Oleh:
ANWAR SODIK
NIM: 101033121733
1
2
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana
Oleh :
ANWAR SODIK
NIM: 101033121733
Di Bawah Bimbingan :
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 31 Maret 2008. Skripsi ini
telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program
Sidang Munaqasyah
Prof. Dr. Kautsar Azhari Noer, M.A. Drs. Agus Darmaji, M. Fils.
NIP. 150209685 NIP. 15021902447
Pembimbing,
KATA PENGANTAR
Merajai jagad raya ini dan dengan inayah-Nya pula di kesempatan kali ini setelah
melalui aral yang tidak kecil dan tidak sedikit, akhirnya penulisan skripsi ini telah
terselesaikan dengan baik, kendati kekurangan dan kesalahan dalam penulisan ini
‘Panglima Padang Pasir’, yakni baginda Nabi besar Muhammad SAW, para
Tentunya, penulis menyadari betul bahwa banyak pihak yang telah terlibat
dalam penulisan skripsi yang cukup sederhana ini. Untuk itu, sudah seyogyanya
penulis menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang
2. Bapak Drs. Agus Darmaji, M. Fils., selaku Ketua Jurusan Aqidah Filsafat,
dan bapak Drs. Ramlan A. Gani, M. Ag., selaku Sekretaris Jurusan, dan
penulis lebih mengerti banyak hal, terutama sekali yang berkaitan dengan
3. Kedua orang tua penulis, ayahanda H. Mardawis dan ibunda Hj. Arhati,
yang tanpa lelah dan pretensi balas budi telah mengasuh, membantu,
sekarang ini. Dan yang lebih berjasa sekali di balik perjalanan pendidikan
lupa, penulis menyampaikan salam hangat dan terima kasih kepada adik-
Fitri, Malik, Buluk, Aray, Jelunk, anak-anak Ketos dan lainnya yang tidak
dan Ust. Agus Suryana S. ag. Juga teman spesial penulis Lia Aprilia.
ada, penulis menyadari betul bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
sebab itu, sumbangsih berupa saran, kritik dan pikiran sangat penulis harapkan.
Terima kasih.
Penulis,
Anwar Sodik
6
PEDOMAN TRANSLITERASI
ب =b م =m
ت =t ن =n
ث = ts و =w
ج =j ﻩ =h
خ = kh kata)
د =d ي =y
ر =r kan)
س =s di-mudhaf-kan)
ش = sy ket;
Mad, Fathatayn, Nisbah, Hâ Dhamir
ص = sh
Mudzakkar Gha’ib, dan Al:
ض = dh
a panjang = â
ط = th i panjang = î
u panjang = û
ظ = zh
―ً = an
ع =‘
―ٌٍ = tidak dilambangkan
غ = gh َأ ْو = aw
ي
ْ َأ = ay
ف =f
َﻟ ُﻪdan ِﻣ ْﻨ ُﻪ = lahủ dan minhu
ق =q
Yâ nisbah = î (mudzakkar)
ك =k Îyah(mu’annats)
7
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN................................................................ 1
C. Kajian Pustaka................................................................. 7
A...................................................................................Humanis
B...................................................................................Perkemb
C...................................................................................Tauhid
A. Hakikat Tauhid................................................................ 40
1. .............................................................................Emansip
2. .............................................................................Inklusivi
3. .............................................................................Meneguh
1. .............................................................................Relasi
2. .............................................................................Islam
3. .............................................................................Islam
Madjid ............................................................................. 65
9
BAB V PENUTUP............................................................................ 68
A. Kesimpulan ..................................................................... 68
B. Saran-saran...................................................................... 69
BAB I
PENDAHULUAN
Tauhid adalah salah satu ajaran pokok Islam yang diwahyukan Tuhan
merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, serta merupakan akar tunggang dari
ajaran Islam.2
berjalannya proses dialektika sejarah kehidupan manusia, konsep tauhid ini pun
bertentangan dengan apa yang telah diajarkan dan dimaksudkan oleh Nabi Adam
as.3Oleh karena itu, hadirnya Nabi Muhammad ke muka bumi ini sebagai utusan
kemurniannya, tapi juga sensitif serta erat sekali kaitannya dengan suatu
1
Lihat misalnya, ( QS. 39: 38).
2
M. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Tafsir al-Azhar Sebuah Telaah atas Pemikiran
Hamka dalam Teologi Islam (Jakarta: Paramadina, 1990), h. 4.
3
Taib Tahir Abd Mu’in, Ilmu Kalâm ( Jakarta: Penerbit Widjaya, 1975), Cet. , Ke-3, h.
15.
4
Taib Tahir, Ilmu Kalâm, h. 16.
11
humanisme dan rasa keadilan, baik ekonomi maupun sosial.5Hal itu dikarenakan
Islam sebagai agama datang untuk mengubah masyarakat menuju kualitas hidup
yang lebih baik, seperti dicerminkan dengan tingkat ketaatan yang tinggi kepada
Allah, pengetahuan tentang syari’at, dan terlepasnya umat dari beban kemiskinan,
kebebasan mereka.6
dalam bukunya Sejarah Seratus Tokoh berpendapat bahwa beliaulah nabi satu-
satunya manusia dalam sejarah yang meraih kesuksesan luar biasa, baik ditilik
dari ukuran agama maupun ruang lingkup duniawi yang paling berpengaruh di
peranan Nabi Isa terhadap agama Nasrani. Ia tidak hanya bertanggung jawab
terhadap teologi Islam, tapi sekaligus juga pokok-pokok etika dan moralnya.8
sungguhlah benar adanya. Beberapa bukti sejarah pun dapat disebutkan sebagai
berikut:
5
Fazlur Rahman, Islam, terjemahan: Ahsin Mohammad, Islam, (Bandung: Penerbit
Pustaka, 2000), Cet. , Ke-4, h. 3.
6
Jalaluddin Rakhmata, Islam Alternatif, (Bandung: Mizan, 2004), Cet. , Ke-12, h. 43-44.
7
Michael H. Hart, The 100, Ranking of The Most Influential Persons in History,
terjemahan: Mahbub Djunaidi, Sejarah Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah,
(Jakarta: PT. Dinia Pustaka Jaya, 1986), Cet. , Ke-8, h. 27.
8
Michael Hart, Sejarah Seratus Tokoh, h. 32.
12
hanya terletak pada kekayaan, tipu daya, kelicikan, dusta dan egoisme dan bukan
pada kebenaran, keadilan sosial, cinta kasih, ketulusan serta kerendahan hati
cinta kasih, keadilan, persaudaran dan juga sikap toleran terhadap kalangan non-
Kenyataan ini dikarenakan beberapa diktum al-Quran itu sendiri menopang dan
memerintahkannya.10
aliran-aliran teologi dalam Islam yang berawal dari pertikaian politik dalam
Ali ibn Abi Thalib,11 pada akhirnya konsep tauhid ini pun mulai berubah menjadi
9
Ziaul Haque, Reveletion & Revolution in Islam, terjemahan: E. Setiawati al-Khatab,
Wahyu dan Revolusi (Yogyakarta: LKiS, 2000), Cet. , Ke-1. h. 213-244.
10
Lihat misalnya, (Q.S. 2:164), (Q.S. 5: 16), (Q. S. 16: 64-65), (Q.S. 53: 1-18) dan (Q. S.
6: 159-163).
11
Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Analisa Perbandingan (Jakarta: UI-Press,
1986), Cet., ke-5, h. 1-11.
13
sebuah “diskursus ilmiah” yang cenderung melihat konsep tauhid tersebut secara
kalam klasik. Akibatnya, tauhid yang pada awalnya memiliki spirit dan ruh
berangsur-angsur memudar dari konsep awalnya. Hal ini, dikarenakan tauhid lebih
Oleh karenanya, terkait dengan hal itu dan dalam konteks itu pula, kiranya
Indonesia garda depan ini, tidak bisa diabaikan begitu saja terkait dengan konsep
tauhid yang digagasnya. Nurcholish Madjid―yang juga akrab disapa Cak Nur ini,
menaruh apresiasi tersendiri terhadap konsep tauhid―yang juga cukup khas dan
Madjid, tauhid adalah kalimat syahadat atau persaksian. Di mana yang pertama itu
(peniadaan dan peneguhan, negasi dan konfirmasi). Dengan negasi itu, demikian
kita sebagai makhluk Allah swt yang paling tinggi. Dan dengan konfirmasi itu
jalan hidupnya, setelah kita menanamkan keyakinan kepada Zat yang memberikan
kehidupan kepada makhluk yang mengisi jagat raya ini. Dan masih menurut
Madjid, bahwa beriman bukan hanya terbatas pada kepercayaan kepada Tuhan,
tapi lebih dari pada itu, beriman juga berarti mempunyai orientasi ketuhanan
menjadikan ridha Tuhan dan penyerahan diri kepada−Nya secara total, maka
dengan sendirinya sebagai hamba Tuhan yang beriman akan selalu mengikuti
hartanya―yang kesemua itu menurut Madjid adalah jenis rasa kemanusiaan dan
Nurcholish Madjid ini. Dalam pada itu, sesungguhnya konsep tauhid yang
ditawarkan Nurcholish Madjid ini sangatlah relevan bila dikaitkan dalam konteks
adalah Muslim, namun di sisi lain ketimpangan sosial maupun ekonomi dengan
12
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban (Jakarta: Paramadina, 1995), Cet. ,
Ke-3, h. Ii.
13
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. Iiv.
14
Nurcholish Madjid, Pintu-Pintu Menuju Tuhan (Jakarta: Paramadina, 1999), Cet. , Ke-
5, h. 32-33.
