Oleh:
Muamar
SKRIPSI
Oleh:
Muamar
NIM : 102045225177
Di Bawah Bimbingan
KATA PENGANTAR
Segala puja dan puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan semesta alam,
Allah SWT, yang telah memberikan banyak limpahan karunia dan nikmatnya serta
pertolongan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai ungkapan
rasa syukur atas studi yang penulis jalani. Shalawat beriring salam semoga
senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Alhamdu lillâhi rabbil ‘âlamîn, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik, meskipun banyak halangan dan hambatan yang menghadang dalam
penulisan skripsi ini, namun akhirnya atas pertolongan Allah penulis dapat terus
istiqamah dan menyelesaikan skripsi ini.
Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu atas terselesaikannya penulisan skripsi ini,
terutama kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM., selaku dekan
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga Fakultas
zaman.
2. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM., sebagai
3. Kedua orang tua penulis, Ayahanda H. Mukri dan Ibunda Hj. Marsidah yang
telah mendidik, membimbing dan membesarkan penulis hingga saat ini dan
kepada mereka sebagaimana mereka telah mendidikku sejak aku kecil. Doakan
anakmu agar menjadi anak yang shalih berbakti kepada kedua orang tua dan
4. Ketua dan Sekretaris Program Studi Jinayah Siyasah dan para Dosen Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, terima kasih atas segala
ilmu yang telah kalian berikan, semoga ilmu yang telah kalian berikan bermanfaat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis dalam penelusuran
6. Guru penulis, Habib Yusuf Syaikh Abu Bakar yang do’anya menjadi ruh yang
8. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, semoga kebaikan dan
bantuan kepada penulis menjadi amal ibadah dan mendapat ridha dari Allah
SWT.
Semoga skripsi ini bermanfaat dalam menambah wawasan khususnya bagi penulis
dan umumnya bagi seluruh umat manusia, serta dapat memberikan sumbangan
bagi perkembangan ekonomi Islam. Semoga Allah senantiasa meridhai setiap
aktifitas kita dalam berjuang di jalan-Nya, serta menjadikan kita semua sebagai
hamba-Nya yang bahagia di dunia dan akhirat. Âmin Allâhumma âmîn.
Jakarta, 9 Februari 2007
Penulis
Muamar
DAFTAR ISI
D. Metode Penelitian.................................................................... …… 8
…… 65
A. Kesimpulan ............................................................................ …… 65
DAFTAR PUSTAKA
…… 70
LAMPIRAN …… 73
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini dalam studi politik Islam orang masih banyak berdebat mengenai ada atau
tetapi subtansi dari demokrasi tersebut memang secara riil sudah ada pada masa
Muhammad SAW dan dimasa itulah pemilihan pemimpin di era kekosongan terjadi
(vacum of power) dengan kandidatnya adalah Abu Bakar As-Shiddiq dan Umar ibnu
hukum bersosial dan bermasyarakat. Juga disusul dengan era-era yang selanjutnya
Pada era selanjutnya muncul perdebatan mengenai konsep negara, terutama negara
M), Jean Jacques Rousseau (1712-1778 M) dan lain-lainnya.1 Para pemikir Barat
tersebut melandaskan ajaran-ajaran demokrasi sebagai sistem negara yang ideal, yaitu
dengan mengangkat nilai-nilai keluhuran manusia. Dari dua peradaban kuno yakni
Romawi dan Yunani, bergulirlah konsep demokrasi dengan negara kota (city state).
Jauh sebelum masa tersebut (622 M), Muhammad SAW telah menggulirkan
perjanjian atau kontrak sosial dengan suku dan penganut agama lain di kota Yatsrib
dan sekitarnya. Diantara komunitas penganut Islam sampai kini mempunyai beberapa
pandangan, salahsatunya adalah pola yang mengatur interaksi antara Islam dan
agama dalam pengertian Barat, yakni hanya hubungan antara manusia dan Tuhan,
sebaliknya Islam adalah agama sempurna yang mencakup segala aspek kehidupan
manusia. Para pengikut pandangan ini pada umumnya berprinsip bahwa “Islam
adalah agama yang serba lengkap, baik dari segi sosial, budaya, politik dan
ketatanegaraannya yang mempunyai cara dan karakter tersendiri, tidak meniru Barat.2
1
Nuktoh Arfawie, Teori Negara Hukum, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2005), Cet. Ke-1,
h.61
2
Munawir Sadzali, Islam dan Tata Negara, (Jakarta, UI Press: 1993), ed. 5, h.1
nilai-nilai hak azasi manusia yang akhirnya melahirkan kesepakatan bersama antara
Muhammad SAW dan pengikutnya dengan suku-suku yang tinggal di Yatsrib dan
meluasnya diskriminasi dan intimidasi antar sesama suku.3 Banyak diantara para
pemimpin dan pakar ilmu politik Islam beranggapan bahwa piagam Madinah adalah
konstitusi atau undang-undang dasar bagi negara Islam yang pertama dan yang
dipelopori oleh Muhammad SAW di kota Madinah.4 Kekaguman itu akan bertambah
3
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta, Konstitusi Press,
2005), Cet, Ke-1, h. 16
4
Munawir Sadzali, Islam dan Tata Negara, Op. Cit, h. 10
5
Ahmad Sukardja, Piagam Madinah dan UUD 1945, (Jakarta, UI Press, 1995), Cet. Ke-1,
h.3
6
Abdul Aziz, Masalah Kenegaraan Dalam Pandangan Islam, (Jakarta, Yayasan Al-Amin,
1984), Cet. ke-1, h. 7
sudah riil dibentuk oleh Muhammad SAW, akan tetapi tentang seputar kelanjutan
Islam, tarik ulur antara tujuan dakwah dan tujuan mendirikan pemerintahan.
tersendiri dalam mencari hak-hak manusia dimuka bumi ini dengan hak yang utuh
dan murni dari tuhannya. Sebut saja teori yang digagas oleh Jean Jacques
antara pihak pemerintah dan rakyat dalam mencapai keadilan dan kesejahteraan
maka ruang gerak hukum diberi otoritas atau wewenang untuk menjaga kondisi
alat-alat negara yang dibawah payung hukum, dengan kata lain, hukum-pun dapat
7
Jean Jacques Rousseau, The Social Contract yang di alih bahasakan oleh Sumardjo,
(Jakarta, PT. Erlangga, 1986), tanpa cetakan, h. 4
berubah menjadi buram dan kondisi bangsa juga mengalami keterpurukan mental
serta pengkerdilan terhadap hukum itu sendiri sebagai akibat dari intervensi
penguasa.
sekedar menjalankan kekuasaan saja, tanpa adanya kebijakan yang bermuara pada
penerapan hukum (diatas) memang banyak dialami kerajaan atau negara manapun
karena penguasanya pada saat itu sangat berperan aktif dalam menjalankan politik
dan roda pemerintahannya, dari perannya tersebut hukum dapat dicipta dan
diamandemen sesuai dengan perjanjian yang disetujui antara kedua belah pihak.
Oleh karena itu, dengan didukung beberapa referensi yang valid, akhirnya
penulis mengambil keputusan untuk menyusun sebuah karya ilmiah berbentuk skripsi
Perumusan Masalah
dan teori kontrak sosial yang masing-masing dirumuskan oleh tokoh yang sangat
populer di dunia yang berasal dari kawasan timur tengah yaitu Muhammad SAW dan
Jean Jacques Rousseau adalah seorang tokoh yang hidup pada (1712-1778 M) dengan
karakter dan kesamaan visi antara keduanya. Agar memperoleh hasil dan sesuai
dengan subtansi yang penulis maksudkan, maka bahasan yang sistematis dan terarah
akan penulis sajikan dengan beberapa batasan seputar masalah hukum dan demokrasi.
dengan teori kontrak sosial dalam pembentukan hukum dan demokrasi, kedua teori
dengan demikian, maka pengumpulan data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini
Adapun pembatasan diatas diharapkan dapat mengakomodir semua bahasan tanpa melenceng sedikitpun dari garis yang
tentang relevansi piagam madinah dan teori kontrak sosial dalam era demokrasi
modern ini, maka fokus penulisan skripsi ini diharapkan mampu memberikan
pemahaman bagi para pembaca, berikut ini beberapa perumusan masalah yang perlu
dikaji dan dikritisi dalam membentuk format yang tepat dan relevan. Sehubungan
berikut:
1. Apa prinsip dasar piagam madinah dan kontrak sosialnya Jean Jacques Rousseau
2. Bagaimana proses lahirnya piagam madinah dan teori kontrak sosialnya Jean
Jacques Rousseau?
3. Apakah piagam Madinah dan teori Kontrak Sosial Jean Jacques Rousseau
4. Faktor apa yang menyebabkan persamaan dan perbedaan karakter antara piagam
Berkenaan dengan penelitian ini, maka penulis akan berusaha melakukan penelitian yang bersifat ilmiah terhadap
pembentukan teori hukum dan kenegaraan Islam dan Barat. Sedangkan tujuan dari penelitian ini antara lain :
1. Untuk mengetahui formulasi Piagam Madinah dan teori kontrak sosialnya Jean Jacques Rousseau.
2. Mengetahui aspek hukum dan demokrasi dalam Piagam Madinah dan teori Kontrak Sosial Jean Jacques Rousseau.
3. Mengetahui komparasi Piagam Madinah dan teori kontrak sosialnya Jean Jacques Rousseau beserta kesamaannya.
Adapun manfaat dari penelitian ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu; manfaat secara teoritis yakni untuk memperkaya
khasanah keilmuan dilingkungan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada umumnya dan dilingkungan
Fakultas Syari’ah pada khususnya. Sedangkan makna secara praktis yaitu mengetahui lebih detail tentang konsep ketatanegaraan
Romawi dan negara Islam di era Muhammad SAW beserta praktik kedua negara tersebut sampai dengan diciptakannya hukum
yang dipakai sebagai pedoman dan undang-undang.
D. Metode Penelitian
sumber dan literatur untuk memperoleh keterangan rinci mengenai aspek hukum dan
demokrasi dalam Piagam Madinah dan teori Kontrak Sosial Jean Jacques Rousseau.
Sedangkan literatur dan data-data yang diperlukan pembahasan masalah ini berasal
dari buku yang berinteraksi dengan judul dan permasalahan yang ada, seperti
majalah, surat kabar, jurnal, internet, dan sumber-sumber yang mempunyai kekuatan
hukum kebenarannya sebagai bukti yang otentik dalam mencapai hasil penelitian.
