Oleh :
Aan Solehah
NIM: 1111033100052
Vokal Panjang
iv
ABSTRAK
v
KATA PENGANTAR
Segala puji dan rasa syukur kepada Allah Swt yang atas izin-Nya penulis
Sarjana Agama (S. Ag) pada Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam, Fakultas
Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat dan salam untuk Nabi
Muhammad Saw yang telah menuntun manusia kejalan yang benar, dari zaman
penulis selesaikan dengan bantuan banyak pihak. Karya ini dipersembahkan untuk
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Masri Mansoer,
M.A., selaku dekan Fakultas Ushuluddin. Terima kasih kepada Dra. Tien Rahmatin
M.A., selaku ketua Prodi Aqidah dan Filsafat Islam. Terima kasih kepada Dr. Abdul
Hakim Wahid, M.A., selaku sekretaris Prodi Aqidah dan Filsafat Islam. Terima kasih
juga kepada segenap dosen serta seluruh staf dan karyawan yang berada di
berbagai fasilitas kepada penulis. Khusus untuk penulisan skripsi ini, penulis
vi
Agus Darmaji, M.Fils. beliau telah memberi bimbingan, arahan, kritik, dan
mengoreksi tulisan ini dengan sangat cermat demi kesempurnaan skripsi ini.
Terima kasih juga kepada Kepala Sekolah SMK Mutiara Bangsa Drs.
yang banyak sekali membantu dalam penyelesaian karya tulis ini, juga do’a cinta,
semangat dan bimbingannya, buah hatiku Ghina Anindya yang sabar dan anteng di
Aan Solehah
vii
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………………………. i
PENGESAHAN PANITIA UJIAN……………………………………… ii
LEMBAR PERNYATAAN……………………………………………… iii
PEDOMAN TRANSLITERASI………………………………... …..…… iv
ABSTRAK………………………………………………………. ………. v
KATA PENGANTAR…………………………………………. ………… vi
DAFTAR ISI…………………………………………………… ………… viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah……………………………………………. 1
B. Batasan atau Rumusan Masalah………………………………….... 6
C. Kajian Pustaka……………………………………………….. ……. 7
D. Metode Penelitian…………………………………………………... 9
E. Sistematika Penulisan………………………………………………. 10
A. PengertianHumanisme……………………………………………... 24
B. Aliran-aliranHumanisme…………………………………………… 29
C. HumanismeSebagaiIdeologi………………………………………. 36
viii
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………………… 69
B. Saran-saran…………………………………………………………. 70
DAFTAR PUSTAKA
ix
BAB I
PENDAHULUAN
berhadapan dengan alam sekitar dan Sang Pencipta dianggap sebagai kekuatan
lebih dan utama yang melahirkan berbagai macam pemikiran tentang siapa itu
manusia. Orientasi alam pikiran manusia pada masa Yunani Kuno bertumpu pada
kosmis “kosmosentrise”. Dari pola pikir inilah muncul pemikiran bahwa segala
sesuatu yang ada berawal dari sebuah titik dari bagian alam, air, api udara bahkan
fokus kepada dataran moralitas dan keyakinan agama (teosentrisme) pada dataran
ini kewenangan ada ditangan gereja dan pada masa ini alam dihayati sebagai
1
Lash Scott,, “Posmoderinisme sebagai Humanisme? Wilayah Urban dan Teori Sosial”,
dalam Bryan Turner, Teori-teori social Modernitas dan Posmodernitas” terj. Imam Baehaqi dan
Ahmad Baidhowi, (Jogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), h. 54.
2
Hasan Hanafi, dkk. Islam dan Humanisme Aktualisasi Humanisme Islam di Tengah
Krisis Humanisme Universal. (Semarang: Pustaka Pelajar, 2007), h. v.
3
Muhammad Hatta, Alam Pikiran Yunani, (Jakarta: UI Press dan Tinta Mas), h. 5-6.
1
2
karya tuhan dan selain tuhan mendapatkan maknanya dalam tuhan.4. Setelah
kendali tumbang dan lahirlah kesadaran baru mengenai kodrat manusia yang
tuhan lagi.
babak baru Era Pencerahan (Renaissance) dan Aufklarung.5 pada abad ke-16 dan
kemudian diikuti Revolusi Industri pada abad ke-18. Alam pikiran pencerahan itu
semacam agama baru dalam kebudayaan modern, yang menyebar dan diadopsi
manusia itu sendiri, disebabkan oleh arogansi untuk membangun kebudayaan dan
peradaban umat manusia tanpa bingkai agama dan Tuhan. tuhan bahkan telah
4
Mudji Sutrisno, Paradigma Humanisme, Driyakarya, XXI No 4, 1994/ 1995, h. 1-2.
5
Alinv Tofvler, Gelombng Ketiga, (Jakart: Pantja Simpti, 1990), h. 1-5.
Immanuel Kant (1784-1804) berkata bahwa: Aufklarung (zaman pencerahan) adalah “jalan keluar”
yng membebaskan mausia dari ketidakdewasaan, yakni situasi manusia yang masih
menggantungkan dirinya pada otoritas luar dirinya, yang dengan sendirinya merasa bersalah, entah
otoritas itu atas nama tradisi, Negara atau dogma agama.
6
Harold H. Titus, dkk, (eds), Livivng Issues in Philosophy, terj. H. M. Roshidi,
Persoalan-persoalan Filsafat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), h..390.
3
eksistensialisme ateis,7 atau juga ketika Ludwig Feurbach dengan dogma ilmu
manusia”.
yang bermula dari pendewaan rasio manusia dan materi. Dalam paham
Humanisme.
(humanisasi) sebagai manusia, yang selama ini manusia yang hanya dipahami
sebagai seonggok ‘objek’ atau minimal benda tanpa mempunyai kekuatan dan
Dalam konteks ini, nama Hugo Grotius patut diajukan sebagai salah satu
referensi. Ia adalah penganut humanisme sejati yang berusaha mencari dasar baru
bagi hukum alam dalam diri manusia sendiri. Manusia, kata Grotius memiliki
7
Harold H. Titus, dkk, (eds), Livivng Issues in Philosophy, terj. H. M. Roshidi,
Persoalan-persoalan Filsafat, h. 395.
8
Muhammad Adib, Filsafat Ilmu (Ontologi, Epistemologi, Aksiologi dan Logika Ilmu
Pengetahuan. (Jogyakarta: Pustaka Pelajar. 2011), h. 53.
4
Hukum alam tersebut oleh Grotius dipandang sebagai hukum yang berlaku secara
orang lain. Oleh sebab itu kekerasan atas nama agama dikarenakan tidak
pemahaman yang mendalam akan dimensi esoteris dari agama. Dengan demikian
sebenarnya tidak terlalu sulit untuk memberikan legitimasi bagi hadirnya spirit
humanisme dalam agama.10 Hanya saja, banyak yang menilai bahwa humanisme
akan mengganggu stabilitas agama, dengan alasan bahwa manusia dapat menggali
ajaran-ajaran budi pekerti dari renungan rasional tanpa harus merujuk atau
kekhawatiran manusia akan kembali kepada keasliannya yaitu hidup tanpa busana
yang menghambat laju humanisme sebagai sebuah tata nilai yang inheren dalam
rahim agama.
garis dialog antara Allah, manusia, dan sejarahnya. Dalam proses ini akan
pembebasan dan penyelamatan kemanusiaan atau humanitas adalah core atau inti
9
Hasan Hanafi, dkk, Islam dan Humanisme : h. Vi.
10
Hasan Hanafi, dkk, Islam dan Humanisme : h. Vii.
5
dipengaruhi oleh bagaimana agama itu dipahami. Jika agama selalu diwarnai
dimaknai dalam konteks historisnya, maka akan muncullah benang merah bahwa
tentang hakekat manusia, pandangan tentang kebebasan dan otonomi manusia dan
orang yang beriman adalah saudara. Kemudian diperintahkan agar antara sesama
sangat disayangkan agaknya bagian cukup besar kaum beriman sendiri tidak
banyak memperhatikan yaitu hendaknya tidak ada suatu kelompok di antara kaum
beriman, pria maupun wanita, yang merendahkan kelompok yang lain, kalau
mereka yang direndahkan itu lebih baik daripada mereka yang merendahkan.
11
Jean Paul Sartre, Eksistensialisme dan Humanisme, terj. Yudhi Murtanto (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2002), h.103.