15
sangat mudah sekali dapat ditemukan baik secara kasat mata ataupun melalui
media massa, baik elektronik maupun cetak yang ada di sekitar kita. Fenomena ini
seolah merefleksikan bahwa Islam sebagai agama sangatlah tidak sensitif dan
penelitian ini. Adapun judul yang penulis ajukan dalam skripsi ini, berdasarkan
teliti. Sedangkan dimensi humanisme adalah aspek dari sisi humanismenya itu
berlandaskan prinsip dasar ajaran agama yakni Surga (Tuhan) sebagai norma ideal
bagi kehidupan peradaban manusia, di mana pada saat yang bersamaan ia harus
dengan konsep tauhid Nurcholish Madjid adalah gagasan Nurcholish Madjid itu
C. Kajian Pustaka
beberapa karya tulis, baik berbentuk skripsi, tesis maupun karya buku utuh yang
telah mengkaji lebih dahulu terkait dengan pemikiran Nurcholish Madjid. Namun
demikian, berdasarkan analisis penulis, dari seluruh kajian ilmiah tersebut, belum
ada satu pun penelitian yang mengangkat sisi humanisme dari konsep tauhidnya
anggap sudah cukup mewakili beberapa karya lainnya. Pertama, adalah buku
dalam bunga rampai yang ditulis oleh Sukidi dengan judul Teologi Inklusif Cak
Nur (Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2001).dalam buku tersebut, Sukidi
teologi inklusif Cak Nur berangkat dari asumsi bahwa al-Islam adalah sebagai
karakteristik pokok semua agama yang benar. Di sini terlihat jelas sekali bahwa
15
The Encyclopedia of Philoshopy, (ed.) Paul Edwards (London: Macmillan Publishing
& The Free Press, 1967), Vol. 3 & 4, p. 71.
17
Sukidi hanya melihat tauhid Nurcholish Madjid dari sisi inklusivitasnya saja
terhadap agama-agama lain. Kedua, tulisan Mahmud Afifi, Teologi Islam Agama-
Agama: Analisa Kritis Pemikiran Nurcholish Madjid (tesis, UIN Jakarta, 2003).
Dalam pembahasan tesis itupun, Afifi tak jauh berbeda dengan apa yang dikaji
Sukidi. Bahkan, fokus penelitiannya pun hanya ingin melihat sejauh mana
dari kacamata doktrin Islam (Alquran) serta relevansi dalam konteks saat ini.
Madjid (Skripsi, UIN Jakarta, 2004). Tak jauh berbeda dari pembahasan
sebelumnya.
penelitian ini tentunya sangatlah berbeda. Perbedaan itu dikarenakan penelitian ini
menurut dugaan kuat sementara penulis sarat sekali dengan nilai-nilai humanisme,
bahkan dapat dikatakan antara tauhid di satu sisi, dengan nilai-nilai humanisme di
sisi lain merupakan satu kesatuan yang intrinsik dalam konsep tauhidnya
tersebut. Dan dalam konteks itu pula, masih terbuka lebar bagi penulis untuk
melakukan penelitian (skripsi) ini, di samping juga belum ada yang meneliti
D. Metode Penelitian
Nurcholish Madjid dan beberapa karya skunder yang ada relevansinya dengan
penelitian ini. Sebagian karya Nurcholish Madjid yang menjadi rujukan utama
dalam penelitian ini adalah Islam Agama Kemanusiaan: Membangun Tradisi dan
Visi Baru Islam Indonesia (Jakarta: Paramadina, 1995) dan Islam Doktrin dan
beberapa karya lain yang ditulis olehnya. Di samping itu pula, penulis juga
analitis kritis. Pendekatan deskriptif ini mengandaikan sebuah uraian yang cermat
dan objektif berdasarkan beberapa sumber yang digunakan. Artinya, penelitian ini
secara kritis keseluruhan data yang telah diperoleh melalui pendekatan deskriptif
tersebut, sehingga dapat terungkap akan kekuatan dan begitu juga kelemahan dari
E. Sistematika Penulisan
Nurcholish Madjid dengan uraian tentang hakikat tauhid dan kaitannya dengan
evaluasi-kritis terhadapnya.
A. Riwayat Hidup
juga seorang guru bangsa yang mampu mengemas Islam dalam denyut
Jombang, Jawa Timur. Tepatnya pada tanggal 17 Maret 1939 M (26 Muharram
pangkuan Ilahi, Senin 29 Agustus 2005, bertepatan dengan tanggal 24 Rajab 1426
H, pukul 14. 05 WIB.18 Sebelumnya Cak Nur menjalani operasi lever di Cina dan
nafas terakhirnya.19
Sekolah Rakyat (SR) yang dilaksanakan pada pagi hari dan sore harinya Cak Nur
16
Muhammad Wahyuni Nafis dan Achmad Rifki, Kesaksian Intelektual: Mengiringi
Guru Bangsa, (Jakarta: Paramadina, 2005), cet. I, h. X.
17
http://id.wikipedia.org/wiki:/Nurcholish Madjid.
18
Muhammad Wahyuni Nafis dan Achmad Rifki, Kesaksian Intelektual: Mengiringi
Guru Bangsa,,h. 1.
19
http://www.tokohIndonesia.com/ensiklopedia/n/Nurcholish-Madjid/indexs.shtml
11
1
12
Madrasah itulah Abdul Madjid (salah seorang murid kesayangan KH. Hasyim
yang sering mendapat nilai tertinggi di sekolahnya, tentunya ini sangat membuat
bahagia hati sang ayah atas prestasi anaknya dalam menjalankan tugas sebagai
seorang pelajar.
Setelah tamat dari sekolah dasarnya pada usia 14 tahun lebih kurang, atau
Daar al-Ulum Rejoso Jombang, Cak Nur pun yang memiliki cita-cita menjadi
seorang Masinis kereta api itu mematuhi apa yang dianjurkan ayahnya. Tapi
selang dua tahun kemudian, Nurcholish merasa tidak kerasan di Pesantren yang
tidak begitu jauh dari tempat kediamannya itu. Konon tidak betahnya Nurcholish
gurunya dan juga sebagian orang di Desanya; “masa anak tokoh Masyumi
mondok di Pesantren (NU) sih..! yang santrinya dan juga guru-gurunya pakai
sarung?”. demikian ungkapan yang sering terlontar padanya. Cak Nur pun merasa
20
Marwan Saridjo, Cak Nur: Di antara Sarung dan Dasi&Musdah Mulia tetap Berjilbab
(Jakarta: Yayasan Ngali Aksara, 2005), cet. I. hal. 2-3.
21
Marwan Saridjo, Cak Nur: Di antara Sarung dan Dasi&Musdah Mulia tetap Berjilbab,
h. 4.
13
bahasa Inggris dan bahasa Arab. Dan tidak lagi kegiatan belajar mengajarnya
tinggi di Jakarta yang sekarang berubah nama menjadi UIN Syarif Hidayatullah
pada tahun 1961. Ia masuk pada Fakultas Sastra dan Peradaban Islam, Jurusan
Sastra Arab. Hingga pada tahun 1968 ia menyandang gelar Sarjana Muda dengan
predikat terbaik tentunya setelah melalui kerja keras dan sungguh-sungguh serta
keuletannya dalam belajar sebagai seorang pelajar yang sadar akan statusnya itu.
yang aktif dalam gerakan kemahasiswaan dan ia―secara langsung maupun tidak
Ciputat, sampai akhirnya ia terpilih menjadi ketua umum PB HMI selama dua
periode langsung, yakni tahun 1966-1969 dan 1969-1971. selain di HMI, ia juga
pencerdasan generasi penerus perjuangan bangsa Indonesia, dan selain itu juga
14
baginya peran sebuah organisasi adalah sebagai wadah untuk pengembangan diri
Julukan Intelektual Muda telah melekat dalam diri Cak Nur, dikarenakan
sebagai alternatif pencerahan intelektual dan yang selalu menjadi cubitan kecil
studinya untuk menambah khazanah keilmuannya, Cak Nur pun menemukan jalan
licin ketika tahun 1973 dua orang intelektual sekaliber internasional berkunjung
ke Indonesia dalam rangka mencari peserta seminar dan loka karya,23dengan tema
Chicago, yang dipromotori oleh Ford Fondation. Nama kedua intelektual itu
adalah Fazlur Rahman dan Leonard Binder. Sebelumnya kedua intelektual itu
telah memilih HM. Rasjidi (tokoh Masyumi) sebagai peserta loka karya dan
seminar itu, namun karena umurnya yang tidak lagi muda maka pilihan pun
beralih pada aktivis HMI itu, yakni Nurcholish Madjid. Pilihan kedua intelektual
itu tidak serta merta beralih begitu saja, tentunya Nurcholish menjadi alternatif
22
Muhammad Wahyuni Nafis dan Achmad Rifki, Kesaksian Intelektual, h. 223.
23
Greg Berton, Gagasan Islam Liberal di Indonesia, (Jakarta: Paramadina, 2000), cet. I,
h. 84.
15
Untuk menjadi peserta seminar dan loka karya di Negeri Paman Sam itu
Nurcholish harus terlebih dulu menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS)24 sebagai
persyaratan menjadi peserta. Setelah persyaratan itu terpenuhi dan keadaan fisik
pun memadai akhirnya berangkatlah anak bangsa yang berprestasi itu ke Luar
Program seminar dan loka karya telah usai, timbullah keinginan Cak Nur
untuk tinggal lebih lama di Chicago untuk menimba ilmu di sana, Cak Nur pun
memohon pada Leonard binder (salah satu intelektual panitia loka karya dan
itu.
Chicago, Illinois, Amerika Serikat pada tahun 1984 dengan disertasi tentang
Filsafat dan Kalam Ibnu Taymiyyah (‘Ibn Taymiyya on Kalam and Falsafah: A
Problem of Reason and Revelation in Islam) predikat Summa Cum Laude pun
diraihnya.