Sehubungan dengan abstraksi pembahasan diatas, maka, penulis akan menjadikan pembahasan ini secara konkrit dengan
menggunakan pendekatan deskriptif serta analisis-komparatif. Adapun pendekatan tersebut diharapkan dapat memperkuat jenis
penelitian kualitatif, yakni penulis berusaha memadukan secara sinergis dan ilmiah, Sebagai langkah awal, penulis mengadakan
pengolahan data yang sudah terkumpul yaitu data kualitatif, yakni dengan menelaah dan menimbang pembahasan yang ada
relevansinya dengan data-data yang lainnya, yaitu, literatur-literatur yang dikaji dan poin-poin dari bagian yang penting serta
berinteraksi dengan isi yang diperoleh, setelah itu diklasifikasikan sesuai dengan obyek permasalahannya. Selanjutnya, penulis
Cara menyusun dan mendapatkan data yang berurutan dengan tema yang dibahas, penulis akan menyajikannya dalam bentuk
kerangka, yaitu kerangka deduktif (memaparkan terlebih dahulu melalui pendekatan sejarah secara umum kemudian secara
spesifik membahas pengertian piagam madinah dan pengertian kontrak sosial, komparasi dan interaksinya dengan era demokrasi
modern, dua teori, penulis akan memberikan penjelasan yang detail dan lengkap dan diharapkan dapat memaparkan maksud dan
Sehubungan dengan keterangan yang penulis himpun diatas, maka data yang dubutuhkan dalam penelitian ini adalah jenis data
kualitatif, data-data diformulasikan dari bentuk yang abstrak menjadi konkrit, dan data tersebut dibedakan dalam tiga sifat, yakni
data yang bersifat primer, skunder dan tersier, sebagai sumber primernya (primery resource) adalah teks Piagam Madinah yang
terdapat dalam buku karangan Prof. Dr. Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, (Jakarta: Litera Antar Nusa,
2005) Cet. Ke 30, dan J. J. Rousseau, The Social Contract, Terj. Kontrak Sosial (Jakarta: Erlangga, 1986), Cet. Ke-1. Selain
sumber primer tersebut, penulis juga akan merujuk pada sumber skunder (scondery resource) yakni buku karangan, Ahmad
Sukardja, Piagam Madinah dan UUD 1945 (Jakarta: Penerbit UI 1995), Cet. Ke- 1, Hannah Rahman, "Pertentangan Antara
Nabi dan Golongan Oposisi Nabi Di Madinah", Pandangan Barat Terhadap Islam Lama, (Jakarta: Seri INIS, 1980), Jilid IV.
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta: Konspress, 2005). Munawir Sadzali, Islam dan Tata
Negara, (Jakarta: UI Press: 1993), Nuktoh Arfawie Teori Negara Hukum, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), Cet. Ke-1. Abdul
Qadir Djaelani, Negara Ideal Menurut Konsepsi Islam, (Surabaya: Bina Ilmu, 1995), Cet. Ke-1. Abdul Aziz, Masalah
Kenegaraan Dalam Pandangan Islam, (Jakarta: Yayasan Al-Amin, 1984), Cet. ke-1.
Selanjutnya, penulis juga akan merujuk pada sumber lainnya (tersier resource) seperti Ensiklopedi, Kamus, Kumpulan
Karangan dan lain-lainnya yang relevan dengan kajian penulisan karya ilmiah ini, sebagai pendukung terhadap beberapa
referensi yang telah penulis sebutkan sebelumnya. Sedangkan teknik penulisan karya ilmiah ini secara umum berpedoman pada
kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang benar dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Namun, dalam hal-hal yang lebih
spesifik penulis mengacu pada buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2005.
E. Sistematika Penulisan
ini, dengan bentuk bab dan sub-bab yang secara berkaitan serta kebulatan dari
pembahasan yang diteliti, maka sistematika penulisan skripsi ini terbagi dengan
penulisan.
Bab II: Piagam Madinah dengan sub bab sebagai berikut: Pengertian dan Ruang
dan Demokrasi.
Bab III: Kontrak sosial Jean Jacques Rousseau yang antara lain dengan sub bab
Bab IV: Perbandingan Piagam Madinah dan Teori Kontrak Sosial Jean
Jacques Rousseau Dari Sisi Hukum dan Demokrasi, antara
lain; Definisi dan Interaksi Hukum dan Demokrasi, Persamaan
Visi Piagam Madinah dan Teori Kontrak Sosial Jean Jacques
Rousseau, Perbedaan Piagam Madinah dan Teori Kontrak
Sosial JJ. Rousseau Dari Segi Hukum dan Demokrasi.
Bab V: Kesimpulan dan Saran.
BAB II
PIAGAM MADINAH
8
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, ( Jakarta, Balai Pustaka, 1990), Cet. Ke-2, h. 680
9
William H. Harris and Judith S, Levey, The New Columbia Encyclopaedia, (Columbia,
University Press New York & London, 1975), h. 514
10
Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, (Jakarta, Litera Antar Nusa, 2005),
Cet. Ke-30, h. 202.
11
Ahmad Sukardja, Piagam Madinah dan Undang-Undang Dasar 1945, (Jakarta, UI Press,
1995), Cet. Ke-1, h. 2
leksikal Indonesia ia berarti segala ketentuan atau aturan mengenai ketatanegaraan
(undang-undang dasar dan sebagainya), atau undang-undang dasar suatu negara.12
Konstitusi, menurut Budiardjo, adalah suatu piagam yang menyatakan cita-
Kata ini bahkan disebut sebanyak delapan kali dalam teks piagam.
sedangkan perkataan treaty dan agreement lebih berkenaan dengan isi piagam
atau charter itu. Namun fungsinya sebagai dokumen resmi yang berisi pokok-
pokok pedoman kenegaraan menyebabkan piagam itu itu tepat juga disebut
sebagai konstitusi, seperti yang dilakukan oleh Montgomery Watt ataupun seperti
yang dilakukan oleh Zainal Abidin Ahmad seperti di atas. Para pihak yang di ikat
dalam piagam yang berisi perjanjian ini ada tiga belas, yaitu komunitas yang
disebut secara eksplisit dalam teks piagam. Secara keseluruhan, piagam Madinah
12
Ibid, h. 475
13
Miriam Budiardjo, Dasar·Dasar 1lmu Polilik, (Jakarta, PT Gramedia, 1989), Cet. Ke-19,
h. 95.
14
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta, Konstitusi Press,
2005), Cet, Ke-1, h. 18
beberapa golongan, Muhajirin-Ansar-Yahudi dan sekutunya bersama Nabi dilihat
dari segi pengertian charter, ia adalah dokumen yang menjamin hak-hak semua
warga Madinah dan menetapkan kewajiban-kewajiban mereka serta kekuasaan
yang dimiliki oleh Nabi. Kemudian dilihat dari pengertian constitution, ia juga
memuat prinsip-prinsip pemerintahan yang bersifat fundamental. Artinya
kandungan shahifat itu dapat mencakup semua pengertian ketiga istilah tersebut.
Sebab ia adalah dokumen perjanjian persahabatan antara Muhajirin-Ansar-Yahudi
dan sekutunya bersama Nabi yang menjamin hak-hak mereka, menetapkan
kewajiban-kewajiban mereka dan membuat prinsp-prinsip pemerintah yang
bersifat funda mental yang sifatnya mengikat untuk mengatur pemerintahan
dibawah pimpinan Nabi. Karenanya, Marmaduke Pickthal, H.A.R.Gibb Wensinck,
dan Watt sebagai telah disebut menyebut shahifat tersebut sebagai “konstitusi”
Namun masih perlu diuji apakah memenuhui syarat untuk disebut konstitusi.
Piagam Madinah adalah piagam yang tertulis pertama dalam sejarah umat
manusia yang dapat dibandingkan dengan pengertian konstitusi dalam arti modern
adalah Piagam Madinah. Piagam ini dibuat atas persetujuan bersama antara nabi
Muhammad SAW dengan wakil-wakil penduduk kota Madinah tak lama setelah
beliau hijrah dari Makkah ke Yatsrib, nama kota Madinah sebelumnya, pada tahun
622 M. Banyak buku yang menggambarkan piagam Madinah, kadang-kadang
disebut konstitusi Madinah.
Berdasarkan konklusi itu, maka harus diakui bahwa Piagam madinah tidak
demikian, ia dapat disebut sebagai konstitusi, karena ciri-ciri lain dapat ia penuhi,
Madinah sebagai suatu umat; adanya kedaulatan negara yang dipegang oleh Nabi;
hidup berdampingan secara damai sebagai satu umat yang bermoral, menjunjung
tinggi hukum dan keadilan atas dasar iman dan takwa. Oleh sebagian sarjana
dalam konstitusi.16 Bagi banyak sarjana ilmu politik, istilah konstitusi merupakan
sebutan bagi keseluruhan peraturan, baik tertulis maupun tidak tertulis, yang
hanya mengandung hal-hal yang bersifat pokok, mendasar atau asas-asasnya saja.
Jadi, tidak semua masalah yang dianggap penting bagi negara dimasukkan ke
15
Muh. Ridhwan Indra, UUD 1945 Sebagai Karya Manusia, (Jakarta, Pustaka Sinar Harapan,
1990), Cet. Ke-1, h. 32.
16
Miriam Budiardjo, Op. Cit., h. 95.
demikian pula tidak ada konstitusi yang seluruhnya tertulis.17 Jadi, cukup hal-hal
yang bersifat fundamental dan universal saja yang dimasukkan dalam konstitusi.
eksekutif, dan yudikatif, tentang hak asasi manusia, tentang prosedur mengubah
politik, ekonomi, agama, dan budaya, cita-cita dan ideologi negara dan
sebagainya.
persatuan dan kesatuan antar suku agar tidak terjadi sikap diskriminasi dan
hegemoni antara suku yang kuat menindas suku yang lain, disebut “Piagam”
17
C.F. Strong, Modern Political Constitution, (London, Sidgwick and Jackson Ltd, 1963),
h. 66
18
William H. Harris and Judith S, Levey. Op. Cit, h. 514
dalam kehidupan mereka, mengatur kewajiban-kewajiban kemasyarakatan semua
prinsip untuk mengatur kepentingan umum dan dasar sosial politik yang bekerja
siapa saja yang ikur berjuang bersama mereka adalah umat yang satu. 2) Orang-
meskipun anak mereka sendiri. 3) Jaminan Tuhan hanya satu dan sama untuk
membela di antara mereka dan membel golongan lain, dan siapa saja kaum
seperti yan diperoleh orang muslim. 5) Perdamaian kaum muslim itu adalah satu.
sebagai kepala negara. 7) Kaum Yahudi adalah umat yang satu bersama kaum
adalah seperti diri kita sendiri, tidak boleh dilanggar haknya dan tidak boleh
Hubungan antara sesama anggota komunitas Islam dan antara anggota komunitas
beragama, dan Piagam itu sebagai konstitusi negara Islam yang pertama tidak
20
Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta, UI
Press, 1990), Cet. Ke-2, h. 15
Demikian pula kesimpulan Hannah Rahman yang menyatakan dengan
Piagam itu Nabi "bukannya memaksakan suatu tatanan sosial yang sama sekali
baru"21 Sebab, antara keadaan sosial politik Madinah sebelumnya dan sesudah
diorganisir oleh Nabi, jelas berbeda. Sebelumnya, antar suku selalu terjadi
sendiri menyebutnya "kesatuan politik tipe baru" (political unit a new type).
