Pengantar”. Dalam B. Ulum,


Benteng Islam Indonesia: Pemikiran dan Perjuangan KH. Abdullah
Wasi'an. Jakarta: Pustaka Da'i.

Tasmara, Totok. 1997. Komunikasi Dakwah. Jakarta: Gaya Media Pratama.

Terry, George R. 1990. Prinsip-Prinsip Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara.

Thoha, Anis Malik. 2005. Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis. Jakarta:
Perspektif.

Usman, Sunyoto. 2004. Sosiologi: Sejarah Teori dan Metodologi. Yogyakarta:


CIReD.

Verkuyl, J. 1978. Comtemporary Missiology an Introduction. Grand Rapids:


Wm.B. Erdmans Publising Company.

169
Wahid, Abdurrahman (Editor). 2009. Ilusi Negara Islam: Ekspansi Gerakan
Islam Transnasional di Indonesia. Jakarta: The Wahid Institut.

Watt, William Mongromery. 1996. Titik Temu Islam-Kristen Persepsi dan


Salah Persepsi. Terj. Zaimudin. Jakarta: Gaya Media Pratama.

Weber, Max. 1963. The Sociology of Religion. Terj. Ephraim Fischoff. Boston:
Beacon Press.

Winarti, Murdiah. 2009. Diklat Mata Kuliah Sejarah Afrika. Bandung: Jurusan
Pendidikan Sejarah, Universitas Pendidikan Indonesia.

Yakan, Fathi. 1970. Kaifa Nad’u ilal Islam. Beirut: Darul Hadits.

Yunus, Mahmud. 2010. Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: Mahmud Yunus Wa


Dzurriyah.

Zahrah, Abu. 1994. Dakwah Islamiah. Terj. Ahmad Subandi dan Ahmad
Sumpeno. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994.

Zaidan, Abdul Karim. 1985. Al-Fardu wa al-Daulah fi Syariah al-Islamiyah.


Beirut: Al-Ittihad Al-Islamiy Al-Alamy.

Zebiri, Kate. 1997. Muslims and Christians Face to Face. Oxford and
Rockport: Oneworld.

B. Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Makalah

Afifah, Binti. 2008. Illocutionary Acts Used by Syaikh Ahmed Deedat and
Pastor Stanley Sjoberg in A Great Open Debate "Is Jesus God?”.
“Skripsi”. Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim.

Aniqotsunainy, Desy. 2013. “Materi Perkuliahan tentang Metode Dakwah


Kontemporer”. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Agama Islam Masjid
Syuhada Yogyakarta.

Dickon, Anne Louise. 2008. Da’wah to Non-Muslim in Indonesia Civil Society


Case Studies from East Java. “Tesis”. Australia: Departement of
Indonesian Studies, The University of Sydney.

Dzulhadi, Qosim Nursheha. 2006. ‘‘Pengaruh Dakwah Islam dan Gejolak


Kristenisasi di Pulau Sumatera’’. Materi disampaikan dalam dialog
publik di Auditorium Shalih Abdullah Kamil. Cairo.

170
Husaini, Adian. 2013. Orientalisme: Pengaruh dan Solusinya. “Materi
disampaikan pada mata kuliah Orientalis dan Kristologi”. Surakarta:
Magister Pemikiran Islam-UMS.

Iqbal, Mashuri Sirojudin. 2010. “Islam dalam Lintasan Sejarah: Ringkasan dan
Kritikan Terhadap Buku “Mohammedinism” H.A.R. Gibb”. Outline Mata
Kuliah “Orientalisme”. Kediri: Tafsir Hadits STAIN Kediri.

Jazuli, M. 2008. Materi dan Metode Dakwah dalam VCD “Persamaan-


Persamaan antara Islam dan Kristen” Karya Zakir Naik. “Skripsi Tidak
Terbit”. Semarang: Fakultas Dakwah IAIN Semarang.

Kardimin. 2012. Teknik, Metode, dan Ideologi Penerjemahan Ungkapan


Keagamaan dalam Buku The Choice: Islam and Christianity. “Disertasi”.
Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Kodir, Abdul. 2010. Rhetorical Appeals of Pastor Stanley and Ahmed Deedat
in Great Open Debate “Is Jesus God?”. “Skripsi”. Malang: UIN
Maulana Malik Ibrahim.

Muslim, M. Shobiri. 2010. Hermeneutika. “Materi disampaikan pada


perkuliahan Hermeneutik”. Kediri: Program Studi Tafsir Hadits STAIN
Kediri.

----. 2010. Masalah Gereja dan Raja di Eropa. “Materi disampaikan pada
perkuliahan Oksidentalisme”. Kediri: Tafsir Hadits STAIN Kediri.

Nashir, Haedar. 2013. Model Dakwah Islam. “Materi disampaikan pada mata
kuliah Fiqh Dakwah dan Pengembangan Masyarakat”. Surakarta:
Magister Pemikiran Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Racius, Egdunas. 2004. The Multiple Nature of the Islamic Da’wa. “Thesis”.
Universty of Helsinki: Faculty of Arts.

Rahman, Arif. 2010. Syeikh Ahmad Deedat dan Upayanya dalam Perdebatan
Agama. “Disertasi”. Maroko: Universitas Rabat V.

Soendari, Tjuju. “Pengujian Keabsahan Data Penelitian Kualitatif”. Materi


disampaikan pada Jurusan PLB FIP UPI (PDF).

Tsaniyan, Nayif bin. 2010 “Al-Mustasyriqun wa Taujihu al-Siyasiyah al-


Ta’limiyyah fi al-‘Alami ma’a Dirosatin Taṭbiqiyyatin ‘ala Duwal al-
Khalij al-Aroby”. Dalam M. Shobiri Muslim. Materi Orientalisme.
Kediri: STAIN Kediri.

171
C. Jurnal, Majalah, dan Koran

Afianti, Yati. 2008. “Validitas dan Reliabilitas dalam Penelitian Kualitatif”.


Jurnal Keperawatan Indonesia. Vol. 12, No. 2. Juli.

Ali, M.M. “Shaikh Ahmed Deedat (1918-2005)”. 2005. Scholarly Journals:


The Washington Report on Middle East Affairs. Washinton: American
Educational Trust, November.

Arifin, Zaenul. 2012. “Menuju Dialog Islam-Kristen: Perjumpaan Gereja


Ortodoks Syria dengan Islam”. Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial
Keagamaan. Vol. 20. No. 1. Mei.

Fath, Amir Faishol. 2008. “Islam dan Toleransi Antar Agama”. Al-Insan:
Jurnal Kajian Islam. No. 1. Vol. 3.

Ilyas, Hamim. 1998. “Pandangan al-Qur’an Terhadap Bigetisme Yahudi dan


Kristen”. al-Jami’ah: Jurnal of Islamic Studies. No. 62. Vol. XII.

Kane, Ousmane Oumar. 2012. “La Controverse Islamo-Chretienne en Afrique


du SUD: Ahmed Deedat et Les Nouvelles Formes de Debat”. Journal of
African History. Cambridge: Cambridge University Press.

Karim, Abdul Muhaemin. 2011. “Ahmed Deedat (1918-2002)”. Dalam Fruit


for the Week. Januari.

Kasule, Umar A.M. 2004. “Revolusi Ilmu Pengetahuan: Kenapa Terjadi di


Eropa Bukan di Dunia Muslim”. Terj. Elizabeth Diana Dewi. Jurnal
Pemikiran dan Peradaban Islam ISLAMIA. Th. I. No. 3. September-
November.

Kerr, David A. 2000. “Islamic Da’wa and Christian Mission: Towards a


Comparative Analysis”. International Review of Mission. 89.

Kompilasi dari NSTP Research & Information Services. 18 September 2005.


“Sunday Mile”, Newspaper. Kuala Lumpur: Malay Mail Sdn. Bhd.

Kung, Hans. 1998. “Sebuah Model Dialog Kristen-Islam”. Terj. Nanang


Tahqiq. Jurnal Pemikiran Islam Paramadina. Vol. 1. No. 1. Juli-
Desember.

Larkin, Brian. 2008. “Ahmed Deedat and the Form of Islamic Evangelism”.
Social Text 96. Vol. 26. No. 3. Duke University Press.

172
Madjid, Nurcholish. 1998. “Islam dan Politik: Suatu Tinjauan Atas Prinsip-
Prinsip Hukum dan Keadilan”. Jurnal Pemikiran Islam Paramadina.
Vol. 1. Nomor 1. Juli-Desember.

Nasr, Sayyed Hossein. 1998. “Dialog Kristen-Islam: Suatu Tanggapan


Terhadap Hans Kung”. Terj. Nanang Tahqiq. Jurnal Pemikiran Islam
Paramadina. Vol. 1. No. 1. Juli-Desember.

Paston, Larry. 1991. “The Future of Da’wah in North America”. The American
Journal of Islamic Social Sciences. Vol. 8. No. 3.

Rengga, Muslim. “Islam Kultural?”. Kompasiana.com.

Ridla, Muhammad Rosyid. 2008. “Perencanaan dalam Dakwah Islam”. Jurnal


Dakwah. Vol. IX. No. 2. Juli-Desember.

Scantlebury, Elizabeth. 1996. “Islamic Da’wa and Christian Mission: Positive


and Negative Models of Interaction between Muslims and Christians.
Islam and Christian-Muslim Relations. 7. 3.

Song, C.S. 1993. Sebutkan Nama-Nama Kami. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Suasandi, Sandi. 2009. “Dakwah Islam vs Kristenisasi”. Majalah Tabligh:


Menyatukan Visi dan Misi Umat. No. 2/Th. VIII. Mei.

Suisyanto. 2002. “Dakwah Bil-Hal (Suatu Upaya Menumbuhkan Kesadaran


dan Mengembangkan Kemampuan Jamaah)”. Aplikasia: Jurnal Aplikasi
Ilmu-Ilmu Agama. Vol. III. No. 2. Desember.

The Plain Truth (Oktober, 1977).

Westerlund, David. 2003. “Ahmed Deedat's Theology of Religion: Apologetics


through Polemics”. Dalam Journal of Religion in Africa. 33. Maret.

Widjaja, Ahmad K. Soaria dkk. Majalah Tempo. 8 Desember 1990.

Wirosardjono, Soetjipto. 1987. “Dakwah: Potensi dalam Kesenjangan”.


Majalah Pesantren. Vol. IV. No. 4. Jakarta: P3M.

Zarkasyi, Hamid Fahmi. 2012. “Refleksi Tentang Islam, Westernisasi, dan


Liberalisasi”. Jurnal MISYKAT. Jakarta: INSISTS.

Zuhriyah, Luluk Fikri. 2012. “Dakwah Inklusif Nurcholish Madjid”. Jurnal


Komunikasi Islam. Vol. 02. No. 02. Desember.

173
D. Website

Asmal, Fatima. “Warisan Dakwah Alm. Syeikh Deedat”. http://www.islam-


online.net/English/News/2005-08/09/article04.shtml (online). Diakses 4
Oktober 2014.

----. “Arab News: Diteliti dari Video Dokumenter Al-Majd Internasional, 'The
Story of Ahmed Deedat,' 2002”. http://www.way-to-
allah.com/en/journey/deedat.html (online). Diakses 4 Oktober 2014.

Graeff, Regina. “Education in South Africa”. expatcapetown.com (online).


Diakses 11 Oktober 2014.

Meij, Dick Van Der. “Naskah Keturunan Masyarakat Indonesia di Afrika


Selatan”. Dalam Center for the Study of Religion and Culture, UIN Syarif
Hidayatullah,Jakarta.
http://www.csrc.or.id/resensi/index.php?detail=20081117005743.

Naik, Zakir. “About Dr. Zakir Naik”, http://www.zakirnaik.net/about-zakir-


naik (online). Diakses pada 9 Desember 2014.

IPCI. http://www.ipci.co.za/about/ahmed-deedat/ (online). Diakses tanggal 6


Oktober 2014.

“A Message on Behalf of Trustees, Director and Staff of IPCI”.


http://www.ipci.org/welcome.htm (online). Diakses tanggal 4 Oktober
2014.

"African History Timeline". West Chester University of Pennsylvania.


www.wikipedia.com (online). Diakses tanggal 11 Oktober 2014.

“Ahmed Deedat Full lectures collection from truthway.tv”.


http://english.truthway.tv/ (online). Diakses tanggal 6 Oktober 2014.

“Ahmed Deedat: Penghafal 3 Perjanjian: Lama, Baru, dan Terakhir”.


http://bacaanmulia.wordpress.com/2014/01/03/ahmed-deedat-penghafal-
3-perjanjian-lama-baru-terakhir/ (online). Diakses tanggal 10 Oktober
2014.

“Life of Ahmed Deedat”. http://www.ipci.org/welcome.htm (online). Diakses


tanggal 4 Oktober 2014.

“The IPCI Beyond Sheikh Ahmed Deedat”. http://www.ipci.org/about.htm


(online). Diakses tanggal 6 Oktober 2014.

174
http://kisah-kisah-muallaf.blogspot.com/2013/04/delancey-perjalanan-
spiritual-seorang.html (online). Diakses pada 21 Nopember 2014.

http://kisah-kisah-muallaf.blogspot.com/2013/04/kenneth-l-jenkins-mantan-
pendeta-yang.html (online). Diakses pada 21 Nopember 2014.

http://www.alislammedia.com/2012/01/ahmed-deedat-full-lectures
collection.html.

http://www.ipci.co.za/about/ahmed-deedat/ (online). Diakses tanggal 6 Oktober


2014.

www.30-days.net

www.muslimpopulation.com

E. DVD dan lainnya

CD ROM: Maktabah Syȃmilah 2.11.

Damanik, Jani Rudi dan Rumapea, Esther. “Kata Sambutan”. DVD: Debat
Kristologi Spektakuler. Jakarta: Sinar Kasih, 1 Maret 2014.

Deedat, Ahmed. “Freely Speeking”. DVD: Video Debat dan Presentasi Ahmed
Deedat. www.DebatIslam.com. Birmingham U.K Islamic Propagation
Center.

----. “Islam the Message of Peace and Truth”. DVD: Video Debat dan
Presentasi Ahmed Deedat. www.DebatIslam.com.

----. “Pope And Dialogue”. DVD: Video Debat dan Presentasi Ahmed Deedat.
www.DebatIslam.com. IPC Birmingham.

----. Muhammed-The Natural Successor to Christ. DVD: Video Debat dan


Presentasi. www.DebatIslam.com.

----. TV Sydney Program TODAY in Saturday. DVD.

Deedat, Ahmed dan Swaggart, Jimmy. DVD: Is the Bible God’s Word. US:
University of Louisiana.

Deedat, Ahmed dan Sjoberg, Stanley. “Is the Bible the True Word of God?”,
dalam Debate in Scandinavia. DVD.

175
Handono, Irena. Strategi Memurtadkan Umat Islam dan Perayaan Natal Antara
Dogma dan Toleransi. DVD.

Sanihu Munir, “Mereka Tidak Mengerti Perkataan Yesus”. DVD: Yayasan


Mitra Center Kendari.

----. “Yesus Ternyata Seorang Muslim”. DVD: Yayasan Mitra Centre Kendari.

Munir, Sanihu dan Lengkong, J. L. 2005. Mengungkap Misteri Injil Barnabas.


DVD: Debat Ilmiah Lintas Agama. Yayasan Mitra Center Jakarta.

Naik, Zakir. Concept of God in Major Religions. Islamic Research Foundation.


DVD: Video Debat dan Presentasi Zakir Naik.

Setiawan, Ebta. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Software: KBBI Offline Versi
1.1. http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/.

Taufiq, Mohamad. Aplikasi Qur’an in Word versi 1.0.0.

“The King James Version of the Holy Bibel”. www.davince.com/Bibel.

176
TENTANG PENULIS

Eko Nani Fitriono lahir di Kediri, Jawa Timur


pada tanggal 23 April 1989. Beliau adalah putra pertama
dari Kadenan dan Ponimah. Pendidikan formal yang pernah
dilaluinya antara lain: TK Barunawati Nunukan tahun
1994-1995; SD Negeri 003 Nunukan tahun 1995-2001;
SMPN 1 Nunukan tahun 2001-2004; SMAN 1 Nunukan
tahun 2004-2007; meraih gelar S-1 di Program Studi Tafsir
Hadits STAIN Kediri tahun 2011 dengan skripsi yang
berjudul “Hermeneutika sebagai Metode Penafsiran al-
Qur’an: Kajian Kritis Pemikiran Penafsir Kontemporer”;
memperoleh gelar S-2 di Universitas Muhammadiyah
Surakarta Jurusan Pemikiran Islam tahun 2015 dengan tesis
yang berjudul “Pemikiran Metode Dakwah Ahmed Deedat
dan Kontribusinya Terhadap Dakwah Kristologi”.
Organisasi kemasyarakatan dan agama yang pernah digelutinya antara lain:
anggota BKPRMI Kecamatan Nunukan tahun 2012-2017; Dewan Presidium dan
Pembimbing sekaligus Ketua Umum MTQ Club Nunukan (MCN) tahun 2011-
sekarang; penulis tetap buletin mingguan NU tahun 2012; Dewan Presidium dan
Pembimbing Remaja Masjid Baitus Salam tahun 2009-2010; Direktur Forum
Kajian Islam (FORKAIS) tahun 2016-sekarang. Jabatan lain yang saat ini dijalani
yakni: Penyuluh Agama Islam Non-PNS tahun 2016-sekarang; Dosen tetap STIT
Ibnu Khaldun Nunukan tahun 2015-sekarang.
Saat ini kehidupan keluarga bersama istri—Wulan Rizki Putri—dikarunia
seorang anak bernama Nida’an Khofiyya Kinandita. Apabila ingin berkomunikasi
dengan penulis dapat menghubungi nomor handphone: 081350023132/
085856463346 atau melalui e-mail: satu.management@yahoo.co.id

177

Anda mungkin juga menyukai