Anda di halaman 1dari 79

KONSEP KEADILAN

JOHN RAWLS DAN MURTADHA MUTHAHHARI

Skripsi
Diajukan dalam Rangka Memenuhi Salah Satu Persyaratan untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S. Ag)

Oleh

Zia Ulhaq Alfiyah

(11140331000080)

PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2018 M/1440 H
ABSTRAK

Zia Ulhaq Alfiyah

KONSEP KEADILAN JOHN RAWLS DAN MURTADHA MUTHAHHARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gagasan keadilan


menurut John Rawls dan Murtadha Muthahhari. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah deskriptif analitis. Sementara itu, teknik dalam pengumpulan
data yang digunakan dalam penelitian ini ialah kajian pustaka (library research)
dengan menggunakan buku A Theory of Justice karya John Rawls dan Keadilan
Ilahi karya Murtadha Muthahhari sebagai sumber primernya. Gagasan Rawls
mengenai keadilan mengkritik paham Utilitarianisme dan mencoba
mengkonstruksi teori kontrak sosial, kritik terhadap paham utlitarianisme yang
mengajarkan bahwa benar dan salahnya peraturan atau tindakan manusia
tergantung pada konsekuensi langsung dari peraturan atau tindakan tertentu yang
dilakukan, utilitarianisme gagal untuk menjamin keadilan sosial karena lebih
mendahulukan asas manfaat dari pada asas hak. Teori keadilan yang memadai
harus dibentuk dengan pendekatan kontrak dimana prinsip-prinsip keadilan yang
dipilih sebagai pegangan bersama sungguh-sungguh merupakan hasil kesepakatan
bersama dari semua person yang bebas, rasional, dan sederajat, pendekatan
kontrak sosial ini Rawls kontruksi untuk mewujudkan gagasan keadilan sosial
dengan dua prinsip besar mengenai keadilan, disisi lain hadir seorang pemikir
Islam Murtadha Muthahhari yang sama membicarakan keadilan sosial meski tidak
seluas Rawls namun mereka sama-sama bicara dan memperjuangkan keadilan
sosial bagi masyarakat meski berbeda dalam metodologi penalaran tiga teori
etikanya. Immanuel Kant sebagai tolak ukur Rawls dalam merumusakan teori
keadilannya yakni etika Deontologis, sedangkan Murtadha Muthahhari
pendekatan yang dilakukan adalah etika Teleologis sama dengan Aristoteles.
Teori keadilan yang memadai adalah teori yang mampu mengakomodasi sebuah
kerjasama sosial yang pada saatnya akan mendukung terbentuknya suatu tertib
dan teratur.

Kata Kunci : Keadilan, John Rawls, Murtadha Muthahhari, Teleologis,


Deontologis, Utilitarianisme

v
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan banyak nikmat kepada

manusia. Alhamdulillah penulis haturkan kehadirat Allah Swt berkat Rahman dan

Rahim-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa shlawat serta salam

semoga senantiasa dilimpahkan kepada nabi reformasi kita nabi Muhammad Saw,

karena perjuangan beliaulah kita bisa menikmati indah dan damainya Islam serta

iman kepada Allah Swt.

Dengan sangat bahagia meskipun dengan bentuk dan penulisan yang

sangat sederhana, skripsi yang berjudul KONSEP KEADILAN JOHN RAWLS

DAN MURTADHA MUTHAHHARI dapat terselesaikan. Bagi penulis hal ini

bukan pekerjaan yang mudah, namun dengan tekad yang kuat dan doa penulis

dapat menyelesaikan studi di Fakultas Ushuluddin Jurusan Aqidan dan Filsafat

Islam, Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam penulisan ini, penulis menyadari bahwa tanpa kontribusi pemikiran,

gagasan dan dorongan dari berbagai pihak akan sulit terselesaikan. Oleh karena

itu dengan segala hormat dan terimakasih yang sebesar-besarnya penulis haturkan

kepada:

1. Iqbal Hasanuddin, M. Hum, sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah

bersedia meluangkan waktunya untuk mengoreksi dan memberikan banyak

masukan dan saran dalam skripsi ini.

2. Dra. Tien Rohmatin, M. Ag, selaku Ketua Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam

dan Dr. Abdul Hakim Wahid, M.A, selaku sekretaris Jurusan Aqidan dan

Filsafat Islam.

vi
3. Seluruh staf civitas akademika Fakultas Ushuluddin beserta Bapak dan Ibu

Dosen yang telah membimbing penulis selama menjalankan studi.

4. Suami terkasih Andi Setiawan yang selalu memberi dorongan, semangat dan

doa, yang tak henti-henti dan selalu ada menemani penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

5. Teruntuk anakku tercinta Muhammad Shidqi Al-Fatih yang selalu memberikan

senyuman ditengah-tengah kegalauan skripsi.

6. Kedua orang tua ayah Faqih Hermansyah yang selalau memberi doa dan

mamah alm. Eem Emalia yang telah melahirkan dan membesarkan penulis,

serta adik-adik faiz dan Alvin.

7. Kepada bapak Pipip A. Rifai Hasan, Ph.D selaku orang tua asuh penulis yang

telah membiayai tempat tinggal penulis sampai selesai kuliah.

8. Kepada bapak Rahmat dan keluarga yang telah menjadi orang tua asuh

sementara penulis.

9. Sahabat-sahabat Ayu Alfiah Jonas, Amna, Usman, Nisa, Ria, Aya, Via Elga,

Dani yang telah menemani dan berjuang bersama-sama di kampus tercinta.

Terimakasih atas bantuan yang diberikan kepada penulis baik materi

maupun immateri kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu

dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga Allah Swt memberikan balasan yang

berlipat dan menjadikannya amal jariyah yang tidak akan terputus, Aamiin.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan

para pembaca umumnya.

Jakarta, 12 Desember 2018


Penulis

Zia Ulhaq Alfiyah

vii
PEDOMAN TRANSLITEARASI

Arab Indonesia Inggris Arab Indonesia Inggris

‫ا‬ a a ‫ط‬ ṭ ṭ

‫ب‬ b b ‫ظ‬ ẓ ẓ

‫ت‬ t t ‫ع‬ „ „

‫ث‬ ts th ‫غ‬ gh gh

‫ج‬ j j ‫ف‬ f f

‫ح‬ ḥ ḥ ‫ق‬ q q

‫خ‬ kh kh ‫ك‬ k k

‫د‬ d d ‫ل‬ l l

‫ذ‬ dz dh ‫م‬ m m

‫ر‬ r r ‫ن‬ n n

‫ز‬ z z ‫و‬ w w

‫س‬ s s ‫ه‬ h h

‫ش‬ sy sh ‫ء‬ , ,

‫ص‬ ṣ ṣ ‫ي‬ y y

‫ض‬ ḍ ḍ ‫ة‬ h h

VOKAL PANJANG

Arab Indonesia Inggris

‫آ‬ ā ā

‫إى‬ ī ī

ْ‫أو‬ ū ū

viii
DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL……………………………….………………….…...……… ii
LEMBAR PERNYATAAN….………………….………………….…..……… iii
LEMBAR PENGESAHAN….………………….………………….…..……… iv
ABSTRAK….………………….………………….……………………..……… v
KATA PENGANTAR….………………….………...…………….…........…… vi
PEDOMAN TRANSLITERASI….………………….…………….…..…..… viii
DAFTAR ISI….………………….…………….…..……………………...….… ix
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah…………………………………...……........….….. 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah…………………………………...………… 6
C. Tujuan dan Manfaat penelitian……………………………………………… 7
D. Tinjauan Pustaka………………………………………………………….…. 7
E. Metode Penelitian…………………………………………………………… 8
F. Sitematika Penulisan……………………………………………………….. 10

BAB II: GAGASAN KEADILAN DALAM SEJARAH FILSAFAT


A. Filsafat Yunani……………………..……………………………...……….. 11
A.1. Platon……………………………………………………………….... 11
A.2. Aristoteles……………………………………………………….….... 12
B. Filsafat Islam…………………………………………………….…………. 19
B.1. Ibn Miskawayh……………..………………...…………………….... 19
B.2. Ibn Rusyd………………………...…………...…………………….... 21
C. Filsafat Modern………………………………………………………….…. 24
C.1. Immanuel Kant……………….…………..………… ……………..... 24
C.2. John Stuart Mills……………….………….. ……………..………..... 27
D. Tiga Teori Etika tentang Keadilan………………………………….……… 32

BAB III: BIOGRAFI JOHN RAWLS DAN MURTADHA MUTHAHHARI


A. Riwayat Hidup John Rawls……………………..………………………..… 38

ix
A.1. Riwayat Hidup dan Pendidikan……….……..……………………..... 38
A.2. Karya-karya……….……..………………………………..………..... 41
B. Biografi Murtadha Muthahhari………………………...…………….…….. 42
B.1. Riwayat Hidup dan Pendidikan ……………..……………………..... 42
B.2. Karya-karya ……………..………………………..………………..... 45

BAB IV: KONSEP KEADILAN JOHN RAWLS DAN MURTADHA


MUTHAHHARI
A. Konsep Keadilan John Rawls……………………………………...………. 47
A.1. Problem Keadilan menurut John Rawls………..…………………..... 47
A.2. Metodologi Penalaran………..……………………………………..... 49
A.3. Gagasan Keadilan John Rawls………..……………………..……..... 50
B. Konsep Keadilan Murtadha Muthahhari…….…...………….…….……….. 55
B.1. Problem Keadilan Menurut Murtadha Muthahhari………………….. 55
B.2. Metodologi Penalaran………..……………………………………..... 56
B.3. Gagasan Keadilan Murtadha Muthahhari……………...…………...... 58

BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………….……………………………...…… 65
B. Saran…………………………………………………………….…………. 66
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….. 67

x
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam sebuah negara demokrasi muncul berbagai persoalan seperti

masalah ekonomi, sosial, dan politik yang menjadi persoalan sentral. Persoalan ini

terjangkit pada penduduk negara yang plural dalam keyakinan, asal primordial,

latar pendidikan, tingkat ekonomi, dan strata sosial. Dengan fakta kemajemukan

penduduk suatu negara ini kita bertanya bagaimana keadilannya? Bisakah

keadilan itu terwujud?

Teori-teori sosial-politik klasik seperti yang dijelaskan Thomas Hobbes

dan John Locke mengenai kontrak sosial. Manusia yang tadinya individu-individu

yang tercecer layaknya populasi berkomitmen untuk membentuk komunitas

sosial, memulai hidup berkelompok agar keamanan antar individu terjamin

melalui kontrak sosial. Meskipun menjelaskan terciptanya komunitas sosial dan

pada kemudian negara, teori sosial-politik klasik tak membahas mengenai bentuk

keadilan pada masyarakat plural dan cara mencapainya. 1

Thomas Hobbes seperti dikutip oleh Henry J. Shcmandt mengatakan

bahwa manusia memiliki state of nature sebagai makhluk yang egoistis dan

agresif, manusia bagi manusia lainnya adalah serigala. Masing-masing saling

menyerang, manusia dalam keadaan perang, suatu saat mereka menyadari untuk

bisa mendapatkan keamanan dan mempertahankan diri harus melakukan kontrak

sosial. Semua senjata diserahkan kepada satu tirani yang disepakati agar masing-

1
Henry J. Schmandt, Filsafat Politik Terj. Ahmad Baidowi dan Imam Baehaqi
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), h..301.

1
masing pengikut kontrak sosial tidak lagi saling menyerang sang tiran akan

mengawasi tindak-tanduk partisipan kontrak sosial. Tirani ini Hobbes

menyebutnya sebagai Leviathan.2

Berbeda dengan Hobbbes, John Locke menjelaskan mengenai sebab

terjadinya kontrak sosial dengan titik berangkat berbeda, menurutnya state of

nature manusia itu dalam keadaan damai, tenang, tentram, untuk menjamin

keadaan ini berlangsung lama maka dibentuklah kontrak sosial ini akan

membentuk sebuah pemerintahan yang menjamin hak asasi manusia terjaga dan

tidak dilanggar oleh pihak lain.3

Dalam pemikiran kedua tokoh tersebut belum tersebutkan masalah

penegakan keadilan dan bentuk keadilan yang cocok dengan masyarakat plural

dalam sebuah negara dengan sistem pemerintahan demokrasi. Tulisan ini akan

membahas mengenai teori keadilan yang diutarakan oleh John Rawls dalam

bukunya A Teory of Justice yang penulis pikir bisa menjawab dua pertanyaan

yang telah penulis sebutkan pada paragraf sebelumnya, bagaimana bentuk

keadilan pada masyarakat plural? Bisakah keadilan itu terwujud?

Negara bersistem demokrasi memiliki masyarakat yang plural dalam

keyakinan (agama, ideologi), asal primordial, pendidikan, tingkat ekonomi, dan

strata sosial. Perbedaan inilah yang mengantarkan manusia pada perbedaan self

interest, yang berujung pada kegiatan-kegiatan sosia-politik untuk memenuhi self

interest tersebut. Kemudian akan muncul masyarakat yang berhasil dan yang

gagal dalam pemenuhan self interest. Maka terciptalah kesenjangan ekonomi,

sosial, politik diantara masyarakat. Masyarakat yang kurang beruntung dalam

2
Henry J. Schmandt, Filsafat Politik, h. 302.
3
Henry J. Schmandt, Filsafat Politk, h. 329.

2
pemenuhan self interest akan mendapatkan keterbatasan untuk mengekspresikan

kebebasan4.

John Rawls seorang liberal-sosialis, di satu sisi ia mementingkan

terjaminnya kesetaraan, kebebasan, dan hak individu dalam kehidupan sosial,

ekonomi, dan politik, namun di sisi lain ia memperhatikan kesejahteraan

kelompok masyarakat yang paling tidak beruntung dan menganjurkan untuk

menyelamatkan orang-orang tidak beruntung untuk mendekat pada kesejahteraan,

pendapatan dan otoritas. Dengan demikian , bisa dimengerti mengapa John Rawls

memiliki dua prinsip besar mengenai keadilan.5

Prinsip pertama adalah The Greatest Equal Principle, prinsip persamaan

hak. Prinsip yang kedua adalah The Different Principle, yang lanjutannya adalah

The Principle of Equaliy of Opportunity.

Menurut John Rawls, prinsip pertama hanya bisa berlaku pada posisi asli

(original position), prinsip kebebasan berlaku secara luas ketika kesetaraan itu ada

pada seluruh masyarakat. Tapi keadaan sekarang pada masyarakat adalah

kesenjangan antar elemen masyarakat, mengapa terjadi? Karena adanya

overlapping consensus yang disebabkan oleh reasonable disagreement, sebuah

keniscayaan yang ada pada pemerintahan demokrasi mengenai perbedaan

pendapat yang akhirnya memenangkan sebagian pihak saja (walaupun

ketidaksepakatan ini rasional tetapi tetap ada yang diuntungkan dan dirugikan),

perbedaan ini hanya bisa diselesaikan dengan dua cara, dengan koersi dari yang

4
John Rawls, Teori Keadilan Terj. Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo (Yogyakarta:
PUSTAKA PELAJAR, 2006), h. 12-19.
5
John Rawls, Teori Keadilan, h. 72.

3
dominan ke yang lemah, atau menggunakan prinsip kedua The Different Principle

dan The Principle of Equaliy of Opportunity.6

The veil of ignorance mengakibatkan masyarakat tidak menyadari akan

keadaan kesenjangan tersebut hingga tak menyetujui The Different Principle dan

The Principle of Equaliy of Opportunity. Dengan argument-argumennya, satu hal

sebenarnya yang ingin John Rawls perkuat, yaitu Justice as fairness. Baik bagi

pihak beruntung dan tidak beruntung. 7

Muncul Robert Nozick lebih radikal lagi yang sezaman sekaligus kritikus

Rawls, ia seorang individualis radikal. Menurutnya, kesenjangan terjadi pada

masyarakat adalah keniscayaan yang tidak perlu diselesaikan, kendatipun

diselesaikan keadaan kesenjangan akan kembali lagi dan akan terus kembali bak

jamur di musim hujan, maka keadilan bukanlah berarti membantu orang yang

paling tidak beruntung untuk sejahtera, bahkan justru menurut Nozick dengan

menolong mereka berarti sudah melakukan ketidakadilan.8

Menurut Nozick keadilan adalah apa yang terjadi pada Lockean Situation.9

Situasi Lockean, dimana manusia saling berdamai, terjaga hak-haknya dan

memiliki kebebasan sangat luas, tetapi keadaan ini adalah suatu utopia. Negara

minimal adalah negara yang mendekati dengan Lockean Situation, negara tidak

boleh ikut campur dalam kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat, menurut

Nozick, Popper benar ketika mengatakan negara adalah sebuah kejahatan yang

dibutuhkan, meski kadang kala mengintervensi kebebasan masyarakat, di sisi lain

negara bisa menjaga masyarakatnya dari pelanggaran hak. Negara bisa

6
John Rawls, Teori Keadilan, h. 89.
7
John Rawls, Teori Keadilan, h. 129.
8
Robert Nozick, Anarchy, State, and Utopia (Oxford:Blackwell, 1974), h. 78.
9
John Rawls, Teori Keadilan, h. 144.

