Skripsi:
Skripsi:
Oleh:
Di bawah bimbingan:
Hanafi, MA
NIP: 19691216 199603 1 002
i
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Sidang Munaqasyah;
Anggota;
Penguji 1, Penguji 2,
Pembimbing;
Hanafi, M.A.
NIP: 19691216 199603 100 2
iii
PEDOMAN TRANSLITERASI
ا = a ﻑ = f
ب = b ﻕ = q
ﺖ = t ك = k
ث = ts ﻝ = l
ﺝ = j ﻡ = m
ﺡ = ḥ ﻦ = n
ﺥ = kh ﻭ = w
ﺩ = d ﻩ = h
ﺫ = dz ء = ’
ﺮ = r ﻯ = y
ﺰ = z
ﺲ = s Untuk Madddan Diftong
ﺶ = sy آ = â
ﺹ = sh ْﺇِﻯ = î
ﺽ = dl ُْﺃﻭ = û
ﻁ = th ْﺃَﻭ = aw
ﻅ = zh ْﺃَﻯ = ay
ﻉ = ‘
ﻍ = gh
iv
Abstrak
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Tak ada kata
Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi
Besar Muhammad Saw., serta seluruh keluarga, para sahabat dan para pengikut
makna yang memadai tentang hakikat manusia. Ini adalah suatu pencarian dalam
rangka memahami diri sebagai manusia. Dengan diketahui definisi yang memadai
yang tanpa bantuan moral dan materil dari mereka tak mungkin karya ilmiah ini
akan terselesaikan. Untuk itu penulis merasa perlu untuk menyampaikan ucapan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini,
diantaranya:
1. Prof. Dr. Masri Mansoer, M.A., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN
vi
2. Dra. Tien Rohmatin, M.A. (Ketua Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam) dan Dr.
Abdul Hakim Wahid, M.A (Sekertaris Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam),
baik.
3. Hanafi, M.A. yang telah membimbing penulis dengan sangat sabar, teliti, dan
dan birokrasi.
6. Kedua orang tua penulis, Abdullah Masykur dan Siti Rochimah, yang telah
membesarkan dan mendidik penulis dengan penuh rasa kasih dan sayang.
Ketiga adik penulis, Ulinnuha Asshofa, Ulumul Huda dan Inayatul Azzah,
yang telah menjadikan penulis selalu bersemangat. Tak lupa pula kepada
keluarga yang lain yang juga memberikan motivasi yang besar dalam rangka
vii
Burhan Khoirul Adib, Muhammad Ainurrofiq, Misbahuddin, Helmi Hidayat,
Daqoiqul Misbah dan teman-teman yang lain yang tak bisa disebutkan semua.
8. Orang yang paling saya cintai, Rini Handayani, yang selalu mengingatkan,
viii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ............................................................ 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................. 7
D. Kajian Pustaka ....................................................................................... 7
E. Metodologi Penelitian ........................................................................... 9
F. Sistematika Penulisan Skripsi............................................................. 10
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................... 64
B. Penutup ................................................................................................. 65
ix
BAB I
PENDAHULUAN
memulai bahasan tentang filsafat.1 Maksud pertanyaan itu adalah, pada tahap
Manusia merupakan obyek yang selalu menarik untuk dibahas. Bukan saja
dari sejumlah sistem budaya, tradisi, agama dan filsafat dengan segala perbedaan
kemudian membawa kita pada suatu pernyataan bahwa manusia adalah makhluk
yang mempunyai kedudukan spesial, pengaruh luar biasa dan penuh misteri.
Tuhan lainnya, manusia juga merupakan makhluk yang multi dimensi, yaitu
makhluk yang secara mendasar mempunyai dimensi ragawi, dimensi rohani, dan
makhluk hidup yang berkembang sesuai dengan kebutuhan dasar seperti makan,
minum dan seks. Manusia sebagai makhluk rohani (religius) adalah makhluk
hidup yang memiliki jiwa dan keyakinan serta kepercayaan untuk menyembah
1
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 1996), h. 27.
2
Albert Snijders, Antropologi Filsafat: Manusia, Paradoks dan Seruan (Yogyakarta:
Kanusius, 2004), h. 58.
1
2
Tuhan. Sedangkan manusia sebagai makhluk sosial adalah makhluk yang selalu
kemudian ditunjuk sebagai khali>fah Allah di bumi – ini adalah kehormatan yang
diberikan oleh Tuhan kepada manusia.5 Manusia diberi hak untuk menguasai
terhadap langit.6
dari kata insa>n dan basyar yang ada didalam al-Qur’an. Definisi basyar ini
menunjukan bentuk material manusia yang bersifat biologis. Dalam hal ini semua
anak Adam sama dan serupa. Sedangkan kata insa>n mengandung pengertian
menduduki sifat khali>fah di bumi, memikul tanggung jawab (takli>f) dan amanah,
sebab dia menerima ilmu, baya>n, dan ‘aql yang mampu membedakan antara yang
3
Rifaat Syauqi Nawawi, dkk., Metodologi Psikologi Islami (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2000), h. 175.
4
Sujawa, Manusia dan Fenomena Budaya (Yogyakarta: Pustaka Pelajaran, 2001), h. 22-
23.
5
Seyyed Hossein Nasr, Antara Tuhan, Manusia dan Alam, terj. Ali Noer Zaman,
(Yogyakarta: Ircisod, 2005), h. 115.
6
Hadimulyo, “Manusia dalam Perspektif Humanisme Agama: Pandangan Ali Shari’ati”,
dalam M. Dawam Rahardjo, (Penyunting), Insan Kamil: Konsepsi Manusia Menurut Islam
(Jakarta: Pustaka Grafitipers, 1987), h. 175.
3
baik dan buruk, sehingga kedudukan manusia paling tinggi di antara makhluk-
sebenarnya telah ada sejak lama. Sejarah pemikiran Barat modern sejak
memiliki corak pemikiran tersendiri. Salah satu aliran yang ada ialah filsafat
perennial, yaitu sebuah filsafat yang dipandang bisa menjelaskan segala kejadian
yang bersifat hakiki, yang menjadi hakikat seluruh agama dan tradisi spiritual
manusia.8
Salah satu tokoh dari aliran filsafat ini adalah Seyyed Hossein Nasr.
Untuk memahami konsep manusia Nasr, kita harus berangkat dengan memahami
adalah bahwa manusia modern telah membakar tangannya dengan api yang
“Hal itu terjadi bukan karena horizon spiritual itu tak ada, tapi
karena manusia modern – dalam istilah filsafat perennial yang
sering diintrodusir oleh Nasr – “hidup di pinggir lingkaran
7
Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam (Jakarta: Pustaka al-Husna Baru,
2003), h. 286.
8
Komaruddin Hidayat dan Muhammad Wahyuni Nafis, Agama Masa Depan, Perspektif
Filsafat Perennial (Jakarta: Gramedia, 2003), h. 7.
9
Komaruddin Hidayat dan Muhammad Wahyuni Nafis, Agama Masa Depan, Perspektif
Filsafat Perennial, h. 1.
4
manusia modern dan manusia tradisional, yang terakhir ini disebutnya pula
bahwa manusia dengan segala karakteristiknya tidak dapat terlepas dari dimensi
10
Komaruddin Hidayat dan Muhammad Wahyuni Nafis, Agama Masa Depan, Perspektif
Filsafat Perennial, h. 2.
11
Seyyed Hossein Nasr, Inteligensi dan Spiritualitas Agama-Agama, terj. Suharsono
(Depok: Inisiasi Press, 2004), h. 185.
5
dari realitas dan dari mana manusia itu sesungguhnya berasal. Inilah sebabnya
manusia menghindari tanggung jawab sebagai makhluk yang hidup di bumi yang
12
Seyyed Hossein Nasr, Inteligensi dan Spiritualitas Agama-Agama, h. 183-184.
13
Seyyed Hossein Nasr, Inteligensi dan Spiritualitas Agama-Agama, h. 184.
6
penelitian lebih jauh dan mendalam berkenaan dengan pendapat Seyyed Hossein
Pada dasarnya banyak hal dari corak pemikiran Seyyed Hossein Nasr
maka dalam kesempatan ini penulis membatasi objek kajian penelitian hanya
maka masalah pokok dalam skripsi ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
14
Lihat Budhy Munawar-Rachman, Agama Masa Depan, Perspektif Filsafat Perennial,
h. 5. Lihat juga Seyyed Hossein Nasr, The Knowledge and The Sacred , terj. Suharsono, et. al.
dengan judul Inteligensi dan Spiritualitas Agama-Agama, h. 195.