24
Sutisna, “Pluralisme dalam Pemikiran Nurcholish Madjid”, (Jakarta: Perpustakaan
Utama UIN, 2004. h. 26.
16
dari Chicago pada tahun 1984, lebih dari seratus orang menyambutnya di Bandar
konon sekuler itu, para tokoh Indonesia pun tidak mau ketinggalan, diantaranya:
anggota Dewan Pers Nasional (1990-1998), wakil ketua dewan penasehat ICMI
Indonesia sudah tidak lagi berada di tengah-tengah kita (meninggal dunia) dan
25
http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedia/n/Nurcholish-Madjid/index.shtml.
17
dan umumnya bagi anak bangsa dari berbagai Agama, berbagai suku, merasa
kehilangan Cak Nur dalam arti yang sebenarnya, demikian sahabatnya Amin Rais
keagamaan.
Telah banyak orang tahu, bahwa prestasi Nurcholish lebih banyak terukir
sebagai intelektual muslim garda depan, pluralisme dalam bingkai Civil Society
berbagai kemerosotan dan juga ancaman disintegrasi bangsa. Cak Nur pun pernah
adalah inti dari nilai keadaan itu, termasuk di dalamnya, penegakan hukum yang
adil dan pelaksanaan hak azasi manusia,” dengan kata lain bahwa membangun
26
Muhammad Wahyuni Nafis dan Achmad Rifki, Kesaksian Intelektual, h. 79.
18
sebuah peradaban dalam bangsa yang majemuk tidak akan terlaksana tanpa
ia pernah nyantri di Chicago namun tetap saja tema besar yang ia bawa tak pernah
Sepak terjang pemikiran Cak Nur dimulai ketika ia aktif di HMI dan
menjadi imam HMI selama dua periode, sebab itulah kesediaan Cak Nur untuk
menjadi imam HMI yang kedua kalinya membuat geram dan kecewa para tokoh
senior HMI lainnya, salah satunya adalah Ahmad Wahib dan Djohan Effendi.
Sehingga keduanya menjadi oposan dan memutuskan untuk keluar dari HMI.
GPII mengadakan halal bi halal. Pada acara itu, Nurcholish Madjid mendapat
kebanggaan tersendiri bagi Cak Nur bisa mendapat kesempatan itu yang
sebelumnya penceramah Dr. Alfian, peneliti LIPI dan kalangan dari PII (Pemuda
Islam Indonesia) berhalangan hadir hingga akhirnya terpilih Cak Nur untuk
menggantikannya. Di saat ceramah itulah dari dua bibir Cak Nur keluar kata-kata
yang sangat menggegerkan dan controversial, yakni slogan “Islam Yes, Partai
27
Marwan Saridjo, Cak Nur diantara Sarung dan Dasi, h. 18.
19
Taman Ismail Marzuki dalam sebuah forum Intelektual dan Kebudayaan yang
sangat bergengsi dan prestisius itu. Dalam pidato itu, Cak Nur mempresentasikan
posisi ide liberalnya, oleh sebab itulah HM. Rasjidi tergerak untuk menulis buku
kemajemukan dan beragamnya visi dan misi dalam pemikiran individu maupun
menyikapi keragaman Etnis, Budaya dan yang paling utama perbedaan keyakinan
untuk lebih arif dan bijaksana serta proporsional. Sebagai seorang muslim
tentunya kenal dan sudah paham terhadap fungsi ajaran umat Islam yang
terkandung dalam rangkaian huruf ayat-ayat Alquran, hanya saja kaum muslimin
tinggal berupaya mengaktualisasikan pesan Tuhan yang terdapat dalam kitab suci
Alquran di kehidupan nyata. Baginya agama hanya akan dipandang benar bila
28
Islam keindonesiaan yang berkembang pada saat Nurcholish hidup di tengah-tengah
masyarakat Indonesia, dan upaya merefleksikan ajaran Islam dalam konteks kekinian dan
keindonesiaan.
29
Nurcholish Madjid, Islamic Roots of Modern Pluralism: Indonesia Experience, Studia
Islamika vol. I, UIN Jakarta, 1984.
20
modernisasi adalah suatu keniscayaan karena itu bagian dari perintah Tuhan Yang
Maha Esa, Cak Nur menjelaskan bahwa modernitas atau sikap modern
mengandung arti yang lebih mendalam lagi, yakni pendekatan kepada kebenaran
Mutlak, jadi modernitas berada dalam suatu proses yaitu proses penemuan
Madjid, kita dapat melihatnya dengan hasil pemikirannya tentang peradaban Islam
(tauhid), akhlak, fiqih dan tasawuf yang kesemuanya bagian dari kajian
keislaman. Menurutnya, tantangan yang paling berat bagi orang yang beragama
kerap kali membuat kita angkuh atau arogan, sehingga menuhankan diri kita
sendiri. Agar kita dapat menghindarinya dari itu semua manusia harus melakukan
pembebasan diri, karena pembebasan ini akan membawa kepada kerendahan hati
sehingga akan menjadi orang yang selalu dalam ketakwaan, taat kepada Allah
masyarakat Indonesia untuk mengelak dari masuknya kultur luar yang semakin
21
Islam.
keislaman telah terlihat jelas dari beberapa jelas dari beberapa keterangan
tahapan untuk selalu mencari sesuai dengan masanya. Baginya, dalam islam tidak
ada penyelesaian satu kali untuk selamanya (final), melainkan selalu berubah dan
berbeda pada seiap ruang dan waktu. Bangsa Indonesia harus mampu
masing-masing.31
kebutuhan pada masa kini. Menurutnya, untuk konteks Indonesia sangat mungkin
adanya akulturasi islam dengan budaya lokal, sebagaimana yang terdapat dalam
rumusan kaidah Ushul Fiqh bahwa adat atau kebiasaan masyarakat tertentu bisa
ideologi Pancasila, Cak Nur berasumsi bahwa Pancasila sejalan dengan ajaran
30
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. Ixviii.
31
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. IxxI.
22
Islam. Dari keterangan itu terlihat konsistensi Cak Nur dalam mengedepankan
semangat Pluralisme.
Islam pada dirinya sendiri secara inheren adalah agama yang selalu modern, kalau
suatu perjalanan sejarah yang cukup logis dan tak mungkin terhindarkan,
perjalanan modernitas bagi Cak Nur adalah sesuatu yang cukup logis, sehingga
harapan besar akan terjadinya modernitas juga diharapkan pada umat Islam.
terlihat bahwa Islam yang fleksibel, mendasar dan lebih menghormati pada nilai-
paham keagamaan (keislaman) yang berbasis pada budaya lokal dan nasional
Indonesia.
23
setiap buah pemikirannya tertuang dalam goresan tinta. Buku adalah sarana untuk
yang gandrung dengan disiplin ilmu yang dimilikinya, dan bukulah yang pantas
dalam buku.
kompilasi dari artikel, makalah bahan kuliah, bahan ceramah dan materi khutbah
yang pernah ditulisnya. Lain halnya dengan buku Khazanah Intelektual Islam,
karena buku itu merupakan suntingan karya-karya pemikir muslim klasik yang
hanya sebagian saja karyanya yang dianggap sudah cukup mewakili. Adapun
1984 ini adalah langkah awal mengabadikan pemikirannya lewat tulisan disaat
Maksud buku suntingan ini adalah untuk memperkenalkan bidang pemikiran yang
merupakan salah satu segi kejayaan Islam bagi para generasi Islam dan para
pembaca lainnya. Selain itu dalam buku ini Nurcholish juga memperkenalkan
kepada para pembaca tentang corak pemikiran para tokoh klasik. Adapun tokoh-
24
tokoh yang disebut Cak Nur dalam buku ini adalah: al-Kindi (258 H/870 M), al-
Asy’ari (w. 300 H/913 M), al-Farabi (w. 337 H/950 M), Ibn Sina (370 H-428
H/980 M-1037 M), al-Ghazali (w. 505 H/111 M), Ibn Rusyd (w. 594 H/1198 M),
Ibn Taymiyyah (w. 728 H/1328 M), Ibn Khaldun (w. 808 H/1406 M), Jamaluddin
al-Afghani (1255 H-1315 H/1839 M-1897 M), dan Muhammad Abduh (1262 H-
1323 H/1845 M-1905 M). penulis tegaska kemabli tentang buku ini, seperti yang
pemikiran kepada kajian yang lebih luas dan mendalam tentang khazanah
oleh penerbit Mizan, Bandung 1987. dalam isi buku ini membincangkan tentang
permasalahan-permasalahan dan juga isu-isu yang aktual saat itu, dan di sisi lain
juga kontribusi penulis buku ini dalam mewujudkan beberapa solusi keagamaan
controversial. Dengan sebab itulah, buku ini telah mengalami beberapa kali cetak
penerbit dari buku ini, Jakarta 1992. Nurcholish Madjid dalam buku ini
hanya dan selalu dalam bahasa Arab, seperti Fiqh, ‘Aqa’id, Nahwu-Sharaf.