Prinsip-prinsip yang terkandung di dalam Piagam itu dapat dikatakan suatu ide
yang revolusioner untuk saat itu. Dari sudut tinjauan modern ia dapat diterima
kaitan ini Nurcholish Madjid berkomentar: Bunyi naskah Konstitusi itu sangat
menarik. Ia memuat pokok-pokok pikiran yang dari sudut tinjauan modern pun
ide yang kini menjadi pandangan hidup modern, seperti kebebasan beragama, hak
21
Hannah Rahman, "Pertentangan Antara Nabi dan Golongan Oposisi Nabi di Madinah" H.L.
Beck dan N.J.G. Kaptein, (red.), Pandangan Barat Terhadap Islam Lama, (Jakarta, Seri INIS, 1980),
Jilid IV, h. 51
menghadapi musuh dari luar.22 Oleh karena itu, Piagam Madinah atau Konstitusi
Madinah menjadi satu umat dan mengakui hak-hak mereka demi kepentingan
membangun masyarakat yang bercorak majemuk." Hal ini tidak hanya dalam
gagasan sebagai tertuang dalam teks Piagam, tetapi juga tampak dalam praktek
menjadi pandangan hidup modern berbagai negara di dunia. Hal ini dapat
dibandingkan dengan isi berbagai piagam, konstitusi, dan deklarasi hak-hak asasi
Madinah.23
22
Nurcholish Madjid, "Cita-Cita Politik Kita" dalam Bosco Carvallo dan Dasrizal, (ed.),
Aspirasi Umat lslam lndonesia, (Jakarta, Leppenas, 1983), h. 11
23
Seperti Magna Charta (Piagam Agung, 1215) yang dibuat oleh Raja John dari Inggris yang
memberikan hak kepada beberapa bangsawan bawahannya dan membatasi kekuasaan Raja John atas
permintaan mereka; Bill of Rights (Undang-undang Hak 1689) yang diterima oleh Parlemen Inggris
sesudah berhasil "'gadakan perlawanan terhadap Raja James II dalam suatu revolusi tak berdarah
Tahun 1688; Declaration des droits de’ homme et du Citoyen (Pernyataan hak-hak manusia dari warga
negara, 1789) yang lahir pada permulaan Refolusi Perancis; Bill of Rights (Undang-Undang Hak,
1798) yang disusun oleh rakyat Amerika; The Four Freedoms (Empat Kebebasan), yaitu kebebasan
'bicara dan menyatakan pendapat, kebebasan beragama, kebebasan dari ketakutan, dan kebebasan dari
kemelaratan yang dirumuskan oleh Presiden Amerika Serikat Franklin D. Roosevelt; Undang
Undang Dasar 1945 Republik Indonesia juga memuat hak-hak asasi; Declaration of Human Rights
(Deklarasi " Huk Asasi Manusia, 1948) oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Demokrasi, HAM dan
Masyarakat Madani, (Jakarta, IAIN Press, 2000), Cet. Ke-1, h. 207
C. Piagam Madinah Sebagai Proteksi Hukum dan Demokrasi
Sejak revolusi Prancis perlindungan terhadap hukum dan demokrasi dianggap
berjalan ketika meliputi perlindungan terhadap tiga aspek kehidupan yaitu Liberte
dalam Piagam Madinah, yakni kebebasan, sebab kebebasan adalah hak dasar
manusia sejak lahir dan kebebasan adalah hak manusia yang bersifat utuh, akan
Dalam pandangan modern, kebebasan individu hanya terbatas pada tingkat bahwa
tertentu. Dalam hukum adat yang menentukan batasan tindakan seseorang, tidak
menghindari diri Karena itu, prinsip kebebasan mutlak perlu dikembangkan dan
Karakter yang lengkap tersebut dituangkan dengan beberapa pasal yang tidak
kebebasan dari perbudakan, kebebasan dari kekurangan, kebebasan dari rasa takut,
Madinah dan hal itu bermuara pada al-Qur’an dan as-Sunnah, misalnya berlaku
adil dan bijaksana merupakan nilai luhur dari kebebasan itu sendiri, kebebasan
ﻋ ِﺪﻟُﻮا ُه َﻮ
ْ ﻋﻠَﻰ َأﻟﱠﺎ َﺗ ْﻌ ِﺪﻟُﻮا ا
َ ن َﻗ ْﻮ ٍم
ُ ﺷﻨَﺂ
َ ﺠ ِﺮ َﻣ ﱠﻨ ُﻜ ْﻢ
ْ ﻂ َوﻟَﺎ َﻳ
ِﺴْ ﺷ َﻬﺪَا َء ﺑِﺎ ْﻟ ِﻘ
ُ ﻦ ِﻟﱠﻠ ِﻪَ ﻦ ءَا َﻣﻨُﻮا آُﻮﻧُﻮا َﻗﻮﱠاﻣِﻴ َ ﻳَﺎَأ ﱡﻳﻬَﺎ اﱠﻟﺬِﻳ
(5/8 : ن )اﻟﻤﺎﺋﺪة َ ﺧﺒِﻴ ٌﺮ ِﺑﻤَﺎ َﺗ ْﻌ َﻤﻠُﻮَ ن اﻟﱠﻠ َﻪب ﻟِﻠ ﱠﺘ ْﻘﻮَى وَا ﱠﺗﻘُﻮا اﻟﱠﻠ َﻪ ِإ ﱠ
ُ َأ ْﻗ َﺮ
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah
sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku
tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan”.
24
J. Suyuthi Pulungan, Prinsip-Prinsip Pemerintahan Dalam Piagam Madinah Ditinjau Dari
Pandangan Al-Qur’an, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1996), Cet. Ke-2, h. 22
Selain persamaan di atas, di dalam Islam juga ditegakkan persamaan dalam hal
persamaan hak dalam membela diri; persamaan hak memberikan saran dan nasihat
58
AM. Saefudin, Ijtihad Politik Cendekiawan Muslim, , (Jakarta, Gema Insani Press, 1996),
Cet. Ke-1, h. 151.
BAB III
Kontrak sosial terdiri dari dua kata, kontrak dan sosial. Dalam kamus besar
Bahasa Indonesia, Kontrak mengandung arti perjanjian (secara tertulis) antara dua
pihak dalam perdagangan, sewa menyewa, dan sebagainya, atau persetujuan yang
bersanksi hukum antara dua pihak atau lebih untuk melakukan atau tidak melakukan
kegiatan. 25
Sedangkan sosial mengandung arti hal yang berkenaan arti hal berkenaan dengan
adalah perjanjian dalam bentuk tertulis atau persetujuan yang bersangsi hukum yang
dibuat masyarakat.
Perjanjian masyarakat dalam ilmu politik sering disebut juga dengan istilah kontrak
sosial.
Menurut J.J Rousseau, kontrak sosial menunjukan janji timbal-balik, dan usaha
25
Tim Penyusunan Kamus Besar Bahasa Indonesia Depertemen Pendidikan Dan Kebudayaan
Kamus Besar Bahasa Indoensia ( Jakarta, Balai Pustaka, 1998), Cet Ke-1, h. 458
26
Ibid. h. 88
memberikan kepuasan beberapa kepentingan kepada pihak lain yang ada dalam
kontrak itu. 27
Sedangkan kontrak sosial dalam istilah ilmu politik menurut ahli tata negara
Inggris, G.H. Sabine seperti yang dikutip oleh M. Hasbi Amiruddin adalah teori yang
dengan teori Jean Jacques Rousseau mengenai perjalanan masyarakat. Hal ini wajar,
mengingat Rousseau adalah pemikir yang pertama kali menggunakan istilah social
contract. Teori ini dikemukakan sejak pemikiran politik rasional muncul dimuka
bumi ini. Dengan demikian, teori perjanjian ini boleh dikatakan sudah cukup tua dan
usang. Tiga tokoh teori ini yang paling dikenal ialah Thomas Hobbes, John Locke
memisahkan kehidupan manusia dalam dua suasana, yakni kadaan sebelum ada
27
J. J Rousseau, The Social Contract, Terj. Oleh Sumardjo, (Jakarta, Erlangga, 1986) h. xix
28
Hasbi Amiruddin. Konsep Negara Islam menurut Fazlur Rahman (Yogyakarta, UII Press,
2000), Cet. Ke-1, h. 50
29
Cheppy Hericahyono, Ilmu Politik dan Perspektifnya, (Yogyakarta Tiara Wacana, 1986),
Cet. Ke-1, h. 201
Menurut Hobbes keadaan alamiah sama sekali bukan keadaan yang aman bagi
manusia, suatu keadaan yang tidak memberikan keadilan dan kemakmuran, tetapi
merupakan keadaan sosial yang serba kacau sebagaimana yang bisa kita simpulkan
dari pendapat Hobbes bellum omnium contra omnes (peperangan antara orang yang
satu dengan yang lainnya, antara seorang dengan semua orang, dan juga antara semua
orang melawan semua orang). Dalam keadaan demikian, “hukum” dibuat oleh
Dalam keadaan alamiah, struktur sosial politik dan kekuatan belum berbentuk.
sejenis hewan sosial (social animal) seperti yang dikemukakan Aristoteles. Meski
mendorong seekor semut atau lebah untuk berkompromi dan berdamai. Jadi secara
berperang. Manusia watak itu membuat manusia berperang satu sama lainnya.
