Skripsi
Oleh:
MELI MULYAHATI
NIM: 1111033100058
Skripsi
Oleh:
MELI MULYAHATI
NIM: 1111033100058
Pembimbing:
i
Lembar Pengesahan Panitia Ujian
Skripsi yang berjudul ‗Kebahagiaan Menurut Pandangan Sufistik Syed
Muhammad Naquib al-Attas‘ telah diajukan dalam sidang munaqasyah Fakultas
Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 30 Juli 2018.
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana program starta satu (S1) pada program studi Aqidah dan Falsafah Islam
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 31 Juli 2018
Sidang Munaqasyah:
Ketua Merangkap Anggota: Sekretaris Merangkap Angota:
Anggota:
Penguji 1: Penguji 2:
Pembimbing:
ii
Lembar Pernyataan
iii
Pedoman Transliterasi
ا a a ط ṭ ṭ
ب b b ظ ẓ ẓ
ت t t ع ‘ ‗
ث ts th غ gh gh
ج j j ف f f
ح ḥ ḥ ق q q
خ kh kh ك k k
د d d ل l l
ذ dz dh م m m
ر r r ن n n
ز z z و w w
س s s ه h h
ش sy sh ء , ,
ص ṣ ṣ ي y y
ض ḍ ḍ ة h h
Vokal Panjang
Arab Indonesia Inggris
أ ā ā
إى ī ī
أو ū ū
iv
Abstrak
v
KATA PENGANTAR
telah memberikan banyak nikmat. Salawat dan Salam tetap terlimpahkan kepada
oleh beberapa pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini, penulis
Hidayatullah Jakarta, khususnya kepada Prof. Dr. Masri Mansoer, MA. selaku
Dekan. Atas izin dari beliau, penulis dapat belajar di Fakultas ini sampai akhirnya
lulus.
Terima kasih pula penulis sampaikan kepada Dra. Tien Rahmatin, MA.
selaku ketua Jurusan Aqidah dan Falsafat Islam, yang telah memberikan
skripsi ini Drs. Nanang Tahqiq, MA. yang dengat sangat teliti membaca naskah
skripsi ini sampai akhir. Pengajaran yang diajarkan beliau pada setiap pertemuan
Kepada seluruh keluarga Aqidah dan Falsafat Islam angkatan 2011 Fakultas
Ushuluddin yang selalu mendorong penulis untuk cepat menyelesaikan skripsi ini.
Tidak ada kata lain yang patut penulis sampaikan kecuali terima kasih banyak
vi
vii
Ucapan terima kasih pula penulis sampaikan kepada orang tua penulis dan
keluarga yang selalu mendoakan supaya penulis sukses dalam belajar dan karir.
Terima kasih pula penulis ucapkan kepada suami yang dengan ketulusan
cinta yang diberikan kepada penulis menjadi energi untuk cepat menyelesaikan
skripsi ini.
Kepada seluruh orang yang terlibat dalam penulisan skrpisi ini yang tidak
Meli Mulyahati
DAFTAR ISI
Judul Skripsi
Persetujuan Pembimbing i
Lembar Pengesahan Panitia Ujian ii
Lembar Pernyataan iii
Pedoman Transliterasi iv
Abstrak v
Kata Pengantar vi
Daftar Isi viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 4
D. Tinjauan Pustaka 5
E. Metodologi Penelitian 7
F. Sistematika Penulisan 8
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 57
B. Rekomendasi 58
DAFTAR PUSTAKA 59
viii
BAB I
PENDAHULUAN
Pada hakikatnya tujuan semua manusia yang dilahirkan ke alam dunia ini
kehidupan yang bahagia. Hal ini tidak hanya sebatas penekanan tetapi juga
strategi yang jitu pada jiwa manusia yang dilahirkan. Syed Muhammad Naquib
pengetahuan akal, nilai, jiwa, tujuan, dan maksud yang sebenarnya dari kehidupan
ini. Sebab akal, nilai, dan jiwa adalah unsur-unsur inheren setiap individu.1
Al-Attas adalah salah seorang intelektual yang melihat ruh manusia terdiri
dari jiwa hewani (al-nafs al-ḥayawāniyyah) dan jiwa rasional (al-nafs al-
dapat mencapai kehidupan yang ideal atau kehidupan yang bahagia dari
pengetahuan yang didapatkan dari pandangan alam Islami (Islamic World View).
juga obyek dari ilmu pengetahuan. Sebab, cara mendidik yang benar harus
1
Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed Muhammad
Naquib Al-Attas, terj. Hamid Fahmy, (Bandung; Pustaka, 2003), h. 94.
2
Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam, h. 94.
3
Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam (Kuala
Lumpur: ISTAC, 2001), h. 91.
1
2
memiliki potensi untuk dapat berkembang ke arah yang positif sekaligus ke arah
yang negatif. Potensi-potensi pada diri manusia ini merupakan modal dasar dalam
menyentuh pada pengetahuan dan karakter yang baik, Islam mengajarkan bahwa
spiritual yang secara beragam ditunjuk Qur‘an sebagai hati (qalb), atau jiwa atau
Menurut tradisi pemikiran Barat ada dua konsepsi kebahagiaan: yang kuno,
yang kembali pada Aristoteles dan yang pada abad pertengahan kembali pada
filsuf dan teolog Muslim seperti Ibn Sīnā Sina dan al-Ghazālī; dan yang modern
yang secara bertahap muncul dalam sejarah Barat sebagai hasil dari sekularisasi.
Proses filosofis dan saintifik ini yang kemudian al-Attas sebut dari ‗sekularisasi‘,
dari urusan manusia, dan dekonsentrasi nilai dari pikiran dan prilaku manusia,
kedua yang terakhir disebutkan tersebut adalah akibat logis dari yang pertama,
4
Al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam, h. 82.
5
Al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam, h. 83.
3
pengalaman dan kesadaran manusia Barat dalam fondasi filosofis yang dipimpin
dan ini berarti bagi peradaban tersebut makna kebahagiaan dan tentunya kebajikan
bukan hanya dekadensi dan krisis moral, tetapi juga pertikaian dan konflik politik.
Konsepsi yang kuno dan modern sepakat bahwa kebahagiaan itu akhir pada
dirinya (end in it self), tetapi yang sementara yang terdahulu menganggap akhir
kepada jiwa dan raga hewani manusia, atau bukan pula suatu keadaan pikiran,
tersebut. Dan keyakinan adalah suatu kondisi permanen yang menunjuk kepada
apa yang permanen pada manusia dan yang dilihat oleh organ spiritual yang
dikenal sebagai hati (al-qalb, kalbu). Ini adalah kedamaian, keamanan, dan
sejati, dan mengetahui tempat seseorang yang berhak dan oleh karena itu layak
dalam kerajaan ciptaan-Nya dan hubungan seseorang yang layak dengan Sang
6
Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Islam dan Sekularisme (Bandung: Pustaka
Perpustakaan Salman ITB, 1981), h. 102.
7
Al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam, h. 83.
4
Maha Pencipta. Ini suatu kondisi yang dikenal sebagai adil (al-‘adl) atau
keadilan.8
kehidupan ini bukan akhir pada dirinya, menurut al-Attas bahwa akhir dari
manusia, dan konsep kebahagiaan menurut Syed Naquib Al-Attas, dan fokusnya
karya akademik ini hanya pada tokoh Syed Naquib Al-Attas. Adapun rumusan
Attas?
2. Untuk mengetahui pendapat para tokoh filosof Islam dan Barat tentang
8
Al-Attas, Islam dan Sekularisme, h. 103.
9
Al-Attas, Prolegomena to The Metaphysics of Islam, h. 91.
5
Adapun manfaat dari penelitian ini terbagi menjadi manfaat akademis dan
kesadaran kepada pelajar khususnya warga negara umumnya untuk dapat memilih
jalan hidupnya dengan bahagia yang sesungguhnya bukan hanya kesenangan dan
pemikiran dalam islam bagi peneliti. (c), menambah literatur atau bahan-bahan
informasi ilmiah yang dapat digunakan untuk melakukan kajian dan penelitian
selanjutnya.