6
menjadi rujukan berbagai kalangan dan juga dikenal sebagai tokoh yang concern
sebuah tema sentral ajaran Nabi suci hal ini disampaikan dalam khutbah
perpisahan (Hijjat al-Wada’) kira-kira dua bulan sebelum beliau wafat. Dalam
sebuah hadis diriwayatkan oleh al-Bukhari, Nabi suci diriwayatkan berkata dalam
khutbahnya:
Wahai manusia hari apakah ini?” Semua menjawab: ”Ini adalah hari yang
suci.”Dia berkata, “tanah apakah ini?”semua menjawab: “ini adalah tanah
suci.” Dia berkata, “Bulan apakah ini?” Semua menjawab: “Ini adalah
bulan suci”. Dia berkata, “Oleh karena itu hidupmu, hartamu, dan
kehormatanmu adalah suci bagi kamu semua, seperti kalian pada hari ini,
pada hari yang suci, ditanah suci dan di bulan yang suci.”(Nabi saw
mengulangi perkataan ini beberapa kali. Dan kemudian Dia mengangkat
kepalanya, seraya berkata) : “Ya Tuhan apakah aku sudah menyampaikan
pesan? Ya Tuhan apakah aku sudah menyampaikan pesan? “ (Ibnu Abbas
Radiallahu anhuma berkata, “Demi Dia yang jiwaku ada ditanganNya,
khutbah itu benar-benar pernyataannya (Nabi) yang terakhir bagi
masyarakatnya”). (Nabi saw berkata lebih lanjut), “barang siapa yang
datang harus menyampaikan (pesan ini) kepada yang tidak datang, dan
12
Jaluddin Rahmad, dkk,. Nurcholish Madjid, Jejak Pemikiran dari Pembaharu sampai
Guru Bangsa, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), h. 102.
7
itu semakin nyata dan aktual saat ini karena ditantang oleh kehadiran kelompok
fungsi kekhalifahan manusia tidak mungkin terwujud dengan baik, atau dalam
bahasa yang lebih singkat, bumi ini akan rusak manakala hak-hak dasar
Bumi itu sangat berwatak Qur’ani dan manusiawi, karena jelas yang dituju adalah
keselamatan jiwa.
13
Hadis Riwayat al-Bukhari (Mausu’ah al-Hadis al-Syarif. CD Room Computer
Program. Cairo, Sakhr, version 1, 2, 1995
14
Nurcholish Madjid, Humanisme dan Islam:Aktualisasi Humanisme Islam di Tengah
Krisis Humanisme Universal, h. 19.
8
kepada Zat yang memberikan kehidupan kepada makhluk yang mengisi jagat raya
ini.15 Dan dengan menjadikan ridha Tuhan dan penyerahan diri kepada-Nya secara
total, maka dengan sendirinya sebagai hamba Tuhan yang beriman akan selalu
menggunakan hartanya yang kesemuanya itu menurut Cak Nur adalah jenis rasa
Sesungguhnya konsep humanisme Cak Nur itu sangat relean bila dikaitkan dalam
Muslim, dengan demikian penulis akan menggali lebih dalam dari mana
Dalam penelitian ini, penulis tidak akan mengkaji seluruh aspek pemikiran
15
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. Iiv.
16
Nurcholish Madjid, Pintu-Pintu Menuju Tuhan. (Jakarta: Paramadina, 1999), Cet, Ke-
5, h. 32-33.
9
Adapun judul yang penulis ajukan dalam skripsi ini, berdasarkan latarb
Nurcholish Madjid. Humanisme disini adalah aspek dari sisi humanismenya itu
hak atau kapasitas untuk mengambil inisiatif dalam kehidupannya di dunia ini
berlandaskan prinsip dasar ajaran agama yakni Surga (Tuhan) sebagai norma ideal
bagi kehidupan peradaban manusia, di mana pada saat yang bersamaan ia harus
C. Tinjauan Pustaka
beberapa karya tulis, baik berbentuk skripsi, tesis maupun karya buku utuh yang
telah mengkaji lebih dahulu terkait dengan pemikiran Nurcholish Madjid. Namun
demikian, berdasarkan analisis penulis, dari seluruh kajian ilmiah tersebut, belum
ada satu pun penelitian yang mengangkat konsep genealogi humanisme Nurcholis
menguraikan satu persatu, namun hanya sebagian saja yang penulis anggap sudah
cukup mewakili beberapa karya lainnya. Pertama, adalah buku dalam bunga
rampai yang ditulis Sukidi dengan judul Teologi Inklusif Cak Nur (Jakarta: PT.
17
The Encyclopedia of Philosophy.(ed) Paul Endwards (London: Macmillan Publishing
& The Free Press, 1967), Vol. 3 & 4, p.71.
10
Nur”. Menurut analisis Sukidi, bangunan epistemologi teologi Cak Nur berangkat
dari asumsi bahwa al-Islâm adalah sebagai sikap pasrah ke hadirat Tuhan, di mana
sikap pasrah inilah menjadi karakteristik pokok semua agama yang benar. Di sini
terlihat jelas sekali bahwa Sukidi hanya melihat tauhid Nurcholish Madjid dari sisi
UIN Jakarta, 2003). Dalam pembahasan tesis itupun hanya ingin melihat sejauh
dilihat dari kacamata doktrin Islam (Alqur’an) serta relevansi dalam konteks saat
Nurcholish Madjid (Skripsi, UIN Jakarta, 2004). Tak jauh berbeda dari
teologi Pluralisme Nurcholish Madjid, yang tidak ada bedanya dengan beberapa
penelitian-penelitian sebelumnya,
penelitian ini tentunya sangatlah berbeda. Perbedaan itu dikarenakan penelitian ini
yang menurut dugaan kuat sementara penulis apakah benar konsep humanisme
Cak Nur itu adalah pemikirannya sendiri atau hanya mengutip tokoh lain, oleh
lebih lanjut untuk mengkaji kebenaran hipotesis tersebut. Dalam konteks itu pula,
masih terbuka lebar bagi penulis untuk melakukan penelitian (skripsi) ini, di
11
samping itu juga belum ada yang meneliti sebelumnya sebagaimana telah penulis
tunjukan di muka.
D. Metode Penelitian.
Dalam penelitian skripsi ini, penulis menggunakan metodologi penelitian
Madjid dan beberapa karya sekunder yang ada relevansinya dengan penelitian ini.
Sebagian karya Nurcholish Madjid yang menjadi rujukan utama dalam penelitian
ini adalah Islam Agama Kemanusiaan: membangun Tradisi dan Visi Baru Islam
Indonesia (Jakarta: paramadina, 1995) dan Islam Doktrin dan Peradaban (Jakarta:
Paramadina, 1995) sebagai karya magnum-opusnya dan beberapa karya lain yang
ditulis olehnya. Di samping itu pula, penulis juga menggunakan beberapa karya
pendukung lainnya, yang memiliki kaitan dan relevansi yang cukup signifikan
analitis kritis. Pendekatan deskriptif ini mengandalkan sebuah uraian yang cermat
dan objektif berdasarkan beberapa sumber yang digunakan. Artinya, penelitian ini
menganalisa serta menilai secara kritis keseluruhan data yang telah diperoleh
dan begitu juga kelemahan dari konsep Genealogi Humanisme Nurcholis Madjid.
12
E. Sistematika Penulisan
Pembahasan dalam penelitian ini menggunakan system bab per bab, antara
satu dengan bab yang lain merupakan kesinambungan dan saling terkait. Bab
penulisan.
ideologi.
Bab kelima, berisi penutup. Dalam bab ini peneliti akan memberikan
juga seorang guru bangsa yang mampu mengemas Islam dalam denyut
Muharram 1358 H).2 Di sudut kampung kecil Desa Mojoanyar, Jombang, Jawa
Timur. Cak Nur yang biasa disapa, genap pada usia 66 tahun kembali ke
pangkuan Ilahi, senin 29 Agustus 2005, bertepatan dengan tanggal 24 Rajab 1426
H, pukul 14.05 WIB.3 Sebelumnya Cak Nur menjalani operasi lever di Cina dan
nafas terakhirnya.4
Rakyat (SR) yang dilaksanakan pada pagi hari dan sore harinya Cak Nur belajar di
1
Muhammad Wahyuni Nafis dan Acmad Rifki, Kesaksian Intelektual: Mengiringi Guru
Bangsa, (Jakarta: Paramadina, 2005), cet. I., h. X.
