RESTU RAHMAWATI,
S.IP,.MA
Politik identitas adalah tindakan
politis untuk mengedepankan
kepentingan-kepentingan dari
anggota-anggota suatu kelompok
karena memiliki kesamaan identitas
atau karakteristik, baik berbasiskan
pada ras, etnisitas, jender, atau
keagamaan. Politik identitas
merupakan rumusan lain dari politik
perbedaan.
Secara tegas, Cressida Heyes (dalam Stanford
Encyclopedia of Philosophy, 2007)
mendefinisikan politik identitas sebagai
penandaan aktivitas politis dalam pengertian
yang lebih luas dan teorisasi terhadap
ditemukannya pengalaman-pengalaman
ketidakadilan yang dialami bersama anggota-
anggota dari kelompok-kelompok sosial tertentu.
Etnis Minang itu rela tidur di emper-emper dan berdagang sampai berpeluh-
peluh asalkan bisa mengirimkan penghasilannya ke kampung halaman.
Orang Minang itu culas dan licik, seperti ada pernyataan yang mengatakan
tahimpik di ateh, takuruang di lua ( terhimpit di atas, terkurung di luar).
Etnis aceh memiliki rasa kesukuan yang
sangat menonjol
(sukuisme/provinsialisme),
membanggakan sesama etnisnya, dan
saling menjunjung tinggi adat dan agama.
Contohnya saja masih berlakunya syariah
islam.
Orang aceh berwatak keras, ingin menang
sendiri, dan egois.
Etnis aceh berdarah panas atau suka
marah-marah dan mau menang sendiri.
Faktor- faktor yang mempengaruhi penyebutan
stereotipe terhadap etnis-etnis di atas adalah: