Anda di halaman 1dari 20

Nama : Susanti Galingging

NIM : 2020.001.1553

Semester : VI A

Mata Kuliah : Eklesiologi

Dosen Pengampu : Pdt. Reni Tiar Linda Purba, M. Th

Resume Perkuliahan kelompok 4


Sakramen Baptisan Anak
Baptisan Anak tidak Alkitabiah. Oleh karena Alkitab sama sekali tidak membahas
tentang Baptisan Anak. Selain itu, anak-anak juga belum bisa mengaku dan memahami iman
kepada Kristus. Menurut Berkhof, orang yang di baptis menunjukkan Amanat Agung sebagai
jawaban mereka sebagaimana yang diungkapkan dalam Markus 16:15,16. Artinya, Baptisan
dilaksanakan setelah pemberitaan Injil. Kemudian berdasarkan istilah Baptis dan Baptizomai
yang menurut Gereja Baptis menunjuk kepada Baptis Selam, mengindikasikan penolakan
terhadap praktik Baptisan Anak.

Warga HKBP adalah yang sudah dibaptis dan hidup dalam ketaatan kepada Allah
Bapa, Anak dan Roh Kudus. Sakramen adalah salah satu indenfikasi gereja yang benar, dasar
penetapan kedua sakramen di HKBP adalah atas paham yang Injili dan Rasuli, artinya
diperintahkan langsung oleh Yesus Kristus. Sakramen berasal dari Bahasa Latin yaitu:
Sacramentum artinya Sumpah. istilah Sakramen digunakan untuk upacara keagamaan
Kristen, sumpah untuk tidak melakukan kejahatan.1

Sakramen merupakan perayaan kehadiran Yesus Kristus secara sakramen dalam


Gereja-Nya dan menjadi simpul kehidupan konkret manusia. Dalam pernyataan ini, sakramen
mempunyai tiga unsur, yakni: kehadiran Yesus Kristus dalam misteri penyelamatan manusia,
pengungkapan Iman Gereja dalam bentuk perayaan-perayaan, dan perjumpaan manusia
dengan Kristus dalam kehidupan nyata.2

Baptisan anak merupakan sakramen yang telah sering dilaksanakan oleh Gereja-
gereja Kristen disepanjang sejarah Kekristenan, namun ketepatan pelaksanaan sakramen ini
masih terus diperdebatkan oleh Orang-orang Kristen yang saleh dari berbagai denominasi.
1
Darwin Lumbantobing, HKBP DO HKBP: HKBP IS HKBP, (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2016), 91-92

2
Emmanuel Martasudjita, Liturgai: Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi (Yogyakrta: Kanisius, 2011),
201-204.
Perjanjian Baru secara eksplisit memerintahkan anak untuk dibaptis tetapi secara eksplisit
juga melarang Baptisan Anak. Baptisan Anak dapat menjadi alat anugerah bagi orangtua yang
membawa anaknya untuk dibaptiskan. Baptisan itu menguatkan iman pada janji-janji Tuhan,
mengerjakan dalam diri mereka jaminan bahwa anak-anak mempunyai hak untuk memiliki
perjanjian anugerah, dan menguatkan rasa tanggung jawab dalam diri para orangtua untuk
pendidikan Kristen bagi anak-anak mereka. Baptisan anak adalah Sakramen Baptisan yang
seharusnya dilaksanakan pada anggota gereja yang dimana gereja merupakan kumpulan
orang-orang percaya.3 Iman bukan hasil berpikir seseorang, iman adalah pemberian Allah,
sehingga Allah dapat berkomunikasi dan berbicara kepada anak-anak atau bayi. Menurut para
Reformator pada dasarnya Baptisan harus dilakukan menggunakan air dan dilakukan dalam
nama Allah Tritunggal. Baptisan pada dasarnya adalah makna penerimaan ke dalam Gereja.
Calvin dalam pemahamannya memandang Baptisan sebagai bentuk penyertaan Allah kepada
manusia terhadap berbagai hal-hal yang jahat di dunia ini.4
Jika kita hendak melihat Baptisan melalui suduh pandangan Gereja Lutheran, maka
harus ada penjabaran pemahaman Baptisan tersebut. Pandangan lainnya yang ditunjukan oleh
Martin Luther bahwa sebenarnya Baptisan tersebut adalah Perintah Tuhan. Luther meyakini
bahwa Allah telah memerintahkan manusia untuk menerima Baptisan. Baptisan menurut
Martin Luther merupakan hal yang penting, baik di dalam peribadahan maupun pemahaman
iman Kristen. Orang tua yang membawa anak-anak mereka untuk melakukan Baptisan
sebagai sebuah permohonan kepada Tuhan agar anak yang dibawa diberikan iman dan
pemahaman iman yang kuat.
Baptisan anak yang dipahami oleh gereja HKBP sama seperti Sunat yang dilakukan
sejak usia dini. Akan tetapi Sunat diganti dengan penggenapan Kristus sebagai keselamatan.
Selain itu pandangan lain yang ditawarkan HKBP mengenai Baptisan adalah sebagai hak
prerogatif Allah. Pemahaman tersebut menunjukkan bahwa Allah berhak untuk memberikan
anugerah-Nya kepada siapa pun termasuk kepada anak-anak.5

Baptisan Kudus melambangkan masuknya kita ke dalam perjanjian dan


keselamatan Tuhan. Melalui baptisan, anak-anak memperoleh karunia penebusan dan
keselamatan sebagai anak Allah serta dibebaskan dari pengaruh dosa. Baptisan Anak adalah

3
R. C. Sporul, Kebenaran-Kebenaran Dasar Iman Kristen (Malang: Seminari Alkitab Asia Tenggara, 2011),
299.
4
Martin Luther, Katekismus besar Martin Luther Terjemahan Anwar Tjen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015),
20.
56.
Darwin Lumbantobing, Isu-isu teologi hangat dan terkini di Huria Kristen Batak Protestan
(Pematangsiantar; Lembaga Studi Agama dan Pembangunan, 2013), 53.
bukti dari penyertaan Roh Kudus kepada manusia, termasuk kepada anak-anak. Orang tua
yang membawa anak-anak mereka untuk melakukan baptisan merupakan bentuk permohonan
kepada Tuhan agar anak yang dibawa diberikan iman dan pemahaman iman yang kuat.
Sebagai orang tua yang telah mengucapkan janji untuk mengajarkan anak mereka masuk
kedalam perkumpulan yang dibentuk di dalam gereja tidak boleh melarang anak-anaknya
untuk beribadah karena orang tua mempunyai tanggung jawab untuk membawa anak-
anaknya ke dalam Kerajaan Sorga. Dikalangan gereja tertentu, terutama gereja berlatar
belakang Batak seperti gereja HKBP, dikenal adanya pelayanan yang disebut tardidi na
hinipu – baptisan darurat. Tardidi na Hinipu adalah solusi yang diberikan para misionaris
dahulu untuk memperkecil masalah jika ada seorang anak yang meninggal, tetapi tidak
sempat dibaptis, padahal ia adalah dari keluarga Kristen.

Gereja HKBP memiliki 2 Sakramen, yaitu: Baptisan Kudus dan Perjamuan Kudus.
Kedua Sakramen ini merupakan perintah langsung dari Allah. Baptisan Kudus di dasarkan
pada Amanat Agung di Injil Matius 28:19-20 dan Perjamuan Kudus di 1 Korintus 11:23-24.
Akan tetapi dalam Paper ini kami membahas tentang Baptisan Anak. Baptisan ini dilayankan
pada usia dini atau bayi. Hal ini menjadi tanda bahwa sang anak sudah masuk ke dalam
Kerajaan Allah dan resmi menjadi anggota jemaat HKBP.