2
http://id.wikipedia.org/wiki:/Nurcholish Madjid. Kamis, 16 Juni 2016.
3
Muhammad Wahyuni Nafis dan Achmad Rifki, Kesaksian Intelektual: Mengiringi Guru
Bangsa, h. 1.
4
http://www.tokohIndonesia.com/ensiklopedia/n/Nurcholish-Madjid/indexs.shtml. Kamis,
16 Juni 2016.
14
15
itulah Abdul Madjid (salah seorang murid kesayangan KH. Hasyim Asyari)
mengetahui kecerdasan otak anaknya dari beberapa prestasi pelajaran yang sering
mendapat nilai tertinggi di sekolahnya, tentunya ini sangat, membuat bahagia hati
sang ayah atas prestasi anaknya dalam menjalankan tugas sebagai seorang pelajar.
Setelah tamat dari sekolah dasarnya pada usia 14 tahun lebih kurang, atau
Dâr al-‘Ulûm Rejoso Jombang, Cak Nur pun yang memiliki cita-cita menjadi
seorang masinis kereta api itu mematuhi apa yang dianjurkan ayahnya. Tapi
selang dua tahun kemudian, Nurcholish merasa tidak kerasan di Pesantren yang
tidak begitu jauh dari tempat kediamannya itu. Konon tidak betahnya Nurholish
gurunya dan juga sebagian orang di Desanya; “masa anak tokoh Masyumi
mondok di Pesantren (NU) sih..! yang santrinya dan juga guru-gurunya pakai
sarung?’. Demikian ungkapan yang sering terlontar padanya. Cak Nur pun merasa
sebuah institusi pendidikan yang menghargai pluralitas madzhab dan juga sistem
5
Marwan Saridjo, Cak Nur. Diantara Sarung dan Dasi &Musdah tetap Berjilbab,
(Jakarta: Yayasan Ngali Aksara, 2005), cet. I. hal.2-3
6
Marwan Saridjo, Cak Nur: Di antara Sarung dan Dasi&Musdah Mulia tetap Berjilbab,
h. 4.
16
mengajarkan dua bahasa bertaraf internasional, yakni bahasa Inggris dan bahasa
tinggi di Jakarta yang sekarang berubah nama menjadi UIN Syarif Hidayatullah
pada tahun 1961. Ia masuk pada Fakultas Adab, Jurusan Sastra Arab. Pada tahun
1968 ia menyandang gelar Sarjana Muda dengan predikat terbaik tentunya setelah
melalui kerja keras dan sungguh-sungguh serta keuletannya dalam belajar sebagai
yang aktif dalam gerakan kemahasiswaan dan ia secara langsung maupun tidak
Ciputat, sampai akhirnya ia terpilih menjadi ketua umum PB HMI, ia juga aktif di
generasi penerus perjuangan bangsa Indonesia, dan selain itu juga baginya peran
7
Muhammad Wahyuni Nafis dan Achmad Rifki, Kesaksian Intelektual, h. 223.
8
Muhammad Wahyuni Nafis dan Achmad rifki, Kesaksian Intelektual, h. 223.
17
sebuah organisasi adalah sebagai wadah untuk pengembangan diri dan sarang
Julukan Intelektual Muda telah melekat dalam diri Cak Nur, dikarenakan
sebagai alternativ pencerahan intelektual dan yang selalu menjadi cubitan kecil
studinya untuk menambah khazanah keilmuannya, Cak Nur pun menemukan jalan
licin ketika tahun 1973 dua orang intelektual sekaliber internasional berkunjung
ke Indonesia dalam rangka mencari peserta seminar dan loka karya, 10 Dengan
of Chicago, yang dipromotori oleh Ford Fondation. Nama kedua intelektual itu
adalah Fazlur Rahman dan Leonard Binder. Sebelumnya kedua intelektual itu
telah memilih HM. Rasjidi (tokoh Masyumi) sebagai peserta loka karya dan
seminar itu, namun karena umurnya yang tidak lagi muda maka pilihan pun
beralih pada aktivis HMI itu, yakni Nurcholish Madjid. Pilihan kedua intelektual
itu tidak serta merta beralih begitu saja, tentunya Nurcholish menjadi alternatif
9
Muhammad Wahyuni Nafis dan Achmad rifki, Kesaksian Intelektual, h. 223.
10
Breg Berton, Gagasan Islam Liberal di Indonesia, (Jakarta: Paramadina, 2000), cet. 1,
h. 84.
18
Untuk menjadi peserta seminar dan loka karya di Negeri Paman Sam itu
Nurcholish harus terlebih dulu menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS)11 sebagai
persyaratan menjadi peserta. Setelah persyaratan itu terpenuhi dan keadaan fisik
pun memadai akhirnya berangkatlah anak bangsa yang berprestasi itu ke luar
Program seminar dan loka karya usai, timbullah keinginan Madjid untuk
tinggal lebih lama di Chicago untuk menimba ilmu di sana, Madjid pun memohon
pada Leonard binder (salah satu intelektual panitia loka karya dan seminar) untuk
dipengaruhi dari pemikiran Fazlur Rahman sendiri, yaitu tentang konsep Neo-
Chicago, Illinois, Amerika Serikat pada tahun 1984 dengan disertasi tentang
Filsafat dan Kalam Ibnu Taymiyyah (‘Ibn Taymiyya on Kalam and Falsafah: A
Problem of Reason and Revelation in Islam) predikat Summa Cum Laude pun
diraihnya.
dari Chicago pada tahun 1984, lebih dari seratus orang menyambutnya di Bandar
11
Sutisna, “Pluralisme dalam Pemikiran Nurcholish Madjid", (Jakarta: Perpustakaan
Utama UIN, 2004. h. 26.
19
konon sekuler itu, para tokoh Indonesia pun tidak mau ketinggalan, diantaranya:
anggota Dewan Pers Nasional (1990-1998), wakil ketua dewan penasehat ICMI
Indonesia sudah tidak lagi berada di tengah-tengah kita (meninggal dunia) dan
dan umumnya bagi anak bangsa dari berbagai Agama, berbagai suku, merasa
kehilangan Cak Nur dalam arti yang sebenarnya, demikian sehabatnya Amin Rais
12
http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedia/n/Nurcholish-Madjid/index.shtml. Kamis.
16 Juni 2016.
20
keagamaan.
B. Karya- karya
setiap buah pemikirannya tertuang dalam goresan tinta. Buku adalah sarana untuk
yang gandrung dengan disiplin ilmu yang dimiliknya, dan bukulah yang pantas
dalam buku.
kompilasi dari artikel, makalah bahan kuliah, bahan ceramah dan materi khutbah
yang pernah ditulisnya. Lain halnya dengan Khazanah Intelektual Islam, karena
buku itu merupakan suntingan karya-karya pemikir muslim klasik yang sudah
sebagian saja karyanya yang dianggap sudah cukup mewakili. Adapun karya-
13
Muhammad Wahyuni Nafis dan Achmad Rifki, Kesaksian Intelektual, h. 79.
21
1984 ini adalah langkah awal mengabdikan pemikirannya lewat tulisan disaat
Maksud buku suntingan ini adalah untuk memperkenalkan bidang pemikiran yang
merupakan salah satu segi kejayaan Islam bagi para generasi Islam dan para
pembaca lainnya. Selain itu dalam buku ini Nurcholish juga memperkenalkan
kepada para pembaca tentang corak pemikiran para tokoh klasik. Adapun tokoh-
tokoh yang disebutkan Cak Nur dalam buku ini adalah: al-Kindi (258 H/870 M),
al-Asy’ari (w. 300 H/913 M), al-Farabi (w. 337 H/950 M), Ibn Sina (370 H-428
H/980 M-1037 M), al-Ghazali (w. 505 H/111 M), Ibn Rusyd (w. 594 H/1198 M),
Ibn Taymiyyah (w. 728 H/1328 M), Ibn Khaldun (w. 808 H/1406 M), Jamaluddin
al-Afghani (1255 H-1315 H/1839 M-1897 M), dan Muhammad Abduh (1262 H-
1323 H/1845 M-1905 M). penulis tegaskan kembali tentang buku ini, seperti yang
pemikiran kepada kajian yang lebih luas dan mendalam tentang khazanah
oleh penerbit Mizan, Bandung 1987. Dalam isi buku ini membincangkan tentang
permasalahan-permasalahan dan juga isu-isu yang aktual saat itu, dan di sisi lain
juga kontribusi penulis buku ini dalam mewujudkan beberapa solusi keagamaan
Dengan sebab itulah, buku ini telah mengalami beberapa kali cetak ulang, yakni
penerbit dari buku ini, Jakarta 1992). Nurcholish Madjid dalam buku ini
hanya dan selalu dalam bahasa Arab, seperti fiqh, ‘Aqa’id, Nahwu-Sharaf.