4
menyediakan fasilitas publik yang apabila dibuat sendiri oleh individu akan

membutuhkan biaya yang sangat besar.10

Sebagai komparasi dari konsep keadilannya Rawls, bagaimana Islam

beribicara mengenai konsep keadilan, yang kebetulan penulis menghadirkan

seorang tokoh pemikir Islam Murtadha Muthahhari sebagai komparasi dari

pemikiannya Rawls mengenai keadilan. Kita akan menjumpai beberapa kesamaan

dan perbedaannya , kemudian yang menyebabkan faktor pemikirannya sama atau

berbeda, penulis akan mencoba melacak melalui metodologi penalaran dan

pendekatan tiga teori etika yang Rawls atau Murtadha Muthahhari pakai dan

tawarkan.

Murtadha Muthahhari mengemukakan bahwa konsep adil dikenal dalam

empat hal; pertama, adil bermakna keseimbangan, dalam arti suatu masyarakat

yang ingin tetap bertahan dan mapan maka keadaan masyarakat tersebut harus

berada dalam keadaan seimbang. Dimana segala sesuatu yang ada didalamnya

harus eksis dengan kadar semestinya dan bukan dengan kadar yang sama.

Keseimbangan sosial mengharuskan kita melihat neraca kebutuhan dengan

pandangan yang relatif melalui penentuan keseimbangan yang relevan dengan

menerapkan potensi yang semestinya terhadap keseimbangan tersebut. Kedua,

adil adalah persamaan terhadap penafian perbedaan apapun. Ketiga, memelihara

hak-hak individu dan memberikan hak kepada setiap orang yang berhak

menerimanya, dan keadilan seperti ini adalah keadilan sosial yang harus dihormati

10
Robert Nozick, Anarchy, State, and Utopia, h. 183.

5
di dalam hukum manusia dan setiap individu diperintahkan untuk menegakannya.

Ke empat, adil adalah memelihara hak atas berlanjutnya eksistensi. 11

Keadilan dalam sejarah perkemabangan pemikiran filsafat Islam tidak

terlepas dari persoalan keterpaksaan dan kebebasan, yang kemudian muncul dari

dua kalangan para teolog Muslim yaitu Mu’tazilah dan Syi’ah (membela keadilan

dan kebebasan) dan Asy’ariyah (keterpaksaan atau campur tangan Allah).12

Sepertinya konsep keadilan Murtadha Muthahhari sama seperti

keadilannya Aristoteles yakni teori keadilan komutatif, yaitu keadilan yang

menegakan kesetaraan, keseimbangan, keharmonisan seseorang dengan pihak

lain.

Dengan demikian penulis akan mencoba menulis mengenai konsep

keadilan dari John Rawls yang bermuara pada keadilannya Imannual Kant

sedangkan konsep keadilannya Murtadha Muthahhari lebih menyerupai konsep

keadilannya Aristoteles yang dinalisis melalui tiga teori etika (teleologis,

utilitarian, dan deontologis), lebih lanjut akan dilacak melalui metodologi

penalaran yang mereka gunakan.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Dari uraian dalam latar belakang masalah di atas dan untuk menghindari

pembahasan masalah yang terlalu luas dalam penelitian maka penulis membatasi

dalam skala atau ruang lingkup yang lebih sempit hanya pada konsep keadilan

dalam perspektif John Rawls dan Murtadha Muthahhari, maka berdasarkan

masalah di atas maka rumusannya adalah: Bagaimana pandangan John Rawls dan

Murtdha Muthahhari mengenai konsep keadilan?


11
Murtadha Muthahhari, Keadilan Ilahi: Asas Pandangan Dunia Islam Terj. Agus Efendi
(Bandung: Mizan, 1995), h. 16 dan 63.
12
Murtadha Muthahhari, Keadilan Ilahi, h. 27.

6
C. Tujuan dan Manfaat penelitian

Secara umum penelitian ini ingin mengetahui dan menjelaskan bagaimna

konsep keadilan bisa terwujud dalam masyarakat yang plural yang berdasarkan

sistem pemerintahan demokratis yang penjabarannya menggunakan metode yang

fasih dan bahasa yang mudah dipahami. Secara terperinci penelitian ini bertujuan :

Untuk mengetahui konsep keadilan John Rawls dan Murtadah Muthahhari dan

bagaimna metodologi penalaran yang John Rawls atau Murtadha Muthahhari

gunakan.

Sedangkan manfaat penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui bagaimana konsep keadilan John Rawls dan Murtadha

Muthahhari melalui metodologi penalaran yang mereka gunakan

2. Menambah khazanah kepustakaan atau literatur di Indonesia khususnya

konsep keadilan John Rawls dan Murtadha Muthahhari,

3. dan diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat melengkapi penelitian-

penelitian sebelumnya.

D. Tinjauan Pustaka

Berdasarkan pengamatan penulis di Perpustakaan Umum UIN Syarif

Hidayatullah dan Perpustakaan Pasca Sarjana, sudah terdapat beberapa penelitian

yang mengaji konsep keadilan John Rawls, diantara penelitian-penelitian tersebut

yaitu:

Pertama, skripsi yang berjudul “Keadilan Sosial Menurut John Rawls”

(Skripsi, 2010) yang ditulis oleh Mawardi Jurusan Aqidah dan Filsafat , Fakultas

Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta . Dalam penelitian yang ia lakukan

7
membahas bagaimana timbul permasalahan keadilan sosial dan prinsip-prinsip

dasar bagi terwujudnya sebuah masyarakat yang adil.

Kedua, skripsi yang berjudul “Konsep Keadilan John Rawls dan

Relevansinya terhadap Pengembangan Masyarakat” (skripsi, 2009) yang ditulis

oleh Amadi Tubagus Shaleh Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Dakwah dan Ilmu

Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta . Dalam skripsi ini ia membahas

relevansi konsep keadilan John Rawls terhadap proses pengembangan masyarakat

sehingga menemukan koreksi dan praktek pengembangan masyarakat.

Ketiga, tesis yang berjudul “Studi Komparatif atas Pemikiran Rawls dan

Fazlur Rahman” (Tesis, 2009) yang ditulis oleh Drs. Ulumuddin program

Magister Aqidah Filsafat, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dalam tesis ini ia

membahas mengenai konsep pemikiran John Rawls dan Fazlur Rahman, gagasan,

konsep, serta persamaan dan perbedaanya.

Perbedaan dengan penulis dari skripsi-skripsi dan tesis di atas adalah

penulis fokus pada bagaimana konsep keadilan menurut John Rawls dan

Murthada Muthahhari dan bagaimana metodologi penalaran yang mereka

gunakan.

E. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan Liberary Research yang menggunakan sumber

primer dari buku yang ditulis langsung oleh John Rawls dan Murtadha

Muthahhari yaitu : John Rawls, A Theory of Justice (London: Oxford University

Press,1971), dan Murtadha Muthahhari, Keadilan Ilahi: Asasa Pandangan-Dunia

Islam (Bandung: Mizan, 1995).

8
Serta buku-buku yang ditulis oleh penulis terdahulu maupun sekarang

yang memuat biografi, pemikiran, dari kedua tokoh tersebut dan buku-buku

lainnya yang dijadikan sebagai sumber sekunder. Adapun sumber sekunder yang

digunkan adalah: Aristoteles, Nicomachean Ethics, Terj, Embun Kenyowati,

Jakarta: TERAJU, 2004. Andre Ata Ujan, Keadilan dan Demokrasi: Telaah

Filsafat Politik John Rawls, Yogyakarta: Kanisius, 2001. Henry J. Schmandt,

Filsafat Politik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002. Franz Magnis Suseno, Pijar-

Pijar Filsafat: dari Gatcholoco ke Filsafat Permpuan, dari Adam Muller ke

Posmoderenisme, Yogyakarta: Kanisius, 2009. Dan Franz Magnis Suseno, 13

Tokoh Etika, Yogyakarta: Kanisius, 1997.

Dan banyak buku-buku lainnya yang dijadikan sumber sekunder dalam hal

ini bahan-bahan pustaka itu diperluakan sebagai sumber ide untuk menggali dan

mengeksplor pemikiran atau gaggasan baru, sebagai bahan dasar melakukan

deduksi dari pengetauan yang sudah ada sehingga kerangka teori baru dapat

dikembangkan atau sebagai dasar pemecahan masalah.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analitis yaitu dengan

mendeskripsikan secara terperinci terkait dengan masalah yang hendak diteliti,

dalam hal ini akan mendeskripsikan seputar konsep keadilan John Rawls dan

Murtadha Muthahhari. Kemudian menganalisis setiap masalah apa saja yang

muncul dalam deskripsi yang dipaparkan sebelumnya, pada akhirnya dengan

analisis konten yang cermat akan diharapkan memperoleh pemahaman secra

komprehensif mengenai konsep keadilan John Rawls dan Muradha Muthahhari

melalui metodologi penalaran yang mereka gunakan.

9
Teknik penulisan pada penelitian ini mengacu pada buku standar Pedoman

Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang diterbitkan Center for Quality

Development and Assurance (CeQDA) UIN Syarif Hidaytullah Jakarta. Untuk

pedoman transliterasi mengikuti jurnal Ilmu Ushuluddin diterbitkan oleh HIPIUS

(Himpunan Peminat Ilmu-Ilmu ushuluddin) tahun 2010.

F. Sitematika Penulisan

Agar tersusun penelitian ini, maka penulis menyusun sistematika

pembahasan sebagai berikut :

BAB I. Pendahulan. Yang meliputi; Latar belakang Masalah, Batasan dan

Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metode

Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II. Gagasan Keadilan dalam Perspektif Sejarah Filsafat. Yang

meliputi; Filsafat Yunani dengan tokoh Platon dan Aristoteles, Filsafat Islam

dengan tokoh Ibn Miskawayh dan Ibn Rusyd, Filsafat Moderen dengan tokoh

Immanuel Kant dan John Stuart Mill dan Tiga Teori Etika tentang Kadilan.

BAB III. Biografi Yang meliputu; Riwayat Hidup dan Karya-Karya John

Rawls serta Riwayat Hidup Murtadha Muthahhari dan karya-karyanya.

BAB IV. Konsep Keadilan John Rawls dan Murtadha Muthahhari Yang

meliputi; Konsep Keadilan John Rawls; Problem Keadilan, Metode Penalaran,

dan Gagasan Keadilan, dan Konsep Keadilan Murtadha Muthahhari: Problem

Keadilan, Metode Penalaran, dan Gagasan Keadilan.

BAB V. Penutup. Yang meliputi; Kesimpulan, dan Saran.

10
BAB II

GAGASAN KEADILAN DALAM SEJARAH FILSAFAT

A. Filsafat Yunani

A.1. Platon

Etika dalam perspektif Platon meski secara eksplisit Platon tidak menulis

mengenai etika namun banyak sekali dialog-dialog dalam uraiannya bernada

etika, karena buku etika sendiri baru ditulis pertama kali oleh muridnya yakni

Aristoteles. Platon bicara mengenai bagaimana cara untuk memahami hidup yang

baik, hal tersebut bisa kita pahami dari cara pandang Platon melihat realitas

dengan ajaran idea.1

Platon lahir pada tahun 427 SM ditengah-tengah kekacauan perang

Pelopones ia lahir dari seorang bangsawan contoh teladan baginya adalah

Socrates. Ia mendirikan sekolah akademia dan Platon meninggal pada tahun 348

SM.2

Kata Platon memahami kehidupan yang baik maka kita harus mengerti

dengan ralitas, hal ini membawa pada gagasannya tentang idea-idea. Menurutnya

realitas yang sebenarnya bukan realitas inderawi ia mengumpamakan dengan mite

gua yang terkenal itu, bagi Platon realitas sebenarnya bersifat rohani dan oleh

Platon disebut dengan idea, idea itu abadi dan tidak berubah.3

Tujuan dari etika Yunani adalah hidup yang baik, etika adalah

kebijaksanaan, menurut Platon orang itu baik apabila dikuasi oleh akal budi, dan

buruk apabila dikuasai oleh hawa nafsu, cara agar mencapai suatu hidup yang baik

1
Aristoteles, Nichomachean Ethics: Sebuah Kitab Suci Etika terj. dari The Nichomachean
Ethics oleh Embun Kenyowati ( Bandung: Teraju, 2004), cet. I, h. 15.
2
Aristoteles, Nicomachean Ethics, h. 14-15.
3
Aristoteles, Nicomachean Ethics, h. 16.

11
kita harus membebaskan diri dari kekuasaan irasional hawa nafsu dan emosi, 4

bagi Platon idea yang tertinggi adalah idea sang Baik karena baginya manusia

akan mencapai puncak eksistensinya apabila ia terarah pada yang Ilahi. 5

Untuk mengejar hidup yang bahagia kata Platon kita harus memiliki

keutamaan-keutamaan dalam hidup, Platon membedakannya dalam empat

keutaman yakni; kebijaksanaan, keberanian, sikap tahu diri dan keadilan. Dengan

keutaman tersebut ia dapat mencapai suatu hidup yang utuh dan bernilai.6

Dalam doktrin ide Platon idea keadilan dikatakan dengan idea polis

dimana akan menghasilkan sebuah hukum, menyoal keadilan ini Platon

membahas dalam karyanya yang berjudul politea/republika, menurutnya keadilan

berarti seseorang membatasi dirinya pada kegiatan dan tempat dalam hidup yang

sesuai dengan panggilan dan kesanggupannya, gagasan Platon ini berangkat dari

gagasannya mengenai idea, idea keadilan akan terealisasi bila diwujudkan dalam

suatu Negara atau komunitas yang ideal, dalam Negara ada peraturan dasar yang

disebut dengan nomos dimana didalamnnya terdapat parisipasi tentang gagasan

keadilan yang pada gilirannya berperan serta dalam gagasan kebajikan.7

A.2. Aristoteles

Aristoteles merupakan murid dari Platon dimana ia memulai

pendidikannya masuk Academia di Athena, kemudian Aristoteles menjadi guru

bagi iskandar Agung seperti gurunya Aristoteles juga mendirikan sekolah yang ia

berinama Lykaion atau sekolah paripatetik yang berarti pusat penelitian ilmiah.

4
Aristoteles, Nicomachean Ethics, h. 20.
5
Aristoteles, Nicomachean Ethics, h. 21.
6
Aristoteles, Nicomachean Ethics, h. 23.
7
Aristoteles, Nicomachean Ethics, h. 18.

12
Meskipun Aristoteles telah menjadi murid Platon selama dua puluh tahun

lamanya tapi ia tidak sama mengenai ajaran tentang idea atau sederhannya

aristoteles merupakan negasi dari gagasan ideaya platon. Bagi Aristoteles tidak

ada idea-idea abadi, baginya idea abadi adalah bentuk abstrak dari realitas indrawi

itu sendiri dimana akal budi sebagai instrumennya, kemampuan akal budi manusia

untuk membuat abstraksi mengangkat bentuk-bentuk universal dari realitas

empirisime individual jelas pendekatan yang dilakukan oleh Aristoteles adalah

Empirisisme.

Bagi Aristoteles tujuan etika adalah menuju kebahagiaan, menurutnya

filsafat politik dan etika berbeda, jika filsafat politik pusat perhatianya pada tataan

komunitas atau Negara sedangkan etika mengatur bagaimana kehidupan

individual harus diwujudkan. Keduanya tidak dipisah dengan tajam namun

menjawab bagaimana manusia harus bertindak.

Aristoteles merupakan bapak etika ia merupakan pemikir pertama didunia

yang mengidentifikasi dan mengutarakan etika secara kritis, reflektif, dan

argumentatif dengan demikian ia dianggap sebagai filosof moral pertama dalam

arti yang sebenarnya, ia adalah pendiri etika sebagai ilmu atau cabang filsafat

tersendiri.8ada tiga karya besar aristoteles dalam bidang etika; Ethika Eudomia,

Ethika Nickomacean, dan Politike.

Ia mengidentikasi bahawa etika orang Yunani mempertanyakan hidup

yang baik atau euzen. Bagi aristoteles kata baik bukan dalam arti moral sempit,

bagi aristoteles hidup yang baik bagi manusia itu hidup manusia akan bermutu

8
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika (Yogyakarta: Kanisius, 1997), cet. VII, h. 28.

13
jika ia mencapai apa yang menjadi tujuannya. 9Tujuan dari hidup manusia bagi

aristoteles apapun yang bergerak dan dilaukan manusia mesti demi sesuatu yang

benar, nilai itulah tujuannya, dan tujuan ini dicari ada yang bersifat jauh da nada

yang bersifat untuk diri sendiri. Nah apa yang kita cari demi diri sendiri? Yaitu

kebahagiaan.10 Ini merupakan tujuan bagi orang yunani juga aristoteles dimana

ketika manusia sudah mendapat kebahagiaan manusia tidak membutuhkan apa-

apa namun kebaikan untuk dirinya sendiri bukan demi suatu nilai bagi orang lain.

Tiga pokok hidup yang memuat kepuasan dalam diri; mencari nikmat,

hidup praktis, dan hidup kontemplasi.