Resume Perkuliahan kelompok 5


Tata Gereja
Gereja adalah persekutuan orang-orang yang dipilih, dipanggil dan ditempatkan didunia
ini untuk melayani Allah dan juga melayani manusia. Gereja juga disebut sebagai
persekutuan orang-orang yang percaya kepada Yesus Kristus yang dipanggil dan dikuduskan
Allah dengan Roh Kudus. Suatu gereja tidak boleh terlepas dari sebuah tata gereja. Setiap
gereja tentunya mempunyai tata gereja tersendiri, yang berbeda dengan gereja lain. Jika suatu
gereja tidak menaati tata gerejanya maka gereja tersebut tidak mempunyai aturan yang tetap,
yang dapat berubah-ubah setiap waktu tata gereja adalah suatu aturan yang disusun untuk
menjelaskan, menata atau mengatur kehidupan gereja, sehingga sangat diperlukan suatu
gereja memiliki tata gereja sendiri.
Pada abad ke-3, gereja hidup sebagai persekutuan yang banyak dimusuhi dan disiksa
terutama masa pemerintahan Kaisar Diocletianus dan juga para penggantinya (303-311),
bahkan membuat gereja tidak mampu menahan siksaan yang datang. Hingga pada tahun 312
ada perubahan situasi yang terjadi, Kaisar Constantinus yang pada saat itu telah bertobat dan
menjadi Kristen merampas kekuasaan di sebelah Barat wilayah Lucianus dan kekuasaan di
sebelah Timur dari kerajaan Romawi. Dan pada tahun 313 dikeluarkan keputusan “Milan”
yang memberikan kebebasan penuh kepada gereja. Setelah keputusan ini, muncul peraturan-
peraturan yang lain muncul seperti menerima warisan, bantuan untuk mendirikan gedung-
gedung ibadah dan peraturan lainnya yang menguntungkan gereja. Pada tahun 324,
keuntungan gereja semakin besar ketika Constantinus mengalahkan Lucianus dan memegang
kendali pemerintahan sendirian. Hingga diresmikannya gereja sebagai gereja-negara pad
tahun 380 oleh Kaisar Teodosius. Setelah peresmian itu, gereja mulai menata dirinya secara
perlahan dengan menyusun suatu “hukum kanonik” yang mengatur semua badan gereja.

. Pengaturan dan penyusunan gereja tidak dapat diserahkan kepada siapapun dan pada
kuasa apapun karena gereja itu adalah suatu bentuk pengakuan, dan hukum gereja itu harus
didasari dengan teologis. Sejak seabad yang lalu, hukum gereja itu memperoleh tempat dalam
pengajaran akademis, karena dalam universitas-universitas, hukum gereja diakui sebagai
mata kuliah gerejawi.6 Gereja sering dibedakan antara gereja yang kelihatan dan gereja yang
tidak kelihatan. Namun bukan menjadi 2 gereja tetapi dia segi dalam satu gereja, segi luarnya
yang kelihatan dan segi dalamnya yang tidak kelihatan. Hukum gereja sendiri berhubungan
dengan geraja yang kelihatan. Gereja tidak hanya dinilai berdasarkan peraturan-peraturan dan
hukum-hukum yang berlaku dalam lembaga kemasyarakatan. Gereja adalah Sui generis
artinya tidak sama dengan organisasi-organisasi lain, dan juga gereja itu adalah Sui iuris
artinya ia mempunyai hukumnya sendiri.

Karena gereja adalah suatu persekutuan Iman sehingga peraturan-peraturan yang tidak
boleh disamakan dengan undang-undang negara dan tidak boleh diberlakukan secara yuridis.
Peraturan gereja memang tidak berbeda dengan peraturan-peraturan lain tetapi peraturan
gereja yang menjadi dasar ketaatannya adalah kasih bukan kekerasan, kebebasan bukan
paksaan.

Hukum gereja terbagi menurut denominasi-denominasi yaitu:

1. Hukum gereja Katolik Roma

2. Hukum gereja Lutheran

3. Hukum gereja Hervormd Belanda

4. Hukum Gereja Gereformeerd.7

6
J. L. Ch. Abineno, Garis-garis besar Hukum Gereja (Jakarta : Gunung Mulia, 2015), 11-20.
7
Ibid., 1-9.
Peraturan-peraturan gereja penting dan kita butuhkan, tetapi bukan sebagai peraturan-
peraturan "an sich". Peraturan-peraturan itu tidak mempunyai maksud atau tujuan dalam
dirinya sendiri. Peraturan-peraturan itu adalah "alat" atau "wahana" yang Kristus gunakan
dalam pelayanan gereja-Nya. Fungsinya ialah menjaga, supaya pelayanan ini, seperti yang
telah kita katakan berlangsung dengan baik dan teratur. Peraturan-peraturan gereja
mempunyai sifat yang lain. Peraturan-peraturan itu memang perlu, tetapi seperti yang kita
katakan di atas fungsinya hanya sebagai alat atau wahana Kristus. Atau lebih tegas: sebagai
alat dan wahana Roh Kudus. Dan Roh Kudus tidak bisa kita ikatkan pada peraturan-
peraturan kita. Ia bebas. Karena itu peraturan-peraturan gereja kita tidak boleh terlampau
panjang dan kompleks.8

Fungsi tata gereja dalam gereja ialah menciptakan suasana sopan dan teratur dan
menetapkan peraturan-peraturan yang harus diikuti untuk mewujudkannya. Gereja tidak
dapat mengabaikan peraturan-peraturan seperti itu. Sebab gereja berada di dunia, diantara
waktu Kenaikan dan kedatangan kembali Tuhan Yesus. gereja itu adalah gereja orang-orang
berdosa yang walaupun sudah dibenarkan tetapi senantiasa perlu diingatkan atau ditegur oleh
Tuhannya untuk mempertahankan atau kembali pada tatanan yang benar. Tata gereja sekali-
kali tidak boleh dijadikan untuk tujuan tersendiri, gereja sendiri tidak boleh dijadikan tujuan
tersendiri, demikian juga segala sesuatu yang terkait dengannya. Tata gereja merupakan
sarana yang dipakai Kristus dalam memerintah gerejaNya. Fungsinya ialah, membuka jalan
dan menyediakan tempat bagi pemerintahan Tuhannya dan menyingkirkan segala sesuatu
yang menghalanginya. Tata gereja menjadi penghalang bilamana dalam pola dan fungsinya
dia menjadi undang-undang gereja yang sifatnya sama dengan undang-undang Negara.

