Anda di halaman 1dari 6

Nama: Simplisius Yopi Sabatudung

Nim: 166114023
Dosen Pengampu: Rm. Subali Pr.

Media dan Pewartaan Iman

1.1 Pengantar

Dunia sekarang ini sudah beralih ke zaman lisan yaitu zaman yang disemarakkan oleh
perkembangan media komunikasi, teknologi informatika. Dalam sejarahnya, Gereja juga sudah
terlibat dalam kemajuan tersebut. Gereja menjaga iman umat berhadapan dengan gerakan kontra
reformasi pada Abad Pertengahan dengan memanfaatkan keunggulan media cetak. Gereja
menyebarluaskan ajaran iman melalui buku katekismus yang dicetak secara masal. Konsili
Vatikan II juga menerbitkan dekrit Inter Mirifica pada tanggal 4 Desember 1963, untuk
menanggapi berkembangnya media komunikasi. Dengan begitu, Gereja menganjurkan agar para
gembala dan umat melihat peluang positif dari media, sekaligus meningkatkan kewaspadaan
terhadap dampak negatif dari media (Bdk. SC 19).

Berkaitan dengan itu, salah satu keterlibatan Gereja dalam media sosial sekarang ini
adalah misa yang dilangsungkan secara online (live streaming). Di tengah wabah Covid 19 yang
terjadi sekarang ini, Gereja menganjurkan umat Kristiani agar tetap di rumah dan mengikuti misa
secara online demi mengatasi penyebaran pandemi tersebut. Media Komunikasi sekarang ini
menjadi alat yang sungguh dibutuhkan oleh Gereja demi menjaga iman umat. Berlandaskan itu,
Gereja tetap menganjurkan agar umat Kristen tetap berpartisipasi secara sungguh-sungguh
meskipun misa dilangsungkan secara online. Seperti dalam SC 14, disebutkan bahwa seluruh
umat berkewajiban terlibat secara aktif dalam Perayaan Ekaristi yang dilaksanakan.

Di dalam Sacrosanctum Concilium 20 disebutkan pula bahwa “Siaran-siaran upacara suci


melaui radio dan televisi, terutama bila meliput perayaan Ekaristi, hendaklah berlangsung
dengan bijak dan penuh hormat, dibawah bimbingan dan tanggung jawab seorang ahli, yang
ditunjuk oleh para Uskup untuk tugas itu.” Dokumen tersebut sangat berkaitan dalam situasi
Covid 19 sekarang ini. Biasanya penggunaan media visual dalam gereja terjadi oleh karena
keadaan gedung gereja yang kurang memungkinkan keterlibatan umat Kristen. Tetapi sekarang
setiap umat Kristen diharapkan ikut ambil bagian dalam misa online demi menjauhkan diri
dalam wabah tersebut. Meskipun Perayaan Ekaristi dilakukan secara online, tetapi Gereja tetap
mengharapkan keterlibatan umat secara aktif seperti misa pada biasanya.

1.2 Prinsip-prinsip Kristiani dalam Komunikasi

Pada tahun 1986 WACC (World Association for Chiristian Comunication) menyusun
suatu pernyataan mengenai prinsip-prinsip Kristiani dalam “Komunikasi”. Ada dua prinsip
komunikasi Kristen yang diusung dalam WACC yaitu yang pertama demi kemuliaan Allah dan
yang kedua memberikan dampak sukacita kepada manusia (bdk. Ef 1: 12 dan 2 Kor 1:24).1

Dekrit Inter Mirifica pun menganjurkan agar “serentak dan secara sukarela
mengusahakan, agar upaya-upaya komunikasi sosial dengan cetakan dan sesering mungkin
dimanfaatkan secara efektif dalam aneka macam karya kerasulan, menanggapi tuntutan situasi
setempat dan sesama”. Artinya bawhwa komunikasi sosial di dalam Gereja bertujuan untuk
menanggapi situasi yang terjadi dalam iman umat.2

Salah satu penggagas Gereja di dalam dunia digital adalah Bapa Suci Yohanes Paulus II.
Melalui pesannya dalam Komunikasi Sosial Sedunia, Bapa Suci menegaskan perlunya Gereja
masuk dalam dunia internet. Bapa suci mengatakan: “saya dengan tegas memutuskan untuk
mengundang seluruh Gereja untuk dengan berani melintasi ambang pintu yang baru ini, untuk
mengayuh ke kedalaman jaringan (net) ini, sehingga sekarnag sebagaimana dulu interaksi antara
inijil dan budaya dapat memperlihatkan kepada dunia ‘kemuliaan Allah di wajah Kristus’ (2 Kor
4:6). Ajakan ini dengan jelas mengarahkan kepada seluruh umat Katolik agar terlibat dalam
dunia internet (online) sebagai bentuk pewartaan iman yang baru.3

Dalam ensiklik Redemptoris Missio, 7 Desember 1990, Yohanes Paulus II menyatakan


bahwa komunikasi sosial bukanlah hanya sebagai sarana atau alat melainkan lebih dari itu
sebagai budaya yang dapat menjadi tempat bagi inkulturasi iman. Dengan hadirnya budaya

1
Y.I. Iswarahadi, Media & Pewartaan Iman, (Yogyakarta: Kanisius, 2017), 11.
2
Konsili Vatikan II, Inter Mirifica, 13.
3
Yohanes Paulus II, “Internet: Forum Baru bagi Pewartaan Injil”. Pesan Bapa Suci pada Hari Komunikasi Sedunia
Ke-36, Minggu 12 Mei 2002, no.6.
internet tersebut, Gereja tampil dengan wajah baru. Karya penginjilan mendapat tampilan baru
yang melekat dengan situasi setempat. Inilah dunia baru atau areopagus zaman modern yang
harus dimasuki menurut Bapa Suci Yohanes Paulus II. Bapa Suci mengatkan:

“Areopagus abad modern yang pertama adalah dunia komunikasi, yang sedang mempersatukan umat
manusia dan mengubahnya menjadi apa yang dikenal sebagai ‘dusun global’ (global vilage),... keterlibatan
dalam media masa tidaklah dimaksudkan hanya untuk memperkuat pewartaan Injil. Ada suatu realitas yang
lebih mendalam yang tercakup di sini: oleh karena evangelisasi kebudayaan modern sebagian besar
tergantung pada pengaruh media, maka tidaklah cukup untuk menggunakan media itu hanya untuk
menyebarluaskan pesan kristen dan ajaran otentik Gereja. Adalah perlu juga mengintegrasikan pesan itu ke
dalam ‘kebudayaan baru’ yang diciptakan oleh komunikasi–komunikasi modern.”4

Hal ini menunjukkan bahwa Bapa Suci tidak hanya memandang media komunikasi sosial
sebagai media alat dan pewartaan saja melainkan sebagai dunia yang Gereja harus ada di
dalamnya. Iman Kristiani perlu diintegrasi dalam dunia baru dengan cara berkomunikasi yang
lebih maju. Inilah kebaruan yang disampaikan oleh Bapa Suci Yohanes Paulus II.

1.3 Keterlibatan Umat dalam Perayaan Liturgis

Secara liturgis sebagai anggota Gereja, umat diharapakan mau dan bersedia untuk ikut
ambil bagian dalam tugas-tugas Gereja, seperti yang dikatakan dalam Konsili Vatikan II bahwa
“kaum beriman Kristiani yang berkat Baptis telah menjadi anggota dalam Tubuh dan Darah
Kristus, terhimpun menjadi umat Allah, dengan cara mereka sendiri ikut mengembangkan tugas
imamat, kenabian dan rajawi Kristus.” (bdk. LG 31)

Keikutsertaan umat awam dalam tugas imamat-Nya dalam perayaan liturgis bertujuan
demi kemuliaan Allah dan umat manusia diselamatkan. Oleh karena itu, para awam seagai orang
yang menyerahkan diri kepada Kristus dan diurapi dengan Roh Kudus, secara ajaib dipanggil
dan disiapkan supaya secara semakin melimpah menghasilkan buah-buah roh dalam diri mereka.
Karya-karya, doa dan kerasulan mereka dalam kehidupan sehari-hari dapat dijalankan dalam Roh
bahkan beban-beban hidup dapat ditanggung dengan sabar, menjadi kurban rohani, dengan
perantaraan Yesus Kristus yang berkenan kepada Allah. (bdk LG 34)