7
Nasr.
akademis. Manfaat praktis dari penelitian ini yaitu: Pertama, penelitian ini
mengkaji tema yang sama serta memperkaya khazanah intelektual Islam dan
D. Tinjauan Pustaka
tersebut yaitu:
8
Pertama, skripsi yang berjudul Pola Hubungan Sains dan Agama : Studi
Atas Pemikiran Seyyed Hossein Nasr dan Lois Leahy yang ditulis oleh Awad
pada tahun 2012. Dalam penelitian yang ia lakukan tidak ada pembahasan Tuhan
Krisis Lingkungan : Telaah atas Pemikiran Seyyed Hossein Nasr yang ditulis
oleh Abdul Quddus pada tahun 2012. Dalam disertasi ini penulis menekankan
Modernisme: Analisis atas Pemikiran Seyyed Hossein Nasr yang ditulis oleh
tentang krisis manusia modern dari sudut pandang pemikir islam dan barat dan
tokoh utama yaitu Nasr. Penulis kemudian hanya fokus menjabarkan poin-poin
dari tasauf yang digunakan sebagai langkah alternatif untuk terapi kebuntuan
E. Metode Penelitian
15
Awad, Pola Hubungan Sains dan Agama : Studi Atas Pemikiran Seyyed Hossein Nasr
dan Lois Leah (Jakarta: Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah, 2012), skripsi
tidak diterbitkan.
16
Abdul Quddus, Respon Tradisionalisme Islam Terhadap Krisis Lingkungan : Telaah
atas Pemikiran Seyyed Hossein Nasr (Jakarta: Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah,
2012), disertasi tidak diterbitkan.
17
Syamsuri, Tasawuf sebagai Terapi Krisis Modernisme : Telaah atas Pemikiran Seyyed
Hossein Nasr (Jakarta: Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah, 2012), disertasi tidak
diterbitkan.
9
Adapun rujukan buku primernya adalah: ‘Islam dalam Cita dan Fakta’, ‘Antara
Tuhan, Manusia, dan Alam’, ‘Islam dan Nestapa Manusia Modern’, ketiga buku ini
adalah karya Seyyed Hossein Nasr yang telah diterjemahkan. Sedangkan rujukan
buku sekundernya adalah buku, jurnal dan yang lainnya yang membahas tentang
deskriptif digunakan untuk menjelaskan segala hal tentang Tuhan dan manusia
manusia.
Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah
F. Sistematika Penelitian
seluruh isi penelitian ini disajikan dalam lima bab uraian, dengan pembagian:
satu bab pendahuluan, tiga bab berisi isi dan analisis, satu bab terakhir berisi
masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan
Bab kedua, berisi biografi Seyyed Hossein Nasr, riwayat hidup, karya-
Seyyed Hossein Nasr lahir pada tanggal 7 April 1933 di kota Teheran,
Iran. Ayahnya seorang guru dan dokter pada masa dinasti Qajar bernama Seyyed
Nasr mendapat gelar Seyyed dari raja Syah Reza Pahlevi sebagai tanda
tradisional yang menjadi aliran teologi Islam mayoritas penduduk Iran. Dominasi
paham Syi'ah di Iran bertahan sampai sekarang karena didukung oleh banyak
Teheran. Selain itu, Nasr juga belajar di lembaga atau madrasah pendidikan di
Qum yang diasuh oleh 'Alla>mah T{aba>t}aba>'i> untuk belajar filsafat, teologi dan
tentang seni Persia klasik. Untuk memahami ajaran agama, di dalam paham
1
Mehdi Aminrazavi, "Persia" dalam Seyyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman (ed.),
Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam, terj. Tim Penerjemah Mizan (Bandung: Mizan, 2003), h.1376-
1380.
12
13
hukum fiqh dengan baik dan benar dan sesuai dengan dalil-dalil dari al-Qur’an
dan Hadis, agar mengetahui hal mana yang boleh dilakukan dan hal mana yang
tidak boleh dilakukan. Dengan kata lain pendidikan tentang syariat Islam
dilakukan di tahap awal untuk melandasi para murid tentang akhlak, cara
rasional. Pelajaran tentang filsafat, kalam, dan logika diberikan untuk memenuhi
kebutuhan tersebut. Ajaran agama tidak dapat diterima dengan lebih baik tanpa
yang ada harus dijelaskan dengan benar dan diterima oleh rasio sebelum
dilakukan.
Doktrin dalam pelajaran syariat formal di atas harus diterima akal yang
kemudian diyakini dengan sepenuhnya. Pada tahap ketiga para murid diajarkan
tentang ilmu rasa yang berbasis pengetahuan intuitif. Pelajaran ini membimbing
para murid untuk mengetahui dan memahami Dunia Atas dan Realitas Tertinggi
2
M. Thabathaba'i, Islam Syi'ah ,(Jakarta: Graffiti Press, 1989), h. 90.
14
menjadi ilmu utama yang diajarkan guna membimbing murid memahami dan
utama untuk menuju al-H{aqq atau Yang Maha Benar. Pada tingkat pendidikan
pertama dan kedua di atas murid telah diarahkan menuju kadar keimanan yang
mantap, sedangkan di tataran pembelajaran yang ketiga ini para murid diajak
memasuki dunia makna dan kebenaran hakiki yang tidak terbantahkan lagi baik
kesalahan.
burha>ni>, dan 'irfa>ni> yang tersistematisasi. Belajar dari yang fisik menuju
metafisik, dari realitas terendah menuju Realitas Tertinggi dan dari jasmaniah
menuju ruhaniah.3 Sistem inilah yang menjadi ciri khas dan tradisi keberagamaan
kaum tradisional dan tentunya menjadi ciri khas. Keberagaman kaum tradisional
dan tentunya menjadi ciri khas masyarakat Timur dalam memandang realitas.4
Pada masa ini arus modernisasi Barat sangat gencar menyerang dunia
Timur. Secara sadar keadaan ini dipahami oleh Seyyed Valiullah Nasr untuk
segera melakukan sesuatu. Hal yang harus dia lakukan adalah menyelamatkan
puteranya agar tidak terkena imbasnya, sehingga beliau membekali Nasr dengan
3
Loren Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: Gramedia, 2000), h. 1115-1116.
4
Ali Maksum, Tasauf sebagai Pembebasan Manusia Modern: Signifikansi Konsep
Tradisionalisme Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), h. 83-86.
15
ilmu tradisional semenjak dini sebelum belajar ilmu lain. Selain itu keinginan
di dunia asalnya, maka dikirimlah Seyyed Hossein Nasr untuk belajar di Barat,
yaitu di Amerika.
Russell yang dikenal sebagai seorang filosof modern, dan darinya Nasr banyak
seorang ahli metafisika bernama Geogio De Santillana. Dari tokoh kedua ini Nasr
5
Frithjof Schuon, Islam dan Filsafat Perenial, terj. Rahmani Astuti (Bandung:
Mizan,1995), h. 65-69.
16
Martin Lings. Pada tahun 1956 Nasr berhasil meraih gelar Master di MIT dalam
Harvard University. Dari sini terlihat adanya sebuah perubahan arah berpikir
Nasr yang semula menekuni ilmu-ilmu fisika, menjadi kearah yang abstrak
kepada metafisika.
Hal ini dikarenakan adanya pengaruh para pemikir metafisis dan juga
karena latar belakang tradisionalismenya yang khas Timur dan Syi'ah yang
mendorong ke arah berpikir di balik yang fisik. Baginya berpikir fisika sudah
membosankan karena banyak hal dibalik fisika yang perlu dipahami dan tidak
pemikir Barat yang mengkaji Islam dari berbagai macam perspektif. Selain ia
belajar tentang ilmu sains di Barat, Nasr juga kemudian tertarik kembali
6
Ahmad Norma Permata, Tradisi dalam Perenialisme: Melacak Jejak Filsafat Abadi,
(Yogyakarta: Tiara Wacana, 1996), h. 161-166.
17
belakang kehidupannya sebagai seorang Iran yang kental dengan budaya mistik
kesufian dan didukung oleh pengetahuan mistis dari ajaran Syi’ah. Pemikiran
para tokohnya yang paling berpengaruh atasnya adalah Frithjof Schuon, seorang
perenialis dan sebagai peletak dasar pemahaman eksoterik dan esoterik Islam.