Dalam perjalanan sejarahnya, HKBP telah menggunakan 11 Tata Gereja, yaitu


Tata Gereja tahun 1868, 1881, 1906/1907, 1930, 1940, 1950, 1962, 1972, 1982, 1994, dan
2002. Semua tata gereja itu menggambarkan penataan structural dan pemahaman teologis
yang pernah dan masih berlaku di HKBP. Setiap tata gereja tersebut memiliki kekhususan
tersendiri sesuai dengan konteks kehidupan jemaat pada masa itu. Karena sebuah revisi atas
suatu tata gereja di HKBP dilakukan sebagai upaya untuk mencari solusi atau jalan keluar
atas masalah tertentu yang terjadi dalam konteks kehidupan bergereja pada zamannya.
Selama masa pelayanan RMG di tanah Batak terdapat empat tata gereja ini disusun, yakni
tahun 1868, 1881, 1906/1907, 1930. Keempat tata gereja ini disusun tidak mengikuti struktur
gereja di Jerman. Sejak tata gereja 1881 telah terwujud suatu struktur gereja yang tersusun
8
Ibid., 35.
seperti piramida/Kerucut. Model struktur demikian ini tetap mewarnai kehidupan gereja
HKBP sampai sekarang. Sejak tata gereja 1881 telah terwujud suatu struktur gereja yang
tersusun seperti piramida / kerucut, mulai dari jemaat setempat, resort, distrik sampai tingkat
teratas sinode am (para pekabar Injil).Model struktur yang baik ini tetap mewarnai kehidupan
gereja HKBP sampai sekarang. Tata gereja 1881 definisi sistem kepemimpinan dengan dua
unsur, sinodal dan episkopal. Kemudian tata gereja tahun 1930 menampilkan ciri presbiterial
yang bentuknya dipersiapkan dengan pemesanan majelis jemaat. Jadi sistem yang mewarnai
HKBP hingga memadukan unsur sinodal, episkopal dan presbiterial. 9 Kemudian tata gereja
2002, menanggulangi kerancuan hubungan antara ephorus dan sekjen dengan menciptakan
"satu tim" pimpinan (uluan) HKBP Dipimpin oleh Ephorus yang beranggotakan Sekjen,
kepala departemen koinonia, kepala departemen marturia, dan kepala departemen diakonia.
Uluan HKBP dibantu sebuah kelompok pimpinan yang disebut majelis pekerja sinode.
Tugasnya menentukan rencana dan anggaran tahunan.10
Pada Konfessi HKBP pasal 10 Kita mempercayai dan menyaksikan:
Gereja harus mempunyai tata gereja yang berdasarkan Firman Allah, karena tata
gereja itu adalah salah satu alat untuk mengatur, memberitakan ketenangan dan memelihara
gereja. Dan dengan tata gereja itulah gereja dibantu agar tetap berdiri diatas dasar yang satu
itu, yaitu Yesus Kristus. Tata gereja itu perlu diperbaharui sesuai dengan perubahan zaman (1
Kor. 3:11, 14:33; 1 Ptr. 2:4-6). Dengan ajaran ini kita menekankan perlunya memberlakukan
penggembalaan dan hukum siasat gereja. Kita menolak pandangan yang menyamakan tata
gereja dengan Firman Allah, demikian juga pandangan yang meniadakan perlunya tata
gereja.11
Pada awalnya tata gereja HKBP berperan untuk mengembalakan kehidupan warga
jemaat. Tata gereja tidak terpisahkan dengan kehidupan bergereja, seperti Ibadah Minggu,
pengajaran dan lainnya. Dalam hal ini gereja HKBP harus berjalan sesuai dengan aturan
yang sudah diaturkan. Ketika tata gereja tidak dipergunakan dengan baik, maka kenyamanan
gereja akan terganggu dan terjadi bentrok yang membuat perdebatan di dalam gereja tersebut.
Dalam tata gereja inilah diaturkan segala kehidupan bergereja yang perlu di lakukan setiap
gereja baik pelayan maupun jemaat gereja. Ketika aturan dan peraturan tidak dijalankan,

9
Jubil Raplan Hutauruk., Lahir Berakar dan Bertumbuh di dalam Kristus, (Pearaja: Kantor Pusat HKBP, 2011),
188.
10
Ibid., 189.
11
Panindangion Haporseaon The Confession Of Faith The HKBP Pengakuan Iman Konfessie HKBP Tahun 1951 &
1996, (Pematang Siantar: Kantor Pusat HKBP,2013),140-141.
warga gereja baik pelayan maupun jemaat akan mendapatkan siasat gereja yang sudah diatur
dalam Ruhut Paminsangion dohot parmahanion.

Resume Perkuliahan Kelompok 6

Gereja Dan Negara

Gereja dalam Bahasa Inggris adalah Church dan bentuk serumpunnya itu kirk yang
berasal dari Bahasa Yunani kuriakon, kuriakos. Marthin Luther berkata istilah kuriaken pada
mulanya di pakai untuk menyebut bangunan gereja dan itu diserap ke dalam Bahasa Jerman
melalui Bahasa Gotik. Istilah Gereja (church) dipakai oleh orang-orang Kristen Yunani untuk
menunjukkan hal-hal lainnya seperti tempat atau orang-orang yang menjadi milik Tuhan atau
secara singkatnya rumah Tuhan, yang didalamnya orang-orang percaya. Gereja juga disebut
ekklesia, kata kerjanya ekkaleo yang terdiri dari dua suku kata ek: keluar dan kaleo :
memanggil, berarti memanggil keluar dari kegelapan menuju terang-Nya yang Ajaib. Yesus
memanggil mereka dari berbagai tempat, serta mengumpulkan segenap umat manusia dengan
Roh dan Firman-Nya. Jemaat adalah tubuh Kristus, demikian juga semua anggota jemaat
adalah tubuh Kristus. Roh Kudus adalah wakil Kristus di dalam jemaat itu (Yoh. 14:16-26),
Kristus mengatakan bahwa Ia tidak akan meninggalkan kamu sebagai yatim piatu. Ia berjanji
akan mengutus seorang Penolong, yaitu Roh Suci. Di dalam Kristus terdapat kekudusan
karena Kristus sendiri kudus, dan setiap orang percaya harus mempunyai perilaku sehari-hari
yang kudus juga.12
Aristoteles (384-322 SM), salah seorang pemikir negara dan hukum zaman Yunani
misalnya, memberikan pengertian negara, yaitu suatu kesatuan masyarakat (persekutuan dari
pada keluarga atau pedesaan)yang bertujuan untuk mencapaai kebaikan yang tertinggi bagi
umat manusia. Sementara Marsilius (12280-1317), seorang pemikir negara dan hukum abad
pertengahan memandang negara sebagai suatu badan atau organisasi yang mempunyai dasar-
dasaar hidup dan mempunyai tujuan tertinggi, yaitu menyelenggarakan dan mempertahankan
perdamaian.13 Pertama Gereja memiliki hak untuk bekerja dan memerintah sendiri secara
bebas dari campur tangan negara, Kedua Gereja tidak memiliki kekuasaan politik apapun atas
tatanan duniawi, Gereja tidak memiliki yurisdiksi atas bidang politik, walaupun ia memiliki
kewenangan untuk mengajar dalam hal menyangkut penghormatan hak-hak asasi manusia
dan tatanan moral sosial di dalam dan luar Gereja, Ketiga negara tidak memiliki kekuasaan

12
Jonar T.H Situmorang, Eklesiologi, (Malang: PT Harapan Dunia, 2000), 12–24.
13
G.S. Diponado, Ilmu Negara, jilid 1, (Jakarta: Balai Pustaka, 1975), 23.
apapun atas tatanan spiritual dan religious, karena negara tidaklah berhak mengontrol
kegiatan Gereja berdasarkan pada kepentingan-kepentingan negara, Keempat Gereja
memiliki hak untuk menyampaikan penilaian moralnya, juga tentang hal-hal yang
menyangkut politik bila itu dituntut oleh hak-hak asasi manusia atau oleh keselamatan jiwa-
jiwa. Ia memiliki hak dan kewajiban untuk mengemukakan keprihatinannya atas kejahatan
dalam tatanan sosial, dan ia tidak boleh dituduh mencampuri bidang politik apabila ia
mencela pelanggaran-pelanggaran atas hukum moral dalam ranah politik.14

Hakikat Gereja menurut Luther adalah perefleksian penekanan atas Firman Allah. Firman
Allah berjalan terus untuk menaklukan dan kemanapun ia akan menaklukan dan mendapat
kesetiaan yang benar kepada Allah dan Gereja. Luther juga mengatakan bahwa Gereja yang
kelihatan dibentuk oleh pemberitaan Firman Allah. Lembaga Gereja ini merupakan alat
anugerah yang ditentukan secara ilahi. Luther memandang Negara sebagai sesuatu yang
berasal dari Allah. Konsekuensinya adalah bahwa seluruh dunia dan manusia harus tunduk
kepada Allah. Dengan demikian, maka kesetiaaan manusia kepada penguasa menjadi tanpa
syarat. Luther melihat kesetiaan warga Negara kepada pimpinannya sebagai hal yang rohani
dalam kerangka hubungan manusia dengan Allah. Negara tidak boleh merebut hak-hak Allah.
Allahlah yang memerintah jiwa-jiwa bukan Negara. Luther mempertegas bahwa tugas
tanggung jawab pemerintah atau penguasa adalah mempraktekkan keadilan, mengizinkan
kebebasan bagi setiap orang dalam melaksanakan kepercayaannya, membela Negara dari
semua musuh-musuhnya, dan memuliakan Tuhan.15

Tanda - tanda dari Gereja yang benar adalah :

a. Kalau Kabar Baik dikhotbahkan dan diajarkan dengan murni.

b. Kalau Sakramen yang dua itu dilayankan dengan benar (Mat.28:19, Mar.16:15-16).

c. Kalau Hukum Penggembalaan dan Siasat Gereja dijalankan dengan benar.