25
Padahal menurutnya, ada yang lebih penting pada tataran praktis di saat seorang
Tasawuf yang merupakan inti dari kurikulum keagamaan. Sedangkan di sisi lain,
akibatnya kemampuan santri sangat terbatas dan kurang mendapat pengakuan dari
masyarakat dalam ilmu-ilmu eksak. Dalam buku ini tidak hanya tulisan
dan inklusif dalam mencari kebenaran dan keadilan. Sebenarnya, buku ini hanya
oleh Yayasan Wakaf Paramadina yang diadakan sekali dalam sebulan dengan
Islam dalam Sejarah. Paramadina 1995. dalam buku ini yang menjadi tema besar
adalah pada reinterpretasi dan rekonstruksi ajaran pokok Islam yang selama ini
semata. Nurcholish Madjid dalam buku ini menghendaki agar umat Islam
26
Indonesia khususnya menjadikan Islam bisa kembali menjadi ajaran yang lebih
kumpulan tulisan Nurcholish Madjid yang tercecer, yang telah dimuat pada
Harian Pelita dan Majalah Tempo. Di sini Nurcholish menjelaskan bahwa umat
Islam jangan hanya melihat satu pintu untuk menuju Tuhan, karena Islam telah
Indonesia, Jakarta, Paramadina 1995. Kajian pokok dalam buku ini ada pada
tetapi pada saat yang bersamaan menampilkan Islam yang menampung nilai-nilai
dan kultur parsial. Sehingga Islam sebagai ajaran yang universal dan kosmopolit
tentang peran Intelektual Indonesia dalam membangun etos keilmuan dan tradisi
manusia yang siap memasuki era industrialisasi dan era tinggal landas.
tentang Islam dan konsep kemasyarakatan, komitmen pribadi dan sosial, dan
Cita-Cita Politik Islam Era Reformasi, 1999. dalam buku ini Nurcholish
Selain buku-buku di atas yang sudah dipaparkan, masih banyak pula karya
Nurcholish yang sudah beredar di pasaran dan tidak sempat dimuat dalam bab ini.
Transisi, Dialog Keterbukaan Artikulasi Nilai Islam dalam Wacana Sosial Politik
Islam, Islam Kerakyatan dan Keindonesiaan, Dialog Ramadhan dan Fiqh Lintas
Agama.
Madjid di atas, dapatlah disimpulkan bahwa Cak Nur sosok pemikir yang handal
dan julukan pun melekat padanya, yakni seorang teolog, filosof, sejarawan,
perbedaan dan menjaga nilai-nilai kemanusiaan yang berpijak pada ajaran Islam.
BAB III
sebagai pusat kesadaran. Paham ini diambil dari mitologi Yunani Kuno, yaitu
ketika Bromotheus, dewa yang jatuh hati dan merasa kasihan dengan nasib
manusia, hingga ia mencuri obor kebijakan (pengetahuan) dari para dewa untuk
diberikan kepada umat manusia sebagai suluh, karena itu, tradisi humanisme
hampir selalu bercorak melawan segala sesuatu yang berbau samawi (langit).
Demikian pula awal Renaissance Barat diikuti oleh gerakan humanisme yang
humanisme tela menjadi gerakan filsafat yang lahir di Italia dan kemudian
kebebasan memilih serta memandang yang terbaik oleh Tuhan, untuk itu terlihat
32
Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, (Yogyakarta, Kanisius, 1989) h. 42.
28
1
29
dalam kamus Bahasa Indonesia humanisme berarti suatu doktrin yang menekan
angggapan bahwa individu yang rasional sebagai nilai yang paling tinggi, sebagai
dan penghidupan kembali sastra klasik yang menekankan terhadap individu dan
sekuler. Bisa juga berarti paham kemanusiaan, atau sebuah doktrin, tingkah laku,
atau jalan hidup yang memusatkan diri pada nilai-nilai dan manusia. Pengertian
ini dapat dilacak pada paham filsafat yang menampik supernaturalisme dan
aliran Eksistensialisme, lokomotif dan imam dalam aliran ini ada pada Jean-Paul
33
John M. Echols dan Hasan Shadiliy, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta, Gramedia,
2003) cet. Xxv, h. 306.
34
Pius A. Partanto dan M. Dahlan al-Barry, Kamus Ilmuah Populer, (Surabaya, Arkola,
1994), h. 234.
35
Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta, Gramedia, 2002), cet. III, h. 295.
36
Encyclopedia of Britanica 2003 Ultimate Reference Suite CD-Rom, (Inggris, 2003),
dictionary 2, h. 1.
30
diskusi yang dia ikuti, kendatipun tak langsung terfokus pada masalah humanisme
seterusnya.37
yang pasti tempat bersemainya wacana humanisme ada dalam filsafat, pengertian
manusia saja; dan pendapat yang menyoroti manusia menurut aspek yang lebih
tinggi.38 Dengan demikian terlihat bahwa manusia makhluk yang bisa menentukan
masa depannya sendiri tanpa harus bergantung pada sesuatu di luar dirinya, inilah
salah satu paham yang melahirkan humanisme dengan melewati proses dialektika
37
K. Bertens, Panorama Filsafat Barat, (Jakarta, Gramedia Pustaka, 1987), h. 32-36.
38
K. Bertens, Panorama Filsafat Barat, h. 30.
31
atas lebih pada penekanan ide-ide kemanusiaan yang menjunjung tinggi nilai
39
Harun Nasution dan Bachtiar Effendy (ed), Hak Azasi Manusia dalam Islam, (Jakarta,
Yayasan Obor Indonesia, 1987), h. 93.
40
Robert C. Solomon dan Katheleen M. Higgins, Sejarah Filsafat, terjemahan dari
A Short History of Philosophy, oleh Saut Pasaribu (Yogyakarta, Yayasan Benteng
Budaya, 2002), h. 95.
32
yang menempatkan manusia sebagai subjek yang mulia dan bisa terhadap
Biarawan, Imam, Suster atau yang biasa disebut klerus, yang selalu
otoritas Tuhan. Berulang kali penelusuran teks-teks ini dilakukan dan dikomentari
pertanyaan – pertanyaan sulit, maka mengacu pada karya – karya Aristoteles dan
lainnya yang dianggap memiliki otoritas. Akibat dari teosentrisme, para filosof,
ilmuwan dan pemikir barat merasa harus mengurangi dominasi gereja dan agama
untuk kemajuan berpikir manusia sendiri supaya merdeka terhadap nasib dan
41
Simon Petrus L. Tjahjadi, Sejarah Filsafat Barat Modern, (Jakarta, STF Driyarkara,
1998), h. 6.
33
kebudayaan ini dijadikan patokan dan model terhadap segala dasar kehidupan
dasar manusia.
Pada zaman Renaissance, sekitar abad ke 15 dan abad ke 16, yang terjadi
klasik yang menekankan bahwa manusia adalah bagian dari alam dan polis
kuat. Ajaran ini mendorong pada pemujaan, tidak terbatas terhadap kecerdasan
menemukan hasil karya seni dan sastra yang berkualitas tinggi. Florenz,
melalui gereja raksasa di Vatikan (1506) dengan luas 44 hektar yang dibangun
42
Jostein Gardner, Dunia Sophie : Sebuah Novel Filsafat, (Bandung : Mizan, 2002), Cet.
XII, h. 224.
34
selama 120 tahun, sebagai bukti keperkasaan manusia. Akhirnya penemuan ilmu
dan kebebasan serta kemampuan manusia mengusai alamnya. Kondisi ini semakin
dan ke 18.
Di Inggris, abad ini di sebut juga dengan The Glorius Revolution, karena
waktu itu terjadi revolusi inggris 1688, menggantikan raja James II oleh William
43
Oranien, yang menghasilkan konstitusi pertama didunia secara modern.
manusia harus keluar dari sifat terlalu bebasnya sendiri sebagai akibat dari
fisika dan hukum grafitasinya. John Locke (1632 – 1704) mendesak pengakuan
hak – hak minoritas untuk beroposisi dalam pemerintahan. Di Perancis abad ini
telah melahirkan agama baru yakni Deisme, agama kodrati yang berdasarkan rasio
serta pendirian sebuah patung dewi rasio di dalam katedral Notre Dame, serta
43
Simon Petrus L. Tjahjadi, sejarah filsafat barat modern, h. 9.
44
Simon Petrus L. Tjahjadi, sejarah filsafat barat modern, h. 10
35
dan wahyu Kristen. Di dalam periode idealisme Jerman, lahir aliran Neo –
supaya semua nafsu dijinakkan, mencapai kesempurnaan antar tubuh dan jiwa,
dan memanusiakan manusia (Herder, 1744 – 1803). Bagi mereka bukan manusia
rasional yang diperlukan sekarang, tapi manusia yang etis dan estetis. Sementara
kemanusiaan”. 47
demokratisasi, hak azasi manusia, globalisasi dan lainnya diklaim sebagai hasil
kecendrungan semacam ini membawa pada apa yang mereka sebut sebagai
humanisme sekuler atau humanisme ateis. Salah seorang pemikir yang bisa
semangat gerakan humanisme adalah “satu dunia” (one world) di mana, “semua
cerdas dan suka rela untuk mencapai kebaikan bersama. Ketika itu pula kata
“universal” menjadi istilah yang kabur mengingat komposisi geopolitik dunia kala
46
Simon Petrus L. Tjahjadi, sejarah filsafat barat modern, h. 12.
47
Robert C. Solomon dan Cathelen M. Higins, Sejarah Filsafat, h. 95.
48
Sindhunata, Kritik Humanisme Ateis, Basis (Yogyakarta, 2000), h. 3.
36
itu amat tegang dan kalang kabut menghadapi ancaman terorisme, sayangnya
elite intelektual, kelas menengah, mapan dan liberal, ada masalah saat
tepat, dan sebagian lagi menganggap ide-ide global justru menjadi penghalang
Tauhid merupakan salah satu ajaran utama Islam yang diwahyukan Tuhan
kepada manusia melalui para utusannya (nabi dan rasul), dan tauhid pulalah yang
mendasari akidah kaum muslim. Seorang muslim belum bisa dikatakan sebagai
bahwa betapa pentingnya memahami tauhid yang sebagai inti dari ajaran islam,
49
Erita Narhetali, “Humanisme Sudah Mati?”, Kompas, 27 maret 2003.
50
Jalaluddin Rakhmat, Islam Alternatif, (Bandung, Mizan, 2004), cet. xii. h. 178.