Mencari nikamat atau hedonisme bagi Aristoteles perasaan nikmat bukan

khas dari manusiawi melainkan binatang yang selalu mencari kenikmatan.11 Tapi

Aristoteles tidak menolak bahwa perasaan nikmat itu merupakan sesuatu yang

buruk, nikmat itu baik asal tidak menjadi tujuan. Jadi mencari nikmat tidak

mungkin menghasilkan kebahagiaan karena nimat kenyataan tersendiri melainkan

selalu menyertai suatu tindakan. 12

Bagi Aristoteles nilai tertinggi bagi manusia terletak pada tindakan yang

terealisasi dari potensi manusia itu sendiri. Kegiatan khas dari makhluk bernama

manusia bagi Aristoteles yang membedakannya dengan binatang terletak dalam

akal budi dalam kerohaniannya. Kegiatan itu terlaksana pada dua pola kehidupan

yakni; kehidupan politis (melalui praxis) dan kontemplasi filosofis Theoria.13

Praxis adalah kehidupan etis yang terwujud melalui partisipasi dalam

kehidupan masyarakat merealisasikan semua bagian manusia termasuk rohani.

9
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika, h. 29.
10
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika, h. 30.
11
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika , h. 30-31.
12
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika, h. 32.
13
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika, h. 33.

14
Theoria mengangkat jiwa manusia pada hal-hal Ilahi, ia adalah murni kegiatan

akal budi.

Theoria renungan dalam arti memandang realitas-realitas rohani bagi

Aristo manusia adalah Zoon logon echon makhluk yang memiliki roh, dalam

renungan roh dilibatkan atau digiatkan. Objek renungan adalah realitas yang tidak

berubah atau abadi yang Ilahi karena itu yang paling membahagiakan manusia

adalah perenungan hal-hal yang abadi dan Ilahi.14

Praxis merupakan wilayah tindakan etis yang sebenar-benarnya, dimana

tindakan itu bernilai sendiri sedangkan dampak atau outputnya adalah hal lain.15

Etis sama dengan politis dan praktis, manusian bertindak etis melalui segala

tindakan dalam rangka kesosialannya terutama berpartisipasi dalam pemajuan

Negara dan kota. Sederhananya, manusia bertindak etis yakni merealisasikan diri

dan dapat mencapai suatu optimum kebahagiaan.

Perbedaan antara Platon dan Aristoteles, bagi Platon antara theori dan

politik keduanya menyatu, berpolitik dengan baik berarti merenungkan idea-idea

abadi yang merupakan hakikat nyata dari apa yang terjadi didalam alam fana

didunia. Khususnya idea mengenai keadilan kemudian terejawantah pada praktek

politik, namun bagi Aristoteles tidak ada hubungan antara theoria dengan praxis

keduanya ada berkaitan Aristoteles tidak mengakui adanya idea-idea abadi,

menurutnya theoria diarahkan pada bagian realitas yang tidak berubah termasuk

alam, binatang, dan ilmu pasti, sedangkan praxis bergerak dialam manusia dan

14
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika, h. 33.
15
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika, h. 34.

15
manusia termasuk alam yang berubah jadi alam yang berubah tidak mungkin

mengacu pada alam yang tidak berubah.16

Hidup yang etis terlaksana dalam praxis yaitu dalam tindakan-tindakan

yang merealisasikan hakikat dan potensi-potensi manusia sebagai makhluk sosial,

terutama melalui parisipasi dalam kehidupan Negara. 17

Muncul pertanyaan selanjutnya, bagimana cara kita dalam bertindak

dalam bahasa Aristoteles ada apa yang disebut dengan Pengertian yang tepat atau

orthos logos , dimana kemampuan rasanya selalu akan mengerti bagaimana ia

harus betindak secara tepat dalam situasi tertentu atau mempunyai insting etis,

begitu paham Aristoteles menghasilkan kemampuan untuk berindak menurut

orthos logos18.

Untuk bertindak menurut orthos logos kita harus memperhatikan

keutamaan atau arête menurut Aristoteles keutamaan-keutamaan adalah sikap

batin yang dimiliki manusia. Ia membagi keutamaan dalam dua bagian yakni

keutmaan intelektual dan keutamaan etis dimana sikap yang pertama merupakan

sikap akal budi dan yang kedua merupakan sikap kehendak. Kemampuan untuk

selalu bertindak menurut pengertian yang tepat adalah kebijaksanaan atau

phronesis bagi Aristoteles phronesis dapat didefinisikan sebagai kebiasaan

bertindak berdasarkan pertimbangan yang tepat dalam bidang masalah baik atau

buruk bagi manusia.19 Dan oleh karena itu orang yang memiliki phronesis tahu

bagaimana bertindak dengan tepat.

16
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika, h. 35.
17
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika, h. 36.
18
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika, h. 37.
19
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika , h. 38.

16
Kemudian persoalan selanjutnya bagaimana mengembangkan phronesis

ini?, phronesis bukan suatu yang diajarkan melainkan dapat tumbuh dari

pengalaman dan kebiasaan untuk bertindak etis, semakin seseorang mantap dalam

bersikap etis maka kemampuan untuk bertindak menurut orthos logis semakin

bertambah pula. Kemampuan untuk bertindak secara etis didukung oleh

keutamaan-keutamaan etis, keutamaan membuat orang melakukan apa yang baik

dan tepat. Karena itu kepribadian moral yang kuat adalah kepribadian yang

memiliki keutamaan-keutamaan. Keutamaan-keutamaan tersebut dijelaskan dalam

buku Aristoteles yang berjudul etika nikomachean,20 salah satu diantara

keutamaan-keutamaan tersebut adalah keadilan.

Aristoteles menulis bahwa kata “ adil “ adalah apa yang mengikuti aturan

atau hukum dan jujur atau adil dan tidak adil adalah apa yang tidak mengikuti

aturan hukum dan tidaklah jujur atau tidak adil.21

Orang yang mengikuti hukum adalah adil dan pelanggar hukum adalah

tidak adil, mengikuti hukum berarti adil karena dengan mengikuti hukum adalah

cara undang-undang dalam mendefinisikan hukum membuat aturan tujuannya

adalah mengamankan yang terbaik dan dari pemegang kekuasaan, karena itu adil

yang menghasilkan menyelamatkan kebahgiaan untuk komunitas sosial dan

politik.22

Keadilan semacam itu adalah kebajikan atau keutamaan dalam arti tanpa

syarat tetapi dalam hubungan dengan orang-orang disekitar kita keadilan dianggap

sebagai nilai yang tertingi diantara keutamaan yang lainnya karena keadilan

merupakan praktik dari kebajikan yang lengkap, keadilan dianggap sebagai


20
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika, h. 39.
21
Aristoteles, Nicomachean Ethics, h. 112.
22
Aristoteles, Nicomachean Ethics, h. 113.

17
kebajiakan yang paling baik karena hubungan dengan orang lain dalam arti

bermanfaat untuk orang lain.23 Demikianlah apa yang disebut dengan keadilan

yang lengkap.

Aristoteles membahas macam-macam keadilan ada keadilan sebagian

(partial Justice) atau tindakan keadilan sebagai keadilan dalam distribusi atau

pembagian, ada juga tindakan adil sebagai pembenaran; keadilan ini adalah suatu

jalan tengah antara kehilangan dan tambahan, sebagai contoh orang yang meminta

perlindungan kepada hakim , indikasinya adalah bahwa yang adil adalah sejenis

garis tengah24 menjadi pelantara penghubung (hakim), hakim mengemban

keseimbangan. Kemudian ada tindakan adil sebagai resiprositas dalam kehidupan

ekonomi Negara, orang yang mempercayai kaum phytagorean bahwa adil dalam

arti tanpa syarat adalah tindakan saling atau resiprocity adil dalam arti ini

mengandung ikatan yang mengikat hubungan bersama yaitu resiprositas dalam

arti menyangkut ( proposisi dan tidak dalam arti kesamaan yang tepat sebagai

gantinya, ini karena hal demikian merupakan balasan kembali tentang apa yang

proposional terhadap apa yang diterima seeorang yang mengikat suatu negara

secara bersama-sama.25

Teori keadilannya aristoteles yang dikenal sebagi teori keadilan komutatif.

Yakni; keadilan yang menegakan kesetaraan, keseimbangan, keharmonisan

seseorang dengan yang lainnya. Dari keadilan komutatif ini muncul tiga prinsip

yang harus dipegang teguh:

Prinsip pertama, prinsip no harm. Tidak merugikan atau melanggar hak

orang lain, dalam prinsip ini ada tiga point yang mesti kita ingat;
23
Aristoteles, Nicomachean Ethics, h. 114.
24
Aristoteles, Nicomachean Ethics, h. 121.
25
Aristoteles, Nicomachean Ethics, h.123.

18
1. Keadilan tidak hanya meneymbuhkan orang-orang yang terlanggar

haknya, tetapi juga mencegah terjadinya pelanggaran hak

2. Pemerintah dan rakyat saling menjaga haknya, permintah tidak boleh

melanggar hak rakyatnya pun sebaliknya rakyat mesti patuh pada

peemrintah selama permintah tersebut menjalankan kepemimpinanya

dengan adil.

3. Ketidakberpihakan atau impartiality semua sama dihadapan hukum. Tidak

ada yang namanya strata sosial atau hierarki.

Prinsip kedua, prinsip non-intervention. Tidak boleh ada intervesnsi pada

pasar bebas dan kegiatan ekonomi sosial. Semua berjalan secra alamiah yang pada

akhirnya akan mencapai equilibrium, jika ada campur tangan maka tidak akan

tercapai keadilan dan equilibrium.

Prinsip ketiga, prinsip keadilan tukar, ada dua macam harga. Harga

alamiah dan harga pasar. Harga alamiah adalah biaya yang dikeluarkan selama

produksi berupa upah buruh, sewa, dan keuntungan bagi pemilik modal.

Sedangkan harga pasar ialah harga transasksi dalam perdagangan di pasar.

B. Filsafat Islam

B.1. Ibn Miskawayh

Ia lahir di Ray (Iran) pada tahun 320 H/ 932 M dan wafat 9 Safar 421

H/110 M, nama lengakpnya dalah Ibn Miskawayh Ibn Ali Ahmad Ibn Muhammad

Ibn Ya‟qub Ibn Miskawayh. Ia hidup dimasa dinasti Buwahi, 26 Ibn Miskawayh

disebut juga dengan bapak etika dalam Islam dengan karyanya yaitu Tahzibul

26
Ibn Miskawayh, Menuju Kesempurnaan Akhak (Bandung: Mizan,1999), h. 29.

19
Akhlaq dimana karyanya ini banyak dijadikan rujukan pertama bagi persoalan-

persoalan etika dan moral.

Menurut Ibn Miskawayh manusia merupakan makhluk yang memiliki

keistimewaan karena daya pikirnya karena itu bias membedakan mana yang baik

dan yang salah, menurutnya orang yang paling sempurna adalah orang yang benar

cara berpikir dan mulia perbutannya, Ibn Miskawayh mencoba mempertemukan

ajaran-ajaran filsafat Platon, Aristoteles dengan ajaran Islam. Akhlaq baginya

adalah suatu sikap mental yang mendorong manusia untuk melakukan perbuatan-

perbuatan tanpa terlebih dahulu dipikirkan dan dipertimbangkan, sikap mental ini

berasal dari nurani sejak lahir juga berasal dari kebiasan-kebiasaan dan latihan-

latihan.27

Dari pandamgan tersebut dihasilkan sikap mental yang mendorong

manusia berbuat secara spontan, tidak hanya bawaan sejak lahir akan tetapi bisa

dilatih melalui pembiasaan dengan kata lain manusia bisa merubah watak

kejiwaan yang tidak baik menjadi baik caranya lewat pembiasaan dan

pendidikan.28

Watak itu bisa berubah dan watak perubahan akhlak harus melalui

pendidikan, oleh sebab itu pendidikan merupakan nilai tertingi bagi manusia

dalam hubungannya dengan pembinaan akhlak,29untuk merubah watak tersebut

diperlukan aturan, hukum sehingga manusia dapat membedakan yang baik dan

buruk.30

27
Hasyimiyah Nasution, Filsafat Islam (Jakarta: Gajah Mada Press, 1999), h. 25.
28
Hasyimiyah Nasution, Filsafat Islam, h. 61.
29
Hasyimiyah Nasution, Filsafat Islam, h. 62.
30
Hasyimiyah Nasution, Filsafat Islam, h. 70.

20
Kebahagiaan meliputi dua unsur yakni jiwa dan badan, kebahagiaan

badani merupakan kebahagiaan yang terikat pada benda-benda tapi ia tetap

merindukan kebahagiaan dan ketenangan jiwa, sedangkan kebahagiaan jiwa ialah

keadaan manusia yang melepasakan diri dari keterikatan dengan benda-benda dan

memperoleh kebahgiaan jiwa.31

Ibn Miskawayh mengaitkan otensi jiwa dengan prilaku manusia yang

dapat melahirkan keutaman-keutaman yang membedakannya dengan makhluk

lain, baginya manusia harus melepaskan diri dari kenikmatan benda dan

memperoleh kebahagiaan lewat jiwa, kebahagiaan jiwalah merupakan

kebahagiaan sempurna. Jelas disini Ibn Miskawayh memadukan antara jiwa dan

akhlak , dalam kenyataannya tentang jiwa ia menyajikan penerapannya dalam

pendidikan moral dan akhlak.32

Keadilan bagi Ibn Miskawayh merupakan titik tengah dari sikap

berlebihan dan kekurangan, keadilan juga merupakan kebajikan yang paling

sempurna yang paling dekat dengan kesatuan sesuatu yang memiliki kemuliaan

dan tingkatatan paling tinggi. Bagi Murtadha juga keadialan dapat diartikan

sebagai persamaan .

B.2. Ibn Rusyd

Ia lahir di Cordoba , Andalusia pada tahun 1126, Ibn Rusyd hidup dibawah

kekuasaan raja dinasti Muwahidin Abu Ya‟qub dan Ya‟qub al-Mansuri, dikota

Marakish Ibn Rusyd wafat tahun 1198.33Ibn Rusyd merupakan salah satu filosof

31
Ibn Miskawayh, Menuju Kesempurnaan Akhak, h. 26.
32
Hasyimiyah Nasution, Filsafat Islam, h. 70.
33
Zuhairi Misrawi, IBNU RUSYD; Gerbang Pencerahan Timur dan Barat (Jakarta: P3M,
2007), h. 31.

21
Islam dimana pemikriannya begitu cemerlang dan begitu lewat perdebatannya

dengan al-Ghazali dalam Tahafut At-Tahafut.

Karya-karya Ibn Rusyd telah menunjukan adanya analisa mendalam,

seorang pemikir yang mengikuti seluurh kebudayaan filsafat dan ilmu

pengetahuan rasioanal, Ibn Rusyd dipandang sebagai The Great Explanator

pemikiran Aristoteles.34

Menurut Ibn Rusyd elemen terpenting dalam fiqih adalah menguraikan

dimensi moral etik dibalik hukum dan memahami proses ijtihad, artinya setiap

hukum difatwakan harus mempetimbangkan kemaslahatan umum, harus bersifat

pluralis, dan dapat menjangkau kepentingan masyarakat. 35

Gagasan etika Ibn Rusyd terejawantah pada konsep Negara atau kota yang

utama, ia membahas mengenai keadilan dimana keadilan dalam jiwa merupakan

dasar keadilan pada kota.

Keadilan dianggap sebagai salah satu keutamaan tertinggi dari bagian

keutaman etika, menurut Ibn Rusyd bahwa keadilan dianggap benar jika secara

praktis keadilan dalam suatu kota sesuai dengan keadilan dalam jiwa. Apa yang

menjadi kewajiaban dalam dari eksistensi keadilan pada jiwa dapat menjadi

sebuah kewajiaban pada eksistensi keadilan dalam kota.36

Keadilan dalam kota harus berwujud dalam tiga daya yakni kebijaksanaan,

keberanian, dan kewas-wasan. Jika tiga daya tersebut berada didalam jiwa

manusia , maka kontrol jiwa dan keadilan tidak akan terealisasi dalam diri

34
ZuhairiMisrawi, IBNU RUSYD; Gerbang Pencerahan Timur dan Barat , h. 35.
35
Zuhairi Misrawi, IBNU RUSYD; Gerbang Pencerahan Timur dan Barat , h. 17.
36
Ibn Rusyd, Republika Plato ala Ibn Rusyd Terj. Affy Khairiyyah dan Zainudin (
Jakarta: Sadra Press, 2016), h. 150.

22
seseorang selama dayanya tidak mampu mengontrol kota dengan baik dan ketiga

daya tersebut akan ada dalam diri kita bersama keberadaan manusia.37

Tiga daya yang berada dalam jiwa sama persis dengan tiga daya dalam

kota, karena dpat dikatakan bahwa sebab keberadaan tiga daya tersebut

merupakan sebab keberadaan tiga daya dalam jiwa, dan pada gilirannya keadilan

dan keseimbangan yang berada dalam diri manusia sama persis dengan

keberadaan dalam kota. Tapi yang harus disadari adalah bagian intelek harus

menjadi penguasa dan diikuti oleh semua jiwa.38

Seseorang yang disebut bijak adalah orang yang menciptakan suatu kota

menjadi kota yang bijaksana, yang dimaksud dengan keberanian kota adalah

orang yang bagian inteleknya selalu menjadi penguasa bagi semua bagian

jiwanya, maka keadilan dalam jiwa manusia merupakan keadilan dalam kota itu

sendiri. Oleh karena itu jika ada kedzaliman dalam diri manusia merupakan

kedzaliman pada kota pun dengan keadilan.39

Jiwa utama adalah jiwa yang mengetahui jiwanya sendiri dan mengetahui

kejahatan diluar dirinya apalagi ia berusaha menarik pelanggaran dari setiap

pengalaman yang lahirkannya. 40

Politik utama adalah satu dari dua bentuk ; pertama, ketika kekuasaan

dikuasai oleh satu orang atau monarki konstitusional maka kekuasaan tersebut

disebut dengan kepemimpinan raja, kedua, kekuasaan yang dijalani lebih dari satu

pemimpin maka kekuasaan tersebut dinamakan aristokrasi.41

37
Ibn Rusyd, Republika Plato ala Ibn Rusyd, h. 151.
38
Ibn Rusyd, Republika Plato ala Ibn Rusyd, h. 151-152.
39
Ibn Rusyd, Republika Plato ala Ibn Rusyd, h.152.
40
Ibn Rusyd, Republika Plato ala Ibn Rusyd, h. 154.
41
Ibn Rusyd, Republika Plato ala Ibn Rusyd, h. 153.