Dengan ajaran ini kita menekankan bahwa Allah menyatakan diri-Nya dan juga yang
melakukan pendamaian di dalam Yesus Kristus melalui Kabar Baik dan Sakramen yang dua
itu.16 Pemerintahan yang berwibawa datang dari Allah untuk mewujudkan keadilan,
melindungi, memelihara, melawan kejahatan dan menyediakan yang perlu bagi warga negara

14
Suseno Franz Magnis, Etika Politik Prinsip - Prinsip Moral Dasar Kenegaraan ,(Jakarta: Gramedia, 1999),
37-53.
15
Alister E. McGrath, Sejarah Pemikiran Reformasi , (Jakarta:BPK-Gunung Mulia, 2002), 249-250.
16
Panindangion Haporseaon The Confession Of Faith The HKBP Pengakuan Iman Konfessi Tahun 1951 &
1996, (Pematang Siantar: Kantor Pusat HKBP, 2013), 134-136
dan kehidupan umat. Yesus Kristuslah dasar dari gereja yang hidup di dunia ini, dan kita juga
menyaksikan bahwa Allah yang memberikan keselamatan di dalam Yesus Kristus. Kita
mengingat bahwa kita harus lebih taat kepada Allah daripada kepada manusia (Rom.13:1,
Kor. 3:11, Kis. 5:29, 1Pet. 2: 13-17, Wyh. 13).

Gereja dan Negara itu tidak berarti bahwa Gereja tidak memperhatikan kondisi –
kondisi politik atau mengasingkan diri dari hubungan dengan Negara. Untuk menjalin
hubungan Gereja dan Negara yang saling membutuhkan dan saling mendukung. Hubungan
Gereja dengan Negara itu tercakup dalam jawaban Yesus terhadap pertanyaan para ahli taurat,
apakah boleh membayar pajak kepada kaisar, dan jelas jawaban Yesus itu “Berikanlah
kepada kaisar apa yang menjadi hak kaisar, dan kepada Allah apa yang menjadi hak Allah”
(MaT. 22, 21). Jawaban Yesus dalam hal ini membantu kita sebagai rakyat dan juga umat
untuk memecahkan dilema kepatuhan artinya kita harus selalu taat kepada Allah, namun
ketaatan itu tidak berarti bahwa kita tidak perlu taat terhadap institusi Negara, karena institusi
negara itu juga adalah perwujudan oleh Allah sendiri. Allah menciptakan manusia sebagai
mahluk sosial, artinya sebagai mahluk yang saling membutuhkan dan oleh karena itu harus
mengatur hubungan sosialnya dengan baik melalui berbagai sistem dan lembaga dan itulah
yang dilakukan oleh negara.

Resume Perkuliahan Kelompok 7

Pemerintahan Gereja

Pada umumnya, manfaat dari sistem pemerintahan ini untuk memberikan pelayanan
yang maksimal bagi jemaat. Penerapan sistem pemerintahan pada setiap aliran dan
denominasi gereja berbeda-beda. Sistem yang harus dianut oleh setiap gereja adalah Yesus
adalah pemilik gereja, pemerintah gereja, dan Kepala gereja. Hanya Kristus yang mampu
memerintah gereja secara sempurna dan adil. Kebebasan pada tiap gereja untuk menata
sistem organisasinya harus sesuai dengan pola pemerintahan Kristus tentunya. Pemerintahan
gereja yang dikenal terdiri dari tiga macam tipe atau pola, yaitu episkopal (episcopal),
presbiterian (prebyterian) dan kongregasional (congregasional). Setiap gereja harus memilih
suatu pemerintahan gereja yang paling cocok bagi gereja tersebut.

Jika berbicara tentang sistem kepemimpinan di dalam sistem/ susunan episkopal,


perlu dipahami kata episkopal dalam bingkai episkopos. Kata episkopos merupakan produk
dunia gereja mula-mula di dalam Perjanjian Baru. Istilah Episkopos misalnya muncul dalam
Kisah Para Rasul 20:20, yang artinya gembala, penilik, dan pada akhirnya penilik ini yang
mendapat penekanan dalam pengertian Roma Katolik yang akhirnya menjadi Bishop. Bishop
dalam sistem episkopal ini mempunyai kuasa atas pendeta-pendeta dan diaken-diaken.
Jabatan episkopal mula-mula merupakan suatu majelis jabatan dari penilik jemaat dan
penatua (Kis. 20:17,28 dan Tit. 1:5,7) dan kemudian jabatan episkopos makin lama makin
menjadi satu-satunya pemimpin jemaat, sehingga jabatan uskup (bishop) berkembang
menjadi jabatan yang berkuasa. Pada abad-abad permulaan, sistem ini dipakai oleh Gereja
Roma Katolik dan di Inggris sistem ini digabungkan dengan sistem Erastian. Tugas para rasul
adalah memberitakan Injil ke daerah-daerah yang belum pernah mendengar Injil, mendirikan
Gereja, dan kemudian memilih dari antara jemaat Gereja itu orang-orang untuk mengatur
Gereja. Sebelum abad pertama masehi berakhir seluruh rasul-rasul itu sudah meninggal
semuanya.

Sistem atau susunan Presbiterial-Sinodal ini bukan saja dipikirkan secara praktis.
Teolog-teolog yang kemudian telah berusaha untuk menguraikannya juga secara sistematis.
Yang paling terkenal di antara teolog-teolog ini ialah Zepperus dan terutama Voetius. Tentang
sistem atau susunan gerejawi ini pendapat para ahli yang berbeda-beda. Ada ahli yang sangat
kritis menilainya, Tetapi ada juga para ahli yang menganggapnya sebagai sistem atau susunan
gereja yang paling baik, kalau dibandingkan dengan sistem-sistem atau susunan gerejawi
yang lain. Mereka mengakui, bahwa sesudah reformasi orang tidak lagi menciptakan sesuatu
yang sama-sekali baru di bidang organisasi Gereja. 17 Hal ini yang membedakan sistem atau
susunan Presbiterial-Sinodal dengan sistem-sistem atau susunan-susunan gerejawi yang lain.
Di situ bukan Jemaat setempat yang merupakan titik-tolak, tetapi gereja seluruhnya
(universal). Perlu kita ingat, bahwa Jemaat setempat adalah manifestasi dari gereja yang
Kudus dan Am, yang kita akui dalam Apostolicum. Dan sebagai Gereja dalam arti yang
sesungguhnya ia komplit, di situ berlangsung pemberitaan Firman dan pelayanan sakramen,
di situ berlangsung pelayanan pastoral dan disiplin, di situ berlangsung pelayanan diakonal
dan pelayanan-pelayanan yang lain. Di situ juga jabatan-jabatan berfungsi. Karena itu Jemaat
setempat tidak boleh dianggap sebagai “bagian” dari gereja seluruhnya, dan yang karena itu
tidak komplit atau lengkap. Hal itu tidak bertentangan dengan ide atau pikiran tentang
Presbiterial-Sinodal, atau dengan apa yang gereja-gereja Jerman sebut “Gemeindeprinzip”.18
Gereja mempunyai suatu kemandirian yang tertentu terhadap pemerintah, khususnya di
bidang tugas dan pelayanan pejabat-pejabat gerejawi. Pada waktu reformasi orang mau
memberikan kepada pemerintah tugas yang langsung dan sejalan dengan itu, berusaha untuk
17
J.L.Ch. Abineno, Garis-Garis Besar Hukum Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), 78.
18
Ibid., 80.
mewujudkan “gereja-rakyat” atau malahan "gereja-negara". Pada waktu sekarang di mana
terjadi atau sedang terjadi perpisahan antara gereja dan negara orang paling kurang
mengharapkan, supaya pemerintah menghormati sifat yang khusus dari gereja dan mengakui
hak-haknya. Tentang hubungan antara Jemaat setempat dan sidang-sidang yang lain seperti
klasis, sinode, dan lain-lain para ahli masih berbeda pendapat. Mereka semua secara prinsipal
tidak setuju dengan kongregasionalisme (independentisme), yang bertolak dari otonomi
kongregasi-kongregasi (kelompok orang-orang percaya setempat) dan sama sekali bebas dan
mandiri, baik terhadap kongregasi-kongregasi yang lain, maupun terhadap negara.19
Kongrerasional yang menekankan peran setiap anggota jemaat sehingga
menjadikan jemaat lokal pimpinan tertinggi dengan didasari dengan otonomi, bahwa jemaat
itu berdiri bebas dan mengatur dirinya sendiri. Dalam bentuk pemerintahan gereja
kongregasional ini, setiap jemaat mempunyai kebebasan untuk memilih mau atau tidak mau
menjadi anggota suatu asosiasi. Asosiasi dibentuk dan berfungsi berdasarkan beberapa
alasan: persekutuan, persatuan Pelayanan yaitu misi dan penginjilan. Pejabat-pejabat
kongregasi ialah: pendeta atau pastor (yang juga disebut “uskup”), diaken-diaken awam, yang
membantu dalam pelayanan sakramen-sakramen dan dalam pelayanan diakoni. Penatua-
penatua khusus di samping pendeta-pendeta (pengkhotbah-pengkhotbah). Pendeta-pendeta
dipilih secara bebas oleh anggota-anggota kongregasi dan ditahbis oleh pendeta-pendeta dari
kongregasi-kongregasi yang berdekatan. 20

Melalui keputusan yang diambil pada rapat jemaat sejak berdirinya HKBP (7 Oktober
1861) atau sejak adanya Tata Gereja HKBP (1881), HKBP tidak pernah menganut hanya
salah satu dari tradisi sistem kepimimpinan gereja tersebut secara utuh. Melalui perjalanan
Tata Gereja HKBP yang pernah diberlakukan di HKBP dapat diketahui sistem hierarki
struktural dan mekanisme pelayanan dan pengambilan keputusan di HKBP. Nuansa keempat
sistem kepemimpinan yang disebut di atas sama-sama dipakai dan diberlakukan. Namun, ada
yang paling dominan di antaranya, misalnya kepemimpinan sinodal dan episkopal. Model
Tata Gereja 1881 menggambarkan struktur HKBP seperti pira- mida, mengerucut, dan
monolitis, yang pembangunannya dimulai dari bawah - jemaat, resort, distrik dan teratas pada
tingkat sinode, tetapi dalam: kepemimpinannya dimulai dari atas, dari pusat ke distrik, resort
dan sampai ke jemaat. Dalam gambaran struktur Tata Gereja 1881 itu sudah kelihatan dengan
sistem episkopal dan sinodal. Jabatan episkopal tersebut berada di tangan seorang Ephorus.
Pada Tata Gereja 1982-1992 pembagian tugas Ephorus dan Sekretaris Jenderal lebih diperinci
19
Ibid., 82.
20
Ibid., 85-89.
lagi dengan menyebut setiap tugas Sekretaris Jenderal adalah "atas nama Ephorus" dan dalam
rangka “mangurupi Ephorus”. Keadaan itu turut mewarnai dan melatarbelakangi lahirnya
Aturan dan Peraturan tahun 2002, sehingga ditetapkan lima unsur pemimpin di HKBP:
Ephorus, Sekretaris Jenderal, Kepala Departemen Koinonia, Diakonia dan Marturia.21

Resume Perkuliahan Kelompok 8

Kehadiran Gereja Di Tengah Agama Lain

Gereja sebagai tubuh Kristus harus menjadi berkat bagi dunia. Firman Allah
menjelaskan bahwa kita harus menjadi terang dan garam dunia. Masyarakat atau jemaat
adalah satu al yang sangat berpengaru dalam suatu pelayanan Gereja. Dalam gereja sendiri,
sangat perlu dilakukan beberapa pelayanan dalam mensejaterakan masyarakat jemaatnya.
Baik bagi jemaat yang memiliki pergumulan maupun jemaat yang butu penghiburan gerejalah
yang memegang salah satu peranan penting dalam melayani masyarakat, terutama
masyarakat yang di desa, yang dimana mungkin pelayanan kurang memadai dan kurang
mereka dapatkan disana. Gereja yang hadir ditengah masyarakat itu memiliki peranan yang
penting terhadap lingkungan masyarakat dan sebagian besar boleh dikatakan bahwa gerejalah
yang memiliki tanggung jawab yang besar dalam masyarakat majemuk22. Salah satu dokumen
konsili itu adalah Nostra Aetate-deklarasi tentang Hubungan Gereja dengan Agama-Agama
Bukan Kristen. Dalam pernyataan itu dikatakan bahwa Gereja Roma Katolik "mengakui dan
menghormati keaslian pengalaman religius di luar wahyu kristiani". Berdasarkan sikap
teologis Konsili Vatikan II terhadap agama-agama yang bukan Kristen itu, Karl Rahner
mengatakan bahwa dalam agama-agama lain terdapat unsur praeparatio evangelica-persiapan
untuk Injil. Artinya, pada agama-agama lain sudah terdapat nilai-nilai injili.23
HKBP dalam Aturan dan Peraturannya telah mencanangkan pola untuk mencapai visi
HKBP, yaitu "Menjadi berkat bagi dunia" (Kej. 12:1-3), dalam upaya bersekutu, bersaksi, dan
melayani, agar menjadi gereja yang inklusif, dialogis, dan terbuka. Sikap inklusif itu harus
dipahami secara luas. Inklusif dapat diartikan sebagai keterbukaan dan kesediaan mendengar
dan didengar agama lain, bersedia memberi makna kepada orang lain dan sebaliknya mau
menerima makna dari penganut agama lain. Dengan sikap tersebut, gereja berusaha membuka
diri untuk berhubungan, hidup berdampingan, dan menjalin kerja sama dengan agama dan

21
Darwin Lumban Tobing, HKBP Do HKBP, HKBP Is HKBP (Jakarta : BPK. Gunung Mulia, 2017), 191-194.
22
Darwin Lumban Tobing, Reposisi Pekabaran Injil, (BPK: Gunung Mulia Jakarta: 2019), 157
23
Ibid., 160.
penganut agama lain. Tentunya, tanpa harus mengabaikan kebenaran-kebenaran kristiani
yang dihayati dan diberlakukan di dalam gereja.24
Gereja menyadari bahwa ia tidak bereksistensi sendiri di dunia ini. Itulah
sebabnya Gereja membuka diri untuk mau berdialog dengan agama lain. Gereja sungguh
mengakui juga kebenaran-kebanaran yang ada dalam agama lain, yang atas salah satu cara
menghantar umat manusia untuk menemukan Allah. Gereja juga menghargai umat Islam,
yang menyembah Allah satu-satunya, yang hidup dan berdaulat, penuh belaskasihan dan
mahakuasa, Pencipta langit dan bumi, respon gereja juga saling menghargai, memberi ruang
bagi agama lain dalam melakukan kegiatan keagamaan mereka, saling menjaga ketertiban
jika ada kegiatan besar keagamaan. Dalam praktik dan respon agama non kristen (islam) pada
penelitian yang sudah kelompok paparkan diatas dapat kita ketahui bahwa baik agama
Kristen dan non kristen (islam) menyadari akan pentingnya memutuskan keputusan bersama
dan mengambil hasil putusan yang dapat diterima oleh setiap orang dengan baik. Indonesia
adalah negara yang mendapatkan kemerdekaannya bukan sebagai hadiah dari para
penjajahnya. Sebagai umat Kristen yang mengimani peran serta Allah di dalam hidup, artinya
kita juga mengimani bahwa Allah berperan dalam kemerdekaan Indonesia sehingga
terwujudlah sebuah negara yang sejak masa penjajahan sudah memiliki kemajemukan.
Bahkan, kemajemukan itu juga telah menjadi pusat perhatian sejak awal perumusan dasar
negara. Indonesia kuat dan merdeka karena kemajemukannya. Oleh sebab itu, penolakan
terhadap kemajemukan adalah ancaman terhadap keutuhan bangsa, artinya Indonesia akan
ikut hancur seiring kehancuran kemajemukan Indonesia. Apabila hal ini terjadi berarti umat
Kristen pun tidak ikut terlibat dalam karya misi Allah bagi Indonesia.
Resume Perkuliahan Kelompok 9
Siasat Gereja Menurut Calvin Dan HKBP
Gereja merupakan persekutuan orang-orang yang percaya kepada Yesus Kristus.
Gereja juga mempunyai panggilan untuk melayani dan bersaksi. 25 Inilah tugas Gereja, yaitu
diutus ke dunia untuk memberitakan, mewujudkan, dan merealisasikan Kerajaan Allah di
dunia (Yoh. 15:36). Gereja adalah persekutuan orang-orang yang telah diselamatkan di dalam
Yesus telah dibenarkan kendati tetap merupakan manusia berdosa, yang kesemuanya
disambut dan diterima manusia melalui iman. Gereja adalah tempat yang bisa ditemukan
dimana saja, asalkan di sana Firman atau injil yang murni diberitakan dan sakramen yang
murni dilayankan (Baptisan dan Perjamuan Kudus). Tanda gereja yang benar adalah jika

24
Ibid., 171-172
25
G.C. van Niftrik dan B. J. Boland, Dogmatika Masa Kini (Jakarta: Gunung Mulia, 2015), 360.
Firman Tuhan diberitakan, jika dilaksanakan kedua sakramen dan dilaksanakan hukum siasat
gereja.
Calvinisme adalah sebuah sistem studi teologi dan pendekatan kepada kehidupan
Kristen yang menekankan kedaulatan pemerintah Allah atas segala sesuatu, dengan melalui
perantaraan tertentu. Dari segi kuantitas, aliran Calvinis ini memiliki penganut terbesar di
antara gereja-gereja Indonesia. Paling tidak hal ini dapat dilihat dari jumlah gereja anggota
PGI. Di antara 68 gereja anggota PGI (sampai dengan 1993), sekurang-kurangnya separuh
dari mereka mengaku sebagai Calvinis. Beberapa di antaranya yang dapat dicatat di sini
ialah: GPM, GMIM, GMIT, GPIB, GBKP, GKI (Jabar, Jateng, Jatim), GKP, GKJ, GKJW,
GKPB, GKS, GMIST, GKST, Gereja Toraja, GTM, GKSS, GEPSULTRA, GMIH.26

Para penatua (di Jenewa) adalah orang-orang yang ditunjuk pemerintah kota untuk
bersama pendeta mengawasi kehidupan gereja. Kepada para diaken atau syamas
dipercayakan tugas mengurusi orang-orang sakit, miskin, berkema langan dan sebagainya.
Untuk itu mereka harus mengumpulkan dan mengatur keuangan dan perbendaharaan jemaat
serta menyalurkan uang bantuan kepada mereka yang membutuhkannya, dan juga bekerja
sama dengan para petugas rumah sakit.27 Peraturan yang disusun Calvin justru mengarahkan
gereja itu menjadi gereja-pendeta, dan itu membuat pemerintah kota Jenewa kuatir kalau-
kalau gereja (dalam hal ini jemaat Jenewa) menjadi semacam negara di dalam negara. Itulah
sebabnya pemerintah kota Jenewa berupaya agar wewenang pendeta dibatasi dan agar
pemerintah (melalui para penatua yang duduk di dalam majelis jemaat) ikut dilibatkan dalam
pemilihan dan pengujian calon-calon pendeta. Tetapi Calvin tidak menerima tuntutan itu dan
mempertahankan hak gereja untuk sendiri menetapkan pelayan-pelayannya, sejalan dengan
hak gereja untuk menegakkan disiplin di lingkungannya.28

Salah satu bentuk dan saran penegakan disiplin di lingkungan GKR adalah sakramen
pengakuan dosa. Luther menghargai segi-segi yang baik dari sakramen ini dan cenderung
mempertahankannya, kendati tidak menyebutnya sebagai sakramen. Calvin menghargai segi-
segi yang baik itu, namun tidak menerima segi sakramental upacara pengakuan dosa ini
maupun tatacara pelaksanaannya yang bersifat pribadi (seorang imam berhadapan dengan
seorang pendosa); ia menempatkannya sebagai urusan dan tanggung jawab seluruh jemaat. 29
Bila seseorang memisahkan diri dari gereja yang ada karena menganggap gereja itu kurang

26
Jan S Aritonang, Berbagai Aliran Di Dalam Dan Di Sekitar Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2018), 12–14.
27
Jonge, Apa Itu Calvinisme, 98–100.
28
Aritonang, Berbagai Aliran Di Dalam Dan Di Sekitar Gereja, 81–84.
29
Ibid., 85.
suci (seperti yang dilakukan kaum Anabaptis), itu berarti bahwa ia memisahkan diri dari
pengampunan dosa yang dikaruniakan Allah pada gereja- Nya melalui pemberitaan Injil
maupun pelayanan sakramen. Sebab, hanya kepada gereja dan pelayan-pelayannya sajalah
Allah memberi kuasa kunci untuk mengampuni.30 Lebih lanjut Calvin menetapkan tiga jenis
atau tingkat tindakan, sesuai dengan jenis dan tingkat dosa atau kesalahan: (1) teguran oleh
majelis jemaat: (2) larangan mengikuti Perjamuan Kudus; dan (3) pengucilan dari jemaat,
yang dilakukan atau diumumkan di depan seluruh jemaat pada kebaktian umum.31