Keadaan seperti itulah yang kemudian memaksa akal manusia untuk mencari
kehidupan alternatif yang lebih baik dimana manusia dapat mengekang hawa
30
Cranston, Hobbes, Makers of Modern Thought, (New York, American Heritage Publishing
Co. Inco. 1992), p. 193
nafsunya. Kehidupan alternatif itu ditemukan Hobbes setelah manusia mengadakan
Kita dapat tiga penyebab pokok untuk berselisih Pertama, persaingan yang
kepercayaan untuk mendapatkan keamanan dan ketiga kejayaan untuk reputasi. Yang
yang ketiga untuk memperoleh kelebihan dalam hal-hal kecil, seperti kata, senyum,
pendapat yang berbeda, dan apapun yang menyangkut dengan hal-hal kecil ini. 32
Dengan latar belakang berbeda, di mana masa kecil Locke persis yang dialami
Hobbes, adalah masa tragis dan ironis. Dari tragedi masa kecil itu memberikan
alamiah. John Locke menafsirkan keadaan yang alamiah itu merujuk pada keadaan
kebebasan, tak ada rasa takut dan penuh kesetaraan, artinya manusia hidup secara
31
Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat: Kajian Sejarah Perkembangan Pemikiran
Negara Masyarakat dan Kekuasaan (Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama, 2001).
32
Deliar Noer, Pemikiran Politik di Negeri Barat (Bandung, Mizan, 2000), Cet. Ke-6, h. 109
rukun dan tentram sesuai dengan hukum (law of reason) yang mengajarkan bahwa
manusia tidak boleh menganggu hidup, kesehatan, kebebasan, dan miliki sesamanya.
Tetapi walaupun dalam keadaan merdeka, ini tidak berarti suka hati, walau
dalam keadaan itu manusia mempunyai kemerdekaan tiada terkontrol untuk berbuat
apa saja tentang dirinya atau miliknya, namun ia tidak merdeka untuk
lain yang berbeda dalam kekuasaannya (milik) nya kecuali bila ada maksud
lain yang lebih mulia dari pada sekedar mempertahankannya tiap orang dan
mengajarkan manusia bahwa karena semua sama dari bebas, tidak seorang pun akan
atau miliknya.
Kendatipun keadaan alamiah itu boleh dikatakan sebagai keadaan yang ideal,
tetapi John Locke juga merasakan bahwa keadaan semacam itu dapat menimbulkan
anarki, karena manusia hidup tanpa organisasi dan pemimpin yang dapat mengatur
kehidupan mereka. Karena itu manusia berusaha membentuk negara dengan suatu
perjanjian bersama.
melakukan dosa, yaitu suatu keadaan yang aman dan tentram. Dalam keadaan
alamiah itu manusia hidup secara bebas dan sederajat kebebasan manusia adalah
kebebasan alami, berupa hak-hak yang tiada tentu dan tidak terbatas untuk
mengambil apa saja yang menarik minatnya. Hak-hak ini, katanya lebih lanjut, hanya
Tetapi dibalik itu manusia sadar akan ancaman potensial atas kehidupan dan
itu. Keadaan alamiah itu juga dapat berubah menjadi keadaan yang apabila terjadi
kesenjangan derajat manusia, berbeda dengan Hobbes yang melihat ‘perang’ akibat
menghendaki kebebasan yang tanpa batas yang dapat menimbulkan anarki sosial
kebabasan tidak boleh menjadikan manusia anarkis. Dalam keadaan alamiah manusia
mempunyai kebebasan penuh dan bergerak menurut nafsu dan nalurinya. Sebaik apa
pun keadaan alamiah disadari bahwa situasi demikian teramat rentan dan dapat
Jadi secara singkat sejarah timbulnya teori kontrak sosial dapat disimpulkan
sebagai berikut: pokok : pokok pikiran teori ini ialah mula-mula ada dalam keadaan
bebas atau liar dan kemudian mengadakan suatu organisasi kenegaraan yang
menjadikan manusia tidak lagi dalam state of nature, tetapi dalam keadaan hidup
Jean Jasques Rousseau dilahirkan di Jenewa tahun 1712 ia adalah seorang pemikir
yang banyak memberi pengaruh di berbagai bidang termasuk filsafat, kesusastraan dan
politik.33 Dalam berbagai ajarann filsafatnya, Rousseau telah memasuki unsur perasaan,
suatu hal yang tidak dilakukan oleh pemikir-pemikir sebelumnya. Kecuali itu yang sangat
menarik dan Rousseau adalah sikapnya yang sangat menarik dari Rousseau adalah
sikapnya yang sangat bebas terhadap keadaan-keadaan atau masalah-masalah yang sudah
berlaku umum dalam zamannya kebebasan sikap atau penderian itu tidak hanya terbatas
pada pimikirannya tentang negara dan hukum, tetapi sikap itu pertama-tama ditujukan
kepada sifat-sifat yang tidak sesuai dengan alam, yang diakibatkan oleh peradaban dan
kebaktian manusia itu sendiri. Dalam hubungan ini Rousseau berpendirian bahwa
manusia yang menurut kodratnya itu baik sebenarnya telah dirusak oleh peradaban yang
dikembangkannya sendiri.
33
Ibid, h. 149
Ia juga menyatakan bahwa peradaban modern dengan logika Rasionalisme
membuat manusia mengabaikan asfek emosi dan romantisme dalam dirinya. Manusia
perjanjian bersama sebagai jalan membentuk negara polis seperti pada masa Yunani
Kuno, republik atau badan politik. Istilah ini bagi Rousseau dapat dipertukarkan dengan
istilah-istilah lain, seperti rakyat berdaulat, kekuasaan, ataupun rakyat saja tergantung
Dalam menjawab pertanyaan tentang asal mula negara, Rousseau tidak begitu
berbeda dengan penganut ajaran hukum alam lainnya. Artinya Rousseau sependapat
dengan teori perjanjian masyarakat yang umumnya berkembang sebagai akibat adanya
kekacauan dan berbagai pertentangan dari keadaan alamiah manusia. Akan tetapi segi-
berkuasa dengan kebebasan rakyat yang memberi kuasa. Dalam hubungan ini
dipersoalkan bagaimana cara mendapatkan suatu alasan yang masuk akal dan rasional
Rousseau berpendirian bahwa ini perjanjian masyarakat adalah menemukan satu bentuk
kekuasaan pribadi dan milik setiap orang, sehingga semuanya dapat bersatu kedatipun
pertama, akan tercipta kemampuan umum (volonte generale), yaitu kesatuan kemauan
inilah yang merupakan kesatuan tertinggi dalam masyarakat; kedua. terciptanya suatu
perjanjian masyarakat tadi. Masyarakat ini memiliki kemauan umum (volne generale),
meluas menjadi negara. Dengan demikian berarti telah terjadi suatu peralihan dari
keadaan alam bebas keadaan bernegara. Karena peralihan tersebut, naluri manusia telah
dan kemerdekaan alamiah yang tanpa batas diganti dengan kebebasan dan kemerdekaan
yang dibatasi oleh kemauan umum yang ada dalam masyarakat sebagai pemegang
kekuasaan tertinggi.
Beberapa sifat dan kontrak Rousseau adalah. Pertama, kontrak sosial itu hanya
antara sesama rakyat atau anggota-anggota masyarakat, kedua, melalui kontrak sosial itu
keutuhan.34
Jika Hobbes hanya mengenal pactum subjections dan Locke mengkontruksi dua
jenis perjanjian saja, yaitu hanya pactum unionis, perjanjian masyarakat yang
yang ditaati. Pemerintah tidak mempunyai dasar kontraktual. Hanya organisasi politiklah
yang dibentuk dengan kontrak. Pemerintahan sebagai pimpinan organisasi itu dibentuk
Negara atau “badan koperatif kolektif” yang dibentuk itu menyatakan kemauan
umumnya (generalwill) yang tidak dapat khilaf, keliru atau salah, tetapi yang tidak
senantiasa progressif. Kemauan umum inilah yang mutlak berdaulat kemauan umum
seluruh rakyat (will of all). Kemauan selalu benar dan ditujukan untuk kebahagian
34
Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran (Jakarta, UI
Press, 1993), Cet. Ke-5. h. 69
bersama, sedangkan kemauan seluruh rakyat juga memperhatikan kepentingan individual
negara yang kedaulatannya berada dalam tangan rakyat melalui kemauan umumnya. Ia
adalah peletak dasar paham kedaulatan rakyat atau jenis negara yang demokratis, yakni
atas sistem kenegaraan yang berlaku pada masa itu. Tidak sulit memahami mengapa
demikian. Penguasa mengklaim Geneva sebagai sebuah republik, negara yang amat
tetapi dalam praktiknya negara Geneva adalah sebuah negara yang dikuasai oleh
dimana setiap warga negara-negara jumlahnya tidak begitu banyak menjadi pembaut
keputusan dalam suatu wilayah yang tidak terlalu luas. Rousseau mendambakan negara-
negar kota seperti zaman romawi kuno, sistem pemerintahan didesa-desa di Swiss ketika
35
Tim ICCE UIN Jakarta, Pendidikan Kewarganegaraan Demokrasi, HAM dan Masyarakat
Madani, (Jakarta: Renada Media, 2003), Cet. Ke-1, h. 40
ia masih kanak-kanak. Di negara-negara kota seperti itu, rakyat dapat menjadi subyek
Jean Jacques Rousseau yang berjudul “the social contract” atau dalam bahasa
Indonesia dikenal dengan kontrak sosial, secara universal manusia lahir membawa
kebebasan yang utuh dengan hak-hak yang melekat pada diri manusia itu sendiri dan
dan intimidasi tetap ada. Untuk mencegah meluasnya diskriminasi dan intimidasi,
dibutuhkan sifat kritis dan berani (membela hak-hak individu yang dirampas oleh
kelompok tertentu).
BAB IV
terakomodirnya aspirasi rakyat. Keadilan bukan milik pengusa dan kelompok yang
terkuat, akan tetapi milik semua manusia. Misalnya perbudakan, praktik ini tergolong
klasik dan penuh dengan perjanjian yang mengikat antara majikan dan sibudak yang
diambilnya.
sangat bertentangan dengan hak, baik seseorang terhadap orang lainnya, atau dari
mempertahankan hak-haknya.
membuahkan suatu tatanan yang harmonis. Keruntuhan sebuah dinasti atau bangsa,
terletak kepada kesepakatan sosial dan menjaga komunikasi antara penguasa dan
rakyat.
perlindungan hukum bagi warga negara melalui pelembagaan peradilan yang bebas
dan tidak memihak dan pinjaman hak asasi manusia, adapun konsep rechtsstaat
demokrasi, infrastruktur politik terdiri dari partai politik (political party), kelompok
kebijakan-kebijakan.
Agar analisa pembahasan ini sistimatis dan terarah, maka sebelumnya pengertian
dari bahasa Yunani kuno yang terdiri dari kata demos yang berarti rakyat dan kratos
atau kratein berarti kekuasaan atau berkuasa. Jadi demokrasi menurut asal kata berarti
“rakyat berkuasa” atau “government or rule by the people.”36 Dengan kata lain
kompetitif atau suara rakyat. Sidney Hook berpendapat bahwa demokrasi adalah
langsung atau tidak langsung didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan
tindakan-tindakan mereka di wilayah publik oleh warga negara yang bertindak secara
tidak langsung, melalui para wakil mereka yang terpilih. Menurut Hendry B. Mayo,
ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil rakyat yang diawasi secar efektif
kesamaan politik.38
1
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta, Gramedia Pustaka Utama 1998), Cet.
Ke-19, h. 51.
37
Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, Ilmu Negara, (Jakarta, Gaya Media Pratama 1995),
Cet. Ke-3, h. 165
38
Tim ICCE UIN Jakarta, Pendidikan Kewarganegaraan Demokrasi, HAM dan Masyaralat
Madani, (Jakarta, Renada Media, 2003), Cet. Ke-1, h. 111
Menurut Robert A. Dahl dalam buku Democracy and Its Critics, seperti dikutip
mencapai persamaaan (equality) politik yang mencakup tiga hal: kebebasan manusia
(baik secara individu maupun kolektif), perlindungan terhadap nilai (harkat dan
dinamis menuju ke arah yang lebih baik dan maju dibanding dengan yang sedang
batasan yang dikemukakan para pemikir politik tersebut tampak menemukan titik
temu yang sama. Yaitu, bahwa demokrasi memiliki doktrin dasar yang tak pernah
landasan pengambilan keputusan, adanya pemilihan yang dilakukan secara umum dan
politik.
Menurut Robert A. Dahl dalam buku Democracy and Its Critics, seperti dikutip
mencapai persamaaan (equality) politik yang mencakup tiga hal: kebebasan manusia
(baik secara individu maupun kolektif), perlindungan terhadap nilai (harkat dan
39
Syamsuddin Haris, Demokrasi di Indonesia, (Jakarta, LP3ES, 1995), Cet. Ke-1, h. 5
40
Nurcholis Madjid, Demokrasi dan Demokratisasi di Indonesia, dalam Elsa Pedi Taher
(ed.), Demokratisasi Politik, Budaya dan Ekonomi, (Jakarta, Paramadina, 1994), Cet. Ke-1, h. 203
martabat) kemanusiaan, dan perkembangan diri manusia. Sementara bagi Willy
dinamis menuju ke arah yang lebih baik dan maju dibanding dengan yang sedang
batasan yang dikemukakan para pemikir politik tersebut tampak menemukan titik
temu yang sama. Yaitu, bahwa demokrasi memiliki doktrin dasar yang tak pernah
landasan pengambilan keputusan, adanya pemilihan yang dilakukan secara umum dan
politik.
melalui proses-proses historis yang sangat panjang dan kompleks. Konsep demokrasi
bukanlah konsep yang mudah dipahami, sebab ia memiliki konotasi makna, variatif,
evolutif dan dinamis. Untuk keperluan dan memudahkan proses penulisan ini, penulis
Adapun perode-periodenya adalah: Pertama, pada masa Yunani Kuno, abad ke-6
SM sampai abad ke-4 M. Pada masa ini, demokrasi yang diterapkan adalah
politik dan dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara. Di mana warga
negara memiliki hak dan kewajiban yang sama di depan hukum, merumuskan
kota (city-state) Atena,Yunani Kuno. Praktik demokrasi inilah yang menjadi salah
satu faktor bagi munculnya gagasan, ide, dan lembaga demokrasi pasca kekalahan
state), yang digagas oleh filsuf Yunani Kuno, seperti Plato, Aristoteles (384-323 sM),
Kedua, abad pertengahan (600-1400 M). Masa ini ditandai oleh pola
sangat besar, bahkan gereja membawahi negara. Pada masa ini pula, banyak terjadi
perebutan kekuasaan untuk mempengaruhi raja yang dilakukan oleh para bangsawan,
dan munculnya konsep demokrasi melalaui Magna Charter (Piagam Besar) diakhir
berintikan perjanjian antara kaum bangsawan dan raja John di Inggris, untuk
penyerahan dana pada kerajaan untuk membiayai kebutuhannya. Selain itu, piagam
41
Moh. Mahfud MD, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, (Jakarta, Universitas Atmajaya,
2000), Cet. Ke-2, h. 58
ini juga memuat dua prinsip yang sangat mendasar: pertama, adanya pembatasan
kekuasaan raja; kedua, hak asasi manusia lebih penting dari kedaulatan negara.42
Renaisance adalah ajaran yang ingin menghidupkan kembali minat pada kesusastraan
dan kebudayaan Yunani Kuno yang selama abad pertengahan disisihkan. Sedangkan
reformasi adalah revolusi agama yang terjadi di Eropa Barat yang berkembang
pendapat. dan pemisahan secara tegas antara wilayah agama (Gereja) dan negara. Dua
kejadian ini telah mempersiapkan Eropa masuk kedalam Aufklarung (abad pemikiran)
M), Thomas Hobbes (1588-1679 M), Jhon Locke (1632-1704 M), Montesqueu
kampium gagasan demokrasi Barat, dan telah mendorong bagi lahirnya Revolusi
Di abad modern, mulai pada abad ke-19, muncul pola pikir dan inspirasi baru
bagi gerakan politik yaitu, demokrasi menjadi model yang diakui secara luas untuk
42
Ibid, h. 65
43
Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat, (Jakarta, Gramedia, 2001), h. 299-300
masalah terutama terkait dengan: bagaimana masyarakat dapat mencapai kesepakatan
untuk mengatur tata tertib kehidupan bersama meski sistem nilai dan agamanya
berbeda? Bagaimana cara menata kekuasan politik agar selaras dengan kepentingan,
nilai dan aspirasi rakyat, serta bertindak atas nama mereka? Bagaimana menciptakan
rakyat dan kompetisi yang bebas, akan tetapi mengandung nilai-nilai persamaan,
sesuai dengan kondisi budaya pada negara tersebut. Eksistensi demokrasi berkaitan
erat dengan eksistensi hak manusia. Demokrasi tidak hanya berhubungan dengan
institusi formal tetapi juga dengan eksistensi hak nilai-nilainya. Dalam kehidupan
sosial politik, hal semacam ini bersumber dari Philppe C. Schmitter dan Terry Lynn
44
Thomas Meyer, Demokrasi Sebuah Pengantar untuk Penerapan, (Jakarta, Friedrich Ebert
Stiftung, 2003), Cet. Ke-2, h. 4
Pertama, pemerintahan oleh rakyat dengan partisipasi rakyat yang penuh dan
Pertama, persamaan hak pilih dalam menentukan keputusan kolektif yang mengikat.
Kedua, partisipasi efektif, yaitu kesepakatan yang sama bagi semua warga negara
yaitu adanya peluang yang sama bagi setiap orang yang memberikan penilaian
terhadap jalanya proses politik pemerintahan secara logis. Keempat kontrol terakhir
menentukan agenda mana yang harus dan tidak harus diputuskan melalui proses
bagi individu dan kelompok dengan jalan menyusun pergantian pimpinan secara
berkala, tertib dan damai dan juga melalui alat-alat perwakilan rakyat yang efektif.
persamaan di depan hukum yang diwujudkan dengan sikap tunduk rule of law tanpa
45
Eep Saifullah Fattah, Masalah dan Prospek Demokrasi di Indonesia, (Jakarta, Ghalia
Indonesia, 1994), Cet. Ke-1, h. 7
46
Ibid, h. 6
membedakan kedudukan politik. Keempat, adanya pemilihan yang bebas dengan
serta prasarana pendapat umum semacam pers dan media massa. Keenam,
refresi.47 Secara umum nilai demokrasi yang diutarakan oleh para tokoh di atas,
negara, persaingan secara adil dan bebas dalam pemilihan, pluralisme, kebebasan dan
sebagainya. Oleh karena nilai-nilai universal ini sangat penting, maka akan dibahas
secara rinci, mendasar dan berkaitan dengan judul ini yaitu kedaulatan rakyat,
raja Lodenviji XVI dirampas oleh rakyat melalui revolusi, kedaulatan itu diambil
47
Ibid, h. 7
Mohammad Yamin, dewasa ini lebih dari empat puluh lima negara yang
Supranus (bahasa Latin) berarti yang tertinggi.49 Dalam pengertian yang lebih
luas diartikan sebagai kekuasaan tertinggi. Kata yang paling dekat dengan arti
sebagai kekuasaan tertinggi dan bersifat mutlak, karena tidak ada kekuasaan lain
sehingga arti kedaulatan itu menjadi relatif. Dalam makna kekuasaan yang
tertinggi ini, pengertian kedalatan telah dikenal pada zaman Yunani Kuno.
48
Abdul Qadir Djaelani, Negara Ideal Menurut Kosepsi Islam, (Surabaya, Bina Ilmu, 1995),
Cet. Ke-1, h. 110
49
F. Isjwara, Pengantar Ilmu Politik, (Bandung, Bina Cipta, 1992), Cet. Ke-1, h.107.
50
Abdullah Ahmad Na’im, Terjemah Dekonstruksi Syari’ah, (Yogyakarta, LKIS, 1999), Cet.
Ke-1, h. 158
warga negara dan rakyat tanpa suatu pembatasan undang-undang. Raja tidak
terikat oleh undang-undang karena ia sebagai yang dipertuan yaitu orang yang
Negara adalah sama dengan raja, dengan kata lain rajalah yang berdaulat. Konsep
rakyat atau juga disebut pemerintahan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat.
Ajaran ini dikemukakan oleh J.J. Rousseau. Yang menarik dari ajaran ini adalah
adanya dua macam kehendak dari rakyat yang dinyatakan sebagai kehendak
seluruhnya ini hanya dipergunakan oleh rakyat seluruhnya sekali saja yaitu pada
kehendak sebagian dari rakyat, dinyatakan sesudah negara ada dengan keputusan
suara terbanyak. Menurut Rousseau suara minoritas itu membawa kehendak yang
B. Persamaan visi antara Piagam Madinah dan Kontrak Sosial Jean Jacques
Rousseau.