Sedangkan manfaat praktis dalam penelitian ini adalah: (a), hasil penelitian
ini sebagai bahan ilmu pengetahuan dan wawasan bagi penulis, khususnya
D. Tinjauan Pustaka
dan materi.
oleh Irwansyah, Sarjana pemikiran Politik Islam tahun 2009. Skripsi ini
menyesatkan.
Al-attas, disusun oleh Arsyad, sarjana Theologi Islam 2013, skripsi ini
memebahas tentang konsep manusia yang baik dalam mencapai ilmu dan
Nusantara.
E. Metodologi Penelitian
berdasarkan data yang di dapat dari sumber-sumber data penelitian yang bersifat
kualitatif.
Adapun sumber data penelitian karya akademik yang akan penulis buat ini
adalah sesuai dalam teknik pengumpulan data, yakni studi kepustakaan. Maka
Syed Naquib Al-Attas. Sebagai sumber primer, Syed Naquib Al-Attas sendiri
Islam dan Sekularisme; Konsep Pendidikan dalam Islam. Adapun dari sumber
sekundernya yang ada hubungannya dengan judul skripsi, antara lain: Wan
Mohammad Nor Wan Daud, Filsafat dan Pendididkan Islam. Gerbang kearifan
yang menyediakan literatur atau referensi yang berkaitan dengan tema yang
8
diangkat pada penelitian ini. Semua buku yang berkaitan dengan pembahasan
langkah selanjutnya adalah dibaca dan diteliti, dan pada akhirnya dimasukkan
Adapun teknik analisa data yang dilakukan penulis adalah metode deskriptif
analitis yakni metode dalam bentuk deskriptif agar penulis mampu memahami dan
skripsi ini. Dan metode analitis digunakan agar penyusunan skripsi lebih
sistematis sehingga lebih mengena pada permasalahan yang dibahas dalam skripsi
sesuatu apa adanya juga menggambarkan secara rinci dan akurat mengenai hal-hal
F. Sistematika Penulisan
Penelitian ini akan disusun ke dalam lima bab. Bab 1 akan membahas
akan dibahas. Selanjutnya akan dibahas tentang batasan dan rumusan masalah
yang akan dijawab dalam penelitian. Tidak lupa juga di dalam bab 1 ini akan
penelitian.
9
Bab 2 akan membahas tentang riwayat hidup Syed Muhammad Naquib al-
Attas. Bab ini akan berisi tentang kehidupannya dari mulai tinggal di Bogor
Indonesia sampai pindah ke negeri jiran Malaysia. Di dalam bab ini juga akan
dalam al-Qur‘an, menurut kalangan falsafuf, dan menurut kalangan sufi. Bab ini
hidupnya dan sistem berpikirnya yang sangat menekankan pada filsafat Islam
khususnya pada tataran epistemologi Islam. Pada bab ini pula akan dikemukakan
Sedangkan penutup dalam penelitian ini akan tersaji dalam bab 5. Bab ini
tentang pandangan al-Attas tentang kebahagiaan. Tidak lupa dalam bab ini akan
A. Biografi Intelektual
berasal dari garis keturunan yang berasal dari kedua orang tuanya yaitu Syed Ali
bin Abdillah al-Attas dan Syarifah Raquan al-‗Aydrus. Intelektual Muslim yang
kini berdomisili di negeri jiran Malaysia ini lahir di Bogor pada tanggal 5
September 1931. Ia mempunyai nama lengkap Syed Muhammad Naquib bin Ali
bin Abdillah bin Muhsin al-Attas.1 Ia merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.
Kimia.2
Al-Attas, jika dilihat dari silsilah orang tuanya, merupakan keturunan ke-37
dari Imam Husein, cucu Nabi Muhammad Saw. Penyematan nama Syed (baca:
Saw. yaitu melalui silsilah keluarga sayyid Ba‘Alawi di Hadramaut.3 Melalui jalur
keturunan inilah, menjadikan al-Attas bukan berasal dari keluarga biasa. Karena
1
Wan Moh Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed Muhammad
Naquib al-Attas, terj. Hamid Fahmy Zarkasy (Bandung: Mizan, 2003), h. 123.
2
Kemas Badarudin, Filsafat Pendidikan Islam: Analisis Pemkiran Prof. Dr. Syed
Muhammad al-Attas (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 9.
3
Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam, h. 132.
10
11
di antara leluhur al-Attas ada yang menjadi wali, ulama dan ilmuan. Salah satu
dari mereka adalah Syed Muhammad al-Aydrus (Dari pihak ibu). Beliau
merupakan guru dan pembimbing Syed Abū Ḥafs ‗Umar bin Syaiban dari
bin Muhsin bin Muhamma al-Attas (dari pihak bapak) adalah seorang wali dari
tanah Jawa. Ia sangat berpengaruh sampai di dunia Arab. Salah seirang muridnya,
Syed Hsan Fad‘ak adalah seorang penasihat agama kepada Amir Faisal (saudara
Raja Abdullah dari Jordan). Leluhurnya juga ada yang berdarah aristokrat, yaitu
Ruqatah Hanum (dari pihak bapak). Ruqayah menikah dengan Syed Abdullah al-
Attas dan dikaruniakan seorang anak, Syed Ali al-Attas, yaitu bapak dari al-Attas
sendiri.4
intensif dari orang tuanya. Ketika berusia 5 tahun, al-Attas diajak orang tuanya
kondisi Malaysia memburuk karena dikasai tentara Jepang. Hal ini mengakibatkan
4
Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam, h. 46.
5
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis
(Jakarta: Ciputat Press, 2002), h. 116-117.
12
Pada tahun 1946, pasca Perang Dunia II, al-Attas kembali ke Johor untuk
kemudian English College (1946-1951). Pada saat itu, ia tinggal dengan salah
seorang pamannya yang bernama Ungku Abdul Aziz bin Ungku Abdil Majid,
salah satu keponakan Sultan dan pada kemudian hari menjadi Kepala Menteri
Johor Modern.6 Ungku Abdul Aziz merupakan salah seorang kolektor manuskrip
Melayu.
Al-Attas, sedikit banyak juga terpengaruh oleh koleksi dan bacaan literatur
Karya ini disebut-sebut sebagai karya faylasuf besar asal andalusia, Muḥy al-Dīn
Ibn ‗Arabī atau ada pula yang mengatakan karya dari muridnya, Abdullah al-
Baylānī. Selain itu, al-Attas juga banyak membaca kitab yang pernah menjadi
kitab rujukan ulama Nusantara dalam masalah Wujudiyyah yaitu al-Tuḥfah al-
Pada tahun 1951, al-Attas masuk di Dinas Tentara sebagai perwira kadet
Sandhurst, Inggris. Selain mengikuti pendidikan militer, al-Attas juga sering pergi
untuk pertama kali dengan pandangan metafisika tasawuf, terutama melalui karya-
tentara kerajaan Malaya. Namun karena merasa bukan dalam bidangnya kemudian
Ilmu-Ilmu Sosial. Merasa tidak puas dengan ilmu yang didapat dari University
Mc.Gill, Montreal, Kanada sampa mendapat gelar Master of Art (MA) pada tahun
1962.9
menulis dua buku. Buku pertama adalah Rangkaian Ruba’iyyat. buku ini termasuk
di antara karya sastra pertama yang dicetak oleh Dewan Bahasa dan Pustaka
Kuala Lumpur, pada tahun 1959. Sedangkan buku kedua yang sekarang menjadi
karya klasik adalah Some Aspect of Sufism as Understood anad Practiced Among
the Malays, yang diterbitkan oleh lembaga penelitian sosiologi Malaysia pada
tahun 1963. Untuk memeroleh bahan-bahan yang diperlukan dalam menulis buku
8
Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam, h. 48.
9
Kemas Badarudin, Filsafat Pendidikan Islam, h. 10-11.