Nasr sangat memuji karya Schuon yang berjudul Islam and the Perennial
Philoshopy sebagai ungkapan yang paling mengagumkan dan paling lengkap dari
Khusus mengenai seni ini ia juga banyak terpengaruh oleh pandangan Titus
Salah satu tokoh yang juga banyak mempengaruhi Nasr adalah Rene
Guenon yang banyak memberikan pijakan kritis atas filsafat modern guna
7
Ahmad Norma Permata, Tradisi dalam Perenialisme: Melacak Jejak Filsafat Abadi,
(Yogyakarta: Tiara Wacana, 1996), h. 161-166.
18
sebagai
Salah satu gagasan penting mereka adalah apa yang disebut filsafat
dihormati masyarakat syi’ah karena menjadi mujtahid yang mendapat gelar unik
tradisional Syi’ah, T{aba>t}aba>‘i adalah orang yang memenuhi syarat menulis buku
yang berjudul Shi’a (edisi Indonesia: Islam Syi’ah).9 Ia telah mencetak puluhan
Massignon adalah seorang pemikir yang menaruh simpati pada Islam dan
pada sufisme, ia juga sarjana kristen pertama yang merintis dialog antar agama,
8
Waryono Abdul Ghafur, “Seyyed Hossein Nasr: Neo Sufisme Sebagai Alternatif
Modernisme” dalam A. Khudori Soleh, Pemikiran Islam Kontemporer (Yogyakarta: Penerbit
Jendela, 2003), h. 392.
9
Ali Maksum, Tasawuf sebagai Pembebasan h.40
10
Ali Maksum, Tasawuf sebagai Pembebasan h.10
19
terutama titik temu antara Islam dan Katolik. Kontaknya dengan Massignon
terjadi sejak Nasr menjadi mahasiswa dan berlangsung terus hingga beberapa
Pada akhir 1965 Nasr bersama dengan Murtad}a Mut}ahhari> dan Ali
lembaga tersebut karena berbeda pendapat dengan Ali Syariati yang semula
politiknya. Pada tahun 1973 lembaga ini ditutup oleh Shah Reza Pahlevi. Nasr
westernisasi dan Marxisme. Dengan cara ini Syari’ati menyajikan Islam sebagai
Syari’ati, “Shi’ism was religion for protest.” Dalam penilaian Nasr gagasan
dalam upaya memperbaiki nasib Iran untuk masa depan. Nasr mendekatinya dari
11
Seyyed Hossein Nasr, Islam Tradisional di Tengah Kancah Dunia Modern, terj.
Lukman Hakim, (Bandung: Pustaka, 1994), h. 253-272.
12
Muhsin Labib, Para Filosof Sebelum dan Sesudah Mulla Sadra (Jakarta: Al Huda,
2005), h. 315.
20
betapapun briliannya ini, tidak pernah terlibat dalam aksi kekerasan atau
melibatkan diri secara aktif dan bahkan memimpin dalam sikap setiap aksi yang
muncul. Gerakan revolusi yang diarsiteki oleh Khomeini dan Syari’ati ini, pada
Fazlur Rahman dan Islamil Faruqi masih hidup, Nasr dan kedua tokoh itu disebut
1988 untuk membahas tentang kaum muslim di AS. Untuk aspek intelektualnya,
ketiga tokoh ini yang dibahas. Selain mengajar Nasr juga aktif memberikan
ceramah dan kuliah di berbagai Negara, di samping menulis buku dan artikel.
13
Ali Maksum, Tasawuf sebagai Pembebasan, h. 47.
21
juga aktif menulis. Ia telah menulis lebih dari 50 buku dan 500 artikel dan
bahasa umat Islam, bahasa Eropa dan Asia. Meskipun menulis dengan
menggunakan bahasa Inggris, akan tetapi Nasr menyebut dirinya sebagai “Man
of the East” dan menyatakan bahwa salah satu tugasnya adalah mempertemukan
perbedaan antara Barat dan Timur setidaknya sebagai penengah antara keduanya.
sejak ia pertama kali mulai berkarir dan berkiprah dalam pergumulan intelektual,
Untuk melacak perkembangan pemikiran Nasr, dengan cara meneliti hasil karya-
tidak berarti terjadi lompatan atau peralihan dalam pemikiran Nasr, tetapi untuk
rekonstruksi tradisi sains Islam dan Khasanah serta sumber pemikiran Islam.
14
Ali Maksum, Tasawaf sebagai Pembebasan Manusia Modern, h. 50
15
Ali Maksum, Tasawaf sebagai Pembebasan, h. 50
22
Kedua, tentang krisis dunia modern. Karya perdananya dalam bidang sejarah
Buku ini berisi tentang kajian kosmologi Islam dalam perspektif tradisional
paling komprehensif, karena dikaji dari para tokoh filosof dan ilmuan.
Ibn Si>na>, Suhra>wardi> dan Ibn ‘Arabi>. Buku ini berisi tentang filsafat Islam yang
meliputi tiga aliran penting yakni: Peripatetik oleh Ibn Si>na, Illuminasi oleh
Suhra>wardi, Gnosis oleh Ibn ‘Arabi. Karya selanjutnya, Ideals and Realities of
Islam (1966) berisi uraian tentang kerakteristik Islam dan upaya menjadikan
wahyu sebagai sumber inspirasi ilmu pengetahuan, dan juga tentang tasauf yang
berangkat dari Al-Qur’an dan Hadis Nabi. Sedang Science and Civilization in
Islam (1968) berisi tentang isi dan spirit sejarah sains Islam dalam perspektif
tradisional, dan juga tentang konsep-konsep agama, dan filsafat dalam Islam.
keilmuan modern.” Selanjutnya, Man and Nature: The Spiritual Crisis of Modern
Man (1968) berisi tentang krisis spiritual manusia modern, bagaimana manusia
1960-an, tidak saja mempunyai relevansi bagi masyarakat Barat, tapi juga
negara-negara dunia ketiga, seperti Indonesia, yang waktu itu sedang mengambil
16
Ali Maksum, Tasawaf sebagai Pembebasan, h. 56.
23
kelanjutan dekade 60-an. Namun, ada perkembangan baru yang menarik yaitu ia
mulai bicara tentang sufisme dan filsafat Islam. Tentang sufisme ia menulis Sufi
Essays (1972) berisi tentang tasauf dan akar sejarahnya, alternatif bagaimana
Adapun buku Islam and the Plight of Modern Man (1976), merupakan
penjelasan lebih mendalam dari Man and Nature. Namun dalam buku ini, Nasr
yang dihadapi pemikir modernis Muslim. Sedang tentang sains Islam ada dua;
Science, ditulis sebagai tiga volume. Vol. I (1975), vol. II (1978), dan vol. III
(1991). Secara umum buku ini melancarkan penokalan tuduhan bahwa Islam
hanya mewarisi ilmu dan budaya dari bangsa-bangsa sebelumnya tanpa memiliki
orginalitas.
Sedangkan tentang filsafat, Nasr menulis S{adr al-Di>n Shira>zi and His
Transendent Theosophy (1978), dalam buku ini sekalipun sifatnya studi tokoh,
Mulla> S}adra>, yang dalam pandangan Nasr, dianggap sebagai tokoh penyambung
filsafat Islam sepeninggal Ibn Rusyd. Buku ini sekaligus sebagai jawaban atas
17
Ali Maksum, Tasawaf sebagai Pembebasan h. 58
24
Periode 80-an, ada tiga tema menarik yang dikembangkan Nasr. Pertama,
and Thought (1981) buku ini berisi tentang pendekatan sejarah (historical
ini adalah penyebar westernisasi dan sekularisme di dunia Islam. Dan pada
dengan dunia modern, Nasr menulis dalam dua buku: Knowledge and the Sacred
(1981), dan Tradisional Islam in the Modern World (1987). Dalam buku ini berisi
tentang apa itu Islam tradisional, dan bagaiman pertentangan dengan dunia
modern.
Literature and Fine Art (1987); dan Islamic Art and Spirituality (1987). Dalam
buku ini berisi tentang seni dalam Islam berdasarkan gagasan tauhid, yang
menjadi inti dari wahyu Islam. Menurutnya seni merupakan “teologi yang diam”,
bersifat abstrak.