Kontrak Sosial Jean Jacques Rousseau indikator hukum dan demokrasi itu sendiri
perlu penulis paparkan terlebih dahulu. Adanya aspek hukum diindikasikan dengan
keutuhan masyarakat.
atas kedaulatan dan kehendak rakyat. Adanya penghargaan terhadap keputusan dan
adalah jaminan atas kebebasan, persatuan, dan persaudaraan (liberte, egalite, dan
fraternite).
memelihara persatuan dan kesatuan antar suku agar tidak terjadi sikap diskriminasi
dan hegemoni antara suku yang kuat menindas suku yang lain, karena isinya
peraturan kesukuan yang tidak baik. Piagam Madinah didalamnya terdapat prinsip-
prinsip untuk mengatur kepentingan umum dan dasar sosial politik yang bekerja
dengan kondisi realitas hukum modern, yang mana kesemuanya pernah dituangkan
dalam Piagam Madinahnya.52 Penulis melihat keunggulan dalam Piagam Madinah ini
dimana terdapat pada pasal-pasal yang sangat detail dan kesemua fungsi dan
yang satu dengan pihak yang lain, baik dalam konteks bangsa dan bernegara.
Dari segi hukum, Piagam Madinah jelas merupakan sebuah produk hukum
dan sekitarnya untuk disepakati bersama. Piagam Madinah berperan sebagai hukum
atau norma yang berlaku bagi setiap orang yang telah menyepakatinya. Didalamnya
terdapat proteksi terhadap perdamaian dalam kota dan menyebutkan hak dan
51
Konstitusi merupakan prinsip-prinsip pemerintah yang bersifat funda mental dalam suatu
bangsa atau pernyataan secara tidak langsung mengenai peraturan-peraturan, institusi-institusi, dan
kebiasan, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Konstitusi tidak tertulis Adalah Britis Constitution.
William H. Harris and Judith S, Levey, The New Columbia Encyclopaedia, (Columbia, University
Press New York & London, 1975), h. 638
52
Rumusan-rumusan tersebut masih dalam ruang lingkup kandungan teks Piagam Madinah.
Perbedaan poin-poin yang mereka kemukakan dipengaruhi oleh pola pikir masing-masing untuk
menonjolkan aspek-aspek tertentu, ini tidak terlepas pula dari karakteristik ketetapan-ketetapan Piagam
itu sendiri yang bersifat global la bisa dirumuskan secara singkat dan bisa pula ditafsirkan secara luas.
Penulis sendiri merumuskannya ke dalam 14 prinsip, yaitu 1) prinsip umat; 2) prinsip persatuan dan
persaudaraan; 3) prinsip persamaan; 4) prinsip kebebasan; 5) prinsip hubungan antar pemeluk agama;
6) prinsip tolong-menolong dan membela yang teraniaya; 7) prinsip hidup bertetangga; 8) prinsip
perdamaian; 9) prinsip pertahanan; 10) prinsip musyawarah; 11) prinsip keadilan; 12) prinsip
pelaksanaan hukum; 13) prinsip kepemimpinan; dan 14) prinsip ketakwaan, amar makruf dan nahi
munkar. J. Suyuthi Pulungan, Prinsip-Prinsip Pemerintahan Dalam Piagam Madinah Ditinjau Dari
Pandangan Al-Qur’an, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1996), Cet. Ke-2, h. 121
kewajiban setiap penduduk yang termasuk bagian dari ahl al-shahifah (orang yang
dalam arti semua orang mempunyai hak kewarganegaraan yang sama seperti halnya
orang lain, tunduk kepada peraturan yang sama. Persamaan di depan hukum lebih
berarti pernyataan etis dari pada pengertian yang sesungguhnya di mana mereka
setara dalam arti akan mendapat perlakuan yang sama. Dalam ekonomi politik dan
53
Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat, (Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001),
Cet. Ke-1, h. 254
sosial terdapat perbedaan antara ketidaksamaan alamiah dan konvensional, yang
pertama artinya sesuatu yang berbeda dalam hal seks, umur, kekuatan, dan
sebagainya sedangkan yang kedua artinya berbeda dalam hal status, kekuasaan dan
kedua karena yang kedua mengikuti arus perubahan zaman sedangkan yang pertama
liberal klasik dengan tradisi egalitarian. Yaitu munculnya ide tentang persamaan
hambatan hukum yang bersifat diskriminatif terhadap gender, ras, dan hak istimewa
definisi kebebasan tidak mengambil bentuk yang jelas kecuali pada abad 18. Menurut
tertentu dapat melakukan atau meninggalkan apa yang dia inginkan. Batas-batas ini
hukum serta sanksinya, sehingga kebebasan tadi terlihat bertentangan dengan hukum.
Tradisi liberal dari John Locke yang mengatakan bahwa tujuan hukum bukan untuk
Namun dalam deklarasi kebebasan Perancis yang sangat terkenal dalam pasal 4 tahun
1789 menyatakan bahwa setiap manusia bebas melaksanakan aktivitas selama tidak
mengganggu kebebasan orang lain. Pengertian dari deklarasi ini bahwa setiap orang
hanya terbatas pada tingkat bahwa suatu hukum memiliki kekuatan memaksa untuk
1. Dari segi hukum baik Piagam Madinah Maupun Teori Kontrak Sosial J. J.
Rousseau sama-sama menghendaki perlindungan terhadap kebebasan dan
mencita-citakan ketertiban dalam kehidupan rakyat. Ini sejalan dengan fungsi
hukum itu sendiri sebagai pemelihara ketertiban dan perlindungan terhadap
hak azasi manusia.
C. Perbedaan Piagam Madinah dan Kontrak Sosial Jean Jacques Rousseau Dari
Segi Hukum dan Demokrasi
Sama halnya dengan sebelum membahas persamaan visi pada sub bab
sebelumnya, dalam membahas perbedaan kita juga perlu memakai indikator yang
sama mengenai hukum dan demokrasi. Penulis mengulas kembali bahwa adanya
menjalankan kebiasaan yang baik, perlindungan terhadap hak azasi, dan proteksi
adalah jaminan atas kebebasan, persatuan, dan persaudaraan (liberte, egalite, dan
fraternite).
Sebelum membahas perbedaan antara Piagam Madinah dan Teori Kontrak Sosial
Jean Jacques Rousseau terlebih dahulu harus diketahui faktor-faktor yang menyebabkan
perbedaan antara keduanya. Tentunya dapat diketahui bersama dari pembahasan pada bab
Pertama, faktor waktu, dari sini terlihat bahwa Piagam Madinah telah ada
sejak tahun 622 Masehi, jauh sebelum Rousseau mengemukakan gagasannya tentang
Kontrak sosial.
amat jelas bahwa Muhammad adalah manusia yang taat terhadap tuhan. Sementara
yang menjadi sebuah kontitusi yang mengikat masyarakat. Sementara itu teori
kita bahwa umat manusia tidak pernah berhenti memikirkan hubungan antara prinsip
ke-Tuhanan dengan persoalan kenegaraan. Salah satunya adalah Islam, sejarah dunia
Islam memberikan tauladan yang baik agar kesatuan umat manusia ini dapat terjaga
dan terpelihara, saling melindungi antara satu dengan yang lainnya, dalam hal ini
Piagam Madinah misalnya, piagam ini dapat dikatakan sebagai piagam yang sangat
manusia dan perlindungan terhadap etnis minoritas. Dalam piagam tersebut di kota
Madinah posisi Muhammad bukan lagi mempunyai sifat Rasul Allah tetapi juga
Dalam sejarah umum, juga digaungkan oleh tokoh-tokoh Barat, sebagian tokoh
tersebut memperjuangkan hak-hak individu rakyat karena hal itu penting sebagai
awal dari proses terbentuknya negara, hal ini dibuktikan dengan adanya perdebatan
Thomas Aquinas (1226-1274 M), Thomas Hobbes (1588-1679 M), Jhon Locke
oleh beberapa tokoh, yang antara lain oleh Immanuel Kant (1724-1804 M), Paul
Laband, Julius Stahl, Fichte, dan lai-lain dengan menggunakan istilah Jerman, yaitu
dikembangkan atas kepeloporan A.V.Dicey dengan sebutan rule of law. Walaupun ini
54
Ahmad Sukardja, Op. Cit, h. 2
55
Nuktoh Arfawie, Teori Negara Hukum, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2005), Cet. Ke-1,
h.61
dinilai sebagai kemajuan peradaban Barat, Islam juga maju beberapa langkah dalam
yang terkandung dalam Piagam Madinah yang tidak lain adalah rekonstruksi terhadap
lingkungan yang hiterogen, rekonsiliasi antara suku-suku Arab dan Yahudi dalam
menyelesaikan konflik dan pertikaian, perbedaan yang mencolok dapat kita lihat pada
umat manusia, tujuan utama dari piagam ini direalisasikan Muhammad SAW adalah
untuk menata kembali hubungan masyarakat Muslim dengan Tuhan dan hubungan
sosial antara sesama mereka serta menjadikan Muslim agar hidup bertauhid,
bertakwa, bermoral dan dapat hidup berdampingan dalam kesatuan sosial dan politik.