14
penting sufi agar bisa mengetahui ajaran dan praktek tasawuf mereka. Keseriusan
orang sarjana ternama seperti Sir Hamilton Gibb (Inggris), Fazlur Rahman
Pada tahun 1963, al-Attas didorong beberapa tokoh seperti A.J. Arberry,
Montimer Wheeler, dan Richard Winsted dan pimpinan Royal Asiatic Society
serta melalui sponsor Sir Richard of Oriental and African Studies, ia melanjutkan
Culmaude dalam bidang Filsafat Islam dan Kesustateraan Melayu Islam pada
tahun 1965 dengan judul disertasi The Mysticism Hamzah Fansuri.11 Di sini ia
belajar dibawah bimbingan Prof. Arberry dan Dr. Martin Lings. Tokoh yang
tersebut terakhir merupaja irang yang bepengaruh besar atas pemikiran al-Attas,
walaupun hanya sebatas tataran metodologis. Salah satu pengaruh yang besar
dalam diri al-Attas adalam asumsi yang menyatakan bahwa terdapat integritas
dalam Pengajian Melayu. Ia juga tercatat sebagai salah satu pendiri University
menjabar sebagai Dekan di Fakultas Sastra dan dikukuhkan sebagai guru besar
filsafat, metafisika, sejarah dan sastra yang telah diakui dunia Internasional. Ia
diangkat sebagai anggota pada berbagai badan ilmiah Internasional lainnya seperti
berbagai anggota prestisus lainnya. Ia juga dikenal sebagai penyair dan seniman
dalam bidang seni kaligrafi, pahat dan mahir dalam berbagai bahasa dunia seperti
bahasa Arab, Inggris, Latin, Jerman, Spanyol, dan tentu dalam bahasa Melayu. 14
Pada tahun 1999, al-Attas dilantik sebagai mentri pendidikan Malaysia dan
didirikan oleh al-Attas terdapat pengajaran dasar-dasar Islam dan bahasa Arab
yang diharapkan mahasiswa dapat menyaring konsep yang tidak Islami sehingga
Islamisasi terjadi dalam diri mahasiswa. Ia juga diangkat sebagai direktur The
B. Karya-Karya al-Attas
13
Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam, h. 50.
14
Ainurrofiq Dawam, ‗Kritik Atas Epistemologi Modern (Upaya Islamisasi Ala Naquib al-
Attas)‘,dalam Jurnal Studi Islam Mukaddimah, no. 14, November 2003, h. 101.
15
Kemas Badarudin, Filsafat Pendidikan Islam, h. 15.
16
menghasilkan karya. Tercatat tidak kurang dari 26 buku telah dikarangnya yang
ditulis dalam bahasa Inggris dan Melayu. Pada umumnya karya yang dihasilkan
seorang ahli atau sarjana (scholar). Hal ini dapat dibuktikan dengan karya-
1959.
4. The Origin of the Malay Sha’ir. Dewan Bahasa dan Pustaka, Kulaa
Lumpur, 1968.
Press, 1969.
16
Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam, h. 55.
17
1971.17
Islamisasi ilmu. Berikut di antara karya-karya yang termasuk pada kategori atau
bagian kedua:18
1. Islam: the Concept of Religon and the Foundation of Ethic and Morality.
1995.
keterangan Wa Daud, al-Attas juga telah menyampaikan leih dari 400 makalah
17
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, h. 302.
18
Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam, h. 56-57.
19
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, h. 303.
18
dunia ini, maka akan didapatkan pandangan sufistik yang akan dikemukakan oleh
berkaitan erat dengan psikologi jiwa manusia. Karena dalam memeroleh ilmu
pengetahuan dalam Islam merupakan konsep spiritual yang tidak terlepas dari
Barat yang memandang aktivitas intelektual independen dari hal-hal yang bersifat
Tuhan. Konsekuensi dari perubahan makna ini telah mereduksi Tuhan dan semua
20
Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam, h. 17-18.
19
alam spiritual dari being (yang ada) menjadi sesuatu yang abstrak dan pada
Ma‘āriḍ (yang diturunkan dari Kitab Syifā’ dan Najāt oleh Ibn Sina (w. 1037). Al-
termanifestasi melalui hubungannya dengan tubuh. Jiwa mirip sebuah genus yang
terbagi menjadi tiga jiwa yang berbeda yaitu: al-nabātiyyah (jiwa vegetatif), al-
(jiwa rasional).22
yang dikenal dalam tradisi Islam terutama pada tradisi tasawwuf. Ia memberikan
batasan yang jelas mengenai berbagai tingkatan para Sālik dalam dunia kesufian.
Ada tiga tingkatan yang ketiganya merupakan sebuah peringkat yang bersifat
hirarkis, yaitu: mubtadi‘, mutawassiṭ dan muntahī. Pada tingkatan tertinggi ini
Sālik memasuki dunia filsafat dan metafisika.23 Gradasi terakhir ini mewajibkan
Sālik memiliki ilmu pengetahuan yang mendalam tentang tiga jenis pengetahuan,
yaitu ilmu kebijaksanaan Tuhan, ilmu-ilmu naqliyah atau syari‘ah, dan yang
21
Abdur Rahman Haji Abdullah, Pemikiran Islam di Malaysia: Sejarah dan Aliran
(Jakarta: Gema Insan Press, 1997), h. 65.
22
Abdur Rahman Haji Abdullah, Pemikiran Islam di Malaysia, h. 67.
23
S.M.Naquib al-Attas, Prolegomena to the Metaphysic of Islam: An Exposition of the
Fundamental Element of the Worldview of Islam (Kuala Lumpur: ISTAC, 2001), h. 167.
20
Attas lebih dikenal dengan sebutan tasawwuf falsafi dan tingkat pertama serta
mencapai tingkat muntahī adalah seorang yang telah mencapai tingkat tertinggi
oleh Muḥy al-Dīn ibn ‗Arabī (1165-1240). Menurut Ibn ‗Arabī sudah manjadi
kenyataan bahwa makhluk itu diciptakan dan berhajat kepada Khalik yang
mungkin tidak ada). Karena itu eksistensinya tergantung pada sesuatu yang lain.
Sesuatu yang lain sebagai tempat bergantung haruslah sesuatu yang secara
esensial mempunyai wujud yang bersifat wajib, berdiri sendiri dan tidak berhajat
kepada yang lain dalam eksistensinya. Bahkan benar secara esensial memberi
sifat wajib tetapi sifat wajib itu bergantung pada sesuatu yang lain, dan tidak pada
dirinya sendiri. Dengan kata lain yang sebenarnya mempunyai wujud hanyalah
paham sekularismenya berawal dari landasan filosofis yang tidak mengenal atau
24
terma ini diambil dari pemikiran tasawuf yang dikemukakan oleh Hamzah Fansuri.
Selengkapnya baca: Abbdul Hadi W.M, Hamzah Fansuri: Risalah Tasawuf dan Puisi-Puisinya
(Bandung: Mizan, 1995), h. 36.
25
Kautsar Azhari Noer, Ibn al-‘Arabī: Waḥdat al-Wujūd dalam Perdebatan (Jakarta:
Paramadina, 1995), h. 74.
21
dilihat pada landasan epistemologi Barat yang hanya mengacu pada pendekatan
alternatif yang cukup menjanjikan, bukan hanya rasional, empiris, dan filosofis
perolehan ilmu melalui proses iluminatif. Intuisi yang dijabarkan al-Attas berbeda
dikembangkan oleh pemikir Barat salah satunya adalah Henry Bergson (1859-
1941). Intuisi dalam konsep al-Attas bukan hanya pengenalan langsung dan cepat
subyek ilmu kepada dunia eksternal, kebenaran rasio dan nilai-nilai universal.
agama, yaitu realitas dan eksistensi Tuhan. Pengenalan tersebut diperoleh melalui
intuisi tingkat tinggi yang disebut intuisi akan eksistensi. Intuisi ini menurut al-
dasar dan kesimpulan umum tentang sains serta filsafat yang diturunkan darinya
adalah khas dari zaman tertentu dan bahwa yang diterima hanyalah teori-teori
26
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, h. 132.
27
S.M.Naquib al-Attas, Prolegomena to the Metaphysic of Islam, h. 119.
