0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
23 tayangan4 halaman
Dokumen tersebut membahas tentang sifat-sifat ajaran sosial Gereja yang bersifat historis, teoris, dan praktis. Dokumen juga menjelaskan bahwa Gereja berhak dan bertugas untuk mengajar di bidang sosial karena kepentingannya terhadap keselamatan manusia secara keseluruhan, baik rohani maupun jasmani.
Dokumen tersebut membahas tentang sifat-sifat ajaran sosial Gereja yang bersifat historis, teoris, dan praktis. Dokumen juga menjelaskan bahwa Gereja berhak dan bertugas untuk mengajar di bidang sosial karena kepentingannya terhadap keselamatan manusia secara keseluruhan, baik rohani maupun jasmani.
Dokumen tersebut membahas tentang sifat-sifat ajaran sosial Gereja yang bersifat historis, teoris, dan praktis. Dokumen juga menjelaskan bahwa Gereja berhak dan bertugas untuk mengajar di bidang sosial karena kepentingannya terhadap keselamatan manusia secara keseluruhan, baik rohani maupun jasmani.
Sebagai ajaran yang otonom dan memiliki identitas dan ciri khasnya, maka ASG juga mempunyai sifat-sifat yang perlu diperhatikan.
a. Sifat historis
Sifat historis berarti menunjuk pada sejarah dan pada proses
perkembangan. ASG diajarkan oleh Magisterium dalam konteks sejarah tertentu. Misalnya ensiklik sosial yang pertama, Rerum Novarum, yang dikeluarkan tahun 1891, mempunyai konteks sejarah yang berbeda dengan ensiklik Centesimus Annus dari tahun 1991. Isi ajaran kedua ensiklik tersebut sangat dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi manusia, tingkat kepandaian manusia dan keadaan dunia yang berlainan sekali. Maka dari itu penting sekali menempatkan ASG dari salah satu ensiklik dalam konteks sejarahnya. Tanpa melihat konteks sejarah, maka kita tidak dapat memahami dengan tepat ASG dari seorang Paus. ASG juga mengalami proses perkembangan yang menuju kepada perbaikan-perbaikan. Itu berarti bahwa ASG tidak diajarkan secara domatis yang menuntut iman dan ketaatan, melainkan sebagai suatu pendapat yang terus berkembang. ASG sangat terbuka bagi perubahan dan perkembangan oleh karena punya sifat historik.
b. Sifat teoris
Sifat teoris artinya rumusan atau teori yang disusun secara
sistematikal. ASG memilik suatu logika atau jalan pikiran yang teratur sehingga bisa diyakini dengan pasti sebagai kebenaran. ASG bukan hanya suatu ideologi yang bisa diubah-ubah, melainkan suatu "jalan menuju kebenaran sejati tentang manusia". ASG menunjukkan suatu tatanan kehidupan sosial manusia yang berdasarkan pada "hukum kodrad". Kebenaran tersebut bersifat universal dan menetap. Ajaran sosial Gereja bisa diterima oleh siapa saja karena berdasar pada akal budi yang sehat atau "common sense". Itu berarti bahwa setiap orang yang berkehendak baik dan mau berfikir secara kritis akan dapat menerima ASG. Sifat teoritikal ini bukan hanya berdasar pada akal budi dan hukum kodrad melainkan pada Wahyu Ilahi juga. Sehingga prinsip-prinsip tertentu dari ASG perlu diyakini sebagai benar secara mutlak. Misalnya visi tentang manusia sebagai gambaran Allah; ajaran tentang cinta kasih; ajaran tentang manusia sebagai anak-anak Allah; ajaran tentang persaudaraan baru di antara manusia di dalam Kristus; ajaran tentang kebebasan anak- anak Allah dan ajaran tentang martabat manusia serta panggilan untuk hidup abadi bagi setiap orang. Prinsip-prinsip teoritikal tersebut berdasarkan pada Wahyu Ilahi dan sesuai dengan akal budi manusia. Sehingga bisa dikatakan bahwa ASG memiliki sifat teologis pula. Itu berarti bahwa ASG tidak bisa disamakan dengan sembarang ajaran atau ideologi yang diterapkan dalam sistem politik. ASG bukanlah suatu sistem politik, melainkan penyampaian pesan kebenaran Injil.