Padahal menurutnya, ada yang lebih penting pada tataran praktis di saat seorang
muslim beriteraksi dengan sesama, yakni semangat religiusitas dan juga tasawuf
akibatnya kemampuan santri sangat terbatas dan kurang mendapat pengakuan dari
masyarakat dalam ilmu-ilmu eksak. Dalam buku ini tidak hanya tulisan
dan inklusif dalam mencari kebenaran dan keadilan. Sebenarnya, buku ini hanya
oleh Yayasan Wakaf Paramadina yang diadakan sekali dalam sebulan dengan
Islam dalam Sejarah. Paramadina 1995. dalam buku ini yang menjadi tema besar
adalah pada reinterprestasi dan rekonstruksi ajaran pokok Islam yang selama ini
semata. Nurcholish Madjid dalam buku ini menghendaki agar umat Islam
Indonesia khususnya menjadi Islam bisa kembali menjadi ajaran yang lebih
kumpulan tulisan Nurcholish Madjid yang tercecer, yang telah dimuat pada
Harian Pelita dan Majalah Tempo. Di sini Nurcholish menjelaskan bahwa umat
Islam jangan hanya melihat satu pintu untuk menuju Tuhan, karena Islam telah
Indonesia, Jakarta, Paramadina 1995. Kajian pokok dalam buku ini ada pada
tetapi pada saat yang bersamaan menampilkan Islam yang menampung nilai-nilai
dan kultur parsial. Sehingga Islam sebagai ajaran yang universal dan kosmopolit
manusia yang siap memasuki era industrialisasi dan era tinggal landas.
tentang Islam dan konsep kemasyarakatan, komitmen pribadi dan sosial, dan
Cita-Cita Politik Islam Era Reformasi, 1999. Dalam buku ini Nurcholish
Selain buku-buku di atas yang sudah dipaparkan, masih banyak pula karya
Nurcholish yang sudah beredar di pasaran dan tidak sempat dimuat dalam bab ini.
Buku-buku itu antara lain: Pesan –Pesan Takwa Nurcholish Madjid, Atas Nama
Religius Umrah dan Haji, Kaki Langit Peradaban Islam, Islam Kerakyatan dan
Madjid di atas, dapatlah disimpulkan bahwa Cak Nur sosok pemikir yang handal
25
dan julukan pun melekat padanya, yakni seorang teolog, filosof, sejarawan,
perbedaan dan menjaga nilai-nilai kemanusiaan yang berpijak pada ajaran Islam.
BAB III
HUMANISME SECARA UMUM
A. Pengertian Humanisme
dalam kamus Bahasa Indonesia humanisme berarti suatu doktrin yang menekan
humanis; manusia, dan isme berarti paham atau aliran. Humanus bersifat
akhiran isme menjadi humanisme yang menunjukan istilah aliran atau paham.4
1
John M. Echol dan Hasan Shadiliy, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta, Gramedia, 2003)
cet. Xxv, h. 306.
2
Pius A. Partanto dan M. Dahlan al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya, Arkola,
1994), h. 234.
3
Mangunhardjana, A., Isme-isme Dalam Etika dari A sampai Z, (Yogyakarta: Kansius,
1997), h. 93.
4
Zainal Abidin, Filsafat Manusia, Memahami Manusia Melalui Filsafat, cet.I (Bandung:
Rosda Karya, 2000), h.41.
5
Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer, Edisi
Pertama (Jakarta: Modern English Press, 1991), h. 541.
26
27
Istilah humanisme atau bisa disebut juga humaniora ini diterapkan pada
Dalam pengertian , humanisme adalah ilmu bahasa dan sastra Latin dan Yunani.
sekitar Abad ke 14 humanisme telah menjadi gerakan filsafat yang lahir di Italia
kebebasan memilih serta memandang yang terbaik oleh Tuhan, untuk itu terlihat
6
Liz Wiwiek, W, jilid.6 (Jakarta: PT. Cipta adi Pusaka, 1989), h. 496.
7
Harun Hardiwijono,Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Yogyakarta, Kansius, 1989 h. 42
8
John M. Echols dan Hasan Shadiliy, Kamus Inggris-Indonesia, h. 306
28
anggapan bahwa individu yang rasional sebagai nilai yang paling tinggi, sebagai
kehidupannya.
yang melihat perspektif manusia saja; dan pendapat yang menyoroti manusia
makhluk yang bisa menentukan masa depannya sendiri tanpa harus bergantung
9
Pius A. Partanto dan M. Dahlan al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya, Arkola,
1994), h. 234
10
Loren Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta, Gramedia), 2002, cet. III, h. 29
11
Enscyclopedia of Britanica 2003 Ultimate Reference Suite CD-Rom, (Inggris, 2003),
dictionary 2, h. 1
12
K. Bertens, Panorama Filsafat Barat, (Jakarta : PT. Gramedia ), h. 30
29
pada sesuatu di luar dirinya, inilah salah satu paham yang melahirkan humanisme
dengan melewati proses dialektika politik, budaya, agama, sosial dan lainnya.
atas lebih pada penekanan ide-ide kemanusiaan yang menjunjung tinggi nilai
prinsipnya merupakan aspek dasar dari gerakan Renaisanse (abad ke 14-16 M.)
Gereja dan membebaskan akal budi dari kungkungannya yang mengikat. Maka
13
Zainal Abidin, Filsafat Manusia: Memahami Manusia Melalui Filsafat, h. 41.
14
Zainal Abidin, Filsafat Manusia: Memahami Manusia Melalui Filsafat, h. 41.
30
Termasuk ekspresi sosial, gerak isyarat, kata atau bahasa, karya seni, dan produk-
produk manusia lainnya seperti universitas, pasar, hukum atau tradisi. Tugas dari
ini adalah apa yang biasanya kita sebut ilmu-ilmu sosial misalnya ekonomi
manusia adalah unik dengan tidak terbatas, sehingga tidak dapat disejajarkan
begitu saja dengan gejala-gejala alam yang lain. Manusia adalah subjek, bukan
objek. Manusia adalah Roh (Geisth), yang tidak dapat diobjektifkan secara
yang bukan hanya masuk dalam kategori “alam”, tetapi “hidup”. Manusia hidup
kerohaniaan manusia.16
B. Aliran Humanisme
15
Zainal Abidin, Filsafat Manusia Memahami Manusia lewat Filsafat, h. 44-45.
16
Zainal Abidin, Filsafat manusia : Memahami Manusia Melalui Filsafat, h. 48.
31
zaman renaissance atau zaman pencerahan ini masa dimana keyakinan yang
untuk berpikir, ragu ragu dan berbeda pendapat.Gerakan pencerahan ini terjadi di
Abad ke-20, pada abad ini paham humanisme telah lepas dari kaitannya
sebelumnya, di satu sisi manusia telah mencapai puncak sebagai sebuah gerakan
lain tradisi agama-agama besar sekalipun akar dari humanisme modern, justru
1. Humanisme Sekuler
yaitu abad dan dunia. Dalam kenyataan sehari-hari kata sekuler diartikan sebagai
17
Hasan Hanafi, dkk, Islam dan Humanisme : Aktualisasi Humanisme Islam di Tengah
Krisis Humanisme Universal, h. 186.
18
Johanes P. Wisok, Humanisme Sekuler (Yogyakarta: Jalasutra, 2008), h.90.
19
Franzs Magnis Suseno, Humanisme Religius VS Humanisme Sekuler (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2007), h. 210.
20
Sylvester, AntiHumanisme (Yogyakarta: Jalasutra, 2008), h. 261.
32
jauh dari hidup keagamaan, bukan wilayah ruhani dan suci, melainkan urusan
dan Abad Pemikiran Matthev Arnold yang melukiskan peradaban pada masa ini
masyarakat). Abad ini ditandai oleh keoptimisan orang Barat bahwa manusia
pengalaman hidupnya sendiri dan menarik banyak pelajaran, nilai dan makna
urusan manusia yang ada di dunia, keyakinan ini membuat mereka mengabaikan
kehadiran Tuhan.Tuhan bagi mereka hanyalah imajinasi yang tak sampai oleh
akal manusia.