18
Ali Maksum, Tasawaf sebagai Pembebasan, h. 62
25
Muslim’s Guide to the Modern World (1994) buku ini berisi tentang warisan
secara garis besar berkisar pada bidang sains Islam, filsafat, sufisme, pemikiran
A. Pengertian Manusia
sampai saat ini tetap terus menarik untuk dibahas. Berbagai macam pendekatan
telah dilakukan dalam mengkaji hakikat manusia, mulai dari pendekatan filosofis
final karena terkait peran dan fungsi manusia sebagai subjek dan sekaligus objek
dalam kehidupan di dunia ini. Sebagai subjek, manusia selalu menjadi aktor
utama dalam setiap dimensi kehidupan, dan sebagai objek manusia merupakan
target dalam setiap aktivitas kehidupan yang pada akhirnya bermuara kepada
Secara etimologi, kita dapat melacak arti kata untuk menemukan makna
literal manusia. Namun bila kita mencoba untuk menelaah lebih dalam mengenai
manusia maka kita tidak sekedar membicarakan manusia sebatas sebuah definisi
1
Albert, Snijders, Antropologi Filsafat: Manusia Paradoksal dan Seruan (Yogyakarta:
Kanisius, 2006), h. 17.
26
27
manusia sebagai hewan yang dapat berkata-kata dan juga sebagai hewan politik.
Adam Smith dan Karl Marx mendefinisikan manusia sebagai agen ekonomi
semata. Para kapitalis melihat manusia sebagai agen ekonomi yang tingkah
adalah makhluk yang berhadapan dengan dirinya sendiri. Bersama dengan itu,
manusia juga makhluk yang berada dan menghadapi alam kodrat. Dia
merupakan kesatuan dengan alam, tetapi juga berjarak dengannya. Dia bisa
dan mengolahnya. Hewan juga berada dalam alam, tetapi tidak berhadapan
dengan alam, tidak mempunyai distansi. Perhatikan hewan, dia tidak bisa
memperbaiki alam, tidak bisa menyerang alam dengan teknik. Lebih lanjut
Driyarkara mengatakan bahwa manusia itu selalu hidup dan merubah dirinya
dalam arus situasi konkrit. Dia tidak hanya berubah dalam tetapi juga karena
dirubah oleh situasi itu. Namun, dalam perubahan itu, dia tetap menjadi dirinya
sendiri.2
atau definisi lain tentang manusia adalah sebagai berikut: homo sapiens,
2
Driyarkara, Filsafat Manusia (Jakarta: Kanisius, 1969), h. 7
28
homo faber, homo economicus, dan homo religiosus. Dengan ungkapan yang
sebagaimana akan terlihat pada uraian di bawah ini, yakni manusia dalam
kata dalam bahasa Arab, contohnya: insa>n, basyar, bani Adam, unas>i, dan na>s. Di
dalam al-Qur’an yang berkaitan dengan penciptaan manusia pertama term yang
َﺮا
ِﻖ ﺑﺸ
َﺎﻟ
ﱢﻲ ﺧ
ِ إﻧ
َﺔ
ِﻜ
َﺎﺋ
ْﻤﻠ
ِﻠ
َ ﻟ
َ رﺑﻚ
َﺎل
ْ ﻗ
إذ
ِﻦ
ِ ﻣ
ِﯿﻪ
ْﺖ ﻓ
ﻔﺨ
ََ
ُﻪ وﻧ
َا ﺳﻮﯾﺘ
َﺈذ
ﻓ- ِﲔ
ﻣﻦ ﻃ
ِﯾﻦ
َ َﻪ ﺳﺎﺟﺪ
َﻌﻮا ﻟ
َﻘ
ِﻲ ﻓ
روﺣ
sesungguhnya aku akan menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila telah aku
3
Driyarkara, Filsafat Manusia (Jakarta: Kanisius, 1969), h. 7
29
beberapa ayat yang memuji sikap manusia dan ada pula yang merendahkan
tersebut di samping tanah (jasmani) dan ruh Ilahi (akal dan ruhani), manusia juga
diberi anugerah berupa potensi untuk mengetahui nama dan fungsi benda-benda
alam, pengalaman hidup di surga, baik yang berkaitan dengan kecukupan dan
kenikmatannya, maupun rayuan iblis dan akibat buruknya dan terakhir petunjuk
keagamaan.4
kepada manusia dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan raga. Manusia yang
berbeda antara seseorang dengan yang lain, akibat perbedaan fisik, mental dan
4
M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur`an (Bandung: Mizan, 1997), h. 282-283.
5
M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur`an, h. 278.
30
dipahami bahwa term ini selalu dihubungkan dengan kelompok manusia, baik
sebagai suku bangsa, kelompok pelaku kriminal, maupun kelompok orang yang
baik dan buruk nanti di akhirat. Jika ini dikaitkan dengan manusia maka term
una>si ini dapat dipahami bahwa manusia adalah makhluk yang berkelompok, dan
Artinya ketika menyebut na>s berarti adanya pengakuan terhadap spesies di dunia
menyebut manusia, yaitu insa>n, ins, na>s, una>s, basyar, Bani> A<<>dam, dan
Dzurriyyati A>dam. Kata ins dan insa>n meskipun berasal dari akar kata yang
sama tetapi dalam penggunaannya memiliki makna yang berbeda. Kata ins
makhluk halus, atau dihadapkan dengan kata ja>n yang juga bermakna sama.
Penyebutan kata ins yang berlawanan dengan ji>n atau ja>n ini memberikan
konotasi bahwa kedua makhluk Allah ini memiliki dua unsur yang berbeda, yakni
manusia dapat diindera dan jin tidak dapat diindera, manusia tidak liar sedang jin
liar.8
6
Baharuddin, Paradigma Psikologi Islam; Studi tentang Elemen Psikologi dari al-
Qur`an (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 90.
7
Baharuddin, Paradigma Psikologi Islam, h. 86
8
Aflatun Mukhtar, Tunduk kepada Allah (Jakarta: Paramadina, 2001), h.106-107.
31
insa>n ini adalah lebih mengacu pada peningkatan manusia ke derajat yang
dan memikul tanggung jawab dan amanat manusia di muka bumi, karena
persepsi, akal, dan nurani. Dengan potensi-potensi ini manusia siap dan
makhluk yang mulia dan memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari
seseorang dengan lainnya, akibat perbedaan fisik, mental, kecerdasan, dan sifat-
Kata na>s merupakan bentuk jamak dari kata insa>n yang tentu saja
memiliki makna yang sama. Al-Quran menyebutkan kata na>s sebanyak 240 kali.
makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa bantuan dan bersama-sama manusia
berbagai suku dan bangsa bertujuan untuk bergaul dan berhubungan antar
kebajikan (QS. al-Maidah: 2), saling menasihati agar selalu dalam kebenaran dan
9
Aflatun Mukhtar, Tunduk kepada Allah, h.106-107.
32
Kata basyar secara etimologis berasal dari kata ba’, syin, dan ra’ yang
kulit hewan yang ditumbuhi bulu. Kata ini dalam al-Quran digunakan dalam
tanah, yang selanjutnya dari sperma dan berkembang menjadi manusia utuh (QS.
al-Mu’minu>n: 12-14), manusia makan dan minum (QS. al-Mu’minu>n: 33; QS. al-
yang membedakannya hanyalah beliau diberi wahyu. Kata basyar ini disebutkan
َﻲ
ُﻢ ﯾﻮﺣﻰ إﻟ
ُﻜ
ْﻠ
َﺮ ﻣﺜ
َﺎ ﺑﺸ
َﻧ
ﱠﻤﺎ أ
ْ إﻧ
ُﻞ
ﻗ
10
Aflatun Mukhtar, Tunduk kepada Allah, h.101.
11
Quraish Shihab, Logika Agama (Jakarta: Lentera Hati, 1996), h. 279.
33
َ ﯾﺮﺟﻮ
َﺎن
َﻤﻦ ﻛ
ِﺪ ۖ ﻓ
ٰﻪ واﺣ
ُﻢ إﻟ
َ ٰﻬﻜ
ﱠﻤﺎ إﻟ
َ َﻧ
أ
َﺎ
ِﺤﺎ وﻟ
ًﺎ ﺻﺎﻟ
ْ ﻋﻤﻠ
ْﯿﻌﻤﻞ
َﻠ
ِ ﻓ
َ رﺑﻪ
َﺎء
ِﻘ
ﻟ
َﺣﺪا
ِ أ
ِ رﺑﻪ
ِﺒﺎدة
ْ ﺑﻌ
ْﺮك
ﯾﺸ
Artinya: “Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang
Adapun kata banu> atau Bani> A>dam atau Dzurriyya>t A>dam maksudnya
adalah anak cucu atau keturunan Adam. Kedua istilah itu digunakan untuk
Baqarah: 34). Secara umum kedua istilah ini menunjukkan arti keturunan yang
berasal dari Adam, atau dengan kata lain bahwa secara historis asal usul
manusia adalah satu, yakni dari Nabi Adam.12 Dengan demikian, kata Bani>
A>dam atau Dzurriyya>t A>dam digunakan untuk menyebut manusia dalam konteks
historis.
juga menulusuri mengenai manusia itu sendiri. Dalam pandangan sufi ada istilah
yang penting dan menjadi kunci dalam kajiannya, yaitu insa>n ka>mil. Namun
12
Aflatun Mukhtar, Tunduk kepada Allah, h. 109.