c. Sifat Praktis
ASG bersifat praktikal karena bukan hanya diakhiri dengan
pernyataan atau renungan tentang masalah-masalah sosial, melainkan mengusulkan juga aplikasi konkret dari prinsip umum. ASG menunjukkan jalan dan mengusulkan pemecahan konkret bagi masalah-masalah sosial sesuai dengan situasi dan kondisi setempat. Namun harus dikatakan bahwa sifat praktikal ASG hanya sampai pada "proposal" atau usulan-usulan konkret. Usulan konkret tidak sama dengan tindakan konkret. Tindakah konkret menjadi wewenang para penguasa negara atau para pemimpin sipil. Walaupun Gereja campur tangan dalam masalah-masalah sosial, namun Gereja menyadari batas kekuasannya. Ia tidak berpretensi untuk memecahkan semua persoalan sosial yang begitu kompleks dalam dunia dewasa ini. Oleh karena ada perbedaan situasi yang sangat besar antara negara di mana orang-orang kristen berada. Namun dari lain pihak Gereja menyediakan petunjuk yang jelas berupa prinsip-prinsip yang benar untuk mengatur kehidupan sosial, politik dan ekonomi masyarakat manusia.
I.5. TUGAS DAN HAK GEREJA UNTUK MENGAJAR DI BIDANG SOSIAL.
Bisa dipertanyakan apakah Gereja punya hak untuk campur tangan
dalam masalah-masalah sosial? Sering terdengar kesan bahwa Gereja hanya berurusan dengan masalah rohani saja. Gereja tidak perlu campur tangan dalam masalah-masalah duniawi. Masalah sosial yang pada umumnya menyangkut sistem-sistem politik, ekonomi dan kemasyarakatan rupanya ada di luar tugas Gereja. Pertanyaan tersebut dijawab dengan mengatakan bahwa Gereja berkepentingaan terhadap keselamatan manusia. Keselamatan manusia sudah mulai diwujudkan di dunia ini dalam bentuk suatu kehidupan bersama yang damai sejahtera. Oleh sebab itu, Gereja berhak untuk campur tangan di bidang kehidupan yang bersangkut-paut dengan nasib manusia. Karena pada hakekatnya, Gereja dan Negara adalah untuk melayani setiap orang dalam masyarakat dan dalam Umat. Lebih jauh lagi hak Gereja untuk mengajar di bidang sosial berkaitan erat dengan misinya yang diterimanya dari Yesus Kristus. ASG berpusat pada pribadi manusia sebagai person individual dan sosial. Dan Gereja percaya bahwa nasib manusia sebagai person individual dan sosial tersebut berkaitan erat dengan Yesus Kristus. "Gereja tidak bisa mengabaikan manusia, karena nasib setiap manusia, yaitu kelahiran dan kematiannya, pilihan hidup dan panggilannya, keselamatan atau kebinasaannya yang kakal berkaitan erat dengan Yesus Kristus. Oleh karena itu, manusia adalah jalan pertama yang harus dilalui Gereja dalam melaksanakan misinya. Manusia adalah jalan pertama dan utama Gereja, karena Kristus sendiri telah melewatinya dalam inkarnasi dan penebusan." (Redemptor Hominis, no.14). Gereja percaya bahwa di dalam Kristus terdapat jawaban atas misteri kehidupan manusia. Oleh sebab itu persoalan manusia tidak bisa dilepaskan dari Yesus Kristus. Dan Gereja diutus untuk mewartakan Yesus Kristus sebagai jalan keselamatan. Berdasarkan keyakinan tersebut, Gereja merasa punya hak dan tugas untuk campur tangan terhadap masalah kehidupan manusia, termasuk di bidang sosial. Gereja ingin bekerja sama dengan setiap pemerintahan di dunia ini untuk melayani kepentingan manusia.