Pembenaran orang berdosa (justificatio) oleh Allah harus dijawab dengan kehidupan
yang penuh ketaatan pada kehendak Allah, sebagai ungkapan syukur atas kasih karunia-Nya.
Jadi disiplin gereja harus dipahami sebagai upaya memelihara pengudusan di dalam gereja,
dan sebagai alat untuk mendorong warga gereja agar hidup dengan mengandalkan
pembenaran Allah, seraya membantu mereka yang terancam tersesat agar kembali ke
jalan yang benar.32 Di atas telah dicatat bahwa gereja bagi Calvin adalah persekutuan orang-
orang beriman yang berpusat pada pemberitaan Firman dan pelayanan sakramen. Jadi pada
hakikatnya jemaat adalah persekutuan Perjamuan Kudus. Sehubungan dengan keyakinan
dasarnya bahwa segala sesuatu harus dilakukan untuk kemuliaan Allah, maka Perjamuan
Kudus juga harus dijaga ketat agar tidak diikuti oleh orang-orang yang mencemarkan nama
Allah lewat perilaku mereka yang tidak pantas ataupun lewat ajaran sesat yang mereka anut.
Bagi Calvin tidak ada hierarki jabatan gerejawi. Dan bukan hanya klerus yang boleh
menjabat jabatan gerejawi tetapi juga warga jemaat demi mewujudkan imamat am orang-
orang percaya. Semua jabatan gerejawi itu sama, tidak ada yang lebih tinggi dan tidak ada
yang lebih rendah. Mereka adalah satu tim kerja, secara bersama-sama memimpin jemaat.
Kepemimpinan mereka merupakan kepemimpinan kolektif-kolegial. Segala sesuatu harus
dimusyawarahkan lebih dahulu dan keputusan yang diambil adalah keputusan bersama. Para
pejabat gereja itu harus bertanggung jawab kepada Allah dan bukan kepada jemaat. Hal itu
berarti bahwa tidak seorang pun pemangku jabatan gerejawi itu yang boleh berkata, kehendak
jemaat begini atau begitu, melainkan harus benar-benar berupaya mencari tahu kehendak
Yesus Kristus sang Kepala Gereja, lalu memberlakukannya. Bentuk pemerintahan di dalam
gereja bukan demokrasi melainkan Kristokrasi. Kristuslah yang memerintah, dan segala
kemuliaan hanya bagi Dia.

Resume Perkuliahan Kelompok 10


30
Ibid., 86–87.
31
Jonge, Apa Itu Calvinisme, 145–164.
32
Aritonang, Berbagai Aliran Di Dalam Dan Di Sekitar Gereja, 88–89.
HKBP Dahulu Dan Sekarang

Misionaris yang pertama sekali datang ke tanah Batak tahun 1824, yaitu Rev. Richard
Burton dan Rev. Nathanael Ward, diutus oleh Gereja Baptis, London, Inggris. Rev. Ward
sudah sempat berkhotbah di pasar Tarutung Konon, kedatangan kedua penginjil ini ditolak
dan diusir dari Tarutung setelah mendengar khotbah perdana yang disampaikan, yang
didasarkan pada Injil Yohanes 1:19-28. Isi khotbah itu sebenarnya untuk memperkenalkan
Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat kepada orang Batak. Namun, isi khotbah itu
dipahami lain. Ketika salah satu ayat dari teks yang dibacakan, yaitu teks bahasa Inggris dan
diterjemahkan ke dalam bahasa Batak, yang mengatakan "akan ada datang kemudian di
belakangku" (na ro do muse di pudingku). Maksudnya adalah Yesus, tetapi para pendengar
memahami kono- tasi lain. Hal itu dipahami sebagai isyarat bahwa kedua misionaris itu
adalah mata-mata, sebagai perintis pendahuluan, untuk kedatangan penjajah Belanda
kemudian. Ketika itu, penjajahan Belanda belum sampai ke tanah Batak, tetapi berita tentang
kedatangan mereka telah mulai tersiar di tanah Batak Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat
kepada orang Batak. Namun, ist khotbah itu dipahami lain. Ketika salah satu ayat dari teks
yang dibacakan yaitu teks bahasa Inggris dan diterjemahkan ke dalam bahasa Batak, yang
mengatakan "akan ada datang kemudian di belakangku" (na ro do mused pudingku).
Maksudnya adalah Yesus, tetapi para pendengar memahami kono tasi lain. Hal itu dipahami
sebagai isyarat bahwa kedua misionaris itu adalah mata-mata, sebagai perintis pendahuluan,
untuk kedatangan penjajah Belanda kemudian. Ketika itu, penjajahan Belanda belum sampai
ke tanah Batak, tetapi berita tentang kedatangan mereka telah mulai tersiar di tanah Batak.

Kegagalan Burton dan Ward tidak menghentikan rencana Tuhan untuk


menyelamatkan orang Batak. Setelah kedua misionaris dari London, Inggris, itu gagal, Tuhan
mengutus dua orang misionaris dari benua lain, dari Amerika yaitu Rev. Samuel Munson
(1804-28 Juni 1834) dan Rev. Henry Lyman (23 November 1809-28 Juni 1834), yang diutus
oleh badan zending Boston pada tahun 1834. Sayangnya, kedatangan kedua penginjil ini
dihadang di Lobupining. Mereka dibunuh dan konon juga tubuhnya sebagian dimakan oleh
pasukan Raja Panggalamet Lumbantobing. Peristiwa itu dapat dilihat dari berbagai sudut
pandang. Akan tetapi, konteks peristiwa itu hendaknya tidak dilupakan. Beberapa tahun
sebelumnya telah terjadi perang Bonjol yang memerangi orang Batak, yang dipimpin oleh
Tuanku Rao (1825-1829). Ketika Munson dan Lyman datang, yang didahului oleh seorang
kurir dan pengangkut barang, bernama Jan, yang kurang fasih berbahasa Batak. timbullah
kecurigaan bahwa mereka adalah mata-mata pasukan Tuanku Rao. Konon kurir itu dapat pula
lolos dan melarikan diri, tinggallah Samuel Munson dan Henry Lyman, yang belum tahu-
menahu tentang medan dan situasi setempat. Sekalipun alasan itu tidak dapat dibenarkan,
akhirnya kenyataan juga yang datang. Mereka berdua, Samuel Munson dan Henry Lyman,
mati terbunuh di Lobupining, 28 Juni 1834, dengan sangat mengenaskan.

Sejarah datangnya Injil ke tanah Batak memang sangat panjang. Para


misionaris yang datang adalah dari lintas benua, dari London-Inggris Boston-Amerika,
Amesterdam-Belanda, dan Nortstrand-Jerman, dengan berbagai liku-likunya, dengan
berbagai pengalaman yang ada di dalamnya. Ada yang gagal, ada yang mati martir, namun
akhirnya Injil Kristus berakar bertumbuh, dan berkembang di tanah Batak. Melihat proses
dan perjalanan sejarah bertumbuhnya Injil di tanah Batak tersebut satu hal yang dapat
dipastikan: Orang Batak tidak secara kebetulan menjadi Kristen. Tuhan dengan bersengaja
dan sangat berupaya agar orang Batak menjadi pengikut Kristus.

Kegagalan demi kegagalan yang dialami para misionaris tidak menjadi alasan untuk
menghentikan pekabaran Injil ke tanah Batak. Penolakan terhadap misionaris, bahkan
pembunuhan dua orang misionaris, juga tidak menjadi alasan untuk tidak lagi mengutus
misionaris ke tanah Batak. Orang Batak sepertinya telah diproyeksikan untuk menjadi
Kristen, yang hidup di antara berbagai suku dan berbagai agama, bahkan untuk berdampingan
de- ngan agama mayoritas, Islam, di Indonesia. Namun, pertanyaannya sekarang adalah: Apa
arti dan makna kehadiran Kekristenan orang Batak di Indonesia? Apa artinya orang Kristen
Batak, yang secara representatif dapat dilihat dalam tubuh HKBP, di tengah-tengah bangsa,
negara, dan masyarakat Indonesia? Tentu ada maksud Tuhan, mengapa orang Batak harus
menjadi Kristen. Tentu ada tugas dan panggilan dari Tuhan kepada setiap orang Kristen Batak
termasuk kepada HKBP di dalam konteks kehidupan bergereja, berbangsa, dan
bermasyarakat di Indonesia. Semua itu merupakan pertanyaan yang harus dijawab oleh orang
Kristen Batak, termasuk oleh HKBP sebagai gereja terbesar yang berlatar belakang etnis
Batak.