37
Dan tauhid merupakan ajaran islam yang paling esensial berkaitan dengan
keimanan, seperti iman kepada Allah, Rasul, Malaikat, Kitab-Kitab, Hari Kiamat,
Qada dan Qadar, di mana rukun itu harus dipahami, dimengerti dan dihayati
dengan baik oleh seorang muslim, sehingga akan membawa kepada kesadaran
akan kewajibannya sebagai hamba Allah akan nampak dalam pelaksanaan ibadah,
tingkah laku, sikap dan perbuatan serta tutur katanya dalam keseharian, yang
kemudian tauhid akan menimbulkan cita-cita dan kemauan, yang pada gilirannya
Dalam teologi, kata ini berarti pernyataan bahwa tidak ada tuhan selain
Allah SWT.51 Sebagai istilah teknis dalam ilmu kalam (yang diciuptakan oleh
para mutakallimin atau teologi dialektis islam), kata – kata tauhid dimaksudkan
“ketuhanan yang maha esa” atau monoteisme. Meskipun bentuk harfiah kata
tauhid itu sendiri tidak terdapat dalam al – qur’an (yang ada dalam al – qur’an)
adalah kata – kata “ahad” atau “wahid”, namun istilah ciptaan kaum mutakallimin
itu memang secara tepat mengungkapkan isi pokok ajaran kitab suci itu, yaitu
menggambarkan inti ajaran semua nabi dan rasul yang diutus untuk setiap
51
B. D. Mc Donald, Tauhid. Dalam M. TH. Houtsma, et all. Frist Encyclopedia of Islam
(eiden E. J. Brill, 1987), vol. 8, h. 704
38
kelompok manusia di bumi hingga kelahiran nabi Muhammad SAW, yaitu ajaran
tentunya memiliki latar belakang historis yang saling berkaitan dengan konteks
kaum muslimin memahami tauhid, dengan bertitik tolak pada pemahaman dalam
fungsi tauhid yang sejatinya membebaskan manusia dari mitologi atau takhayul
Islam, oleh banyak penulis sejarah, bukan hanya dianggap sebagai agama
baru, melainkan juga Liberating Force,53 yang berarti bahwa islam merupakan
diskriminasi, atau juga pembebas dari tindakan yang merendahkan harkat dan
keseimbangan yang tidak bisa diceraikan begitu saja, secara totalitas ajaran –
ajaran islam adalah yang sangat menghargai dan menjunjung tinggi nilai – nilai
kemanusiaan. Ini terbukti dalam kitab suci umat islam (Al – Qur’an), pada surat
Al - Baqarah ayat 22, surat Al - Maudidah ayat 5, surat An - Nissa ayat 22, 23 dan
24, surat An - Nur ayat 32, surat Al - Mumtaharah ayat 10 – 11, surat An - Nisaa
ayat 7 – 12, 176, surat Al - Baqarah ayat 180, surat Al -Maudidah ayat 106, surat
52
Nurcholis Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 72 – 73.
53
Jalaludin Rahmat, Islam Alternatif. h. 65.
39
Al - Baqarah 279, 280 dan 282, surat Al - Anfaal ayat 56 - 58, surat Al - Taubah
ayat 4, surat Al - Baqarah ayat 178, surat An - Nisaa ayat 92 – 93, surat Al -
Maudidah ayat 38, surat Yunus ayat 27, surat Al - Israa ayat 33, surat As - Syuura
ayat 40, surat An - Nisaa ayat 59, Surat Ali - Imron ayat 159, surat Asy - Syuuraa
ayat 38, surat Al - Baqarah ayat 190 – 193, surat Al - Anfal ayat 39,41, surat At -
Taubah ayat 5, 29, dan 193, surat Al - Hajj ayat 39, 40, surat Al - Hujuraat ayat 13
Surat dan ayatnya yang telah di sebutkan diatas merupakan salah satu
bukti dari peran islam yang sangat menghormati dan menjunjung tinggi nilai –
manusia sebagai tujuan sentral, inilah nilai dasar islam. Tapi berbeda dengan
prinsip – prinsip filsafat dan prinsip – prinsip agama lain, humanisme islam
adalah humanisme teosentrik. Dengan kata lain, bahwa islam merupakan sebuah
agama yang memusatkan dirinya pada Keimanan Terhadap Tuhan Yang Maha
54
Al Qur’an dan terjemahannya : Juz 1 – Juz 30, (Jakarta: Depag RI, 1994), h. 100.
BAB IV
NURCHOLISH MADJID
A. Hakikat Tauhid
Salah satu aspek pokok yang paling mendasar sekaligus otentik dari ajaran
Yang Satu dan Maha Esa-lah yang patut disembah. Secara teologis, konsep dasar
ini dengan tegas dan gamblang memiliki pijakan dasarnya yang cukup kuat di
kesadaran penuh kepada mereka yang meyakininya bahwa manusia tak lain
kecuali makhluk-Nya yang jauh dari kesempurnaan dan bersifat nisbi. Dengan
kata lain, tidak ada satu pun wujud (tuhan-tuhan) yang patut disembah dan pantas
untuk dimintai pertolongan serta inayahnya kecuali Tuhan Yang Maha Esa.
sebenarnya adalah; Maha Esa; Maha Hadir dalam hidup ini yang senantiasa
mengawasi gerak langkah kita; Yang perkenan atau ridha-Nya harus dijadikan
orientasi hidup dalam bimbingan hati nurani yang sesuci-sucinya mengikuti jalan
yang lurus; Yang merupakan asal dan tujuan hidup manusia dan seluruh yang
ada.56
55
Lihat. (QS: 112: 1)
56
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban Sebuah Telaah Kritis tentang
Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemodernan, Cet. , Ketiga, (Jakarta: Paramadina, 1995), h.
Ii.
41
1
41
peniadaan dan peneguhan, negasi dan konfirmasi. Dengan negasi itu kita
membebaskan diri dari setiap keyakinan yang banal dan palsu; membelenggu
serta merenggut martabat kemanusiaan kita sebagai makhluk Allah yang paling
mulia. Adapun dengan konfirmasi itu kita tetap menyatakan kepada wujud Maha
Tinggi yang sebenarnya.57 Dengan demikian, bagi Cak Nur, tidaklah cukup
dengan hanya mengimani adanya Tuhan, tapi pada saat yang bersamaan
menjadikan sesuatu yang bukan Tuhan itu sendiri sebagai tuhannya, yang pada
hakikatnya tidak memiliki sifat keilahian yang dalam term agama disebut dengan
kepercayaan serta berpandangan positif kepada-Nya. Ini semua, lebih lanjut Cak
musyrik) siapa yang menciptakan langit dan bumi pasti mereka menjawab, Allah.
marabahaya itu? Atau jika Dia (Allah) menghendaki rahmat bagiku, apakah
57
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. Ii
42
mereka menahan rahmat itu? Katakanlah lebih lanjut, cukuplah bagiku Allah saja
Jadi, bagi Nurcholish Madjid, percaya akan adanya Tuhan sebagai Wujud
tidaklah menjamin dan berkorelasi positif secara linier dengan hakikat makna
tauhîd itu sendiri. Kenyataan ini dapat dilihat lebih jauh dalam sejarah peradaban
Arabia Utara ( Lihyan , Tshamud dan Shafa) memberi bukti bahwa suatu dewa
maha tinggi (supreme deity) yang disebut al-ilah atau Allah telah disembah sejak
masa dahulu kala. Dewa Ioni mengairi tanah, membuat palawija tumbuh, raja
kaya berkembang biak dan sumber air serta sumur mengeluarkan air yang
memberi hidup. Di Mekkah, juga diseluruh Jazirah Arabiah, Allah diakui sebagai
banyak disebut. Tetapi fungsinya didelegasikan atau diambil alih oleh dewa-dewa
lain yang lebih kecil dan pengaruh-Nya yang luar biasa dinyatakan dalam
58
Nurcholish Madjid, Pintu-Pintu Menuju Tuhan, Cet. V. ( Jakarta: Paramadina, 1999),
h. 4-5.
43
memperhatikan sama juga suatu kebutuhan tertentu atau suku tertentu dan
mewakili suatu ciri khusus, tempat, obyek, atau kekuatan yang menunjukkan
kehadiran, perhatian dan kekuasaan-nya yang bersifat ilahi. Allah, seorang dewi,
matahari oleh sebagaian, dengan rembulan oleh yang lain. Al-Uzzah adalah
seorang anak perempuan ilahi yang kedua, yang dihubungkan dengan planet
Venus, Maniat anak perempuan ketiga, mewakili nasib. Dzu al-Syara dan Dzul
nasib, Dzul Kaffayn dan Dzul Rijl diasosiasikan dengan anggota badan yang
dan Suwa adalah dewa-dewa yang mengambil nama dari fungsi-fungsi ketuhanan
mempunyai tangan yang terbuat dari emas yang murni al-malik (raja), al-
dewa atau barangkali mewakili fungsi-fungsi ketuhanan maha tinggi dari suatu
bahwa Allah itu dalam kualitas-Nya sebagai satu-satunya yang bersifat keilahian
59
Sudirman Tebba, Orientasi Sufistik Cak Nur, (Jakarta: KPP, 2004), h. 19.
44
dan sama sekali tidak memandang adanya kualitas serupa kepada sesuatu apa pun
yang lain. Oleh sebab itu, apabila kita berhasil mewujudkan itu semua dalam diri
kita, maka kita benar-benar telah ber-tauhid, demikian Cak Nur berujar.
lagi. Oleh karena tauhid dalam artian berserah diri secara total dan sepenuhnya
hakikat dari agama dan keberagamaan itu sendiri. Dengan demikian, setidaknya
tidak ada seorang anak manusia pun sebagai makhluk ciptaan-Nya yang nisbi
sendiri maupun orang lain. Tatkala seseorang mengklaim hanya dirinyalah yang
paling benar, pada saat bersamaan menganggap orang lain salah sepenuhnya,
maka pada hakikatnya orang tersebut telah terjebak dalam kemusyrikan. Hal ini
jelas bertentangan sekali dengan spirit dasar tauhid itu sendiri. Tipikal orang
semacam inilah yang dalam istilah Cak Nur disebut thâgût atau tiran, yaitu sikap
yang selalu ingin memaksakan kehendak kepada orang lain tanpa memberi
60
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 2.