22
Sebab, dengan memahami secara mendalam tentang inti dari asumsi-asumsi dasar
mendalam tentang khazanah intelektual Barat itu sendiri. Sejalan dengan strategi
mengoreksi displin modern dan memurnikan ilmu-ilmu Islam yang telah tercelup
Sains modern lanjut al-Attas, tumbuh dan berkembang dari sebuah filsafat
sesuatu muncul terwujud dari sesuatu yang lainnya. Penolakan terhadap realitas
dan keberadaan Tuhan sudah tersiram dalam filsafat ini. Dalam lingkup sains
modern segala sesuatu yang bukan sains, yaitu semua yang tidak sesuai dengan
ilmu alam dan matematika, tidak terkecuali teori tentang alam semesta, manusia
Landasan filsafat seperti penjelasan di atas, maka salah satu dari metode
menyangkal otoritas serta ilusi, serta menolak wahyu dan agama sebagai sumber
28
S.M.Naquib al-Attas, Islam dan Filsafat Sains, terj. Sauful Muzani (Bandung: Mizan,
1995), h. 34.
29
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, h. 133.
30
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, h. 133.
23
ilmu yang benar. Sedangkan, empirisme filosofis atau empirisme logis yang
modern, maka semua obyek kajian yang menjadi sorotan utama hanyalah yang
berkisar pada sesuatu yang dapat dicerap pancaindera dan alat bantunya belaka.
tidak mampu diatasi dengan pancaindera maupun alat-alat bantu yang tercanggih
ilmu pengetahuan, Islam memberikan sebuah discourse yang cukup terbuka bagi
dengan yang lainnya, bukan berarti Islam itu terpecah-pecah melainkan dengan
Islam.
31
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, h. 133.
32
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, h. 134.
24
sehingga ilmu pengetahuan sejati terdiri atas pengakuan terhadap ‗tempat yang
tepat‘ bagi Allah Swt. dalam urutan being dan eksistensi. Al-Attas menegaskan
bahwa ‗tempat‘ merujuk kepada letaknya yang wajar dalam sistem, yaitu sistem
pemikiran dalam al-Qur‘an yang diuraikan secara sistematis melalui tradisi para
Nabi dan dituturkan oleh agama sebagai suatu worldview sehingga menghantarkan
kepada pengenalan terhadap Tuhan Semesta Alam. Hal ini berarti bahwa ilmu
Salah satu aspek dari ilmu pengetahuan yang dibahas secara substansial oleh
al-Attas yaitu sifat dan kegunaan ilmu pengetahuan yang berbeda dengan
kegunaan dan sifat ilmu dalam pandangan hidup Barat (Western worldview)
benar dan yang salah, ‗yang sebenarnya‘ dengan ‗yang palsu‘, karena ilmu telah
terlepas dari iman atau Tuhan dan hal-hal yang bersifat metafisik akibat
manusia.34
Islam dan Barat ialah paham tentang kemampuan inderawi, autoritas, akal, dan
intuisi. Perbedaan ini akhirnya menjadi titik tolok keyakinan wujud (ontological
syahādah (alam yang tampak) dan ‘alam al-gaib (alam tidak tampak), dan kedua
alam ini berpadu dalam Zat al-Wajīb al-Wujūd, dan manusia mampu mencapai
35
Adi Setia, ‗Epistemologi Islam Menurut al-Attas: Satu Uraian Ringkas‘, dalam Islamia,
Vol. 2, no. 6, Juli-September, 2005, h. 57.
BAB III
A. Definisi Kebahagiaan
lahir dan batin.1 Titik tekan yang hendak menjadi acuan dalam kebahagiaan
adalah ketentraman. Adapun tentram berarti perasaan aman, damai, dan sentosa
lahir dan batin, bebas dari segala yang menyusahkan. Kata lain yang
Kenikmatan diartikan sebagai keadaan yang nikmat, yang antara lain berkonotasi
pada makanan dan tempat tinggal. Sedangkan kepuasan diartikan perihal atau
perasaan puas, lega, gembira karena telah terpenuhi hasrat hatinya, yang dapat
kepuasan.2
yang meliputi ketentraman yaitu perpaduan antara rasa aman, damai, dan tenang.
1
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai
Pustaka, 1990), h. 65.
2
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 615.
26
27
barometer kebahagiaan, namun tidak dapat disangkal bahwa ketiganya juga dapat
mudah. Hal ini karena setiap individu memiliki barometer tersendiri untuk
;belum tentu mencapai kesepakatan kata yang sama dengan orang pertama.
Kebahagiaan merupakan konsep yang luas, seperti emosi positif atau pengalaman
yang menyenangkan, rendahnya mood yang negatif, dan memiliki kepuasan hidup
yang tinggi.4
Para tokoh banyak yang memberi penafsiran tentang arti dan hakikat
kebahagiaan (happines) berasal dari kata happy yang berarti feeling good, having
fun, having a good time, atau sesuatu yang membuat pengalaman yang membuat
mempunyai good birth, good health, good look, good luck, good reputation, good
3
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 812.
4
E. Diener, R.E.Lukas, ‗Subjective Well Being: The Science of Happiness and Life
Satification‘, dalam C.R.Synder dan S.j. Lopez, Handbook of Positive Psychology (New York:
Oxford University Press, 2005), h. 71-72.
5
Veenhoven, New Directions in the Study of Happiness: United States and International
Perspective (Notre Dame: University of Notre Dame Press, 1995), h. 25-8.
28
mengenai hidp termasuk semua kriteria yang berada di dalam pemikiran individu
seperti bagaimana rasanya hidup yang baik, sejauh mana hidup sudah mencapai
tersebut merupakan suatu yang lebih dari suatu pencapaian tujuan. Dikarenakan
baik, kreativitas yang lebih tinggi serta tempat kerja yang lebih baik. 7
Dari definisi yang dikembangkan ilmuan dan pemikir di atas dapat ditarik
tertekan, dan segala hal yang dapat mengurangi atau menghilangkan kebahagiaan
lainnya.
Pada dasarnya kebahagiaan manusia di dunia ini bersifat temporar dan tidak
selamanya. Ada waktunya seorang manusia sedang berbahagia ada pula waktu
manusia merasa tidak berbahagia. Apabila sedang sukse, manusia akan merasa
bahagia, namun sebaliknya apabila sedang merugi, manusia akan merasa tidak
6
Veenhoven, A Comparative Study of Satisfaction with Live (Eropa: Eotvos University
Press, 1996), h. 5-6.
7
E. Diener, ‗Subjective Well Being‘, h. 191.
29
kebahagiaan fisik dan emosional (physical and emotional happiness). Pada tahap
ini, seorang akan merasa bahagia apabila kebutuhan fisik dan emosionalnya
terpenuhi. Seperti orang lapar, akan merasa bahagia apabila sudah makan dan
kenyang, orang yang berjalan kaki dan merasa lelah akan menjadi bahagia apabila
tahap ini kata nalar menjadi kunci pembahasannya, yaitu apabila keinginan dan
hasrat nalar akan melakukan sesuatu terpenuhi makan pada tahap ini akan
berbahagia. Contohnya adalah orang merasa senang ketika sudah dinyatakan lulus
sarjana, atau magister atau tingkat doktoral. Atau bisa juga orang yang
menuangkan gagasan atau idenya ke dalam suatu karya tulis. Hal ini merupakan
ini seorang akan merasa bahagian apabila melihat dirinya atau yang ada disekitar-
nya terasa indah dan nyaman. Contohnya orang akan merasa berbahagia apabila
memiliki rumah yang indah dan taman yang hijau dengan udara yang sejuk, dan
sebagainya.10
8
Darwis Harahap, ‗Kebahagiaan dan Akhir Kehidupan Menurut Filsafat Ekonomi Islam‘,
dalam Human Falah, Vol. 2, no. 2, 2015, h. 87.
9
Darwis Harahap, ‗Kebahagiaan dan Akhir Kehidupan‘, h. 88.
10
Darwis Harahap, ‗Kebahagiaan dan Akhir Kehidupan‘, h. 89.
30
moralitas. Seperti seorang akan merasa berbahagia apabila membantu orang lain
yang sedang ditimpa kesusahan, kemalangan, dan kerugian. Pada tahap ini
kebahagiaan seorang adalah jika ia bisa melakukan hal terbaik kepada orang lain.
