PEMBAHASAN
Pengantar
Dari satu kuasa untuk anekaragam pelayanan
Pengantar
Salah satu pertanyaan yang disampaikan oleh umat melalui email ke ruang hukum Gereja
Mirifica e news adalah tentang kepemimpinan Gereja. Apakah umat beriman kristiani awam
memiliki kuasa kepemimpinan dalam Gereja? Partisipasi kepemimpinan macam apa yang
dimiliki oleh umat beriman kristiani awam?
Kitab Hukum Kanonik 1983 dibawah judul De potestate regiminis (kuasa kepemimpinan)
menjelaskan secara rinci tentang kepemimpinan Gereja (bdk. kann. 129-144). Kepemimpinan
Gereja mengacu pada kuasa ilahi yang diperoleh seseorang beriman melalui penerimaan
sakramen tahbisan. Oleh karena melalui tahbisan itu ada kuasa yang dalam kodeks disebut
dengan potestas sacra (bdk. LG, 10b; 18a). Dalam kodeks lama KHK 1917 disebut dengan
potestas ordinis yang memiliki gradasi atau hirarki atas dasar tahbisan (bdk. kan. 108, §1, KHK
1917). Dari penerimaan tahbisan seseorang menerima kuasa untuk memimpin hal itu dinyatakan
dalam kanon 1008, KHK 1983: “dengan sakramen tahbisan menurut ketetapan ilahi sejumlah
orang dari kaum beriman kristiani diangkat menjadi pelayan-pelayan suci, dengan ditandai
meterai yang tak terhapuskan, yakni dikuduskan dan ditugaskan untuk menggembalakan umat
Allah, dengan melaksanakan dalam pribadi Kristus Kepala, masing-masing menurut
tingkatannya, tugas-tugas mengajar, menguduskan dan memimpin”. Dibedakan dalam kodeks
lama potestas ordinis (kuasa tahbisan) dan potestas iurisdictionis (kuasa kewenangan). Potestas
ordinis diperoleh dengan penerimaan sakramen tahbisan yang menuntut adanya jabatan,
sedangkan potestas iurisdictionis diperoleh melalui pemberian kewenangan dari otoritas yang
lebih tinggi. Dalam kodeks yang baru KHK 1983, keduanya menjadi satu, seorang beriman
memiliki potestas iurisdictionis setelah menerima potestas ordinis melalui tahbisan suci.
Apa maksud dari kalimat ad normam iuris cooperari possunt? Kodeks memberikan aneka
kemungkinan bagi kaum awam untuk bekerjsama (kooperatif) dengan Imam dalam pelaksanaan
kuasa yurisdiksi yang dimilikinya. Kerjasama dalam bentuk ambilbagian dalam kuasa
kepemimpinan Gereja oleh kaum awam terwujud dalam tugas-tugas Gereja baik dalam eksekutif
maupun yudikatif level. Sebagai contoh kaum awam dapat menjadi notarius, atau defensor
vinculi dalam tribunal Gereja, atau menjadi anggota Dewan Keuangan Keuskupan/Paroki, atau
Dewan Pastoral Keuskupan/Paroki. Jadi baik Imam (clerus) maupun kaum awam (laicus) dapat
bekerjasama dalam pelaksanaan kuasa yurisdiksi oleh seorang berkat penetapan ilahi yang
diterimanya atau oleh kuasa yang didelegasikan. Kepemimpinan kaum awam dalam Gereja
didasarkan pada penerimaan sakramen baptis dan imamat umum yang diterimanya. Kuasa
memimpin awam dalam Gereja dimungkinkan sejauh pelaksanaan kuasa memimpin itu tidak
memerlukan kuasa tahbisan seturut norma hukum. Contoh, awam tidak bisa menjadi pastor
paroki karena untuk menjadi pastor paroki dibutuhkan kuasa kepemimpinan berdasarkan
tahbisan “potestas ordinaria” (bdk. kan. 521, §1, ).