23
C. Filsafat Modern

C.1. Immanuel Kant (1724-1804)

Immanuel Kant merupkan filosof modern yang paling berpengaruh ia lahir

pada tahun 1724 dikota Konigrbreg di Prusia Timur, ia menyelesaikan studinya

diuniversitas Unisbrug dan ia hidup dalam kondisi yang biasa-biasa saja mencari

nafkah untuk hidup kemudian ia mengajar menjadi seorang guru pribadi di

beberapa keluarganya, pada tahun 1755 ia mulai mengajar di Universitas

Konisbrug dan pada tahun 1770 ia menjadi guru tetap dan menerima gaji tetap

sampai meninggal tetap di Konisbrug smapai tahun1804.42

Kant menulis kritik bahwa Empirisme David Hume membangunkannya

dari tidur dogmatiknya, metode yang digunakan Kant adalah murni deduktif tanpa

pengakuan pada unsur-unsur pengalaman sama sekali.43

Untuk memahami metode dan prinsip Kant kuncinya adalah akal budi

dimana akal budi adalah kemampuan untuk mengatasi medan panca indera ,

medan alam. Akal budi murni apabila ia bekerja tanpa penentuan dari panca

indera atau unsur-unsur empiris atau akal budi dalam pengertian merupakan akal

budi teoritis sedangkan dalam tindakan disebut akal budi praktis, ada perbedaan

besar diantara keduanya dimana akal budi murni teoritis justru ditolak Kant dan

dalam tindakan hanyalah akal budi praktis murni yang tidak bersyaratkan pada

data-data empiris yang dapat menemukan prinsip-prinsip moral.44

Akal budi praktis murni (murni apriori) merupakan kemampuan untuk

memilih tindakan tanpa segala penentuan inderawi misalnya dorongan hati,

kebutuhan, nafsu emosi, perasaan yang menyenangkan dan tidak. Akal budi ini
42
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika, h. 137.
43
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika, h. 142.
44
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika, h. 142.

24
merupakan kemampuan manusia untuk bertindak bukan hukum alam yang sudah

ada. Kebebasan dan bertindak dimana hukum-hukum yang dibayangkan bukan

kehendak, kemampuan akal budi adalah menghendaki.45

Untuk mengetahui akal budi praktisnya kant kita harus menyelidiki

implikasi-implikasi terlebih dahulu etikanya, ada bahasa moralitas, biasanya

moralitas menyangkut baik dan buruk tapi dalam bahasa kant apa yang disebut

baik itu arus baik dari segala segi tanpa pembatas atau baik secara muthlak

bagaiamana caranya yaitu dengan kehendak baik.

Kemudian untuk memahami etika kant adalah kiata harus mengetahui

mengenai imperatif kategoris, imperatif kategorisnya kant sangat sederhana yaitu

bertindaklah secara moral, dimana imperatif kategorisnya itu berupa perintah dan

bahwa perintah itu kategoris, perintah dalam artian kant bukan perintah dalam arti

komando melainkan sebuah keharusan (soller) objektif dan bukan paksaan.46

Keharusan yang dimaksud kant adalah kewajiaban-kewajiban dalam

betindak dimana berlaku bagi siapa saja , dan imperatif kategorisnya kant ini tidak

bersyarat melainkan muthlak.47

Rumusan imperatif kategorinya yang terkenal adalah “ bertindaklah

semata-mata menurut prinsip (maksim) yang dapat sekaligus kau kehendaki

menjadi hukum umum!”.48 Imperatif kategoris merupakan prinsip

penguniversalisasian dimana penguniversalisasian ini merupakan ciri kewajiban

moral.49 Bagaimana manusia dapat bertindak sesuai dengan imperatif kategoris

(tolak ukur tertinggi segala tindakan moral)? Jawabannya dengan otonomi

45
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika, h, 143.
46
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika, h. 144.
47
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika, h. 146.
48
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika, h. 147.
49
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika, h. 148.

25
kehendak memungkinkan pemenuhan tuntutan-tuntutannya. Otonomi kehendak

berarti bahwa kehendak sendiri memberikan hukum . Rousseau sudah mencatat

bahwa ketaatan terhadap undang-undang yang diberikan sendiri adalah kebebasan,

dan kant menjadikan ini sebagai prinsip dasar seluruh etika.50

Sikap otonom tidak menyangkal kita memiliki pelbagai kebutuhan dan

ketergantungan pribadi, sosial, atau yang lainnya namun yang disangkal adalah

ketikan ditentukan olehnya. Berhadapan dengan kondsi-kondisi itu kita memilih

apa yang kita yakini sendiri sebagai sesuai dengan kewajiban dan tanggung jawab

kita.51

Setelah mengetahui adanya sikap otonom itu di buktikan melalui adanya

fakta akal budi, baginya fakta akal budi atau pembuktian kenyataan tidak bersifat

teoritis meainkan praktis, etika bukan teori abstrak tapi refleksi terhadap

pengalaman yang tidak dapat disangkal yaitu kesadaran moral (kewajiban moral)

atau kewajiban muthlak ini tidak berdasarkan bukti teoritis namun sudah diketahui

atau dirasakan. Baginya kesadaran itu fakta tapi bukan fakta empiris dimana fakta

moralitas hanya ada dalam kesadaran kita yang dimaksud kant adalah suara hati,

ia tidak dapat dibuktikan tapi hanya dapat menunjukan disitulah ada paham

kemuthlakan dan kebaikan tanpa batas.52

Kant berkesimpulan bahwa orang itu sadar bahwa ia memiliki kebebasan

untuk melakukan sesuatu yang merupakan kewajiban muthlak.53

Jelasnya Kant ini merupakan filosof etika deontologis menurut kant ya

baik adalah kehendak baik itu sendiri. Kemudian kant memebagi kewajban pada

50
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika, h. 149.
51
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika, h. 152.
52
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika, h. 153.
53
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika, h. 154-155.

26
dua ; imperatif kategoris (perintah yang mewajibkan negitu saja tanpa syarat), dan

imperatif hipotesis (perintah yang mewajibkan tapi bersyarat) dan imperatif

kategorislah yang menjadi hukum moral maka dari itu kant menekankan otonomi

kehendak. Menurut kant bebas bukan berarti bebas dari segala ikatan melainkan

bebas dengan taat pada hukum moral.54

Keadilan sebagai prinsip yang didasarkan pada hukum moral atau

institusionisme, paham ini dalam proses mengambil keputusan lebih mendasarkan

kemampuan intuisi manusia, kemampuan intuitif dapat membantu kita mengatasi

problem keadilan, namun disini prioritas nilai akan akan menjadi problem apabila

cenderung menggunakan intuisi dari pada rasionalitas dalam melakukan

pertimbangan dan mengambil keputusan. Konsep intitusionisme dalam

merumuskan keadilan bukan berdasarkan asas rasional, padahal asas rasional

merupakan prinsip terpenting dalam merumuskan konsep keadilan, mengabaikan

pentingnya prosedural rasional yang dapat digunakan sebagai suatu saran untuk

mencapai kesepakatan yang dapat dipertanggung jawabkan bersama-sama

mengenai prinsip-prinsip keadilan.55

C.2. John Stuart Mills (1806-1873)

Berangkat dari pribahasa “ buah tidak jauh dari pohonnya”, John Stuart

Mill merupakan anak dari James Mill ( 1773-1836) yang merupakan ekonom dan

jurnalis Inggris yang juga merupakan murid Bentham. 56 Utilitarianisme diperhalus

dan dipertegas oleh filusuf Inggris , John Stuart Mill dalam bukunya

Utilitarianism (1864), sang ayah adalah salah satu dari empat tokoh liberalism

54
Subhi Ibrahim, Asas-Asas Filsafat (Jakarta: Lecture Publisher), 201, h. 104.
55
Andre Ata Ujan, Keadilan dan Demokrasi: Telaah Filsafat Politik John Rawls
(Yogyakarta: Kanisius, 2001), h. 34.
56
Henry J. Schmandt, Filsafat Politik, h. 454.

27
klasik dan kelompok intelektual radikal di Inggris selain Jeremy Bentham, David

Ricardo, dan Thomas Malthus.57

Mill banting stir dalam upaya memahami utilitarianism yang dimulai

pendahulunya Bentham, dari proyek banting stir Mill kita dapat melihat dari dua

hal, pertama, ia mengkritik pandangan Bentham bahwa kebahagiaan dan

kesenangan harus diukur secara kuantitatif, ia berpendapat bahwa kualitasnya juga

harus dipertimbangkan , karena ada kesenangan yang lebih tinggi mutunya dan

yang lebih rendah. Kesenangan manusia harus dihitung lebih tinggi dibandingkan

dengan kesenangan hewan tegasnya, dan kesenangan orang seperti Socrates lebih

tinggi dibandingkan orang tolol. “it is better to be a human being dissatisfied than

a pig satisfied; better to be Socrates dissatisfied than a fool satisfied.”58. menurut

Mill kalkulasi kebahagiaan dapat diukur secara empiris, ukurannya didapati dari

petunjuk atau arahan orang bijak yang menurut Mill dapat menunjukan kualitas

mutu yang terbaik,59yang kedua dari revisi Mill yaitu kebahagiaan yang menjadi

norma etis adalah kebahagiaan yang dapat dirasakan oleh banyak orang yang juga

terlibat dalam suatu kejadian, bukan kebahagiaan satu orang saja yang mempunyai

status khusus , sejatinya Mill disini menolak elastisitas aktor politik yang saat ini

kita lihat menjadi prilaku para pejabat publik, kebahagiaan satu orang tidak boleh

ditempatkan diatas kebahagiaan orang lain, berapapun penting kedudukannya

dalam masyarakat, “every body to count for one, nobody to count for more than

one.”60

57
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika, h . 177.
58
Henry J. Schmandt, Filsafat Politik, h. 456.
59
K. Bertens, Etika (Jakarta: Gramedia, 1999), h. 264-265.
60
K. Bertens, Etika, h. 265.

28
Mill memberikan rumusan pada kaum empiris dan trasisi liberal negaranya

yang sama pentingnya dengan yang pernah dilakuakan Jhon Locke, ia

menyatukan argument-argument pencerahan dengan wawasan historis dan

psikologis romantisisme. Ia menyatakan bahwa pengetahuan didasarkan pada

pengalaman, kepercayaan, dimana kepercayaan dan keinginan kita adalah produk

dari hukum psikologis asosiasi, serta menerima standarisasi Bentham tentang

jumlah total kebahagiaan terbesar umat manusia prinsip „kegunaan‟. Ini adalah

warisan pencerahan Mill ia memasukanya dengan konsep-konsep budaya dan sifat

romantik yang tinggi.61

Dalam epistemologi, empirisisme Mill sangat radikal. Ia menggambarkan

sebuah ditingsi antara proposisi-proposisi verbal dan real yang mirip dengan

konsep Kant mengenai putusan sitentik dan analitik. Akan tetapi berbeda dengan

kant, Mill menyatakan bahwa disamping matematika murni logika sendiri juga

berisikan proposisi-proposisi dan kesimpulan-kesimpulan real, dan ia juga

menolak keberadaan propsisi sintetik atau nyata, sebagai sebuah apriori. Bagi

Mill, sains logika dan matemtika mengemukakan hukum-hukum alam yang paling

umum yang sebagaimana ilmu sains lainnya, adalah usaha terakhir yang secara

induktif didasarkan pada kenyataan. Kita menerima prinsip-prinsip logika dan

matematika sebagai apriori karena kita menyadari bahwa mereka mustahil tidak

benar . Mill mengakui fakta-fakta yang didasarkan pada keyakinan kita, fakta-

fakta tentang ketakterpikiran atau ketidakterwakilan imajinatif, dan ia berusaha

menjelaskan fakta-fakta ini kedalam term-term asosionis. Ia meyakini bahwa kita

tidak dibenarkan mendasarkan klaim-klaim logika dan matematika pada sejumlah

61
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika, h 178.

29
fakta tentang apa yang terpikirkan sekalipun justifikasi itu sendiri bersifat

aposteriori.

Lalu bagimana sifat dan kedudukan induksi ? Mill menyatakan bahwa

bentuk primitif induksi adalah induksi enumeratif; sebentuk generalisasi

sederhana dari pengalaman. Yang ia maksud bukan maslah skeptik Hume tentang

induksi enumeratif. Generalisasi pengalaman adalah bentuk penyimpulan

sederhana kita dan tetap kita lakukan saat kita secara reflektif menyadarinya-

dalam pandangan Mill tidak ada lagi yang dapat atau perlu dijelaskan. Namun

demikian, ia mempelajari bagimana sebuah induksi enumeratif yang dari dalam

diperkuat oleh kenyataan berhasil membangun keteraturan, dan bagaimana

akhirnya ia melahirkan metode-metode penelitian penyelidika induktif, yang dapat

menciptakan keteraturan yang induksi enumeratif sendiri tidak dapat dilakukan.

Sementara Hume memunculkan pertanyaan-pertanyaan skeptik tentang induksi,

Mill meneruskan lewat analisis empiris tentang deduksi. Ia secara sederhana

mengakui bahwa deduksi benar hanya didasarkan pada memori dan dengan cara

generalisasi dari pengalaman, semua ilmu pengetahuan menurutnya dibangun

dengan cara ini.62

Mill selain epistemologis jugan menjelaskan tentang filsafat kebebasan

manusia dalam esai On Liberty (1859), bagi Mill manusia adalah individu yang

bebas yang di dalam dirinya terdapat potensi untuk senantiasa memenuhi

kebutuhan sendiri, dalam proses pemenuhan kebutuhan sendiri tersebut manusia

juga mencari bentuk kesenangan yang lebih tinggi dengan tujuan moral yang lebih

pasti, dan kesadaran sosial yang lebih tajam jika mereka memahami diri mereka

62
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika, h 178.

30
dengan benar. Kemajuan intelektual manusia kadang menurut Mill terbatas dan

akhirnya rendah dikarenakan terdapat institusi praktik masyarakat yang

terorganisir, hal ini menjadi penghambat kreativitas maupun inovasi manusia yang

bebas.63 Dalam tradisi antara manusia bebas dan Negara yang mempunyai hukum,

menurut Mill selalu vis a vis dengan tatapan yang antagonistik. Negara tidak

sepenuhnya mempunyai wewenang mengatur masyarakat secara utuh, karena ada

hak-hak kebebasan yang dimiliki manusia merdeka. Kemerdekaan manusia ini

menurut Mill adalah transformasi dari pemikirannya tentang utilitarianisme

manusia, manusia merdeka selalu menjalankan prinsip kebenaran walaupun

mungkin salah , ia tetap memandang kebenaran.64

Pemahaman self-fulfillmen (pemenuhan diri) menurut Mill adalah manusia

harus ditekankan dalam pemenuhan diri selalu dalam konteks kebaikan umum,

individualitas manusia memahami bahwa dirinya terbatas oleh hak-hak dan

kepentingan orang lain yang juga mempunyai upaya pemenuhan diri yang sama. 65

Dalam gagasan tentang pemerintahan Mil menolak kontrak sosial yang

tidak mempunyai dasar kebaikan yang kuat, baginya sistem pemerintahan

haruslah merupakan hasil dari kebaikan sebuah masyarakat utilitarian. Kebebasan

penting menjadi bagian integral dalam tradisi politik ideal Mill, yang baginya

akan melahirkan rasa tanggung jawab didalamnya.66

Keadilan bagi Mill mendahulukan asas manfaat dari pada asas hak, bagi

paham utilitarianisme kesejahteraan sosial sudah sudah dengan sendiri meliputi

juga kesejahteraan individu. Bagi Rawls terlalu menekankan asas manfaat dan

63
Henry J. Schmandt, Filsafat Politik, h. 458.
64
Henry J. Schmandt, Filsafat Politik , h. 460.
65
Henry J. Schmandt, Filsafat Politik , h. 461.
66
Henry J. Schmandt, Filsafat Politik , h. 464-465.