45
pandangan Cak Nur, belenggu atau tiran yang seringkali membuat manusia
congkak dan angkuh terhadap kebenaran yang datang dari luar dirinya adalah
“hawa nafsu”.62 Hawa nafsu ini pula yang menjadi sumber pandangan-pandangan
kebenaran. Secara tidak sadar orang tersebut pada hakikatnya telah menjadikan
hawa nafsu-nya sebagai tuhan yang selalu ia taati. Disebabkan karakter dasar dari
hawa nafsu itu sendiri yang bersifat tiran dan membelenggu kebebasan seseorang
terkurung di dalam sangkar kesesatan dan kenaifan. Bahkan, orang itu pun akan
lebih bersikap tertutup dan fanatik yang menyebabkan dirinya bersikap reaktif
terhadap segala sesuatu yang datang dari luar, tanpa mempertanyakan maupun
dalamnya.
yang terkungkung oleh tiran semacam ini telah terjadi di masa lalu:
kebenaran) dengan sesuatu yang tidak disukai oleh dirimu sendiri, kamu menjadi
congkak, sehingga sebagian (dari para rasul itu) kamu dustakan, dan sebagaian
lagi kamu bunuh?!” Mereka yang menolak itu bertanya, “hati kami telah tertutup
61
Nurcholish Madjid, Pintu-Pintu Menuju Tuhan, h. 126
62
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 81
63
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 82
46
mereka (terhadap kebenaran), maka sedikit saja mereka percaya.” (Q.S: 45: 23).
Ayat tersebut bagi Cak Nur, memiliki pesan moril kepada umat manusia
akan bahaya kecongkakan dan sikap tertutup karena merasa telah berilmu,
sehingga jauh dari pelita cahaya kebenaran. Nah, agar seseorang dapat terhindar
dari sikap semacam itu, maka ia perlu melakukan pembebasan terhadap dirinya
sendiri (self liberation), dan hal ini hanya mungkin jika dan kalau orang tersebut
meyakini bahwa tiada tuhan selain Allah, melalui penyerahan dirinya secara total
yang dikutip oleh Cak Nur, menyatakan bahwa tauhid secara inheren berakibat
selain Allah Yang Maha Esa, sehingga tercipta pujaan-pujaan (âlihah, jamak ilâh)
yang palsu, bahkan juga pemujaan kepada kecenderungan mengikuti hawa nafsu-
nya sendiri.64 Inilah yang dalam pandangan Cak Nur disebut sebagai hakikat dari
hilangnya harkat dan martabat kemanusiaannya yang tinggi.65Ia tidak lagi menjadi
pribadi manusia yang merdeka, dan ia dengan sendirinya menjadi budak dari
64
Nurcholish Madjid, Pintu-Pintu Menuju Tuhan, Membangun Tradisi dan Visi Baru
Islam Indonesia, Cet. , II, (Jakarta: Paramadina, 2003), h. 190. dan Nurcholish Madjid, Islam
Doktrin dan Peradaban, h. 96.
65
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 97.
47
obyek yang disembahnya; Yang tentunya secara kualitatif jauh lebih rendah dan
hina daripada dirinya sendiri. Padahal, manusia sejatinya adalah makhluk yang
sembahan dan kebergantungan hidupnya selain kepada Tuhan Yang Maha Esa,
emansipasi bagi pribadi manusia yang bersangkutan saja, tapi juga bagi pola
hidup saling menghormati sesama manusia. Maka dari itu, kualitas pribadi-pribadi
manusia yang bertauhid, sudah barang tentu memiliki dampaknya juga bagi
kehidupan sosialnya. Salah satu efek yang paling penting sekali adalah semangat
bertanggung jawab langsung kepada_Nya. Tidak seorang pun dari mereka yang
dibenarkan diingkari hak-hak asasinya, sebagaimana juga tak seorang pun dari
Karena itu, Cak Nur menandaskan, setiap bentuk pengaturan hidup sosial
66
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 102-03.
48
manusia adalah tidak adil dan beradab. Sikap pasrah secara mutlak kepada Tuhan
Yang Maha Esa mensyaratkan akan kehidupan tatanan sosial yang adil, terbuka
persamaan manusia yang egaliter dan sejajar antara satu dengan yang lainnya.
Yakni dilihat dari sisi harkat dan martabatnya yang asasi sebagai pangkal
seorang pun berhak merendahkan atau menguasai harkat serta martabat manusia
Dengan begitu, maka setiap orang memiliki hak dan kebebasanya masing-masing,
jawab atas pilihan dan tindakan yang dilakukannya berdasarkan petunjuk agama
dan akal-pikirannya. Baik di dunia ini maupun di akhirat kelak. Menurut Cak Nur,
hal ini mengasumsikan bahwa setiap pribadi manusia memiliki hak dasarnya
untuk memilih dan menentukan perilaku moral dan etisnya.69 Tanpa kebebasan
tersebut, adalah tidak logis bagi manusia itu sendiri untuk dimintai pertanggung
menghambakan diri hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam gambaran
67
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 3-4.
68
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 4.
69
Nurcholish Madjid, Islam Agama Kemanusiaan. (Jakarta: Paramadina), 1995, cet. h.
191-93.
49
grafisnya, demikian Cak Nur berujar, manusia harus melihat ke atas hanya kepada
Tuhan Yang Maha Esa, dan kepada alam harus melihat ke bawah. Sedangkan
kepada sesamanya manusia harus melihat secara mendatar atau horizontal. Hanya
dengan itu, Cak Nur kembali menandaskan, manusia menemukan dirinya yang
fitri dan alami sebagai makhluk dengan martabat dan harkat yang tinggi.70 Dengan
ungkapan lain, manusia menemukan kepribadiannya yang utuh dan integral serta
kepada sesamanya, apalagi pada obyek semacam gejala alam, maka ia akan
tingginya.
ridha Tuhan sebagai titik tolak segala perbuatannya; Tuhan sebagai asal sekaligus
fitrahnya yang otentik dan merdeka dari segala macam bentuk tiran (thâgût) yang
jalan yang lurus, yaitu jalan yang diridhai-Nya dengan segenap cahaya kebenaran
70
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 97.
71
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 97-98.
50
2. Inklusivisme Keagamaan
pandangan inklusif dengan sendirinya ia akan bersikap toleran, baik intra maupun
antar umat beragama, sebaliknya, seorang yang eksklusif pun demikian. Ia akan
dan keterbukaan. Hal ini dikarenakan agama Islam, demikian Cak Nur
berargumen, adalah agama universal untuk sekalian umat manusia, yang pada saat
agamanya.72
Konsekuensi terpenting dari kemurnian tauhid ini, demikian Cak Nur berujar,
72
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 178-79.
51
ialah pemutusan sikap pasrah sepenuhnya hanya kepada Allah; Tuhan yang Maha
serupa kepada sesuatu apapun selain diri-Nya. Inilah al-Islâm, yang menjadi
intisari semua agama yang benar, demikian dengan tegas Cak Nur berucap.73
Dalam pada itu, bagi Cak Nurdengan mengutip pandangan Ibn Taymiyyah74hal
itu juga menunjukkan bahwa al-Islâm dalam maknanya yang generik juga adalah
inti dan saripati semua agama para nabi dan rasul. al-Islâm adalah spirit dasar dari
Yang Maha Esa. Jadi, bagi mereka sekalipun secara formal adalah seorang
semangat tauhid atau al-Islâm itu sendiri, maka ia bukanlah Muslim sejati dan
semua agama diberi kebebasan untuk hidup, dengan resiko yang akan ditanggung
oleh pengikut agama itu masing-masing, baik secara pribadi maupun kelompok.
Bagi Cak Nur, semua agama pada prinsipnya mempunyai dasar yang sama, yaitu
keharusan manusia berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga
semuanya akan bermuara kepada satu ‘titik pertemuan (common platform),’ yang
73
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 181. Lihat juga, Sukidi, Teologi
Inklusif Cak Nur, (Jakarta: Kompas, 2001), h. 21-24.
74
“Oleh karena pangkal agama, yaitu “al-Islâm”, itu saatu, meskipun syariatnya
bermacam-macam, maka nabi s.a.w. bersabda dalam hadits shahih, “Kami, golongan para nabi,
agama kami adalah satu,” dan “para nabi itu semuanya bersaudara, tunggal ayah dan lain ibu,”
dan “ Yang paling berhak kepda ‘Îsâ putera Maryam adalah aku.”Lihat, Nurcholish Madjid,
Islam Doktrin dan Peradaban, h. 182.
52
dalam istilah Cak Nur disebut “kalimah sawâ’.”75 Pandangan Cak Nur ini
(berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara
kami dan kamu, yaitu kita tidak menyembah kecuali Allah dan kita tidak
mempersekutukan Dia dengan sesuatu apa pun dan sebagian kita tidak
menjadikan sebagian yang lain sebagi Tuhan selain Allah...” (QS. 3:64).
Lebih jauh lagi, dengan mengutip firman Tuhan lain, yang berbunyi,”
Tidak boleh ada paksaan dalam agama. Sungguh telah nyata (berbeda)
kebenaran dari kesesatan. Barang siapa menolak tirani dan percaya kepada
Allah, maka sungguh dia telah berpegang dengan tali yang kukuh yang tidak akan
lepas. Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.” (QS. 2:256). Cak Nur
menegaskan bahwa pemaksaan agama terhadap orang lain kepada agama tertentu
merupakan tindakan yang sangat dilarang dan bertentangan dengan ajaran dasar
Islam itu sendiri. Bagi Cak Nur, berdasarkan ayat tersebut, manusia harus
diberikan kebebasan untuk memilih suatu agama. Hal ini dikarenakan manusia
sudah dianggap dewasa, sehingga dapat menentukan jalannya sendiri yang benar
dan tidak perlu dipaksa-paksa.76 Dengan kata lain, manusia saat ini adalah mereka
yang telah tercerahkan serta mempunyai kemampuan dan tanggung jawab sendiri
dasar ajaran Islam itu sendiri. Toleransi, kebebasan, keterbukaan dan keadilan
75
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h.184.