34
dalam al-Qur`an, tidak pernah disinggung mengenai insa>n ka>mil secara pasti,
tidak ada ayat yang menyatakan mengenai insa>n ka>mil, yang ada adalah ayat
manusia yang mempunyai sifat yang keluh kesah, namun ia bisa dibisa menjadi
bentuk adalah:
ْﻮﱘ
َﻘ
َﺣﺴﻦ ﺗ
ِﻲ أ
َ ﻓ
ْﺴﺎن
ْﺈﻧ
َﺎ اﻟ
ْﻨ
َﻘ
َﻠ
َﺪ ﺧ
َﻘ
ﻟ
Ayat di atas adalah salah satu ayat yang dijadikan sebagai isyarat
kembali kepada Tuhan dengan iman dan amal saleh. Jika manusia tidak bisa
ungkapan lain manusia bisa seperti malaikat dan bisa pula jelek seperti manusia.
13
Yunasril Ali, Manusia Citra Ilahi (Jakarta: Paramadina, 1997), h. 2
35
Kalangan filsuf Islam yang tertarik pada filsafat Yunani adalah al-Fa>ra>bi>.
Namun, kenyataannya al-Kindi> lah yang telah membuka pintu filsafat Yunani
bagi dunia Islam, tetapi ia tidak menciptakan sistem filsafat tertentu. Sebaliknya,
al-Fa>ra>bi> dapat menciptakan sistem filsafat yang lengkap dan telah memainkan
lahir di atas bumi ini. Ia terdiri atas dua unsur, yaitu jasad dan jiwa. Jasad berasal
dari alam ciptaan dan jiwa berasal dari alam perintah. Berdasarkan perbedaan
asal antara jiwa dan badan, jelaslah bahwa jiwa merupakan unsur yang lebih
penting dan lebih berperan daripada jasad, sehingga al-Fa>ra>bi>, seperti halnya
filsuf Yunani, lebih banyak perhatiannya dalam membahas hal-hal yang berkaitan
kesatuan antara jiwa dan jasad merupakan kesatuan accident. Ini berarti
14
Uci Sanusi dan Rudi Ahmad Suryadi, Kenali Dirimu (Yogyakarta: Deepublish, 2015),
h. 15.
36
atas unsur jiwa dan jasad. Jasad dengan segala kelengkapannya yang ada
merupakan alat bagi jiwa untuk melakukan aktivitas. Jasad selalu berubah,
berpisah dengan jiwa. Dengan demikian, hakikat manusia adalah jiwanya dan
perhatian para filsuf Islam dalam membahas manusia lebih terfokus pada jiwanya
daripada jasadnya.16
Ibn Rusyd juga tidak kalah komentar dalam tema tentang manusia. Dalam
bagian dari alam, manusia terdiri dari dua unsur materi dan forma. Jasad adalah
materi dan jiwa adalah forma. Seperti halnya Aristoteles, Ibnu Rusyd membuat
definisi jiwa sebagai “kesempurnaan awal bagi jisim alami yang organis.” Jiwa
lain yang merupakan pelengkap darinya, seperti yang terdapat pada berbagai
15
Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam (Bandung: Trigenda Karya,
2003), h. 10-11.
16
Adelbert Snijders, Kebenaran Sebuah Filsafat Pengetahuan (Yogyakarta: Kanisius,
2006), h. 53.
17
Albert, Snijders, Antropologi Filsafat: Manusia Paradoksal dan Seruan, h. 52.
37
merupakan makhluk kosmis yang amat penting, karena dilengkapi dengan semua
mempunyai kesatuan jiwa raga dalam hubungan dengan dunia dan sesamanya.
Dalam kesatuan tersebut, ada unsur jasmani yang membuat manusia sama
Manusia menurut Ali Syari’ati adalah gabungan dari lumpur dan roh
Allah, manusia adalah zat yang berdimensi, makhluk yang bersifat ganda,
immobilitas. Dimensi yang lain, berasal dari roh Allah, sebagaimana al-Qur’an
Hal yang sama juga disampaikan oleh Muh}ammad Ba>qir al-S{adr yang
membagi manusia menjadi dua sisi, yaitu sisi spritual dan sisi material. Sisi
tidak hanya berwujud kumpulan dari materi yang sangat kompleks, tetapi
personalitasnya terdiri dari materi dan nonmaterial yang jamak disebut dualitas.
S{adr mengatakan cukup sulit untuk mengetahui hubungan antara dua komponen
18
Ismail Raji al-Faruqi, Islam dan Kebudayaan (Bandung: Mizan, 1984), h. 37.
19
Ali Syari‟ati, Tentang Sosiologi Islam, terj. Saifullah Mahyudin, (Yogyakarta:
Ananda, 1982), h. 90.
38
seseorang berfikir, maka terjadilah suatu aktifitas tertentu. Ini akibat pengaruh
jiwa (nonmateri). Apabila usia ketuaan secara perlahan sudah merayapi tubuh,
lemahlah segala aktifitas mental, atau jika seseorang pemabuk sedang tenggelam
dalam minumannya, ia akan melihat benda sebagai dua benda yang sama. Akibat
tentang hubungan antara nonmaterial dan material. Filosof ini telah menemukan
gerak substansial dalam jantung alam. Gerak ini sebagai sumber primer dari
setiap gerak yang dapat ditangkap oleh segala indera yang terjadi di alam raya,
yaitu wujud spiritual. Jadi, antara keduanya tidak ada dinding pemisah, tetapi
yang substansial. Jembatan yang baik ini sebagai temuan yang apik dalam
hubungan antara materi dan nonmateri dari filosof diatas. S{adr menambahkan
bahwa jiwa itu sendiri tidak lain adalah imaji material yang menjadi tinggi
hanya terletak pada perbedaan derajat saja, seperti panas yang tinggi dengan
panas yang rendah. Tidak boleh juga beranggapan bahwa jiwa adalah produk
materi dan menjadi salah satu efeknya. Namun, sebenarnya adalah produk gerak
substansial yang bukan produk dari materi itu sendiri. Sebab, setiap gerak berasal
yang bergerak. Ruh yang merupakan sisi non material manusia adalah produk
gerak tersebut. Adapun gerak ini sendiri adalah jembatan antara materialitas dan
spritualitas.20
dari apa yang ada pada malaikat dan apa yang ada di hewan.21 Dengan demikian,
dalam diri manusia terdapat unsur yang tidak dimiliki malaikat yaitu unsur
kehewanan meliputi nafsu, amarah dan lainnya dan juga terdapat unsur yang
tidak dimiliki hewan seperti akal dan lainnya. Jika melihat unsur-unsur tersebut,
20
Muhammad Baqir Ash-Shadr, Filsafatuna: Pandangan Muhammad Baqir Ash-Shadr
Terhadap Pelbagai Aliran Filsafat Dunia, terj. M. Nur Mufid bin Ali (Bandung: Mizan, 1995), h.
270-272.
21
Murtadla> Muthahhari>, Manusia Seutuhnya: Studi Kritis berbagai Pandangan Filosofis,
terj. ʻAbdillâh Ḥâmid Baʻabud (Jakarta: Sadra Institute, 2012), h. 27.
40
dan keburukan. Karena kebaikan dan keburukan memang sudah tertanam dalam
diri manusia, maka meskipun tanpa belajar atau tanpa guru manusia sebenarnya
tersebut adalah suatu hal yang khas, maka makhluk selainnya tidak mempunyai
dibandingkan dengan makhluk lain, yaitu memiliki potensi yang tidak dimiliki
makhluk lain.
Tuhan. Ia adalah makhluk yang dilengkapi akal, perasaan dan keterampilan untuk
kedudukan yang tinggi dalam tatanan kosmologi sehingga setiap individu harus
memperoleh perlakuan dan hak-hak dasar yang sama.24 Karena posisi manusia
yang tinggi itu menuntut pula penghargaan kepada nilai-nilai dasar kehidupan
22
Murtadla> Muthahhari>, Islam dan Tantangan Zaman: Rasionalitas Islam dalam Dialog
Teks yang Pasti dan Konteks yang Berubah, terj. Ahmad Sobandi (Jakarta: Pustaka Hidayah,
2011), h. 321.
