Anda di halaman 1dari 4

I.4. SIFAT-SIFAT AJARAN SOSIAL GEREJA.

Sebagai ajaran yang otonom dan memiliki identitas dan ciri khasnya,
maka ASG juga mempunyai sifat-sifat yang perlu diperhatikan.

a. Sifat historis

Sifat historis berarti menunjuk pada sejarah dan pada proses


perkembangan. ASG diajarkan oleh Magisterium dalam konteks sejarah
tertentu. Misalnya ensiklik sosial yang pertama, Rerum Novarum, yang
dikeluarkan tahun 1891, mempunyai konteks sejarah yang berbeda dengan
ensiklik Centesimus Annus dari tahun 1991. Isi ajaran kedua ensiklik
tersebut sangat dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi manusia, tingkat
kepandaian manusia dan keadaan dunia yang berlainan sekali. Maka dari
itu penting sekali menempatkan ASG dari salah satu ensiklik dalam
konteks sejarahnya. Tanpa melihat konteks sejarah, maka kita tidak dapat
memahami dengan tepat ASG dari seorang Paus. ASG juga mengalami
proses perkembangan yang menuju kepada perbaikan-perbaikan. Itu
berarti bahwa ASG tidak diajarkan secara domatis yang menuntut iman
dan ketaatan, melainkan sebagai suatu pendapat yang terus berkembang.
ASG sangat terbuka bagi perubahan dan perkembangan oleh karena punya
sifat historik.

b. Sifat teoris

Sifat teoris artinya rumusan atau teori yang disusun secara


sistematikal. ASG memilik suatu logika atau jalan pikiran yang teratur
sehingga bisa diyakini dengan pasti sebagai kebenaran. ASG bukan hanya
suatu ideologi yang bisa diubah-ubah, melainkan suatu "jalan menuju
kebenaran sejati tentang manusia". ASG menunjukkan suatu tatanan
kehidupan sosial manusia yang berdasarkan pada "hukum kodrad".
Kebenaran tersebut bersifat universal dan menetap. Ajaran sosial Gereja
bisa diterima oleh siapa saja karena berdasar pada akal budi yang sehat
atau "common sense". Itu berarti bahwa setiap orang yang berkehendak
baik dan mau berfikir secara kritis akan dapat menerima ASG.
Sifat teoritikal ini bukan hanya berdasar pada akal budi dan hukum
kodrad melainkan pada Wahyu Ilahi juga. Sehingga prinsip-prinsip tertentu
dari ASG perlu diyakini sebagai benar secara mutlak. Misalnya visi tentang
manusia sebagai gambaran Allah; ajaran tentang cinta kasih; ajaran
tentang manusia sebagai anak-anak Allah; ajaran tentang persaudaraan
baru di antara manusia di dalam Kristus; ajaran tentang kebebasan anak-
anak Allah dan ajaran tentang martabat manusia serta panggilan untuk
hidup abadi bagi setiap orang. Prinsip-prinsip teoritikal tersebut
berdasarkan pada Wahyu Ilahi dan sesuai dengan akal budi manusia.
Sehingga bisa dikatakan bahwa ASG memiliki sifat teologis pula. Itu berarti
bahwa ASG tidak bisa disamakan dengan sembarang ajaran atau ideologi
yang diterapkan dalam sistem politik. ASG bukanlah suatu sistem politik,
melainkan penyampaian pesan kebenaran Injil.

c. Sifat Praktis

ASG bersifat praktikal karena bukan hanya diakhiri dengan


pernyataan atau renungan tentang masalah-masalah sosial, melainkan
mengusulkan juga aplikasi konkret dari prinsip umum. ASG menunjukkan
jalan dan mengusulkan pemecahan konkret bagi masalah-masalah sosial
sesuai dengan situasi dan kondisi setempat.
Namun harus dikatakan bahwa sifat praktikal ASG hanya sampai
pada "proposal" atau usulan-usulan konkret. Usulan konkret tidak sama
dengan tindakan konkret. Tindakah konkret menjadi wewenang para
penguasa negara atau para pemimpin sipil. Walaupun Gereja campur
tangan dalam masalah-masalah sosial, namun Gereja menyadari batas
kekuasannya. Ia tidak berpretensi untuk memecahkan semua persoalan
sosial yang begitu kompleks dalam dunia dewasa ini. Oleh karena ada
perbedaan situasi yang sangat besar antara negara di mana orang-orang
kristen berada. Namun dari lain pihak Gereja menyediakan petunjuk yang
jelas berupa prinsip-prinsip yang benar untuk mengatur kehidupan sosial,
politik dan ekonomi masyarakat manusia.

I.5. TUGAS DAN HAK GEREJA UNTUK MENGAJAR DI BIDANG SOSIAL.

Bisa dipertanyakan apakah Gereja punya hak untuk campur tangan


dalam masalah-masalah sosial? Sering terdengar kesan bahwa Gereja
hanya berurusan dengan masalah rohani saja. Gereja tidak perlu campur
tangan dalam masalah-masalah duniawi. Masalah sosial yang pada
umumnya menyangkut sistem-sistem politik, ekonomi dan kemasyarakatan
rupanya ada di luar tugas Gereja. Pertanyaan tersebut dijawab dengan
mengatakan bahwa Gereja berkepentingaan terhadap keselamatan
manusia. Keselamatan manusia sudah mulai diwujudkan di dunia ini
dalam bentuk suatu kehidupan bersama yang damai sejahtera. Oleh sebab
itu, Gereja berhak untuk campur tangan di bidang kehidupan yang
bersangkut-paut dengan nasib manusia. Karena pada hakekatnya, Gereja
dan Negara adalah untuk melayani setiap orang dalam masyarakat dan
dalam Umat.
Lebih jauh lagi hak Gereja untuk mengajar di bidang sosial berkaitan
erat dengan misinya yang diterimanya dari Yesus Kristus. ASG berpusat
pada pribadi manusia sebagai person individual dan sosial. Dan Gereja
percaya bahwa nasib manusia sebagai person individual dan sosial tersebut
berkaitan erat dengan Yesus Kristus. "Gereja tidak bisa mengabaikan
manusia, karena nasib setiap manusia, yaitu kelahiran dan kematiannya,
pilihan hidup dan panggilannya, keselamatan atau kebinasaannya yang
kakal berkaitan erat dengan Yesus Kristus. Oleh karena itu, manusia
adalah jalan pertama yang harus dilalui Gereja dalam melaksanakan
misinya. Manusia adalah jalan pertama dan utama Gereja, karena Kristus
sendiri telah melewatinya dalam inkarnasi dan penebusan." (Redemptor
Hominis, no.14).
Gereja percaya bahwa di dalam Kristus terdapat jawaban atas misteri
kehidupan manusia. Oleh sebab itu persoalan manusia tidak bisa
dilepaskan dari Yesus Kristus. Dan Gereja diutus untuk mewartakan Yesus
Kristus sebagai jalan keselamatan. Berdasarkan keyakinan tersebut, Gereja
merasa punya hak dan tugas untuk campur tangan terhadap masalah
kehidupan manusia, termasuk di bidang sosial. Gereja ingin bekerja sama
dengan setiap pemerintahan di dunia ini untuk melayani kepentingan
manusia.

Anda mungkin juga menyukai