awal, sehingga menetapkan dunia Islam beberapa abad di depan Barat. Islam lebih
kebebasan beragama, persamaan dimuka hukum dan lain-lainnya. Sebagai bukti nyata
akan penterjemahan Piagam Madinah kedalam kehidupan umat Islam adalah konsep
56
Kaum Orientalis mengatakan, diantaranya Watt, ia menyimpulkan bahwa pemerintahan
pada masa Muhammad SAW berdasarkan pada konsep pra Islam dan ia merupakan contoh
tauladannya, sedangkan Hanna Rahman menyatakan Nabi bukannya memksakan tatanan sosial yang
baru sama sekali, dan bahkan Rosseau, Stuart Mill dan Renan berpendapat bahwa kemerdekaan politik
tidak memiliki akar hukum di dunia Islam. Harun Nasution dan Bakhtiar Effendi, Hak Azasi Mnusia
Dalam Islam, (Jakarta, Pustaka Firdaus, 1987), Cet. Ke-1, h. 121
Dalam hal ini, penulis condong terhadap contoh konsep Maqasid Al-Syari’ah,
sebagai kelanjutan ide yang pernah dipopulerkan pada era klasik, sebab konsep ini
adalah realisasi dari subtansi Piagam Madinah yang digagas oleh Muhammad SAW
dalam menegakkan nilai-nilai murni dan hak-hak individu serta kebebasan yang
perjanjian antara rakyat dan penguasa, unsur kesamaan dimuka hukum inilah yang
merupakan pilar utama dari konsep yang digagas oleh Al-Syatibi,57 adapun interaksi
yang terbangun dalam konsep Maqasid Al-Syari’ah adalah nomokrasi dan konsep
dunia juga melahirkan sistem dan konsep hidup bersama dalam satu tatanan yang
57
Menurut pendapat Al-Syathibi seorang pakar hukum Islam (ushul fiqh) yang sangat
tersohor karena pemikirannya yang ada dalam kitab al-Muwaafaqat fi Ushul al-Ahkam, al-Syathibi
berpendapat bahwa makna kemaslahatan itu mempunyai arti yang luas dengan kriteria-kriteria
kemaslahatan yang didalamnya harus terdapat lima unsur pokok yang dapat direalisasikan dan
dipelihara kemurniannya, yaitu: memelihara agama (hifdz al-Din), jiwa (hifdz al-Nafs), akal (hifdz al-
Aql), keturunan (hifdz al-Nasl) dan harta (hifdz al-Maal), kelima unsur tersebut dinamakan Ushul al-
Khamsah dan apabila kelima unsur ini dilanggar maka konsekuensinya adalah status sosial dan
agamanya mengalami kesenjangan atau dapat bahkan dalam era sekarang ini dapat dikategorikan
sebagai perbuatan melanggar hukum, baik dari segi hukum negara atau hukum IslamNama lengkap
dari Al-Syathibi adalah Abu Ishak Ibrahim (790 H), Al-Syatibi adalah nama daerah yang asal
keluarganya bermukim, nama Syatibi diambil dari urutan nama Syatibah (Jativa), dalam sejarahnya,
kota ini jatuh ketangan penguasa Kristen dan para pemeluk Islam diusir dari kota itu dan sebagaian
melarikan ke kota Granada-Spanyol. Menurut Fazlurrahman, Al-Syatibi adalah seorang ahli hukum
yang cemerlang pada abad 8H/ 14 M, peletak fondasi-fondasi rasional moral dan spiritual hukum
Islam. Asafri Jaya Bakri, Konsep Maqasid al-Syari’ah Menurut al-Syatibi, (Jakarta, PT. Raja Grafindo
Persada, 1996), h. 30
58
Al-Qur’an sebagai sumber hukum ajaran agama Islam memberikan pondasi yang penting
terhadap kesamaan hak-hak manusia yakni the principle governing the interest of people (prinsip
membentuk kemaslahatan manusia), dengan kata lain subtansi dari Maqasid Al-Syari’ah atau kita
kenal dengan kemaslahatan bersama, menjaga dan memelihara hak-hak dasar manusia secara utuh dari
Secara garis besar Piagam Madinah lebih bersifat teosentris karena merupakan
buah fikiran dari seorang utusan tuhan. Ini terlihat dari isinya yang memuat nama-
Piagam Madinah bersifat praktis bukan teoritis karena merupakan produk hukun
yang bersumber dari Muhammad kemudian disepakati dan dijadikan hukum yang
mengikat para pelakunya. piagam ini secara konkrit melindungi hak azasi manusia
Perlu diketahui Jean Jacques Rousseau hanyalah seorang pemikir yang hanya
bersifat teoritis dengan ide-ide yang di publikasikannya lewat buku, bukan pelaku
interaksi negara dan rakyat jika dibangun perjanjian yang tidak merugikan antar
terbentuknya negara atau keadaan alamiah, paparan ini dijelaskan Rousseau dalam
politique (political right) dalam pengertian yang sama seperti yang digunakan
intervensi pihak lain, Syari’at Islam beradasar pada Al-Qur’an yang kemudian dijelaskan oleh
Muhammad SAW baik dengan perkataan dan perbuatan, keduanya tersebut dinamakan As-Sunnah.
Sesudah Islam meluas dan bangsa Arab mulai menghargai bangsa lain, tidak sukuisme, maka dibuatlah
peraturan-peraturan yang menggunakan bahasa Arab, selain berfungsi sebagai bahasa resmi, bahasa
Al-Qur’an juga menggunakan bahasa Arab dengan tujuan agar Al-Qur’an dapat dimengerti secara
tekstual dan kontekstual karena didalamnya memuat aturan-aturan sosial dan hubungan antara Tuhan
Allah dan mahluk-Nya. Hal ini membuat para ahli agama Islam (Ulama) menggali kemampuan agar
dapat menterjemahkan hukum Islam yang sangat luas maknanya ini secara benar dan tidak
kontroversial. A. Hanafie, Ushul Fiqh, (Jakarta, Widjaya, 2001 ), Cet. Ke-14,h. 9
karena istilah itu merupakan konsep pokok dalam karya-karya Rousseau, khususnya
Du Contrat Social.
Sekarang kita akan menelaah pemikiran Rousseau tentang teori kontrak sosial
dan kaitannya dengan pembentukan dan kekuasaan. Menurut pemikir ini, negara
dinamakan negara, kedaulatan rakyat, kekuasaan negara, atau istilah-istilah lain yang
identik dengannya, tergantung dari mana kita melihatnya. Dengan menyerahkan hak-
hak itu, Individu-individu itu tidak kehilangan kebebasan atau kekuasaanya. Mereka
Negara berdaulat karena mandat dari rakyat. Negara diberi mandat rakyat untuk
Kedaulatan negara akan tetap absah selama negara tetap menjalankan fungsi-
fungsinya sesuai dengan kehendak rakyat. Negara harus selalu berusaha mewujudkan
kehendak umum. Bila menyimpang dari kehendak rakyat atau kemauan umum,
keabsahan kedaulatan negara akan mengalami krisis. Dari segi ini, teori negara
Dalam teori hak-hak ketuhanan raja, kekuasaan dan legitimasinya diperoleh dari
merupakan manifestasi dari penyerahan hak, kebebasan dan kekuasaan serta kemauan
individu haruslah dilihat secara kolektif dan sebagai suatu lembaga politik yang utuh.
Meskipun demikian, setiap individu masyarakat yang merupakan subjek harus dilihat
sebagai suatu entitas individual. Bukan sebagai entitas kolektif. Maka setiap orang
umum atau rakyat itu memiliki dua hal; pertama kemauan, dan kedua, kekuatan.
bentuk kekuasaan ini hams bekerja sama secara harmonis apabila negara ingin
menjalankan fungsinya secara baik. Tanpa kerja sama dan keberadaan kedua lembaga
atas sistem kenegaraan yang berlaku pada masa itu. Tidak sulit untuk memahami
yang amat mementingkan kedaulatan rakyat dan rakyat sebagai sumber legitimasi
kekuasaannya, tetapi dalam praktik nyata negara Geneva adalah sebuah negara yang
turun-temurun.
Negara atau sistem pemerintahan yang bagaimana yang ideal menurut Rousseau
dalam suatu wilayah yang tidak terlalu luas. Rousseau mendambakan negara-negara
kota seperti zaman Romawi kuno, atau sistem pemerintah di desa-desa di Swiss
ketika ia masih kanak-kanak. Di negara-negara kota seperti itu, rakyat dapat menjadi
subjek pemerintahan sekalipun berada di bawah kekuasaan negara. Dengan kata lain,
rakyat diperintah tetapi pada saat yang sama juga memerintah. Gagasan Rousseau ini
yang didambakan Rousseau sulit terwujud dalam kenyataan sejarah. Negara kota
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisa yang telah penulis lakukan dalam karya ilmiah ini, maka
SAW, yang menandai babak awal peradaban manusia modern dalam sejarah
2. Melihat kedudukan Muhammad SAW di kota Madinah pada saat itu bukan
hanya mempunyai sifat Rasul Allah akan tetapi juga mempunyai sifat kepala
3. Piagam Madinah yang dipelopori oleh Muhammad SAW lahir karena kondisi
para penduduk jazirah Arab mengalami krisis multidimensi, yang mana para
keamanan, hukum, politik dan ekonomi secara normal, kondisi ini mendorong
heterogen dan pluralistik, hal ini dibentuk oleh Muhammad SAW agar
keberadaan satu kelompok dengan kelompok yang lain tidak diskriminatif dan
anarkis, sebagai alternatif yang tepat Muhammad SAW mengadakan
dunia tanpa adanya kekerasan fisik dan psikis. Sedangkan Menurut J.J
Rousseau, kontrak sosial lahir karena ia melihat kekuasaan yang ada di alam
ini ada dua, yakni penguasa dan rakyat, dan ia menuntut agar tidak terjadi
5. Tujuan akhir dari di deklarasikannya Piagam Madinah adalah bukti nyata dari
sesama.
6. Prinsip yang ada dalam Piagam Madinah Muhammad SAW dan teori Kontrak
dan teori Kontrak Sosial J.J Rousseau adalah seiring sejalan dan saling
Muhammad.
masyarakat.
8. Sedangkan persamaan antara Piagam Madinah dan teori Kontrak Sosial J.J
a. Dari segi hukum baik Piagam Madinah Maupun Teori Kontrak Sosial
B. Saran-saran
baik politisi, penegak hukum, birokrat, militer dan militer atau masyarakat
umum, agar:
Arfawie, Nuktoh. Teori Negara Hukum, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2005), Cet.
Ke-1.
Aziz, Abdul. Masalah Kenegaraan Dalam Pandangan Islam, (Jakarta, Yayasan Al-
Amin, 1984), Cet. ke-1.
Bakri, Asafri Jaya. Konsep Maqasid al-Syari’ah Menurut al-Syatibi, (Jakarta, PT. Raja
Grafindo Persada, 1996).
F. Isjwara, Pengantar Ilmu Politik, Cet. IX, (Bandung, Bina Cipta, 1992).
Fattah, Eep Saifullah. Masalah dan Prospek Demokrasi di Indonesia, (Jakarta, Ghalia
Indonesia, 1994), Cet. Ke-1.
Haekal, Muhammad Husain, Sejarah Hidup Muhammad, (Jakarta, Litera Antar Nusa,
2005), Cet. Ke-30.
Kusnardi, Moh. dan. Saragih, Bintan R. Ilmu Negara, (Jakarta, Gaya Media Pratama
1995), Cet. Ke-3.
Madjid, Nurcholis. Demokrsi dan Demokratisasi di Indonesia, dalam Elsa Pedi Taher
(ed.), Demokratisasi Politik, Budaya dan Ekonomi, (Jakarta, Paramadina,
1994), Cet. Ke-1.