31
melupakan asas hak yang merupakan fundamen dari prinsip-prinsip moral

khususnya keadilan , karena tidak adil jika mengorbankan hak dari satu atau

beberapa orang untuk kepentingan ekonomis yang lebih besar bagi masyrakat

secara keseluruhan.67

D. Tiga Teori Etika tentang Keadilan

Di semenanjung Yunani Eropa Selatan filsafat sebagai ilmu mulai

dikembangkan, selama berabad-abad orang-orang Yunani hidup berdasarkan

tradisi dan kepercayaannya, sejak abad ke-6 sebelum Masehi orang-orang Yunani

mengalami perubahan, mulai dari sektor ekonomi awalnya masyarakat agraris

menjadi masyarakat yang hidup dari perdagangan internasional, pun secara politis

kota Yunani bukan merupakan kesatuan melainkan terdiri dari puluhan kota

mandiri, diantaranya Athena menjadi kota yang paling maju, makmur, terbuka,

kosmopolit dan berkuasa. Kota yang mendukung perkembangan rasionalitas

dimana orang berpikir dan berefleksi sehingga individualitas dapat berkembang.

dalam sejarah Athena tahun 6 SM muncul bentuk negara demokrais yang selama

200 tahun menyebar ke kota-kota Yunani, ilmu pengetahuan pun tumbuh subur

dan sumbangan terbesar budaya Yunani bagi umat manusia adalah filsafatnya. 68

Mulai abad ke-6 pemikiran yang rasional, kritis dan reflektif mengenai

kenyataan, kosmos dan manusia dimulai, berawal dari para filsuf menanyakan apa

itu arche dari segala yang ada yang membawa pada hakikat segala yang ada yang

objeknya adalah kosmos atau alam, dan mempertanyakan bagaiman manusia

harus hidup bermakna dan menata kehidupannya dengan baik, karenanya filsafat

Yunai sebagai filsafat alam berkembang menjadi metafisika kemudian etika.

67
Andre Ata Ujan, Keadilan dan Demokrasi: Telaah Filsafat Politik John Rawls, h. 31.
68
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika, h. 11.

32
Maka tidak heran Yunani sangat berpengaruh dalam pemikiran Barat selanjutnya

dan berpengaruh pada para Filsuf Islam dalam abad enam pertama.69

Dalam sejarah etika , jejak pertama etika dimulai dari murid Pytagoras yang

tradisinya dilanjutkan selama dua ratus tahun, menurut mereka prinsip-prinsip

matematika merupakan dasar dari segala realitas yang ada, mereka penganut

ajaran reinkarnasi dimana badan merupakan kubur jiwa. Agar dapat bebas dari

badan harus menempuh jalan pembersihan dengan cara bertahap, berfilsafat atau

bermatematika. Dimana manusia dibebaskan dari keterkaitan duniawi dan

dirohanikan dan musik sebagai penyelaras kehidupan. Seratus tahun kemudian

muncul Demokritos yang mengatakan bahwa arche dari segala yang ada adalah

atom-atom lebih dari itu bagian-bagian terkecil ini mengajarkan aturan kehidupan

praktis yang menunjukan idelaisme yang tinggi dimana manusia harus

mengusahakan apa yang namanya keadilan.70 Menurut demokritos nilai tertinggi

adalah kenimatan apa yang enak dalam hidup atau dengan kata lain hedonistik.

Abad ke 5 SM kehidupan filsafat ditentukan oleh kaum Sofis mereka menegaskan

bahwa baik dan buruk lebih merupakan keputusan masing-masing dan

kesepakatan bersama bukan suatu aturan yang abadi, baginya hukum tidak abadi.

Sokrates merupakan orang yang mengatasi kedangkalan kaum sofis dengan

pendekatan dialogis, sokrates tak meninggalkan karya atau tulisan, ajarannya pun

hanya dapat dikeatahui melalui tulisan-tulisan Platon yang merupakan salah satu

murid dari sokrates, dalam dialog-dialog Platon hampir sokrates jadi topik

pembicaraan utama, melalui pendekatan dialogis sokrates membawa orang untuk

memperdalam pikiran dan jauh dari pemikiran yang dangkal, socrates ingin

69
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika, h. 11-12.
70
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika, h. 13.

33
membawa manusia kepada pemahaman yang etis, manusia diantara kepada

kesadaran tentang apa yang baik, bermanfaat, dan bijaksana. Sokrates yakin

bahwa orang yang baik adalah orang yang sadar akan yang baik baginya,

perbuatan akibat gelapnya diri manusia, ia tidak menawarkan suatu ajaran

tersendiri namun ia ingin mengantarkan manusia untuk lebih mengenal dirinya

sendiri dengan demikian bisa terlepas dari pemikiran yang dangkal, ia berkata

bahwa orang yang bijaksana akan mengerti bahwa hal yang paling buruk bukanlah

penderitaan ataupun ketidakadilan melainkan melakukannya.71

Dalam hal ini ada tiga teiori etika yakni teleologis, utilitarian dan

deontologis. Di kubu teleologis ada Aristoteles , deontologis gagasan dari Kant

dan utilitarian dari John Stuart Mill, untuk memebahas ketiga teori etika tersebut

kita terlebih dahulu membagi pembahasan dalam beberapa sub yakni pertama,

etika Yunani dalam hal ini penulis hanya mengurai sepintas pemikiran dua tokoh

besar filsafat yunani yakni Platon dan muridnya Aristoteles sebagai peletak

pertama ilmu etika, kedua, etika Islam sebagai tokohnya adalah Ibn Miskawyh

dan Ibn Rusyd, dan ketiga, etika modern yakni tokoh yang diambil adalah

Immanual Kant, dan John stuart Mill dimana tokoh-tokoh diatas adalah para

failasuf yang gagasan ideanya mempengaruhi rampungnya pemikiran John Rawls.

Tiga teori etika yakni; Teleologis (Etika Kebahagiaan) adalah etika

bertujuan, maksudnya apa yang terbaik bagi manusia, mesti ada tujuannya, yakni

kesenangan (hedonism) dan Eudemonism, yang baik adalah apa yang memuaskan

keinginan kita, yang meningkatkan kuantitas dan kenikmatan.72

71
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika, h. 13-14.
72
Subhi Ibrahim, Asas-asas Filsafat, h. 101.

34
Menyangkut etika hedonisme bisa kita lacak dari seorang murid Sokrates

Aristippos dari Kyrene menurutnya yang baik adalah kesenangan karena faktanya

manusia dari sejak kecil tertarik pada kesenangan, filosof lainnya ada Epikuros

baginya kesenangan adalah tujuan hidup manusia, kesenangan yang dimaksud

adalah terbebas dari rasa sakit, penderitaan, dan keresahan jiwa. Namun Epikuros

mencatat bahwa orang yang bijak adalah orang yang terlepas dari segala

keinginannya, karena pada saat itu orang tersebut mencapai ataraxia (ketenangan

jiwa) dan hal tersebut juga merupakan tujuan hidup manusia selain kesenangan.73

Selain ada hedonisme juga ada etika Eudemonisme penggagasnya adalah

sang filsuf besar Aristoteles, baginya manusia dalam segala aktivitasnya mengejar

tujuan dan puncak tujuan tertinggi dari manusia adalah kebahagiaan. Dan untuk

mencapainya manusia harus menggunakan rasio, menjalankan fungsi-fungsinya

dengan melakukan kegiatan rasional yang disertai keutamaan, disini Aristoteles

membagi keutamaan menjadi dua; keutamaan intelektual; menyempurnaka rasio

dan keutamaan moral; melakuakan pilihan-pilihan dalam hidup. Keutamaan

tersebut bias dicapai dengan sikap tengah atau phronesis (kebijaksanaan

praktis).74

Tokohnya ada Aristoteles baginya keadilan Aristoteles membahas macam-

macam keadilan ada keadilan sebagian ( partial Justice) atau tindakan keadilan

sebagai keadilan dalam distribusi atau pembagian, ada juga tindakan adil sebagai

pembenaran; keadilan ini adalah suatu jalan tengah antara kehilangan dan

tambahan, sebagai contoh orang yang meminta perlindungan kepada hakim ,

73
Subhi Ibrahim, Asas-asas Filsafat, h. 102.
74
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika, h. 39.

35
indikasinya adalah bahwa yang adil adalah sejenis garis tengah75 menjadi

pelantara penghubung (hakim), hakim mengemban keseimbangan. Kemudian ada

tindakan adil sebagai resiprositas dalam kehidupan ekonomi Negara, orang yang

mempercayai kaum phytagorean bahwa adil dalam arti tanpa syarat adalah

tindakan saling atau resiprocity adil dalam arti ini mengandung ikatan yang

mengikat hubungan bersama yaitu resiprositas dalam arti menyangkut proposisi

dan tidak dalam arti kesamaan yang tepat sebagai gantinya, ini karena hal

demikian merupkan balasan kembali tentang apa yang proposional terhadap apa

yng diterima seeorang yang mengikat suatu negara secara bersama-sama.76

Selanjutnya ada Etika Utilitarian yang digagas oleh Bentham dan

disempurnakan oleh muridnya John Stuart Mill, bagi Bentham manusia berada

dalam dua posisi yakni kesenangan dan ketidaksenangan, dan baginya manusia

cenderung menjauhi ketidaksenangan. Kebahagian menurut Bentham adalah

memiliki kesenangan dan bebas dari rasa susah, dan suatu perbuatan dinilai baik

jika perbutan tersebut meningkatkan kebahagiaan banyak orang the principle

utility: the greatest happiness of the greatest number, karenanya aplikasi dari

kegunaan harus melalui kuantifikasi, kemudian hadir tokoh yang mengkritik

gagasan Bentham muridnya sendiri yakni John Stuart Mill, bagi Mill kesenangan/

kebahgiaan harus mempertimbangkan sisi kualitas juga, baginya ada semacam

hierarki dari kesenangan dan kebahagaiaan seperti rendah dan tinggi

kebahagiaan.77 Keadilan dalam paham utilitarianisme mendahulukan asas manfaat

dari pada asas hak.

75
Aristoteles, Nicomachean Ethics, h. 121.
76
Aristoteles, Nicomachean Ethics, h.123.
77
Subhi Ibrahim, Asas-asas Filsafat, h. 103-104.

36
Terakhir Etika Dentologis (Etika Kewajiban) adalah Immanuel Kant

seorang filosof modern menururtnya yang baik adalah kehendak baik itu sendiri,

sesuatu kehendak menjadi baik karena kewajiban, dan Kant membagi kewajiban
78
menjadi dua imperatif kategoris dan imeratif hipotesis. Keadilan bagi kant

adalah berdasar pada hukum moral atau bersifat institusionisme.

Secara umum penjelasan di atas merupakan pendekatan sistematis dalam

memandang keadilan yang dirumuskan dalam tiga teori etika, dan dalam awal

penulisan menjelaskan bagaimana secara historis keadilan muncul melalui

pendekaan etika.

78
Subhi Ibrahim, Asas-asas Filsafat, h. 104.

37
BAB III

BIOGRAFI JOHN RAWLS DAN MURTADHA MUTHAHHARI

A. Biografi John Rawls

A.1. Riwayat Hidup dan Pendidikan

John Rawls dipandang sebagai salah satu pemikir dimana gagasannya

begitu berpengaruh dalam sumbangan sejarah kehidupan politik di negara-negara

modern, dengan teori keadilannya sebagai sebuah konsep politik, dimana struktur-

struktur sosial sebagai salah satu dasar pijakan utama teorinya.

Sebelum lebih lanjut membahas mengenai pemikiran John Rawls ada

baiknya kita mengetahui latar belakang riwayat kehidupan John Rawls sehingga

mengkonstruk Rawls menjadi seorang pemikir yang cemerlang di abad ini,

dimana gagasan-gagasannya memiliki pengaruh yang sangat dahsyat dibidang

politik. A Theory of Justice 1971 sebagai master piece laku keras dan

diterjemahkan kedalam 23 bahasa.1

John Borden Rawls atau lebih dikenal dengan sebutan John Rawls lahir

pada tahun 1921, merupakan putra kedua dari lima bersaudara William Lee Rawls

dan Anna Abell Stump, tidak heran Rawls tumbuh menjadi seorang pemikir yang

cemerlang sebab ayahnya merupakan seorang ahli hukum juga ibunya yang

memiliki perngaruh didalam gerakan feminisme dimana Rawls tumbuh dari

keluarga yang kaya dan terhormat di Baltimore.2

Perjalanan pendidikannya dimulai dari sebuah sekolah umum di Baltimore

kemudian memasuki sekolah menengah di sekolah swasta tepatnya di


1
Andre Ata Ujan, Keadilan dan Demokarasi; Telaah Filsafat Politik John Rawls
(Yogyakarta: Kanisius, 2001), h. 14.
2
Andre Ata Ujan, Keadilan dan Demokarasi; Telaah Filsafat Politik Jhon Rawls, h. 14.

38
Connecticut, disinilah Rawls memiliki fase religiusitas meski ia seorang liberal.

Tahun 1939 Rawls masuk universitas Princeton dan bertemu dengan Norman

Malcolm dimana ia merupakan seorang pengikut Wittgenstein dan di sini pula

minat Rawls terhadap filsafat tumbuh. Kemudian ia menempuh pendidikan di

dinas militer dan pernah ikut bertempur kemudian Rawls diangkat menjadi

perwira namun ia lebih memilih mengundurkan diri karena pengalaman dalam

dinas militer dan perang yang mengerikan sehingga Rawls begitu membenci

perang. Tahun 1946 Rawls meninggalkan dinas militer dan menjadi warga sipil

biasa, bahkan Rawls ikut bergabung dengan kelompok Harvard yang menolak

mahasiswa ikut wajib militer. Rawls pun kembali ke almamaternya melanjutkan

program doktornya dan menulis disertasi dalam bidang filsafat moral, dimana saat

kuliah Rawls mengambil mata kuliah filsafat politk sehingga dengan ini

mendorongnya lebih jauh untuk menulis mengenai keadilaan, bisa dihitung dari

awal masuk kuliah hingga selesai untuk merumuskan gagasan ide tentang

keadilan, Rawls membutuhkan waktu 20 tahun untuk mempersiapkan lahirkan

sebuah karya A Theory of Justice.3

Rawls merupakan seorang yang cemerlang, setelah menyelsaikan studinya

Rawls memberi kuliah di Oxford selama satu tahun dan merumuskan 2 gagasan

mengenai “ original Position” dan “ the veil of ignorance” tahun 1953 ia kembali

ke Universitas Cornell bergabung dengan Norman Malcolm mantan

pembimbingnya, berangkat dari pengalaman mengajarnya di Oxford selama

setahun pada tahun 1957 Rawls menulis sebuah artikel meneganai “ Justice as

Fairness” yang merupakan inti dari gagasannya mengenai teori keadilan yang

3
Andre Ata Ujan, Keadilan dan Demokarasi; Telaah Filsafat Politik John Rawls, h. 15-
16.

39
pada saat itu Rawls berusia 30 tahun. Pada tahun 1960 A Theory of Justice mulai

di perkenalkan di sebuah forum seminar dan resmi diterbitkan pada tahun 1971.

Rawls menjadi guru besar di Universitas Harvard setelah 2 tahun sebelumnya

mengajar dan diberikan posisi penting di Massachusetts Institute of Thechnology,

setelah diterbitkannya A Theory of Justice Rawls masih terus rajin menulis artikel

lainnya sebagai koreksi sebagian gagasannya dan melanjutkan lebih lanjut di

dalam karyanya A Theory of Justice yang telah membawanya sebagai filsuf yang

berpengaruh dalam bidang filsafat moral dan politik, pelbagai karangan artikelnya

yang kemudian ia edit dan diterbitkan dalam sebuah buku tahun 1993 “ Political

Liberalism”.4

John Rawls menikah dengan Margaret Fox dan dikaruniai 5 orang anak,

istrinya yang merupakan seorang pelukis, Rawls sendiri pun dikenal sebagai

kritikus dan pengamat seni khususnya seni Amerika karena pandangannya

mengenai seni ini membantu dalam karya seni istrinya, keduanya saling

mendukung dalam karir sehingga pada momen bulan madu pun Rawls dan

istrinya menyusun indeks sebuah buku mengenai Nietzsche yang ditulis oleh

Walter Kaufman. Kini Rawls dan keluarga lebih dari 40 tahun tinggal di

Lexington, Harvard, Amerika Serikat.5

Buku John Rawls yang berjudul A Theory of Justice bisa dikatakan

merupakan hasil dari pemikirannya yang dikembangkan selama dua belas tahun

mengenai keadilan, sejak diterbitkan tahun 1971 buku ini mendapatkan respon

yang begitu luar biasa di kalangan para pemikir khususnya dalam bidang filsafat

politik , sebut saja Norman Daniels yang memberikan pengantar pada kumpulan
4
Andre Ata Ujan, Keadilan dan Demokarasi; Telaah Filsafat Politik Jhon Rawls, h. 16.
5
Andre Ata Ujan, Keadilan dan Demokarasi; Telaah Filsafat Politik Jhon Rawls, h. 17.

40
tulisannya yang diedit kemudian diterbitkan dengan judul Reading Rawls, Critical

Studies On Rawls ‘ A Theory of Justice ini merupakan bukti betapa besarnya

tanggapan terhadap karya Rawls mengenai teori keadilannya.

A.2. Karya-Karya

John Rawls termasuk sorang yang produktif dalam menulis, sehingga

banyak karya-karya yang ia lahirakan dan berbagai tulisan yang ia muat. Selain

buku A Theory of Justice yang merupakan karya terbesarnya Rawls juga menulis

buku yang lainnya sebagai pengembangan dari gagasan teori keadilannya.