23
Abdurrahman, Islam Kosmopolitan (Jakarta: The Wahid Institut, 2007), h. 30.
24
Samsul Bakri dan Udhofir, Jombang-Kairo, Jombang Chicago: Sintesis Pemikiran Gus
Dur dan Cak Nur dalam Pembaharuan Islam di Indonesia (Solo: Tiga Serangkai, 2004), h. 49.
41
manusia yang sesuai dengan martabatnya. Hal itu menuntut agar manusia
Hak-hak dasar itu tidak lain ialah nilai-nilai dasar manusia. Nilai-nilai
melekat dalam diri manusia sejak lahir. Adapun dimensi-dimensi yang dimaksud
rasionalitasnya. 26
dari proses evolusi penciptaan alam semesta. Manusia adalah makhluk dua
dimensi, di satu pihak terbuat dari tanah (t{i>n) yang menjadikannya makhluk fisik,
di pihak lain manusia juga makhluk spiritual karena ditiupkan kedalam dirinya
roh yang berasal dari Tuhan. Dengan demikian, manusia menduduki posisi yang
manusia, atau dengan alam semesta, tetapi manusia dapat berkomunikasi dengan
oleh Allah Swt, karena Allah Swt sebagai al-Nu>r al-Anwa>r, hanya memunculkan
satu makhluk saja secara langsung, yakni Nu>r al-Aqrab (cahaya terdekat).
Suhra>wardi> berkata yang muncul pertama kali dari-Nya adalah cahaya murni
tidak ada satu yang muncul dari cahaya Maha Cahaya (Allah Swt.) selain cahaya
terdekat. Dengan demikian, manusia tidak berasal dari Allah Swt secara
langsung, dan manusia bukan ciptaan pertama Allah Swt. Sebab Allah Swt.,
manusia memiliki fisik, dan fisik manusia berasal dari kegelapan, bukan cahaya.
Jasad manusia pada awalnya diciptakan dari tanah, baru kemudian ditiupkan roh,
mungkin dipancarkan oleh Cahaya Maha Cahaya secara langsung, karena alasan
Hanya manusia, makhluk yang memiliki jiwa rasional. Jiwa rasional ini
lebih rendah. Dengan demikian, manusia merupakan inti dari alam semesta, dan
28
Ja’far, Manusia Menurut Suhrawardi al-Maqtul, (Banda Aceh: Yayasan PeNa, 2011),
h. 172-173.
29
Ja’far, Manusia Menurut Suhrawardi al-Maqtul, h. 173.
30
Mulyadhi Kartanegara, Nalar Religius: Memahami Hakikat Tuhan, Alam dan
Manusia, h. 13.
43
Manusia menempati posisi yang istimewa karena manusia dikaruniai roh oleh
Allah Swt. yang menjadikan manusia memiliki dua dimensi yang membentuk
lain. Karena Nu>r al-Aqrab memiliki kemandirian eksistensi sebagai anugerah dari
keempat,33 begitu seterusnya hingga cahaya terakhir telah melemah, tidak dapat
memancarkan cahaya lagi karena telah jauh dari sumber cahaya. Tiap-tiap cahaya
vertikal dari cahaya paling tinggi menuju cahaya paling rendah. Setiap cahaya
abstrak ini menghasilkan alam fisik masing-masing.34 Setiap alam fisik memiliki
31
Mulyadhi Kartanegara, Nalar Religius, h. 14.
32
Ja’far, Manusia Menurut Suhrawardi al-Maqtul, h. 174.
33
Ja’far, Manusia Menurut Suhrawardi al-Maqtul, h. 175.
34
Ja’far, Manusia Menurut Suhrawardi al-Maqtul, h. 177.
44
manusia, (bukan fisiknya) adalah makrokosmos. Kita adalah alam lain yang lebih
besar dari alam ini. Sebagaimana perkataannya Imam Ali, "Apakah kalian
mengira kalian, hanya tubuh kecil ini, padahal kalian adalah alam yang sangat
besar." Aneh memang manusia itu lebih banyak meneliti hal-hal diluar dirinya
sedangkan hakikat dirinya sendiri tidak pernah diteliti, tidak pernah mencoba
sebuah perumpamaan :
Beliau umpamakan bahwa manusia itu ibarat buah, dan buah merupakan
hasil akhir dan harapan petani penanam buah. Sedangkan alam ibarat ranting,
ranting tercipta demi buah, ranting hanyalah sebagai wasilah untuk tumbuhnya
buah. Jadi yang paling penting itu adalah buahnya bukan ranting atau pun pohon.
merupakan tanda dari kasih sayang Allah akan manusia. Agar manusia bisa
memanfaatkannya untuk lebih mendekatkan dirinya kepada Allah. Jadi inti dari
itu semua adalah alam diciptakan untuk manusia, yang harus dijadikan sebagai
Tapi sayang berapa banyak dari manusia ini yang menjadikan alam,
35
Mulyadhi Kartanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf, (Jakarta: Erlangga, 2006), h. 72-
73.
36
Mulyadhi Kartanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf, h. 74
45
Tuhan. Dan akibat dari itu adalah penyimpangan dan keserakahan untuk
melebihi binatang untuk mendapatkan hal yang kita inginkan. Kita banyak
(tidak berterima kasih) tapi apabila ia tertimpa kejahatan, ia (berdoa) dengan doa
yang panjang."
Tubuh kita hanyalah perantara, karena kita hidup di alam fisik, alam yang
mengharap dan menginginkan tubuh betapa pekebun itu akan menanam pohon."37
37
Mulyadhi Kartanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf, h. 75
BAB IV
dalam kajian filsafat, mulai dari asal-usulnya, tugas pokok dan fungsinya di
dunia, dan lain-lain. Hal ini menjadi pendorong bagi aliran-aliran filsafat dalam
pada nash yang dalam bahasa Inggris disebut tradition. Nasr, bersama para
Tetapi karena teks-teks itu cenderung diabaikan oleh manusia, jadilah ia terkesan
meninggalkan spiritualitas.1
dunia modern telah menjauhkan manusia dari pusat eksistensinya yang menurut
1
Komaruddin Hidayat dan Wahyuni Nafis, Agama Masa Depan: Perspektif Filsafat
Perennial (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), h. 5.
46
47
Nasr adalah spiritualitas, sehingga manusia semakin jauh dari esensinya serta
Laju ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu cepat serta manfaat
kelamaan didapati bahwa ternyata ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki
2
Seyyed Hossein Nasr, Islam dan Nestapa Manusia Modern, terj. Anas Mahyuddin
(Bandung: Pustaka, 1983), h. 4.
48
makna dan tujuan hidup (meaning and purpose of life/sangkan paraning dumadi).
karena yang dikembangkan hanyalah ilmu yang bersifat praktis dan dapat diukur
dengan mengabaikan aspek moralitas dan nilai.3 Tentang hal di atas, Nasr
mengemukakan:
3
Nur Said, Kritik Tradisionalisme Islam terhadap Krisis Dunia Modern (Studi atas
Pemikiran Seyyed Hossein Nasr), An-Nur, Vol. I, No. 2, Februari 2005, h. 3-4.
49
A. Hakikat Manusia
tanggung jawab dan hak-hak manusia dirumuskan dari hubungan tersebut. Form
atau bentuk manusia merupakan refleksi dari Nama-Nama dan Sifat-Sifat Tuhan.
Refleksi Sifat Tuhan dalam diri manusia ini sebagaimana cermin yang
dijelaskan bahwa pada mulanya manusia diciptakan dari tanah liat, dan kemudian
28-29:
4
Seyyed Hossein Nasr, Islam dan Nestapa Manusia Modern, h. 3-4.
5
Seyyed Hossein Nasr, Pesan-Pesan Universal Islam untuk Kemanusiaan, terj. Nurasiah
Fakih Sutan Harahap (Bandung: Mizan, 2003), h. 336.
50
malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat
kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka apabila Aku
Universal (al-Insa>n al-Ka>mil), yaitu cermin yang memantulkan semua Nama dan
Sifat Allah. Bagi Tuhan, maksud dan tujuan penciptaan manusia adalah untuk
Yahudi. Nasr menyimpulkan adanya kesamaan konsep dalam setiap agama dan
tradisi tentang kejadian manusia terutama dalam hal adanya aspek Ketuhanan
6
Seyyed Hossein Nasr, Antara Tuhan, Manusia dan Alam, terj. Ali Noer Zaman
(Yogyakarta: IRCiSoD, 2003), h. 115-116.