4
Dalam Jurnal Filsafat dan Teologi, Volume 25, Nomor 01, April 2016, 60-61.
Keikutsertaan kaum awam dalam tugas kenabian ditunaikan hingga penampakan
kemuliaan sepenuhnya, bukan saja melalui Hirarki yang mengajar atas nama dan dengan
kewibawaan-Nya, malainkan juga melalui para awam. Artinya bahwa para awam memiliki tugas
yang sama dengan Hirarki dalam mewartakan kerajaan Allah. Karena itulah, awam diangkat oleh
Allah menjadi saksi dan dibekali oleh-Nya dengan perasaan iman dan rahmat sabda (Kis 2:17-
18; Why 19:10), supaya kekuatan Injil bersinar dalam hidup sehari-hari, dalam keluarga maupun
masyarakat. (bdk LG 35).

Keikutsertaan kaum awam dalam tugas rajawi Kristus adalah untuk mengakui sedalam-
dalamnya nilai serta tujuan segenap alam cipta, yakni demi kemuliaan Allah. Kaum awam wajib
untuk saling membantu melalui kegiatan-kegiatan duniawi untuk hidup yang lebih suci supaya
dunia diresapi semangat Kristus dan mencapai suatu keadilan, cintakasih dan kedamaian (LG
36).

Tugas-tugas tersebut menunjukkan bahwa kita sebagai umat Allah dipanggil untuk ikut
terlibat dalam mengambil bagian tugas gerejani yaitu kegiatan-kegiatan yang sungguh mengarah
pada kehidupan Gereja itu sendiri.

1.4 Internet Sebagai Media untuk Mewartakan5

Bapa Paus Yohanes II melihat internet sebagai sebuah sarana baru bagi pewartaan injil,
internet menyediakan peluang-peluang yang bagus dalam pewartaan injil, asalkan dilandasi
dengan kompetensi dan kesadaran yang jelas akan kekuatan dan kelemahannya. Peluang itu itu
pertama-tama adalah peluang untuk menyimpan dan menyediakan informasi berkaitan dengan
hal-hal iman dan mendukung serta mengantarkan orang bagi perjumpaan dengan Kristus dalam
jemaat.

Bapa Suci Benedictus XVI juga menekankan dampak positif dari penggunaan medel
komunikasi baru tersebut dalam pewartaan Injil. Baliau berpendapat bahwa komunikasi digital,
sebagai suatu bidang pastoral yang peka dan penting dalam memberikan kemungkinan baru bagi
para imam, dalam menunaikan pelayanan kegembalaannya demi dan untuk sabda. Bapa Suci
juga mengajak agar para imam dapat mewartakan Injil dengan menggunakan generasi teknologi
5
Dalam Jurnal Filsafat dan Teologi, Volume 25, Nomor 01, April 2016, 64-66.
audiovisual yang paling mutakir demi dialog evangelisasi dan katekese. Dengan demikian para
imam dapat menjawab kebutuhan orang-orang muda yang hidup di dunia baru itu. Gereja harus
berani turun ke dalam dunia digital dan menggunakan bahasa mereka, sebagaimana Yesus turun
ke Sumur Yakub dan menjumpai perempuan Samaria.

Bapa Suci Benedictus XVI juga menekankan pentingnya bersaksi melalui dunia maya,
yang tidak hanya berarti memasukkan nilai religius ke dunia itu, tetapi sekaligus menjadi setia
akan nilai-nilai Injil di sana. Bapa Suci Benedictus XVI menegaskan:

“Lantas, cara hadir yang khas Kristiani di dunia digital adalah bentuk komunikasi yang jujur dan terbuka,
bertanggung jawab dan hormat akan orang lain. Memaklumkan Injil melalui media baru berarti tidak
sekedar memasukkan isi religius secara terbuka ke dalamm berbagai media, tetapi menjadi saksi setia di
dunia digital itu sendiri dan cara seseorang mengkomunikasikan pilihan-pilihan, apa yang utama, serta
keputusan-keputusan yang sepenuhnya selaras dengan Injil bahkan ketika hal itu terungkap secara khusus.”