"Cita-Cita Politik Kita" dalam Bosco Carvallo dan Dasrizal, (ed.), Aspirasi
Umat lslam lndonesia, (Jakarta, Leppenas, 1983).
Noer, Deliar. Pemikiran Politik di Negeri Barat, (Bandung, Mizan, 2000), Cet. Ke-6.
Qadir, Abdul Djaelani. Negara Ideal Menurut Kosepsi Islam, (Surabaya, Bina Ilmu,
1995), Cet. Ke-1.
Rahman, Hannah. "Pertentangan Antara Nabi dan Golongan Oposisi Nabi tli
Madinah" dalarn H.L. Beck dan N.J.G. Kaptein, (red.), Pandangan Barat
Terhadap Islam Lama, (Jakarta, Seri INIS, 1980), Jilid IV.
Ridhwan, Indra Muh., UUD 1945 Sebagai Karya Manusia, (Jakarta, Pustaka Sinar
Harapan, 1990), Cet. Ke-1.
Rousseau, J. J. The Social Contract, yang dialih bahasakan oleh: Sumardjo (Jakarta,
Erlangga, 1986), Cet. Ke-1.
Saefudin, AM. Ijtihad Politik Cendekiawan Muslim, , (Jakarta, Gema Insani Press,
1996), Cet. 1.
Sjadzali, Munawir. Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta,
UI Press, 1990), Cet. Ke-2.
Strong, C.F. Modern Polilical Constitution, (London, Sidgwick and Jackson Ltd,
1963).
Sukardja, Ahmad. Piagam Madinah dan UUD 1945, (Jakarta, Penerbit UI, 1995),
Cet. Ke- 1.
Sumardjo, terjemahan dari The Social Contract, (Jakarta, PT. Erlangga, 1947), tanpa
cetakan.
Tim ICCE UIN Jakarta, Pendidikan Kewarga Negaraan Demokrasi, HAM dan
Masyarakat Madani, (Jakarta, Renada Media, 2003), Cet. Ke-1.
Artinya:
Dengan nama Allah, Pengasih dan Penyayang.
Surat Perjanjian ini dari Muhammad - Nabi; antara orang-orang beriman dan
kaum Muslimin dari kalangan Quraisy dan Yatsrib serta yang mengikut mereka dan
menyusul mereka dan berjuang bersama-sama mereka; bahwa mereka adalah satu
umat di luar golongan yang lain.
Kaum Muhajirin dari kalangan Quraisy tetap menurut adat kebiasaan baik
yang berlaku di kalangan mereka, bersama-sama menerima atau membayar tebusan
darah antara sesama mereka dan mereka menebus tawanan mereka sendiri dengan
cara yang baik dan adil diantara sesama orang-orang beriman.
Bahwa Banu Auf tetap menurut adat kebiasaan baik mereka yang berlaku,
bersama-sama membayar tebusan darah seperti yang sudah-sudah. Dan setiap
golongan harus menebus tawanan mereka sendiri dengan cara yang baik dan adil
diantara sesama orang-orang beriman.
Kemudian disebutnya tiap-tiap suku Anshar itu serta keluarga tiap puak: Banu
al-Haris, Banu Sa’idah, Banu Jusyam, Banu an-Najjar, Banu 'Amr bin 'Auf dan Banu
an-Nabit. Selanjutnya disebutkan:
Bahwa orang-orang yang beriman tidak boleh membiarkan seseorang yang
menanggung beban hidup dan hutang yang berat diantara sesama mereka. Mereka
harus dibantu dengan cara yang baik dalam membayar tebusan tawanan atau
membayar diat.
Bahwa seseorang yang beriman tidak boleh mengikat janji dalam menghadapi
mukmin lainnya.
Bahwa orang-orang yang beriman dan bertakwa harus melawan orang yang
melakukan kejahatan diantara mereka sendiri, atau orang yang suka melakukan
perbuatan zalim, kejahatan, permusuhan atau berbuat kerusakan diantara orang
beriman sendiri, dan mereka semua harus sama-sama melawannya walaupun terhadap
anak sendiri.
Bahwa orang beriman tidak boleh membunuh sesama mukmin lantaran orang
kafir untuk melawan orang beriman.
Bahwa jaminan Allah itu satu: Dia melindungi yang lemah diantara mereka.
Bahwa orang-orang yang beriman itu hendaknya saling tolong-menolong satu
sama lain.
Bahwa barangsiapa dari kalangan Yahudi yang menjadi pengikut kami, ia
berhak mendapat pertolongan dan persamaan; tidak menganiaya atau melawan
mereka.
Bahwa persetujuan damai orang-orang beriman itu satu; tidak dibenarkan
seorang mukmin mengadakan perdamaian sendiri dengan meninggalkan mukmin
lainnya dalam keadaan perang di jalan Allah. Mereka harus sama dan adil.
Bahwa setiap orang yang berperang bersama kami, satu sama lain harus saling
bergiliran.
Bahwa orang-orang beriman itu harus saling membela terhadap sesamanya
yang telah tewas di jalan Allah.
Bahwa orang-orang yang beriman dan bertakwa hendaknya berada dalam
pimpinan yang baik dan lurus.
Bahwa orang tidak dibolehkan melindungi harta-benda atau jiwa orang
Quraisy dan tidak boleh merintangi orang beriman.
Bahwa barangsiapa membunuh orang beriman yang tidak bersalah dengan
cukup bukti maka ia harus mendapat balasan yang setimpal kecuali bila keluarga si
terbunuh sukarela (menerima tebusan).
Bahwa orang-orang yang beriman harus menentangnya semua dan tidak
dibenarkan mereka hanya tinggal diam.
Bahwa orang beriman yang telah mengakui isi piagam ini dan percaya kepada
Allah dan kepada hari kemudian, tidak dibenarkan menolong pelaku kejahatan atau
membelanya, dan bahwa barangsiapa yang menolongnya atau melindunginya, ia akan
mendapat kutukan dan murka Allah pada hari kiamat, dan tak ada sesuatu tebusan
yang dapat diterima.
Bahwa bilamana diantara kamu timbul perselisihan tentang sesuatu masalah
yang bagaimanapun, maka kembalikanlah itu kepada Allah dan kepada Muhammad -
'alaihi-shalaatu was-salaam.
Bahwa orang-orang Yahudi harus mengeluarkan belanja bersama-sama orang-
orang beriman selama mereka masih dalam keadaan perang.
Bahwa orang-orang Yahudi Banu Auf adalah satu umat dengan orang-orang
beriman. Orang-orang Yahudi hendaknya berpegang pada agama mereka, dan orang-
orang Islampun hendaknya berpegang pada agama mereka pula, termasuk pengikut-
pengikut mereka dan diri mereka sendiri, kecuali orang yang melakukan perbuatan
aniaya dan durhaka. Orang semacam ini hanyalah akan menghancurkan dirinya dan
keluarganya sendiri.
Bahwa terhadap orang-orang Yahudi Banu an-Najjar, Yahudi Banu al-Haris,
Yahudi Banu Sa'idah, Yahudi Banu-Jusyam, Yahudi Banu Aus, Yahudi Banu
Tsa'labah, Jafnah dan Banu Syutaibah berlaku sama seperti terhadap mereka sendiri.
Bahwa tiada seorang dari mereka itu boleh keluar kecuali dengan ijin
Muhammad s.a.w.
Bahwa seseorang tidak boleh dirintangi dalam menuntut haknya karena
dilukai; dan barangsiapa yang diserang ia dan keluarganya harus berjaga diri, kecuali
jika ia menganiaya. Maka Allah juga yang menentukan ini.
Bahwa orang-orang Yahudi berkewajiban menanggung nafkah mereka sendiri
dan kaum Musliminpun berkewajiban menanggung nafkah mereka sendiri pula.
Antara mereka harus ada tolong menolong dalam menghadapi orang yang hendak
menyerang pihak yang mengadakan piagam perjanjian ini.
Bahwa mereka sama-sama berkewajiban, saling nasehat-menasehati dan
saling berbuat kebaikan dan menjauhi segala perbuatan dosa.
Bahwa seseorang tidak dibenarkan melakukan perbuatan salah terhadap
sekutunya, dan bahwa yang harus ditolong ialah yang teraniaya.
Bahwa orang-orang Yahudi berkewajiban mengeluarkan belanja bersama
orang-orang beriman selama masih dalam keadaan perang.
Bahwa kota Yatsrib adalah kota yang dihormati bagi orang yang mengakui
perjanjian ini.
Bahwa tetangga itu seperti jiwa sendiri, tidak boleh diganggu dan
diperlakukan dengan perbuatan jahat.
Bahwa tempat yang dihormati itu tak boleh didiami orang tanpa ijin
penduduknya.
Bahwa bila diantara orang-orang yang mengakui perjanjian ini terjadi suatu
perselisihan yang dikuatirkan akan menimbulkan kerusakan, maka tempat
kembalinya kepada Allah dan kepada Muhammad Rasulullah -s.a.w. - dan bahwa
Allah bersama orang yang teguh dan setia memegang perjanjian ini
Bahwa melindungi orang-orang Quraisy atau menolong mereka tidak
dibenarkan.
Bahwa antara mereka harus saling membantu melawan orang yang mau
menyerang Yatsrib. Tetapi apabila telah diajak berdamai maka sambutlah ajakan
perdamaian itu.
Bahwa apabila mereka diajak demikian, maka orang-orang yang beriman
wajib menyambutnya, kecuali kepada orang yang memerangi agama. Bagi setiap
orang, dari pihaknya sendiri mempunyai bagiannya masing-masing.
Bahwa orang-orang Yahudi Aus, baik diri mereka sendiri atau pengikut-
pengikut mereka mempunyai kewajiban seperti mereka yang sudah menyetujui
naskah perjanjian ini dengan segala kewajiban sepenuhnya dari mereka yang
menyetujui naskah perjanjian ini.
Bahwa kebaikan itu bukanlah kejahatan dan bagi orang yang melakukannya
hanya akan memikul sendiri akibatnya. Dan bahwa Allah bersama pihak yang benar
dan patuh menjalankan isi perjanjian ini
Bahwa hanya orang yang zalim dan jahat yang melanggar isi perjanjian ini.
Bahwa barangsiapa yang keluar atau tinggal dalam kota ini, keselamatannya
terjamin, kecuali orang yang berbuat aniaya dan melakukan kejahatan.
Sesungguhnya Allah melindungi orang yang berbuat kebaikan dan bertakwa.