Diantara karya Rawls yang lain adalah ; Politic Liberalism yang ia rampungkan

pada tahun 1993, Justice as Fairness 1985, The Law of Peoples 1993, Lectures on

the history of moral philosophy 2000, Justice as Fairness: A Restatement 2001, A

brief inquiry into the meaning of sin and faith, Collected Papers.

John Rawls meninggal tahun 2002 pada usia 81 tahun di Lexinton

Amerika Srikat, dimana Rawls merupakan filosof di abad ke-20 yang menaruh

perhatian lebih dalam bidang filsafat politik, liberalism, terutama pada persoalan

keadilan, politik, dan teori kontrak sosial. Seperti pemikir yang lainnya karya

Rawls mengenai keadilan ini tidak lahir dalam ruang kosong, ia dipengaruhi oleh

para pemikir sebelumnya seperti Locke, Hobbes, Kant, J.S. Mill, Rousseau,

Charles Darwin dll, atau lahir dari hasil konstruksi teori-teori sebelumnya

mengenai utilitarianisme Mill atau yang lainnya. Dan banyak juga para pemikir

yang dipengaruhi oleh Rawls seperti Thomas Nagel, Pogge, T. M. Scanlon,

Joshua Cohen, Amartya Sen, Christine Korsgaard, Alasdair MacIntyre, Michael

Sandel, Onora O'Neill, Martha Nussbaum, Albert Borgmann, Will Kymlicka,

41
Ronald Dworkin, John Harsanyi, Kenneth Binmore, David Estlund, Susan

Neiman. 6

B. Biografi Murtadha Muthahhari

B.1. Riwayat Hidup dan Pendidikan

Murtadha Muthhari merupakan seorang pemikir Iran yang sangat

produktif dan gagasan-gasannya dijadikan referensi oleh pemikir-pemikir

setelahnya, ia lahir di Fariman Iran Timur pada tanggal 2 Februari 19207.

Murtadha Muthahhari tak jauh berebeda dengan ayahnya Muhammad Husein

Muthahhari yang memiliki pemikiran yang berpengaruh juga sebagai ulama

terkemuka, meskipun dalam beberapa hal pemikiran keduanya berbeda dan sang

anak bisa lebih dikatakan pemikirannya lebih cemerlang dari ayahnya, meskipun

begitu Murtadha tetap menghormati dan menganggap ayahnya sebagi guru

pertamanya.8 Selama 12 tahun ia besar dalam asuhan ayahnya dan memperoleh

pendidikan dari ayahnya kemudian ia hijrah ke lembaga pengajaran formal formal

di Marsyad dimana ia mulai tertarik pada filsfat teologi, dan Tasawuf. 9

Di Marsyad ia menaruh perhatian pada guru yang bernama Mirza Mahdi

Syahidi Razilidi Razail seorang guru filsafat yang wafat 1936, namun sayangnya

ia belum sempat belajar karena belum cukup umur untuk mengikuti kuliahnya

karena hal itu ia meninggalkan Marsyad dan hijrah belajar di Qum.10

6
Andre Ata Ujan, Keadilan dan Demokarasi; Telaah Filsafat Politik Jhon Rawls, h. 15.
7
Murtadha Muthahhari, Kritik Islam terhadap Materialisme terj. Ahmad kamil (Jakarta:
Al-Huda, 2001), h. 9.
8
Murtadha Muthahhari, Filsafat Hikamah Pengantar Pemikiran Shadr terj. Hamid Algar
(Bandung: Mizan, 2002), h. 23.
9
Haidar Bagir, Murtadha Muthahhari sang Mujahid (Bandung: Yayasan Muthahhari,
1998), h. 26.
10
Mutadha Muthahhari, Filsafat Hikamah Pengantar Pemikiran Shadr, h. 24.

42
Hauzah ‘Ilmiyah Qum merupakan pusat pengkajian agama terbesar di

Iran, pada tahun 1937 merupakan awal ia berangkat ke Qum ditempat ini

Murtadha mendapat banyak pelajaran dari ulama, qum ini merupakan pusat

spiritual dan intelektual Iran, ia belajar fiqih dan ushul-mata yang merupakan

pelajaran pokok dari kurikulum tradisional Ayatullah syyid Muhammad Damad 11,

setelah itu ia mengenal imam Khomeini yang merupakan pemimpin revolusi Iran

yang merupakan guru sekaligus sahabat bagi Murtadha12, tahun 1946 Imam

Khomeini memberikan kuliahnya para siswa diantaranya Murtadha dimana ia

mengenal dua teks utama filsafat yaitu Asfar al-Arba’ah karya Mulla Sadra dan

Syarh-I Manzuma karya Mulla Hadi Sabzavari. Imam Khomeini memberikan

kuliah resmi pertamanya mengenai Fiqih dan Ushul dan Murtdha dengan tekun

mengukuti perkuliahan yang diberikan sang guru 13.

Imam khomeini mendidik siswa Qum kelak untuk menjadi pemimpin

revolusi Iran, di antara semua muridnya Murtadha adalah murid yang paling dekat

dengan Imam Khomeini mereka sama-sama menekuni semua ilmu pengetahuan

tanpa terjebak didalamnya, kemudian guru yang paling berpengaruh lainnya bagi

Murtdaha adalah Ayatullah Sayyid Muhammad Husein Thabatthaba’i dimana

murtadha mengikuti perkuliahannya mengenal al-syifa’ karya Ibn Sina pada

tahnun 1950-1953 atau pertemuan di luar perkuliahn setiap kamis malam dibawah

bimbingannya belajar filsafat materialis yang menjadi pilihan sekelompok ulama

tradisional.14

11
Haidar Bagir, Murtadha Muthahhari sang Mujahid, h. 28.
12
Haidar Bagir, Murtadha Muthahhari sang Mujahid, h. 29.
13
Murtadha Muthahhari, Filsafat Hikamah Pengantar Pemikiran Shadr, h. 27.
14
Murtdha Muthahhari, Filsafat Hikamah Pengantar Pemikiran Shadr, h. 27-28.

43
Karir Murtadha tidak hanya dalam bidang akademis akan tetapi juga

politik dan organisasi hal itu dilakuakan sebagai rangka dalam menggulingkan

rezim Pahlevi, pada tahun 1952 Murtadha menikah dengan putri Ayatullah Ruhani

dan mulai mengajar filsafat di Madras-yi Marrvi dua tahun setelah itu 1954 ia

diminta mengajar di fakultas teologi dan ilmu keislaman di Universitas Teheran ia

mengajar di sana selama dua puluh tahun.15

Tahun 1960, Murtadha memegang kepemimpinan sekelompok ulama

Teheran, yang dikenal sebagai Anjumani-yi Dini atau masyarakat keagamaan,

selain dakwah dan menulis ia juga memberikan semua yang dimiliknya , pada

tahun 1963 ia ditahan bersama Ayatullah Imam Khomeini, dan ketika Khoemini

dibuang ke Turki Murtadha yang menggantikannya untuk menggerakan dan

meneruskan imamahnya. Bersama ulama lainnya Murtadha mendirikan

Husainiya-yi Irsyad di lembaga itulah sosiologi muda Ali Syari’ati meyampaikam

kuliah-kuliahnya, Murtadha juga menjadi seorang imam masjid di al-Jawad dan

menjadikan masjid sebagai gerakan politik.16

Murtadha Muthahhari ditahan selama 43 hari, pada tahun 1964 setelah

beberapa hari ditahan bersama ualam lainnya karena ketahuan sebgai pengikut

imam Khomeini ia medirikan organisasi Tahiyyat-e Ruhaniyyat-e Mubarriz

(himpunan ulama pejuang), dan mengorganisasikan perlawanan terhadap Syah

dalam negri. Setelah revolusi Iran 1978-1979 oleh imam Khomeini Murtadha

merupakan salah satu arsitek revolusi tersebut. Kemudian ia ditunjuk oleh imam

15
Haidar Bagir, Murtadha Muthahhari sang Mujahid, h. 35-36.
16
Murtadha Muthahhari, Perspektif Al-Qur’an tentang Manusia dan Agama terj. Haidar
Bagir (Bandung: Mizan, 1994), h. 9.

44
khomeni sebagai dewan revolusi Iran yang mengendalikan roda pergerakan poltik

Iran.17

Roda pergerakan politik maupun organisasi yang didirikan oleh Murtadha

Mutahhari dilarang oleh rezim Syah dan ia masuk kembali penjara namun begitu

ia terus melakukan perjuangan langkah politiknya , tahun 1978 rezim Syah

mengecam dan melarang semua kuliah dan pergerakan yang dilakukan oleh

Murtadha muthahhari, apalagi ketika ia menerbitkan buku yang menjelaskan

mengenai materealisme mengenai asal usul faham materialism di Eropa juga Iran,

selama revolusi itu berlangsung ia aktif menulis gaya penulisannya pun bersifat

menghimbau tidak mengutuk, tulisa itu ditujukkan pada furqan sebagai kritik atas

faham interpretasi terhadap materialism al-Qura’an, ia berharap tulisannya

mendapat balasan kritikan, akan tetapi balasannya adalah penembakan yang

mengakibatkan ia meninggal.18

B.2. Karya-Karya

Kegiatannya yang lain adalah aktif dalam kegiatan jurnalistik , pada tahun

1953 ia menjadi penulis disebuah jurnal filsafat Al-Hikmah , dalam jurnalnya ia

mulai menyampaikan gagasan dan pemikirannya dan tulisan-tulisannya banyak

disukai masyarakat dan menjadikan Murtdha dikenal banyak orang. 19 Murtadha

muthahhari merupakan penulis yang sangat prduktif banyak sekali karya-karyanya

yang ia tulis dan diterjemahkan, salah satu karya yang tekenal dan sudah

diterjamahkan adalah karyanya yang berjudul keadilan ilahi, dimana buku ini

akan menjadi rujukan pertama dalam penulisan mengenai gagasan murtadha

muthahhari menyoal keadilan.


17
Murtdha Muthahhari, Kritik Islam terhadap Materialisme, h. 9.
18
Haidar Bagir, Murtadha Muthahhari sang Mujahid, h. 103.
19
Hamid Algar, Hidup dan Karya Murtadha Muthahhari (Bandung: Mizan, 2002), h. 30.

45
Selasa 1 Mei 1979, merupakan tanggal kejadian yang tak terlupakan

dalam sejarah hidup Murtdha Muthahhari yang merupakan awal perjalanan dari

kewafatannya, kala itu ia pergi ke rumah Dr. Yadullah Sahabi bersama anggota

dewan revolusi Iran lainnyas sekitar 10.30 setelah pulang dari rumah Shabi

Murtadha pulang sendiri dan melewati jalan kecil, ia mendengar suara asing

memanggilnya dan ketika ia menengok ke arah suara tersebut peluru menembus

kepalanya dan langsung setelah kejadian itu dilarikan ke rumah sakit dan

nyawanya tidak dapat terselamatkan kemudian Murtadha dimakamkan di sebuah

makam syaikh Abul Karim Ha’iri.

Hal bersamaan menurut kesaksian putranya Mujtaba, sebelum wafat

ayahnya telah melihat tanda-tanda kesyahidannya, ia lepas dari permasalahan

dunia dan banyak melakukan shalat malam juga memebaca al-Qur’an dan ia

bermimpi menghadap Rasulullah bersama Khomeini. 20

Warisan karya atas pemikiran Ayatullah Muthahhari tidak akan

terlupakan, argumen-argumen yang dibangun dalam karyanya semasa hidup

sangat berpengaruh bagi yang lain, Muthahhari tetap hidup dalam karyanya dan

akan dikenang oleh sejarah sampai kapanpun.

20
Haidar Bagir, Murtadha Muthahhari sang Mujahid, h. 47.

46
BAB IV

KONSEP KEADILAN

JOHN RAWLS DAN MURTADHA MUTHAHHARI

A. Konsep Keadilan John Rawls

A.1. Problem Keadilan menurut Jhon Rawls

Keadilan sebagai fairness, keadilan merupakan kebijakan utama dalam

institusi sosial, suatu hukum harus direformasi jika tidak adil karena setiap orang

memiliki kehormatan berdasarkan keadilan dimana manusia kebebasan dan hak-

haknya harus dijamin oleh keadilan. Di dalam masyarakat yang adil kebebasan

warga Negara dijamin, hak-haknya dijamin tidak ada tawar menawar dalam

politik atau soal kepentingan sosial.1

Problem keadilan baginya adalah soal ketimpangan baik dari segi

ekonomi, sosial, atau politik dalam suatu Negara yang plural dan demokratis, serta

kerap hukum yang sering tidak adil serta kebijakan Negara yang seringkali

timpang dalam memutuskan sesuatu yang merugikan rakyat yang berujung pada

ketidakadilan.

Dalam bukunya Rawls sering menegaskan betapa pentingnya keadilan

bagi seorang individu dan sebuah institusi Negara yang wajib memelihara hak-hak

dari setiap warga Negara.

Konsepsi mengenai keadilan ini adalah memahami kebutuhan akan prinsip

umtuk memeberikan hak-hak dasar dan kewajiban-kewajiban dasar serta

kebutuhan untuk menentukan bagaimana keuntungan dan beban masyarakat

1
John Rawls, Teori Keadilan Terj. Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo (Yogyakarta:
PUSTAKA PELAJAR, 2006), h. 3-4.

47
didistribusikan , jika demikian kepentingan individu berbenturan dengan institusi-

instistusi yang mendapat keadilan pula, dikatakan adil jika sebuah institusi

tersebut tidak ada pembeda yang sewenang-wenang antara orang dalam

memeberikan hak dan kewajiban, dan ketika aturan menentukan keseimbangan

yang pas antara sengketa demi kemaslahatan kehidupan sosial.2

Kesepakatan bukan satu-satunya syarat demi terciptanya suatu konsep

keadilan bagi masyarakat, Rawls menyatakan terdapat problem-problem sosial

yang mendasar khususnya mengenai koordinasi, efesiensi, dan stabilitas. Untuk

mengatasi ketiga masalah sosial yang mendasar tersebut harus dilakukan upaya

pelaksanaaan renacana-rencana yang mengarah kepada tujuan sosial yang efesien

dan konsensiten pada prinsip keadilan, yang pada akhirnya kerja sama sosial harus

stabil, harus sesuai dengan aturan dasar dan ketika pelanggaran terjadi maka

kekuatan-kekuatan yang menstabilkan perlanggaran tersebut sebelum ada

pelanggaran yang lebih lanjut dan mengembalikan pada tatanan yang semula .3

Rawls menyatakan bahwa subjek dari keadilan adalah sturktur dasar

masyarakat atau sederhananya bagaimana suatu institusi sosial mendistribusikan

hak dan kewajiaban dan menentukan pembagian keuntungan dari kerja sama

sosila. Keadilan dalam skema sosial secara mendasar bergantung pada bagimana

hak-hak dan kewajiban diaplikasikan pada sektor ekonomi, sosial, atau

msayarakat.4

Konsepsi keadilan harus dipandang memberikan sebuah standar

bagaimana aspek-aspek struktur dasar masyarakat mesti diukur.5

2
John Rawls, Teori keadilan, h. 6.
3
John Rawls, Teori keadilan, h. 7.
4
John Rawls, Teori keadilan, h. 8.
5
John Rawls, Teori keadilan, h. 10.

48
Posisi asali adalah status Qua yang menegaskan kesepakatan fundamental

yang dicapai adalah fair, fakta tersebut melahirkan keadilan sebagai fairness, dan

kesepakatan yang fair hanya bias dicapai dengan adanya prosedur memberikan

keadilan sebagai fairness adalah keadilan prosedural murni.6

A.2. Metodologi Penalaran

Pemikiran Rawls sangat luas dan dalam mengenai keadilan dimana

pemikirannya tersebut upaya melampaui paham utilitarianisme yang sangat

dominan sebelum era Rawls makanya dalam buku A Theory of Justice ada

pembahasan khusus mngenai paham utilitariaisme ia menjelaskan mulai dari

utilitarianisme klasik hingga perkembangan selanjutnya dan mengkontruksi teori

kontrak sosial Hobbes dan Lock, dimana ia berupaya menjelaskan sebuah

kesepakatan yang mengatur ketentraman dalam masyarakat melalui kontrak sosial

lebih jauh Rawls mengkontruksinya dan membahas mengenai keadilan. Di sini

Kant sebagai titik tolak untuk merumuskan sebuah teori keadilan.

Keadilan sebagai fairness menjadi dasar bagi prinsip-prinsip pengaturan

institusi-institusi yang ada didalamnya, untuk merumuskan prinsip-prinsip yang

mengatur distribusi hak dan kewajiban bagi setiap masyrakat ia menekankan

kesepakatan yang fair bagi semua masyarakat, karena hanya kesepakatan yang

fair yang mampu mendorong kerjasama sosial.7

Rawls menegaskan semua pihak untuk terlibat dalam proses pemilihan

prinsip-prinsip keadilan, dimana berada dalam kondisi awal posisi asali the

original position ia merupakan prasyarat bagi terciptanya keadilan sebagai

fairness, tapi ia bukan merupakan suatu yang real melainkan imaginer tetapi

6
John Rawls, Teori keadilan, h. 147.
7
John Rawls, Teori keadilan, h. 5.

49
posisi asali merupakan salah satu syarat yang tepat untuk melahirkan sebuah

konsep keadilan yang tujuannya terjaminnya kepeningan semua pihak secara fair.8

Tetapi tidak semua orang dapat masuk pada posisi asali, yakni mereka

yang masuk adalah mereka yang memiliki kemampuan nalar sesuai dengan

standar formal dari ilmu pengetahuan.9

A.3. Gagasan Keadilan John Rawls

Rawls merupkan seorag liberal-sosialis, di satu sisi ia mementingkan

terjaminnya kesetaraan, kebebasan dan hak individu dalam kehidupan sosial,

ekonomi, dan politik. Di sisi lain ia juga memperhatikan kesejahteraan

masyarakat yang paling tidak beruntung dan menganjurkan untuk menyelamatkan

orang-orang tidak beruntung ini untuk menggapai kesejahteraan, pendapatan, dan

otoritas, oleh karena itu Rawls merumuskan konsep keadilan pada dua besar

prinsip mengenai keadilan.