51
diturunkan dari ruh yang merupakan milik Allah,9 dengan demikian terdapat
7
Terestrial adalah kata sifat yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang hidup
dari atau di bumi (of or living on the land), lihat Martin H. Manser, Oxford Learner’s Pocket
Dictionary, (New York: Oxford University Press, 1995), h. 428. Nasr menggunakan istilah ini
untuk menunjukkan manusia yang hidup di bumi dengan segala tanggung jawabnya atas
tindakannya sebagai penjaga dan pelindung bumi, lihat Seyyed Hossein Nasr, Inteligensi dan
Spiritualitas Agama-Agama, terj. Suharsono, et. al., (Depok: Inisiasi Press, 2004), h. 167.
8
Martin H. Manser, h. 177.
9
Seyyed Hossein Nasr, Menjelajah Dunia Modern: Bimbingan Untuk Kaum Muda
Muslim, terj. Hasli Tarekat, (Bandung: Mizan, 1994), h. 41.
52
Alquran di atas. Di sini Nasr berusaha menegaskan bahwa ruh manusia bukanlah
ciptaan Allah, karena dalam berbagai ayat tentang kejadian manusia, selalu
menurut Nasr, jasad manusia diciptakan dan kemudian Allah meniupkan ruh-Nya
Akan tetapi, Nasr menegaskan bahwa konsep ini tidak mengubah Tuhan
menjadi manusia atau sebaliknya, juga tidak ada kemungkinan inkarnasi dimensi
manusia sebagai makhluk theomorfis yang memiliki sesuatu yang agung dalam
memantulkan Nama dan Sifat-Nya, tegasnya ada sesuatu yang suci dalam diri
10
Lihat Seyyed Hossein Nasr, Islam dalam Cita dan Fakta, terj. Abdurrahman Wahid
dan Hashim Wahid, (Jakarta: LEPPENAS, 1981), h. 4 dan 177.
53
logos yang menjadi prototipe semua manusia dan segala ciptaan, dalam Islam
pembawa Islam, merupakan Nabi terakhir yang diutus Allah ke dunia, meskipun
seluruh nabi dalam Islam memiliki aspek logos tersebut, akan tetapi menurut
Nasr, Hakikat Muhammad yang menjadi ciptaan Allah yang pertama – konsep
yang sama dengan konsep Nur Muhammad dalam tasawuf – sehingga secara
batin beliau datang sebelum nabi yang lain pada awal siklus kenabian dan sebagai
11
Seyyed Hossein Nasr, Tasauf Dulu dan Sekarang, terj. Abdul Hadi WM, (Jakarta:
Pustaka Firdaus, 2000), h. 37-38.
12
Dalam setiap agama, penyebar atau pendirinya selalu diidentifikasikan sebagai logos,
dalam Kristen, logos diidentifikasi sebagai Kristus seperti dijelaskan dalam Injil Yohannes. Lihat,
Seyyed Hossein Nasr, Tasauf Dulu dan Sekarang, h. 57, juga Seyyed Hossein Nasr, Inteligensi
dan Spiritualitas Agama-Agama, h. 37-38.
13
Seyyed Hossein Nasr, Islam dalam Cita dan Fakta, h. 57.
54
anbiya>’ memulai sebuah siklus kesucian yang diistilahkan Nasr dengan “kesucian
Muhammad” yang selalu ada dan menjadi kekuatan spiritual dalam Islam,
sehingga tidak lagi diperlukan adanya agama baru sesudah Islam, sebab wahyu
yang dibawa Nabi Muhammad dengan sendirinya mengandung segala hal yang
Fase ketiga dalam kejadian manusia adalah manusia dalam level kosmik,
yaitu Nabi Adam sebagai penghuni surga sebelum kejatuhan yang dialaminya
mana manusia tidak lagi berada dalam level kosmik, tetapi telah berpindah ke
dunia fisik. Pada fase ini manusia melengkapi penciptaan alam sebagai wakil
14
Seyyed Hossein Nasr, Islam dalam Cita dan Fakta, h. 57.
15
Seyyed Hossein Nasr, Islam dalam Cita dan Fakta, h. 56.
16
Seyyed Hossein Nasr, Antara Tuhan, Manusia dan Alam, h. 115.
55
C. Insan Kamil
pasti dan harus dimiliki oleh manusia yaitu jiwa (daya) insani yang di sinilah
jiwa-jiwa nabati, hewani, dan insani. Dari sini dapat di lihat bahwa manusia
17
Seyyed Hossein Nasr, Pesan-Pesan Universal Islam untuk Kemanusiaan, h. 18.
56
penuh.18
Namun dari aspek spiritual manusia akan mencapai puncak evolusi ketika
terbaik, termulia dengan kualitas fisik dan psikisnya diciptakan oleh Allah
dengan tujuan tertentu anatara lain: agar manusia menjadi hamba (a>bid)-Nya
mengidentifikasi insan kamil dalam dua pengertian. Pertama, insan kamil dalam
yang dianggap mutlak yaitu Tuhan. Kedua, insan kamil yang jati diri yang
esensi dirinya.19
secara potensial (bi al-quwwah), dan mungkin pula secara aktual (bi al-fi’l)
seperti yang terdapat pada diri wali dan Nabi, namun intensitasnya berbeda-beda.
Dan yang paling sempurna adalah Nabi Muhammad. Al-Ji>li> juga menandaskan
18
Ahmad Najib Burhani (ed.), Manusia Modern Mendamba Allah: Renungan Tasawuf
Positif (Jakarta: IIMaN, 2002), h. 35
19
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam (Jakarta: P.T. Ichtiar Baru Van
Hoeve, 1997), h. 22
57
sebagainya.
sempurna (ka>mil) dan lengkap (ta>mm), keduanya erat kaitannya namun tidak
sama persis. Perbedaannya adalah kata “lengkap” mengacu sesuai dengan rencana
seperti rumah atau masjid. Bila suatu bagiannya belum selesai maka bangunan
tersebut tidak lengkap (cacat). Tetapi sesuatu mungkin saja lengkap sekalipun
ada kelengkapan lain yang lebih tinggi satu atau beberapa tingkat, dan itulah
bila suatu kesempurnaan itu tercapai, maka masih ada kesempurnaan yang di
atasnya sampai pada tingkat kesempurnaan yang sesungguhnya. Jika ada manusia
yang sempurna maka pasti ada yang lebih sempurna. Dan kesempurnaan yang
20
Yunasril Ali, Manusia Citra Ilahi: Pengembangan Konsep Insan Kamil Ibn ‘Arabi oleh
al-Jili, (Jakarta: Paramadina, 1997), h. 45.
58
muka bumi, pada satu sisi dia muncul sebagai makhluk bumi; pada sisi yang lain,
Sebaliknya, memori, pembicaraan dan imajinasinya ikut serta seketika itu juga
mereka tercermin dalam karyanya Islam dan Nestapa Manusia Modern, di antara
21
Seyyed Hossein Nasr, Inteligensi dan Spiritualitas Agama-Agama, h 194.
59
terpenjara oleh akal dalam arti rasio semata sebagaimana yang dipahami pada
zaman renaisans, tetapi sebagai makhluk yang suci, yang tak lain adalah manusia
tradisional. Manusia suci, menurut Nasr, hidup di dunia yang mempunyai asal
maupun pusat. Dia hidup dalam kesadaran penuh sejak asal yang mengandung
refleksi total dan lengkap mengenai Illahi dan realitas pola dasar yang
Islam tradisional dapat pula dipahami dalam sinaran sikapnya terhadap fase
yang tak-tercipta dan tanpa asal-usul temporal. Islam tradisional juga menerima
komentar yang linguistik dan historikal hingga yang sapiental dan metafisikal.
Aleksandrian juga menyinggung dalam istilah yang hampir sama, kecuali aspek-
22
Seyyed Hossein Nasr, Islam dan Nestapa Manusia Modern, h. 4.