Kini HKBP telah berusia 155 tahun-lahir 7 Oktober 1861. Namun harus diakui, dari
tahun ke tahun, dari periode kepemimpinan ke periode kepemimpinan, HKBP kurang
memberikan perhatian, bahkan mungkin sama sekali tidak pernah berusaha memberi jawaban
atas pertanyaan-pertanyaan
Pertumbuhan dan Perkembangan HKBP, HKBP telah bertumbuh dan berkembang sebagai
satu gereja besar yang berlatar belakang etnis Batak. Dari Aturan dan Peraturan yang pernah
di- milikinya dapat diketahui bahwa salah satu tujuan kehadiran gereja Batak adalah untuk
menghimpun semua orang Kristen Batak berada di dalam satu bentuk gereja saja, yaitu gereja
Batak. Namun, keinginan itu segera kandas dengan timbulnya berbagai anasir di kalangan
orang Kristen Batak dan hadir- nya beberapa institusi dan denominasi gereja lain di Tapanuli,
misalnya dengan berdirinya Hatopan Keristen Batak tahun 1916 sebagai reaksi terha- dap
Hoeria Batak yang dipimpin misionaris Barat. Kemudian tahun 1926, dengan semangat
nasionalisme, berdiri pula Hoeria Christen Batak (HCB). Realitas ini menunjukkan bahwa
orang Kristen Batak tidak mungkin lagi berada dalam satu institusi gereja etnis lokal. Apalagi
pada tahun-tahun berikutnya, Gereja Katolik Roma, yang dianggap salah satu ancaman
berba- haya terhadap Kekristenan sebagaimana disebut dalam Konfesi HKBP 1951. akhirnya
hadir di Tapanuli, disusul pula dengan kehadiran Gereja Methodist di Sigumpar. Walaupun
orang Kristen Batak ada di berbagai gereja, mayoritas orang Kristen Batak adalah warga
HKBP Pada awal perjalanan dan perkembangan HKBP, sebenarnya sudah ada yang
dibanggakan dari pelayanan dan kesaksian HKBP, yaitu pelayanannya di bidang sosial dan
pekabaran Injil yang dilakukan. Sampai tahun 1970-an kedua bidang pelayanan ini sangat
mewarnai semangat Kristen Batak bers HKBP Sekalipun kualitas pelayanannya harus
dipertanyakan sekarang ini.

Berteologi dalam Sejarah, Pengalaman berkonflik di HKBP tidak hanya terjadi di


kalangan kepe- mimpinan pusat, tetapi juga pada kehidupan jemaat lokal. Hanya lagi konflik
di tingkat pusat lebih luas gaungnya dibandingkan dengan konflik di tingkat jemaat. Lagi
pula penyelesaian konflik di tingkat jemaat lebih mudah diupayakan, dan bila memang
dirasakan penyelesaian itu tidak memberi rasa aman dan sejahtera, maka salah satu pihak
yang berkonflik dapat saja menye lesaikannya dengan caranya sendiri, yaitu pindah ke gereja
yang lain. Kecen- derungan ini sudah lama merupakan tren orang Kristen Batak, sebab hal itu
secara kultural dapat diterima. Setiap konflik dapat diatasi dengan solusi mamungka huta,
sipungka huta (membuka perkampungan baru). Kebiasaan itu terjadi juga dalam kehidupan
jemaat HKBP. Namun akhir-akhir ini, khusus nya dalam kasus HKBP 1993-1998, solusi
kultural mamungka huta tersebut tidak terjadi. Bungaran Simanjuntak sendiri, yang sedang
menulis Konflik Status & Kekuasaan Orang Batak Toba (1994), justru memberi saran agar
solusi kultural mamungka huta itu diterapkan menyelesaikan konflik HKBP Akan tetapi, hal
itu tidak terjadi. Kedua belah pihak yang berkonflik tidak ada niat untuk membuka gereja
baru. Mungkin ini suatu pertanda kedewasaan orang Kristen Batak, khususnya warga HKBP,
yang semakin dewasa menata konflik, sehingga konflik tidak semata-mata menjadi ancaman,
tetapi juga menjadi kesempatan untuk memperbaiki dan mengevaluasi diri.

Salah satu ciri khas kehidupan gereja adalah pengharapan akan masa depan. Gereja masa
kini tidak selalu berdiam dan berada pada masa kini. Gereja yang hidup adalah gereja yang
mempunyai pengharapan masa depan. Oleh karena itu, gereja tidak pernah ditentukan oleh
masa lalunya, atau masa kini, tetapi ditentukan oleh pengharapannya akan masa depan.
Dalam konteks pemahaman itulah keberadaan HKBP masa kini dapat diterima dan dipahami.
Keadaan HKBP masa kini bukanlah akhir dari keberadaan HKBP yang sebenarnya, sebab
HKBP masih berada dalam proses perjalanan hidup menuju ke masa depan yang
diharapkannya. Secara apokaliptis, sebagaimana terungkap di dalam Kitab Wahyu, gereja
masa kini adalah gereja yang sedang berprosesi, arak-arakan, dan beriring-iringan dengan
orang-orang percaya yang lain, menuju labuhan terakhir, yaitu takhta kemuliaan Allah setelah
menerima penggembalaan yang dilakukan Yesus Kristus, gembala yang baik itu (lih. Why.
7:14-17). Oleh karena itu, sebagaimana dikatakan Yesus, selagi hari masih siang, wajiblah
kita mengerjakan pekerjaan Allah (Yoh. 9:4a). Gereja, termasuk HKBP, harus giat bekerja
"selagi hari masih siang" dalam memenuhi tugas panggilannya di tengah-tengah kehidupan
sekarang ini.

Untuk itu, gereja perlu mengantispasi masa yang akan datang itu. Antisi- pasi itu
dilakukan dengan melihat berbagai tanda-tanda zaman, peristiwa- peristiwa alam, sosial,
politik, ekonomi, dan berbagai peristiwa lainya yang berdampak langsung kepada kehidupan
praksis orang Kristen. Antisipasi masa depan perlu dilakukan secara alkitabiah, agar gereja
dapat bercermin kepada perilaku ketujuh kehidupan gereja sebagaimana disebut dalam Kitab
Wahyu (pasal 2 dan 3), di mana ada jemaat yang imannya suam-suam kuku, ada yang jatuh
ke dalam keputusasaan, ada yang tidak setia di dalam pen- deritaan, dan ada yang telah
murtad. Namun, ada juga yang setia dan menang di dalam berbagai pergumulan sampai akhir
zaman. Kitab Wahyu ini tidak hanya merupakan gambaran kehidupan gereja yang akan
datang, tetapi juga gambaran kehidupan gereja dan orang Kristen masa kini. Apa yang digam-
barkan dalam Kitab Wahyu tersebut sudah terjadi dan sedang terjadi di dalam kehidupan
gereja masa kini. Oleh karena itu, HKBP sebagai salah satu gereja-dapat melihat dirinya
sendiri melalui penggambaran kehidupan jemaat di dalam Kitab Wahyu tersebut. Upaya
seperti itu adalah merupakan antisipasi pada kehidupan yang akan datang.33

33
Pdt. Dr. Darwin Lumbantobing, HKBP DO HKBP (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2017) 12-31

Anda mungkin juga menyukai