Para humanis sejak masa Voltaire, seperti Thomas Paine, Karl Marx, Paul
21
Franzs Magnis Suseno, menalar Tuhan (Yogyakarta: Galang Press, 2006), h. 55.
22
Johanes P. Wisok, Humanisme Sekuler (Yogyakarta: Jalasutra, 2008), h. 100.
33
relijius itu bersifat otoriter, fanatik dan tahayul.Mereka lebih peduli kepada
rasionalitas dan metode ilmiah yang sangat tinggi selama beberapa abad.Maka
pada abad zaman pencerahan, para humanis menentang agama sebab bagi mereka
yang demokratis. Adanya beberapa jenis elektronik yang kita miliki saat ini
2. Humanisme Religius
(Tuhan sebagai pusat segalanya). Humanisme religius bisa dari pihak Islam dan
Kristen maupun dari agama lain. Humanisme ini berkembang untuk mengimbangi
khusus dan melahirkan suatu tindakan moral yang sukar untuk ditempatkan dalam
23
Hasan Hanafi, dkk, Islam dan Humanisme : Aktualisasi Humanisme Islam di Tengah
Krisis Humanisme Universal, h. 187.
24
Hasan Hanafi, dkk, Islam dan Humanisme : Aktualisasi Humanisme Islam di Tengah
Krisis Humanisme Universal, h. 195.
34
memperkembangkan kebajikan.25
dasar kemanusiaan yang tidak berdiri dalam posisi bebas.hal ini mengandung
kekhalifahannya.26
humanisme yang paling dalam dan maju. Adam mewakili seluruh manusia di
Bumi, ia adalah esensi umat manusia, manusia dalam pengertian filosofis dan
25
Marcel A. Boisard, Humanisme Dalam Islam, terj. H. M. Rasjidi (Jakarta: Bulan
Bintang, 1982), h. 151.
26
Hasan Hanafi, dkk, Islam dan Humanisme : Aktualisasi Humanisme Islam di Tengah
Krisis Humanisme Universal, h. IX.
27
Ali Syari’ati, Tentang Sosiologi Islam, terj. Saifullah Wahyuddin (Yogyakarta: Ananda ,
1982), h. 111.
35
istimewa” diantara mahkluk yang lain. Oleh karena itu, manusia wajib
baiknya”.28
humanisme religius, humanisme dalam Islam tidak bisa lepas dari konsep
habluminal-nâsi. Manusia hidup di bumi ini tidak lain mengemban amanat Tuhan
tertinggi dalam Islam (humanisme religius) dalam artian dimensi illahiyah masih
humanisme lain yang kebetulan muncul dari Barat, seperti humanisme Yunani
keadaan fitri, karena fitrahnya tersebut manusia memiliki sifat kesucian, yang
28
Mochtar Effendy, Ensiklopedi Agama dan Filsafat, Buku II, (Palembang: Universitas
Sriwijaya, 2001), h. 353.
29
Seyyed Hossein Nasr, The Heart Of Islam; Pesan-pesan Universal Islam Untuk
Kemanusiaan, (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2003), h. 337.
36
adanya fitrah manusia dari Allah dan perjanjian primordial antara manusia dengan
Allah.30
sehingga manusia mampu menjadi khalifah di muka Bumi, maka Allah juga
perspektif baru yang memberi tempat bagi imajinasi, kreativitas, dan simbolisme
humanisme model Barat yang diwakili oleh agama Kristen, dan humanisme
30
Nurcholish Madjid, Islam Agama Kemanusiaan (Jakarta: Paramadina, 1995), h. 51.
31
Corliss Lamont, The Philosophy of humanisme, ( New York: Humanist Press, 1997), h.
7-8
37
mempunyai konsep yang luar biasa tentang manusia, tetapi terkadang karena
manusia terlalu berpikir jauh dan dalam sehingga mereka lupa bahwa essensi
semuanya ada pada Tuhan. Humanismedan agama tidak dapat dipisahkan, karena
Segala sesuatu yang erat hubungannya dengan apa yang kita sebut ideologi
merupakan produk dari pemikiran manusia di suatu tempat tertentu dan pada
proses reinterpretasi.
yang memandang manusia tidak sekedar mahluk kodrati, tetapi juga makhluk
dipahami sebagai sistem pendidik dengan visi yang jelas, yakni mengupayakan
38
manusia ideal, manusia ideal dalam pandangan Yunani Klasik adalah manusia
yang mengalami keselarasan jiwa dan badan, suatu kondisi di mana manusia
aspek kehidupan orang mukmin, maka dengan sendirinya juga merupakan suatu
kode yang formal dan memaksa. Hukum islam nampak dalam fenomena
manusia, Islam nampak sekali bersifat egalitaris. Seorang muslim tak dapat
menghormati hukum moral, bukan secara mekanis atau lahiriah, akan tetapi
Islam. Dengan begitu Islam nampak sebagai suatu agama yang sempurna dan
sistem yang komplit. Islam lebih besar daripada sekedar ideologi, karena ia
melahirkan suatu tindakkan moral yang sukar untuk ditempatkan dalam rangka-
32
Penyempurnaan ideal pikiran dan tubuh manusia
39
spiritual dan mengambil faedah secara wajar dari kekayaan dunia yang diberikan
seseorang berkenaan dengan mazhab pemikiran sebagai satu sistem keyakinan dan
bukan sebagai kebudayaan. Ini berarti memahami Islam sebagai sebuah ide dan
33
Marsel A. Boisard, Humanisme dalam Islam, h. 151-152.
34
Ali Syari’ati, Islam Mazhab Pemikiran dan Aksi. (Bandung: Mizan, 1995), h. 18.
BAB IV
hidup yang lebih baik, seperti dicerminkan dengan tingkat ketaatan yang tinggi
kepada Allah, pengetahuan tentang syari’at, dan terlepasnya umat dari beban
prinsip kebebasan atau manusia yang egaliter, terbuka dan adil secara sosial.2
Meyakini sekaligus menyadari bahwa hanya Tuhan Yang Satu dan Maha
Esa-lah yang patut disembah merupakan salah satu aspek yang paling mendasar
sekaligus otentik dari ajaran Islam.yakni tauhid. Secara teologis, konsep dasar ini
dengan tegas dan gamblang memiliki pijakan dasarnya yang cukup kuat di dalam
yang jauh dari kesempurnaan dan bersifat nisbi.Dengan demikian, tidak ada satu
1
Jalaluddin Rakhmata, Islam Alternatif, (Bandung: Mizan, 2004), Cet. Ke-12, h. 43-44.
2
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. xxi.
3
Lihat (QS: 112: 1)
41
42
pun wujud Tuhan-Tuhan yang patut disembah dan pantas untuk dimintai
Tuhan yang sebenarnya adalah Maha Esa, Maha Hadir dalam hidup ini
yang senantiasa mengawasi gerak langkah kita; Yang perkenan atau ridha-Nya
harus dijadikan orientasi hidup dalam bimbingan hati nurani yang sesuci-sucinya
mengikuti jalan yang lurus; yang merupakan asal dan tujuan hidup manusia dan
Nurcholish madjid, persaksian yang pertama itu mengandung apa yang secara
konfirmasi. Dengan negasi itu kita membaskan diri dari setiap keyakinan yang
Allah yang paling mulia.Adapun konfirmasi itu kita tetap menyatakan kepada
wujud Maha Tinggi yang sebenarnya.5 Dengan demikian, bagi Madjid tidaklah
cukup dengan hanya megimani adanya Tuhan, tapi pada saat yang bersamaan
menjadi sesuatu yang bukan Tuhan itu sendiri sebagai tuhannya, yang pada
hakikatnya tidak memiliki sifat keilahiaan yang dalam term agama disebut dengan
4
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban Sebuah Telaah Kritis tentang
Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan kemoderanan, Cet, Ketiga, (Jakarta: paramadina, 1995), h.
Ii
5
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. Ii.