Prinsip pertama, The Greatest Equal Principle, prinsip persamaan hak.

Pada prinsip pertama ini berlaku secara luas kepada seluruh masyarakat di suatu

Negara demokratis tanpa terkecuali, persamaan yang dimaksud di sini ialah

persamaan dalam hak asasi manusia, misalnya; hak untuk hidup, hak bebas

berpendapat, berserikat, mendapatkan keamanan, pendidikan, dan terhindar dari

segala macam bentuk pelanggaran hak asasi manusia. Keadilan mesti menjamin

persamaan hak ini terwujud dan terjaga.

Prinsip pertama setiap orang punya hak yang sama atas kebebasan ,

prinsip kedua ketimpangan sosial dan ekonomi harus diatur sehingga dapat

8
John Rawls, Teori keadilan, h. 120.
9
John Rawls, Teori keadilan, h. 130-133.

50
memberi keuntungan bagi semua orang dan posisi jabatan terbuka bagi semua

orang.10

Menurut John Rawls, prinsip pertama hanya bisa berlaku pada posisi asali

(original position), prinsip kebebasan berlaku secara luas ketika kesetaraan itu ada

pada seluruh masyarakat. Tapi keadaan sekarang pada masyarakat adalah

kesenjangan antar elemen masyarakat, mengapa terjadi? Karena adanya

overlapping consensus yang disebabkan oleh reasonable disagreement, sebuah

keniscayaan yang ada pada pemerintahan demokrasi mengenai perbedaan

pendapat yang akhirnya memenangkan sebagian pihak saja (walaupun

ketidaksepakatan ini rasional tetapi tetap ada yang diuntungkan dan dirugikan),

perbedaan ini hanya bisa diselesaikan dengan dua cara, dengan koersi dari yang

dominan ke yang lemah, atau menggunakan prinsip kedua The Different Principle

dan The Principle of Equaliy of Opportunity.11

The veil of ignorance mengakibatkan masyarakat tidak menyadari akan

keadaan kesenjangan tersebut hingga tak menyetujui The Different Principle dan

The Principle of Equaliy of Opportunity.

Prinsip kedua, The Different Principle yang lanjutannya adalah The

Principle of Equaliy of Opportunity. Dalam sebuah negara demokratis yang

menjamin hak asasi manusia, kebebasan dalam sosial, ekonomi, dan politik tetap

akan ada yang namanya kesenjangan sosial, ekonomi, maupun politik. Nah

perbedaan ini mesti diakui keberadaanya dan harus diselesaikan masalahnya

karena hal demikian merupakan keniscayaan. Sebuah negara dan instiutsi sosial

dalam hal ini mesti berpihak pada orang yang tidak beruntung, karena orang yang

10
John Rawls, Teori keadilan, h. 72.
11
John Rawls, Teori Keadilan, h. 89.

51
tidak beruntung ini telah terambil persamaan dan pemenuhan haknya dan tidak

bisa mengejar ketertingalan dalam kesejahteraan, dan otoritas. Bantuan kepada

orang yang paling tidak beruntug ini bukan tanpa tujuan, pertama, tentu untuk

pemenuhan hak asasinya, kedua, terjadinya reciprocal benefit, keuntungan timbal

balik. Ketika kita menolong orang yang tidak beruntung untuk sejahtera maka

mereka akan berkontribusi lebih dalam baik pada sektor ekonomi, sosial, politik

sehingga menjadi tambahan daya baru untuk pertumbuhan negara yang lebih

baik, dengan demikian manfaatnya pun akan dirasakan oleh mereka orang yang

beruntung. Prinsip kedua hanya berlaku jika prinsip pertama telah terpenuhi dan

prinsip pertama tidak bertentangan dengan prinsip keadilan yang kedua. 12

Untuk terjaminnya kedua prinsip keadilan Rawls menegaskan keduanya

harus diatur dalam suatu tatanan yang disebut serial order dengan itu hak-hak

dasar tidak bisa direnggut dan ditukar dengan keuntungan atau kepentingan sosial

ekonomi.

Bagi Rawls ketidaksamaan tingkat sosial, ekonomi, dan politik tidak harus

selalu diartikan ketidakadilan, baginya perbedaan menjamin berlangsungnya

masyarakat yang ideal dimana terbukanya peluang yang sama, perbedaan tersebut

menguntungkan bagi orang-orang yang lebih beruntung tapi prinsip tersebut

dapat dibenarkan jika membawa keuntungan orang yang tidak beruntung. 13

Dari sudut politik konsepsi keadilan Rawls diformulasikan keadilan dalam

tiga hal: (1). Hak atas partisipasi politik yang sama, (2). Hak warga untuk tidak

terpenuhi, (3). Hak warga untuk menolak berdasarkan hati nurani. Ketiganya

12
John Rawls, Teori keadilan, h. 250.
13
John Rawls, Teori keadilan, h. 75.

52
menjadi manifestasi dari prinsip keadilan pertama dan teori keadilan sosial

Rawls.

Muncul Robert Nozick lebih radikal lagi yang sezaman sekaligus kritikus

Rawls, ia seorang individualis radikal. Menurutnya, kesenjangan terjadi pada

masyarakat adalah keniscayaan yang tidak perlu diselesaikan, kendatipun

diselesaikan keadaan kesenjangan akan kembali lagi dan akan terus kembali bak

jamur di musim hujan, maka keadilan bukanlah berarti membantu orang yang

paling tidak beruntung untuk sejahtera, bahkan justru menurut Nozick dengan

menolong mereka berarti sudah melakukan ketidakadilan.14

Menurut Nozick keadilan adalah apa yang terjadi pada Lockean

Situation.15 Situasi Lockean, dimana manusia saling berdamai, terjaga hak-

haknya dan memiliki kebebasan sangat luas, tetapi keadaan ini adalah suatu

utopia. Negara minimal adalah negara yang mendekati dengan Lockean Situation,

negara tidak boleh ikut campur dalam kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat,

menurut Nozick, Popper benar ketika mengatakan negara adalah sebuah

kejahatan yang dibutuhkan, meski kadang kala mengintervensi kebebasan

masyarakat, di sisi lain negara bisa menjaga masyarakatnya dari pelanggaran hak.

Negara bisa menyediakan fasilitas publik yang apabila dibuat sendiri oleh

individu akan membutuhkan biaya yang sangat besar.

Prinsip pertama setiap orang punya hak yang sama atas kebebasan ,

prinsip kedua ketimpangan sosial dan ekonomi harus diatur sehingga dapat

14
Robert Nozick, Anarchy, State, and Utopia (Oxford:Blackwell, 1974), h. 78.
15
John Rawls, Teori Keadilan, h. 144.

53
memberi keuntungan bagi semua orang dan posisi jabatan terbuka bagi semua

orang.16

Prinsip-prinsip tersebut menerapkan struktur dasar masyarakat, mengatur

hak dan kewajiban serta distribusi keuntungan sosial-ekonomi. Prinsip-prinsip

tersebut menganggap bahwa struktur sosial dapat dibagi kedalam dua aspek (1).

Aspek-aspek sistem sosial yang menjamin kebebasan warga negara, (2). Aspek-

aspek yang menunjukan ketimpangan sosial ekonomi.17

Bagi Rawls dua prinsip tersebut menyatakan bahwa semua orang

mendapat keuntungan dari ketimpangan sosial-ekonomi.18

Konsepsi umum tentang keadilan sebagai fairness mensyaratkan bahwa

semua nilai sosial primer di distribusikan secara adil kecuali distribusi yang tidak

adil justru menguntungkan semua pihak.19 Landasan utama dua prinsip keadilan

tersebut adalah bersandar pada fakta dan kesepakatan yang harus dihormati dalam

kondisi apapun.20

Konsep kontrak masyarakat publisitas dan menetapkan batas minimal

kesepakatan. Konsep kontrak sosial dikontruksi dan dikembangan lebih jauh oleh

Rawls dan mencapai paham Utilitarinisme. Keadilan tersebut dilihat dari paham

utilitarianisme klasik, kemudian netralitas dan kebaikan hati. 21 Dimana yang

namnya netralitas salah satu hal yang menawarkan satu-satunya perspektif dari

mana penilaian moral bisa dibuat koheren, prinsip netral dapat dikatakan lahir

sesuai dengan prinsip yang akan dipilih dalam posisi asali. Dengan prinsip

16
John Rawls, Teori keadilan, h. 72.
17
John Rawls, Teori keadilan, h. 73.
18
John Rawls, Teori keadilan, h. 78.
19
John Rawls, Teori keadilan, h. 182.
20
John Rawls, Teori keadilan, h. 215.
21
John Rawls, Teori keadilan, h. 226.

54
kebaikan hati akan mewujudkan terciptanya keadilan, tanpa syarat dan

menanggap itu sebagai kewajiaban, karena itulah teori keadilan Rawls tolak

ukurnya adalah teori etika deontologis Immanuel Kant.22

Dengan argument-argumennya, satu hal sebenaarnya yang ingin John

Rawls perkuat, yaitu Justice as fairness. Baik bagi pihak beruntung dan tidak

beruntung. 23

B. Konsep Keadilan Murtadha Muthahhari

B.1. Problem Keadilan

Dalam hal ini penulis akan menulis mulai dari problem keadilan bagi

Murtadha Muthahhari kemudian bagaimana metode penelarannya terakhir konsep

keadilan itu sendiri bagi Murtadha Muthahhari.

Tentu saja problem dari keadilan adalah pelanggaran hak, diskriminasi,

pilih kasih, penganiayaan, menindas dan masih banyak persoalan lainnya, dan

baginya keadilan adalah memeilihara hak orang lain. 24

Keadilan dan kezaliaman dalam pengertiannya sebagai dua konsep moral

yang bersandar pada kebaikan dan keburukan rasional, dua konsep „itibari yang

khas dalam konteks interaksi sosial manusia, baginya keadilan merupakan tujuan

kenabian sedangkan dalam konsep filosofisnya merupakan dasar utama ma‟ad

(tenpat kembali menuju Tuhan).25

Ini sesuai dengan firman Tuhan dalam surah al-Hadid yang berbunyi;

22
John Rawls, Teori keadilan, h. 231.
23
John Rawls, Teori Keadilan, h. 129.
24
Murtadha Muthahhari, Keadilan Ilahi: Asas Pandangan Dunia Islam Terj. Agus Efendi
(Bandung: Mizan, 1995) h. 48.
25
Murtadha Muthahhari, Keadilan Ilahi, h. 51-52.

55
“ sesungguhnya kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa

bukti-bukti yang nyata dan Kami turunkan bersama mereka kitab dan

neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.”

Sebenarnya Muthahhari dalam bukunya lebih cenderung membahas

mengenai keadilan Ilahi dimana sang Ilahi menjadi aktor utama bukan manusia,

namun dalan buku tersebut Muthahhari juga menulis mengenai keadilan dan

bagaimana implikasinya pada masyarakat luas.

B.2. Metode Penalaran

Dalam buku tersebut Muthahhari banyak mengambil dan membangun

gagasannya dalam beberapa perspektif, selain dari sumber utama yakni al-Qur‟an

yang kemudian ditafsirkan secara rasional, ia membagi persfektif teologi, dan

filosofis.

Para teologi seperti „Asy‟ari, Mu‟tazilan, dan Syi‟ah , terlebih dahulu

dipaparkan argumentasi „Asy‟ari yang mengatakan sifat adil bersumber dari

perbuatan Allah qua perbuatan Allah, setiap perbutan menjadi adil apabila

perbutan itu berasal dari Allah sedangkan bagi kaum Mu‟tazilah dan Syi‟ah

mengkritik keras argumentasi dari „Asy‟ari, bagi Mu‟tazilah dan Syi‟ah mereka

sama-sama mengakui keadilan sebagai fakta yang terjadi dalam peristiwa-

peristiwa alam ini tanpa melihat ada/tidak relasi semua peristiwa itu dengan Allah

dan mereka juga berpendapat bahwa kebaikan dan keburukan itu bersfat rasional

dan substansial.26

Mu‟tazilan dan Syi‟ah berpendapat kebaikan dan keburukan adalah tolok

ukur semua perbuatan manusia, bahwa keadilan itu pada esensi dan substansi

26
Murtadha Muthahhari, Keadilan Ilahi, h. 55-56.

56
,sedangakan kezaliman itu pada esensi dan substansi adalah buruk, bagimana

caranya adalah akal budi tanpa batas.27

Selanjutnya dari kacamata filosof Islam memandang kebaikan dan

keburukan sebagai tahap yang datang belakangan setelah perbutan Allah dan

diabstraksiakan dari sistem wujud, dan mereka tidak menolak rasionalitas

kebaikan dan keburkan. Baginya konsep baik-buruk itu tidak terbatas pada

kehidupan manusia tapi juga konteks keTuhanan yang Ilahi. Menurut para filosof

baik-buruk hanya berlaku pada manusia lantaran kesadaran moral manusia

dibentuk atas dasar tersebut, jadi baginya baik-buruk merupakan ide „itibari bukan

hakiki, dalam cara memiliki nilai praktis bukan nilai teoritis, dimana fungsinya

hanya sebgai perantara dan sarana untuk mencpai tujuan dari perbutan-perbuatan

yang dikehendaki, pelantara tersebut adalah ide-ide yang ditetapkan.28

Para teolog dan filosof memandang sistem alam yang kukuh dan bijak ini

sebagai salah satu di antara banyak metode untuk membuktikan eksistensi Allah

dan sebagian sifat-sifatNya. Keadilan Ilahi bukan semata-mata melalui metode

pengamatan sistem alam, tapi semua fenomena sistem penciptaan.29 Adapun jenis

metode empiris hanya memandang dalam satu perspektif cermin saja yakni

manusia.

Karena metode yang Muthahhari gunakan adalah pendekatan etika

telelogis dimana sebagai rujukan cara mengatasi problem keadilan tersebut,

dengan demikian ini berada dalam ranah intusi dimana cakupannya adalah

wilayah interpretasi rasional. Oleh karena itu bagi Muthahhari keadilan

merupakan salah satu dasar agama , dan ulama Islam dari kalangan Mu‟tazilah
27
Murtadha Muthahhari, Keadilan Ilahi, h.56.
28
Murtadha Muthahhari, Keadilan Ilahi, h.58.
29
Murtadha Muthahhari, Keadilan Ilahi, h.59 .

57
dan Syi‟ah memandang keadilan sebagai prinsip kedua dalam Ushuluddin (

prinsip-prinsip utama agama).30 Memandang bahwa keadilan sebagai tujuan dari

terciptanya kebahagiaan.

B.3. Gagasan Keadilan Murtdha Muthahhari

Sekarang beralih pada apakah keadilan itu, bagi Muthahhari seorang

pemikir Muslim zaman modern terdapat empat konsep kata adil, dan keadilan

digunakan dalam empat hal :

Pertama, kata adil digunakan atau mengandung arti keseimbangan, tidak

pincang semua menuju satu tujuan bersama-sama dan terdapat syarat-syarat untuk

menjadikan satu kesatuan yang utuh, jika terpenuhi syarat-syarat tersebut maka

akan memberikan efek yang diharapkan dan kesatuan, misalnya, jika masyarakat

ingin bertahan maka ia harus berada dalam keseimbangan dalam arti bagiannya

harus berada dalam ukuran dan hubungan dengan yang lainnya tepat. Di sini

keadilan tidak mesti menuntut persamaan karena fungsi satu bagian dengan

hubungan yang lainnya menjadi efektif karena memiliki hubungan yang cocok

dan sesuai dengan fungsi tersebut bukan karena sama memiliki ukuran dan bentuk

dengan hubungan yang lainnya. Lebih jelas Muthahhari menegaskan bahwa:

“Keadilan dalam masyarakat mengahruskan kita memperhatikan dengan

pertimbangan yang tepat kepada perimbangan berbagai keperluan yang ada,

kemudian kita tentukan secara khusus perimbangan yang sesuai untuk

berbagai keperluan itu dan kita tentukan juga batas kemampuan yang

semestinya. Dan jika sudah mencapai tingkat ini , maka kita berhadapan

dengan masalah kebaikan yaitu kebaikan umum yang diperlukan bagi

30
Murtadha Muthahhari, Keadilan Ilahi, h.71.

58
ketahanan dan kelangsungan keseluruhan. Jadi dalam hal ini kita didorong

untuk memperhatikan tujuan keseluruhan, dan dari sudut pandang ini maka

bagian merupakan alat semata bagi keseluruhan, tanpa adannya nilai

tersendiri.”31

Pengertian keadilan dalam arti keseimbangan berlaku pada wujud-wujud

fisik seperti alam raya, Allah swt berfirman: “dan Allah telah meninggikan langit

dan Dia meletakan neraca (keadilan” disambung denga hadits nabi “ dengan

keadilan tegaklah langit dan bumi”. Makna keseimbangan adalah

ketidakseimbangan bukan kezaliman.32

Oleh karena itu keamanan, ketertiban, dan keselarasan sosial dapat

tewujud melalui sistem politik yang otoriter, maka dalam pengertian keadilan

adalah keseimbanagn memerlukan penelitian yang dalam sebagai lawan

kezaliman, keadilan dalam arti keseimbangan ini lebih banyak mengahsilkan

kebaikan umum saja, tapi memungkinkan untuk diingkari demi kepentingan

pribadi sebagai bagian dari msyarakat.33

Masyarakat yang ingin tetap bertahan dan mapan maka keadaan

masyarakat tersebut harus berada dalam keadaan seimbang. Dimana segala

sesuatu yang ada didalamnya harus eksis dengan kadar semestinya dan bukan

dengan kadar yang sama. Keseimbangan sosial mengharuskan kita melihat neraca

kebutuhan dengan pandangan yang relatif melalui penentuan keseimbangan yang

relevan dengan menerapkan potensi yang semestinya terhadap keseimbangan

tersebut.