Tahap ini merupakan tahapan kebahagiaan yang memiliki derajat paling tinggi
hanya menyangkut aspek lahir dan fisik, maka pada tahap ini kebahagiaan
menyangkut aspek batin, spiritual, dan non fisik. Kebahagiaan pada tahap ini
Contohnya merasa tentram ketika bermunajat kepada Allah dan bertaubat kepada-
Nya.11
memiliki berbagai macam padanan. Seperti kata sa‘ādah, ḥasanah, ṭūbā, matā‘,
surūr, falāḥ, fawz, dan faraḥ. Delapan padanan kata yang merujuk pada
11
Darwis Harahap, ‗Kebahagiaan dan Akhir Kehidupan‘, h. 90.
12
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena: to the Metaphysics of Islam (Kuala
Lumpur: ISTAC, 2001), h. 82.
31
Kedua terma ini tersirat dalam al-Qur‘an surat Hūd [11] ayat 105:
‗Dikala datang hari itu, tidak ada seorang pun yang berbicara melainkan
dengan izin-Nya; maka di antara mereka ada yang celaka dan ada yang
berbahagia‘.
konteks dualitas, yaitu merupakan lawan dari kata sengsara. Kesadaran manusia
pada dasarnya selalu bersifat dualistis. Artinya kehidupannya di setiap tempat dan
waktu merupakan polarisasi yang tajam antara sakit dan lezat, bahagia dan derita.
sengsara. Manuisa akan selalu berhadapan dengan dua realitas ini, yaitu
Sebaliknya, orang yang sedih biasanya menunjukkan wajah yang muram atau
penuh tangisan. Orang yang sengsara adalah irang yang sesat, tidak tau jalan
hidup yang harus ditempuh, tidak sadar apakah ia berbuat benar atau salah, atau
tidak dapat membedakan mana yang hak dan yang batil. Orang yang bahagia
13
Muskinul Fuad, ‗Psikologi Kebahagiaan dalam al-Qur‘an‘, Laporan Penelitian di
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat IAIN Purwokerto, 2016, h. 41.
32
adalah kebalikan dari itu. Jiwanya tenang, hati tenteram, tenang menghadapi
persoalan, hatinya disinari cahaya iman kepada Allah, di dalam jiwanya tertanam
akidah yang kuat dan sadar bahwa segala sesuatu telah diatur oleh Allah Swt. 14
Orang berbahagia adalah orang yang merasa aman, tenang, dan punya kekuatan
untuk menjalani kehidupan. Sebagaimana firman Allah dalam surat Ṭāhā [20] ayat
123:
‗Lalu barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan ia
tidak akan celaka‘.
pengertian kebahagiaan adalah falāḥ. Menurut Ibn Manẓūr, arti kata falāḥ adalah
Isfahānī dalam Mufradāt Alfāẓ al-Qur’ān membagi kata falāḥ dalam arti
14
Muskinul Fuad, ‗Psikologi Kebahagiaan dalam al-Qur‘an‘, h. 42.
15
Al-Raghīb al-Isfahānī, Mufradāt Alfāẓ al-Qur’an (Damaskus: Dar al-Qalam, 2002), h.
644.
33
ditemukan dalam al-Qur‘an sebanak empat kali, salah satunya adalah surat Ṭāhā
Selain itu, kata Quraish Shihab, kata aflaḥa merupakan penegasan Allah
Swt. yang ditemukan pada surat al-A‗lā‘ [87] ayat 14, al-Syams [91] ayat 9, dan
al-Mu‘minūn [23] ayat 1. Dalam al-Mu‘minūn [23] ayat 1-9, dikemukakan sifat-
yang pada akhirnya dapat dinilai sebagai upaya penyucian diri (tazakka),
sebagaimana terdapat dalam surat al-A‗lā [87] ayat 14. Upaya-upaya itu meliputi
khusyu dalam salat, menunaikan zakat, menjauhkan diri dari perbuatan sia-sia,
menjaga kemaluan kecuali pada pasangan yang sah, memelihara amanat dan
janji, dan memelihara waktu salat. Dalam surat al-A‗rāf [7] ayat 157, ditegaskan
16
Al-Raghīb al-Isfahānī, Mufradāt Alfāẓ al-Qur’an, h. 644.
17
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati, 1997), h. 430.
34
pula bahwa orang-orang yang beriman kepada Nabi Saw. itu memuliakan, dan
dunia dan akhirat. Setiap individu sangat ditekankan untuk memeroleh kedua
Pandangan kebahagiaan pada sub tema ini akan dikhususkan pada pendapat-
pendapat yang dikemukakan oleh para filosof Yunani dan filosof Barat, dan bukan
filosof Islam. K. Bartens mengatakan bahwa semua ilmu yang dikembangkan oleh
para filosof pada akhirnya bertujuan untuk mencari tahu bagaimana cara manusia
nafasnya saja, tetapi merupakan unsur terpenting dalam hidup manusia. Jiwa
merupakan inti sari manusia. Karena jiwa merupakan inti sari manusia, maka
18
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, h. 431.
19
Al-Raghīb al-Isfahānī, Mufradāt Alfāẓ al-Qur’an, h. 644.
35
daimon atau jiwa yang baik), lebih daripada kebahagiaan tubuhnya atau
Manusia harus membuat jiwanya menjadi jiwa yang sebaik mungkin. 21 Dan
bidang hidup baik tentu menjadikan seseorang dapat hidup baik. Hidup baik
berarti menerapkan pengetahuannya tentang hidup baik itu. Jadi baik dan jahat
menurut Sokrates, tidak mungkin orang dengan sengaja melakukan hal yang
salah. Kalau ada orang berbuat salah, maka hal itu disebabkan karena ia tidak
berpengetahuan.22
dunia (indrawi) saja tetapi kebahagiaan juga harus dilihat dalam hubungan kedua
dunia (dunia indrawi/jasmani dan dunia Idea). Maksudnya, dengan kata lain di
dengan batin yakni dunia Ide juga perlu diupayakan. Oleh karena ituu, untuk
mencapai pada kebahagiaan (eudaimonia) dalam dunia Ide, manusia harus selalu
melakukan apa yang baik. Sebab bagi Plato semua kebaikan dan kebajikan ada di
20
K. Bertens, Sejarah Filsafat Yunani (Yogyakarta: Kanisius, 1999), h. 105.
21
K. Bertens, Sejarah Filsafat Yunani (Yogyakarta: Kanisius, 1999), h. 106.
22
Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat (Yogyakarta: Kanisius, 1980), h. 36-38.
36
dunia Ide (dunia Ide adalah realitas yang sesungguhnya, sedangkan yang indrawi
adalah dengan hidup yang baik. Hidup yang baik di sini maksudnya ialah hidup
bermakna, suatu hidup yang terasa penuh dan menentramkan. Untuk dapat hidup
Pertanyaannya sekarang adalah apa yang menjadi tujuan hidup manusia? Menurut
perasaan subyektif seperti senang atau gembira yang adalah aspek emosional,
(hidup baik), karena itulah jalan menuju kebahagiaan. Tujuan moralitas adalah
23
K. Bertens, Sejarah Filsafat Yunani, h. 141.
24
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika Sejak Zaman Yunani Sampai Abad ke-19
(Yogyakarta: Kanisius, 1997), h. 30-31.
25
Franz Magnis Suseno, Menjadi Manusia: Belajar dari Aristoteles (Yogyakarta: Kanisius,
2009), h. 4-7.
37
Hidup dalam keutamaan yang dimaksud oleh Aristoteles ialah hidup yang
sungguh ditata dengan baik. Sementara keutamaan (arete) yang dimaksud oleh
etika yang berlaku secara wajar atau umum dalam masyarakat tertentu. Aturan-
aturan moralitas dalam hal ini perlu dipandang sebagai sesuatu yang dapat
dorongan dari luarnya. Pada intinya, Aristoteles mengajak manusia untuk hidup
secara bermoral, yang ia anggap sebagai cara untuk dapat mencapai kebahagiaan.
yaitu: Pertama, kebahagiaan yang terdapat pada kondisi sehat badan dan
mempunyai pola pikir yang benar dan punya keyakinan yang mantap. Dengan
tercapainya kelima hal ini, menurut Aristoteles barulah manusia akan mencapai
Ajaran Epikuros diarahkan kepada satu tujuan akhir, yakni menjamin kebahagiaan
26
Khairul Hamim, ‗Kebahagiaan dalam Perspektif al-Qur‘an dan Filsafat‘, dalam Jurnal
Tasimuh, Vol. 13, No. 2, 2016, h. 134.