43
Nya. Ini semua, lebih lanjut Madjid berargumen, merupakan kebalikan diametral
manusia, tidak cukup makna tauhid hanya dengan mengimani akan keberadaan-
Nya, tapi lebih daripada itu adalah mempercayai bahwa Allah itu dalam kualitas-
Nya sebagai satu-satunya yang bersifat keilahian dan sama sekali tidak
memandang adanya kualitas serupa kepada sesuatu apa pun yang lain. Oleh sebab
itu, apabila kita berhasil mewujudkan itu semua dalam diri kita, maka kita benar-
sekali, bahwa manusia semuanya sama. 7seluruh makhluk beriman kepada Allah,
Tuhan Yang Maha Esa(rabbânîyah), yaitu tata nilai yang dijiwai oleh kesadaran
6
Nurcholish madjid, Pintu-Pintu Menuju Tuhan, Cet. V. (Jakarta : Paramadina, 1999), h.
4-5.
7
Budhy Munawar –Rachman, Elza Peldi Taher. @fileCaknur: Banyak Jalan Munuju
Tuhan, h. 135.
44
bahwa hidup ini berasal dari dan menuju Tuhan ( Innâlî-lâh-i wa innâ ilayh-
râji’ûn), “sesungguhnya kita berasal dari Tuhan dan kita akan kembali kepada-
Nya”, maka Tuhan adalah “sangkaanparan” asal dan tujuan hidup (hurip),
seluruh makhluk8.
diangkat menjadi wakil di bumi. Karena itu manusia harus berbuat sesuatu yang
yang tinggi diantara makhluk lain, tidak menutup kemungkinan bahwa manusia
pun bisa menjadi manusia yang berpotensi menjadi makluk terendah.9 Didalam
akhirat, mereka harus bersikap berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
berbuat baik kepada sesama. Contohnya sikap berserah diri yang diajarkan oleh
agama Nabi Ibrahim a.s., mengajarkan manusia untuk berserah diri dengan
sepenuh hati, tulus dan damai (islâm) kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sikap
berserah diri sepenuhnya kepada Tuhan itu menjadi inti dan hakikat agama dan
8
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 3.
9
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 4.
10
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 4.
45
Sikap berserah diri kepada Tuhan itu secara inheren mengandung berbagai
merupakan kelanjutan logis hakikat konsep ketuhanan. Yaitu bahwa Tuhan adalah
Wujud Mutlak, yang menjadi sumber semua wujud yang lain. Maka semua wujud
yang lain adalah nisbi belaka, sebagai bandingan atau lawan dari Wujud serta
Sikap berserah diri kepada Tuhan merupakan jalan lurus menuju kepada-
Nya, karena sikap itu berada dalam lubuk hati yang paling dalam pada diri
manusia sendiri, dalam semangat berserah diri itulah adanya kerinduan kepada
Kebenaran yang paling dalam, yang dalam bentuk tertingginya ialah hasrat
bertemu Tuhan. Dan untuk berada dekat atau bertemu dengan Tuhan
Salah satu kelanjutan logis prinsip ketuhanan itu ialah paham persamaan
manusia. Yakni seluruh umat manusia, dari segi harkat dan martabat asasinya,
adalah sama. Tidak seorang pun dari sesama manusia berhak merendahkan atau
kehendak dan pandangannya kepada orang lain. Bahkan seorang utusan Tuhan
tidak berhak melakukan pemaksaan itu. Seorang utusan Tuhan hanya untuk
11
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 4.
46
pengetahuan manusia itu betapa pun tingginya, tetap terbatas. Karena itu setiap
orang dituntut untuk bersikap rendah hati guna bisa mengakui adanya
harus selalu memastikan diri bahwa senantiasa ada Dia Yang Mahatahu. Maka
dan kelemahan yang tidak sama dari individu ke individu yang lain. Kekuatan dan
berlebih dan berkurang dan itu tidak mengganggu kesamaan manusia dalam
yang benar sebagai landasannya itu tidak akan terwujud tanpa pandangan
persamaan manusia atau egalitarianisme yang kuat, dan akan kandas oleh adanya
stratifikasi sosial yang kaku dan apriori dalam system-sistem paternalistik dan
feodalistik.13
tertinggi. ini melukiskan betapa tinggiya harkat dan martabat kemanusiaan. Tetapi
12
Nurcholish madjid, Doktrin Islam dan Peradaban, h. 7
13
Budhy Munawar –Rachman, Elza Peldi Taher. @fileCaknur: Banyak Jalan Munuju
Tuhan, h. 135.
47
dalam rangkaian firman itu pula disebutkan bahwa manusia bisa menurun
Dengan ungkapan lain, tidak ada seorang anak manusia pun sebagai makhluk
kebenaran bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Tatkala seseorang mengklaim
hanya dirinya yang paling benar, pada saat bersamaan menganggap orang lain
salah sepenuhnya, maka pada hakikatnya orang tersebut telah terjebak dalam
kemusyrikan. Tipikal orang semacam inilah yang dalam istilah Cak Nur disebut
thagut atau tiran, yaitu sikap yang selalu ingin memaksakan kehendak kepada
orang lain tanpa memberi peluang kepada orang itu untuk melakukan
pertimbangan bebas.16
Dalam pandangan Cak Nur, belenggu atau tiran yang seringkali membuat
manusia congkak dan angkuh terhadap kebenaran yang datang dari luar dirinya
adalah ”hawanafsu”.17 Hawa nafsu ini pula yang menjadi sumber pandangan-
14
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 3.
15
Marcel A. Boisard. Humanisme dalam Islam.(Jakarta: Bulan Bintang 1980), h. 116.
16
Nurcholish Madjid, Pintu-Pintu Menuju Tuhan, h. 126.
17
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h.81
48
melihat kebenaran. Secara tidak sadar orang tersebut pada hakikatnya telah
karakter dasar dari hawa nafsu itu sendiri yang bersifat tiran dan membelenggu
orang itu pun akan lebih bersikap tertutup dan fanatik yang menyebabkan dirinya
bersikap reaktif terhadap segala sesuatu yang datang dari luar, tanpa
Karena itu, Cak Nur menandaskan, setiap bentuk pengaturan hidup sosial
manusia adalah tidak adil dan beradab. Sikap pasrah secara mutlak kepada Tuhan
Yang Maha Esa mensyaratkan akan kehidupan tatanan sosial yang adil, terbuka
persamaan manusia yang egaliter dan sejajar antara satu dengan yang lainnya.
Yakni dilihat dari sisi harkat dan martabatnya yang asasi sebagai pangkal
seorang pun berhak merendahkan atau menguasai harkat serta martabat manusia
18
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 86.
19
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 4
20
Nurcholish Madjid, Islam Agama Kemanusiaan (Jakarta: Paramadina, 1995), h. 191-
193
49
akhirat kelak. Menurut Cak Nur, hal ini mengasumsikan bahwa setiap pribadi
manusia memiliki hak dasarnya untuk memilih dan menentukan prilaku moral dan
etisnya. Tanpa kebebasan tersebut, adalah tidak logis bagi manusia itu sendiri
Tuhan lainnya.
grafisnya, demikian Cak Nur berujar, manusia harus melihat ke atas hanya kepada
Tuhan yang Maha Esa, dan kepada alam harus melihat ke bawah. Sedangkan
kepada sesamanya manusia harus melihat secara mendatar atau horizontal. Hanya
dengan itu, cak Nur kembali menandaskan, manusia menemukan dirinya yang fitri
dan alami sebagai makhluk dengan martabat dan harkat yang tinggi.21
Tuhan Yang Maha Esa. Sebaliknya, apabila manusia menempatkan harkat serta
martabatnya kepada sesamanya, apalagi pada objek semacam gejala alam, maka ia
21
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 97.
50
tingginya.
ridha Tuhan sebagai titik tolak segala perbuatannya; Tuhan sebagai asal sekaligus
fitrahnya yang otentik dan merdeka dari segala macam bentuk tiran yang
yang lurus, yaitu jalan yang diridhai-Nya dengan segenap cahaya kebenaran yang
terkandung di dalamnya.
3. Kebebasan Manusia
karena sebagai persiapanawal khalifah dan sebagai karunia Tuhan yang pertama
Tuhan. Akan tetapi kebebasan itu dibatasi oleh kemampuan manusia membedakan
sepenuhnya atas segala perbuatan yang dipilihnya dengan sadar, yang saleh
maupun yang jahat. Tuhan pun tetap memberi kebebasan kepada manusia untuk
menerima atau menolak petunjuk-Nya, tentu saja risiko yang harus ditanggung
22
Nurcholish madjid, Islam Doktrin Peradaban, h. 97-98.