76
Nurcholish Madjid, Pintu-Pintu Menuju Tuhan, h. 218.
53
yang kesemua itu merupakan sisi dasar kemanusiaan kita hanya mungkin
kesucian yang dalam istilah teknis agama disebut fitrah Karena fitrah-nya itu
manusia memiliki sifat dasar kesucian, yang kemudian harus dinyatakan dalam
sikap-sikap yang suci dan baik kepada sesamanya. Seperti, keadilan, keterbukaan,
dasar naluriah manusia sebagai makhluk Tuhan yang bersifat fitriah tersebut.
Menurut Cak Nur, kesucian manusia itu sendiri merupakan kelanjutan dari
antara manusia dan Tuhan sebelum ia dilahirkan ke muka bumi ini. Perjanjian
baginya. Maka, masih menurut Cak Nur, manusia (dan jin) pun tidaklah
diciptakan Allah kecuali hanya harus tunduk dan menyembah kepada-Nya, yakni,
menganut paham Ketuhanan Yang Maha Esa atau tauhid.77 Maka, ber-tauhid
dengan segala konsekuensinya itulah makna terdalam dari hakikat hidup manusia
dasar kemanusiaan itu sendiri. Mereka yang melakukan tindakan dzalim dan
77
Nurcholish Madjid, Islam Agama Kemanusiaan, h. 179.
54
paham ketauhidannya.
kemauan pribadi siapa pun juga dan tidak akan berubah (immutable). Karena
hakikatnya yang obyektif dan tidak berubah itu, siapa pun yang menegakkan
siapa pun tanpa pandang bulu. Bahkan, upaya semacam itu disebutkan dalam
Alquran sebagai perbuatan yang paling mendekati taqwa kepada Allah swt.
Bahkan lebih jauh lagi, Cak Nur menandaskan, mereka yang berlaku
dzalim dan menindas terhadap mereka yang lemah. niscaya mereka akan menjadi
78
Nurcholish Madjid, Islam Agama Kemanusiaan, h. 184.
55
dengan orang-orang yang kamu kuasai dengan tangan kananmu! Berilah mereka
makan seperti yang kamu makan, dan berilah mereka pakaian seperti yang kamu
pakai! Dan jangalah bebani mereka dengan beban yang mereka tidak sanggup
seperti halnya kamu sekalian sendiri. Awas, barang siapa bertindak dzhalim
kepada mereka, maka akulah musuhnya di hari kiamat, dan Allah adalah
Hakimnya…”79
kosmos. Artinya, menegakkan keadilan sangat erat kaitannya dengan hukum alam
raya ini. Asumsi ini merujuk kepada diktun Alquran yang berbunyai, “Dan langit
tindakan yang melanggar prinsip keadilan tersebut adalah sama saja melawan
tidak hanya datang dari orang yang dirugikan saja, tapi juga seluruh alam raya ini.
79
Nurcholish Madjid, Islam Agama Kemanusiaan, h. 185.
80
Nurcholish Madjid, Pintu-Pintu Menuju Tuhan, h. 40-41.
56
dan berbagai tindakan lainnya, baik lahir maupun batin pada umumnya adalah
ada dua aliran utama pendapat yang berbeda. Pertama, adalah mereka yang
berpendapat bahwa agama dan negara bertentangan satu sama lain. Agama adalah
urusan duniawi yang bersifat sekuler. Menurut aliran ini, dalam proses legislasi,
model sekuler Barat liberal. Aliran ini menempatkan agama bukan sebagai sesuatu
agama dan negara dalam pandangan Islam yang dipahami oleh Cak Nur? Apakah
Cak Nur sependapat dengan model yang pertama atau yang kedua sebagaimana
telah dijelaskan?
Menurut Cak Nur, Islam tidak hanya memiliki dimensi personal dan
individual (hablum min al-Allah) , tapi juga sosial atau politik (hablum min al-
nâs). Dikatakan personal karena watak dasar dari agama itu yang bersifat batiniah.
Maka dari sudut ini, hanyalah orang yang bersangkutan sendiri sajaselain Allah
81
Mun’im A. Sirry, Dilema Islam Dilema Demokrasi, (Bekasi: Gugus Press, 2002), h.
21-22.
57
tekanan yang begitu kuat kepada sifat pribadi hubungan kepada Tuhan itu, maka
tidak sedikit pun terbesit dalam benaknya untuk membayangkan bahwa ia bisa
hadapan Tuhan. Pada gilirannya, sikap pribadi yang penuh tanggung jawab itu
kepada Tuhan, akan dengan sendirinya melimpah dan mewujud nyata dalam sikap
penuh tanggung jawab sesama manusia atau masyarakat, bahkan kepada seluruh
masyarakat.82 Inilah yang disebut dimensi sosial agama. Selalu ada keterpautan
antara iman dengan amal saleh, antara tali hubungan dari Allah dengan tali
hubungan antara sesama manusia dan antara taqwa dengan budi pekerti luhur.
Dengan demikian, bagi Cak Nur, terkait persoalan hubungan antara agama
yang hakikatnya bersifat personal dengan negara yang lebih bersifat publik atau
identik. Negara dan agama dalam Islam tidak terpisahkan karena setiap orang
dan bermasyarakat, harus selalu berniat dalam rangka mencapai ridha Allah SWT,
Oleh karena tidak ada sedikit pun kegiatan seseorang walaupun hanya sebesar
atom, yang tidak akan terlepas dari tanggung jawabnya di hadapan Allah SWT.83
Namun demikian, antara agama dan negara tidaklah identik. Oleh karena
82
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 345-46.
83
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. cxi.
58
menandaskan, kita boleh, bahkan dianjurkan Nabi SAW untuk belajar kepada
siapa saja dan dari mana saja, termasuk melakukan inovasi-inovasi kreatif yang
lebih baru dan relevan dengan hajat kepentingan kaum Muslim itu sendiri,
sedangkan agama tidak berlaku demikian. Dalam masalah agama kita harus
Sunnah.84Dengan kata lain, Cak Nur ingin mengatakan bahwa terkait persoalan
bagaimana bentuk maupun sistem negara, itu semua diserahkan kepada pilihan
politik.
kemanusian dalam ajaran Islam tersebut sangatlah sulit terwujud, tanpa bimbingan
dan peranan agama. Sebagai bukti Cak Nur mencontohkan dengan kenyataan
ajaran agama dengan persoalan kenegaraan. Dalam sistem Eropa Timur yang
Marxis-Leninis tersebut, demikian Cak Nur memaparkan, biarpun Marx dan para
Kenyataan ini dapat dilihat bahwa kaum Marxis tidak mampu benar-benar
dikerahkannya. Yang kedua adalah justru amat ironis. Marxisme sendiri telah
84
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. cxiii.
59
menjadi agama pengganti (quasi religion) yang lebih rendah dan kasar.85 Pada
batasan tertentu, memang benar mereka telah berhasil membebasakan diri mereka
dari obyek penyembahan kepada entitas supranatural (Tuhan Yang Maha Esa)
tersebut. Karena bagi mereka menyembah akan berakibat kepada perbudakan dan
kemerdekaan mereka. Yaitu para pemimpin mereka yang bersifat tiranik dan
otoriter.
secara adil dan berperikemanusiaan. Hal ini disebabkan kelemahan yang dimiliki
oleh setiap individu manusia itu sendiri yang terkandung cenderung mengarah
pancaran nilai-nilai ketauhidan dengan menjadikan Tuhan Yang Maha Esa sebagi
titik tolak sekaligus orientasi dalam setiap aktivitasnya di dunia ini, maka dengan
sendirinya manusia akan terhindar dari segala macam tindakan destruktif tersebut.
yang berprikemanusian dan damai, sementara agama adalah tujuan dari prinsip-
prinsip dasar kemanusiaan tersebut yang lebih bersifat permanen dan abadi.
85
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. xx.
60
Menurut Cak Nur, dalam ajaran Islam , prinsip musyawarah adalah salah
lanjut Cak Nur, dikarenakan sampai ada satu surah dalam Alquran yang diberi
nama Syûrâ (QS. No: 42), yang erat sekali kaitannya dengan musyawarah.
Biasanya, masih menurut Cak Nur, dalam sistem Alquran, hal yang menonjol atau
meninggalkan kesan yang mendalam dalam suatu surah, itulah yang digunakan
dasar untuk memberi nama surah yang bersangkutan.86 Jadi, bagi Cak Nur, prinsip
musyawarah adalah salah satu isu sentral yang dibicarakan dalam Alquran.
merupakan elemen terpenting yang asasi dan harus diwujudkan dalam konteks
kehidupan bermasyarakat.
asasi dalam kemasyarakatan tersebut bukanlah tanpa dasar. Salah satu alasannya
adalah berangkat dari sebuah premis teologis yang menyatakan bahwa manusia
sejak dalam kehidupannya dalam alam ruhani, berjanji untuk mengakui Tuhan
Yang Maha Esa sebagai pusat orientasi hidupnya. Karena manusia sendiri dari
awal telah mengakui Tuhan Yang Maha Esa, hasilnya adalah kelahiran manusia
dalam kesucian asal (fitrah). Oleh karena kesucian asalnya, maka manusia adalah
makhluk yang hanîf , yakni, selalu merindukan dan secara alami memihak kepada
yang benar dan baik. Oleh karena manusia itu fithrî dan hanîf, maka dengan
86
Nurcholish Madjid, Pintu-Pintu Menuju Tuhan, h. 252.