38
ketenangan hati ini terancam oleh rasa takut – diantaranya rasa takut terhadap
dewa-dewi, rasa takut terhadap kematian, dan rasa takut terhadap nasib – yang
(kenikmatan, kepuasan) yang dapat kita miliki bila hati kita tenang dan tubuh kita
sehat. Namun kata hedone sering disalahartikan oleh kebanyakan orang. Hedone
yang ditekankan oleh Epikuros bukan berarti bahwa kita harus secara membabi
dengan menjaga kesehatan dan berusaha hidup sedemikian rupa hingga jiwa bebas
dari keresahan. Untuk itu manusia yang mau bahagia justru harus membatasi diri.
masing mereka punya cara dan bahasa yang berbeda-beda dalam dalam
yang ingin dicapai dalam kehidupan ini adalah kebahagiaan. Di mana kebahagiaan
tertinggi atau yang paling sempurna adalah dengan mencapai eudaimonia atau
terlihat jelas bahwa mereka membahas tentang kebahagiaan jasmani yang dialami
27
Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 1, h. 53-56.
28
Bernard Delfgaauw, Sejarah Ringkas Filsafat Barat (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1992),
h. 38-39.
39
dan dirasakan oleh seseorang pada saat mereka berada di dunia saja. Mereka tidak
membahas kebahagiaan yang akan dan dialami seseorang pada saat mereka berada
Pada dasarnya, bahagia adalah fitrah atau bawaan alami manusia. Artinya, ia
merupakan sesuatu yang melekat dalam diri manusia.29 Bahagia sudah seharusnya
paling baik dan sempurna dibanding dengan makhluk lainnya. Hal ini telah
dinyatakan oleh Allah dalam al-Qur‘an surat al-Isrā [17] ayat 70, sebagai berikut:
―Dan sungguh Kami telah memuliakan anak cucu Adam dan Kami angkat
mereka di daratan dan lautan, dan Kami telah memberikan rezeki yang baik
kepada mereka, dan Kami telah lebihkan mereka dari makhluk-makhluk lain
yang telah Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.
Transformation. Menurut tokoh ini, sifat manusia sempurna adalah refleksi dari
sifat-sifat Tuhan yang sebagian tercermin dalam 99 nama Allah (al-Asmā al-
hubungan yang harmonis antara kesadaran diri dan rahmat Ilahi. Itulah capaian
29
Murtadha Muthahhari, Fitrah: Menyingkap Hakikat, Potensi, dan Jatidiri Manusia
(Jakarta: Lentera, 2008), h. 31.
30
Erbe Sentanu, Quantum Ikhlas: Teknologi Aktivasi Kekuatan Hati (Jakarta: Elex Media
Komputindo, 2008), h. 19-20.
40
oleh para sufi yang boleh jadi masih berupa konsep yang abstrak. Kata yang
dirumuskan para Sufi tersebut sama halnya dengan ahli psikologi yang merusakan
seorang klien datang ke psikolog dan berkata: ―Hari ini saya merasa bahagia‖,
maka sang psikolog tentu akan bertanya lebih lanjut: ―Mengapa Anda merasa
bahagia?‖. Salah satu jawaban yang mungkin akan diberikan seseorang adalah:
―Karena saya merasa puas dengan apa yang terjadi dengan hidup saya‖.31
Demikian halnya dengan kehidupan seseorang, apakah bermakna atau tidak dapat
standar yang merujuk pada aturan agama atau pembuktian tertentu. Jalaluddin
karena pada hari akhirat kelak, jika ia tidak segera bertaubat, akan masuk neraka.
Dalam bahasa Tasawuf, si fulan ini dikatakan sedang mengalami apa yang disebut
dengan istidraj. Artinya ia sedang diberi ujian oleh Allah dengan nikmat
(kesenangan) untuk melihat apakah ia sadar atau tidak dengan nikmat yang
31
Jalaluddin Rakhmat, Meraih Kebahagiaan (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2008),
h. 98.
41
tasawuf sendiri yaitu mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan laku
penyucian diri. Sehingga tindak tanduk yang dilakukan oleh Sālik akan diarahkan
kebahagiaan. Kiranya tidak ada kebahagiaan yang lebih baik dan indah bagi
seorang Sālik daripada bertemu dengan Tuhannya. Al-Ghazālī dalam Kimiyā al-
Allah kelak di akhirat, sebagaimana sampainya orang yang bertemu dengan apa
yang didambakannya.33
sebagai berikut:34
nikmat, kesenangan dan kelezatan, karena rasa itu adalah menurut perasaan
masing-masing. Maka kelezatan (mata) ialah melihat rupa yang indah, kenikmatan
telinga ialah mendengar suara yang merdu, demikian pula segala anggota yang
32
Jalaluddin Rakhmat, Meraih Kebahagiaan, h. 107.
33
Al-Ghazālī, Kimia al-Sa‘adah, terj. Dedi Slamet Riyadi (Jakarta: Zaman, t.t.), h. 100.
34
Hamka, Tasawuf Modern (Jakarta: Panji Mas, 1990), h. 12.
42
lain dan tubuh manusia. Adapun kelezatan hati ialah ma‘rifat kepada Allah,
karena hati dijadikan tidak lain untuk mengingat Tuhan. Seorang rakyat jelata
akan sangat berbahagia kalau dia dapat berkenalan dengan seorang pejabat tinggi
atau menteri, kegembiraan itu naik berlipat ganda kalau dia dapat berkenalan yang
lebih tinggi misalnya raja atau presiden. Maka mengenal Allah adalah puncak dari
segala macam kegembiraan. Lebih dari apa yang dapat dibayangkan oleh
manusia, sebab tidak ada yang lebih tinggi dari kemuliaan Allah. Dan oleh sebab
itu tidak ada ma‘rifat (mengenal)) yang lebih lezat daripada ma‘rifatullāh.35
menahan hawa nafsu ini ialah dari segala kemenangan atau kebahagiaan. 37
kelapangan dada karena prinsip yang menjadi pedoman hidup dan kebahagiaan
atas, baik klasik maupun kontemporer, memiliki pendangan yang kuat dalam
35
Mustofa Bisri, Metode Tasawuf al-Ghazaly (Surabaya: al-Miftah, 2007), h. 52-55.
36
Al-Ghazālī, Mīzān al-‘Amal (Beirut: Dar al-Kutub al-‗Ilmiyyah), h. 104.
37
Hamka, Tasawuf Modern, h. 17.
38
‗Aidh Abdullah al-Qari, La Tahzan, terj. Samson Rahman (Jakarta: Qisthi Press, 2004),h.
xiii.
43
jiwanya atau melapangkan dadanya untuk tetap mengikuti kebenaran yaitu dengan
mengikuti perintah Allah sebagai pedoman hidup di dunia dan meraihnya hingga
di akhirat. Hal ini cenderung pada kebahagiaan yang telah disimpulkan oleh al-
39
Al-Ghazālī, Mīzān al-‘Amal, h. 104.
BAB IV
Al-Attas menjelaskan bahwa manusia terdiri atas dua unsur utama yaitu
tubuh (al-jism) dan jiwa (al-nafs).2 Tubuh merupakan unsur yang bersifat gelap,
kasar dan memiliki sifat-sifat sama seperti halnya semua zat yang ada di alam
dunia. Ia merupakan unsur materi yang bersifat dapat rusak. Adapun jiwa (al-nafs)
Selain dua unsur di atas, al-Attas menyebutkan dua unsur lain yaitu al-nafs
ḥayawāniyyah adalah jism yang halus (al-jism al-laṭīf) yang mengalir pada
1
Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam (Kuala
Lumpur: ISTAC, 2001), h. 82-92.
2
Al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam, h. 82.
3
Al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam, h. 82.