31
Murtadha Muthahhari, Keadilan Ilahi, h.60-61.
32
Murtadha Muthahhari, Keadilan Ilahi, h.61.
33
Murtadha Muthahhari, Keadilan Ilahi, h.62.

59
Kedua, keadilan mengandung atau digunakan dalam arti persamaan (non-

diskriminasi), diskriminasi dalam bentuk apapun, maka orang disebut adil jika

orang tersebut memperlakukan semua orang secara sama namun persamaan di sini

perlu ditegaskan lebih jelas bahwa keadilan dalam arti persamaan perlakuan yang

sama kepada orang-orang yang mempunyai hak yang sama, seperti kemampuan,

tugas, dan fungsinya yang sama. Bukan pelakuan mutlak yang sama kepada setiap

orang tanpa memperhatikan adanya perbedaan kemampuan, tugas, dan fungsi.34

Ketiga, keadialan dalam arti pemberian hak kepada yang berhak,

pemeliharan hak-hak individu dan memberikan hak-hak pada objek yang berhak

menerimanya, kezaliman dalam pengertian ini adalah perampasan hak dari orang

yang behak dan pelanggaran hak oleh orang yang tidak berhak. Muthahhari

membagi keadilan dalam pengertian pemberian hak kepada yang berhak dalam

dua hal;

(1) Hak dan prioritas right and properties, adanya berbagai hak dan prioritas

individu atau sederhananya hak dan kepemilikan yang sesuai dengan

usaha dan hasil usahanya, juga mencakup hak-hak dan kepemilikan alami.

(2) Karakter khas manusia, yakni kualitas manusia tertentu yang harus

dipenuhi oleh dirinya dan diakui oleh yang lain atau kesadaran semua

orang untuk mencapai tujuannya, maka disebut zalim apabila

menghalangi orang tersebut untuk memenuhi kualitas itu dan

mengingkarinya.

Dan keadilan seperti ini adalah keadilan sosial yang harus dihormati di

dalam hukum manusia dan setiap individu diperintahkan untuk menegakannya.

34
Murtadha Muthahhari, Keadilan Ilahi, h.62-63.

60
Keempat, Pelimpahan wujud berdasarkan tingakat dan kelayakan artinya

adalah keadilan Ilahi, berupa kemurahanNya, limpahan Rahmat kepada seseorang

atau sesuatu setingkat dengan kesediaan untuk menerima eksistensi dirinya sendiri

dan pertumbuhannya kearah kesempurnaan. Dalam bentuk penegrtian keadilan


35
keempat ini berada dalam ranah teologis dan metafisis . atau memelihara hak

atas berlanjutnya eksistensi.36

Teori keadilan Muthahhari hampir sama dengan teori keadilannya

Aristoteles yang dikenal sebagi teori keadilan komutatif. Yakni; keadilan yang

menegakan kesetaraan, keseimbangan, keharmonisan seseorang dengan yang

lainnya.

Komparasi dari konsep keadilan John Rawls dan Murtha Muthahhari akan

kita temui persamaan dan perbedaannya melalui table dibawah ini:

John Rwls Murtadha Muthahhari


Persamaan Persamaan yang dimaksud Rawls Menurut Muthahhari harus
Hak
di sini adalah persamaan dalam memberikan hak kepada yang

hak asasi manusia, misalnya; hak berhak, pemeliharan hak-hak

untuk hidup, hak bebas individu dan memberikan hak-hak

berpendapat, berserikat, pada objek yang berhak

mendapatkan keamanan, menerimanya, kezaliman dalam

pendidikan, dan terhindar dari pengertian ini adalah perampasan

segala macam bentuk hak dari orang yang behak dan

pelanggaran hak asasi manusia. pelanggaran hak oleh orang yang

Keadilan mesti menjamin tidak berhak. Pemberian hak tersebut

35
Murtadha Muthahhari, Keadilan Ilahi, h.65-66.
36
Murtadha Muthahhari, Keadilan Ilahi: Asas Pandangan Dunia Islam Terj. Agus Efendi
(Bandung: Mizan, 1995), h. 16 dan 63.

61
persamaan hak ini terwujud dan di bagi dalam dua; right and

terjaga. properties dan karakter khas

manusia.

Kebebasan Menurut Rawls setiap orang Muthahhari juga mengatakan


Individu
mempunyai hak yang sama untuk bahwa setiap individu memiliki
kebebasan dan prinsip kebebasan
hak yang sama atas kebebasan.
berlaku secara luas ketika

kesetaraan itu ada pada seluruh

masyarakat.

Non- Menurut Rawls non-diskiminasi Menurut Muthahhari orang disebut


dskriminasi
ini merupakan salah satu prinsip adil jika orang tersebut

dari keadilan sebagai fairness memperlakukan semua orang secara

dimana keadilan sebagai fairness sama namun persamaan di sini perlu

menjadi dasar bagi prinsip- ditegaskan lebih jelas bahwa

prinsip pengaturan institusi- keadilan dalam arti persamaan

institusi yang ada didalamnya, perlakuan yang sama kepada orang-

untuk merumuskan prinsip- orang yang mempunyai hak yang

prinsip yang mengatur distribusi sama, seperti kemampuan, tugas, dan

hak dan kewajiban bagi setiap fungsinya yang sama. Bukan

masyrakat ia menekankan pelakuan mutlak yang sama kepada

kesepakatan yang fair bagi setiap orang tanpa memperhatikan

semua masyarakat, karena hanya adanya perbedaan kemampuan,

kesepakatan yang fair yang tugas, dan fungsi.

mampu mendorong kerjasama

sosial.

62
Keadilan Menurut Rawls bagaimana suatu Menurut Muthahhari keadilan
Sosial
institusi sosial mendistribusikan seperti ini adalah keadilan sosial

hak dan kewajiaban dan yang harus dihormati di dalam

menentukan pembagian hukum manusia dan setiap individu

keuntungan dari kerja sama diperintahkan untuk menegakan

sosila. Keadilan dalam skema

sosial secara mendasar

bergantung pada bagimana hak-

hak dan kewajiban diaplikasikan

pada sektor ekonomi, sosial, atau

msayarakat

Perbedaan Menurut Rawls adanya Menurut Mutahhari bahwa


(Kesempatan)
perbedaan dalam sebuah negara perbedaan dalam perbedaan

demokrasi merupakan kesenjangan dimasyarakat harus

keniscayaan ketidaksamaan diakui keberadaanya namun setiap

tingkat sosial, ekonomi, dan individu memiliki kesempatan untuk

politik tidak harus selalu mengejar ketertinggalan baik dari

diartikan ketidakadilan, baginya segi ekonomi, sosial dan politik, dan

perbedaan menjamin dalam arti persamaan perlakuan yang

berlangsungnya masyarakat yang sama kepada orang-orang yang

ideal dimana terbukanya peluang mempunyai hak yang sama.

yang sama, perbedaan tersebut

menguntungkan bagi orang-

orang yang lebih beruntung tapi

prinsip tersebut dapat dibenarkan

jika membawa keuntungan orang

63
yang tidak beruntung

Tradisi yang Jhon Rawls berasal dari Amerika Muthahhari lahir dari tradisi Islam,
berbeda
seorang filosof moral dan politik seorang pemikir dari Iran Murtdha

lahir dari tradisi Barat. seorang pemikir juga pemimpin

revolusi Iran.

Intervensi Rawls berpendapat bahwa: Muthahhari tidak membicarakan soal


Negra
menganjuran untuk membantu intervensi negara.

orang-orang yang tidak

beruntung dalam masyarakat

untuk mendapatkan hak-hak

dasarnya, kesejahteraan,

perbaikan pendapatan dan

kesetaraan dalam situasi tertentu

intervensi negara diperlukan

untuk menjaga stabilitas

ekonomi-sosial.

Metode Rawls sangat Kantian Muthahhari sama dengan teori


Penalaran
(deontologis) bagaimana Rawls keadilan Aristoteles (teleologis)

dalam merumuskan gagasan dimana tujuan dari kehidupan ini

mengenai posisi asali dan adalah kebahgiaan untuk mencapai

pengetahuan yang terselubung tujuan tersebut ada keutamaan-

begitu Kantian dan ini menjadi keutamannya salah satunya keadilan.

tolak ukur dalam merumuskan

dua konsep besar teori

keadilannya.

64
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

John Rawls merumuskan konsep keadilan pada dua besar prinsip

mengenai keadilan. Prinsip pertama, The Greatest Equal Principle, prinsip

persamaan hak. Prinsip kedua, The Different Principle yang lanjutannya adalah

ThePrinciple of Equaliy of Opportunity. Perbedaan sosial ekonomi, mesti diatur

sehingga memberi keuntungan bagi semua orang dan posisi jabatan terbuka bagi

semua orang.

Metodologi penalaran yang digunakan melalui pendekatan etika

deontogisnya Kant, bagaimana dalam bukunya a Theory of justice Rawls selalu

menekankan untuk membantu orang yang paling tidak beruntung untuk

mendapatkan keadilan untuk mengejar ketertinggalan ekonomi, pendidikan, dan

sosial. Dimana itu semua merupkan khas dari teori imeratif kategorisnya Kant

yang menjadi hukum moral, keadilan merupakan suatu hal yang penting bagi

setiap individu, dengan begitu naluri manusia menginginkannya atau jika melihat

ketidakadilan mereka akan berontak tanpa syarat, keadilan adalah sesuatu yang

baik maka dengan sendirinya akan mewajibkan keadilan berlaku pada dirinya

atau orang lain tanpa syarat dan begitu saja.

Murtadha Muthahhari mengemukakan bahwa konsep adil dikenal dalam

empat hal; pertama, adil bermakna keseimbangan, dalam arti suatu masyarakat

yang ingin tetap bertahan dan mapan maka keadaan masyarakat tersebut harus

berada dalam keadaan seimbang. Dimana segala sesuatu yang ada didalamnya

harus eksis dengan kadar semestinya dan bukan dengan kadar yang sama.

65
Keseimbangan sosial mengharuskan kita melihat neraca kebutuhan dengan

pandangan yang relatif melalui penentuan keseimbangan yang relevan dengan

menerapkan potensi yang semestinya terhadap keseimbangan tersebut. Kedua,

adil adalah persamaan terhadap penafian perbedaan apapun. Ketiga, memelihara

hak-hak individu dan memberikan hak kepada setiap orang yang berhak

menerimanya, dan keadilan seperti ini adalah keadilan sosial yang harus dihormati

di dalam hukum manusia dan setiap individu diperintahkan untuk menegakannya.

Ke empat, adil adalah memelihara hak atas berlanjutnya eksistensi.

B. Saran

Kontribusi John Rawls dan Murtadha Muthahhari sangat layak

diperjuangkan sebagai suatu kajian yang hendaknya dilanjutkan dalam penelitian-

penelitian selanjutnya. Konsep keadilan yang ditawarkan keduanya sangat ideal

bagi suatu sistem masyarakat yang merindukan keadilan.

Kendati demikian penelitian ini belum cukup menguraikan pemikiran John

Rawls yang begitu luas juga Murtadha Muthahhari yang begitu dalam meneganai

keadilan sepenuhnya. Sebab tulisan ini masih berdasarkan terjemahan buku dari A

Theory of Justice dan buku Keadilan Ilahi. Oleh karena itu diharapkan

menggunakan karya asli berbahasa Inggris John Rawls dan berbahasa Arab

Murtadha Muthahhari sebagai sumber data primer agar hasil yang diperoleh lebih

maksimal pada penelitian selanjutnya.

66
DAFTAR PUSTAKA

Algar, Hamid, Hidup dan Karya Murtadha Muthahhari, Bandung: Mizan, 2002

Aristoteles, Nichomachean Ethics: Sebuah Kitab Suci Etika terj. dari The

Nichomachean Ethics oleh Embun Kenyowati. Bandung: Teraju. 2004

Bagir, Haidar, Murtadha Muthahhari Sang Mujahid, Bandung: Yayasan

Muthahhari, 1998

Bertens, K, Etika, Jakarta: Gramedia, 1999

Daniels, Norman, (Ed.), Reading Rawls: Critical Studies on Rawls ‘A Theory of

Justice, Oxford: Basil Blackwell, 1975

Ibn Miskawayh, Menuju Kesempurnaan Akhak, Bandung: Mizan,1999

Ibn Rusyd, Republika Platon ala Ibn Rusyd, Terj. Affy Khairiyyah dan Zainudin,

Jakarta: Sadra Press, 2016

Ibrahim, Subhi, Asas-Asas Filsafat, Jakarta: Lecture Publisher, 2001

Nasution, Hasyimiyah, Filsafat Islam, Jakarta: Gajah Mada Press, 1999

Nozick, Robert, Anarchy, State, and Utopia, Oxfrod: Blackwell, 1974

Misrawi, Zuhairi , IBNU RUSYD; Gerbang Pencerahan Timur dan Barat, Jakarta: P3M,

2007

Muthahhari, Murtadha, Keadilan Ilahi: Asasa Pandangan-Dunia Islam, Bandung:

Mizan, 1995

_______________, Neraca Kebenaran dan Kebalilan, Menjelajah Alam Pikiran

Islam, Terj. Najib Husein Alydrus dari Has wa Batil, Ihyaa-e Tafakkur-e Islami,

Bogor: Bogor, 2001

________________, Manusia dan Alam Semesta, Terj. Ilyas Hasan dan Man and

Unirerse, Jakarta: Lentera Basritama, 2003

67
_______________, Perspektif al-Qur’an Tentang Manusia dan Agama, Terj.

Haidar Bagir, Bandung: Mizan, 1990

_______________, Kritik Islam terhadap Materialisme, terj. Ahmad kamil Jakarta: Al-

Huda, 2001

________________, Filsafat Hikamah Pengantar Pemikiran Shadr, terj. Hamid Algar,

Bandung: Mizan, 2002

Nasr, Sayyid Husein, Islam dan Nestapa Manusia Modern, Terj. Anas Mahyuddin

, Bandung: Mizan, 1990

Nasution, Harun, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan,

Jakarta: UI Press, 1986

Rawls, John, Teori Keadilan: Dasar-Dasar Filsafat Politik unuk Mewujudkan

Kesejahteraan Sosial dalam Negara, Terj. Uzair Hamzah dan Heru Prasetyo,

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006

__________,”Basic Liberties and Their Ptiority” dalam M. McMurrin (ed.),

Liberty, Equality, and Law, Cambrige: Cambrige University Press, 1987

__________, Political Liberalism, New York: Columbia University Perss, 1993

__________, Justice as Fairness: A Restatement, diedit oleh Erin Kelly,

Cambridge Massachusetts: Harvard University Perss, 2001

__________, Fairness To Goodness: Philosophical Review, Vol.84 (Oct. 1975)

Rasuanto, Bur, Keadilan Sosial: Pandangan Deontologis Rawls dan Habermas;

Dua Teori Filsafat Politik Modern, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005

Russel, Bertrand, Sejarah Filsafat Barat: Kaitannya dengan Kondisi Sosio-Politik

Zaman Kuno hingga Sekarang, Cet. Ke-2, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004

Schmandt, Henry J, Filsafat Politik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002

68
Suseno, Franz Magnis, Pijar-Pijar Filsafat: dari Gatcholoco ke Filsafat Permpuan,

dari Adam Muller ke Posmoderenisme, Yogyakarta: Kanisius, 2009

_________________, Etika Poliitk: Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan

Modern, Jakarta: Gramedia, 1987

_________________, Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral, Yogyakarta:

Kanisisus, 1987

_________________, 13 Tokoh Etika, Yogyakarta: Kanisius, 1997

_________________, 13 Model Pendekatan Etika, Yogyakarta:Kanisius, 1998

Ujan, Andre Ata, Keadilan dan Demokrasi: Telaah Filsafat Politik John Rawls,

Yogyakarta: Kanisius, 2001

Veger. K.J, Realitas Sosial: Refleksi Filsafat Sosial atas Hubungan Individu-

Masyarakat dalam Cakrawala Sejarah Sosiologi, Jakarta: Gramedia, 1986

69

Anda mungkin juga menyukai