61
sendirinya dia mempunyai potensi untuk benar dan baik sebagai potensi original
Disebabkan oleh watak dasar manusia yang fithrî dan hanîf tersebut,
dengan selalu berpotensi untuk benar dan baik itulah, menjadi dasar hak seseorang
kewajiban orang lain untuk mendengar. “Didengar” dan “mendengar” inilah dasar
makanisme dan spirit dasar dari musyawarah . Kata musyawarah itu sendiri yang
“saling memberi isyarat,” yakni saling memberi isyarat tentang apa yang benar
bersifat fithrî dan hanîf, mengapa kita tidak cukup dengan diri kita sendiri saja?
Mengapa kita masih perlu dan wajib mendengarkan orang lain? Menanggapi
pertanyaan tersebut, Cak Nur menjelaskan, meskipun manusia itu fithrî dan hanîf,
namun dia juga bersifat lemah dan terbatas. Ini, kata Cak Nur, tidak mungkin pasti
dan selamanya baik dan benar. Manusia hanya potensial baik dan benar. Maka
agar potensi baik dan benar itu menjadi aktual, seorang manusia tidak bolah hanya
mengandalkan kemampuan dirinya sendiri. Dia harus menyertai orang lain dalam
87
Nurcholish Madjid, Islam Agama Kemanusiaan, h. 192-93, dan Nurcholish Madjid,
Pintu-Pintu Menuju Tuhan, h. 252.
88
Nurcholish Madjid, Pintu-Pintu Menuju Tuhan, h. 253.
62
sesama warga masyarakat merupakan hakikat kaum beriman. Hal ini sesuai
hidup di dunia ini, Tapi yang ada pada Allah, lebih baik dan lebih lestari bagi
mereka yang bertawakal kepada Tuhan mereka, dan bagi mereka yang menjauhi
dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji, dan jika mereka marah tetap
memberi maaf, dan bagi mereka yang menyahut (menerima dengan baik) seruan
Tuhan mereka, lagi pula menegakkan shalat, dan urusan sesama mereka adalah
Kami anugrahkan kepada mereka, dan bagi mereka yang ditimpa kezhaliman ,
Cak Nur juga ingin menandaskan bahwa dalam bermusyawarah, sikap terbuka,
lapang dada, penuh pengertian dan kesedian untuk senantiasa memberi maaf
secara wajar dan pada tempatnya, merupakan elemen dasar yang harus dimiliki
maka yang lahir adalah egoisme, otoriterianisme, tiranisme, dan lain-lain yang
orang lain.
89
Nurcholish Madjid, Islam Agama Kemanusiaan, h. 198.
63
kebenaran dan kebaikan (hanîf). Dan pada saat yang bersamaan juga lemah dan
membedakan antara yang benar dan palsu, sehingga dengan sendirinya manusia
jawabkannya merupakan hak asasi dasar manusia yang tidak boleh diingkari oleh
siapa pun, seperti hak untuk mengekspresikan pikiran dan pilihan politiknya,
sendiri. Salah satunya adalah ketika Nabi SAW menempatkan (pasukan) sahabat
beliau pada suatu posisi sewaktu Perang Badar, kemudian al-Hubâb ibn al-
Mundzir ibn al-Jamûm (seorang shahabat) bertanya, “Ini perintah yang diturunkan
Allah kepada engkau ataukah pendapat dan musyawarah?” Nabi menjawab, “Ini
beliau (Nabi) posisi lain yang lebih cocok untuk kaum Muslim, dan beliau
90
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 561.
64
keluasan bagi adanya partisipasi warga masyarakat kaum beriman. Hal ini
tentunya tidak lepas dari sifat watak dasar Islam itu sendiri yang sangat terbuka
dan toleran terhadap kebenaran yang datang dari luar dirinya. Inilah yang
masyarakat Islam paling dini tersebut modern.91 Modern karena tingkat partisipasi
politik yang terbuka dan tinggi dari seluruh jajaran anggota masyarakatnya. Juga
terwujud, jika nilai dasar dari pandangan Islam itu sendiri bersifat partikuar dan
sebab itu, menurut Cak Nur, pandangan tentang masyarakat Islam “modern”
pandangan hidup tauhid. Salah satu implikasi pokok dari tauhid ialah pemusatan
kesucian hanya kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa, dan pelepasan kesucian itu
dari segala sesuatu selain Allah. Dalam konteks bangsa Arab, ujar Cak Nur, di
zaman Nabi SAW. Pandangan ini berakibat dilepaskannya nilai kesucian dari
91
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 559.
65
92
pandangan kesukuan dan kepemimpinan kesukuan. Maka dengan dasar
dan memiliki kesadaran partisipasi politik yang tinggi tersebutyang dalam istilah
Bellah disebut “modern” tanpa ada ajaran pokok yang menopang dan
Nurcholish Madjid tersebut. Konsistensinya itu dapat terlihat dari hampir semua
keterbukaan adalah sederet ide-ide pokok humanis Cak Nur, yang merupakan
Pada tataran konsep, gagasan-gagasan Cak Nur yang sarat dengan nilai-
nilai humanis tersebut, tentunya cukup jenial sekaligus otentik. Dikatakan jenial
karena ide-ide yang disuguhkan oleh Cak Nur itu masih jarang sekalijika
92
Nurcholish Madjid, Islam Agama Kemanusiaan, h. 190-91.
66
gagasan-gagasan yang dihadirkan oleh Cak Nur selalu berangkat dan tidak lepas
di dunia Barat.
Namun demikian, itu bukan berarti konsep pemikiran Cak Nur lepas dari
kritik dan kelemahan. Secara akademis, pandangan Cak Nur sepenuhnya belum
bisa dipertanggung jawabkan. Hampir tidak ada penjelasan metodologis yang utuh
hanya mengutip sana-sini pendapat orang lain, seperti Ibn Taimiyyah, Robert N.
Singkatnya, tidak ada basis metodologis yang utuh, padu dan jelas, yang tentunya
Pada tataran praksis, tidak semua ide-ide Cak Nur itu (seperti inklusivisme
dan pluralisme agama) dengan mudah bisa diterima khalayak publik Indonesia
67
masyarakat kita yang relatif rendah dan terbelakang. Hal itu disebabkan ide-ide
Cak Nur sendiri yang cenderung “elitis’ dan “abstrak,” sehingga tidak mudah
semua umat manusia93, sepertinya sulit sekali terwujud. Kenyataan ini bisa dilihat
dengan betapa banyaknya konflik sosial yang diselimuti tindak kekerasan, baik
atas nama agama ataupun komunal, hampir sebagian besar dilakukan oleh mereka
Tak dapat dipungkiri, Cak Nur, dengan seabrek gagasan pembaharuannya itu
93
Bandingkan, Sukidi, Teologi Inklusif Cak Nur, (Jakarta: Kompas, 2001), h. 63.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan apa yang telah diuraikan, maka sebagai jawaban dari rumusan
masalah dalam peneleitian skripsi ini, dapat disimpulkan bahwa dimensi konsep
tauhid yang digagas oleh Nurcholish Madjidyang populer disapa Cak Nur
egaliter, toleran, saling menghargai dan tidak memaksakan kebebasan orang lain,
bersikap inklusif dan pluralis dalam beragama, bersikap kritis dan bebas untuk
logis dari paham ketauhidan. Yaitu persaksian dan penyerahan diri secara total
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karena persaksian dan penyerahan secara total
manusia untuk selalu bersikap dan bertindak sesuai dengan perkenan serta ridha-
Nya, yang tentunya sarat dengan nilai-nilai kemanusiaan. Adalah mustahil, sebuah
kebajikan. Singkatnya, tauhid adalah sebuah paham keagamaan yang kental sekali
Dengan ungkapan lain, konsep tauhid bagi Cak Nur, tidak samata-mata hanya
68
1
69
B. Saran-saran
1. Perlu pengembangan pemikiran Cak Nur kepada cakupan yang lebih luas
dan juga lebih mudah untuk dipahami oleh khalayak publik Indonesia,
(elitis).
DAFTAR PUSTAKA
Press, 2002.
Abd Mu’in, Taib Tahir, Ilmu Kalâm, Jakarta: Penerbit Widjaya, 1975.
1998).
Al Qur’an dan terjemahannya : Juz 1 – Juz 30, Jakarta: Depag RI, 1994.
cet. I.
2003), dictionary 2.
Gardner, Jostein, dunia sophie : sebuah novel filsafat, bandung : Mizan, 2002,
Cet. XII.
70
71
Hart, Michael H. The 100, Ranking of The Most Influential Persons in History,
Berpengaruh dalam Sejarah, Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya, 1986, Cet. ,
Ke-8.
http://id.wikipedia.org/wiki:/Nurcholish Madjid.
http://www.tokoh Indonesia.com/ensiklopedia/n/Nurcholish-Madjid/indexs.shtml.
Hadiwijono, Dr. Harun Seri Sejarah Filsafat Barat 2, Yogyakarta, Kanisius, 1989.
cet. III.
1993.
Paramadina, 1993.
Nasution, Harun, Islam Ditnjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI Press, 1986.
jilid. I.
Nasution, Harun dan Bachtiar Effendy (penyunting), Hak Azasi Manusia dalam
Arkola, 1994.
1966.
Saridjo, Marwan Cak Nur: di antara Sarung dan Dasi&Musdah Mulia tetap
Sirry, Mun’im A, Dilema Islam Dilema Demokrasi, Bekasi: Gugus Press, 2002.
Driyarkara, 1998.
Yusuf, M. Yunan, Corak Pemikiran Kalam Tafsir al-Azhar (sebuah telaah atas