23
Nurcholish Madjid, Islam dan Humanisme: Aktualisasi Humanisme Islam di Tengah
Krisis Humanisme Universal, h. 20.
24
Ali Syari’ati, Humanisme:antara Islam dan Mazhab Barat, terj. Afif Muhamad, cet.2,
(Bandung: Pustaka Hidayah,1996), h. 233.
51
manusia sendiri sesuai dengan pilihannya itu. Justru manusia mengada melalui
dan didalam kegiatan amalnya. Dalam amal itulah manusia mendapat eksistensi
dan esensi dirinya, dan di dalam amal yang ikhlas manusia menemukan tujuan
mendapat ridhla-Nya.25
manusia bahwa manusia harus mengikuti jalan lurus, yakni menyembah hanya
kepada Tuhan dengan penuh keikhlasan kepada-Nya, serta menolak jalan sesat.
Contohnya ketika Tuhan membuat perjanjian dengan Adam, tetapi Adam dan
Hawa tidak tahan dengan godaan setan sehingga mereka melanggar larangan
terhina, dari sinilah terjadi perseteruan yang kuat antara setan dengan manusia.
kepada Adam dan Hawa sebagai “jaring pengaman spiritual” mereka dalam
perjanjian tersebut juga dibuat dengan setiap individu manusia, anak cucu Adam
25
Nurcholish Madjid, Doktrin Islam dan Peradaban, h. 6.
52
semua tugas mereka kepada Tuhan, supaya mereka tidak lagi dan menolak
berhak melakukan apapun baik itu benar atau salah sampai akhirnya seseorang itu
jika Allah menginginkan mereka semua yang ada dimuka bumi ini beriman!
Akankah kamu memaksa manusia dari keinginannya untuk beriman?27
Tidak ada paksaan dalam agama. Kebenaran berbeda dari kesalahan, siapa pun
yang menolak kejahatan dan beriman kepada Allah telah memperoleh
kepercayaan yang dipegangnya yang tak akan pernah hancur. Dan Tuhan Maha
Mendengar dan Maha Mengetahui segala sesuatu.28
membebaskan manusia dalam memilih keyakinan atau agamanya. Perlu diketahui bahwa
manusia itu mempunyai sifat murni dengan demikian secara fitrah manusia akan mencari
jalan kembali kepada Tuhannya, dalam beribadah kepada Tuhanlah manusia menemukan
26
Nurcholish Madjid, Islam dan Humanisme: Aktualisasi Humanisme Islam di Tengah
Krisis Humanisme Universal, h. 21.
27
Qur’an surat Yunus/10:99
28
Qur’an Al-Baqaroh/2:48.
29
Nurcholish Madjid, Islam dan Humanisme: Aktualisasi Humanisme Islam di Tengah
Krisis Humanisme Universal, h. 27.
53
Yahudi atau Kristen juga Muslim dan semua yang dibangun untuk kegunaan
akan sibuk dengan urusannya masing-masing karena dosa seseorang tidak akan
atau menolak sesuatu baik dan buruk, benar dan salah dengan kesediaan
menanggung resikonya sendiri, juga baik dan buruk, bahagia dan sengsara. Sebab
yang benar telah jelas berbeda dari yang salah, yang sejati telah jelas berlainan
dari yang palsu. Manusia dalam suasana kebebasan dan kejujuran hati nuraninya
akan mampu membedakan, menangkap dan mengikuti mana yang benar dari yang
pengimbangan masih harus dilanjutkan dan dilengkapi dengan jiwa, semangat dan
30
Nurcholish Madjid, Islam dan Humanisme: Aktualisasi Humanisme Islam di Tengah
Krisis Humanisme Universal, h. 28.
31
Nurcholis Madjid, Masyarakat Religius.(Jakarta: Paramadina, 1997), h. 72.
32
Nurcholis Madjid, Masyarakat Religius, h. 73.
54
kenyataan yang akan membawa kebaikan bersama. Yaitu dengan cara menepis
bertanggungjawab.33
dalam membuat tingkat kemampuan masyarakat yang tinggi dan yang terus-
arah Tujuan apa pun yang menampakkan diri. Termasuk Tujuan itu adalah
Kebebasan juga mempunyai sifat yang positif, sifat positif kebebasan yang
terjadi bahaya kelaparan”, begitu bunyi sebuah ungkapan optimis tentang efek
positif kebebasan. Ungkapan itu benar, paling tidak pada dua tingkatan
pengertian. Tingkatan pertama ialah, bahwa dengan kebebasan maka akan tumbuh
Pengertian tingkat kedua, bahwa suasana bebas adalah pendukung utama bagi
33
Nurcholis Madjid, Masyarakat Religius, h. 78.
34
Budhy Munawar –Rachman, Elza Peldi Taher. @fileCaknur: Banyak Jalan Munuju
Tuhan. h. 93.
55
kegiatan.35
1. Keluarga.
Mojoanyar dan memiliki lembaga pendidikan tingkat dasar, yaitu Madrasah al-
Wathaniyah (sekolah patriot). Setelah lulus dari sekolah dasar beliau melanjutkan
Jombang pada tahun 1954. Dan ia hanya mampu bertahan kurang lebih dua tahun.
Karena ada salah seorang kiai tidak menghargai dan selalu menyindir-
modern oleh ayahnya. Kemoderanan Gontor itu terletak pada berbagai kegiatan,
35
Budhy Munawar –Rachman, Elza Peldi Taher. @fileCaknur: Banyak Jalan Munuju
Tuhan. h. 132.
36
Syafiah Sukaimi, “Peran Orang tua dalam pembentukan kepribadian anak:
perkembangan psikologi perkembangan islam, marwah. Vol. Iii ( 1 juni 2013), h. 1-2.
37
Mohammad Monib Islah Bahrawi, Islam dan Hak-Hak Asasi Manusia Dalam
Pandangan Nurcholish Madjid. (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2011), h. 26-28.
56
2. Al-Quran
1. Melakukan Musyawarah.
bumi, dan manusia tidak dibedakan menurut latarbelakang kesukuan maupun jenis
itu manusia juga diminta untuk melakukan musyawarah dan berlaku adil serta
sampai ada satu surah dalam Alquran yang diberi nama Syûrâ(QS. No. 42), yang
erat sekali kaitanya dengan musyawarah. Biasanya, masih menurut Cak Nur,
dalam system Alquran, hal yang menonjol atau meninggalkan kesan yang
mendalam suatu surah, itulah yang digunakan asar untuk member nama surah
yang bersangkutan.39 Jadi, Bagi Cak Nur, prinsip Musyawarah adalah salah satu
38
Nurcholish Madjid, Islam dan Humanisme: Aktualisasi Humanisme Islam di Tengah
Krisis Humanisme Universal. Ix-x.
39
Nurcholis Madjid, Pintu-Pintu Menuju Tuhan, h. 252
57
isu sentral yang dibicarakan dalan Alquran. Karena ia merupakan isu sentral,
adalah berangkat dari sebuah premis teologis yang menyatakan bahwa manusia
dari awal telah mengakui Tuhan Yang Maha Esa, hasilnya adalah kelahiran
manusia dalam kesucian asal (fitrah).Oleh karena kesucian asalnya, maka manusia
adalah makhluk yang hanîf, yakni, selalu merindukan dan secara alami memihk
kepada yang benar dan baik. Oleh karena itu fithrî dan hanîf, maka dengan
sendirinya dia mempunyai potensi untuk benar dan baik sebagai potensi original
yang secara etimologis mengandung arti “saling member isyarat,” yakni saling
member isyarat tentang apa yan benar dan baik; jadi bersifat timbale balik. Dasar
watak manusia yang fitrî dan hanîf tersebut, dengan selalu berpotensi untuk benar
40
Nurcholish Madjid, Islam Agama Kemanusiaan, h. 192-193.
58
Cak Nur menjelaskan, meskipun manusia itu fitrî dan hanîf, namun dia
juga bersifat lemah dan terbatas.Ini, kata Cak Nur tidak mungkin pasti dan
selamanya baik dan benar.Manusia hanya potensi baik dan benar.Maka agar
potensi baik dan benar itu menjadi aktual, seorang manusia tidak boleh hanya
mengandalkan kemampuan dirinya sendiri. Dia harus menyertai orang lain dalam
beriman. Hal ini di uraikan Cak Nur sesuai dengan apa yang digambarkan dalam
Alquran.42
Cak Nur juga ingin menandaskan bahwa bermusyawarah, sikap terbuka, lapang
dada, penuh pengertian dan kesedian untuk senantiasa memberi maaf secara wajar
dan pada tempatnya, merupakan elemen dasar yang harus dimiliki oleh setiap
lahir adalah egoisme, otoriterianisme, tiranisme, dan lain-lain yang serba berpusat
41
Nurcholis Madjid, Pintu-Pintu Menuju Tuhan. h. 253.