Pesan Bapa Suci tersebut mau menegaskan bentuk komunikasi yang jujur, terbuka,
bertanggung jawab dan hormat akan yang lain, karena komunikasi di dunia digital dapat dengan
mudah tampil dengan wajah yang kasar. Maka salah satu kesaksian adalah menampilkan sikap
jujur dalam komunikasi itu sendiri. Komunikasi kristiani dalam dunia digital dapat berupa
keikutsertaan dalam situs-situs ataupun jejaring yang bertujuan mengembangkan kemanusiaan
demi tercapai kesejahteraan umu (bonum commune).

1.5 Kesimpulan

Gereja memiliki tugas dalam mewartakan kerajaan Allah, tidak hanya melalui pengajaran
“temu muka” antar umat beragama tetapi juga melalui dunia maya. Dunia maya menjadi dunia
baru bagi Gereja dalam mewartakan Injil. Karena itu, setiap umat kristiani tidak hanya para
religius, Hirarki, sebagaimana disatukan dalam baptisan, memiliki kewajiban untuk mewartakan
Injil dalam dunia digital. Tentu melihat pula nilai kejujuran dan kesetian injil yang dipesankan
oleh Bapa Suci Benedictus XVI.

Barkaitan dengan itu, dalam situasi sekarang ini, dunia dihadapkan dengan pandemi
ganas yang membuat segala aktifitas terutama aktifitas gerejani menjadi berbeda. Misa dan
kegiatan-kegiatan rohani lainnya dilakukan tidak secara “tatap muka” melainkan secara online.
Jika ditanya apakah Gereja hadir dalam situasi umat sekarang ini? Jelas Gereja hadir dalam
pewartaan melalu media komunikasi digital. Karena itu ditengah pandemi yang terjadi ini, umat
kristiani haruslah tetap menjalankan nilai-nilai kristiani dengan tetap terlibat aktif dalam setiap
perayaan liturgis secara online (live-streaming). Tidak hanya itu saja, umat kritiani pun tetap
mewartakan kerajaan Allah dalam dunia digital dengan jujur dan setia pada nilai kritiani.

Liturgi Gereja yang disesuaikan dengan situasi pandemi sekarang ini, mau menyatakan
bahwa liturgi tidak kaku melaikan mengikuti situasi kongkret manusia. Liturgi sama sekali tidak
kaku melainkan tanggap dan adaptif demi terjaminnya keselamatan umat manusia bak jasmani
maupun rohani. Dalam SC 37, disebutkan bahwa “dalam hal-hal yang tidak menyangkut iman
atau kesejahteraan segenap jemaat, Gereja dalam Liturgi pun tidak ingin mengharuskan suatu
keseragaman yang kaku. Sebaliknya Gereja memelihara dan memajukan kekayaan yang
menghiasi jiwa pelbagai suku dan bangsa. Apa saja dalam adat kebiasaan para bangsa, yang
tidak secara mutlak terikat pada takhayul atau ajaran sesat, oleh Gereja dipertimbangkan dengan
murah hati, dan bila mungkin dipeliharanya dengan hakekat semangat Liturgi yang sejati dan
asli.” Hal ini menunjukkan bahwa liturgi Gereja mampu beradaptasi dan tidak melulu kaku
terhadap situasi yang mendesak terjadi.

Kedua mau menyatakan bahwa liturgi terbuka untuk memeluk kemajuan teknologi
seperti yang digagas oleh dokumen Konsili Vatikan II dan pesan Bapa Suci Yohanes Paulus II
dan Benedictus XVII tentang Gereja dalam dunia digital. Ketiga dampak pandemi ini juga
membuat liturgis lebih dihidupi dalam keluarga.

Anda mungkin juga menyukai