44
45
syahwat dan emosi. Unsur ini tidak dapat memberikan petunjuk kepada
sejenis uap yang sangat halus, berpusat di rongga jantung dan menyebar ke
seluruh tubuh melalui syaraf dan pembuluh nadi dan menggerakkan anggota-
kedua unsur dalam tubuh tersebut. Kedua aspek tersebut memiliki kekuatan atau
persepsi, dan fakultas jiwa rasional itu aktif dan kognitif.5 Sejauh hal tersebut
atas tubuh manusia. fakultas tersebut merupakan rasio praktis, dan mengarahkan
tindakan individu dalam persetujuan dengan fakultas teoritis dari intelek kognitif.
Sementara dalam hubungan dengan daya penggerak dari jiwa hewani, yang
4
Al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam, h. 82., bandingkan al-Ghazālī,
Ma‘ārij al-Quds fī Madārij Ma‘rifat al-Nafs (Beirut: Dar al-Kutub al-‗Ilmiyyah, 1986), h. 47-50.
5
Al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam, h. 82. bandingkan dengan keterangan
al-Ghazālī, Iḥyā ‘Ulūm al-Dīn (Beirut: Dar al-Fikr, 2009), Jld. 3, h. 52.
46
kemahiran manusia dan seni. Dan dalam hubungan dengan fakultas imajinasi
memengaruhi perilaku etis manusia yang melibatkan pengenalan akan sifat buruk
dan kebajikan. Kedua sifat inilah yang akan mengantarkan manusia memeroleh
Jiwa (al-nafs) sebagai esensi dari eksistensi manusia, menurut al-Attas, tetap
antara jiwa dan badan diibaratkan seperti hubungan antara penunggang kuda dan
kudanya. Hubungan ini merupakan hubungan antivitas, dalam arti bahwa yang
bahwa peran yang tepat adalah badan merupakan alat bagi jiwa untuk memenuhi
tujuannya. Hubungan tersebut tidak hanya sebatas hubungan di dunia saja, namun
yang paling penting dan utama adalah hubungan di akhirat juga. Jiwa tidak mati,
kiamat.
terdiri atas jasad sebagai sebuah kerajaan, jiwa sebagai raja, nalar sebagai perdana
6
Al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam, h. 82.
7
Al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam, h. 83.
47
menteri, nafsu sebagai pemungut pajak dan emosi sebagai polisi.8 Dengan
pada kekerasan. Pemungut pajak dan polisi harus senantiasa berada di bawah
perintah raja. Namun tidak boleh dimusnahkan karena keduanya memiliki fungsi
yang lebih rendah (nafsu dan emosi) menguasai yang lebih tinggi (nalar) pada
kebahagiaan yaitu kebahagiaan yang dirasakan oleh badan dan kebahagian yang
dirasakan oleh jiwa. Sifat kebahagiaan badan adalah berubah-rubah dan cepat
rusak, adapun kebahagiaan jiwa bersifat kekal. Badan yang sifatnya tidak berbeda
sedangkan jiwa yang bersifat kekal akan memeroleh kebahagiaan dari suatu
8
Al-Ghazālī, Kimia al-Sa‘adah, terj. Dedi Slamet Riyadi (Jakarta: Zaman, t.t.), h. 95.
9
Al-Ghazālī, Mīzān al-‘Amal (Beirut: Dar al-Kutub al-‗Ilmiyyah), h. 59-60.
10
Al-Attas, Risalah untuk Kaum Muslimin (Kuala Lumpur: ISTAC, 2001), h. 18-23.
11
Al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam, h. 85.
48
kebahagiaan yang berkembang di dunia Barat sekarang ini merupakan terusan dari
saja. Hal tersebut disetujui oleh pandangan Barat, yang pada tahap selanjutnya
dunia Barat seperti itulah yang tidak diamini oleh al-Attas, bahkan ia
Al-Attas menegaskan bahwa berbeda dengan kajian etika atau filsafat moral
pada umumnya yang hanya berbicara tentang tuntunan untuk berbuat baik,
Bahkan menurut Majid Fakhry, etika atau filsafat moral dalam Islam merupakan
12
Al-Attas, Risalah untuk Kaum Muslimin, h. 26.
13
Al-Attas, Risalah untuk Kaum Muslimin, h. 196.
14
Al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam, h. 13.
49
hubungan antara kebaikan dan kebahagiaan. Sebagai bagian dari filsafat, dalam
filsafat Islam, moral bukan hanya membicarakan tentang tindakan yang baik yang
kebaikan. Hal itu dikarenakan kebaikan yang dilakukan manusia pada akhirnya
pasti akan menghasilkan kebahagiaan. Manusia harus menjadi baik, karena hanya
dengan menjadi baiklah seseorang akan menjadi bahagia. Orang baik adalah orang
yang sehat mentalnya. Orang yang sehat mentalnya akan dapat merasakan
karena ada penyakit dengki, maka manusia tidak akan dapat merasakan
kebahagiaan. Bahkan ia akan merasa tidak berbahagia manakala ada orang lain
yang merasakan kebahagiaan. Dengan demikian, perilaku yang baik atau terpuji
kehidupan.16
Ghazālī banyak diambil oleh al-Attas karena dibandingkan dengan para pemikir di
dunia Islam lainnya seperti al-Rāzī dan Ikhwān al-Ṣafā, pandangan kebahagiaan
15
Majid Fakhry, Sejarah Filsafat Islam, terj. Mulyadhi Kartanegara (Jakarta: Pustaka Jaya,
1986), h. 361.
16
Mustaim, ‗Etika dan Ajaran Moral Filsafat Islam: Pemikiran Para Filosof Muslim tentang
Kebahagiaan‘, dalam Jurnal Ulumuna, Vol. 17, No. 1, 2013, h. 196.
50
pengendali nafsu dan efisiensi dalam mencapai tujuan praktis seseorang, sehingga
kebahagiaan ukhrawi. Pandangan moral semacam inilah yang disebut oleh George
hanya mengacu kepada aspek diperintahkan atau tidak diperintahkan oleh agama
(ghinā) yang tak membutuhkan apa-apa lagi guna kepuasan yang sempurna
(surga).18
semacam ini dipilih al-Ghazālī untuk menghindari agar tidak terpeleset pada
17
George F. Hourani, ‗Ethical Presupposition of the Qur‘an‘, dalam Muslim World, Vol.
LXX, Januari 1980, h. 14.
18
Muhammad Abul Quasem, Etika al-Ghazali: Etika Majemuk dalam Islam, terj.
Mahyuddin (Bandung: Pustaka, 1988), h. 51.
51
(agama), khususnya dalam inti pokok ajaran agama.19 Landasan dasar yang
benar dari apa yang telah ditetapkan oleh hukum-hukum ibadah (agama) inilah,
Filosof Muslim lain yang memiliki pemikiran yang hampir sama dengan al-
kesehatan jiwa.
Menurutnya ada lima kiat dalam merawat kesehatan mental: (1) Pandai-
pandai mencari teman yang baik, agar tidak bergaul dengan orang-orang yang
buruk tabiatnya. Karena, sekali bergaul dengan mereka, maka secara tidak sadar
kita akan mencuri tabiat buruk mereka yang sulit untuk dibersihkan kala ia
menodai jiwa kita; (2) Berolah fikir bagi kesehatan mental sama pentingnya
nafsu; (4) Menyesuaikan rencana yang baik dengan perbuatan, agar kita tidak
terjerat pada kebiasaan buruk yang merugikan; dan (5) Berusaha memerbaiki diri
agar manusia jangan hanya memerhatikan akhlaknya sendiri, tetapi juga harus
pada pembinan akhlak sosial. Oleh karena itu Ibn Miskawaih menentang segala
bentuk kehidupan kependetaan, yang menjauhkan diri dari segala kebajikan moral
bermasyarakat.21
ditekankan oleh filosof muslim al-Kindī. Dalam karyanya yang berjudul al-Ḥilah
kesedihan adalah penyakit jiwa yang disebabkan karena hilangnya apa yang
memahami sifat dasar keberadaan makhluk di dunia yang fana ini. Apapun yang
dicintai di dunia ini pasti akan musnah. Oleh karena itu manusia janganlah
mengharapkannya menjadi kekal abadi, karena hal itu sama dengan mengharap
yang tak mungkin dan akan menimbulkan kesedihan. Kedua, yaitu luputnya yang
21
M.M. Sharif, Para Filosof Muslim, terj. Ilyas Hasan (Bandung: Mizan, 1985), h. 95.