60
aspek Abrahamik dan Islamik yang secara khusus tidak muncul dalam sumber-
mempunyai tiga aspek fundamental. Pertama adalah dari realitas pola dasar alam
semesta, kedua instrumen atas makna dimana wahyu turun ke dunia, dan ketiga,
melalui realitas yang tak lain daripada aktualisasi realitas manusia itu sendiri,
sempurna.23
sebagai bagian dari alam semesta, meliputi posisi biologisnya sebagai manusia,
yang kedua adalah medium atau perantara bagi pesan-pesan ilahi atau
bentuk primordial ini. Untuk itu, manusia, khususnya umat Islam perlu kembali
menengok konsep Insan Kamil, sebagai bentuk dari primordialisme yang patut
dijadikan acuan.
kebutuhannya yang paling mendasar yang bersifat spiritual, maka mereka tidak
dalam diri manusia itu. Keadaan ini akan semakin akut apabila tekanan pada
manusia yang lebih dalam tentang keberadaan manusia di alam ini. Hancurnya
pandangan suci manusia dan alam semesta ini, sama dengan hancurnya aspek-
aspek kemanusiaan dan alam yang tidak dapat berubah. Ilmu sekuler tidak akan
jasmani, jiwa dan intelek. Yang terakhir itu berada di atas dan di pusat eksistensi
manusia. Esensi manusia atau hal yang esensial dari sifat manusia hanya dapat
dipahami oleh intelek (mata hati). Begitu mata hati tertutup, dan kesanggupan
24
Seyyed Hossein Nasr, Man and Nature: The Spiritual Crisis of Modern Man, (London:
Allen and Unwin, 1967), h. 47.
62
intelek dalam pengertiannya yang sedia kala mengalami kemandekan, maka tidak
utuh, kecuali jika ia memiliki visi intelektualitas tentang yang utuh tadi. Manusia
dapat mengetahui dirinya secara sempurna hanya bila ia mendapat bantuan ilmu
Tuhan, karena keberadaan yang relatif hanya akan berarti bila dikaitkan pada
yang absolut.26
benar mereka gapai. Intelektualitas semacam ini tidak akan pernah tercapai tanpa
keterlibatan Tuhan. Orang dapat melihat realitas lebih utuh apabila ia berada
pada titik ketinggian dan titik pusat, sebab Yang Maha Tinggi saja yang dapat
25
Saleh Nur, Jurnal Ushuluddin, Vol. XVII No. 1, Januari 2011, h. 18.
26
Saleh Nur, Jurnal Ushuluddin, h. 18.
63
27
Seyyed Hossein Nasr, “Hubungan antara Intelek dan Intuisi dari Perspektif Islam”,
dalam Salem Azzam (ed), Islam dalam Masyarakat Kontemporer, diterjemahkan oleh Hamid L.
A. Basalamah, (Bandung: Gema Risalah, 1988), h. 66.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tuhan. Refleksi Sifat Tuhan dalam diri manusia ini sebagaimana cermin yang
Tuhan ke dalam tanah liat yang menjadi asal-usul primordial manusia. Nasr juga
tradisi, terutama Yahudi dan Kristen, dalam hal kejadian manusia yang
3. Manusia dalam level kosmik, yaitu Nabi Adam sebagai penghuni surga
64
65
konsep insan kamil atau manusia tradisional. Barat dinilai tidak sempurna dalam
merupakan bentukan paling sempurna yang memiliki tiga fungsi dasar. Sebagai
bagian dari alam, sebagai medium diturunkannya wahyu Tuhan, dan sebagai
pancaran spriritual Tuhan. Tiga hal ini menempatkan manusia pada sisi mereka
sesungguhnya.
Berkaitan dengan apa yang telah dicapai Barat, menurut Nasr pengetahuan
mereka tidaklah final dan cenderung nisbi atau berubah-rubah. Untuk mencapai
dengan benar. Intelek dalam istilah Nasr, bukan hanya kecerdasan diskurtif
normatif semata, intelek selalu melibatkan mata hati dan kehendak yang Maha
B. Saran-Saran
masukan dari para pembaca sangat kami butuhkan. Banyak hal dari Seyyed
Hossein Nasr yang bisa digali dan ditelaah serta dikembangkan oleh akademisi.
Semua ini tidak lepas dari kiprah dan dedikasinya yang sangat berarti bagi
Ali, Yunasril Manusia Citra Ilahi: Pengembangan Konsep Insan Kamil Ibn
‘Arabi oleh al-Jili. Jakarta: Paramadina, 1997.
An-Nur, Vol. I, No. 2, Februari 2005,
Awad, Pola Hubungan Sains dan Agama: Studi Atas Pemikiran Seyyed Hossein
Nasr dan Lois Leahy, Jakarta: Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN
Syarif Hidayatullah, 2012
Burhani, Ahmad Najib. Manusia Modern Mendamba Allah: Renungan Tasawuf
Positif. Jakarta: IIMaN, 2002.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Islam. Jakarta: P.T. Ichtiar Baru
Van Hoeve, 1997.
Bakri, Samsul dan Udhofir. Jombang-Kairo, Jombang Chicago: Sintesis
Pemikiran Gus Dur dan Cak Nur dalam Pembaharuan Islam di Indonesia,
Solo: Tiga Serangkai, 2004.
Snijders, Adelbert. Kebenaran Sebuah Filsafat Pengetahuan, Yogyakarta:
Kanisius, 2006.
al-Faruqi, Ismail Raji. Islam dan Kebudayaan, Bandung: Mizan, 1984.
Hadimulyo, “Manusia dalam Perspektif Humanisme Agama: Pandangan Ali
Shari’ati”, dalam M. Dawam Rahardjo, (Penyunting), Insan Kamil:
Konsepsi Manusia Menurut Islam, Jakarta: Pustaka Grafitipers, 1987.
Hidayat, Komaruddin dan Nafis, Wahyuni. Agama Masa Depan: Perspektif
Filsafat Perennial. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2003.
Jurnal Ushuluddin, Vol. XVII No. 1, Januari 2011.
Langgulung, Hasan. Asas-asas Pendidikan Islam (Jakarta: Pustaka al-Husna Baru,
2003), h. 286.
Ja’far, Manusia Menurut Suhrȃwardȋ al-Maqtul, Banda Aceh: Yayasan PeNa,
2011.
Kartanegara, Mulyadhi. Nalar Religius Memahami Hakikat Tuhan, Alam dan
Manusia, Jakarta: Erlangga, 2007.
Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung: Trigenda
Karya, 2003.
Mulyadhi Kartanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf, Jakarta: Erlangga, 2006.
Muthahharî, Murtadlâ. Manusia Seutuhnya: Studi Kritis berbagai Pandangan
Filosofis, terj. ʻAbdillâh Ḥâmid Baʻabud, Jakarta: Sadra Institute, 2012.
66
67
__________. Islam dan Tantangan Zaman: Rasionalitas Islam dalam Dialog Teks
yang Pasti dan Konteks yang Berubah, terj. Ahmad Sobandi, Jakarta:
Pustaka Hidayah, 2011.
Manser, Martin H. Oxford Learner’s Pocket Dictionary. New York: Oxford
University Press, 1995.
Nasr, Seyyed Hossein. Islam dan Nestapa Manusia Modern. terj. Anas
Muhyiddin. Bandung: Pustaka, 1983.
__________.The Heart of Islam: Pesan-Pesan Universal Islam untuk
Kemanusiaan. terj. Nurasiah Fakih Sutan Harahap. Bandung: Mizan,
2003.
__________. Antara Tuhan, Manusia dan Alam. terj. Ali Noer Zaman.
Yogyakarta: IRCiSoD, 2003.
__________. Inteligensi dan Spiritualitas Agama-Agama. terj. Suharsono, et. al.
Depok: Inisiasi Press, 2004.
__________. Menjelajah Dunia Modern: Bimbingan Untuk Kaum Muda Muslim.
terj. Hasli Tarekat Bandung: Mizan, 1994.
__________.Islam dalam Cita dan Fakta. terj. Abdurrahman Wahid dan Hashim
Wahid dengan judul Jakarta: LEPPENAS, 1981.
__________.Tasauf Dulu dan Sekarang. terj. Abdul Hadi WM. Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2000.
__________. Inteligensi dan Spiritualitas Agama-Agama. terj. Suharsono, et. al.
Depok: Inisiasi Press, 2004.
__________.Islam dan Nestapa Manusia Modern. terj. Anas Muhyiddin
Bandung: Pustaka, 1983.
__________.Islam Tradisi di Tengah Kancah Dunia Modern, Bandung: Penerbit
Pustaka, 1994.
__________.Man and Nature: The Spiritual Crisis of Modern Man. London:
Allen and Unwin, 1967.
__________. “Hubungan antara Intelek dan Intuisi dari Perspektif Islam”, dalam
Salem Azzam (ed). Islam dalam Masyarakat Kontemporer, diterjemahkan
oleh Hamid L. A. Basalamah, Bandung: Gema Risalah, 1988.
__________.Antara Tuhan, Manusia dan Alam, terj. Ali Noer Zaman,
Yogyakarta: Ircisod, 2005
__________.The Knowledge and The Sacred , terj. Suharsono, et. al. dengan
judul Inteligensi dan Spiritualitas Agama-Agama, Depok: Inisiasi Press,
2004
68