42
Nurcholish Madjid, Islam Agama Kemanusiaan, h.198.
59
2. Menegakkan Keadilan.
menegakkan keadilan, yang berbunyi, “ Dan langit pun ditinggikan oleh-Nya, dan
tindakan yang melanggar prinsip keadilan tersebut adalah sama saja melawan
hanya datang dari orang yang dirugikan saja, tapi juga seluruh alam raya ini.
suci yang disebut fitrah.Karena fitrah-nya itu manusia memiliki sifat dasar
kesucian, yang kemudian harus dinyatakan dalam sikap-sikap yang suci dan baik
antara manusia dan Tuhan sebelum ia dilahirkan ke muka bumi ini. Perjanjian
baginya. Maka, masih menurut Madjid manusia dan jin pun tidaklah diciptakan
43
QS. Al-Maidah, 07
44
Nurcholish Madjid, Pintu-Pintu Menuju Tuhan., h. 40-41.
60
Allah kecuali hanya tunduk dan menyembah kepada-Nya, yakni menganut paham
dasar kemanusiaan itu sendiri. Mereka yang melakukan tindakan dzalim dan
pribadi siapa pun juga dan tidak akan berubah. Karena hakikatnya yang objektif
dan tidak berubah itu, siapa pun yang menegakkan keadilan pasti akan melahirkan
harus dilakukan kepada siapa pun tanpa paandang bulu.Bahkan, upaya semacam
itu disebutkan dalam Alquran sebagai perbuatan yang paling mendekati taqwa
45
Nurcholish Madjid, Islam Agama Kemanusiaan. h. 179.
46
Nurcholish Madjid, Islam Agama Kemanusiaan. h. 184.
61
dan menindas kepada mereka yang lemah. Niscaya mereka akan menjadi musuh
Nabi SAW. Kelak dihari kiamat. Nabi dalam pidatonya sebelum wafat, beliau
bersabda:
khususnya, dan berbagai tindakan lainnya, baik lahir maupun batin pada
umumnya dalah sebuah keharusan dan keniscayaan yang tidak dapat di tawar-
tawar lagi.
berujar, ialah pemutusan sikap pasrah sepenuhnya hanya kepada Allah; Tuhan
yang Maha Esa, tanpa kemungkinan member peluang kepada sesuatu apapun
selain diri-Nya.Inilah al-Islâm, yang menjadi intisari semua agama yang benar,
demikian dengan tegas Madjid berucap.48Dalam pada itu, bagi Madjid dengan
47
Nurcholish Madjid, Islam Agama Kemanusiaan, h. 185.
48
Nurcholish madjid, Islam Doktrin Peradaban, h. 181.
62
mengutip pandangan Ibn Taymiyyah49 hal itu juga menunjukkan bahwa al-Islam
dalam maknanya yang generik juga adalah inti dan saripati semua agama para
nabi dan rasul.al-Islâm adalah spirit dasar dari kebertauhidan seorang Muslim
kepada siapapun selain diri-Nya, Dzat Yang Maha Esa. Jadi, bagi mereka
sekalipun secara formal adalah seorang muslim, tapi jika dalam kehidupan praksis
bahwa semua agama diberi kebebasan untuk hidup, dengan resiko yang akan
ditanggung oleh pengikut agama itu masing=masing, baik secara pribadi maupun
kelompok. Bagi Madjid, semua agama pada prinsipnya mempunyai dasar yang
sama, yaitu keharusan manusia berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa,
sehingga semuanya akan bermuara kepada satu ‘titik pertemuan, yang dalam
50
istilah Madjid disebut “kalimahsawa” pandangan Madjid ini didasarkan dari
Firman Tuhan: “ katakanlah,” Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu
kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, yaitu kita
tidak menyembah kecuali Allah dan kita tidak mempersekutukan Dia dengan
49
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 182.
50
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 184.
63
sesuatu apapun dan sebagian kita tidak menjadikan sebagian Tuhan selain Allah.
51
boleh ada paksaan dalam agama. Sungguh telah nyata(berbeda) kebenaran dari
kesesatan. Barang siapa menolak tirani dan percaya kepada Allah, maka sungguh
dia telah berpegang dengan tali yang kukuhyang tidak akan lepas. Allah Maha
agama terhadap orang lain kepada agama tertentu merupakan tindakan yang
sangat dilarang dan bertentangan dengan ajaran dasar Islam itu sendiri. Bagi
memilih suatu agama. Hal ini dikarenkan manusia sudah dianggap dewasa,
sehingga dapat menentukan jalannya sendiri yang benar dan tidak perlu dipaka-
paksa.53 Dengan kata lain, manusia saat ini adalah mereka yang telah tercerahkan
51
QS. Imran : 64.
52
QS. Al-Baqarah : 256.
53
Nurcholish Madjid, Pintu-Pintu Menuju Tuhan, h. 218.
64
adalah sederet ide-ide pokok humanism Madjid, yang merupakan hasil deduksi
tentunya cukup khas.Karena ide-ide yang disuguhkan oleh Madjid itu masih
jarang sekali jika dikatakan tidak ada terpikirkan ataupun terumuskan secara
gagasan-gagasan yang dihadirkan oleh Madjid selalu berangkat dan tidak lepas
di dunia Barat.
Namun demikian, konsep pemikiran Madjid tidak lepas dari kritik dan
hanya mengutip sana-sini pendapat orang lain, seperti Ibn Taimiyyah, Robert N.
bellah, Yusuf Ali ataupun Muhammad Assad, yang kemudian disistematiskan dan
65
Singkatnya, tidak ada basis metodologis yang utuh, padu dan jelas, yang tentunya
Pada tataran prakasis, tidak semua ide-ide Madjid itu (seperti inklusivisme
dan pluralism agama) dengan mudah bisa diterima khalayak public Indonesia
masyarakat kita yang relative rendah dan terbelakang.Hal itu disebabkan ide-ide
Madjid sendiri yang cenderung “elitis’ dan “abstrak,” sehingga tidak mudah
konstruktif serta mampu menyatakan diri sebagai pembawa kebaikan untuk umat
manusia, sepertinya sulit sekali terwujud. Kenyaaan ini bisa dilihat dengan betapa
banyaknya konflik sosial yang diselimuti tindak kekerasan, baik atas nama agama
ataupun komunal, hamper sebagian besar dilakukan oleh mereka yang secara
PENUTUP
A. Kesimpulan
masalah dalam penelitian skripsi ini, dapat disimpulkan bahwa humanisme yang
dikonsepkan oleh Nurcholish Madjid sama dengan apa yang dikhendaki oleh
itu perbuatan baik atau buruk, hanya saja dalam konsep humanism ini yang
yang disyariatkan agama tanpa melanggar ketentuan yang telah dibuat oleh
Tuhan. Di hari pembalasan nanti manusia akan dihisab atas segala perbuatan-
kepada Allah swt yang sudah dijelaskan dalam Alquran. Karena secara fitrah
69
70
B. Saran-Saran
luas dan juga lebih mudah untuk dipahami oleh khalayak publik Indonesia,
dan martabat kemanusiaan tidak lagi terjadi dibumi pertiwi ini. Berharap
Wallahua’lam.
71
DAFTAR PUSTAKA
ReferensiBuku;
Boisard Marsel A., Humanisme dalam Islam, Jakarta: PT. Internasa, 1980.
Dalam diskusi Kajian Titik Temu Nurcholish Madjid Society pada kamis
16/10 di Omah Btari Sri.
Davies Toni, Humanism London: Routledge: 1997.
Enscyclopedia of Britanica 2003 Ultimate Reference Suite CD-
Rom,Inggris, 2003 dictionary 2,
Saridjo, Marwan CakNur. Diantara Sarung dan Dasi & Musdah tetap
Berjilbab, (Jakarta: Yayasan Ngali Aksara, 2005, cet. I.
Referensi Website;
http://id.wikipedia.org/wiki:/NurcholishMadjid
http://www.tokohIndonesia.com/ensiklopedia/n/Nurcholish-
Madjid/indexs.shtml.