53
didamba bisa diatasi dengan mengembangkan sikap hidup yang sederhana, suka
menerima (qanā‘ah).22
Barat tidak terlepas dari komitmen keagamaan yang kuat dari dalam dirinya dan
memiliki argumen teologis yang memadai. Selain itu, kutipan dari berbagai tokoh
filosof Islam di atas, dan juga banyak digunakan dan dikutip dalam tulisan al-
Islam bukan hanya menyangkut kebahagiaan di dunia ini saja tetapi kehidupan
kehabagiaan dunia yang bersifat temporar, dan kehidupan sekular, karena menurut
al-Attas kebahagiaan juga memiliki relasi erat dengan kehidupan spiritual dan
akhirat. Selain itu, kebahagiaan di dunia Islam juga memiliki keterkaitan yang erat
dengan moral. Tentu ini berbeda dengan pandangan Barat yang melepaskan nilai
kebahagiaan yang sebenarnya bukan hanya menunjuk pada entitas fisik manusia,
bukan pada jiwa hewani (al-nafs al-ḥayawāniyyah), dan tubuh manusia, ataupun
22
Mustaim, ‗Etika dan Ajaran Moral Filsafat Islam‘, h. 201.
23
Al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam, h. 82.
24
Al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam, h. 13.
25
Al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam, h. 91.
54
yang berasal dari tindakan spiritual yang berpusat pada hati (qalb). Dengan kata
yang berujung pada pengenalan kepada Allah (ma‘rifatullāh). Hal ini hanya dapat
terwujud melalui cinta akan Tuhan yang berasal dari manifestasi iman kepada-
sekarang ini bukan merupakan akhir dari kebahagiaan sejati, tetapi kebahagiaan
digambarkan sebagai perasaan atau emosi, dan yang diraih ketika keinginan dan
kebutuhan telah dicapai dengan perilaku yang benar berdasarkan pada kabajikan.
Kebahagiaan pada tingkatan ini bersifat sementara dan bisa hilang apabila sudah
kelanjutan dari tingkatan pertama. Tingkatan kedua ini muncul bersamaan dengan
26
Al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam, h. 91.
55
yang lebih luas dan abadi.27 Pada tingkat kebahagiaan spiritual seorang individu
kata tersebut memiliki aktifitas internal dan eksternal. Kata syaqāwah merupakan
derivasi atau turunan dari kata syaqāwah seperti khawf (takut), ḥuzn (sedih),
dukacita, dan lain sebagainya. Semua istilah tersebut digunakan secara khusus
untuk mereka yang berpaling dari Tuhan dan menolak petunjuk-Nya, dan berlaku
Menurut al-Attas, salah satu hal terpenting yang membuat manusia bahagia
atau menderita adalah berkaitan erat dengan petunjuk Allah (hudā Allāh).
kehidupan di dunia ini, maka hakikatnya orang tersebut sedang menderita dan
hidup dalam kesengsaraan. Walupun secara kasat mata orang tersebut tampak
bahagia karena kecukupan harta, jabatan yang tinggi, dihormati banyak orang, dan
memiliki keluarga yang sejahtera dan bahagia. Begitu pula sebaliknya, seseorang
kebahagiaan dan terlepas dari kesengsaraan. Walaupun secara kasat mata, orang
tersebut tidak mempunyai harta, hanya sebagai rakyat biasa, rumah yang tidak
petunjuk dari Allah dan berbahagia di dunia, dalam pengertian orang tersebut
kini ada merupakan peradaban yang telah membuang petunjuk Tuhan dalam
menguasai teknologi, sains, memiliki harta, dan hal-hal lain, sebenarnya pada
Bahwa jiwa manusia yang sempurna itu bisa terjadi apabila jiwa manusia tersebut
telah suci keinginan-keinginan prasial duniawi. Jiwa yang suci dan bersih inilah
yang bisa menembus batas-batas pengetahuan akan Allah (ma‘rifat Allāh) dan
30
Al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam, h. 86.
31
Al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam, h. 86.
BAB V:
PENUTUP
A. Kesimpulan
Attas bukan hanya bersifat materi tetapi juga non-materi, bukan hanya bersifat
fisik tetapi juga non-fisik, tidak hanya didapatkan di dunia ini tetapi juga kelak di
merupakan kebalikan dari kebahagiaan fisik, yaitu bersifat kekal, dan selamanya.
kebahagiaan hanya dapat dirasakan di dunia ini saja. Sedangkan aspek spiritual
akhirat sebagai tempat kembali yang sebenarnya, dan akhirnya mereka bersifat
sekuler, dalam artian menegasikan hal-hal yang bersifat spiritual seperti agama
57
58
yang berorientasi pada kesenangan dan ketenangan spiritual yang bertujuan untuk
B. Rekomendasi
pandang muslim terhadap realitas ini masih perlu dikaji secara komprehensif.
Penelitian ini hanya menyentuh sedikit dari aspek pemikiran al-Attas. Masih
banyak dari pemikiran dan gagasan yang dikembangkan olehnya yang perlu dan
patut untuk dikembangkan terutama dalam tatanan praktek. Oleh karena itu,
Abdullah, Abdur Rahman Haji, Pemikiran Islam di Malaysia: Sejarah dan Aliran.
Jakarta: Gema Insan Press, 1997.
_______, Islam dan Filsafat Sains, terj. Sauful Muzani. Bandung: Mizan, 1995.
_______, Tinjauan Ringkas Peri Ilmu dan Pandangan Alam. Pulau Pinang:
Universiti Sains Malaysia, 2007.
Badarudin, Kemas, Filsafat Pendidikan Islam: Analisis Pemkiran Prof. Dr. Syed
Muhammad al-Attas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
Daud, Wan Mohd Nor Wan, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed
Muhammad Naquib Al-Attas, terj. Hamid Fahmy. Bandung; Pustaka, 2003.
Diener, E., R.E.Lukas, ‗Subjective Well Being: The Science of Happiness and
Life Satification‘, dalam C.R.Synder dan S.j. Lopez, Handbook of Positive
Psychology. New York: Oxford University Press, 2005.
59
60
Al-Ghazālī, Abū Ḥāmid, Iḥyā ‘Ulūm al-Dīn. Beirut: Dar al-Fikr, 2009.
_______, Kimia al-Sa‘adah, terj. Dedi Slamet Riyadi. Jakarta: Zaman, t.t.
_______, Ma‘ārij al-Quds fī Madārij Ma‘rifat al-Nafs. Beirut: Dar al-Kutub al-
‗Ilmiyyah, 1986.
Hourani, George F., ‗Ethical Presupposition of the Qur‘an‘, dalam Muslim World,
Vol. LXX, Januari 1980.
Leaman, Oliver, Pengantar Filsafat Islam, terj. Amin Abdullah. Jakarta: Rajawali
Press, 1989.
Mustaim, ‗Etika dan Ajaran Moral Filsafat Islam: Pemikiran Para Filosof Muslim
tentang Kebahagiaan‘, dalam Jurnal Ulumuna, Vol. 17, No. 1, 2013.
Al-Qar, ‗Aidh Abdullah, La Tahzan, terj. Samson Rahman. Jakarta: Qisthi Press,
2004.
Quasem, Muhammad Abul, Etika al-Ghazali: Etika Majemuk dalam Islam, terj.
Mahyuddin. Bandung: Pustaka, 1988.
61
Sentanu, Erbe, Quantum Ikhlas: Teknologi Aktivasi Kekuatan Hati. Jakarta: Elex
Media Komputindo, 2008.
Setia, Adi, ‗Epistemologi Islam Menurut al-Attas: Satu Uraian Ringkas‘, dalam
Islamia, Vol. 2, no. 6, Juli-September, 2005.
Sharif, M.M., Para Filosof Muslim, terj. Ilyas Hasan. Bandung: Mizan, 1985.
Suseno, Franz Magnis, 13 Tokoh Etika Sejak Zaman Yunani Sampai Abad ke-19.
Yogyakarta: Kanisius, 1997.